bab 2 tinjauan pustaka 2.1 sistematika tanaman pare

21
7 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistematika Tanaman Pare (Momordica charantia L) Sistematika tanaman pare (Momordica charantia L) menurut Subahar (2004) yaitu: Classis : Dicotiled one Ordo : Curcubitales Familia : Curcubitales Genus : Momordica Species : Momordica charantia L 2.1.1 Morfologi Pare Buah pare merupakan salah satu jenis buah yang telah lama dikenal oleh masyarakat Indonesia dengan penyebaran yang cukup luas. Pare memiliki rasa pahit terutama pada daun dan buahnya, hal ini disebabkan karena kandungan zat sejenis glikosida yang disebut momordicin dan charantin. Meskipun memiliki rasa yang pahit buah ini cukup banyak diminati oleh masyarakat untuk dikonsumsi ataupun digunakan untuk mengobati beberapa penyakit seperti luka, demam, campak, hepatitis dan diabetes (Subahar, 2004). Buah pare memiliki nama lain sesuai dengan sebutan bahasa dalam masing-masing bahasa yang digunakan di Indonesia. Contohnya paria (Makassar), popare (Manado), kepare (Ternate), papare (Halmahera), kambeh (Minangkabau) dan Paria (Batak Toba). Di beberapa negara buah ini juga memiliki nama sesuai dengan bahasa yang digunakan. Contohnya kǔguā (Mandarin), pavayka atau kappayka (Melayu), goya atau nigguri (Jepang) (Subahar, 2004).

Upload: others

Post on 01-Oct-2021

3 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistematika Tanaman Pare

7

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sistematika Tanaman Pare (Momordica charantia L)

Sistematika tanaman pare (Momordica charantia L) menurut Subahar (2004)

yaitu:

Classis : Dicotiled one

Ordo : Curcubitales

Familia : Curcubitales

Genus : Momordica

Species : Momordica charantia L

2.1.1 Morfologi Pare

Buah pare merupakan salah satu jenis buah yang telah lama dikenal oleh

masyarakat Indonesia dengan penyebaran yang cukup luas. Pare

memiliki rasa pahit terutama pada daun dan buahnya, hal ini disebabkan

karena kandungan zat sejenis glikosida yang disebut momordicin dan

charantin. Meskipun memiliki rasa yang pahit buah ini cukup banyak

diminati oleh masyarakat untuk dikonsumsi ataupun digunakan untuk

mengobati beberapa penyakit seperti luka, demam, campak, hepatitis dan

diabetes (Subahar, 2004).

Buah pare memiliki nama lain sesuai dengan sebutan bahasa dalam

masing-masing bahasa yang digunakan di Indonesia. Contohnya paria

(Makassar), popare (Manado), kepare (Ternate), papare (Halmahera),

kambeh (Minangkabau) dan Paria (Batak Toba). Di beberapa negara

buah ini juga memiliki nama sesuai dengan bahasa yang digunakan.

Contohnya kǔguā (Mandarin), pavayka atau kappayka (Melayu), goya

atau nigguri (Jepang) (Subahar, 2004).

Page 2: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistematika Tanaman Pare

8

Pare merupakan tanaman semak semusim yang dapat tumbuh di dataran

rendah dan dapat ditemukan tumbuh liar di tanah terlantar, tegalan,

ataupun dapat ditanam di pekarangan dengan dirambatkan di pagar.

Pare tumbuh menjalar atau merambat dengan sulur yang berbentuk

spiral, daunnya berbentuk tunggal, berbulu, berbentuk lekuk, dan

bertangkai sepanjang ± 10 cm serta bunganya berwarna kuning muda.

Batang pare dapat mencapai panjang ± 5 cm dan berbentuk segilima.

Memiliki buah menyerupai bulat telur memanjang dan berwarna hijau,

kuning sampai jingga dengan rasa yang pahit (Suwarto, 2010).

Permukaan buah berbintil-bintil, dengan daging buah yang agak tebal

dan di dalamnya terdapat sejumlah biji yang keras berwarna coklat

kekuningan. Biji buah pare ini digunakan sebagai alat perbanyakan

tanaman secara generatif. Pare dapat tumbuh baik di daerah tropis

sampai pada ketinggian 500 m/dpl, suhu antara 18°C - 24°C,

kelembaban udara yang cukup tinggi antara 50% - 70% dan dengan

curah hujan yang relatif rendah. Tanaman ini dapat tumbuh dengan

subur sepanjang tahun dan tidak tergantung kepada musim. Tanah yang

paling baik bagi pare adalah tanah lempung berpasir yang subur,

gembur, banyak mengandung bahan organik, aerasi, dan drainase yang

baik (Kristiawan, 2011).

2.1.2 Kandungan Pare

Bagian-bagian dari tanaman pare mempunyai kandungan kimia masing -

masing. Buah pare mengandung albuminoid, karbohidrat, zat warna,

karantin, hydroxytryptamine, vitamin A, B dan C. Per 100 gr bagian

buah yang dapat dimakan mengandung 29 kilo kalori; 1,1 gr protein; 0,3

gr lemak; 6,6 gr karbohidrat; 45 mg kalsium; 64 mg fosfor; 1,4 mg besi;

180 s.l. nilai vit A; 0,08 mg vit B1; 52 mg vit C dan 91,2 gr air.5,11.

Selain itu juga mengandung saponin, flavonoid, polifenol, alkaloid,

triterpenoid, momordisin, glikosida cucurbitacin, charantin, asam

Page 3: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistematika Tanaman Pare

9

butirat, asam palmitat, asam linoleat, dan asam stearat. Daun pare

mengandung momordisina, momordina, karantina, resin, asam

trikosanik, asam resinat, saponin, vitamin A, dan vitamin C serta minyak

lemak yang terdiri dari asam oleat, asam linoleat, asam stearat dan

oleostearat. Biji pare mengandung saponin, alkanoid, triterpenoid, asam

momordial dan momordisin. Sedangkan akar pare mengandung asam

momordial dan asam oleanolat (Sudarsono dkk, 2002).

2.1.3 Khasiat Pare

Sebagai obat tradisional tanaman pare banyak dimanfaatkan oleh

masyarakat. Akar dan ekstrak daun pare dapat digunakan sebagai

antibiotik. Bunganya dapat merangsang enzim pencernaan, sedangkan

buahnya dapat dimanfaatkan sebagai obat batuk, pembersih darah,

penambah nafsu makan, penurun panas, penyegar badan serta

menunjukkan aktivitas antidiabetes (Jaya, 2007).

2.1.4 Dosis

Pertimbangan dosis ekstrak buah pare (Momordica charantia L)

berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Lawrence L, dkk

(2009) menyatakan bahwa sebanyak 200 mg ekstrak buah pare diminum

dua kali sehari untuk terapi tambahan diabetes militus.

2.2 Ekstrak

2.2.1 Pengertian Ekstrak

Ekstrak adalah sedian kental yang di peroleh dengan mengekstraksi

senyawa aktif dari simplisa nabati atau simplisa hewani menggunakan

pelarut yang sesuai (Anonim, 2000).

Ekstrak adalah sediaan kering, kental, atau cair dibuat dengan menyari

simplisia nabati atau simplisia hewani menurut cara yang cocok, diluar

Page 4: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistematika Tanaman Pare

10

pengaruh cahaya matahari langsung. Ekstrak kering harus mudah digerus

menjadi serbuk (Anonim, 2014).

Menurut Anonim, (2000) ekstrak dikelompokan atas dasar sifatnya

yaitu:

1) Ekstrak encer

adalah sediaan yang memiliki konsistensi semacam madu dan dapat

dituang.

2) Ekstrak kental

adalah sediaan yang liat dalam keadaan dingin dan tidak dapat

dituang. Kandungan airnya berjumlah sampai 30%. Tingginya

kandungan ainya menyebabkan ketidakstabilan sediaan obat karena

cemaran bakteri.

3) Ekstrak kering

adalah sediaan yang memiliki konsistensi dan mudah dituang.

Sebaiknya memiliki kandungan lembab tidak lebih dari 5%.

4) Ekstrak cair

adalah ekstrak yang dibuat sedemikian rupa sehingga 1 bagian

simplisa sesuai dengan 2 bagian ekstrak cair.

2.2.2 Metode Pembuatan Ekstrak

Ekstraksi merupakan kegiatan penarikan kandungan kimia yang terdapat

pada simplisa. Ragam ekstraksi yang tepat yaitu tergantung pada tekstur

dan kandungan air bahan tumbuhan yang diekstraksi dan pada jenis

senyawa yang diisolasi. Umumnya kita perlu membunuh jaringan

tumbuhan untuk mencegah terjadinya oksidasi enzim atau hidrolisis,

karena pada simplisa mengandung senyawa aktif yang berbeda – beda,

sehingga metode didalam penarikan senyawa aktif didalam simplisa

harus memperhatikan faktor sepert: udara, suhu, cahaya, logam berat.

Page 5: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistematika Tanaman Pare

11

Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut

sehingga terpisah dari bahan yang tidak larut dengan pelarut cair.

Senyawa aktif yang terdapat dalam berbagai simplisia dapat digolongkan

ke dalam golongan minyak atsiri, alkaloid, flavonoid, dan lain-lain.

Dengan diketahuinya senyawa aktif yang dikandung simplisia akan

mempermudah pemilihan pelarut dan cara ekstraksi yang tepat (Keloko,

2013).

Proses ekstraksi dapat melalui beberapa tahap, diantaranya: pembuatan

serbuk, pembasahan, penyariran, dan pemekatan (Anonim, 2000).

Macam – macam metode penyairan dan ekstraksi yang dapat dilakukan

menurut Anonim, 2000:

1) Ekstraksi dengan pemerasan, penekanan, atau penghalusan mekanik.

2) Ekstraksi dengan pelarut :

2.2.2.1 Cara dingin

a) Maserasi

Maserasi adalah proses ekstrksi simplisia menggunkan

pelarut dengan beberapa kali pengadukan pada temperatur

ruangan (Anonim, 2000).

Maserasi adalah salah satu jenis metode ekstraksi dengan

sistem tanpa pemanasan atau dikenal dengan istilah ekstraksi

dingin, jadi pada metode ini pelarut dan sampel tidak

mengalami pemanasan sama sekali. Sehingga maserasi

merupakan teknik ekstraksi yang dapat digunakan untuk

senyawa yang tidak tahan panas ataupun tahan panas

(Hamdani, 2014).

b) Perkolasi

Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru

sampai sempurna (exchaustie extraction) yang umumnya

Page 6: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistematika Tanaman Pare

12

dilakukan pada temperatur ruangan. Proses ini terdiri dari

tahapan penetesan dan penampungan ekstrak secara terus

menerus sampai diperoleh ekstrak (Anonim, 2000).

Perkolasi adalah metoda ekstraksi cara dingin yang

menggunakan pelarut mengalir yang selalu baru. Perkolasi

banyak digunakan untuk ekstraksi metabolit sekunder dari

bahan alam, terutama untuk senyawa yang tidak tahan panas

(Sulaiman, 2007).

2.2.2.2 Cara panas

a) Sokletasi

Sokletasi adalah suatu metode pemisahan suatu komponen

yang terdapat dalam sampel padat dengan cara penyarian

berulang-ulang dengan pelarut yang sama, sehingga semua

komponen yang diinginkan dalam sampel terisolasi dengan

sempurna. Nama lain yang digunakan sebagai pengganti

sokletasi adalah pengekstrakan berulang-ulang (continuous

extraction) dari sampel pelarut (Tobo, 2001).

Sokletasi adalah ekstraksi continue menggunakan alat soklet

dan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin

balik (Anonim, 2000).

Kelebihan ekstraksi dengan metode sokletasi adalah proses

ekstraksi berlangsung secara kontinu, kekurangan ekstraksi

dengan metode sokletasi adalah hanya dapat digunakan untuk

senyawa yang termostabil (Tobo, 2001).

b) Infudasi

Infudasi adalah sediaan cair yang dibuat dengan cara

mengekstraksi bahan nabati dengan pelarut air pada suhu

90°C selama 15 menit (Anonim, 2014).

Page 7: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistematika Tanaman Pare

13

Infudasi adalah proses penyarian yang umumnya dilakukan

untuk menyari zat kandungan aktif yang larut dalam air dari

bahan-bahan nabati. Prosesini dilakukan pada suhu 90°C

selama 15 menit (Anonim, 2000).

2.2.3 3 Macam-Macam Ekstrak

Ekstrak dapat dibedakan berdasarkan konsistensinya:

2.2.3.1 Ekstrak cair

Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV, ekstrak cair adalah

sediaan dari simplisia nabati yang mengandung etanol sebagai

pelarut atau sebagai pengawet.

Jika tidak dinyatakan lain pada masing-masing monografi tiap

ml ekstrak mengandung senyawa aktif dari 1 g simplisia yang

memenuhi syarat (Anonim, 2000).

2.2.3.2 Ekstrak Kental

Ekstrak kental adalah sediaan kental yang diperoleh dengan

mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia nabati atau

simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian

semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau

serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi

baku yang telah ditetapkan (Anonim, 2000).

2.2.3.3 Ekstrak kering

Ekstrak kering adalah sediaan padat yang memiliki bentuk

serbuk yang didapatkan dari penguapan oleh pelarut yang

digunakan untuk ekstraksi. Ekstrak kering harus mudah digerus

menjadi serbuk (Anonim, 2000).

Page 8: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistematika Tanaman Pare

14

2.3 Tablet

2.3.1 Pengertian Tablet

Tablet adalah sediaan padat, dibuat secara kempa-cetak, berbentuk rata

atau cembung rangkap, umumnya bulat, mengandung satu jenis obat

atau lebih dengan atau tanpa zat tambahan (Anief, 2008).

Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV, tablet adalah sediaan yang

mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan pengisi.

2.3.2 Keuntungan dan Kerugian Tablet (Siregar, 2010)

2.3.2.1 Keuntungan

a) Dapat menutupi rasa yang pahit, atau kurang enak jika

dibandingkan dengan jenis sediaan serbuk dan cairan.

b) Tablet memiliki ketepatan dosis dalam tiap unit pemakaian.

c) Sifat tablet yang sangat mendasar adalah mudah dibawa,

bentuk kompak, stabilitas yang memadai dan ekonomis jika

dibandingkan dengan bentuk sediaan lain.

d) Tablet lebih stabil dan tidak mudah ditumbuhi mikroba

karena berada dalam bentuk kering dengan kadar air yang

rendah

e) Pada umumnya, pengemasan dan pengiriman sediaan tablet

paling mudan dan paling murah.

2.3.2.2 Kekurangan

a) Kesulitan menelan pada anak-anak, penderita dengan sakit

yang parah dan penderita lanjut usia.

b) Terdapat kendala dalam memformulasikan zat aktif yang sulit

terbasahi, tidak larut, serta disolusi yang kurang baik.

c) Kerja obat (onset of action) sediaan tablet lebih lambat

dibandingkan dengan sediaan parenteral (injeksi) dan larutan

oral.

Page 9: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistematika Tanaman Pare

15

2.3.3 Macam-Macam Jenis Sediaan Tablet (Siregar, 2010).

2.3.3.1 Berdasarkan prinsip pembuatan

Berdasarkan prinsip pembuatan, sediaan tablet terdiri atas tablet

cetak dan tablet kempa

a) Tablet cetak

Dibuat dengan cara menekan massa serbuk lembap dengan

tekanan rendah kedalam lubang cetakan. Kepadatan tablet

tergantung pada ikatan kristal yang terbentuk selama proses

pengeringan selanjutnya dan tidak tergantung pada kekuatan

yang diberikan.

b) Tablet kempa

Dibuat dengan memberikan tekanan tinggi pada serbuk atau

granul kering dengan menggunakan mesin tablet.

2.3.3.2 Berdasarkan jenis bahan penyalut.

a) Tablet salut biasa/salut gula (Dragee): disalut dengan gula

dari suspensi dalam air mengandung serbuk yang tidak larut

seperti pati, kalsium karbohidrat, talk atau titanium dioksida

yang disuspensikan dengan gom akasia atau gelatin.

Kelemahan salut gula adalah waktu penyalutan lama dan

perlu penyalut tahan air. Hal ini akan memperlambat disolusi

dan memperbesar bobot tablet.

b) Tablet salut selaput (Film Coated Tablet/FCT): disalut

dengan hidroksipropil metilselulosa, hidros propil selulosa,

Na-cmc dan campuran selulosa asetat ftalat dengan P.E.G

yang tidak mengandung air atau mengandung air.

c) Tablet salut kempa: tablet yang disalut secara kempa cetak

dengan massa granulat yang terdiri dari laktosa, kalsium

fosfat dan zat laim yang cocok. Mula-mula dibuat tablet inti,

kemudian dicetak kembali bersama granulat kelompok lain

sehingga terbentuk tablet berlapis (multi layer tablet). Tablet

ini sering digunakan untuk pengobatan secara repeat action.

Page 10: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistematika Tanaman Pare

16

d) Tablet salut elektrik (enteric coated tablet): disebut juga

tablet lepas tunda. Jika obat dapat rusak atau inaktif karena

cairan lambung atau dapat mengiritasi mukosa lambung,

diperlukan penyalut enterik yang bertujuan untuk menunda

pelepasan obat sampai tablet melewati lambung.

e) Tablet lepas lambat (sustained release): disebut juga tablet

dengan efek diperpanjang, efek pengulangan atau tablet lepas

lambat. Dibuat sedemikian rupa sehingga zat aktif akan

tersedia selama jangka waktu tertentu setelah obat diberikan.

2.4 Bahan Tambahan

2.4.1 Bahan Tambahan Pembuatan Tablet

Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan tablet terdiri dari:

2.4.1.1 Bahan Pengisi (Diluent)

Bahan pengisi ditambahkan untuk menjamin tablet memiliki

ukuran atau massa yang dibutuhkan. Bahan pengisi diperlukan

bila dosis obat tidak cukup untuk membuat bulk, dapat juga

ditambah untuk memperbaiki daya kohesi sehingga dapat

dikempa langsung atau untuk memacu aliran. Hal yang perlu

diperhatikan dalam pemilihan bahan pengisi adalah netral

terhadap zat yang berkhasiat, inert/stabil secara farmakologi,

serta tidak boleh berbahaya atau tidak tercampur dengan bahan

berkhasiat. Syarat lain yang harus dipenuhi adalah mudah larut

sehingga dapat membentuk larutan yang jernih. Bahan pengisi

yang biasa digunakan antara lain sukrosa, laktosa, amilum,

kalsium fosfat dibasa dan selulosa mikrokristal (Anonim, 2014).

Zat pengisi atau pengencer adalah suatu zat inert secara

farmakologis yang ditambahkan kedalam suatu formulasi

sediaan tablet yang bertujuan untuk penyesuaian bobot,

membantu memudahkan dalam pembuatan tablet dan

Page 11: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistematika Tanaman Pare

17

meningkatkan mutu sediaan tablet. Dalam hal ini, penyesuaian

bobot dilakukan untuk menambah bobot sediaan tablet jika dosis

zat aktif tidak cukup untuk memenuhi ruah tablet (Siregar,

Charles, 2010).

2.4.1.2 Bahan Pengikat (binder)

Bahan pengikat memberikan daya adhesi pada massa serbuk

sewaktu granulasi dan pada tablet kempa serta menambah daya

kohesi yang telah ada pada bahan pengisi. Bahan pengikat dapat

ditambahkan dalam bentuk kering, tetapi lebih efektif jika

ditambahkan dalam bentuk larutan. Bahan pengikat yang biasa

digunakan antara lain sukrosa, jenis pati, gelatin, turunan

selulosa, gom arab dan povidon (Anonim, 2014).

Bahan pengikat adalah zat yang ditambahkan untuk menambah

kohesivitas atau kualitas ikatan dari serbuk bahan tablet untuk

menjamin tablet tidak mudah pecah sesudah pencetakan

(Siregar, Charles, 2010).

2.4.1.3 Bahan Pelicin (lubricant)

Fungsi utama pelicin adalah untuk mengurangi friksi antar

partikel dan antara permukaan tablet dan dinding die selama

pencetakan. Seringkali pelicin juga berfungsi sebagai

antiadherent dan glidan. Antiadherent berfungsi untuk

mencegah perlengketan ke punch dan dinding die. Sedang

glidan berfungsi untuk memperbaiki aliran granul/serbuk.

Pemakaian pelicin serta waktu pencampuran yang tidak tepat

dapat menurunkan efektivitas disintegran (Siregar, Charles,

2010).

Lubrikan adalah bahan yang berfungsi untuk mengurangi friksi

antara permukaan dinding/tepi tablet dengan dinding die selama

kompresi dan ejeksi. Lubrikan ditambahkan pada pencampuran

Page 12: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistematika Tanaman Pare

18

akhir/final mixing, sebelum proses pengempaan. Lubrikan dapat

diklasifikasikan berdasarkan kelarutannya dalam air yaitu larut

dalam air dan tidak larut dalam air (Ben, 2008).

2.4.1.4 Bahan Penghancur (Disintegran)

Zat penghancur ditambahkan guna memudahkan pecahnya atau

hancurnya tablet ketika kontak dengan cairan saluran

pencernaan. Dapat juga berfungsi menarik air ke dalam tablet,

mengembang dan menyebabkan tablet pecah. Bahan penghancur

yang dapat digunakan adalah pati dan selulosa yang

termodifikasi secara kimia, asam alginat, selulosa mikrokristal,

dan povidon (Syamsuni, 2007).

Disintegran adalah bahan yang digunakan untuk memecahkan

tablet bila tablet terpapar pada lingkungan berair. Pemilihan

disintegran yang baik umumnya akan mengantar pada

peningkatan kecepatan disolusi. Secara umum dikenal enam

golongan disintegran yaitu golongan amilum, ‘clay’, selulose,

alginat, ‘gum’ dan lain-lain (Siregar, 2010).

2.4.2 Metode Pembuatan Tablet

Terdapat 3 metode pembuatan tablet kompresi yaitu:

2.4.2.1 Metode Granulasi Basah (Wet Granulation)

Granulasi basah adalah proses penambahan cairan pada suatu

serbuk atau campuran serbuk dalam suatu wadah yang dilengkapi

dengan pengadukan yang akan menghasilkan aglomerasi atau

granul (Siregar, 2010).

Metode ini dilakukan dengan mencampurkan zat berkhasiat, zat

pengisi dan zat penghancur hingga homogen, lalu dibasahi

dengan larutan pengikat, dan bila perlu ditambahkan zat pewarna.

Page 13: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistematika Tanaman Pare

19

Selanjutnya campuran diayak menjadi granul, lalu dikeringkan

dalam lemari pengering pada suhu 40-50°C. Setelah kering

granul diayak lagi untuk memperoleh ukuran yang diperlukan,

kemudian ditambahkan bahan pelicin dan dicetak menjadi tablet

dengan mesin tablet (Agoes, 2008).

Metode granulasi basah basah ini memiliki keuntungan dan

keterbatasan. Keuntungannya adalah memiliki sifat alir yang

lebih baik, meningkatkan kohesifitas dan kompaktibilitas serbuk,

untuk obat dengan sifat kompaktibilitas rendah, dalam takaran

tinggi dibuat dengan metode ini tidak perlu bahan penolong yang

menyebabkan bobot tablet lebih besar. Sedangkan

keterbatasannya adalah tidak memungkinkan untuk dikerjakan

pada zat aktif yang sensitif terhadap kelembapan dan panas serta

disolusi obat lebih lambat. Pada metode ini memerlukan

peralatan dan penanganan khusus serta tenaga yang cukup besar

(Siregar, 2010).

2.4.2.2 Metode Granulasi Kering (Dry Granulation)

Granulasi kering dilakukan apabila zat aktif tidak mungkin

digranulasi basah karena tidak stabil atau peka terhadap panas,

lembap atau juga tidak mungkin dikempa langsung menjadi

tablet karena zat aktif terlalu besar untuk dikempa langsung.

sebagai contoh, asetosal dan vitamin pada umumnya dibuat

menjadi tablet dengan granulasi kering (Siregar, 2010).

Granulasi kering dibuat dengan mengempa langsung seluruh

campuran ingredien formulasi dengan tekanan tinggi

menggunakan suatu mesin pembuat bongkah (slugging machine)

atau mesin kompaktor (Siregar, 2010).

Page 14: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistematika Tanaman Pare

20

Metode granulasi kering ini memiliki keuntungan dan

keterbatasan. Keuntungannya adalah tidak memerlukan panas

dan kelembapan dalam proses granulasi, serta penggunaan

alatnya lebih sederhana. Sedangkan keterbatasannya adalah

menghasilkan tablet yang kurang tahan lama dibandingkan

dengan metode granulasi basah (Agoes, 2008).

2.4.2.3 Metode Kempa Langsung

Istilah kempa langsung digunakan untuk menyatakan proses

ketika tablet dikempa langsung dari campuran serbuk zat aktif

dan eksipien yang sesuai (termasuk pengisi, disentegran dan

lubrikan), yang akan mengalir dengan seragam kedalam lubang

kempa dan membentuk suatu padatan yang kokoh (Siregar,

2010).

Metode ini dilakukan apabila jumlah zat berkhasiat per tabletnya

cukup untuk dicetak, mempunyai sifat alir yang baik dan

berbentuk kristal yang memiliki sifat alir baik. Bahan pengisi

untuk kempa langsung yang paling banyak digunakan adalah

selulosa mikrokristal, laktosa anhidrat, sukrosa yang dapat

dikempa dan beberapa pati yang termodifikasi (Agoes, 2008).

Keuntungan penggunaan metode kempa langsung ini adalah

waktu produksi yang lebih singkat, dapat dipakai untuk bahan

yang tidak tahan lembab. Sedangkan keterbatasannya adalah

sering terjadi pemisahan antar partikel (segregation) pada waktu

partikel turun dari hopper ke die sehingga terjadi ketidak

seragaman bahan aktif (Siregar, 2010).

2.4.3 Permasalahan Selama Proses Pembuatan Tablet

Pada pembuatan tablet sering timbul masalah-masalah yang

menyebabkan tablet yang dihasilkan tidak memenuhi persyaratan

Page 15: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistematika Tanaman Pare

21

kualitas, menurut Charles Siregar, 2010 masalah-masalah tersebut antara

lain:

2.4.3.1 Kaping (Capping)

Kaping adalah suatu istilah yang digunakan untuk

menggambarkan pemisahan sebagian atau keseluruhan

“mahkota” atas atau bawah suatu tablet dari tubuh utama tablet.

Kaping terjadi apabila bagian atas tablet berpisah dari bagian

utama tablet dan terlepas sebagai suatu topi.

2.4.3.2 Laminasi (Lamination)

Laminasi adalah pemisahan tablet menjadi dua atau lebih lapisan

berbeda. Penyebab laminasi sama dengan penyebab kaping,

kecuali jika tablet membelah, pecah pada sisi serta pada saat

dikeluarkan menjadi dua bagian.

2.4.3.3 Perlekatan Pada Dinding Die (Sticking)

Sticking biasanya terjadi karena pengeringan yang tidak memadai

atau granulasi yang dilubrikasi sehingga permukaan tablet

melekat pada permukaan punch. Hal ini menyebabkan

permukaan tablet tumpul, tergores atau berbintik.

2.4.3.4 Perlekatan Pada Permukaan Punch Atas (picking)

Picking adalah istilah yang digunakan untuk tablet yang

permukaannya hilang karena sejumlah kecil material yang

dikempa melekat pada permukaan punch atas.

2.4.3.5 Perlekatan Pada Dinding Ruang Cetak (Binding)

Binding adalah kerusakan pada tablet dimana tablet menempel di

dinding ruang cetak pada saat pengeluaran tablet, dikarenakan

adanya ketidaksesuaian pada pengaturan pencetakan dan dapat

juga disebabkan oleh granul yang terlalu lembab atau dapat juga

disebabkan kurang atau tidak cocoknya akan penambahan suatu

bahan pelincir atau anti lengket.

Page 16: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistematika Tanaman Pare

22

2.4.3.6 Retak Pada Tablet (Cracking)

Cracking adalah istilah yang diberikan untuk tablet yang

mengalami keretakan kecil baik dibagian atas, bawah, maupun

didinding samping. Kerusakan pada tablet ini dapat diatasi

dengan pengeringan kembali dari granulat, ketidaksesuaian

penggunaan lubrikan yang dapat diatasi dengan mengganti

lubrikan, serta faktor mekanik yang terjadi akibat ketidak

sesuaian punch.

2.4.3.7 Bintik Pada Tablet (Mottling)

Mottling adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan

distribusi warna yang tidak merata dipermukaan tablet, berbintik

terang atau gelap. Penyebab utama bintik pada tablet adalah

warna zat aktif berbeda dengan bahan tambahan, terjadi migrasi

zat aktif selama proses pengeringan atau zat warna yang

ditambahkan tidak terbagi merata.

2.4.3.8 Kesan Ganda (Double Impression)

Kesan ganda terjadi pada permukaan tablet yang dibuat dengan

punch yang berlogo. Penyebab utama kesan ganda adalah adanya

free rotation salah satu punch selama pengeluaran tablet.

2.5 Granul

2.5.1 Pengertian Granul

Granul merupakan gumpalan partikel-partikel yang lebih kecil umumnya

berbentuk tidak merata dan seperti partikel tunggal yang lebih besar.

Granulasi adalah proses pembesaran ukuran partikel kecil yang

dikumpulkan bersama-sama menjadi agregat (gumpalan) yang lebih

besar, secara fisik lebih kuat dan partikel orisinil masih teridentifikasi

dan membuat agregat mengalir bebas (Siregar, Charles, 2010).

Page 17: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistematika Tanaman Pare

23

2.5.2 Uji Sifat Fisik Granul

2.5.2.1 Susut Pengeringan

Susut pengeringan adalah pengukuran sisa zat setelah

pengeringan pada temperatur105°C selama 30 menit atau sampai

berat konstan, yang dinyatakan sebagai nilai prosen. Dalam hal

khusus (jika bahan tidak mengandung minyak menguap dan sisa

pelarut organik menguap) identik dengan kadar air, yaitu

kandungan air karena berada di atmosfer atau lingkungan udara

terbuka (Fajriah, 2011)

Dalam farmasi istilah susut pengeringan adalah suatu pernyataan

kandungan lembap berdasarkan bobot basah, yang sering disebut

Lose of Drying (LOD) yang dihitung sebagai berikut:

LOD (%) =

Ukuran lembap yang lain dalam solid basah didasarkan pada

perhitungan bobot kering. Nilai disebut kandungan

lembap/Moisturizer of Contents (MC) dengan persyaratan uji

Mc yaitu 2-4%.

MC (%) =

2.5.2.2 Sifat Alir

Waktu alir merupakan waktu yang diperlukan bila sejumlah

granul dituangkan pada suatu alat kemudian dialirkan. Sifat alir

granul memegang peran penting dalam pembuatan tablet.

Apabila granul mudah mengalir, maka tablet yang dihasilkan

mempunyai keseragaman bobot yang baik. Kecepatan aliran

Page 18: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistematika Tanaman Pare

24

granul sangat penting karena berpengaruh pada keseragaman

bobot tablet. Apabila 100 gram serbuk mempunyai waktu alir

lebih dari 10 detik, akan mengalami kesulitan pada saat

penabletan (Siregar, Charles, 2010).

2.5.2.3 Sudut Diam

Sudut diam merupakan sudut maksimal yang mungkin terjadi

antara permukaan suatu tumpukan serbuk dan bidang horizontal.

Bila sudut diam lebih kecil dari 30° menunjukkan bahwa bahan

dapat mengalir bebas, bila sudutnya lebih besar atau sama dengan

45° biasanya mengalirnya kurang baik (Siregar, Charles, 2010).

2.6 Monografi Bahan Tambahan Pembuatan Tablet

2.6.1 Laktosa (Bahan pengisi)

Laktosa adalah disakarin yang diperoleh dari susu, bentuk anhidrat atau

mengandung satu molekul air hidrat, berbentuk serbuk atau massa

hablur, keras, putih atau putih krim, tidak berbau dan memiliki tingkat

kemanisan relative sama dengan 0,2 kali tingkat kemanisan sukrosa.

Stabil diudara tetapi mudah menyerap bau. Laktosa mudah (dan pelan-

pelan) larut dalam air dan lebih mudah larut dalam air mendidih, sangat

sukar larut dalam etanol, tidak larut dalam kloroform dan dalam eter

(Anonim, 2014).

2.6.2 Gelatin (Bahan pengikat)

Gelatin merupakan pengikat yang baik, larutan gelatin harus digunakan

panas untuk mencegah terbentuknya gel. Dalam penelitian ditunjukkan

bahwa peningkatan kandungan gelatin dalam tablet menyebabkan

peningkatan kekerasan dan waktu hancur. Jika diperlukan pengikat yang

lebih baik, larutan gelatin 1-10% dapat digunakan. Larutan gelatin dibuat

dengan membiarkan gelatin terhidrasi dalam air dingin untuk beberapa

jam atau semalam, kemudian campuran dipanaskan sampai mendidih.

Larutan gelatin harus dibiarkan panas hingga selesai digunakan sebab

Page 19: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistematika Tanaman Pare

25

larutan akan membentuk gel dalam keadaan dingin (Siregar dan

Wikarsa, 2010).

2.6.3 Amprotab (Bahan penghancur)

Amprotab disebut juga dengan Amilum Manihot atau pati singkong

adalah pati yang diperoleh dari umbi manihot utilissima pohl (Familia

euphorbiaceae). Pemerian serbuk sangat halus, putih. Kelarutan praktis

tidak larut dalam air dingin dan dalam etanol (Anonim, 2014).

2.6.4 Avicel (Adsorben)

Avicel (Microcrystalin Cellulosa) adalah serbuk Kristal berwarna putih,

tidak berbau dan berasa, sukar larut dalam NaOH 5% b/v dan praktis

tidak larut dalam air. Avicel dapat digunakan sebagai bahan pengisi,

penghancur, pengikat dan zat adsorben pada tablet dengan konsentrasi

20-90% (Siregar, Charles, 2010).

2.6.5 Talkum (Bahan pelicin sebagai glidant dan antiadherent)

Talkum adalah magnesium silikat hidrat alam, kadang-kadang

mengandung sedikit amilum silikat. Pemerian serbuk sangat halus, putih

atau putih kelabu. Mengkilat, mudah melekat pada kulit dan bebas dari

butiran (Anonim, 2014).

2.6.6 Magnesium Stearat (Bahan pelicin sebagai lubrikan)

Magnesium stearat merupakan senyawa magnesium dengan campuran

asam-asam organik padat yang diperoleh dari lemak, terutama terdiri

dari magnesium stearate dan magnesium palmitat dalam berbagai

perbandingan. Mengandung setara dengan tidak kurang dari 6,8% dan

tidak lebih dari 8,3% MgO. Pemerian serbuk halus, putih dan

voluminous; bau lemah khas; mudah melekat dikulit; bebas dari butiran.

Kelarutan tidak larut dalam air, dalam etanol dan dalam eter (Anonim,

2014).

Page 20: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistematika Tanaman Pare

26

2.7 Pemeriksaan Sifat Fisik Tablet

2.7.1 Uji keseragaman bobot

Sebanyak 20 tablet dari masing-masing formula ditimbang dan dihitung

bobot rata-ratanya. Kemudian ditimbang satu persatu. Persyaratan

keseragaman bobot adalah tidak boleh lebih dari 2 tablet yang

menyimpang dari bobot rata-rata lebih besar dari harga yang ditetapkan

pada kolom “A’’ dan tidak boleh ada satu tabletpun yang bobotnya

menyimpang dari bobot rata-rata lebih dari harga dalam kolom “B’’. Jika

perlu dapat diulang dengan 10 tablet dan tidak boleh ada satu tabletpun

yang bobotnya menyimpang lebih besar dari bobot rata-rata yang

ditetapkan dalam kolom “A’’ maupun kolom “B’’ (Anonim, 2014).

Tabel 2.1 Tabel Syarat Keseragaman Bobot Bobot rata-rata tablet Selisih bobot rata-rata dalam (%)

A B

25 mg atau kurang

26 - 150 mg

151 – 300 mg

Lebih dari 300 mg

15%

10%

7,5%

5%

30%

20%

15%

10%

2.7.2 Uji kekerasan tablet

Kekerasan tablet mencerminkan kekuatan tablet secara keseluruhan,

diukur dengan cara memberikan tekanan terhadap diameter tablet. Alat

yang digunakan untuk mengukur kekerasan tablet adalah hardness

tester. Kekerasan tablet yang baik antara 4-8 kg (Lannie & Ahmad,

2013).

2.7.3 Uji kerapuhan tablet

Awalnya 20 tablet dibersihkan dari debu dan ditimbang, lalu masukkan

20 tablet tersebut kedalam alat dan jalankan alat dengan kecepatan 25

rpm selama 4 menit (100 kali putaran), kemudian keluarkan tablet

bersihkan dari debu dan timbang kembali. Hitung selisih berat sebelum

dan sesudah perlakuan. Pada uji kerapuhan, jika terjadi kerapuhan yang

tinggi akan mempengaruhi konsentrasi/kadar zat aktif yang masih

terdapat pada tablet (Sulaiman, 2007).

Page 21: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistematika Tanaman Pare

27

a. Total bobot tablet sebelum diuji

b. Total bobot tablet setelah diuji

Persyaratan uji kerapuhan yaitu kerapuhan tidak boleh lebih dari 1%

2.7.4 Uji Waktu Hancur

Waktu hancur tablet merupakan parameter yang menggambarkan

seberapa lama obat atau tablet bisa hancur didalam tubuh atau saluran

cerna yang ditandai dengan sediaan menjadi larut, terdispresi atau

menjadi lunak. Persyaratan waktu hancur untuk tablet tidak bersalut

adalah kurang dari 15 menit, untuk tablet salut gula dan salut non enterik

kurang dari 30 menit, sementara untuk tablet salut enterik tidak boleh

hancur dalam waktu 60 menit dalam medium asam dan harus segera

hancur dalam medium basa (Sulaiman, 2007).

2.8 Kerangka Konsep

Kerangka konsep merupakan abstraksi yang terbentuk oleh generalisasi dari

hal-hal khusus, serta model konseptual yang berkaitan dengan bagaimana

seorang peneliti menghubungkan secara logis beberapa faktor yang dianggap

penting dalam penelitian (Notoatmodjo, 2010).

Gambar 2.1 Kerangka Konsep

Formulasi tablet ekstrak

buah pare dengan

menggunakan variasi

konsentrasi bahan

penghancur amprotab

secara granulasi basah

Melakukan uji evaluasi

tablet:

1. Uji kekerasan

2. Uji kerapuhan

3. Uji keseragaman

bobot

4. Uji waktu hancur

Sesuai

persyaratan

farmakope

Tidak sesuai

persyaratan

farmakope