bab 6 dasar metalografi

18
BAB VI DASAR METALOGRAFI DENGAN FASA BINER A. TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS (TIK) Setelah mengikuti mata kuliah ini dan menyelesaikan tugas, mahasiswa diharapkan dapat menjelaskan prinsip dasar diagram fasa sebagai dasar metalografi. Untuk mencapai Tujuan Instruksional Khusus (TIK) tersebut maka penulisan berikut disajikan hal-hal yang ingin dicapai dengan terlebih dahulu menjelaskan pengertian diagram fasa dan penjelasannya, aturan diagram fasa dan secara khusus penjelasan diagram dua fasa. B. PENDAHULUAN Struktur dan sifat bahan sangat berubah apabila dipadu dengan unsur lain. Kelakuan bahan seperti ini dapat dilihat juga pada bahan cair,gas, tetapi yang sangat mencolok terdapat pada bahan padat. Kalau bahan (komponen A) menjadi sistem dua komponen dengan menambahkan komponen B, fas baru tidak terbentuk apabila komponen B larut dalam keadaan padat dalam komponen A. Tetapi apabila komponen B dipadukan melebihi kelarutan maksimumnya maka terjadi campuran larutan padat jenuh dan berlebihan fasa B. Kadang-kadang A dan B bereaksi satu sama lain membentuk fasa lain. Sifat bahan akan berubah yang disebabkan oleh perbandingan campuran dan kondisi campuran fasa yang ada. Hubungan antara jumlah setiap komponen dan fasa yang terjadi dapat

Upload: dody-adoe

Post on 25-Jun-2015

1.089 views

Category:

Documents


75 download

TRANSCRIPT

BAB VI

DASAR METALOGRAFI DENGAN FASA BINER

A. TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS (TIK)

Setelah mengikuti mata kuliah ini dan menyelesaikan tugas,

mahasiswa diharapkan dapat menjelaskan prinsip dasar diagram fasa

sebagai dasar metalografi.

Untuk mencapai Tujuan Instruksional Khusus (TIK) tersebut maka penulisan

berikut disajikan hal-hal yang ingin dicapai dengan terlebih dahulu

menjelaskan pengertian diagram fasa dan penjelasannya, aturan diagram

fasa dan secara khusus penjelasan diagram dua fasa.

B. PENDAHULUAN

Struktur dan sifat bahan sangat berubah apabila dipadu dengan unsur

lain. Kelakuan bahan seperti ini dapat dilihat juga pada bahan cair,gas, tetapi

yang sangat mencolok terdapat pada bahan padat.

Kalau bahan (komponen A) menjadi sistem dua komponen dengan

menambahkan komponen B, fas baru tidak terbentuk apabila komponen B

larut dalam keadaan padat dalam komponen A. Tetapi apabila komponen B

dipadukan melebihi kelarutan maksimumnya maka terjadi campuran larutan

padat jenuh dan berlebihan fasa B. Kadang-kadang A dan B bereaksi satu

sama lain membentuk fasa lain. Sifat bahan akan berubah yang disebabkan

oleh perbandingan campuran dan kondisi campuran fasa yang ada.

Hubungan antara jumlah setiap komponen dan fasa yang terjadi dapat dilihat

dari diagram fasa yang dapat memberikan informasi mengenai sifat bahan.

Hal ini sangat diperlukan dalam melakukan uji metalografi untuk mengetahui

stuktur mikro dan sifat mekanis bahan sebagai salah satu tahap dalam

finishing product .

C. POKOK MATERI

6.1 Diagram Fasa

Diagram fasa biasanya digunakan sebagai peta yang menunjukkan

fasa yang ada pada suhu tertentu atau komposisi paduan pada keadaan

kesetimbangan, yaitu bila semua reaksi yang mungkin terjadi telah selesai.

Berikut adalah contoh diagram fasa.

Gambar 6.1 Diagram Pb - Sn

Sebagai contoh, pada 50% timah putih dan 100°C, diagram fasa

menunjukkan bahwa terdapat dua fasa padat : α larutan padat yang kaya

timah hitam dengan sedikit timah putih yang larut, β yang hampir seluruhnya

terdiri dari timah putih dengan sedikit timah hitam. Pada 200°C, paduan 10%

Sn dan 9O% Pb terdapat didaerah yang seluruhnya terdiri dari fasa α yang

merupakan larutan padat dari timah hitam dengan sedikit timah putih. Pada

suhu yang sama tetapi dengan komposisi 30% Sn dan 70% Pb, diagram fasa

menunjukkan bahwa ada campuran dari dua fasa : cairan dan larutan padat α.

Bila paduan (α) inidipanaskan sampai 300°C, keseluruhannya akan mencair.

Daerah fasa dalam diagram keseimbangan dengan sendirinya

tergantung pada sistem paduannya. Bila tembaga dan nikel dicampurkan,

bentuk diagram fasanya seperti gambar dibawah ini. Diagram fasa ini

sederhana karena hanya ada dua fasa.

Gambar 6.2. Diagram fasa Cn – Ni

( semua larutan padat terdiri dari satu fasa. Fasa ini kps )

Bagian bawah dari diagram, semua paduan membentuk satu larutan

padat jadi terdari satu struktur kristal. Baik nikel maupun tembaga mempunyai

struktur kubik pemusatan sisi. Karena ukuran kedua atom itu hampir sama

atom nikel dan tembaga dapat saling menggantikan dalam kristal dengan

segala perbandingan pada 1000°C. Bila paduan yang mengandung 60% Cn

dan 40%Ni dipanaskan, fasa padat tetap ada sampai 1235°C. Diatas suhu ini

sampai 1275°C terdapat larutan padat dan cairan. Diatas 1275°C hanya

terdapat fasa cair.

Pada suhu diatas likuidus semua komposisi berbentuk cairan dan pada suhu

dibawah solidus semua komposisi berbentuk padat. Setiap diagram fasa

dengan dua atau lebih komponen mempunyai likuidus dan solidus dengan

jangkau pembekuan diantaranya. Untuk komponen logam atau bukan logam,

terdapat titik-titik tertentu pada diagram fasa dimana likuidus dan solidus

saling berpotongan. Untuk komponen murni, titik ini terdapat pada sisi

diagram. Bila dipanaskan, bahan yang murni akan tetap padat sampai titik

cair dan kemudian berubah seluruhnya menjadi cairan, baru setelah itu suhu

akan meningkat lagi.

Solidus dan likuidus juga berpotongan pada tittik eutektik. Pada

gambar 6.1 patri cair yang terdiri dari 61,9 % Sn dan 38.1% Pb berbentuk

padat dibawah suhu eutektik dan cair seluruhnya diatasnya. Pada suhu

eutektik ada tiga fasa berdampingan [ (α+ cairan +β) dalam sistem Pb-Sn].

Garis datar dalam diagram fasa pada suhu konstan (isoterm)

merupakan cara yang mudah untuk membagi daerah dengan satu dan dua

fasa bergantian. Pada gambar dibawah ini terdapat diagram SiO2 – Al2O3 .

SiO2 murni (atau kristobalit) mempunyai satu fasa. Al2O3 dalam jumlah

terbatas sekali dapat membentuk larutan padat. Oleh karena itu terjadi fasa

kedua (cairan) dengan bertambahnya Al2O3. Daerah dua fasa ini

mengandung kristobalit dan cairan. Antara 4% Al2O3 (96%SiO2) dan 8%

Al2O3(92% SiO2) cairan dapat melarutkan semua SiO2 dan Al2O3 sehingga

hanya ada satu fasa. Diatas 8% Al2O3 (< 92% SiO2), batas daya larut Al2O3

dilampaui, sehingga terjadi pengendapan mullit padat. Kedua fasa, cairan dan

mullit saling berdampingan.

Jangkauan larutan padat mullit adalah 71% Al2O3 (29% SiO2) sampai 75%

Al2O3 (25% SiO2). Hanya satu fasa stabil didaerah ini karena dapat

menampung SiO2 dan Al2O3 yang ada. Menyusul daerah dua fasa mullit dan

korundum (Al2O3) dan berakhir pada sisi kanan diagram fasa. Bila hanya

mengandung Al2O3, fasa tunggal ini disebut korundum.

Gambar 6.3 Diagram SiO2 - Al2O3

Contoh : Kombinasi 90% SiO2 – 10% Al2O3 dicairkan pada suhu 1800 °C

kemudian didinginkan secara perlahan-lahan sampai 1400 °C. Fasa apa yang

terjadi pada proses pendinginan!

Penyelesaian :

(Lihat gambar 6.3)

1800 °C sampai 1700 °C cairan saja

1700 °C sampai 1587 °C cairan + mullit (Al6 Si2O13)

1587 °C sampai 1470 °C mullit +kristobalit (SiO2)

<1470 °C sampai 1700 °C mullit + tridimit (SiO2)

Catatan : pada suhu 1587 °C seharusnya terdapat tiga fasa cairan, mullit,

kristobalit ketika bahan berubah dari (cairan + mullit) ke (kristobalit + mullit).

Pada 1470 °C juga terdapat tiga fasa.

6.2 Komposisi Fasa

Selain berguna sebagai peta, diagram fasa juga memberikan

komposisi kimia fasa yang terdapat pada keadaan seimbang setelah semua

reaksi-reaksi berakhir. Informasi ini merupakan data yang sangat berguna

bagi ilmuwan maupun ahli teknik yang bertugas dalam pengembangan

bahan, pemilihan dan pemakaiannya pada suatu desain produk. Kita akan

membahas secara khusus diagram fasa dua komponen.

6.2.1 Daerah fasa Tunggal

Penentuan komposisi kimia fasa tunggal sangat sederhana.

Komposisinya sama dengan paduan. (lihat gambar)

Gambar 6.4 Komposisi fasa (paduan Pb – Sn )

Berdasarkan gamabr 6.4 Cairan berada pada paduan 60 Sn – 40 Pb pada

225 °C. Jadi cairan itu pasti mempunyai komposisi 60 – 40.

6.2.2 Daerah dua fasa

Penentuan komposisi kimia dari dua fasa dapat ditentukan dengan

mudah. Komposisi dari kedua fasa terdapat pada kedua ujung garis isoterm

yang melintasi daerah fasa dua.

Contoh lihat gambar 6.4

Ambil timah patri 80 Pb – 20 Sn pada 150 °C. Dari gambar diketahui bahwa α

mempunyai komposisi kimia 10% timah putih (dan 90% timah hitam).

Komposisi β hampir 100% timah putih.

Dasar dari prosedur penentuan diatas adalah kenyataan bahwa batas daya

larut timah putih dalam α pada 150°C besarnya 10%. Paduan kita melampaui

batas tersebut karena jumlah timah putih 20%. Oleh karena itu α jenuh

dengan timah putih dan kelebihan timah putih terdapat dalam β. Sebaliknya

batas daya larut timah hitam dalam β < 1 %, oleh karena itu hampir seluruh

timah hitam berada dalam fasa α.

6.2.2.1. Diagram Fasa Dasar dari Sistem Dua Komponen

1. Larut sempurna dalam keadaan cair dan membentuk eutektik dengan

kelarutan terbatas.

Sistem paduan timah – timbal (gambar 6.4) adalah satu contoh dua

komponen yang larut dalam keadaan cair dan masing-masing mempunyai

kelarutan padat terbatas dan membentuk eutektik.

2. Larut sempurna dalam keadaan cair dan membentuk eutektik dengan

komponen murni.

Pada gambar berikut A dan B mempunyai kelarutan padat terbatas satu

terhadap yang lain. Tetapi apabila kelarutan padat tersebut menjadi sangat

kecil, daerah fasa α dan fasa β menjadi sangat sempit dan garis padat

berimpit dengan sumbu temperatur

A B

Gambar 6.5 A. Diagram Fasa : larut dalam keadaan cair pada setiap komposisi dan eutektik dengan komponen murni

B. Diagram Fasa : larut dalam keadaan cair pada setiap komposisi dan eutektik dengan komponen murni,dengan trransformasi alotropik

3. Larut sempurna dalam keadaan cair dan dalam keadaan padat.

A dan B larut sempurna dalam keadaan cair dan padat untuk setiap

komposisi

Gambar 6.6 Diagram Fasa Larut sempurna dalam keadaan cair dan dalamkeadaan padat di setiap komposisi

4. Larut sempurna dalam keadaan cair dan mempunyai senyawa dengan

titik maksimum.

Kalau terdapat senyawa AmBn antara A dan B pada komposisi tertentu,

maka sistem paduan dapat merupakan kombinasi antara A dan AmBn dan

antara B dengan AmBn. Gambar 6.7 menunjukkan kombinasi dari dua sistem

reaksi eutektik, yaitu cairan e1 = fasa padat A + fasa AmBn dan cairan e2 = fasa

AmBn + fasa padat B

Gambar 6.7 Diagram FasaKeadaan cair disetiap komposisi dan senyawa dengan titik maksimum

5. Larut sempurna dalam keadaan cair dan mempunyai senyawa dengan

titik peritektik.

Pada pemanasan kalau senyawa AmBn terurai pada temperatur dibawah

titik cair, diagram fasanya seperti dibawah ini. Dalam gambar tersebut kalau

cairan antara c dan d didinginkan, komposisi dari fasa cair mendekati c

sepanjang garis cair dengan mengkristalkan B(yang disebut kristal primer),

setelah sampai pada garis cair cb. Kalau mencapai temperatur pada cpd,

terjadi reaksi peritektik :

Cairan c + kristal primer B(d)→ Senyawa AmBn

Gambar 6.8 Diagram Fasa larut dalam keadaan cair di setiap komposisi dan senyawa dengan titik peritektik

6. Larut sempurna dalam keadaan cair dan mempunyai peritektik dengan

kelarutan terbatas.

Apabila larutan padat terbentuk sebagai ganti senyawa oleh reaksi

peritektik, pada temperatur cpd reaksi terjadi sebagai berikut :

Kristal Primer β(d) + cairan c → larutan padat α (p)

Gambar 6.9 Diagram Fasa larut dalam keadaan padat disetiap komposisidan peritektik dengan kelarutan padat terbatas

7. Pemisahan dua fasa cairan.

Kebanyakan sistem dua komponen larut sempurna dalam keadaan cair

tetapi apabila fasa cair tidak larut, terpisah seperti air dan eter, diagram

fasanya seperti gambar dibawah ini

Gambar 6.10 Diagram Fasa pemisahan dua fasa cairan

6.3 Kuantitatif Fasa

Selain menentikan komposisi, fasa yang seimbang diagram fasa juga

dapat menentukan berat kedua fasa kalau komposisi asal ditentukan.

(lihat gambar)

Gambar 6.11

Pengkristalan larutan padat oleh pendingin

Gambar merupakan bagian dari diagram Pb – Sn yang mengalami

pengkristalan oleh pendingin. Gambar menyatakan sistem dua fasa dengan

komponen total b% B berada dalam kesetimbangan pada temperatur t1

dimana larutan padat α dengan komposisi b1% B dan cairan dengan

komposisi b2% B berada bersama. Umpamakan jumlah berat 100 gr. Dari

jumlah itu x gr adalah larutan padat α, berat dari cairan adalah (100 – x) gr,

dan dari hubungan antara bahan yang ada dalam kesetimbangan

persamaannya :

100 x = x + (100 – x)

100 x = Volume B

x = Volume B dalam larutan padat α

(100 – x) = Volume B dalam cairan

Dari persamaan diatas :

100b = b1x + 100b2 – b2x

x =

Demikian juga :

Ini merupakan hubungan seperti halnya pada tuas pengungkit atau

timbangan dimana Q sebagai tumpuan. Panjang lengan QQ1 dikalikan

dengan berat α, sama dengan Q2Q dikalikan dengan berat cairan, hubungan

ini dinamakan hubungan tuas QQ1 dan Q2Q dapat dibaca dari sumbu

komposisi. Kalau Q ada ditengah antara Q1 dan Q2, larutan padat α adalah

50% demikian juga cairan yang ada 50%. Kalau Q sama dengan Q1 tidak ada

cairan dan kalau Q sama dengan Q2 tidak ada larutan padat α.

6.4 Fasa Metastabil, Keseimbangan Metastabil

Diagram fasa menunjukkan hubungan fasa yang ada dalam keadaan

kestabilan yang mantap. Kalau ada sesuatu yang berubah, mungkin ada fasa

lain yang timbul pada keadaan akhir selain dari yang ditunjukkan pada

keadaan keseimbangan diagram fasa. Kalau memang terjadi perlu diketahui

perubahan tersebut.

Apabila air murni didinginkan, air akan mengristal menjadi es pada

0°C. Tetapi seperti telah diketahui apabila air didinginkan lanjut di bawah,0°C

dapat terjadi keadaan tidak membeku. Dengan pendinginan lebih lanjut atau

memberikan stimulasi pada air dingin lanjut tersebut pembekuan dapat terjadi

tiba-tiba. Keadaan serupa dapat terjadi terhadap transformasi fasa banyak.

Fasa yang belum sempurna stabil dinamakan fasa metastabil.

Seperti halnya air dingin lanjut, fasa metastabil dapat dilihat pada silika

sebagai satu macam keramik yang penting. Pada Gambar dibawah ini

ditunjukkan bahwa dalarn keadaan padat ada transformasi altropi yaitu

kuarsa, tridimit, kristabolit, dst, perubahan yang saling tergantung juga

menunjukkan fasa metastabil. Keseimbangan metastabil ditunjukkan oleh

garis putus pada gambar tersebut.

Pembekuan dari cairan dan juga perubahan fasa padat, merupakan

transformasi yang disebabkan oleh proses pengintian fasa baru dan proses

pertumbuhan, jadi antarmuka baru terbentuk antar fasa baru matriks. Karena

energi tertentu diperlukan untuk membentuk antar muka tersebut, diperlukan

pendinginan lanjut sampai sejauh tertentu agar terjadi pengintian.

Ada suatu aturan "apabila suatu sistim berubah, perubahan tidak

berubah langsung dari keadaan kurang stabil ke keadaan paling stabil, tetapi

bertahap,berubah pada keadaan metastabil dulu dan demikian berlanjut

akhirnya sampai ke keadaan yang paling stabil". Aturan ini tidak selalu

berlaku umum, tetapi sekurang-kurangnya mengatakan bahwa adanya

keadaan metastabil adalah sangat biasa.

Terutama dalam hal peribahan fasa padat, dimana fasa metastabil cukup

stabil pada temperatur biasa, maka transformasi ke fasa metastabil akan

sangat lambat.

Gambar 6.12 Diagram Fasa Silika

6.5. Diagram Fasa Fe – Fe3C

Diagram fasa ini menjadi landasan untuk laku-panas kebanyakan jenis

baja yang kita kenal. Dalam baja (mengandung kurang dari 1,2% carbon),

baja dapat mempunyai fasa tunggal pada proses penempaan atau

pengerjaan panas lainnya pada daerah sekitar 1100 – 1250 °C karena karbon

yang ada dapat larut didalamnya. Perhatian kita terutama ditujukan pada

bagian diagram antara 700 °C – 900 °C dan daerah karbon antara 0% - 1%.

Bagian inilah yang terpenting bagi ahli teknik karena mikrostruktur baja dapat

diatur dan disesuaikan dengan keinginan.

Gambar 6.13 Diagram Fasa Fe – Fe3C

D. SOAL LATIHAN

1. Jelaskan pengertian diagram fasa dalam hubungannya dengan

metalografi!

2. Baja eutektik ( ~ 0,8% karbon ) dipanaskan sampai suhu 800 °C

kemudian didinginkan secara perlahan-lahan sampai suhu eutektoid

(727 °C). Hitung jumlah karbida yang terbentuk dalam 100 gr baja!

Diketahui reaksi eutektoid untuk paduan Fe – C adalah :

(0,77%C) α (0,02 %C) + Fe3C (6,7%)

DAFTAR PUSTAKA

Van Vlack, Ny. Sriati Djaprie. (1986). Ilmu dan Teknologi Bahan ( Ilmu

Logam dan Bukan Logam ), Edisi Keempat, Penerbit Erlangga,

hal. 358-382.

Ir. Tata Surdia, M.S. Met. E, Prof. Dr. Shinroku Saito. (1992).

Pengetahuan Bahan Teknik, Cetakan Kedua, PT Pradnya Paramita,

hal. 53-62.