bab i dm

31
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut American Diabetes Association (ADA) 2005, diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi atau kegagalan beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal, saraf, jantung, dan pembuluh darah. Pada tahun 2003, World Health Organization (WHO) memperkirakan bahwa 194 juta jiwa atau 5.1% dari 3.8 miliar penduduk dunia yang berusia 20-79 tahun menderita diabetes mellitus dan pada tahun 2025 akan meningkat menjadi 333 juta jiwa. WHO memprediksi bahwa di Indonesia akan terjadi peningkatan dari 8.4 juta diabetisi pada tahun 2000 menjadi 21.3 juta diabetisi pada tahun 2030. Hal ini akan menjadikan Indonesia menduduki peringkat ke-4 dunia setelah Amerika Serikat, Cina, dan India dalam prevalensi diabetes mellitus (Diabetes Care, 2004). Hasil riset kesehatan dasar (RISKESDAS) pada tahun 2007, menunjukkan bahwa prevalensi DM secara nasional berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan dan gejala adalah 1.1%, sedangkan 1

Upload: sondafinka

Post on 18-Feb-2016

214 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

diabetes

TRANSCRIPT

Page 1: BAB  I DM

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut American Diabetes Association (ADA) 2005, diabetes melitus merupakan

suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi

karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Hiperglikemia kronik

pada diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi atau kegagalan

beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal, saraf, jantung, dan pembuluh darah.

Pada tahun 2003, World Health Organization (WHO) memperkirakan bahwa 194 juta

jiwa atau 5.1% dari 3.8 miliar penduduk dunia yang berusia 20-79 tahun menderita

diabetes mellitus dan pada tahun 2025 akan meningkat menjadi 333 juta jiwa. WHO

memprediksi bahwa di Indonesia akan terjadi peningkatan dari 8.4 juta diabetisi pada

tahun 2000 menjadi 21.3 juta diabetisi pada tahun 2030. Hal ini akan menjadikan

Indonesia menduduki peringkat ke-4 dunia setelah Amerika Serikat, Cina, dan India

dalam prevalensi diabetes mellitus (Diabetes Care, 2004).

Hasil riset kesehatan dasar (RISKESDAS) pada tahun 2007, menunjukkan bahwa

prevalensi DM secara nasional berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan dan gejala adalah

1.1%, sedangkan prevalensi DM berdasarkan pemeriksaan kadar gula darah pada

penduduk berumur >15 tahun yang bertempat tinggal di perkotaan adalah 5.7%. Riset ini

juga menghasilkan angka Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) secara nasional

berdasarkan pemeriksaan kadar gula darah pada penduduk berumur >15 tahun yang

bertempat tinggal di perkotaan adalah 10.2% 9 (Depkes, 2008).

Diabetes mellitus merupakan penyakit kronik yang tidak menyebabkan kematian

secara langsung, tetapi dapat berakibat fatal bila pengelolaannya tidak tepat. Pengelolaan

DM memerlukan penanganan secara multidisiplin yang mencakup terapi non-obat dan

terapi obat.

BAB II

1

Page 2: BAB  I DM

TINJAUAN PUSTAKA

A. Diabetes Melitus

1. Definisi

Menurut American Diabetes Association (ADA) 2005, diabetes melitus

merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia

yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Sedang

menurut WHO 1980 dikatakan bahwa diabetes melitus merupakan suatu yang tidak

dapat dituangkan dalam satu jawaban yang jelas dan singkat tetapi secara umum dapat

dikatakan sebagai suatu kumpulan problema anatomik dan kimiawi yang merupakan

akibat dari sejumlah faktor di mana didapat defisiensi insulin absolut ataupun relatif

dan gangguan fungsi insulin. WHO telah mengidentifikasi 3 macam diabetes, yaitu

diabetes melitus tipe 1 atau insuline dependent diabetes mellitus (IDDM), tipe 2 atau

non-insuline dependent diabetes mellitus (NIDDM), dan diabetes mellitus gestasional.

2. Klasifikasi

Klasifikasi etiologis diabetes melitus menurut PERKENI (ADA,1997):

a. Diabetes melitus tipe I

Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut baik

melalui proses imunologik maupun idiopatik.

b. Diabetes melitus tipe II

Bervariasi, mulai yang predominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin

relatif sampai yang dominan defek sekresi insulin bersama resistensi insulin.

c. Diabetes melitus tipe lain

1. Defek genetik fungsi sel beta

2. Defek genetik kerja insulin

3. Penyakit eksokrin pankreas

4. Endokrinopati

2

Page 3: BAB  I DM

5. Obat atau zat kimia: vacor, pentamidin, asam nikotinat, lukokortikoid,

hormon tiroid, tiazid, dilantin, interferon-alfa, dll

6. Infeksi

7. Sebab imunologi yang jarang

8. Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM

d. Diabetes melitus gestasional (DMG)

3. Manifestasi Klinik

Keluhan umum pada pasien DM seperti poliuria, polidipsia, polifagia pada DM

lanjut usia pada umumnya tidak ada. Sebaliknya yang sering mengganggu pasien

adalah keluhan akibat komplikasi degeneratif kronik pada pembuluh darah dan saraf.

Pada DM lanjut usia, terdapat perubahan patofisiologi akibat proses menjadi tua

sehingga gambaran klinisnya bervariasi dari kasus tanpa gejala sampai dengan

komplikasi yang lebih lanjut. Hal yang sering menyebabkan pasien datang berobat ke

dokter adalah adanya keluhan yang mengenai beberapa organ tubuh, antara lain:

a. Gangguan penglihatan: katarak

b. Kelainan kulit: gatal dan bisul-bisul

c. Kesemutan, rasa baal

d. Kelemahan tubuh

e. Luka atau bisul yang tidak sembuh-sembuh

f. Infeksi saluran kemih

Kelainan kulit berupa gatal, biasanya terjadi di daerah genital ataupun daerah

lipatan kulit lain, seperti di ketiak dan di bawah payudara, biasanya akibat tumbuhnya

jamur. Sering pula dikeluhkan timbulnya bisul-bisul atau luka lama yang tidak mau

sembuh. Luka ini dapat timbul akibat hal sepele seperti luka lecet karena sepatu,

tertusuk peniti dan sebagainya. Rasa baal dan kesemutan akibat sudah terjadinya

neuropati juga merupakan keluhan pasien, disamping keluhan lemah dan mudah

merasa lelah. Keluhan lain yang mungkin menyebabkan pasien datang berobat ke

dokter adalah keluhan mata kabur yang disebabkan oleh katarak ataupun gangguan-

gangguan refraksi akibat perubahan-perubahan pada lensa akibat hiperglikemia.

3

Page 4: BAB  I DM

Tanda-tanda dan gejala klinik diabetes melitus pada lanjut usia:

a. Penurunan berat badan yang drastis dan katarak yang sering terjadi pada gejala

awal

b. Infeksi bakteri dan jamur pada kulit (pruritus vulva untuk wanita) dan infeksi

traktus urinarius sulit untuk disembuhkan.

c. Disfungsi neurologi, termasuk parestesi, hipestesi, kelemahan otot dan rasa

sakit, mononeuropati, disfungsi otonom dari traktus gastrointestinal (diare),

sistem kardiovaskular (hipotensi ortostatik), sistem reproduksi (impoten), dan

inkontinensia stress.

d. Makroangiopati yang meliputi sistem kardiovaskular (iskemia, angina, dan

infark miokard), perdarahan intra serebral (TIA dan stroke), atau perdarahan

darah tepi (tungkai diabetes dan gangren).

e. Mikroangiopati meliputi mata (penyakit makula, hemoragik, eksudat), ginjal

(proteinuria, glomerulopati, uremia)

4. Anamnesis

Banyak pasien dengan Non Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM)

yang asimptomatik dan baru diketahui adanya peningkatan kadar gula darah pada

pemeriksaan laboratorium rutin. Para ahli masih berbeda pendapat mengenai kriteria

diagnosis DM pada lanjut usia. Kemunduran, intoleransi glukosa, bertambah sesuai

dengan pertambahan usia, jadi batas glukosa pada DM lanjut usia lebih tinggi dari

pada orang dewasa yang menderita penyakit DM.

Kriteria diagnostik diabetes melitus dan gangguan toleransi glukosa (WHO 1985):

a. Kadar glukosa darah sewaktu (plasma vena) ≥200mg/ dl, atau

b. Kadar glukosa darah puasa (plasma vena) ≥126 mg/dl, atau

c. Kadar glukosa plasma ≥200 mg/dl pada 2 jam sesudah beban glukosa 75 gram

pada TTGO

4

Page 5: BAB  I DM

Menurut Kane et.al (1989), diagnosis pasti DM pada lanjut usia ditegakkan kalau

didapatkan kadar glukosa darah puasa lebih dari 140 mg/dl. Apabila kadar glukosa

puasa kurang dari 140 mg/dl dan terdapat gejala atau keluhan diabetes seperti di atas

perlu dilanjutkan dengan pemeriksaan Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO). Apabila

TTGO abnormal pada dua kali pemeriksaan dalam waktu berbeda diagnosis DM

dapat ditegakkan.

Pada lanjut usia sangat dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan glukosa darah

puasa secara rutin sekali setahun, karena pemeriksaan glukosuria tidak dapat

dipercaya karena nilai ambang ginjal meninggi terhadap glukosa. Peningkatan TTGO

pada lanjut usia ini disebabkan oleh karena turunnya sensitivitas jaringan perifer

terhadap insulin, baik pada tingkat reseptor (kualitas maupun kuantitas) maupun pasca

reseptornya. Ini berarti bahwa sel-sel lemak dan otot pada pasien lanjut usia menurun

kepekaannya terhadap insulin.

5. Pemeriksaan

Ada perbedaan antara uji diagnostik DM dan pemeriksaan penyaring. Uji

diagnostik DM dilakukan pada mereka yang menunjukkan gejala dan tanda DM,

sedangkan pemeriksaan penyaring bertujuan untuk mengidentifikasi mereka yang

tidak bergejala yang mempunyai risiko DM. Serangkaian uji diagnostik akan

dilakukan pada mereka yang hasil pemeriksaan penyaringnya positif.

Pemeriksaan penyaring dikerjakan pada kelompok dengan salah satu risiko DM

sebagai berikut:

a. Usia >45 tahun

b. Berat badan lebih >110% BB ideal atau IMT >23 kg/m2

c. Hipertensi (>140/90 mmHg)

d. Riwayat DM dalam garis keturunan

e. Riwayat abortus berulang, melahirkan bayi cacat atau BB lahir bayi >4000

gram

f. Kolesterol HDL 35 mg/dl dan atau trigliserida ≥150 mg/dl

5

Page 6: BAB  I DM

Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan melalui pemeriksaan kadar glukosa darah

sewaktu, kadar glukosa darah puasa, kemudian dapat diikuti dengan tes tolerasi

glukosa oral (TTGO) standar.

Untuk kelompok risiko tinggi yang hasil pemeriksaan penyaringnya negatif,

pemeriksaan penyaring ulangan dilakukan tiap tahun; sedangkan bagi mereka yang

berusia >45 tahun tanpa faktor risiko, pemeriksaan penyaring dapat dilakukan setiap 3

tahun.

6. Diagnosis

Diagnosis DM dapat ditegakan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah.

Diagnosis tidak dapat ditegakan atas dasar adanya glukosuria. Untuk penentuan

diagnosis DM, pemeriksaan glukos darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan

glukosa secara enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Penggunaan bahan darah

utuh (whole blood), vena ataupun kapiler dapat tetap dipergunakan dengan

memperhatikan angka-angka kriteria diagnostik yang berbeda sesuai dengan

pembakuan WHO. Sedangkan untuk tujuan pemantauan hasil pengobatan dapat

dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler.

Kadar Glukosa Darah Sewaktu dan Puasa Sebagai Patokan Penyaring dan Diagnosis

DM

Kadar glukosa (mg/dl ) Bukan DM Belum pasti

DM

DM

Sewaktu Plasma Vena < 110 110 – 199 ≥ 200

Darah Kapiler < 90 90 – 199 ≥ 200

Puasa Plasma Vena < 110 110 – 125 ≥126

6

Page 7: BAB  I DM

Darah Kapiler < 90 90 – 109 ≥110

Sumber: PERKENI, Pengelolaan Diabetes Melitus Tipe 2, 2006

Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang diabetes. Kecurigaan

adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik seperti tersebut dibawah

ini:

a. Keluhan khas DM berupa: poliuria, polidipsia, polifagia, penurunan berat

badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.

b. Keluhan tidak khas DM: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan

disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulva pada wanita.

Diagnosis DM dapat ditegakan dengan 3 cara:

1. Gejala klasik DM + GDS ≥200mg/dl

Glukosa sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa

memperhatikan waktu makan terakhir

2. Gejala klasik DM + GDP ≥ 126mg/Dl

Puasa diartikan pasien tidak mendapatkan kalori tambahan sedikitnya 8jam

3. Kadar glukosa darah 2 jam pada TTGO≥200mg/dl

TTGO dilakukan dengan standar WHO menggunakan beban glukosa yang

setara dengan 75g glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam air

7

Page 8: BAB  I DM

Cara pelaksanaan TTGO (WHO,1994):

a. Tiga (3) hari sebelum pemeriksaan tetap makan seperti kebiasaan sehari-hari

(dengan karbohirat yang cukup) dan kegiatan jasmani seperti biasa.

b. Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan,

minum air putih tanpa gula tetap diperbolehkan.

c. Diperiksa kadar glukosa darah puasa.

d. Diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa) atau 1,75 g/kgbb (anak-anak),

dilarutkan dalam 250 ml air dan diminum dalam waktu 5 menit.

e. Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam

setelah minum larutan glukosa selesai

f. Diperiksaa kadar glukosa darah 2 jam sesudah beban glukosa

g. Selama proses pemeriksaan subyek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak

merokok.

8

Keluhan klinik diabetes

Keluhan klasik DM (+) Keluhan klasik DM (-)

GDP ≥126 ≥126

GPS ≥200 ≤200

GDP ≥126 100-125 <100

GDS ≥200 140-199 <140

Ulangi GDS atau GDP

GDP >126 <126

GDS ≥200 <200TTGO

GD 2 JAM

≥200 140-199 <140

NORMAL

TGT GDPT

DM

Page 9: BAB  I DM

Pasien dengan Toleransi Glukosa terganggu dan Glukosa Darah Puasa Terganggu

merupakan tahapan sementara menuju DM. Setelah 5-10 tahun kemudian 1/3 kelompok

TGT akan berkembang menjadi DM, 1/3 tetap TGT dan 1/3 lainnya kembali normal.

7. Penatalaksanaan

i. Terapi Gizi Medis

Terapi Gizi Medis (TGM) merupakan bagian dari penatalaksanaan

diabetes secara total. Kunci keberhasilan TGM adalah keterlibatan

secara menyeluruh dari anggota tim (dokter, ahli gizi, petugas

kesehatan yang lain dan pasien itu sendiri). Setiap penyandang diabetes

sebaiknya mendapat TGM sesuai dengan kebutuhannya guna mencapai

sasaran terapi. Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes

hampir sama dengan anjuran makan untuk masyarakat umum yaitu

makanan yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat

gizi masing-masing individu. Pada penyandang diabetes perlu

ditekankan pentingnya keteraturan makan dalam hal jadwal makan,

jenis dan jumlah makanan, terutama pada mereka yang menggunakan

obat penurun glukosa darah atau insulin.

Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi:

a) Karbohidrat 60-70 %

b) Protein10-15 %

c) Lemak 20-25 %

Faktor-faktor yang menentukan kebutuhan kalori antara lain:

a) Jenis Kelamin

Kebutuhan kalori pada wanita lebih kecil daripada pria.

Kebutuhan kalori wanita sebesar 25 kal/kg BB dan untuk pria

sebesar 30 kal/ kg BB.

9

Page 10: BAB  I DM

b) Umur

Untuk pasien usia di atas 40 tahun, kebutuhan kalori dikurangi

5% untuk dekade antara 40 dan 59 tahun, dikurangi 10% untuk

usia 60 s/d 69 tahun dan dikurangi 20%, di atas 70 tahun.

c) Aktivitas Fisik atau Pekerjaan

Kebutuhan kalori dapat ditambah sesuai dengan intensitas

aktivitas fisik. Penambahan sejumlah 10% dari kebutuhan basal

diberikan pada kedaaan istirahat, 20% pada pasien dengan

aktivitas ringan, 30% dengan aktivitas sedang, dan 50% dengan

aktivitas sangat berat.

d) Berat Badan

Bila kegemukan dikurangi sekitar 20-30% ber-gantung kepada

tingkat kegemukan. Bila kurus ditambah sekitar 20-30% sesuai

dengan kebutuhan untuk meningkatkan BB. Untuk tujuan

penurunan berat badan jumlah kalori yang diberikan paling

sedikit 1000 - 1200 kkal perhari untuk wanita dan 1200 - 1600

kkal perhari untuk pria.

Makanan sejumlah kalori terhitung dengan komposisi tersebut di atas

dibagi dalam 3 porsi besar untuk makan pagi (20%), siang (30%) dan

sore (25%) serta 2-3 porsi makanan ringan (10-15%) di antaranya.

Untuk meningkatkan kepatuhan pasien, sejauh mungkin perubahan

dilakukan sesuai dengan kebiasaan. Untuk penyandang diabetes yang

mengidap penyakit lain, pola pengaturan makan disesuaikan dengan

penyakit penyertanya.

Indeks massa tubuh (IMT) dapat dihitung dengan rumus:

IMT = BB (kg) / TB (m2)

IMT Normal Wanita : 18.5 – 23.5

IMT Normal Pria : 22.5 – 25

BB kurang : < 18.5

10

Page 11: BAB  I DM

BB lebih

Dengan risiko : 23.0-24.9

Obes I : 2.5.0-29.9

Obes II : ≥30.0

PENENTUAN KEBUTUHAN KALORI

Kalori Basal:

Laki-Laki : BB ideal (kg) X 30 kalori/kg = … Kalori

Wanita : BB ideal (kg) X 25 kalori/kg = … Kalori

Koreksi/Penyesuaian:

Umur >40 tahun : -5% X Kalori basal = ... Kalori

Aktivitas Ringan : +10% X Kalori basal = … Kalori

Sedang : +20 %

Berat : +30 %

BB Gemuk : - 20 % X Kalori basal = - / + … Kalori

Lebih : - 10 %

Kurang : +20 %

Stress metabolik: 10-30 % X Kalori basal = + ... Kalori

Hamil trimester I& II = + 300 Kalori

Hamiltrimester III / laktasi = + 500 Kalori

Total Kebutuhan = ... Kalori

Petunjuk Umum untuk Asupan Diet bagi Diabetes:

a) Hindari biskuit, cake, produk lain sebagai cemilan pada waktu

makan

b) Minum air dalam jumlah banyak, susu skim dan minuman

berkalori rendah lainnya pada waktu makan

c) Makanlah dengan waktu yang teratur

d) Hindari makan makanan manis dan gorengan

11

Page 12: BAB  I DM

e) Tingkatkan asupan sayuran dua kali tiap makan

f) Jadikan nasi, roti, kentang, atau sereal sebagai menu utama

setiap makan

g) Minum air atau minuman bebas gula setiap anda haus

h) Makanlah daging atau telor dengan porsi lebih kecil

i) Makan kacang-kacangan dengan porsi lebih kecil

j)

ii. Intervensi Farmakologis

Intervensi farmakologis ditambahkan jika sasaran glukosa darah belum

tercapai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani.

Indikasi pemakaian obat hiperglikemik oral:

Diabetes setelah umur 40 tahun

Diabetes kurang dari 5 tahun

Memerlukan insulin dengan dosis <40 unit sehari

DM tipe II, berat normal atau lebih

Cara Pemberian OHO, terdiri dari:

a) OHO dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan secara

bertahap sesuai respons kadar glukosa darah, dapat diberikan

sampai dosis hampir maksimal

b) Sulfonilurea generasi I & II : 15 –30 menit sebelum makan

c) Glimepirid : sebelum/sesaat sebelum makan

d) Repaglinid, Nateglinid : sesaat/sebelum makan

e) Metformin : sebelum/pada saat/ esudah makan

f) Penghambat glukosidase α (Acarbose) : bersama makan suapan

pertama

g) Tiazolidindion : tidak bergantung pada jadwal makan.17

Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 4 golongan:

a) Pemicu Sekresi Insulin (Insulin Secretagogue)

Sulfonilurea

Obat golongan ini mempunyai efek utama

meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pankreas,

12

Page 13: BAB  I DM

dan merupakan pilihan utama untuk pasien dengan berat

badan normal dan kurang, namun masih boleh diberikan

kepada pasien dengan berat badan lebih. Untuk

menghindari hipoglikemia berkepanjangan pada

berbagai keadaaan seperti orang tua, gangguan faal

ginjal dan hati, kurang nutrisi serta penyakit

kardiovaskular, tidak dianjurkan penggunaan

sulfonilurea kerja panjang.

Glinid

Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan

sulfonilurea, dengan penekanan pada meningkatkan

sekresi insulin fase pertama. Golongan ini terdiri dari 2

macam obat yaitu: Repaglinid (derivat asam benzoat)

dan Nateglinid (derivat fenilalanin). Obat ini diabsorpsi

dengan cepat setelah pemberian secara oral dan

diekskresi secara cepat melalui hati.

b) Penambah Sensitivitas terhadap Insulin

Tiazolidindion

Tiazolidindion (rosiglitazon dan pioglitazon) berikatan

pada Peroxisome Proliferator Activated Receptor

Gamma (PPAR-γ), suatu reseptor inti di sel otot dan sel

lemak. Golongan ini mempunyai efek menurunkan

resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah protein

pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan ambilan

glukosa di perifer. Tiazolidindion dikontraindikasikan

pada pasien dengan gagal jantung klas I-IV karena

dapat memperberat edema/retensi cairan dan juga pada

gangguan faal hati. Pada pasien yang menggunakan

tiazolidindion perlu dilakukan pemantauan faal hati

secara berkala.

c) Penghambat Glukoneogenesis

13

Page 14: BAB  I DM

Metformin

Obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi

glukosa hati (glukoneogenesis), di samping juga

memperbaiki ambilan glukosa perifer. Terutama dipakai

pada penyandang diabetes gemuk. Metformin

dikontraindikasikan pada pasiendengan gangguan

fungsi ginjal (serum kreatinin > 1,5 mg/dL)dan hati,

serta pasien-pasien dengan kecenderunganhipoksemia

(misalnya penyakit serebro- vaskular, sepsis,renjatan,

gagal jantung). Metformin dapat memberikan

efeksamping mual. Untuk mengurangi keluhan tersebut

dapatdiberikan pada saat atau sesudah makan.

d) Penghambat Glukosidase Alfa (Acarbose)

Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa di

usus halus, sehingga mempunyai efek menurunkan kadar

glukosa darah sesudah makan. Acarbose tidak menimbulkan

efek samping hipoglikemia. Efek samping yang paling sering

ditemukan ialah kembung dan flatulens.

e) Terapi Kombinasi Sulfonilurea dan Biguanid

Pada saat-saat tertentu diperlukan terapi kombinasi/

pemakaian bersama antara obat-obat golongan sulfonilurea dan

biguanid. Sulfonilurea akan mengawali dengan merangsang

sekresi pankreas yang memberikan kesempatan untuk biguanid

untuk bekerja efektif. Kedua-duanya rupanya mempunyai efek

terhadap sensitivitas reseptor; jadi pemakaian kedua obat

tersebut saling menunjang. Kombinasi kedua obat efektif pada

banyak penyandang DM yag sebelumnya tidak bermanfaat bila

dipakai sendiri-sendiri.

f) Insulin

Insulin adalah suatu hormon yang diproduksi oleh sel

beta pulau Langerhans kelenjar pankreas. Insulin menstimulasi

14

Page 15: BAB  I DM

pemasukan asam amino kedalam sel dan kemudian

meningkatkan sintesa protein. Insulin meningkatkan

penyimpanan lemak dan mencegah penggunaan lemak sebagai

bahan energi. Insulin menstimulasi pemasukan glukosa ke

dalam sel untuk digunakan sebagai sumber energi dan

membantu penyimpanan glikogen didalam sel otot dan hati.

Insulin endogen adalah insulin yang dihasilkan oleh pankreas,

sedang insulin eksogen adalah insulin yang disuntikan dan

merupakan suatu produk farmasi.

Berdasarkan lama kerjanya, insulin dibagi menjadi 4 macam, yaitu:

1.Insulin kerja singkat

Yang termasuk di sini adalah insulin regular Crystal Zinc Insulin (CZI). Saat ini dikenal 2

macam insulin CZI, yaitu dalam bentuk asam dan netral. Preparat yang ada antara lain:

Actrapid, Velosulin , Semilente. Insulin jenis ini diberi 30 menit sebelum makan,

mencapai puncak setelah 1-3 macam dan efeknya dapat bertahan sampai 8 jam.

2.Insulin kerja menengah

Yang dipakai saat ini adalah Netral Protamine Hegedorn (NPH), Monotard, Insulatard.

Jenis ini awal kerjanya adalah 1.5-2.5 jam. Puncaknya tercapai dalam 4-15 jam dan efeknya

dapat bertahan sampai dengan 24 jam.

3.Insulin kerja panjang

Merupakan campuran dari insulin dan protamine, diabsorsi dengan lambat dari tempat

penyuntikan sehingga efek yang dirasakan cukup lama, yaitu sekitar 24 – 36 jam. Preparat:

Protamine Zinc Insulin (PZI), Ultratard

4.Insulin infasik (campuran)

Merupakan kombinasi insulin jenis singkat dan menengah. Preparatnya: Mixtard 30/40.

Pemberian insulin secara sliding scale dimaksudkan agar pemberiannya lebih efisien dan

tepat karena didasarkan pada kadar gula darah pasien pada waktu itu. Gula darah diperiksa

setiap 6 jam sekali.

8. Komplikasi

15

Page 16: BAB  I DM

a. Penyulit menahun:

i. Makroangiopati :

a) Pembuluh darah jantung

b) Pembuluh darah tepi

Penyakit arteri perifer sering terjadi pada penyandang diabetes.

Biasanya terjadi dengan gejala tipikal intermittent claudicatio,

meskipun sering tanpa gejala. Terkadang ulkus iskemik kaki

merupakan kelainan yang pertama muncul.

c) Pembuluh darah otak

ii. Mikroangiopati:

A. Retinopati diabetik

Kendali glukosa dan tekanan darah yang baik akan mengurangi

risiko dan memberatnya retinopati. Terapi aspirin tidak

mencegah timbulnya retinopati.

B. Nefropati diabetik

Kendali glukosa dan tekanan darah yang baik akan mengurangi

risiko nefropati. Pembatasan asupan protein dalam diet (0,8

g/kg BB) juga akan mengurangi risiko terjadinya nefropati

C. Neuropati

Yang tersering dan paling penting adalah neuropati perifer,

berupa hilangnya sensasi distal. Berisiko tinggi untuk

terjadinya ulkus kaki dan amputasi. Gejala yang sering

dirasakan kaki terasa terbakar dan bergetar sendiri, dan lebih

terasa sakit di malam hari. Setelah diagnosis DM ditegakkan,

pada setiap pasien perlu dilakukan skrining untuk mendeteksi

adanya polineuropati distal dengan pemeriksaan neurologi

sederhana, dengan monofilamen 10 gram, dilakukan sedikitnya

setiap tahun. Apabila diketemukan adanya polineuropati distal,

perawatan kaki yang memadai akan menurunkan risiko

amputasi.

16

Page 17: BAB  I DM

9. Pencegahan

b. Pencegahan Primer

Pencegahan primer adalah upaya yang ditujukan pada orang-orang

yang termasuk kelompok risiko tinggi, yakni mereka yang belum menderita,

tetapi berpotensi untuk menderita DM. Tentu saja untuk pencegahan primer

ini harus dikenal faktor-faktor yang berpengaruh terhadap timbulnya DM dan

upaya yang perlu dilakukan untuk menghilangkan faktor-faktor tersebut.

Penyuluhan sangat penting perannya dalam upaya pencegahan primer.

Masyarakat luas melalui lembaga swadaya masyarakat dan lembaga sosial

lainnya harus diikutsertakan. Demikian pula pemerintah melalui semua jajaran

terkait seperti Departemen Kesehatan dan Departemen Pendidikan perlu

memasukkan upaya pencegahan primer DM dalam program penyuluhan dan

pendidikan kesehatan. Sejak masa prasekolah hendaknya telah ditnamkan

pengertian mengenai pentingnya kegiatan jasmani teratur, pola dan jenis

makanan yang sehat, menjaga badan agar tidak terlalu gemuk, dan risiko

merokok bagi kesehatan.

c. Pencegahan Sekunder

Maksud pencegahan sekunder adalah upaya mencegah atau

menghambat timbulnya penyulit dengan tindakan deteksi dini dan

memberikan pengobatan sejak awal penyakit. Deteksi dini dilakukan dengan

pemeriksaan penyaring, namun kegiatan tersebut memerlukan biaya besar.

Memberikan pengobatan penyakit sejak awal sudah harus diwaspadai dan

sedapat mungkin dicegah kemungkinan terjadinya penyulit menahun.

Penyuluhan mengenai DM dan pengelolaannya memegang peranan penting

untuk meningkatkan kepatuhan pasien untuk berobat.

Sistem rujukan yang baik akan sangat mendukung pelayanan kesehatan

primer yang merupakan ujung tombak pengelolaan DM. Melalui langkah-

langkah yang disebutkan di atas diharapkan dapat diperoleh hasil yang

optimal, apalagi bila ditunjang pula dengan adanya tata cara pengaobatan baku

yang akan menjadi pegangan bagi para pengelola.

d. Pencegahan Tersier

17

Page 18: BAB  I DM

Kalau kemudian penyulit menahun DM ternyata terjadi juga, maka

pengelola harus berusaha mencegah terjadinya kecacatan lebih lanjut dan

merehabilitasi pasien sedini mungkin, sebelum kecacatan tersebut menetap.

Sebagai contoh aspirin dosis rendah (80-325 mg) dapat dianjurkan untuk

diberikan secara rutin bagi pasien DM yang sudah mempunyai penyulit

makroangiopati.

Pelayanan kesehatan yang holistik dan terintegrasi antar disiplin terkait

sangat diperlukan, terutama di rumah sakit rujukan, baik dengan para ahli

sesama disiplin ilmu seperti ahli penyakit jantung dan ginjal, maupun para ahli

dari disiplin lain seperti dari bagian mata, bedah ortopedi, bedah vaskular,

radiologi, rehabilitasi medis, gizi, podiatri, dan lain sebagainya.

18

Page 19: BAB  I DM

BAB III

DAFTAR PUSTAKA

1.Depkes (2008) Pedoman Teknis Penemuan dan Tata Laksana Penyakit Diabetes

Melitus Cetakan ke 2

2.National Diabetes Fact Sheet 2011 diakses dari www.cdc.gov pada April 2011

3.Petunjuk Praktis Terapi Insulin pada Pasien Diabetes Melitus

4.Perkeni (2006) Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di

Indonesia

19

Page 20: BAB  I DM

Borang Portofolio

Topik : Diabetes Melitus Tipe 2

Tanggal (kasus) : 27 November 2015 Presenter : dr. Astrie Hananda F.

Tanggal Presentasi : Desember 2015 Pendamping : dr. Marniyanti

Tempat Presentasi : Ruang Komite Medik RSUD Pasaman Barat

Objektif Presentasi :

□ Keilmuan □ Keterampilan □ Penyegaran □ Tinjauan Pustaka

□ Diagnostik □ Manajemen □ Masalah □ Istimewa

□ Neonatus □ Bayi □ Anak □ Remaja □ Dewasa □ Lansia □ Bumil

□ Deskripsi : Laki-laki, usia 27 th, nyeri perut kanan bawah, leukosit 8.460 / mm3

□ Tujuan : Penegakkan diagnosa dan pengobatan yang tepat dan tuntas.

Bahan

Bahasan :

□ Tinjauan

Pustaka□ Riset □ Kasus □ Audit

Cara

Membahas : □ Diskusi □ Presentasi dan Diskusi □ E-mail □ Pos

Data Pasien :Nama : Yuli Marni, wanita, BB:

70 kg, TB : ± 155cmNo. Registrasi : 024796

Nama Klinik : RSUD Pasaman Barat Telp : Terdaftar sejak : 26-11-2015

Data Utama untuk Bahan Diskusi :

1. Diagnosis / Gambaran Klinis: Diabetes Melitus Tipe 2 / Lemas seluruh tubuh dan kepala

pusing sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Mual dan muntah dijumpai.

2. Riwayat Pengobatan : -

3. Riwayat Kesehatan / Penyakit : pasien penah mengalami keluhan yang sama namun tidak

pernah berobat/-

4. Riwayat Keluarga : Tidak ada keluarga pasien yang mengalami keluhan seperti pasien.

5. Riwayat Pekerjaan : Pasien bekerja sebagai Ibu Rumah Tangga.

6. Kondisi Lingkungan Sosial dan Fisik : Tidak ada yang berhubungan.

7. Riwayat Imunisasi : Pasien tidak ingat

8. Lain-lain : Hb: 17,1 gr/dl Leukosit: 10,070/mm3 Trombosit: 249.000/ mm 3 GDS: 277 mg/dl

Daftar Pustaka :

1.Depkes (2008) Pedoman Teknis Penemuan dan Tata Laksana Penyakit Diabetes Melitus

20

Page 21: BAB  I DM

Cetakan ke 2

2.National Diabetes Fact Sheet 2011 diakses dari www.cdc.gov pada April 2011

3.Petunjuk Praktis Terapi Insulin pada Pasien Diabetes Melitus

4.Perkeni (2006) Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di

Indonesia

Hasil Pembelajaran :

1. Diabetes Melitus Tipe 2

2. Penegakan diagnosa Diabetes Melitus

3. Tatalaksana Diabetes Melitus

SUBJEKTIF

21