bab 4 fita
DESCRIPTION
babTRANSCRIPT
47
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
4.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Rumah Sakit Jiwa Sambang Lihum terletak di Wilayah Kecamatan
Gambut Kabupaten Banjar Provinsi Kalimantan Selatan. Rumah Sakit ini
terletak 500 m dari Jalan Gubernur Syarkawi Km 3,9 arah timur. Jalan
Gubernur Syarkawi merupakan rencana jalan lintas Kalimantan Selatan
dan Kalimantan Tengah. Rumah Sakit ini didirikan pada area ± 10
hektar. Tanah yang ditempati merupakan tanah milik Pemerintah Daerah
Provinsi Kalimantan Selatan. Luas Bangunan yang ada saat ini11.530
m2.Rumah Sakitini terakreditasi A dengan jumlah tempat tidur sebanyak
549 tempat tidur. Jenis pelayanan di Rumah Sakit antara lain rawat inap,
rawat jalan dan gawat darurat.
Rawat Inap terdiri dari pelayanan rawat inap psikiatri wanita dan pria,
dan pelayanan rehabilitasi Napza.Rawat Jalan terdiri dari Poliklinik
Umum, Poliklinik Jiwa, Anak Remaja, Dewasa, Psikogeriatri, Gangguan
Mental Organik, Napza (Narkoba), Poliklinik Gigi dan Mulut, Poliklinik
Fisioterapi, Poliklinik Psikologi, Poliklinik Stres test, Poliklinik Autis,
Konsultasi Gizi, Poliklinik Saraf/Neurologi, PoliklinikPenyakit Dalam,
Poliklinik Anak, dan Day Care. Pelayanan gawat darurat terdiri dari
pelayanan pasien umum, pelayanan pasien psikiatri, kampus unit Terapi
Narkoba, (KampusUnitra), IGD Narkotika, Detoksifikasi (2 Mg s/d 1bl),
rehabilitasi : primary (5 s/d 6 bulan), Re Entry (5 s/d 6 bulan), aftercare
(6 s/d 12 bulan).
48
4.2 Karakteristik Responden
4.2.1 Distribusi Frekuensi responden berdasarkan umur di Unit Rawat Inap
BLUD Rumah Sakit Jiwa Sambang Lihum Tahun 2015
Hasil penelitian tentang distribusi frekuensi responden berdasarkan
umur di Unit Rawat Inap BLUD Rumah Sakit Jiwa Sambang Lihum
Tahun 2015 dapat dilihat pada tabel 4.1
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi responden berdasarkan umur di Unit RawatInap BLUD Rumah Sakit Jiwa Sambang Lihum Tahun 2015.
No Umur f %1 25-35 tahun 1 52 >35 19 95
Jumlah 20 100
Tabel 4.1 memperlihatkan bahwa responden yang mengalami isolasi
sosial sebelum pelaksanaan TAKS sebanyak 20 responden dan usia
responden terbanyak adalah >35 tahun dengan jumlah 19 orang (95%).
4.3 Teknik Analisis Univariat
4.3.1 Kemampuan Interaksi social klien isolasi social sebelum terapi aktivitas
kelompok sosialisasi sesi I di Unit Rawat Inap BLUD Rumah Sakit Jiwa
Sambang Lihum Tahun 2015.
Hasil penelitian tentang kemampuan interaksi social klien isolasi social
sebelum terapi aktivitas kelompok sosialisasi sesi I di Unit Rawat Inap
BLUD Rumah Sakit Jiwa Sambang Lihum Tahun 2015 dapat dilihat
pada tabel 4.2
Tabel 4.2 Kemampuan Interaksi social klien isolasi social sebelum terapi aktivitas kelompok sosialisasi sesi I di Unit Rawat Inap BLUD Rumah Sakit Jiwa Sambang Lihum Tahun 2015.
No Hal yang diamati Hasil Kategori
1 2 3 4 5 6 7 8 mampu Tidak mampu
1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 √
49
2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 √3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 √4 0 0 0 0 0 0 0 0 0 √5 0 0 0 0 0 0 0 0 0 √6 0 0 0 0 0 0 0 0 0 √7 0 0 0 0 0 0 0 0 0 √8 0 1 1 0 0 0 0 0 2 √9 0 0 0 0 0 0 0 0 0 √10 0 1 1 0 0 0 0 0 2 √11 0 0 0 0 0 0 0 0 0 √12 0 0 0 0 0 0 0 0 0 √13 0 0 0 0 0 0 0 0 0 √14 0 0 0 0 0 0 0 0 0 √15 0 0 0 0 0 0 0 0 0 √16 0 0 0 0 0 0 0 0 0 √17 0 0 0 0 0 0 0 0 0 √18 0 0 0 0 0 0 0 0 0 √19 0 0 0 0 0 0 0 0 0 √20 0 0 0 0 0 0 0 0 0 √∑ 0 2 2 0 0 0 0 0 0 0 20 (100%)
Tabel 4.2 memperlihatkan bahwa seluruh responden tidak mampu
melakukan interaksi sosial berjumlah 20 orang (100%)
4.3.2 Kemampuan Interaksi social klien isolasi social sesudah terapi aktivitas
kelompok sosialisasi sesi I di Unit Rawat Inap BLUD Rumah Sakit Jiwa
Sambang Lihum Tahun 2015.
Hasil penelitian tentang kemampuan interaksi social klien isolasi social
sebelum terapi aktivitas kelompok sosialisasi sesi I di Unit Rawat Inap
BLUD Rumah Sakit Jiwa Sambang Lihum Tahun 2015 dapat dilihat
pada tabel 4.1.
Tabel 4.3 Kemampuan Interaksi social klien isolasi social sesudah terapi aktivitas kelompok sosialisasi sesi I di Unit Rawat Inap BLUD Rumah Sakit Jiwa Sambang Lihum Tahun 2015.
No Hal yang diamati Hasil Kategori
1 2 3 4 5 6 7 8 mampu Tidak
mampu
1 1 1 0 1 0 0 0 0 3 √
2 1 1 1 0 0 0 0 0 3 √
3 1 1 1 0 0 0 0 0 3 √
4 1 1 1 1 0 0 0 0 4 √
5 1 1 1 1 0 0 0 0 4 √
50
6 0 0 0 0 0 0 0 0 0 √
7 0 1 1 1 0 0 0 0 3 √
8 1 1 1 1 0 0 0 0 4 √
9 1 1 1 1 0 0 0 0 4 √
10 1 1 1 1 0 0 0 0 4 √
11 1 1 1 1 0 0 0 0 4 √
12 1 1 1 1 0 0 0 0 4 √
13 0 0 0 0 0 0 0 0 0 √
14 1 1 1 1 0 0 0 0 4 √
15 1 1 1 1 0 0 0 0 4 √
16 1 1 1 0 0 0 0 0 3 √
17 0 1 1 1 0 0 0 0 3 √
18 1 1 1 1 0 0 0 0 4 √
19 1 1 0 0 0 0 0 0 2 √
20 0 1 1 0 0 0 0 0 2 √
∑ 14 18 16 13 0 0 0 0 16 (80%) 4 (20%)
Tabel 4.3 memperlihatkan bahwa sesudah terapi aktivitas kelompok sesi
1 sebagian besar responden mampu melakukan interaksi sosial yang
diantaranya memperkenalkan nama lengkap, nama panggilan, asal
tempat tinggal dan hobi dengan jumlah 16 orang (80%)
4.3.3 Kemampuan Interaksi social klien isolasi sosial sebelum terapi aktivitas
kelompok sosialisasi sesi II di Unit Rawat Inap BLUD Rumah Sakit Jiwa
Sambang Lihum Tahun 2015.
Hasil penelitian tentang kemampuan interaksi social klien isolasi sosial
sebelum terapi aktivitas kelompok sosialisasi sesi II di Unit Rawat Inap
BLUD Rumah Sakit Jiwa Sambang Lihum Tahun 2015 dapat dilihat
pada tabel 4.4.
Tabel 4.4 Kemampuan Interaksi social klien isolasi sosial sebelum terapi aktivitas kelompok sosialisasi sesi II di Unit Rawat Inap BLUD Rumah Sakit Jiwa Sambang Lihum Tahun 2015.
No Hal yang diamati Hasil Kategori
1 2 3 4 5 6 7 8 mampu Tidak
51
mampu
1 1 1 0 1 0 0 0 0 3 √
2 1 1 1 0 0 0 0 0 3 √
3 1 1 1 0 0 0 0 0 3 √
4 1 1 1 1 0 0 0 0 4 √
5 1 1 1 1 0 0 0 0 4 √
6 0 0 0 0 0 0 0 0 0 √
7 0 1 1 1 0 0 0 0 3 √
8 1 1 1 1 0 0 0 0 4 √
9 1 1 1 1 0 0 0 0 4 √
10 1 1 1 1 0 0 0 0 4 √
11 1 1 1 1 0 0 0 0 4 √
12 1 1 1 1 0 0 0 0 4 √
13 0 0 0 0 0 0 0 0 0 √
14 1 1 1 1 0 0 0 0 4 √
15 1 1 1 1 0 0 0 0 4 √
16 1 1 1 0 0 0 0 0 3 √
17 0 1 1 1 0 0 0 0 3 √
18 1 1 1 1 0 0 0 0 4 √
19 1 1 0 0 0 0 0 0 2 √
20 0 1 1 0 0 0 0 0 2 √
∑ 14 18 16 13 0 0 0 0 16 4
Tabel 4.4 memperlihatkan bahwa sebelum terapi aktivitas kelompok sesi
II sebagian besar responden mampu melakukan interaksi sosial yang
diantaranya memperkenalkan nama lengkap, nama panggilan, asal
tempat tinggal dan hobi dengan jumlah 16 orang (80%)
52
4.3.4 Kemampuan Interaksi social klien isolasi sosial sesudah terapi aktivitas
kelompok sosialisasi sesi II di Unit Rawat Inap BLUD Rumah Sakit Jiwa
SambangLihum Tahun 2015.
Hasil penelitian tentang kemampuan interaksi social klien isolasi sosial
sesudah terapi aktivitas kelompok sosialisasi sesi II di Unit Rawat Inap
BLUD Rumah Sakit Jiwa SambangLihum Tahun 2015 dapat dilihat pada
tabel 4.5
Tabel 4.5 Kemampuan Interaksi social klien isolasi sosial sesudah terapi aktivitas kelompok sosialisasi sesi II di Unit Rawat Inap BLUD Rumah Sakit Jiwa SambangLihum Tahun 2015.
No Hal yang diamati Hasil Kategori
1 2 3 4 5 6 7 8 mampu Tidak
mampu
1 1 1 0 1 0 1 0 1 5 √
2 1 1 1 0 0 1 1 0 5 √
3 1 1 1 0 0 1 0 0 4 √
4 1 1 1 1 0 1 1 0 6 √
5 1 1 1 1 0 1 0 1 6 √
6 0 1 1 1 1 1 0 0 5 √
7 1 1 1 1 1 1 1 1 8 √
8 1 1 1 1 0 1 1 0 6 √
9 1 1 1 1 1 1 1 1 8 √
10 1 1 1 1 0 1 0 0 5 √
11 1 1 1 1 0 1 1 0 6 √
12 1 1 1 1 0 1 1 1 7 √
13 1 1 1 1 0 1 1 0 6 √
14 1 1 1 0 0 1 1 0 5 √
15 0 1 1 1 0 1 0 0 4 √
16 1 1 1 1 1 1 1 0 7 √
∑ 14 18 16 13 4 16 10 0 14 2
Setelah terapi aktivitas kelompok sesi 2 sebanyak 16 responden (80%)
mampu melakukan interaksi sosial. Hal yang mampu dilakukan klien
adalah menyebutkan nama lengkap 14 orang (70%), menyebutkan nama
53
panggilan 18 orang (90%). Sebanyak 13 orang (65%) mampu
menyebutkan asal tempat tinggal dan 12 orang (60%) mampu
menyebutkan hobi.
4.1 Teknik Analisis Bivariat
4.1.1 Pengaruh Terapi Aktifitas Kelompok Sosialisasi sesi I dan II terhadap
kemampuan Interaksi sosial klien isolasi sosial di Unit RawatInap BLUD
Rumah Sakit Jiwa Sambang Lihum Tahun 2015
Hasil penelitian pengaruh terapi aktifitas kelompok sosialisasi sesi I dan
II terhadap kemampuan Interaksi social klien isolasisosial di Unit Rawat
Inap BLUD Rumah Sakit Jiwa Sambang LihumTahun 2015 dapat dilihat
pada tabel 4.4
Tabel 4.4 Pengaruh Terapi Aktifitas Kelompok Sosialisasi sesi I dan II terhadap kemampuan Interaksi social klien isolasi sosial di Unit Rawat Inap BLUD Rumah Sakit Jiwa Sambang Lihum Tahun 2015
No Pelaksanaan
TAKS
Kemampuan interaksi sosial
Mampu Tidak mampu
f % f %
1 Sebelum
TAKS
0 0 16 100
2 Sesudah
TAKS
16 100 0 0
Uji Wilcoxon Sum Rank Test p= 0,000<α=0,05
Tabel 4.4 memperlihatkan bahwa sebelum TAKS kemampuan interaksi
sosial klien isolasi sosial berada pada kategori tidak mampu dengan
jumlah 16 orang (100%) dan sesudah TAKS kemampuan interaksi sosial
klien isolasi sosial berada pada kategori mampu dengan jumlah 16
orang(100%). Hasil uji wilcoxon sum rank test memperlihatkan
p=0,000<α=0,05 artinya pengaruh terapi aktifitas kelompok sosialisasi
sesi I dan II terhadap kemampuan Interaksi social klien isolasi sosial di
Unit Rawat Inap BLUD Rumah Sakit Jiwa Sambang Lihum Tahun
2015.
54
4.2 Pembahasan
4.2.1 Kemampuan Interaksi sosial klien isolasi social sebelum terapi aktivitas
kelompok sosialisasi sesi I di Unit Rawat Inap BLUD Rumah Sakit Jiwa
Sambang Lihum Tahun 2015.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa seluruh responden tidak mampu
melakukan interaksi sosial berjumlah 20 orang (100%)
Kemampuan interaksi sosial klien isolasi sosial dipengaruhi keparahan
isolasi sosial yang diderita. Semakin berat isolasi sosial yang dialami
pasien maka kemampuannya berinteraksi pun semakin kurang. Hal ini
sejalan dengan pendapat Keliat (2014) yang menyatakan bahwa berat
ringannya isolasi sosial akan mempengaruhi kemampuan klien
melakukan interaksi sosial. Semakin parah isolasi sosial yang dialami
maka semakin rendah kemampuan interaksi sosialnya.
Interaksi sosial juga dapat dipengaruhi oleh faktor lain seperti suasan hati
dan perasaan klien. Jika suasan hati atau perasaan sedang buruk misalnya
sedang dilanda kesedihan maka hal ini juga dapat mempengaruhi
kemampuan interaksi sosial klien. Faktor lain yang mempengaruhi
kemampuan interaksi sosial adalah kecerdasan emosional. Semakin baik
kecerdasan emosional maka hal ini dapat mendukung interaksi yang
lebih baik dibandingkan dengan klien yang memiliki kecerdasan
emosional rendah. Interaksi sosial juga dapat dipengaruhi kuatnya ikatan
hubungan antara orang orang yang berinteraksi semakin kuat hubungan
atau jalinan perkenalan antara orang yang berinteraksi maka semakin
baik pula interaksi sosial yang terjadi sebaliknya bagi orang yang baru
kenal maka interaksi sosial terkadang rendah sebab ikatan hubungan
mempengaruhi interaksi sosial antara manusia.
4.2.2 Kemampuan Interaksi social klien isolasi social sesudah terapi aktivitas
kelompok sosialisasi sesi I di Unit Rawat Inap BLUD Rumah Sakit Jiwa
Sambang Lihum Tahun 2015
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sesudah terapi aktivitas kelompok
sesi 1 sebagian besar responden mampu melakukan interaksi sosial yang
55
diantaranya memperkenalkan nama lengkap, nama panggilan, asal
tempat tinggal dan hobi dengan jumlah 16 orang (80%)
Kemampuan interaksi sosial klien isolasi sosial sesudah terapi aktivitas
kelompok dipengaruhi terapi aktivitas kelompok itu sendiri. Terapi
aktivitas kelompok meningkatkan kemampuan klien dalam berinteraksi.
Hal ini akan memberikan stimulus dan respon timbal balik antar klien
dengan terapis sehingga klien yang tadinya memiliki kemampuan
interaksi sosial yang rendah dapat menjadi lebih baik dari sebelumnya.
Dia dapat mengenal lingkungannya dan belajar dari orang orang
disekitarnya mengenai hubungan sehingga hal ini menyebabkan
kemampuannya meningkat. Hal ini sejalan dengan pendapat Keliat
(2014) yang menyatakan bahwa terapi aktivitas kelompok dapat
meningkatkan kemampuan interaksi klien karena terapi ini akan
memfasilitasi dan menstimulasi klien untuk berinteraksi dengan orang
lain melalui kegiatan yang terencana tersebut sehingga diharapkan
kemampuannya meningkat menjadi lebih baik. Bagaimana pelaksanaan
terapi aktivitas kelompok juga dapat mempengaruhi keberhasilan atau
hasil yang dicapai seperti persiapan, sikap kooperatif pasien serta
kemampuan terapis juga dapat mempengaruhi tercapainya tujuan terapi
aktivitas kelompok.
Faktor lain yang juga tetap mempengaruhi kemampuan interaksi sosial
yaitu keparahan isolasi sosial yang diderita. Jika kondisi isolasi sosial
yang diderita lebih parah maka akan sulit disembuhkan daripada yang
lebih ringan. Demikian hal ini juga mempengaruhi kemampuannya
berinteraksi dengan orang lain. Kecerdasan klien untuk memahami
hubungan yang terjalin juga dapat mempengaruhi interaksi sosialnya.
Pada pasien yang cerdas akan lebih cepat untuk mampu berinteraksi
dibandingkan pasien yang kecerdasannya lebih rendah. Faktor usia klien
juga dapat mempengaruhi kemampuan interaksinya. Usia mempengaruhi
fleksibelitas dan kecakapan dalam berinteraksi dalam hal ini akan ada
perbedaan kemampuan interaksi sosial antara individu yang dewasa
awal, tengah dan akhir sebab usia mempengaruhi kematangan berpikir
dan kedewasaan.Menurut Yosep (2010) faktor lain yang mempengaruhi
interaksi sosial yaitu jenis kelamin responden. Biasanya ada perbedaan
56
cara dan kemampuan berinteraksi antara laki laki dan perempuan.
Dimana laki laki biasanya lebih aktif dalam berinteraksi daripada
perempuan. Berdasarkan pemaparan di atas maka dapat dijelaskan bahwa
terdapat banyak faktor yang mempengaruhi kemampuan interaksi sosial
klien isolasi sosial.
4.2.3 Kemampuan Interaksi social klien isolasi sosial sebelum terapi aktivitas
kelompok sosialisasi sesi II di Unit Rawat Inap BLUD Rumah Sakit Jiwa
Sambang Lihum Tahun 2015.
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa sebelum terapi aktivitas
kelompok sesi II sebagian besar responden mampu melakukan interaksi
sosial yang diantaranya memperkenalkan nama lengkap, nama
panggilan, asal tempat tinggal dan hobi dengan jumlah 16 orang (80%)
Kemampuan interaksi sosial klien isolasi sosial sebelum terapi aktivitas
kelompok sesi II dipengaruhi terapi aktivitas kelompok sesi pertama.
Terapi aktivitas kelompok sesi 1 meningkatkan kemampuan klien dalam
berinteraksi. Hal ini akan memberikan stimulus dan respon timbal balik
antar klien dengan terapis sehingga klien yang tadinya memiliki
kemampuan interaksi sosial yang rendah dapat menjadi lebih baik dari
sebelumnya. Dia dapat mengenal lingkungannya dan belajar dari orang
orang disekitarnya mengenai hubungan sehingga hal ini menyebabkan
kemampuannya meningkat. Hal ini sejalan dengan pendapat Keliat
(2014) yang menyatakan bahwa terapi aktivitas kelompok dapat
meningkatkan kemampuan interaksi klien karena terapi ini akan
memfasilitasi dan menstimulasi klien untuk berinteraksi dengan orang
lain melalui kegiatan yang terencana tersebut sehingga diharapkan
kemampuannya meningkat menjadi lebih baik. Bagaimana pelaksanaan
terapi aktivitas kelompok juga dapat mempengaruhi keberhasilan atau
hasil yang dicapai seperti persiapan, sikap kooperatif pasien serta
kemampuan terapis juga dapat mempengaruhi tercapainya tujuan terapi
aktivitas kelompok.
Faktor lain yang juga tetap mempengaruhi kemampuan interaksi sosial
yaitu keparahan isolasi sosial yang diderita. Jika kondisi isolasi sosial
57
yang diderita lebih parah maka akan sulit disembuhkan daripada yang
lebih ringan. Demikian hal ini juga mempengaruhi kemampuannya
berinteraksi dengan orang lain. Kecerdasan klien untuk memahami
hubungan yang terjalin juga dapat mempengaruhi interaksi sosialnya.
Pada pasien yang cerdas akan lebih cepat untuk mampu berinteraksi
dibandingkan pasien yang kecerdasannya lebih rendah. Faktor usia klien
juga dapat mempengaruhi kemampuan interaksinya. Usia mempengaruhi
fleksibelitas dan kecakapan dalam berinteraksi dalam hal ini akan ada
perbedaan kemampuan interaksi sosial antara individu yang dewasa
awal, tengah dan akhir sebab usia mempengaruhi kematangan berpikir
dan kedewasaan.Menurut Yosep (2010) faktor lain yang mempengaruhi
interaksi sosial yaitu jenis kelamin responden. Biasanya ada perbedaan
cara dan kemampuan berinteraksi antara laki laki dan perempuan.
Dimana laki laki biasanya lebih aktif dalam berinteraksi daripada
perempuan. Berdasarkan pemaparan di atas maka dapat dijelaskan bahwa
terdapat banyak faktor yang mempengaruhi kemampuan interaksi sosial
klien isolasi sosial.
4.2.4 Kemampuan Interaksi social klien isolasi sosial sesudah terapi aktivitas
kelompok sosialisasi sesi II di Unit Rawat Inap BLUD Rumah Sakit Jiwa
SambangLihum Tahun 2015.
Hasil penelitian memperlihatkan setelah terapi aktivitas kelompok sesi 2
sebanyak 16 responden (80%) mampu melakukan interaksi sosial. Hal
yang mampu dilakukan klien adalah menyebutkan nama lengkap 14
orang (70%), menyebutkan nama panggilan 18 orang (90%). Sebanyak
13 orang (65%) mampu menyebutkan asal tempat tinggal dan 12 orang
(60%) mampu menyebutkan hobi.
Kemampuan interaksi sosial klien isolasi sosial sesudah terapi aktivitas
kelompok sesi II dipengaruhi terapi aktivitas kelompok sesi II tersebut.
Terapi aktivitas kelompok sesi II meningkatkan kemampuan klien dalam
berinteraksi. Klien tidak hanya diajarkan memperkenalkan diri tapi juga
pada terapi aktivitas kelompok sesi II klien diajari untuk menanyakan
identitas diri orang lain yang menjadi lawan bicaranya. Hal ini akan
58
memberikan stimulus dan respon timbal balik antar klien dengan terapis
sehingga klien yang tadinya memiliki kemampuan interaksi sosial yang
rendah dapat menjadi lebih baik dari sebelumnya yaitu dapat
menanyakan nama lengkap, nama panggilan, alamat dan hobi orang lain.
Dia dapat mengenal lingkungannya dan belajar dari orang orang
disekitarnya mengenai hubungan sehingga hal ini menyebabkan
kemampuannya meningkat. Hal ini sejalan dengan pendapat Keliat
(2014) yang menyatakan bahwa terapi aktivitas kelompok dapat
meningkatkan kemampuan interaksi klien karena terapi ini akan
memfasilitasi dan menstimulasi klien untuk berinteraksi dengan orang
lain melalui kegiatan yang terencana tersebut sehingga diharapkan
kemampuannya meningkat menjadi lebih baik. Bagaimana pelaksanaan
terapi aktivitas kelompok juga dapat mempengaruhi keberhasilan atau
hasil yang dicapai seperti persiapan, sikap kooperatif pasien serta
kemampuan terapis juga dapat mempengaruhi tercapainya tujuan terapi
aktivitas kelompok.
Faktor lain yang juga tetap mempengaruhi kemampuan interaksi sosial
yaitu keparahan isolasi sosial yang diderita. Jika kondisi isolasi sosial
yang diderita lebih parah maka akan sulit disembuhkan daripada yang
lebih ringan. Demikian hal ini juga mempengaruhi kemampuannya
berinteraksi dengan orang lain. Kecerdasan klien untuk memahami
hubungan yang terjalin juga dapat mempengaruhi interaksi sosialnya.
Pada pasien yang cerdas akan lebih cepat untuk mampu berinteraksi
dibandingkan pasien yang kecerdasannya lebih rendah. Faktor usia klien
juga dapat mempengaruhi kemampuan interaksinya. Usia mempengaruhi
fleksibelitas dan kecakapan dalam berinteraksi dalam hal ini akan ada
perbedaan kemampuan interaksi sosial antara individu yang dewasa
awal, tengah dan akhir sebab usia mempengaruhi kematangan berpikir
dan kedewasaan.Menurut Yosep (2010) faktor lain yang mempengaruhi
interaksi sosial yaitu jenis kelamin responden. Biasanya ada perbedaan
cara dan kemampuan berinteraksi antara laki laki dan perempuan.
Dimana laki laki biasanya lebih aktif dalam berinteraksi daripada
perempuan. Berdasarkan pemaparan di atas maka dapat dijelaskan bahwa
59
terdapat banyak faktor yang mempengaruhi kemampuan interaksi sosial
klien isolasi sosial.
4.2.5 Pengaruh Terapi Aktifitas Kelompok Sosialisasi sesi I dan II terhadap
kemampuan Interaksi social klien isolasi sosial di Unit Rawat Inap
BLUD Rumah Sakit JiwaSambang Lihum Tahun 2015.
Hasil penelitian bahwa sebelum TAKS kemampuan interaksi sosial klien
isolasi sosial berada pada kategori tidak mampu dengan jumlah 16 orang
(100%) dan sesudah TAKS kemampuan interaksi sosial klien isolasi
sosial berada pada kategori mampu dengan jumlah 16 orang (100%).
Hasil uji wilcoxon sum rank test memperlihatkan p=0,000<α=0,05
artinya pengaruh terapi aktifitas kelompok sosialisasi sesi I dan II
terhadap kemampuan Interaksi social klien isolasi sosial di Unit Rawat
Inap BLUD Rumah Sakit Jiwa Sambang Lihum Tahun 2015.
Peneliti berpendapat terapi aktivitas kelompok dapat mempengaruhi
kemampuan interaksi sosial klien isolasi sosial. Hal ini karena ketika
terapi aktivitas kelompok klien akan terstimulasi, minat dan motivasinya
untuk berinteraksi dengan orang lain sehingga diharapkan dapat
mengubah perasaannya mengenai hubungan sosial. Ketika terapi
aktivitas kelompok klien mendapatkan pengajaran dan rangsangan untuk
menyebutkan nama, nama panggilan akrab, alamat dan hobi serta tidak
hanya itu klien akan dirangsang untuk mampu bertanya tentang nama,
nama panggilan, alamat dan hobi kepada orang lain dalam situasi yang
terapeutik dan menyenangkan sehingga tanpa klien akan belajar kembali
untuk berinteraksi dengan orang lain dan merasakan kebahagiaan dari
interaksinya tersebut sehingga akan mengubah persepsi dan perasaannya
tentang orang lain dan menjadikan pengalaman yang positif bagi dirinya.
Pengaruh terapi aktivitas kelompok tampak pada penambahan
kemampuan interaksi sosial klien yang diukur mulai sebelum terapi,
setelah sesi I dan sesudah sesi II dimana klien yang semula tidak mampu
secara berangsur angsur mampu melakukan interaksi dengan orang lain
60
Menurut Keliat (2014) terapi aktivitas kelompok sosialisasi (TAKS)
adalah upaya memfasilitasi kemampuan sosialisasi sejumlah klien
dengan masalah hubungan social.
Proses TAKS dapat mengubah perilaku klien isolasi social melalui sesi
satu pasien akan diminta menyebutkan nama, nama panggilan, asal, hobi.
Hal ini akan memberikan rangsangan pada pasien untuk membuka
dirinya. Kemudian pada sesi dua klien dan terapis duduk bersama dalam
lingkaran saling memperkenalkan diri, hal ini akan menyebabkan klien
dapat belajar berinteraksi dengan anggota lainnya sehingga diharapkan
dapat meningkat interaksi sosialnya.
Terapi aktifitas kelompok tersebut jika dilakukan sampai pada sesi 2
maka dapat secara bertahap meningkatkan kemampuan interaksi social
pasien.Menurut Kelia tkemampuan yang dapat dicapai klien isolasi dari
TAKS sesi 1 dan 2 adalah klien mampu memperkenalkan nama, nama
panggilan, asal, hobi pada orang lain. Mampu melakukan percakapan
dengan orang lain seperti menanyakan nama lengkap, menanyakan nama
panggilan, asal dan hobi. Hal ini sejalan dengan teori sosialisasi yang
menyatakan bahwa manusia dapat belajar dari lingkungannya,
lingkungan dan individu memiliki hubungan timbale balik saling
mempengaruhi sehingga hal ini dapat menjadikan individu yang tadinya
mengalami isolas isosial untuk dapat berinteraksi dengan orang lain.
Menurut Susana danHindarsih (2011) TAKS memfasilitasi kemampuan
klien untuk dapat berinteraksi dengan orang lain sehingga kemampuan
klien dapat ditingkatkan secara bertahap melalui proses interaksi yang
terjadi di dalam TAKS.
Menurut Christopher, (2011) terapi aktivitas kelompok dapat mengubah
perilaku karena di dalam kelompok terjadi interaksi satu dengan yang
lain dan saling mempengaruhi. Di dalam kelompok akan terbentuk satu
system sosial yang saling berinteraksi dan menjadi tempat klien berlatih
perilaku baru yang adaptif untuk memperbaiki perilaku lama yang
maladaptive.
Penelitian mengenai pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok terhadap klien
dengan masalah keperawatan isolasi social seperti penelitian yang
61
dilakukan oleh Andaryaniwati (2003) di rumah sakit jiwa Dr. Radjiman
Wedioningrat Lawang, menunjukkan persentasi pelaksanaan yang
memuaskanya itu mencapai tingkat keberhasilan 90% dimana mampu
meningkatkan kemampuan klien untukberinteraksi social.
4.3 KeterbatasanPenelitian
Hal yang menjadi keterbatasan pada penelitian ini antara lain :
4.3.1 Penelitian ini melibatkan sampel dalam jumlah kecil karena sulitnya
memperoleh sampel klien isolasi sosial yang memenuhi syarat untuk
terapi aktivitas kelompok pada sesi satu dan dua.
4.3.2 Penelitian ini hanya terbatas pada sesi satu dan dua dan tidak sampai
ketujuh sesi terapi aktivitas kelompok
4.3.3 Terdapat faktor lain yang dapat mempengaruhi kemampuan interaksi
sosial klien isolasi sosial seperti tingkat keparahan isolasi sosial, faktor
emosional dan lain lain yang bertindak sebagai variabel perancu dan
tidak sepenuhnya dapat dikontrol oleh peneliti.
4.4 ImplikasiPenelitianKeperawatan
Hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai bahan acuan untuk penanganan klien
isolasi sosial dimana terapi aktivitas kelompok sosialisasi ini dapat digunakan
sebagai terapi komplementer dalam penanganan isolasi sosial.