bab i mini

26
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Buttler (2007, dalam Camellia, 2010) penyakit ginjal biasa terjadi pada semua unsia, termasuk keadaan akut, dengan onset gagal ginjal yang tiba-tiba dan bisa muncul secara bertahap dimana perburukan fungsi ginjal yang menurun sepanjang waktu. Beberapa pasien bisa sembuh sempurna dari permulaan masalah ginjal tapi sebagian mengalami kondisi menetap sepanjang hidup. Penanganan medik dalam bentuk pengobatan untuk mencapai pengendalian tekanan darah yang baik dan memperbaiki bermacam-macam kelainan biokemikal, khususnya aturan diet dan intervensi gaya hidup secara umum dapat memperlambat progresi penyakit, tapi pasien-pasien dengan gagal ginjal kronis biasanya berlanjut ke penyakit ginjal tahap akhir. Pada tahap ini pasien memerlukan renal replacement therapy untuk bertahan hidup. Terapi tersebut berupa dialisis ginjal atau trnsplantasi ginjal.

Upload: rafil-hanafi

Post on 02-Dec-2015

219 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

ftf

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I mini

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut Buttler (2007, dalam Camellia, 2010) penyakit ginjal biasa terjadi

pada semua unsia, termasuk keadaan akut, dengan onset gagal ginjal yang tiba-tiba

dan bisa muncul secara bertahap dimana perburukan fungsi ginjal yang menurun

sepanjang waktu. Beberapa pasien bisa sembuh sempurna dari permulaan masalah

ginjal tapi sebagian mengalami kondisi menetap sepanjang hidup. Penanganan medik

dalam bentuk pengobatan untuk mencapai pengendalian tekanan darah yang baik dan

memperbaiki bermacam-macam kelainan biokemikal, khususnya aturan diet dan

intervensi gaya hidup secara umum dapat memperlambat progresi penyakit, tapi

pasien-pasien dengan gagal ginjal kronis biasanya berlanjut ke penyakit ginjal tahap

akhir. Pada tahap ini pasien memerlukan renal replacement therapy untuk bertahan

hidup. Terapi tersebut berupa dialisis ginjal atau trnsplantasi ginjal.

Penyakit ginjal kronik merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan

ireversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan

keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah

nitrogen lain dalam darah) (Chang, 2009, Dalam Sunanto, 2015).

Penyakit ginjal kronis (PGK) didefinisikan sebagai kelainan ginjal berupa

kelainan struktural atau fungsional yang dimanifestasikan oleh kelainan patologi atau

petanda kerusakan ginjal secara laboratorik atau kelainan pada pemeriksaan radiologi

atau adanya penurunan fungsi ginjal yang berlangsung lebih dari 3 bulan. (Bakri,

2005 dalam Camellia, 2010)

Page 2: BAB I mini

Center for Disease Control and Prevention (CDC) pada tahun 2010 dalam

Sunanto (2015), menyatakan lebih dari 20 juta atau 10% dari jumlah orang dewasa di

Amerika Serikat mengidap penyakit ginjal kronik dan kebanyakan tidak terdiagnosis.

Survey yang dilakukan oleh Perhimpunan Nefrologi Indonesia (Pernefri), penderita

yang mengalami penyakit ginjal kronik di Indonesia mengalami peningkatan.

Terdapat 18 juta orang di Indonesia menderita penyakit ginjal kronik dan jumlah

pasien hemodialisis berjumlah 2148 orang. Sedangkan tahun 2008 jumlah pasien

hemodialisis mengalami peningkatan yaitu 2260 orang (Roesma, 2009, dalam

Sunanto, 2015).

Data dari medical record RSUP Prof. DR. R. D. Kandou Manado pasien yang

mengalami PGK yang melakukan tindakan hemodialisa di unit hemodialisa adalah

sebanyak 151 Orang. Hasil observasi menunjukkan bahwa belum ada yang

melakukan penelitian tentang peran perawat dalam melaksanakan asuhan

keperawatan dengan kulaitas hidup pasien PGK di ruangan hemodialisa.

Berdasarkan uraian di atas peneliti tertarik untuk melakuakan penelitian untuk

mengetahui hubungan peran perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan

dengan kualitas hidup pasien penyakit ginjal kronis yang menjalani hemodialisis di

RSUP Prof. DR. R. D. Kandou Manado.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka dapat dirumuskan masalah

yaitu bagaimana hubungan peran perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan

dengan kualitas hidup pasien gagal ginjal kronis yang menjalani terapi hemodialisa di

RSUP Prof. DR. R. D. Kandou Manado

Page 3: BAB I mini

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui peran perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan

dengan kualitas hidup pasien penyakit ginjal kronis yang menjalani terapi

hemodialisa di RSUP. Prof. DR. R. D. Kandou

2. Tuuan Khusus

a. mengidentifikasi peran perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan

pada pasien penyakit ginjal kronis yang menjalani hemodialisa di RSUP.

Proof. DR. R. D. Kandou Manado

b. Mengidentifikasi kualitas hidup pasien gagal ginjal kronis yang menjalani

hemodialisa di RSUP Haji Adam Malik Medan.

c. Mengidentifikasi hubungan peran perawat dalam melaksanakan asuhan

keperawatan dengan kualitas hidup pasien gagal ginjal kronis yang

menjalani hemodialisa di RSUP. Prof. DR. R. D. Kandou Manado

D. Manfaat Penelitian

1. Teoritis

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjelaskan adanya hubungan antara

Peran Perawat Dalam Melaksanakan asuhan keperawatan dengan Kualitas

hidup pasien di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado.

b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai langkah awal

penelitian selanjutnya dalam bidang ilmu keperawatan, khususnya

menyangkut penyakit yang banyak ditemukan di masyarakat.

Page 4: BAB I mini

2. Praktis

a. Sebagai bahan masukan dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan

keperawatan, agar masyarakat yang menjadi konsumen pelayanan kesehatan

semakin memperoleh informasi yang jelas mengenai penyakit yang

disandangnya.

b. Sebagai bahan pemikiran untuk penelitian selanjutnya yang berkaitan

dengan hubungan peran perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan

dengan kualitas hidup paseian.

Page 5: BAB I mini

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Gagal Ginjal Kronis

1. Definisi Gagal Ginjal Kronis

Gagal Ginjal Kronis (GGK) ditandai oleh kerusakkan fungsi ginjal secara

progresif dan ireversibel dalam berbagai periode waktu, dari beberapa bulan hingga

beberapa dekade (Chang, Daly, dan Elliott, 2010)

Penyakit ginjal kronik (PGK) didefinisikan sebagai kelainan ginjal berupa

kelainan struktural atau fungsional yang dimanifestasikan oleh kelainan patologi atau

petanda kerusakan ginjal secara laboratorik atau kelainan pada pemeriksaan radiologi

atau adanya penurunan fungsi ginjal yang berlangsung lebih dari 3 bulan. (Bakri,

2005, dalam Camellia 2010)

2. Klasifikasi Gagal Ginjal Kronis

Terdapat sistem klasifikasi lima-stadium secara umum yakni menunjukkan

fungsi ginjal yang normal (stadium 1), Penurunan fungsi ginjal (stadium 2),

insufisiensi ginjal (stadium 3), gagal ginjal (stadium 4), dan gagal ginjal stadium-

terminal (stadium 5). Stadium 1 dan 2 memerlukan pemantauan ketat untuk

mempertahankan fungsi ginjal, stadium 3 memerlukan penanganan progresif untum

memperlambat perburukan penyakit, dan stadium 4 dan 5 memerlukan

penatalaksanaan khusus oleh seorang dokter spesialis nefrologi untuk menghindari

komplikasi GGK jangka panjang

3. Manifestasi Klinis Gagal Ginjal Kronis

Gambaran klinik gagal ginjal kronis berat disertai sindrom azotemia sangat

kompleks, meliputi kelainan-kelainan berbagai organ seperti kelainan hemopoeisis,

Page 6: BAB I mini

saluran cerna, mata, kulit, selaput serosa, kelainan neuropsikiatri dan kelainan

kardiovaskular (Sukandar, 2006).

a. Kelainan hemopoeisis

Anemia normokrom normositer dan normositer (MCV 78-94 CU), sering

ditemukan pada pasien gagal ginjal kronis. Anemia yang terjadi sangat

bervariasi bila ureum darah lebih dari 100 mg% atau bersihan kreatinin

kurang dari 25 ml per menit.

b. Kelainan saluran cerna

Mual dan muntah sering merupakan keluhan utama dari sebagian pasien

gagal ginjal kronis terutama pada stadium terminal. Patogenesis mual dam

muntah masih belum jelas, diduga mempunyai hubungan dengan

dekompresi oleh flora usus sehingga terbentuk amonia. Amonia inilah yang

menyebabkan iritasi atau rangsangan mukosa lambung dan usus halus.

Keluhan-keluhan saluran cerna ini akan segera mereda atau hilang setelah

pembatasan diet protein dan antibiotika.

c. Kelainan mata

Visus hilang (azotemia amaurosis) hanya dijumpai pada sebagian kecil

pasien gagal ginjal kronis. Gangguan visus cepat hilang setelah beberapa

hari mendapat pengobatan gagal ginjal kronis yang adekuat, misalnya

hemodialisis. Kelainan saraf mata menimbulkan gejala nistagmus, miosis

dan pupil asimetris. Kelainan retina (retinopati) mungkin disebabkan

hipertensi maupun anemia yang sering dijumpai pada pasien gagal ginjal

kronis. Penimbunan atau deposit garam kalsium pada conjunctiva

menyebabkan gejala red eye syndrome akibat iritasi dan hipervaskularisasi.

Page 7: BAB I mini

Keratopati mungkin juga dijumpai pada beberapa pasien gagal ginjal kronis

akibat penyulit hiperparatiroidisme sekunder atau tersier.

d. Kelainan kulit

Gatal sering mengganggu pasien, patogenesisnya masih belum jelas dan

diduga berhubungan dengan hiperparatiroidisme sekunder. Keluhan gatal ini

akan segera hilang setelah tindakan paratiroidektomi. Kulit biasanya kering

dan bersisik, tidak jarang dijumpai timbunan kristal urea pada kulit muka

dan dinamakan urea frost

e. Kelainan selaput serosa

Kelainan selaput serosa seperti pleuritis dan perikarditis sering dijumpai

pada gagal ginjal kronis terutama pada stadium terminal. Kelainan selaput

serosa merupakan salah satu indikasi mutlak untuk segera dilakukan dialisis.

f. Kelainan neuropsikiatri

Beberapa kelainan mental ringan seperti emosi labil, dilusi, insomnia, dan

depresi sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronis. Kelainan mental

berat seperti konfusi, dilusi, dan tidak jarang dengan gejala psikosis juga

sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronis. Kelainan mental ringan atau

berat ini sering dijumpai pada pasien dengan atau tanpa hemodialisis, dan

tergantung dari dasar kepribadiannya (personalitas).

g. Kelainan kardiovaskular

Patogenesis gagal jantung kongestif (GJK) pada gagal ginjal kronis sangat

kompleks. Beberapa faktor seperti anemia, hipertensi, aterosklerosis,

kalsifikasi sistem vaskular, sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronis

terutama pada stadium terminal dan dapat menyebabkan kegagalan faal

Page 8: BAB I mini

jantung.

4. Hemodialisa

Hemodialisis adalah suatu bentuk tindakan pertolongan dengan menggunakan

alat yaitu dializer yang bertujuan untuk menyaring dan membuang sisa produk

metabolisme toksik yang seharusnya dibuang oleh ginja (Tangian, 2014)

Hemodialisa (HD) adalah suatu prosedur dimana darah dikeluarkan dari tubuh

penderita dan beredar dalam sebuah mesin di luar tubuh yang disebut dialiser.

Frekuensi tindakan HD bervariasi tergantung banyaknya fungsi ginjal yang tersisa,

rata–rata penderita menjalani tiga kali dalam seminggu, sedangkan lama pelaksanaan

hemodialisa paling sedikit tiga sampai empat jam tiap sekali tindakan te-rapi

(Brunner dan Suddath, 2002; Yang et al., 2011, dalam Supriyadi 2010).

5. Komplikasi Hemodialisa

Di jelaskan dalam Gultom (2014) pasien hemodialisa akan mengalami

sejumlah komplikasi walaupun tindakan hemosialisa ini dianggap dapat

memperpanjang usia tanpa batas yang jelas, karena tindakan ini tidak akan mengubah

perjalanan alami penyakit ginjal yang mendasari dan juga tidak akan mengembalikan

seluruh fungsi dinjal.

Komplikasi terapi dialisis sendiri dapat mencakup hal-hal berikut (Brunner &

Suddart, 2002, dalam Gultom 2014) :

a. Hipotensi dapat terjadi selama terapi dialisis ketika cairan dikeluarkan.

b. Emboli udara merupakan komplikasi yang jarang tetapi dapat saja terjadi

jika udara memasuki sistem vaskuler pasien.

c. Nyeri dada dapat terjadi karena pCO2 menurun bersamaan dengan

terjadinya sirkulasi darah di luar tubuh.

Page 9: BAB I mini

d. Pruritus dapat terjadi selama terapi dialisis ketika produk akhir metabolisme

meninggalkan kulit.

e. Gangguan keseimbangan dialisis terjadi karena perpindahan cairan serebral

dan muncul sebagai serangan kejang. Komplikasi ini kemungkinan

terjadinya lebih besar jika terdapat gejala uremia yang berat.

f. Kram otot yang nyeri terjadi ketika cairan dan elektrolit dengan cepat

meninggalkan ruang ekstrasel.

g. Mual dan muntah merupakan peristiwa yang sering terjadi.

B. Konsep Peran Perawat

1. Pengertian Perawat

Perawat adalah mereka yang memiliki kemampuan dan kewenangan

melakukan tindakan keperawatan berdasarkan ilmu yang dimilikinya, yang diperoleh

melalui pendidikan keperawatan (UU Kesehatan No. 23, 1992 dalam Wulang, 2013)

2. Peran Perawat

Doheny (1982) mengidentifikasi beberapa elemen peran perawat professional

meliputi :

a. Sebagai pemberi asuhan keperawatan

Sebagai pemberi asuhan keperawatan merupakan peran perawat dalam

memberikan asuhan keparawatan secara langsung atau tidak langsung

kepada pasien, keluarga dan masyarakat dengan metoda pendekatan

pemecahan masalah yang disebut proses keperawatan. Proses keperawatan

meliputi : pengkajian, diagnosa keperawatan, rencana intervensi,

implementasi keperawatan dan evaluasi keprawatan

b. Client advocate, sebagai pembela untuk melindungi pasien.

Page 10: BAB I mini

Sebagai advokat pasien, perawat berfungsi sebagai penghubung antar

pasien dengan tim kesehatan lain dalam upaya pemenuhan kebutuhan

pasien, membela kepentingan pasien dan membantu pasien memahami

semua informasi dan upaya kesehatan yang diberikan.

c. Counseller, sebagai pemberi bimbingan/konseling pasien

Tugas utama perawat adalah mengidentifikasi perubahan pola

interaksi pasien terhadap keadaan sehat sakitnya. Memberikan

konseling/bimbingan kepada pasien, keluarga dan masyarakat tentang

masalah kesehatan sesuai prioritas

d. Educator, sebagai pendidik pasien

Sebagai pendidik pasien, perawat membantu pasien meningkatkan

kesehatannya malalui pemberian pengetahuan yang terkait dengan

keperawatan dan tindakan medis yang diterima

e. Collaborator, sebagai anggota tim kesehatan yang dituntut untuk dapat

bekerja sama dengan tenaga kesehatan lain

Perawat bekerja sama dengan tim kesehatan lain dan keluarga dalam

menentukan rencana maupun pelaksanaan asuhan keperawatan guna

memenuhi kebutuhan kesehatan pasien.

f. Coordinator

Perawat memanfaatkan semua sumber-sumber dan potensi yang ada,

baik materi maupun kemampuan pasien secara terkoordinasi sehingga tidak

ada intervensi yang terlewatkan maupun tumpang tindih

g. Change agent, sebagai pembaru yang selalu dituntut untuk mengadakan

perubahan-perubahan

Page 11: BAB I mini

Sebagai pembaru, perawat mengadakan inovasi dalam cara berpikir,

bersikap, bertingkah laku, dan meningkatkan keterampilan pasien/keluarga

agar menjadi sehat

h. Consultant, sebagai sumber informasi yang dapat membantu memecahkan

masalah pasien

Elemen ini secara tidak langsung berkaitan dengan permintaan pasien

terhadap informasi tentang tujuan keperawatan yang diberikan. Dengan

peran ini dapat dikatakan perawat adalah sumber informasi yang berka itan

dengan kondisi spesifik lain

3. Peran Perawat Sebagai Pemberi Asuhan Keperawatan

Sebagai pelaku atau pemberi asuhan keperawatan, perawat dapat memberikan

pelayanan keperawatan secara langsung dan tidak langsung kepada pasien dengan

menggunakan pendekatan proses keperawatan yang meliputi : pengkajian dalam

upaya mengumpulkan data, menegakkan diagnosis keperawatan berdasarkan hasil

analisis data, merencanakan intervensi keperawatan sebagai upaya mengatasi

masalah yang muncul dan membuat langkah atau cara pemecahan masalah,

melaksanakan tindakan keperawatan sesuai dengan rencana yang ada dan melakukan

evaluasi berdasarkan respon pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah

dilakukannya.

Kiat keperawatan (nursing arts) memfokuskan peran perawat dalam

memberikan asuhan keperawatan secara komprehensif sebagai upaya memberikan

kenyamanan dan kepuasan pada pasien, meliputi :

1. Caring, merupakan suatu sikap rasa peduli, hormat, menghargai orang lain,

artinya memberi perhatian dan mempelajari kesukaan-kesukaan seseorang

Page 12: BAB I mini

dan bagaimana seseorang berpikir dan bertindak.

2. Sharing artinya perawat senantiasa berbagi pengalaman dan ilmu atau

berdiskusi dengan pasiennya.

3. Laughing, artinya senyum menjadi modal utama bagi seorang perawat untuk

meningkatkan rasa nyaman pasien.

4. Crying artinya perawat dapat menerima respon emosional baik dari pasien

maupun perawat lain sebagai suatu hal yang biasa disaat senang ataupun

duka.

5. Touching artinya sentuhan yang bersifat fisik maupun psikologis merupakan

komunikasi simpatis yang memiliki makna (Barbara, 1994)

6. Helping artinya perawat siap membantu dengan asuhan keperawatannya

7. Believing in others, artinya perawat meyakini bahwa orang lain memiliki

hasrat dan kemampuan untuk selalu meningkatkan derajat kesehatannya.

8. Learning artinya perawat selalu belajar dan mengembangkan diri dan

keterampilannya.

9. Respecting artinya memperlihatkan rasa hormat dan penghargaan terhadap

orang lain dengan menjaga kerahasiaan pasien kepada yang tidak berhak

mengetahuinya.

10. Listening artinya mau mendengar keluhan pasiennya.

11. Feeling artinya perawat dapat menerima, merasakan, dan memahami

perasaan duka , senang, frustasi dan rasa puas pasien. (Gaffar, 1999)

C. Konsep Kualitas Hidup

1. Pengertian Kualitas Hidup

Menurut Unit Penelitian Kualitas Hidup Universitas Toronto, kualitas hidup

Page 13: BAB I mini

adalah tingkat dimana seseorang menikmati hal-hal penting yang mungkin terjadi

dalam hidupnya. Masing-masing orang memiliki kesempatan dan keterbatasan dalam

hidupnya yang merefleksikan interaksinya dan lingkungan. Sedangkan kenikmatan

itu sendiri terdiri dari dua komponen yaitu pengalaman dari kepuasan dan

kepemilikan atau prestasi (Universitas Toronto, 2004).

Menurut WHO tahun 1994 (dalam Desita,2010) kualitas hidup adalah sebagai

persepsi individu sebagai laki-laki ataupun perempuan dalam hidup ditinjau dari

konteks budaya dan sistem nilai dimana mereka tinggal, hubungan dengan standar

hidup, harapan, kesenangan, dan perhatian mereka. Hal ini terangkum secara

kompleks mencakup kesehatan fisik, status psikologis, tingkat kebebasan, hubungan

sosial, dan hubungan kepada karakteristik lingkungan mereka.

Kualitas hidup akan mewakili kedalaman pribadi seseorang. Dalam pelayanan

kesehatan, peneliti mencoba membuat ukuran kualitas hidup untuk menjelaskan

secara ilmiah nilai dan intervensi media terkini. Ilmuwan sosial telah mengajukan

formula atau ukuran objektif lainnya sesuai dengan situasi klien. Semua formula

tersebut diperhitungkan ke dalam usia klien, kemampuan klien dalam beradaptasi

dengan masyarakat dalam berbagai cara. Suatu ukuran kualitas hidup membantu

klien dan keluarga dalam memutuskan keuntungan yang didapat dari intervensi

berisiko terkini, seperti transplantasi organ atau manajemen obatobatan eksprimental

(Potter & Perry,2005).

2. Aspek Dalam Kualitas Hidup

Menurut Ventegodt, Merriek, Anderson (2003) kualitas hidup dapat

dikelompokkan dalam tiga bagian yang berpusat pada aspek hidup yang baik, yaitu :

a. Kualitas hidup subjektif yaitu suatu hidup yang baik yang dirasakan oleh

Page 14: BAB I mini

masing-masing individu yang memilikinya. Masing-masing individu secara

personal mengevaluasi bagaimana mereka menggambarkan sesuatu dan

perasaan mereka.

b. Kualitas hidup eksistensial yaitu seberapa baik hidup seseorang merupakan

level yang berhak untuk dihormati dan dimana individu dapat hidup dalam

keharmonisan.

c. Kualitas hidup objektif yaitu bagaiman hidup seseorang dirasakan oleh

dunia luar. Kualitas hidup objektif dinyatakan dalam kemampuan seseorang

untuk beradaptasi pada nilai-nilai budaya dan menyatakan tentang

kehidupannya.

3. Komponen Kualitas Hidup

University of Toronto (2004) menyebutkan kualitas hidup dapat dibagi dalam 3

bagian yaitu kesehatan (fisik, psikologis, spiritual), kepemilikan (hubungan individu

dengan lingkungan) dan harapan (prestasi dan aspirasi individu).

a. Kesehatan

Kesehatan dalam kualitas hidup dapat dibagi menjadi 3 bagian yaitu

secara fisik, psikologis dan spiritual. Secara fisik yang terdiri dari kesehatan

fisik, personal higiene, nutrisi, olah raga, pakaian dan penampilan fisik

secara umum. Secara psikologis yang terdiri dari kesehatan dan penyesuaian

psikologis, kesadaran, perasaan, harga diri, konsep diri dan kontrol diri.

Secara spiritual terdiri dari nilai-nilai pribadi, standar-standar pribadi dan

kepercayaan spiritual. Sedangkan menurut WHOQOL mengidentifikasi

kualitas hidup dalam enam domain, tiga diantaranya yaitu domain fisik,

domain psikologis, dan domain spiritual.

Page 15: BAB I mini

b. Kepemilikan

Kepemilikan (hubungan individu dengan lingkungannya) dalam

kualitas hidup di bagi menjadi 2 bagian yaitu secara fisik dan sosial. Secara

fisik terdiri dari rumah, tempat kerja/sekolah, tetangga/lingkungan dan

masyarakat. Secara sosial dekat dengan orang lain, keluarga, teman/rekan

kerja, lingkungan dan masyarakat. Sedangkan menurut WHOQOL

mengidentifikasi kualitas hidup dalam enam domain, dua diantaranya yaitu

domain tingkat kebebasan dan domain hubungan sosial.

c. Harapan

Merupakan keinginan dan harapan yang akan dicapai sebagai

perwujudan dari individu seperti terpenuhinya nilai (prestasi dan aspirasi

individu) sehinggaa individu tersebut merasa berharga atau dihargai di

dalam lingkungan keluarga maupun masyarakat sekitarnya melalui suatu

tindakan nyata yang bermanfaat dari hasil karyanya. Sedangkan menurut

WHOQOL mengidentifikasi kualitas hidup dalam enam domain, dua

diantaranya yaitu domain tingkat kebebasan dan domain lingkungan.

4. Pengukuran Kualitas Hidup

Pengukuran kualitas hidup meliputi tiga komponen kualitas hidup yaitu

kesehatan, kepemilikan, dan harapan. Komponen kesehatan yaitu terdiri dari

kesehatan fisik, psikologis dan spiritual. Komponen kepemilikan meliputi hubungan

dengan lingkungan serta hubungan dengan teman-teman atau tetangga. Komponen

harapan yaitu bagaimana seseorang itu merasa dihargai dalam kehidupan sehari-hari

(Anonimous, 2004 dalam Kurtus, 2005).

Pengukuran kualitas hidup tersebut dibuat dalam bentuk kuisioner yang

Page 16: BAB I mini

dimodifikasi dari WHOQOL-SRPB Field Test Instrument ( Saxena, 2002), The

World Health Organitation Quality of Life (WHOQOL)-BREF (Anonimous,2004)

dan WHOQOL User Manual Division of Menthal Health (Anonimous, 1998).

5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Hidup

Avis (2005) menyatakan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi

kualitas hidup pasien dimana faktor ini dapat dibagi menjadi dua bagian. Bagian

yang pertama adalah sosio demografi yaitu jenis kelamin, umur, suku/ etnik,

pendidikan, pekerjaan dan status perkawinan. Bagian kedua adalah medis yaitu lama

menjalani hemodialisa, stadium penyakit, dan penatalaksanaan medis yang dijalani.

Page 17: BAB I mini

BAB III

KERANGKA PENELITIAN

A. Kerangka Konsep

B. Hipotesis Penelitian

Ha : Terdapat hubungan peran perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan

dengan kualitas hidup pasien penyakit ginjal kronis yang menjalani

hemodialisa di RSUP Prof. DR. R. D. Kandou Manado

C. Definisi Operasional

Tabel 3.1 Definisi Operasional

Peran Perawat Sebagai Pemberi Asuhan Keperawatan

Kualitas Hidup Pasien Hemodialisis

Faktor yang mempengaruhi :

1. Usia2. Jenis kelamin3. Suku/etnik4. Pendidikan5. Penghasilan6. Penyakit lain7. Lama menjalani terapi

Variabel yang diteliti

Variabel yang tidak diteliti