bab 4krim

50
BAB IV KRIM 4.1. Definisi Krim merupakan istilah yang digunakan dalam dunia farmasi, kedokteran dan kosmetik, sebagai sediaan berbentuk emulsi, dan bersifat semi solid. Krim biasanya digunakan untuk pemakaian pada kulit atau membran mukosa. Beberapa definisi krim, adalah sebagai berikut : 1. Krim adalah bentuk sediaan setengah padat, mengandung satu atau lebih bahan terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai (FI IV, 1994). Istilah ini secara tradisional telah digunakan untuk sediaan setengah padat yang mempunyai konsistensi relatif cair, diformulasi sebagai emulsi air dalam minyak atau minyak dalam air. Sekarang batasan tersebut lebih diarahkan untuk produk yang terdiri dari emulsi minyak dalam air atau disperse mikrokristal asam-asam lemak atau alkohol berantai panjang dalam air, yang dapat dicuci dengan air dan lebih ditujukan untuk penggunaan kosmetika dan estetika. Krim dapat digunakan untuk pemberian obat melalui vagina. 92

Upload: nana-chan

Post on 02-Aug-2015

1.159 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB 4KRIM

BAB IV

KRIM

4.1. Definisi

Krim merupakan istilah yang

digunakan dalam dunia farmasi,

kedokteran dan kosmetik, sebagai

sediaan berbentuk emulsi, dan bersifat

semi solid. Krim biasanya digunakan

untuk pemakaian pada kulit atau

membran mukosa.

Beberapa definisi krim, adalah

sebagai berikut :

1. Krim adalah bentuk sediaan

setengah padat, mengandung satu

atau lebih bahan terlarut atau

terdispersi dalam bahan dasar yang

sesuai (FI IV, 1994). Istilah ini

secara tradisional telah digunakan

untuk sediaan setengah padat yang

mempunyai konsistensi relatif cair,

diformulasi sebagai emulsi air

dalam minyak atau minyak dalam

air. Sekarang batasan tersebut lebih

diarahkan untuk produk yang terdiri

dari emulsi minyak dalam air atau

disperse mikrokristal asam-asam

lemak atau alkohol berantai panjang

dalam air, yang dapat dicuci dengan

air dan lebih ditujukan untuk

penggunaan kosmetika dan estetika.

Krim dapat digunakan untuk

pemberian obat melalui vagina.

2. Menururt FI edisi III krim adalah

sediaan setengah padat berupa

emulsi yang mengandung minimal

60 % air untuk pemakaian luar.

Krim rusak karena pengaruh suhu

dan perubahan komposisi karena

penambahan salah satu fase secara

berlebihan. Krim yang sudah

diencerkan harus digunakan dalam

waktu satu bulan. Pengawet yang

digunakan metil paraben (0,12-

0,18 %) atau propil paraben (0,02-

0,05 %)

3. Krim adalah sediaan semi solid

kental, umumnya berupa emulsi

M/A (krim berair) atau emulsi

A/M (krim berminyak) (The

Pharmaceutical Codex)

4. Krim adalah sediaan homogen,

viscous atau semi solid yang

biasanya mengandung larutan atau

suspensi satu atau lebih zat aktif

dalam basis yang cukup. Krim

diformulasikan menggunakan basa

hidrofilik atau hidrofobik untuk

mendapatkan krim yang

tersatukan dengan secret kulit.

92

Page 2: BAB 4KRIM

Krim biasanya digunakan pada kulit

atau membran mukosa untuk

perlindungan, pengobatan atau

pencegahan. Krim harus

menggunakan pengawet serta

mengandung zat tambahan yang

cocok seperti anti oksidan,

stabilizer, pengemulsi dan

pengental (BP, 1988)

5. Krim adalah sediaan yang

diformulasi misibel dengan sekret

kulit, dimaksudkan untuk

digunakan di kulit atau membran

mukosa tertentu dengan tujuan

protektif, terapeutik, atau

profilaktik, terutama yang tidak

memerlukan efek oklussif (BP

2002)

4.2. Penggolongan Krim

Berdasarkan pemakaian

a. Untuk kosmetik, Contoh : Cold

cream

b. Untuk pengobatan, Contoh : Krim

neomisin

Berdasarkan tipe emulsinya

a. Tipe M/A atau O/W

Krim M/A (Vanishing krim) yang

digunakan melalui kulit akan hilang

tanpa bekas. Pembuatan krim M/A

sering menggunakan zat

pengemulsi campuran dari

surfaktan (jenis lemak yang

ampifilik) yang umumnya

merupakan rantai panjang alkohol

walaupun untuk beberapa sediaan

kosmetik pemakaian asam lemak

lebih popular.

b. Tipe A/M atau W/O

Krim berminyak mengandung zat

pengemulsi A/M yang spesifik

seperti adeps lanae, wool alkohol

atau ester asam lemak dengan atau

garam dari asam lemak dengan

logam bervalensi 2, misal Ca.

Krim A/M dan M/A

membutuhkan emulgator yang

berbeda-beda. Jika emulgator

tidak tepat, dapat terjadi

pembalikan fasa.

Keuntungan Sediaan Krim

Keuntungan sediaan krim adalah :

1. Mudah dicuci dan dihilangkan dari

kulit dan pakaian

2. Tidak berminyak

3. Basis krim mengandung air dalam

jumlah banyak sedangkan sel

hidup biasanya lembab. Hal ini

akan mempercepat pelepasan obat.

Selain itu, tegangan permukaan

kulit akan diturunkan oleh

93

Page 3: BAB 4KRIM

emulgator dan bahan pembantu lain

yang terdapat dalam basis krim

sehingga absorbsi lebih cepat. Basis

krim yang berair juga dapat

memelihara kelembaban sel kulit

yang rusak.

4. Krim mudah dipakai, memberikan

dispersi obat yang baik pada

permukaan kulit dan mudah dicuci

dengan air.

5. Absorbsi obat yang optimal adalah

pada obat yang larut air dan larut

minyak, maka bentuk pembawa

yang cocok untuk memperoleh

absorbsi yang optimal adalah krim

atau basis salep emulsi (RPS, Hal

413).

Untuk membuat sediaan krim

yang berkhasiat dan aman, diperlukan

data-data sebagai berikut:

1. Monografi zat aktif untuk keperluan

pemeriksaan bahan baku yang

digunakan. Bahan baku harus

memenuhi persyaratan farmakope

agar dapat digunakan untuk sediaan

farmasi.

2. Monografi sediaan krim zat X

untuk mengetahui persyaratan yang

harus dipenuhi oleh sediaan krim

yang meliputi :

a.Identifikasi dan penetapan kadar

zat aktif dalam sediaan zat dan

cara penetapannya.

b. Persyaratan-persyaratan

yang harus dipenuhi oleh sediaan

krim zat X.

3. Data farmakologi untuk

menentukan dosis zat aktif dalam

sediaan, indikasi, kontra indikasi,

efek samping, interaksi dan

peringatan pasien.

4. Data preformulasi dan bahan baku

pembantu untuk menyusun formula

sediaan krim.

5.Undang-undang yang berhubungan,

yaitu peraturan-peraturan mengenai

penggolongan obat, penandaan dan

pengemasannya.

Untuk membuat sediaan krim,

dibutuhkan beberapa bahan pembantu.

Pemilihan bahan pembantu didasarkan

pada kesesuaian dan bentuk fisik jenis

campuran serbuk yang dibutuhkan.

Bahan pembantu yang digunakan

sebaiknya seminimal mungkin.

Semakin banyak bahan yang

digunakan, semakin banyak pula

masalah yang timbul, seperti masalah

inkompatibilitas. Karena itu, sedapat

mungkin eksipien yang digunakan

benar-benar dibutuhkan dalam

formulasi. Akan lebih baik jika

94

Page 4: BAB 4KRIM

menggunakan eksipien yang dapat

berfungsi lebih dari satu macam.

Hal-hal yang perlu diperhatikan

dalam merancang sediaan krim adalah :

1. Pemilihan zat aktif untuk sediaan

krim harus dalam bentuk aktifnya.

2. Pemilihan basis krim harus

disesuaikan dengan sifat atau

kestabilan zat aktif yang digunakan.

a. Bila zat aktif larut lemak, maka

sebaiknya tipe emulsi A/M dan

demikian pula sebaiknya.

b. pH stabilitas zat aktif harus

diperhatikan.

c. OTT zat aktif dengan bahan

tambahan maupun basis dalam

sediaan harus diperhatikan.

d. Sifat termolabil zat aktif

mempengaruhi proses

pencampuran zat aktif ke dalam

basis.

3. Konsistensi sediaan krim yang

diinginkan adalah konsistensi yang

cukup kental, untuk menjamin

stabilitas dispersi, tetapi cukup

lunak sehingga mudah dioleskan.

4. Pada pembuatan krim perlu

ditambahkan pengawet, karena :

a. Krim

mengandung banyak air yang

merupakan media yang baik

untuk pertumbuhan

mikroorganisme.

b. Dapat terjadi

kontaminasi mikroorganisme

yang berasal dari bahan baku,

alat maupun selama

penggunaan sediaan.

5. Karena krim mengandung minyak,

maka perlu ditambahkan anti

oksidan untuk mencegah

terjadinya ketengikan.

6. Penggunaan emulgator harus

disesuaikan dengan jenis krim

yang dikehendaki dan tersatukan

dengan zat aktif.

7. Penambahan fasa air dalam krim

tidak boleh dilakukan secara biasa,

tapi dilakukan secara hati-hati dan

secara partikular untuk mencegah

kontaminasi mikroba.

Penambahan dilakukan secara

tepat dan terhindar dari efek panas

selama pencampuran. Penambahan

air secara berlebihan dapat

mempengaruhi stabilitas dari

beberapa krim. Jika diencerkan,

krim seharusnya digunakan dalam

2 minggu setelah pembuatan.

8. Pembuatan krim sebaiknya

dilakukan secara aseptik, semua

alat yang dibutuhkan harus direbus

dalam air dan kemudian

95

Page 5: BAB 4KRIM

didinginkan dan dikeringkan

(Fornas, Hal 313).

9. Bila sediaan terutama ditujukan

untuk penggunaan pada luka

terbuka yang besar atau kulit yang

parah, maka krim harus steril (BP

1993).

10. Wadah dan penyimpanan:

i. Wadah tertutup rapat, sehingga

mencegah penguapan dan

kontaminasi dari isinya. Bahan

dan konstruksinya harus tahan

terhadap sorpsi atau difusi isinya.

Krim sebaiknya disimpan pada

suhu tidak leih dari 25oC, kecuali

dinyatakan lain oleh produsen.

Krim tidak boleh didinginkan (BP

2002).

ii. Jika krim diwadahkan dalam

tube aluminium, maka tidak boleh

digunakan pengawet senyawa

raksa organik karena akan

terbentuk kompleks pengawet

aluminium dan untuk

mengatasinya tube harus dilapisi

dengan bahan yang inert (Fornas,

1979). Untuk itu, saat

memasukkan krim ke dalam tube,

krim dimasukkan beserta kertas

perkamennya, untuk melindungi

dari dinding tube, dan juga bisa

ditambahkan zat pengkhelat.

iii. Untuk tube yang mudah

berkarat, maka bagian tube

sebelah dalam harus dilapisi

dengan larutan dammar dalam

pelarut mudah menguap

(Fornas, 1979).

11. Pengetiketan :

a. Pada etiket

harus tertera “Obat Luar”,

dan untuk antibiotika harus

tercantum daluarsanya (FI III,

1979)

b. Pada etiket

tercantum : (BP 1988

Bila perlu, bahwa krim

tersebut steril.

Tanggal kadaluarsa, dimana

krim tidak boleh digunakan

lagi.

Kondisi penyimpanan.

c. Pada label

dicantumkan nama dan

konsentrasi antimikroba

sebagai pengawet yang

ditambahkan.

Sediaan Krim yang Ideal

Dapat menjamin stabilitas sistem

dispersi, tetapi juga cukup lunak

sehingga mudah dioleskan.

Bebas dari partikel kasar atau

partikel yang tidak larut.

96

Page 6: BAB 4KRIM

Bioavalabilitas maksimum.

4.3. Formulasi Krim

4. 3.1 Basis Krim

Pemilihan basis krim tergantung

sifat obat, OTT, absorpsi: sifat kulit,

aliran darah dan jenis luka (Art of

Compounding). Pertimbangan

utamanya adalah konsistensi sediaan

yang diharapkan. sifat zat berkhasiat

yang digunakan dan

Persyaratan basis (RPS 18th ed.

2002) antara lain:

1. noniritasi

2. mudah dibersihkan

3. tidak tertinggal di kulit

4. stabil

5. tidak tergantung pada pH

6. tersatukan dengan berbagai obat

Faktor yang perlu diperhatikan

dalam pembuatan basis adalah (RPP,

2002):

1. kualitas dan kuantitas bahan

2. cara pencampuran, kecepatan dan

tipe pencampurannya

3. suhu pembuatan

4. jenis emulgator

5. dengan konsentrasi yang kecil

sudah dapat membentuk emulsi

yang stabil dengan tipe emulsi yang

dikehendaki (M/A atau M/A)

Basis krim terdiri atas basis

emulsi tipe A/M dan tipe M/A (RPS

18th ed., 2002):

1. Basis emulsi tipe A/M. Contoh:

lanolin, cold cream

Sifat :

• emolien

• oklusif

• mengandung air

• beberapa mengabsorpsi air yang

ditambahkan

• berminyak

2. Basis emulsi tipe M/A. Contoh:

hydrophilic ointment

Sifat:

• mudah dicuci dengan air

• tidak berminyak

• dapat diencerkan dengan air

• tidak oklusif

Pada saat pemakaian, fasa

kontinu akan menguap, dan

meningkatkan konsentrasi zat larut air

pada lapisan yang melekat. Untuk

mencegah terjadinya pengendapan

obat, dan untuk meningkatkan

absorbsi melalui kulit, ditambahkan

zat yang tercampur dengan air tetapi

tidak menguap (propilen gilkol).

Formulasi yang lebih baik adalah

krim yang dapat mendeposit lemak

dan senyawa pelembab lain sehingga

membantu hidrasi kulit.

97

Page 7: BAB 4KRIM

Basis emulsi terdiri dari tiga

komponen, yaitu fasa minyak,

pengemulsi dan fasa air.

1. Fasa minyak biasa disebut fasa

internal, biasanya terbentuk dari

petrolatum atau liquid petrolatum

dengan satu atau lebih alkohol

berbobot molekul tinggi seperti setil

atau stearil alkohol. Stearil alkohol

dan petrolatum membentuk fasa

minyak yang mempunyai kegunaan

menghaluskan dan membuat

nyaman kulit. Stearil alkohol juga

berpersn sebagai adjuvan

pengemulsi.

2. Fasa air mengandung pengawet,

pengemulsi atau bagian dari

pengemulsi dan humektan.

Humektan biasanya berupa gliserin,

propilen glikol atau polietilenglikol.

Fasa air juga bisa mengandung

komponen larut air dari sistem

emulsi, bersama dengan zat

tambahan lain seperti penstabil,

antioksidan, dapar dll.

Setelah pemilihan komponen

yang tepat, basis emulsi dibuat melalui

proses pemanasan dan pengadukan.

1. Fasa minyak dilelehkan dan

dipanaskan dalam kontainer yang

dilengkapi dengan agitator

(pengaduk) dengan berbagai

kecepatan pengadukan.

2. Fasa air yang mengandung

pengemulsi dimasukkan ke dalam

kontainer kedua, kemudian

dilarutkan dan dipanaskan sampai

suhu 75°C. Fasa air kemudian

ditambahkan perlahan-lahan

sambil terus diaduk ke fasa

minyak.

3. Penambahan pertama harus

dilakukan perlahan-lahan tapi

terus-menerus dan diaduk dengan

hati-hati, artinya pengemulsi tidak

boleh diaduk dengan laju

pengadukan yang menyebabkan

terlalu banyak gelembung udara

yang terperangkap. Aduk terus

perlahan-lahan selama

penambahan fasa air dan sampai

suhu mencapai 30°C.

4. Zat aktif biasanva ditambahkan

setelah emulsi terbentuk dan telah

banyak fasa air yang ditambahkan.

Senyawa obat ditambahkan secara

berkala sebagai konsentrat

terdispersi dalam air. Demikian

juga pewarna dan dye. (RPS 18th

ed, 2002)

Contoh Basis Krim

98

Page 8: BAB 4KRIM

Beberapa contoh formula standar

untuk krim basis M/A adalah sebagai

berikut:

R/ Emulgid 15 %ol. Sesami 15% Aquades ad 100%

R/ Emulgid 15% .

ol. Arach 15%Aquades ad 100%

Karena oleum Sesami mudah

tengik biasanya diganti dengan

paraffin liquidum. Contoh formula

lain adalah:

R/ Emulgid 15%

Parafin liq 15%

Aquades ad 100%

R/ Emulgid 15%

ol. Sesami 15%

Aquades ad 100%

Formula standar di atas

digunakan untuk zat-zat yang tahan

terhadap basa. Bila zat aktif tidak tahan

basa, maka basis emulgid dinetralkan

dengan NaH2P04 sebanyak 2% dari

jumlah emulgid dan ditambah

emulgator surfaktan Formula untuk

basis krim yang lainnya antara lain:

1. Van Duin hal. 121

R/ Asam stearat 25% Adeps lanae 5% TEA 1,5% Gliserin 7% Aquades ad 100 %

2. Art of Compounding hal. 362

R/ Parafin liq. 20%Asam stearat 10% Setil alkohol 10%TEA 10%aquades ad 60 g

3. Martindale ed 28 hal.

R/ TEA 1,2 g

Asam stearat 24 gGliserol 13,5gAquades 61,3 g

4. AJHP vol 26 Feb 1969 hal. 94

R/ Setil alkohol 20 %

Mineral oil 20%

Span 80 0,5 %

Tween 80 4,5%

Metil paraben 0,4%

Propil paraben 0,08%

Aquades ad 100%

5. USP26 NF 21 2003 (Hydrophilic

ointment) hal. 1349

R/ Metil paraben 0,25 g

Propil paraben 0,15g

Na-lauril sulfat 10g

Propilen glikol 120g

Stearil alkohol 250 g

White petroleum 250 g

Aquades 370 g

99

Page 9: BAB 4KRIM

Dibuat 1000 g

Cara: lelehkan stearil alkohol dan

white petrolatum dalam tangas air

sampai suhu 70°C. Tambahkan

bahan-bahan lain yang sebelumnya

dilarutkan dalam air dan

dihangatkan sampai suhu 75°C dan

aduk campuran krim.

6. Fornas 1978 hal. 135

R/ Setomakrogol 1000 300 mgSetostearil alkohol 1,2gParafin liq. 1 gVaselin album 2,5 gaquades ad 10g

7. R/ Parafin liq. 3,75 gVaselin album 3,75 gPolisorbat 80 0,775 gSpan 85 0,225 gCarbopol 934 0,250 g .TEA 0,337 gAquades 8,163 g

Cara pembuatan :

• karbopol dikembangkan dengan

air suling

• tambahkan TEA, aduk sampai

homogen

• tambahkan polisorbat 80

• panaskan pada tangas air hingga

60°C

• vaselin album, parafin liquidum,

Span 85 dilelehkan di tangas air

sampai suhu 55°C

• tuang fasa minyak ke mortir,

tambahkan fasa air sedikit-

sedikit, aduk homogen

7. Martin, Dispensing of

Medication hal. 827

Formulanya adalah;

R/ Asam stearat 7% Setil alkohol 2%Gliserin 10%Light mineral oil 20% TEA 2% Aquades ad 100%

8. Keither, The Formulation of

Cosmetics and Cosmetics

Specialist, hal. 68 (Vanishing

cream)

R/ Asam stearat 20% Lanolin 2 %Gliserin 2 %TEA 0,9 %Borax 0,5 %Aquades 74,6 %

9. Pharmaceutical Handbook 19th

ed. Hal. 19

R/ Parafin liq. 35% Lemak domba 1% Setil alkohol 1% Emulgator 7% Aquades ad . 100% (jumlah

air 56% lebih lunak)

10. Basis krim lain

R/ GMSNa-lauril sulfat 15Parafin liq 15Aquades ad 100

Basis ini merupakan basis standar

yang merupakan kombinasi

100

Page 10: BAB 4KRIM

emulgator HLB kecil (GMS)

dengan emulgator HLB besar (Na-

lauril sulfat)

4.3.2. Zat Tambahan dalam Krim

A. Pengawet (Pharmaceutical

Codex" 12nd ed., hlm. 151, RPS

18th, hlm. 1607)

Kriteria pengawet yang ideal

adalah sebagai berikut :

1. Tidak toksik dan tidak

mensensitisasi pada konsentrasi

yang digunakan

2. Lebih mempunyai daya bakterisid

daripada bakteriostatik

3. Efektif pada konsentrasi yang relatif

rendah untuk spektrum luas

4. Stabil pada kondisi penyimpanan.

5. Tidak berbau dan tidak berasa

6. Tidak mempengaruhi/dapat

bercampur dengan bahan lain dalam

formula dan bahan pengemas.

7. Larut dalam konsentrasi yang

digunakan.

8. Tidak mahal

Contoh pengawet dan

keterbatasan pemakaiannya :

a. Senyawa ammonium

kuarterner. Senyawa ini dapat

diinaktivasi oleh senyawa ionik,

nonionik dan protein.

b. Senyawa organik

merkuri. Senyawa ini cenderung

toksik dan mensensitisasi kulit.

Pemakaian dibatasi dalam

formulasi untuk digunakan dekat

atau dalam mata.

c. Formaldehid. Bersifat

mudah menguap dan berbau,

mengiritasi kulit dan reaktivitas

tinggi.

d. Fenol terhalogenasi.

Senyawa ini berbau, dapat

diinaktivasi oleh nonionik, anionik

dan protein. Aktivitas terbatas

untuk bakteri Gram negatif.

Contoh: Hexachlorophene-o-

chloro-m-cresol (HPCMC), p-

chloro-m-xylenol (PCMX),

dichloro-m-xylenol (DCMX).

e. Asam sorbat. Contoh:

Kalium sorbat, untuk formula

dengan pH 6,5 -7, pada

konsentrasi tinggi dapat

teroksidasi oleh cahaya matahari

dan menyebabkan penghilangan

warna sediaan, terbatas hanya

untuk antibakteri.

f. Asam benzoat.

Contoh: Natrium benzoat, untuk

formula dengan pH 5.5 atau

kurang, tidak banyak digunakan

lagi karena hanya terbatas untuk

101

Page 11: BAB 4KRIM

antibakteri. (Sumber: RPS 18th ed.,

hlm. 1607)

g. Metilparaben atau

propilparaben. Senyawa ini umum

digunakan. Menurut Fornas edisi

II., hlm. 313 untuk metilparaben

sejumlah 0,12%-0,18%, sedangkan

untuk propil paraben sejumlah

0,02%-0,05%. Tetapi penggunaan

Tween 80 dan Tween 20 dapat

mengikat metil paraben dan propil

paraben sehingga pengawet menjadi

tidak aktif. Metil paraben & propil

paraben dapat terikat pada Tween

80 sebanyak 57% dan 90%

sehingga agar keduanya tetap

efektif sebagai antimikroba, maka

konsentrasinya harus ditingkatkan.

(Lachman, Teori & Praktek Ind.

Far., 1066).

h. Pengawet yang lain adalah

klorkresol yang mempunyai

aktivitas sebagai antifungi dan

antibakteri. Konsentrasi klorkresol

yang dipakai 0,1%.

i. Na Benzoat sebagai pengawet

antimikroba, potensinya akan turun

dengan adanya makromolekul,

tetapi masih lebih baik

dibandingkan turunan paraben.

Oleh karena itu, penggunaan Na

benzoate biasanya dalam

konsentrasi tinggi, bisa mencapai

0,5%.

Penandaan pengawet

Bila pada krim ditambahkan

pengawet maka nama dan konsentrasi

pengawet tersebut harus ditulis/tertera

pada label.

B. Pendapar

Pertimbangan penggunaan

pendapar adalah untuk menstabilkan

zat aktif, untuk meningkatkan

bioavailabilitas yang maksimum.

Dalam memilih pendapar harus

diperhatikan pengaruh pendapar

tersebut terhadap stabilitas krim dan

zat aktif.

C. Humektan atau pembasah

Humektan digunakan untuk

meminimalkan hilangnya air dari

sediaan mencegah kekeringan dan

meningkatkan penerimaan terhadap

produk dengan meningkatkan kualitas

usapan dan konsistensi secara umum.

Pemilihan humektan

didasarkan pada sifatnya untuk

menahan air dan efeknya terhadap

viskositas dan konsistensi produk

akhir. Bahan-bahan yang biasa

digunakan sebagai humektan pada

krim dan gel adalah: gliserol,

propilenglikol, sorbitol, dan makrogol

102

Page 12: BAB 4KRIM

dengan BM rendah. ("Pharmaceutical

Codex" 12nd ed.)

Poliol,Gliserin, propilenglikol,

sorbitol 70 dan PEG dengan BM yang

lebih rendah digunakan sebagai

pelembab (humektan) dalam krim.

Bahan-bahan ini :

1. mencegah krim menjadi kering,

2. mencegah pembentukan kerak bila

krim dikemas dalam botol,

3. memperbaiki konsistensi dan mutu

terhapusnya suatu krim jika

dipergunakan pada kulit sehingga

memungkinkan krim dapat

menyebar tanpa digosok.

Penambahan kandungan

pelembab menyebabkan sediaan lebih

pekat. Sorbitol 70% lebih higroskopis

daripada gliserin dan digunakan pada

konsentrasi yang lebih rendah,

umumnya 3% sorbitol 70% sebanding

dengan 10% gliserin. Propilenglikol

dan PEG kadang-kadang dikombinasi

dengan gliserin karena kemampuan

menyerap lembab keduanya lebih

rendah daripada gliserin. Selain itu,

penambahan propilen glikol dalam

pembuatan krim sebagai humektan

diberikan dengan konsentrasi 15%

(Lachman, Teori dan Praktek Farmasi

Industri II).

Pembasah diperlukan karena

mayoritas obat di suspensi adalah

hidrofob. Surfaktan berguna untuk

menurunkan tegangan permukaan dan

meningkatkan kontak antara zat padat

dengan cairan. Pembasah

ditambahkan ke serbuk sebelum

masuk ke cairan lainnya.

Surfaktan yang berfungsi

sebagai wetting agent memiliki HLB

7-10 dengan konsentrasi 0,05-0,5%.

Surfaktan kurang dari 0,05% akan

memberikan pembasahan yang belum

sempuma dan apabila surfaktan lebih

dari 0,5% maka akan terjadi

penggabungan partikel yang sangat

halus, distribusi ukuran partikel

berubah, dan pertumbuhan kristal.

HLB tinggi menyebabkan adanya

busa.

Surfaktan ionik lebih efektif

tapi lebih sensitif terhadap pH dan

eksipien lain. Umumnya surfaktan

beras pahit kecuali poloxamers.

Sorbat 80 (Tween 80) paling

banyak digunakan karena toksisitas

lebih rendah daripada yang lain dan

kompatibel dengan banyak bahan lain.

Tween 80 merupakan surfaktan

nonionik yang kompatibel dengan

eksipien kation dan anion, konsentrasi

yang digunakan ≤0,1%.

103

Page 13: BAB 4KRIM

Nonoxynols dan poloxamers

efektif di bawah nilai KMKnya.

Kalium klorida menurunkan KMK,

menurunkan tegangan permukaan dan

meningkatkan pembasahan. Alkohol

0,008%, 0,1%, 0,26% digunakan

sebagai pembasah, dipilih tergantung

kemampuan membasahi permukaan

obat hidrofob. (Disperse System,

Vol.I, dan Vol II).

Suspensi neocolamin, zinc

oxide, magnesia magma dengan metil

selulosa ditambah 0,1 mL polysorbate

80 (Tween 80) untuk 60 mL sediaan

suspensi, penampilannya baik

walaupun viskositasnya turun. Untuk

mengkoreksi busa yang muncul,

ditambah sorbitan monooleat (Span

60) dalam jumlah yang sama. Na-

lauril sulfat: bersifat anionik dan OTT

dengan obat kationik. Biasa

digunakan untuk eksternal. Tabel

berikut memperlihatkan beberapa tipe

surfaktan

Tipe surfaktanHLB Keterangan

Anionik Nonionik

Clocusate sodium Pahit, busa

Na-lauril sulfat Pahit, busa

Polysorbate 65 10,5 Pahit

Octoxynol 9 12,2 Pahit

Nonoxynol 60 13,2 Pahit

Polysorbate 60 14,9 Pahit

Polysorbate 80 15 Biasa digunakan, pahit

Polysorbate 40 15,6 Toksisitas rendah, pahit

Polysorbate 20 16,7 Pahit

Poloxamer 235 10 Toksisitas rendah, rasa baik

Poloxamer 180 19 Busa, pahit

D. Antioksidan

Faktor yang harus diperhatikan

dalam pemilihan antioksidan: warna,

bau, potensi, sifat iritan, toksisitas,

stabilitas, kompatibilitas. Antioksidan

yang dapat ditambahkan antara lain:

1. Antioksidan sejati: tokoferol, alkil

galat, BHA, BHT.

104

Page 14: BAB 4KRIM

2. Antioksidan sebagai agen pereduksi:

garam Na dan K dari asam sulfit.

3. Antioksidan sinergis : asam edetat

dan asam-asam organik seperti

sitrat, maleat, tartrat atau fosfat

untuk khelat terhadap sesepora

logam.

E. Pengompleks

Pengompleks diperlukan untuk

mengomplekskan logam yang ada

dalam sediaan yang dapat

mengoksidasi.

F. Zat Pengemulsi / Emulgator

Asam stearat digunakan dalam

krim yang basisnya dapat dicuci

dengan air, sebagai zat pengemulsi

untuk memperoleh konsistensi krim

tertentu serta untuk memperoleh

efek yang tidak menyilaukan pada

kulit. Jika sabun stearat digunakan

sebagai pengemuls maka umumnya

kalium hidroksida atau

trietanolamin ditambahkan

secukupnya agar bereaksi dengan 8-

20% asam stearat. Asam lemak

yang tidak bereaksi meningkatkan

konsistensi krim. Krim ini bersifat

lunak dan menjadi mengkilap

karena adanya pembentukan kristal-

kristal asam stearat. Krim yang

dibuat dengan natrium stearat

mempunyai konsistensi yang jauh

lebih keras. Dalam jumlah yang

cukup, stearil alkohol

menghasilkan krim keras yang

dapat diperlunak dengan setil

alkohol.

Zat Pengemulsi

Penambahan zat-zat polar yang

bersifat lemak, seperti setil

alkohol cenderung menstabilkan

emulsi M/A sediaan semipadat.

Ion-ion polivalen, seperti Mg, Ca,

dan Al cenderung menstabilkan

emulsi A/M dengan membentuk

ikatan silang dengan gugus-gugus

polar banan lemak. Tanah liat,

magnesium aluminium silikat.

juga membantu menstabilkan

emulsi A/M jika digunakan

dengan pengemulsi yang cocok,

mungkin dengan efek

pengentalnya pada fase internal

sehingga bahan tersebut mencegah

penggabungan. Magnesium

aluminium silikat dapat berpindah

ke daerah antarmuka, membentuk

suatu lapisan tipis yang lebih kuat.

Jenis emulsi sabun dapat menjadi

tidak stabil dengan adanya zat-zat

105

Page 15: BAB 4KRIM

yang bereaksi asam. Pengemulsi

kationik atau nonionik dipilih untuk

obat-obat yang memerlukan pH

asam. Senyawa amonium kuarterner

setil trimetil amonium klorida dapat

membantu menstabilkan emulsi ini

bila dikombinasikan dengan alkohol

berlemak seperti setil alkohol. Zat

pengemulsi nonionik digunakan

untuk emulsi M/A ataupun A/M,

karena zat ini dapat bercampur

dengan sebagian besar bahan-bahan

obat. Pengemulsi nonionik dapat

digunakan dengan garam-garam

asam kuat atau dengan elektrolit

kuat.

Krim yang dibuat dari

emulgator anionik seperti sabun dan

emulsifying wax BP dapat mengalami:

i) pemisahan bila dalam krim tersebut

terdapat emulgator kationik seperti

cetrimide emulsifying wax

ii) menurunkan aktivitas antimikroha

dari pengawet yang bersifat kation.

Alkil sulfat dan fosfat seperti

Na-lauril sulfat dan Na-setostearil sulfat

bila digunakan sendiri menghasilkan

tipe M/A dengan stabilitas yang rendah

tetapi ketika dikombinasi dengan lemak

alkohol maka memberikan stabilitas

yang baik (Aulton, Pharmaceutical

Practice, ).

Untuk membuat krim

digunakan zat pengemulsi, umumnya

berupa surfaktan anion, kation atau

nonionik. Jenis emulgator yang

digunakan ada 3: surfaktan, emulgator

alam dan serbuk padat terbagi halus.

Pemilihan zat pengemulsi harus

disesuaikan dengan jenis dan sifat

krim yang dikehendaki. Untuk krim

tipe M/A digunakan zat pengemulsi

seperti trietanolaminil stearat (TEA-

stearat) dan golongan sorbitan,

polisorbat poliglikol, sabun. Untuk

membuat krim tipe A/M digunakan

zat pengemulsi seperti lemak bulu

domba, setil, alkohol, stearil alkohol,

setaseum dan emulgida.

Emulgator yang ideal untuk

farmaseutika harus memenuhi

persyaratan berikut:

a. Stabil.

b. Inert.

c. Bebas dari bahan yang toksik dan

iritan.

d. Sebaiknya tidak berbau, tidak

berasa dan tidak berwarna.

e. Menghasilkan emulsi yang stabil

pada tipe yang diinginkan.

Zat pengemulsi terdiri dari

pengemulsi anionik (misalnya ion

lauril sulfat, TEA stearat), kationik

106

Page 16: BAB 4KRIM

(garam amonium kuarterner) dan

pengemulsi nonionik

(polioksietilenlauril alkohol dsb).

Campuran pengemulsi yang

banyak digunakan, adaah :

1. Emulsifying wax BP

Campuran dari Na-lauril sulfat

10% dengan Cetostearyl Alkohol

90% (Aulton, Pharmaceutical

Practise).

2. Lannex wax

Campuran etil dan stearil alkohol

yang disulfonasi

3. Cetrimide emulsifying wax

Campuran dari Cetrimide 10%

dengan Cetostearyl alkohol 90%

(Aulton, Pharmaceutical Practise).

4. Cetomacrogol emulsifying wax.

Sistem campuran pengemulsi ini

selain sebagai pengemulsi juga

berfungsi sebagai pengatur

konsistensi. Golongan ampifil

biasanya adalah lemak alkohol

tinggi (C14-C18) dan asam lemak

seperti palmitat dan stearat, dimana

keduanya merupakan zat

pengemulsi M/A degan lemak.

Faktorikan yang harus diperhatikan

dalam pemilihan emulgator (Cooper

& Guns, hlm 127-135)

1. Berdasarkan harga HLB

butuh, umumnya kombinasi

2. Sifat ionik emulgator

a.Emulgator kationik. Efektif

pada pH 3-7, digunakan dalam

emulsi yang mengandung

bahan obat kationik,

konsentrasi elektrolit yang

tinggi, keasaman yang tinggi.

Sifat-sifat emulgator kationik:

daya pengemulsi lemah dan

merupakan eksipien yang

dapat mempertinggi

konsistensi. Contohnya:

senyawa ammonium

kuarterner seperti cetrimide,

benzalkonium klorida dan

domiphen bromide.

b. Emulgator anionik. Efektif

pada pH 7-8 digunakan dalam

emulsi yang mengandung

bahan obat anionik.

Contohnya: TEA, Na-lauril

sulfat.

c.Emulgator nonionik. Efektif

pada pH 3-10, tidak

dipengaruhi oleh elektrolit.

Emulsi yang menggunakan

emulgator ini biasanya

memberikan efek iritasi yang

lebih sedikit dibandingkan

dengan emulsi yang

107

Page 17: BAB 4KRIM

menggunakan emulgator ionik.

Salah satu kelemahan dari

emulgator nonionik adalah

kecenderungannya untuk

mengikat atau menginaktivasi

pengawet golongan asam

karboksilat dan fenolat. Contoh:

gliseril monostearat, sorbitan

monolaurat, sorbitan monooleat,

sorbitan mono palmitat, polioksi

8 stearat dll.

3. Tipe kimia emulgator.

Perbedaan. tingkat kejenuhan

komponen lipofilik dari

emulgatormempengaruhi

stabilitas emulsi.

4. Tujuan pemakaian, apakah

untuk oral atau topikal.

5. Yang harus diperhatikan dari

emulgator :

Perbandingan gugus hidrofil

dan lipofil. HLB adaiah

ukuran keseimbangan keadaan

lipofil dan hidrofil yang

merupakan karakteristik

emulgator golongan surfaktan.

Cara perhitungan HLB:

a. Cara substitusi .

4,3x + 15 (1-x) = 12,1

-10,7x = -2,9

x = 0,27

Ariacel 80 yang diperlukan = 0,27 X 7 g = 1,89 g

Tween 80 yang diperlukan = (1-0,27) X 7 g = 5,11 g

b. Cara aligasi

HLB campur : (80 % x 4,3) + (80% x 15,0) = 15.44

Ariacel 80 HLB 4,3 2,9

12,1

Tween 80 HLB 15,0 7,8

10,7

Ariacel 80 yang diperlukan = 2,9/10,7 X 7 g = 1,89 g

Tween 80 yang diperiukan = 7,8/10,7 X 7 g = 5.11 g

(Keterangan system HLB : Pharmaceutical Codex, hal.86)

Emulgator yang sering

digunakan:

a. Golongan alam: gom arab,

tragakan, PGS

108

Page 18: BAB 4KRIM

b. Semi Sintetik: TEA-stearat, TEA-

lauril sulfat, Na-stearat,

Span/Tween 20,40,60,80,85,

rnacrogol-300, 4000, 1540, setil

alkohol, GMS, emulgid.

c. Zat terbagi halus: veegum, bentonit.

Contoh emulgator menurut

Remington Pharmaceutical Practice.

1. tipe emulsi M/A

- Emulgator campuran

dan surfaktan

- Emulsifying wax

- Lanetewax.

- Cetrimide emulsifying

wax

- Cetomacrogol

- Alkali metal &

ammonium soaps

- Glikol & gliserol ester

mengandung soap

- Macrogol ester

- Macrogol eter misal

cetomacrogol 1000

2. untuk tipe A/M

- Adeps lanae

- Wool alkohol

- Ester asam lemak

dengan sorbitan

- Garam dari asam lemak

dengan logam bervalensi 2

misal Ca

- Higher fatty alkohol

misal setil alkohol. stearil

alkohol

- Setaseum

- Emulgid

- Soap of di & trivalent

metal

- Glikol & gliserol ester

misal GMS

Beberapa contoh Emulgator:

1. S

tearil alkohol (Martindale

hlm.1385, USP 26 hlm. 2844,

Handbook of Pharmaceutical

Excipients 4th ed. hlm. 618, RPS

18 hlm. 1308)

Kelarutan : tidak larut dalarn

air, larut dalam alkohol, eter,

aseton, benzen, kloroform,

minyak tumbuhan.

Kegunaan : pengemulsi,

peningkat kemampuan untuk

menahan air, pengental pada

krim.

Stabilitas : stabil terhadap

asam dan basa, stabil terhadap

ketengikan.

Keamanan : non toksik, non

iritan, dapat menyebabkan

hipersensitivitas.

109

Page 19: BAB 4KRIM

2. Asam Stearat (Martindale

hlm.1632, USP 26 hlm.2844,

Handbook of Pharmaceutical

Excipients 4th ed.hlm. 615, RPS 18

hlm.1312)

Kelarutan : tidak larut

dalam air, larut dalam 1:20

alkohol, 1:2 kloroform, 1:3 eter,

1:25 aseton, 1:6 karbon

tetraklorida; sangat larut dalam

karbon disulfida; larut dalam

amil asetat, benzen, toluene

OTT : dengan logam

membentuk stearat yang tidak

larut, dengan garam Zn dan Ca

menunjukkan kecenderungan

terjadi pengeringan atau

penggumpalan.

3. Trietanolamin (Trolamin, TEA)

(Martindale 32 hlm.1639, p 26 hlm.

2852, Handbook of Pharmaceutical

Excipients 4th ed. hlm. 663, RPS 18

hlm. 1317)

Titikleleh : 20-21 °C

Pemerian : sangat higroskopis.

Kelarutan : tidak bercampur

dengan air atau alkohol; larut

dalam kloroform; sukar larut

dalam eter, benzen.

OTT : dengan asam

membentuk garam dan ester;

dengan tembaga membentuk

garam kompleks; dengan

garam-garam logam berat

menyebabkan hilangnya warna

dan pengendapan.

Kegunaan : dikombinasi

dengan asam lemak bebas

membentuk sabun untuk

digunakan sebagai emulgator,

pH netral 8. Dalam bentuk

sabun tidak menyebabkan

iritasi. Sabun ini membentuk

emulsi yang sangat stabil

untuk hampir semua minyak,

lemak atau malam untuk

pemakaian luar. Konsentrasi

yang digunakan sebagai

pengemulsi 2-4 TEA dan

jumlah asam lemak yang

digunakan 2-5 kali. TEA juga

berfungsi sebagai humektan.

Kestabilan : sediaan yang

menggunakan sabun TEA

cenderung menjadi gelap

selama penyimpanan; untuk

menghindari hilangnya warna

maka harus dihindari cahaya

dan kontak langsung dengan

logam.

110

Page 20: BAB 4KRIM

Keamanan : menyebabkan iritasi

pada kulit dan membrane

mukosa.

4. Setil alkohol (Martindale 32 hlm.

1383, USP 26 hlm. 2716,

Handbook of Pharmaceutical

Excipients 4th ed. hlm. 130, RPS 18

hlm. 1312)

Titik leleh : 45-50°C

Kelarutan : tidak larut dalam air;

larut baik dalam alkohol,

kloroform, aseton, benzen; tidak

bercampur bila dilelehkan

bersama lemak, paraffin liquid,

dan paraffin solid.

Kegunaan : emollient,

mempunyai kemampuan

mengabsorpsi air pada emulsi

tipe A/M, merupakan emulgator

lemah untuk emulsi tipe A/M,

dapat meningkatkan konsistensi

(viskositas krim) atau dapat

digunakan vaselin album

sebanyak 25%., kombinasi

dengan emulgator yang larut air

akan menstabilkan emulsi M/A.

Kestabilan : stabil dengan

adanya asam dan basa, cahaya

dan udara, dan tidak tengik.

Keamanan : non toksik, non

iritan.

Penggunaan : sebagai

emulgator dan emollien

konsentrasinya 2-5%

5. Polysorbates (Tween)

(Handbook of Pharmaceutical

Excipients 4th ed. hlm. 479, RPS

18 hlm. 1314)

K

elarutan:

- T

ween 20: larut dalam air,

alkohol, tidak larut dalam

minyak mineral;

- T

ween 40: larut dalam air,

alkohol, tidak larut dalam

minyak mineral;

- T

ween 60: larut dalam air,

alkohol, tidak larut dalam

minyak mineral;

- T

ween 80: larut dalam air,

alkohol, tidak larut dalam

minyak mineral.

K

egunaan: merupakan surfaktan

nonionik, pembasah dan

emulgator, pengsolubilisasi.

K

estabilan: stabil terhadap

111

Page 21: BAB 4KRIM

elektrolit, juga terhadap asam

dan basa lemah. Dengan asam

dan basa kuat terjadi

penyabunan bertahap. Ester

asam oleat dari polisorbat

sensitif terhadap oksidasi.

O

TT : terjadi penghilangan warna

dan atau pengendapan dengan

bahan-bahan seperti fenol,

tannin, tar. Tween 80 dan

Tween 20 dapat mengikat

pengawet seperti metil paraben,

propil paraben, benzalkonium

klorida, asam dehidroasetat dan

asam sorbat sehingga pengawet

menjadi tidak aktif.

K

eamanan: praktis tidak

mengiritasi, toksisitas rendah.

6. Sorbitan esters (Span)

Kelarutan : (RPS 18 hlm. 1308)

- Span 20 (Sorbitan

monolaurat): larut dalam

methanol, alkohol, terdispersi

dalam aquadest.

- Span 80 (Sorbitan

monooleat): larut dalam

kebanyakkan minyak mineral

dan minyak tumbuhan, sukar

larut dalam eter, terdispersi

dalam aquadest, tidak larut

dalam aseton.

- Span 40 (Sorbitan

monopalmitat): terdispersi

dalam aquadest 50°C, larut

dalam etil asetat tidak larut

dalam aquadest dingin.

- Span 60 (Sorbitan

monostearat): larut (di atas

titik leleh) dalam minyak

mineral dan minyak

tumbuhan, tidak larut dalam

air, alkohol dan

propilenglikol. (Handbook of

Pharmaceutical Excipients

4th ed. hlm. 591)

Secara umum larut/terdispersi

dalam minyak dan juga dalam

sebagian besar pelarut organik.

Dalam air umumnya mereka

tidak larut tetapi terdispersi.

Kestabilan : stabil dalam asam

atau basa lemah, dan terbentuk

sabun secara bertahap dengan

adanya asam atau basa kuat.

Kegunaan :

- emulgator :

tunggal dalam emulsi A/M

dengan konsentrasi 1-15%;

- pengsolubilisasi

: kombinasi dengan

emulgator hidrofilik dalam

112

Page 22: BAB 4KRIM

emulsi M/A konsentrasinya 1-

10%;

- pembasah

dengan konsentrasi 0,1-3%.

Keamanan : dapat digunakan per

oral, tingkat toksisitas rendah,

praktis tidak mengiritasi untuk

penggunaan topikal.

7. Na-lauril sulfat (Martindale 32

hlm. 1468, Handbook of

Pharmaceutical Excipients 4th ed.

hlm. 568, RPS 18 hlm. 1307)

pH larutan 0,1% : 7-9,5

Kelarutan : 1:10 dalam air

membentuk larutan yang keruh,

larut sebagian dalam alkohol,

praktis tidak larut dalam

kloroform, eter dan light

petroleum.

Kestabilan : stabil pada pH 7.

Hidrolisis terjadi pada larutan

dengan pH di bawah 4 dan

kecepatan hidrolisis meningkat

pada larutan dengan pH di

bawah 2,5.

OTT : dengan surfaktan kationik

dapat menyebabkan hilangnya

aktifitas, walaupun dengan

konsentrasi sangat kecil yang

dapat menyebabkan

pengendapan; asam-asam

dengan pH kurang dari 2,5;

garam-garam alkaloid, garam

kalium dan Pb. Tidak OTT

dengan asam encer, ion Ca dan

Mg.

Kegunaan : emulgator anionik

yang membentuk basis

teremulsi sendiri dengan

alkohol berlemak,

konsentrasinya 0,5-2,5%;

deterjen dan pembasah.

Keamanan : menyebabkan

iritasi kulit bila digunakan

dengan konsentrasi tinggi,

tetapi tidak menyebabkan

hipersensitivitas.

8. Cetomacrogol 1000

(Polyoxyethylene alkyi ethers)

(Handbook of Pharmaceutical

Excipients 14h ed. hlm. 469)

Kestabilan: stabil dalam asam

dan basa kuat, adanya

elektrolit kuat akan

mendorong pemisahan dari

cetomacrogol, dapat terjadi

otooksidasi selama

penyimpanan menyebabkan

terbentuknya peroksida dan

peningkatan keasaman terus-

menerus.

113

Page 23: BAB 4KRIM

OTT: dengan sulfonamida,

salisilat, senyawa fenolat,

iodida, garam merkuri, tannin,

benzokain dan senyawa obat

yang teroksidasi akan terjadi

penghilangan warna dan

pengendapan; dapat

menginaktivasi pengawet

golongan fenolat dengan

terjadinya ikatan hydrogen pada

atom oksigen dari gugus

eternya.

Kegunaan: sebagai surfaktan

nonionik digunakan sebagai

emulgator untuk emulsi A/M

dan M/A, pengsolubilisasi

minyak atsiri, vitamin

berbentuk minyak dan senyawa

obat yang kelarutannya dalam

air rendah.

9. Emulgid

Emulgid terdiri dari 30% GMS, 10

asam lemak bebas, 7% sabun

OTT: zat-zat yang

bereaksi asam, larutan garam-garam

dalam air dengan konsentrasi tinggi,

seng oksida, oksida logam berat,

zat-zat yang tidak tahan terhadap

suasana basa. (Catatan: emulgid

yang digunakan untuk krim yang

mempunyai komponen bersifat

asam harus dinetralkan dahulu

dengan NaH2P04 sebanyak 2 %

dari emulgid).

Contoh:

R/ Prometazin HCl 2%

Emulgid 15%

Parafin liq. 55%

m.f. cream 100%

maka untuk 100-gram krim :

R/ Prometazin HCI 2 g

Basis krim 98 g

Emulgid 14,7g

NaH2P04 2% X 14,7 g = 0,294 g

Hal ini menyebabkan gugus

hidroksi emulgid tidak aktif lagi

sehingga perlu ditambahkan

surfaktan hidrofil sebagai

emulgator (misalnya Tween 80)

dan dihitung jumlah GMS dan

Tween 80 berdasar HLB

masing-masing agar memenuhi

HLB butuh parafin liquidum.

HLB butuh parafin liquidum:

HLB butuh paraffin liquidum

= 10,5

HLB GMS = 3,3

HLB Tween 80 = 15

Atau dengan mengganti

emulgator sehingga formula

resep tersebut menjadi:

R/ Prometazin HCI 2

Na-lauril sulfat 15

Parafin liq. 15

114

Page 24: BAB 4KRIM

GMS 30

m.f. cream 100

PERHATIAN

Dalam sediaan topikal untuk

penggunaan lokal, zat berkhasiat harus

dalam bentuk aktifnya misalnya

Hidrokortison bentuk aktifnya adalah

Hidrokortison asetat. Pada label

dicantumkan tanggal kadaluarsa dan

kondisi penyimpanan krim tersebut

TAMBAHAN :

Untuk fase minyak, dapat digunakan

minyak nabati. Tetapi, karena minyak

nabati mudah tengik, maka digunakan

minyak mineral yang stabil terhadap

oksidasi, sehingga tidak diperlukan

anti oksidan. Minyak mineral yang

dapat digunakan antara lain parafin

liquidum (parafin cair), yang

memberikan sifat emolient.

4.4. Pembuatan Krim

1. Metode in situ (Emulsions and

Emulsion Technology, Part II Vol.

6, Lissant, KJ. Hlm. 758)

Yaitu sabun yang digunakan

sebagai emulsifier dalam emulsi

M/A terbentuk selama proses

emulsifikasi. Cth: asam stearat &

trietanolamin (TEA) mbentuk sabun

trietanolamin stearat.

Cara pembuatan:

- Panaskan air dan TEA hingga

suhu 70oC.

- Lelehkan asam stearat pada suhu

65°C.

- Campurkan keduanya dalam

cawan penguap (yang masih

panas tersebut).

- Gerus sampai terbentuk basis yang

halus dan homogen.

2. Menurut Remington

Pharmaceutical Practice:

- Bahan-bahan larut minyak dan

lemak dilelehkan dalam suatu

wadah hingga suhu 75°C.

- Air dipanaskan bersama

komponen-komponen larut air

(biasanya termasuk emulgator)

dalam wadah lain dengan suhu

diatas 75oC.

- Keduanya dicampurkan pd suhu

yg sama (75oC) dan dcampur

sampai suhu mendekati 35°C.

- Pengadukan dilakukan hingga

krim halus terbentuk.

3. Menurut Dispensing of Medication

(Martin) :

- Fasa minyak dilelehkan sebagian

dimulai dengan bahan yang

mempunyai titik leleh paling

tinggi. Fasa minyak yang lain

115

Page 25: BAB 4KRIM

kemudian ditambahkan untuk

menurunkan titik leleh.

- Fasa air dipanaskan beberapa

derajat diatas suhu titik leleh fasa

minyak.

- Kemudian kedua fasa

digabungkan. Bila yang akan

dibuat adalah sistem A/M maka

tambahkan fasa air ke dalam fasa

minyak dan lakukan pengadukan.

- Bahan-bahan yang mudah

menguap seperti parfum, mentol,

kamfer tambahkan setelah basis

didinginkan ± 40°C.

- Bila bahan obat adalah padatan

dan tidak larut dalam basis maka

dihaluskan terlebih dulu dan

dicampurkan pada basis melalui

cara triturasi.

4. Metode pelelehan (fusion)

Zat pembawa + zat aktif, dilelehkan

dan diaduk hingga membentuk fasa

homogen. Perhatikan stabilitas zat

yang berkhasiat terhadap suhu pada

saat pelelehan. Dilakukan dengan

cara:

- Timbang bahan berkhasiat yang

akan digunakan, gerus halus

sesuai dengan ukuran partikel

yang dikehendaki.

- Timbang basis semisolida

yang tahan pemanasan,

panaskan di atas penangas air

hingga di atas suhu leleh

(sampai lumer). Untuk sediaan

krim pemanasan fasa air dan

minyak dilakukan terpisah

masing-masing dilakukan pada

suhu 70oC.

- Setelah dipanaskan masukkan

ke dalam mortir hangat

(dengan cara membakar

alkohol di dalam mortir), aduk

homogen sampai dingin dan

terbentuk masa semisolida.

5. Metode Triturasi

Zat yang tidak larut

didistribusikan dengan sedikit

basis atau dengan salah satu zat

pembantu, tambahkan sisa basis.

Dapat juga digunakan pelarut

organik untuk melarutkan

teriebih dulu zat aktif kemudian

dicampurkan dengan basis yang

akan digunakan.

4.5. PERMASALAHAN DALAM

SEDIAAN KRIM

Permasalahan yang terjadi

berupa kerusakan krim sebagai akibat

dari ketidakstabilan emulsi. Berikut

116

Page 26: BAB 4KRIM

ini faktor-faktor yang menyebabkan

rusaknya sediaan krim :

1. Cracking, yaitu koalesen dari

globul yang terdispersi dan

pemisahan fase terdispersi

membentuk lapisan yang terpisah.

Penyebab cracking adalah :

a. Pen

ambahan emulgator dengan tipe

berlawanan. Contoh :

Sabun-sabun dari logam

monovalen (soaps of

monovalen metals) yang

menghasilkan emulsi M/A

ditambahkan ke dalam soaps

of divalenmetals yang

menghasilkan emulsi A/M

dan begitu pula sebaliknya.

Penggunaan emulgator anionik

dan kationik yang tidak

kompatibel

Dekomposisi atau pengendapan

emulgator . Contoh :

Sabun alkali dapat

terdekomposisi dengan adanya

asam kemudian terjadi

pembebasan asam lemak dan

garam alkali, yang tidak

mempunyai kekuatan sebagai

emulgator sehingga akibat

penambahan asam ini terjadi

cracking

Terjadinya salting out dari

natrium atau kalium soaps oleh

adanya NaCl dan elektrolit

tertentu lain sehingga

emulgator mengendap

Emulgator anionik yang tidak

kompatibel dengan bahan yang

mempunyai konsentrasi kation

tinngi, begitu pula sebaliknya,

dan emulgator yang tidak

kompatibel dengan fenol

Penambahan gum, protein

gelatin , dan kasein yang tidak

larut dalam alkohol apabila

emulgator menggunakan

alkohol sebagai pelarut akan

menyebabkan emulgator

mengendap.

b. Penambahan larutan dimana

fase terdispersi dan

pendispersinya dalam bentuk

terlarut pada sistem satu fasa

yang merusak emulsi. Contoh :

penggunaan castor oil, soft

soaps dan air yang larut atau

bercampur alam alkohol

sehingga penggunaan alkohol

dalam emulsi ini menyebabkan

larutan jernih

c. Aksi mikroba (jamur dan

bakteri) oleh karena itu emulsi

117

Page 27: BAB 4KRIM

sebaiknya menggunakan

pengawet

d. Inkorporasi dari fase terdispersi

yang berlebihan

Jika partikel dari fase

terdispersi berbentuk sferis dan

seragam maka volumenya tidak akn

melebihi 74% dari volume total

emulsi, tetapi kebanyakan bentuk

partikel tidak sferis dan tidak

seragam maka volume yang terjadi

lebih dari 74% dari volume total

sehingga terjadi cracking. (Cooper

& Gun, Dispensing for

Pharmaceutical Students, 12nded)

2. Creaming, terjadi emulsi yang

terkonsentrasi membentuk krim

pada permukaan emulsi. Creaming

merupakan pergerakan keatas

droplet yang terdispersi dalam fase

pendispersi. Sedangkan sedimentasi

adalah pergerakan partikel-partikel

ke bawah. Kedua hal ini masih

dapat diterima asalkan dapat

direkonstitusi saat dikocok.

Creaming dapat diukur secara

visual, mikroskopik, dielektrik,

analitik, dan teknik radioisotop.

(Lieberman, Herbert A, Martin M.

Rieger , and Gilbert S. Banker,

Pharmaceutical Dosage Forms :

Disperse Sistem vol 1, 1998, New

York, Hlm 236-239)

Creaming dapat diminimalkan

dengan :

a. Mengurangi ukuran partikel

terdispersi dan distribusi

ukuran globul

b. Meningkatkan viskositas fase

pendispersi untuk

mempertahankan pergerakan

globul

c. Disimpan ditempat sejuk

(Cooper & Gun, Dispensing for

Pharmaceutical Students, 12nded)

3. Flokul

asi ( agregasi)

Flokulasi terjadi sebelum, saat,

atau setelah creaming. Flokulasi

merupakan agregasi yang

reversibel dari droplet fase dalam

berbentuk cluster 3 dimensi.

Penyebab flokulasi : kurang

emulgator

Flokulasi hanya dapat terjadi saat

barier mekanik/elektrik tidak

cukup mencegah terjadinya

koalesen, droplet

Flokulasi : partikel-partikel

membentuk suatu kumpulan

118

Page 28: BAB 4KRIM

Coalesence : bersatunya

agglomerates menjadi drops yang

lebih besar.

Teknik yang digunakan untuk

memeriksa koalesen dan pemisahan

fase yaitu secara visual,

photomicrography, dan coutler

counter (untuk ukuran partikel).

Emulsi yang stabil tidak akan

menunjukkan koalesen, creaming

pada saat self time atau saat

dibekukan dan dicairkan berulang-

ulang atau pada suhu tinggi (40-

50oC)

(Lieberman, Herbert A, Martin M.

Rieger , and Gilbert S. Banker,

Pharmaceutical Dosage Forms :

Disperse Sistem vol 1, 1998, New

York, Hlm 236-239)

4.6. EVALUASI SEDIAAN KRIM

4.6.1. Evaluasi Fisik

1. Penampilan

Dilihat dengan adanya pemisahan

fasa atau pecahnya emulsi, bau

tengik, perubahan warna.

2. Homogenitas

Dengan cara meletakkan sedikit

krim diantara 2 kaca objek dan

diperhatikan adanya partikel-

partikel kasar atau

ketidakhomogenan.

3. Viskositas dan rheologi

4. Ukuran partikel:

Prinsip : perubahan reflektan pada

panjang gelombang dimana fase

dalam berwarna mengabsorbsi

sebagian cahaya yang masuk,

ternyata berbanding terbalik

dengan suatu kekuatan dari

diameter partikel.

Prosedur : sebarkan sejumlah

krim yang membentuk lapisan

tipis pada slide mikroskop. Lihat

di bawah mikroskop.

Syarat : Tidak boleh lebih dari 20

partikel berukuran >20μm, tidak

boleh lebih dari 2 partikel

berukuran >50μm, dan tidak

satupun partikel berukuran

>90μm.

5. Stabilitas krim

Dilakukan uji percepatan

dengan Agitasi atau sentrifugasi

(mekanik) (Lachman, Teori dan

Praktek Far. Ind., Hal 1081).

Prosedur : sediaan disentrifuga

dengan kecepatan tinggi (+ 30000

RPMO). Amati adanya pemisahan

atau tidak.

Menurut Becher : sentrifugasi

3750 rpm, radius 10 cm, 5 jam

sebanding dengan efek gravitasi 1

tahun. Ultrasentrifugassi 25000

119

Page 29: BAB 4KRIM

rpm atau lebih sebanding dengan

efek yang tidak diamati selama

umur normal emulsi/krim.

Uji Stabilitas dengan Manipulasi

suhu (termik) (Lachman).

Prosedur : krim dioleskan pada

kaca objek dan dipanaskan pada

suhu 30, 40, 50, 60 dan 70 oC.

Amati dengan bantuan indikator

(ex. Sudan merah), mulai suhu

berapa terjadi pemisahan. Makin

tinggi suhu, krim makin stabil.

6. Isi minimum (FI IV, 1994, hal

997)

7. Penentuan tipe emulsi

Uji kelarutan zat warna

(Martin)

Sedikit zat warna larut air, misal

metilen biru atau biru brillian

CFC diteteskan pada permukaan

emulsi. Jika zat warna terlarut

dan berdifusi homogen pada

fase eksternal yang berupa air,

maka tipe emulsi adalah M/A.

Jika zat warna tampak sebagai

tetesan di fase internal, maka

tipe emulsi adalah A/M. Hal

yang terjadi adalah sebaliknya

jika digunakan zat warna larut

minyak (Sudan III).

Uji pengenceran (Martin)

Uji ini dilakukan dengan

mengencerkan emulsi dengan

air. Jika emulsi tercampur baik

dengan air, tanpa adanya

ketidakcampuran, maka tipe

emulsi adalah M/A. Hal ini

dapat dilakukan dengan

mikroskop untuk memberikan

visualisasi yang baik tentang

tidak adanya ketidakcampuran.

8. Penetapan pH (FI IV, 1994

hal 1039-1040)

9. Uji kebocoran tube (FI ed IV,

1994)

B. Evaluasi Kimia

1. Identifikasi (tergantung

monografi).

2. Uji penetapan kadar (Tergantung

monografi).

3. Uji pelepasan bahan aktif dari

sediaan

Prinsip : mengukur kecepatan

pelepasan bahan aktif dari sediaan

krim dengan cara mengukur

konsentrasi zat aktif dalam cairan

penerima pada waktu tertentu.

Prosedur :

Sejumlah

krim dioleskan pada cawan

120

Page 30: BAB 4KRIM

Petri, permukaan dibuat serata

mungkin.

Cairan

penerima disiapkan (dapar, Lar.

NaCl 0,9%, dll) dalam gelas

kimia 600 mldengan volume

tertentu (ex. 250 mL).

Kemudian gelas kimia direndam

dalam water bath bersuhu 370C.

Pengaduk dipasang tepat

ditengah-tengah antara

permukaan cairan penerima

dengan krim, dengan kecepatan

60 rpm.

Cawan

Petri yang telah diolesi krim

dimasukkan.

Cairan

penerima dipipet pada waktu-

waktu tertentu, missal pada

menit ke 5, 10, 15, 25, 30, 60,

90, 120, 180 dan 240.

Cairan

yang dipipet diganti dengan

cairan penerima yang sama,

bersuhu 37oC.

Kadar zat

aktif dalam sample ditentukan

dengan metode yang sesuai, jika

perlu diencerkan.

Jika

komponen krim mengandung

bahan yang dapat bercampur

dengan cairan penerima, maka

pada permukaan krim

dipasang membran selofen

sehingga krim tidak kontak

langsung dengan cairan

penerima.

Penafsiran hasil

Bahan aktif dinyatakan mudah

lepas dari sediaan apabila pada

waktu tunggu (waktu pertama

kali zat aktif ditemukan dalam

cairan penerima) semakin

kecil. Dalam hal ini tergantung

dari pembawa, penambahan

komponen lain dan jenis cairan

penerima.

C. Evaluasi Biologi

Penetapan potensi antibiotik (FI

IV, 1994, Hal 891-899)

121