bab i laporan
DESCRIPTION
klopokTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sampah merupakan masalah yang tak pernah terselesaikan hingga saat ini, meskipun
beberapa negara maju telah menindak tegas orang-orang yang suka membuang sampah
sembarangan, namun belum juga membuat para pembuang sampah sembarangan menjadi jera,
apalagi dengan negara berkembang yang sudah memiliki undang-undang yang jelas mengenai
permasalah ini.
Di Indonesia sendiri sampah telah menjadi permasalahan yang tak kunjung
selesai.Pemerintah sudah berupaya seoptimal mungkin dalam upaya menyelesaikan tentang
permasalahan sampah khususnya yang berada di Indonesia. Pemerintah juga sudah
mengeluarkan peraturan dalam Undang-Undang No. 18 Tahun 2008 tentang pengolahan sampah
dan larangan larangan bagi setiap orang untuk memasukkan sampah ke dalam wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia, mengimpor sampah, mencampur sampah dengan limbah
berbahaya dan beracun, mengelola sampah yang menyebabkan pencemaran dan/atau perusakan
lingkungan, membuang sampah tidak pada tempat yang telah ditentukan dan disediakan,
melakukan penanganan sampah dengan pembuangan terbuka di tempat pemrosesan akhir serta
membakar sampah yang tidak sesuai dengan persyaratan teknis pengelolaan sampah
(Amri,S.2008).
Tetapi masyarakat seolah-olah tidak peduli akan undang-undang ini meskipun ada
larangan “dilarang membuang sampah sembarangan” mereka (masyarakat) tidak memperdulikan
larangan tersebut dan hanya dipandang sebelah mata. Bahkan mereka seakan tidak takut akan
bahaya yang akan ditimbulkan dari pembuangan sampah secara sembarangan dan mereka hanya
bisa menuntut pemerintah jika masalah sudah terjadi seperti : banjir, Pencemaran air, Gangguan
Estetika bau menyengat yang ditimbulkan dari sampah,dan lain lain.
Hal yang menyebabkan masalah pembuangan sampah sembarangan yang dilakukan
masyarakat kebanyakan disebabkan yang pertama, kurangnya rasa memiliki terhadap
lingkungannya, yang kedua, sifat “pelit” untuk mengeluarkan biaya pengangkutan sampah, yang
ketiga, adanya budaya NIMBY (Not In My Back Yard) yakni masyarakat yang membudayakan
rasa egoisme ketidakmasalahan membuang sampah di halaman orang lain, yang penting
keindahan di halaman rumahnya tetap terjaga.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dicobalah untuk memikirkan teknologi
lingkungan sederhana yang tepat guna bagi masyarakat, agar mereka bisa mengelola sampah
mereka tanpa merugikan pihak mana pun yakni dengan membuat komposter secara komunal
yang dalam makalah ini dikhususkan pada warga di jalan Beroanging RT 011 RW 02 Kelurahan
Tamarunang, Kecamatan Somba Opu, Kabupten Gowa, Sulawesi Selatan.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana prinsip kerja dari komposter komunal?
1.2.2 Bagaimana efektifitas tekonologi komposter jika ditinjau dari aspek :
- Teknik dan operasional
- Finansial
- Hukum
- Kelembagaan
- Peran serta masyarakat
1.3 Maksud Dan Tujuan
1.3.1 Maksud
Meningkatkan Kesejahteraaan masyarkat dan lingkungannya
1.3.2 Tujuan
1.3.2.1 Menerapkan Teknologi sederhana yakni komposter untuk pengolah sampah
organic
1.3.2.2 Meningkatkan rasa kepemilikan lingkungan masyarakat
1.4 Ruang Lingkup
Ruang lingkup penulisan makalah ini dibatasi pada penerapan komposter pada warga di
jalan Beroanging RT 011 RW 02 Kelurahan Tamarunang, Kecamatan Somba Opu,
Kabupten Gowa, Sulawesi Selatan.
1.5 Metode Penelitian
Untuk mendaptkan data yang diperlukan dalam penulisan makalah Teknologi
Lingkungan Tepat Guna, penulis menggunakan beberapa metode, yakni:
1.5.1 Metode Observasi
Adalah metode yang dilakukan penulis untuk mengumpulkan data dan mendapatkan
hal-hal yang diperlukan untuk proses penulisan dengan cara mendatangi objek
penulisan secara langsung.
1.5.2 Metode Pustaka
Bahan-bahan yang dipergunakan di dalam landasan teori dalam penulisan ini
diperoleh dan didapatkan dari berbagai sumber tertulis, yaitu buku-buku panduan dan
sumber internet yang terkait dan memuat informasi-informasi yang diperlukan untuk
digunakan dalam penyusunan laporan penulisan.
1.6 Sistematika Penulisan
Untuk memahami lebih jelas penulisan ini, maka materi-materi yang tertera pada
makalah ini dikelompokkan menjadi beberapa sub-bab dengan sistematika penyampaian
sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini merupakan pendahulaun yang akan membahas latar belakang masalah,
perumusan masalah, ruang lingkup penulisan, tujuan dan manfaat penulisan, metodologi
penulisan dan sistematika penulisan.
BAB II LANDASAN TEORI
Bab ini berisiskan tentang definisi ilmu yang berkaitan dengan perumusan pada penulisan
tersebut, seperti landasan teori yang membahas tentang konsep dasar system, konsep
dasar informasi, serta membahas teori-teori pendukung lainnya pada laporan ini.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini menjelaskan Gambaran umum wilayah studi terkai lokasi dan masalahnya.
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Berisi tentang uraian masalah, analisa masalah, penjelasan mengenai Teknologi
lingkungan tepat guna komposter dan efektiftasnya jika ditinjau dari aspek yakni aspek
teknik dan operasional, finansial, hukum, kelembagaan, serta peran serta masyarakat.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini berisikan tentang kesimpulan yang didapat dalam penulisan dan saran-saran yang
akan diberikan sebagai tindakan lanjut yang diperlukan untuk melakukan perbaikan
dimasa mendatang.
DAFTAR PUSTAKA
Merupakan sebuah daftar yang berisi judul buku-buku, artikel-artikel dan bahan-bahan
penerbitan lainnya yang mempunyai pertalian dengan penulisan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Teknologi Lingkungan Tepat Guna
Teknologi tepat guna adalah ada sebuah gerakan idelogis (termasuk manifestasinya) yang
awalnya diartikulasikan sebagai intermediate technology oleh seorang ekonom bernama Dr.
Ernst Friedrich "Fritz" Schumacher dalam karyanya yang berpengaruh, Small is
Beautifull.Walaupun nuansa pemahaman dari teknologi tepat guna sangat beragam di antara
banyak bidang ilmu dan penerapannya, teknologi tepat guna umumnya dikenal sebagai
pilihan teknologi beserta aplikasinya yang mempunyai karakteristik terdesentralisasi,
berskala relatif kecil, padat karya, hemat energi, dan terkait erat dengan kondisi lokal
Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2010 Tentang Pemberdayaan
Masyarakat Melalui Pengelolaan Teknologi Tepat Guna, Teknologi Tepat Guna yang
selanjutnya disebut TTG adalah teknologi yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat, dapat
menjawab permasalahan masyarakat, tidak merusak lingkungan, dapat dimanfaatkan dan
dipelihara oleh masyarakat secara mudah, serta menghasilkan nilai tambah dari aspek
ekonomi dan aspek lingkungan.
Definisi Teknologi Tepat Guna menurut Kepmendikbud No. 25/O/1995, Teknologi tepat
guna adalah teknologi yang menggunakan sumber daya yang ada untuk memecahkan
masalah yang dihadapi secara berdayaguna dan berhasil guna atau untuk pelaksanaan tugas
sehari-hari menjadi lebih mudah, murah, dan sederhana.
Secara umum, dapat dikatakan bahwa teknologi tepat guna adalah teknologi yang
dirancang bagi suatu masyarakat tertentu agar dapat disesuaikan dengan aspek-aspek
lingkungan, keetisan, kebudayaan, sosial, politik, dan ekonomi masyarakat yang
bersangkutan. Dari tujuan yang dikehendaki, teknologi tepat guna haruslah menerapkan
metode yang hemat sumber daya, mudah dirawat, dan berdampak polutif seminimal mungkin
dibandingkan dengan teknologi arus utama, yang pada umumnya beremisi banyak limbah
dan mencemari lingkungan. Baik Schumacher maupun banyak pendukung teknologi tepat
guna di masa modern juga menekankan bahwa teknologi tepat guna adalah teknologi yang
berbasiskan pada manusia penggunanya.
Teknologi lingkungan tepat guna adalah suatu alat yang sesuai dengan kebutuhan dan
dapat berguna serta sesuai dengan fungsinya serta teknologi yang sederhana, murah dan dapat
berfungsi dengan baik dan juga merupakan teknologi yang ramah lingkungan, dalam artian
tidak mencemari lingkungan.
Teknologi lingkungan tepat guna dapat diartikan sebagai penerapan suatu teknologi yang
merupakan solusi dari permasalahan lingkungan yang ada serta dapat diterapkan dalam
masyarakat dan memenuhi faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan teknologi
lingkungan tepat guna. Mulai dari aspek teknis teknologi, finansial ekonomi, partisipasi
masyarakat dan efektivitas teknologi. TLTG merupakan alih bahasa secara cukup longgar
dari “appropriate technology”, suatu pengertian yang mempunyai makna tertentu.
2.2 Ciri – Ciri Teknologi Lingkungan Tepat Guna
Teknologi Lingkungan Tepat Guna merupakan Teknologi Tepat Guna yang digunakan
untuk menyelesaikan permasalahan lingkungan. Teknologi Tepat Guna merupakan teknologi
yang harus memenuhi persyaratan teknis, ekonomi, dan sosial budaya.
1. Teknis, yaitu memperhatikan dan menjaga tata kelestarian lngkungan hidup, penggunaan
secara maksimal bahan baku lokal, menjamin mutu (kualitas) dan jumlah (kuantitas)
produksi, secara teknis efektif dan efisien, mudah perawatan dan operasi, serta relatif
aman dan mudah menyesuaikan terhadap perubahan.
2. Ekonomis, yaitu efektif menggunakan modal, keuntungan kembali kepada produsen,
jenis usaha kooperatif yang mendorong timbul industri lokal.
3. Sosial budaya, memanfaatkan keterampilan yang sudah ada, menjamin perluasan
lapangan kerja, menekan pergeseran tenaga kerja, menghidari konflik sosial budaya dan
meningkatkan pendapatan yang merata
Adapun kriteria teknologi tepat guna yaitu :
1. Teknologi sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
2. Teknologi sesuai dengan keadaan ekonomi dan sosial masyarakat.
3. Teknologi mampu menyejahterakan masyarakat.
4. Masyarakat bisa mempelajari, menggunakan serta memelihara teknologi tersebut.
5. Teknologi dapat mempermudah pekerjaan masyarakat.
Sebagaimana telah dikemukakan pada kriteria dan syarat teknologi tepat guna, dapat
dikemukakan ciri-ciri yang cukup menggambarkan teknologi tepat guna (walaupun tidak
berarti sebagai batasan) adalah sebagai berikut:
1. Perbaikan teknologi tradisional yang selama ini menjadi tulang punggung pertanian,
industri, pengubah energi, transportasi, kesehatan dan kesejahteraan masyarakat di suatu
tempat.
2. Biaya investasi cukup rendah/ relatif murah.
3. Teknis cukup sederhana dan mampu untuk dipelihara dan didukung oleh keterampilan
setempat.
4. Masyarakat mengenal dan mampu mengatasi lingkungannya.
5. Cara pendayagunaan sumber-sumber setempat termasuk sumber alam, energi, bahan
secara lebih baik dan optimal.
6. Alat mandiri masyarakat dan mengurangi ketergantungan kepada pihak luar (self-
realiance motivated).
2.3 Aspek – Aspek Teknologi Lingkungan Tepat Guna
2.3.1 Aspek Peran Serta Masyarakat
Pembinaan masyarakat dalam penerapan TLTG adalah dengan melakukan
perubahan bentuk perilaku yang didasarkan pada kebutuhan atas kondisi lingkungan
yang bersih yang pada akhirnya dapat menumbuhkan dan mengembangkan peran serta
masyarakat dalam bidang teknologi. Perubahan bentuk perilaku masyarakat dapat
terwujud perlu ada usaha membangkitkan masyarakat dengan mengubah kebiasaan
sikap dan perilaku terhadap lingkungan sekitar, tidak lagi didasarkan kepada
keharusan atau kewajiban tetapi lebih didasarkan kepada nilai kebutuhan.
Untuk mengubah kebiasaan tersebut, maka diperlukan pembinaan terhadap peran
serta masyarakat yang dilakukan secara menyuluruh (kalangan pemerintah, swasta,
perguruan tinggi, dan masyarakat biasa) dan terpadu (pengelola dan seluruh
masyarakat). pembinaan terhadap peran serta masyarakat harus dilakukan secara terus
menerus, terarah dan berkesinambungan, serta dengan melibatkan berbagai unsur
terkait.
Kriteria yang perlu diperhatikan untuk menumbuhkan, mengembangkan, dan
membina peran serta masyarakat adalah sebagai berikut :
1. Untuk menumbuhkan, mengembangkan dan membina peran serta masyarakat
secara terarah diperlukan program yang dilaksanakan secara intensif dan
berorientasi kepada penyebar luasan pengetahuan, penanaman kesadaran,
peneguhan sikap dan pembentukan perilaku.
2. Produk perancangan program diharapkan dapat membentuk perilaku sebagai
berikut :
a. Masyarakat mengerti dan memahami masalah lingkungan
b. Masyarakat turut serta secara aktif dalam mewujudkan TLTG
c. Masyarakat bersedia mengikuti prosedur / tata cara pemeliharaan TLTG
d. Masyarakat aktif memberikan masukan (saran – saran) yang membangun
Pengembangan peran serta masyarakat dalam TLTG diterapkan dengan
pendekatan secara edukatif dengan strategi dua tahap, yaitu pengembangan petugas
( tim mahasiswa) dan pengembangan masyarakat. Kunci pengembangan petugas
ialah keterbukaan, dan pengembangan komunikasi timbal balik ( unsur petugas
sendiri, antara petugas dan atau masyarakat dan atau anggota masyarakat ),
horizontal maupun vertikal. Kunci pengembangan masyarakat ialah pengembangan
kesamaan persepsi, antara masyarakat dan petugas. Suatu komunikasi dikatakan
berhasil, bila menimbulkan umpan balik dan pesan yang diberikan. Isi adalah
informasi, penjelasan dan penyuluhan, sedangkan umpan balik berupa ketentuan
masyarakat untuk memenuhi kewajiban (merawat dan memelihara teknologi yang
telah dibuat serta dukungan moril kepada petugas kebersihan).
Peningkatan peran serta masyarakat relatif akan berhasil bila memperhatikan
aspek – aspek berikut :
1. Komunikasi, yang menumbuhkan pengertian yang berhasil
2. Perubahan sikap, pendapat dan tingkah laku yang diakibatkan oleh pengertian
yang menumbuhkan kesadaran
3. Kesadaran, yang didasarkan kepada perhitungan dan pertimbangan
4. Antusiasme, yang menumbuhkan spontanitas
5. Adanya rasa tanggung jawab, terhadap kepentingan bersama
2.3.2 Aspek Finansial
Aspek Finansial di sini di lihat dari keuntungan yang didapatkan oleh teknologi
yang di buat atau diciptakan serta partisipasi dari masyarakat sehingga tidak akan
membebani masyarakat secara materiil (dapat menimbulkan beban biaya yang tidak
mampu dipenuhi masyarakat). Keberadaan suatu TLTG di suatu daerah harus mampu
meningkatkan pendapatan daerah tersebut, bukan justru memperburuk perekonomian
daerah. Peralatan dan bahan yang digunakan dalam membuat suatu TLTG harus
didasarkan pada keadaan ekonomi daerah tersebut sehingga semua kalangan
masyarakat mampu memanfaatkan TLTG tersebut.
2.3.3 Aspek Teknis
Kelayakan penerapan teknologi dalam TLTG juga harus di perhatikan karena
faktor kelayakan berkaitan dengan kemungkinan berhasilnya sistem teknologi yang di
kembangkan dan digunakan. Kelayakan teknis bertujuan untuk melihat apakah sistem
yang diusulkan dapat dikembangkan dan diimplementasi dengan menggunakan
teknologi yang ada atau apakah teknologi yang baru dibutuhkan.
Aspek teknis juga harus memperhatikan kelestarian tata lingkungan hidup,
menggunakan sebanyak mungkin bahan baku dan sumber energi setempat dan sesedikit
mungkin menggunakan bahan baku yang di import.Jumlah produksi harus cukup dan
mutu produksi harus dapat diterima oleh pasaran yang ada, baik dalam maupun luar
negeri.Menjamin agar hasil dapat diangkut ke pasar dengan sarana angkutan yang
tersedia dan yang masih dapat dikembangkan, sehingga dapat dihindarkan kerusakan
atas mutu hasil (produk) serta menjamin kesinambungan penyediaan pasokan (suplay)
cukup teratur. Memperhatikan ketertersediaan peralatan, serta operasi dan perawatannya
demi kesinambungan (kontinuitas) persyaratan teknis.
2.3.4 Aspek Hukum
Peran Pemerintahaan Kota dalam meningkatkan pemanfaatan TTG lebih
ditekankan lagi melalui Inpres No. 3 Tahun 2001 Tentang Penerapan dan
Pengembangan TTG, yaitu: (a) Pelaksanaan program penerapan dan pengembangan
TTG; (b) Memfasilitasi penguatan kelembagaan pelayanan teknologi dalam penerapan
dan pengembangan TTG; (c) Kerjasama dengan lembaga lain dalam penerapan dan
pengembangan TTG; (d) Pemantauan dan evaluasi pelaksanaan program penerapan dan
pengembangan TTG.
Dari uraian di atas, dapat kita lihat bahwa kebijakan pemerintah dalam bentuk
peraturan sebenarnya telah cukup untuk menjadi payung dalam menyusun program
pemanfaatan TTG. Pemanfaatan TTG tidak hanya ditujukan kepada masyarakat yang
telah memiliki usaha namun juga kepada masyarakat penganggur.
2.4 Teknologi Lingkungan Tepat Guna Pengelolaan Sampah
Aktivitas pembangunan yang semakin meningkat serta jumlah manusia yang juga
meningkat, menghasilkan sampah dan limbah yang juga semakin besar. Sampah dan limbah
tersebut sebenarnya adalah sumber daya yang bisa dimanfaatkan dengan cara menggunakan
kembali sesuai dengan fungsi atau kegunaan awalnya (Reuse) atau didaur ulang (Recycle).
Teknologi pengolahan sampah yang saat ini berkembang dan sangat dianjurkan bertujuan
bukan hanya untuk memusnahkan sampah tetapi untuk me-recovery bahan dan/atau enersi
yang terkandung di dalamnya.
Teknik-teknik pemrosesan dan pengolahan sampah yang secara luas diterapkan di
lapangan, khususnya di negara industri antara lain adalah:
1. Pemilahan sampah, baik secara manual maupun secara mekanis berdasarkan jenisnya.
2. Pemadatan sampah (baling).
3. Pemotongan sampah
4. Pengomposan sampah baik dengan cara konvensional maupun dengan rekayasa
5. Pemrosesan sampah sebagai sumber gas-bio
6. Pembakaran dalam Insinerator, dengan pilihan pemanfaatan energi panas
Macam-macam teknologi tepat guna bidang persampahan , diantaranya :
1. Pengomposan sampah organik dapur (sampah basah) dengan komposter rumah tangga
secara individual atau komunal, yang tertanam maupun tidak tertanam, dengan komposter
pot, komposter karung.
2. Pengomposan Sampah organik rumah tangga dengan pengembang biakan cacing tanah.
3. Pengomposan skala lingkungan
4. Daur ulang sampah plastik lembaran (kresek)- peletasi
Proses pengomposan dapat dilakukan dengan bebarapa tahap, yaitu:
1. Pemilahan, yaitu memisahkan sampah organik dari sampah anorganik. Lakukanlah
pemilahan secara cermat agar kualitas kompos yang dihasilkan bisa lebih baik.
2. Pencetakan, yaitu memasukkan kompos ke dalam tempat pencetakan, kemudian
dipadatkan dengan cara diinjak-injak dan setelah itu disiram.
3. Pembalikan, dilakukan agar proses pematangan berlangsung merata dengan frekuensi 9 -
11 kali (pembalikan pertama berselang 11 hari, pembalikan berikutnya berselang 5 hari).
Pembalikan juga bertujuan untuk membuang panas yang berlebihan, memasukkan udara
segar ke dalam tumpukan bahan, meratakan proses pelapukan di setiap bagian tumpukan,
meratakan pemberian air, serta membantu penghancuran bahan menjadi partikel kecil-
kecil. Pembalikan dilakukan terhadap bahan baku dan tumpukan yang terlalu kering
(kelembapan kurang dari 50%). Setelah pengomposan berjalan 30 – 40 hari, suhu
tumpukan akan semakin menurun hingga mendekati suhu ruangan. Pada saat itu
tumpukan telah lapuk, berwarna coklat tua atau kehitaman. Kompos masuk pada tahap
pematangan selama 14 hari. Perlu diperhatikan bahwa penggunaan kompos yang belum
matang akan menyebabkan terjadinya persaingan bahan nutrien antara tanaman dengan
mikroorganisma tanah yang mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan tanaman.
4. Penjemuran, dilakukan pada suatu tempat yang beratap agar kandungan air dan amoniak
berkurang.
5. Penyaringan. Setelah itu lakukan penyaringan untuk memperoleh ukuran partikel kompos
sesuai dengan kebutuhan serta untuk memisahkan bahan-bahan yang tidak dapat
dikomposkan yang lolos dari proses pemilahan di awal proses. Bahan yang belum
terkomposkan dikembalikan ke dalam tumpukan yang baru, sedangkan bahan yang tidak
terkomposkan dibuang sebagai residu.
6. Pengemasan. Kompos yang telah disaring dikemas dalam kantung sesuai dengan
kebutuhan pemasaran. Setelah itu kompos yang telah dikemas disimpan dalam ruangan
yang aman dan terlindung dari kemungkinan tumbuhnya jamur dan tercemari oleh bibit
jamur dan benih gulma dan benih lain yang tidak diinginkan yang mungkin terbawa oleh
angin.
Gambar 2.4.1 Proses Pengomposan
Kualitas kompos yang baik memiliki ciri-ciri, diantaranya:
1. Berwarna coklat tua hingga hitam mirip dengan warna tanah,
2. Tidak larut dalam air, meski sebagian kompos dapat membentuk suspensi,
3. Nisbah C/N sebesar 10 – 20, tergantung dari bahan baku dan derajat humifikasinya,
4. Berefek baik jika diaplikasikan pada tanah,
5. Suhunya kurang lebih sama dengan suhu lingkungan, dan
6. Tidak berbau.
2.4.1 Pengomposan Sampah Rumah Tangga dan Komunal
Komposter rumah tangga adalah prasarana yang digunakan untuk mengolah
sampah dapur menjadi kompos. Sampah organik dapur adalah sampah organik
yang dihasilkan dari dapur antara lain sisa makanan dan sisa sayuran. Prinsip kerja
pembusukan sampah organik dengan bantuan mikroorganisme dari sampah itu
sendiri. Tipe komposter : komposter tanam dan komposter yang tidak ditanam (Tipe
Ayun).
1. Komposter Tanam
Cara Pemasangan
a. Siapkan lahan untuk penanaman komposter pada lokasi yang memungkinkan
yaitu lokasi yang tersedia untuk pemasangan 2 buah komposter yang akan
dioperasikan secara bergantian, terhindar dari curahan hujan yang secara
langsung dapat masuk ke dalam komposter dan jarak komposter ke sumber air
tanah dangkal minimal 10 m untuk menghindari pencemaran.
b. Gali tanah, dengan ukuran dan kedalaman galian sesuai dengan model dalam
Petunjuk Teknis Spesifikasi Komposter Rumah Tangga Individual dan
Komunal. Dasar komposter berada minimal 30 cm di atas muka air tanah.
Muka air tanah dapat ditentukan berdasarkan muka air sumur di daerah
sekitarnya pada musim kemarau.
c. Letakkan komposter di tengah galian tanah. Di dasar galian di pinggir dan di
dalam komposter diisi dengan kerikil ukuran 1-2 cm setebal 10 cm.
d. Selimuti pipa gas dengan kerikil setebal 5 cm baru ditimbun dengan tanah
asal.
e. Timbun komposter dengan tanah setebal 5 cm di bawah lubang pemasukan
sampah.
Gambar 2.4.1.1 Komposter Individual dan cara pemasangan
Gambar 2.4.1.2 Model-model komposter tanam individual
2. Komposter Ayun
Komposter ayun ini merupakan komposter yang tidak ditanam mengolah
sampah organik rumah tangga yang berupa sisa-sisa makanan melalui
pengomposan dengan memanfaatkan tong bekas dengan pengoperasian secara
diayun. Kapasitas: 30 liter untuk 2- 3 bulan dan 60 liter untuk 4-6 bulan. Satu
rumah tangga membutuhkan 2 komposter putar, digunakan
secara bergantian.Wadah penampungan air sampah diletakkan dibawah
komposter ayun.
Pengoperasian
a. Masukkan kompos atau serbuk gergaji sebagai starter
b. Masukkan sampah dapur ke dalam komposter putar dan ditutup
c. Putar kompster diputar 5-10 kali untuk pencampuran dengan mikroorganisme
d. Lakukan tiap hari sampai komposter penuh
e. Air sampah yang tertampung dapat digunakan sebagai pupuk tanaman
f. Diamkan kompos putar yang sudah penuh selama 1 bulan
g. Keluarkan kompos dan diangin-anginkan
h. Kompos dapat digunakan
Gambar 2.4.1.3 Komposter Ayun
3. Komposter Gentong
Gentong dari tanah liat ini dapat dijadikan komposter karena sirkulasi
udara yang cukup dan juga kelembabannya. Pembalikan dan pengadukan juga
tetap perlu dilakukan.
Gambar 2.4.1.4 Komposter dari Gentong
4. Komposter Aerob /Komposter Vent
Menggunakan tong plastik berukuran 120 Liter yang dilengkapi pipa
vertikal dan horisontal agar proses berlangsung secara aerob (dengan udara).
Salah satu pengguna komposter jenis ini adalah masyarakat di Jambangan,
Surabaya.
Gambar 2.4.1.5 Komposter Vent
5. Takakura
Metoda ini menggunakan keranjang berlubang dan kemudian dilapisi
dengan gelangsing. Caranya: sampah organic dicampurkan dengan
mikroorganisme padat dari campuran bekatul, sekam padi, pupuk kompos, dan
air. Kemudian dimasukkan kedalam keranjang dan ditutup dengan keset dari
sabut kelapa. Cara ini diterapkan oleh Pusdakota – Universitas Surabaya. Penemu
metoda Pengelolaan sampah skala RT sistem aerob, membutuhkan aliran udara
untuk memaksimalkan fungsi bakteri, metoda ini ditemukan oleh Prof Koji
Takakura dari JPEC Jepang.
Alat dan Bahan
Gambar 2.4.1.6 Alat dan Bahan Komposter Takakura
Fungsi alat dan bahan:
1. Agar proses aerob berlangsung dengan baik, pilihlah keranjang yang
berlubang, dan lapisi dengan kardus. Fungsi kardus adalah:
a. membatasi gangguan serangga,
b. mengatur kelembaban, dan
c. berpori-pori, sehingga dapat menyerap serta membuang udara & air.
2. Letakkan bantal sekam di bawah dan di atas keranjang. Fungsi bantal sekam
adalah:
a. sebagai tempat mikrobakteri yang akan mempercepat pembusukan sampah
organik,
b. karena berrongga besar, maka bantal sekam dapat segera menyerap air dan
bau sampah,dan
c. sifat sekam yang kering akan memudahkan pengontrolan kelembaban
sampah yang akan menjadi kompos.
3. Media kompos jadi yang berasal dari sampah rumah tangga diisikan
1 / 2 sampai 2/3 bagian keranjang. Kompos yang ada dalam keranjang
berfungsi sebagai aktivator/ragi bagi sampah baru.
4. Pilih kain penutup yang serat atau berpori besar. Tutupkan kain di atas bantal
sekam, agar lalat tidak dapat bertelur dalam keranjang, serta mencegah
metamorfosis (perubahan) dari belatung menjadi lalat, karena lalat tidak dapat
keluar dan mati di dalam keranjang.
5. Tutup keranjang bagian atas sebagai pemberat agar tidak diganggu oleh
predator (kucing/anjing). Pilih tutup yang berlubang agar udara dapat keluar
masuk.
BAB III
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
(Jalan Beroanging Kel.Tamarunang kec. Somba Opu)
Pada Bab ini akan memberikan penjelasan mengenai keadaan, luas, letak dan beberapa
keterangan tambahan yang diperlukan untuk mengenal lebih jauh daerah, tempat yang menjadi
objek penelitian.
3.1. Keadaan Umum
3.1.1 Keadaan Demografi
Kelurahan Tamarunang merupakan salah satu kelurahan yang ada di kabupaten
Gowa Provinsi Sulawesi Selatan. Kelurahan ini terdapat di kecamatan Sumba Opu,
tepatnya di Jalan Beroanging RT 11 RW 02. Tamarunang terletak 4 km dari ibukota
kabupaten gowa. Kelurahan ini memiliki luas wilayah kurang lebih 4,43 km2, dengan
jumlah penduduk yang bermukim disana pada tahun 2011 sebanyak kurang lebih 10.294
jiwa dan kepadatan penduduk rata-rata di Kecamatan Somba Opu yaitu kurang lebih
4.632 jiwa/km2.
3.1.2 Kondisi Fisik
Kelurahan Tamarunang merupakan salah satu kelurahan di Kecamatan Sumba
Opu. Kelurahan Tamarunang berbatasan dengan:
Utara: Kota Makassar
Barat: Kecamatan Pallangga dan Kota Makassar
Timur : Kecamatan Bontomarannu
Selatan : Kecamatan Pallangga dan Kabupaten Takalar
Gambar 3.1 Peta Kelurahan Tamarunang
3.1.3 Sarana dan Prasarana Sarana Hunian
Luas areal lahan ataupun tempat tinggal penduduk yang terdapat di kelurahan Tamarunang
adalah 4,43 km2.
Sarana Pendidikan
Untuk mengetahui jumlah sekolah negri ataupun swasta yang terdapat di Kecamatan
Sumbo Opu dapat di sebagai berikut:
Jenis sarana
pendidikan
Jumlah
TK 41
SD 14
SLB 1
MI 2
SMP 17
MTs 5
SMA 10
MA 5
Sarana Peribadatan
Banyaknya fasilitas peribadatan yang ad di Kecamatan Somba Opu dapat dilihat pada
tabel berikut, isi tabel menunjukkan bahwa mayoritas penduduk di Kecamatan Somba
Opu adalah beragama Islam.
Mesjid : 107 buah Musholla : 16 buah
Langgar : 16 buah Gereja : 7 buah
Jumlah Rohaniawan Islam adalah sebagai berikut :
Ulama : 6 orang Khatib : 168 orang Mubaligh : 93 orang Penyuluh agama muda : 13 orang Penyuluh agama madya : 7 orang
3.1.4 Kondisi Eksisting Sistem Pengelolaan Sampah di Jalan BeroangingKondisi sistem pengelolaan sampah di kelurahan Tamarunang Jalan Beroanging pada
saat ini belumlah optimal. Hal ini bisa dilihat dari pewadahan, pengumpulan dan sistem
pengangkutan sampah hingga ke TPA.
3.1.5 Pewadahan
Pewadahan sampah di lokasi dari hasil pengamatan yang kami lakukan di Kelurahan
Tamarunang, sebagian pemukiman/perumahan warga menggunakan bin / bak sampah
walaupun tidak terpilah dengan baik antara sampah organik dan anorganik bahkan ada
yang tercampur dengan sampah beracun dan sebagiannya lagi tidak menggunakan bin /
bak sampah di perumahannya.
3.1.6 Pengangkutan
Sistem pengangkutan sampah di kelurahan Tamarunang hanya menggunakan armada
pengangkutan sampah Pick Up, mobil ini mengangkut sampah dari rumah penduduk
langsung ke TPA Antang. Bagi warga yang tempat tinggalnya tidak termasuk ke dalam
rute yang dilewati mobil maka sampah-sampah rumah tangga yang dihasilkan biasanya di
proses dengan cara dibakar dan dibuang langsung. Kebiasaan membuang sampah
sembarangan, dalam arti masih adanya sampah-sampah yang menumpuk bukan di TPS
atau transfer depo, tetapi di tempat-tempat yang menjadi lokasi timbulan liar, ada
persepsi masyarakat bahwa yang paling penting tidak ada sampah didekat mereka dan
tidak ada masalah jika ada ditempat lain seperti yang telah di amati di tempat lokasi.
3.1.7 Kondisi Eksisting TPA di Antang
Proses akhir dari rangkaian penanganan sampah dilakukan di TPA. Pemerosesan akhir
sampah yang dilaksanakan di TPA adalah proses open-dumping, yang mengakibatkan
permasalahan lingkungan, seperti timbulnya bau, tercemarnya air tanah, timbulnya asap,
dan sebagainya.
3.1.8 Masalah yang terjadi di Jalan Beroanging kel,Tamarunang kec.Somba Opu
Warga Jl Baroanging, Kelurahan Tamarunang, Kecamatan Somba Opu mengeluhkan sampah yang berserakan sepanjang dua meter di lingkungan mereka. Selain merusak keindahan lingkungan warga setempat, bau tak sedap dari sampah juga menjadi keluhan warga dan pengendara yang melintas jalan tersebut.
Agar pembahasan kami tidak terlalu luas sehingga dapat mengaburkan masalah yang sebenarnya, maka perlu dibuat batasan masalah sebagai berikut : 1. Sampah yang berserakan di pinggir jalan 2. Baunya yang menyengat 3. Mengurangi ekstetika lingkungan