bab 2 tinjauan pustaka-yield line theory

17
4 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA Teori garis leleh ini dikemukakan oleh A.Ingerslev (1921-1923) kemudian dikembangkan oleh K.W. Johansen (1940). Teori garis leleh ini popular dipakai di daerah asalnya yaitu daerah Skandinavia. Di Indonesia, teori garis leleh kurang begitu diminati oleh para insinyur dalam perencanaan pelat beton bertulang. Dalam bab ini, akan dijelaskan teori garis leleh yang dikembangkan oleh K.W Johansen serta rumus- rumus yang akan digunakan sebagai dasar teori penelitian ini. 2.1 Prinsip Teori Garis Leleh Teori garis leleh oleh para ahli struktur digolongkan ke dalam upper bound theory. Beban batas sistem pelat mengestimasi dengan mempostulat mekanisme kehancuran (collapse mechanism) yang cocok dengan syarat batas (boundary condition) sehingga momen di sendi-sendi plastis tidak lebih besar sama dengan momen ultimit tahanan penampang. Pendekatan upper bound memberikan beban batas dari pelat beton yang sebenarnya atau lebih tinggi dari sebenarnya (Park dan Gamble, 2000: 303). Sehingga dalam perencanaan menggunakan teori garis leleh, dipilih beban terkecil untuk perencanaan pelat. Pada teori garis leleh, kekuatan pelat dianggap hanya ditentukan oleh lentur. Jadi pengaruh serviceability yaitu geser dan lendutan diperiksa secara terpisah. Besi tulangan dimisalkan leleh sepenuhnya sepanjang garis leleh pada waktu keruntuhan dan momen lentur dan torsi didistribusikan secara merata sepanjang garis leleh (lihat Gambar 2.1)

Upload: aristafirsantoro

Post on 28-Nov-2015

77 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

Yield Line Theory. Full with the all yield line theory on the world. this is a study literatur for thesis in structural engineering. you can use this article as reference.

TRANSCRIPT

Page 1: Bab 2 Tinjauan Pustaka-Yield Line Theory

4

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

Teori garis leleh ini dikemukakan oleh A.Ingerslev (1921-1923) kemudian

dikembangkan oleh K.W. Johansen (1940). Teori garis leleh ini popular dipakai di

daerah asalnya yaitu daerah Skandinavia. Di Indonesia, teori garis leleh kurang begitu

diminati oleh para insinyur dalam perencanaan pelat beton bertulang. Dalam bab ini,

akan dijelaskan teori garis leleh yang dikembangkan oleh K.W Johansen serta rumus-

rumus yang akan digunakan sebagai dasar teori penelitian ini.

2.1 Prinsip Teori Garis Leleh

Teori garis leleh oleh para ahli struktur digolongkan ke dalam upper bound

theory. Beban batas sistem pelat mengestimasi dengan mempostulat mekanisme

kehancuran (collapse mechanism) yang cocok dengan syarat batas (boundary

condition) sehingga momen di sendi-sendi plastis tidak lebih besar sama dengan

momen ultimit tahanan penampang. Pendekatan upper bound memberikan beban

batas dari pelat beton yang sebenarnya atau lebih tinggi dari sebenarnya (Park dan

Gamble, 2000: 303). Sehingga dalam perencanaan menggunakan teori garis leleh,

dipilih beban terkecil untuk perencanaan pelat.

Pada teori garis leleh, kekuatan pelat dianggap hanya ditentukan oleh lentur.

Jadi pengaruh serviceability yaitu geser dan lendutan diperiksa secara terpisah. Besi

tulangan dimisalkan leleh sepenuhnya sepanjang garis leleh pada waktu keruntuhan

dan momen lentur dan torsi didistribusikan secara merata sepanjang garis leleh (lihat

Gambar 2.1)

Page 2: Bab 2 Tinjauan Pustaka-Yield Line Theory

5

Sumber: Macgregor dan Wight (2005)

Gambar 2.1 Deformasi Pelat dengan Garis Leleh

2.1.1 Perbesaran Momen Pelat

Momen yang diperoleh dari metode ini cenderung lebih rendah dari momen

yang sebenarnya, dan bisa dinaikkan sampai 14% dengan sudut 45° terhadap

kumpulan tulangan ortogonal. Alasannya adalah analisa tersebut tidak

memperhitungkan melekuknya tulangan, yang menyebabkan tulangan hampir tegak

lurus garis retak sehingga memperbesar momen penahan. (Ghali dan Neville, 1978:

606). Pendapat ahli lain, momen pelat hasil dari analisis teori garis leleh hanya

ditambah sebanyak 10%. Ini bertujuan untuk memberikan faktor keamanan dalam

mengantisipasi corner levers yang akan terjadi khususnya pada pelat dua arah

(Kennedy dan Goodchild, 2004).

2.1.2 Fixity Ratio (i)

Menurut Kennedy dan Goodchild (2004), Fixity ratio adalah perbandingan

momen antara momen maksimum di lapangan dengan momen tumpuan (lihat

Gambar 2.2). Nilai dari i biasanya 0 (nol) sampai dengan 0,5 untuk simple support

atau tumpuan sederhana yang tidak memberikan tahanan terhadap rotasi. Nilai 1

(satu) sampai dengan 2 (dua) untuk tumpuan yang memberikan tahanan terhadap

rotasi seperti tumpuan jepit atau pelat menerus pada flat slabs. Dalam teori garis leleh

Page 3: Bab 2 Tinjauan Pustaka-Yield Line Theory

6

diketahui hubungan antara i dengan momen lapangan akibat distribusi beban merata

yang diterima oleh pelat (lihat Gambar 2.2).

Sumber : Kennedy dan Goodchild (2004: 45)

Gambar 2.2 Fixity Ratio untuk Pelat

m

mi n

n

'

(2.1)

dengan, i n = Fixity ratio

mn’= momen maksimum pada tumpuan ke – n (kNm atau kgm)

m = momen maksimum pada lapangan (kNm atau kgm)

2.1.3 Anggapan-Anggapan dalam Teori Garis Leleh

Gunawan dan Margaret (1992), menggunakan asumsi untuk teori garis leleh

sebagai berikut :

a. Garis leleh selalu berakhir pada batas-batas pelat

b. Garis leleh berbentuk lurus

c. Garis leleh melalui perpotongan sumbu rotasi pelat

d. Sumbu rotasi akan melewati kolom dan sepanjang perletakan pelat

e. Tulangan yang dipasang sepanjang garis leleh tersebut akan meleleh semua pada

saat keruntuhan terjadi.

Page 4: Bab 2 Tinjauan Pustaka-Yield Line Theory

7

f. Pelat berdeformasi plastis pada saat keruntuhan terjadi terbagi atas segmen-

segmen disebabkan oleh garis leleh.

g. Momen lentur dan momen torsi terbagi rata sepanjang garis leleh, momen lentur

dan torsi tersebut merupakan maksimum dari momen batas dalam kedua arah x

dan y.

h. Deformasi elastis diabaikan jika dibandingkan dengan deformasi plastis sehingga

segmen pelat berotasi debagai segmen bidang (plane segment) pada saat

keruntuhan.

Wang dan Salmon (1992), dalam teori garis leleh menggunakan anggapan-

anggapan:

a. Tulangan baja sepenuhnya meleleh sepanjang garis leleh pada saat keruntuhan.

Dalam kasus umum, bila tulangan pelat berada jauh dibawah keadaan berimbang,

maka hubungan momen -∅ kelengkungan seperti Gambar 2.3

Sumber: Park dan Gamble (2000: 304)

Gambar 2.3 Grafik hubungan momen - ∅ kelengkungan

b. Pelat berdeformasi secara plastis pada keruntuhan dan pelat terbagi-bagi menjadi

segmen-segmen oleh garis leleh.

Page 5: Bab 2 Tinjauan Pustaka-Yield Line Theory

8

c. Momen lentur dan puntir terdistribusi secara merata sepanjang garis leleh dan

merupakan harga-harga maksimum yang disediakan oleh kekuatan momen dalam

dua arah yang orthogonal.

d. Deformasi elastis dapat diabaikan dibandingkan dengan deformasi plastis,

dengan demikian bagian pelat berputar seagai segmen datar pada saat

keruntuhan.

2.2 Pola Garis Leleh

Menurut Kennedy dan Goodchild (2004), garis leleh adalah retakan dalam

pelat beton bertulang yang melintas dimana batang-batang tulangan meleleh dan

sepanjang terjadi rotasi plastis. Sedangkan Gunawan dan Margaret (1992)

menjelaskan bahwa garis leleh adalah garis yang menghubungkan sendi-sendi plastis

(plastic hinge) yang terjadi pada suatu mekanisme kehancuran. Garis yang terbentuk

akan membagi pelat menjadi beberapa segmen sesuai dengan sumbu rotasi yang

terbentuk. Garis leleh dianggap sebagai sumbu rotasi saat terjadi mekanisme

keruntuhan. Deformasi plastis terjadi sepanjang garis leleh dan lebih besar daripada

deformasi elastis.

Hal yang terpenting dari proses analisis metode garis leleh ini adalah

menentukan pola atau bentuk garis leleh yang relevan atau yang memungkinkan.

Pemilihan bentuk garis leleh juga kan menentukan momen batas yang akan dipakai

untuk menghasilkan beban batas. Pada bentuk geometri pelat yang sama dapat

menghasilkan bentuk garis leleh yang berbeda sehingga dapat menghasilkan beban

batas yang berbeda.

Menurut Park dan Gamble (2000), ada 3 (tiga) aturan dasar yang harus

diperhatikan untuk menentukan bentuk garis leleh:

Page 6: Bab 2 Tinjauan Pustaka-Yield Line Theory

9

1. Untuk bereaksi sebagai sendi-sendi plastis mekanisme kehancuran segmen

bidang, garis leleh harus garis lurus membentuk sumbu rotasi untuk pergerakan

dari segmen-segmen.

2. Perletakan-perletakan dari pelat akan berperan sebagai sumbu rotasi. Jika

tumpuan adalah terjepit sempurna (fixed), sebuah garis leleh akan terbentuk

sepanjang perletakan. setiap sumbu rotasi akan melewati kolom-kolom.

3. Untuk kecocokan deformasi, garis leleh harus melewati persimpangan dari

sumbu rotasi segmen pelat.

Pada Tabel 2.1 berisi perjanjian tanda dan notasi yang harus digunakan untuk

penggambaran pola garis leleh pada pelat dengan teori garis leleh.

Tabel 2.1 Perjanjian Tanda dan Notasi Penggambaran Pola Garis Leleh Pelat

No Uraian Notasi

1. Perletakan sendi (Simply supported)

2. Perletakan jepit atau menerus (Fixed

supported)

3. Perletakan bebas (Free supported)

4. Kolom (Column)

5. Beban garis (Line load)

6. Beban titik atau terpusat (Point load)

7. Sumbu rotasi (The Axes of rotation)

8. Garis leleh negatif (Hogging)

9. Garis leleh positif (Sagging)

Sumber : Gunawan dan Margaret (1992)

Page 7: Bab 2 Tinjauan Pustaka-Yield Line Theory

10

Berikut ini adalah contoh-contoh bentuk garis leleh dari berbagai bentuk pelat

Sumber: Park dan Gamble (2000: 337)

Gambar 2.4 Pola Garis Leleh Beban Merata pada Berbagai Macam Bentuk Pelat.

Meskipun memiliki bentuk geometri pelat yang sama, tetapi pola garis leleh

yang dibentuk dapat berbeda seperti pada Gambar 2.5.

Sumber: Park dan Gamble (2000: 304)

Gambar 2.5 Pola Garis Leleh Beban Merata pada Bentuk Pelat Yang Sama.

Pelat lantai yang memiliki lubang ditengah seperti pelat lantai pada void

memiliki garis leleh yang ujungnya berakhir di tepi lubang dan di tumpuan seperti

Gambar 2.6

Page 8: Bab 2 Tinjauan Pustaka-Yield Line Theory

11

(a) Mode 1 (b) Mode 2

Sumber: Park dan Gamble (2000: 331)

Gambar 2.6 Pola Garis Leleh Beban Merata Pada Pelat Berlubang di Tengah.

Pelat dengan bukaan di tepi atau di tengah yang sering dijumpai di daerah

void pada gedung memiliki bentuk garis leleh tersendiri. Contoh bentuk garis leleh

pada pelat dengan bukaan ditepi dapat dilihat pada Gambar 2.7

(a) (b)

(a) dan (b) Pada sisi pendek pelat; (c) Pada sisi panjang pelat

Sumber : Park dan Gamble (2000)

Gambar 2.7 Pola Garis Leleh Beban Merata Pada Pelat Bukaan di Tengah.

Page 9: Bab 2 Tinjauan Pustaka-Yield Line Theory

12

2.3 Pelat Ortotropis

Sebagian besar solusi teori garis leleh hanya untuk kasus pelat dengan

tulangan isotropis. Pelat dengan tulangan ortotropis sangat berbeda dengan pelat

tulangan isotropis yang sering dibahas pada teori garis leleh sehingga memerlukan

pembahasan tersendiri. Jika pelat ortotropis dibebani oleh beban ultimit, besar

momen arah x dan y yang timbul tidak sama (lihat Gambar 2.8). Analisis pelat

tulangan ortotropis kemudian disederhanakan oleh Johansen (dalam A. Ghali dan

A.M Neville, 1978) dengan mengubah panjang sisi dan pembebanan dengan rasio µ

untuk memperoleh pelat isotropis ekuivalen dalam 2 arah tegak lurus atau yang lebih

dikenal dengan transformasi Affine.

Sumber : Macgregor dan Wight (2005:764)

Gambar 2.8 Garis leleh Pada Tulangan Orthogonal

Dari Gambar 2.9 didapat persamaan untuk momen lentur dan puntir pada pelat

tulangan orthogonal atau ortotropis:

cos)cos(m+sin)sin( y LLmlm xb (2.2)

Sehingga persamaan momen lentur mb

2y

2 cosm+sinxb mm (2.3)

Sedangkan persamaan untuk momen puntir mt

Page 10: Bab 2 Tinjauan Pustaka-Yield Line Theory

13

2sin)2

( yxt

mmm

(2.4)

2.3.1 Transformasi Affine

Transformasi Affine adalah proses pelat ortotropis dianalisis dengan pelat

isotropis ekuivalen dan momen, m, yang dihasilkan sama dengan pelat ortotropis

sebenarnya (Kennedy dan Goodchild, 2004). Ada beberapa peraturan yang digunakan

dalam mengkonversi pelat ortotropis ke pelat isotropis ekuivalen untuk menentukan

momen ultimit, m, antara lain:

a. Jarak di arah x dan y pada µm (biasanya arah memanjang) dalam transformasi

Affine dibagi dengan √ .

b. Beban terpusat P yang bekerja pada pelat ortotropis dalam transformasi Affine

dikonversi menjadi P/ √ .

Atau secara sederhana seperti pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Konversi Pelat Ortotropis ke Pelat Isotropis Ekivalen

Pelat Ortotropis Pelat Isotropis

Dimensi lx Lx

ly ly/√Pembebanan Wu Wu

Pu Pu/√dan lebih lengkap lagi untuk berbagai kasus dapat dilihat pada Tabel 2.3 (lihat

Lampiran Tabel)

Pelat ortotropis memiliki kekakuan yang berbeda dalam arah x dan y sehingga

mx ≠ my. Rasio µ dalam transformasi Affine didefinisikan sebagai rasio dari tulangan

di arah yang terkuat ke arah yang terlemah atau biasanya dimensi yang panjang

dengan dimensi yang pendek (Nawy, 2005: 524).

Page 11: Bab 2 Tinjauan Pustaka-Yield Line Theory

14

x

y

m

m

(2.5)

dimana μ adalah rasio momen arah y dan momen arah x; my adalah momen

maksimum lapangan atau tumpuan pelat arah y (kgm/m); mx adalah momen

maksimum lapangan atau tumpuan pelat arah x (kgm/m).

2.4 Metode Kerja Virtual

2.4.1 Persamaan kerja virtual

Metode kerja virtual dipakai untuk menentukan gaya-gaya pada batang-batang

dalam rangka statis tertentu (Todd, 1984:180). Dalam perkembangannya kerja virtual

juga dipakai pada sistem rigid body. Jika bidang diberi sebuah sembarang

perpindahan kecil, penjumlahan kerja oleh gaya akan sama dengan nol karena

resultan gaya sama dengan nol (Park dan Gamble,2000: 311). Perpindahan virtual

adalah sembarang perpindahan kecil dan kerja virtual adalah hasil dari perpindahan.

Untuk menganalisa pelat dengan metode kerja virtual, bentuk garis leleh

dipostulat untuk pelat dengan beban ultimit. Segmen-segmen yang terbentuk dari

pola garis leleh dianggap sebagai rigid body karena pelat berdeformasi dengan

defleksi yang terjadi hanya di garis leleh. Segmen-segmen pelat dalam keadaan

seimbang di bawah beban luar dan momen lentur dan torsi dan geser sepanjang garis

leleh. Titik yang dipakai pada pelat dipilih dan diberi perpindahan kecil di arah

beban. Kemudian dijumlahkan semua perpindahan di semua titik pelat , (x,y), dan

rotasi dari segmen-segmen pelat sekitar garis leleh. Kerja virtual akan lengkap oleh

beban luar dan aksi dalam sepanjang garis leleh. Kerja virtual bekerja dengan beban

ultimit merata per satuan luas.

Kerja Dalam = Kerja Luar

uu Wdxdyyxw , (2.6)

Page 12: Bab 2 Tinjauan Pustaka-Yield Line Theory

15

Dimana Wu adalah total beban di segmen pola garis leleh yang ditinjau dan Δ adalah

pergerakan ke bawah dari titik tengah segmen tersebut. Semua kerja yang ada

dijumlahkan. Reaksi di tumpuan tidak memberikan kontribusi pada kerja virtual

seperti tidak berpengaruh pada perpindahan yang terjadi. Kerja yang dihasilkan oleh

aksi internal atau kerja dalam yang berpengaruh hanya momen lentur saja, karena

kerja yang dihasilkan oleh momen dan gaya geser sama dengan nol jika dijumlahkan

dari seluruh segmen pelat. Ini dikarenakan aksi di setiap sisi dari garis leleh adalah

sama dan berlawanan (lihat Gambar 2.9) dan untuk perpindahan manapun dari garis

leleh tidak ada pergerakan relative diantara sisi garis leleh yang menyesuaikan

momen torsi dan gaya geser, sejak terdapat rotasi relative antara dua sisi garis leleh.

Sumber: Park dan Gamble (2000: 312)

Gambar 2.9 Aksi-Aksi yang Terjadi di Garis Leleh

Hanya momen lentur ultimit per satuan luas mun di garis leleh saja yang

berpengaruh pada kerja dalam. Momen tahanan ultimit per satuan luas di garis leleh

sepanjang lo , dimana rotasi relatif sekitar garis leleh dari dua segmen θn adalah -mun

θn lo. Kerja yang terjadi bernilai negatif karena momen lentur akan beraksi di arah

yang berlawanan dari rotasi jika pelat diberi perpindahan di arah pembebanan. Kerja

total oleh momen tahanan ultimit dihasilkan dari penjumlahan kerja sepanjang semua

garis leleh -mun θn lo. Oleh karena itu, persamaan kerja virtual dapat ditulis

00 lmW nunu

Page 13: Bab 2 Tinjauan Pustaka-Yield Line Theory

16

Atau

0lmW nunu (2.7)

Metode kerja virtual adalah metode penyelesaian upper bound. sehingga W

yang dihasilkan dari metode ini sama atau lebih besar dari pada beban yang

menyebabkan keruntuhan sebenarnya. Jika garis leleh yang tidak tepat dipilih, beban

W terlalu besar untuk diberikan kepada nilai m atau nilai m terlalu kecil untuk

diberikan kepada beban W (Macgregor dan Wight, 2005: 767)

2.4.2 Kerja Dalam

Kerja dalam adalah aksi-aksi dalam yang diakibatkan dari beban eksternal

ultimit yang bekerja diatas pelat. Yang dihasilkan dari kerja dalam terdiri dari momen

lentur, momen torsi dan gaya geser. Tetapi untuk kerja dalam virtual yang

berpengaruh hanya momen lentur ultimit saja dan rotasi relatif pada segmen garis

leleh. (Park dan Gamble,2000: 311)

Sebagian besar pelat yang berbentuk persegi, tulangan disusun secara paralel

dengan tumpuan arah x dan y dan karena momen lentur ultimit per satuan luas di arah

x dan y yang diketahui memudahkan memisahkan momen menurut arahnya. (lihat

Gambar 2.10)

Sumber: Park dan Gamble (2000: 315)

Gambar 2.10 Kemiringan Garis Leleh di Arah Tulangan Ortogonal

Page 14: Bab 2 Tinjauan Pustaka-Yield Line Theory

17

022

0 sincos lmmlm nuyuxnun

00 sincos xmym yuyxux

00 xmym yuyxux (2.8)

dimana θx dan θy adalah komponen dari rotasi θn di arah x dan y; mun adalah momen

lentur ultimit per satuan luas; l0 adalah panjang segmen garis leleh.

2.4.3 Kerja Luar

Kerja luar direpresentasikan oleh beban ultimit eksternal diatas pelat yang

bergerak melewati pelat dan menyebabkan defleksi (Wager, 1994). Sejumlah beban

ultimit Wu yang bekerja sangat baik jika dihitung pada setiap bagian rigid dan

dikalikan dengan displacement Δ pada bagian rigid tersebut.

Kerja Luar uW (2.9)

dimana Wu adalah beban ultimit per satuan luas; Δ adalah perpindahan akibat beban

kerja ( 1 satuan).

2.5.4 Prinsip Beban Minimum

Bentuk dari garis leleh tidak bisa digambar tanpa diketahui dimensi lokasi

letak garis leleh tersebut. Dimensi yang tidak diketahui ditunjukkan dengan notasi l1,

l2, l3 dan seterusnya (lihat Gambar 2.11).

Sumber: Park dan Gamble (2000: 315)

Gambar 2.11 Bentuk Garis Leleh Tanpa Diketahui Dimensi.

Page 15: Bab 2 Tinjauan Pustaka-Yield Line Theory

18

Persamaan beban ultimit menjadi Wu = f (l1, l2, l3…..). Sejak persamaan

tersebut digunakan dalam pendekatan upper bound,nilai untuk l1, l2, l3 … harus

memberikan nilai minimum untuk Wu.

0'

1

l

Wu ; 0'

2

l

Wu 0'

;3

l

Wu (2.10)

Pada Gambar 2.11 tidak diketahui dimensi garis leleh yang akan digunakan

sehingga persamaan 2.10 akan digunakan untuk mencari dimensi maksimum yang

akan digunakan.

2.5 Momen Nominal

Pelat memiliki momen nominal akibat lentur murni. Apabila momen ulitmit

yang terjadi pada pelat lebih besar dari momen nominal pelat maka akan terjadi

keruntuhan atau kegagalan struktur. Momen nominal ini dihitung per 1 (satu) meter

di arah x dan arah y. Pelat yang bersifat ortotropis maka momen nominal antara arah x

dan y berbeda nilainya. Jika pelat bersifat isotropis, momen nominal akan memiliki

nilai yang sama antara arah x dan y. Perhitungan momen nominal dianalogikan sama

dengan momen nominal balok akibat lentur murni. Tetapi yang berbeda jika

perhitungan balok memakai lebar balok b sebesar balok, pelat menggunakan lebar

pelat per 1 (satu) meter.

Menurut Vis dan Gideon (1997), dasar-dasar anggapan dan persyaratan yang

digunakan dalam menganalisis beton bertulang yang diberi beban lentur adalah

sebagai berikut:

1. Beton tidak dapat menerima gaya tarik karena beton tidak mempunyai kekuatan

tarik.

2. Perubahan bentuk berupa pertambahan panjang dan perpendekkan (regangan

tarik dan tekan) pada serat-serat penampang, berbanding lurus dengan jarak tiap

Page 16: Bab 2 Tinjauan Pustaka-Yield Line Theory

19

serat ke sumbu netral. Ini merupakan kriteria yang dikenal dengan penampang

bidang datar akan tetap berupa bidang datar.

3. Hubungan antara tegangan dan regangan baja (σs dan εs) dapat dinyatakan

dengan secara skematis.

4. Hubungan antara tegangan dan regangan beton (σc dan εc) dapat dinyatakan

dengan secara skematis.

Perhitungan momen nominal dalam akibat lentur murni sebagai berikut (lihat Gambar

2.12):

Sumber : Vis dan Gideon,1997

Gambar 2.12 Perhitungan Momen Nominal Untuk Pelat

d = h – 0,5 Φ tulangan tarik – selimut beton (2.11)

ca 1(2.12)

bafC c '85,0(2.13)

yfAsT (2.14)

adZ2

1

(2.15)

ZTM Z atau

ZCM Z (2.16)

Dimana d adalah tinggi efektif (cm); h adalah tebal pelat (cm); β1 sama dengan

0,85 untuk fc ≤ 300 kg/cm2, untuk mutu beton lebih tinggi dari ≤ 300 kg/cm2 β =

dh

b

a CZ

T

Page 17: Bab 2 Tinjauan Pustaka-Yield Line Theory

20

0,85 – 0,008(fc’ – 30); c adalah tinggi garis netral; C adalah tegangan tekan; fc’

adalah kuat tekan beton yang direncanakan (MPa atau kg/cm2); b adalah lebar

pelat dimana dalam perhitungan lebar pelat dihitung per satu meter (cm); T adalah

tegangan tarik tulangan; As adalah luas tulangan terpasang (cm2); fy adalah kuat

tarik leleh tulangan (MPa atau kg/cm2); Z adalah lengan momen (cm); Mz adalah

momen nominal pelat per meter (kgm/m).