bab i 1.1. latar belakang masalah -...

21
1 BAB I 1.1. Latar Belakang Masalah Brunei merupakan salah satu negara yang memiliki perhatian lebih di bidang kesehatan, mengingat banyak sekali penyakit-penyakit yang muncul di tengah kehidupan warga yang menyebabkan angka kematian cukup tinggi di Brunei. Dalam beberapa dekade terakhir, penyakit yang paling sering dialami warga Brunei ialah penyakit kanker, jantung koroner, penyakit kardiovaskular dan diabetes mellitus yang menjadi penyebab utama mortalitas dan morbiditas di Brunei Darussalam. 1 Kanker paru-paru penyumbang utama kematian di Brunei pada tahun 2008, dan 90% dari kasus kanker paru-paru tersebut ialah disebabkan oleh asap rokok. 2 Masalah kesehatan yang terjadi hampir diseluruh negara tidak lepas dari peran dan bahaya yang ditimbulkan oleh rokok, penggunaan tembakau merupakan salah satu dari empat faktor utama sebagai penyebab penyakit tidak berjangkit (Non-Communicable Diseases-NCDs). 3 Menurut data dari WHO, 90% penyakit kanker paru-paru, 75% penyakit bronkitis kronis serta 25% penyakit jantung 1 Brunei Darussalam-World Health Organization.2014. Diakses melalui http://www.who.int/nmh/countries/brn_en.pdf ( 11 Oktober 2014, 12.11 WIB) 2 Catherine Wilson.2010.”Smoking top cause of cancer death in Brunei. Diakses melalui http://www.bt.com.bn/science-technology/2010/04/08/smoking-top-cause-cancer-death-brunei ( 3 November 2014, 11.32 WIB) 3 Non-Communicable-Diseases (NCDs) adalah penyakit tidak menular yang menjadi penyebab utama kematian dan kecacatan manusia di dunia. Empat penyakit yang diakibatkan oleh NCD ialah penyakit kanker, jantung, diabetes, dan kanker paru-paru . Adapun penyebab NCD disini ialah penggunaan tembakau dan alkohol yang berbahaya serta makanan yang tidak sehat. Diakses melalui http://www.globalhealth.gov/global-health-topics/non-communicable-diseases/ (3 November 2014, 23.34 WIB)

Upload: duongphuc

Post on 14-Mar-2019

219 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I 1.1. Latar Belakang Masalah - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/21629/2/jiptummpp-gdl-muhammadri-39188-2-babi.pdf · ditingkat nasional, regional dan internasional guna mengurangi

1

BAB I

1.1. Latar Belakang Masalah

Brunei merupakan salah satu negara yang memiliki perhatian lebih di

bidang kesehatan, mengingat banyak sekali penyakit-penyakit yang muncul di

tengah kehidupan warga yang menyebabkan angka kematian cukup tinggi di

Brunei. Dalam beberapa dekade terakhir, penyakit yang paling sering dialami

warga Brunei ialah penyakit kanker, jantung koroner, penyakit kardiovaskular dan

diabetes mellitus yang menjadi penyebab utama mortalitas dan morbiditas di

Brunei Darussalam.1

Kanker paru-paru penyumbang utama kematian di Brunei pada tahun

2008, dan 90% dari kasus kanker paru-paru tersebut ialah disebabkan oleh asap

rokok.2 Masalah kesehatan yang terjadi hampir diseluruh negara tidak lepas dari

peran dan bahaya yang ditimbulkan oleh rokok, penggunaan tembakau merupakan

salah satu dari empat faktor utama sebagai penyebab penyakit tidak berjangkit

(Non-Communicable Diseases-NCDs).3 Menurut data dari WHO, 90% penyakit

kanker paru-paru, 75% penyakit bronkitis kronis serta 25% penyakit jantung

1 Brunei Darussalam-World Health Organization.2014. Diakses melalui http://www.who.int/nmh/countries/brn_en.pdf ( 11 Oktober 2014, 12.11 WIB) 2 Catherine Wilson.2010.”Smoking top cause of cancer death in Brunei. Diakses melalui http://www.bt.com.bn/science-technology/2010/04/08/smoking-top-cause-cancer-death-brunei ( 3 November 2014, 11.32 WIB) 3 Non-Communicable-Diseases (NCDs) adalah penyakit tidak menular yang menjadi penyebab utama kematian dan kecacatan manusia di dunia. Empat penyakit yang diakibatkan oleh NCD ialah penyakit kanker, jantung, diabetes, dan kanker paru-paru . Adapun penyebab NCD disini ialah penggunaan tembakau dan alkohol yang berbahaya serta makanan yang tidak sehat. Diakses melalui http://www.globalhealth.gov/global-health-topics/non-communicable-diseases/ (3 November 2014, 23.34 WIB)

Page 2: BAB I 1.1. Latar Belakang Masalah - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/21629/2/jiptummpp-gdl-muhammadri-39188-2-babi.pdf · ditingkat nasional, regional dan internasional guna mengurangi

2

adalah disebabkan oleh asap rokok.4 Di Brunei sendiri, rokok adalah penyebab

utama kematian dan paling di anggap mengancam kehidupan warga Brunei.

Ketika sebagian besar negara-negara di kawasan Asia Tenggara sibuk

menaruh perhatiannya dalam bidang ekonomi. Pemerintah Brunei mulai melirik

hal lainnya, yaitu permasalahan kesehatan yang mulai di tunjukkan Brunei sekitar

tahun 1990an melalui pidato-pidato yang dilontarkan oleh Sultan. Selain untuk

memberantas permasalahan kesehatan yang terjadi di Brunei, hal ini juga

dikarenakan jumlah penduduk Brunei yang sedikit yakni sekitar 406.000 jiwa,5

jika dibandingkan dengan negara lain di kawasan Asia Tenggara. Disisi lain

minimnya jumlah penduduk Brunei yang secara tidak langsung berdampak

terhadap kapasitas sumber daya manusia yang dibutuhkan pemerintah guna

mengelola sumber daya alam yang dimilikinya. Selain itu, Pemerintah Brunei

memandang bahwa penyakit tidak berjangkit (NCD-s) merupakan ancaman bagi

pembangunan sosio-ekonomi dan menjadi penghalang terhadap Tujuan

Pembangunan Milenium (Millenium Development Goals-MDGs).

Pemerintah Brunei mempunyai cara tersendiri untuk meningkatkan

harapan hidup masyarakatnya, selain membangun kapasitas medis dan pelayanan

kesehatan pada tingkat spesialis, Pemerintah Brunei juga melakukan gerakan-

gerakan pencegahan melalui program kesadaran. Salah satu caranya adalah

dengan memberantas kebiasaan merokok melalui amandemen yang dibuat dalam

bea dan cukai rokok, tembakau dan produk tembakau. Hal ini membuat

4 Ministry of Health.2014.”MAC”. Diakses melalui http://www.moh.gov.bn/bulletinsnewsletters/download/Fokus153.pdf (11 oktober 2014,13.11 WIB) 5 Ptkpt.2014 “Jumlah penduduk di seluruh dunia”. Diakses melalui http://statistik.ptkpt.net/_a.php?_a=area&info1=6 (08 Januari 2014, 21:24 WIB)

Page 3: BAB I 1.1. Latar Belakang Masalah - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/21629/2/jiptummpp-gdl-muhammadri-39188-2-babi.pdf · ditingkat nasional, regional dan internasional guna mengurangi

3

masyarakat Brunei sadar akan bahaya yang ditimbulkan oleh rokok. Brunei

menganggap bahwa rokok merupakan salah satu barang yang paling berbahaya

dan merupakan sumber penyakit.

Oleh karena itu Brunei telah menandatangani, meratifikasi, dan menjadi

bagian dari kerangka kerja WHO yaitu The WHO Framework Convention on

Tobacco Control (WHO FCTC) pada 3 Juni 2004. Brunei menjadi Negara ke-18

dari 172 negara yang meratifikasinya. (WHO FCTC) menyediakan suatu kerangka

bagi upaya pengendalian tembakau untuk dilaksanakan oleh pihak-pihak terkait

ditingkat nasional, regional dan internasional guna mengurangi prevalensi

konsumsi rokok serta paparan terhadap asap rokok. Dalam konvensi pengendalian

tembakau ini, negara-negara yang telah meratifikasi diikat secara hukum

internasional dalam bentuk (Internationality legally binding instrument).6

Adapun tindakan nyata yang telah di ambil Pemerintah Brunei guna

melindungi masyarakatnya sesuai dengan instrumen FCTC. Dimana Pemerintah

Brunei pada tanggal 1 Juni 2005 secara resmi menerapkan beberapa peraturan

terkait masalah rokok dan peraturan-peraturan tembakau 2007 yang salah satu

isinya berbunyi “penjualan produk rokok kepada anak berusia dibawah 18 tahun

merupakan tindakan ilegal serta melarang semua iklan rokok dipasang di area

pemerintahan”.7 Hal inilah yang pada akhirnya membuat jumlah import rokok dan

6 WHO Framework Convention on Tobaco Control.2014. Diakses melalui http://www/who.int./fctc/text_download/en/ ( 6 November 2014, 14.23 WIB) 7 Azzaraimy.2008. Tobacco Order Now In Force, diakses melalui http://www.moh.gov.bn/news/20080602a.html ( 10 Oktober 2014. 22.35 WIB)

Page 4: BAB I 1.1. Latar Belakang Masalah - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/21629/2/jiptummpp-gdl-muhammadri-39188-2-babi.pdf · ditingkat nasional, regional dan internasional guna mengurangi

4

tembakau di Brunei mengalami penurunan. Mengingat Brunei juga merupakan

salah satu negara yang tidak memproduksi tembakau maupun rokok.8

Kebijakan Pemerintah Brunei dalam bidang kesehatan yang dinilai

berpengaruh bagi masyarakatnya adalah memberikan pelayanan kesehatan gratis

kepada seluruh masyarakat Brunei. Tidak hanya itu saja, Pemerintah Brunei juga

memberikan pelayanan kesehatan yang baik terhadap imigran. Dimana para

imigran yang bekerja maupun yang hanya berkunjung ke Brunei memiliki hak

atas perawatan dan biaya kesehatan yang kecil. Kebijakan tersebut tidak lepas dari

kekayaan ekonomi yang dimiliki oleh Brunei sehingga mampu memberikan

perawatan kesehatan yang baik bagi masyarakatnya.9

Kesehatan merupakan salah satu agenda yang telah dimasukan dalam

rencana pembangunan nasional Brunei, yaitu pembangunan jangka pendek dan

jangka panjang. Pembangunan jangka pendek Pemerintah Brunei ialah Health

Promotion Blueprint 2011-2015. Ini merupakan satu dokumen kerangka kerja

promosi kesehatan untuk tahun 2011-2015 yang mengandung strategi-strategi

jangka pendek dan sederhana untuk mempromosikan cara hidup sehat dan

mencegah penyakit kronik di Brunei.10 Sedangkan pembangunan rencana jangka

panjang Brunei ialah “Wawasan Brunei 2035” atau “Vision Brunei 2035”.

Perhatian pemerintah sendiri terhadap kesehatan telah dimulai jauh sebelum

8 Abdul Latif. Smoking : Brunei Darussalam Perspective. Hal 02 diakses melalui https://docs.google.com/viewer?a=v&q=cache:P3jVltQ4Z2YJ:www.bruneiresources.com ( 09 Januari 2014. 22.43 WIB) 9 WHO Western Pacific Region.2011. Brunei Darussalam Context. Hal 30. Diakses melalui http://www.wpro.who.int/countries/brn/3BRUpro2011_finaldraft.pdf (10 Januari 2014, 11.21 WIB) 10 Haji Aliddin bin Haji Moktal.2014.Pusat Promosi Kesehatan. Diakses melalui http://www.pelitabrunei.gov.bn/nasional/item/9199-pusat-promosi-kesihatan-sentiasa-dipantau-direview (17 november 2014, 15.11 WIB)

Page 5: BAB I 1.1. Latar Belakang Masalah - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/21629/2/jiptummpp-gdl-muhammadri-39188-2-babi.pdf · ditingkat nasional, regional dan internasional guna mengurangi

5

kesehatan menjadi salah satu bagian dari Vision Brunei 2035. Hal ini dibuktikan

dengan pidato-pidato yang telah disampaikan oleh Sultan pada tahun 2011. Salah

satu contoh pidato yang dikemukakan oleh Sultan berbunyi :

“In the field of health, aside from building up the Nation’s medical services capacity at the specialist level, efforts to improve health should also be intensified through prevention and awareness programmes. This includes strengthening efforts to completely eradicate the dangerous habit of smoking through the amandments made in the duty and excise of cigarettes, tobacco and tobacco products”11 Pidato yang disampaikan oleh Sultan tiap tahunnya lebih berkembang

dalam capaian kesehatan, dimana perkembangan tersebut membawa pemerintah

Brunei lebih memperhatikan kesehatan masyarakatnya. Dalam pidato 1996 yang

menjadi fokus perhatian pemerintah Brunei adalah peningkatan kualitas pelayanan

kesehatan. Sedangkan pada tahun 2010 Sultan melihat faktor lain dalam

mempengaruhi kesehatan masyarakat Brunei, seperti halnya makanan, kebersihan,

dan lain-lain. Serta pada tahun 2011 Sultan mulai memfokuskan rokok sebagai

sebuah ancaman terhadap kesehatan masyarakat dan juga merupakan penyebab

utama kematian di Brunei.12

Untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat Brunei, Pemerintah

melalui departemen kesehatan telah melakukan terobosan serta strategi-strategi

guna memberantas permasalahan kesehatan di Brunei. Kementerian Kesehatan

(Kemenkes) telah melakukan beberapa tindakan seperti mengembangkan

11 Brunei Darussalam national Multisectoral Action Plan for the Prevention and Control of Noncummunicable Diseases (BruMAP-NCD).2013. Diakses melalui ftp://ftp.wpro.who.int/scratch/NHP/NCD/NCD-policies-WPR/BRN/FINALBRUMAPBOOK.pdf ( 2 November 2014, 12.01 WIB) 12 Tobacco Control Laws.2013.Brunei Darussalam. Diakses melalui http://www.tobaccocontrollaws.org/legislation/country/brunei-darussalam/summary (21 Juli 2014, 12.40 WIB)

Page 6: BAB I 1.1. Latar Belakang Masalah - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/21629/2/jiptummpp-gdl-muhammadri-39188-2-babi.pdf · ditingkat nasional, regional dan internasional guna mengurangi

6

kebijakan yang relevan dalam mekanisme peraturan dengan menerapkan

kebijakan fiskal dan melakukan langkah-langkah pencegahan khususnya,

begitupun dengan intervensi pendidikan dan informasi untuk memastikan

intervensi klinis sesuai dengan rekomendasi dari WHO.13 Kebijakan yang dibuat

oleh Brunei tidak hanya bersifat domestik, melainkan Brunei juga mengambil

langkah internasional guna melindungi kesehatan masyarakatnya.

Sejak tahun 1985, Brunei telah menjadi bagian dari World Health

Organization (WHO), masuknya Brunei dalam WHO guna meningkatkan kualitas

hidup masyarakatnya terutama terkait kesehatan.14 Pada tahun 2004, Brunei juga

telah meratifikasi kerangka kerja tembakau dengan WHO FCTC yang didalamnya

terdapat perjanjian internasional mengenai pengendalian tembakau. Brunei juga

ikut serta dalam WTO (World Trade Organization) sejak tahun 1995.15

Keikutsertaan Brunei dalam WTO bertujuan untuk meningkatkan standar produk

yang masuk ke dalamnya. Karena di dalam WTO terdapat 2 perjanjian yang

spesifik mengenai keselamatan pangan, kehidupan, keselamatan hewan, tumbuhan

dan standar produk. Perjanjian tersebut meliputi sanitary and phitosanitary (SPS)

dan technical barrier to trade, dengan begitu tidak sembarang produk bisa dengan

13 Asean-Pasific Newsletter On Occupational Health and Safety.2013. Diakses melalui www.ttl.fi/.../asian_pacific_newsletter/.../Asian_Pacific_Newsletter1_%20... (21 Juli 2014, 01.11 WIB) 14 United Nations Treaty Collection.2014. Constitution od the World Health Organization. Diakses melalui https://treaties.un.org/pages/ViewDetails.aspx?src=TREATY&mtdsg_no=IX-1&chapter=9&lang=en (22 Juli 2014, 18.12 WIB) 15 World Trade Organization.2014. Brunei Darussalam and the WTO. Diakses melalui http://www.wto.org/english/thewto_e/countries_e/brunei_darussalam_e.htm (23 JUli 2014, 11.12 WIB)

Page 7: BAB I 1.1. Latar Belakang Masalah - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/21629/2/jiptummpp-gdl-muhammadri-39188-2-babi.pdf · ditingkat nasional, regional dan internasional guna mengurangi

7

mudah masuk ke dalam Brunei, terutama produk-produk makanan serta produk-

produk lain yang dapat merusak kesehatan masyarakat Brunei.16

1.2.Rumusan Masalah

Dari latar belakang diatas, maka pertanyaan yang muncul adalah

“Mengapa Pemerintah Brunei Darussalam Meratifikasi The WHO

Framework Convention on Tobacco Control (WHO FCTC) ?”

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian yang dilakukan oleh penulis disini adalah untuk

mengetahui alasan dasar dan faktor rasional dari pemerintah Brunei Darussalam

dalam meratifikasi WHO FCTC.

1.4. Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahlu yang pertama ialah penelitian yang dilakukan oleh Eka

Dualolo melalui jurnal yang berjudul “Alasan Indonesia tidak Menandatangani

dan Meratifikasi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) di Asia

Pasifik”.17Jurnal ini menjelaskan alasan-alasan Pemerintah Indonesia tidak

menandatangani dan meratifikasi (FCTC). Dalam perjanjian (FCTC) banyak

aspek yang menjadikan Pemerintah Indonesia sampai saat ini belm

menandatangani WHO (FCTC). Adapun alasan tersebut ialah alasan Cost, yaitu

16 Edy Herjanto, Notifikasi Dalam Perjanjian TBT-WTO Dalam Perkembangannya, diakses melalui https://docs.google.com/viewer?a=v&q=cache:ChafCAAEM9cJ:www.bsn.go.id (08 Januari 2014, 23.09 17 Eka Dualolo.2014.”Alasan Indonesia tidak Menandatangani dan Meratifikasi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) di Asia Pasifik. Diakses melalui http://ejournal.hi.fisip-unmul.ac.id/site/wp-content/uploads/2014/03/ejurnal%20_EKA%20DUALOLO_%20(03-04-14-12-39-35).pdf ( 4 November 2014, 14.23 WIB)

Page 8: BAB I 1.1. Latar Belakang Masalah - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/21629/2/jiptummpp-gdl-muhammadri-39188-2-babi.pdf · ditingkat nasional, regional dan internasional guna mengurangi

8

Industri rokok memberikan kontribsi yang besar bagi APBN melalui cukai dan

pajak rokok dan dianggap menjadi komoditas yang menguntungkan.

Alasan selanjutnya yaitu alasan benefit, dimana industri rokok di Indonesia

telah banyak memberikan kontribusi di berbagai aspek kehidupan masyarakat.

Seperti pendidikan, olahraga, dan kebudayaan. Alasan ketiga ialah Alasan risk.

Yaitu apabila industri rokok gulung tikar maka banyak masyarakat yang

kehilangan pekerjaan. Disamping itu, akan berpengaruh pada penghasilan dan

tunjangan, eksternal setting dan persaingan global.

Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Colin Mcinnes dan Kelley Lee

melalui artikelnya yang berjudul “Health, Security and Foreign Policy” artikel ini

lebih menekankan pembahasan terhadap hubungan antara warga asing, kebijakan

kemanan dan kesehatan masyarakat global.18 Dimana disini lebih difokuskan

terkait dua isu kesehatan yang paling gencar di dunia internasional, yaitu penyakit

menular HIV/AIDS. Artikel ini menjelaskan bagaimana hubungan luar negeri

menjadi sangat penting untuk mengantisipasi berbagai isu-isu terkait

permasalahan kesehatan yang semakin marak. Dan juga dibahas resiko kesehatan

di negara berkembang akan berdampak bagi negara-negara barat yang menjadi

fokus perhatian penulis disini. Selain itu terkait isu keamanan yang paling

berbahaya disini bukan terkait penyebaran yang dilakukan oleh imigran,

melainkan ancaman dari senjata biologis yang muncul di awal tahun 1990an. Oleh

karena itu, perhatian telah difokuskan pada hubungan antara kesehatan dan

kebijakan luar negeri dan keamanan di dua bidang penyakit menular dan bio-teror. 18 Collin Mcinnes dan Kelley Lee.2006. Health, Security and Foreign Policy. Diakses melalui http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=2&ved=0CDMQFjAB&url=http%3A%2F%2Fcgch.lshtm.ac.uk (30 januari 2014, 22.42 WIB)

Page 9: BAB I 1.1. Latar Belakang Masalah - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/21629/2/jiptummpp-gdl-muhammadri-39188-2-babi.pdf · ditingkat nasional, regional dan internasional guna mengurangi

9

Strategi kemanan nasional disini menjadi sangat penting untuk terus melindungi

warga negaranya karena kesehatan yang buruk akan merusak struktur ekonomi

dan sosial dari negaranya.

Dalam penelitian-penelitian terdahulu di atas, terdapat perbedaan serta

persamaan dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis. Dari penelitian

terdahulu yang pertama memiliki tema yang sama, yakni terkait kebijakan luar

negeri suatu negara dalam kerangka kerja WHO (FCTC). Sedangkan perbedaan

penelitian penulis dengan penelitian terdahulu disini ialah penelitian terdahulu

menolak untuk meratifikasi WHO (FCTC) tersebut dengan pertimbangan aspek

politik dan ekonomi. Penelitian penulis disini ialah setuju dengan kerangka kerja

WHO(FCTC) mengingat Brunei merupakan negara yang dari segi ekonomi sangat

baik dan ingin meningkatkan harapan hidup masyarakat Brunei melalui

pemberantasan tembakau dan rokok.

Penelitian terdahulu kedua menekankan pembahasan terhadap hubungan

antara warga asing, kebijakan kemanan dan kesehatan masyarakat global.

Penelitian ini difokuskan terhadap dua isu kesehatan yang sangat berbahaya yaitu

HIV/AIDS. Hubungan yang saling mempengaruhi terkait kesehatan dan kebijakan

luar negeri menjadi landasan dalam menjaga keamanan nasional. Adapun dari segi

perbedaan dari penulis disini ialah penulis lebih memfokuskan permasalahan

kesehatan terkait Non Communicable Diseases (NCDs) atau penyakit tidak

menular. Sedangkan penelitian terdahulu memfokuskan permasalahan kesehatan

suatu negara dari pengendalian penyakit menular seperti HIV/AIDs.

Page 10: BAB I 1.1. Latar Belakang Masalah - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/21629/2/jiptummpp-gdl-muhammadri-39188-2-babi.pdf · ditingkat nasional, regional dan internasional guna mengurangi

10

Nama Judul Teori dan

Konsep Hasil

Eka Dualolo Alasan Indonesia

tidak

Menandatangani dan

Meratifikasi

Framework

Convention on

Tobacco Control

(FCTC) di Asia

Pasifik

Teori

Kebijakan

Luar

Negeri

Penelitian terkait alasan

Pemerintah Indonesia untuk

tidak menandatangani WHO

(FCTC). Banyak aspek yang

menjadi tolak ukur

Pemerintah Indonesia tidak

meratifikasi (FCTC). Tiga

alasan utama ialah alasan

cost, benefits, and risk.

Hubungan politik dan

ekonomi disini menjadi faktor

yang sangat dipertimbagkan

oleh Pemerintah Indonesia.

Collin Mcinnes dan

Kelley Lee

Health, Security and

Foreign Policy

Strategi

Keamanan

Nasional

menekankan pembahasan

terhadap hubungan antara

warga asing, kebijakan

kemanan dan kesehatan

masyarakat global.

Memfokuskan dua isu

penting yaitu HIV/Aids. Dan

juga ancaman senjata biologis

Page 11: BAB I 1.1. Latar Belakang Masalah - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/21629/2/jiptummpp-gdl-muhammadri-39188-2-babi.pdf · ditingkat nasional, regional dan internasional guna mengurangi

11

yang semakin berkembang.

Strategi keamanan nasional

masing-masing negara disini

untuk melindungi

masyarakatnya dan menjaga

hubungan antar negara

1.5. Kerangka Teori atau Konsep

1.5.1. Teori Pengambilan Keputusan

Model Aktor Rasional

Dalam kasus ini, kajian teori yang digunakan yaitu teori politik luar negeri

dari Graham T. Allison untuk menganalisa model kebijakan luar negeri

Pemerintah Brunei. Politik luar negeri suatu negara dirumuskan dalam suatu

proses pembuatan keputusan (decision making process). Penulis menggunakan

teori pembuat keputusan dari Graham T. Allison model pertama yaitu Model

Aktor Rasional. Dalam model ini, kebijakan luar negeri dipandang sebagai akibat

dari tindakan-tindakan aktor rasional dimana alternatif-alternatif terbaik diambil

berdasarkan pemikiran strategis atau pertimbangan untung rugi (cost and benefits)

atas masing-masing alternatif. Dengan demikian politik luar negeri memusatkan

perhatian pada kepentingan nasional dan tujuan dari suatu bangsa.19

19 Ridwan Herdiawan.2013. “Kepentingan Turki dalam Penempatan Sitem Pertahanan Anti-Misil Balistik NATO di Turki. diakses melalui http://ejournal.hi.fisip-unmul.ac.id/site/wp-

Page 12: BAB I 1.1. Latar Belakang Masalah - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/21629/2/jiptummpp-gdl-muhammadri-39188-2-babi.pdf · ditingkat nasional, regional dan internasional guna mengurangi

12

Pada Model Aktor Rasional ini, Graham T. Allison memfokuskan pada

‘state centric’. Dimana pengaruh yang ditimbulkan disini dilihat dari

pemimpinnya yang menjadi objek unit analisis.20 Analisis dari model pembuat

keputusan ini didasari oleh tujuan dan sasaran yang ingin di capai. Dalam proses

pengambilan keputusan, terdapat pilihan-pilihan dan konsekuensi yang akan

diterima oleh pemerintah suatu negara. Sehingga pilihan terbaik akan diambil

menjadi kebijakan luar negeri untuk mencapai tujuan negara. Penjelasan

sederhana dari Mohtar Mas’oed mengenai model aktor rasional ialah memandang

politik luar negeri terlahir dari tindakan-tindakan aktor dengan proses intelektual

yang lebih menekankan perilaku individu dalam setiap pemerintahan demi

mencapai kepentingan nasionalnya. Juga dijelaskan bahwa untuk mencapai

kepentingan nasional, peran individulah yang lebih dominan dalam mengambil

keputusan.21

Dalam fenomena yang sedang dikaji, penulis melihat bahwa politik luar

negeri Brunei dalam mengambil sebuah kebijakan sangat dominan oleh peran

Sultan sebagai rezim di negaranya, yakni Sultan Haji Hassanal Bolkiah yang

menjabat pada saat ini. Mengingat Kerajaan Brunei Darussalam adalah negara

yang memiliki corak pemerintahan monarki konstitusional yang mengarah ke

absolut dengan Sultan yang menjabat sebagai kepala negara dan kepala

pemerintahan, sekaligus merangkap sebagai perdana menteri, menteri keuangan

content/uploads/2013/05/ejournal%20hlm%20163-177%20pdf%20%2805-01-13-02-48-42%29.pdf (30 Oktober 2014, 20.34 WIB) 20 Scoot Burchil dan Andrew Linklater.2009.”Teori Hubungan Internasional”.Nusa Media, Bandung Hlm.18 21 Mohtar Mas’oed.1990.Ilmu Hubungan Internasional : Disiplin dan metodologi, Jakarta : LP3ES,

Page 13: BAB I 1.1. Latar Belakang Masalah - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/21629/2/jiptummpp-gdl-muhammadri-39188-2-babi.pdf · ditingkat nasional, regional dan internasional guna mengurangi

13

dan menteri pertahanan di Brunei. Peran Sultan dianggap paling penting untuk

merumuskan suatu kebijakan luar negeri guna melindungi masyarakatnya. Dalam

hal ini terkait ratifikasi WHO FCTC, Brunei mengambil langkah tersebut untuk

melindungi permasalahan kesehatan terkait tembakau dan rokok yang mengancam

kesehatan masyarakat Brunei.

1.5.2. Konsep Health Security

Penulis disini menggunakan konsep Health Security sebagai pisau analisa

guna menjelaskan bagaimana perlindungan pemerintah terhadap masyarakat

Brunei. Health security sendiri merupakan bagian dari Human security. Human

security pertama kali diperkenalkan di UNDP 1994 yakni dalam Human

Development Report. Dalam UNDP 1994 Human Security didefinisikan sebagai;

“human security means: safety from such chronic threats as hunger, disease and repression; and protection from sudden and hurtful disruptions in the patterns of daily life-whether in homes. In jobs or in communities”22

Dari definisi diatas, laporan UNDP 1994 menspesifikasikan elemen apa

saja yang termasuk dalam Human Security, diantaranya adalah keamanan di

bidang ekonomi yakni bebas dari adanya kemiskinan. Keamanan mengenai

makanan, dimana masyarakat harus memiliki akses yang mudah dalam

memperoleh makanan. Keamanan lingkungan yakni berupa perlindungan dari

masalah polusi. Keamanan pribadi lebih menekankan kepada penyiksaan, perang,

22 Hiroshi Ohta.2009.The Interlinkage of Climate Security and Human Security: The Convergence on Policy Requirements. (diakses melalui http://cast.ku.dk/events/cast_conferences/climatesecurity/ohta-humansecurityclimatesecurityandir-march-09.pdf/ hal 22 (30 januari 2014, 22.05 WIB)

Page 14: BAB I 1.1. Latar Belakang Masalah - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/21629/2/jiptummpp-gdl-muhammadri-39188-2-babi.pdf · ditingkat nasional, regional dan internasional guna mengurangi

14

tindakan kriminal, penggunaan obat terlarang, kekerasan domestik, bunuh diri,

dan bahkan kecelakaan lalu lintas. Keamanan komunitas lebih kepada

perlindungan terhadap budaya tradisional dan kelompok etnik. Keamanan politik

disini dijelaskan mengenai kebebasan berpolitik, dan kebebasan dari penindasan

dalam berpolitik dan keamanan kesehatan yang didalamnya menjelaskan

mengenai akses terhadap kesehatan dan proteksi dari berbagai penyakit.23

Konsep dari Human Security sendiri dapat digunakan untuk menjelaskan

segala sesuatu yang berkaitan dengan tujuh aspek yang telah dijelaskan oleh

UNDP sendiri tanpa memandang negara tersebut termasuk dalam kategori maju

berkembang atau sedang berkembang. Pada intinya jaminan kesehatan,

merupakan bagian penting dari keamanan manusia. Hal ini menjadi basis pertama

pertahanan terhadap keadaan darurat dalam kesehatan. Akibat dari hadirnya

globalisasi menjadikan permasalahan ini lebih kompleksitas, berurusan dengan

skala dan tingkat jaminan kesehatan akan membutuhkan upaya internasional yang

lebih besar dan dukungan dari berbagai elemen yang terkait.24

Menurut Rebecca Katz dan Daniel A Singer definisi yang lebih luas terkait

dengan Health Security ialah berfokus pada ancaman terhadap individu. Konsep

keamanan manusia, hak dan kemampuan individu, komunitas dan masyarakat

untuk memiliki keamanan hidup yang bebas dari rasa takut. Menjaga kesehatan

publik biasanya menjadi perhatian dalam negeri. Namun, dengan lahirnya

globalisasi, kesehatan masyarakat semakin diakui sebagai hal penting dalam

23 Ibid.Hlm. 22 24William Aldis.2008.”Health Security as a public health concept: a critical analysis. Diakses melalui http://heapol.oxfordjournals.org/content/23/6/369.full ( 21 Juli 2014, 10.10 WIB)

Page 15: BAB I 1.1. Latar Belakang Masalah - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/21629/2/jiptummpp-gdl-muhammadri-39188-2-babi.pdf · ditingkat nasional, regional dan internasional guna mengurangi

15

kebijakan luar negeri. Sehingga kebijakan luar negeri dipandang sebagai sebuah

mekanisme penting untuk melindungi kesehatan masyarakat.25

Secara historis, kesehatan telah menduduki eselon yang lebih rendah dari

prioritas nasional. Namun dalam beberapa dekade terakhir, para pembuat atau

penentu suatu kebijakan dalam negara semakin mengenali dampak merugikan

krisis kesehatan pada kepentingan nasional. Masalah kesehatan tertentu kini telah

diangkat dalam agenda nasional, karena memiliki implikasi penting untuk

menentukan suatu kebijakan luar negeri yang dianggap sebagai ancaman terhadap

keamanan nasional. Meskipun karakteristik masalah kesehatan sebagai isu

kebijakan luar negeri dapat memberikan visibilitas yang lebih besar dan dana

yang lebih besar.26

Dalam menganalisa fenomena yang sedang dikaji penulis lebih

menspesifikasikan kepada Health Security. Karena melihat bagaimana kebijakan

Pemerintah Brunei dalam menangani permasalahan kesehatan yang ada di

negaranya. Terlepas Brunei dikategorikan sebagai negara maju maupun negara

berkembang, Brunei sendiri mulai memperhatikan kesehatan sejak tahun 1996

melalui pidato yang disampaikan oleh Sultan Hasanah Bolkiah selaku pemimpin

negara. Pidato-pidato Sultan disini telah terbukti melalui kebijakan yang telah

diambil Sultan dalam regulasi tembakau dan rokok di Brunei.

25 Rebecca Katz. WHO. “Foreign Policy and Health Security”. Diakses melalui http://www.who.int/trade/glossary/story030/en/ ( 12 Oktober 2014, 14.21 WIB) 26 Ibid

Page 16: BAB I 1.1. Latar Belakang Masalah - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/21629/2/jiptummpp-gdl-muhammadri-39188-2-babi.pdf · ditingkat nasional, regional dan internasional guna mengurangi

16

Dalam beberapa dekade terakhir, dampak dari adanya asap rokok

merupakan penyebab utama kematian di Brunei. Hal ini dibuktikan melalui

penyakit-penyakit Non Communiable Diseases (NCDs) yang telah dialami

masyarakat Brunei. Pemerintah melalui Sultan melihat permasalahan kesehatan di

Brunei sebagai ancaman yang sangat serius. Karena itu penulis melihat bahwa

langkah maupun kebijakan luar negeri yang dilakukan oleh Pemerintah Brunei

melalui ratifikasi The WHO Framework Convention on Tobacco Control (WHO

FCTC) adalah sebagai bentuk Health Security pemerintah terhadap permasalahan

kesehatan. Dimana Pemerintah Brunei terus melakukan pengawasan serta

pengembangan terkait regulasi yang telah dijalankan di Negara Brunei.

1.6. Metode Penelitian

1.6.1. Tingkat Analisa

Tingkat analisa memiliki peran penting dalam sebuah penelitian, karena

memiliki kemampuan untuk menjelaskan suatu fenomena atau peristiwa. Ketika

meneliti sebuah peristiwa ataupun fenomena, maka kita akan melihat banyak

faktor yang menjadi penyebab terjadinya hal tersebut. Dengan adanya tingkat

analisa, maka mampu membantu peneliti memilah dan memilh salah satu faktor

yang lebih dominan dibandingkan dengan faktor yang lainnya.27 Disini peneliti

menggunakan satu jenis level analisis yaitu Induksionis, dimana pada level ini

unit analisa (variabel dependennya) berada pada tingkat yang lebih rendah

27Ibid Hlm.36

Page 17: BAB I 1.1. Latar Belakang Masalah - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/21629/2/jiptummpp-gdl-muhammadri-39188-2-babi.pdf · ditingkat nasional, regional dan internasional guna mengurangi

17

dibandingkan dengan unit eksplanasinya (variabel independennya).28 Pada

fenomena yang sedang dikaji disini, yang menjadi unit analisanya adalah

kebijakan Pemerintah Brunei dan unit eksplanasinya adalah dampak dari ratifikasi

WHO FCTC .

Alasan penulis menggunakan level analisis Induksionis terkait fenomena

yang dikaji ialah adanya perjanjian kerangka kerja WHO FCTC yang dibahas

mampu dijelaskan melalui kebijakan Health Security Pemerintah Brunei dalam

meregulasi tembakau dan rokok. Oleh karena itu, disini peneliti lebih melihat

kebijakan luar negeri pemerintah Brunei untuk meratifikasi (WHO FCTC) dalam

bidang kesehatan sebagai bentuk perlindungan pemerintah kepada masyarakat

Brunei.

1.6.2. Tipe Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah Eksplanatif, dimana

penulis berusaha menjelaskan atau menerangkan mengenai alasan Pemerintah

Brunei dalam meratifikasi WHO FCTC. Kebijakan luar negeri Pemerintah Brunei

dibidang kesehatan sebagai bentuk perlindungan pemerintah terhadap masyarakat

Brunei. Untuk menjelaskan hal tersebut, penulis berusaha mencari tahu.

bagaimana instrumen atau nilai-nilai pokok dari perjanjian FCTC yang diadopsi

oleh Pemerintah Brunei memiliki pengaruh terhadap permasalahan pengendalian

tembakau di Brunei melalui regulasinya.

28 Ibid. Hlm.39

Page 18: BAB I 1.1. Latar Belakang Masalah - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/21629/2/jiptummpp-gdl-muhammadri-39188-2-babi.pdf · ditingkat nasional, regional dan internasional guna mengurangi

18

1.6.3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan oleh penulis yakni melalui

study pustaka, dimana data-data yang diperoleh berasal dari buku, majalah dan

juga Internet. Dalam melakukan pengumpulan data, penulis mencari dan

mengambil data dari berbagai sumber dan dikumpulkan lalu dipilih data yang

dianggap masuk dan mampu membantu penulis menjelaskan fenomena yang

sedang dikaji.

1.6.4. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dari penelitian yang dibahas adalah sejak Pemerintah

Brunei mulai memfokuskan perhatiannya kepada permasalahan kesehatan yaitu

mulai bergabungnya Brunei dengan WHO dan meratifikasi The WHO Framework

Convention on Tobacco Control (WHO FCTC) pada tahun 2004 serta meregulasi

tembakau dan rokok yang menjadi akar dari berbagai macam penyakit di Brunei.

Sehingga yang menjadi perhatian peneliti disini adalah perkembangan kebijakan

pemerintah Brunei di bidang kesehatan melalui ratifikasi WHO FCTC dan

pengaruhnya terhadap kesehatan masyarakat Brunei. Penulis membatasi fenomena

ini dimulai dari tahun 2004-2014.

1.7. Hipotesa

Dari penelitian diatas, maka hipotesa penulis disini ialah kesehatan

memang telah menjadi isu prioritas nasional di Brunei. Sultan Brunei telah

memfokuskan permasalahan kesehatan sejak tahun 1990an melalui pidato-

pidatonya mengingat dalam beberapa dekade terakhir, ancaman kesehatan telah

Page 19: BAB I 1.1. Latar Belakang Masalah - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/21629/2/jiptummpp-gdl-muhammadri-39188-2-babi.pdf · ditingkat nasional, regional dan internasional guna mengurangi

19

berdampak buruk bagi masyarakat Brunei. Kesehatan juga telah dimasukkan

dalam agenda resmi pembangunan masyarakat Brunei yaitu Health Promotion

Blueprint 2011-2015 dan Vision Brunei 2035, yang dimana dalam agenda tersebut

pemerintah bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat Brunei.

Selain itu, bentuk keseriusan Pemerintah Brunei dalam bidang kesehatan

juga ditunjukkan dengan keikutsertaan Brunei dalam WHO dengan meratifikasi

perjanjian internasional terkait pengendalian tembakau yaitu FCTC pada tahun

2004. Kehadiran perjanjian internasional dalam FCTC sangat mendukung langkah

Pemerintah Brunei dalam fokusnya terhadap permasalahan kesehatan. Non

Communicable Diseases telah menjadi penyumbang utama kematian di Brunei

melalui penyakit kanker yang tingkat pertumbuhannya kian hari kian meningkat.

Adapun rokok di Brunei telah menyumbang sebesar 90% penyakit kanker pada

masyarakatnya. Kesepakatan dalam FCTC disini selaras dengan agenda tujuan

pembangunan nasional Brunei yang juga didalamnya terdapat strategi untuk

meredam penggunaan tembakau di negaranya. Penulis melihat bahwa langkah

yang diambil Sultan Brunei ialah bentuk dari Health Security Pemerintah terhadap

masyarakatnya.

Page 20: BAB I 1.1. Latar Belakang Masalah - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/21629/2/jiptummpp-gdl-muhammadri-39188-2-babi.pdf · ditingkat nasional, regional dan internasional guna mengurangi

20

1.8. Sistematika Penulisan

BAB I Pendahuluan

1.1. Latar Belakang

1.2. Rumusan Masalah

1.3. Tujuan Penelitian

1.4. Penelitian Terdahulu

1.5. Kerangka Teori dan Konsep

1.6. Metode Penelitian

1.7. Hipotesa

1.8. Sistematika Penulisan

BAB II The WHO Framework Convention on Tobacco Control dan

Merokok dalam Pandangan Brunei

2.1. Isi perjanjian (WHO FCTC)

2.2. Proses Ratifikasi Brunei Terhadap (WHO FCTC)

2.3. Regulasi Tembakau dan Rokok di Brunei

2.3.1. Tobacco Order 2005 dan Peraturan-Peraturan 2007

2.3.2. Tobacco Regulations Amendments 2012

2.4. Rokok dalam Pandangan Masyarakat Brunei

Page 21: BAB I 1.1. Latar Belakang Masalah - eprints.umm.ac.ideprints.umm.ac.id/21629/2/jiptummpp-gdl-muhammadri-39188-2-babi.pdf · ditingkat nasional, regional dan internasional guna mengurangi

21

2.5. Rokok dalam Pandangan Pemerintah Brunei

BAB III Rasionalitas Kebijakan Luar Negeri Brunei Terhadap

Regulasi Tembakau dan Rokok

3.1. Agenda Pembangunan Nasional Brunei Darussalam

3.1.1 Health Promotion Blueprint 2011-2015

3.1.2. Vision Brunei 2035

3.2. Brunei National Multisectoral Action Plan for the Prevention

and Control Non Communicable Diseases (NCD-s) 2013-

2018

3.3. Faktor Agama dalam Memandang Tembakau dan Rokok di

Brunei

3.4. Alasan dan Konsekuensi Kebijakan Luar Negeri Brunei dalam

Ratifikasi FCTC

3.5. Peran Pemerintah Terhadap Kesehatan Masyarakat Brunei

3.6. Dampak Regulasi Tembakau dan Rokok di Brunei

3.7. Tingkat Kesehatan Masyarakat Brunei

BAB IV PENUTUP

4.1. Kesimpulan