bab 2 tinjauan pustaka presbikusis yeni widayanti
DESCRIPTION
presbikusis yeni widayantiTRANSCRIPT
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Anatomi Telinga Dalam
Telinga dalam terdiri dari koklea yang berupa dua setengah lingkaran dan
vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung atau puncak
koklea disebut helikotrema, menghubungkan perilimfa skala timpani dengan skala
vestibuli. Kanalis semisirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap dan
membentuk lingkaran yang tidak lengkap. Pada irisan melingtang koklea tampak
skala vestibuli sebelah atas, skala timpani di sebelah bawah dan skala media
(duktus koklearis) di antaranya. Skala vestibuli dan skala timpani berisi perilimfa,
sedangkan skala media berisi endolimfa. Ion dan garam yang terdapat di perilimfa
berbeda dengan endolimfa. Hal ini penting untuk pendengaran. Dasar skala
vestibuli disebut sebagai membran vestibuli (Reissner’s membrane), sedangkan
dasar skala media adalah membran basalis. Pada membran ini terledak organ
Corti. Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut
membran tektoria dan pada membran basal melekat sel rambut yang terdiri dari
sel rambut dalam, sel rambut luar dan kanalis Corti, yang membentuk organ Corti
(Soetirto, 2007).
3
4
Gambar 1. Potongan koklea (Soetirto, 2007)
Gambar 2. Organ Corti (Soetirto, 2007)
5
Fisiologi Pendengaran
Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun
telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang ke
koklea. Getaran tersebut menggetarkan membran timpani diteruskan ke telinga
tengah melalui rangkaian tulang pendengaran yang akan mengamplifikasi getaran
melalui daya ungkit tulang pendngaran dan perkalian perbandingan luas membran
timpani dan tingkap lonjong. Energi getaran yang telah diamplifikasi ini akan
diteruskan ke stapes yang manggerakan tingkap lonjong, sehingga perilimfa pada
skala vestibule bergerak. Getaran diteruskan melalui membran Reissner yang
mendorong endolimfa, sehingga akan menimbulkan gerak relatif antara membran
basilaris dan membran tektoria. Proses ini merupakan rangsangan mekanik yang
menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion
terbuka dan terjadi penglepasan ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini
menimbulkan proses depolarisasi sel rambut, sehingga melepaskan
neurotransmiter ke dalam sinapsis yang akan menimbulkan potensial aksi pada
saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nukleus auditorius sampai ke korteks
pendengaran (area 39-40) di lobus temporalis (Soetirto, 2007).
Gambar 3. Fisiologi Pendengaran (Soetirto, 2007)
6
Definisi Presbikusis
Presbikusis atau age-related hearing loss (ARHL) adalah gangguan
pendengaran yang berhubungan dengan penambahan usia (Kim, 2000; Pata,
2004). Presbikusis disebabkan oleh atrofi sel rambut di organ Corti, degenerasi
serabut saraf di ganglion dan nukleus koklearis, lemahnya suplai darah
ligamentum spiral dan stria vaskularis, atrofi ligamentum spiral dan duktus
koklearis yang ruptur (Zagolski, 2006). Gangguan pendengaran yang terutama
disebabkan karena degenerasi telinga bagian dalam dan nervus koklearis ini
menyebabkan tuli sensorineural (Pata, 2004; Sousa, 2009). Karakteristik
gangguan ini yaitu progresif lambat dan simetris bilateral (Pata, 2004;
Muyassaroh, 2012).
Epidemiologi
Prevalensi presbikusis bervariasi, biasanya terjadi pada usia 60 tahun atau
lebih (Sousa, 2009; Soesilorini, 2012, Kraus, 2013). Presbikusis terbanyak pada
usia 70-80 tahun. Sekitar 30-35 % pada populasi dengan usia 65-75 tahun dan 40-
50 % pada usia lebih dari 75 tahun. Prevalensi pada laki-laki sedikit lebih tinggi
daripada perempuan. National Institute on Aging memberikan informasi bahwa
sepertiga penduduk Amerika usia 65-74 tahun dan separuh penduduk berusia 85
tahun ke atas menderita presbikusis. Prevalensi tersebut meningkat pada tahun
2030 menjadi 70 juta orang. Di Indonesia jumlah penduduk usia lebih dari 60
tahun pada tahun 2005 diperkirakan mencapai 19,9 juta atau 8,48 % dan tahun
2025 diperkirakan penderita presbikusis akan meningkat menjadi 4 kali lipat dan
dapat merupakan jumlah tertinggi di dunia (Soesilorini, 2012).
7
Etiologi
Etiologi presbikusis belum diketahui secara pasti, meskipun diduga banyak
faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya presbikusis. Faktor tersebut antara
lain usia, jenis kelamin, genetik, hipertensi, diabetes mellitus, hiperkolesterol,
paparan bising, dan merokok (Muyassaroh, 2012; Soesilorini, 2012).
Umumnya diketahui bahwa presbikusis merupakan akibat dari proses
degenerasi. Diduga kejadian presbikusis mempunyai hubungan dengan faktor-
faktor herediter, pola makanan, metabolisme, arteriosklerosis, infeksi, bising, gaya
hidup atau bersifat multifaktor. Menurunnya fungsi pendengaran secara berangsur
merupakan efek kumulatif dari pengaruh faktor-faktor tersebut di atas (Suwento,
2007).
Patogenesis
Presbikusis dapat dijelaskan dari beberapa kemungkinan patogenesis, yaitu
degenerasi koklea, degenerasi sentral, dan beberapa mekanisme molekuler.
1. Degenerasi koklea
Presbikusis tersering terjadi karena degenerasi pada stria vaskularis yang
berefek pada nilai potensial endolimfa yang menurun menjadi 20 mV atau
lebih. Pada presbikusis terlihat gambaran khas degenerasi stria yang
mengalami penuaan, terdapat penurunan pendengaran sebesar 40-50 dB dan
potensial endolimfa 20 mV (normal = - 90 mV) (Muyassaroh, 2012).
2. Degenerasi sentral
Perubahan yang terjadi akibat hilangnya fungsi nervus auditorius
meningkatkan nilai ambang dengar atau compound action potensial (CAP).
8
Fungsi input-output dari CAP terefleksi juga pada fungsi input-output pada
potensial saraf pusat, memungkinkan terjadinya asinkronisasi aktivitas nervus
auditorius dan penderita mengalami kurang pendengaran dengan pemahaman
bicara buruk (Muyassaroh, 2012).
3. Mekanisme molekuler
a. Faktor genetik
Strain yang berperan terhadap presbikusis adalah C57BL/6J yang
merupakan protein pembawa mutasi dalam gen cadherin 23 (Cdh23), yang
mengkode komponen ujung sel rambut koklea. Pada jalur intrinsik sel
mitokondria mengalami apoptosis pada strain C57BL/6J yang dapat
mengakibatkan penurunan pendengaran (Someya, 2009; Muyassaroh,
2012).
b. Stres oksidatif
Seiring dengan pertambahan usia kerusakan sel akibat stress oksidatif
bertambah dan menumpuk selama bertahun-tahun yang akhirnya
menyebabkan proses penuaan. Reactive oxygen species (ROS) menimbulkan
kerusakan mitokondria mtDNA dan kompleks protein jaringan koklea
sehingga terjadi disfungsi pendengaran (Muyassaroh, 2012).
c. Gangguan transduksi sinyal
Ujung sel rambut organ Corti berperan terhadap transduksi mekanik, yaitu
merubah stimulus mekanik menjadi sinyal elektrokimia. Dua kelompok
famili cadherin 23 (CDH23) dan protocadherin 15 (PCDH15) telah
diidentifikasi sebagai penyusun ujung sel rambut koklea. CDH23 dan
PCDH15 saling berinteraksi untuk trasnduksi mekanoelektrikal dengan
9
baik. Terjadinya mutasi akibat penuaan akan menimbulkan defek dalam
interaksi 2 molekul ini yang akan menyebabkan gangguan pendengaran
(Sakaguchi, 2009, Muyassaroh, 2012).
Gejala Klinik
Keluhan utama presbikusis berupa berkurangnya pendengaran secara
perlahan-lahan dan progresif, simetris pada kedua telinga. Kapan berkurangnya
pendengaran tidak diketahui pasti. Keluhan lainnya adalah telinga berdenging
(tinitus nada tinggi). Pasien dapat mendengar suara percakapan, tetapi sulit untuk
memahaminya, terutama bila diucapkan dengan cepat di tempat dengan latar
belakang yang bising (cocktail party deafness). Bila intensitas suara ditinggikan
akan timbul rasa nyeri di telinga, hal ini disebabkan oleh faktor kelelahan saraf
(recruitment) (Suwento, 2007).
Klasifikasi Presbikusis
Berdasarkan perubahan patologik yang terjadi, Gacek dan Schuknecht
menggolongkan presbikusis menjadi 4 jenis, yaitu: sensorik (outer hair-cell),
neural (ganglion-cell), metabolik (strial atrophy), dan mekanik/koklea konduktif
(stiffness of the basilar membrane). Prevalensi terbanyak menurut penelitian
adalah jenis metabolik (34,6%). Sedangkan jenis lainnya adalah neural 30,7%,
mekanik 22,8%, dan sensorik 11,9% (Suwento, 2007).
Menurut sesuai dengan perubahan histologi dan situs degenerasi di koklea,
presbikusis dibagi menjadi 5 tipe, yaitu: sensory presbycusis, dimana perubahan
mendadak dalam pola audiometri disebabkan oleh degenerasi sel-sel rambut;
10
neural presbycusis, dimana ada pola miring ke bawah (sloping) pada audiogram
dan hilangnya sel saraf koklea dan jalur saraf pusat; metabolic presbycusis,
dimana ada atrofi stria vaskularis dan kurva pendengaran datar (flat) pada
audiogram; cochlear presbycusis, dimana ada pola miring bertahap pada
audiogram dan tidak ada perubahan histologi pada organ Corti dan struktur saraf;
mixed presbycusis, dimana ada kombinasi dari gejala presbikusis jenis lain (Kim,
2013).
1. Presbikusis tipe sensori
Tipe ini menunjukkan atrofi epitel disertai hilangnya sel-sel rambut dan sel
penyokong organ Corti. Proses berasal dari bagian basal koklea dan perlahan-
lahan menjalar ke daerah apeks. Perubahan ini berhubungan dengan
penurunan ambang frekuensi tinggi, yang dimulai setelah usia pertengahan.
Secara histologi, atrofi dapat terbatas hanya beberapa millimeter awal dari
basal koklea dan proses berjalan dengan lambat. Beberapa teori mengatakan
perubahan ini terjadi akibat akumulasi dari granul pigmen lipofusin. Ciri khas
dari tipe sensory presbycusis ini adalah terjadi penurunan pendengaran secara
tiba-tiba pada frekuensi tinggi (slooping). Gambaran konfigurasi menurut
Schuknecht, jenis sensori yaitu tipe noise-induced hearing loss (NIHL).
Banyak terdapat pada laki-laki dengan riwayat bising (Connely, 1964; Gates,
2009; Soesilorini, 2012).
11
Gambar 5. Sensory Presbycusis. Sensory presbycusis is typically seen as a bilateral
precipitous high frequency sensorineural hearing loss with good to excellent speech
discrimination ability (Connely, 1964)
2. Presbikusis tipe neural
Tipe ini memperlihatkan atrofi sel-sel saraf di koklea dan jalur saraf pusat.
Atrofi terjadi mulai dari koklea, dengan bagian basilarnya sedikit lebih banyak
terkena dibanding sisa dari bagian koklea lainnya. Tidak didapati adanya
penurunan ambang terhadap frekuensi tinggi bunyi. Keparahan tipe ini
menyebabkan penurunan ambang terhadap diskriminasi kata-kata yang secara
klinik berhubungan dengan presbikusis neural dan dapat dijumpai sebelum
terjadinya gangguan pendengaran. Efeknya tidak disadari sampai seseorang
berumur lanjut sebab gejala tidak akan timbul sampai 90 % neuron akhirnya
hilang. Pengurangan jumlah sel-sel neuron ini sesuai dengan normal speech
discrimination. Bila jumlah neuron ini berkurang di bawah yang dibutuhkan
untuk transmisi getaran, terjadilah neural presbycusis. Menurunnya jumlah
neuron pada koklea lebih parah terjadi pada basal koklea. Gambaran klasik:
12
speech discrimination sangat berkurang dan atrofi yang luas pada ganglion
spiralis (cookei-bite) (Connely, 1964; Gates, 2009; Soesilorini, 2012).
Gambar 6. Neural Presbycusis. Neural presbycusis is characterized as a degeneration
of neurons and results in hearing loss similar to sensory presbycusis. However, speech
understanding is far worse than would be anticipated from the audiogram, in this
example, perhaps only 40% to 60% in each ear (Connely, 1964)
3. Presbikusis tipe metabolik atau strial
Tipe presbikusis yang sering didapati dengan ciri khas kurang pendengaran
yang mulai timbul pada dekade ke-6 dan berlangsung perlahan-lahan. Kondisi
ini diakibatkan atrofi stria vaskularis. Histologi: atrofi pada stria vaskularis,
lebih parah pada separuh dari apeks koklea. Stria vaskularis normalnya
berfungsi menjaga keseimbangan bioelektrik, kimiawi, dan metabolik koklea.
Proses ini berlangsung pada seseorang yang berusia 30-60 tahun. Berkembang
dengan lambat dan mungkin bersifat familial. Dibedakan dari tipe presbikusis
lain yaitu pada strial presbycusis ini gambaran audiogramnya rata, dapat
mulai frekuensi rendah, speech discrimination bagus sampai batas minimum
pendengarannta 50 dB (flat). Penderita dengan kasus kardiovaskular dapat
13
mmengalami presbikusis tipe ini serta menyerang pada semua jenis kelamin
namun lebih nyata pada perempuan (Connely, 1964, Gates, 2009; Soesilorini,
2012).
Gambar 7. Metabolic Presbycusis. Metabolic or strial presbycusis is
seen as a flat sensorineural hearing loss with good preservation of speech
understanding (Connely, 1964)
4. Presbikusis konduksi koklear atau mekanik
Tipe kekurangan pendengaran ini disebabkan gangguan gerakan mekanis di
membran basalis. Gambaran khas audiogram yang menurun dan simetris.
Histologi: tidak ada perubahan morfologi pada struktur koklea ini. Perubahan
atas respon fisik khusus dari membran basalis lebih besar dan lebih tipis.
Kondisi ini disebabkan oleh penebalan dan kekakuan sekunder membran
basilaris koklea. Terjadi perubahan gerakan mekanik dari duktus koklearis dan
atrofi dari ligamentum spiralis. Berhubungan dengan tuli sensorineural yang
berkembang sangat lambat (Connely, 1964; Gates, 2009; Soesilorini, 2012).
14
Gambar 8. Mechanical Presbycusis. Mechanical or cochlear conductive presbycusis
shows the typical bilateral sloping high frequency sensorineural pattern of hearing
loss, but with good preservation of cochlear elements (sensory and neural cells) speech
understanding is generally good (Connely, 1964)
Tabel 1. Karakteristik penurunan pendengaran pada presbikusis (Lalwani, 2008)
15
Gambar 4. Klasifikasi presbikusis (Danner, 2003)
Diagnosis
1. Anamnesis
Gejala yang timbul adalah penurunan pendengaran pada usia lanjut, bersifat
sensorineural, simetris bilateral dan progresif lambat. Umumnya terutama
terhadap suara atau nada yang tinggi dan kadang-kadang disertai tinitus
(Muyassaroh, 2012).
16
2. Pemeriksaan Fisik dan Penunjang
Pemeriksaan fisik telinga biasanya normal dan dengan pemeriksaan
otoskopik tampak membran timpani suram, mobilitasnya berkurang. Pada tes
penala didapatkan tuli sensorineural. Pemeriksaan timpanometri tipe A
(normal), audiometri nada murni, menunjukkan suatu tuli saraf nada tinggi,
bilateral dan simetris. Pada tahap awal terdapat penurunan yang tajam (sloping)
setelah frekuensi 2000 Hz. Garis ambang dengar pada audiogram jenis
metabolik dan mekanik lebih datar, kemudian pada tahap berikutnya
berangsur-angsur terjadi penurunan. Pada semua jenis presbikusis tahap lanjut
juga terjadi penurunan pada frekuensi yang lebih rendah (Suwento, 2007;
Muyassaroh, 2012).
Variasi nilai ambang audiogram antara telinga satu dengan lainnya pada
presbikusis ini dapat terjadi sekitar 5-10 dB. Otoacoustic emission (OAE)
dapat menunjukkan fungsi koklea. Presbikusis merupakan degenerasi koklea
sehingga hasil yang didapatkan refer (emisi tidak muncul). Pemeriksaan BERA
pada presbikusis diperlukan apabila kondisi pasien dengan kesadaran menurun
atau terdapat kecurigaan tuli saraf retrokoklear (Muyassaroh, 2012).
Faktor Risiko
Presbikusis diduga berhubungan dengan faktor faktor herediter, metabolisme,
aterosklerosis, bising, gaya hidup, dan pemakaian beberapa obat. Berbagai faktor
risiko tersebut dan hubungannya dengan presbikusis adalah sebagai berikut:
1. Usia dan jenis kelamin
17
Prevalensi terjadinya presbikusis rata-rata pada usis 60-65 ke atas. Faktor
risiko usia terhadap kurang pendengaran berbeda antara laki-laki dan
perempuan. Laki-laki lebih banyak mengalami penurunan pendengaran pada
frekuensi tinggi dan hanya sedikit penurunan pada frekuensi rendah bila
dibandingkan dengan perempuan. Ambang batas frekuensi tinggi sering
dikaitkan dengan kemungkinan bahwa laki-laki lebih banyak terpapar bising di
tempat kerja dibandingkan perempuan (Kim, 2010; Muyassaroh, 2012).
Beberapa ahli menyatakan bahwa perbedaan jenis kelamin ini tidak
seluruhnya disebabkan karena adanya perubahan di koklea. Perempuan
memiliki bentuk daun telinga dan liang telinga yang lebih kecil sehingga dapat
menimbulkan efek masking noise pada frekuensi rendah. Penggunakaan
earphone saat pemeriksaan audiometri menjadi kurang efektif akibat pengaruh
bentuk anatomi tersebut. Penelitian di Korea sebelumnya menyatakan terdapat
penurunan pendengaran pada perempuan sebesar 2000 Hz lebih buruk di atas
laki-laki. Pearson menyatakan bahwa sensitivitas pendengaran lebih baik pada
perempuan daripada laki-laki (Kim, 2010; Muyassaroh, 2012).
2. Hipertensi
Hipertensi yang berlangsung lama dapat memperberat resistensi vaskuler
yang mengakibatkan disfungsi sel endotel pembuluh darah disertai peningkatan
viskositas darah, penurunan aliran darah kapiler dan transpor oksigen. Hal
tersebut mengakibatkan kerusakan sel-sel auditori sehingga proses transmisi
sinyal mengalami gangguan yang menimbulkan gangguan komunikasi. Kurang
pendengaran sensorineural dapat terjadi akibat insufisiensi mikrosirkuler
pembuluh darah seperti emboli, perdarahan, atau vasospasme. Maria
18
menemukan hubungan antara systemic arterial hypertention (SAH) dengan
penurunan pendengaran (Mondelli, 2009; Muyassaroh, 2012).
3. Diabetes Mellitus
Pada penderita Diabetes Mellitus (DM), glukosa yang terikat pada protein
dalam proses glikosilasi akan membentuk advanced glicosilation end product
(AGEP) yang tertimbun dalam jaringan dan mengurangi elastisitas dinding
pembuluh darah (arteriosklerosis), dinding pembuluh darah semakin menebal
dan lumen menyempit yang disebut mikroangiopati. Mikroangiopati pada
organ koklea akan menyebabkan atrofi dan berkurangnya sel rambut, jika
terjadi pada vasa nervus VIII, ligamentum dan ganglion spiral ditandai
kerusakan sel Schwann, degenerasi mielin, dan kerusakan akson maka akan
menimbulkan neuropati. Akibatnya dapat menimbulkan penurunan
pendengaran. Abdulbari, Thiago melaporkan bahwa terdapat hubungan antara
penderita DM dengan terjadinya penurunan pendengaran (Kakarlapudi, 2003;
Maia, 2005; Bener, 2008; Muyassaroh, 2012).
4. Hiperkolesterol
Pola makan dengan komposisi kelebihan lemak seperti hiperkolesterol,
hiperlipidemia, hipertrigliserida merupakan faktor risiko terjadinya penurunan
pendengaran karena terjadi peumpukan plak pada tunika intima. Patogenesis
arterosklerosis adalah arteroma dan arteriosklerosis yang terdapat secara
bersama. Keadaan tersebut dapat menyebabkan gangguan aliran darah dan
transpor oksigen. Teori ini sesuai dengan penelitian Villares yang menyatakan
terdapat hubungan antara penderita hiperkolesterolemia dengan penurunan
pendengaran (Kakarlapudi, 2003; Villares, 2005; Muyassaroh, 2012).
19
5. Merokok
Rokok mengandung nikotin dan karbonmonoksida yang mempunyai efek
mengganggu peredaran darah, bersifat ototoksik secara langsung, dan merusak
sel saraf organ koklea. Karbonmonoksida menyebabkan iskemia melalui
produksi karboksi-hemoglobin (ikatan antara CO dan haemoglobin) sehingga
hemoglobin menjadi tidak efisien mengikat oksigen. Seperti diketahui, ikatan
antara hemoglobin dengan CO jauh lebih kuat ratusan kali dibanding dengan
oksigen. Akibatnya, terjadi gangguan suplai oksigen ke organ korti di koklea
dan menimbulkan efek iskemia. Selain itu, efek karbmonmonoksida lainnya
adalah spasme pembuluh darah, kekentalan darah, dan arteriosklerotik
(Muyassaroh, 2012).
Insufisiensi sistem sirkulasi darah koklea yang diakibatkan oleh merokok
menjadi penyebab gangguan pendengaran pada frekuensi tinggi yang progresif.
Pembuluh darah yang menyuplai darah ke koklea tidak mempunyai kolateral
sehingga tidak memberikan alternatif suplai darah melalui jalur lain. Mizoue et
al meneliti pengaruh merokok dan bising terhadap gangguan pendengaran
melalui data pemeriksaan kesehatan 4.624 pekerja pabrik baja di Jepang.
Hasilnya memperlihatkan gambaran yang signifikan terganggunya fungsi
pendengaran pada frekuensi tinggi akibat merokok dengan risiko tiga kali lebih
besar (Muyassaroh, 2012).
6. Riwayat bising
20
Gangguan pendengaran akibat bising adalah penurunan pendengaran tipe
sensorineural yang awalnya tidak disadari karena belum mengganggu
percakapan sehari-hari. Faktor risiko yang berpengaruh pada derajat parahnya
ketulian ialah intensitas bising, frekuensi, lama pajanan per hari, lama masa
kerja dengan paparan bising, kepekaan individu, umur, dan faktor lain yang
dapat berpengaruh. Berdasarkan hal tersebut dapat dimengerti bahwa jumlah
pajanan energi bising yang diterima akan sebanding dengan kerusakan yang
didapat. Hal tersebut dikarenakan paparan terus menerus dapat merusak sel-sel
rambut koklea (Muyassaroh, 2012).
Penatalaksanaan
Pendekatan otolaringologi yang umum untuk pengobatan presbikusis atau
age-related hearing loss (ARHL) yaitu menekan kompensasi dari defisit
fungsional perifer dengan alat bantu dengar dan implan koklea. Pengobatannya
tidak hanya mencakup kompensasi perifer, tetapi juga pelatihan rehabilitasi
pendengaran dan konseling (Parham, 2013).
Rehabilitasi sebagai upaya mengembalikan fungsi pendengaran dilakukan
dengan pemasangan alat bantu dengar (hearing aid). Adakalanya pemasangan alat
bantu dengar perlu dikombinasikan dengan latihan membaca ujaran (speech
reading) dan latihan mendengar (auditory training); pelatihan tersebut dilakukan
bersama ahli terapi wicara (speech therapist) (Suwento, 2007).
Pembatasan merokok dan zat stimulan seperti teh dan kopi dapat membantu
untuk mengurangi keluhan tinitus (Dhingra, 2007).
21
Prognosis
Gangguan pendengaran sensorineural adalah suatu kondisi yang umumnya
irreversible. Presbikusis adalah jenis tuli sensorineural yang bersifat progresif dan
irreversible (Lalwani, 2008).