metalografi acc l1

31
i ABSTRAK Metallography adalah salah satu cabang bidang metallurgy yang berhubungan dengan pengamatan struktur logam baik secara makro maupun mikro. Struktur makro berarti pengamatan dapat dilakukan tanpa menggunakan alat bantu. Sedangkan struktur mikro memiliki arti bahwa pengamatan dapat dilakukan hanya dengan menggunakan alat bantu. Praktikum ini dilakukan untuk menambah pemahaman tentang struktur mikro logam. Ada beberapa langkah dalam melakukan praktikum metallography ini yaitu pemotongan spesimen, bakelite moulding (jika diperlukan), grinding dan polishing kemudian etching (mengetsa). Pengamatan dilakukan dengan menggunakan mikroskop optis hingga perbesaran 400x dan pengambilan gambar. Hasil yang diperoleh setelah melakukan praktikum ini adalah berupa struktur mikro dari spesimen yang diamati. Pada spesimen satu di dapat persentase karbon sebesar 0,244 % dan termasuk baja hypoeutectoid. Spesimen dua tidak diketahui kadar karbonnya karena tidak mengalami proses etsa. Untuk spesimen tiga kadar karbonnya sebesar 3,29 % yang termasuk dalam besi tuang kelabu (gray cast iron). Dan untuk spesimen empat mempunyai kadar karbon sebesarr 3,66 % yang termasuk dalam besi tuang nodular (nodular cast iron).

Upload: alfand-altamirano-letnanpampat

Post on 20-Feb-2016

99 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

metalurgi dan ilmu bahan logam

TRANSCRIPT

i

ABSTRAK

Metallography adalah salah satu cabang bidang metallurgy yang

berhubungan dengan pengamatan struktur logam baik secara makro maupun

mikro. Struktur makro berarti pengamatan dapat dilakukan tanpa menggunakan

alat bantu. Sedangkan struktur mikro memiliki arti bahwa pengamatan dapat

dilakukan hanya dengan menggunakan alat bantu. Praktikum ini dilakukan untuk

menambah pemahaman tentang struktur mikro logam.

Ada beberapa langkah dalam melakukan praktikum metallography ini

yaitu pemotongan spesimen, bakelite moulding (jika diperlukan), grinding dan

polishing kemudian etching (mengetsa). Pengamatan dilakukan dengan

menggunakan mikroskop optis hingga perbesaran 400x dan pengambilan gambar.

Hasil yang diperoleh setelah melakukan praktikum ini adalah berupa

struktur mikro dari spesimen yang diamati. Pada spesimen satu di dapat

persentase karbon sebesar 0,244 % dan termasuk baja hypoeutectoid. Spesimen

dua tidak diketahui kadar karbonnya karena tidak mengalami proses etsa. Untuk

spesimen tiga kadar karbonnya sebesar 3,29 % yang termasuk dalam besi tuang

kelabu (gray cast iron). Dan untuk spesimen empat mempunyai kadar karbon

sebesarr 3,66 % yang termasuk dalam besi tuang nodular (nodular cast iron).

ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat,

hidayah dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan praktikum

Metalografi ini tepat waktu dan tanpa halangan suatu apa pun.

Laporan praktikum ini disusun sebagai salah satu syarat kelulusan mata

kuliah Metalurgi. Praktikum ini merupakan integrasi dari materi yang telah

diberikan kepada mahasiswa khususnya yang berkaitan dengan bidang studi

Metalurgi sehingga mahasiswa dapat memahami dan mengaplikasikan dari materi

yang telah diterima.

Penulis menyampaikan terimakasih kepada para dewan asisten dan seluruh

grader yang telah banyak membimbing selama praktikum, serta kepada dosen

Metalurgi kami.

Penulis menyadari bahwa laporan praktikum ini masih jauh dari kata

sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan

demi penyempurnaan laporan ini. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi

semua pihak pada umumnya dan bagi penulis pada khususnya.

iii

DAFTAR ISI

ABSTRAK

KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii

DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii

DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. v

DAFTAR TABEL .................................................................................................. vi

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

I.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1

I.2 Tujuan Praktikum ..................................................................................... 1

I.3 Batasan Masalah ....................................................................................... 2

I.4 Sistematika Laporan ................................................................................. 2

BAB II DASAR TEORI ......................................................................................... 1

II.1 Dasar Teori ............................................................................................... 1

II.2 Tahap-tahap Umum dalam Metallography .............................................. 4

II.2.1 Persiapan Spesimen ........................................................................... 4

II.2.2 Grinding dan Polishing ..................................................................... 5

II.2.3 Etching (Mengetsa) ........................................................................... 6

BAB III METODOLOGI ........................................................................................ 1

III.1 Flowchart Praktikum ............................................................................ 1

III.2 Spesimen ............................................................................................... 2

III.3 Peralatan yang Digunakan .................................................................... 2

III.4 Langkah-langkah Percobaan ................................................................. 2

BAB IV PEMBAHASAN ....................................................................................... 1

IV.1 Data Hasil Percobaan ............................................................................ 1

IV.2 Flowchart Perhitungan ......................................................................... 1

IV.3 Contoh Perhitungan .............................................................................. 2

IV.4 Pembahasan .......................................................................................... 6

IV.4.1 Pembahasan Spesimen I .................................................................... 6

IV.4.2 Pembahasan Spesimen II................................................................... 7

IV.4.3 Pembahasan Spesimen III ................................................................. 8

iv

IV.4.4 Pembahasan Spesimen IV ................................................................. 9

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................. 1

V.1 Kesimpulan ............................................................................................... 1

V.2 Saran ......................................................................................................... 1

v

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Diagram fasa Fe3C ............................................................................. 3

Gambar 4.1 Spesimen I .......................................................................................... 6

Gambar 4.2 Spesimen II ......................................................................................... 7

Gambar 4. 3 Spesimen III ....................................................................................... 8

Gambar 4.4 Spesimen IV........................................................................................ 9

vi

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Konsentrasi Struktur Mikro .................................................................... 2

Tabel 4.2 Persentase Kadar Karbon ....................................................................... 6

I-1

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Metallography adalah suatu metode untuk menyelidiki struktur logam

dengan menggunakan mikroskop optis dan mikroskop elektron. Struktur/gambar

logam yang terlihat melalui mikroskop disebut mikro struktur. Pengamatan

metallography dengan mikroskop umumnya dibagi menjadi dua yaitu:

1. Metallography Makro, yaitu pengamatan struktur yang dapat diamati tanpa alat

bantu.

2. Metallography Mikro, yaitu pengamatan struktur dengan alat. Pada gambar ini

terlihat daerah lingkup ukuran mikro struktur logam yang umumnya diamati

dengan mikroskop.

Pada praktikum ini praktikan diperkenalkan dengan beberapa alat

metallography yaitu alat las acetylene, wirecut, dan gergaji, serta prosedur

penggunaannya. Tujuannya adalah memperkuat pemahaman tentang struktur

mikro logam dengan mengenal dan menggunakan alat bantu serta teknik-teknik

dalam metallography seperti mengambil foto struktur mikro.

I.2 Tujuan Praktikum

Tujuan dilaksanakannya praktikum ini yaitu untuk:

1. Mengetahui cara dan langkah-langkah untuk mengamati struktur mikro

dari suatu material.

2. Mengetahui perbandingan struktur mikro serta tampilan fisik material

etsa dan non-etsa.

3. Mengetahui pengaruh komposisi struktur mikro dan komposisi kimia

terhadap sifat mekanik dan klasifikasi material.

I-2

I.3 Batasan Masalah

Batasan masalah yang kita terapkan pada praktikum ini yaitu:

1. Alat yang digunakan dalam praktikum sudah dikalibrasi terlebih dahulu.

2. Pengujian dilakukan pada temperatur kamar.

3. Proses Grinding , Polishing ,dan Etching dianggap baik.

4. Pengamatan struktur mikro dianggap mewakili seluruh permukaan.

I.4 Sistematika Laporan

Dalam penulisan laporan praktikum ini, sistem penyusunan laporan perlu

diperhatikan karena akan mempermudah pemahaman isi tulisan. Adapun sistem

penyusunan laporan ini adalah sebagai berikut.

Bab I Pendahuluan, berisi tentang latar belakang, tujuan praktikum,

batasan masalah, dan sistematika laporan.

Bab II Dasar Teori, berisi tentang teori-teori dasar yang berhubungan

dengan praktikum dan tahap-tahap umum untuk melakukan praktikum

metalografi. Dasar teori digunakan untuk menganalisa hasil praktikum.

Bab III Metodologi, berisi tentang flowchart praktikum, spesimen,

peralatan yang digunakan, standar pengujian, dan langkah-langkah percobaan.

Bab IV Pembahasan, berisi tentang pembahasan dari data yang telah

diolah dari praktikum pada spesimen 1, 2 ,3 dan 4, sehingga dapat dibuat

kesimpulan.

Bab V Kesimpulan dan Saran, berisi tentang kesimpulan dan saran dari

hasil praktikum.

I-1

BAB II

DASAR TEORI

II.1 Dasar Teori

Ilmu logam dibagi menjadi dua bagian khusus, yaitu metallurgy dan

metallography. Metallurgy adalah ilmu yang menguraikan tantang cara pemisahan

logam dari ikatan unsur-unsur lain. Atau cara pengolahan logam secara teknis

untuk memperoleh jenis logam atau logam paduan yang memenuhi kebutuhan

tertentu. Sedangkan metallography adalah ilmu yang mempelajari tentang cara

pemeriksaan logam untuk mengetahui sifat, struktur, temperatur dan prosentase

campuran logam tersebut. Metallography merupakan suatu pengetahuan yang

khusus mempelajari struktur logam dan mekanisnya. Dalam metallography

dikenal pengujian makro (makroscope test) dan pengujian mikro (mikroscope

test).

Pengujian makro (makroscope test) ialah proses pengujian bahan yang

menggunakan mata terbuka dengan tujuan dapat memeriksa celah dan lubang

dalam permukaan bahan. Angka kevalidan pengujian makro berkisar antara 0,5

sampai 50 kali. Pengujian dengan cara demikian biasanya digunakan untuk bahan-

bahan yang memiliki struktur kristal yang tergolong besar atau kasar. Misalnya,

logam hasil coran (tuangan) dan bahan yang termasuk non-metal (bukan logam).

Pengujian mikro (mikroscope test) ialah proses pengujian terhadap bahan

logam yang bentuk kristal logamnya tergolong sangat halus. Mengingat demikian

halusnya, sehingga pengujiannya menggunakan suatu alat yaitu mikroskop optis

bahkan mikroskop elektron yang memiliki kualitas pembesaran antara 50 hingga

3000 kali.

Pengujian metallography dapat memberikan gambar-gambar dari struktur

logam yang diuji sehingga adat diteliti lebih lanjut mengenai hubungan struktur

pembentuk logam dengan sifat-sifat logam tersebut.

I-2

Adapun struktur mikro dari besi dan baja, dimana unsur paduan utamanya

adalah karbon. Adapun penggolongan baja dibandingkan dengan kadar C dari

komposisi eutektoid adalah sebagai berikut:

1. Baja yang berkadar C = komposisi eutektoid dinamakan baja eutektoid.

2. Baja yang berkadar C < komposisi eutektoid dinamakan baja hipoeutektoid.

3. Baja yang berkadar C > komposisi eutektoid dinamakan baja hipereutektoid.

Berikut ini merupakan istilah-istilah yang terdapat pada diagram besi baja,

yaitu:

1. Austenit

Yaitu larutan padat karbon di dalam Fe γ dengan kelarutan maksimal 2% C

pada suhu 1130° C.

2. Besi α (feritte)

Yaitu larutan padat karbon di dalam besi α (FCC) dengan kelarutan maksimal

0.025% C pada suhu 723° C (titik eutektoid).

3. Besi δ (delta)

Yaitu larutan padat karbon di dalam besi δ dengan kelarutan maksimal 0.1% C

pada suhu 1492° C.

4. Ledeburit

Yaitu campuran mekanis yang homogen antara kristal-kristal halus austenit (γ)

dengan kadar 2 % C dan kristal-kristal halus sementit (Fe3C) dengan kadar

6,67% C, yang rapat terletak bersebelahan, serta terjadi pada suhu tetap 1130°

C (suhu eltektikuin).

5. Pearlite (Pt)

Yaitu campuran mekanis yang homogen antara kristal-kristal halus ferit (α)

dengan kadar 0.02h% C dan kristal-kristal halus sementit (Fe3C) dengan kadar

6.67% C, yang rapat terletak bersebelahan, serta terjadi pada suhu 723° C (suhu

eutektoid). Hal ini terjadi bukan dari larutan cair tetapi dari larutan pada

austenit (ke kiri pearlit berkurang).

6. Sementit (Fe3C)

Yaitu ikatan kimia besi karbon (Fe3C) yang terbentuk pada konsentrasi

6.67% C melalui reaksi 3Fe + C - Fe3C, yang disebut sebagai karbid besi

I-3

berwarna terang/keputih-putihan.

7. Graphite

Yaitu kristal karbon dengan elemen kristal berwarna gelap dan bersifat stabil

(Pt + Ld + Fe3C).

Fase-fase tersebut memiliki sifat-sifat yang khas. Ferit mempunyai sel

satuan kubus pusat badan atau body centered tetragonal (BCC), yang

menunjukkan titik mulur yang jelas dan menjadi getas pada temperatur rendah.

Austenit mempunyai sel satuan kubus pusat muka atau face centered cubic (FCC),

yang menunjukkan titik mulur yang jelas tanpa kegetasan pada keadaan dingin.

Akan tetapi, kalau berupa fase metastabil dapat berubah menjadi α’ pada

temperatur rendah dengan pengerjaan. Martensit adalah fase larutan padat lewat

jenuh dari karbon dalam sel satuan tetragonal pusat badan atau body centered

Gambar 2.1 Diagram fasa Fe3C

0,1 0,16

I-4

tetragonal (BCT). Semakin tinggi derajat kelewat-jenuhan karbon, semakin besar

pula perbandingan satuan sumbu sel satuannya dan semakin keras, serta semakin

getas martensit tersebut. Sedangkan bainit mempunyai sifat-sifat antara martensit

dengan ferit.

Baja merupakan paduan yang terdiri dari besi, karbon, dan unsur lainnya.

Baja dapat dibentuk melalui pengecoran, pencanaian, atau penempaan. Karbon

merupakan salah satu unsur terpenting karena dapat meningkatkan kekerasan dan

kekuatan baja. Baja merupakan logam yang paling banyak digunakan dalam

teknik, bentuk pelat, lembaran, pipa, batang, profil, dan sebagainya. Berdasarkan

unsur paduannya, klasifikasi baja mengikuti SAE (Society of Automotive

Engineers) dan AISI (American Iron and Steel Institute). Baja paduan yang

meliputi ± 15% dari seluruh produksi baja mempunyai kegunaan khusus karena

sifatnya yang unggul dibandingkan dengan baja karbon. Pada umumnya baja

paduan memiliki:

1. Keuletan yang tinggi tanpa pengurangan kekuatan tarik.

2. Kemampu-kerasan sewaktu dicelup dalam minyak atau udara dan dengan

demikian kemungkinan retak atau distrosinya kurang.

3. Tahan terhadap korosi dan keausan yang bergantung pada jenis paduannya.

4. Tahan terhadap perubahan suhu, yang berarti bahwa sifat fisisnya tidak banyak

berubah.

5. Memiliki kelebihan dalam sifat-sifat metallurgy seperti butir yang halus.

II.2 Tahap-tahap Umum dalam Metallography

II.2.1 Persiapan Spesimen

Tahap awal adalah pengambilan sample dari benda kerja, yang

paling penting dalam hal ini adalah pengambilan spesimen dilakukan

dengan hati-hati dan menggunakan peralatan yang sesuai, agar tidak

terjadi perubahan struktur mikro pada spesimen akibat operasi

pemotongan. Alat yang digunakan misalnya gergaji, wirecut. Ukuran juga

harus diperhatikan untuk memudahkan langkah selanjutnya, hendaknya

diambil sesuai kebutuhan dan ketersediaan benda kerja. Jika ukuran terlalu

I-5

besar maka akan mengalami kesulitan dipegang dalam proses grinding dan

polishing. Jika ukuran terlalu kecil umumnya dilakukan mounting dengan

bakelite moulding pada intinya bakelite moulding adalah proses mounting

dengan menggunakan bubuk resin yang didalamnya dimasukkan benda

kerja, kemudian diproses dan dipanaskan, sehingga didapatkan resin yang

keras dan di dalamnya terdapat benda kerja yang akan diperlakukan

metallography. Bakelite moulding ini sangat diperlukan jika dalam proses

grinding dan polishing menggunakan alat-alat otomatis.

II.2.2 Grinding dan Polishing

Proses ini menggunakan kertas amplas yang kasar sampai halus.

Tingkat kehalusan kertas amplas ini ditentukan oleh ukuran serbuk silicon

carbida yang menempel pada kertas tersebut. Misalnya ada amplas yang

memiliki tingkat kehalusan hingga 220, angka 220 menunjukkan bahwa

serbuk silicon carbida pada kertas amplas itu bisa lolos dari ayakan hingga

mencapai 220 lubang pada luas 1 inchi2 (sekitar 625 mm

2).

Untuk langkah pertama penggosokkan menggunakan amplas no.

400 dalam satu arah pada permukaan spesimen yang akan diteliti keadaan

strukturnya. Setelah itu menggosok kasar lanjutan permukaan spesimen

tersebut dengan kertas amplas no. 600 dengan arah lurus arah

penggosokkan pertama (arah kedua), dilanjutkan penggosokan halus

permukaan tersebut dengan amplas no. 800 dengan arah sama dengan arah

pertama. Penggosokkan halus permukaan dengan amplas no. 1000 dan

dilanjutkan no. 1200 dengan arah sama dengan arah penggosokkan kasar

lanjut.

Benda uji yang telah melewati proses penggerindaan diteruskan ke

proses pemolesan. Mesin yang digunakan adalah mesin poles

metallography. Mesin ini terdiri dari piringan yang berputar diatasnya

diberi kain poles terbaik. Kain ini dikenal dengan kain selvyt (beludru).

Cara pemolesannya, benda uji diletakkan diatas piringan yang berputar,

I-6

kain poles diberi sedikit pasta oles. Pasta oles yang biasa digunakan

adalah alumina (Al2O3). Dalam istilah perdagangan diberi nama autosol

atau gama alumina. Bila garis-garis bekas amplasan masih terlihat,

pemolesan diteruskan. Dan bila tampak sudah rata, specimen dibersihkan

dan dilanjutkan dengan pengetsaan.

II.2.3 Etching (Mengetsa)

Hasil pemolesan yang terakhir akan menghasilkan suatu laspisan yang

menutupi permukaan struktur logam. Agar struktur mikro dapat terlihat dengan

jelas dibawah mikroskop, lapisan tersebut harus dilarutkan (dihilangkan) dengan

cara mengetsa. Mengetsa dalam kamus dapat diartikan sebagai proses

pembuatan gambar atau ukiran pada pelat tembaga yang dilapisi lilin

dengan benda tajam, kemudian membiarkan garis-garis yang diperoleh itu

terkena korosi cairan asam. Hasil proses ini ialah etsa, yaitu untuk

pemeriksaan makro dan mikro yang biasa dipakai dalam metallography.

Bahan larutan yang digunakan untuk etsa makro adalah:

a. Hidrochoric, komposisinya 50% asam hydrochloric dalam air dengan

suhu antara 70o-80

oC dan waktu yang dibutuhkan 1 jam. Pemakaiannya

untuk bahan baja dan besi.

b. Sulphuric, komposisinya 20% asam sulphuric dalam air dengan suhu

80oC dan waktu yang diperlukan antara 10 hingga 20 detik.

Pemakaiannya untuk bahan besi dan baja.

c. Nitric, komposisinya 20% asam nitric dalam air, hanya saja nitric boleh

dingin jika cocok. Pemakaiannya untuk bahan besi dan baja.

d. Alcoholic feric chloride, komposisinya 96 cm3 ethyl alcohol, 59 gram

feric chloride, dan 2 cm3 asam hydrochloric.

e. Bahan etsa, komposisinya copper ammonium chloride 9 gram dan air 91

ml, spesimen untuk baja. Waktu etsa lebih lama daripada etsa mikro

struktur.

f. Untuk mengetsa baja agar didapat hasil etsa yang dalam dan tebal

lapisannya digunakan bahan etsa yang baik, yaitu hydrochloric acid

I-7

(HCl) 140 ml, sulphuric acid (H2SO4) 3 ml, dan air 50 ml dengan

waktu etsa antara 15 hingga 20 menit.

g. Spesimen alumunium atau campuran alumunium bahan etsa adalah

hydroflorideacid (HF) 10 ml, nitrit acid (HNO3) 1 ml, dan air

200 ml, waktu pengetsannya sangat singkat dan karena itu, jika terjadi

lapisan hitam yang tebal dapat dihilangkan dengan cara merendam pada

asam nitrat (HNO3). Waktu pengetsaan ini lebih lama daripada etsa

untuk mikro struktur. Setelah melakukan pengetsaan, dapat dilihat

bagian mana yang bengkok atau mengambang dari serat (alur) benda

kerja tersebut. Macro test ini biasanya dilakukan pada benda yang

pembuatannya ditempa, dituang dan hasil pengerolan.

Bahan larutan yang digunakan untuk etsa mikro adalah:

a. Asam nitrat, komposisinya asam nitrat 2 ml dan alkohol 95% atau 98

ml. Pemakaiannya untuk bahan karbon, baja paduan rendah, dan baja

paduan sedang. Waktu yang diperlukan beberapa detik sampai menit.

b. Asam pikrat, komposisinya pikrat 4 gram, alkohol 95% atau 98 ml.

Pemakaiannya untuk baja karbon dalam keadaan normal, dilunakan,

dikeraskan (hardening) dan ditemper (tempering). Waktu pengetsannya

sampai sampai beberapa detik sampai 1 menit.

c. NH4OH H2O2, komposisinya NH4OH sebagai dasar dan H2O2 beberapa

tetes. Pemakaiannya untuk bahan tembaga dan paduannya. Waktu

pengetsannya sampai sampai bahan uji berwarna biru.

d. Bahan etsa adalah natal 2%, yaitu 2 ml asam nitrat (HNO3) dan 98 ml

methyl alkohol dalam waktu 10-30 detik.

e. Bahan etsa menggunakan asam yang terdiri dari 10% ammonium

ferisulfat, 25% ammonium acrocide NH4(OH), dan 65% larutan asam

chroom dalam waktui 10-30 detik. Pemakaiannya untuk tembaga dan

campurannya.

I-8

Cara mengetsa:

Setelah bahan uji melalui beberapa tahapan, maka benda uji dapat

langsung dietsa, caranya tempatkan asam yang akan digunakan untuk mengetsa

pada sebuah cawan, kemudian celupkan permukaan benda uji pada asam tersebut

dengan waktu yang telah ditetapkan, lalu cuci dengan air hangat (alkohol) untuk

menghentikan reaksi. Lalu keringkan dengan udara (kompresor).

Pengaruh etsa:

Etsa larutan kimia sangat mempengaruhi bentuk permukaan benda uji.

Dengan kata lain, baik tidaknya hasil pengetsaan sedikit banyak dipengaruhi oleh

larutan kimia untuk pengetsaan. Setelah bahan uji dietsa, diatas seluruh

permukaan benda uji akan tampak garis-garis yang tidak teratur. Garis-garis yang

tampak itu menunjukkan adanya batas antar butir kristal logam tersebut. Untuk

memperjelas bentuk dan corak butir-butir kristal yang berbeda jenisnya itu, bisa

diamati dengan menggunakan mikroskop. Dengan mikroskop ini kita bisa

menunjukkan adanya perbedaan beberapa elemen yang terkandung dalam bahan

uji tersebut meskipun begitu, tidak semua proses pengetsaan menghasilkan hasil

etsaan yang memuaskan. Dengan kata lain, dalam satu proses pengetsaan

terkadang kita tidak berhasil mengetsa benda yang kita uji. Terjadinya kegagalan

ini bisa disebabkan oleh beberapa faktor, seperti:

a. Benda kerja kotor karena terlalu lunak atau ada minyak.

b. Pada waktu mencuci, benda kerja tidak bersih.

c. Kurangnya waktu pengetsaan

d. Terlalu lama waktu yang digunakan dalam pengetsaan.

e. Salah memilih dan menggunakan cairan etsa (etcing reagent).

III-1

BAB III

METODOLOGI

III.1 Flowchart Praktikum

Start

· Alat dan bahan:

· Mikroskop Optis

· Hypoeutectoid

· Baja non Etsa

· Grey Cast iron

· Nodular Cast Iron

Spesimen Uji Dipersiapkan

Mikroskop Dipersiapkan

Spesimen Dipersiapkan ke Preparat

Mikroskop di Setting Fokusnya

Komposisi Spesimen Diamati

Struktur Mikro Diamati

4 ≥ n

Struktur Mikro Digambar

END

n = n + 1

Tidak

Ya

III-2

III.2 Spesimen

1. Baja poros (etching)

2. Besi cor kelabu (non-etching)

3. Besi cor kelabu (etching)

4. Besi cor nodular (etching)

III.3 Peralatan yang Digunakan

1. Alat pemotong benda menjadi spesimen, contoh alat las acetylene,

wirecut, dan gergaji

2. Mesin grinding dan polishing

3. Kertas gosok grid 80, 120, 240, 320, 600, 800, 1000, 1500, 2000

4. Kain halus (kain beludru)

5. Serbuk alumina

6. Cairan pengetsa

- baja poros (nital)

- besi cor kelabu (nital)

- besi cor nodular (nital)

7. Cairan aquades

8. Miskroskop optis dengan perbesaran 400x

III.4 Langkah-langkah Percobaan

1. Persiapan alat untuk mengambil spesimen dari benda.

2. Spesimen dipotong menggunakan alat las acetylene.

3. Spesimen dipotong menggunakan wirecut untuk menghilangkan/

memperkecil efek HAZ (Heat Affecting Zone).

III-3

4. Spesimen dipotong menggunakan gergaji mesin untuk menghilangkan

HAZ dari proses wirecut.

5. Spesimen di-grinding dengan menggunakan kertas gosok mulai grid 80

sampai 2000.

6. Spesimen dipoles menggunakan kain beludru yang diberi serbuk

alumina.

7. Spesimen di-etsa selama 3-5 detik lalu spesimen segera dicuci dengan

air aquades dan dilap hingga kering.

8. Meletakkan spesimen pada mikroskop optis dan mengatur pembesaran

hingga 400x.

9. Menggambar struktur mikro yang terlihat di mikroskop.

10. Menghitung komposisi struktur mikro dari hasil pengamatan.

IV-1

BAB IV

PEMBAHASAN

IV.1 Data Hasil Percobaan

Data terlampir pada Lampiran.

IV.2 Flowchart Perhitungan

START

Persentase ferrite,

pearlite, grafite, ρ

ferrite, ρ pearlite, ρ

grafit

mf = x % ferrite

mf = x % pearlite

mf = x % grafit

mtot = mf + mp +

mg

%C = Ʃ massa masing – masing struktur x % M

MC – F = 0,008% x massa ferrite

MC – P = 0,8% x massa pearlite

MC – G = 100% x massa grafit

% karbon dalam

spesimen 1, 3, dan 4

FINISH

i ≤ 4 i ≤ i + 1

IV-2

IV.3 Contoh Perhitungan

Dari percobaan yang dilakukan, diperoleh data dari 4 spesimen

yang berbeda. Data yang diperoleh dari hasil percobaan adalah sebagai

berikut:

Tabel 4.1 Konsentrasi Struktur Mikro

Spesimen Penyusun Struktur Mikro

Ferrite (%) Pearlite (%) Graphite (%)

I 70 30 -

II - - -

III 70 20 10

IV 25 65 10

A. Perhitungan % C pada Spesimen 1

Penyusun struktur mikro:

1. Ferrite = 70 %

2. Pearlite = 30 %

*Asumsi V = 1 cm3

(

⁄ )

Ferrite = 7,78 dengan Cmax = 0,008 %

Pearlite = 7,89 dengan Cmax = 0,8 %

Massa Total = 7,913

+

IV-3

(baja hypoeutectoid)

B. Perhitungan % C pada Spesimen 2

Penyusun struktur mikro:

1. Ferrite = 0 %

2. Pearlite = 0 %

3. Graphite = 0 %

*Asumsi V = 1 cm3

(

⁄ )

Ferrite = 7,78 dengan Cmax = 0,008 %

Pearlite = 7,89 dengan Cmax = 0,8 %

Graphite = 2,6 dengan Cmax = 100%

+

Massa Total = 0

IV-4

(tidak dapat diketahui)

C. Perhitungan % C pada Spesimen 3

Penyusun struktur mikro:

1. Ferrite = 70 %

2. Pearlite = 20%

3. Graphite = 10 %

*Asumsi V = 1 cm3

(

⁄ )

Ferrite = 7,78 dengan Cmax = 0,008 %

Pearlite = 7,89 dengan Cmax = 0,8 %

Graphite = 2,26 dengan Cmax = 100 %

+

Massa Total = 7,25

IV-5

(cast iron)

D. Perhitungan % C pada Spesimen 4

Penyusun struktur mikro:

1. Ferrite = 25 %

2. Pearlite = 65 %

3. Graphite = 10 %

*Asumsi V = 1 cm3

(

⁄ )

Ferrite = 7,78 dengan Cmax = 0,008 %

Pearlite = 7,89 dengan Cmax = 0,8 %

Graphite = 2,26 dengan Cmax = 6,67 %

+

Massa Total = 7,2995

(cast iron)

IV-6

Tabel 4.2 Persentase Kadar Karbon

Spesimen Penyusun Struktur Mikro (%)

% C Ferrite Pearlite Graphite

I 70 30 - 0,244

II - - - -

III 70 20 10 3,29

IV 25 65 10 3,66

IV.4 Pembahasan

IV.4.1 Pembahasan Spesimen I

Setelah melakukan percobaan metallography dengan perbesaran

optis 400x, terlihat dua stuktur mikro pada spesimen I, yaitu ferrite dan

pearlite. Pearlite mempunyai struktur mikro dengan warna gelap dan

berbentuk linear, sedangkan ferrite mempunyai sturktur mikro dengan

warna lebih terang dapat terlihat pada gambar 4.1.

Pada spesimen I, dapat diketahui keadaan struktur mikro pada saat

proses pendinginan melalui kurva pendinginannya ( cooling curve ).

Spesimen I berupa fasa liquid pada temperatur 1520 °C. kemudian akan

membentuk fasa delta dan liquid pada range temperatur 1520 °C – 1492

°C. Lalu melewati garis peritectic pada temperatur 1492 °C dan terbentuk

austenit dan liquid. Kemudian akan membentuk fasa austenit dan liquid

pada range temperatur 1492 °C – 1480 °C. Setelah itu akan membentuk

fasa austenit pada range temperatur 1480 °C – 810 °C. Pada range

temperatur 810 °C – 723 °C terbentuk fasa austenit dan ferrite. Kemudian

Gambar 4.1 Spesimen I

IV-7

melewati garis eutectoid pada temperatur 723 °C dan memiliki struktur

mikro dengan fasa berupa ferrite dan pearlite hingga suhu kamar.

Dari hasil perhitungan pada tabel didapatkan presentase carbon

spesimen I sebanyak 0,244%. Spesimen ini mempunyai struktur mikro

ferrite yang bersifat lunak dan ferromagnetic. Sedangkan pearlite

memiliki sifat keras dan getas.

Dari hasil pengamatan dan perhitungan dapat disimpulkan bahwa

spesimen I adalah baja hypo-eutectoid. Baja hypo-eutectoid memiliki

kandungan ferrite lebih dominan, maka sifatnya adalah lunak, tangguh dan

kuat. Contoh pengaplikasiannya di dunia industri adalah konstruksi mesin,

poros, roda gigi dan rantai.

IV.4.2 Pembahasan Spesimen II

Pada pengujian metallography di spesimen II tidak ditemukan

struktur mikro yang spesifik. Hal tersebut disebabkan oleh spesimen yang

tidak dilakukan proses pengetsaan.

Di spesimen II ini hanya terlihat garis-garis hitam buram yang

merupakan visualisasi dari flake-flake graphite yang berwarna hitam.

Flake-flake graphite yang terlihat pada gambar 4.2 tetap terlihat meskipun

tidak dilakukan proses pengetsaan, karena warna hitam buram tersebut

bersifat menyerap cahaya.

Dari hasil yang diperoleh maka bisa disimpulkan bahwa spesimen

II tidak dapat diketahui struktur penyusunnnya yang spesifik dan sifat

mekanisnya juga belum diketahui karena spesimen tersebut belum

dilakukan pengetsaan.

Gambar 4.2 Spesimen II

IV-8

IV.4.3 Pembahasan Spesimen III

Pada praktikum metallography yang telah dilakukan dengan

perbesaran 400x, maka pada spesimen III ini terlihat 3 jenis struktur mikro

yaitu pearlite, ferrite, dan graphite. Pearlite mempunyai warna abu-abu

dan berbentuk berlamel-lamel. Sedangkan ferrite memiliki warna yang

lebih terang (putih), dan graphite berbentuk flake yang berwarna gelap

(hitam).

Pada spesimen III, dapat diketahui keadaan struktur mikro pada

saat proses pendinginan melalui kurva pendinginannya ( cooling curve ).

Spesimen III berupa fasa liquid pada temperatur 1245 °C. kemudian akan

membentuk fasa austenit dan liquid pada range temperatur 1245 °C –

1154 °C. Kemudian melewati garis eutectic pada temperatur 1154 °C dan

terbentuk austenit dan cementite. Kemudian melewati garis eutectoid pada

temperatur 728 °C dan memiliki struktur mikro dengan fasa berupa

pearlite, ferrite, dan graphite hingga suhu kamar.

Dari pengamatan dan hasil perhitungan untuk praktikum

metallography, didapatkan presentase karbon pada spesimen III. Dari

hasil perhitungan pada tabel didapatkan presentase carbon spesimen III

sebanyak 3,29%. Pada spesimen III memiliki struktur mikro ferrite yang

sifatnya lunak dan paramagnetic. Sifat-sifat pada struktur mikro logam

pada spesimen III yaitu pearlite memiliki sifat yang getas. Dan graphite

memilik bentuk serpih (flake) yang melengkung dan meruncing di ujung-

ujungnya membuat sifat logamnya menjadi getas karena ujung graphite

flake yang tajam menyebabkan adanya konsentrasi tegangan pada ujung

graphite-nya, sehingga tegangannya besar dan mudah patah.

Gambar 4. 3 Spesimen III

IV-9

Aplikasi atau penggunaan dari grey cast iron ini cukup banyak

antara lain untuk pembuatan cylinder block, cylinder head, piston, dutch

paltes, transmission cases, diesel engine casting, rumah pompa, roda gigi,

dan lain-lain.

IV.4.4 Pembahasan Spesimen IV

Pada percobaan metallography dilakukan perbesaran optis sebesar

400x. Pada spesimen IV terlihat struktur mikronya yaitu pearlite, graphite,

dan ferrite. Pearlite berwarna gelap dan berbentuk linear, ferrite memiliki

warna yang lebih terang, sedangkan grafite berbentuk sphere dan berwarna

gelap.

Pada spesimen IV, dapat diketahui keadaan struktur mikro pada

saat proses pendinginan melalui kurva pendinginannya ( cooling curve ).

Spesimen IV berupa fasa liquid pada temperatur 1250 °C. kemudian akan

membentuk fasa austenit dan liquid pada range temperatur 1250 °C –

1154 °C. Kemudian melewati garis eutectic pada temperatur 1154 °C dan

terbentuk austenit dan cementite. Kemudian melewati garis eutectoid pada

temperatur 728 °C dan memiliki struktur mikro dengan fasa berupa

pearlite, ferrite, dan graphite hingga suhu kamar.

Dari hasil perhitungan pada tabel 4.2 didapatkan persentase karbon

pada spesimen sebesar 3,66%. Spesimen ini mempunyai struktur mikro

pearlitik yang bersifat lebih kuat, keras dan lain-lain. Serta ferrite yang

mempunyai sifat lunak dan ferromagnetic.

Dari hasil pengamatan dan perhitungan dapat disimpulkan bahwa

spesimen IV adalah jenis baja cor nodular yang memiliki kandungan

Gambar 4.4 Spesimen IV

IV-10

pearlite yang lebih dominan. Oleh karena itu sifat dari spesimen ini kuat

dan keras. Pengaplikasiannya di dunia industri banyak digunakan untuk

katup, piston, dan lain-lain.

V-1

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

V.1 Kesimpulan

1. Spesimen I merupakan baja hypo-eutectoid dengan kadar karbon sebesar

0,244%, dan memiliki sifat mekanik kuat dan ulet.

2. Spesimen II tidak diketahui kadar karbonnya, karena tidak mengalami

proses etsa.

3. Spesimen III merupakan besi tuang kelabu (grey cast iron) dengan kadar

karbon 3,29%, dan memiliki sifat mekanik lebih getas dibanding besi

tuang nodular namun kekuatan tarik dan keuletan nya lebih rendah

dibanding besi tuang nodular.

4. Spesimen IV merupakan besi tuang nodular (nodular cast iron) dengan

kadar karbon 3,66%, memiliki sifat mekanik yang ulet , memiliki

ketangguhan dan kekuatan yang tinggi.

5. Pada Spesimen 1 memiliki sifat mekanik yang lebih keras dibandingkan

Spesimen 2 dan 3, tetapi spesimen 1 memiliki sifat mekanik ketangguhan

yang lebih rendah dibandingkan spesimen 2 dan 3.

V.2 Saran

1. Seharusnya pada percobaan metallography yang telah dilakukan, seluruh

proses yang ada pada langkah kerja harus dilakukan sesuai dengan

prosedur agar praktikan lebih memahami tentang percobaan

metallography.

2. Seharusnya pada saat pengamatan dan pengambilan gambar mikro struktur

menggunakan mikroskop optis yang lebih canggih agar hasil pengamatan

yang diperoleh lebih jelas.

DAFTAR PUSTAKA

Avner, Sydney H dan Hill, Mc. Graw. 1987. Introduction to Physical Metallurgy

2nd

ed. Tokyo.

Callister, William D. dan Wiley John. 2007. Materials Science and Engineering

an Introduction 7th

ed.,. New York.