bab 4 sifat material 4

47
Bab 4– Sifat Material 50 4 SIFAT MATERIAL Banyak material yang terdapat di sekitar kita, dan telah menjadi bagian dari pola berpikir manusia bahkan telah menyatu dengan keberadaan kita. Apakah hakikat bahan atau material itu? Bahan dengan sendirinya merupakan bagian dari alam semesta, secara terperinci bahan adalah benda yang dengan sifat-sifatnya yang khas dimanfaatkan dalam bangunan, mesin, peralatan atau produk. Seperti : logam, keramik, semikonduktor, polimer, gelas, dielektrik serat, kayu, pasir, batu berbagai komposit dan lain-lain. Pada dasarnya bahan atau material mempunyai beberapa sifat yang diklasifikasikan menjadi sifat mekanik, sifat fisik dan sifat kimia. 4.1 SIFAT MEKANIK 4.1.1. Hardness (Kekerasan) Makna nilai kekerasan suatu material berbeda untuk kelompok bidang ilmu yang berbeda, bagi insinyur metalurgi kekerasan adalah ketahanan material terhadap penetrasi sementara untuk para insinyur disain nilai tersebut adalah ukuran dari tegangan alir, untuk insinyur lubrikasi kekerasan berarti ketahanan terhadap mekanisme keausan, untuk para insinyur mineralogi nilai itu adalah ketahanan terhadap goresan, dan untuk para mekanik work-shop lebih bermakna kepada ketahanan material terhadap pemotongan dari alat potong. Begitu banyak konsep kekerasan material yang dipahami oleh kelompok ilmu, walaupun demikian konsep-konsep tersebut dapat dihubungkan pada satu mekanisme yaitu tegangan alir plastis dari material yang diuji.

Upload: berlandjoe

Post on 01-Jan-2016

69 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

foundry

TRANSCRIPT

Page 1: Bab 4 Sifat Material 4

Bab 4– Sifat Material 50

4 SIFAT MATERIAL

Banyak material yang terdapat di sekitar kita, dan telah menjadi bagian dari

pola berpikir manusia bahkan telah menyatu dengan keberadaan kita. Apakah hakikat

bahan atau material itu? Bahan dengan sendirinya merupakan bagian dari alam

semesta, secara terperinci bahan adalah benda yang dengan sifat-sifatnya yang khas

dimanfaatkan dalam bangunan, mesin, peralatan atau produk. Seperti : logam,

keramik, semikonduktor, polimer, gelas, dielektrik serat, kayu, pasir, batu berbagai

komposit dan lain-lain.

Pada dasarnya bahan atau material mempunyai beberapa sifat yang

diklasifikasikan menjadi sifat mekanik, sifat fisik dan sifat kimia.

4.1 SIFAT MEKANIK

4.1.1. Hardness (Kekerasan)

Makna nilai kekerasan suatu material berbeda untuk kelompok bidang ilmu yang

berbeda, bagi insinyur metalurgi kekerasan adalah ketahanan material terhadap

penetrasi sementara untuk para insinyur disain nilai tersebut adalah ukuran dari

tegangan alir, untuk insinyur lubrikasi kekerasan berarti ketahanan terhadap

mekanisme keausan, untuk para insinyur mineralogi nilai itu adalah ketahanan terhadap

goresan, dan untuk para mekanik work-shop lebih bermakna kepada ketahanan material

terhadap pemotongan dari alat potong. Begitu banyak konsep kekerasan material yang

dipahami oleh kelompok ilmu, walaupun demikian konsep-konsep tersebut dapat

dihubungkan pada satu mekanisme yaitu tegangan alir plastis dari material yang diuji.

Page 2: Bab 4 Sifat Material 4

Meterial Teknik

Bab 4 – Sifat Material 51

Metode pengujian kekerasan:

a. Metode Gores :

Metode ini tidak banyak digunakan dalam dunia metalurgi, tetapi masih dalam

dunia mineralogi. Metode ini dikenalkan oleh Friedrich Mohs yaitu dengan membagi

kekerasan material di dunia ini berdasarkan skala (yang kemudian dikenal sebagai skala

Mohs). Skala ini bervariasi dari nilai 1 untuk kekerasan yang paling rendah, sebagaimana

dimiliki oleh material talk, hingga skala 10 sebagai nilai kekerasan tertinggi, sebagaimana

dimiliki oleh intan.

Dalam skala Mohs urutan nilai kekerasan material di dunia ini diwakili oleh:

1. Talc

4. Gipsum

4. Calcite

4. Fluorite

5. Apatite

6. Orthoclase

7. Quartz

8. Topaz

9. Corundum

10. Diamond (intan)

Prinsip pengujian: bila suatu mineral mampu digores oleh Orthoclase (no. 6)

tetapi tidak mampu digores oleh Apatite (no. 5), maka kekerasan mineral tersebut berada

antara 5 dan 6. Berdasarkan hal ini, jelas terlihat bahwa metode ini memiliki kekurangan

utama berupa ketidak akuratan nilai kekerasan suatu material. Bila kekerasan mineral-

mineral diuji dengan metode lain, ditemukan bahwa nilai-nilainya berkisar antara 1-9

saja, sedangkan nilai 9-10 memiliki rentang yang besar.

b. Metode Elastik/Pantul (Rebound)

Dengan metode ini, kekerasan suatu material ditentukan oleh alat Scleroscope

yang mengukur tinggi pantulan suatu pemukul (hammer) dengan berat tertentu yang

dijatuhkan dari suatu ketinggian terhadap permukaan benda uji. Tinggi pantulan

(rebound) yang dihasilkan mewakili kekerasan benda uji. Semakin tinggi pantulan

tersebut, yang ditunjukkan oleh dial pada alat pengukur, maka kekerasan benda uji dinilai

semakin tinggi.

c. Metode Indentasi

Pengujian dengan metode ini dilakukan dengan penekanan benda uji dengan

indentor dengan gaya tekan dan waktu indentasi yang ditentukan. Kekerasan suatu

Page 3: Bab 4 Sifat Material 4

Meterial Teknik

Bab 4 – Sifat Material 52

material ditentukan oleh dalam ataupun luas area indentasi yang dihasilkan (tergantung

jenis indentor dan jenis pengujian). Berdasarkan prinsip bekerjanya metode uji kekerasan

dengan cara indentasi dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

c.1 Metode Brinell

Metode ini diperkenalkan pertama kali oleh J.A. Brinell pada tahun 1900.

Pengujian kekerasan dilakukan dengan memakai bola baja yang diperkeras (hardened

steel ball) dengan beban dan waktu indentasi tertentu, sebagaimana ditunjukkan oleh

Gambar.1. Pengukuran nilai kekerasan suatu material diberikan oleh rumus:

4..1

dimana P adalah beban (kg), D diameter indentor (mm) dan d diameter jejak (mm).

Hasil penekanan adalah jejak berbentuk lingkaran bulat, yang harus dihitung diameternya

di bawah mikroskop khusus pengukur jejak.

Gambar 4.1 Skematis prinsip indentasi dengan metode Brinell

Prosedur standar pengujian mensyaratkan bola baja dengan diameter 10 mm dan

beban 3000 kg untuk pengujian logam-logam ferrous, atau 500 kg untuk logam-logam

non-ferrous. Untuk logam-logam ferrous, waktu indentasi biasanya sekitar 10 detik

sementara untuk logam-logam non-ferrous sekitar 30 detik. Walaupun demikian

pengaturan beban dan waktu indentasi untuk setiap material dapat pula ditentukan oleh

( )( )22

2dDDD

PBHN−−

Page 4: Bab 4 Sifat Material 4

Meterial Teknik

Bab 4 – Sifat Material 53

karakteristik alat penguji. Nilai kekerasan suatu material yang dinotasikan dengan ‘HB’

tanpa tambahan angka di belakangnya menyatakan kondisi pengujian standar dengan

indentor bola baja 10 mm, beban 3000 kg selama waktu 1—15 detik. Untuk kondisi yang

lain, nilai kekerasan HB diikuti angka-angka yang menyatakan kondisi pengujian.

Contoh: 75 HB 10/500/30 menyatakan nilai kekerasan Brinell sebesar 75 dihasilkan oleh

suatu pengujian dengan indentor 10 mm, pembebanan 500 kg selama 30 detik.

Gambar 4.2 Hasil indentasi Brinell berupa jejak berbentuk lingkaran

c.2 Metode Vickers

Pada metode ini digunakan indentor intan berbentuk piramida dengan sudut 136o,

seperti diperlihatkan oleh Gambar 4. Prinsip pengujian adalah sama dengan metode

Brinell, walaupun jejak yang dihasilkan berbentuk bujur sangkar berdiagonal. Panjang

diagonal diukur dengan skala pada mikroskop pengujur jejak. Nilai kekerasan suatu

material diberikan oleh:

4.2

dimana d adalah panjang diagonal rata-rata dari jejak berbentuk bujur sangkar.

Gambar 4.3 Skematis prinsip indentasi dengan metode Vickers

2

854.1d

PVHN =

Page 5: Bab 4 Sifat Material 4

Meterial Teknik

Bab 4 – Sifat Material 54

Gambar 4.4 Alat uji Vickers

c.3 Metode Rockwell :

Metode Rockwell merupakan uji kekerasan dengan pembacaan langsung (direct-

reading). Metode ini banyak dipakai dalam industri karena pertimbangan praktis. Variasi

dalam beban dan indetor yang digunakan membuat metode ini memiliki banyak

macamnya. Metode yang paling umum dipakai adalah Rockwell B (dengan indentor bola

baja berdiameter 1/6 inci dan beban 100 kg) dan Rockwell C (dengan indentor intan

dengan beban 150 kg). Walaupun demikian metode Rockwell lainnya juga biasa dipakai.

Oleh karenanya skala kekerasan Rockwell suatu material harus dispesifikasikan dengan

jelas. Contohnya 82 HRB, yang menyatakan material diukur dengan skala B: indentor 1/6

inci dan beban 100 kg. Berikut ini diberikan tabel yang memperlihatkan perbedaan skala

dan range uji dalam skala Rockwell:

Page 6: Bab 4 Sifat Material 4

Meterial Teknik

Bab 4 – Sifat Material 55

Tabel 4.1 Skala pada Metode Uji Kekerasan Rockwell

Page 7: Bab 4 Sifat Material 4

Meterial Teknik

Bab 4 – Sifat Material 56

Gambar 4.5 Alat uji Rockwell

4.1.2 Ketangguhan

Ketangguhan (impak) merupakan ketahanan bahan terhadap beban kejut. Inilah

yang membedakan pengujian impak dengan pengujian tarik dan kekerasan dimana

pembebanan dilakukan secara perlahan-lahan. Pengujian impak merupakan suatu upaya

untuk mensimulasikan kondisi operasi material yang sering ditemui dalam perlengkapan

transportasi atau konstruksi dimana beban tidak selamanya terjadi secara perlahan-lahan

melainkan datang secara tiba-tiba, contoh deformasi pada bumper mobil pada saat

terjadinya tumbukan kecelakaan.

Page 8: Bab 4 Sifat Material 4

Meterial Teknik

Bab 4 – Sifat Material 57

Gambar 4.6 Ilustrasi skematis pengujian impak dengan benda uji Charpy

Gambar 4.7 Alat uji Impak

Page 9: Bab 4 Sifat Material 4

Meterial Teknik

Bab 4 – Sifat Material 58

Pada pengujian impak ini banyaknya energi yang diserap oleh bahan untuk

terjadinya perpatahan merupakan ukuran ketahanan impak atau ketangguhan bahan

tersebut. Pada pengujian impak, energi yang diserap oleh benda uji biasanya dinyatakan

dalam satuan Joule dan dibaca langsung pada skala (dial) penunjuk yang telah dikalibrasi

yang terdapat pada mesin penguji. Harga impak (HI) suatu bahan yang diuji dengan

metode Charpy diberikan oleh :

AEHI = 4.3

dimana E adalah energi yang diserap dalam satuan Joule dan A luas penampang di

bawah takik dalam satuan mm4.

Secara umum benda uji impak dikelompokkan ke dalam dua golongan sampel standar

yaitu : batang uji Charpy banyak digunakan di Amerika Serikat dan batang uji Izod yang

lazim digunakan di Inggris dan Eropa.

Benda uji Charpy memiliki luas penampang lintang bujur sangkar (10 x 10 mm)

dan memiliki takik (notch) berbentuk V dengan sudut 45o, dengan jari-jari dasar 0,25 mm

dan kedalaman 2 mm.. Perbedaan cara pembebanan antara metode Charpy dan Izod

ditunjukkan di bawah ini:

Gambar 4.8 Ilustrasi skematik pembebanan impak pada benda uji Charpy dan Izod

Serangkaian uji Charpy pada satu material umumnya dilakukan pada berbagai

temperatur sebagai upaya untuk mengetahui temperatur transisi. Sementara uji impak

dengan metode Izod umumnya dilakukan hanya pada temperatur ruang dan ditujukan

untuk material-material yang didisain untuk berfungsi sebagai cantilever.

Takik (notch) dalam benda uji standar ditujukan sebagai suatu konsentrasi

tegangan sehingga perpatahan diharapkan akan terjadi di bagian tersebut. Selain

Page 10: Bab 4 Sifat Material 4

Meterial Teknik

Bab 4 – Sifat Material 59

berbentuk V dengan sudut 45o, takik dapat pula dibuat dengan bentuk lubang kunci (key

hole)

Pengukuran lain yang biasa dilakukan dalam pengujian impak Charpy adalah

penelaahan permukaan perpatahan untuk menentukan jenis perpatahan (fracografi) yang

terjadi.

Secara umum sebagaimana analisis perpatahan pada benda hasil uji tarik maka

perpatahan impak digolongkan menjadi 3 jenis, yaitu:

1. Perpatahan berserat (fibrous fracture), yang melibatkan mekanisme pergeseran

bidang-bidang kristal di dalam bahan (logam) yang ulet (ductile). Ditandai dengan

permukaan patahan berserat yang berbentuk dimpel yang menyerap cahaya dan

berpenampilan buram.

4. Perpatahan granular / kristalin, yang dihasilkan oleh mekanisme pembelahan

(cleavage) pada butir-butir dari bahan (logam) yang rapuh (brittle). Ditandai dengan

permukaan patahan yang datar yang mampu memberikan daya pantul cahaya yang

tinggi (mengkilat).

4. Perpatahan campuran (berserat dan granular). Merupakan kombinasi dua jenis

perpatahan di atas.

Informasi lain yang dapat dihasilkan dari pengujian impak adalah temperatur

transisi bahan. Temperatur transisi adalah temperatur yang menunjukkan transisi

perubahan jenis perpatahan suatu bahan bila diuji pada temperatur yang berbeda-beda.

Pada pengujian dengan temperatur yang berbeda-beda maka akan terlihat bahwa pada

temperatur tinggi material akan bersifat ulet (ductile) sedangkan pada temperatur rendah

material akan bersifat rapuh atau getas (brittle). Fenomena ini berkaitan dengan vibrasi

atom-atom bahan pada temperatur yang berbeda dimana pada temperatur kamar vibrasi

itu berada dalam kondisi kesetimbangan dan selanjutnya akan menjadi tinggi bila

temperatur dinaikkan (ingatlah bahwa energi panas merupakan suatu driving force

terhadap pergerakan partikel atom bahan).

Vibrasi atom inilah yang berperan sebagai suatu penghalang (obstacle) terhadap

pergerakan dislokasi pada saat terjadi deformasi kejut/impak dari luar. Dengan semakin

tinggi vibrasi itu maka pergerakan dislokasi mejadi relatif sulit sehingga dibutuhkan

energi yang lebih besar untuk mematahkan benda uji. Sebaliknya pada temperatur di

bawah nol derajat Celcius, vibrasi atom relatif sedikit sehingga pada saat bahan

Page 11: Bab 4 Sifat Material 4

Meterial Teknik

Bab 4 – Sifat Material 60

dideformasi pergerakan dislokasi menjadi lebih mudah dan benda uji menjadi lebih

mudah dipatahkan dengan energi yang relatif lebih rendah.

Informasi mengenai temperatur transisi menjadi demikian penting bila suatu

material akan didisain untuk aplikasi yang melibatkan rentang temperatur yang besar,

misalnya dari temperatur di bawah nol derajat Celcius hingga temperatur tinggi di atas

100 derajat Celcius, contoh sistem penukar panas (heat exchanger). Hampir semua logam

berkekuatan rendah dengan struktur kristal FCC seperti tembaga dan aluminium bersifat

ulet pada semua temperatur sementara bahan dengan kekuatan luluh yang tinggi bersifat

rapuh. Bahan keramik, polimer dan logam-logam BCC dengan kekuatan luluh rendah dan

sedang memiliki transisi rapuh-ulet bila temperatur dinaikkan. Hampir semua baja karbon

yang dipakai pada jembatan, kapal, jaringan pipa dan sebagainya bersifat rapuh pada

temperatur rendah.

Gambar 4.9 Efek temperatur terhadap ketangguhan impak beberapa bahan

4.1.3 Keausan

Keausan umumnya didefinisikan sebagai kehilangan material secara progresif

atau pemindahan sejumlah material dari suatu permukaan sebagai suatu hasil pergerakan

relatif antara permukaan tersebut dan permukaan lainnya. Keausan telah menjadi

perhatian praktis sejak lama, tetapi hingga beberapa saat lamanya masih belum

mendapatkan penjelasan ilmiah yang besar sebagaimana halnya pada mekanisme

kerusakan akibat pembebanan tarik, impak, puntir atau fatigue. Hal ini disebabkan masih

lebih mudah untuk mengganti komponen/part suatu sistem dibandingkan melakukan

disain komponen dengan ketahanan/umur pakai (life) yang lama.

Page 12: Bab 4 Sifat Material 4

Meterial Teknik

Bab 4 – Sifat Material 61

Pembahasan mekanisme keausan pada material berhubungan erat dengan gesekan

(friction) dan pelumasan (lubrication). Telaah mengenai ketiga subyek ini yang dikenal

dengan nama ilmu Tribologi. Keausan bukan merupakan sifat dasar material, melainkan

response material terhadap sistem luar (kontak permukaan). Material apapun dapat

mengalami keausan disebabkan mekanisme yang beragam.

Pengujian keausan dapat dilakukan dengan berbagai macam metode dan teknik,

yang semuanya bertujuan untuk mensimulasikan kondisi keausan aktual. Salah satunya

adalah dengan metode Ogoshi dimana benda uji memperoleh beban gesek dari cincin

yang berputar (revolving disc). Pembebanan gesek ini akan menghasilkan kontak antar

permukaan yang berulang-ulang yang pada akhirnya akan mengambil sebagian material

pada permukaan benda uji. Besarnya jejak permukaan dari material tergesek itulah yang

dijadikan dasar penentuan tingkat keausan pada material. Semakin besar dan dalam jejak

keausan maka semakin tinggi volume material yang terlepas dari benda uji.

Ilustrasi skematis dari kontak permukaan antara crevolving disc dan benda uji

diberikan pada gambar dibawah.

Gambar 4.10 Pengujian keausan dengan metode Ogoshi

Dengan B adalah tebal revolving disc (mm), r jari-jari disc (mm), b lebar celah material

yang terabrasi (mm) maka dapat diturunkan besarnya volume material yang terabrasi

(W):

r 12

B.bW 3

= 4.4

Laju keausan (V) dapat ditentukan sebagai perbandingan volume terabrasi (W) dengan

jarak luncur x (setting pada mesin uji):

r

b h

P B

Page 13: Bab 4 Sifat Material 4

Meterial Teknik

Bab 4 – Sifat Material 62

12r.xB.b

xW V

3

== 4.5

A. Keausan adhesive: terjadi bila kontak permukaan dari dua material atau lebih

mengakibatkan adanya perlekatan satu sama lain dan pada akhirnya terjadi

pelepasan/pengoyakan salah satu material, seperti diperlihatkan oleh Gambar ini.

Gambar 4.1 Ilustrasi skematis keausan adhesive

B. Keausan abrasif: terjadi bila suatu partikel keras (asperity) dari material tertentu

meluncur pada permukaan material lain yang lebih lunak sehingga terjadi penetrasi atau

pemotongan material yang lebih lunak. Tingkat keausan pada mekanisme ini ditentukan

oleh derajat kebebasan (degree of freedom) partikel keras atau sperity tersebut. Sebagai

contoh partikel pasir silica akan menghasilkan keausan yang lebih tinggi ketika diikat

pada suatu permukaan seperti pada kertas amplas, dibandingkan bila partikel tersebut

berada di dalam sistem slury. Pada kasus pertama partikel tersebut kemungkinan akan

tertarik sepanjang permukaan dan mengakibatkan pengoyakan sementara pada kasus

terakhir partikel tersebut mungkin hanya berputar (rolling) tanpa efek abrasi.

Gambar 4.12 Ilustrasi skematis keausan abrasif

Page 14: Bab 4 Sifat Material 4

Meterial Teknik

Bab 4 – Sifat Material 63

C. Keausan lelah: merupakan mekanisme yang relatif berbeda dibandingkan dua

mekanisme sebelumnya, yaitu dalam hal interaksi permukaan. Baik keausan adhesive

maupun abrasif melibatkan hanya satu interaksi sementara pada keausan lelah dibutuhkan

interaksi multi. Permukaan yang mengalami beban berulang akan mengarah pada

pembentukan retak-retak mikro. Retak-retak tersebut pada akhirnya menyatu dan

menghasilkan pengelupasan material. Tingkat keausan sangat tergantung pada tingkat

pembebanan.

Gambar 4.13 Memberikan skematis mekanisme keausan lelah

D. Keausan Oksidasi ( keausan korosif)

Pada prinsipnya mekanisme ini dimulai dengan adanya perubahan kimiawi

material di bagian permukaan oleh faktor lingkungan. Kontak dengan lingkungan ini akan

menghasilkan pembentukan lapisan pada permukaan dengan sifat yang berbeda dengan

material induk. Sebagai konsekuensinya, material pada lapisan permukaan akan

mengalami keausan yang berbeda Hal ini selanjutnya mengarah kepada perpatahan

interface antara lapisan permukaan dan material induk dan akhirnya seluruh lapisan

permukaan itu akan tercabut. Gambar 4.15 memperlihatkan skematis mekanisme keausan

oksidasi/korosi ini.

Gambar 4.14 Ilustrasi skematis keausan oksidasi

Page 15: Bab 4 Sifat Material 4

Meterial Teknik

Bab 4 – Sifat Material 64

4.1.4. Fatik

Fatik merupakan ketahanan suhatu material menerima pembebanan dinamik.

Benda yang tidak tahan terhadap fatik akan mengalami kegagalan pada kondisi

pembebanan dinamik (beban berfluktuasi ). Mengalami kegagalan ( patah ) pada

tegangan jauh di bawah tegangan yang diperlukan untuk membuatnya patah pada

pembebanan tunggal ( statis ). Kegagalan fatik biasanya terjadi pada tempat yang

konsentrasi tegangannya besar, seperti pada ujung yang tajam atau notch.

Tidak ada indikasi awal terjadinya patah fatik dan retakan fatik yang terjadi bersifat halus,

maka patah fatik sulit untuk dideteksi dari awal.

Gambar 4.15 Menunjukkan permukaan patahan poros akibat fatik yang bermula dari ujung yang tajam

dari tempat pasak

Faktor-faktor Penyebab Patah Fatik

Bersadarkan Penyebab utamanya, yaitu beban (tegangan) yang bekerja, patah Fatik

tergantung pada :

Besarnya tegangan maksimum yang bekerja

Fluktuasi tegangan yang bekerja, yaitu besarnya amplitudo dari tegangan

tegangan yang bekerja

Siklus tegangan yang bekerja. Adalah banyaknya periode pembebanan yang

terjadi

Selain tegangan, faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi terjadinya patah

fatik, antara lain :

1. Konsentrasi tegangan pada suatu bagian benda.

2. Terdapatnya porositas

Korosi akibat lingkungan dan penyelesaian permukaan benda

Page 16: Bab 4 Sifat Material 4

Meterial Teknik

Bab 4 – Sifat Material 65

Kondisi lingkungan dapat menimbulkan terjadinya retakan-retakan pada

permukaan benda. Sedangkan proses penyelesaian permukaan seperti coating yang

dapat melindungi permukaan juga dapat mempengaruhi terjadinya retakan-retakan.

Kedua hal tersebut dapat mempengaruhi nilai kekuatan fatik dari material.

Gambar 4.16 Efek dari semburan air kepada kekuatan fatik dari besi perlit ulet/pearlitiductile iron.

A. Temperatur

1. Temperatur yang konstan nilainya, tidak berubah-ubah ( amplitudo=0 )

Pada temperatur yang berbeda, karakteristik material akan berbeda pula.

Kekuatan tarik dari material sebenarnya juga merupakan fungsi dari

temperatur pula. Karena kekuatan fatik mempunyai hubungan dengan

kekuatan tarik, sedangkan kekuatan tarik dipengaruhi temperatur, maka

secara tidak langsung, kekuatan fatik dipengaruhi pula oleh temperatur.

2. Temperatur yang berubah-ubah

Amplitudo temperatur ini akan menghasilkan thermal fatigue atau kelelahan

termal. Thermal fatigue akan menyebabkan terjadinya siklus tegangan dan

regangan yang tidak merata pada benda akibat gradien temperatur pada

benda. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan thermal fatigue adalah

temperatur yang lebih tinggi, amplitudo yang lebih besar dan banyaknya

siklus pendinginan dan pemanasan.

Page 17: Bab 4 Sifat Material 4

Meterial Teknik

Bab 4 – Sifat Material 66

Untuk menanggulangi efek dari thermal fatigue, sebaiknya gunakan material

yang mempunyai sifat konduktivitas thermal yang tinggi, modulus elastisitas yang

rendah dan punya kekuatan dan keuletan yang tinggi.

Struktur metalurgi

Cacat permukaan pada permukaan benda kerja akan bertindak sebagai tempat

awal terjadinya retakan

Efek dari inklusi akan semakin hebat jika kekerasan dari matriks meningkat.

Maka secara otomatis, akan mengurangi kekuatan fatik dari material

Gambar 4.17 Efek dari kekerasan mikro matriks dan fraksi volume dari inklusi pada fatigue limit besi

ulet/ductile iron

Page 18: Bab 4 Sifat Material 4

Meterial Teknik

Bab 4 – Sifat Material 67

Salah satu cara untuk menanggulangi efek dari inklusi dan cacat permukaan

bisa dengan cara menggunakan as-cast surface. Hal ini banyak dilakukan pada

ductile iron.

Pengurangan dross dapat meningkatkan kekuatan fatik dari material sebesar

25%. Untuk mengurangi dross, bisa dengan menggunakan filter atau saringan pada

mold filling system. Cara lain yang bisa dilakukan untuk meningkatkan kekuatan

fatik dari material adalah dengan menggunakan proses pengolahan material yang

baik, contohnya dengan minimalisasi kadar residu Mg. Cara ini dapat meningkatkan

kekuatan material sampai dengan 5 % dibandingkan dengan dilakukan proses

permesinan.

Gambar 4.18 Ductile iron dengan as-cast surface

Tegangan sisa

Pengerjaan mekanik baik panas maupun dingin seperti misalnya peening dan

surface rolling dapat meninggalkan tegangan sisa pada material.

Page 19: Bab 4 Sifat Material 4

Meterial Teknik

Bab 4 – Sifat Material 68

Gambar 4.19 Hubungan antara tegangan sisa akibat peening dengan endurance limit untuk peended ADI

gears

Terdapatnya notch pada permukaan benda kerja.

Notch permukaan benda kerja dapat memberikan pengaruh yang cukup besar

pada kekuatan fatik dari benda tersebut. Sebenarnya bukan hanya notch saja yang

memberikan pengaruh. Jika kita generalisasi, bentuk dari permukaan benda kerja juga

memberikan pengaruh kepada nilai fatik dari benda

Page 20: Bab 4 Sifat Material 4

Meterial Teknik

Bab 4 – Sifat Material 69

Gambar 4.20 Kurva S-N untuk notched dan unnotched besi ferrit ulet/ferritic ductile iron

Tujuan dan Kegunaan Uji Fatik

Tujuan dari uji fatik adalah untuk mengetahui karakteristik material yang

berhubungan dengan beban dinamis yaitu kekuatan fatik atau fatik limit.

Kegunaan dari uji fatik adalah hasil dari pengujian nantinya akan digunakan

dalam perancangan produk, yaitu sebagai faktor pertimbangan dalam memilih material

yang tepat untuk suatu rancangan.

MACAM DAN METODE PENGUJIAN

Single – end rotating cantilever testing machine

Gambar 4.2 Single – end rotating cantilever testing machine

Page 21: Bab 4 Sifat Material 4

Meterial Teknik

Bab 4 – Sifat Material 70

Four – point loading R.R Moore testing machine

Gambar 4.22 Four – point loading R.R Moore testing machine

1. Standard Method

Specimen yang tersedia untuk pengujian sedikit

Hasil perkiraan kurva S-N

Pelaksanaan :

1. Menguji 1 atau 2 specimen pada beberapa bear tegangan yang berbeda

2. Mencatat besar teg. Dan jumlah putaran pada saat terjadi kegagalan

3. Jika specimen gagal pada tegangan tertentu, mereka kadang-kadang berhasil pad

4. Tegangan yang lebih tinggi, perhatikan bahwa kerusakan meningkat

5. Mempengaruhi nilai fatik limitnya.

6. Memplot data pada kurva S-N seperti pada gambar

Gambar 4.23 Kurva S terhadap N hasil pengujian metode standart

Page 22: Bab 4 Sifat Material 4

Meterial Teknik

Bab 4 – Sifat Material 71

2. Pembuatan diagram

Ada dua tehnik membuat kurva S-N :

1. Membuat “Mean curve” dari data yang ada . Kurva ini biasanya merupakan

perkiran yang beralasan dengan probabilitas kebenaran 50%. Bardasarkan kurva

ini dan dan beberapaperkiraan standart deviasi, perkiraan-perkiraan yg beralasan

dpt dibuat utk kurva lainnya

2. Membuat “Conservative Curve” yg berada tepat dibawah data-data (data yg

didpt dari hasil pengujian) kurva ini tdk menentu dan tidak dapat dihubungakan

dgn probabilitas ketahanan specimen thd fatik

Kelemahan Metode ini :

Keraguan akan hasil yg diperoleh karena ukuran sampel yg terlalu kecil

3. Constant Stress Level Method

Pelaksanaan:

Melibatkan 15 atau lebih specimen pada 4 atau lebih teg.konstan yang berbeda ; dgn batas

teg. diantara fatik limit dan Yield Strengh dari meterial untuk pengujian

Pembuatan diagram:

Semua data yg diperoleh pada setiap teg.konstan diplot pada kertas “Log-Normal

Probability” utk membuktikan distribusi, rata-rata dan variasi dari ‘Log-life’ pada tingkat

teg. tersebut.

Gambar 4.24 Kurva S terhadap N hasil pengujian metode standart hasil plot pada S konstan

Page 23: Bab 4 Sifat Material 4

Meterial Teknik

Bab 4 – Sifat Material 72

Gambar di atas menunjukkan hasil dari metode diatas yg di plot pada kurva S-N biasa.

Hasil dari metode diatas yg di plot pada kertas “Log-Normal Probability”.

Gambar 4.25 Kurva S terhadap N hasil pengujian metode standart hasil plot padakertas logritme untuk S

konstan

Kelemahan:

Metode ini tidak valid utk teg. didekat nilai fatik limit. Kegagalan yg terjadi

menyebabkan data tdk homogen didekat nilai fatik limit.

4. Response or Survival Method (Probit Method)

Melibatkan pengujian beberapa group specimen pada tingkat teg. yang

berdekatan, batas teg. : 2 standar deviasi dibawah fatik limit sampai sampai 2 sandar

deviasi diatasnya

Contoh : fatik limit 72000 psi. berdasarkan ini 5 tingkat teg. dipilih dgn batas dari 68000

psi – 76000 psi dgn intervalnya 2000 psi.

Page 24: Bab 4 Sifat Material 4

Meterial Teknik

Bab 4 – Sifat Material 73

Gambar 4.26 Kurva S terhadap N untuk menentukan fatik limit

Jika 20m specimen diuji pada setiap tingkat tegangan, akan diperoleh kurva S-N

seperti pada gambar.

Gambar berikut jika data diatas diplot pada kertas “Log-Normal Probability”

Gambar 4.27 Survival test data ploted onnormal probability paper.

5. Step – Test Method

Metode pengujian yang memaksa tiap specimen untuk gagal.

Pelaksanaan :

Page 25: Bab 4 Sifat Material 4

Meterial Teknik

Bab 4 – Sifat Material 74

1. Sebuah tingkat tegangan dipilih sekitar 70% dari fatik limit yang diperkirakan.

2. Fatik limit kemudian diuji pada tingkat teg. tersebut sampai kegagalan terjadi.

Misalnya 10 jml putaran.

3. Jika “run out” terjadi, tegangan ditingkatkan kira-kira 0,7 dari standar deviasi teg.

yg diperkirakan dan specimen yg sama diuji dgn nilai teg. yg baru.

4. Sekali lagi, jika specimen gagal, data dicatat ; jika “run 0ut” terjadi, teg. dinaikan

lagi utk pengujian yg baru, menggunakan specimen yg sama.

5. Prosedur ini berlanjut sampai specimen mengalami kegagalan. “Run out” lebih

kurang diartikan sebagai ‘habis masa pakai’

Data Step-Test method diperlihatkan pada koordinat S-N dibawah

Gambar 4.28 Hasil plot di kertas “Log-Normal Probability

6. Prot Method

Melibatkan aplikasi yang naik dgn jml putaran sampai specimen gagal. Tegangan

dimana kegagalan terjadi, dihubungkan ke fatik limit melalui tingkat yg naik dan 2

konstanta material.

Pelaksanaan

Page 26: Bab 4 Sifat Material 4

Meterial Teknik

Bab 4 – Sifat Material 75

1. Specimen diletakkan pada mesin penguji dgn teg. awal dibawah fatik limit yg

diperkirakan, biasanya pada batas 0%-70% fatik limit.

2. Ketika tes dimulai, teg. dinaikan dgn menaikan jml putaran shg peningkatan teg.

akan linier dengan jumlah putaran.

Grup I terdiri dari 15 atau 20 specimen diuji pada tingkat kenaikan teg. yang sama

(“Prot rate ”) . Grup II diuji dgn “Prot rate” yg berbeda. Begitu pula grup III.

Hasil dapat dilihat pada gambar di bawah.

Gambar 4.29 Hasil prot test tegangan terhadap putaran

Fatik Limit dpt dihitung dari rumus : S = E + K

Dimana : S = prot failure strees, K dan c = Konstanta material, nilai n untuk feros :

0,45 – 0,5 non fros : 0,15

Metode Prot ini adalah utk memplot S Vs spt pada gambar.

Page 27: Bab 4 Sifat Material 4

Meterial Teknik

Bab 4 – Sifat Material 76

Gambar 4.30 Hasil prot test untuk menentukan fatik limit

7. Stair Case or Up-And-Down Method

Sebuah grup sedikitnya 15 specimen dipilih utk mengevaluasi kekuatan fatik.

Specimen I diuji pada teg. sedikit diatas kekuatan fatik yg diperkirakan sampai

mengalami kegagalan atau Run-out pada kondisi yg diinginkan.

Jika specimen gagal sebelum mencapai kondisi yg diinginkan, teg. diturunkan

dan specimen ke-2 diuji pada teg. yg lebih rendah tsb. Jika specimen I mengalami Run-

out, teg. dinaikan dan specimen II diuji pada teg. yg lebih tinggi ini.

Pengujian diteruskan untuk semua specimen dengan cara yang sama, dgn

keberhasilan specimen adalah yg tegangannya naik atau turun 1 tingkat dibandingan

specimen sebelumnya

Data yang diperoleh diplot, dan akan tampak seperti pada gambar.

Page 28: Bab 4 Sifat Material 4

Meterial Teknik

Bab 4 – Sifat Material 77

Gambar 4.31 Up and dodn pengujian fatik digunakan untuk menentukan rata-rata tengangan fatik pada 5 x

10 6 putara pada baja paduan 4340

8. Extreme Value Method / Least-of-n method

Tehniknya adalah memilih 1 grup yang terdiri dari n specimen untuk diuji pada

saat yang bersamaan pada n buah mesin penguji. Fatik yang identik, semuanya pada

tingkat tegangan yang sama. Ketika specimen Z gagal; tegangan dan jumlah putaran

dicatat; kemudian semua mesin yang lainnya dihentikan dan specimen dikeluarkan.

Kemudian, grup ke-2 dari n specimen diuji pada tingkat teg. yang baru, sekali lagi

catatlah data untuk kegagalan Z dan keluarkan specimen yang lain. Prosedur ini diulang

utk beberapa tingkat tegangan yang berbeda pada ataupun diatas fatik limit.

Akhirnya data I dari data kegagalan ke- n diplot pada koordinat S-N dan sebuah

kurva digambarkan melalui data tsb spt pada gambar

Page 29: Bab 4 Sifat Material 4

Meterial Teknik

Bab 4 – Sifat Material 78

Gambar 4.31 Harga probabilitas ekstrem S-N sebagai dasar pengujian lebih lanjut

Prosedur Pembuatan Kurva S-N

Melakukan percobaan pada spesimen pada tegangan tinggi dimana kegagalan

diharapkan terjadi pada jumlah putaran yang relatif kecil misalnya sekitar 2/3

kekuatan tarik statik dari material.

Tegangan akan terus diturunkan sampai satu atau dua spesimen tidak mengalami

kegagalan pada jumlah putaran tertentu. Biasanya berada pada min 107 putaran.

Tegangan tertinggi dimana suatu logam dapat bertahan (tidak mengalami kegagalan)

ditentukan sebagai fatik limit dari logam.

Untuk material yang tidak punya fatik limit misalnya non feros percobaan dilakukan

pada tegangan rendah (berdasarkan pertimbangan praktis) ,dimana fatik limitnya

sekitar 108 atau 5 x 108 putaran.

Endurance Limit / fatigue limit

Titik dimana kekuatan fatiknya tidak akan turun lagi, walaupun jumlah siklus

beban diperbanyak.

Hanya terdapat pada besi dan baja yang mengandung atom karbon (C)

Sebab Atom C dalam besi dan baja dapat bergerak bebas. Dan akan mengisi retakan-

retakan yang timbul pada Tahap Inisiasi.

Page 30: Bab 4 Sifat Material 4

Meterial Teknik

Bab 4 – Sifat Material 79

Pada umumnya : Jika jumlah siklus pembebanan diperbanyak Jumlah dislokasi atau

pergeseran (slip) makin banyak pula Kekuatan Fatik makin turun.

Keamanan dari mesin Stretham

Mesin pompa uap stretham (pada gmb) dibuat th. 1831, dgn power (kekuatan)

maks 105 HP pada 15 rpm (dpt memindahkan 30 ton air per revolusi atau 450 ton per

menit. Mesin ini masih dpt dijalankan utk kegiatan pameran. Misalkan, diketemukan

keretakan sedalam 2 cm pada conenecting rod (dari besi cor), panjang 21 kaki penampang

0,04 m². Akankah retakan bertambah akibat pembebanan siklik pada connecting rod ?

Dan berapakah kira-kira umur pakai dari struktur tsb ?

Aplikasi Hasil Pengujian

Gambar 4.32 Aplikasi Hasil Pengujian

Jawab : Mekanika : Tegangan pada crankshaft dihitung dari kekuatan dan kecepatan spt

berikut

Page 31: Bab 4 Sifat Material 4

Meterial Teknik

Bab 4 – Sifat Material 80

Gambar 4.33 Gambar skematik mesin

Dari gambar di atas : Daya = 105 HP = 7,8 . 10 J/s kecepatan = 15 rpm =

0,25 rev/s ; stroke = 8 feet = 2,44 m Power gaya x 2 x stroke x kecepatan gaya

Power / (2 x Stroke x speed) 7,8 . 10 / (2 x 2,44 x 0,25) Nominal stress pada

connecting rod = F/A = 6,4 . 10 / 0,04 = 1,6 MN/m².

Kegagalan karena “Fast fracture”

Utk besi cor, Kc = 18 MN/ m³ Pertama, apakah rod tersebut akan gagal karena

fast fracture ? Intensitas tegangannya adalah : K= σ π.a = 1,6 π.0,02 MN/ m³ = 0,4

MN/ m³ Nilai ini sangat kecil dibandingkan Kc, karena itu tdk ada resiko fast fracture,

bahkan pada beban maksimal.

Kegagalan karena Fatik

Pertumbuhan retak Fatik dirumuskan: da / dN = A( K) …. (1) Utk besi

cor: A = 4,3 10 (MN/ m³) = 4 Dari rumus sebelumnya : K = σ π.a

dimana σ = range dari teg. (pada gambar).

Walaupun σ konstan (pada power dan kec. konstan) K meningkat selagi kec.

Bertambah Substitusi kepersamaan (1): da / dN = A σ ² a² dN = {1 / (A

σ ²)} . da / a² Integrasi memberikan jml putaran agar keretakan bertambah dari a1

ke a, maka : N = [1 / {(4.3/10 ) . (3,2) . ²} ] . [ (1/0,02) – (1/0,03) ] = 3,7 . 10² . 10³

putaran.

Page 32: Bab 4 Sifat Material 4

Meterial Teknik

Bab 4 – Sifat Material 81

Ini berarti: cukup bagi mesin utkbekerja selama 8 jam utk pameran tiap akhir

pekan dalm setahun. Keretakan sedalam 3cm masih terlalu jauh dari keadaan kritis, dgn

demikian mesin tetap akan aman setelah 3,7 . 10² . 10³ putaran.

Pengujian Feros dan Non Feros

Jumlah putaran (yang dapat ditahan logam sebelum patah) yang meningkat

seiring dengan tegangan yang menurun.

Gambar 4.34 Kurva S – N ( A. Logam besi B. Logan bukan besi )

Perbedaan utama berdasarkan gambar tersebut adalah :

Pada Feros seperti baja dan besi , kurva S – N menjadi horizontal pada batas

tegangan tertentu . Di bawah batas tegangan ini, yang biasa disebut fatigue limit atau

endurance limit, material logam ini dapat bertahan (tidak akan mengalami gagal fatik)

untuk jumlah putaran yang tak terbatas.

Sedangkan untuk logam non feros , seperti aluminium , magnesium dan tembaga

, mempunyai kurva S – N yang menurun seiring dengan bertambahnya jumlah

putaran. Material ini tidak memiliki nilai fatik limit yang pasti karena memang kurva

S – N nya yang tidak pernah horizontal.

Nilai Fatik Limit :

Peningkatan dan metodenya

Shot peening

Mengubah struktur austenit menjadi martensit

Page 33: Bab 4 Sifat Material 4

Meterial Teknik

Bab 4 – Sifat Material 82

Menghasilkan pengerasan dan tegangan tekan

Hingga dapat meningkatkan ketahanan aus dan kekuatan fatik.

Surface rolling

Gambar 4.35 Pengaruh surface rolling terhadap kekuatan fatik dari v-notched ferriticand pearlitic

ductiliron.

Klasifikasi Mesin Uji Fatik

1. Axial (Direct-Stress)

Mesin uji fatik ini memberikan tegangan ataupun regangan yang uniform

kepenampangnya. Untuk penampang yang sama mesin penguji ini harus dapat

memberikan beban yang lebih besar dibandingkan mesin lentur statik dengan maksud

untuk mendapatkan tegangan yang sama.

2. Bending Fatique Machines

Cantilever Beam Machines Dimana specimen memiliki bagian yang mengecil baik pada lebar, tebal maupun

diameternya, yang mengakibatkan bagian daerah yang diuji memiliki tegangan

seragam hanya dengan pembebanan yang rendah dibandingkan lenturan fatik yang

seragam dengan ukuran bagian yang sama. Rotating Beam Machines

Page 34: Bab 4 Sifat Material 4

Meterial Teknik

Bab 4 – Sifat Material 83

Gambar 4.36 RR. Moore-Type Machines dapat beroperasi sampai 10.000 rpm

Gambar 4.38 diatas RR. Moore-Type Machines dapat beroperasi sampai 10.000

rpm. Dalam seluruh pengujian tipe-lenturan, hanay material yang didekat permukaan

yang mendapat teganagn maks ; karena itu, pada specimen yang berdiameter kecil

volume material yang diuji.

3. Torsional Fatik Testing Machines

Sama dengan mesin tipe Axial hanya saja menggunakan penjepit yang sesuai jika

puntiran maks. yang dibutuhkan itu kecil.

Gambar dibawah ini adalah “Mesin Uji Fatik akibat Torsi” yang dirancang khusus.

Gambar 4.37 Torsional Fatik Testing Machines

Page 35: Bab 4 Sifat Material 4

Meterial Teknik

Bab 4 – Sifat Material 84

4. Special-Purpose Fatique Testing Machines

Dirancang khusus untuk tujuan tertentu. Kadang-kadang merupakan modifikasi

dari mesin penguji fatik yang suda ada. Penguji kawat adalah modifikasi dari “Rotating

Beam Machines”.

5. Multiaxial Fatique Testing Machines

Dirancang untuk pembebanan atau lebih dengan maksud untuk menentukan sipat

logam dibawah tegangan biaxial/triaxial.

Specimen Untuk Uji Fatik

Memiliki 3 daerah :

Bagian yang diuji (ditengah)

dan 2 bagian pegangan (dike-

2 ujungnya). Ujung pegangan

dirancang untuk

memindahkan beban dari

mesin penguji kebagian

tengahnya. Bagian transisi

dari pegangan ke bagian

tengah dirancang dengan

radius yang besar dengan

maksud menghilangkan

konsentrasi tegangan.

Jenis-jenis specimen yang

digunakan tergantung pada

mesin penguji fatik yang

digunakan untuk tujuan dari

uji coba fatik tersebut:

4.1.5 Kekuatan Tarik

Pada percobaan ini menghasilkan angka-angka bahan terpenting kekuatan,

kesudian regang dan kekenyalan.

Page 36: Bab 4 Sifat Material 4

Meterial Teknik

Bab 4 – Sifat Material 85

Dari bahan yang diuji dibuat sebuah batang coba dengan ukuran yang

distandarisasikan, dieretkan pada sebuah mesin renggut dan dibebani gaya tarik yang

dinaikkan secara perlahan-lahan sampai ia putus. Selama percobaan diukur terus

menerus beban dan regangan batang coba dan kedua besaran ini ditampilkan dalam

sebuah gambar unjuk (diagram). Skala tegangan menunjukkan tegangan dalam

daN/mm2 dengan berpatokan pada penampang batang semula, sedangkan skala

mendatar menyatakan regangan (perpanjangan)yang bersangkutan dalam prosentasi

panjang awalnya.

daN/mm2

40

B Batas pecah B

Z

30

20 S Batas rentang s

E

10 P B

E p s Regangan Pecah = 20%

0

10 15 20 %

Regangan dalam %

Gambar 4.38 Grafik tegangan-regangan pada pengujian tarik

Teka

nan

dala

m d

aN/m

m2

Page 37: Bab 4 Sifat Material 4

Meterial Teknik

Bab 4 – Sifat Material 86

Gambar 4.45 Alat Uji Tarik

Pertama-tama lengkumgan memperlihatkan garis lurus miring, ini berarti

bahwa tegangan dan regangan naik sebanding (proposional). Pada batas

proporsionalitas (batas kesebandingan),yaitu pada ujung atas garis lurus, maka

berdaulat tegangan p. jika beban terus ditingkatkan, maka akan dicapai batas

elastisitas (batas kekenyalan)dengan teganagan E.

Jika pada saat ini batang diulepaskan dari tegangan maka akan memegas

kembali secara kenyal ke kedudukan awalnya(kedudukan semula Lo) tanpa

meninggalkan bentuk yang berarti. Regangan yang menetap disini hanya boleh

sampai setinggi-tingginya 0,01%.

Jika beban dinaikkan melampaui batas kekenyalan, maka regangan membesar

relatiflebihpesat dan lengkungan segera menunjukkan sebuah tekukan yang akan

tampil semakin jelas,semakin ulet bahan itu. Tegangan s dalam tahap percobaan ini

dinamakan batas rentang atau batas leleh. Ia merupakan angka ciri bahan yang

penting, karena disisni bahan untuk pertama kalinya mengalami pelonggaran

menetap pada stukturnya yang dapat dikenal melalui munculnya wujud-wujud leleh

pada permukaan batang. Di dalam kasus yang tidak jelas, maka batas rentang s

ditetapkan sebagai tegangan yang menimbulkan regangan sebesar 0,2%.

Pada pembebanan yang ditingkatkan lebih lanjut, maka tegangan akan

mencatat titik puncaknya seraya melajunya regangan batang. Bahan telah mencapai

pembebanan tertinggi yang mungkin, dan batang kini menyusut pada kedudukannya

yang nantinya merupakan tempat perpecahan. Ia dapat lagi menahan beban tertinggi

Page 38: Bab 4 Sifat Material 4

Meterial Teknik

Bab 4 – Sifat Material 87

dan terus meregang walaupun beban menukik, sampai ia putus pada batas

perenggutan (titik z).

Tegangan tertinggi B dalam daN/mm2 atau daN/cm2 yang berpatokan pada

penampang batang semula, menghasilkan kekuatan tarik bahan. Regangan

memanjang batang sampai saat perenggutan (titik z) disebut regangan pecah dan

diungkapkan dalam persentase (%) dari panjang semula Lo. Suatu bahan ulet

menghasilkan regangan perpecahan yang besar.

Kekuatan tarik maksimum (ultimite tensile strength) adalah beban maksimum

dibagi luas penampang lintang benda uji.

Su = Lo

Pmaks

Pada pengujian tarik, pengukuran dilaksanakan berdasarkan tegangan yang

diperlukan untuk menarik benda uji dengan penambahan tegangan konstan. Bila

suatu logam dibebani dengan beban tarik, maka akan mengalami deformasi.

Deformasi adalah perubahan ukuran atau bentuk karena pengaruh beban yang

dikenakan kepadanya. Deformasi ini dapat terjadi secara elastis atau plastis.

A. Regangan

Regangan adalah perpanjangan dibagi dengan panjang benda semula.

0

0

0 LLL

LL −=∆=ε

Dimana : ε = Regangan L = Panjang akhir

∆L = Perpanjangan L0 = Panjang awal

Dari hukum Hooke diperoleh :

0

0

..ALP

=∆

Dimana: ∆L = Perpanjangan

P = Gaya

L0 = Panjang awal

Σ = Modulus Elastisitas

Dan jika dikaitkan dengan tegangan menjadi :

Page 39: Bab 4 Sifat Material 4

Meterial Teknik

Bab 4 – Sifat Material 88

EL

L τ=∆

0

ini berarti : Eτε =

B. Batas Elastisitas

Batas ini sulit ditentukan dalam percobaan. Batas keseimbangan keadaan

juga digunakan untuk batas elastisitas karena jaraknya sangat dekat sekali (untuk

bahan tertentu). Biasanya dalam tegangan-regangan di bawah elastisitas terdapat

batas proposional. Ada juga yang mengasumsikan batas proposional sama dengan

batas elastisitas. Batas elastisitas adalah batas dimana batas tegangan , bahan

tidak kembali lagi ke bentuk semula setelah tegangan dihilangkan, akan tetapi

benda akan mengalami deformasi tetap yang disebut permanent.

C. Modulus Young

Dalam menentukan hubungan tegangan dan regangan, penampang batas

harus diketahui. Dengan demikian tegangan yang bekerja dapat ditentukan.

D. Yield Point (Batas Linier)

Jika benda yang bekerja pada batang uji diteruskan sampai di luar batas

elastisitas akan terjadi secara tiba-tiba, perpanjangan permanen dari suatu bahan

uji ini disebut Yield Point. Di mana tegangan meningkat sekalipun tidak ada

peningkatan tegangan, tentu saja beban sebenarnya ketika terjadi mulur. Tetapi

gejala mulur memang terjadi pada baja.

E. Yield Strength

Untuk beberapa logam non-ferro dan baja, yield point sukar diteliti. Oleh

karena itu, kekuatan mulurnya biasanya ditetapkan dengan metode pergeseran.

Metode ini berupa penarikan garis sejajar ke garis singgung awal kurva tegangan-

regangan. Garis ini dimulai dari pergeseran sembarang besarnya 0,2 %.

F. Pengecilan Penampang

Pengecilan penampang terjadi di antara kekuatan maksimal dan kekuatan

patah. Untuk baja, struktur kekuatan patah lebih besar dari kekuatan maksimal.

Karena patah bahan meregang dengansangat cepat dan secara simultan bertambah

kecil sehingga beban patah sebenarnya terdistribusikan sepanjang luas terkecil.

Page 40: Bab 4 Sifat Material 4

Meterial Teknik

Bab 4 – Sifat Material 89

%100xawalPenampang

patahpenampangawalPenampangKontraksi −=

G. Keuletan

Adalah besarnya tegangan plastis sampai perpatahan dan dapat dinyatakan

dalam prosentase perpanjangan dan tidak berdimensi.

00

01

LL

LLL ∆=

Apabila bahan uji dibebani, maka akan mengalami deformasi. Selama

deformasi, beban akan menyerap energi akibat gaya yang bekerja sepanjang

jarak deformasi.

H. Regangan Patah

Adalah sifat bahan yang akan diukur pada batang yang ditarik hingga

patah, dinyatakan dengan :

%1000

01 xL

LLA

−=

Dimana: L0 = Panjang benda mula-mula

L1 = Panjang benda setelah putus

Uji tarik dimaksudkan untuk mengetahui :

- kekuatan maksimum logam : σ mak ( kg/mm2 atau N/mm2 ) terhadap beban

yang bekerja pada logam tersebut.

- Regangan (%) yang dicapai dari logam sewaktu mendapat beban dari luar.

- Ketangguhan logam, dinilai dari σ dan ε

Suatu pengujian logam/material yang ditarik sampai putus dengan maksud untuk

mengetahui kekuatan logam/bahan terhadap beban tarik

Batang uji tarik yang biasa dipakai merupakan sebuah batang yang bundar,

dengan ujung-ujung tebal untuk pemasangan pada mesin tarik. Ditengah –tegah

batangnya (bagian yang lebih kecil) terdapat bagian pengukuran yang sebenarnya,

dimana panjang pengukurannya dinyatakan dengan dua tanda pengenal. Panjang lo

dari daerah ukur ini memepunyai perbandingan tertentu dengan diameter do dari

batang itu. Yang banyak dipakai ialah perbandingan o

o

dl

= 10 atau 5; maka kita

berbicara tentang batang uji tarik dp10 dan dp5 (jadi ini selalu batang-batang uji tarik

Page 41: Bab 4 Sifat Material 4

Meterial Teknik

Bab 4 – Sifat Material 90

bundar), lihat gambar 4.4. ini adalah perbandingan tetap yang paling banyak dipakai,

tetapi ada juga yang lain-lainnya. Batang yang memenuhi syarat perbandingan tetap,

kita sebut batang-batang uji tarik proporsional.

Gambar 4.40 Bentuk Batang Uji Tarik

Keterangan: Bila batang uji tarik itu tidak bundar, harus juga dibuat suatu angka

regangan yang dapat dibandingkan. Diemikian bila pebandingan panjang dengan

penampang dibuat konstan (tetap). Untuk batang bujur sangkar dan/ atau persegi

panjang maka untuk batang dp10:lo = 11,3 oA

Dan untuk batang dp 5:lo = 5,65 oA

Dimana Ao merupakan penampang asal.

4.1.6 Creep

Material teknik adalah semua jenis material yang perlu diproses utuk

mengubah bentuk dan potensinya menjadi suatu produk yang dapat digunakan dalam

teknik keperluan kehidupan orang dan masyarakat (1). Salah satu jenis produk

material teknik digunakan sebagai pipa ketel uap merupakan suatu alat yang dapat

menghasilkan tenaga listrik dengan mengubaha energi panas dalam bentuk gas atau

uap menjadi energi listrik. Komponen utama yang digunakan merupakan satu

kesatuan yang terdiri dari unit ketel uap, turbin dan generator listrik (rotor dan

Page 42: Bab 4 Sifat Material 4

Meterial Teknik

Bab 4 – Sifat Material 91

stator). Ketel uap digunakan untk menghasilkan uap yang akan dipakai untuk

memutar turbin, dan putaran ini diteruskan ke generator melalui rotor, sehingga

menghasilkan tenaga listrik (2). Jadi nampak bahwa ketel uap merupakan salah satu

alat yang sangat vital untuk menghasilkan tenaga listrik. Hingga saat ini pembangkit

listrik tenaga uap yang ada di Indonesia rata-rata beroperasi di atas 10 tahun

lamanya, sehingga membutuhkan evaluasi sisa umur. Pada unit ketel uap terdapat

beberapa komponen yang tersusun menjadi satu kesatuan dalam bentuk pipa, mulai

steam drum, ruang bakar (furnace/burner), superheater dan economezer. Pipa yang

ada pada ketel uap merupakan komponen yang sangat vital, karena piapa tersebut

digunakan sebagai wadah untuk mengalirkan uap atau cairan keseluruh sistem yang

ada dengan suhu operasi berkisaar antara Co250 hingga , hal ini sangat tergantung

pada jenis material teknik yang digunakan. Pipa ketel uap yang digunakan pada

pembangkit listrik tenaga uap umumnya dirancang sedemikian rupa sehingga

umurnya diharapkan mencapai 300.000 jam operasi atau sekitar 34 tahun (3,4,7).Semua pipa ketel uap dioperasikan pada suhu tinggi dan tentunya harus dalam

kondisi yang aman. Untuk menciptakan suatu keamanan dalam pengoperasian

pembangkit listrik, harus dilakukan inspeksi seoptimal mungkin dan berdasarkan

pedoman atau batasan-batasan pengoperasian yang telah dibuat atau didisain oleh

produsen pembangkit tenaga listrik tersebut. Pipa ketel uap ini bila terinspeksi

dengan baik, maka kerusakan yang terjadi dapat diketahui sedini mungkin, dan

dengan mudah pipa tersebut dapat diganti sesuai ukuran dan spesifikasi teknisnya.

Pipa ketel uap yang beroperasi pada suhu tinggi dalam jangka waktu yang lama dan

akibat adanya faktor lingkungan korosif serta tekanan atau teganagn statis maupun

dinamis, dapat menyebabkan kerusakan. Jenis-jenis kerusakan tersebut adalah

kerusakan akibat creep, thermal fatigue, penipisan ketebalan akibat korosi, korosi

retak tegang, korosi erosi, korosi kapitasi, oksidasi , decarburisasi, karburisasi,

spherodisasi, dan lain-lain(5).

Pengkajian Sisa Umur dengan Uji Merusak

Pipa pada ketel uap beroperasi pada suhu tinggi dalam kurun waktu yang cukup

lama dan sering meledak dan rusak tanpa diketahui dahulu penyebabnya. Ila telah terjasi

ledakan atau kerusakan pada salah satu pipa, maka teknik pengkajian sisa umur dengan

Page 43: Bab 4 Sifat Material 4

Meterial Teknik

Bab 4 – Sifat Material 92

cara merusak dapat dilakuan. Kerusakan akibat suhutinggi dalam kurunwaktu yang cukup

lama, tanpa adanya kesalahan pengoperasian, biasanya terjadi akibat pengaruh creep atau

mulur(5). Pipa terdeformassi secara kontinu dan perlahan-lahan dalam kurun waktu yang

lama, apanila dibebani secara tetap. Laju regangan creep tergantung pada waktu dan suhu

serta pembebanan yang konstan. Prosesn kerusakan akibat creepjuga dapat terjadi pada

suhu rendah, akan tetapi yang sangat menyolok terjadi pada suhu tinggi atau mendekati

suhu cair suatu material. Proses kerusakan creep pada material biasanya terjadi pada suhu

tinggi yang berada pada 0.4 sampai 0.5 kali titik cair dalam derajat kerlvin atau biasanya

dinyatakan 0.4 ÷ 0.5 TM dan terjadi akibat adanya peregangan butiran atau struktur pada

suhu tinggi dalam waktu yang lama pada kondisi pembebanan konstan.

Ketika menyeleksi material untuk penggunaan pada temperatur tinggi,

banyak faktor yang harus dipertimbangkan. Diantaranya adalah biaya, seperti

komponen manufaktur, density dari material ketika pengurangan berat diperlukan

untuk aplikasi aerospace, ketahanan terhadap lingkungan dibawah kondisi normal

dan kemampuan untuk menahan distorsi atau kerusakan selama pemakaian.

Kekuatan material pada suhu tinggi akan menurun karena mobilitas atom

bertambah dengan cepat apabila suhu naik, maka dapat dipahami bahwa proses yang

dikontrol oleh difusi mempunyai pengaruh yang sangat berarti pada sifat mekanik

suhu tinggi. Suhu tinggi juga mengakibatkan mobilitas dislokasi yang lebih besar,

melalui mekanisme panjat (climb). Konsentrasi kekosongan atom dalam keadaan

seimbang juga bertambah besar jika suhu naik, selain itu dengan naiknya suhu akan

memungkinkan terjadinya deformasi pada batas butir.

Suatu karakteristik penting dari kekuatan material pada suhu tinggi adalah

keharusan untuk menyatakan kekuatan tersebut terhadap skala waktu tertentu. Untuk

keperluan praktis, dianggap bahwa sifat-sifat tarik sebagian besar logam teknik pada

suhu kamar tidak tergantung pada waktu. Akan tetapi pada suhu tinggi, kekuatan

bahan sangat tergantung pada laju perubahan regangan dan waktu keberadaan pada

suhu tinggi tersebut. Sejumlah logam pada keadaan demikian mempunyai perilaku

seperti bahan-bahan viskoelastis. Logam yang diberi beban tarik tetap pada suhu

tinggi akan mulur (creep) dan mengalami pertambahan yang tergantung pada waktu.

Untuk membuktikan kurva mulur rekayasa suatu logam, maka benda tarik

dikenakan beban tetap sedangkan suhu benda uji , regangan (perpanjangan) yang

Page 44: Bab 4 Sifat Material 4

Meterial Teknik

Bab 4 – Sifat Material 93

terjadi ditentukan sebagai fungsi waktu. Walaupun prinsip pengukuran ketahanan

mulur sangat sederhana, tetapi pada kenyataanya pengukuran tersebut memerlukan

peralatan laboratorim yang banyak. Kurva pada gambar 1.2 merupakan bentuk kurva

mulur ideal. Kemiringan pada kurva (dε/dt) tersebut dinyatakan sebagai laju mulur.

Mula-mula benda uji mengalami perpanjangan yang sangat cepat (ε0), kemudian laju

mulur akan turun terhadap waktu hingga mencapai keadaan makin seimbang, dimana

laju mulurnya mengalami perubaan yang kecil terhadap waktu. Pada tahap akhir,

laju mulur bertambah besar secara cepat hingga terjadi patah. Oleh karena itu,

merupakan hal yang wajar bahwa pembahasan kurva mulur ditinjau berdasarkan

ketiga tahapan tersebut, yang sangat tergantung pada suhu dan tegangan yang

digunakan.

Terlihat pada gambar kurva, creep dapat dibagi menjadi tiga tahap. Tahap

pertama disebut sebagai primary creep, yaitu tahap dimana benda uji mengalami

peningkatan regangan plastis dengan menurunnya laju regangan terhadap waktu. Hal

ini terjadi karena adanya pembebanan awal. Laju creep akan berkurang pada akhir

tahap ini karena terjadi penyusunan ulang cacat kristal dan merupakan awal dari

tahap kedua. Tahap kedua creep atau secondary creep pada dasarnya adalah kondisi

kesetimbangan antara mekanisme work hardening dan recovery. Benda uji tetap

berada dibawah pembebanan dan tetap bertambah panjang, namun tidak secepat

tahap pertama. Tahap ini bergantung pada temperatur dan tingkat pembebanan pada

benda uji. Semakin besar beban dan semakin tinggi temperatur, pertambahan panjang

dari benda uji akan semakin besar. Tahap akhir dari creep atau tertiary creep adalah

pertambahan panjang benda uji secara cepat menuju perpatahan. Tahap ini

merupakan hasil dari perubahan metalurgis dalam logam seperti pengkasaran partikel

endapan, rekristalisasi atau perubahan difusi yang memungkinkan peningkatan

deformasi secara cepat. Dalam tertiary creep terjadi pengurangsn luas penampang

akibat adanya necking yang mengakibatkan bertambahnya tegangan dalam beban

yang konstan, sehingga menambah peningkatan deformasi.

Pada kondisi creep, patah akan terjadi bila creep strain telah mengakibatkan

regangan mencapai ε1 (strain pada saat putus). Karena creep rate akan meningkat

dengan naiknya tegangan dan/atau temperatur, maka umur hidup atau masa kerja

Page 45: Bab 4 Sifat Material 4

Meterial Teknik

Bab 4 – Sifat Material 94

sampai patah akan menurun bila tegangan dan/atau temperatur dinaikan, seperti

terlihat pada gambar dibawah ini.

Gambar 4.41 Kurva creep, perubahan regangan terhadap waktu

Metode Evaluasi Sisa Umur

Obyek penelitian adalah salah satu pipa secondary superheate yang terdapat

pada unit pembangkit listrik tenaga uap yang telah beroperasi lama, berumur kurang

leih 15 tahun. Berdasarkan data yang ada pada unit pembangkit listrik tenaga uap

tersebut desain operasinya adalah sebagai berikut ; bahan pipa SA 213 T22, suhu

disain 595 Co , tekanan 5 kg/cm2, diameter luar pipa 57,15 mm, tebal pipa 8,052 mm,

jumlah start/stop ketel uap 22 dan pipa dialiri oleh uap kering.

Metode penelitian yang dilakuakan untuk mengevaluasi sisa umur adalah

dengan teknik uji merusak, hal ini dengan memotong pipa sepanjang 100 cm sebagai

sample uji dan berjarak minimal 100 cmdari lokasi tempar terjadinya kebocoran,

kemudian dibuat benda uji yang sesuai dengan standart mesin uji creep (gambar 2)

dengan jumlah minimal 10 pcs dan pengambilan data yang dibutuhkan adalah suhu,

dan beban pengujian. Sebelum pembebanan dilakukan, benda uji harus dipanaskan

hingga mencapai suhu konstan selama 24 jam (sesuai standart ASTM E139-70),

kurva yang dihasilkan dari pengujian ini adalah kura regangan (ε ) vs waktu

pengujian(t).

Page 46: Bab 4 Sifat Material 4

Meterial Teknik

Bab 4 – Sifat Material 95

Gambar 4.42 Alat Uji Creep

Dari hasil pengujian creep, selanjutnya digunakan untuk menghitung sisa

umur pipa yang masih terpasang pada pada ketel uap, karena sebenarnya pipa yang

diuji pada awalnya bersamaan dipasang dengan pipa yang belum dipotong atau

meledak, hanya saja karena faktor pemanasan yang tidak merata atau proses

pengoperasian ketel uap yang kurang sempurnadan seringnya terjadi start-stop

mengakibatkan salah satu atau beberapa dari pipa meledak/bocor sebelum mencapai

umur disain dari pipa tersebut.

Untuk memprediksi sisa umur pipa, salah satu cara yang terbaik atau yang

sering digunakan adalah dengan menggunakan persamaan “Larson-Miller Parametr

(LMP)”. Dari persamaan ini dapat dengan mudah menghitung sisa umur pakai pipa,

melalui kurva mster LMP vs σlog (tegangan). Khusus untuk baja feritik, bentuk

persamaannya adalah:

310)log20)(273( −++= τtCTLMP o

Persamaan Larson-Miller parameter dikembangkan berdasarkan penjabaran

lebih lanjut dari persamaan laju tipe Arthenius(4,5), yang menyatkan bahwa creep

merupakan proses aktivasi tunggal yang terjadi pada suhu antara 0.4 ÷ 0.5 TM, yaitu :

RTQ

S Ae−

Page 47: Bab 4 Sifat Material 4

Meterial Teknik

Bab 4 – Sifat Material 96

Soal-soal Latihan

1. Uraikan apa yang dimaksud dengan sifat mekanik, fisik dan kimia material!

2. Mengapa sifat material harus diketahui oleh seorang perancang?

3. Uraikan Pengertian. dan cara/metode pemhujian kekerasan kekerasan!

4. Uraikan Pengertian. dan cara/metode pemhujian ketangguhan (impak)!

5. Uraikan Pengertian. dan cara/metode pemhujian Keausan (wear)!

6. Untuk mengetahui ketahanan material terhadap pembebanan siklus, maka saudara

harus mengetahui sifat fatik dari material. Uraikan pengertian sifat fatik dan cara

pengujiannya!

7. Uraikan Pengertian dan cara/metode pemhujian Creep!

8. Apa yang dimaksud dengan kekuatan tarik material?

9. Jika saudara mendapatkan material tanpa diketahui sifatnya, bagaimana cara

menguji material tersebut?

Daftar Pustaka 1. Mangonon. P.L, 1999 .’ The Principles of materials Selection for Engineering

Design’, Printice-Hall International,Inc. Hal- 29 -81.

2. Smallman R.E. dan R.J. Bishop,1999. “ Metalurgi Fisik Moderen dan Rekayasa

Material’ Erlangga. Jakarta.

3. Smith William F.,1999, Principles of Material Science and Enginering, Mc -Granhill

Book Company, New York

4. Surdia Tata.,1989 Pengetahuan Bahan Teknik, PT. Pradian Paramita, Jakarta