bab 3 37 - 89

71
Perancangan Museum Musik Tradisional Indonesia Dengan pendekatan arsitektur Eco-Tect di Jakarta Panitra Adi Wibisono | 052.10.036 BAB III ANALISIS DAN PERUMUSAN KONSEP PROGRAMATIK 3.1 Analisis Konsep Programatik Pemrograman merupakan proses analisis arsitektural, pada bab ini, pembahasan akan difokuskan pada proses programatik dengan bentuk penganalisaannya menggunakan metode pemrograman dari Robert Hershberger dalam alat musik tradisional Architectural Programming And Predesign Manager. Metode ini terbagi atas delapan aspek yang dapat membantu arsitek dalam menganalisis lebih detail “HECTTEAS”. 1 3.1.1 Nilai Manusia (Human Issues) Manusia sebagai pengguna adalah hal utama dalam terciptanya karya arsitektur. Sebuah fungsi yang dihadirkan dalam arsitektur sebaiknya adalah semata-mata karena adanya kebutuhan manusia akan kegiatan yang ingin dinaungi di dalam karya tersebut. Ketika nilai manusia menjadi acuan dalam analisis masalah. 3.1.1.3 Faktor Fungsional A. Deskripsi jenis-jenis Kegiatan Museum. Kegiatan pada museum adalah menyimpan koleksi seni rupa, memamerkan koleksi seni rupa, memberikan informasi yang jelas kepada pengunjung, menjadi sarana berwisata atau menjadi tempat tujuan wisata bagi wisatawan asing maupun domestik, dan sebagai penambah wawasan mengenai seni rupa. Dan dapat dibagi menjadi: 1. Kegiatan Utama. Kegiatan pameran, merupakan kegiatan komunikasi visual antara karya seni rupa (obyek) dengan pengunjung (subyek). 2. Kegiatan Pengunjung. 1 Architecture Programing and predesign manager 37

Upload: wiby-latherio

Post on 27-Dec-2015

203 views

Category:

Documents


22 download

DESCRIPTION

pra-ta

TRANSCRIPT

Page 1: BAB 3 37 - 89

Perancangan Museum Musik Tradisional IndonesiaDengan pendekatan arsitektur Eco-Tect di Jakarta

Panitra Adi Wibisono | 052.10.036

BAB III

ANALISIS DAN PERUMUSAN KONSEP PROGRAMATIK

3.1 Analisis Konsep Programatik

Pemrograman merupakan proses analisis arsitektural, pada bab ini, pembahasan akan

difokuskan pada proses programatik dengan bentuk penganalisaannya menggunakan metode

pemrograman dari Robert Hershberger dalam alat musik tradisional Architectural Programming

And Predesign Manager. Metode ini terbagi atas delapan aspek yang dapat membantu arsitek

dalam menganalisis lebih detail “HECTTEAS”.1

3.1.1 Nilai Manusia (Human Issues)

Manusia sebagai pengguna adalah hal utama dalam terciptanya karya arsitektur. Sebuah

fungsi yang dihadirkan dalam arsitektur sebaiknya adalah semata-mata karena adanya

kebutuhan manusia akan kegiatan yang ingin dinaungi di dalam karya tersebut. Ketika nilai

manusia menjadi acuan dalam analisis masalah.

3.1.1.3 Faktor Fungsional

A. Deskripsi jenis-jenis Kegiatan Museum.

Kegiatan pada museum adalah menyimpan koleksi seni rupa, memamerkan koleksi seni rupa,

memberikan informasi yang jelas kepada pengunjung, menjadi sarana berwisata atau menjadi

tempat tujuan wisata bagi wisatawan asing maupun domestik, dan sebagai penambah

wawasan mengenai seni rupa. Dan dapat dibagi menjadi:

1. Kegiatan Utama.

Kegiatan pameran, merupakan kegiatan komunikasi visual antara karya seni rupa

(obyek) dengan pengunjung (subyek).

2. Kegiatan Pengunjung.

Kegiatan museum musik tradisonal indonesia, merupakan kegiatan pencarian informasi

mengenai karya dan pengetahuan tentang seni rupa (obyek) melalui kegiatan baca dan

audiovisual.

3. Kegiatan Pengelola.

Kegiatan yang bersifat pengelolaan, kegiatan administrasi, kegiatan ekonomi, dan

kegiatan kerumahtanggaan.

4. Kegiatan yang bersifat Konservasi dan Preservasi.

Kegiatan pengadaan koleksi, perawatan dan perencanaan koleksi, pendokumentasian

obyek, perawatan dan perlindungan obyek (karya seni rupa).

1 Architecture Programing and predesign manager

37

Page 2: BAB 3 37 - 89

Perancangan Museum Musik Tradisional IndonesiaDengan pendekatan arsitektur Eco-Tect di Jakarta

Panitra Adi Wibisono | 052.10.036

5. Kegiatan Service.

Kegiatan mekanikal elektrikal, keamanan, service, dan pemeliharaan.

B. Analisa Pelaku Kegiatan

1. Pengelola Museum

Pengurus adalah orang yang bertanggung jawab atas keberlangsungan kegiatan yang

terjadi di dalam museum. Pengurus museum dibagi menjadi tiga, yaitu:

Pengelola Museum2

Merupakan orang yang bekerja di museum sebagai kepala, kurator, konservator,

preparator, edukator, dan registrar. Kegiatan pengelola museum adalah segala

sesuatu yang berhubungan dengan pengoprasian sebuah museum.

Pengelola Kegiatan Penunjang

Merupakan pengelola yang bertugas mengoprasikan kegiatan-kegiatan

penunjang yang terdapat di dalam museum

Gambar 3.1 skema alur pengelola Museum

2 Kode Etik Penyelenggara dan Pengelola Museum, Asosiasi Museum Indonesia (AMI), http://asosiasimuseumindonesia.or.id/kodeetik/kodeetik00_0001.htm

38

Page 3: BAB 3 37 - 89

Perancangan Museum Musik Tradisional IndonesiaDengan pendekatan arsitektur Eco-Tect di Jakarta

Panitra Adi Wibisono | 052.10.036

Gambar 3.2 skema alur karyawan

2. Pengunjung Museum

Museum memiliki peran penting dalam penyampaian informasi kepada pengunjungnya

yang terkait dengan esensi museum sebagai “pengingat”. Sebagai ruang pengingat yang

bersifat publik, museum seharusnya menjadi begitu akrab dengan masyarakat awam. Maka

sasaran utama pengunjung museum adalah masyarakat umum, namun pengelompokkan

masyarakat tersebut dibagi dalam klasifikasi umur sebagai berikut:

Dewasa

Pengunjung dengan klasifikasi umur dewasa dapat berkunjung ke museum tidak

hanya sebagai sarana rekreasi, namun sekaligus sebagai sarana edukasi, serta

sebagai salah satu kegiatan bagi para penggiat seni yang ingin berpartisipasi

didalamnya. Kegiatan tersebut dapat berupa kegiatan komersil (pagelaran seni,

seminar, dsb) maupun kegiatan non-komersil (pameran, diskusi, dsb)

Remaja

Pengunjung remaja merupakan klasifikasi umur diantara dewasa dan anak-anak,

dimana remaja dapat melakukan kegiatan yang berhubungan dengan edukasi,

sekaligus sebagai tempat rekreasi dan bersosialisasi, serta sebagai sarana untuk

berekreasi.

39

Page 4: BAB 3 37 - 89

Perancangan Museum Musik Tradisional IndonesiaDengan pendekatan arsitektur Eco-Tect di Jakarta

Panitra Adi Wibisono | 052.10.036

Anak-anak

Pengunjung anak-anak merupakan klasifikasi umur yang paling sering

melakukan kunjungan ke museum-museum sebagai bentuk pengenalan terhadap

ilmu pengetahuan. Tujuan utamanya adalah mendapatkan informasi yang edukatif

yang dikemas dengan kegiatan rekreasi.

Sebagai suatu institusi yang bersifat rekreasi edukatif, museum juga harus mengakomodir

kedatangan pengunjung dalam jumlah banyak (rombongan). Adapun pengunjung yang

datang dengan cara rombongan juga terbagi dalam tiga klasifikasi umur: dewasa, remaja,

dan anak-anak yang sudah dijelaskan sebelumnya. Adapun yang membedakan antara

rombongan yang satu dengan yang lainnya adalah dari segi fisiologis – yakni kemampuan

kondisi fisik dalam menanggapi fungsi museum – yang akan dijelaskan pada poin

“fisiologis”.

Gambar 3.3 skema alur pengunjung

Tabel 3.1 Tinjauan alokasi ruang terhadap kegiatan pengelola

Pelaku kegiatan Kegiatan Karakter ruang Alokasi ruang

Pengelola

museum

Melakukan rapat

Dewan Pendiri

museum untuk

memastikan

keberlangsungan dari

museum

Memerlukan suasana

kondusif dan hening

Memerlukan

suasana

kondusif dan

hening

40

Page 5: BAB 3 37 - 89

Perancangan Museum Musik Tradisional IndonesiaDengan pendekatan arsitektur Eco-Tect di Jakarta

Panitra Adi Wibisono | 052.10.036

Melakukan pekerjaan

administratif tentang

museum

Jabatan menentukan

privasi rg, dekat dengan

staf

Ruang pimpinan

Menghadiri presentasi

atas proposal pameran

temporer yang ingin

dilaksanakan

Dilakukan secara

kondisional

Ruang rapat

Melakukan peninjauan

langsung terhadap

museum secara

berkala sebagai

evaluasi terhadap

peningkatan kualitas

museum

Dilakukan dengan cara

memantau dari sudut

pandang pengunjung

- (seluruh bagian

museum)Melakukan kegiatan

pemenuhan kebutuhan

sehari-hari seperti:

makan, buang air kecil,

beribadah, dan istirahat

Kegiatain ini dilakukan

secara rutin

Turun dari kendaraan

dan/atau memarkir

kendaraan bermotor

Dimensi kenyamanan

sesuai maneuver

kendaraan

Ruang tunggu,

toilet, musholla,

pantry

Drop off, parker

mobil

Pengelola

kegiatan

penunjang/petuga

s oprasional

museum

Menjaga keamanan

museum dari ancaman

pihak-pijhak tertentu –

seperti pencurian

koleksi pameran,

ancaman vandalisme,

keributan, tindak

kriminal, penerobosan

Dilakukan selama 24 jam.

Ruang ini tersebar di

beberapa titik yang penting

agar keamanan tetap

terjaga

Ruang pengawas

keamanan, pos

satpam

41

Page 6: BAB 3 37 - 89

Perancangan Museum Musik Tradisional IndonesiaDengan pendekatan arsitektur Eco-Tect di Jakarta

Panitra Adi Wibisono | 052.10.036

masuk tanpa tiket, dan

lain sebagainya.

Melakukan kegiatan

pemenuhan kebutuhan

sehari-hari – seperti:

makan, buang air kecil,

beribadah, dan

istirahat.

Dibuat terpisah dengan yg

lain agar bisa optimal

sesudah jam kerja

Ruang tunggu,

toilet, musholla,

pantry

Melakukan pendataan

kegiatan, dan pusat

bagian informasi

Dilakukan selama kegiatan

aktifitas pengunjung

museum dilaksanakan

Ruang

recepsionis

Menerima barang

koleksi museum dari

para kolektor benda

pameran, barang, dan

alat musik tradisional

museum musik

tradisonal indonesia

melalui fasilitas

pengiriman barang

menggunakan

kendaraan berat

(kontainer)

Diletakkan ditempat yang

memudahkan kendaraan

dan penerima barang

Dek bongkar

muat

Melakukan pekerjaan

administrasi

Memerlukan hubungan

yang erat utk sesamanya

Keamanan perlu

diperhatikan

Ruang staf

Melakukan kegiatan

administrasi ketika

koleksi pameran

sampai

Membutuhkan sirkulasi yg

terpisah dr pengunjung

Ruang

administrasi

Menyimpan koleksi

pameran museum

Terjaga iklim makro dan

mikro-nya

penerimaan

barang

Menyimpan barang Terjaga iklim makro dan Gudang

42

Page 7: BAB 3 37 - 89

Perancangan Museum Musik Tradisional IndonesiaDengan pendekatan arsitektur Eco-Tect di Jakarta

Panitra Adi Wibisono | 052.10.036

keperluan museum mikro-nya

Menyimpan alat musik

tradisional museum

musik tradisonal

indonesia

Terjaga iklim makro dan

mikro-nya

Ruang

penyimpanan alat

musik tradisional

Melakukan perawatan

terhadap koleksi

pameran agar tidak

rusak

Ruang bekerja pekerjaan

bertukang

Ruang bengkel &

studio

Menyiapkan instalasi

ruang pamer

Mudah pengunjung

Memerlukan lighting yang

optimal

Ruang konservasi

Membersihkan ruang

pamer dan benda

koleksi secara berkala

Kegiatan dilakukan

bergantung karakter

material

Ruang restorasi

Menjual tiket masuk

museum

Kegiatan yang dilakukan

secara rutin

Loket tiket

Melakukan

dokumentasi terhadap

benda seni yang

dipamerkan

Ruang kuratorial

Berganti baju seragam Ruang ganti

Menyimpan barang

pribadi

Locker

Melakukan kegiatan

pemenuhan kebutuhan

sehari-hari – seperti:

makan, buang air kecil,

beribadah, dan

istirahat

Area khusus pengelola Ruang tunggu,

toilet, musholla,

pantry

Memarkir kendaraan

bermotor

Parkir kendaraan

43

Page 8: BAB 3 37 - 89

Perancangan Museum Musik Tradisional IndonesiaDengan pendekatan arsitektur Eco-Tect di Jakarta

Panitra Adi Wibisono | 052.10.036

Pekerjaan listrik Memperbaiki saluran yang

rusak (jika ada)

Ruang trafo,

panel utama, gen

set

Melakukan pengisian ulang

bahan bakar utk genset

Ruang tanki solar

Melakukan kontrol terhadap

aliran listrik dlm bangunan

Rg panel per

lt./zona (shaft)

Pekerjaan air Memperbaiki saluran yang

rusak (jika ada)

Rg treated water

tank, rg pompa,

rg pompa, rg

reservoir atas,

Mendaur ulang pemakaian

air kotor dan perawatannya

Header (utk

sprinkler)

Melakukan kontrol terhadap

aliran air dlm bangunan

Pompa diesel,

pompa air tanah

(utk sprinkler)

Pekerjaan sampah Membuang sampah dari

setiap ruangan ke

pembuangan sementara di

tapak

- Holding tank,

STP 1-2-3,

neutralizer tank

- Shaft per lantai

Pekerjaan kebun/ruang

luar

Melakukan penyiraman

penyiangan dan

pemupukan

TPS, shaft

sampah

Pekerjaan kebersihan Melakukan pekerjaan

menyapu, mengepel,

mengelap, dsb.

Tanki air

Gudang

penyimpanan

alat, janitor

Pekerjaan

pengudaraan

Memperbaiki saluran yang

rusak (jika ada)

AHU, chiller,

cooling tower

Shaft

pengudaraan

44

Page 9: BAB 3 37 - 89

Perancangan Museum Musik Tradisional IndonesiaDengan pendekatan arsitektur Eco-Tect di Jakarta

Panitra Adi Wibisono | 052.10.036

Tabel 3.2 Tinjauan alokasi ruang terhadap kegiatan utama pengunjung

Pengunjung Membeli tiket ke

museum

Publik Loket tiket

Menunggu antrian tiket,

sembari melihat-lihat

display artwork

Publik Lobby

Melihat-lihat pameran

tetap

Semi-publik,

mengutamakan display

koleksi mikro klimat

(tertutup), display

pendengaran musik-musik

sesuai alur era zaman

musik, pemaparan cerita

perkembangan musik

Indonesia dan pemajangan

poster atau cover cd/kaset,

pada setiap akhir alur

terdapat perkembangan alat

musik, serta pengolahan

ruang arsitektural

R. pamer tetap

Turun dari kendaraan

dan/atau memarkir

kendaraan bermotor

publik Drop off dan

tempat parkir

Ishoma dan buang air privat Toilet, musholla,

ruang duduk

Table 3.3 Tinjauan alokasi ruang terhadap kegiatan penunjang pengunjung

museum musik

tradisonal

indonesia

Membaca alat musik

tradisional dan diskusi

Publik, tkt kebisingan

rendah

Ruang baca

Menggunakan

komputer dan media

multimedia lain

Publik, tkt kebisingan

rendah

Ruang

multimedia

45

Page 10: BAB 3 37 - 89

Perancangan Museum Musik Tradisional IndonesiaDengan pendekatan arsitektur Eco-Tect di Jakarta

Panitra Adi Wibisono | 052.10.036

Meminjam alat musik

tradisional

Publik, dekat dgn pintu

keluar

K. peminjaman

Mengembalikan alat

musik tradisional

Publik, dekat dgn pintu

masuk

K. Pengembalian

Mendaftar menjadi

anggota museum

musik tradisonal

indonesia

Publik K. pendaftaran

Buang air Publik Toilet

Restaurant Memesan makanan

untuk dibawa pulang

Publik, dipisahkan dgn yang

makan dine in

Kaunter

pemesanan take

away

Memesan makanan

untuk dimakan di

tempat

Publik Ruang makan

Mencuci tangan Servis, terletak di area

basah

Ruang cuci

tangan

Memakan makanan

pesanan

Publik Ruang makan

Membayar pesanan Publik, bisa dilakukan

langsung

Kaunter

pembayaran

Pusat souvenir Melihat-lihat display Publik, lokasi mudah dilihat R. display

souvenir

Membayar souvenir Publik, lokasi mudah dilihat Kasir

Pertunjukkan

Ruang Luar

(Amphitheatre)

Menonton pertunjukkan

musik

Publik, terbagi area

hujan/tdk

R. pentas outdoor

Beristirahat Publik, tersebar merata Ruang duduk

Melihat-lihat festival

perayaan

Publik, serbaguna R. publik

multifungsi46

Page 11: BAB 3 37 - 89

Perancangan Museum Musik Tradisional IndonesiaDengan pendekatan arsitektur Eco-Tect di Jakarta

Panitra Adi Wibisono | 052.10.036

Melakukan persiapan

acara pagelaran seni

musik

Privat, menunjang acara

pagelaran seni

Ruang tunggu,

R. publik

Mengganti baju dan

bersiap-siap

Privat Ruang ganti

Melakukan

pertunjukkan atau

atraksi

Publik Ruang luar

Melakukan kegiatan

pemenuhan kebutuhan

sehari-hari – seperti:

makan, buang air kecil,

beribadah, dan istirahat

Servis, tidak mengganggu

aktivitas utama

Pantry, ruang

istirahat, toilet

Berikut adalah Program Ruang dari Museum musik tradisional indonesia yang luasannya

berasal dari sumber sebagai berikut :

Data Arsitek (DA.) Ernest Neufert

Manual Museum Exhibition (MM

47

Page 12: BAB 3 37 - 89

Perancangan Museum Musik Tradisional IndonesiaDengan pendekatan arsitektur Eco-Tect di Jakarta

Panitra Adi Wibisono | 052.10.036

48

Page 13: BAB 3 37 - 89

Perancangan Museum Musik Tradisional IndonesiaDengan pendekatan arsitektur Eco-Tect di Jakarta

Panitra Adi Wibisono | 052.10.036

49

Page 14: BAB 3 37 - 89

Perancangan Museum Musik Tradisional IndonesiaDengan pendekatan arsitektur Eco-Tect di Jakarta

Panitra Adi Wibisono | 052.10.036

Kesimpulan :

Menurut hasil analisa fungsional dapat teridentifikasi jenis, pelaku, dan pengelompokan

kegiatan sebagai referensi untuk menentukan zoning dan besaran ruang, dan kebutuhan

massing disesuaikan dengan besaran ruang yang akan diwadahi di dalam bangunan

3.1.1.2 Faktor Sosial

Faktor sosial berhubungan dengan hubungan antara kelompok pengguna yang satu

dengan yang lainnya. Analisa pertemuan kelompok pengguna untuk kasus museum musik

tradisional indonesia adalah sebagai berikut :

50

Page 15: BAB 3 37 - 89

Perancangan Museum Musik Tradisional IndonesiaDengan pendekatan arsitektur Eco-Tect di Jakarta

Panitra Adi Wibisono | 052.10.036

Pertemuan kelompok pengguna individu dengan pengguna yang berkelompok

Pertemuan antar kelompok ini merupakan kelompok yang memiliki tujuan dan kegiatan

yang sama, hanya saja kuantitas pelakunya yang berbeda. Pengunjung yang berkelompok

bisa diasumsikan sebagai kelompok kecil (keluarga) hingga kelompok besar (rombongan).

Sehingga yang menjadi hal terpenting ketika kelompok ini bertemu adalah perlunya space

yang cukup besar sehingga pelaku yang datang secara individu tidak terganggu dalam

menjalankan kegiatannya. Titik pertemuan kelompok ini terjadi pada area yang bersifat

penerima, dan area yang bersifat fungsi utama dari museum ini (pameran).

Pertemuan kelompok pengguna dengan pengisi acara/pengajar/pemateri diskusi

Pertemuan kelompok ini bertempat pada Fungsi Area Pertunjukan Musik. Pada fungsi

pendidikan musik, bentuk interaksi antara kedua kelompok pengguna adalah pada ruang

kelas, dimana kedua kelompok terlibat dalam proses belajar mengajar di bidang musik

yang membutuhkan kualitas akustik ruang yang baik. Sistem belajar mengajar dibuat

menjadi interaktif dan fun, sehingga dibutuhkan adanya interaksi yang intensif antar

kelompok; yaitu pada ruang kelas yang tidak hanya berorientasi pada depan kelas (papan

tulis), tetapi juga dimungkinkan untuk melakukannya secara terpusat di tengah kelas dalam

beberapa materi sehingga pengajar dapat berinteraksi dengan optimal terhadap seluruh

siswa.

Pada area pertunjukan musik, bentuk interaksi yang dilakukan keduanya dibatasi oleh

jarak pandang visual. Sebagai sebuah tempat pertunjukan, peran pengisi

acara/pengajar/pemateri diskusi harus dapat “berkomunikasi” secara bahasa verbal dan

non-verbal (bahasa tubuh) kepada pengunjung. Dalam aplikasinya, hal tersebut harus

ditunjang dengan akustik ruang yang baik, serta ergonomis dan jarak pandang yang baik

dari tribun penonton sampai ke panggung.

Pertemuan kelompok pengguna dengan kelompok pengelola

Pertemuan antara kelompok ini merupakan hal yang paling krusial karena sebagai

bangunan umum, sasaran utama penggunanya adalah publik. Sehingga bentuk komunikasi

dan pelayanan antara pengelola dan pengguna harus dapat dimaksimalkan sebaik-

baiknya. Adapun spot-spot terpenting sebagai bentuk komunikasi antar keduanya adalah

pada ruang penerima, pusat informasi dan resepsionis, penjualan tiket, kaunter

pembayaran, dan kaunter peminjaman alat musik tradisional.

51

Page 16: BAB 3 37 - 89

Perancangan Museum Musik Tradisional IndonesiaDengan pendekatan arsitektur Eco-Tect di Jakarta

Panitra Adi Wibisono | 052.10.036

Lima spot tersebut merupakan spot yang menentukan banding image oleh pengunjung

terhadap pelayanan museum secara keseluruhan (karena merupakan titik krusial interaksi).

Permasalahannya biasanya terjadi sekitar penumpukkan pengunjung yang bisa disebabkan

karena animo yang besar, besaran ruang yang kurang memadai, pelayanan yang tidak

efektif, dan lain sebagainya. Sebagai bentuk solusi arsitektural, maka hal-hal tersebut harus

dihindari dengan menggunakan beberapa alternatif solusi, seperti: penggunaan besaran

ruang yang memadai, layout ruang yang memberi kenyamanan walaupun harus mengantri,

serta alur kegiatan yang baik agar tidak terjadi crossing.

Pertemuan kelompok pengelola dengan pengelola yang jenjangnya lebih tinggi

Asumsi dari pertemuan kelompok ini adalah; karena suatu organisasi tidak mungkin

bekerja tanpa struktur yang berhirarki, maka adalah penting ketika dalam proses bekerja

terjadi komunikasi yang baik antar individu yang tergabung dalam organisasi tersebut. Titik

pertemuan kelompok ini berkisar antara pertemuan formal secara komunal (ruang rapat)

hingga pertemuan informal secara individu (ruang kerja). Baik keduanya memerlukan

interaksi yang sesuai dengan porsinya, yaitu: ruang rapat memerlukan adanya suatu layout

dimana terjalin komunikasi yang baik antar hirarki – dimana instruksi bisa diberikan dan

ditangkap dengan jelas melalui konfigurasi ruang yang efisien dan efektif. Bentuk yang

efisien dan efektif tadi diasumsikan sebagai bentuk yang tidak menghalangi jarak pandang

antar sesama pengguna, kondusif dari segi akustik ruang, serta pandangan yang tidak

terdistraksi oleh situasi diluar ruang rapat.

Sedangkan pada pertemuan informal secara individu dapat diinterpretasikan sebagai

sesuatu yang sifatnya tidak terlalu privat dan lebih santai, sehingga bisa berkesan lebih

terbuka dan fleksibel.

Pertemuan kelompok pengelola dan dengan pengisi cara/pengajar/pemateri

Pertemuan kelompok ini terjadi untuk kegiatan yang sifatnya mempunyai kepentingan

administrasi ataupun untuk yang sifatnya pelayanan atau compliment. Sehingga untuk

keperluan administrasi, membutuhkan ruang yang cukup private, namun bisa diintegrasikan

dengan ruang lain yang sudah ada; seperti ruang rapat, dsb. Dan untuk pertemuan yang

sifatnya pelayanan juga bisa bersifat fleksibel.

Kesimpulan :

Peletakan masa bangunan dan ruang dalam bangunan dapat disusun berdasarkan hasil

analisa interaksi sosial antar pengunjung sehingga dapat ditata dengan baik sesuai topik tema

dan kebutuhan ruang sosial publik untuk tempat berinteaksi antar sesama pengguna bangunan.

52

Page 17: BAB 3 37 - 89

Perancangan Museum Musik Tradisional IndonesiaDengan pendekatan arsitektur Eco-Tect di Jakarta

Panitra Adi Wibisono | 052.10.036

3.1.1.3 Faktor Fisik3

Faktor fisik tentunya mempengaruhi suatu karya bangun arsitektur. Adapun faktor fisik

bergantung pada kondisi fisik penggunanya. Dalam klasifitikasi kondisi fiksik pengguna, dibagi

menjadi dua kelompok, yaitu:

a. Kelompok normal

Hampir seluruh kebutuhan yang direncanakan dalam museum ini adalah dengan

peruntukkan pengguna dalam kelompok normal. Sehingga tentang kelompok normal tidak

dibahas lanjut di point ini.

b. Kelompok difabel

Dalam kelompok difabel, yang diperlukan bagi penggunanya adalah kebutuhan dalam

akses. Selain bangunan yang aksesibel teradap pengguna cacat, namun yang perlu

diperhatikan dalam merespon terhadap pengguna bangunan ini adalah;

1. Kebutuhan pengguna secara morfologi

Setiap pengguna yang memiliki keterbatasan fisik dalam beraktifitas biasanya mudah

teridentifikasi karena selalu menggunakan alat bantu. Sebagai alat yang membantu aktifitas

pengguna, maka alat tersebut juga memegang peranan penting dalam keselamatan

penggunanya. Hal yang akan sangat mempengaruhi keselamatan tersebut adalah terkait dalam

pengolahan ruang dan material yang digunakan.

Penggunaan material tidak licin sehingga mengurangi resiko kecelakaan pada

penyandang cacat baik termasuk keterbatasan penglihatan dan pendengaran.

Perancangan ruang yang dirancang khusus (customized) bagi pengguna difabel seperti

toilet khusus yang memungkinkan pengguna tipe ini melakukan kegiatan buang air kecil

dan besar secara mandiri.

Dalam perancangan auditorium bagi pengguna kursi roda terdapat beberapa poin yang

harus dipertimbangkan4, antara lain:

Regulasi kebutuhan minimum tempat duduk bagi penyandang kursi roda adalah 1/100

dari kapasitas penonton.

Kursi roda harus dapat diletakan berdekatan dengan banku auditorium sehingga

penyandang cacat dapat berpindah tempat secara menyamping dari kursi roda ke kursi

penonton.

3Keputusan Mentri Pekerjaan Umum Republik Indonesia, aksesibilitas

4 Ian. (2008) Building for The Performing Arts : A Design and Development Guide. Elsevier, hal.125

53

Page 18: BAB 3 37 - 89

Perancangan Museum Musik Tradisional IndonesiaDengan pendekatan arsitektur Eco-Tect di Jakarta

Panitra Adi Wibisono | 052.10.036

Jenis kursi harus berbeda khususnya memiliki kekuatan pada pegangan tangan

sehingga kuat pada pengguna saat melakukan perpindahan.

Gambar 3.4 detail penerapan ubin bertextur

Sumber Kepmen PU 468 1998 Aksesibilitas bangunan

Gambar 3.5 Macam jenis ubin texture

Sumber Kepmen PU 468 1998 Aksesibilitas bangunan

54

Page 19: BAB 3 37 - 89

Perancangan Museum Musik Tradisional IndonesiaDengan pendekatan arsitektur Eco-Tect di Jakarta

Panitra Adi Wibisono | 052.10.036

Gambar 3.6 Penempatan ubin pemandu pada tangga

Sumber Kepmen PU 468 1998 Aksesibilitas bangunan

2. Kebutuhan pengguna secara aksesibilitas

Kebutuhan aksesibilitas adalah hal krusial yang perlu diperhatikan. Tanpa akses yang

mudah dicapai, pengguna tidak akan bisa sampai pada tempatnya. Sehingga yang diperlukan

dalam mengakomodir kebutuhan secara aksesibilitas adalah:

a. KEMUDAHAN, yaitu setiap orang dapat mencapai semua tempat atau bangunan yang

bersifat umum dalam suatu lingkungan.

b. KEGUNAAN, yaitu setiap orang harus dapat mempergunakan semua tempat atau

bangunan yang bersifat umum dalam suatu lingkungan.

c. KESELAMATAN, yaitu setiap bangunan yang bersifat umum dalam suatu lingkungan

terbangun, harus memperhatikan keselamatan bagi semua orang.

d. KEMANDIRIAN, yaitu setiap orang harus bisa mencapai, masuk dan mempergunakan

semua tempat atau bangunan yang bersifat umum dalam suatu lingkungan dengan tanpa

membutuhkan bantuan orang lain.

Pengolahan ruang dengan mengurangi perbedaan level yang terlalu besar.

Perancangan transportasi vertikal untuk pengguna difabel terutama kursi roda berupa lift

yang memiliki kriteria yang memudahkan pengguna difabel. Selain itu lift tersebut juga

berguna pada keadaan darurat sebagai lift kebakaran.

Aksesbilitas dengan besaran yang lebar seperti pada pintu-pintu masuk ruangan.

55

Page 20: BAB 3 37 - 89

Perancangan Museum Musik Tradisional IndonesiaDengan pendekatan arsitektur Eco-Tect di Jakarta

Panitra Adi Wibisono | 052.10.036

Gambar 3.7 Symbol aksesibilitas

Sumber Kepmen PU 468 1998 Aksesibilitas bangunan

Gambar 3.8 Symbol penunjuk arah pada theater

Sumber Kepmen PU 468 1998 Aksesibilitas bangunan

Gambar 3.9 Ukuran kemiringan ramp

Sumber Kepmen PU 468 1998 Aksesibilitas bangunan56

Page 21: BAB 3 37 - 89

Perancangan Museum Musik Tradisional IndonesiaDengan pendekatan arsitektur Eco-Tect di Jakarta

Panitra Adi Wibisono | 052.10.036

Gambar 3.10 Tipikal tangga

Sumber Kepmen PU 468 1998 Aksesibilitas bangunan

Gambar 3.11 Ukuran standart koridor/lobby/hall lift

Sumber Kepmen PU 468 1998 Aksesibilitas bangunan

Gambar 3.12 Ukuran tinggi peletakan kloset

Sumber Kepmen PU 468 1998 Aksesibilitas bangunan

57

Page 22: BAB 3 37 - 89

Perancangan Museum Musik Tradisional IndonesiaDengan pendekatan arsitektur Eco-Tect di Jakarta

Panitra Adi Wibisono | 052.10.036

Gambar 3,13 Analisis ruang gerak pengguna toilet

Sumber Kepmen PU 468 1998 Aksesibilitas bangunan

Gambar 3.14 Ruang bebas area wastafel

Sumber Kepmen PU 468 1998 Aksesibilitas bangunan

58

Page 23: BAB 3 37 - 89

Perancangan Museum Musik Tradisional IndonesiaDengan pendekatan arsitektur Eco-Tect di Jakarta

Panitra Adi Wibisono | 052.10.036

Kesimpulan :

Pengolahan dan pembentukan ruang sangat dipengaruhi oleh kebutuhan dari aktivitas

pengguna baik yang normal maupun pengguna dengan keterbatasan fisik.

3.1.1.5 Faktor Psikologis

Psikologis seseorang bisa terpengaruh oleh rangsangan dari luar yang ditangkap oleh 8

penginderaan , yaitu:

Penglihatan (visual)

Peraba tekan (cutaneous)

Pendengaran (auditoris)

Penggerak tekan (kinestetis)

Pengecap (gustatoris)

Pemberi sinyal dalam (organis)

Pembau (olfaktoris)

Dari 8 penginderaan diatas, yang dapat diterapkan dalam ruang arsitektural adalah visual,

auditoris, dan sedikit peraba tekan (gustatoris). Dalam indera visual, dapat ditangkap sense

adalah:

Bangun atau bentuk

Warna

Cahaya

Kedalaman (skala)

Sedangkan penginderaan pendengaran dan peraba tekan hanya bersifat pendukung. Berikut

analisa mengenai bentuk, warna, cahaya, dan kedalaman dan efek yang ditimbulkannya:

Table 3.4 analisa warna

Sumber www.google.com

59

Page 24: BAB 3 37 - 89

Perancangan Museum Musik Tradisional IndonesiaDengan pendekatan arsitektur Eco-Tect di Jakarta

Panitra Adi Wibisono | 052.10.036

Dalam aplikasi area pamer sejarah, diperlukan permainan ruang arsitektural yang akan

berpengaruh pada perasaan psikologis manusia. Adapun pengolahan rasa ruang arsitektural

tersebut akan dipengaruhi oleh skala, warna, dan pencahayaan.

Kesimpulan :

Rasa ruang yang akan ditonjolkan adalah rasa tentang romantisme, kebudayaan, kelokalan,

dan sebagainya yang akan dieksplorasi lebih lanjut di analisis psikologis.

Bangun atau bentuk: mengutamakan bentuk yang memberi rasa tradisional atau alam

Indonesia. Cenderung menggunakan bentuk yang bersudut

Warna: menggunakan warna-warna dingin karena menonjolkan tentang sejuk, tenang,

dan intima tau warna netral (biru, putih, coklat)

Cahaya: mengoptimalkan pencahayaan alami dan memberi view natural tentang

pemandangan disekitarnya (penerapan kaca untuk menghadirkan kesan alami yang

ditimbulkan oleh vegetasi sekitar)

Kedalaman (skala): menggunakan skala yang besar agar memberi kesan lapang

3.1.1.4 Faktor Fisiologis

Faktor fisiologis merupakan suatu faktor dimana bangunan dapat mengakomodir manusia

dalam keterbatasan yang tidak terlihat secara kasat mata (bisa merupakan penginderaan,

respon suhu tubuh, dan banyak lainnya).

1. Pengunjung Museum

Dalam fungsi museum, bagian terpenting adalah area pameran dan skenario di dalamnya

tidak kalah penting agar pengunjung mengerti apa yang ingin disampaikan di museum.

Permasalahannya adalah ketika skenario atau flow yang disiapkan untuk diikuti didalamnya

ternyata tidak cocok pada keadaan stamina fisik pengunjung di dalamnya. Dikarenakan

pengguna museum ini terklasifikasi berdasarkan umur (anak-anak, remaja, dan dewasa), maka

analisis akan dibuat berdasarkan segmentasi usia tersebut.

Dilansir dari detikHealth.com , bahwa jarak maksimal yang bisa ditempuh manusia untuk

berjalan adalah sejauh 4 kilometer per hari (dengan asumsi kesehatan yang optimal).

Walaupun pada aplikasinya flow yang di desain pada museum tidak mencapai 4 kilometer dan

penggunanya tidak semuanya terdiri dari remaja (yang secara fisik memiliki stamina yang baik),

maka pada flow pengunjung akan disediakan ruang istirahat pada beberapa tempat – yaitu

pada ruang peralihan antara ruang pamer sejarah dan ruang pamer budaya. Disediakan ruang

tunggu dan semacam café kecil sebagai bentuk istirahat. Selain ruang tunggu disediakan pada

60

Page 25: BAB 3 37 - 89

Perancangan Museum Musik Tradisional IndonesiaDengan pendekatan arsitektur Eco-Tect di Jakarta

Panitra Adi Wibisono | 052.10.036

area transisi tersebut, disediakan juga sofa duduk yang disebar di beberapa tempat di area

pamer agar mood pengunjung dapat terjaga.

Selain keterbatasan akan stamina, yang perlu diperhatikan juga merupakan bagaimana

informasi dan pendidikan yang ingin disampaikan dapat dimengerti dengan baik oleh

pengunjung museum. Sehingga dalam aplikasinya, selain adanya penjelasan secara harfiah

dan seinformatif mungkin tentang benda pamer – diperlukan signage yang menarik dan

informatif. Juga terdapat faktor lain yang cukup menentukan dalam proses penyampaian

informasi kepada pengunjung yaitu faktor kebisingan, penghawaan, pencahayaan, dan skala.

Keempat faktor tersebut akan mempengaruhi taraf konsentrasi seseorang pada saat menikmati

benda pamer.

a. Kebisingan

Pada saat menikmati benda seni, maka ketenangan sangat menentukan apakah seni

tersebut dapat dihayati dengan baik atau tidak. Sehingga diperlukan suatu keheningan dan

sifatnya memberi ambience kenyamanan pada seseorang dalam menikmati pameran. Analisis

lebih lanjut akan dibahas pada faktor lingkungan poin tapak.

b. Penghawaan

Pada umumnya, tahap kenyamanan manusia khususnya di Jakarta berkisar antara 24°C –

26°C. Sehingga kecenderungan bangunan akan menggunakan penghawaan buatan (AC) yang

akan dianalisis lebih lanjut pada faktor lingkungan poin sumber daya.

c. Pencahayaan

Selain pencahayaan bertujuan untuk mengoptimalkan benda pamer, beberapa benda

pamer tidak dapat menerima pencahayaan alami karena berpotensi untuk rusak. Sehingga

perletakkan ruang pamer akan bergantung pada koleksi yang terdapat didalamnya (bisa

terekspos matahari atau tidak).

d. Skala

menentukan faktor psikologis yang akan dibahas pada poin berikutnya, namun agar benda

pamer dapat dinikmati dengan optimal maka ruang pamer sebaiknya dibuat dalam skala intim

(bergantung pada luasan yang dibutuhkan), serta bersekuens agar pengunjung tidak bosan.

2. Pengelola Museum

Kegiatan utama pengelola museum adalah mengelola dan mengoperasikan museum, baik

yang bersifat operasional maupun bersifat administratif. Sehingga dalam menjalankan

61

Page 26: BAB 3 37 - 89

Perancangan Museum Musik Tradisional IndonesiaDengan pendekatan arsitektur Eco-Tect di Jakarta

Panitra Adi Wibisono | 052.10.036

pekerjaannya, pengelola yang pekerjaannya bersifat administratif akan melakukan pekerjaan

dalam waktu yang lama di meja kerjanya. Dengan tujuan ingin mengoptimalkan pekerjaan yang

dilakukan, maka ruang kerja yang ideal adalah yang kondusif dari segi kebisingan dari luar

maupun dalam tapak.

Dengan faktor kebisingan tersebut, didapat kriteria tertentu dalam menentukan ruang kerja

bagi pengelola museum, yaitu:

a. Kebisingan

Area pengelola diletakkan pada area yang kondusifitasnya dapat terjaga, namun tetap

memiliki jarak yang strategis dengan fasilitas museum agar kegiatan pengelolaan dapat

berjalan dengan optimal

b. Penghawaan

Menggunakan penghawaan buatan karena selain faktor kenyamanan termal manusia, juga

terdapat mesin-mesin elektronik (komputer, dsb) yang membutuhkan pengudaraan agar mesin

dapat bekerja dengan baik dan tidak cepat rusak.

c. Pencahayaan

Pencahayaan dapat digabungkan antara pencahayaan alami dan buatan, sehingga pada

pencahayaan buatan dapat diberi bukaan agar view ke luar bangunan bervariatif dan tidak

membosankan

d. Skala

Skala ruang yang ideal untuk ruang kerja adalah skala normal, dimana hampir seluruh

kegiatan dilaksanakan dengan duduk di meja kerja (bagi fungsi administrative), sehingga tidak

dibutuhkan skala yang besar.

Pada faktor pengguna lain yaitu pengajar, pengisi acara, maupun pengisi diskusi

merupakan pengguna bangunan yang sifatnya temporer (kecuali pengajar, mendapat fasilitas

ruang kerja yang analisisnya sama seperti pengelola). Sehingga pengguna temporer cukup

mendapat alokasi ruang dengan kondusifitas yang sama namun dapat berlaku fleksibel (tidak

hanya untuk satu individu).

Kesimpulan :

Perancangan bangunan ini akan memerhatikan perilaku dan kebutuhan psikologis

pengguna bangunan yang diwujudkan ke dalam elemen – elemen arsitektural.

Suasana ruang yang akan diciptakan dalam bangunan ini memerhatikan kebutuhan

psikologis dari pengguna dan fungsi yang ada, seperti ruang informasi dan pamer yang

62

Page 27: BAB 3 37 - 89

Perancangan Museum Musik Tradisional IndonesiaDengan pendekatan arsitektur Eco-Tect di Jakarta

Panitra Adi Wibisono | 052.10.036

tenang dan nyaman, auditorium yang bersifat sakral dan amphiteather yang bersifat lebih

mengakrabkan, ruang publik yang nyaman dan mengakrabkan serta entrance atau lobby

yang luas dan berkesan welcome terhadap pengguna.

3.1.2 Nilai Lingkungan (Invironment Issues)

3.1.2.1 Tapak (Site)

Poin ini membahas karakter dari tapak tempat proyek perancangan. Tapak berada di

kawasan Taman Mini Indonesia Indah, lahan dimana ditujukan untuk pengembangan area

kawasan Taman Mini sebagai pusat edukasi dan rekreasi di Jakarta Timur.

Gambar 3.15 peta lokasi tapak

Sumber www.google.com

Utara : kawasan Taman Mini Indonesia Indah

Barat : perumahan

Timur : kawasan Taman Mini Indonesia Indah

Selatan : jalan tol luar TMII cikunir , TB simatupang

Luas : 6 hektar

Data tapak :

Luas tapak : ± 6 Ha

KDB : 20 % = 60.000 X 0.2 = 12.000 M2

KLB : 0,8 = 60.000 X 0.8 = 48.000 M2

Ketinggian maksimum : 4

Peruntukan : Karya Umum, Taman

63

Page 28: BAB 3 37 - 89

Perancangan Museum Musik Tradisional IndonesiaDengan pendekatan arsitektur Eco-Tect di Jakarta

Panitra Adi Wibisono | 052.10.036

Pencapaian

jalur primer

Jalur sekunder

Tapak mempunyai dua jalur pencapaian

yang terbagi atas jalur primer sebagai

jalur utama pencapaian yaitu berada di

batas selatan tapak dan jalur sekunder

yang meupakan jalur yang menghubungkan semua bangunan yang berada di kawasan taman

mini Indonesia indah.

Enterance tapak

kriteria a b c

Letak informatif dan

strategis3 1 2

Lalu-lintas lancar 2 3 3

Antisipasi crossing 2 3 3

Mudah diakses 3 1 1

Total 10 8 9

Kesimpulan :

Dari hasil analisi di atas, maka point a yang paling baik dijadikan enterance utama tapak karena

memiliki point yang baik dan sesuai dengan kriteria serta paling sedikit dampak negative

terhadap tapak.

Kebisingan tinggi

Kebisingan sedang

Kebisingan rendah

64

a

cb

b

a

bbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbbb

Page 29: BAB 3 37 - 89

Perancangan Museum Musik Tradisional IndonesiaDengan pendekatan arsitektur Eco-Tect di Jakarta

Panitra Adi Wibisono | 052.10.036

Kesimpulan :

Analisa kebisingan sangat berpengaruh terhadap penzoningan ruang kegiatan karena kegiatan

dibagi menjadi banyak sifat dan mempunyai karakter yang berbeda-beda sesuai kebutuhannya.

View

3.1.2.2 Iklim (Climate)

Utara : kawasan Taman Mini Indonesia Indah

Barat : perumahan

Timur : kawasan Taman Mini Indonesia Indah

Selatan : jalan tol luar TMII cikunir , TB simatupang

Kesimpulan :

Diproleh data tapak yang sesuai dengan karakter dan kriteria pembangunan yaitu alternative 1

dengan tapak yang berada di area kawasan taman mini dan mempunyai luasan 6 ha dengan

ketentuan kdb 20% dan mempunyai peruntukan KUT (Karya Umum, Taman) dan pembahasan

pencapaian yang baik, enterance, dan view sekitar tapak.

3.1.2.2 iklim

Iklim sangat memperngaruhi perancangan bangunan dalam bentuk kenyamanan

dilingkungan sekitarnya. Indonesia memiliki iklim tropis sehingga pada waktu tertentu sinar

matahari akan sangat menyengat dan hujan ataupun angin yang kencang. Dengan fungsi

bangunan ini sebagai museum yang pengunjungnya kebanyakan melakukan aktifitas di dalam

bangunan, maka di harapkan bangunan ini dapat memberikan suasana sejuk serta nyaman

bagi pengunjung di dalam gedung dan masyarakat disekitarnya.

Curah hujan

rata-rata 133,25 mm dan Curah hujan terbanyak terjadi di bulan februari

sebesar294 mm

Kelembapan

rata-rata besar kelembaban yaitu 77,12 % dan kelembaban terpadat terjadi pada

bulan november sebesar 82,9 %.

65

Page 30: BAB 3 37 - 89

Perancangan Museum Musik Tradisional IndonesiaDengan pendekatan arsitektur Eco-Tect di Jakarta

Panitra Adi Wibisono | 052.10.036

Kecepatan angin

Rata-rata kecepatan angin yaitu 2,75 m/sec dan Kecepatan angin tercepat terjadi

pada bulan februari sebesar 4,4 m/s.

Tempertur

Rata-rata temperatur (suhu) udara di Jakarta yaitu berkisar antara 24,3 °c – 34

°c dan Temparatur tertinggi terjadi pada bulan mei yaitu sebesar 34 °c.

Kesimpulan :

Dengan kondisi iklim yang terdapat di Jakarta, bangunan harus dapat mempercepat aliran

udara yang masuk ke dalam untuk mengatasi kelembaban pada ruang dalam bangunan yang

dapat mempengaruhi kenyamanan pengguna. Selain itu, sinar matahari ataupun angin dan

hujan yang kencang dapat berakibat buruk pada bangunan, sehingga diperlukan pepohonan

besar, perdu, serta rumput untuk mengurangi kecepatan angin, pemanasan langsung dari sinar

matahari, dan mempercepat peresapan air hujan ke dalam tanah, serta penggunaan

pendekatan eco tech sangat berpengaruh untuk mengatasi iklim yang ada di lokasi tapak

3.1.2.3 Konteks (Context)

Gambar 3.16 eksisting

Sumber www.google.com

66

A

B

D D

E

Page 31: BAB 3 37 - 89

Perancangan Museum Musik Tradisional IndonesiaDengan pendekatan arsitektur Eco-Tect di Jakarta

Panitra Adi Wibisono | 052.10.036

Zoning

Gambar 3.17 zoning

Sumber www.google.com

Gambar 3.17 zoning

Kesimpulan :

dalam pembahasan konteks pada tapak diperoleh bangunan – bangunan yang mempunyai

fungsi penunjang dari tapak untuk mendukug aktifitas dari museum music tradisional Indonesia

dan dengan menganalisa hal ini juga diperoleh pembagian zoning yang dianalisa berdasarkan

lokasi tapak

3.1.2.4 Sumber daya

67

Area penerima

Area pameran

Area hall pertunjukan

Area kantor pengelola

Area vegetasi

Page 32: BAB 3 37 - 89

Perancangan Museum Musik Tradisional IndonesiaDengan pendekatan arsitektur Eco-Tect di Jakarta

Panitra Adi Wibisono | 052.10.036

1. Air

Sumber air didapat dari:

a. PAM

b. Air hujan

Distribusi air PAM ke dalam bangunan akan terjadi dengan cara berikut:

Gambar 3.18 skema sumber air

Air PAM akan digunakan untuk beberapa keperluan teknis bangunan, seperti:

Air keran (toilet, pantry)

Kebutuhan pendingin ruangan (AC)

Distribusi air hujan ke dalam bangunan akan terjadi dengan cara berikut:

Gambar 3.19 skema sumber air 2

Air hujan akan digunakan untuk beberapa keperluan teknis bangunan, seperti:

a. Air flush kloset toilet

b. Air untuk penyiraman tanaman (irigasi secara otomatis)

2. Listrik

Sumber daya listrik didapat dari:

a. PLN - daya listrik dari pemerintah

b. Genset/diesel – daya listrik dengan tenaga solar sebagai cadangan ketika listrik

dari PLN mati

c. Baterai – digunakan pada saat kebakaran karena aliran listrik digunakan hanya

untuk di dalam bangunan

d. Solar cell (tidak digunakan dalam museum ini) – tenaga listrik yang didapat dari

sinar matahari

68

Page 33: BAB 3 37 - 89

Perancangan Museum Musik Tradisional IndonesiaDengan pendekatan arsitektur Eco-Tect di Jakarta

Panitra Adi Wibisono | 052.10.036

Distribusi listrik ke dalam bangunan akan terjadi dengan cara berikut:

Gambar 3.19 skema sumber listrik

3. Pengudaraan

Sumber pengudaraan didapat dari

1. Pengudaraan alami

Pada pengudaraan alami, dapat dimanfaatkan udara alami pada beberapa

bagian museum. Adapun pada ruang terbuka dan pada ruang yang merupakan

transisi antara ruang luar dan dalam, dapat menggunakan pengudaraan alami.

2. Pengudaraan buatan

Pengudaraan semacam ini diperlukan untuk menjaga tingkat kelembaban benda

pamer agar tidak lembab, dan pertimbangan lainnya. Pengudaraan buatan juga

diperlukan pada ruang yang tidak berhubungan langsung dengan ruang luar.

Adapun skema pengudaraan buatan adalah sebagai berikut:

69

Page 34: BAB 3 37 - 89

Perancangan Museum Musik Tradisional IndonesiaDengan pendekatan arsitektur Eco-Tect di Jakarta

Panitra Adi Wibisono | 052.10.036

Gambar 3.20 skema pengudaraan

Sumber www.google.com

Sistem pengudaraan yang digunakan adalah sistem pengudaraan AC sentral, dimana

penggunaannya akan lebih efektif secara besaran ruang maupun secara jaringan utilitas jika

dibandingnkan AC split.

Kesimpulan :

Diperuleh data yang bisa diterapkan sesuai analisa sumberdaya yang sesuai untuk diterapkan

pada perancangan seperti pemanfaatan seber daya air yang jelas, listrik serta pemanfaat

system pengudaraan baik alami maupun buatan.

3.1.2.5 Limbah

Pembuangan limbah yang dihasilkan oleh bangunan ini hanya berupa air kotor dan

sampah, tidak terdapat limbah kimia ataupun limbah yang sangat berbahaya. Air kotor dari

pembuangan pencucian piring, di treatment terlebih dahulu sebelum dialirkan ke riol kota.

Gambar 3.21 skema pmbuangan limbah

70

Page 35: BAB 3 37 - 89

Perancangan Museum Musik Tradisional IndonesiaDengan pendekatan arsitektur Eco-Tect di Jakarta

Panitra Adi Wibisono | 052.10.036

3.1.3 Nilai Kebudayaan (cultural issues)

3.1.3.1 Faktor Sejarah

Perkembangan musik Indonesia banyak terjadi di daerah Jakarta sebagai Pusat Kota

dan Jakarta utara sebagai zona rekreasi dan penididikan secara urban. Jakarta utara

merupakan salah satu wilayah yang dijadikan kawasan dengan tujuan edukasi yaitu Taman

Mini Indonesia Indah. Pada perkembangannya kawasan TMII juga meluas fungsinya menjadi

kawasan rekreasi yang menarik banyak wisatawan local dan asing, Maka kawasan ini menjadi

daya tarik tersendiri bagi masyarakat dari dalam dan luar Jakarta, sangat cocok untuk dijadikan

tapak dari Museum Musik Tradisional Indonesia dengan sasaran pengunjung publik, terutama

kalangan pemuda yang bermisi melestarikan budaya seni musik tradisional indonesia.

Musik yang telah lama hidup dan berkembang di Negara Indonesia yang tercinta ini,

diciptakan oleh nenek moyang bangsa Indonesia dan memiliki nsifat turun-temurun secara

tradisional dari generasi yang satu kegenerasi berikutnya. Dari proses pewarisan yang turun

temurun inilah musik jenis ini hidup dan berkembang sampai saat ini. Musik-musik ini sering

disebut dengan istilah musik tradisioal yang tersebar di seluruh Indonesia. Karena musik

tradisional yang ada di Indonesia merupakan hasil karya cipta setiap suku bangsa

(Batak, Dayak, Mentawai, Papua, Riau, Sunda, Jawa, Bali, dan sebagainya) yang hidup di bumi

ini. Maka banyaknya jenis musik yang ada di tentukan oleh jumlah suku bangsa Indonesia yang

cukup banyak. Selain itu, setiap suku bangsa yang hidup di Indonesia memiliki jenis musik yang

berbeda dengan musik yang berkembang pada suku-suku bangsa lainnya di Negeri ini. Dengan

demikian dapat dikatakan bahwa musik tradisional adalah merupakan kekayaan dan cirri khas

dari masyarakat suku dan daerah pemiliknya.

Berdasarkan jenisnya musik terbagi menjadi dua, yaitu musik tradisional dan musik

modern. Musik tradisional disebut juga misik daerah , yaitu merupakan jenis msik yang muncul

atau klahir dari budaya daeraqh secara turun temurun. Biasanya lirik lagu tradisional bersifat

sederhana. Demikian pula dengan peralatan yang digunakan masih bersifat sederhana, seperti

gamelan, angklung, dan rebana.

Hampir setiap daerah di wilayah nusantara memiliki musik daerah atau musik traisional

dengan lagu serta peralatan yang berbeda-beda. Pada numumnya, musik daerah di Indonesia

masih sedrhana dan kental dengan unsure kedaerahannya.

Fungsi Musik Tradisional Indonesia

1. Fungsi Individual  

Melalui musik seseorang dapat mengungkapkan atau mengekspresikan gejolak jiwa,

perasaan, atau kegalauan yang terpendam dalam dirinya. Melalui syair lagu yang

diubahnya, seniman musik dapat mengkritik atau memprotes kondisi yang ada

dilingkungannya, serta dapat pula mengungkapkan rasa cinta dan kekagumannya terhadap

71

Page 36: BAB 3 37 - 89

Perancangan Museum Musik Tradisional IndonesiaDengan pendekatan arsitektur Eco-Tect di Jakarta

Panitra Adi Wibisono | 052.10.036

sesame manusia, alam, dan sang pencipta. Jadi seni apapun termasuk seni musik yang

dapat dipakai sebagai media ekspresi yang dapat membaerikan kepuasan batin bagi

pencipanya.

2. Fungsi Sosial 

Musik memiliki peran yang besar dalam kehidupan manusia. Hal itu dapat kita saksikan

dimana musik sering diperdengarkan pada sebuah upacara adat, upacara kenegaraan,

penyambutan tamu, pesta, dan lain-lain. Sebuah pertunjukan tari akan kacau apabila secara

tiba-tiba musik yang mengiringinya berhenti ditengah jalan. Hal yang sama akan terjadi

pada gereja tanpa lonceng atau litany, atau masjid tanpa bedug. Hal tersebut tentunya akan

kehilangan roh kekhidmatannya. Bagi masyarakat, kehadiran seni musik memiliki

bermacam-macam fungsi social, diantaranya sebagai berikut.

3. Media Rekreasi atau Hiburan  

Sebuah pagelaran musik ternyata mampu menciptakan kondisi tertentu yang bersifat

penyegaran dan pembaruan kondisi yang telah ada. Dalam hal ini, musik memasuki

psikologi kegembiraan massa sehingga mampu menghilagkan perasaan jenuh dan bosan

terkurung dalam kerutinan kehidupan. Melalui syair dan iringan musik, kita dapat menikmati

keindahannya.

4. Media Komunikasi  

Selain menggunakan bahasa verbal atau visual, jalinan komunikasi antaretnis, bahkan

antarnegara bisa dilakukan dengan seni musik. Saat ini terdapat fenomena baru dalam

mempertemukan karya pemusik tradisional dengan pemusik modern yang disebut dengan

kolaborasi. Melaliu bahasa musik, syair lagu serta alunan musik, pesan-pesan tertentu

dapat disampaikan dengan lebih indah. 

5. Media Pendidikan  

Diantara tujuan pendidikan adalah membentuk manusia berbudi pekerti luhur. Secara

filosofis titik tekannya adalah obyek nilai dan moral pada diri anak tersebut. Seni dapat

dimanfaatkan untuk membimbing dan mendidik mental serta tingkah laku seseorng agar

berubah menjadi kondisi yang lebih baik, antara lain memperhalus perasaan, bersikap

santun, berprilaku lemah lembut, bermoral mulia, dan berbudi pekerti luhur. 

6. Media Pemujaan  

Musik (vocal) memainkan peranan penting alam kegiatan beribadah atau kegiatan

keagamaan, seperti pemujaan kepada kepada sang Pencipta seperti yang dilakukan di

72

Page 37: BAB 3 37 - 89

Perancangan Museum Musik Tradisional IndonesiaDengan pendekatan arsitektur Eco-Tect di Jakarta

Panitra Adi Wibisono | 052.10.036

Pura, Gereja, atau Masjid. Dalam agama islam, lagu-lagu pujian banyak diiringi dengan

pukulan rebana, sedangkan di Gereja didiringi dengan piano, gitar atau alat msik lainnya.

Kesimpulan :

Dalam penjabaran sejarah, hal yang menjadi utama dalam perancangan museum music

tradisional adalah sejarah dari music tradisional Indonesia itu sendiri yang akan bisa menjadi

point daya Tarik museum music tradisional Indonesia.

3.1.3.2 Faktor Legal

Peraturan pembangunan merupakan hal yang sangat erat kaitannya dengan kelegalan

perancangan museum musik tradisional Indonesia, dalam pencarian data yang terkait dengan

pembangunan, sudah ditentukan bahwa lokasi tapak yang dipilih sudah sesuai dengan

peraturan, dan hasil datanya sebagai berikut :

tapak :

Luas tapak : ± 9 Ha

KDB : 20 %

KLB : 0,8

Ketinggian maksimum : 4

Peruntukan : Karya Umum, Taman

Menurut peraturan pemerintahan peruntukan Kut, sesuai dengan peruntukan pembangunan

sebuah museum musik tradisional Indonesia, dan yang mendukuyng lagi, proyek ini berada

dalam area pengembangan di kawasan Taman Mini Indonesia Indah.

3.1.4 Nilai Teknologi (technology)

3.1.4.1 Faktor Material

Dalam pengunaan material, halini sangat berkaitan dengan pendekatan yang di terapkan

pada bangunan perancangan museum musik tradisional Indonesia yaitu Eco-Tech yang

mengedepankan penerapan Energy meter, sculpting with light, dan structutre expression.

Pada perancangannya, material utama sebagai strukturnya menggunakan baja yaitu untuk

mendapatkan kekuatan yang baik tahan terhadap gempa dan mempunyai ketahanan terhadap

73

Page 38: BAB 3 37 - 89

Perancangan Museum Musik Tradisional IndonesiaDengan pendekatan arsitektur Eco-Tect di Jakarta

Panitra Adi Wibisono | 052.10.036

waktu, untuk penyelaras material ini digunakan material titanium sebagai pelapis kulit luar

banguan agar menampilkan bangunan yang eco-tech dengan memberikan effek kasar dan

organic serta penyelaras nya yaitu mengunakan material kaca dan batu kapur untuk

mendapatkan bangunan dengan tampilian visual yang menarik.

3.1.4.2 Penerapan Struktur

Bangunan museum musik tradisonal indonesia merupakan bangunan bukan bertingkat tinggi

sehingga sistem struktur yang digunakan adalah system struktur untuk bangunan bertingkat

sedang.

Pertimbangan dam pemilihan struktur bangunan:

a. Kesesuaian fungsi museum musik tradisonal indonesia dalam pengaturan ruang-ruang dan

perabotan pada museum musik tradisonal indonesia.

b. Lebar bentangan yang dibutuhkan untuk ruang

c. Kekakuan struktur untuk kestabilan bangunan

d. Kemudahan pelaksanaan pembangunan

e. Pembangunan hendaknya fleksibel sehingga memudahkan jika terjadi perubahan-

perubahan.

Jenis- jenis konstruksi:

a. Sistem Inti dan Dinding Pendukung

Unsur bidang vertical membentuk dinding luar yang mengelilingi sebuah struktur inti. Hal ini

memungkinkan ruang interior yang terbuka, yang bergantung pada kemampuan bentangan

dari struktur lantai. Inti ini memuat sistem-sistem transportasi mekanis dan vertical serta

menambah kekakuan bangunan.

b. Rangka Kaku (Rigid Frame)

Sambungan kaku digunakan antara susunan unsur linear untuk membentuk bidang vertical

dan horizontal. Bidang vertical terdiri dari kolom dan balok, biasanya pada grid persegi.

Organisasi grid serupa juga digunakan untuk bidang horizontal yang terdiri atas nalok dan

gelagar. Dengan keterpaduan rangka spasial yang bergantung pada kekuatan kolom dan

balok, maka tinggi lantai ke lantai dan jarak antara kolom menjadi penentu pertimbangan

rancangan.

c. Sistem Plat Rata

Sistem bidang horizontal pada umumnya terdiri dari pelat lantai beton tebal rata yang

ditumpu pada kolom. Apabila tidak ada penebalan plat atau kepala pada bagian atas kolom,

maka sistem ini dikatakan sistem plat rata. Pada kedua sistem ini tidak dapat balok yang

dalam sehingga tinggi lantai minimum.

74

Page 39: BAB 3 37 - 89

Perancangan Museum Musik Tradisional IndonesiaDengan pendekatan arsitektur Eco-Tect di Jakarta

Panitra Adi Wibisono | 052.10.036

d. Sistem Inti dan Rangka Kaku

Rangka kaku bereaksi terhadap beban lateral, terutama melalui lentur balok dan kolom.

Perilaku demikian berakibat ayunan (drift) lateral yang besar pada bangunan dengan

ketinggian tertentu. Akan tetapi, apabila dilengkapi dengan struktur inti, ketahanan lateral

bangunan akan sangat meningkat karena interaksi inti dan rangka.

Alternatif

StrukturKeuntungan Kerugian

Struktur dak

beton

Mudah mengadakan ekspansi, tergantung

kekuatan pondasi, tebalnya biasanya <12 cm,

top floor dapat dipakai sebagai penempatan

utilitas, kekuatannya relatif tinggi.

struktur ini tidak untuk bentang

lebar.

Struktur

rangka ruang

Pelaksanaannya mudah dan cepat, bahan

ringan dan sedikit mudah dalam peletakan

utilitas.

Perlu pengawasan yang baik

dalam pelaksanaan untuk mutu

struktur.

Folded

plate/struktur

lipat

Material beton biasa dengan nilai estetika dan

akustil yang tinggi.

Agak sulit dalam pelaksanaan.

Struktur

rangka bidang

Pelaksanaan mudah dan cepat, kekuatannya

tinggi.

Bangunan terkesan masif.

Table 3.5 struktur

Kesimpulan :

Sistem struktur yang dipilih adalah sistem struktur rangka kaku.beban yang dipikul

bangunan lebih berat dikarenakan adanya berbagai macam barang pameran bentukan sirkulasi

yang membentuk pola pengunjung menjadi kelompok serta banyaknya barang – barang

penunjang kebutuhan akyfitas museum

3.1.4.3 Faktor Sirkulasi

memiliki area penerima sehingga terdapat penghubung antar ruang luar dan dalam.

Sirkulasi horizontal

Sirkulasi horizontal terdiri dari sirkulasi antar hubungan fungsi dan ruang. Pada museum

musik tradisonal indonesian, sirkulasi horizontal terdiri dari sirkulasi pengunjung, pengelola, dan

sirkulasi alat musik tradisional.

75

Page 40: BAB 3 37 - 89

Perancangan Museum Musik Tradisional IndonesiaDengan pendekatan arsitektur Eco-Tect di Jakarta

Panitra Adi Wibisono | 052.10.036

a. Sirkulasi Pengunjung

Sistem terbuka untuk ruang pameran harus memberi ruang yang lebih besar untuk sirkulasi

dibanding sistem tertutup/close stacked. Ini dikarenakan pada sistem terbuka orang lebih

banyak yang menggunakan ruang ini dan juga keperluan untuk sirkulasi barang pameran.

Selain itu untuk memudahkan pencapaian maka sebaiknya sistem sirkulasinya jelas dan

mudah dikontrol.

b. Sirkulasi pengelola

Pertimbangan sirkulasi pada sirkulasi pengelola sebaiknya menghindari sirkulasi yang

bercampur maupun bersilangan dengan sirkulasi pengunjung.

Sirkulasi Vertikal

Sirkulasi vertikal adalah sirkulasi yang menghubungkan antara lantai bangunan, di mana

terdapat beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan sistem sirkulasi vertikal

adalah Pengawasan pada bangunan museum, Kecepatan sirkulasi,Kebutuhan ruang untuk

sirkulasi, Kapasitas pengunjung, Kebutuhan pemakai bangunan

Jenis Keuntungan Kerugian

Lift - Membutuhkan ruang yang sedikit

- Penampilan ruang formal

- Ketinggian tak terbatas

- Mudah dalam pengawasan

- Membutuhkan waktu tunggu

- Perawatan dan pembuatan mahal

- Tidak bisa digunakan bila listrik mati

- Kapasitas terbatas

Tangga - Tidak memakai listrik

- Perawatan dan pembuatan mudah

- Kapasitas tidak terbatas

- Mudah dalam pengawasan

- Membutuhkan ruang yang besar

- Memerlukan energy untuk naik turun

- Ketinggian 4 meter

Eskalator - Tidak memerlukan waktu menunggu

- Kapasitas tak terbatas

- Mudah dalam pengawasan

- Menggunakan listrik

- Membutuhkan ruang yang besar

- Perawatan dan pembuatan mahal

Ramp - Perawatan mudah

- Tidak ada waktu tunggu

- Dapat digunakan oleh orang dengan

kebutuhan khusus

- Memerlukan ruang yang besar

- Berpengaruh pada ketinggian lantai

ke lantai

Table 3.6 sirkulasi vertical

76

Page 41: BAB 3 37 - 89

Perancangan Museum Musik Tradisional IndonesiaDengan pendekatan arsitektur Eco-Tect di Jakarta

Panitra Adi Wibisono | 052.10.036

Kesimpulan :

Pembahasan tentang system sirkulasi horizontal yang menjelaskan tentang sikulasi dari

pelaku kegiatan dan Sistem sirkulasi vertikal utama yang digunakan pada bangunan ini adalah

sistem escalator yang dipergunakan dengan keuntungan yang menunjang keperluan aktivitas

museum dan penerapan ramp untuk pengunaan aksesibilitas untuk penyandang difabel, namun

system yang lain pun bisa di pergunakan untuk menunjang aktivitas museum yang lain,

3.1.5 Nilai Waktu (temporal issues)

3.1.5.1 Faktor Perkembangan

Adapun perkembangan dari museum ini akan lebih terkonsentrasi pada area public space

dan area untuk berkreatifitas dimana peran musik tradisional dapat dilestarikan dengan lebih

optimal. Area pamer museum akan tetap diberikan konfigurasi yang memungkinkan adanya

perkembangan. Adapun perkembangan yang diperkirakan terjadi adalah:

a. Adanya perkembangan pertambahan minat masyarakat terhadap keberadaan musik

tradisional Indonesia, sehingga diperlukan area yang bisa mewadahi kreatifitas

masyarakat dengan wadah yang lebih luas

b. Pengunaan sarana open space untuk dijadikan sarana sosialisasi yang baik.

3.1.6 Nilai Ekonomi (economical issues)

3.1.6.1 Faktor Konstruksi

factor konstruksi sangat berkaitan dengan nilai ekonomi dari segi perawatan material utama

sbagai konstruksinya, dengan mengunakan material baja yang mempunyai ketahanan yang

baik, maka pembiayanan untuk perawatannya tidak akan besar.

3.1.6.2 Faktor fungsi

fungsi bangunan yang dibuat menjadi komersil seperti berbagai retail, dan hall pertunjukan

akan menunjang kebutuhan pembiayaan perawatan museum musik tradisional

3.1.6.3 Faktor Energi

factor energy sangat erat kaitannya dengan nilai ekonomi, pada hal ini penghematan yang

dilakukan terhada kebutuhan energy dan di dukung dengan mendekatan eco-tech yang sangat

menunjang untuk sebuah tindakan penghematan energy akan mempengaruhi kebutuhan

ekonomi yang seharusnya dijadikan pengadaan sumber energy.

77

Page 42: BAB 3 37 - 89

Perancangan Museum Musik Tradisional IndonesiaDengan pendekatan arsitektur Eco-Tect di Jakarta

Panitra Adi Wibisono | 052.10.036

3.1.7 Nilai Estetika (aestethic issues)

Estetika sebagai salah satu aspek yang penting dalam arsitektur tentunya akan

mempengaruhi bangunan, baik secara fungsi maupun tampilan. Sebagai sebuah museum,

akan menjadi sebuah nilai tambah apabila museum itu sendiri merupakan sebuah “obyek

pamer” bagi pengunjung, sehingga museum dan isinya menjadi suatu kesatuan. Berikut analisis

tentang estetika pada proyek museum ini.

3.1.7.1 Faktor bentuk

nilai estetika yang dipengaruhi oleh fungsi dan kebutuhan ruang untuk menunjang kegiatan

museum musik tradisional Indonesia, dengan menterjemahkan fungsi dari kegiatan museum

maka bisa sangat berpengaruh terhadap bentuk gubahan yang akan dibuat, dengan

ditetapkannya pola kegiatan utama seperti area penerima, area pameran, area hall pertunjukan,

area kantor pengelola dan open space serta sirkulasi yang menghubungkan ruang tersebut bisa

membentuk pola yang diterjemahkan kepada bentuk bangunan.

Bentuk dasar

massaKelebihan Kekurangan

- Efisiensi ruang baik, setiap

sudutnya dapat dimanfaatkan.

- Memberikan kesan stabil dan formal.

- Terkesan kaku dan statis.

- Terkesan stabil dan dinamis.

- Orientasi view ke 3 arah.

- Efisiensi ruang kurang baik,

karena bentuk sudutnya

melancip.

- Terkesan dinamis.

- Orientasi view ke segala arah.

- kurang stabil

Table 3.7 bentuk dasar massa

Kesimpulan :

Penerapan jenis penggabunagn bentuk dasar segitiga menjadi pilihan dengan perubahan-

perubahan bentuk transformasi yang sudah disesuaikan untuk mengeffisiensikan ruang dan

memperbanyak view yang ada pada setiap sisinya. dalam hal ini segitiga sendiri di tetapkan

karena dalam filosofinya mempunyai arti sebuah energy, kekuatan, keseimbangan, dan

78

Page 43: BAB 3 37 - 89

Perancangan Museum Musik Tradisional IndonesiaDengan pendekatan arsitektur Eco-Tect di Jakarta

Panitra Adi Wibisono | 052.10.036

kepastian yang juga berkaitan dengan prinsip – prinsip yang ada dalam penerapan pendekatan

eco-technology, yaitu energy yang didasari dengan pemanfaatan energy dari alam, kekuatan

yang menerapkan sebuah struktur yang kuat, sebuah keseimbangan yang didasari dari

keseimbangan perancangan dengan lingkungan sekitarnya, dan kepastian yaitu sesuatu yang

bisa terukur dalam penerapan semua aspek eco-tech.

3.1.7.2 Faktor Massa Bangunan

JENIS MASSA KEUNTUNGAN KERUGIAN

Massa tunggal Kemudahan sirkulasi dan

pencapaian dari ruang ke ruang

Tidak membutuhkan lahan yang

luas

Perawatan lebih mudah

Letak massa monoton

Sulit dalam pengelompokkan

fungsi

Massa majemuk Kemudahan pengelompokkan

beberapa kegiatan

Hubungan antara massa dapat

dimanfaatkan untuk fungsi lain

Dapat memanfaatkan

pencahayaan alami dan

penghawaan

Komposisi perletakkan massa

yang banyak dapat bervariasi

Membutuhkan lahan yang

luas

Membutuhkan sirkulasi

penghubung antar bangunan

Table 3.8 jenis massa

Jenis massa bangunan yang cocok diterapkan adalah massa bangunan tunggal karena

dari segi fungsi museum membutuhkan kemudahan dalam perawatan koleksi dan sistem

control, penggunaan ruang lebih efisien, dan biaya pengerjaan lebih murah dan

menimbulkan banyak ruang yang secara langsung bisa terintregritas Antara tiap fungsi

yang berbeda di dalam museum music tradisional Indonesia.

3.1.7.3 Faktor Pendekatan

79

Page 44: BAB 3 37 - 89

Perancangan Museum Musik Tradisional IndonesiaDengan pendekatan arsitektur Eco-Tect di Jakarta

Panitra Adi Wibisono | 052.10.036

nilai estetika yang dipengaruhi oleh pendekatan yang ditetapkan pada perancangan yaitu

pendekatan eco-tech yang mengangkat system structural expression, energy meter, dan

sculpting with light akan sangat berpengaruh terhadap bentuk visual pada bangunan, dan bisa

mencirikan bangunan museum tersebut adalah bangunan yang dirancang dengan pendekatan

eco-tech.

Pendekatan

Kesimpulan :

Penerapan system eco-tech dapat mendukung esetetika pada perancangan museum music

tradisional yaitu penerapan system sculpturing with light dengan pemanfaatan material kaca,

system sky light pada bangunan, energy metter dengan memainkan gubahan sesuai dengan

keadaan iklim dan pengaruh sinar matahari agar bisa dimanfaatkan dengan baik, dan structural

ekspresion dengan mengekspose struktur bukan hanya untuk sebuah ketahanan bahkan untuk

sebuah estetika.

3.1.8 Nilai Keamanan (safety issues)

3.1.8.1 Faktor Struktur

1. Fungsional

Dalam fungsi museum sebagai ruang pamer, bentuk struktur akan mempengaruhi

ruang-ruang yang dibentuk di dalamnya. Alur sirkulasi sebagai kunci utama perancangan

museum, membuat prioritas kemudahan sirkulasi sebagai pertimbangan utama dalam

memilih sistem struktur.

Adapun sistem struktur yang memudahkan alur sirkulasi adalah jenis struktur yang

bersifat menahan beban vertikal secara tunggal, sehingga titik beban menjadi terpusat dan

struktur bisa dengan lebih mudah dibentuk menjadi ruang-ruang yang lebih fleksibel

2. Bentuk

Bentuk yang telah di bahas di sub bab Nilai Estetika dan keterkaitannya dengan topik

tema membutuhkan sistem struktur yang memiliki durabilitas tinggi namun tidak

membutuhkan volume yang besar. Dengan sistem struktur tersebut, bentuk yang ingin

disampaikan sebagai representasi dari nilai kebudayaan bisa dengan bebas diekspresikan

karena memiliki banyak kemungkinan untuk penyelesaiannya (finishing, unfinished, atau

memiliki selubung dan sebaliknya).

3. Faktor Eksternal (Kondisi Tanah)

80

Page 45: BAB 3 37 - 89

Perancangan Museum Musik Tradisional IndonesiaDengan pendekatan arsitektur Eco-Tect di Jakarta

Panitra Adi Wibisono | 052.10.036

Kondisi tanah yang relatif datar membuat sistem struktur yang digunakan lebih fleksibel

dan memiliki rentang kemungkinan yang cukup banyak.

3.1.8.2 Faktor Kebakaran

Bahaya kebakaran merupakan hal yang penting dalam perancangan Pusat Kebudayaan

Kalimantan Selatan karena bangunan ini merupakan fasilitas publik sehingga keadaan darurat

akan berakibat pada pengguna dengan skala besar. Dikarenakan bangunan ini bukan termasuk

bangunan tingkat tinggi, maka kriteria spesifik yang diperhatikan berdasarkan sifat sistemnya

terbagi menjadi dua yaitu:

1. Sistem pemadam kebakaran pasif

a. Penggunaan material dan struktural yang tahan api terutama pada jalur evakuasi dan

ruang auditorium

b. Penggunaan standar tangga darurat setiap jarak 30 m tanpa penyempitan bordes

c. Sirkulasi mobil pemadam kebakaran melalui akses alternatif kedalam tapak, bukan

akses utama sehingga pada saat kebakaran tidak terjadi crossing dengan kendaraan

pengunjung

d. Penempatan ruang audtorium yang berhubungan langsung dengan ruang luar dan

mempunyai beberapa pintu keluar yang efektif untuk evakuasi saat terjadi kebakaran

2. Sistem pemadam kebakaran aktif

a. Penggunaan smoke detector pada daerah strategis dan jangkauan yang sesuai

b. Menempatkan fire extinguisher pada bangunan, penempatan fire sprinkler dengan

jangkauan 1 unit per 25 m2 dan selang dengan panjang 30 m pada setiap penjuru

bangunan

c. Perancangan fire hydrant dengan luas area pelayanan 400 m2 per unit

d. Pada bagian ruang museum musik tradisonal indonesia dan museum diterapkan sistem

sprinkler yang tidak merusak alat musik tradisional dan artefak pada saat terjadi

kebakaran

81

Page 46: BAB 3 37 - 89

Perancangan Museum Musik Tradisional IndonesiaDengan pendekatan arsitektur Eco-Tect di Jakarta

Panitra Adi Wibisono | 052.10.036

Gambar 3.22 indoor hydrant

Sumber www.google.com

Gambar 3.23 outdoor hydrant

Sumber www.google.com

3.1.8.3 Faktor Kimia

Dalam pekerjaan konservasi, diperlukan adanya obat-obatan kimia yang membantu

pekerjaan konservasi. Obat-obatan tersebut mempunyai potensi untuk dibuang ke saluran

pembuangan air, dimana saluran tersebut akan berbahaya jika dibiarkan dibuang begitu saja.

Sehingga diperlukan sistem penyaringan tersendiri sebelum dibuang ke salurang pembuangan.82

Page 47: BAB 3 37 - 89

Perancangan Museum Musik Tradisional IndonesiaDengan pendekatan arsitektur Eco-Tect di Jakarta

Panitra Adi Wibisono | 052.10.036

3.1.8.4 Faktor Personal

Faktor personal dalam hal ini adalah faktor dimana tapak dan fungsi bangunan secara

“pribadi” memiliki aspek-aspek keselamatan yang dapat membahayakan pengunjungnya. Pada

proyek museum ini, tidak terdapat fasilitas-fasilitas yang diperkirakan dapat membahayakan

pengunjung.

3.1.8.5 Faktor Kriminal

Sistem kemanan pada museum meliputi keamanan ketika memasuk area tapak, dan

kemanan ketika berada di dalam tapak. Keamanan juga terbagi menjadi bermacam-macam,

yaitu keamanan terhadap tindak kriminal, vandalisme, maupun terhadap pedagang kaki lima

dimana dapat menggaggu keberlangsungan sebuah museum.

Dalam keamanan terhadap bangunan, untuk mengantisipasi faktor keamanan tidak cukup

hanya dengan solusi arsitektural, namun juga ada penyelesaian teknologi di dalamnya. Pada

solusi secara arsitektural, diletakkan fungsi keamanan pada beberapa titik yang dirasa cukup

efektif untuk memantau beberapa tempat sekaligus, juga efektif untuk memberi respon ketika

terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.

Untuk keamanan secara eksterior bangunan, kedatangan pedagang kaki lima berpotensi

untuk mengisi ruang terbuka hijau dan ruang publik yang nantinya disediakan oleh museum.

Hal ini disiasati dengan menggunakan pagar pembatas atau pembedaan level serta

melokasikan penjagan dan papan pemberitahuan (signage).

Berdasarkan analisis dari faktor kriminal yang telah dipaparkan diatas, menghasilkan kriteria

desain dalam perancangan Pusat Kebudayaan Kalimantan Selatan, yaitu:

a. Penggunaan CCTV yang bekerja 24 jam

b. Ruang kontrol diletakan pada lantai dasar

c. Penggunaan sistem alarm pada setiap akses ke bangunan

d. Alarm dan CCTV dimaksimalkan pada ruang museum

e. Penempatan ruang museum pada lantai satu dan dua bukan pada lantai dasar

f. Gudang penyimpanan dan backstage area yang harus diletakkan jauh dari zona public

pada bangunan dan memiliki akses khusus

83

Page 48: BAB 3 37 - 89

Perancangan Museum Musik Tradisional IndonesiaDengan pendekatan arsitektur Eco-Tect di Jakarta

Panitra Adi Wibisono | 052.10.036

3.2 Kesimpulan Analisa

1. Nilai Manusia (Human Issues)

a) Fungsional

Kesimpulan :

Menurut hasil analisa fungsional dapat teridentifikasi jenis, pelaku, dan pengelompokan

kegiatan sebagai referensi untuk menentukan zoning dan besaran ruang, dan kebutuhan

massing disesuaikan dengan besaran ruang yang akan diwadahi di dalam bangunan.

b) Social

Kesimpulan :

Peletakan masa bangunan dan ruang dalam bangunan dapat disusun berdasarkan hasil

analisa interaksi sosial antar pengunjung sehingga dapat ditata dengan baik sesuai topik tema

dan kebutuhan ruang sosial publik untuk tempat berinteaksi antar sesama pengguna bangunan.

c) Fisik

Kesimpulan :

Pengolahan dan pembentukan ruang sangat dipengaruhi oleh kebutuhan dari aktivitas

pengguna baik yang normal maupun pengguna dengan keterbatasan fisik.

d) Psikologis

Kesimpulan :

Psikologis seseorang bisa terpengaruh oleh rangsangan dari luar yang ditangkap oleh 8

penginderaan, Rasa ruang yang akan ditonjolkan adalah rasa tentang romantisme,

kebudayaan, kelokalan, dan sebagainya yang akan dieksplorasi lebih lanjut di analisis

psikologis.

Bangun atau bentuk: mengutamakan bentuk yang memberi rasa tradisional atau alam

Indonesia. Cenderung menggunakan bentuk yang bersudut

Warna: menggunakan warna-warna dingin karena menonjolkan tentang sejuk, tenang,

dan intima tau warna netral (biru, putih, coklat)

Cahaya: mengoptimalkan pencahayaan alami dan memberi view natural tentang

pemandangan disekitarnya (penerapan kaca untuk menghadirkan kesan alami yang

ditimbulkan oleh vegetasi sekitar)

Kedalaman (skala): menggunakan skala yang besar agar memberi kesan lapang

e) Fisiologis

Kesimpulan :

Perancangan bangunan ini akan memerhatikan perilaku dan kebutuhan psikologis

pengguna bangunan yang diwujudkan ke dalam elemen – elemen arsitektural.

Suasana ruang yang akan diciptakan dalam bangunan ini memerhatikan kebutuhan

psikologis dari pengguna dan fungsi yang ada, seperti ruang informasi dan pamer yang

84

Page 49: BAB 3 37 - 89

Perancangan Museum Musik Tradisional IndonesiaDengan pendekatan arsitektur Eco-Tect di Jakarta

Panitra Adi Wibisono | 052.10.036

tenang dan nyaman, auditorium yang bersifat sakral dan amphiteather yang bersifat

lebih mengakrabkan, ruang publik yang nyaman dan mengakrabkan serta entrance atau

lobby yang luas dan berkesan welcome terhadap pengguna.

2. Nilai Lingkungan (Invironment Issues)

a) Site

Kesimpulan :

Diproleh data tapak yang sesuai dengan karakter dan kriteria pembangunan yaitu alternative 1

dengan tapak yang berada di area kawasan taman mini dan mempunyai luasan 6 ha dengan

ketentuan kdb 20% dan mempunyai peruntukan KUT (Karya Umum, Taman) dan pembahasan

pencapaian yang baik, enterance, dan view sekitar tapak.

b) Iklim

Kesimpulan :

Dengan kondisi iklim yang terdapat di Jakarta, bangunan harus dapat mempercepat aliran

udara yang masuk ke dalam untuk mengatasi kelembaban pada ruang dalam bangunan yang

dapat mempengaruhi kenyamanan pengguna. Selain itu, sinar matahari yang menyengat

ataupun angin dan hujan yang kencang dapat berakibat buruk pada bangunan, sehingga

diperlukan pepohonan besar, perdu, serta rumput untuk mengurangi kecepatan angin,

mengurangi pemanasan langsung dari sinar matahari, dan mempercepat peresapan air hujan

ke dalam tanah, serta penggunaan pendekatan eco tech sangat berpengaruh untuk mengatasi

iklim yang ada di lokasi tapak yaitu di jakarta, penerapan sclupturing with light yang akan

memanfaatkan sinar matahari untuk dijadikan pencahayaan alami dan mengubahnya sebagai

penyeimbang suhu ruangan serta penerapan structur exkpresion yang mempunyai ketahanan

yang baik untuk menanggapi iklim di indonesia (jakarta).

c) Konteks

Kesimpulan :

dalam pembahasan konteks pada tapak diperoleh bangunan – bangunan yang mempunyai

fungsi penunjang dari tapak untuk mendukug aktifitas dari museum music tradisional Indonesia

dan dengan menganalisa hal ini juga diperoleh pembagian zoning yang dianalisa berdasarkan

lokasi tapak

d) suber daya

Kesimpulan :

Diperuleh data yang bisa diterapkan sesuai analisa sumberdaya yang sesuai untuk diterapkan

pada perancangan seperti pemanfaatan seber daya air yang jelas, listrik serta pemanfaat

system pengudaraan baik alami maupun buat

e) Limbah

Kesimpulan :

85

Page 50: BAB 3 37 - 89

Perancangan Museum Musik Tradisional IndonesiaDengan pendekatan arsitektur Eco-Tect di Jakarta

Panitra Adi Wibisono | 052.10.036

Pembuangan limbah yang dihasilkan oleh bangunan ini hanya berupa air kotor dan sampah,

tidak terdapat limbah kimia ataupun limbah yang sangat berbahaya. Air kotor dari pembuangan

pencucian piring, di treatment terlebih dahulu sebelum dialirkan ke riol kota.

3. Nilai Kebudayaan (cultural issues)

a) Faktor Sejarah

Kesimpulan :

Dalam penjabaran sejarah, hal yang menjadi utama dalam perancangan museum music

tradisional adalah sejarah dari music tradisional Indonesia itu sendiri yang akan bisa menjadi

point daya Tarik museum music tradisional Indonesia.

b) Legal

Kesimpulan :

Dalam kesimpulannya legalitas dari site perancangan museum music tradisional sudah sesuai

ketentuan perancangan dan layak untuk dijadikan site perancangan museum music tradisional

Indonesia

4. Nilai Teknologi (technology)

a) Faktor Material

Kesimpulan :

Dalam faktor material pengunaan pendakata eco-tech sangat berkaitan erat dengan hal ini,

dan hasil dari analisa Pada perancangannya, material utama sebagai strukturnya

menggunakan baja yaitu untuk mendapatkan kekuatan yang baik tahan terhadap gempa dan

mempunyai ketahanan terhadap waktu, untuk penyelaras material ini digunakan material

titanium sebagai pelapis kulit luar banguan agar menampilkan bangunan yang eco-tech dengan

memberikan effek kasar dan organic serta penyelaras nya yaitu mengunakan material kaca

dan batu kapur untuk mendapatkan bangunan dengan tampilian visual yang menarik.

b) Struktur

Kesimpulan :

Sistem struktur yang dipilih adalah sistem struktur rangka kaku.beban yang dipikul

bangunan lebih berat dikarenakan adanya berbagai macam barang pameran bentukan sirkulasi

yang membentuk pola pengunjung menjadi kelompok serta banyaknya barang – barang

penunjang kebutuhan akyfitas museum

c) Sirkulasi

Kesimpulan :

Pembahasan tentang system sirkulasi horizontal yang menjelaskan tentang sikulasi dari

pelaku kegiatan dan Sistem sirkulasi vertikal utama yang digunakan pada bangunan ini adalah

86

Page 51: BAB 3 37 - 89

Perancangan Museum Musik Tradisional IndonesiaDengan pendekatan arsitektur Eco-Tect di Jakarta

Panitra Adi Wibisono | 052.10.036

sistem escalator yang dipergunakan dengan keuntungan yang menunjang keperluan aktivitas

museum dan penerapan ramp untuk pengunaan aksesibilitas untuk penyandang difabel, namun

system yang lain pun bisa di pergunakan untuk menunjang aktivitas museum yang lain,

5. Nilai Waktu (temporal issues)

a) Faktor Perkembangan

Kesimpulan :

Adanya perkembangan pertambahan minat masyarakat terhadap keberadaan musik

tradisional Indonesia, sehingga diperlukan area yang bisa mewadahi kreatifitas

masyarakat dengan wadah yang lebih luas

Pengunaan sarana open space untuk dijadikan sarana sosialisasi yang baik.

6. Nilai Ekonomi (economical issues)

b) Faktor Konstruksi

Kesimpulan :

factor konstruksi sangat berkaitan dengan nilai ekonomi dari segi perawatan material utama

sbagai konstruksinya, dengan mengunakan material baja yang mempunyai ketahanan yang

baik, maka pembiayanan untuk perawatannya tidak akan besar.

c) Faktor fungsi

Kesimpulan :

fungsi bangunan yang dibuat menjadi komersil seperti berbagai retail, dan hall pertunjukan

akan menunjang kebutuhan pembiayaan perawatan museum musik tradisional

d) Faktor Energi

Kesimpulan :

penghematan yang dilakukan terhada kebutuhan energy dan di dukung dengan mendekatan

eco-tech yang sangat menunjang untuk sebuah tindakan penghematan energy akan

mempengaruhi kebutuhan ekonomi yang seharusnya dijadikan pengadaan sumber energy

7. Nilai Estetika (aestethic issues)

a) Bentuk

Kesimpulan :

Penerapan jenis penggabunagn bentuk dasar segitiga menjadi pilihan dengan perubahan-

perubahan bentuk transformasi yang sudah disesuaikan untuk mengeffisiensikan ruang dan

memperbanyak view yang ada pada setiap sisinya.

87

Page 52: BAB 3 37 - 89

Perancangan Museum Musik Tradisional IndonesiaDengan pendekatan arsitektur Eco-Tect di Jakarta

Panitra Adi Wibisono | 052.10.036

b) Faktor Massa Bangunan

Kesimpulan :

Jenis massa bangunan yang cocok diterapkan adalah massa bangunan tunggal karena dari

segi fungsi museum membutuhkan kemudahan dalam perawatan koleksi dan sistem control,

penggunaan ruang lebih efisien, dan biaya pengerjaan lebih murah dan menimbulkan banyak

ruang yang secara langsung bisa terintregritas Antara tiap fungsi yang berbeda di dalam

museum music tradisional Indonesia.

c) Pendekatan

Kesimpulan :

Penerapan system eco-tech dapat mendukung esetetika pada perancangan museum music

tradisional yaitu penerapan system sculpturing with light dengan pemanfaatan material kaca,

system sky light pada bangunan, energy metter dengan memainkan gubahan sesuai dengan

keadaan iklim dan pengaruh sinar matahari agar bisa dimanfaatkan dengan baik, dan structural

ekspresion dengan mengekspose struktur bukan hanya untuk sebuah ketahanan bahkan untuk

sebuah estetika.

8. Nilai Keamanan (safety issues)

a) Faktor Struktur

Kesimpulan :

Nilai keamanan dianalisa dari berbagai faktor yang terkait yaitu fungsi, bentuk, dan kondisi

tanah yang berada di tapak, dalam hal ini struktur utama yang dipakai sedah sangat aman

karena diperhitungkan dari beberapa faktur tersebut

b) Faktor Kebakaran

Kesimpulan :

Sistem pemadam kebakaran pasif

Penggunaan material dan struktural yang tahan api terutama pada jalur evakuasi dan

ruang auditorium

Penggunaan standar tangga darurat setiap jarak 30 m tanpa penyempitan bordes

Sirkulasi mobil pemadam kebakaran melalui akses alternatif kedalam tapak, bukan

akses utama sehingga pada saat kebakaran tidak terjadi crossing dengan kendaraan

pengunjung

- Penempatan ruang audtorium yang berhubungan langsung dengan ruang luar dan

mempunyai beberapa pintu keluar yang efektif untuk evakuasi saat terjadi kebakaran

Sistem pemadam kebakaran aktif

Penggunaan smoke detector pada daerah strategis dan jangkauan yang sesuai

88

Page 53: BAB 3 37 - 89

Perancangan Museum Musik Tradisional IndonesiaDengan pendekatan arsitektur Eco-Tect di Jakarta

Panitra Adi Wibisono | 052.10.036

Menempatkan fire extinguisher pada bangunan, penempatan fire sprinkler dengan

jangkauan 1 unit per 25 m2 dan selang dengan panjang 30 m pada setiap penjuru

bangunan

Perancangan fire hydrant dengan luas area pelayanan 400 m2 per unit

Pada bagian ruang museum musik tradisonal indonesia dan museum diterapkan sistem

sprinkler yang tidak merusak alat musik tradisional dan artefak pada saat terjadi

kebakaran

c) Faktor Kimia

Kesimpulan :

diperlukan sistem penyaringan tersendiri sebelum dibuang ke salurang pembuangan untuk

menyaring Obat-obatan mempunyai potensi untuk dibuang ke saluran pembuangan air, dimana

saluran tersebut akan berbahaya jika dibiarkan dibuang begitu saja

d) Faktor Personal

Kesimpulan :

Pada proyek museum ini, tidak terdapat fasilitas-fasilitas yang diperkirakan dapat

membahayakan pengunjung.

e) Faktor Kriminal

Kesimpulan :

Berdasarkan analisis dari faktor kriminal yang telah dipaparkan diatas, menghasilkan kriteria

desain dalam perancangan Pusat Kebudayaan Kalimantan Selatan, yaitu:

Penggunaan CCTV yang bekerja 24 jam

Ruang kontrol diletakan pada lantai dasar

Penggunaan sistem alarm pada setiap akses ke bangunan

Alarm dan CCTV dimaksimalkan pada ruang museum

Penempatan ruang museum pada lantai satu dan dua bukan pada lantai dasar

Gudang penyimpanan dan backstage area yang harus diletakkan jauh dari zona public

pada bangunan dan memiliki akses khusus

89