bab i dm
DESCRIPTION
diabetesTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut American Diabetes Association (ADA) 2005, diabetes melitus merupakan
suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi
karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Hiperglikemia kronik
pada diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi atau kegagalan
beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal, saraf, jantung, dan pembuluh darah.
Pada tahun 2003, World Health Organization (WHO) memperkirakan bahwa 194 juta
jiwa atau 5.1% dari 3.8 miliar penduduk dunia yang berusia 20-79 tahun menderita
diabetes mellitus dan pada tahun 2025 akan meningkat menjadi 333 juta jiwa. WHO
memprediksi bahwa di Indonesia akan terjadi peningkatan dari 8.4 juta diabetisi pada
tahun 2000 menjadi 21.3 juta diabetisi pada tahun 2030. Hal ini akan menjadikan
Indonesia menduduki peringkat ke-4 dunia setelah Amerika Serikat, Cina, dan India
dalam prevalensi diabetes mellitus (Diabetes Care, 2004).
Hasil riset kesehatan dasar (RISKESDAS) pada tahun 2007, menunjukkan bahwa
prevalensi DM secara nasional berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan dan gejala adalah
1.1%, sedangkan prevalensi DM berdasarkan pemeriksaan kadar gula darah pada
penduduk berumur >15 tahun yang bertempat tinggal di perkotaan adalah 5.7%. Riset ini
juga menghasilkan angka Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) secara nasional
berdasarkan pemeriksaan kadar gula darah pada penduduk berumur >15 tahun yang
bertempat tinggal di perkotaan adalah 10.2% 9 (Depkes, 2008).
Diabetes mellitus merupakan penyakit kronik yang tidak menyebabkan kematian
secara langsung, tetapi dapat berakibat fatal bila pengelolaannya tidak tepat. Pengelolaan
DM memerlukan penanganan secara multidisiplin yang mencakup terapi non-obat dan
terapi obat.
BAB II
1
TINJAUAN PUSTAKA
A. Diabetes Melitus
1. Definisi
Menurut American Diabetes Association (ADA) 2005, diabetes melitus
merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia
yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Sedang
menurut WHO 1980 dikatakan bahwa diabetes melitus merupakan suatu yang tidak
dapat dituangkan dalam satu jawaban yang jelas dan singkat tetapi secara umum dapat
dikatakan sebagai suatu kumpulan problema anatomik dan kimiawi yang merupakan
akibat dari sejumlah faktor di mana didapat defisiensi insulin absolut ataupun relatif
dan gangguan fungsi insulin. WHO telah mengidentifikasi 3 macam diabetes, yaitu
diabetes melitus tipe 1 atau insuline dependent diabetes mellitus (IDDM), tipe 2 atau
non-insuline dependent diabetes mellitus (NIDDM), dan diabetes mellitus gestasional.
2. Klasifikasi
Klasifikasi etiologis diabetes melitus menurut PERKENI (ADA,1997):
a. Diabetes melitus tipe I
Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut baik
melalui proses imunologik maupun idiopatik.
b. Diabetes melitus tipe II
Bervariasi, mulai yang predominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin
relatif sampai yang dominan defek sekresi insulin bersama resistensi insulin.
c. Diabetes melitus tipe lain
1. Defek genetik fungsi sel beta
2. Defek genetik kerja insulin
3. Penyakit eksokrin pankreas
4. Endokrinopati
2
5. Obat atau zat kimia: vacor, pentamidin, asam nikotinat, lukokortikoid,
hormon tiroid, tiazid, dilantin, interferon-alfa, dll
6. Infeksi
7. Sebab imunologi yang jarang
8. Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM
d. Diabetes melitus gestasional (DMG)
3. Manifestasi Klinik
Keluhan umum pada pasien DM seperti poliuria, polidipsia, polifagia pada DM
lanjut usia pada umumnya tidak ada. Sebaliknya yang sering mengganggu pasien
adalah keluhan akibat komplikasi degeneratif kronik pada pembuluh darah dan saraf.
Pada DM lanjut usia, terdapat perubahan patofisiologi akibat proses menjadi tua
sehingga gambaran klinisnya bervariasi dari kasus tanpa gejala sampai dengan
komplikasi yang lebih lanjut. Hal yang sering menyebabkan pasien datang berobat ke
dokter adalah adanya keluhan yang mengenai beberapa organ tubuh, antara lain:
a. Gangguan penglihatan: katarak
b. Kelainan kulit: gatal dan bisul-bisul
c. Kesemutan, rasa baal
d. Kelemahan tubuh
e. Luka atau bisul yang tidak sembuh-sembuh
f. Infeksi saluran kemih
Kelainan kulit berupa gatal, biasanya terjadi di daerah genital ataupun daerah
lipatan kulit lain, seperti di ketiak dan di bawah payudara, biasanya akibat tumbuhnya
jamur. Sering pula dikeluhkan timbulnya bisul-bisul atau luka lama yang tidak mau
sembuh. Luka ini dapat timbul akibat hal sepele seperti luka lecet karena sepatu,
tertusuk peniti dan sebagainya. Rasa baal dan kesemutan akibat sudah terjadinya
neuropati juga merupakan keluhan pasien, disamping keluhan lemah dan mudah
merasa lelah. Keluhan lain yang mungkin menyebabkan pasien datang berobat ke
dokter adalah keluhan mata kabur yang disebabkan oleh katarak ataupun gangguan-
gangguan refraksi akibat perubahan-perubahan pada lensa akibat hiperglikemia.
3
Tanda-tanda dan gejala klinik diabetes melitus pada lanjut usia:
a. Penurunan berat badan yang drastis dan katarak yang sering terjadi pada gejala
awal
b. Infeksi bakteri dan jamur pada kulit (pruritus vulva untuk wanita) dan infeksi
traktus urinarius sulit untuk disembuhkan.
c. Disfungsi neurologi, termasuk parestesi, hipestesi, kelemahan otot dan rasa
sakit, mononeuropati, disfungsi otonom dari traktus gastrointestinal (diare),
sistem kardiovaskular (hipotensi ortostatik), sistem reproduksi (impoten), dan
inkontinensia stress.
d. Makroangiopati yang meliputi sistem kardiovaskular (iskemia, angina, dan
infark miokard), perdarahan intra serebral (TIA dan stroke), atau perdarahan
darah tepi (tungkai diabetes dan gangren).
e. Mikroangiopati meliputi mata (penyakit makula, hemoragik, eksudat), ginjal
(proteinuria, glomerulopati, uremia)
4. Anamnesis
Banyak pasien dengan Non Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM)
yang asimptomatik dan baru diketahui adanya peningkatan kadar gula darah pada
pemeriksaan laboratorium rutin. Para ahli masih berbeda pendapat mengenai kriteria
diagnosis DM pada lanjut usia. Kemunduran, intoleransi glukosa, bertambah sesuai
dengan pertambahan usia, jadi batas glukosa pada DM lanjut usia lebih tinggi dari
pada orang dewasa yang menderita penyakit DM.
Kriteria diagnostik diabetes melitus dan gangguan toleransi glukosa (WHO 1985):
a. Kadar glukosa darah sewaktu (plasma vena) ≥200mg/ dl, atau
b. Kadar glukosa darah puasa (plasma vena) ≥126 mg/dl, atau
c. Kadar glukosa plasma ≥200 mg/dl pada 2 jam sesudah beban glukosa 75 gram
pada TTGO
4
Menurut Kane et.al (1989), diagnosis pasti DM pada lanjut usia ditegakkan kalau
didapatkan kadar glukosa darah puasa lebih dari 140 mg/dl. Apabila kadar glukosa
puasa kurang dari 140 mg/dl dan terdapat gejala atau keluhan diabetes seperti di atas
perlu dilanjutkan dengan pemeriksaan Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO). Apabila
TTGO abnormal pada dua kali pemeriksaan dalam waktu berbeda diagnosis DM
dapat ditegakkan.
Pada lanjut usia sangat dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan glukosa darah
puasa secara rutin sekali setahun, karena pemeriksaan glukosuria tidak dapat
dipercaya karena nilai ambang ginjal meninggi terhadap glukosa. Peningkatan TTGO
pada lanjut usia ini disebabkan oleh karena turunnya sensitivitas jaringan perifer
terhadap insulin, baik pada tingkat reseptor (kualitas maupun kuantitas) maupun pasca
reseptornya. Ini berarti bahwa sel-sel lemak dan otot pada pasien lanjut usia menurun
kepekaannya terhadap insulin.
5. Pemeriksaan
Ada perbedaan antara uji diagnostik DM dan pemeriksaan penyaring. Uji
diagnostik DM dilakukan pada mereka yang menunjukkan gejala dan tanda DM,
sedangkan pemeriksaan penyaring bertujuan untuk mengidentifikasi mereka yang
tidak bergejala yang mempunyai risiko DM. Serangkaian uji diagnostik akan
dilakukan pada mereka yang hasil pemeriksaan penyaringnya positif.
Pemeriksaan penyaring dikerjakan pada kelompok dengan salah satu risiko DM
sebagai berikut:
a. Usia >45 tahun
b. Berat badan lebih >110% BB ideal atau IMT >23 kg/m2
c. Hipertensi (>140/90 mmHg)
d. Riwayat DM dalam garis keturunan
e. Riwayat abortus berulang, melahirkan bayi cacat atau BB lahir bayi >4000
gram
f. Kolesterol HDL 35 mg/dl dan atau trigliserida ≥150 mg/dl
5
Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan melalui pemeriksaan kadar glukosa darah
sewaktu, kadar glukosa darah puasa, kemudian dapat diikuti dengan tes tolerasi
glukosa oral (TTGO) standar.
Untuk kelompok risiko tinggi yang hasil pemeriksaan penyaringnya negatif,
pemeriksaan penyaring ulangan dilakukan tiap tahun; sedangkan bagi mereka yang
berusia >45 tahun tanpa faktor risiko, pemeriksaan penyaring dapat dilakukan setiap 3
tahun.
6. Diagnosis
Diagnosis DM dapat ditegakan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah.
Diagnosis tidak dapat ditegakan atas dasar adanya glukosuria. Untuk penentuan
diagnosis DM, pemeriksaan glukos darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan
glukosa secara enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Penggunaan bahan darah
utuh (whole blood), vena ataupun kapiler dapat tetap dipergunakan dengan
memperhatikan angka-angka kriteria diagnostik yang berbeda sesuai dengan
pembakuan WHO. Sedangkan untuk tujuan pemantauan hasil pengobatan dapat
dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler.
Kadar Glukosa Darah Sewaktu dan Puasa Sebagai Patokan Penyaring dan Diagnosis
DM
Kadar glukosa (mg/dl ) Bukan DM Belum pasti
DM
DM
Sewaktu Plasma Vena < 110 110 – 199 ≥ 200
Darah Kapiler < 90 90 – 199 ≥ 200
Puasa Plasma Vena < 110 110 – 125 ≥126
6
Darah Kapiler < 90 90 – 109 ≥110
Sumber: PERKENI, Pengelolaan Diabetes Melitus Tipe 2, 2006
Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang diabetes. Kecurigaan
adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik seperti tersebut dibawah
ini:
a. Keluhan khas DM berupa: poliuria, polidipsia, polifagia, penurunan berat
badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.
b. Keluhan tidak khas DM: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan
disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulva pada wanita.
Diagnosis DM dapat ditegakan dengan 3 cara:
1. Gejala klasik DM + GDS ≥200mg/dl
Glukosa sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa
memperhatikan waktu makan terakhir
2. Gejala klasik DM + GDP ≥ 126mg/Dl
Puasa diartikan pasien tidak mendapatkan kalori tambahan sedikitnya 8jam
3. Kadar glukosa darah 2 jam pada TTGO≥200mg/dl
TTGO dilakukan dengan standar WHO menggunakan beban glukosa yang
setara dengan 75g glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam air
7
Cara pelaksanaan TTGO (WHO,1994):
a. Tiga (3) hari sebelum pemeriksaan tetap makan seperti kebiasaan sehari-hari
(dengan karbohirat yang cukup) dan kegiatan jasmani seperti biasa.
b. Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan,
minum air putih tanpa gula tetap diperbolehkan.
c. Diperiksa kadar glukosa darah puasa.
d. Diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa) atau 1,75 g/kgbb (anak-anak),
dilarutkan dalam 250 ml air dan diminum dalam waktu 5 menit.
e. Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam
setelah minum larutan glukosa selesai
f. Diperiksaa kadar glukosa darah 2 jam sesudah beban glukosa
g. Selama proses pemeriksaan subyek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak
merokok.
8
Keluhan klinik diabetes
Keluhan klasik DM (+) Keluhan klasik DM (-)
GDP ≥126 ≥126
GPS ≥200 ≤200
GDP ≥126 100-125 <100
GDS ≥200 140-199 <140
Ulangi GDS atau GDP
GDP >126 <126
GDS ≥200 <200TTGO
GD 2 JAM
≥200 140-199 <140
NORMAL
TGT GDPT
DM
Pasien dengan Toleransi Glukosa terganggu dan Glukosa Darah Puasa Terganggu
merupakan tahapan sementara menuju DM. Setelah 5-10 tahun kemudian 1/3 kelompok
TGT akan berkembang menjadi DM, 1/3 tetap TGT dan 1/3 lainnya kembali normal.
7. Penatalaksanaan
i. Terapi Gizi Medis
Terapi Gizi Medis (TGM) merupakan bagian dari penatalaksanaan
diabetes secara total. Kunci keberhasilan TGM adalah keterlibatan
secara menyeluruh dari anggota tim (dokter, ahli gizi, petugas
kesehatan yang lain dan pasien itu sendiri). Setiap penyandang diabetes
sebaiknya mendapat TGM sesuai dengan kebutuhannya guna mencapai
sasaran terapi. Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes
hampir sama dengan anjuran makan untuk masyarakat umum yaitu
makanan yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat
gizi masing-masing individu. Pada penyandang diabetes perlu
ditekankan pentingnya keteraturan makan dalam hal jadwal makan,
jenis dan jumlah makanan, terutama pada mereka yang menggunakan
obat penurun glukosa darah atau insulin.
Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi:
a) Karbohidrat 60-70 %
b) Protein10-15 %
c) Lemak 20-25 %
Faktor-faktor yang menentukan kebutuhan kalori antara lain:
a) Jenis Kelamin
Kebutuhan kalori pada wanita lebih kecil daripada pria.
Kebutuhan kalori wanita sebesar 25 kal/kg BB dan untuk pria
sebesar 30 kal/ kg BB.
9
b) Umur
Untuk pasien usia di atas 40 tahun, kebutuhan kalori dikurangi
5% untuk dekade antara 40 dan 59 tahun, dikurangi 10% untuk
usia 60 s/d 69 tahun dan dikurangi 20%, di atas 70 tahun.
c) Aktivitas Fisik atau Pekerjaan
Kebutuhan kalori dapat ditambah sesuai dengan intensitas
aktivitas fisik. Penambahan sejumlah 10% dari kebutuhan basal
diberikan pada kedaaan istirahat, 20% pada pasien dengan
aktivitas ringan, 30% dengan aktivitas sedang, dan 50% dengan
aktivitas sangat berat.
d) Berat Badan
Bila kegemukan dikurangi sekitar 20-30% ber-gantung kepada
tingkat kegemukan. Bila kurus ditambah sekitar 20-30% sesuai
dengan kebutuhan untuk meningkatkan BB. Untuk tujuan
penurunan berat badan jumlah kalori yang diberikan paling
sedikit 1000 - 1200 kkal perhari untuk wanita dan 1200 - 1600
kkal perhari untuk pria.
Makanan sejumlah kalori terhitung dengan komposisi tersebut di atas
dibagi dalam 3 porsi besar untuk makan pagi (20%), siang (30%) dan
sore (25%) serta 2-3 porsi makanan ringan (10-15%) di antaranya.
Untuk meningkatkan kepatuhan pasien, sejauh mungkin perubahan
dilakukan sesuai dengan kebiasaan. Untuk penyandang diabetes yang
mengidap penyakit lain, pola pengaturan makan disesuaikan dengan
penyakit penyertanya.
Indeks massa tubuh (IMT) dapat dihitung dengan rumus:
IMT = BB (kg) / TB (m2)
IMT Normal Wanita : 18.5 – 23.5
IMT Normal Pria : 22.5 – 25
BB kurang : < 18.5
10
BB lebih
Dengan risiko : 23.0-24.9
Obes I : 2.5.0-29.9
Obes II : ≥30.0
PENENTUAN KEBUTUHAN KALORI
Kalori Basal:
Laki-Laki : BB ideal (kg) X 30 kalori/kg = … Kalori
Wanita : BB ideal (kg) X 25 kalori/kg = … Kalori
Koreksi/Penyesuaian:
Umur >40 tahun : -5% X Kalori basal = ... Kalori
Aktivitas Ringan : +10% X Kalori basal = … Kalori
Sedang : +20 %
Berat : +30 %
BB Gemuk : - 20 % X Kalori basal = - / + … Kalori
Lebih : - 10 %
Kurang : +20 %
Stress metabolik: 10-30 % X Kalori basal = + ... Kalori
Hamil trimester I& II = + 300 Kalori
Hamiltrimester III / laktasi = + 500 Kalori
Total Kebutuhan = ... Kalori
Petunjuk Umum untuk Asupan Diet bagi Diabetes:
a) Hindari biskuit, cake, produk lain sebagai cemilan pada waktu
makan
b) Minum air dalam jumlah banyak, susu skim dan minuman
berkalori rendah lainnya pada waktu makan
c) Makanlah dengan waktu yang teratur
d) Hindari makan makanan manis dan gorengan
11
e) Tingkatkan asupan sayuran dua kali tiap makan
f) Jadikan nasi, roti, kentang, atau sereal sebagai menu utama
setiap makan
g) Minum air atau minuman bebas gula setiap anda haus
h) Makanlah daging atau telor dengan porsi lebih kecil
i) Makan kacang-kacangan dengan porsi lebih kecil
j)
ii. Intervensi Farmakologis
Intervensi farmakologis ditambahkan jika sasaran glukosa darah belum
tercapai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani.
Indikasi pemakaian obat hiperglikemik oral:
Diabetes setelah umur 40 tahun
Diabetes kurang dari 5 tahun
Memerlukan insulin dengan dosis <40 unit sehari
DM tipe II, berat normal atau lebih
Cara Pemberian OHO, terdiri dari:
a) OHO dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan secara
bertahap sesuai respons kadar glukosa darah, dapat diberikan
sampai dosis hampir maksimal
b) Sulfonilurea generasi I & II : 15 –30 menit sebelum makan
c) Glimepirid : sebelum/sesaat sebelum makan
d) Repaglinid, Nateglinid : sesaat/sebelum makan
e) Metformin : sebelum/pada saat/ esudah makan
f) Penghambat glukosidase α (Acarbose) : bersama makan suapan
pertama
g) Tiazolidindion : tidak bergantung pada jadwal makan.17
Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 4 golongan:
a) Pemicu Sekresi Insulin (Insulin Secretagogue)
Sulfonilurea
Obat golongan ini mempunyai efek utama
meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pankreas,
12
dan merupakan pilihan utama untuk pasien dengan berat
badan normal dan kurang, namun masih boleh diberikan
kepada pasien dengan berat badan lebih. Untuk
menghindari hipoglikemia berkepanjangan pada
berbagai keadaaan seperti orang tua, gangguan faal
ginjal dan hati, kurang nutrisi serta penyakit
kardiovaskular, tidak dianjurkan penggunaan
sulfonilurea kerja panjang.
Glinid
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan
sulfonilurea, dengan penekanan pada meningkatkan
sekresi insulin fase pertama. Golongan ini terdiri dari 2
macam obat yaitu: Repaglinid (derivat asam benzoat)
dan Nateglinid (derivat fenilalanin). Obat ini diabsorpsi
dengan cepat setelah pemberian secara oral dan
diekskresi secara cepat melalui hati.
b) Penambah Sensitivitas terhadap Insulin
Tiazolidindion
Tiazolidindion (rosiglitazon dan pioglitazon) berikatan
pada Peroxisome Proliferator Activated Receptor
Gamma (PPAR-γ), suatu reseptor inti di sel otot dan sel
lemak. Golongan ini mempunyai efek menurunkan
resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah protein
pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan ambilan
glukosa di perifer. Tiazolidindion dikontraindikasikan
pada pasien dengan gagal jantung klas I-IV karena
dapat memperberat edema/retensi cairan dan juga pada
gangguan faal hati. Pada pasien yang menggunakan
tiazolidindion perlu dilakukan pemantauan faal hati
secara berkala.
c) Penghambat Glukoneogenesis
13
Metformin
Obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi
glukosa hati (glukoneogenesis), di samping juga
memperbaiki ambilan glukosa perifer. Terutama dipakai
pada penyandang diabetes gemuk. Metformin
dikontraindikasikan pada pasiendengan gangguan
fungsi ginjal (serum kreatinin > 1,5 mg/dL)dan hati,
serta pasien-pasien dengan kecenderunganhipoksemia
(misalnya penyakit serebro- vaskular, sepsis,renjatan,
gagal jantung). Metformin dapat memberikan
efeksamping mual. Untuk mengurangi keluhan tersebut
dapatdiberikan pada saat atau sesudah makan.
d) Penghambat Glukosidase Alfa (Acarbose)
Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa di
usus halus, sehingga mempunyai efek menurunkan kadar
glukosa darah sesudah makan. Acarbose tidak menimbulkan
efek samping hipoglikemia. Efek samping yang paling sering
ditemukan ialah kembung dan flatulens.
e) Terapi Kombinasi Sulfonilurea dan Biguanid
Pada saat-saat tertentu diperlukan terapi kombinasi/
pemakaian bersama antara obat-obat golongan sulfonilurea dan
biguanid. Sulfonilurea akan mengawali dengan merangsang
sekresi pankreas yang memberikan kesempatan untuk biguanid
untuk bekerja efektif. Kedua-duanya rupanya mempunyai efek
terhadap sensitivitas reseptor; jadi pemakaian kedua obat
tersebut saling menunjang. Kombinasi kedua obat efektif pada
banyak penyandang DM yag sebelumnya tidak bermanfaat bila
dipakai sendiri-sendiri.
f) Insulin
Insulin adalah suatu hormon yang diproduksi oleh sel
beta pulau Langerhans kelenjar pankreas. Insulin menstimulasi
14
pemasukan asam amino kedalam sel dan kemudian
meningkatkan sintesa protein. Insulin meningkatkan
penyimpanan lemak dan mencegah penggunaan lemak sebagai
bahan energi. Insulin menstimulasi pemasukan glukosa ke
dalam sel untuk digunakan sebagai sumber energi dan
membantu penyimpanan glikogen didalam sel otot dan hati.
Insulin endogen adalah insulin yang dihasilkan oleh pankreas,
sedang insulin eksogen adalah insulin yang disuntikan dan
merupakan suatu produk farmasi.
Berdasarkan lama kerjanya, insulin dibagi menjadi 4 macam, yaitu:
1.Insulin kerja singkat
Yang termasuk di sini adalah insulin regular Crystal Zinc Insulin (CZI). Saat ini dikenal 2
macam insulin CZI, yaitu dalam bentuk asam dan netral. Preparat yang ada antara lain:
Actrapid, Velosulin , Semilente. Insulin jenis ini diberi 30 menit sebelum makan,
mencapai puncak setelah 1-3 macam dan efeknya dapat bertahan sampai 8 jam.
2.Insulin kerja menengah
Yang dipakai saat ini adalah Netral Protamine Hegedorn (NPH), Monotard, Insulatard.
Jenis ini awal kerjanya adalah 1.5-2.5 jam. Puncaknya tercapai dalam 4-15 jam dan efeknya
dapat bertahan sampai dengan 24 jam.
3.Insulin kerja panjang
Merupakan campuran dari insulin dan protamine, diabsorsi dengan lambat dari tempat
penyuntikan sehingga efek yang dirasakan cukup lama, yaitu sekitar 24 – 36 jam. Preparat:
Protamine Zinc Insulin (PZI), Ultratard
4.Insulin infasik (campuran)
Merupakan kombinasi insulin jenis singkat dan menengah. Preparatnya: Mixtard 30/40.
Pemberian insulin secara sliding scale dimaksudkan agar pemberiannya lebih efisien dan
tepat karena didasarkan pada kadar gula darah pasien pada waktu itu. Gula darah diperiksa
setiap 6 jam sekali.
8. Komplikasi
15
a. Penyulit menahun:
i. Makroangiopati :
a) Pembuluh darah jantung
b) Pembuluh darah tepi
Penyakit arteri perifer sering terjadi pada penyandang diabetes.
Biasanya terjadi dengan gejala tipikal intermittent claudicatio,
meskipun sering tanpa gejala. Terkadang ulkus iskemik kaki
merupakan kelainan yang pertama muncul.
c) Pembuluh darah otak
ii. Mikroangiopati:
A. Retinopati diabetik
Kendali glukosa dan tekanan darah yang baik akan mengurangi
risiko dan memberatnya retinopati. Terapi aspirin tidak
mencegah timbulnya retinopati.
B. Nefropati diabetik
Kendali glukosa dan tekanan darah yang baik akan mengurangi
risiko nefropati. Pembatasan asupan protein dalam diet (0,8
g/kg BB) juga akan mengurangi risiko terjadinya nefropati
C. Neuropati
Yang tersering dan paling penting adalah neuropati perifer,
berupa hilangnya sensasi distal. Berisiko tinggi untuk
terjadinya ulkus kaki dan amputasi. Gejala yang sering
dirasakan kaki terasa terbakar dan bergetar sendiri, dan lebih
terasa sakit di malam hari. Setelah diagnosis DM ditegakkan,
pada setiap pasien perlu dilakukan skrining untuk mendeteksi
adanya polineuropati distal dengan pemeriksaan neurologi
sederhana, dengan monofilamen 10 gram, dilakukan sedikitnya
setiap tahun. Apabila diketemukan adanya polineuropati distal,
perawatan kaki yang memadai akan menurunkan risiko
amputasi.
16
9. Pencegahan
b. Pencegahan Primer
Pencegahan primer adalah upaya yang ditujukan pada orang-orang
yang termasuk kelompok risiko tinggi, yakni mereka yang belum menderita,
tetapi berpotensi untuk menderita DM. Tentu saja untuk pencegahan primer
ini harus dikenal faktor-faktor yang berpengaruh terhadap timbulnya DM dan
upaya yang perlu dilakukan untuk menghilangkan faktor-faktor tersebut.
Penyuluhan sangat penting perannya dalam upaya pencegahan primer.
Masyarakat luas melalui lembaga swadaya masyarakat dan lembaga sosial
lainnya harus diikutsertakan. Demikian pula pemerintah melalui semua jajaran
terkait seperti Departemen Kesehatan dan Departemen Pendidikan perlu
memasukkan upaya pencegahan primer DM dalam program penyuluhan dan
pendidikan kesehatan. Sejak masa prasekolah hendaknya telah ditnamkan
pengertian mengenai pentingnya kegiatan jasmani teratur, pola dan jenis
makanan yang sehat, menjaga badan agar tidak terlalu gemuk, dan risiko
merokok bagi kesehatan.
c. Pencegahan Sekunder
Maksud pencegahan sekunder adalah upaya mencegah atau
menghambat timbulnya penyulit dengan tindakan deteksi dini dan
memberikan pengobatan sejak awal penyakit. Deteksi dini dilakukan dengan
pemeriksaan penyaring, namun kegiatan tersebut memerlukan biaya besar.
Memberikan pengobatan penyakit sejak awal sudah harus diwaspadai dan
sedapat mungkin dicegah kemungkinan terjadinya penyulit menahun.
Penyuluhan mengenai DM dan pengelolaannya memegang peranan penting
untuk meningkatkan kepatuhan pasien untuk berobat.
Sistem rujukan yang baik akan sangat mendukung pelayanan kesehatan
primer yang merupakan ujung tombak pengelolaan DM. Melalui langkah-
langkah yang disebutkan di atas diharapkan dapat diperoleh hasil yang
optimal, apalagi bila ditunjang pula dengan adanya tata cara pengaobatan baku
yang akan menjadi pegangan bagi para pengelola.
d. Pencegahan Tersier
17
Kalau kemudian penyulit menahun DM ternyata terjadi juga, maka
pengelola harus berusaha mencegah terjadinya kecacatan lebih lanjut dan
merehabilitasi pasien sedini mungkin, sebelum kecacatan tersebut menetap.
Sebagai contoh aspirin dosis rendah (80-325 mg) dapat dianjurkan untuk
diberikan secara rutin bagi pasien DM yang sudah mempunyai penyulit
makroangiopati.
Pelayanan kesehatan yang holistik dan terintegrasi antar disiplin terkait
sangat diperlukan, terutama di rumah sakit rujukan, baik dengan para ahli
sesama disiplin ilmu seperti ahli penyakit jantung dan ginjal, maupun para ahli
dari disiplin lain seperti dari bagian mata, bedah ortopedi, bedah vaskular,
radiologi, rehabilitasi medis, gizi, podiatri, dan lain sebagainya.
18
BAB III
DAFTAR PUSTAKA
1.Depkes (2008) Pedoman Teknis Penemuan dan Tata Laksana Penyakit Diabetes
Melitus Cetakan ke 2
2.National Diabetes Fact Sheet 2011 diakses dari www.cdc.gov pada April 2011
3.Petunjuk Praktis Terapi Insulin pada Pasien Diabetes Melitus
4.Perkeni (2006) Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di
Indonesia
19
Borang Portofolio
Topik : Diabetes Melitus Tipe 2
Tanggal (kasus) : 27 November 2015 Presenter : dr. Astrie Hananda F.
Tanggal Presentasi : Desember 2015 Pendamping : dr. Marniyanti
Tempat Presentasi : Ruang Komite Medik RSUD Pasaman Barat
Objektif Presentasi :
□ Keilmuan □ Keterampilan □ Penyegaran □ Tinjauan Pustaka
□ Diagnostik □ Manajemen □ Masalah □ Istimewa
□ Neonatus □ Bayi □ Anak □ Remaja □ Dewasa □ Lansia □ Bumil
□ Deskripsi : Laki-laki, usia 27 th, nyeri perut kanan bawah, leukosit 8.460 / mm3
□ Tujuan : Penegakkan diagnosa dan pengobatan yang tepat dan tuntas.
Bahan
Bahasan :
□ Tinjauan
Pustaka□ Riset □ Kasus □ Audit
Cara
Membahas : □ Diskusi □ Presentasi dan Diskusi □ E-mail □ Pos
Data Pasien :Nama : Yuli Marni, wanita, BB:
70 kg, TB : ± 155cmNo. Registrasi : 024796
Nama Klinik : RSUD Pasaman Barat Telp : Terdaftar sejak : 26-11-2015
Data Utama untuk Bahan Diskusi :
1. Diagnosis / Gambaran Klinis: Diabetes Melitus Tipe 2 / Lemas seluruh tubuh dan kepala
pusing sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Mual dan muntah dijumpai.
2. Riwayat Pengobatan : -
3. Riwayat Kesehatan / Penyakit : pasien penah mengalami keluhan yang sama namun tidak
pernah berobat/-
4. Riwayat Keluarga : Tidak ada keluarga pasien yang mengalami keluhan seperti pasien.
5. Riwayat Pekerjaan : Pasien bekerja sebagai Ibu Rumah Tangga.
6. Kondisi Lingkungan Sosial dan Fisik : Tidak ada yang berhubungan.
7. Riwayat Imunisasi : Pasien tidak ingat
8. Lain-lain : Hb: 17,1 gr/dl Leukosit: 10,070/mm3 Trombosit: 249.000/ mm 3 GDS: 277 mg/dl
Daftar Pustaka :
1.Depkes (2008) Pedoman Teknis Penemuan dan Tata Laksana Penyakit Diabetes Melitus
20
Cetakan ke 2
2.National Diabetes Fact Sheet 2011 diakses dari www.cdc.gov pada April 2011
3.Petunjuk Praktis Terapi Insulin pada Pasien Diabetes Melitus
4.Perkeni (2006) Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di
Indonesia
Hasil Pembelajaran :
1. Diabetes Melitus Tipe 2
2. Penegakan diagnosa Diabetes Melitus
3. Tatalaksana Diabetes Melitus
SUBJEKTIF
21