bab 4 fita

23
47 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Rumah Sakit Jiwa Sambang Lihum terletak di Wilayah Kecamatan Gambut Kabupaten Banjar Provinsi Kalimantan Selatan. Rumah Sakit ini terletak 500 m dari Jalan Gubernur Syarkawi Km 3,9 arah timur. Jalan Gubernur Syarkawi merupakan rencana jalan lintas Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah. Rumah Sakit ini didirikan pada area ± 10 hektar. Tanah yang ditempati merupakan tanah milik Pemerintah Daerah Provinsi Kalimantan Selatan. Luas Bangunan yang ada saat ini11.530 m 2. Rumah Sakitini terakreditasi A dengan jumlah tempat tidur sebanyak 549 tempat tidur. Jenis pelayanan di Rumah Sakit antara lain rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat. Rawat Inap terdiri dari pelayanan rawat inap psikiatri wanita dan pria, dan pelayanan rehabilitasi Napza.Rawat Jalan terdiri dari Poliklinik Umum, Poliklinik Jiwa, Anak Remaja,

Upload: nia-milenia

Post on 13-Jul-2016

8 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

bab

TRANSCRIPT

Page 1: BAB 4 FITA

47

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Rumah Sakit Jiwa Sambang Lihum terletak di Wilayah Kecamatan

Gambut Kabupaten Banjar Provinsi Kalimantan Selatan. Rumah Sakit ini

terletak 500 m dari Jalan Gubernur Syarkawi Km 3,9 arah timur. Jalan

Gubernur Syarkawi merupakan rencana jalan lintas Kalimantan Selatan

dan Kalimantan Tengah. Rumah Sakit ini didirikan pada area ± 10

hektar. Tanah yang ditempati merupakan tanah milik Pemerintah Daerah

Provinsi Kalimantan Selatan. Luas Bangunan yang ada saat ini11.530

m2.Rumah Sakitini terakreditasi A dengan jumlah tempat tidur sebanyak

549 tempat tidur. Jenis pelayanan di Rumah Sakit antara lain rawat inap,

rawat jalan dan gawat darurat.

Rawat Inap terdiri dari pelayanan rawat inap psikiatri wanita dan pria,

dan pelayanan rehabilitasi Napza.Rawat Jalan terdiri dari Poliklinik

Umum, Poliklinik Jiwa, Anak Remaja, Dewasa, Psikogeriatri, Gangguan

Mental Organik, Napza (Narkoba), Poliklinik Gigi dan Mulut, Poliklinik

Fisioterapi, Poliklinik Psikologi, Poliklinik Stres test, Poliklinik Autis,

Konsultasi Gizi, Poliklinik Saraf/Neurologi, PoliklinikPenyakit Dalam,

Poliklinik Anak, dan Day Care. Pelayanan gawat darurat terdiri dari

pelayanan pasien umum, pelayanan pasien psikiatri, kampus unit Terapi

Narkoba, (KampusUnitra), IGD Narkotika, Detoksifikasi (2 Mg s/d 1bl),

rehabilitasi : primary (5 s/d 6 bulan), Re Entry (5 s/d 6 bulan), aftercare

(6 s/d 12 bulan).

Page 2: BAB 4 FITA

48

4.2 Karakteristik Responden

4.2.1 Distribusi Frekuensi responden berdasarkan umur di Unit Rawat Inap

BLUD Rumah Sakit Jiwa Sambang Lihum Tahun 2015

Hasil penelitian tentang distribusi frekuensi responden berdasarkan

umur di Unit Rawat Inap BLUD Rumah Sakit Jiwa Sambang Lihum

Tahun 2015 dapat dilihat pada tabel 4.1

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi responden berdasarkan umur di Unit RawatInap BLUD Rumah Sakit Jiwa Sambang Lihum Tahun 2015.

No Umur f %1 25-35 tahun 1 52 >35 19 95

Jumlah 20 100

Tabel 4.1 memperlihatkan bahwa responden yang mengalami isolasi

sosial sebelum pelaksanaan TAKS sebanyak 20 responden dan usia

responden terbanyak adalah >35 tahun dengan jumlah 19 orang (95%).

4.3 Teknik Analisis Univariat

4.3.1 Kemampuan Interaksi social klien isolasi social sebelum terapi aktivitas

kelompok sosialisasi sesi I di Unit Rawat Inap BLUD Rumah Sakit Jiwa

Sambang Lihum Tahun 2015.

Hasil penelitian tentang kemampuan interaksi social klien isolasi social

sebelum terapi aktivitas kelompok sosialisasi sesi I di Unit Rawat Inap

BLUD Rumah Sakit Jiwa Sambang Lihum Tahun 2015 dapat dilihat

pada tabel 4.2

Tabel 4.2 Kemampuan Interaksi social klien isolasi social sebelum terapi aktivitas kelompok sosialisasi sesi I di Unit Rawat Inap BLUD Rumah Sakit Jiwa Sambang Lihum Tahun 2015.

No Hal yang diamati Hasil Kategori

1 2 3 4 5 6 7 8 mampu Tidak mampu

1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 √

Page 3: BAB 4 FITA

49

2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 √3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 √4 0 0 0 0 0 0 0 0 0 √5 0 0 0 0 0 0 0 0 0 √6 0 0 0 0 0 0 0 0 0 √7 0 0 0 0 0 0 0 0 0 √8 0 1 1 0 0 0 0 0 2 √9 0 0 0 0 0 0 0 0 0 √10 0 1 1 0 0 0 0 0 2 √11 0 0 0 0 0 0 0 0 0 √12 0 0 0 0 0 0 0 0 0 √13 0 0 0 0 0 0 0 0 0 √14 0 0 0 0 0 0 0 0 0 √15 0 0 0 0 0 0 0 0 0 √16 0 0 0 0 0 0 0 0 0 √17 0 0 0 0 0 0 0 0 0 √18 0 0 0 0 0 0 0 0 0 √19 0 0 0 0 0 0 0 0 0 √20 0 0 0 0 0 0 0 0 0 √∑ 0 2 2 0 0 0 0 0 0 0 20 (100%)

Tabel 4.2 memperlihatkan bahwa seluruh responden tidak mampu

melakukan interaksi sosial berjumlah 20 orang (100%)

4.3.2 Kemampuan Interaksi social klien isolasi social sesudah terapi aktivitas

kelompok sosialisasi sesi I di Unit Rawat Inap BLUD Rumah Sakit Jiwa

Sambang Lihum Tahun 2015.

Hasil penelitian tentang kemampuan interaksi social klien isolasi social

sebelum terapi aktivitas kelompok sosialisasi sesi I di Unit Rawat Inap

BLUD Rumah Sakit Jiwa Sambang Lihum Tahun 2015 dapat dilihat

pada tabel 4.1.

Tabel 4.3 Kemampuan Interaksi social klien isolasi social sesudah terapi aktivitas kelompok sosialisasi sesi I di Unit Rawat Inap BLUD Rumah Sakit Jiwa Sambang Lihum Tahun 2015.

No Hal yang diamati Hasil Kategori

1 2 3 4 5 6 7 8 mampu Tidak

mampu

1 1 1 0 1 0 0 0 0 3 √

2 1 1 1 0 0 0 0 0 3 √

3 1 1 1 0 0 0 0 0 3 √

4 1 1 1 1 0 0 0 0 4 √

5 1 1 1 1 0 0 0 0 4 √

Page 4: BAB 4 FITA

50

6 0 0 0 0 0 0 0 0 0 √

7 0 1 1 1 0 0 0 0 3 √

8 1 1 1 1 0 0 0 0 4 √

9 1 1 1 1 0 0 0 0 4 √

10 1 1 1 1 0 0 0 0 4 √

11 1 1 1 1 0 0 0 0 4 √

12 1 1 1 1 0 0 0 0 4 √

13 0 0 0 0 0 0 0 0 0 √

14 1 1 1 1 0 0 0 0 4 √

15 1 1 1 1 0 0 0 0 4 √

16 1 1 1 0 0 0 0 0 3 √

17 0 1 1 1 0 0 0 0 3 √

18 1 1 1 1 0 0 0 0 4 √

19 1 1 0 0 0 0 0 0 2 √

20 0 1 1 0 0 0 0 0 2 √

∑ 14 18 16 13 0 0 0 0 16 (80%) 4 (20%)

Tabel 4.3 memperlihatkan bahwa sesudah terapi aktivitas kelompok sesi

1 sebagian besar responden mampu melakukan interaksi sosial yang

diantaranya memperkenalkan nama lengkap, nama panggilan, asal

tempat tinggal dan hobi dengan jumlah 16 orang (80%)

4.3.3 Kemampuan Interaksi social klien isolasi sosial sebelum terapi aktivitas

kelompok sosialisasi sesi II di Unit Rawat Inap BLUD Rumah Sakit Jiwa

Sambang Lihum Tahun 2015.

Hasil penelitian tentang kemampuan interaksi social klien isolasi sosial

sebelum terapi aktivitas kelompok sosialisasi sesi II di Unit Rawat Inap

BLUD Rumah Sakit Jiwa Sambang Lihum Tahun 2015 dapat dilihat

pada tabel 4.4.

Tabel 4.4 Kemampuan Interaksi social klien isolasi sosial sebelum terapi aktivitas kelompok sosialisasi sesi II di Unit Rawat Inap BLUD Rumah Sakit Jiwa Sambang Lihum Tahun 2015.

No Hal yang diamati Hasil Kategori

1 2 3 4 5 6 7 8 mampu Tidak

Page 5: BAB 4 FITA

51

mampu

1 1 1 0 1 0 0 0 0 3 √

2 1 1 1 0 0 0 0 0 3 √

3 1 1 1 0 0 0 0 0 3 √

4 1 1 1 1 0 0 0 0 4 √

5 1 1 1 1 0 0 0 0 4 √

6 0 0 0 0 0 0 0 0 0 √

7 0 1 1 1 0 0 0 0 3 √

8 1 1 1 1 0 0 0 0 4 √

9 1 1 1 1 0 0 0 0 4 √

10 1 1 1 1 0 0 0 0 4 √

11 1 1 1 1 0 0 0 0 4 √

12 1 1 1 1 0 0 0 0 4 √

13 0 0 0 0 0 0 0 0 0 √

14 1 1 1 1 0 0 0 0 4 √

15 1 1 1 1 0 0 0 0 4 √

16 1 1 1 0 0 0 0 0 3 √

17 0 1 1 1 0 0 0 0 3 √

18 1 1 1 1 0 0 0 0 4 √

19 1 1 0 0 0 0 0 0 2 √

20 0 1 1 0 0 0 0 0 2 √

∑ 14 18 16 13 0 0 0 0 16 4

Tabel 4.4 memperlihatkan bahwa sebelum terapi aktivitas kelompok sesi

II sebagian besar responden mampu melakukan interaksi sosial yang

diantaranya memperkenalkan nama lengkap, nama panggilan, asal

tempat tinggal dan hobi dengan jumlah 16 orang (80%)

Page 6: BAB 4 FITA

52

4.3.4 Kemampuan Interaksi social klien isolasi sosial sesudah terapi aktivitas

kelompok sosialisasi sesi II di Unit Rawat Inap BLUD Rumah Sakit Jiwa

SambangLihum Tahun 2015.

Hasil penelitian tentang kemampuan interaksi social klien isolasi sosial

sesudah terapi aktivitas kelompok sosialisasi sesi II di Unit Rawat Inap

BLUD Rumah Sakit Jiwa SambangLihum Tahun 2015 dapat dilihat pada

tabel 4.5

Tabel 4.5 Kemampuan Interaksi social klien isolasi sosial sesudah terapi aktivitas kelompok sosialisasi sesi II di Unit Rawat Inap BLUD Rumah Sakit Jiwa SambangLihum Tahun 2015.

No Hal yang diamati Hasil Kategori

1 2 3 4 5 6 7 8 mampu Tidak

mampu

1 1 1 0 1 0 1 0 1 5 √

2 1 1 1 0 0 1 1 0 5 √

3 1 1 1 0 0 1 0 0 4 √

4 1 1 1 1 0 1 1 0 6 √

5 1 1 1 1 0 1 0 1 6 √

6 0 1 1 1 1 1 0 0 5 √

7 1 1 1 1 1 1 1 1 8 √

8 1 1 1 1 0 1 1 0 6 √

9 1 1 1 1 1 1 1 1 8 √

10 1 1 1 1 0 1 0 0 5 √

11 1 1 1 1 0 1 1 0 6 √

12 1 1 1 1 0 1 1 1 7 √

13 1 1 1 1 0 1 1 0 6 √

14 1 1 1 0 0 1 1 0 5 √

15 0 1 1 1 0 1 0 0 4 √

16 1 1 1 1 1 1 1 0 7 √

∑ 14 18 16 13 4 16 10 0 14 2

Setelah terapi aktivitas kelompok sesi 2 sebanyak 16 responden (80%)

mampu melakukan interaksi sosial. Hal yang mampu dilakukan klien

adalah menyebutkan nama lengkap 14 orang (70%), menyebutkan nama

Page 7: BAB 4 FITA

53

panggilan 18 orang (90%). Sebanyak 13 orang (65%) mampu

menyebutkan asal tempat tinggal dan 12 orang (60%) mampu

menyebutkan hobi.

4.1 Teknik Analisis Bivariat

4.1.1 Pengaruh Terapi Aktifitas Kelompok Sosialisasi sesi I dan II terhadap

kemampuan Interaksi sosial klien isolasi sosial di Unit RawatInap BLUD

Rumah Sakit Jiwa Sambang Lihum Tahun 2015

Hasil penelitian pengaruh terapi aktifitas kelompok sosialisasi sesi I dan

II terhadap kemampuan Interaksi social klien isolasisosial di Unit Rawat

Inap BLUD Rumah Sakit Jiwa Sambang LihumTahun 2015 dapat dilihat

pada tabel 4.4

Tabel 4.4 Pengaruh Terapi Aktifitas Kelompok Sosialisasi sesi I dan II terhadap kemampuan Interaksi social klien isolasi sosial di Unit Rawat Inap BLUD Rumah Sakit Jiwa Sambang Lihum Tahun 2015

No Pelaksanaan

TAKS

Kemampuan interaksi sosial

Mampu Tidak mampu

f % f %

1 Sebelum

TAKS

0 0 16 100

2 Sesudah

TAKS

16 100 0 0

Uji Wilcoxon Sum Rank Test p= 0,000<α=0,05

Tabel 4.4 memperlihatkan bahwa sebelum TAKS kemampuan interaksi

sosial klien isolasi sosial berada pada kategori tidak mampu dengan

jumlah 16 orang (100%) dan sesudah TAKS kemampuan interaksi sosial

klien isolasi sosial berada pada kategori mampu dengan jumlah 16

orang(100%). Hasil uji wilcoxon sum rank test memperlihatkan

p=0,000<α=0,05 artinya pengaruh terapi aktifitas kelompok sosialisasi

sesi I dan II terhadap kemampuan Interaksi social klien isolasi sosial di

Unit Rawat Inap BLUD Rumah Sakit Jiwa Sambang Lihum Tahun

2015.

Page 8: BAB 4 FITA

54

4.2 Pembahasan

4.2.1 Kemampuan Interaksi sosial klien isolasi social sebelum terapi aktivitas

kelompok sosialisasi sesi I di Unit Rawat Inap BLUD Rumah Sakit Jiwa

Sambang Lihum Tahun 2015.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa seluruh responden tidak mampu

melakukan interaksi sosial berjumlah 20 orang (100%)

Kemampuan interaksi sosial klien isolasi sosial dipengaruhi keparahan

isolasi sosial yang diderita. Semakin berat isolasi sosial yang dialami

pasien maka kemampuannya berinteraksi pun semakin kurang. Hal ini

sejalan dengan pendapat Keliat (2014) yang menyatakan bahwa berat

ringannya isolasi sosial akan mempengaruhi kemampuan klien

melakukan interaksi sosial. Semakin parah isolasi sosial yang dialami

maka semakin rendah kemampuan interaksi sosialnya.

Interaksi sosial juga dapat dipengaruhi oleh faktor lain seperti suasan hati

dan perasaan klien. Jika suasan hati atau perasaan sedang buruk misalnya

sedang dilanda kesedihan maka hal ini juga dapat mempengaruhi

kemampuan interaksi sosial klien. Faktor lain yang mempengaruhi

kemampuan interaksi sosial adalah kecerdasan emosional. Semakin baik

kecerdasan emosional maka hal ini dapat mendukung interaksi yang

lebih baik dibandingkan dengan klien yang memiliki kecerdasan

emosional rendah. Interaksi sosial juga dapat dipengaruhi kuatnya ikatan

hubungan antara orang orang yang berinteraksi semakin kuat hubungan

atau jalinan perkenalan antara orang yang berinteraksi maka semakin

baik pula interaksi sosial yang terjadi sebaliknya bagi orang yang baru

kenal maka interaksi sosial terkadang rendah sebab ikatan hubungan

mempengaruhi interaksi sosial antara manusia.

4.2.2 Kemampuan Interaksi social klien isolasi social sesudah terapi aktivitas

kelompok sosialisasi sesi I di Unit Rawat Inap BLUD Rumah Sakit Jiwa

Sambang Lihum Tahun 2015

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sesudah terapi aktivitas kelompok

sesi 1 sebagian besar responden mampu melakukan interaksi sosial yang

Page 9: BAB 4 FITA

55

diantaranya memperkenalkan nama lengkap, nama panggilan, asal

tempat tinggal dan hobi dengan jumlah 16 orang (80%)

Kemampuan interaksi sosial klien isolasi sosial sesudah terapi aktivitas

kelompok dipengaruhi terapi aktivitas kelompok itu sendiri. Terapi

aktivitas kelompok meningkatkan kemampuan klien dalam berinteraksi.

Hal ini akan memberikan stimulus dan respon timbal balik antar klien

dengan terapis sehingga klien yang tadinya memiliki kemampuan

interaksi sosial yang rendah dapat menjadi lebih baik dari sebelumnya.

Dia dapat mengenal lingkungannya dan belajar dari orang orang

disekitarnya mengenai hubungan sehingga hal ini menyebabkan

kemampuannya meningkat. Hal ini sejalan dengan pendapat Keliat

(2014) yang menyatakan bahwa terapi aktivitas kelompok dapat

meningkatkan kemampuan interaksi klien karena terapi ini akan

memfasilitasi dan menstimulasi klien untuk berinteraksi dengan orang

lain melalui kegiatan yang terencana tersebut sehingga diharapkan

kemampuannya meningkat menjadi lebih baik. Bagaimana pelaksanaan

terapi aktivitas kelompok juga dapat mempengaruhi keberhasilan atau

hasil yang dicapai seperti persiapan, sikap kooperatif pasien serta

kemampuan terapis juga dapat mempengaruhi tercapainya tujuan terapi

aktivitas kelompok.

Faktor lain yang juga tetap mempengaruhi kemampuan interaksi sosial

yaitu keparahan isolasi sosial yang diderita. Jika kondisi isolasi sosial

yang diderita lebih parah maka akan sulit disembuhkan daripada yang

lebih ringan. Demikian hal ini juga mempengaruhi kemampuannya

berinteraksi dengan orang lain. Kecerdasan klien untuk memahami

hubungan yang terjalin juga dapat mempengaruhi interaksi sosialnya.

Pada pasien yang cerdas akan lebih cepat untuk mampu berinteraksi

dibandingkan pasien yang kecerdasannya lebih rendah. Faktor usia klien

juga dapat mempengaruhi kemampuan interaksinya. Usia mempengaruhi

fleksibelitas dan kecakapan dalam berinteraksi dalam hal ini akan ada

perbedaan kemampuan interaksi sosial antara individu yang dewasa

awal, tengah dan akhir sebab usia mempengaruhi kematangan berpikir

dan kedewasaan.Menurut Yosep (2010) faktor lain yang mempengaruhi

interaksi sosial yaitu jenis kelamin responden. Biasanya ada perbedaan

Page 10: BAB 4 FITA

56

cara dan kemampuan berinteraksi antara laki laki dan perempuan.

Dimana laki laki biasanya lebih aktif dalam berinteraksi daripada

perempuan. Berdasarkan pemaparan di atas maka dapat dijelaskan bahwa

terdapat banyak faktor yang mempengaruhi kemampuan interaksi sosial

klien isolasi sosial.

4.2.3 Kemampuan Interaksi social klien isolasi sosial sebelum terapi aktivitas

kelompok sosialisasi sesi II di Unit Rawat Inap BLUD Rumah Sakit Jiwa

Sambang Lihum Tahun 2015.

Hasil penelitian memperlihatkan bahwa sebelum terapi aktivitas

kelompok sesi II sebagian besar responden mampu melakukan interaksi

sosial yang diantaranya memperkenalkan nama lengkap, nama

panggilan, asal tempat tinggal dan hobi dengan jumlah 16 orang (80%)

Kemampuan interaksi sosial klien isolasi sosial sebelum terapi aktivitas

kelompok sesi II dipengaruhi terapi aktivitas kelompok sesi pertama.

Terapi aktivitas kelompok sesi 1 meningkatkan kemampuan klien dalam

berinteraksi. Hal ini akan memberikan stimulus dan respon timbal balik

antar klien dengan terapis sehingga klien yang tadinya memiliki

kemampuan interaksi sosial yang rendah dapat menjadi lebih baik dari

sebelumnya. Dia dapat mengenal lingkungannya dan belajar dari orang

orang disekitarnya mengenai hubungan sehingga hal ini menyebabkan

kemampuannya meningkat. Hal ini sejalan dengan pendapat Keliat

(2014) yang menyatakan bahwa terapi aktivitas kelompok dapat

meningkatkan kemampuan interaksi klien karena terapi ini akan

memfasilitasi dan menstimulasi klien untuk berinteraksi dengan orang

lain melalui kegiatan yang terencana tersebut sehingga diharapkan

kemampuannya meningkat menjadi lebih baik. Bagaimana pelaksanaan

terapi aktivitas kelompok juga dapat mempengaruhi keberhasilan atau

hasil yang dicapai seperti persiapan, sikap kooperatif pasien serta

kemampuan terapis juga dapat mempengaruhi tercapainya tujuan terapi

aktivitas kelompok.

Faktor lain yang juga tetap mempengaruhi kemampuan interaksi sosial

yaitu keparahan isolasi sosial yang diderita. Jika kondisi isolasi sosial

Page 11: BAB 4 FITA

57

yang diderita lebih parah maka akan sulit disembuhkan daripada yang

lebih ringan. Demikian hal ini juga mempengaruhi kemampuannya

berinteraksi dengan orang lain. Kecerdasan klien untuk memahami

hubungan yang terjalin juga dapat mempengaruhi interaksi sosialnya.

Pada pasien yang cerdas akan lebih cepat untuk mampu berinteraksi

dibandingkan pasien yang kecerdasannya lebih rendah. Faktor usia klien

juga dapat mempengaruhi kemampuan interaksinya. Usia mempengaruhi

fleksibelitas dan kecakapan dalam berinteraksi dalam hal ini akan ada

perbedaan kemampuan interaksi sosial antara individu yang dewasa

awal, tengah dan akhir sebab usia mempengaruhi kematangan berpikir

dan kedewasaan.Menurut Yosep (2010) faktor lain yang mempengaruhi

interaksi sosial yaitu jenis kelamin responden. Biasanya ada perbedaan

cara dan kemampuan berinteraksi antara laki laki dan perempuan.

Dimana laki laki biasanya lebih aktif dalam berinteraksi daripada

perempuan. Berdasarkan pemaparan di atas maka dapat dijelaskan bahwa

terdapat banyak faktor yang mempengaruhi kemampuan interaksi sosial

klien isolasi sosial.

4.2.4 Kemampuan Interaksi social klien isolasi sosial sesudah terapi aktivitas

kelompok sosialisasi sesi II di Unit Rawat Inap BLUD Rumah Sakit Jiwa

SambangLihum Tahun 2015.

Hasil penelitian memperlihatkan setelah terapi aktivitas kelompok sesi 2

sebanyak 16 responden (80%) mampu melakukan interaksi sosial. Hal

yang mampu dilakukan klien adalah menyebutkan nama lengkap 14

orang (70%), menyebutkan nama panggilan 18 orang (90%). Sebanyak

13 orang (65%) mampu menyebutkan asal tempat tinggal dan 12 orang

(60%) mampu menyebutkan hobi.

Kemampuan interaksi sosial klien isolasi sosial sesudah terapi aktivitas

kelompok sesi II dipengaruhi terapi aktivitas kelompok sesi II tersebut.

Terapi aktivitas kelompok sesi II meningkatkan kemampuan klien dalam

berinteraksi. Klien tidak hanya diajarkan memperkenalkan diri tapi juga

pada terapi aktivitas kelompok sesi II klien diajari untuk menanyakan

identitas diri orang lain yang menjadi lawan bicaranya. Hal ini akan

Page 12: BAB 4 FITA

58

memberikan stimulus dan respon timbal balik antar klien dengan terapis

sehingga klien yang tadinya memiliki kemampuan interaksi sosial yang

rendah dapat menjadi lebih baik dari sebelumnya yaitu dapat

menanyakan nama lengkap, nama panggilan, alamat dan hobi orang lain.

Dia dapat mengenal lingkungannya dan belajar dari orang orang

disekitarnya mengenai hubungan sehingga hal ini menyebabkan

kemampuannya meningkat. Hal ini sejalan dengan pendapat Keliat

(2014) yang menyatakan bahwa terapi aktivitas kelompok dapat

meningkatkan kemampuan interaksi klien karena terapi ini akan

memfasilitasi dan menstimulasi klien untuk berinteraksi dengan orang

lain melalui kegiatan yang terencana tersebut sehingga diharapkan

kemampuannya meningkat menjadi lebih baik. Bagaimana pelaksanaan

terapi aktivitas kelompok juga dapat mempengaruhi keberhasilan atau

hasil yang dicapai seperti persiapan, sikap kooperatif pasien serta

kemampuan terapis juga dapat mempengaruhi tercapainya tujuan terapi

aktivitas kelompok.

Faktor lain yang juga tetap mempengaruhi kemampuan interaksi sosial

yaitu keparahan isolasi sosial yang diderita. Jika kondisi isolasi sosial

yang diderita lebih parah maka akan sulit disembuhkan daripada yang

lebih ringan. Demikian hal ini juga mempengaruhi kemampuannya

berinteraksi dengan orang lain. Kecerdasan klien untuk memahami

hubungan yang terjalin juga dapat mempengaruhi interaksi sosialnya.

Pada pasien yang cerdas akan lebih cepat untuk mampu berinteraksi

dibandingkan pasien yang kecerdasannya lebih rendah. Faktor usia klien

juga dapat mempengaruhi kemampuan interaksinya. Usia mempengaruhi

fleksibelitas dan kecakapan dalam berinteraksi dalam hal ini akan ada

perbedaan kemampuan interaksi sosial antara individu yang dewasa

awal, tengah dan akhir sebab usia mempengaruhi kematangan berpikir

dan kedewasaan.Menurut Yosep (2010) faktor lain yang mempengaruhi

interaksi sosial yaitu jenis kelamin responden. Biasanya ada perbedaan

cara dan kemampuan berinteraksi antara laki laki dan perempuan.

Dimana laki laki biasanya lebih aktif dalam berinteraksi daripada

perempuan. Berdasarkan pemaparan di atas maka dapat dijelaskan bahwa

Page 13: BAB 4 FITA

59

terdapat banyak faktor yang mempengaruhi kemampuan interaksi sosial

klien isolasi sosial.

4.2.5 Pengaruh Terapi Aktifitas Kelompok Sosialisasi sesi I dan II terhadap

kemampuan Interaksi social klien isolasi sosial di Unit Rawat Inap

BLUD Rumah Sakit JiwaSambang Lihum Tahun 2015.

Hasil penelitian bahwa sebelum TAKS kemampuan interaksi sosial klien

isolasi sosial berada pada kategori tidak mampu dengan jumlah 16 orang

(100%) dan sesudah TAKS kemampuan interaksi sosial klien isolasi

sosial berada pada kategori mampu dengan jumlah 16 orang (100%).

Hasil uji wilcoxon sum rank test memperlihatkan p=0,000<α=0,05

artinya pengaruh terapi aktifitas kelompok sosialisasi sesi I dan II

terhadap kemampuan Interaksi social klien isolasi sosial di Unit Rawat

Inap BLUD Rumah Sakit Jiwa Sambang Lihum Tahun 2015.

Peneliti berpendapat terapi aktivitas kelompok dapat mempengaruhi

kemampuan interaksi sosial klien isolasi sosial. Hal ini karena ketika

terapi aktivitas kelompok klien akan terstimulasi, minat dan motivasinya

untuk berinteraksi dengan orang lain sehingga diharapkan dapat

mengubah perasaannya mengenai hubungan sosial. Ketika terapi

aktivitas kelompok klien mendapatkan pengajaran dan rangsangan untuk

menyebutkan nama, nama panggilan akrab, alamat dan hobi serta tidak

hanya itu klien akan dirangsang untuk mampu bertanya tentang nama,

nama panggilan, alamat dan hobi kepada orang lain dalam situasi yang

terapeutik dan menyenangkan sehingga tanpa klien akan belajar kembali

untuk berinteraksi dengan orang lain dan merasakan kebahagiaan dari

interaksinya tersebut sehingga akan mengubah persepsi dan perasaannya

tentang orang lain dan menjadikan pengalaman yang positif bagi dirinya.

Pengaruh terapi aktivitas kelompok tampak pada penambahan

kemampuan interaksi sosial klien yang diukur mulai sebelum terapi,

setelah sesi I dan sesudah sesi II dimana klien yang semula tidak mampu

secara berangsur angsur mampu melakukan interaksi dengan orang lain

Page 14: BAB 4 FITA

60

Menurut Keliat (2014) terapi aktivitas kelompok sosialisasi (TAKS)

adalah upaya memfasilitasi kemampuan sosialisasi sejumlah klien

dengan masalah hubungan social.

Proses TAKS dapat mengubah perilaku klien isolasi social melalui sesi

satu pasien akan diminta menyebutkan nama, nama panggilan, asal, hobi.

Hal ini akan memberikan rangsangan pada pasien untuk membuka

dirinya. Kemudian pada sesi dua klien dan terapis duduk bersama dalam

lingkaran saling memperkenalkan diri, hal ini akan menyebabkan klien

dapat belajar berinteraksi dengan anggota lainnya sehingga diharapkan

dapat meningkat interaksi sosialnya.

Terapi aktifitas kelompok tersebut jika dilakukan sampai pada sesi 2

maka dapat secara bertahap meningkatkan kemampuan interaksi social

pasien.Menurut Kelia tkemampuan yang dapat dicapai klien isolasi dari

TAKS sesi 1 dan 2 adalah klien mampu memperkenalkan nama, nama

panggilan, asal, hobi pada orang lain. Mampu melakukan percakapan

dengan orang lain seperti menanyakan nama lengkap, menanyakan nama

panggilan, asal dan hobi. Hal ini sejalan dengan teori sosialisasi yang

menyatakan bahwa manusia dapat belajar dari lingkungannya,

lingkungan dan individu memiliki hubungan timbale balik saling

mempengaruhi sehingga hal ini dapat menjadikan individu yang tadinya

mengalami isolas isosial untuk dapat berinteraksi dengan orang lain.

Menurut Susana danHindarsih (2011) TAKS memfasilitasi kemampuan

klien untuk dapat berinteraksi dengan orang lain sehingga kemampuan

klien dapat ditingkatkan secara bertahap melalui proses interaksi yang

terjadi di dalam TAKS.

Menurut Christopher, (2011) terapi aktivitas kelompok dapat mengubah

perilaku karena di dalam kelompok terjadi interaksi satu dengan yang

lain dan saling mempengaruhi. Di dalam kelompok akan terbentuk satu

system sosial yang saling berinteraksi dan menjadi tempat klien berlatih

perilaku baru yang adaptif untuk memperbaiki perilaku lama yang

maladaptive.

Penelitian mengenai pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok terhadap klien

dengan masalah keperawatan isolasi social seperti penelitian yang

Page 15: BAB 4 FITA

61

dilakukan oleh Andaryaniwati (2003) di rumah sakit jiwa Dr. Radjiman

Wedioningrat Lawang, menunjukkan persentasi pelaksanaan yang

memuaskanya itu mencapai tingkat keberhasilan 90% dimana mampu

meningkatkan kemampuan klien untukberinteraksi social.

4.3 KeterbatasanPenelitian

Hal yang menjadi keterbatasan pada penelitian ini antara lain :

4.3.1 Penelitian ini melibatkan sampel dalam jumlah kecil karena sulitnya

memperoleh sampel klien isolasi sosial yang memenuhi syarat untuk

terapi aktivitas kelompok pada sesi satu dan dua.

4.3.2 Penelitian ini hanya terbatas pada sesi satu dan dua dan tidak sampai

ketujuh sesi terapi aktivitas kelompok

4.3.3 Terdapat faktor lain yang dapat mempengaruhi kemampuan interaksi

sosial klien isolasi sosial seperti tingkat keparahan isolasi sosial, faktor

emosional dan lain lain yang bertindak sebagai variabel perancu dan

tidak sepenuhnya dapat dikontrol oleh peneliti.

4.4 ImplikasiPenelitianKeperawatan

Hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai bahan acuan untuk penanganan klien

isolasi sosial dimana terapi aktivitas kelompok sosialisasi ini dapat digunakan

sebagai terapi komplementer dalam penanganan isolasi sosial.