bab i dari kelvin

38
BAB I PENDAHULUAN HIV adalah kondisi medis kronis yang kompleks, jika tidak diobati, terkait dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Transmisi HIV adalah melalui hubungan seksual, penggunaan narkoba suntikan, transfusi darah atau produk darah dan dari ibu ke anak selama kehamilan dan menyusui. HIV merupakan retrovirus yang mengandung reverse transcriptase. Enzim ini memungkinkan virus untuk menukarkan genom RNA menjadi DNA, yang kemudian berintegrasi ke dalam DNA sel inang. HIV memilih sasarannya limfosit yang mengekspresikan molekul CD4 (CD4 limfosit), menyebabkan imunosupresi yang progresif. Ketika CD4 limfosit jatuh di bawah tingkat kritis, orang yang terinfeksi menjadi lebih rentan terhadap infeksi oportunistik dan keganasan. Masalah HIV/AIDS adalah masalah besar yang mengancam Indonesia dan banyak Negara di seluruh dunia. Tidak ada satupun negara di dunia ini yang terbebas dari HIV (Djoerban Z dkk, 2006). Menurut UNAIDS di tahun 2009 jumlah ODHA mencapai 33,3 juta, dengan kasus baru sebanyak 2,6 juta,dan per hari lebih dari 7000 orang telah terinfeksi HIV, 97 % dari Negara berpenghasilan rendah dan menengah. Penderitanya sebagian besar adalah wanita sekitar 51 %, usia produktif 41% ( 15-24 th) dan anak-anak ( WHO, 2010). HIV dan AIDS menyebabkan krisis secara bersamaan, menyebabkan krisis kesehatan, krisis pembangunan Negara, krisis 1

Upload: shintasissy

Post on 07-Nov-2015

225 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

hiv

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

HIV adalah kondisi medis kronis yang kompleks, jika tidak diobati, terkait dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Transmisi HIV adalah melalui hubungan seksual, penggunaan narkoba suntikan, transfusi darah atau produk darah dan dari ibu ke anak selama kehamilan dan menyusui. HIV merupakan retrovirus yang mengandung reverse transcriptase. Enzim ini memungkinkan virus untuk menukarkan genom RNA menjadi DNA, yang kemudian berintegrasi ke dalam DNA sel inang. HIV memilih sasarannya limfosit yang mengekspresikan molekul CD4 (CD4 limfosit), menyebabkan imunosupresi yang progresif. Ketika CD4 limfosit jatuh di bawah tingkat kritis, orang yang terinfeksi menjadi lebih rentan terhadap infeksi oportunistik dan keganasan.Masalah HIV/AIDS adalah masalah besar yang mengancam Indonesia dan banyak Negara di seluruh dunia. Tidak ada satupun negara di dunia ini yang terbebas dari HIV (Djoerban Z dkk, 2006). Menurut UNAIDS di tahun 2009 jumlah ODHA mencapai 33,3 juta, dengan kasus baru sebanyak 2,6 juta,dan per hari lebih dari 7000 orang telah terinfeksi HIV, 97 % dari Negara berpenghasilan rendah dan menengah. Penderitanya sebagian besar adalah wanita sekitar 51 %, usia produktif 41% ( 15-24 th) dan anak-anak ( WHO, 2010). HIV dan AIDS menyebabkan krisis secara bersamaan, menyebabkan krisis kesehatan, krisis pembangunan Negara, krisis ekonomi, pendidikan , dan juga krisis kemanusiaan. (Djoerban Z dkk, 2006). Di Indonesia sendiri, jumlah ODHA terus meningkat. Data terakhir pada tahun 2008 menunjukkan bahwa jumlah ODHA di Indonesia telah mencapai 22.664 orang. (Depkes RI, 2008). Menurut UNAIDS, Indonesia merupakan negara dengan pertumbuhan epidemik tercepat di Asia. Pada tahun 2007 menempati urutan ke-99 di dunia, namun karena pemahaman dari gejala penyakit dan stigmata sosial masyarakat, hanya 5-10 % yang terdiagnosa dan dilakukan pengobatan (UNAIDS, 2010). Pada era sebelumnya upaya penanggulangan HIV/AIDS diprioritaskan pada upaya pencegahan. Dengan semakin meningkatnya pengidap HIV dan kasus AIDS yang memerlukan terapi ARV, maka strategi penanggulangan HIV/AIDS dilaksanakan dengan memadukan upaya pencegahan dengan upaya perawatan, dukungan serta pengobatan. Dalam memberikan kontribusi 3 by 5 initiative global yang direncanakan oleh WHO di UNAIDS, Indonesia secara nasional telah memulai terapi antiretroviral (ART) pada tahun 2004. Hal ini dapat menurunkan risiko infeksi oportunistik (IO) yang apabila berat dapat menimbulkan kematian pada ODHA. Pada akhirnya, diharapkan kualitas hidup ODHA akan meningkat (Djauzi S dkk, 2012).

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

II.1. HIV - AIDSII.1.1 DefinisiAcquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) adalah kumpulan gejala atau penyakit yang diakibatkan karena penurunan kekebalan tubuh akibat adanya infeksi oleh Human Imunodeficiency Virus (HIV) yang termasuk famili retroviridae. AIDS merupakan tahap akhir dari infeksi HIV. (Djoerban Z dkk, 2006)II.1.2 EpidemiologiLaporan UNAIDS-WHO menunjukkan bahwa AIDS telah merenggut lebih dari 25 juta jiwa sejak pertama kali dilaporkan pada tahun 1981. Pada tahun 2009, jumlah ODHA diperkirakan mencapai 33,3 juta orang, dengan sebangian besar penderitanya adalah usia produktif , 15,9 juta penderita adalah perempuan dan 2,5 juta adalah anak-anak. Dengan jumlah kasus baru HIV sebanyak 2.6 juta jiwa. Dari jumlah kasus baru tersebut, sekitar 370 ribu di antaranya terjadi pada anak-anak. Pada tahun yang sama, lebih dari dua juta orang meninggal karena AIDS. (WHO,2010).Jumlah kasus baru HIV/AIDS semakin meningkat dan sejak pertengahan tahun 1999 mulai terlihat peningkatan tajam yang terutama disebabkan akibat penularan melalui narkotika suntik. (Djoerban Z dkk, 2006). Saat ini, perkembangan epidemi HIV di Indonesia termasuk yang tercepat di Asia. Sebagian besar infeksi baru diperkirakan terjadi pada beberapa sub-populasi berisiko tinggi (dengan prevalensi > 5%) seperti pengguna narkotika suntik (penasun), wanita penjaja seks (WPS), dan waria. Di beberapa propinsi seperti DKI Jakarta, Riau, Bali, Jabar dan Jawa Timur telah tergolong sebagai daerah dengan tingkat epidemi terkonsentrasi (concentrated level of epidemic). Sedang tanah Papua sudah memasuki tingkat epidemi meluas (generalized epidemic). ( Mustikawati DE dkk, 2009).Berdasarkan laporan Departemen Kesehatan, terjadi laju peningkatan kasus baru AIDS yang semakin cepat terutama dalam 3 tahun terakhir dimana terjadi kenaikan tiga kali lipat dibanding jumlah yang pernah dilaporkan pada 15 tahun pertama epidemi AIDS di Indonesia. Dalam 10 tahun terakhir terjadi laju peningkatan jumlah kumulatif kasus AIDS dimana pada tahun 1999 terdapat 352 kasus dan data tahun 2008 jumlah tersebut telah mencapai angka 16.110 kasus. (Mustikawati DE dkk, 2009 ). Dari jumlah kumulatif 16.110 kasus AIDS yang dilaporkan pada Desember 2008, sekitar 74,9% adalah laki-laki dan 24,6% adalah perempuan. Berdasarkan cara penularan, dilaporkan 48% pada heteroseksual; 42,3% pada pengguna narkotika suntik; 3,8% pada homoseksual dan 2,2% pada transmisi perinatal. Hal ini menunjukkan adanya pergeseran dari dominasi kelompok homoseksual ke kelompok heteroseksual dan penasun. Jumlah kasus kumulatif kasus AIDS tertinggi dilaporkan pada kelompok usia 2029 tahun (50,82%), disusul kelompok usia 3039 tahun. (Depkes RI, 2008). Proporsi kasus yang dilaporkan meninggal sebesar 20,89%. Lima infeksi oportunistik terbanyak yang dilaporkan adalah TBC sebanyak 8.986 kasus, diare kronis 4.542 kasus, kandidiasis orofaringeal 4.479 kasus, dermatitis generalisata 1.146 kasus, dan limfadenopati generalisata sebanyak 603 kasus. (Depkes RI,2008).

II.1.3 EtiologiAIDS disebabkan oleh infeksi HIV. HIV adalah suatu virus RNA berbentuk sferis yang termasuk retrovirus dari famili Lentivirus. (Gambar 1). Strukturnya tersusun atas beberapa lapisan dimana lapisan terluar (envelop) berupa glikoprotein gp120 yang melekat pada glikoprotein gp41. Selubung glikoprotein ini berafinitas tinggi terhadap molekul CD4 pada permukaan T-helper lymphosit dan monosit atau makrofag. Lapisan kedua di bagian dalam terdiri dari protein p17. Inti HIV dibentuk oleh protein p24. Di dalam inti ini terdapat dua rantai RNA dan enzim transkriptase reverse (reverse transcriptase enzyme). ( Merati TP dkk,2006) Gambar 1: struktur virus HIV-1

Sumber : Fauci AS at al, 2005Ada dua tipe HIV yang dikenal yakni HIV-1 dan HIV-2. Epidemi HIV global terutama disebabkan oleh HIV-1 sedangkan tipe HIV-2 tidak terlalu luas penyebarannya. Tipe yang terakhir ini hanya terdapat di Afrika Barat dan beberapa negara Eropa yang berhubungan erat dengan Afrika Barat. (Merati TP dkk,2006)II.1.4 PenularanInfeksi HIV terjadi melalui tiga jalur transmisi utama yakni transmisi melalui mukosa genital (hubungan seksual), transmisi langsung ke peredaran darah melalui jarum suntik yang terkontaminasi atau melalui komponen darah yang terkontaminasi, dan transmisi vertikal dari ibu ke janin. CDC pernah melaporkan adanya penularan HIV pada petugas kesehatan. Tabel 1 : Risiko penularan HIV dari cairan tubuh.Risiko tinggiRisiko masih sulit ditentukanRisiko rendah selama tidak terkontaminasi darah

Darah, serumSemenSputumSekresi vaginaCairan amnionCairan serebrospinalCairan pleuraCairan peritonealCairan perikardialCairan synovialMukosa seriksMuntahFesesSalivaKeringatAir mataUrin

Sumber : Djauzi S, 2012

Sebenarnya risiko penularan HIV melalui tusukan jarum maupun percikan cairan darah sangat rendah. Risiko penularan melalui perlukaan kulit (misal akibat tusukan jarum atau luka karena benda tajam yang tercemar HIV) hanya sekitar 0,3% sedangkan risiko penularan akibat terpercik cairan tubuh yang tercemar HIV pada mukosa sebesar 0,09%. (Djauzi S dkk, 2002).II.1.5 PatogenesisLimfosit CD4+ (sel T helper atau Th) merupakan target utama infeksi HIV karena virus mempunyai afinitas terhadap molekul permukaan CD4. Limfosit CD4+ berfungsi mengkoordinasikan sejumlah fungsi imunologis yang penting sehingga bila terjadi kehilangan fungsi tersebut maka dapat menyebabkan gangguan imun yang progresif. (Djoerban Z dkk, 2006). Infeksi HIV terjadi melalui molekul CD4 yang merupakan reseptor utama HIV dengan bantuan ko-reseptor kemokin pada sel T atau monosit, atau melalui kompleks molekul adhesi pada sel dendrit. Kompleks molekul adhesi ini dikenal sebagai dendritic-cell specific intercellular adhesion molecule-grabbing nonintegrin (DC-SIGN). Antigen gp120 yang berada pada permukaan HIV akan berikatan dengan CD4 serta ko-reseptor kemokin CXCR4 dan CCR5, dan dengan mediasi antigen gp41 virus, akan terjadi fusi dan internalisasi HIV. Di dalam sel CD4, sampul HIV akan terbuka dan RNA yang muncul akan membuat salinan DNA dengan bantuan enzim transkriptase reversi. DNA virus yang terintegrasi ini disebut sebagai provirus. Setelah terjadi integrasi, provirus ini akan melakukan transkripsi dengan bantuan enzim polimerasi sel host menjadi mRNA untuk selanjutnya mengadakan transkripsi dengan protein-protein struktur sampai terbentuk protein. mRNA akan memproduksi semua protein virus.. Sebagian besar replikasi HIV terjadi di kelenjar getah bening, bukan di peredaran darah tepi. (Djoerban Z dkk, 2006)Siklus replikasi virus HIV digambarkan secara ringkas melalui gambar 2.Gambar 2 : Visualisasi siklus HIV

Pada pemeriksaan laboratorium yang umum dilakukan untuk melihat defisiensi imun, akan terlihat gambaran penurunan hitung sel CD4, inverse rasio CD4-CD8 dan hipergammaglobulinemia. Respon imun humoral terhadap virus HIV dibentuk terhadap berbagai antigen HIV seperti antigen inti (p24) dan sampul virus (gp21, gp41). Antibodi muncul di sirkulasi dalam beberapa minggu setelah infeksi. Secara umum dapat dideteksi pertama kali sejak 2 minggu hingga 3 bulan setelah terinfeksi HIV. Masa tersebut disebut masa jendela. Antigen gp120 dan bagian eksternal gp21 akan dikenal oleh sistem imun yang dapat membentuk antibodi netralisasi terhadap HIV. Namun, aktivitas netralisasi antibodi tersebut tidak dapat mematikan virus dan hanya berlangsung dalam masa yang pendek. Sedangkan respon imun selular yang terjadi berupa reaksi cepat sel CTL (sel T sitolitik yang sebagian besar adalah sel T CD8). Walaupun jumlah dan aktivitas sel T CD8 ini tinggi tapi ternyata tidak dapat menahan terus laju replikasi HIV. (Djoerban Z dkk, 2006). Perjalanan penyakit infeksi HIV disebabkan adanya gangguan fungsi dan kerusakan progresif populasi sel T CD4. Hal ini meyebabkan terjadinya deplesi sel T CD4. Selain itu, terjadi juga disregulasi repsons imun sel T CD4 dan proliferasi CD4 jarang terlihat pada pasien HIV yang tidak mendapat pengobatan antiretrovirus. (Djoerban Z dkk, 2006).II.1.6 Perjalanan PenyakitDalam tubuh ODHA, partikel virus bergabung dengan DNA sel pasien, sehingga satu kali seseorang terinfeksi HIV, seumur hidup ia akan tetap terinfeksi. Sebagian berkembang masuk tahap AIDS pada 3 tahun pertama, 50% berkembang menjadi pasien AIDS sesudah 10 tahun, dan sesudah 13 tahun hampir semua orang yang terinfeksi HIV menunjukkan gejala AIDS, dan kemudian meninggal. Perjalanan penyakit tersebut menunjukkan gambaran penyakit yang kronis, sesuai dengan perusakan sistem kekebalan tubuh yang juga bertahap. (Djoerban Z dkk, 2006). Dari semua orang yang terinfeksi HIV, lebih dari separuh akan menunjukkan gejala infeksi primer yang timbul beberapa hari setelah infeksi dan berlangsung selama 2-6 minggu. Gejala yang terjadi adalah demam, nyeri menelan, pembengkakan kelenjar getah bening, ruam, diare, atau batuk dan gejala-gejala ini akan membaik dengan atau tanpa pengobatan. (Djoerban Z dkk, 2006).Setelah infeksi akut, dimulailah infeksi HIV asimtomatik (tanpa gejala) yang berlangsung selama 8-10 tahun. Tetapi ada sekelompok kecil orang yang perjalanan penyakitnya amat cepat, dapat hanya sekitar 2 tahun, dan ada pula perjalanannya lambat (non-progressor). Sejalan dengan memburuknya kekebalan tubuh, ODHA mulai menampakkan gejala-gejala akibat infeksi oportunistik seperti berat badan menurun, demam lama, rasa lemah, pembesaran kelenjar getah bening, diare, tuberkulosis, infeksi jamur, herpes dan lain-lainnya.Tabel 2. Gejala klinis infeksi primer HIVKelompok Gejala Kekerapan (%)

Umum Demam 90

Nyeri otot 54

Nyeri sendi -

Rasa lemah -

Mukokutan Ruam kulit 70

Ulkus di mulut 12

Limfadenopati 74

Neurologi Nyeri kepala 32

Nyeri belakang mata -

Fotofobia -

Depresi -

Meningitis 12

Saluran cerna Anoreksia -

Nausea -

Diare 32

Jamur di mulut 12

Sumber : (Djauzi S, 2002)Tanpa pengobatan ARV, sistem kekebalan tubuh orang yang terinfeksi HIV akan memburuk bertahap meski selama beberapa tahun tidak bergejala. Pada akhirnya, ODHA akan menunjukkan gejala klinik yang makin berat. Hal ini berarti telah masuk ke tahap AIDS. Terjadinya gejala-gejala AIDS biasanya didahului oleh akselerasi penurunan jumlah limfosit CD4. Perubahan ini diikuti oleh gejala klinis menghilangnya gejala limfadenopati generalisata yang disebabkan hilangnya kemampuan respon imun seluler untuk melawan turnover HIV dalam kelenjar limfe Karena manifestasi awal kerusakan dari sistem imun tubuh adalah kerusakan mikroarsitektur folikel kelenjar getah bening dan infeksi HIV meluas ke jaringan limfoid, yang dapat diketahui dari pemeriksaan hibridasi insitu. Sebagian replikasi HIV terjadi di kelenjar getah bening, bukan di peredaran darah tepi. (Djoerban Z dkk, 2006). Pada waktu orang dengan infeksi HIV masih merasa sehat, klinis tidak menunjukkan gejala, pada waktu itu terjadi replikasi HIV yang tinggi, 10 partikel setiap hari. Replikasi yang cepat ini disertai dengan mutasi HIV dan seleksi, muncul HIV yang resisten. Bersamaan dengan replikasi HIV, terjadi kehancuran limfosit CD4 yang tinggi, untungnya tubuh masih bisa mengkompensasi dengan memproduksi limfosit CD4 sekitar 10 miliar sel setiap hari. (Djoerban Z dkk, 2006). Pejalanan penyakit lebih progresif pada pengguna narkotika. Lebih dari 80% pengguna narkotika terinfeksi virus hepatitis C. Infeksi oleh kuman penyakit lain akan menyebabkan virus HIV membelah dengan lebih cepat sehingga jumlahnya akan meningkat pesat. Selain itu juga dapat menyebabkan reaktivasi virus di dalam limfosit T. Akibatnya perjalanan penyakitnya biasanya lebih progresif. (Djoerban Z dkk, 2006). Secara ringkas, perjalanan alamiah penyakit HIV/AIDS dikaitkan dengan hubungan antara jumlah RNA virus dalam plasma dan jumlah limfosit CD4+ ditampilkan dalam gambar 3.Gambar 3: perjalanan alamiah infeksi HIV

sumber : http://www.aegis.org/factshts/NIAID/1995Selanjutnya terjadi periode laten dan penurunan jumlah sel T CD4 terus terjadi hingga mencapai di bawah batas kritis yang akan memungkinkan terjadinya infeksi oportunistik.II.1.7 DiagnosisII.1.7.1 AnamnesisAnamnesis yang lengkap termasuk risiko pajanan HIV , pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, dan konseling perlu dilakukan pada setiap odha saat kunjungan pertama kali ke sarana kesehatan. Hal ini dimaksudkan untuk menegakkan diagnosis, diperolehnya data dasar mengenai pemeriksaan fisik dan laboratorium, memastikan pasien memahami tentang infeksi HIV, dan untuk menentukan tata laksana selanjutnya. Dari Anamnesis, perlu digali factor resiko HIV AIDS, Berikut ini mencantumkan, daftar tilik riwayat penyakit pasien dengan tersangaka ODHA (table 3 dan table 4).Table 3: Daftar tilik riwayat pasien

Sumber :Depkes RI 2007Tabel 4. Faktor risiko infeksi HIV Penjaja seks laki-laki atau perempuan Pengguna napza suntik (dahulu atau sekarang) Laki-laki yang berhubungan seks dengan sesama laki-laki (LSL) dan transgender (waria) Pernah berhubungan seks tanpa pelindung dengan penjaja seks komersial Pernah atau sedang mengidap penyakit infeksi menular seksual (IMS) Pernah mendapatkan transfusi darah atau resipient produk darah Suntikan, tato, tindik, dengan menggunakan alat non steril.

Sumber : Depkes RI 2007II.1.7.2 Pemeriksaan fisik Tabel 6 : Daftar tilik pemeriksaan fisik Sumber :Depkes RI 2007Tabel 5. Gejala AIDSGejala Frekuensi

Demam lama 100 %

Batuk 90,3 %

Penurunan berat badan 80,7 %

Sariawan dan nyeri menelan 78,8 %

Diare 69,2 %

Sesak napas 40,4 %

Pembesaran kelenjar getah bening 28,8 %

Penurunan kesadaran 17,3 %

Gangguan penglihatan 15,3 %

Neuropati 3,8 %

Ensefalopati 4,5 %

Sumber : Yunihastuti E dkk, 2005II.1.7.3 Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan dapat dilakukan antara lain dengan pemeriksaan antibodi terhadap HIV, deteksi virus atau komponen virus HIV (umumnya DNA atau RNA virus) di dalam tubuh yakni melalui pemeriksaan PCR untuk menentukan viral load, dan tes hitung jumlah limfosit Sedangkan untuk kepentingan surveilans, diagnosis HIV ditegakkan apabila terdapat infeksi oportunistik atau limfosit CD4+ kurang dari 200 sel/mm3 (Tabel 7) . ( Depkes RI, 2007)Tabel 7. Anjuran pemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan pada ODHA Tes antibodi terhadap HIV (AI);Tes Hitung jumlah sel T CD4 T (AI);HIV RNA plasma (viral load) (AI);Pemeriksaan darah perifer lengkap, profil kimia, SGOT, SGPT, BUN dan kreatinin, urinalisis, tes mantux, serologi hepatitis A, B, dan C, anti-Toxoplasma gondii IgG, dan pemeriksaan Pap-smear pada perempuan (AIII);Pemeriksaan kadar gula darah puasa dan profil lipid pada pasien dengan risiko penyakit kardiovaskular dan sebagai penilaian awal sebelum inisasi kombinasi terapi (AIII);

Sumber : Yayasan Spiritia 2006.Pemeriksaan anti HIV dilakukan setelah dilakukan konseling pra-tes dan biasanya dilakukan jika ada riwayat perilaku risiko (terutama hubungan seks yang tidak aman atau penggunaan narkotika suntikan). Tes HIV juga dapat ditawarkan pada mereka dengan infeksi menular seksual, hamil, mengalami tuberkulosis aktif, serta gejala dan tanda yang mengarah adanya infeksi HIV. Hasil pemeriksaan pada akhirnya akan diberitahukan, untuk itu, konseling pasca tes juga diperlukan. Jadi, pemeriksaan HIV sebaiknya dilakukan dengan memenuhi 3C yakni confidential (rahasia), disertai dengan counselling (konseling), dan hanya dilakukan dengan informed consent. (Djoerban Z dkk,2006).Tes penyaring standar anti-HIV menggunakan metode ELISA yang memiliki sensitivitas tinggi (> 99%). Jika pemeriksaan penyaring ini menyatakan hasil yang reaktif, maka pemeriksaan dapat dilanjutkan dengan pemeriksaan konfirmasi untuk memastikan adanya infeksi oleh HIV. Uji konfirmasi yang sering dilakukan saat ini adalah dengan teknik Western Blot (WB). Hasil tes positif palsu dapat disebabkan adanya otoantibodi, penerima vaksin HIV, dan kesalahan teknik pemeriksaan. Hasil tes positif pada bayi yang lahir dari ibu HIV positif belum tentu berarti tertular mengingat adanya IgG terhadap HIV yang berasal dari darah ibu. IgG ini dapat bertahan selama 18 bulan sehingga pada kondisi ini, tes perlu diulang pada usia anak > 18 bulan. (Djoerban Z dkk,2006).Hasil tes dinyatakan positif bila tes penyaring dua kali positif ditambah dengan tes konfirmasi dengan WB positif. Di negara-negara berkembang termasuk Indonesia, pemeriksaan WB masih relatif mahal sehingga tidak mungkin dilakukan secara rutin. WHO menganjurkan strategi pemeriksaan dengan kombinasi dari pemeriksaan penyaring yang tidak melibatkan pemeriksaan WB sebagai konfirmasi. Di Indonesia, kombinasi yang digunakan adalah tiga kali positif pemeriksaan penyaring dengan menggunakan strategi 3. Bila hasil tes tidak sama missal hasil tes pertama reaktif, tes kedua reaktif, dan yang ketiga non-reaktif atau apabila hasil tes pertama reaktif, kedua dan ketiga non-reaktif, maka keadaan ini disebut sebagai indeterminate dengan catatan orang tersebut memiliki riwayat pajanan atau berisiko tinggi tertular HIV. Bila orang tersebut tanpa riwayat pajanan atau tidak memiliki risiko tertular, maka hasil pemeriksaan dilaporkan sebagai non-reaktif. (Djoerban Z dkk,2006).

Table 8 : Alogaritma pemeriksaan HIV

Sumber : Depkes,2007II.1.7.4 Stadium KlinisWHO membagi HIV/AIDS menjadi empat stadium klinis yakni stadium I (asimtomatik), stadium II (sakit ringan), stadium III (sakit sedang), dan stadium IV (sakit berat atau AIDS), lihat table 9. Bersama dengan hasil pemeriksaan jumlah sel T CD4, stadium klinis ini dapat dijadikan sebagai panduan untuk memulai terapi profilaksis infeksi oportunistik dan memulai atau mengubah terapi ARV. AIDS merupakan manifestasi lanjutan HIV. Perjalan klinik infeksi HIV telah ditemukan beberapa klasifikasi yaitu :a. Infeksi Akut : CD4 : 750 1000Gejala infeksi akut biasanya timbul sedudah masa inkubasi selama 1-3 bulan. Gejala yang timbul umumnya seperti influenza, demam, atralgia, anereksia, malaise, gejala kulit (bercak-bercak merah, urtikarta), gejala syaraf (sakit kepada, nyeri retrobulber, gangguan kognitif danapektif), gangguan gas trointestinal (nausea, diare). Pada fase ini penyakit tersebut sangat menular karena terjadi viremia. Gejala tersebut diatas merupakan reaksi tubuh terhadap masuknya unis yang berlangsung kira-kira 1-2 minggu.

b. Infeksi Kronis Asimtomatik : CD4 > 500/mlSetelah infeksi akut berlalu maka selama bertahun-tahun kemudian, umumnya sekitar 5 tahun, keadaan penderita tampak baik saja, meskipun sebenarnya terjadi replikasi virus secara lambat di dalam tubuh. Beberapa penderita mengalami pembengkakan kelenjar lomfe menyeluruh, disebut limfa denopatio (LEP), meskipun ini bukanlah hal yang bersifat prognostic dan tidak terpengaruh bagi hidup penderita. Saat ini sudah mulai terjadi penurunan jumlah sel CD4 sebagai petunjuk menurunnya kekebalan tubuh penderita, tetapi masih pada tingkat 500/ml.c.Infeksi Kronis SimtomatikFase ini dimulai rata-rata sesudah 5 tahun terkena infeksi HIV. Berbagai gejala penyakit ringan atau lebih berat timbul pada fase ini, tergantung pada tingkat imunitas pemderita.1)Penurunan Imunitas sedang : CD4 200 500Pada awal sub-fase ini timbul penyakit-penyakit yang lebih ringan misalnya reaktivasi dari herpes zoster atau herpes simpleks. Namun dapat sembuh total atau hanya dengan pengobatan biasa. Keganasan juga dapat timbul pada fase yang lebih lanjut dari sub-fase ini dan dapat berlanjut ke sub fase berikutnya, demikian juga yang disebut AIDS-Related (ARC).2)Penurunan Imunitas berat : CD4 < 200Pada sub fase ini terjadi infeksi oportunistik berat yang sering mengancam jiwa penderita. Keganasan juga timbul pada sub fase ini, meskipun sering pada fase yang lebih awal. Viremia terjadi untuk kedua kalinya dan telah dikatakan tubuh sudah dalam kehilangan kekebalannya.Dicurigai AIDS pada orang dewasa bila ada paling sedikit dua gejala mayor dan satu gejala minor dan tidak ada sebab-sebab imunosupresi yang lain seperti kanker,malnutrisi berat atau pemakaian kortikosteroid yang lama.1.Gejala MayorPenurunan berat badan lebih dari 10%Diare kronik lebih dari satu bulanDemam lebih dari satu bulan2.Gejala MinorBatuk lebih dari satu bulanDermatitis preuritik umumTabel 9. Stadium klinis HIVStadium 1 Asimptomatik

Tidak ada penurunan berat badanTidak ada gejala atau hanya : Limfadenopati Generalisata Persisten

Stadium 2 Sakit ringan

Penurunan BB 5-10%, ISPA berulang, misalnya sinusitis atau otitisHerpes zoster dalam 5 tahun terakhir, Luka di sekitar bibir (keilitis angularis)Ulkus mulut berulang, Ruam kulit yang gatal (seboroik atau prurigo -PPE)Dermatitis seboroik, Infeksi jamur kuku

Stadium 3 Sakit sedang

Penurunan berat badan > 10%Diare, Demam yang tidak diketahui penyebabnya, lebih dari 1 bulanKandidosis oral atau vaginal, Oral hairy leukoplakia, TB Paru dalam 1 tahun terakhirInfeksi bakterial yang berat (pneumoni, piomiositis, dll)TB limfadenopati, Gingivitis/Periodontitis ulseratif nekrotikan akutAnemia (Hb