bab i mini
DESCRIPTION
ftfTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut Buttler (2007, dalam Camellia, 2010) penyakit ginjal biasa terjadi
pada semua unsia, termasuk keadaan akut, dengan onset gagal ginjal yang tiba-tiba
dan bisa muncul secara bertahap dimana perburukan fungsi ginjal yang menurun
sepanjang waktu. Beberapa pasien bisa sembuh sempurna dari permulaan masalah
ginjal tapi sebagian mengalami kondisi menetap sepanjang hidup. Penanganan medik
dalam bentuk pengobatan untuk mencapai pengendalian tekanan darah yang baik dan
memperbaiki bermacam-macam kelainan biokemikal, khususnya aturan diet dan
intervensi gaya hidup secara umum dapat memperlambat progresi penyakit, tapi
pasien-pasien dengan gagal ginjal kronis biasanya berlanjut ke penyakit ginjal tahap
akhir. Pada tahap ini pasien memerlukan renal replacement therapy untuk bertahan
hidup. Terapi tersebut berupa dialisis ginjal atau trnsplantasi ginjal.
Penyakit ginjal kronik merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan
ireversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan
keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah
nitrogen lain dalam darah) (Chang, 2009, Dalam Sunanto, 2015).
Penyakit ginjal kronis (PGK) didefinisikan sebagai kelainan ginjal berupa
kelainan struktural atau fungsional yang dimanifestasikan oleh kelainan patologi atau
petanda kerusakan ginjal secara laboratorik atau kelainan pada pemeriksaan radiologi
atau adanya penurunan fungsi ginjal yang berlangsung lebih dari 3 bulan. (Bakri,
2005 dalam Camellia, 2010)
Center for Disease Control and Prevention (CDC) pada tahun 2010 dalam
Sunanto (2015), menyatakan lebih dari 20 juta atau 10% dari jumlah orang dewasa di
Amerika Serikat mengidap penyakit ginjal kronik dan kebanyakan tidak terdiagnosis.
Survey yang dilakukan oleh Perhimpunan Nefrologi Indonesia (Pernefri), penderita
yang mengalami penyakit ginjal kronik di Indonesia mengalami peningkatan.
Terdapat 18 juta orang di Indonesia menderita penyakit ginjal kronik dan jumlah
pasien hemodialisis berjumlah 2148 orang. Sedangkan tahun 2008 jumlah pasien
hemodialisis mengalami peningkatan yaitu 2260 orang (Roesma, 2009, dalam
Sunanto, 2015).
Data dari medical record RSUP Prof. DR. R. D. Kandou Manado pasien yang
mengalami PGK yang melakukan tindakan hemodialisa di unit hemodialisa adalah
sebanyak 151 Orang. Hasil observasi menunjukkan bahwa belum ada yang
melakukan penelitian tentang peran perawat dalam melaksanakan asuhan
keperawatan dengan kulaitas hidup pasien PGK di ruangan hemodialisa.
Berdasarkan uraian di atas peneliti tertarik untuk melakuakan penelitian untuk
mengetahui hubungan peran perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan
dengan kualitas hidup pasien penyakit ginjal kronis yang menjalani hemodialisis di
RSUP Prof. DR. R. D. Kandou Manado.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka dapat dirumuskan masalah
yaitu bagaimana hubungan peran perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan
dengan kualitas hidup pasien gagal ginjal kronis yang menjalani terapi hemodialisa di
RSUP Prof. DR. R. D. Kandou Manado
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui peran perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan
dengan kualitas hidup pasien penyakit ginjal kronis yang menjalani terapi
hemodialisa di RSUP. Prof. DR. R. D. Kandou
2. Tuuan Khusus
a. mengidentifikasi peran perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan
pada pasien penyakit ginjal kronis yang menjalani hemodialisa di RSUP.
Proof. DR. R. D. Kandou Manado
b. Mengidentifikasi kualitas hidup pasien gagal ginjal kronis yang menjalani
hemodialisa di RSUP Haji Adam Malik Medan.
c. Mengidentifikasi hubungan peran perawat dalam melaksanakan asuhan
keperawatan dengan kualitas hidup pasien gagal ginjal kronis yang
menjalani hemodialisa di RSUP. Prof. DR. R. D. Kandou Manado
D. Manfaat Penelitian
1. Teoritis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjelaskan adanya hubungan antara
Peran Perawat Dalam Melaksanakan asuhan keperawatan dengan Kualitas
hidup pasien di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado.
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai langkah awal
penelitian selanjutnya dalam bidang ilmu keperawatan, khususnya
menyangkut penyakit yang banyak ditemukan di masyarakat.
2. Praktis
a. Sebagai bahan masukan dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan
keperawatan, agar masyarakat yang menjadi konsumen pelayanan kesehatan
semakin memperoleh informasi yang jelas mengenai penyakit yang
disandangnya.
b. Sebagai bahan pemikiran untuk penelitian selanjutnya yang berkaitan
dengan hubungan peran perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan
dengan kualitas hidup paseian.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Gagal Ginjal Kronis
1. Definisi Gagal Ginjal Kronis
Gagal Ginjal Kronis (GGK) ditandai oleh kerusakkan fungsi ginjal secara
progresif dan ireversibel dalam berbagai periode waktu, dari beberapa bulan hingga
beberapa dekade (Chang, Daly, dan Elliott, 2010)
Penyakit ginjal kronik (PGK) didefinisikan sebagai kelainan ginjal berupa
kelainan struktural atau fungsional yang dimanifestasikan oleh kelainan patologi atau
petanda kerusakan ginjal secara laboratorik atau kelainan pada pemeriksaan radiologi
atau adanya penurunan fungsi ginjal yang berlangsung lebih dari 3 bulan. (Bakri,
2005, dalam Camellia 2010)
2. Klasifikasi Gagal Ginjal Kronis
Terdapat sistem klasifikasi lima-stadium secara umum yakni menunjukkan
fungsi ginjal yang normal (stadium 1), Penurunan fungsi ginjal (stadium 2),
insufisiensi ginjal (stadium 3), gagal ginjal (stadium 4), dan gagal ginjal stadium-
terminal (stadium 5). Stadium 1 dan 2 memerlukan pemantauan ketat untuk
mempertahankan fungsi ginjal, stadium 3 memerlukan penanganan progresif untum
memperlambat perburukan penyakit, dan stadium 4 dan 5 memerlukan
penatalaksanaan khusus oleh seorang dokter spesialis nefrologi untuk menghindari
komplikasi GGK jangka panjang
3. Manifestasi Klinis Gagal Ginjal Kronis
Gambaran klinik gagal ginjal kronis berat disertai sindrom azotemia sangat
kompleks, meliputi kelainan-kelainan berbagai organ seperti kelainan hemopoeisis,
saluran cerna, mata, kulit, selaput serosa, kelainan neuropsikiatri dan kelainan
kardiovaskular (Sukandar, 2006).
a. Kelainan hemopoeisis
Anemia normokrom normositer dan normositer (MCV 78-94 CU), sering
ditemukan pada pasien gagal ginjal kronis. Anemia yang terjadi sangat
bervariasi bila ureum darah lebih dari 100 mg% atau bersihan kreatinin
kurang dari 25 ml per menit.
b. Kelainan saluran cerna
Mual dan muntah sering merupakan keluhan utama dari sebagian pasien
gagal ginjal kronis terutama pada stadium terminal. Patogenesis mual dam
muntah masih belum jelas, diduga mempunyai hubungan dengan
dekompresi oleh flora usus sehingga terbentuk amonia. Amonia inilah yang
menyebabkan iritasi atau rangsangan mukosa lambung dan usus halus.
Keluhan-keluhan saluran cerna ini akan segera mereda atau hilang setelah
pembatasan diet protein dan antibiotika.
c. Kelainan mata
Visus hilang (azotemia amaurosis) hanya dijumpai pada sebagian kecil
pasien gagal ginjal kronis. Gangguan visus cepat hilang setelah beberapa
hari mendapat pengobatan gagal ginjal kronis yang adekuat, misalnya
hemodialisis. Kelainan saraf mata menimbulkan gejala nistagmus, miosis
dan pupil asimetris. Kelainan retina (retinopati) mungkin disebabkan
hipertensi maupun anemia yang sering dijumpai pada pasien gagal ginjal
kronis. Penimbunan atau deposit garam kalsium pada conjunctiva
menyebabkan gejala red eye syndrome akibat iritasi dan hipervaskularisasi.
Keratopati mungkin juga dijumpai pada beberapa pasien gagal ginjal kronis
akibat penyulit hiperparatiroidisme sekunder atau tersier.
d. Kelainan kulit
Gatal sering mengganggu pasien, patogenesisnya masih belum jelas dan
diduga berhubungan dengan hiperparatiroidisme sekunder. Keluhan gatal ini
akan segera hilang setelah tindakan paratiroidektomi. Kulit biasanya kering
dan bersisik, tidak jarang dijumpai timbunan kristal urea pada kulit muka
dan dinamakan urea frost
e. Kelainan selaput serosa
Kelainan selaput serosa seperti pleuritis dan perikarditis sering dijumpai
pada gagal ginjal kronis terutama pada stadium terminal. Kelainan selaput
serosa merupakan salah satu indikasi mutlak untuk segera dilakukan dialisis.
f. Kelainan neuropsikiatri
Beberapa kelainan mental ringan seperti emosi labil, dilusi, insomnia, dan
depresi sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronis. Kelainan mental
berat seperti konfusi, dilusi, dan tidak jarang dengan gejala psikosis juga
sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronis. Kelainan mental ringan atau
berat ini sering dijumpai pada pasien dengan atau tanpa hemodialisis, dan
tergantung dari dasar kepribadiannya (personalitas).
g. Kelainan kardiovaskular
Patogenesis gagal jantung kongestif (GJK) pada gagal ginjal kronis sangat
kompleks. Beberapa faktor seperti anemia, hipertensi, aterosklerosis,
kalsifikasi sistem vaskular, sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronis
terutama pada stadium terminal dan dapat menyebabkan kegagalan faal
jantung.
4. Hemodialisa
Hemodialisis adalah suatu bentuk tindakan pertolongan dengan menggunakan
alat yaitu dializer yang bertujuan untuk menyaring dan membuang sisa produk
metabolisme toksik yang seharusnya dibuang oleh ginja (Tangian, 2014)
Hemodialisa (HD) adalah suatu prosedur dimana darah dikeluarkan dari tubuh
penderita dan beredar dalam sebuah mesin di luar tubuh yang disebut dialiser.
Frekuensi tindakan HD bervariasi tergantung banyaknya fungsi ginjal yang tersisa,
rata–rata penderita menjalani tiga kali dalam seminggu, sedangkan lama pelaksanaan
hemodialisa paling sedikit tiga sampai empat jam tiap sekali tindakan te-rapi
(Brunner dan Suddath, 2002; Yang et al., 2011, dalam Supriyadi 2010).
5. Komplikasi Hemodialisa
Di jelaskan dalam Gultom (2014) pasien hemodialisa akan mengalami
sejumlah komplikasi walaupun tindakan hemosialisa ini dianggap dapat
memperpanjang usia tanpa batas yang jelas, karena tindakan ini tidak akan mengubah
perjalanan alami penyakit ginjal yang mendasari dan juga tidak akan mengembalikan
seluruh fungsi dinjal.
Komplikasi terapi dialisis sendiri dapat mencakup hal-hal berikut (Brunner &
Suddart, 2002, dalam Gultom 2014) :
a. Hipotensi dapat terjadi selama terapi dialisis ketika cairan dikeluarkan.
b. Emboli udara merupakan komplikasi yang jarang tetapi dapat saja terjadi
jika udara memasuki sistem vaskuler pasien.
c. Nyeri dada dapat terjadi karena pCO2 menurun bersamaan dengan
terjadinya sirkulasi darah di luar tubuh.
d. Pruritus dapat terjadi selama terapi dialisis ketika produk akhir metabolisme
meninggalkan kulit.
e. Gangguan keseimbangan dialisis terjadi karena perpindahan cairan serebral
dan muncul sebagai serangan kejang. Komplikasi ini kemungkinan
terjadinya lebih besar jika terdapat gejala uremia yang berat.
f. Kram otot yang nyeri terjadi ketika cairan dan elektrolit dengan cepat
meninggalkan ruang ekstrasel.
g. Mual dan muntah merupakan peristiwa yang sering terjadi.
B. Konsep Peran Perawat
1. Pengertian Perawat
Perawat adalah mereka yang memiliki kemampuan dan kewenangan
melakukan tindakan keperawatan berdasarkan ilmu yang dimilikinya, yang diperoleh
melalui pendidikan keperawatan (UU Kesehatan No. 23, 1992 dalam Wulang, 2013)
2. Peran Perawat
Doheny (1982) mengidentifikasi beberapa elemen peran perawat professional
meliputi :
a. Sebagai pemberi asuhan keperawatan
Sebagai pemberi asuhan keperawatan merupakan peran perawat dalam
memberikan asuhan keparawatan secara langsung atau tidak langsung
kepada pasien, keluarga dan masyarakat dengan metoda pendekatan
pemecahan masalah yang disebut proses keperawatan. Proses keperawatan
meliputi : pengkajian, diagnosa keperawatan, rencana intervensi,
implementasi keperawatan dan evaluasi keprawatan
b. Client advocate, sebagai pembela untuk melindungi pasien.
Sebagai advokat pasien, perawat berfungsi sebagai penghubung antar
pasien dengan tim kesehatan lain dalam upaya pemenuhan kebutuhan
pasien, membela kepentingan pasien dan membantu pasien memahami
semua informasi dan upaya kesehatan yang diberikan.
c. Counseller, sebagai pemberi bimbingan/konseling pasien
Tugas utama perawat adalah mengidentifikasi perubahan pola
interaksi pasien terhadap keadaan sehat sakitnya. Memberikan
konseling/bimbingan kepada pasien, keluarga dan masyarakat tentang
masalah kesehatan sesuai prioritas
d. Educator, sebagai pendidik pasien
Sebagai pendidik pasien, perawat membantu pasien meningkatkan
kesehatannya malalui pemberian pengetahuan yang terkait dengan
keperawatan dan tindakan medis yang diterima
e. Collaborator, sebagai anggota tim kesehatan yang dituntut untuk dapat
bekerja sama dengan tenaga kesehatan lain
Perawat bekerja sama dengan tim kesehatan lain dan keluarga dalam
menentukan rencana maupun pelaksanaan asuhan keperawatan guna
memenuhi kebutuhan kesehatan pasien.
f. Coordinator
Perawat memanfaatkan semua sumber-sumber dan potensi yang ada,
baik materi maupun kemampuan pasien secara terkoordinasi sehingga tidak
ada intervensi yang terlewatkan maupun tumpang tindih
g. Change agent, sebagai pembaru yang selalu dituntut untuk mengadakan
perubahan-perubahan
Sebagai pembaru, perawat mengadakan inovasi dalam cara berpikir,
bersikap, bertingkah laku, dan meningkatkan keterampilan pasien/keluarga
agar menjadi sehat
h. Consultant, sebagai sumber informasi yang dapat membantu memecahkan
masalah pasien
Elemen ini secara tidak langsung berkaitan dengan permintaan pasien
terhadap informasi tentang tujuan keperawatan yang diberikan. Dengan
peran ini dapat dikatakan perawat adalah sumber informasi yang berka itan
dengan kondisi spesifik lain
3. Peran Perawat Sebagai Pemberi Asuhan Keperawatan
Sebagai pelaku atau pemberi asuhan keperawatan, perawat dapat memberikan
pelayanan keperawatan secara langsung dan tidak langsung kepada pasien dengan
menggunakan pendekatan proses keperawatan yang meliputi : pengkajian dalam
upaya mengumpulkan data, menegakkan diagnosis keperawatan berdasarkan hasil
analisis data, merencanakan intervensi keperawatan sebagai upaya mengatasi
masalah yang muncul dan membuat langkah atau cara pemecahan masalah,
melaksanakan tindakan keperawatan sesuai dengan rencana yang ada dan melakukan
evaluasi berdasarkan respon pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilakukannya.
Kiat keperawatan (nursing arts) memfokuskan peran perawat dalam
memberikan asuhan keperawatan secara komprehensif sebagai upaya memberikan
kenyamanan dan kepuasan pada pasien, meliputi :
1. Caring, merupakan suatu sikap rasa peduli, hormat, menghargai orang lain,
artinya memberi perhatian dan mempelajari kesukaan-kesukaan seseorang
dan bagaimana seseorang berpikir dan bertindak.
2. Sharing artinya perawat senantiasa berbagi pengalaman dan ilmu atau
berdiskusi dengan pasiennya.
3. Laughing, artinya senyum menjadi modal utama bagi seorang perawat untuk
meningkatkan rasa nyaman pasien.
4. Crying artinya perawat dapat menerima respon emosional baik dari pasien
maupun perawat lain sebagai suatu hal yang biasa disaat senang ataupun
duka.
5. Touching artinya sentuhan yang bersifat fisik maupun psikologis merupakan
komunikasi simpatis yang memiliki makna (Barbara, 1994)
6. Helping artinya perawat siap membantu dengan asuhan keperawatannya
7. Believing in others, artinya perawat meyakini bahwa orang lain memiliki
hasrat dan kemampuan untuk selalu meningkatkan derajat kesehatannya.
8. Learning artinya perawat selalu belajar dan mengembangkan diri dan
keterampilannya.
9. Respecting artinya memperlihatkan rasa hormat dan penghargaan terhadap
orang lain dengan menjaga kerahasiaan pasien kepada yang tidak berhak
mengetahuinya.
10. Listening artinya mau mendengar keluhan pasiennya.
11. Feeling artinya perawat dapat menerima, merasakan, dan memahami
perasaan duka , senang, frustasi dan rasa puas pasien. (Gaffar, 1999)
C. Konsep Kualitas Hidup
1. Pengertian Kualitas Hidup
Menurut Unit Penelitian Kualitas Hidup Universitas Toronto, kualitas hidup
adalah tingkat dimana seseorang menikmati hal-hal penting yang mungkin terjadi
dalam hidupnya. Masing-masing orang memiliki kesempatan dan keterbatasan dalam
hidupnya yang merefleksikan interaksinya dan lingkungan. Sedangkan kenikmatan
itu sendiri terdiri dari dua komponen yaitu pengalaman dari kepuasan dan
kepemilikan atau prestasi (Universitas Toronto, 2004).
Menurut WHO tahun 1994 (dalam Desita,2010) kualitas hidup adalah sebagai
persepsi individu sebagai laki-laki ataupun perempuan dalam hidup ditinjau dari
konteks budaya dan sistem nilai dimana mereka tinggal, hubungan dengan standar
hidup, harapan, kesenangan, dan perhatian mereka. Hal ini terangkum secara
kompleks mencakup kesehatan fisik, status psikologis, tingkat kebebasan, hubungan
sosial, dan hubungan kepada karakteristik lingkungan mereka.
Kualitas hidup akan mewakili kedalaman pribadi seseorang. Dalam pelayanan
kesehatan, peneliti mencoba membuat ukuran kualitas hidup untuk menjelaskan
secara ilmiah nilai dan intervensi media terkini. Ilmuwan sosial telah mengajukan
formula atau ukuran objektif lainnya sesuai dengan situasi klien. Semua formula
tersebut diperhitungkan ke dalam usia klien, kemampuan klien dalam beradaptasi
dengan masyarakat dalam berbagai cara. Suatu ukuran kualitas hidup membantu
klien dan keluarga dalam memutuskan keuntungan yang didapat dari intervensi
berisiko terkini, seperti transplantasi organ atau manajemen obatobatan eksprimental
(Potter & Perry,2005).
2. Aspek Dalam Kualitas Hidup
Menurut Ventegodt, Merriek, Anderson (2003) kualitas hidup dapat
dikelompokkan dalam tiga bagian yang berpusat pada aspek hidup yang baik, yaitu :
a. Kualitas hidup subjektif yaitu suatu hidup yang baik yang dirasakan oleh
masing-masing individu yang memilikinya. Masing-masing individu secara
personal mengevaluasi bagaimana mereka menggambarkan sesuatu dan
perasaan mereka.
b. Kualitas hidup eksistensial yaitu seberapa baik hidup seseorang merupakan
level yang berhak untuk dihormati dan dimana individu dapat hidup dalam
keharmonisan.
c. Kualitas hidup objektif yaitu bagaiman hidup seseorang dirasakan oleh
dunia luar. Kualitas hidup objektif dinyatakan dalam kemampuan seseorang
untuk beradaptasi pada nilai-nilai budaya dan menyatakan tentang
kehidupannya.
3. Komponen Kualitas Hidup
University of Toronto (2004) menyebutkan kualitas hidup dapat dibagi dalam 3
bagian yaitu kesehatan (fisik, psikologis, spiritual), kepemilikan (hubungan individu
dengan lingkungan) dan harapan (prestasi dan aspirasi individu).
a. Kesehatan
Kesehatan dalam kualitas hidup dapat dibagi menjadi 3 bagian yaitu
secara fisik, psikologis dan spiritual. Secara fisik yang terdiri dari kesehatan
fisik, personal higiene, nutrisi, olah raga, pakaian dan penampilan fisik
secara umum. Secara psikologis yang terdiri dari kesehatan dan penyesuaian
psikologis, kesadaran, perasaan, harga diri, konsep diri dan kontrol diri.
Secara spiritual terdiri dari nilai-nilai pribadi, standar-standar pribadi dan
kepercayaan spiritual. Sedangkan menurut WHOQOL mengidentifikasi
kualitas hidup dalam enam domain, tiga diantaranya yaitu domain fisik,
domain psikologis, dan domain spiritual.
b. Kepemilikan
Kepemilikan (hubungan individu dengan lingkungannya) dalam
kualitas hidup di bagi menjadi 2 bagian yaitu secara fisik dan sosial. Secara
fisik terdiri dari rumah, tempat kerja/sekolah, tetangga/lingkungan dan
masyarakat. Secara sosial dekat dengan orang lain, keluarga, teman/rekan
kerja, lingkungan dan masyarakat. Sedangkan menurut WHOQOL
mengidentifikasi kualitas hidup dalam enam domain, dua diantaranya yaitu
domain tingkat kebebasan dan domain hubungan sosial.
c. Harapan
Merupakan keinginan dan harapan yang akan dicapai sebagai
perwujudan dari individu seperti terpenuhinya nilai (prestasi dan aspirasi
individu) sehinggaa individu tersebut merasa berharga atau dihargai di
dalam lingkungan keluarga maupun masyarakat sekitarnya melalui suatu
tindakan nyata yang bermanfaat dari hasil karyanya. Sedangkan menurut
WHOQOL mengidentifikasi kualitas hidup dalam enam domain, dua
diantaranya yaitu domain tingkat kebebasan dan domain lingkungan.
4. Pengukuran Kualitas Hidup
Pengukuran kualitas hidup meliputi tiga komponen kualitas hidup yaitu
kesehatan, kepemilikan, dan harapan. Komponen kesehatan yaitu terdiri dari
kesehatan fisik, psikologis dan spiritual. Komponen kepemilikan meliputi hubungan
dengan lingkungan serta hubungan dengan teman-teman atau tetangga. Komponen
harapan yaitu bagaimana seseorang itu merasa dihargai dalam kehidupan sehari-hari
(Anonimous, 2004 dalam Kurtus, 2005).
Pengukuran kualitas hidup tersebut dibuat dalam bentuk kuisioner yang
dimodifikasi dari WHOQOL-SRPB Field Test Instrument ( Saxena, 2002), The
World Health Organitation Quality of Life (WHOQOL)-BREF (Anonimous,2004)
dan WHOQOL User Manual Division of Menthal Health (Anonimous, 1998).
5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Hidup
Avis (2005) menyatakan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi
kualitas hidup pasien dimana faktor ini dapat dibagi menjadi dua bagian. Bagian
yang pertama adalah sosio demografi yaitu jenis kelamin, umur, suku/ etnik,
pendidikan, pekerjaan dan status perkawinan. Bagian kedua adalah medis yaitu lama
menjalani hemodialisa, stadium penyakit, dan penatalaksanaan medis yang dijalani.
BAB III
KERANGKA PENELITIAN
A. Kerangka Konsep
B. Hipotesis Penelitian
Ha : Terdapat hubungan peran perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan
dengan kualitas hidup pasien penyakit ginjal kronis yang menjalani
hemodialisa di RSUP Prof. DR. R. D. Kandou Manado
C. Definisi Operasional
Tabel 3.1 Definisi Operasional
Peran Perawat Sebagai Pemberi Asuhan Keperawatan
Kualitas Hidup Pasien Hemodialisis
Faktor yang mempengaruhi :
1. Usia2. Jenis kelamin3. Suku/etnik4. Pendidikan5. Penghasilan6. Penyakit lain7. Lama menjalani terapi
Variabel yang diteliti
Variabel yang tidak diteliti