bab 3 pengembangan sistem monitoring psp yang · pdf filejuknis enumersi tsp/psp (pusat...

18
39 Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen di Provinsi Sulawesi Utara Pengembangan Sistem Monitoring PSP yang Terintegrasi dan Partisipatif di Provinsi BAB 3

Upload: lamkhanh

Post on 06-Mar-2018

250 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

39Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen

di Provinsi Sulawesi Utara

Pengembangan Sistem Monitoring PSP yang

Terintegrasi dan Partisipatif di Provinsi

BAB 3

41Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen

di Provinsi Sulawesi Utara

3.1 Integrasi National Forest Inventory (NFI) ke dalam Sistem Monitoring Karbon Hutan yang Akan Dibangun di Daerah

Oleh: Dr. Ernawati, M.Sc – Direktorat IPSDH, Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan

3.1.1 Inventarisasi hutan klaster TSP/PSP 1992-2014

TSP dan PSP bukan merupakan barang baru di Kemenhut, sejak tahun 1985 pada saat itu telah dibangun 2376 TSP/PSP. Jarak antar plot inventarisasi hutan nasional adalah 20 km x 20 km.

Gambar 17. Peta Sebaran Klaster TSP/PSP

Dalam proses Data TSP/PSP perlu dilakukan validasi dan verifikasi data. Validasi dan verifikasi data dilakukan pada tahun 2012 dan 2013.Dari pengukuran PSP dapat ditentukan Jatah Produksi Tebangan (JPT) dari masing-masing HPH.Kemudian pada tahun 2005 JPT di Drop Out menjadi IHMB yang berada di Direktorat Jenderal

42 Pengembangan Sistem Monitoring PSP yang Terintegrasi dan Partisipatif di Provinsi

Bina Usaha Kehutanan (Dirjen BUK). Ditjen IPSDH kembali pada NFI yang membagi kawasan hutan menjadi 20x20 km.

Pengukuran terestrial (TSP/PSP)

Analysa data

Validasi data

Verifikasi data

Checking:1. Format data2. Informasi klaster

Cross check:1. Kebenaran data sesuai

dengan referensi lainnya;2. Kebenaran data dng

penggunaan lainnya (citra, landsat, alos, dll)

Perolehan data:1. Data potensi hutan2. Data biomassa hutan;3. Data karbon stok hutan;4. Data ekosistem; dll

Gambar 18. Proses PengukuranPSP dan TSP saat ini

Peta lokasi dan Peta penutupan lahan

Peta kerja (termasuk mencapai lokasi)

Cek lokasi klaster di atas peta (peta induk

Klaster)

Cek teknik pengambilan sample

(sistematik, jalur, stratifikasi)

Cek Jenis dan diameter kayu yang

diukur

Cek Nilai potensi kayu

Cek hasil inventarisasi hutan

Cek jumlah klaster/plot yang

diukur bandingkan dengan luasan

Cek pengukuran di lapangan (sesuai??)

Cek pembagian petak (sesuai dengan

methode klaster?

Cek pengukuran kayu di bawah diameter 20

cm

Cek informasi lainnya (tanah, iklim, topografi dll)

yer 20

nnya

Teknik inventarisasi

hutan

Gambar 19. Langkah Verifikasi dan Validasi Hasil Inventarisasi Hutan

43Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen

di Provinsi Sulawesi Utara

Jumlah PSP dan TSP di Kawasan Indonesia yang berada dibawah pengawasan BPKH Wilayah I sampai dengan Wilayah XVII pada tahun 2011 sebanyak 277 plot, pada tahun 2012 sebanyak 625 plot dan pada tahun 2013 sebanyak 619 plot. Pada tahun 2014 jangkauan akan diperluas hingga BPKH Wilayah XXII dengan jumlah 599 plot TSP/PSP. Untuk wilayah Sulawesi Utara berada dalam pengawasan BPKH wilayah VI Manado yang jumlahnya pada tahun 2011 sebanyak 23 plot, pada tahun 2012 sebanyak 59 plot, pada tahun 2013 sebanyak 26 plot dan pada tahun 2014 direncanakan sebanyak 25 plot.

Inventarisasi terdiri dari enumerasi dan re-enumerasi. Enumerasi dilakukan pada areal tidak atau belum pernah diukur, sedangkan re-inumerasi merupakan pengukuran ulang.

Inventarisasi nasionaldilakukan secara terestris atau langsung datang ke lapangan dan dipadukan dengan citra satelit sebagai upaya untuk cross check.

INPUT: PETA SPASIAL + DATA ATRIBUT

- BATAS ADMINISTRASI - LAND COVER - BATAS HPH - GRID TSP/PSP

OUTPUT: - PETA TEMATIK - INFORMASI SUMBER DAYA HUTAN - HASIL ANALISIS LAIN

GIS

DIAS FDS

AUXILIARY DATA PENUTUPAN LAHAN/ PENGGUNAAN LAHAN

VOLUME TEGAKAN & HUBUNGAN

DENGAN STRATIFIKASI

DATA UNTUK UJI COBA

OUTPUT : - HARD COPY INDERAJA - MOSAIK INDERAJA

INPUT : - DATA INDERAJA (DIGITAL) - DATA UNTUK UJI COBA

INPUT : - MASTER FILE DATA

LAPANGAN

OUTPUT : - STATISTIK SUMBER

DAYA HUTAN

DAFTAR GRID KLASTER + STRATA

Program Pengolahan Data TSP/PSP

Kedepannya Direktorat Jenderal Planologi Kementerian Kehutanan akan membangun portal data dengan tujuan untuk mengetahui sejauh mana data dapat diakses oleh publik.

44 Pengembangan Sistem Monitoring PSP yang Terintegrasi dan Partisipatif di Provinsi

Nasional(Dit IPSDH)

Tingkat BPKH

Melaksanakan analysa potensi tegakan, biomassa, carbon dan ekosistem

tingkat nasional

1. Melaksanakan IH2. Melaksanakan entry data3. Melaksanakan analysa potensi

tegakan,bimassa, ekosistem, carbon provinsi

USERS

PORTAL D

ATA

Gambar 20. Gambar Langkah ke depan yang akan dilakukan Ditjen IPSDH

PersiapandanPengumpulan Data

Hasil Inventarisasi Tegakan

Citra

Perhitungan VolumedanBiomassa Pengkonversian Nilai Dijital

Dimensi Tegakan dan Nilai Biomassa

Nilai backscatter/reflektansi

Overlay Data

Analisis Statistik dan Penyusunan Model Pendugaan Potensi dan Biomassa

Model Terbaik

Perhitungan Overall Accuracy danKappa Accuracy

Pembuatan Peta Sebaran potensi dan

BiomassaSelesai

Gambar 21. Gambar TahapanPelaksanaan Pembuatan Peta Potensi dan Peta Biomassa

Neraca Sumberdaya Hutan merupakan gabungan antara Manajemen hutan yang baik dengan Regulasi dan Pemikiran Pro Lestari yang akan membentuk Manajemen

45Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen

di Provinsi Sulawesi Utara

Hutan Lestari. Manajemen Hutan yang baik dapat dilihat dari pemantapan kawasan, manajemen pengelolaan dan metode silvikultur yang digunakan. Untuk regulasi dan pemikiran pro lestari dapat lakukan dengan mendukung program REDD+, Penurunan Emisi GRK, Moratorium Hutan, Jasa Lingkungan dan Upaya minimalisasi degradasi dan deforestasi.

Dalam rangka mendukung REDD++ diperlukan kelengkapan yang menunjang, diantaranya Sistem Distribusi Manfaat (BDS), sistemMonitoring Reporting and Verification (MRV), Penentuan Reference Emission Level (REL), peningkatan Safeguards, penguatan Institution dan Policy.

3.2 Potensi Penyelarasan INCAS Dan NFMS Serta Perannya Terhadap Sistem Monitoring Pelaporan Emisi Di Tingkat Provinsi

Oleh: Dr. Haruni Krisnawati, FORDA

INCAS merupakan singkatan dari Indonesian National Carbon Accounting System. Sistem ini merupakan sistem perhitungan karbon yang didisain untuk Mengukur (Measured (M)) emisi dari lahan hutan di Indonesia pada skala nasional (wall-to-wall coverage) secaraperiodik (annual basis) Sistem ini pertama kali didesain tahun 2009-2010 yang merupakan kerjasama antara Indonesia – Australia.

Tergantung pada tujuannya, hasil pengukuran/penghitungan emisi ini dapat dilaporkan (Reported (R)) untuk keperluan Nasional/domestik yang mendukung kebijakan pemerintah, implementasi dan target mitigasi, untuk keperluan internasional dapat dijadikan sebagai dasar pelaporan ke UNFCCC, REDD+, pasar karbon maupun komitmen penurunan emisi. Hasil pelaporan tingkat emisi selanjutnya dapat diverifikasi (Verified (V)) seberapa besar kredibilitasnya.

INCAS mengembangkan perhitungan karbon nasional dengan memonitor perubahan luas hutan dan perubahan stok karbon hutan (dari perubahan penggunaan lahan dan aktifitas manajemen). INCAS dikembangkan mengikuti panduan praktis internasional untuk perhitungan karbon dari sector berbasis lahan dan dengan fleksibilitas yang cukup untuk memenuhi persyaratan berbagai pelaporan emisi tahunan Indonesia.

Net emisi merupakan perkalian antara faktor emisi dengan data aktivitas. Data aktifitas diperoleh melalui sistem satelit monitoring lahan sedangkan untuk faktor emisi dapat diperoleh dari hasil inventory/ field measurement.

46 Pengembangan Sistem Monitoring PSP yang Terintegrasi dan Partisipatif di Provinsi

INCAS didisain berdasarkan pada empat modul informasi utama (A, B, C, D), dan satu modul (E) yang mengintegrasikan semua data untuk mengkuantifikasi emisi. Modul tersebut diantaranya:1. Klasifikasi biomasa2. Analisis perubahan tutupan lahan.3. Klasifikasi tingkat gangguan hutan 4. Pendugaan stok karbonData utama untuk analisis berasal dari :1. Data remote sensing/citra satelit2. Data inventarisasi/pengukuran hutan3. Data terkait iklim dan geofisik4. Data manejemen Model Perhitungan dan Pelaporan Karbon Incas dapat dilihat pada gambar dibawah ini

Carbon Accounting and

Reporting Model

Land cover change

data

Land use/ managmnt

data

Soil data including peatlands

Biomass and

Growth data

Climate data

Gambar 22. Model Perhitungan dan Pelaporan Karbon Incas

47Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen

di Provinsi Sulawesi Utara

Alur pikir INCAS adalah mengadopsi full carbon accounting dari Australia tetapi semua input data yang digunakan adalah data yang ada dan sesuai kondisi yang ada di Indonesia. Carbon model operation dapat dilihat pada gambar dibawah ini

Gambar 23. Carbon model operation

Progress kegiatan INCAS sampai saat ini adalah sudah menyelesaikan analisis perubahan tutupan lahan hutan untuk Kalimantan, Sumatera dan Papua, sedangkan data on going adalah Sulawesi. Provinsi contoh untuk kegiatan ini adalah Provinsi Kalimantan Tengah.

National Forest Monitoring System (NFMS) dikembangan di Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan, yang mencakup inventarisasi hutan, monitoring hutan, networking data spasial dan pemetaan.

48 Pengembangan Sistem Monitoring PSP yang Terintegrasi dan Partisipatif di Provinsi

Gambar 24. Potensi INCAS

1. Komponen utama sistem MRV untuk REDD+ 2. Memonitor perubahan tahunan emisi dan serapan dari sector berbasis lahan3. Mengkuantifikasi dampak praktek-praktek penggunaan lahan dan hutan di

Indonesia terhadap stok karbon, emisi dan serapan4. Memberikan dasar (secara ilmiah dan teknis) dalam penyusunan kebijakan dan

mempromosikan kepentiangan Indonesia dalam forum international5. Memberikan input yang diperlukan untuk menyusun scenario tingkat emisi

acuan (REL/RL) yang dapat dipercaya6. Didisain untuk menghasilkan output yang diperlukan untuk pelaporan emisi

GRK secara nasional dengan implementasi sub-nasional7. Mendukung Sistem Pemantauan Hutan Nasional (National Forest Monitoring

System (NFMS)) dalam membuat kebijakan bagaimana mengelola emisi GRK dari hutan dan mengelola hutan Indonesia dengan baik.

49Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen

di Provinsi Sulawesi Utara

3.3 Strategi Monitoring PSP dan Peluang Pengintegrasian Kegiatan dengan PSP Lain di Provinsi Sulawesi Utara

Oleh: Ir. Sipayung, BPKH Wilayah VI Manado

UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan telah mengamanatkan bahwa hutan sebagai karunia dan amanah Tuhan Yang Maha Esa yang dianugerahkan kepada Bangsa Indonesia, merupakan kekayaan yang dikuasai oleh Negara, memberikan manfaat serbaguna bagi umat manusia, karenanya wajib disyukuri, diurus, dan dimanfaatkan secara optimal, serta dijaga kelestariannya untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, bagi generasi sekarang maupun generasi mendatang.

Pada bagian III UU No. 41 Tahun 1999 yaitu Penguasaan Hutan, pasal 4 ayat 2 “wewenang mengurus” hutan adalah pemerintah. Pada Bab III pasal 10 ayat 2 disebutkan bahwa kegiatan pengurusan hutan meliputi (a) Perencanaan Kehutanan, (b) Pengelolaan hutan, (c) Penelitian dan pengembangan, Pendidikan dan latihan, serta Penyuluhan kehutanan, (d) Pengawasan.

Perencanaan kehutanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) huruf a, meliputi: 1. Inventarisasi Hutan2. Pengukuhan Kawasan Hutan3. Penatagunaan Kawasan Hutan4. Pembentukan Wilayah Pengelolaan Hutan5. Penyusunan Rencana Kehutanan Inventarisasi hutan yang dilakukan Ditjen Planologi berdasarkan Inventarisasi Nasional atau National Forest Inventory (NFI) telah dilaksanakan sejak tahun 1989. Dasar-dasar dalam pelaksanaan inventarisasi terdiri dari dasar umum dan dasar teknis.

Dasar-dasar umum dalam pelaksanaan Inventarisasi hutan yaitu:1. UU No. 41 Th. 1999 tentang Kehutanan2. Permenhut No. P. 57/Menhut-II/2007 tgl 14 Sep. 2010 tentang Penyelenggaraan

Inventarisasi Hutan3. Permenhut No. P. 42/Menhut-II/ 2010 tgl 14 Sep. 2010 tentang Sistem

Perencanaan Kehutanan4. Permenhut No. P. 16/Menhut-II/2013 tgl 26 Peb. 2013 tentang Perubahan

ketiga atas Kepmenhut No. : 6188/Kpts-II/2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Pemantapan Kawasan Hutan

50 Pengembangan Sistem Monitoring PSP yang Terintegrasi dan Partisipatif di Provinsi

Dasar-dasar teknis terkait pelaksanaan inventarisasi yaitu:1. Juknis Enumersi TSP/PSP (Pusat Inventarisasi Dan Perpetaan Kehutanan,

Baplan Kehutanan Dephut. Jakarta, 2007).2. Surat Kapus Inventarisasi dan Perpetaan Kehutanan No. S. 547/VII/

Pusin-2/2007 tgl 19 Sep. 2007 hal Peta Redesign TSP/PSP Prov. Sulawesi Utara.

3.3.1 Pelaksanaan Permanent Sample Plot (PSP)

3.3.1.1 Desain TSP/PSP

TSP/PSP dibuat pada tahun 90-an yang sampai saat ini terus dipantau. Dana untuk kegiatan ini selalu ada dan konsisten. Tujuan pembangunan TSP adalah untuk menduga volume, mengetahui kondisi tegakan serta distribusi spesies dan biodiversity. 1 (satu) TSP memiliki 9 (sembilan) track, 1 track berukuran 100 X 100 m, jarak antar track adalah 500 m, jadi 1 klaster berukuran 1300 x 1300 m atau 1 kluster dapat mengcover 169 ha (Ditjen Planologi Kementerian Kehutanan).

Gambar 25. Gambar Desain TSP

51Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen

di Provinsi Sulawesi Utara

Dalam 1 kluster TSP, track yang berada di pusat yang atau pada gambar diatas track 5 dirInci kembali menjadi PSP. Kegunaan PSP adalah untuk mengetahui perubahan sumberdaya hutan dan mengetahui riap pertumbuhan 4 sampai 5 tahun kedepan. Dalam 1 PSP yang berukuran 100 x 100 m dibagi lagi menjadi 16 Record Unit (RU) sehingga 1 RU berukuran 25x25 m.

Gambar 26. Rinci Gambar Desain TSP

52 Pengembangan Sistem Monitoring PSP yang Terintegrasi dan Partisipatif di Provinsi

Gambar 27. Peta Sebaran TSP/PSP di Provinsi Sulawesi Utara

Peta sebaran PSP di Provinsi Sulawesi Utara ini didasarkan pada Surat Kepala Pusat Inventarisasi Dan Perpetaan Kehutanan No. S. 547/VII/Pusin-2/2007 tanggal 19 September 2007 perihal Peta Redesign TSP/PSP Prov. Sulawesi Utara. Jumlah klaster sebanyak 39 klaster yang terdiri dari 9 klaster lama dan 30 kluster baru.

Dari gambar peta diatas dapat dilihat simbol yang berwarna ungu merupakan titik pengukuran pada tahap awal di provinsi Sulawesi Utara dengan koordinat yang jelas dimana enumerasi dilakukan.Pada awalnya jarak antar plot yang dibuat adalah sebesar 20 km, namun karena adanya deforestasi jarak dirapatkanatau di redesign menjadi per 10 km. Kedepannya, apabila deforestasi semakin tinggi maka jarak antar plot pun akan dibuat semakin dekat. Penjagaan lokasi PSP BPKH tidak dilakukan karena ingin mengetahui dinamika hutan ada.

53Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen

di Provinsi Sulawesi Utara

Tabel 6. Tabel Rincian Sebaran PSP pada tiap Kabupaten di Provinsi Sulawesi Utara.

No Kabupaten/Kota Jumlah Klaster

1 112 73 94 55 16 37 18 19 11011121314

Jumlah 39

Terdapat perbedaan antara PSP yang dibangun oleh Ditjen Planologi dan PSP yang dibuat oleh Litbang. Perbedaan tersebut dapat dilihat pada tabel berikut:

No Uraian Planologi Litbang

1

2

3

54 Pengembangan Sistem Monitoring PSP yang Terintegrasi dan Partisipatif di Provinsi

No Uraian Planologi Litbang

4

5

6

Pengintegrasian PSP antara yang dimiliki Ditjen Planologi dengan Litbang dapat dilakukan mulai tahap persiapan, pelaksanaan dan pengolahan data. Pada tahap persiapan BPKH dan BPK Manado bisa mempersiapkan sample plot yang akan diukur pada waktu yang sama agar transparan dan efektif. Pada saat pelaksanaan pengukuran, tim/regu yang terlibat pengukuran dapat digabungkan. Pada saat pengolahan data, dapat dilakukan sharing data untuk data pada tingkat pohon.

Degradasi hutan di Sulawesi Utara menyebabkan 14 Klaster yang dibangun pada tahun 1989 hanya tersisa 9 pada tahun 2013 ini. Pengintegrasian pelaksanaan PSP merupakan upaya positif yang harus dilaksanakan dengan serius dan memerlukan komitmen dari berbagai pihak untuk singkronisasi data. Pengintegrasian pelaksanaan PSP ini perlu dukungan dan regulasi agar tidak tumpang tindih tugas dan kewenangan.

3.4 Peran dan Tanggung Jawab Para Pihak pada Tingkat Provinsi untuk Pelaksanaan Sistem Monitoring Karbon Hutan

Oleh: Dr. Johny S. Tasirin, Program Studi Ilmu Kehutanan Universitas Sam Ratulangi, Manado

Kebijakan dalam menghadapi climate change adalah Mitigasi dan Adaptasi. Adaptasi adalah upaya menyesuaikan dengan perubahan sedangkan Mitigasi adalah upaya mencegah atau menghentikan perubahan iklim.

Upaya yang harus dilakukan terkait adaptasi perubahan iklim dari berbagai aspek diantaranya:

55Prosiding Workshop Strategi Monitoring dan Pelaporan Plot Sampel Permanen

di Provinsi Sulawesi Utara

3.4.1 Sumber-sumber air dan pengelolaannya

Menghindari risiko akibat ketidakpastian hidrologi

3.4.2 Ekosistems

1. Mencegah kepunahan tumbuhan dan satwa 2. Mencegah perubahan struktur dan fungsi ekosistem 3. Mencegah menghilangnya jasa ekosistem

3.4.3 Pangan, sandang dan produk kehutanan

Mengantisipasi pengubahan kultivar dan waktu tanam

3.4.4 Daerah pantai dan pesisir

Meningkatkan kapasitas adaptasi

3.4.5 Industri dan settlement

1. Kesiagaan bencana terutama di daerah pantai dan medan banjir 2. Peningkatan kapasitas bagi industri yang sensitif terhadap iklim

3.4.6 Kesehatan Masyarakat

Mengantisipasi perubahan distribusi penyakit. Sedangkan upaya yang harus dilakukan terkait mitigasi perubahan iklim dari berbagai aspek diantaranya:

3.4.7 Menangkap karbon (dan Gas Rumah Kaca lainnya)

1. Penghutanan 2. Produksi biologi berwawasan lingkungan (laut dan darat)3. Memelihara keanekaan hayati (laut dan darat)

3.4.8 Mengurangi emisi

1. Hemat energi 2. Meningkatkan efisiensi

3.4.9 Mengembangkan energi alternatif

1. Biofuel 2. Energi Surya

56 Pengembangan Sistem Monitoring PSP yang Terintegrasi dan Partisipatif di Provinsi

3.4.10 Mengubah gaya hidup

Produktif dan Pengamatan hutan untuk akumulasi karbon dapat dilihat dari aspek:1. Tumbuhan, berada pada tipe vegetasi apa dan kondisi lantai hutan2. Satwa, merupakan konsumen primer (herbifora) atau konsumen sekunder

(karnifora)3. Dekomposisi, yang dipengaruhi variasi musim, elevasi dan variasi ekosistemBerikut adalah gambar untuk skema hutan untuk akumulasi karbon.

Pohon

Lantai Hutan

Konsumer primer (herbifora)

Konsumer sekunder (karnifora)

Variasi Musim

Elevasi

Variasi Ekosistem

Standing Biomass

Net CarbonEquivalent

Organisme

Ekosistem

Perguruan Tinggi

Serasah

Badan/Balai PenelitianDinas KehutananBKSDATaman NasionalBPKHBPDAS

Debris

Predictive Trending

Carbon Balance

Sosial

Akumulasi Biomasa

Lingkungan Hidup

Laju Dekomposisi

Sinkronisasi Data

Diseminasi Hasil

Ecosystem Contribution

CarbonEquivalent

Neraca Karbon

Bappeda

Gambar 28. Skema hutan untuk akumulasi karbon

Karakteristik bentangan Sulawesi Utara dapat dijadikan sebagai Laboratorium untuk Studi Global. Sulawesi Utara memiliki Keanekaragaman hayati dengan tingkat keunikan yang tinggi, Variasi ekosistem yang kompleks, Keunikan geologis dengan tanah dalam pengaruh vulkanik, Tingkat alterasi lahan tinggi dan Potensi restorasi alami tinggi.