bab 3

6
BAB 3 KERATOKONJUNGTIVITIS EPIDEMIKA 3.1 Anatomi dan Fisioloi A. Konjungtiva Konjungtiva adalah membran mukosa yang transparan dan tipis membungkus permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebrali permukaan anterior sklera (konjungtiva bulbaris). Konjungtiva bersa dengan kulit pada tepi palpebra ( suatu sambungan mukokutan ) dan dengan kornea di limbus ( Riordan P, 200 ). Konjungtiva palpebralis melapisi permukaan posterior kelopak mata da melekta erat ke tarsus. !i tepi superior dan in"erior tarsus, konjungtiva posterior (pada "orniks superior dan in"erior) dan membungkus jaringan ep menjadi konjungtiva bulbaris ( Riordan P, 200 ). Konjungtiva bulbaris melekat longgar ke septum orbitale di "orniks d melipat berkali # kali. Adanya lipatan # lipatan ini memungkinkan bola ma bergerak dan memperbesar permukaan konjungtiva sekretorik. (duktus # kelenjar lakrimal bermuara ke "orniks temporal superior). Konjungtiva bul melekat longgar pada kapsul tenon dan sklera di ba$ahnya, ke%uali di limb (tempat kapsul tenon dan konjungtiva menyatu sepanjang & mm) (Ri 200). 'ipatan konjungtiva bulbaris yang tebal, lunak, dan mudah bergerak ( semilunaris) terletak di kantusinternus dan merupakan selaput pembentuk kelopak mata dama beberapa he$an kelas rendah. truktru epidermoid sema%am daging ( %arun%ula ) menempel se%ara super"isial ke bagian dalam semilunaris dan merupakan ona transisi yang mengandung baik elem maupun membran mukosa ( Riordan P, 200 ). *. Kornea Kornea merupakan membran yang transparan berbentuk bulat dan melekat pada limbus di sklera ( seperti ka%a pada jam tangan ). +ungsi 2

Upload: nurizalindah

Post on 04-Oct-2015

3 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

bab 3

TRANSCRIPT

BAB 3KERATOKONJUNGTIVITIS EPIDEMIKA3.1 Anatomi dan Fisiologi

A. Konjungtiva

Konjungtiva adalah membran mukosa yang transparan dan tipis yang membungkus permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebralis) dan permukaan anterior sklera (konjungtiva bulbaris). Konjungtiva bersambungan dengan kulit pada tepi palpebra ( suatu sambungan mukokutan ) dan dengan epitel kornea di limbus ( Riordan P, 2009 ).Konjungtiva palpebralis melapisi permukaan posterior kelopak mata dan melekta erat ke tarsus. Di tepi superior dan inferior tarsus, konjungtiva melipat ke posterior (pada forniks superior dan inferior) dan membungkus jaringan episklera menjadi konjungtiva bulbaris ( Riordan P, 2009 ).Konjungtiva bulbaris melekat longgar ke septum orbitale di forniks dan melipat berkali kali. Adanya lipatan lipatan ini memungkinkan bola mata bergerak dan memperbesar permukaan konjungtiva sekretorik. (duktus duktus kelenjar lakrimal bermuara ke forniks temporal superior). Konjungtiva bulbaris melekat longgar pada kapsul tenon dan sklera di bawahnya, kecuali di limbus (tempat kapsul tenon dan konjungtiva menyatu sepanjang 3 mm) (Riordan P, 2009).Lipatan konjungtiva bulbaris yang tebal, lunak, dan mudah bergerak (plica semilunaris) terletak di kantus internus dan merupakan selaput pembentuk kelopak mata dama beberapa hewan kelas rendah. Struktru epidermoid kecil semacam daging ( caruncula ) menempel secara superfisial ke bagian dalam plica semilunaris dan merupakan zona transisi yang mengandung baik elemen kulit maupun membran mukosa ( Riordan P, 2009 ).B. Kornea

Kornea merupakan membran yang transparan berbentuk bulat dan melekat pada limbus di sklera ( seperti kaca pada jam tangan ). Fungsi kornea sebagai pelindung mata dan sebagai jendela bagi sinar yang masuk ke dalam mata, sampai retina. Kornea merupakan batas depan dari bola mata.

Kornea memiliki tebal bagian sentral = 0,54 mm dan tebal bagian perifer = 0,65 mm. Kornea memiliki diameter = 11,5 mm pada manusia dewasa dan memiliki kekuatan = 43 Dioptri ( Riordan P, 2009 ).Sumber sumber nutrisi untuk kornea adalah pembuluh pembuluh darah limbus, humor aqueous, dan air mata. Kornea superfisial juga mendapatkan sebagian besar oksigen dari atsmosfer. Saraf saraf sensorik kornea didapat dari cabang pertama (ophtalmicus) nervus kranilais V (trigeminus). Transparansi kornea disebabkan oleh strukturnya yang seragam, avaskularitas, dan deturgesensinya ( Riordan P, 2009 ).3.2 Pertahanan Konjungtiva dan Kornea terhadap infeksi

Karena lokasinya, konjungtiva terpajan oleh banyak mikroorganisme dan faktor-faktor lingkungan lain yang mengganggu. Beberapa mekanisme melindungi permukaan mata dari substansi luar: pada film air mata, komponen aquos mengencerkan materi infeksi, mukus menangkap debris, dan aktivitas pompa palpebra membilas air mata ke duktus air mata secara konstan; air mata mengandung substansi anti mikroba, termasuk lisozim dan anti bodi (IgG dan IgA) (Garcia-Ferrer FJ et al, 2009).Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan jendela yang dilalui oleh berkas cahaya saat menuju retina. Epitel kornea adalah sawar yang efisien terhadap masuknya mikroorganisme ke dalam kornea. Namun, sekali kornea ini cedera, stroma yang avaskular dan lapisan Bowman mudah terinfeksi berbagai macam organisme, seperti bakteri, amuba dan jamur. Patogen memerlukan inokulum yang berat atau hospes yang lemah (mis., defisiensi imun) untuk dapat menimbulkan infeksi. Kortikosteroid lokal atau sistemik mengubah reaksi imun pejamu dengan berbagai cara dan memungkinkan organisme oportunistik masuk dan tumbuh dengan subur (Biswell R, 2009).Keratokonjungtivitis epidemika umunya terkait dengan adenovirus tipe 8 dan 9 yang menjadi wabah di daerah india dan sekitarnya. Pasien mempunyai daya penularan tinggi selama 2 minggu dan masa inkubasi virus ini adalah 2-14 hari, orang yang terkena virus ini akan menjadi pasien yang infeksius sejak 10-14 hari setelah mucul gejala. Keratokonjungtivitis epidemika ditandai dengan konjungtivitis akut, kemerahan, perasaan mengganjal, serta ketidaknyamanan pada mata. Dalam 60% kasus mengenai keuda mata. Pada pemeriksaan mata didapatkan edema kelopak mata, edema folikel pada konjugtiva palpebra superior, perdarahan subkonjungtiva, serta pseudomembran yang jarang terjadi pada konjungtiva palpera superior. Pada kornea tampak lesi di epitel yang menyebabkan fotopobia. Dan juga terbentuk infiltrat sebatas lapisan membran bowman sebagai reaksi hipersensitivitas terhadap antigen virus. Pada kasus yang jarang juga bisa terjadi kesulitan untuk membuka mata dikarenakan pseudomembran yang menutupi kedua mata. ( Shenoy, 2013 )3.3Definisi Keratokonjungtivitis epidemikaKeratokonjungtivitis epidemika adalah konjungtivitis viral yang disebabkan oleh adenovirus. Stereotipe lain dari adenovirus juga dapat menyebabkan Demam Faringokonjungtival dan Follicular konjungtivitis (Bawazeer A, 2013) Keratokonjungtivitis epidemika adalah konjungtivitis folikel akut yang berhubungan dengan keratitis superfisial pungatat dan biasanya terjadi secara epidemik (Khurana, 2007).3.4Epidemiologi

Adenoviral merupakan 65-90% penyebab pada konjungtivitis viral (Tidy C, 2014). Prevalensi dan insidensi dari Keratokonjungtivitis epidemika di USA tidak dapat ditentukan karena kasusnya sering tidak dilaporkan, tidak didapatkan adanya perbedaan pada jenis kelamin, dan infeksi ini lebih sering terjadi pada orang dewasa, meskipun semua usia dapat terkena (Bawazeer A A, 2013).3.5Etiologi

Keratokonjungtivitis epidemika disebabkan oleh adenovirus tipe 8, 19, 29, dan 37 (subgroup D adenovirus manusia). Kondisi menular dan menyebar melalui kontaminasi kontak dengan jari penderita, pemakaian obat bersama, dan penggunaan tonometri (Khurana, 2007). Virus-virus ini dapat diisolasi dalam biakan sel dan diidentifikasi dengan uji netralisasi. Kerokan konjungtiva menampakkan reaksi radang mononuclear primer; bila terbentuk pseudomembran, juga tampak neutrofil yang banyak (Garcia-Ferrer FJ et al, 2009).3.6 Gejala Klinis

Masa inkubasi 8 hari setelah terjadi infeksi dan virus bertahan pada mata merah selama 2-3 minggu (Khurana, 2007). Keratokonjungtivitis epidemika umumnya bilateral. Awalnya sering pada satu mata saja, dan biasanya mata pertama lebih parah. Pada awalnya, terdapat injeksi konjungtiva, nyeri sedang, dan berair mata; dalam 5-14 hari akan diikuti oleh fotofobi, keratitis epitel, dan kekeruhan subepitel yang bulat. Sensasi kornea normal dan terdapat nodus preaurikuler dan nyeri tekan yang khas. Konjungtivitisnya berlangsung paling lama 3-4 minggu. Kekeruhan subepitel terutama terfokus di pusat kornea, biasanya tidak pernah ke tepian; menetap berbulan-bulan, tetapi sembuh tanpa parut (Garcia-Ferrer FJ et al, 2009).Keratokonjungtivitis epidemika pada orang dewasa terbatas di bagian luar mata, tetapi pada anak-anak mungkin terdapat gejala-gejala sistemik infeksi virus, seperti demam, sakit tenggorokan, otitis media, dan diare. Transmisi nosokomial selama pemeriksaan (Garcia-Ferrer FJ et al, 2009)Keratokonjungtivitis Epidemika dapat dibagi menjadi 3 tahap :

Tahap pertama adalah konjungtivitis serosa akut yang ditandai dengan konjungtiva hiperemi yang non spesifik, kemosis ringan, dan lakrimasi. Tahap kedua adalah tampak konjungtivits folikuler akut yang ditandai dengan pembentukan folikel yang lebih jelas.

Tahap ketiga adalah konjungtivitis pseudomembran akut dengan ditandai pembentukan pseudomembran pada permukaan konjungtiva.

Adanya kerusakan pada kornea yaitu terjadinya keratitis superfisial pungtata merupakan ciri khas dari keratokonjungtivitis epidemika yang terbentuk setelah 1 minggu dari munculnya konjungtiviis. Limfadenopati preaulikuler bisa muncul dalam beberapa kasus keratokonjungtivitis epidemika. ( Khurana, 2007 )Keratitis umumnya menyertai seluruh jenis kojungtivitis adenovirus, yang mencapai puncaknya 5-7 hari sesudah mulainya konjungtivitis. Keratitis ini merupakan keratitis epithelial halus yang paling jelas terlihat dengan slitlamp setelah ditetes fluorescein (Biswell R, 2009).3.7Diagnosis

Diagnosis dari keratokonjungtivitis epidemika ditegakkan berdasarkan karakteristik dari gejala klinis. Pemeriksaan sitologi konjungtiva dan kultur virus dapat mengidentifikasi dan mengkonfirmasi adanya keratokonjungtivitis epidemika (Bawazeer A, 2013). Dapat juga didiagnosis dengan adanya konjungtiva folikular disertai dengan perdarahan konjungtiva, pseudomembran, dan juga tampak infiltrat pada kornea. Titer serologi dapat mengkonfirmasi dari infeksi adenovirus akut, namun tes ini jarang dilakukan (AAO, 2005).3.8Diagnosis Banding

1. Konjungtivitis alergikaPada konjungtivitis alergika, gejala yang lebih dominan adalah rasa gatel pada mata yang dikeluhkan dan pada pemeriksaan laboratorium (scrapping) didapatkan eosinofil.2. Keratokonjungtivitis sikaPada keratokonjungtivitis sika pada sindrom sjogren terdapat trias tanda yang utama yaitu keratokonjungtivitis sika, xerostamia, disfungsi jaringan ikat (artritis)3. Konjungtivitis Bakterial Pada keratokonjungtivitis bakteri, didapatkan sekret yang purulen mata mata yang terinfeksi dan pada pemeriksaan laboratorium (scrapping) didapatkan sel PMN. (Bawazeer A, 2013) (Garcia-Ferrer FJ et al, 2009).3.9Penatalaksanaan

Terapi untuk infeksi okular karena adenovirus adalah terapi suportif. Kompres dingin dan artificial tears mungkin dapat mengurangi gejala simptomatik. Antibiotik topikal dapat diindikasikan hanya bila dari gambaran klinis terdapat superinfeksi bakteri (Garcia-Ferrer FJ et al, 2009) yang salah satunya ditandai oleh discharge mucopurulent, atau bila penyebab viral kurang pasti (AAO, 2005). Penggunaan kortikosteroid selama konjungtivitis akut dapat memperpanjang keterlibatan kornea lebih lanjut sehingga harus dihindari (Garcia-Ferrer FJ et al, 2009). Antivirus seperti cidofovir menghambat replikasi dari adenovirus, tetapi bersifat toksik dan tidak aman menurut FDA. Bila terdapat konjungtival membran karena EKC, dapat dilakukan pengambilan manual menggunakan forceps atau cotton swab setiap 2-3 hari (AAO, 2005).Penularan dapat dicegah dengan higien personal yang baik seperti sering mencuci tangan, penggunaan handuk, sarung bantal, dan sarung tangan yang bersih, dan pembuangan tisu yang terkontaminasi dengan baik (AAO, 2005). 3.10 Prognosis

Gejala mungkin akan bertahan 4-6 minggu dan mungkin dapat memburuk sebelum akhirnya membaik (Bawazeer, 2013). Kekeruhan subepitel menetap berbulan-bulan, tetapi sembuh tanpa sikatrik (Garcia-Ferrer FJ et al, 2009).18