bab 4

85
` BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Bab ini berisikan hasil dan pembahasan dari data yang diolah untuk mengetahui rantai nilai dan mendapatkan nilai tambah pada sistem industri peternakan ayam pedaging di Kabupaten Lima Puluh Kota. Dalam bab ini diuraikan beberapa hal meliputi identifikasi pelaku dalam rantai pasok, identifikasi komponen pendapatan dan pengeluaran setiap pelaku, pola rantai nilai dan saluran pemasaran, pembagian nilai tambah setiap pelaku dan distribusi nilai tambah. 4.1 Identifikasi Pelaku dalam Rantai Pasok Dalam industri peternakan ayam pedaging terdapat sejumlah pelaku yang berperan sejak dari penyediaan sarana produksi peternakan, hingga penyaluran dan pendistribusian produk ayam pedaging kepada konsumen akhir. Pelaku yang terlibat dalam aliran produksi dan pemasaran tersebut terdiri dari perusahaan mitra, poultry shop, peternak (produsen), pedagang, konsumen. Disamping itu terdapat berbagai instansi yang terkait dengan industri peternakan ayam pedaging seperti Dinas Peternakan Kabupaten Lima Puluh Kota, dan Dinas

Upload: nana-metavia

Post on 05-Dec-2015

225 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

tentang pengolah

TRANSCRIPT

Page 1: BAB 4

`

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisikan hasil dan pembahasan dari data yang diolah untuk

mengetahui rantai nilai dan mendapatkan nilai tambah pada sistem industri

peternakan ayam pedaging di Kabupaten Lima Puluh Kota. Dalam bab ini

diuraikan beberapa hal meliputi identifikasi pelaku dalam rantai pasok,

identifikasi komponen pendapatan dan pengeluaran setiap pelaku, pola rantai nilai

dan saluran pemasaran, pembagian nilai tambah setiap pelaku dan distribusi nilai

tambah.

4.1 Identifikasi Pelaku dalam Rantai Pasok

Dalam industri peternakan ayam pedaging terdapat sejumlah pelaku yang

berperan sejak dari penyediaan sarana produksi peternakan, hingga penyaluran

dan pendistribusian produk ayam pedaging kepada konsumen akhir. Pelaku yang

terlibat dalam aliran produksi dan pemasaran tersebut terdiri dari perusahaan

mitra, poultry shop, peternak (produsen), pedagang, konsumen. Disamping itu

terdapat berbagai instansi yang terkait dengan industri peternakan ayam pedaging

seperti Dinas Peternakan Kabupaten Lima Puluh Kota, dan Dinas Perindustrian

dan Perdagangan Kabupaten Lima Puluh Kota.

4.1.1 Perusahaan Mitra Peternak

Perusahaan mitra berperan dalam menyediakan sarana produksi peternak

yang ingin mendirikan usaha peternakan ayam pedaging, peternak ini dinamakan

peternak mitra. Perusahaan mitra mendapatkan pasokan dari pemasok bahan

pakan ayam pedaging, pemasok day old chicken (DOC), pemasok obat-obatan

Page 2: BAB 4

`

ayam pedaging, dll. Perusahaan mitra menyediakan bahan pakan, day old chicken

(DOC), obat-obatan dan vitamin sedangkan kandang dan perlengkapan kandang

serta tenaga kerja disediakan oleh peternak. Setiap kali menjelang pengiriman

DOC, perusahaan mitra menginspeksi kondisi dan kelengkapan kandang sesuai

dengan standar operasional kandang. Sebelumnya, perusahaan mitra akan

mengadakan perjanjian (kontrak) dengan peternak bahwa hasil ternak (ayam

pedaging yang siap dikonsumsi) akan dijual kepada perusahaan mitra dengan

harga yang telah ditetapkan dan peternak tidak memiliki hak untuk menjual

kepada pihak lain. Dengan adanya perjanjian ini meskipun harga jual dipasaran

lebih tinggi atau lebih rendah dari harga kontrak seluruhnya di tanggung oleh

perusahaan mitra. Pada hasil penelitian, perusahaan mitra yang didapatkan, yaitu

PT Ciomas, PT Ciomas ex PKP dan PT SMU.

4.1.2 Poultry Shop

Poultry shop mendapatkan pasokan bahan pakan ayam pedaging, pasokan

day old chicken (DOC), pasokan obat-obatan ayam pedaging, dll. Pemasok bahan

pakan merupakan perusahaan besar yang terdapat di Indonesia, yaitu PT Japfa

Comfeed Indonesia; dan PT Charoen Pokphand. Sedangkan pemasok obat-obatan,

yaitu PT Mensana. Pemasok memasarkan produknya melalui perusahaan mitra

yang ada di Kabupaten Lima Puluh Kota.

Pelaku ini sangat dibutuhkan oleh peternak mandiri, yaitu peternak yang

tidak bekerjasama dengan perusahaan mitra. Peternak mandiri juga memasarkan

hasilnya sendiri kepada pelaku lain dan menetapkan harga jual sendiri. Dalam

pelaksanaannya, peternak mandiri menentukan harga jual dengan

mempertimbangkan harga jual yang ditawarkan oleh perusahaan mitra. Hali ini

perlu dilakukan karena jika peternak mandiri menawarkan harga terlalu tinggi,

maka ayam tidak laku dijual di pasaran sehingga harus tetap dipelihara di kandang

yang menyebabkan tambahan biaya pakan dan biaya lainnya.

Page 3: BAB 4

`

4.1.3 Peternak

Peternak ayam pedaging terdiri menjadi dua macam, yaitu peternak mitra

dan peternak mandiri. Peternak merupakan pelaku yang memiliki peranan paling

penting karena peternak merupakan produsen pada rantai nilai sistem industri

peternakan ayam pedaging. Jumlah peternak ayam pedaging di Kabupaten Lima

Puluh Kota adalah 862 peternak (Dinas Peternakan, 2013). Pada saat penelitian

dilakukan ditemukan bahwa jumlah peternak mitra jauh lebih banyak

dibandingkan dengan peternak mandiri. Hal ini terjadi karena banyaknya peternak

mandiri yang mengalami kerugian karena harga pakan dan bahan kebutuhan

lainnya yang tinggi sedangkan harga jual yang rendah. Harga jual tidak dapat

dikendalikan sepenuhnya oleh peternak mandiri bahkan cukup sering terjadi harga

jual tidak mampu menutupi biaya produksi. Salah satu penyebabnya adalah

kesulitan peternak mandiri dalam memasarkan hasil ternak. Karena itu, banyak

peternak mandiri yang beralih ke peternak mitra, karena merasa lebih

menguntungkan jika bekerja sama dengan perusahaan mitra atau beralih pada

usaha lainnya.

4.1.4 Pedagang Pengumpul (Tauke)

Pedagang pengumpul atau disebut juga tauke merupakan pelaku yang

mengumpulkan ayam pedaging dari beberapa perusahaan mitra di Kabupaten

Lima Puluh Kota. Pedagang pengumpul (tauke) mendatangi peruahaan mitra

untuk mengetahui harga jual ayam pedaging kemudian membeli ayam pedaging

dari perusahaan mitra. Perusahaan mitra memberikan informasi kepada peternak

untuk mengeluarkan ayam dari kandang. Kemudian, pedagang pengumpul (tauke)

menjemput ayam pedaging di kandang peternak. Setelah pengumpul mendapatkan

ayam pedaging, maka ayam akan didistribusikannya kepada pelaku rantai nilai

selanjutnya, yaitu pedagang besar dan pedagang kecil. Pedagang pengumpul

(tauke) mendistribusikan ayam ke pedagang-pedagang yang berdomisili di daerah

Page 4: BAB 4

`

Padang, Bukittingi, Pekanbaru, Dumai, Duri, dll. Pedagang di daerah tersebut

sebagai penentu harga jual ayam pedaging.

4.1.5 Pedagang

Pelaku ini terbagi menjadi dua, yaitu pedagang besar dan pedagang kecil.

Perbedaan antara pedagang besar dan pedagang kecil adalah jumlah ayam yang

dijual, dimana pedagang besar menjual ayam dalam jumlah besar sedangkan

pedagang kecil dalam jumlah kecil dan biasanya diperutukan langsung untuk

konsumen sebagai konsumsi sendiri. Pedagang besar ayam pedaging terdapat

ditempat daerah pusat – pusat konsumsi dan daerah sentra produksi. Pedagang

besar mendapatkan barang dari tauke ayam pedaging, sedangkan pedagang kecil

memperoleh ayam pedaging dari tauke atau dari pedagang besar. Pedagang besar

menjual ayam kepada pedagang kecil atau konsumen besar, seperti hotel, restoran

dan rumah makan. Sedangkan pedagang kecil menjual ayam kepada konsumen

sesuai dengan harga pasaran di daerah masing-masing. Harga yang diperoleh

pedagang kecil telah dikendalikan oleh para pedagang besar dan tauke sehingga

konsumen hanya bisa mendapatkan harga pastinya dari pedagang kecil.

4.1.6 Konsumen

Pelaku rantai nilai terakhir dalam industri ayam pedaging adalah

konsumen. Konsumen terbagi menjadi dua macam, yaitu konsumen besar dan

konsumen kecil. Dimana yang termasuk ke dalam konsumen besar adalah

konsumen untuk rumah makan sedangkan untuk konsumen kecil adalah

kebutuhan konsumsi rumah tangga. Konsumen dapat membeli ayam pada

pedagang besar dan pedagang kecil di daerah masing-masing, seperti di pasar

daerah ataupun tukang sayur.

Page 5: BAB 4

`

4.2 Pola Rantai Nilai dan Saluran Pemasaran

Pola rantai nilai merupakan suatu cara yang digunakan untuk mengetahui

pola, peranan, dan aktivitas yang dilakukan oleh setiap pelaku bisnis yang terdapat

dalam rantai nilai industri ayam pedaging. Secara keseluruhan, rantai nilai pada

industri ayam pedaging ditunjukkan pada Gambar 4.1. Berbagai aktivitas yang

terdapat pada satu rantai nilai bertujuan untuk menciptakan dan meningkatkan

nilai tambah serta keunggulan kompetitif bagi perusahaan atau pelaku yang

terdapat dalam satu rantai nilai. Selain itu, dapat diketahui posisi tawar masing-

masing pelaku pada rantai nilai industri peternakan ayam pedaging sehingga

kedepannya dapat dilakukan perbaikan dalam hubungan antar aktor yang terlibat

dalam satu rantai nilai tersebut, jika memang ada hubungan antar aktor yang tidak

saling menguntungkan.

Hasil analisis pemetaan rantai nilai yang dilakukan pada sistem industri

peternakan ayam pedaging, terdapat delapan aktor yang terlibat dalam rantai nilai,

yaitu 1) Peternak, seperti Peternak Mitra; dan Peternak Mandiri; 2) Perusahaan

Mitra, seperti PT Ciomas; PT Ciomas ex. PKP; dan PT SMU 3) Tauke, seperti

Tauke Ajo; Tauke Alvin; dan Tauke Dian 4) Pedagang Besar, seperti Pasar Pagi;

Pasar Raya; Balai Baru; dan Pasar Siteba 5) Pedagang Kecil 6) Konsumen Besar

dan 7) Konsumen Kecil. Pemasaran ayam pedaging yang dilakukan bukan hanya

untuk daerah Kabupaten Lima Puluh Kota, tetapi daerah di luar Kabupaten Lima

Puluh Kota, seperti Jakarta, Padang, Pekanbaru, Duri, dan Dumai. Secara

keseluruhan, rantai nilai pada industri ayam ras pedaging ditunjukkan pada

Gambar 4.1:

Page 6: BAB 4

`

Perusahaan Mitra Peternak Toke Pedagang Besar Pedagang Kecil Konsumen Besar Konsumen Kecil

Keterangan:Aliran BarangAliran UangAliran Informasi

Gambar 4.1 Rantai Nilai Sistem Industri Peternakan Ayam Ras Pedaging di

Kabupaten Lima Puluh Kota

Gambar 4.1 merupakan hasil penelitian menunjukkan pola rantai nilai

sistem industri peternakan ayam pedaging dimulai dari pembelian sarana produksi

oleh peternak kepada perusahaan mitra atau poultry shop untuk dibudidayakan.

Selain sarana produksi, poultry shop juga menyediakan perlengkapan kandang,

seperti tempat minum, tempat makan, dan peralatan ayam pedaging lainnya.

Setelah ayam pedaging nasuk kedalam masa panen, peternak menjual ayam

pedaging melalui pedagang pengumpul. Pengangkutan ayam pedaging biasanya

dilakukan oleh pedagang pengumpul yang membeli kepada peternak dengan

menggunakan mobil bak terbuka seperti mobil L300 dan mobil diesel. Dapat

dilihat bahwa peternak sebagai produsen, perusahaan mitra sebagai stakeholders,

dan konsumen sebagai pasar akhir. Bagi peternak mandiri sebagai pelaku

produsen ayam pedaging juga sebagai penentu harga awal untuk harga ayam

pedaging itu sendiri yang menjual hasil panennya ke pedagang pengumpul.

Page 7: BAB 4

`

Sedangkan untuk peternak mitra sebagai pelaku produsen ayam pedaging tidak

dapat sebagai penentu harga awal untuk harga ayam pedaging itu sendiri karena

telah ditentukan oleh perusahaan mitra sebagai stakeholders yang menetapkan

harga jual hasil panennya kepada pedagang pengumpul. Pedagang pengumpul

membawa ayam dari Kabupaten Lima Puluh kota memiliki risiko bagi pedagang

pengumpul, seperti risiko ayam mati selama diperjalanan akan mengurangi

pendapatan dari pedagang pengumpul. Ayam pedaging yang terdapat di pedagang

pengumpul kemudian didistibusikan kepada pedagang besar dan pedagang kecil

agar dapat didistribusikan kepada konsumen akhir.

Konsumen sangat berperan penting dalam menentukan jumlah kebutuhan

permintaan ayam pedaging di pasaran. Melalui permintaan dari konsumen

mengakibatkan harga ayam pedaging di pasaran sering mengalami fluktuasi. Oleh

karena itu, konsumen ayam pedaging yang terdapat pada Kabupaten Lima Puluh

Kota ataupun di daerah pemasaran lainnya pada saat ini membutuhkan

ketersediaan ayam pedaging secara berkala. Jika terjadi fluktuasi harga, banyak

pelaku yang merasa dirugikan karena harga dapat berubah menjadi lebih tinggi

ataupun lebih rendah dari harga biasa yang ada.

Tabel 4.1 merupakan saluran rantai nilai industri peternakan ayam

pedaging di Kabupaten Lima Puluh Kota. Saluran pemasaran yang terdapat di

Kabupaten Lima Puluh Kota melibatkan seluruh pelaku produsen dan

stakeholders. Para stakeholders membantu peternak dalam memasarkan ayam

pedaging dengan cepat ke tangan konsumen akhir, akan tetapi jika semakin

panjang saluran pemasaran maka semakin tinggi harga yang akan diterima

konsumen.

Tabel 4.1 Saluran Rantai Nilai Industri Peternakan Ayam Pedaging

Page 8: BAB 4

`

RantaiPerusahaan

Mitra/Poultry Shop

Peternak Toke Pedagang Besar Pedagang Kecil Konsumen Besar Konsumen Kecil

1

2

3

4

5

6

2 3 4 6

2 3 4 7

2

243\2

4 6

2 3 4

1 2 5

5

5

2 3 5

7

7

2 3 6

1

1

1

1

1

1

Pada Tabel 4.1 dapat dilihat bahwa industri peternakan ayam pedaging

menggunakan berbagai macam saluran pemasaran dalam mendistribusikan

produknya. Hal ini dimaksudnkan agar jumlah penjualan produk semakin besar,

sehingga nilai tambah yang dihasilkan semakin besar juga. Dalam pemilihan

saluran pemasaran terdapat perbedaan pelaku didalamnya dikarenakan perbedaan

harga jual ayam pedaging, jauh dekatnya jarak dalam hal pengangkutan ayam dan

transportasi, serta wilayah yang dituju untuk dilakukan pendistribusian ayam.

Proses pemasaran ayam pedaging kepada konsumen akhir diawali dengan

pembelian ayam pedaging oleh pedagang pengumpul yang melalui perusahaan

mitra ataupun peternak itu sendiri. Kemudian pedagang pengumpul

mendistribusikan kepada pedagang besar atau pedagang kecil untuk dapat

menjualnya kepada konsumen akhir. Perbedaan saluran pemasaran bertujuan

untuk memudahkan pedagang pengumpul untuk menyalurkan ayam secara luas ke

wilayah pemasaran di luar daerah Kabupaten Lima Puluh Kota, seperti daerah

Padang, Bukittinggi, Pekanbaru, Dumai, dan Duri. Berdasarkan hasil penelitian

dari keseluruhan sampel peternak yang diperoleh 100% responden menjual ayam

pedaging kepada pedagang pengumpul (tauke). Kemudian terdapat 66,67%

responden pedagang pengumpul yang menjual hasil ternak kepada pedagang besar

Page 9: BAB 4

`

dan 33,33% responden pedagang pengumpul yang menjual hasil ternak kepada

pedagang kecil. Setelah itu terdapat 66,67% responden pedagang besar yang

menjual hasil ternak kepada pedagang kecil dan 33,33% responden pedagang

besar yang menjual hasil ternak kepada konsumen akhir. Terakhir, seluruh

pedagang kecil menjual semua hasil ternak kepada konsumen besar atau kecil.

Pemasaran ayam pedaging yang sebagian besar dikuasai oleh pedagang

pengumpul disebabkan karena peternak mitra tidak memiliki kewenangan untuk

menjual hasil ternak dengan sendirinya sehingga pemasaran telah diatur oleh

perusahaan mitra. Perusahan mitra yang akan mencari penyalur ayam pedaging

kepada konsumen sehingga memudahkan mitra untuk memasarkannya.

Perusahaan mitra dengan menjual ayam pedaging kepada pedagang pengumpul

tidak perlu mencari pasar yang berlokasi jauh dan dapat menghemat waktu

penjualan. Pedagang pengumpul mampu menampung banyak ayam karena

pedagang pengumpul sudah memiliki pelanggan tetapnya sehingga ayam dapat

cepat dipasarkan dan perusahaan mitra tidak perlu khawatir dengan adanya

produk yang tidak laku dijual di pasar. Selain itu juga, bagi peternak mandiri hasil

ternak langsung didistribusikan kepada pedagang pengumpul alasannya agar

peternak tidak menambahkan biaya transportasi pengiriman ayam ke wilayah

pasaran yang dituju dalam biaya produksinya sehingga tidak membuat harga ayam

menjadi lebih mahal, selain itu lebih meningkatkan efektif dan efisien peternak

dalam beternak ayam pedaging.

4.2.1 Aliran Aktivitas dalam Rantai Pasok Sistem Industri Peternakan

Ayam Pedaging

Aliran aktivitas dalam rantai pasokan sistem industri peternakan ayam

pedaging berguna untuk melihat aliran rantai pasok dari awal sampai akhir. Aliran

aktivitas terdiri dari aliran barang, aliran uang dan aliran informasi.

4.2.1.1 Aliran Barang

Page 10: BAB 4

`

Bahan utama yang didistribusikan dalam rantai pasok berawal dari

perusahaan pemasok yang terdiri dari pemasok bahan, pemasok day old chicken

(DOC), dan pemasok obat-obatan dan vitamin. Kemudian pemasok akan

mendistribusikan barangnya kepada perusahaan mitra dan poultry shop (PS). Pada

sistem perusahaan mitra dimana peternak yang bekerja sama dengan mitra akan di

berikan seluruh bahan serta perjanjian kontrak antar mitra dengan peternak selama

satu periode pembesaran ayam pedaging. Peternak mitra tidak mengeluarkan

modal untuk pembelian bahan hanya menyediakan kandang dan peralatan

kandang sesuai dengan standar operasional perusahaan (SOP) yang telah ada.

Sedangkan untuk peternak mandiri harus menyediakan modal untuk membeli

bahan di poultry shop (PS) dan penyediaan kandang serta peralatan kandang.

Kemudian produk yang dihasilkan oleh peternak mitra didistrinbusikan

kembali kepada perusahaan mitra karena perusahaan mitra yang memiliki

kewenangan untuk memasarkan produk tersebut, peternak tidak tahu berapakah

harga ayam di pasaran. Sedangkan pada peternak mandiri akan mendistribusikan

secara langsung hasil produk ke pasaran. Harga ayam di pasaran berfluktuatif,

dimana saat harga tinggi peternak mandiri akan mendapatkan keuntungan

sedangkan saat harga rendah peternak mandiri akan mendapatkan kerugian.

Karena terjadi ketidak stabilan harga ini yang menyebabkan peternak mandiri

banyak yang gulung tikar atas usahanya karena pendapatan yang diterima tidak

sebanding dengan pengeluarannya yang besar. Harga bahan yang tinggi

disebabkan oleh seluruh bahan ayam pedaging disediakan oleh perusahaan.

Perusahaan telah mengalami perkembangan yang sangat pesat sekali di kanca

sistem indutri peternakan ayam pedaging saat ini.

Perusahaan yang menetapkan berapa harga jual dari bahan tersebut.

Dimana perusahaan melihat dari kebutuhan bahan serta ketersediaan bahan. Jika

bahan sulit untuk didapatkan, maka harga bahan akan meninggi dan peternak

mandiri tidak akan melakukan pembesaran ayam karena besar resiko yang akan

Page 11: BAB 4

`

diterima karena harga jual ayam tidak meningkat. Sedangakn untuk sistem

perusahaan mitra ini bernaung terhadap perusahaan pemasok, dimana perusahaan

pemasok menerima bahan dari perusahaan sehingga perusahaan mitra tidak

masalah jika harga bahan sedang tinggi. Sedangkan untuk penentuan harga jual

ayam di pasaran yang memiliki kuasa untuk menetapkannya adalah perusahaan

mitra karena peternak mandiri mengikuti harga pasar yang ditawarkan oleh

perusahaan mitra. Jika harga ayam peternak mandiri lebih tinggi dari harga yang

ditawarkan oleh perusahaan mitra, maka produk tidak laku jual, konsumen akan

mencari harga yang rendah, yaitu yang ditawarkan oleh perusahaan mitra.

Hasil produk dari perusahaan mitra dan peternakan mandiri kemudian

didistribusikan kepada pedagang pengumpul (tauke). Hasil produk dikirimkan

kepada pedagang besar dan pedagang kecil di dalam daerah Kabupaten Lima

Puluh Kota dan di luar daerah Kabupaten Lima Puluh Kota. Terdapat pedagang

besar yang mendistribusikan ayam kepada pedagang kecil (pengecer). Kemudian

pedagang menditribusikan ayam pedaging kepada konsumen besar, seperti rumah

makan dan restoran serta konsumen kecil seperti kebutuhan rumah tangga.

4.2.1.2 Aliran Uang

Modal merupakan komponen terpenting dalam rantai pasok sistem industri

peternakan ayam pedaging di Kabupaten Lima Puluh Kota yang digunakan untuk

peternak mandiri membeli bahan, peternak menyediakan kandang dan peralatan

kandang, peternak dalam melakukan pembesaran ayam pedaging, pedagang

pengumpul (tauke) yang melakukan pembelian hasil produk kepada peternak dan

perusahaan mitra, pedagang yang membeli ayam pedaging dari pedagang

pengumpul (tauke). Modal usaha untuk pembelian sarana produksi dan upah

tenaga kerja menggunakan modal sendiri.

Aliran uang yang terjadi dalam rantasi pasok sistem industri peternakan

ayam pedgaing di Kabupaten Lima Puluh Kota bersifat searah. Kelancaran aliran

Page 12: BAB 4

`

uang dari pedagang pengumpul (tauke) kepada perusahaan mitra ataupun dari

pedagang pengumpul kepada peternak mandiri sangat baik, maka pendistribusian

ayam pedaging akan lancar. Berdasarkan hasil penelitian aliran uang yang

terdapat pada pedagang pengumpul (tauke) kepada perusahaan mitra ataupun

peternak mandiri kurang lancar.

Pedagang pengumpul (tauke) kepada perusahaan mitra ataupun peternak

mandiri membeli ayam pedaging melakukan pembayaran dengan sistem cicilan

atau dibayar di belakang, dimana pedagang pengumpul (tauke) mebayar uang

muka kepada perusahaan mitra ataupun peternak mandiri kemudian menjualkan

ayam pedaging tersebut kepada pedagang sampai habis terjual dengan harga jual

yang sesuai dengan pasaran sehingga keuntungan yang didapatkan dari hasil

jualan tersebut akan di bayarkan kembali kepada perusahaan mitra ataupun

peternak mandiri. Aliran uang dipengaruhi oleh permintaan, sehingga ketika

permintaan meningkat, maka aliran uang lancar dan ketika permintaan ayam

pedaging menurun, maka aliran uangpun tersendat. Keterbatasan modal yang

terjadi dalam rantai pasok ini sering terjadi sehingga terjadi kemacetan

pendistribusian produk kepada konsumen di pasaran.

4.2.1.3 Aliran Informasi

Aliran informasi merupakan komponen yang sangat penting untuk

diperhatikan untuk mencapai tujuan dari rantai pasok. Jika terjadi aliran informasi

yang baik, maka dapat terciptanya hubungan yang baik kepada setiap pelaku

rantai pasok. Aliran informasi pada rantai pasok sistem industri peternakan ayam

pedaging di Kabupaten Lima Puluh Kota terdiri dari informasi harga ayam di

pasaran, informasi permintaan ayam pedaging, informasi sarana produksi,

informasi teknis beternak ayam pedaging.

Informasi mengenai harga ayam dan jumlah permintaan ayam merupakan

hal yang penting untuk di ketahui oleh seluruh anggota rantai pasok. Pedagang

Page 13: BAB 4

`

besar atau pedagang kecil sebagai pihak yang berhubungan langsung dengan

konsumen mampu menyampaikan hal tersebut secara transparan kepada seluruh

pelaku rantai pasok sistem industri peternakan ayam pedaging. Selama ini

penyampaian informasi harga ayam dilakukan dalam pergaulan keseharian pelaku

rantai pasok, dimana dapat dilihat berapa permintaan ayam di pasaran dan berapa

banyak penawaran ayam yang ada.

Aliran informasi dalam bentuk sarana produksi dan informasi teknis

beternak ayam pedaging biasanya diperoleh secara turun temurun dan dari

pergaulan keseharian pelaku rantai pasok dengan masyarakat sekitar. Selain itu

juga, bentuk sarana produksi dan informasi teknis beternak ayam pedaging dapat

diperoleh informasi dari pemberian informasi yang dilakukan oleh perusahaan

mitra kepada peternak binaannya. Dengan dilakukannya pembinaan tersebut,

dapat di latih kemampuan seseorang untuk mampu dalam beternak ayam

pedaging.

4.3 Analisis Pendapatan dan Pengeluaran Setiap Pelaku

Pendapatan adalah aliran masuk harta-harta (aktiva) yang timbul dari

penyerahan barang atau jasa yang dilakukan oleh suatu unit usaha selama satu

periode tertentu (Baridwan, 2000). Pengeluaran adalah pendapatan lazim dalam

perusahaan dan merupakan jumlah kotor yang dibebankan kepada pelanggan atas

barang dan jasa (Simamora, 2001). Seluruh pelaku yang terlibat dalam rantai nilai

industri peternakan ayam pedaging di Kabupaten Lima Puluh Kota memiliki

pendapatan dan pengeluaran untuk menjalankan usahanya. Pendapatan dan

pengeluaran yang diterima oleh setiap pelaku rantai pasok berbeda-beda.

4.3.1 Analisis Pendapatan dan Pengeluaran Perusahaan Mitra

Page 14: BAB 4

`

Perusahaan mitra merupakan pelaku sistem industri peternakan ayam

pedaging yang menyediakan pasokan bahan yang dibutuhkan oleh peternak,

seperti pakan ayam pedaging, day old chicken (DOC), serta obat-obatan dan

vitamin. Biaya pendapatan yang didapatkan oleh perusahaan mitra berasal dari

penjualan bahan peternakan ayam pedaging yang dijualnya kepada peternak dan

penjualan ayam pedaging kepada pedagang pengumpul (tauke). Sedangkan untuk

pengeluarannya adalah seperti perusahaan mitra membayar gaji karyawan, biaya

pembelian bahan, biaya operasional perusahaan mitra, dan biaya invesatsi. Biaya-

biaya tersebut yang didapatkan dan dikeluarkan oleh perusahaan mitra setiap

periodenya.

Tabel 4.2 Pendapatan dan Pengeluaran Masing-Masing Perusahaan Mitra

No UraianPerusahaan Mitra

Mitra A Mitra B Mitra C1 Pendapatan

 Penjualan Ayam Pedaging (Rp/Tahun)

Rp147,262,500,000

Rp154,912,500,000

Rp161,032,500,000

 Total Pendapatan (Rp/Tahun)

Rp147,262,500,000

Rp154,912,500,000

Rp161,032,500,000

2Biaya Tenaga Kerja (Rp/Tahun) Rp 888,000,000 Rp 852,000,000 Rp 1,261,200,000

3Biaya Operasional Mitra (Rp/Tahun) Rp 42,000,000 Rp 44,400,000 Rp 36,000,000

4 Biaya Bahan

 Biaya Pakan Starter (Rp/Tahun) Rp 5,506,000,000 Rp 4,326,400,000 Rp 17,832,000,000

 Biaya Pakan Finisher (Rp/Tahun) Rp 7,368,000,000 Rp 5,683,200,000 Rp 26,442,000,000

 Biaya OVK (Rp/Tahun) Rp 2,025,000,000 Rp 1,890,000,000 Rp 1,350,000,000

 Biaya DOC (Rp/Tahun) Rp 4,075,000,000 Rp 20,076,000,000 Rp 14,655,000,000

 Total Biaya Bahan (Rp/Tahun) Rp 8,974,000,000 Rp 81,975,600,000 Rp 60,279,000,000

Total Biaya Produksi (Rp/Tahun) Rp 9,904,000,000 Rp 82,872,000,000 Rp 61,576,200,000 Pendapatan Rp 7,358,500,000 Rp 72,040,500,000 Rp 99,456,300,000

Page 15: BAB 4

`

Data yang di ambil pada perusaahaan mitra di Kabupaten Lima Puluh

Kota sebanyak 3 data, yaitu Mitra A, Mitra B dan Mitra C. Ketiga perusahaan

mitra ini merupakan perusahaan mitra yang memiliki populasi terbanyak di

Kabupaten Lima Puluh Kota. Berdasarkan Tabel 4.2 menunjukkan bahwa

penjualan perusahaan mitra paling sedikit adalah mitra A dan penjualan

perusahaan mitra paling banyak adalah mitra C. Total biaya produksi perusahaan

mitra paling banyak adalah mitra A dan total biaya produksi perusahaan mitra

paling sedikit adalah mitra C. Sehinga pendapatan perusahaan mitra paling sedikit

adalah mitra A dan pendapatan perusahaan mitra paling banyak adalah mitra C.

Perusahaan mitra C telah mampu menjadikan perusahaan mitra yang unggul

dibandingkan lainnya.

Tabel 4.3 Rata-Rata dan Persentase Biaya Perusahaan Mitra

No UraianRata-Rata Biaya

Perusahaan Mitra

Persentase Biaya Perusahaan Mitra (%)

1 Pendapatan  

 Penjualan Ayam Pedaging (Rp/Tahun)

Rp154,402,500,000 100%

 Total Pendapatan (Rp/Tahun)

Rp154,402,500,000 100%

2Biaya Tenaga Kerja (Rp/Tahun)

Rp 1,000,400,000 1.28%

3Biaya Operasional (Rp/Tahun)

Rp 40,800,000 0.05%

4 Biaya Bahan  

 Biaya Pakan Starter (Rp/Tahun)

Rp 22,554,800,000 28.87%

 Biaya Pakan Finisher (Rp/Tahun)

Rp 33,164,400,000 42.45%

  Biaya OVK (Rp/Tahun) Rp 1,755,000,000 2.25%  Biaya DOC (Rp/Tahun) Rp 19,602,000,000 25.09%

 Total Biaya Bahan (Rp/Tahun)

Rp 77,076,200,000 98.67%

Total Biaya Produksi (Rp/Tahun) Rp 78,117,400,000 100%Pendapatan Rp 76,285,100,000 49.41%

Berdasarkan Tabel 4.3 seluruh pendapatan rata – rata perusahaan mitra

sampel adalah sebesar Rp 154.402.500.000 per tahun dengan pengeluaran rata –

Page 16: BAB 4

`

rata sebesar Rp. 78.117.400.000 per tahun. Pengeluaran yang paling tinggi

terletak pada pembelian bahan terutama pembelian bahan pakan finisher ayam

pedaging sebesar 42,45% dari total pengeluaran. Selain itu diikuti dengan

pembelian bahan pakan starter ayam pedaging sebesar 28.87%. Pada perusahaan

mitra besarnya pembelian pakan disebabkan karena pakan merupakan komponen

paling penting dalam meningkatkan produktivitas ayam pedaging. Jika kebutuhan

pakan terhadap ayam kurang, maka dapat mempengaruhi kesehatan ayam dan

bobot ayam juga kurang baik. Sehingga pendapatan perusahaan mitra kini

mencapai 49,41% dari hasil pengurangan pendapatan dengan pengeluaran.

Perusahaan mitra telah mendapatkan pendapatan hampir mencapai setengah dari

penjualan yang ada sehingga perusahaan mitra sudah mampu untuk mendapatkan

keuntungan yang besar.

4.3.2 Analisis Pendapatan dan Pengeluaran pada Tingkat Poultry Shop

Pendapatan pada poultry shop (PS) adalah penjualan bahan peternakan

ayam pedaging yang dibeli oleh peternak mandiri, seperti pakan, day old chicken

(DOC), obat-obatan dan vitamin. Pengeluaran poultry shop (PS) adalah seperti

poultry shop (PS) membayar gaji karyawan, biaya pembelian pakan, day old

chicken (DOC), obat-obatan dan vitamin., biaya operasional poultry shop (PS),

dan biaya investasi. Biaya ini yang didapatkan dan dikeluarkan oleh poultry shop

setiap periodenya.

Tabel 4.4 Pendapatan dan Pengeluaran pada Tingkat Poultry Shop (PS)

Page 17: BAB 4

`

No UraianPoultry Shop (PS)

PS 1 PS 21 Pendapatan

 Penjualan Pakan Ayam Pedaging (Rp/Tahun) Rp 900,000,000 Rp1,140,000,000

  Penjualan DOC (Rp/Tahun) Rp 360,000,000 Rp 420,000,000   Penjualan OVK (Rp/Tahun) Rp 78,000,000 Rp 102,000,000

 Penjualan Peralatan Ayam Pedaging (Rp/Tahun) Rp 60,000,000 Rp 72,000,000

  Total Pendapatan (Rp/Tahun) Rp 398,000,000 Rp1,734,000,000 2 Pembelian    

 Pembelian Pakan Ayam Pedaging (Rp/Tahun) Rp 756,000,000 Rp 960,000,000

  Pembelian DOC (Rp/Tahun) Rp 240,000,000 Rp 300,000,000   Pembelian OVK (Rp/Tahun) Rp 60,000,000 Rp 84,000,000

 Pembelian Peralatan Ayam Pedaging (Rp/Tahun) Rp 36,000,000 Rp 48,000,000

  Total Pembelian (Rp/Tahun) Rp1,092,000,000 Rp1,392,000,000 3 Biaya Tenaga Kerja (Rp/Tahun) Rp 120,000,000 Rp 72,000,000 4 Biaya Operasional PS (Rp/Tahun) Rp 36,000,000 Rp 60,000,000

5Biaya Penyusutan Kendaraan (Rp/Tahun)

Rp 7,000,000 Rp 6,000,000

6 Biaya Sewa Toko (Rp/Tahun) Rp 8,000,000 Rp 10,000,000

Total Biaya Produksi (Rp/Tahun) Rp1,263,000,000 Rp1,540,000,000 Pendapatan Rp 135,000,000 Rp 194,000,000

Berdasarkan Tabel 4.4 data yang di ambil pada poultry shop (PS) di

Kabupaten Lima Puluh Kota sebanyak 2 data, yaitu PS A dan PS B. Berdasarkan

hasil penelitian menunjukkan bahwa penjualan poultry shop (PS) paling sedikit

adalah PS A dan penjualan perusahaan mitra paling banyak adalah PS B. Total

biaya produksi poultry shop (PS) paling banyak adalah PS B dan total biaya

produksi perusahaan mitra paling sedikit adalah PS A. Sehinga pendapatan

poultry shop (PS) paling sedikit adalah PS A dan pendapatan poultry shop (PS)

paling banyak adalah PS B.Kkeseimbangan antara pendapatan dengan

pengeluaran yang dilakukan oleh PS B.

Tabel 4.5 Rata-Rata dan Persentase Biaya Poultry Shop (PS)

Page 18: BAB 4

`

No UraianBiaya Poultry

Shop (PS)

Persentase Biaya Poultry

Shop (%)

1 Pendapatan  

 Penjualan Pakan Ayam Pedaging (Rp/Tahun)

Rp1,020,000,000 65.13%

  Penjualan DOC (Rp/Tahun) Rp 390,000,000 24.90%  Penjualan OVK (Rp/Tahun) Rp 90,000,000 5.75%

 Penjualan Peralatan Ayam Pedaging (Rp/Tahun)

Rp 66,000,000 4.21%

  Total Pendapatan (Rp/Tahun) Rp1,566,000,000 100%2 Pembelian  

 Pembelian Pakan Ayam Pedaging (Rp/Tahun)

Rp 858,000,000 61.22%

  Pembelian DOC (Rp/Tahun) Rp 270,000,000 19.27%  Pembelian OVK (Rp/Tahun) Rp 72,000,000 5.14%

 Pembelian Peralatan Ayam Pedaging (Rp/Tahun)

Rp 42,000,000 3.00%

  Total Pembelian (Rp/Tahun) Rp1,242,000,000 88.62%3 Biaya Tenaga Kerja (Rp/Tahun) Rp 96,000,000 6.85%4 Biaya Operasional (Rp/Tahun) Rp 48,000,000 3.42%

5Biaya Penyusutan Kendaraan (Rp/Tahun)

Rp 6,500,000 0.46%

6 Biaya Sewa Toko (Rp/Tahun) Rp 9,000,000 0.64%Total Biaya Produksi (Rp/Tahun) Rp1,401,500,000 100%

Pendapatan Rp 164,500,000 10.50%

Berdasarkan Tabel 4.5 seluruh pendapatan rata – rata poultry shop (PS)

sampel adalah sebesar Rp 1.566.500.000 per tahun dengan pengeluaran rata – rata

sebesar Rp. 1.401.500.000 per tahun. Pengeluaran yang paling tinggi terletak pada

pembelian bahan terutama pembelian bahan pakan ayam pedaging sebesar

61,22% dari total pengeluaran. Selain itu diikuti dengan pembelian DOC sebesar

19,27%. Pendapatan poultry shop (PS) mencapai 10,50% dari hasil pengurangan

pendapatan dengan pengeluaran. Pada poultry shop (PS) besarnya pembelian

pakan disebabkan karena pakan merupakan komponen paling penting dalam

meningkatkan produktivitas ayam pedaging. Keuntungan poultry shop (PS) dalam

menjual bahan peternakan ayam pedaging yang diperoleh masih sangat minim

jika dibandingkan dengan total pengeluaran yang harus dikeluarkan. Sehingga

Page 19: BAB 4

`

poultry shop tidak hanya menjual bahan peternakan ayam pedaging saja, tetapi

menjual bahan peternakan ayam petelur, ayam kampong, dll untuk meningkatkan

pendapatan.

4.3.3 Analisis Pendapatan dan Pengeluaran pada Tingkat Peternak

Biaya pendapatan yang didapatkan oleh peternak adalah penjualan hasil

ternak ayam pedaging kepada perusahaan mitra, dimana perusahaan mitra yang

akan memasarkan hasil produk tersebut kepada pedagang pengumpul (tauke).

Sedangkan untuk pengeluarannya adalah seperti peternak membayar gaji

karyawan, biaya pembelian bahan, biaya operasional, biaya investasi, dll. Biaya

ini yang didapatkan dan dikeluarkan oleh peternak setiap periodenya.

Tabel 4.6 Pendapatan dan Pengeluaran pada Tingkat Peternak Mitra

No UraianKategori Populasi

<= 5000 5001-10000 >10000

1 Pendapatan

 Penjualan Ayam Pedaging (Rp/Tahun)

Rp 107,918,966 Rp475,712,669 Rp249,634,855

 Penjualan Kotoran Ayam (Rp/Tahun)

Rp 2,163,600 Rp 11,516,667 Rp 6,170,000

 Penjualan Karung Bekas (Rp/Tahun)

Rp 1,824,000 Rp 10,126,667 Rp 5,670,000

 Total Pendapatan (Rp/Tahun)

Rp 111,906,566 Rp497,356,002 Rp261,474,855

2Biaya Tenaga Kerja (Rp/Tahun)

Rp 25,200,000 Rp 86,000,000 Rp 45,000,000

3Biaya Operasional Peternakan (Rp/Tahun)

Rp 11,884,800 Rp 38,546,667 Rp 27,310,000

4Biaya Penyusutan Pendirian Usaha (Rp/Tahun)

Rp 4,103,269 Rp 7,494,671 Rp 5,141,636

5Biaya Penyusutan Investasi (Rp/Tahun)

Rp 20,623,940 Rp 42,170,320 Rp 23,530,765

Total Biaya Produksi (Rp/Tahun) Rp 61,812,010 Rp174,211,657 Rp100,982,401 Pendapatan Rp 50,094,556 Rp323,144,345 Rp160,492,454

Page 20: BAB 4

`

Berdasarkan Tabel 4.6 data yang di ambil pada peternakan mitra di

Kabupaten Lima Puluh Kota sebanyak 3 kategori populasi, yaitu populasi

<=5000, 5001-10000, dan >10000. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan

bahwa penjualan paling sedikit terdapat pada populasi <=5000 dan penjualan

paling banyak terdapat pada populasi 5001-10000. Total biaya produksi paling

banyak terdapat pada populasi 5001-10000 dan total biaya produksi perusahaan

mitra paling sedikit terdapat pada populasi <=5000. Sehinga pendapatan paling

banyak terdapat pada populasi 5001-10000 dan paling sedikit terdapat pada

populasi <=5000. Populasi <= 5000 memiliki pendapatan yang kecil, karena

jumlah populasi yang kecil sehingga pendapatan yang diperoleh sedikit sedangkan

pengeluarannya banyak, begitu juga sebaliknya pada populasi 5001-10000

memiliki pendapatan yang besar, karena jumlah populasi yang besar, sehingga

pendapatan yang diperoleh besar sedangkan pengeluarannya banyak.

Tabel 4.7 Rata-Rata dan Persentase Biaya Peternak Mitra

No Uraian Biaya PeternakPersentase Biaya

Peternak (%)

1 Pendapatan  

 Penjualan Ayam Pedaging (Rp/Tahun)

Rp277,755,497 95.70%

 Penjualan Kotoran Ayam (Rp/Tahun)

Rp 6,616,756 2.28%

 Penjualan Karung Bekas (Rp/Tahun)

Rp 5,873,556 2.02%

  Total Pendapatan (Rp/Tahun) Rp290,245,808 100%

2Biaya Tenaga Kerja (Rp/Tahun)

Rp 52,066,667 46.35%

3Biaya Operasional Peternakan (Rp/Tahun)

Rp 25,913,822 23.07%

4Biaya Penyusutan Pendirian Usaha (Rp/Tahun)

Rp 5,579,859 4.97%

5Biaya Penyusutan Investasi (Rp/Tahun)

Rp 28,775,008 25.62%

Total Biaya Produksi (Rp/Tahun) Rp112,335,356 100%Pendapatan Rp177,910,452 61.30%

Page 21: BAB 4

`

Berdasarkan Tabel 4.7 seluruh pendapatan rata – rata peternakan ayam

mitra sampel adalah sebesar Rp 290.245.808 per tahun dengan pengeluaran rata –

rata sebesar Rp 112.335.356 per tahun. Pengeluaran yang paling tinggi terletak

pada pembayaran biaya tenaga kerja sebesar 46,35% dari total pengeluaran. Selain

itu diikuti dengan biaya penyusutan investasi 25,62%. Sedangkan pendapatan

yang paling tinggi terletak pada penjualan ayam pedaging sebesar 95,70%.

Pendapatan peternakan ayam mitra mencapai 61,30% dari hasil pengurangan

pendapatan dengan pengeluaran. Keuntungan peternakan mitra telah mendapatkan

pendapatan lebih dari setengah dari penjualan yang ada. Ini yang menyebabkan

banyak peternakan mitra di Kabupaten Lima Puluh Kota. Walalupun keuntungan

peternakan mitra sudah melebihi dari setengah hasil penjualan, tetapi peternak

tetap mengalami kerugian karena banyaknya ayam yang mati. Jika ayam banyak

yang mati, maka peternak merugi karena pengeluaran pembelian bahan terlalu

banyak dan hasil penjualan berkurang. Persentase kematian ayam pedaging di

tingkat mitra sekitar 4%. Persentase kematian di tingkat peternakan mitra lebih

besar dibandingkan pada tingkat peternak mandiri karena jumlah populasi

peternakan yang terlalu banyak sehingga dalam melakukan pembesaran selama

masa panen anak kandang kurang dapat mengelola ayam dengan baik.

Tabel 4.8 merupakan pendapatan dan pengeluaran pada tingkat peternak

mandiri dalam rantai nilai sistem industri peternakan ayam pedaging:

Tabel 4.8 Pendapatan dan Pengeluaran pada Tingkat Peternak Mandiri

No UraianKategori Populasi

<= 5000 5001-10000

1 Pendapatan

 Penjualan Ayam Pedaging (Rp/Tahun)

Rp184,882,500 Rp371,025,000

 Penjualan Kotoran Ayam (Rp/Tahun)

Rp 360,000 Rp 540,000

 Penjualan Karung Bekas (Rp/Tahun)

Rp 2,880,000 Rp 2,520,000

 Total Pendapatan (Rp/Tahun)

Rp188,122,500 Rp374,085,000

Page 22: BAB 4

`

2 Bahan

 Biaya Pakan Starter (Rp/Tahun)

Rp 19,222,500 Rp 34,750,000

 Biaya Pakan Finisher (Rp/Tahun)

Rp 32,700,000 Rp 55,165,000

  Biaya OVK (Rp/Tahun) Rp 7,200,000 Rp 14,400,000   Biaya DOC (Rp/Tahun) Rp 93,600,000 Rp185,940,000

 Total Biaya Bahan (Rp/Tahun)

Rp152,722,500 Rp290,255,000

3Biaya Tenaga Kerja (Rp/Tahun)

Rp 18,000,000 Rp 18,000,000

4Biaya Operasional Peternak (Rp/Tahun)

Rp 10,020,000 Rp 21,000,000

5Biaya Penyusutan Pendirian Usaha (Rp/Tahun)

Rp 3,214,286 Rp 4,588,235

6Biaya Penyusutan Investasi (Rp/Tahun)

Rp 1,641,641 Rp 7,532,480

Total Biaya Produksi (Rp/Tahun) Rp185,598,427 Rp341,375,715 Pendapatan Rp 2,524,073 Rp 32,709,285

Tabel 4.8 merupakan data yang di peroleh pada peternakan mandiri di

Kabupaten Lima Puluh Kota sebanyak 2 kategori populasi, yaitu populasi

<=5000, dan 5001-10000. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa

penjualan paling sedikit terdapat pada populasi <=5000 dan penjualan paling

banyak terdapat pada populasi 5001-10000. Total biaya produksi paling banyak

terdapat pada populasi 5001-10000 dan total biaya produksi perusahaan mitra

paling sedikit terdapat pada populasi <=5000. Sehinga pendapatan paling banyak

terdapat pada populasi 5001-10000 dan paling sedikit terdapat pada populasi

<=5000. Populasi <= 5000 memiliki pendapatan yang kecil, karena jumlah

populasi yang kecil sehingga pendapatan yang diperoleh sedikit sedangkan

pengeluarannya banyak, begitu juga sebaliknya pada populasi 5001-10000

memiliki pendapatan yang besar, karena jumlah populasi yang besar, sehingga

pendapatan yang diperoleh besar sedangkan pengeluarannya banyak. Hasil

penelitian untuk peternak mandiri didapatkan sama dengan peternakan mitra,

karena populasi 5001-10000 memiliki pendapatan paling besar dibandingkan

lainnya.

Tabel 4.9 Rata-Rata dan Persentase Biaya Peternak Mandiri

Page 23: BAB 4

`

No Uraian Biaya PeternakPersentase Biaya

Peternak (%)

1 Pendapatan    Penjualan Ayam Pedaging (Rp/Tahun) Rp 277,953,750 98.88%  Penjualan Kotoran Ayam (Rp/Tahun) Rp 450,000 0.16%  Penjualan Karung Bekas (Rp/Tahun) Rp 2,700,000 0.96%  Total Pendapatan (Rp/Tahun) Rp 281,103,750 100%2 Bahan    Biaya Pakan Starter (Rp/Tahun) Rp 26,986,250 10.24%  Biaya Pakan Finisher (Rp/Tahun) Rp 43,932,500 16.67%  Biaya OVK (Rp/Tahun) Rp 10,800,000 4.10%  Biaya DOC (Rp/Tahun) Rp 139,770,000 53.05%  Total Biaya Bahan (Rp/Tahun) Rp 221,488,750 84.06%3 Biaya Tenaga Kerja (Rp/Tahun) Rp 18,000,000 6.83%

4Biaya Operasional Peternak (Rp/Tahun)

Rp 15,510,000 5.89%

5Biaya Penyusutan Pendirian Usaha (Rp/Tahun)

Rp 3,901,261 1.48%

6Biaya Penyusutan Investasi (Rp/Tahun)

Rp 4,587,061 1.74%

Total Biaya Produksi (Rp/Tahun) Rp 263,487,071 100%Pendapatan Rp 17,616,679 6.27%

Berdasarkan Tabel 4.9 seluruh pendapatan rata – rata peternakan ayam

mandiri sampel adalah sebesar Rp 281.103.750 per tahun dengan pengeluaran rata

– rata sebesar Rp 263.487.071 per tahun. Pengeluaran yang paling tinggi terletak

pada pembelian biaya bahan terutama pada pembelian DOC sebesar 53,05% dari

total pengeluaran. Selain itu diikuti dengan pembelian pakan finisher ayam

pedaging sebesar 16,67%. Sedangkan pendapatan yang paling tinggi terletak pada

penjualan ayam pedaging sebesar 98,88%. Pendapatan peternakan ayam mandiri

hanya mencapai 6,27% dari hasil pengurangan pendapatan dengan pengeluaran.

Keuntungan yang didapatkan peternakan jauh dari yang diharapkan karena terlalu

sedikit pendapatan yang diterima dalam beternak ayam pedaging. Banyak

peternak mandiri yang gulung tikar karena terlalu sedikitnya pendapatan yang

diterima. Jika ayam banyak yang mati, maka peternak merugi karena pengeluaran

pembelian bahan terlalu banyak dan hasil penjualan berkurang. Persentase

kematian ayam pedaging di tingkat mandiri sekitar 2%, ini dikarenakan jumlah

Page 24: BAB 4

`

populasi peternakan yang tidak terlalu banyak sehingga dalam melakukan

pembesaran selama masa panen anak kandang dapat mengelola ayam dengan

baik.

4.3.4 Analisis Pendapatan dan Pengeluaran pada Tingkat Pedagang

Pengumpul (Tauke)

Biaya pendapatan yang didapatkan oleh pedagang pengumpul (tauke)

adalah penjualan hasil ternak ayam pedaging yang telah dikumpulkan dari

perusahaan mitra kepada pedagang di berbagai daerah. Sedangkan untuk

pengeluarannya adalah seperti pedagang pengumpul (tauke) membayar gaji

karyawan, biaya pembelian hasil ternak ayam pedaging, biaya operasional, biaya

investasi, dll. Biaya ini yang didapatkan dan dikeluarkan oleh pedagang

pengumpul (tauke) setiap periodenya.

Tabel 4.10 Pendapatan dan Pengeluaran pada Tingkat Pedagang Pengumpul

(Tauke)

No UraianPedagang Pengumpul (Tauke)

Tauke A Tauke B Tauke C1 Penjualan

 Penjualan Ayam Pedaging (Rp/Tahun) Rp1,579,200,000 Rp1,600,560,000 Rp1,648,896,000

 Total Pendapatan (Rp/Tahun) Rp1,579,200,000 Rp1,600,560,000 Rp1,648,896,000

2Harga Beli Ayam (Rp/Tahun) Rp1,360,800,000 Rp1,364,040,000 Rp1,404,480,000

3Biaya Tenaga Kerja (Rp/Tahun) Rp 96,000,000 Rp 100,800,000 Rp 120,000,000

4Biaya Operasional (Rp/Tahun) Rp 26,400,000 Rp 30,000,000 Rp 36,000,000

5 Biaya Penyusutan

  Biaya Penyusutan Rp 1,540,000 Rp 2,420,000 Rp 1,888,000

Page 25: BAB 4

`

Keranjang Ayam (Rp/Tahun)

 Biaya Penyusutan Investasi (Rp/Tahun) Rp 17,142,857 Rp 18,750,000 Rp 25,500,000

 Total Biaya Penyusutan (Rp/Tahun) Rp 18,682,857 Rp 21,170,000 Rp 27,388,000

Total Biaya Produksi (Rp/Tahun) Rp1,501,882,857 Rp1,516,010,000 Rp1,587,868,000 Pendapatan Rp 77,317,143 Rp 84,550,000 Rp 61,028,000

Tabel 4.10 merupakan data yang di ambil pada pedagang pengumpul

(tauke) di Kabupaten Lima Puluh Kota sebanyak 2 data, yaitu Tauke A, Tauke B

dan Tauke C. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa penjualan

pedagang pengumpul (tauke) paling sedikit adalah Tauke A dan penjualan

pedagang pengumpul (tauke) paling banyak adalah Tauke C. Total biaya produksi

pedagang pengumpul (tauke) paling banyak adalah Tauke C dan total biaya

produksi pedagang pengumpul (tauke) paling sedikit adalah Tauke A. Sehinga

pendapatan pedagang pengumpul (tauke) paling sedikit adalah Tauke C dan

pendapatan pedagang pengumpul (tauke) paling banyak adalah Tauke B.

Keseimbangan antara pendapatan dengan pengeluaran yang dilakukan oleh Tauke

B.

Tabel 4.11 Rata-Rata dan Persentase Biaya Pedagang Pengumpul (Tauke)

No UraianBiaya Pedagang

Pengumpul (Tauke)

Persentase Biaya Tauke

(%)1 Pendapatan    Penjualan Ayam Pedaging (Rp/Tahun) Rp 1,609,552,000 100%  Total Pendapatan (Rp/Tahun) Rp 1,609,552,000 100%2 Harga Beli Ayam (Rp/Tahun) Rp 1,376,440,000 89.66%3 Biaya Tenaga Kerja (Rp/Tahun) Rp 105,600,000 6.88%4 Bahan Operasional (Rp/Tahun) Rp 30,800,000 2.01%5 Biaya Penyusutan  

 Biaya Penyusutan Keranjang Ayam (Rp/Tahun)

Rp 1,949,333 0.13%

 Biaya Penyusutan Investasi (Rp/Tahun)

Rp 20,464,286 1.33%

  Total Biaya Penyusutan (Rp/Tahun) Rp 22,413,619 1.46%

Page 26: BAB 4

`

Total Biaya Produksi (Rp/Tahun) Rp 1,535,253,619 100%Pendapatan Rp 74,298,381 4.62%

Berdasarkan Tabel 4.11 seluruh pendapatan rata – rata pedagang

pengumpul (tauke) sampel adalah sebesar Rp 1.609.552.000 per tahun dengan

pengeluaran rata – rata sebesar Rp 1.535.253.619 per tahun. Pengeluaran yang

paling tinggi terletak pada pembelian ayam pedaging sebesar 89,66% dari total

pengeluaran. Selain itu diikuti dengan biaya tenaga kerja sebesar 6,88%.

Pendapatan pedagang pengumpul (tauke) didapatkan dari penjualan ayam

pedaging sebesar 100%. Pendapatan pedagang pengumpul (tauke) hanya

mencapai 4,62% dari hasil pengurangan pendapatan dengan pengeluaran.

Keuntungan yang didapatkan pedagang pengumpul (tauke) jauh dari yang

diharapkan karena terlalu sedikit pendapatan yang diterima menjadi pedagang

pengumpul (tauke) ayam pedaging. Maka dari itu, pedagang pengumpul (tauke)

tidak hanya menjual ayam pedaging saja tetapi menjual hasil ternak lainnya untuk

mendapatkan tambahan pendapatan.

4.3.5 Analisis Pendapatan dan Pengeluaran pada Tingkat Pedagang

Biaya pendapatan yang didapatkan oleh pedagang adalah penjualan ayam

pedaging yang telah didistribusikan dari pedagang pengumpul (tauke) untuk

pedagang besar dan pedagang kecil sedangkan untuk pedagang kecil mendapatkan

pasokan dari pedagang besar. Sedangkan untuk pengeluarannya adalah seperti

pedagang membeli peralatan pedagang, biaya pembelian ayam pedaging, biaya

operasional, biaya investasi, dll. Biaya ini yang didapatkan dan dikeluarkan oleh

pedagang setiap periodenya.

Tabel 4.12 Pendapatan dan Pengeluaran pada Tingkat Pedagang Besar

No Uraian Pedagang Besar

Page 27: BAB 4

`

PB 1 PB 2 PB 3 PB 41 Pendapatan

 

Penjualan Ayam Pedaging (Rp/Tahun) Rp616,000,000 Rp853,825,000 Rp943,600,000 Rp562,275,000

 

Total Pendapatan (Rp/Tahun) Rp616,000,000 Rp853,825,000 Rp943,600,000 Rp562,275,000

2

Harga Beli Ayam (Rp/Tahun) Rp577,500,000 Rp790,125,000 Rp815,360,000 Rp529,200,000

3

Biaya Penyusutan Peralatan Pedagang (Rp/Tahun) Rp 600,000 Rp 800,000 Rp 900,000 Rp 500,000

4

Biaya Operasional Pedagang Besar (Rp/Tahun) Rp 9,600,000 Rp 36,000,000 Rp 60,000,000 Rp 7,200,000

5Biaya Sewa Toko

Rp 6,000,000 Rp 10,000,000 Rp 12,000,000 Rp 5,000,000

Total Biaya Produksi (Rp/Tahun) Rp587,700,000 Rp826,925,000 Rp876,260,000 Rp536,900,000 Pendapatan Rp 28,300,000 Rp26,900,000 Rp 67,340,000 Rp 25,375,000

Pemasaran ayam pedaging dari Kabupaten Lima Puluh Kota dipasarkan ke

beberapa wilayah, salah satunya adalah wilayah Kota Padang. Berdasarkan Tabel

4.12 data yang di ambil pada penelitian ini adalah pedagang besar yang terdapat di

Kota Padang. Dimana data yang di ambil sebanyak 4 data, yaitu PB 1, PB 2, PB 3

dan PB 4. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa penjualan pedagang

besar paling sedikit adalah PB 4 dan penjualan pedagang besar paling banyak

adalah PB 3. Total biaya produksi pedagang besar paling banyak adalah PB 3 dan

total biaya produksi pedagang besar paling sedikit adalah PB 4. Sehinga

pendapatan pedagang besar paling sedikit adalah PB 4 dan pendapatan pedagang

besar paling banyak adalah PB 3. Keseimbangan antara pendapatan dengan

pengeluaran yang dilakukan oleh PB 3.

Tabel 4.13 Rata-Rata dan Persentase Biaya Pedagang Besar

No Uraian Biaya Pedagang Persentase

Page 28: BAB 4

`

BesarBiaya

Pedagang Besar (%)

1 Pendapatan    Penjualan Ayam Pedaging (Rp/Tahun) Rp 743,925,000 100%  Total Pendapatan (Rp/Tahun) Rp 743,925,000 100%2 Harga Beli Ayam (Rp/Tahun) Rp 678,046,250 94.81%

3Biaya Penyusutan Peralatan Pedagang (Rp/Tahun)

Rp 700,000 0.10%

4Biaya Operasional Pedagang Besar (Rp/Tahun)

Rp 28,200,000 3.94%

5 Biaya Sewa Toko Rp 8,250,000 1.15%Total Biaya Produksi (Rp/Tahun) Rp 715,196,250 100%

Pendapatan Rp 28,728,750 3,86%

Berdasarkan Tabel 4.13 seluruh pendapatan rata – rata pedagang besar

sampel adalah sebesar Rp 743.925.000 per tahun dengan pengeluaran rata – rata

sebesar Rp 715.196.250 per tahun. Pengeluaran yang paling tinggi terletak pada

pembelian ayam pedaging sebesar 94,81% dari total pengeluaran. Selain itu

diikuti dengan biaya operasional sebesar 3,94%. Pendapatan pedagang besar

didapatkan dari penjualan ayam pedaging sebesar 100%. Pendapatan pedagang

besar hanya mencapai 3,86% dari hasil pengurangan pendapatan dengan

pengeluaran. Keuntungan yang didapatkan pedagang besar jauh dari yang

diharapkan karena terlalu sedikit pendapatan yang diterima menjadi pedagang

besar.

Tabel 4.14 merupakan pendapatan dan pengeluaran pada tingkat pedagang

kecil dalam rantai nilai sistem industri peternakan ayam pedaging:

Page 29: BAB 4

`

Tabel 4.14 Pendapatan dan Pengeluaran pada Tingkat Pedagang Kecil

No UraianPedagang Kecil

PK 1 PK 2 PK 3 PK 41 Pendapatan

 

Penjualan Ayam Pedaging (Rp/Tahun) Rp242,200,000 Rp367,500,000 Rp224,910,000 Rp126,175,000

 

Total Pendapatan (Rp/Tahun) Rp242,200,000 Rp367,500,000 Rp224,910,000 Rp126,175,000

2

Harga Beli Ayam (Rp/Tahun) Rp218,400,000 Rp329,175,000 Rp204,592,500 Rp115,500,000

3

Biaya Penyusutan Peralatan Pedagang (Rp/Tahun) Rp 160,000 Rp 200,000 Rp 120,000 Rp 100,000

Total Biaya Produksi (Rp/Tahun) Rp218,560,000 Rp329,375,000

Rp204,712,500 Rp115,600,000

Pendapatan Rp 23,640,000 Rp 38,125,000 Rp 20,197,500 Rp 10,575,000

Pemasaran ayam pedaging dari Kabupaten Lima Puluh Kota dipasarkan ke

beberapa wilayah, salah satunya adalah wilayah Kota Padang. Data yang di ambil

pada penelitian ini adalah pedagang kecil yang terdapat di Kota Padang. Dimana

data yang di ambil sebanyak 4 data, yaitu PK 1, PK 2, PK 3 dan PK 4.

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa penjualan pedagang kecil paling

sedikit adalah PK 4 dan penjualan pedagang kecil paling banyak adalah PK 2.

Total biaya produksi pedagang kecil paling banyak adalah PK 2 dan total biaya

produksi pedagang besar paling sedikit adalah PK 4. Sehinga pendapatan

pedagang kecil paling sedikit adalah PK 4 dan pendapatan pedagang kecil paling

banyak adalah PK 2. Keseimbangan antara pendapatan dengan pengeluaran yang

dilakukan oleh PK 2.

Tabel 4.15 Rata-Rata dan Persentase Biaya Pedagang Kecil

No Uraian Biaya Pedagang Persentase

Page 30: BAB 4

`

Pengumpul (Tauke)

Biaya Pedagang Kecil

(%)1 Pendapatan  

 Penjualan Ayam Pedaging (Rp/Tahun)

Rp 240,196,250 100%

  Total Penjualan (Rp/Tahun) Rp 240,196,250 100%2 Harga Beli Ayam (Rp/Tahun) Rp 216,916,875 99.93%

3Biaya Penyusutan Peralatan Pedagang (Rp/Tahun)

Rp 145,000 0.07%

Total Biaya Produksi (Rp/Tahun) Rp 217,061,875 100%Pendapatan Rp 23,134,375 9.63%

Berdasarkan Tabel 4.15 seluruh pendapatan rata – rata pedagang besar

sampel adalah sebesar Rp 240.196.250 per tahun dengan pengeluaran rata – rata

sebesar Rp 217.061.875 per tahun. Pengeluaran yang paling tinggi terletak pada

pembelian ayam pedaging sebesar 99,93% dari total pengeluaran. Biaya

operasional pedagang kecil dianggap tidak ada karena pedagang kecil tidak hanya

menjual ayam di toko tetapi menjual barang-barang kebutuhan lainnya, seperti

sayur mayor dan sembako. Pendapatan pedagang kecil terhadap penjualan ayam

pedaging hanya mencapai 9,63% dari hasil pengurangan pendapatan dengan

pengeluaran. Keuntungan yang didapatkan pedagang kecil sangat sedikit pada

penjualan ayam pedaging. Sehingga pedagang kecil mencari tambahan

pendapatan dengan menjual yang lain.

4.3.6 Analisis Pengeluaran pada Tingkat Konsumen

Konsumen merupakan pelaku terakhir dalam rantai pasok sistem industri

peternakan ayam pedaging. Pada tingkat konsumen tidak terdapat pendapatan

karena konsumen tidak menjual ayam pedaging, namun konsumen hanya untuk

dikonsumsi sendiri atau untuk diolah menjadi makanan atau produk lainnya.

Harga ayam pedaging yang terima oleh konsumen bervariasi, yaitu antara Rp

25.000 – Rp 40000 per kg. Biaya pengeluaran konsumen adalah biaya pembelian

Page 31: BAB 4

`

yang dilakukan oleh konsumen untuk mencukupi kebutuhannya akan daging

ayam. Konsumen akan mengeluarkan sejumlah uang untuk membeli daging ayam.

Harga daging ayam berbeda setiap waktunya karena ketersediaan ayam dipasaran

dan kemampuan konsumen untuk membeli ayam.

4.4 Pembagian Nilai Tambah Setiap Pelaku

Pada proses distribusi komoditas peternakan terjadi arus yang mengalir

dari hulu ke hilir, yang berawal dari peternakan dan berakhir pada konsumen

akhir. Komoditas peternakan mendapat perlakuan-perlakuan seperti melakukan

pembesaran selama masa panen, dan melakukan penjualan untuk menambah

kegunaan atau menimbulkan nilai tambah. Sehingga nilai tambah merupakan

adalah suatu pengembangan nilai yang terjadi karena adanya input fungsional,

seperti perlakuan dan jasa yang menyebabkan bertambahnya kegunaan dan nilai

komoditas selama mengikuti arus komoditas pertanian (Hardjanto, 1993). Metode

analisis yang digunakan untuk mengetahui nilai tambah yang diperoleh dari

sistem industri peternakan ayam pedaging sampai masa panen ayam adalah

metode perhitungan nilai tambah model Hayami. Menurut Hayami, et all (1987),

analisis nilai tambah pengolahan produk pertanian dapat dilakukan dengan cara

sederhana, yaitu melalui perhitungan nilai tambah per kilogram bahan baku untuk

satu kali pengolahan yang menghasilkan produk tertentu.

Nilai tambah yang dihasilkan pada industri peternakan ayam pedaging,

selanjutnya didistribusikan kepada pihak-pihak yang terlibat. Setiap pelaku

memiliki distribusi nilai tambah dan keuntungan yang berbeda-beda. Ini dapat

dilihat dari rantai nilai pada masing-masing jalur distribusi. Semakin panjang jalur

distribusi, maka semakin besar pertambahan nilai tambah dari produk tersebut dan

semakin sedikit keuntungan yang bisa diperoleh.

4.4.1 Perusahaan Mitra

Page 32: BAB 4

`

Perusahaan mitra merupakan pelaku pada industri peternakan ayam

pedaging yang memfasilitasi sarana produksi kepada peternak mitra. Dalam

penyediaan sarana produksi perusahaan mitra dibutuhkan modal yang besar untuk

membeli sarana produksi, seperti pakan, DOC, serta obat-obatan dan vitamin

untuk ayam pedaging. Selama menjalankan usahanya, perusahaan mitra

mendapatkan imbalan berupa nilai tambah dan keuntungan. Nilai tambah yang

diperoleh perusahaan mitra adalah selisih nilai input yang didapatkan dengan nilai

output yang dikeluarkan untuk menjalankan usaha peternakan ayam pedaging.

Berdasarkan hasil penelitian terdapat tiga kategori perusahaan mitra yang ada di

Kabupaten Lima Puluh Kota untuk menyediakan sarana produksi kepada peternak

mitra, yaitu PT Ciomas, PT Ciomas ax PKP, dan PT MTS.

Mitra A Mitra B Mitra CRp-

Rp20,000,000,000

Rp40,000,000,000

Rp60,000,000,000

Rp80,000,000,000

Rp100,000,000,000

Rp120,000,000,000

Nilai Tambah (Rp/Tahun)

Keuntungan (Rp/Tahun)

Gambar 4.1 Nilai Tambah dan Keuntungan Perusahaan Mitra

Berdasarkan Gambar 4.1 sebaran nilai tambah dan keuntungan terbesar

diterima oleh perusahaan mitra C yaitu sebesar Rp 100.717.500.000 dan

keuntungan sebesar Rp 99.456.300.000. Hal ini disebabkan karena Mitra C telah

lama berdiri dibandingkan kedua mitra yang lainnya, sehingga Mitra C memiliki

Page 33: BAB 4

`

pengalaman yang lebih banyak dalam mengembangkan usaha peternakan ayam

pedaging di Kabupaten Lima Puluh Kota. Jika dilihat dari populasi ayam yang

dimiliki oleh ketiga perusahaan mitra, Mitra C memiliki populasi paling sedikit

dibandingkan populasi ayam pada mitra yang lainnya. Dengan populasi yang

sedikit ini Mitra C mampu bersaing dengan perusahaan mitra lainnya dalam

pembesaran bibit ayam. Sehingga Mitra C memiliki bobot ayam yang cukup besar

dan dapat meningkatkan pendapatan perusahaan mitra secara besar. Sebaran nilai

tambah dan keuntungan terkecil diterima oleh perusahaan mitra A yaitu sebesar

Rp 58.246.500.000 dan keuntungan sebesar Rp 57.358.500.000. Hal ini

disebabkan karena banyaknya populasi ayam yang dikelola oleh perusahaan mitra.

Sehingga perusahaan mitra tidak memiliki kebijakan yang ketat kepada peternak

untuk membesarkan bobot ayam sesuai dengan permintaan yang ada.

Selain sebaran nilai tambah dan keuntungan, dapat dilihat dari beberapa

aspek besarnya kontribusi dalam perhitungan nilai tambah pada perusahaan mitra.

Aspek yang ada, yaitu tenaga kerja.

Mitra A Mitra B Mitra C0.00%

10.00%

20.00%

30.00%

40.00%

50.00%

60.00%

70.00%

80.00%

90.00%

100.00%

Tenaga KerjaPerusahaan Mitra

Gambar 4.2 Aspek Sebaran Nilai Tambah Perusahaan Mitra

Page 34: BAB 4

`

Dapat dilihat pada Gambar 4.2 bahwasannya aspek yang terdapat pada

perusahaan mitra hanya tenaga kerja. Tenaga kerja memiliki kontribusi yang

sangat kecil terhadap perhitungan nilai tambah pada perusahaan mitra. Persentase

tenaga kerja untuk ketiga perusahaan mita sebesar 1,52% untuk Mitra A, 1,17%

untuk Mitra B, dan 1,25% untuk Mitra C. Sehingga aspek tenaga kerja pada

perusahaan mitra yang paling banyak berkontribusi adalah Mitra A karena jumlah

karyawan banyak dan gaji yang dikeluarkan besar.

4.4.2 Poultry Shop (PS)

Poultry shop (PS) merupakan pelaku pada industri peternakan ayam

pedaging yang memfasilitasi sarana produksi kepada peternak mandiri. Dalam

penyediaan sarana produksi perusahaan mandiri dibutuhkan modal yang besar

untuk membeli sarana produksi, seperti pakan, DOC, serta obat-obatan dan

vitamin untuk ayam pedaging. Selama menjalankan usahanya, poultry shop (PS)

mendapatkan imbalan berupa nilai tambah dan keuntungan. Nilai tambah yang

diperoleh Poultry shop (PS) adalah selisih nilai input yang didapatkan dengan

nilai output yang dikeluarkan. Berdasarkan hasil penelitian terdapat dua kategori

Poultry shop (PS) yang ada di Kabupaten Lima Puluh Kota untuk menyediakan

sarana produksi kepada peternak mandiri, yaitu Aneka PS dan Jagad PS.

Page 35: BAB 4

`

Nilai Tambah (Rp/Tahun)

Keuntungan (Rp/Tahun)Rp-

Rp50,000,000

Rp100,000,000

Rp150,000,000

Rp200,000,000

Rp250,000,000

Rp300,000,000

PS 1PS 2

Gambar 4.3 Nilai Tambah dan Keuntungan Poultry Shop (PS)

Berdasarkan Gambar 4.3 sebaran nilai tambah dan keuntungan terbesar

diterima oleh poultry shop (PS) 2 yaitu sebesar Rp 282.000.000 dan keuntungan

sebesar Rp 194.000.000. Hal ini disebabkan karena PS 2 telah lama berdiri

dibandingkan dengan PS 1, sehingga PS 2 memiliki pengalaman yang lebih

banyak dan kuantitas dalam sarana produksi pada PS 2 lebih banyak dibandingkan

PS 1 sehingga jual beli pada PS 2 lebih sering terjadi karena pelanggan yang

dimiliki lebih banyak dibandingkan pada PS 1. Sebaran nilai tambah dan

keuntungan terkecil diterima oleh PS 1 yaitu sebesar Rp 270.000.000 dan

keuntungan sebesar Rp 135.000.000. Hal ini disebabkan karena pelanggan yang

dimiliki masih sedikit dan sarana produksi yang kurang banyak dan lengkap pada

PS 1.

Selain sebaran nilai tambah dan keuntungan, dapat dilihat dari beberapa

aspek besarnya kontribusi dalam perhitungan nilai tambah pada poultry shop (PS).

Aspek yang ada, yaitu tenaga kerja, penyusutan, dan sewa toko.

Page 36: BAB 4

`

Tenaga Kerja Penyusutan Sewa Toko Poultry Shop (PS)

0.00%

10.00%

20.00%

30.00%

40.00%

50.00%

60.00%

70.00%

80.00%

PS 1PS 2

Gambar 4.4 Aspek Nilai Tambah Poultry Shop (PS)

Berdasarkan Gambar 4.4 sebaran nilai tambah terbesar diterima oleh

poultry shop (PS) dalam bentuk keuntungan yaitu sebesar 50% pada PS 1 dan

sebesar 68,79% pada PS 2. Dalam nilai tambah terdapat beberapa faktor yang

menjadi pembagian nilai tambah yang diikuti oleh tenaga kerja sebesar 44,44%

pada PS 1 dan 25,53% pada PS 2, untuk penyusutan sebesar 2,59% pada PS 1 dan

2,13% pada PS 2 dan untuk sewa took sebesar 2,96% pada PS 1 dan 3,55% pada

PS 2. Jika dibandingkan ketiga aspek yang ada bahwasannya aspek tenaga kerja

merupakan aspek terbesar yang menjadi pembagian nilai tambah pada Poultry

Shop (PS). Tenaga kerja dibutuhkan untuk menjaga dan menjalankan usaha

poultry shop. Jumlah karyawan yang terdapat pada PS 2 lebih sedikit dan gaji

yang diberikan juga lebih kecil dibandingkan dengan PS 1 sehingga penerimaan

nilai tambah untuk aspek gaji pada PS 2 lebih sedikit dibandingkan pada PS 1.

Kemudian aspek yang menjadi perhitungan nilai tambah berikutnya adalah

penyusutan dalam bentuk penyusutan kendaraan. Penyusutan kendaraan

dikeluarkan untuk penggantian kendaraan ketika kendaraan tidak mencapai

performansi yang baik untuk menjalankan usaha sehingga perlu dilakukan

Page 37: BAB 4

`

anggaran untuk pembelian kendaraan baru. Aspek yang menjadi perhitungan nilai

tambah terakhir adalah sewa toko. Perbedaan harga sewa toko ini disebabkan

karena lokasi yang berbeda diantara keduanya. Pada PS 2 berlokasi di tepi jalan

besar di Kabupaten Lima Puluh Kota pada Kecamatan Mungka, sedangkan pada

PS 1 berlokasi masuk kedalam dari jalan besar di Kabupaten Lima Puluh Kota

pada Kecamatan Guguak. Selain perbedaan lokasi luas bangunan keduanya juga

berbeda, dimana luas bangunan pada PS 2 lebih besar dibandingkan luas

bangunan pada PS 1. Persentase aspek dalam perhitungan nilai tambah ini

menunjukkan bahwa aspek tenaga kerja yang memberikan kontribusi paling besar

dalam penciptaan nilai tambah, karena jumlah tenaga kerja pada industri kecil ini

cukup banyak serta merupakan faktor yang paling penting pada poultry shop (PS).

4.4.3 Peternak

Peternak sebagai pelaku rantai pasok pada industri peternakan ayam

pedaging merupakan pelaku yang bertindak sebagai produsen. Selama

menjalankan usahanya, peternak mendapatkan imbalan berupa nilai tambah dan

keuntungan. Nilai tambah yang diperoleh oleh peternak adalah selisih nilai input

yang didapatkan seperti penjualan ayam pedaging, kotoran dan karung bekas

dengan nilai output yang dikeluarkan seperti pembelian bahan, biaya operasional,

biaya tenaga kerja, dll. Berdasarkan hasil penelitian terdapat dua kategori peternak

yang ada di Kabupaten Lima Puluh Kota, yaitu peternak mandiri dan peternak

mitra. Peternak mitra terdiri dari tiga kategori, yaitu kategori <=5000, 5001-10000

dan >10000. Pengolahan nilai tambah dan keuntungan tertinggi adalah kategori

>10000 sedangkan pengolahan nilai tambah dan keuntungan terendah adalah

kategori <=5000. Gambar merupakan penjelasan dari pengolahan nilai tambah

dan keuntungan pada peternak mitra.

Page 38: BAB 4

`

<=5000

>1000

0

5001

-100

00

Rp-

Rp50,000,000

Rp100,000,000

Rp150,000,000

Rp200,000,000

Rp250,000,000

Rp300,000,000

Rp350,000,000

Rp400,000,000

Rp450,000,000

Rp500,000,000

Nilai Tambah (Rp/Tahun)Keuntungan (Rp/Tahun)

Gambar 4.5 Nilai Tambah dan Keuntungan Peternak Mitra

Berdasarkan Gambar 4.5 diketahui bahwasannya peternak mitra kategori

>10000 memperoleh nilai tambah paling besar, yaitu sebesar Rp 458.809.336 dan

keuntungan sebesar Rp 323.144.345. Hal ini disebabkan karena peternak yang

terkategori populasi ini mampu mengelola input yang ada dengan penyediaan

sarana produksi lebih murah dibandingkan kategori populasi yang lainnya serta

penghematan dalam pembelian bahan karena membeli dengan jumlah yang besar

sehingga terdapat potongan harga yang lebih besar diberikan. Persentase kematian

pada peternak mitra yang cukup besar, yaitu sebesar 4% dapat merugikan

peternak mitra karena pengeluaran yang banyak tetapi hasil yang didapatkan

kurang memuaskan. Sehingga pembudidayaan ayam pedaging melalui peternakan

mitra harus lebih baik lagi serta peningkatan pengetahuan dan keahlian peternak

lebih ditingkatkan. Selain itu, peternak mitra kategori <=5000 memperoleh nilai

tambah paling kecil, yaitu sebesar Rp 100.021.766 dan keuntungan sebesar Rp

50.094.556. Hal ini disebabkan karena peternak yang terkategori populasi ini

belom mampu mengelola input yang ada dengan penyediaan sarana produksi

secara lebih murah. Peternak membeli bahan dengan tidak terdapat potongan

Page 39: BAB 4

`

harga atau sedikit potongan harga sehingga output yang dikeluarkan menjadi lebih

besar. Dalam peningkatan nilai tambah peternak harus mampu mengelola input

yang ada dengan sebaik mungkin agar pengeluaran output dapat ditekan dengan

sebaik-baiknya.

Selain sebaran nilai tambah dan keuntungan, dapat dilihat dari beberapa

aspek besarnya kontribusi dalam perhitungan nilai tambah pada peternakan mitra.

Aspek yang ada, yaitu tenaga kerja, industri, dan pemerintah.

Tenaga Kerja

Industri Pemerintah Peternak0.00%

10.00%

20.00%

30.00%

40.00%

50.00%

60.00%

70.00%

80.00%

<=5000

>10000

5001-10000

Gambar 4.6 Aspek Nilai Tambah Peternak Mitra

Berdasarkan Gambar 4.6 sebaran nilai tambah terbesar diterima oleh

peternak mitra dalam bentuk keuntungan yaitu sebesar 50,08% pada kategori

<=5000, 70,43% pada kategori >10000 dan sebesar 68,54% pada kategori 5001-

10000. Dalam nilai tambah terdapat beberapa faktor yang menjadi pembagian

nilai tambah yang diikuti oleh tenaga kerja sebesar 25,19% pada kategori <=5000,

18,74% pada kategori >10000 dan sebesar 19,22% pada kategori 5001-10000,

untuk industri sebesar 20,62% pada kategori <=5000, 9,19% pada kategori

>10000 dan sebesar 10,05% pada kategori 5001-10000 dan untuk pemerintah

Page 40: BAB 4

`

sebesar 4,10% pada kategori <=5000, 1,63% pada kategori >10000 dan sebesar

2,20% pada kategori 5001-10000. Jika dibandingkan ketiga aspek yang ada

bahwasannya aspek tenaga kerja merupakan aspek terbesar yang menjadi

pembagian nilai tambah pada peternak mitra. Tenaga kerja dibutuhkan untuk

menjaga kandang, memberi pakan, membersihkan kandang, dan merawat

kandang. Jumlah tenaga kerja diatur oleh berapa banyak populasi ayam pedaging

yang ada, jika populasi ayam <=5000 rata-rata tenaga kerja yang bekerja sebanyak

1 keluarga, jika populasi ayam 5001-10000 rata-rata tenaga kerja yang bekerja

sebanyak 2 keluarga dan jika populasi ayam >10000 rata-rata tenaga kerja yang

bekerja sebanyak 3 keluarga. Sehingga peternak dapat menentukan berapa banyak

tenaga kerja yang dibutuhkan untuk menjalankan usaha peternakan ayam

pedaging yang dimiliki.

Kemudian aspek yang menjadi perhitungan nilai tambah berikutnya adalah

industri dalam bentuk penyusutan investasi. Penyusutan investasi dikeluarkan

untuk penggantian kandang dan peralatan kandang ketika kandang dan peralatan

kandang harus diganti dengan yang baru karena tidak layak digunakan kembali.

Aspek yang menjadi perhitungan nilai tambah terakhir adalah pemerintah dalam

bentuk pendirian usaha peternakan. Perbedaan aspek ini disebabkan karena luas

bangunan yang ada dan lokasi tempat peternakan. Jika luas bangunan besar, maka

biaya pendirian usaha juga besar begitu juga sebaliknya dan jika lokasi peternakan

jauh dari pemukiman warga, maka biaya pendirian usaha besar begitu juga

sebaliknya. Maka dari itu, lokasi peternakan harus dilihat dengan baik dimana

akan dibangun. Diusahaakan lokas peternak agar jauh dari pemukiman warga

sehingga tidak menggangu kenyamanan masyarakat disekitarnya.

Selain peternakan mitra, terdapat peternakan mandiri yang ada di

peternakan ayam pedaging Kabupaten Lima Puluh Kota. Peternakan mandiri sama

halnya dengan peternakan mitra selama menjalankan usahanya, peternak

mendapatkan imbalan berupa nilai tambah dan keuntungan. Nilai tambah yang

diperoleh oleh peternak adalah selisih nilai input yang didapatkan seperti

Page 41: BAB 4

`

penjualan ayam pedaging, kotoran dan karung bekas dengan nilai output yang

dikeluarkan seperti pembelian bahan, biaya operasional, biaya tenaga kerja, dll.

Peternak mandiri terdiri dari dua kategori, yaitu kategori <=5000, dan 5001-

10000. Pengolahan nilai tambah dan keuntungan tertinggi adalah kategori 5001-

10000 sedangkan pengolahan nilai tambah dan keuntungan terendah adalah

kategori <=5000. Gambar 4.7 merupakan penjelasan dari pengolahan nilai

tambah dan keuntungan pada peternak mandiri.

Nilai Tambah (Rp/Tahun)

Keuntungan (Rp/Tahun)

Rp-

Rp10,000,000

Rp20,000,000

Rp30,000,000

Rp40,000,000

Rp50,000,000

Rp60,000,000

Rp70,000,000

<=50005001-10000

Gambar 4.7 Nilai Tambah dan Keuntungan Peternak Mandiri

Berdasarkan Gambar 4.7 diketahui bahwasannya peternak mandiri

kategori 5001-10000 memperoleh nilai tambah paling besar, yaitu sebesar Rp

62.830.000 dan keuntungan sebesar Rp 32.709.285. Hal ini disebabkan karena

peternak yang terkategori populasi ini mampu mengelola input yang ada dengan

penyediaan sarana produksi lebih murah dibandingkan kategori populasi yang

lainnya serta penghematan dalam pembelian bahan karena membeli dengan

jumlah yang besar sehingga terdapat potongan harga yang lebih besar diberikan.

Persentase kematian pada peternak mandiri yang cukup kecil, yaitu sebesar 2%

Page 42: BAB 4

`

sehingga dapat menyebabkan kerugian kepada peternak mitra karena pengeluaran

yang banyak tetapi hasil yang didapatkan kurang memuaskan. Sehingga

pembudidayaan ayam pedaging melalui peternakan mitra harus lebih baik lagi

serta peningkatan pengetahuan dan keahlian peternak lebih ditingkatkan. Selain

itu, peternak mandiri kategori <=5000 memperoleh nilai tambah paling kecil,

yaitu sebesar Rp 25.380.000 dan keuntungan sebesar Rp 2.524.073. Hal ini

disebabkan karena peternak yang terkategori populasi ini belom mampu

mengelola input yang ada dengan penyediaan sarana produksi secara lebih murah.

Peternak membeli bahan dengan tidak terdapat potongan harga atau sedikit

potongan harga sehingga output yang dikeluarkan menjadi lebih besar. Dalam

peningkatan nilai tambah peternak harus mampu mengelola input yang ada

dengan sebaik mungkin agar pengeluaran output dapat ditekan dengan sebaik-

baiknya.

Selain sebaran nilai tambah dan keuntungan, dapat dilihat dari beberapa

aspek besarnya kontribusi dalam perhitungan nilai tambah pada peternakan

madniri. Aspek yang ada, yaitu tenaga kerja, industri, dan pemerintah.

Tenaga Kerja

Industri Pemerintah Peternak0.00%

10.00%

20.00%

30.00%

40.00%

50.00%

60.00%

70.00%

80.00%

<=5000

5001-10000

Gambar 4.8 Aspek Nilai Tambah Peternak Mandiri

Page 43: BAB 4

`

Berdasarkan Gambar 4.8 hasil yang didapatkan pada peternakan mandiri

berbeda halnya dengan peternakan mitra. Peternakan mandiri dalam sebaran nilai

tambah terbesar diterima oleh tenaga kerja yaitu sebesar 70,92% pada kategori

<=5000, 28,65% pada kategori 5001-10000. Keuntungan peternak yang menjadi

pembagian nilai tambah terbesar yang ada yaitu sebesar 9,95% pada kategori

<=5000, 52,06% pada kategori 5001-10000, untuk industri sebesar 6,47% pada

kategori <=5000, 11,99% pada kategori 5001-10000 dan untuk pemerintah

sebesar 12,66% pada kategori <=5000, 7,30% pada kategori 5001-10000. Jika

dibandingkan ketiga aspek yang ada bahwasannya aspek tenaga kerja merupakan

aspek terbesar yang menjadi pembagian nilai tambah pada peternak mandiri.

Tenaga kerja dibutuhkan untuk menjaga kandang, memberi pakan, membersihkan

kandang, dan merawat kandang. Jumlah tenaga kerja diatur oleh berapa banyak

populasi ayam pedaging yang ada. Tenaga kerja harus diberikan ilmu pengetahuan

dan pelatihan untuk dapat membudidayakan ayam pedaging dengan baik.

Kemudian aspek yang menjadi perhitungan nilai tambah berikutnya adalah

industri dalam bentuk penyusutan investasi. Penyusutan investasi dikeluarkan

untuk penggantian kandang dan peralatan kandang ketika kandang dan peralatan

kandang harus diganti dengan yang baru karena tidak layak digunakan kembali.

Aspek yang menjadi perhitungan nilai tambah terakhir adalah pemerintah dalam

bentuk pendirian usaha peternakan. Perbedaan aspek ini disebabkan karena luas

bangunan yang ada dan lokasi tempat peternakan. Jika luas bangunan besar, maka

biaya pendirian usaha juga besar begitu juga sebaliknya dan jika lokasi peternakan

jauh dari pemukiman warga, maka biaya pendirian usaha besar begitu juga

sebaliknya. Maka dari itu, lokasi peternakan harus dilihat dengan baik dimana

akan dibangun. Diusahakan lokasi peternak agar jauh dari pemukiman warga

sehingga tidak menggangu kenyamanan masyarakat disekitarnya.

Page 44: BAB 4

`

4.4.4 Pedagang Pengumpul (Tauke)

Pedagang pengumpul (tauke) sebagai pelaku rantai pasok pada industri

peternakan ayam pedaging merupakan pelaku yang bertindak sebagai distributor.

Selama menjalankan usahanya, pedagang pengumpul (tauke) mendapatkan

imbalan berupa nilai tambah dan keuntungan. Nilai tambah yang diperoleh oleh

pedagang pengumpul (tauke) adalah selisih nilai input yang didapatkan seperti

penjualan ayam pedaging dengan nilai output yang dikeluarkan seperti pembelian

ayam pedaging. Berdasarkan hasil penelitian terdapat tiga pedagang pengumpul

(tauke) yang ada di Kabupaten Lima Puluh Kota. Gambar 4.9 merupakan

penjelasan dari pengolahan nilai tambah dan keuntungan pada pedagang

pengumpul (tauke).

Toke A Toke B Toke CRp-

Rp50,000,000

Rp100,000,000

Rp150,000,000

Rp200,000,000

Rp250,000,000

Nilai Tambah (Rp/Tahun)

Keuntungan (Rp/Tahun)

Gambar 4.9 Nilai Tambah dan Keuntungan Pedagang Pengumpul (Tauke)

Berdasarkan Gambar 4.9 sebaran nilai tambah terbesar diterima oleh

Tauke C yaitu sebesar Rp 208.416.000. Sedangkan keuntungan terbesar diterima

oleh Tauke B sebesar Rp 84.550.000. Hal ini disebabkan karena total pembelian

ayam yang memiliki bobot terbesar pada Tauke C, tetapi frekuensi pembelian

Page 45: BAB 4

`

ayam paling sering adalah Tauke B. sehingga nilai tambah yang didapatkan tidak

sebanding dengan keuntungan yang diperoleh.

Selain sebaran nilai tambah dan keuntungan, dapat dilihat dari beberapa

aspek besarnya kontribusi dalam perhitungan nilai tambah pada pedagang

pengumpul (tauke). Aspek yang ada, yaitu tenaga kerja,dan penyusutan.

Tenaga Kerja Penyusutan Peternakan0.00%

10.00%

20.00%

30.00%

40.00%

50.00%

60.00%

70.00%

Toke AToke BToke C

Gambar 4.10 Aspek Nilai Tambah Pedagang Pengumpul (Tauke)

Berdasarkan Gambar 4.10 sebaran nilai tambah terbesar diterima oleh

pedagang pengumpul (tauke) dalam aspek tenaga kerja yaitu sebesar 50% pada

Tauke A, 48,81% pada Tauke B dan sebesar 57,58% pada Tauke C. Keuntungan

menjadi pembagian nilai tambah selanjutnya, yaitu sebesar 40,27% pada Tauke A,

40,94% pada Tauke B dan sebesar 29,28% pada Tauke C dan aspek penyusutan

sebesar 9,73% pada Tauke A, 10,25% pada Tauke B dan sebesar 13,14% pada

Tauke C. Jika dibandingkan ketiga aspek yang ada bahwasannya aspek tenaga

kerja merupakan aspek terbesar yang menjadi pembagian nilai tambah pada

pedagang pengumpul (tauke). Tenaga kerja dibutuhkan untuk mengantarkan ayam

pedaging ke beberapa tempat di dalam dan di luar dari daerah Kabupaten Lima

Puluh Kota. Semakin jauh jarak tempuhnya, maka semakin besar gaji yang

diterima oleh karyawan. Kemudian aspek yang menjadi perhitungan nilai tambah

Page 46: BAB 4

`

berikutnya adalah penyusutan dalam bentuk penyusutan keranjang dan

penyusutan investasi. Penyusutan dikeluarkan untuk penggantian keranjang dan

perbaikan investasi yang ada saat tidak dapat digunakan kembali sehingga

diperlukan penggantian baru.

4.4.5 Pedagang Besar

Pedagang besar sebagai pelaku rantai pasok pada industri peternakan ayam

pedaging merupakan pelaku yang bertindak sebagai distributor untuk menjangkau

konsumen atau mengirimkan kembali kepada pedagang kecil. Selama

menjalankan usahanya, pedagang besar mendapatkan imbalan berupa nilai tambah

dan keuntungan. Nilai tambah yang diperoleh oleh pedagang besar adalah selisih

nilai input yang didapatkan seperti penjualan ayam pedaging dengan nilai output

yang dikeluarkan seperti pembelian ayam pedaging. Berdasarkan hasil penelitian

terdapat empat pedagang besar yang ada di Kabupaten Lima Puluh Kota. Gambar

4.11 merupakan penjelasan dari pengolahan nilai tambah dan keuntungan pada

pedagang besar.

PB 1 PB 2 PB 3 PB 4Rp-

Rp10,000,000

Rp20,000,000

Rp30,000,000

Rp40,000,000

Rp50,000,000

Rp60,000,000

Rp70,000,000

Rp80,000,000

Nilai Tambah (Rp/Tahun)

Keuntungan (Rp/Tahun)

Gambar 4.11 Nilai Tambah dan Keuntungan Pedagang Besar

Page 47: BAB 4

`

Berdasarkan Gambar 4.11 sebaran nilai tambah dan keuntungan terbesar

diterima oleh PB 3 yaitu sebesar Rp 68.240.000 dan keuntungan sebesar Rp

55.340.000. Hal ini disebabkan karena PB 3 menjual ayam paling besar

dibandingkan yang lainnya. Lokasi penjualan PB 3 merupakan pasar raya kota

padang, dimana pasar ini merupakan pasar tradisional paling penting di Kota

Padang. Sedangkan sebaran nilai tambah dan keuntungan terkecil diterima oleh

PB 4 yaitu sebesar Rp 25.875.000 dan keuntungan sebesar Rp 20.375.000. Hal ini

disebabkan karena PB 4 menjual ayam paling sedikit dibandingkan yang lainnya

dan lokasi penjualan yang cukup jauh dari pusat kota sehingga hanya masyarakat

sekitar yang membeli ayam pedaging pada PB 4.

Selain sebaran nilai tambah dan keuntungan, dapat dilihat dari beberapa

aspek besarnya kontribusi dalam perhitungan nilai tambah pada pedagang besar.

Aspek yang ada, yaitu penyusutan, dan sewa toko.

PB 1 PB 2 PB 3 PB 40.00%

10.00%

20.00%

30.00%

40.00%

50.00%

60.00%

70.00%

80.00%

90.00%

Penyusutan

Sewa Toko

Pedagang Besar

Gambar 4.12 Aspek Nilai Tambah Pedagang Besar

Berdasarkan Gambar 4.12 sebaran nilai tambah terbesar diterima oleh

pedagang besar dalam bentuk keuntungan yaitu sebesar 81,10% pada PB 3,

78,74% pada PB 4, 77,16% pada PB 1 dan sebesar 61,01% pada PB 2. Dalam

Page 48: BAB 4

`

nilai tambah terdapat beberapa faktor yang menjadi pembagian nilai tambah yang

diikuti, yaitu penyusutan sebesar 2,08% pada PB 1, 2,89% pada PB 2, 1,32% pada

PB 3 dan sebesar 1,93% pada PB 4, dan untuk sewa toko sebesar 20,76% pada PB

1, 36,10% pada PB 2, 17,58% pada PB 3 dan sebesar 19,32% pada PB 4. Jika

dibandingkan kedua aspek yang ada bahwasannya aspek sewa toko merupakan

aspek terbesar yang menjadi pembagian nilai tambah pada pedagang besar. Toko

dibutuhkan untuk tempat menjalankan usaha. Lokasi dan luas bangunan yang

berbeda-beda menyebabkan harga sewa toko berbeda-beda disetiap tempat.

Kemudian aspek yang menjadi perhitungan nilai tambah berikutnya adalah

penyusutan dalam bentuk penyusutan peralatan. Penyusutan peralatan dikeluarkan

untuk penggantian peralatan ketika peralatan sudah rusak sehingga perlu

dilakukan anggaran untuk pembelian kendaraan baru. Disamping itu, untuk

pedagang besar tidak terdapat pembagian nilai tambah pada pihak lain, karena

pada sampel yang didapat tidak ada pedagang besar yang memiliki karyawan, dan

kendaraan yang mengalami penyusutan.

4.4.6 Pedagang Kecil

Pedagang kecil sebagai pelaku rantai pasok pada industri peternakan ayam

pedaging merupakan pelaku yang bertindak sebagai distributor untuk menjangkau

konsumen secara langsung. Selama menjalankan usahanya, pedagang kecil

mendapatkan imbalan berupa nilai tambah dan keuntungan. Nilai tambah yang

diperoleh oleh pedagang kecil adalah selisih nilai input yang didapatkan seperti

penjualan ayam pedaging dengan nilai output yang dikeluarkan seperti pembelian

ayam pedaging. Berdasarkan hasil penelitian terdapat empat pedagang kecil yang

ada di Kabupaten Lima Puluh Kota. Gambar 4.13 merupakan penjelasan dari

pengolahan nilai tambah dan keuntungan pada pedagang kecil.

Page 49: BAB 4

`

PK 1 PK 2 PK 3 PK 4Rp-

Rp5,000,000

Rp10,000,000

Rp15,000,000

Rp20,000,000

Rp25,000,000

Rp30,000,000

Rp35,000,000

Nilai Tambah (Rp/Tahun)

Keuntungan (Rp/Tahun)

Gambar 4.13 Nilai Tambah dan Keuntungan Pedagang Kecil

Berdasarkan Gambar 4.13 sebaran nilai tambah dan keuntungan terbesar

diterima oleh PK 2 yaitu sebesar Rp 31.125.000 dan keuntungan sebesar Rp

25.925.000. Hal ini disebabkan karena PK 2 menjual ayam paling banyak

dibandingkan yang lainnya. Lokasi penjualan yang strategis yang mudah

dijangkau oleh konsumen sehingga PK 2 lebih mudah untuk menjual ayam

pedaging. Sedangkan sebaran nilai tambah dan keuntungan terkecil diterima oleh

PK 4 yaitu sebesar Rp 8.275.000 dan keuntungan sebesar Rp 5.175.000. Hal ini

disebabkan karena PK 4 menjual ayam paling sedikit dibandingkan yang lainnya

dan lokasi penjualan yang sulit untuk dijangkau oleh konsumen.

Selain sebaran nilai tambah dan keuntungan, dapat dilihat dari aspek

besarnya kontribusi dalam perhitungan nilai tambah pada pedagang besar. Aspek

yang ada, yaitu penyusutan.

Page 50: BAB 4

`

PK 1 PK 2 PK 3 PK 40.00%

10.00%

20.00%

30.00%

40.00%

50.00%

60.00%

70.00%

80.00%

90.00%

100.00%

Penyusutan

Pedagang Kecil

Gambar 4.14 Aspek Nilai Tambah Pedagang Kecil

Berdasarkan Gambar 4.14 sebaran nilai tambah terbesar diterima oleh

pedagang besar dalam bentuk keuntungan yaitu sebesar 99,10% pada PK 1,

99,36% pada PK 2, 99,14% pada PK 3 dan sebesar 98,76% pada PK 4. Dalam

nilai tambah terdapat faktor yang menjadi pembagian nilai tambah yang diikuti,

yaitu penyusutan sebesar 0,90% pada PK 1, 0,64% pada PK 2, 0,86% pada PK 3

dan sebesar 1,21% pada PK 4, Aspek penyusutan merupakan aspek yang sangat

kecil sebagai pembagian nilai tambah pada pedagang kecil karena kandang yang

digunakan kecil sehingga perbaikan kandang tidak banyak memakan biaya.

Disamping itu, untuk pedagang kecil tidak terdapat pembagian nilai tambah pada

pihak lain, karena pada sampel yang didapat tidak ada pedagang kecil yang

memiliki karyawan, dan kendaraan yang mengalami penyusutan.

4.5 Distribusi Nilai Tambah

Besarnya nilai tambah karena proses pengolahan didapat dari pengurangan

biaya bahan dan input lain terhadap nilai produk yang dihasilkan, tidak termasuk

tenaga kerja. Dengan kata lain nilai tambah menggambarkan imbalan bagi tenaga

Page 51: BAB 4

`

kerja, dan modal. Sedangkan distribusi nilai tambah erat hubungannya dengan

teknologi yang diterapkan dalam proses pengolahan, seperti kualitas tenaga kerja

berupa keahlian dan ketrampilan serta kualitas bahan yang digunakan. Penerapan

teknologi yang cenderung padat karya akan memberikan proporsi bagian terhadap

tenaga kerja yang lebih besar daripada proporsi bagian keuntungan bagi

perusahaan, sedangkan apabila yang diterapkan teknologi padat modal, maka

besarnya proporsi bagian pengusaha lebih besar daripada proporsi bagian tenaga

kerja.

Besar kecilnya proporsi tersebut tidak berkaitan dengan imbalan yang

diterima tenaga kerja. Besar kecilnya imbalan tenaga kerja tergantung pada

kualitas tenaga kerja itu sendiri seperti keahlian dan ketrampilan. Kualitas bahan

yang digunakan juga berpengaruh terhadap distribusi nilai tambah apabila dilihat

dari produk akhir. Jika faktor konversi bahan terhadap produk akhir semakin lama

semakin kecil, artinya pengaruh  kualitas bahan baku semakin lama semakin

besar. 

Distribusi nilai tambah pada sistem industri peternakan ayam pedaging di

Kabupaten Lima Puluh Kota digunakan untuk mengetahui besaran pertambahan

nilai pada setiap pelaku. Pada rantai industri peternakan ayam pedaging dimulai

dari penyediaan bahan baku kepada produsen sampai menghasilkan suatu produk

untuk dijual kepada konsumen. Setiap tingkatan pelaku memiliki perbedaan

disetribusi nilai tambah yang didapatkan. Distribusi nilai tambah dapat dihitung

dengan menyamakan penyebut dari perhitungahnnya dengan menggunakan

ekivalensi ekor ayam pedaging pada masing-masing pelaku. Berdasarkan data

Badan Pusat Statistika tahun 2014 jumlah populasi ayam pedaging di Kabupaten

Lima Puluh Kota sebanyak 7.112.802 ekor. Tabel 4.16 menjelaskan distribusi

nilai tambah pada sistem industri peternakan ayam pedaging di Kabupaten Lima

Puluh Kota.

Page 52: BAB 4

`

Tabel 4.16 Distribusi Nilai Tambah

Rincian Perusahaan Mitra Poultry Shop (PS) Peternak Mitra Peternak Mandiri Pedagang Pengumpul (Tauke) Pedagang Besar Pedagang Kecil Total

Nilai Tambah (Rp/Tahun) 77,285,500,000Rp 276,000,000Rp 301,719,099Rp 44,105,000Rp 202,312,000Rp 37,678,750Rp 17,782,813Rp 78,165,097,662Rp

Ekivlensi dengan Populasi Ayam (Ekor/Tahun)Sumber Pendapatan Utama 3,900,000 65,074 64,050 27,000 36,000 21,438 6,825 4,120,386 TOTAL 3,900,000 65,074 64,050 27,000 36,000 21,438 6,825 4,120,386

Nilai Tambah (Rp/Eq Ekor/Tahun) 19,817Rp 4,241Rp 4,711Rp 1,634Rp 5,620Rp 1,758Rp 2,606Rp 40,385Rp

Populasi Ayam Pedaging (Ekor) 7,112,802

Estimasi Nilai Tambah 140,952,938,198Rp 30,167,731,056Rp 33,506,139,123Rp 11,618,893,786Rp 39,972,366,617Rp 12,501,527,154Rp 18,532,692,207Rp 287,252,288,140Rp Distribusi Nilai Tambah (%) 49.07% 10.50% 11.66% 4.04% 13.92% 4.35% 6.45% 100%

Berdasarkan Tabel 4.16 dapat dilihat bahwasannya distribusi nilai tambah

paling besar diperoleh perusahaan mitra yaitu sebesar Rp 140.952.938.198 atau

sebesar 49,07%. Perusahaan mitra sudah hampir menguasi setengah dari nilai

tambah yang berada di masing-masing pelaku. Nilai ini didapatkan dari penjualan

bahan untuk peternakan ayam pedaging yang dibeli oleh peternakan mitra dan

penjualan ayam pedaging kepada pedagang pengumpul (tauke). Sedangkan

pengeluaran perusahaan mitra yaitu pembelian bahan untuk peternakan ayam

pedaging dan pembelian ayam pedaging kepada peternak mitra dan kemudian

dijual kepada pedagang pengumpul. Perusahaan mitra mendapatkan pasokan

barang dari perusahaan besar. Perusahaan mitra ini sendiri merupakan anak

perusahaan dari pemasok sehingga perusahaan mitra mendapatkan harga yang

murah dari pemasok dan kelancaran pasokan bahan sehingga dapat dijual kembali

kepada peternak mitra dengan harga yang lebih tinggi untuk mendapatkan

keuntungan yang besar. Sedangkan untuk penjualan ayam pedaging, perusahaan

mitra mampu membeli ayam dengan harga yang rendah kepada peternak mitra

dan menjual dengan harga yang tinggi kepada pedagang pengumpul (tauke).

Pelaku selanjutnya yang memiliki nilai tambah paling besar adalah

pedagang pengumpul (tauke). Pedagang pengumpul (tauke) memperoleh

distribusi nilai tambah sebesar Rp 39.972.366.617 atau sebesar 13,92%.

Page 53: BAB 4

`

Pendapatan pedagang pengumpul (tauke) berasal dari penjualan ayam pedaging

kepada pedagang besar atau pedagang kecil. Sedangkan pengeluaran pedagang

pengumpul (tauke) berasal dari pembelian ayam pedaging dari perusahaan mitra

atau dari peternakan mandiri secara langsung. Pedagang pengumpul (tauke)

mendapatkan nilai tambah yang besar karena penjualan ayam yang dilakukan

tidak hanya di dalam Kabupaten Lima Puluh Kota tetapi sampai keluar daerah

Kabupaten Lima Puluh Kota sehingga pedagang pengumpul (tauke) dapat

melakukan permainan harga dipasaran dengan memasarkan ayam kepada

konsumen tidak terlalu banyak sedangkan permintaan ayam meninggi sehingga

harga ayam lebih tinggi dan pedagang pengumpul (tauke) dapat memperoleh

keuntungan yang besar.

Selanjutnya pelaku yang mendapatkan pendapatan besar adalah peternakan

mitra sebesar Rp 33.506.139.123 atau sebesar 11,66%. Jika dilihat dari nilai

tambah yang diperoleh oleh peternakan mitra tidak sebanding dengan nilai tambah

yang didapatkan oleh perusahaan mitra. Nilai tambah peternakan mitra lebih

sedikit dibandingkan perusahaan mitra sedangakan dalam kernyataannya

peternakan mitra yang membesarkan ayam dari mulai DOC sampai ayam siap

panen sedangkan perusahaan mitra tinggal membeli ayam pedaging dan

menjualkannya kembali ke pasaran.

Pelaku selanjutnya adalah poultry shop (PS) memperoleh nilai tambah

sebesar Rp 30.167.731.056 atau sebesar 10,50%. Pendapatan poultry shop (PS)

berasal dari penjualan saran produksi peternakan ayam pedaging kepada peternak

mandiri, seperti pakan, DOC, obat-obatan dan pengeluaran poultry shop (PS)

untuk pembelian kembali sarana produksi dari pemasok bahan.

Pedagang kecil merupakan pelaku selanjutnya yang mendapatkan nilai

tambah, yaitu sebesar 18.532.692.207 atau sebesar 6,45%. Pedagang kecil

mendapatkan pendapatan dari penjualan ayam pedaging kepada konsumen secara

langsung dan pengeluaran pedagang kecil berupa pembelian ayam pedaging dari

Page 54: BAB 4

`

pedagang pengumpul (tauke) atau dari pedagang besar. Pedagang kecil yang

terdapat pada penelitian merupakan pedagang kecil yang ada di Kota Padang yang

mendapatkan ayam pedaging dari Kabupaten Lima Puluh Kota. Berdasarkan hasil

peneliatian pedagang kecil menjual ayam dengan populasi kurang dari 30 ekor

setiap hari.

Pelaku selanjutnya adalah pedagang besar memperoleh nilai tambah

sebesar Rp 12.501.527.154 atau sebesar 4,35%. Pedagang besar mendapatkan

pendapatan dari penjualan ayam pedaging kepada pedagang kecil atau konsumen

secara langsung. Pengeluaran pedagang besar adalah pembelian ayam pedaging

kepada pedagnag pengumpul (tauke). Pedagang besar yang terdapat pada

penelitian merupakan pedagang besar yang ada di Kota Padang yang

mendapatkan ayam pedaging dari Kabupaten Lima Puluh Kota. Berdasarkan hasil

peneliatian pedagang kecil menjual ayam dengan populasi kurang dari 80 ekor

setiap hari.

Pelaku rantai pasok terakhir yang mendapatkan nilai tambah pada industri

peternakan ayam pedaging adalah peternakan mandiri sebesar Rp 11.618.893.786

atau sebesar 4,04%. Nilai tambah yang didapatkan peternakan mandiri sangat

kecil disebabkan karena pengeluaran yang ditanggung oleh peternakan sangat

besar, yaitu pembelian pakan, DOC, obat-obatan dan sarana produksi sedangkan

pendapatan yang diperoleh berupa penjualan ayam pedaging, kotoran ayam dan

karung bekas. Pendapatan yang diperoleh peternakan mandiri tidak sebanding

dengan pemasok bahan yang hanya menjual sarana produksi tetapi mendapatkan

nilai tambah yang lebih besar dibandingkan peternakan yang menjadi produsen

pada industri peternakan ayam pedaging.

Page 55: BAB 4

`