bab 3 metodologi analisa 3.1. prosedur analisisthesis.binus.ac.id/doc/bab3/2007-3-00386-sp bab...

28
43 BAB 3 METODOLOGI ANALISA 3.1. Prosedur analisis Proses analisa dalam tugas akhir ini dilakukan berdasarkan diagram alir berikut: Gambar 3.1. Diagram alir Prosedur analisis

Upload: hatuong

Post on 17-Mar-2019

221 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB 3 METODOLOGI ANALISA 3.1. Prosedur analisisthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2007-3-00386-SP Bab 3.pdfpengambilan contoh adalah dengan melakukan pengeboran pada titik-titik yang dipilih

43

BAB 3

METODOLOGI ANALISA

3.1. Prosedur analisis

Proses analisa dalam tugas akhir ini dilakukan berdasarkan diagram alir berikut:

Gambar 3.1. Diagram alir Prosedur analisis

Page 2: BAB 3 METODOLOGI ANALISA 3.1. Prosedur analisisthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2007-3-00386-SP Bab 3.pdfpengambilan contoh adalah dengan melakukan pengeboran pada titik-titik yang dipilih

44

Tulisan ini merupakan studi gabungan antara studi literatur dengan studi

lapangan. Hal yang pertama kali dilakukan dalam penulisan ini adalah merumuskan

masalah yang akan diangkat, dan mencari informasi mengenai permasalahan tersebut

kemudian baru diteruskan dengan proses pengumpulan data, baik data lapangan maupun

data literatur dari berbagai nara sumber.

Data-data lapangan yang digunakan merupakan data sekunder yang didapat dari

PT TETRASA GEOSININDO Jakarta, dan sebagian parameter yang tidak tersedia

didapatkan dengan korelasi. Data-data yang digunakan pada tulisan ini dapat dilihat

pada bab 4.1.

3.2. Penyelidikan Lapangan dan Pengujian Laboratorium

Untuk mendapatkan data-data kondisi dan jenis tanah dasar, perlu dilakukan

penyelidikan tanah dan pengujian laboatorium. Secara umum, mutu dan tingkat

ketelitian penyelidikan lapangan dan pengujian laboratorium dipengaruhi oleh sifat dasar

dan keadaan secara keseluruhan proyek, topografi, geologi, batas lingkungan, jenis

aplikasi, batasan lingkungan, jenis aplikasi, akibat kelongsoran, kerawanan proyek, dan

batasan proyek lain. Data properti tanah yang akan digunakan untuk mendesain

perkuatan geotekstil, meliputi klasifikasi tanah, satuan berat, dan kuat geser.

3.2.1. Pengeboran

Metode yang dilakukan untuk menentukan kondisi tanah bawah permukaan dan

pengambilan contoh adalah dengan melakukan pengeboran pada titik-titik yang dipilih.

Proses pengeboran akan memberikan tujuan yang berbeda dan meliputi:

Nilai N-SPT untuk mengklasifikasi tanah

Page 3: BAB 3 METODOLOGI ANALISA 3.1. Prosedur analisisthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2007-3-00386-SP Bab 3.pdfpengambilan contoh adalah dengan melakukan pengeboran pada titik-titik yang dipilih

45

Contoh tanah terganggu dan contoh tanah tak terganggu

Pengamatan air tanah

Penentuan lokasi pengeboran tergantung pada topografi lapangan, dan lokasi

struktur yang akan diambil. Dalam dan jarak pengeboran antara bor tergantung pada :

Maksud pemakaian (ukuran, jenis bangunan, berat dan sebagainya)

Informasi yang diperlukan (sifat-sifat fisis tanah, kekuatan, aliran air)

Kondisi di lapangan yang dijumpai pada saat pengeboran sedang dilakukan

Tahap selanjutnya setelah penyelidikan tanah adalah pengujian laboratorium.

Sering kali parameter tanah yang didapat dari uji laboratorium mengandung

ketidaktepatan yang disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:

• Pengujian di laboratorium sulit atau tidak bisa dilakukan

• Terjadi gangguan pada contoh tanah yang diuji sehingga tidak sesuai dengan

kondisi sebenarnya. Baik dikarenakan proses pengambilan contoh tanah yang

tidak sesuai, ataupun gangguan pada saat contoh tanah dibawa ke laboratorium

dan menyebabkan properti tanah berubah.

3.2.2. Pengujian di laboratorium

Pengujian properti tanah di laboratorium umum dilakukan untuk mendapatkan

data yang lebih akurat. Berikut merupakan pengujian-pengujian parameter tanah yang

biasa dilakukan di laboratorium.

Page 4: BAB 3 METODOLOGI ANALISA 3.1. Prosedur analisisthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2007-3-00386-SP Bab 3.pdfpengambilan contoh adalah dengan melakukan pengeboran pada titik-titik yang dipilih

46

Tabel 3.1. Prosedur dan pengujian parameter tanah secara umum di laboratorium

STANDARD

PROCEDURE TEST NAME ASTM

(1)

AASHTO

(2)

APPLICABILITY

Visual and Manual

Description and Identification

of Soils

D2488-00 - All Soils

Classification

Classification of Soils

according to USCS (3) D2487-00 M145 All Soils

Particle-Size Analysis (with

sieves)

D422-63

(1998) T88 Granular Soils

Soil Fraction Finer Than No.

200 Sieve (75 μm) D140-00 T11

Fine-grained and

Granular

Materials

Boundary

Moisture Content D2216-98 T265 All Soils

Atterberg Limits D4318-00 T89, T90 Fine-grained soils

Organic Contents D2974-00 T194 Fine-grained soils

Index

Parameters

Specific Gravity of Soil

Solids D854-00 T100 All Soils

Unconfined Compressive

Strength (UC) D2166-00 T208 Fine-grained soils

Unconsolidated-Undrained

Triaxial Compression (UU)

D2850-95

(1999) T296 Fine-grained soils

Consolidated-Undrained

Triaxial D4767-95 T234 Fine-grained soils

Compression (CU)

Strength

Direct Shear (Consolidated) D3080-98 T236 Sands and Fine-

grained soils

Page 5: BAB 3 METODOLOGI ANALISA 3.1. Prosedur analisisthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2007-3-00386-SP Bab 3.pdfpengambilan contoh adalah dengan melakukan pengeboran pada titik-titik yang dipilih

47

Hydraulic

Conductivity Permeability (Constant Head)

D2434-68

(2000) T215 Granular Soils

One-Dimensional

Consolidation D2435-96 T216 Fine-grained soils

Compressibility One-Dimensional

Consolidation (Controlled-

Strain Loading)

D4186-89 e1

(1998) - Fine-grained soils

Frost Heave and Thaw

Weakening Susceptibility

D5918-96

(2001) - Silts

Collapse Potential D5333-92

(1996) - Loess, silt

Other

Swelling Potential D4546-96 T258 Fine-grained soils

(Sumber : Lazarte, 2003)

Catatan :

(1) Standar ASTM tersendiri dapat ditemukan dalam ASTM (2002)

(2) Standar AASTHO tersendiri dapat ditemukan dalam AASTHO (1992)

(3) USCS : Unified Soil Classification System

3.2.3. Uji Penetrasi Standar (SPT)

Uji penetrasi standar (Standard Penetration Test) merupakan metode yang paling

banyak digunakan untuk menentukan kondisi tanah di seluruh dunia.

Angka penetrasi baku (N) adalah angka yang biasa dipakai untuk

mengkorelasikan parameter fisik tanah. Harga Unconfined omprestive strength dari

tanah lempung juga dapat diperkirakan berdasarkan angka penetrasi bakunya (N).

Korelasi antara nilai N-SPT dan sifat-sifat tanah telah direkomendasikan oleh

para ahli tanah seperti Schmertmann (1975), Merccuissin dan Bierganousky (1977).

Page 6: BAB 3 METODOLOGI ANALISA 3.1. Prosedur analisisthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2007-3-00386-SP Bab 3.pdfpengambilan contoh adalah dengan melakukan pengeboran pada titik-titik yang dipilih

48

Korelasi antara nilai N-SPT dan parameter tanah yang sering digunakan disajikan dalam

tabel berikut ini :

Tabel 3.2. Korelasi antara nilai N-SPT dengan paremeter tanah non Kohesif

N 0 – 10 11 – 30 31 – 50 >50

Berat isi, γ (kN/m3 ) 12 – 16 14 – 18 16 – 20 18 – 23

Sudut Geser dalam,ø ( º ) 25 – 32 28 – 36 30 – 40 >35

Kepadatan Lepas Sedang Padat Sangat padat

(Bowles, 1991)

Tabel 3.3. Korelasi antara nilai N – SPT dengan parameter tanah Kohesif

N < 4 4 – 6 6 – 15 6 -15 > 25

Berat isi, γ (kN/m3 ) 14 – 18 16 – 18 16 – 18 16 – 18 >20

Qu (kPa) <25 20 – 50 30 – 60 40 – 200 >100

Konsistensi Sangat lunak Lunak Sedang Stiff Keras

( Bowles, 1991)

Sedangkan Meyerhof (1956) mengusulkan besar sudut geser dalam tanah pasir

pada tabel 3.4. berdasarkan beberapa pengamatan di lapangan. Pengamatan ini didasari

oleh hubungan antara sudut geser dalam, kerapatan relatif, dan hasil dari pengujian

Standard Penetration Test (SPT) dan tahanan kerucut statis atau sondir.

Page 7: BAB 3 METODOLOGI ANALISA 3.1. Prosedur analisisthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2007-3-00386-SP Bab 3.pdfpengambilan contoh adalah dengan melakukan pengeboran pada titik-titik yang dipilih

49

Tabel 3.4. Hubungan kerapatan relatif dan sudut geser dalam tanah pasir dari

penyelidikan lapangan

Kondisi

Kerapatan

relatif

(Dr)

Nilai SPT

(N)

Nilai tahanan kerucut

statis

( qu )

Sudut geser

dalam

(Ø)

Sangat tidak padat < 0,2 < 4 < 20 < 30°

Tidak padat 0,2-0,4 4 – 10 20 - 40 30° - 35°

Agak padat 0,4 - 0,6 10 – 30 40 -120 35° - 40°

Padat 0,6 - 0,8 30 – 50 120 - 200 40° - 45°

Sangat Padat > 0,8 > 50 > 200 > 45°

(Meyerhof, 1956)

Menurut Stroud dan Butler 1975, hubungan antara kuat geser undrained (Cu )

dengan nilai N-SPT :

( 3.1 )

Dimana :

f1 = 484 untuk IP = 25 %

f1 = 878,6 untuk IP = 9 %

Kepadatan relatif untuk tanah jenis pasir menurut Marcusson dan Bieganousky

(1997) dapat ditentukan dari persamaan :

Dr = 0,086 + 0,0083 x ( 2311 + 222N – 711 (OCR) – C1σv )0,5 ( 3.2 )

Sedangkan menurut Fardis dan Veneziano (1981) dengan menggunakan data

yang lebih banyak, kepadatan relatif ditentukan melalui :

Ln N = C2 + 2, 06 ln Dr + C3 . ln σv ( 3.3 )

Page 8: BAB 3 METODOLOGI ANALISA 3.1. Prosedur analisisthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2007-3-00386-SP Bab 3.pdfpengambilan contoh adalah dengan melakukan pengeboran pada titik-titik yang dipilih

50

Dimana :

C1 = 7,7 untuk σv dalam kPa dan 53 untuk satuan Psi

C2 = Fungsi kedalaman ( umumnya diambil 2,6 )

C3 = 0,222 untuk σv dalam kPa dan 0,442 untuk satuan Psi

OCR = Over Consolidation Ratio

3.2.4. Uji Penetrasi Kerucut (Cone Penetration Test)

Uji CPT atau yang juga biasa disebut sondir, merupakan pengujian yang

menggunakan alat kerucut penetrometer Belanda (sondir) yang ujungnya berbentuk

kerucut dengan sudut 60° dan dengan luasan ujung 1,54 in2 atau 10 cm2. Alat ini

digunakan dengan cara ditekan ke dalam tanah terus menerus dengan kecepatan tetap 15

sampai dengan 20 mm/detik, sementara besarnya perlawanan tanah terhadap kerucut

penetrasi (qc) juga terus diukur. Aplikasi utama uji CPT adalah:

Menentukan stratifikasi dan mengidentifikasi jenis material tanah dasar.

Menginterpretasi parameter geoteknik

Menyediakan hasil untuk keperluan perancangan geoteknik

Pada tabel 3.4 diberikan perkiraan hubungan antara harga perlawanan ujung dari

sondir (qc) dan angka penetrasi baku (N). Oleh beberapa peneliti, harga qc tersebut

dikorelasikan terhadap harga modulus young (E) dari tanah dasar. Schmertmann (1970)

telah membuat suatu perumusan sederhana untuk tanah pasir, yaitu :

E = 2 qc ( 3.4 )

Trofimenkov ( 1974) juga telah memberikan rumusan untuk modulus tegangan regangan

pada tanah pasir dan lempung, yaitu :

E = 3 qc ( untuk tanah pasir ) ( 3.5 )

Page 9: BAB 3 METODOLOGI ANALISA 3.1. Prosedur analisisthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2007-3-00386-SP Bab 3.pdfpengambilan contoh adalah dengan melakukan pengeboran pada titik-titik yang dipilih

51

E = 7 qc ( untuk tanah lempung ) ( 3.6 )

3.2.5. Korelasi antar tanah dasar

Ada beberapa parameter tanah dasar yang memerlukan korelasi empiris dari

parameter tanah lain, yaitu :

Korelasi antara parameter kekakuan (E) dengan parameter kuat geser tanah, yang

disarankan oleh para ahli yaitu:

Untuk tanah lempung terkonsolidasi normal (NC clay)

Menurut Termaat, Vermeer dan Vergeer (1985), Nilai Eu50 bervariasi antara 1500 Cu –

150 Cu, sesuai dengan pernyataan berikut :

Gambar 3.2. Korelasi antara Parameter Cu, IP dan E

( Termaat, Vermer dan Vergeer, 1985)

Untuk lempung terkonsolidasi lebih (OC Clay)

Hubungan anatara Eu dan Cu menurut Duncan dan Buchignani (1976) tergantung dari

indeks plastisitas tanah, untuk nilai Over Consolidation Ratio (OCR) ≤ 2, berlaku :

Page 10: BAB 3 METODOLOGI ANALISA 3.1. Prosedur analisisthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2007-3-00386-SP Bab 3.pdfpengambilan contoh adalah dengan melakukan pengeboran pada titik-titik yang dipilih

52

IP = 30 % maka Eu / Cu = 600 ( 3.7 )

IP = 50 % maka Eu / Cu = 300 ( 3.8 )

Gambar 3.3. Korelasi antara parameter Cu dan E

(Duncan dan Buchignani, 1976)

3.2.6. Korelasi antara Poisson Ratio (υ) dan indeks plastisitas (Ip)

Menurut Wrorth (1975), nilai dari poisson ratio untuk tanah yang terkonsolidasi

normal atau sedikit terkonsolidasi dapat dilihat pada gambar 3.3.

Page 11: BAB 3 METODOLOGI ANALISA 3.1. Prosedur analisisthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2007-3-00386-SP Bab 3.pdfpengambilan contoh adalah dengan melakukan pengeboran pada titik-titik yang dipilih

53

Gambar 3.4. Hubungan antara IP (Indeks Plastistas) dengan υ ( poisson Ratio)

(Duncan dan Buchignani, 1976)

Parameter-parameter di atas umumnya diperuntukkan kondisi undrained. Untuk

memperoleh parameter yang diperuntukkan kondisi drained dapat dilakukan uji coba

laboratorium atau korelasi-korelasi empiris ataupun dengan cara korelasi empiris

berdasarkan parameter undrained yang tersedia.

3.3. Parameter percepatan gempa

Untuk proses perhitungan pengaruh beban dinamik pada program Slope/w,

diperlukan parameter percepatan gempa. Percepatan yang digunakan merupakan

percepatan batuan dasar yang berdasarkan pada pembagian zona gempa Indonesia,

adapun data percepatan batuan dasar tersebut dapat dilihat pada tabel 2.5.

Page 12: BAB 3 METODOLOGI ANALISA 3.1. Prosedur analisisthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2007-3-00386-SP Bab 3.pdfpengambilan contoh adalah dengan melakukan pengeboran pada titik-titik yang dipilih

54

3.4. Metodologi perhitungan

Proses perhitungan dibagi menjadi 2 tahap, yaitu tahap perhitungan terhadap

beban statik dan tahap perhitungan terhadap beban dinamik yang menggunakan program

Slope/w. langkah-langkah perhitungan terhadap beban statik dan dinamik dilihat pada

diagram alir perhitungan di gambar 3.4 :

Gambar 3.5. Diagram alir perhitungan

Page 13: BAB 3 METODOLOGI ANALISA 3.1. Prosedur analisisthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2007-3-00386-SP Bab 3.pdfpengambilan contoh adalah dengan melakukan pengeboran pada titik-titik yang dipilih

55

Penjelasan lebih lanjut mengenai langkah-langkah analisa akan dijabarkan pada

bab 4.

3.5. Program Slope/w

Pada sub bab ini akan dibahas mengenai langkah-langkah yang dilakukan dalam

proses analisa perhitungan pengaruh gempa pada Lereng dengan konstruksi geotekstil

woven menggunakan program Slope/w yaitu salah satu bagian dari program GEO-

SLOPE yang dikhususkan untuk perhitungan kestabilan lereng. Adapun langkah-

langkahnya berdasarkan diagram alir dibawah ini :

Gambar 3.6. Diagram alir proses analisa pada program Slope/w

Page 14: BAB 3 METODOLOGI ANALISA 3.1. Prosedur analisisthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2007-3-00386-SP Bab 3.pdfpengambilan contoh adalah dengan melakukan pengeboran pada titik-titik yang dipilih

56

Tahap awal; Permodelan lereng

Pada tahap ini, yang dilakukan adalah membuat desain lereng sesuai dengan

keadaan asli yang hendak dihitung. Tampilan awal dari program Slope/w seperti

dibawah ini.

Gambar 3.7. Tampilan awal progam Slope/w

Page 15: BAB 3 METODOLOGI ANALISA 3.1. Prosedur analisisthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2007-3-00386-SP Bab 3.pdfpengambilan contoh adalah dengan melakukan pengeboran pada titik-titik yang dipilih

57

Langkah pertama adalah menentukan titik dasar permodelan.

Dengan cara mengklik Key in → Point

Masukkan titik-titik sudut lereng yang dimaksud, beserta koordinatnya dikolom

Key in Point, lalu klik ok.

Gambar 3.8. Tampilan kolom point pada program Slope/w

Page 16: BAB 3 METODOLOGI ANALISA 3.1. Prosedur analisisthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2007-3-00386-SP Bab 3.pdfpengambilan contoh adalah dengan melakukan pengeboran pada titik-titik yang dipilih

58

Langkah Kedua adalah menentukan properti tanah.

Dengan cara mengklik Key in → Soil Properties

Masukkan data tanah yang dimaksud dikolom Key in Soil Properties, lalu klik

ok.

Gambar 3.9. Tampilan kolom Soil Properties pada program Slope/w

Page 17: BAB 3 METODOLOGI ANALISA 3.1. Prosedur analisisthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2007-3-00386-SP Bab 3.pdfpengambilan contoh adalah dengan melakukan pengeboran pada titik-titik yang dipilih

59

Langkah ketiga adalah memasukkan data tanah ke dalam gambar.

Dengan cara mengklik Key in → Lines

Pada kolom Keyin Lines masukkan titik-titik sudut lereng sesuai dengan kode

tanah yang dimaksud.

Gambar 3.10. Tampilan kolom Key in Lines pada program Slope/w

Page 18: BAB 3 METODOLOGI ANALISA 3.1. Prosedur analisisthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2007-3-00386-SP Bab 3.pdfpengambilan contoh adalah dengan melakukan pengeboran pada titik-titik yang dipilih

60

Setelah memasukkan data properti tanah, maka tampilan SLOPE/W akan terlihat

seperti dibawah ini

Gambar 3.11. Tampilan program Slope/w setelah memasukkan data tanah

Tahap kedua, Input data geotekstil

Pada tahap ini, yang dilakukan adalah menentukan letak dan memasukkan data

properti geotekstil. Adapun langkah-langkahnya adalah sebagai berikut :

Langkah pertama, menentukan titik-titik penjangkaran geotekstil.

Dengan cara yang sama dengan menentukan titik-titik sudut lereng pada langkah

1 diatas.

Page 19: BAB 3 METODOLOGI ANALISA 3.1. Prosedur analisisthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2007-3-00386-SP Bab 3.pdfpengambilan contoh adalah dengan melakukan pengeboran pada titik-titik yang dipilih

61

Langkah kedua, memasukkan data geotekstil yang digunakan.

Dengan cara mengklik Key in → Loads →Reinforcement Load

Pada kolom keyin Reinforcement Load, dimasukkan data-data properti

geotekstil yang dimaksud.

Gambar 3.12. Tampilan Key in Reinforcement load pada program Slope/w

Tahap keempat, menentukan posisi muka air tanah

Page 20: BAB 3 METODOLOGI ANALISA 3.1. Prosedur analisisthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2007-3-00386-SP Bab 3.pdfpengambilan contoh adalah dengan melakukan pengeboran pada titik-titik yang dipilih

62

Setelah memasukkan data geotekstil, langkah selanjutnya adalah menentukan

letak muka air tanah.

Pada tugas akhir ini, muka akhir tanah diasumsikan berada pada dasar lereng. Langkah

yang dilakukan adalah :

Klik Key in → pore pressure → water pressure → pilih pada titik-titik yang

menunjukkan lokasi air tanah

Gambar 3.13. Tampilan kolom water pressure pada program Slope/w

Setelah selesai memasukkan data geotekstil dan muka air tanah, maka tampilan pada

Slope/w adalah seperti :

Page 21: BAB 3 METODOLOGI ANALISA 3.1. Prosedur analisisthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2007-3-00386-SP Bab 3.pdfpengambilan contoh adalah dengan melakukan pengeboran pada titik-titik yang dipilih

63

Gambar 3.14. Tampilan program Slope/w setelah dimasukkan muka air tanah

Tahap Empat, menentukan titik pusat lingkaran kelongsoran dan bidang batas,

Setelah memasukkan seluruh data-data perancangan, langkah selanjutnya adalah

menentukan letak titik-titik pusat lingkaran kelongsoran dan bidang batas dari lingkaran

itu sendiri. Titik-titik tersebut dibuat sebanyak dan sedemikian rupa sehingga akan

berbentuk jajaran genjang. Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam menentukan

pletak titik-titik pusat lingkaran kelongsoran adalah :.

Langkah pertama adalah menentukan letak kumpulan titik pusat lingkaran

kelongsoran yang berbentuk jajaran genjang

Page 22: BAB 3 METODOLOGI ANALISA 3.1. Prosedur analisisthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2007-3-00386-SP Bab 3.pdfpengambilan contoh adalah dengan melakukan pengeboran pada titik-titik yang dipilih

64

Dengan cara yang sama dengan menentukan titik-titik sudut lereng ditahap satu.

Langkah kedua adalah menentukan pembagian grid pada titik lingkaran

kelongsoran dan bidang batas kelongsoran.

Dengan cara klik key in → Slip Surface → Grid & Radius

Masukkan titik-titik yang berbentuk jajaran genjang tadi kedalam kolom Grid

corner points, dan titik bidang batas kelongsoran pada lereng di kolom Radius

corner points. Isi kolom # of radius / grid corner dengan jumlah garis pembagi

yang sesuai.

Gambar 3.15. Tampilan kolom slip surface pada progam Slope/w

Setelah posisi slip surface telah ditentukan, tampilan progam Slope/w akan terlihat

seperti :

Page 23: BAB 3 METODOLOGI ANALISA 3.1. Prosedur analisisthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2007-3-00386-SP Bab 3.pdfpengambilan contoh adalah dengan melakukan pengeboran pada titik-titik yang dipilih

65

Gambar 3.16. Tampilan Program Slope/w setelah posisi slip surface ditentukan

Tahap keenam, menghitung faktor keamanan terhadap beban statik

Page 24: BAB 3 METODOLOGI ANALISA 3.1. Prosedur analisisthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2007-3-00386-SP Bab 3.pdfpengambilan contoh adalah dengan melakukan pengeboran pada titik-titik yang dipilih

66

Setelah tahap penentuan titik pusat lingkaran kelongsoran dan bidang batas

kelongsoran telah selesai, maka tahap selanjutnya adalah tahap perhitungan faktor

keamanan terhadap beban statik lereng.

Cara mencari faktor keamanan adalah dengan cara:

Langkah pertama adalah memeriksa ada atau tidak kesalahan pada pekerjaan.

Dengan cara mengklik tools → verify.

Gambar 3.17. Tampilan kolom Verify pada program Slope/w

Langkah kedua, perhitungan faktor keamanan

Page 25: BAB 3 METODOLOGI ANALISA 3.1. Prosedur analisisthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2007-3-00386-SP Bab 3.pdfpengambilan contoh adalah dengan melakukan pengeboran pada titik-titik yang dipilih

67

Setelah dicek dan tidak ada kesalahan dalam kolom verify, maka tahap

selanjutnya adalah calculate, dengan cara mengklik ikon calculate.

Gambar 3.18. Ikon calculate untuk menjalankan proses perhitungan.

maka akan tampil hasil perhitungan faktor keamanan, seperti gambar dibawah ini :

Gambar 3.19. Tampilan kolom Faktor Keamanan pada program Slope/w

Langkah ketiga adalah melihat pola kelongsoran

Dengan cara klik ikon yang bergambar kontur

Page 26: BAB 3 METODOLOGI ANALISA 3.1. Prosedur analisisthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2007-3-00386-SP Bab 3.pdfpengambilan contoh adalah dengan melakukan pengeboran pada titik-titik yang dipilih

68

Gambar 3.20. Tampilan ikon kontur pada program Slope/w

Setelah ikon bergambar kontur tersebut diklik, maka akan keluar tampilan seperti:

Page 27: BAB 3 METODOLOGI ANALISA 3.1. Prosedur analisisthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2007-3-00386-SP Bab 3.pdfpengambilan contoh adalah dengan melakukan pengeboran pada titik-titik yang dipilih

69

Gambar 3.21. Tampilan pola kelongsoran pada pogram Slope/w

Tahap ketujuh, Input koefisien gempa

Untuk memasukkan data gempa adalah dengan cara :

Klik Key in → Load → Seismic Load

Pada kolom Key in Seismic Load masukkan faktor koefisien gempa horizontal.

Page 28: BAB 3 METODOLOGI ANALISA 3.1. Prosedur analisisthesis.binus.ac.id/doc/Bab3/2007-3-00386-SP Bab 3.pdfpengambilan contoh adalah dengan melakukan pengeboran pada titik-titik yang dipilih

70

Gambar 3.21. Tampilan kolom key in Seismic Load pada program Slope/w

Tahap kedelapan, menghitung faktor keamanan terhadap gempa

Setelah koefisien gempa telah dimasukkan, langkah kedelapan adalah mencari

faktor keamanan terhadap beban gempa, dengan cara yang sama pada langkah keenam.