laporan akhir tahun 2012 -...
TRANSCRIPT
1
LAPORAN AKHIR TAHUN 2012
PENGKAJIAN TEKNOLOGI PENGENDALIAN HAMA
PENGGEREK BUAH KAKAO (PBK)
DI KABUPATEN KEPAHIANG
BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN BENGKULU BALAI BESAR PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERTANIAN
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN
2012
NO.1801.013.F
LAPORAN AKHIR TAHUN 2012
PENGKAJIAN TEKNOLOGI PENGENDALIAN HAMA
PENGGEREK BUAH KAKAO (PBK)
DI KABUPATEN KEPAHIANG
Oleh Afrizon
Siti Rosmanah Herlena Bidi Astuti
Kusmea Dinata Yoyo
BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN BENGKULU BALAI BESAR PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERTANIAN
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN
2012
ii
LEMBAR PENGESAHAN
1. Judul kegiatan : Pengkajian Teknologi Pengendalian
Hama Penggerek Buah Kakao (PBK) di
Kabupaten Kepahiang
2. Unit Kerja : BPTP Bengkulu
3. Alamat Unit Kerja : JL. Irian KM, 6,5 Bengkulu 38119
4. Penanggung Jawab a. Nama : Drs. Afrizon, M.Si
b. Pangkat/Golongan : Penata /IIId c. Jabatan c1. Struktural : - c2. Fungsional : Peneliti Pertama
5. Lokasi Kegiatan : Kabupaten Kepahiang
6. Status Kegiatan (Baru/Lanjutan) : Baru
7. Tahun Dimulai : 2012
8. Tahun Ke : 1 (Satu)
9. Biaya Kegiatan : Rp. 150.000.000-, (Seratus Lima Puluh Juta Rupiah).
10. Sumber Dana : Satker Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, T.A. 2012
Mengetahui
Kepala Balai,
Dr. Ir. Dedi Sugandi, MP. NIP. 19590206 198603 1 002
Bengkulu, Desember 2012
Penanggung Jawab Kegiatan
Drs. Afrizon, M.Si NIP.19620415 199303 1 001
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan
karunia-Nya, sehingga Laporan Akhir Kegiatan Pengkajian Teknologi
Pengendalian Hama Penggerek Buah Kakao (PBK) di Kabupaten Kepahiang dapat
tersusun. Laporan ini dibuat sebagai salah satu pertanggung jawaban terhadap
hasil pelaksanaan kegiatan yang dimulai pada bulan Januari sampai dengan
bulan Desember tahun 2012.
Kami menyadari masih banyak terdapat kekurangan di dalam
perencanaan dan pelaksanaan kegiatan, oleh karena itu kritik dan saran untuk
perbaikan sangat diharapkan. Kepada semua yang telah berpartisipasi dan
membantu pelaksanaan kegiatan ini kami sampaikan terima kasih. Semoga
laporan kegiatan ini dapat memberikan manfaat bagi percepatan adopsi teknologi
pengendalian hama penggerek buah kakao (PBK).
Bengkulu, Desember 2012
Penyusun
iv
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ............................................................................ iv DAFTAR ISI ...................................................................................... v DAFTAR TABEL ................................................................................. vii DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................... viii RINGKASAN ..................................................................................... ix I. PENDAHULUAN .......................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ........................................................................... 1 1.2. Perumusan Masalah ................................................................... 2 1.3. Tujuan ...................................................................................... 3 1.4. Keluaran ................................................................................... 3
II. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................. 4
2.1. Perkembangan kakao ................................................................. 4 2.2. Botani Tanaman Kakao .............................................................. 5 2.3. Siklus Hidup Serangga Hama PBK ............................................... 6 2.4. Gejala Serangan Hama PBK ........................................................ 7 2.5. Pengendalian Hama PBK ............................................................ 8
III. METODOLOGI PENGKAJIAN ....................................................... 9
3.1. Lokasi dan Waktu....................................................................... 9 3.2. Bahan dan Alat .......................................................................... 9 3.3. Ruang Lingkup ........................................................................... 9 3.4. Metode Pengkajian ..................................................................... 9
3.4.1. Pengkajian implementasi paket pengendalian hama PBK ..... 10 3.4.2. Pengkajian respon petani terhadap paket teknologi pengendalian hama PBK ................................................... 11 3.4.3. Pelaksanaan .................................................................... 11 3.4.4. Parameter yang diamati ................................................... 12
3.5. Metode Analisis .......................................................................... 13
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................... 14 4.1. Kegiatan Pendahuluan ................................................................ 14 4.2. Profil Lokasi Pengkajian .............................................................. 15
4.2.1. Profil Kabupaten Kepahiang ............................................... 15 4.2.2. Profil Desa Suro Bali ......................................................... 16 4.2.3. Profil Petani Kooperator .................................................... 16
4.3. Teknologi Eksisting Petani .......................................................... 17 4.4. Pengkajian Implementasi Paket Pengendalin Hama PBK ................ 18
4.4.1. Intensitas buah yang terserang .......................................... 20 4.4.2. Hama penyakit lain ........................................................... 22
4.5. Analisis usahatani ...................................................................... 24 4.6. Respon Petani Terhadap Komponen Hama PBK ............................ 25 4.7. Temu Lapang ............................................................................ 26
v
V. KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................... 28
VI. KINERJA HASIL .......................................................................... 29
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 30 LAMPIRAN ........................................................................................ 31
vi
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Perbedaan kakao mulia dan kakao lindak ........................................... 5
2. Biodata petani kooperator kegiatan pengkajian PBK ............................ 15
3. Persentase (%) buah terserang setelah aplikasi perlakuan ................... 17
4. Intensitas serangan (%) setelah aplikasi perlakuan ............................. 19
5. Serangan hama penyakit lain pada areal kakao di Kabupaten Kepahiang ................................................................... 20
vii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Daftar hadir peserta survei teknologi eksisting petani di Desa Suro Bali Kecamatan Ujan Mas Kabupaten Kepahiang ....................................... 29
2. Daftar hadir peserta Temu Lapang Teknologi Pengendalian Hama Penggerek buah kakao (PBK) ............................................................ 30
3. Kuesioner kegiatan pengkajian teknologi pengendalian hama PBK di Kabupaten Kepahiang ....................................................................... 32
4. Survei calon lokasi pengkajian ........................................................... 35
5. Survei awal teknologi eksisting petani di Desa Suro Bali ....................... 36
6. Kegiatan lapang pengkajian teknologi pengendalian hama PBK ............ 37
7. Aplikasi perlakuan pada lahan petani kooperator ................................. 38
8. Hama penyakit lain pada tanaman kakao di Desa Suro Bali ................. 39
9. Kondisi tanaman, buah dan biji yang sehat ......................................... 40
10. Kegiatan Temu Lapang pengendalian hama PBK ................................. 41
viii
RINGKASAN
Hama penggerek buah kakao atau PBK merupakan salah satu hama
penting yang banyak menyerang areal perkebunan kakao. Hama ini sangat
merugikan karena dapat menurunkan produksi kakao hingga 80%. Paket
pengendalian hama PBK yang telah ada masih belum banyak diaplikasikan oleh
petani, salah satu kendalanya adalah petani tidak tahu komponen paket tersebut.
Sehingga perlu dilakukan pengkajian untuk mengetahui paket teknologi
pengendalian hama PBK spesifik lokas dan untuk mengetahui tingkat penerapan
komponen tersebut di tingkat petani. pengkajian dilakukan dengan
menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 5 ulangan. Perlakuan
yang digunakan adalah penyemprotan kimia, pengendalian hayati, penyarungan
buah dan kontorl. Komponen pemeliharaan tanaman yang lain yaitu
pemangkasan, pengendalian gulma dan pemupukan tetap dilakukan.
Berdasarkan hasil pengkajian, komponen penyarungan dapat menekan serangan
hama PBK. Tingkat penerapan petani terhadap komponen penyarungan juga
lebih tinggi jika dibandingkan dengan komponen yang lain.
Kata kunci : kakao, PBK, paket pengendalian hama PBK
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sektor perkebunan di Provinsi Bengkulu adalah penyumbang devisa negara
cukup tinggi setelah tanaman pangan. Kakao merupakan salah satu komoditas
andalan yang cukup prospektif di Provinsi Bengkulu karena didukung oleh
kesesuaian agroekosistim dan kondisi sosial masyarakat petani yang
mengusahakannya. Berdasarkan data BPS pada tahun 2010, tanaman kakao
diusahakan oleh 22.667 orang petani seluas 14.361 ha. Dari total luas tanaman
kakao, sebanyak 362 ha merupakan tanaman mati atau rusak. Produktivitas
kakao di Provinsi Bengkulu sekitar 700 kg/ha dan masih sangat rendah jika
dibandingkan dengan potensi kakao yang bisa mencapai 3000 kg/ha.
Banyak faktor yang menjadi kendala rendahnya produktivitas kakao. Salah
satu kendala yang hingga saat ini belum dapat diatasi adalah serangan
penggerek buah kakao (PBK). PBK tidak hanya menjadi kendala petani kakao di
Provinsi Bengkulu, akan tetapi telah menjadi kendala di seluruh Indonesia.
Berdasarkan catatan sejarah Indonesia PBK telah menghancurkan perkebunan
kakao sebanyak tiga kali yaitu pada tahun 1845 di daerah Minahasa, tahun 1886
di sepanjang pantai utara Jawa Tengah hingga Malang, Kediri serta Banyuwangi
dan tahun 1958 di beberapa perkebunan di pulau Jawa (Roesmanto, 1991).
Selain telah menghancurkan perkebunan kakao, akibat adanya serangan PBK
juga telah mengakibatkan rendahnya harga kakao Indonesia di dunia sehingga
berpengaruh terhadap pendapatan dan kesejahteraan petani (Anonymous,
2004).
Serangan hama PBK telah meluas meliputi beberapa sentra wilayah
produksi kakao di Indonesia seperti . Sumut, Sumbar, Jambi, Bengkulu, Riau,
Lampung, Jateng, Jatim, Sulut, Sulteng, Sulsel, Sultra, Kaltim, Kalbar, Kalteng,
Maluku, Bali, NTB, NTT dan Papua (Widodo, 2010). Serangan hama PBK pada
tahun 2000 seluas 60.007 ha dan tahun 2004 meningkat menjadi 348.000 ha
(Direktorat Bina Perlindungan Tanaman Perkebunan, 2004).
Hama PBK menyerang buah dimulai pada saat buah berukuran ± 8 cm.
Buah muda yang diserang hama PBK akan mengalami perubahan warna sebelum
matang dan kulit buah yang terserang akan mudah terserang jamur. Pada buah
matang, tanda awal yang mudah diidentifikasi adalah dengan cara menguncang
2
buah. Buah yang terserang PBK tidak akan berbunyi pada saat diguncang karena
biji sudah saling melekat satu dengan yang lainnya. Larva menyerang daging
buah dan saluran makanan menuju biji, tetapi tidak menyerang biji (Siregar,
T.H.S., et al., 2004). Pada kondisi lingkungan yang cocok, maka serangan PBK
dapat mencapai hingga 80-82%, yang artinga setiap 100 kg buah kakao yang
dipanen hanya dapat dihasilkan 18 kg biji.
Penanaman dengan menggunakan bibit yang tahan terhadap serangan
hama dan penyakit dilakukan sebagai salah satu pencegahan di dalam teknik
budidaya. Selain itu, komponen di dalam teknik pengendalian hama PBK
dilakukan untuk mengendalikan hama PBK. Komponen pengendalian hama PBK
meliputi : pemangkasan, frekuensi panen sering, sanitasi dan sistem rampasan,
pengendalian hayati, pengendalian kimiawi, dan sarungisasi buah.
Beratnya serangan yang disebabkan oleh PBK serta peningkatan luas areal
terserang memerlukan pengendalian yang harus segara dilakukan. Provinsi
Bengkulu sebagai salah satu sentra produksi kakao diharapkan dapat
meminimalkan serangan hama PBK. Sehingga pengkajian mengenai
pengendalian spesifik lokasi perlu dilakukan agar serangan PBK dapat ditekan
sekecil mungkin.
1.2. Perumusan Masalah
Penggerek buah kakao (PBK) merupakan hama penting kakao yang dapat
menurunkan produksi lebih dari 80 %, sehingga pendapatan petani kakao turun
drastis. Serangan PBK ini dianggap ancaman bagi kelangsungan produksi kakao
secara Nasional. Badan Litbang pertanian sudah menghasilkan beberapa
teknologi alternatif untuk meminimalisir tingkat serangan PBK. Secara umum
teknologi ini masih belum banyak diketahui oleh petani kakao. Mengingat
dampak negatif serangan PBK ini terhadap peningkatan produksi, maka teknologi
ini perlu diimplementasikan ditingkat petani pada sentra-sentra produksi dan
pengembangan kakao seperti di Kabupaten Kepahiang.
3
1.3. Tujuan
1. Mengkaji implementasi paket teknologi pengendalian hama PBK pada
perkebunan kakao milik rakyat.
2. Mempelajari respon petani terhadap paket teknologi pengendalian PBK.
1.4. Keluaran
1. Rekomendasi teknologi pengendalian hama PBK spesifik lokasi.
2. Tingkat pemahaman petani terhadap paket pengendalian hama PBK.
4
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Perkembangan kakao
Kakao merupakan salah satu komoditas ekspor yang dapat memberikan
kontribusi untuk peningkatan devisa Indonesia. Indonesia merupakan salah satu
negara pemasok utama kakao dunia setelah Pantai Gading (38,3%) dan Ghana
(20,2%) dengan persentasi 13,6%. Permintaan dunia terhadap komoditas kakao
semakin meningkat dari tahun ke tahun. Hingga tahun 2011, ICCO (International
Cocoa Organization) memperkirakan produksi kakao dunia akan mencapai 4,05
juta ton, sementara konsumsi akan mencapai 4,1 juta ton, sehingga akan terjadi
defisit sekitar 50 ribu ton per tahun (Suryani, 2007). Kondisi ini merupakan suatu
peluang yang baik bagi Indonesia karena sebenarnya Indonesia berpotensi untuk
menjadi produsen utama kakao dunia.
Kakao berkembang sebagai usaha perkebunan rakyat di Kabupaten
Bengkulu Utara dan Kabupaten Seluma dengan cara budidaya tradisional.
Masalah utama yang dihadapi adalah hama penggerek buah kakao dan serangan
pengisap buah. Hama penggerek buah kakao dapat mengurangi produksi biji
sekitar 59 – 81% (PPKKI, 2005a; PPKKI, 2005b; Sastrosiswojo, 1999; Sukamto,
1995; Sukamto et al., 1996). Hama tersebut merupakan hama utama pada
perkebunan kakao di wilayah yang beriklim basah.
Secara Nasional Luas areal Kakao 1.563.423 ha dan produksi 795.581
ton. Sungguhpun Indonesia dikenal sebagai negara produsen kakao terbesar di
dunia, tapi produktivitas dan mutunya masih sangat rendah. Rata-rata
produktivitasnya hanya 660 kg/ha, sedangkan Pantai Gading produktivitasnya
sudah mencapai 1,5 ton/ha. Sehingga hal ini menyebabkan citra kakao Indonesia
dinilai kurang baik di pasaran internasional. Rendahnya citra dan mutu kakao
Indonesia tidak saja menimbulkan kerugian yang cukup besar di pasaran dunia
terutama Amerika Serikat, tapi juga berdampak terhadap pendapatan petani dan
produsen kakao. Potensi kerugian harga biji kakao Indonesia ke Amerika Serikat
akibat mutu rendah sekitar US$ 301,5/ton. Jika ekspor biji kakao Indonesia ke
Amerika rata-rata 130.000 ton/tahun, maka terdapat potensi kehilangan devisa
sebesar US$ 39.195 juta/th atau setara dengan Rp 360,6 milyar/th.
5
2.2. Botani Tanaman Kakao
Menurut Tjitrosoepomo (1988), sistematika tanaman kakao adalah
sebagai berikut :
Divisi : Spermatophyta
Anak divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Anak Kelas : Dialypetalae
Bangsa : Malvales
Suku : Sterculiaceae
Marga : Theobroma
Jenis : Theobroma cacao L.
Menurut Anonymuos (2012), berdasarkan jenisnya, kakao dibedakan
menjadi dua yaitu kakao edel atau kakao mulia dan kakao lindak. Kakao mulia
memiliki keunggulan di dalam aroma dan cita rasa, umumnya diusahakan oleh
perkebunan besar. Sedangkan kakao lindak memiliki keunggulan karena
produktivitasnya tinggi dan relatif mudah untuk dibudidayakan sehingga
dianjurkan untuk diusahakan oleh petani. Perbedaan antara kakao mulia dan
kakao lindak pada Tabel 1.
Tabel 1. Perbedaan kakao mulia dan kakao lindak
Uraian Kakao mulia Kakao linda
Bentuk buah Bulat telur sampai lonjong
Bulat sampai bulat telur
Warna buah Merah muda Hijau muda Bentuk biji Besar dan bulat Gepeng dan kecil Berat kering per biji Rata-rata 1,2 gram Rata-rata 1 gram Warna kotiledon Dominan putih Dominan ungu Kandungan lemak biji Kurang dari 56% Mendekati atau lebih dari
56% Ukuran dan berat biji Homogen Heterogen Aroma dan rasa Baik Kurang
Tananan kakao merupakan tanaman hutan hujan tropis dengan naungan
pohon-pohon tinggi, curah hujan tinggi, suhu sepanjang tahun relatif sama serta
kelembaban tinggi dan relatif sama. Pada kondisi seperti itu tanaman kakao akan
6
tumbuh tinggi, akan tetapi bunga dan buahnya sedikit. Tinggi tanaman kakao
dapat mencapai 1,8-3,0 m pada umur tanaman tiga tahun dan mencapai 4,5-7 m
pada umur tanaman 12 tahun (Hall, 1932). Tanaman kakao bersifat dimorfisme,
yaitu mempunyai dua bentuk tunas vegetatif. Tunas yang arah pertumbuhannya
ke atas disebut tunas ortotrop atau tunas air, sedangkan tunas yang arah
pertumbuhannya ke samping disebut cabang plagiotrop atau cabang kipas.
Kakao merupakan tanaman dengan surface root feeder sebagian besar akar
lateralnya (mendatar) berkembang dekat permukaan tanah, yaitu pada
kedalaman 0-30 cm (Puslit Koka, 2004).
Menurut Puslit Koka Indonesia (2004), daun kakao juga bersifat
dimorfisme, pada tunas ortotrop tangkai daunya panjang, 7,5-10 cm sedangkan
tunas pada plagiotrop panjang tangkai daunnya hanya sekitar 2,5 cm (Hall,
1932). Salah satun sifat khusus pada tanaman kakao adalah mempunyai dua
persendiaan (articulation) yang terletak di pangkal dan ujung tangkai daun.
Persendiaan daun tersebut dilaporkan daun mampu membuat gerakan untuk
menyesuaikan dengan arah datangnya sinar matahari. Bentuk helai daun bulat
memanjang (oblongus), ujung daun meruncing (acuminatus) dan pangkal daun
runcing (acutus).
Bunga tanaman kakao bersifat kauliflori artinya bunga tumbuh dan
berkembang dari bekas ketiak daun pada batang dan cabang. Tempat tumbuh
bunga dan buah akan terus membesar dan menebal yang disebut dengan
bantalan bunga (cushion). Buah kakao mempunyai warna yang beragam, buah
yang pada saat muda berwarna hijau atau jingga agak putih akan berwarna
kuning pada saat masak. Sedangkan buah yang pada saat muda berwarna
merah akan menjadi jingga (orange) pada saat masak. Buah akan mencapai
masak pada umur 6 bulan dengan ukuran antara 10-30 cm.
2.3. Siklus Hidup Serangga Hama PBK
Serangga hama PBK berukuran mikro akan tetapi mempunyai daya rusak
yang cukup tinggi karena merusak buah kakao yang secara langsung
mempengaruhi produksi dan mutu biji kakao. Akibat serangan PBK, biji tidak
berkembang, lengket antara satu biji dengan yang lainnya, sulit dipisahkan
dengan kulit buah serta apabila biji difermentasi maka fermentasinya tidak
7
berjalan sempurna. Akibatnya kualitas mutu biji kakao menjadi rendah sehingga
mengakibatkan rendahnya daya jual karena kurang disukai konsumen. Keadaan
ini sangat merugikan petani karena serangan PBK menyebabkan penurunan
berat biji, peningkatan biji kualitas rendah serta meningkatnya biaya panen
(Soekada, et al., 1994).
Siklus hidup PBK terdiri atas telur 3-7 hari, larva 15-18 hari, pupa 6-8 hari
dan ngengat 3-7 hari. Serangan dimulai dengan melatakkan telur pada
permukaan buah berlekuk. Semakin besar lekukan pada buah, maka peluang
untuk diteluri semakin besar. Larva yang keluar dari telur selanjutnya akan
masuk ke dalam buah dan biasanya tinggal selama 12-14 hari bahkan hingga 18
hari sebelum keluar dan menjadi kepompong (Wardojo, 1994 dan Wessel, 1983).
Buah yang berukuran 5-7 cm dan sangat muda tidak pernah terserang (Wardojo,
1994).
2.4. Gejala Serangan Hama PBK
Penggerek buah kakao atau cacao mot (Canopomorpha cramerella Sn.)
merupakan salah satu hama yang merusak tanaman kakao. Hingga saat ini
belum ditemukan cara pengendalian hama PBK yang efektif sehingga
serangannya menjadi ancaman yang cukup serius bagi petani kakao. Serangan
PBK mengakibatkan kerugian yang cukup besar karena merusak buah kakao
secara langsung. Hama yang larva menggerek buah kakao dapat mengakibatkan
pertumbuhan buah dan biji menjadi tidak normal (Kalshoven, 1982, Prawoto, et
al., 2003 dan Sukamto, et al., 2002). Kerusakan serius dapat menyebabkan
kehilangan biji sebanyak 82,20% (Wardojo, 1994).
Serangan PBK mengakibatkan buah menjadi tidak berkembang. Larva
memakan jaringan yang lunak seperti pulp, plasenta dan saluran makanan
menuju biji. Kerusakan pada pulp mengakibatkan biji saling melakat dan melekat
pada dinding buah. Kerusakan plasenta dapat menyebabkan semua biji rusak
dan tidak berkembang. Jaringan buah yang telah rusak menyebabkan terjadinya
perubahan fisiologis pada permukaan kulit buah sehingga buah menjadi hijau
berbelang marah atau jingga (Wardojo, 1994). Hingga kini belum ada predator,
parasitoid maupun patogen yang dapat menyerang larva. Hal ini karena selama
8
hidupnya larva berada di dalam buah sehingga akan sulit tersentuh musuh alami
ataupun terjangkau insektisida.
2.5. Pengendalian Hama PBK
Pengendalian PBK bisa dilakukan dengan menggunakan metode
pengendalian hama terpadu (PHT). Cara pengendalian dilakukan berdasarkan
daerah serangan, daerah bebas PBK dan daerah serangan PBK. Pengendalian
kedua wilayah tersebut memerlukan cara pengendalian yang berbeda.
Pengendalian pada daerah serangan PBK dilakukan dengan beberapa cara yaitu :
pemangkasan, panen sering, sanitasi dan sistem rampasan, pengendalian hayati,
penyemprotan insektisida, dan penyarungan buah.
Pemangkasan. Dilakukan dengan tujuan agar tanaman tidak terlalu
rindang. Tanaman yang rindang merupakan tempat yang sesuai untuk
perkembangan hama PBK. Hal ini karena imago PBK tidak menyukai sinar
matahari langsung, sehingga pemangkasan yang teratur akan menekan populasi
hama. Pemangkasan dilakukan dengan membatasi tajuk tanaman setinggi 3-4 m
dengan tujuan untuk memudahkan pengendalian hama dan panen.
Panen Sering. Panen sering dilakukan satu minggu sekali dengan cara
memcah buah pada hari itu juga dan mengumpulkan kulit buah untuk
dibenamkan ke dalam tanah dengan tebal penimbunan 20 cm. Hal ini dilakukan
untuk menekan populasi larva karena banyak larva yang juga ikut tertimbun
bersama kulit buah.
Sanitasi dan Sistem Rampasan. Sanitasi dilakukan dengan membersihkan
areal kebun dari daun-daun kering, tanaman tidak sehat, ranting kering, kulit
buah maupun gulma yang berada di sekitar tanaman. Sedangkan tindakan
rampasan dilakukan dengan memetik semua sisa kakao pada akhir panen untuk
dimusnahkan sehingga akan memutuskan daur hidup hama PBK. Sedangkanp
pengendalian Hayati. Dilakukan dengan menggunakan semut hitam
(Dolichoderus thoracicus) karena semut hitam dapat mengendalikan PBK pada
perkebunan kakao di Indonesia dan Malaysia.
Penyemprotan dengan Insektisida hanya dilakukan pada tingkat serangan
diatas 20 %. Pestisida yang dianjurkan antara lain Decis 2,5 EC, Matador 25EC,
9
Buldog 25 EC, Bestox 50EC dan Sumialpha 25 EC. Dosisnya 0,06-0,12% atau
sesuai anjuran dan volume semprot 250 lt/ha menggunakan knapsack sprayer.
Pengendalian hayati. Pengendalian hayati untuk mengendalikan hama PBK
dilakukan dengan cara meletakkan semut hitam (Dolichoderus thoracicus). Selain
dapat dapat mengendalikan hama Helopeltis spp juga dapat mengendalikan
hama PBK di perkebunan kakao di Indonesia dan Malaysia. Selain itu
pengendalian juga dapat dilakukan dengan menyemprotkan jamur
entomopatogen seperti Beauveria bassiana dan Phaecilomyces fumosoroseus
pada kakao muda dan cabang horizontal. Pengendalian dengan menyemprotkan
jamur entomopatogen dapat melindungi serangan hama PBK hingga 60,5%
dengan dosis 50-100 gram spora/ha dengan volume semprot 250 l/ha (Widodo,
2010).
Penyarungan Buah (kondomisasi buah) dilakukan dengan membungkus
buah kakao muda dengan plastik. Metode penyarungan buah dengan plastik
merupakan metode yang mencegah imago PBK meletakkan telur pada buah
kakao (Mustafa, 2005). Berdasarkan hasil penelitian Morsamdono dan Wardojo
(1984), hampir 100% buah yang disarungi bebas dari serangan PBK.
Pengendalian hama PBK dengan menggunakan insektisida merupakan
pengendalian yang telah banyak dilakukan oleh petani. Hal ini dikarenakan petani
terlanjur mengadopsi metode insektisida sebagai metode pengendalian PBK yang
selama ini digunakan berdasarkan pengalaman mereka mengendalikan
organisme pengganggu tanaman (OPT) lainnya (Mustafa, 2005).
Untuk mempercepat peningkatan produktivitas dan mutu kakao nasional
tahun 2009 pemerintah telah melaksanakan Gerakan Peningkatan Produksi dan
Mutu Kakao Nasional di 9 provinsi dan di 40 kabupaten sampai tahun 2011
memberdayakan/melibatkan secara optimal seluruh potensi pemangku
kepentingan (stakeholder) perkakaoan nasional. Salah satu tujuan dari gerakan
tersebut adalah meningkatkan produktivitas kakao di lokasi gerakan dari rata-
rata 650kg/ha/tahun pada tahun 2009 menjadi 1.500 kg/ha/tahun dan
meningkatkan mutu dan produksi kakao sesuai SNI sebanyak 675 ribu ton/tahun
pada tahun 2013.
10
III. METODOLOGI PENGKAJIAN
3.1. Lokasi dan Waktu
Lokasi kegiatan pengkajian dilaksanakan di Desa Suro Bali Kecamatan Ujan
Mas Kabupaten Kepahiang Provinsi Bengkulu pada bulan Maret-Desember 2012.
3.2. Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan pada pengkajian ini adalah pupuk kimia (Urea, SP-
36, KCl dan Dolomit), insektisida, herbisida, gula merah atau gula putih.
Sedangkan alat yang digunakan adalah cangkul, parang, gunting pangkas,
meteran, timbangan, plastik putih ukuran 30 x 15 cm dengan ketebalan 0,02 mm
dan karung.
3.3. Ruang Lingkup
Pengkajian dilaksanakan pada lahan perkebunan kakao rakyat di
Kabupaten Kepahiang. Lokasi pengkajian ditentukan berdasarkan potensi yang
sesuai dengan arahan kebijakan pemerintah daerah setempat. Pengkajian
dilaksanakan pada hamparan perkebunan kakao seluas 5 ha dalam satu
kelompok tani. Umur tanaman yang digunakan untuk pengkajian ± 5 tahun.
3.4. Metode Pengkajian
3.4.1. Pengkajian implementasi paket pengendalian hama PBK
Pengkajian implementasi paket teknologi pengendalian hama PBK
dilakukan dengan pendekatan participatory on farm research pada lahan milik
petani seluas 5 ha. Komponen teknologi pengendalian hama PBK yang akan
diterapkan adalah penyemprotan insektisida, pengendalian hayati dan
penyarungan buah kakao. Perlakuan pengkajian yang akan dilaksanakan adalah :
1. Penyemprotan insektisida (P1)
2. Pengendalian hayati (P2)
3. Penyarungan buah (P3)
4. Kebiasaan petani atau kontrol (P4)
Sedangkan komponen lain yaitu sanitasi, panen sering dan sistem
rampasan dilakukan pada semua areal. Pemeliharaan tanaman yang dilakukan
11
adalah pemangkasan tanaman kakao dan tanaman naungan, pengendalian
gulma serta pemupukan tanaman kakao.
3.4.2. Pengkajian respon petani terhadap paket teknologi
pengendalian hama PBK
Pengkajian respon petani terhadap penerapan paket teknologi
pengendalian hama PBK dilakukan dengan cara :
Mengukur data tentang jenis dan komposisi komponen paket teknologi
pengendalian hama PBK yang diterapkan oleh masing-masing petani.
Tanggapan petani terhadap paket yang diintroduksi dengan menggunakan
kuesioner.
Data yang diperoleh selanjutnya akan dianalisis secara deskriptif.
3.4.3. Pelaksanaan
Pemangkasan. Pelaksanaan kegiatan pemangkasan dilaksanakan pada
awal perlakuan. Jenis pemangkasan yang dilakukan adalah pangkasan produksi
yang bertujuan untuk memacu pertumbuhan bunga dan buah. Pemangkasan ini
dilakukan dua kali setahun yaitu pada akhir musim kemarau-awal musim hujan
serta pada akhir musim kemarau. Selain itu juga dilakukan pemangkasan
terhadap tunas-tunas air yang dilakukan setiap 1 minggu sekali atau sesuai
dengan kondisi tanaman.
Pengendalian gulma. Pengendalian gulma dilakukan untuk mengurangi
populasi gulma pada areal tanaman kakao. Pengendalian gulma dilakukan
dengan penyemprotan herbisida dengan bahan aktif glifosat. Frekuensi
pengendalian gulma disesuikan dengan kondisi penutupan gulma.
Pemupukan. Tujuan pemupukan adalah untuk menambah unsur-unsur
hara tertentu di dalam tanah yang tidak mencukupi bagi kebutuhan tanaman
yang diusahakan. Jenis pupuk yang digunakan adalah Urea, SP-36, KCl dan
dolomit. Dosis pemupukan menggunakan dosis rekomendasi dari Pusat Penelitian
Kopi dan Kakao (Puslit Koka). Dosis pupuk yang digunakan adalah Urea 220
gram/pohon/tahun, 234 gram/pohon/tahun, KCl 170 gram/pohon/tahun dan
Kieserit 180 gram/pohon/tahun. Pemupukan dilakukan dua kali yaitu pada April
dan bulan Oktober.
12
Metode panen sering. Metode panen sering dilakukan dengan cara
panen awal ketika buah masak. Rotasi panen dilakukan setiap satu minggu
sekali.
Sanitasi. Sanitasi dilakukan dengan cara membuat lubang di dekat
tempat pemungutan hasil (TPH). Tujuan pembuatan TPH ini adalah untuk
memasukkan kulit buah, plasenta, busuk buah, dan semua sisa panen ke dalam
lubang pada hari itu juga.
Pengendalian hayati. Pengendalian hayati yang dilakukan adalah
dengan memanfaatkan semut hitam (Dolichoderus thoracicus). Untuk
meningkatkan populasi semut hitam per pohon dilakukan dengan cara
menyediakan sarang yang terbuat dari lipatan daun kelapa atau daun kakao.
Penyemprotan insektisida. Penyemprotan insektisida dilakukan
dengan menggunakan insektisida dengan bahan aktif dari golongan sintetik
piretroid seperti deltametrin, fipronil, sihalotrin, betasiflutrin, alfa sipermetrin dan
esfenvalerat dengan konsentrasi 0,06% - 0,12% atau sesuai dengan anjuran.
Waktu penyemprotan yang dianjurkan adalah pada saat buah berukuran 8 – 10
cm. Penyemprotan hanya dilakukan pada buah-buah kakao dan cabang-cabang
horizontal.
Sarungisasi buah kakao. Penyarungan buah kakao mulai dilakukan
pada saat buah berukuran 8 – 10 cm. Alat yang digunakan untuk penyarungan
adalah kantong plastik dengan ukuran 30x15 cm dengan ketebalan 0,02 mm dan
ujungnya terbuka. Cara penyarungan dilakukan dengan mengikat bagian atas
plastik ke tangkai buah. Buah dibiarkan terselubungi hingga saat panen.
3.4.4. Parameter yang diamati
Pengamatan dilakukan satu bulan setelah pemiliharaan yang terdiri dari
pemangkasan, pengendalian gulma dan pemupukan serta aplikasi perlakuan
dilakukan. Parameter pengamatan yang diambil adalah persentase buah
terserang (%), intensitas serangan (%), dan berat biji basah dan kering (gram).
Persentase buah terserang dan persentase kerusakan biji dihitung
berdasarkan metode Mumford (1986) sebagai berikut :
a). Buah yang bebas serangan PBK atau normal (Buah Kelompok A)
13
b). Buah dengan kerusakan biji lebih kecil dari 10% atau serangan ringan
(Buah Kelompok B).
c). Buah dengan tingkat kerusakan biji 10-50% atau serangan ringan (Buah
Kelompok C).
d). Buah yang tingkat kerusakan biji lebih dari 50% atau serangan berat (Buah
Kelompok D).
Persentase buah terserang (%) dan intensitas kerusakan (%) dihitung
dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
Persentase serangan (%) :
PS (%) = Jumlah buah terserang
X 100% Jumlah buah yang diamati
Intensitas Kerusakan (%)
IK (%) = Jumlah biji rusak
X 100% Jumlah biji yang diamati
3.5. Metode Analisis
Pengkajian ini menggunakan rancangan acak kelompok (RAK), terdiri dari
4 perlakuan dengan 5 ulangan. Perlakuan antara lain :
1). Pemangkasan, panen sering, sanitasi dan pengendalian hayati.
2). Pemangkasan, panen sering, sanitasi, dan pengendalian kimiawi.
3). Pemangkasan, panen sering, sanitasi dan sarungisasi buah kakao.
4). Kontrol (kebiasaan petani).
Analisis data untuk melihat persentase serangan buah (%), persentase
kerusakan biji (%), produksi biji basah dan kering (kg/ha) pada setiap kali panen
dilakukan analisis ANOVA dilanjutkan dengan uji BNT. Sedangkan hasil data hasil
pengkajian respon petani terhadap penerapan teknologi pengendalian hama PBK
dilakukan analisis deskripsi.
14
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Kegiatan Pengkajian Teknologi Pengendalian Hama Penggerek Buah Kakao
(PBK) di Kabupaten Kepahiang dilakukan dengan beberapa tahapan yaitu
kegiatan pendahuluan, penelusuran teknologi eksisting petani, aplikasi perlakuan,
pengamatan, temu lapang dan pengisian kuesioner untuk mengetahui respon
petani terhadap paket pengendalian hama PBK. Kegiatan pendahuluan merupakn
kegiatan koordinasi ke berbagai instansi terkait dan survei lokasi yang sesuai
dengan kebutuhan pengkajian. Tahapan kedua adalah aplikasi di lapangan
dilakukan dengan menerapkan semua perlakuan baik perlakuan utama maupun
sebagai kontrol serta pengamatan setelah aplikasi perlakuan dilakukan. Untuk
mengetahui respon petani terhadap paket pengendalian hama PBK dilakukan
survei dengan menggunakan kuesioner yang dilaksanakan pada saat kegiatan
Temu Lapang. Kegiatan Temu Lapang dilakukan pada akhir kegiatan dengan
tujuan untuk menyebarluaskan paket teknologi pengendalian hama PBK kepada
seluruh petani kakao yang ada di Kabupaten Kepahiang.
4.1. Kegiatan Pendahuluan
Kegiatan Pengkajian Teknologi Pengendalian hama penggerek buah kakao
(PBK) yang dilaksanakan di Kabupaten Kepahiang diawali dengan koordinasi
yang dilakukan dengan Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Kepahiang.
Total luas areal tanaman kakao di Kabupaten Kepahiang berdasarkan data dari
Dinas Kehutanan dan Perkebunan adalah 1.483,75 ha dengan luas lahan
tanaman menghasilkan (TM) 1.170,13 ha dan tanaman belum menghasilkan
(TBM) 313,62 ha dengan total produksi 77.275,2 kg. Jenis kakao yang ditanam
oleh petani di Kabupaten Kepahiang adalah hibrida F1 dan somatic
embriogenesis (SE) yang dikembangkan masing-masing pada tahun 2006 dan
2007. Klon yang ditanam adalah ICS 01, ICS 06, dan ICS 12 untuk bibit hibrida
F1, sedangkan klon SE adalah ICCRI 03, ICCRI 04, SCAVINA 6, SULAWESI 01,
dan SULAWESI 02. Bibit hibrida F1 merupakan pengadaan kegiatan APBD
Kabupaten Kepahiang sedangkan bibit SE merupakan kegiatan GERNAS kakao.
Berdasarkan hasil koordinasi, terdapat beberapa desa sebagai sentra
penanaman kakao di kabupaten kepahiang yaitu Desa Tebat Monok, Taba Saling,
15
Daspetah 2, Suro Lembak dan Suro Bali. Dari hasil survei yang dilakukan
terhadap 5 lokasi sentra tanaman kakao, penggelolaan hama penyakit yang
dilakukan oleh petani di Desa Tebat Monok dan Taba Saling hama yang dominan
menyerang adalah Helopelthis sp. Serangan hama dan penyakit dominan yang
menyerang tanaman kakao di Desa Daspetah 2 adalah penyakit busuk buah
(Phytopthora palmivora). Sedangkan serangan hama penyakit dominan di Desa
Suro Bali adalah penggerek buah kakao (PBK) sehingga Desa Suro Bali
merupakan desa yang dipilih sebagai lokasi pengkajian.
4.2. Profil Lokasi Pengkajian
4.2.1. Profil Kabupaten Kepahiang
Kabupaten Kepahiang merupakan salah satu sentra penghasil kakao di
Provinsi Bengkulu. Secara geografis wilayah Kabupaten Kepahiang terletak pada
101055’19” sampai dengan 103001’29” bujur timur (BT) dan 02043’07” sampai
dengan 03046’48” Lintang Selatan (LS). Secara administrasif, perbatasan
Kabupaten Kepahiang sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Curup
Selatan, Kecamatan Sindang Kelingi, dan Kecamatan Padang Ulak Tanding
Kabupaten Rejang Lebong, sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Taba
Penanjung Kabupaten Bengkulu Tengah, sebelah Timur berbatasan dengan
Kabupaten Empat Lawang Provinsi Sumatera Selatan dan sebelah Barat
berbatasan dengan Kecamatan Pagar Jati Kabupaten Bengkulu Tengah dan
Kecamatan Bermani Ulu Kabupaten Rejang Lebong.
Luas wilayah Kabupaten Kepahiang adalah 66.500 ha yang terdiri dari 8
Kecamatan dan 120 Kelurahan dan Desa. Sebagian besar wilayah Kabupaten
Kepahiang berada pada ketinggian 500-1.000 meter diatas permukaan laut (dpl)
dengan jenis tanah kompleks podsolik coklat, padsol dan latosol. Jumlah hari
hujan rata-rata pada tahun 2010 adalah 26 hari/bulan dengan jumlah curah
hujan 280 mm/bulan. Suhu udara tertinggi di Kabupaten Kepahiang 24,70C dan
suhu terendah 20,20C, dengan kelembaban rata-rata 87%/bulan.
Menurut penggunaanya, penggunaan areal terluas adalah hutan, waduk,
rawa dan danau yaitu 44,47%, tegalan/perkebunan 25,14%, perkampungan,
pemukiman, sawah 12,67%, kebun campuran, semak, alang 13,95%, kolam
tambak, tanah tandus 3,62% dan lain-lain 0,15%. Luas areal perkebunan di
16
Kabupaten Kepahiang adalah 34.740 ha yang terdiri dari kopi, kakao, lada,
kemiri, kelapa, pinang dan kapuk. Komoditas perkebunan yang banyak
dibudidayakan adalah kopi (24.723 ha), kakao (5.274 ha), lada (2.949 ha) dan
sisanya komoditas kemiri, kelapa, pinang dan kapok.
4.2.2. Profil Desa Suro Bali
Desa Suro Bali berada pada wilayah Kecamatan Ujan Mas merupakan desa
dengan penduduk mayoritas berasal dari Bali. Desa Suro Bali mempunyai wilayah
dengan luas 185 ha, sawah tadah hujan 20 ha, perkebunan 150,25 ha, dan
peruntukan lain-lain 14,75 ha. Wilayah Desa Suro Bali berada pada ketinggian
600-800 m dpl dengan suhu diantara 28-320C. Curah hujan rata-rata 3.400
mm/tahun (Tabel 2). Jenis tanah sebagian besar wilayah Desa Suro Bali adalah
Andosol dengan tekstur remah warna coklat kehitaman. Derajat kemasaman
tanah atau pH berada antara 5,5-6,5.
Tabel 2. Data curah hujan dan hari hujan di Kabupaten Kepahiang
Bulan Hari hujan Curah hujan (mm)
Januari 18 357 Februari 27 612 Maret 22 115 April 23 228 Mei 17 152 Juni 11 66 Juli 19 148 Agustus 6 50 September 9 54 Jumlah 152 1.782 Rata-rata 17 198
Sebagian besar pekerjaan penduduk di Desa Suro Bali adalah sebagai
petani dengan komoditas utama tanaman perkebunan kopi dan kakao. Padi
sawah hanya diusahakan oleh sebagian kecil penduduk. Selain itu, sayuran juga
menjadi salah satu komoditas yang banyak dibudidayakan yaitu cabe, kacang
panjang, tomat dan terung.
17
4.2.3. Profil Petani Kooperator
Jumlah petani kooperator kegiatan Pengkajian Teknologi Pengendalian
Penggerek Buah Kakao (PBK) di Kabupaten Kepahiang sebanyak 9 orang. Usia
rata-rata petani kooperator adalah 47,44 tahun dan termasuk usia produktif.
Tingkat usia petani akan berpengaruh terhadap kecepatan adopsi petani
terhadap suatu teknologi. Pendidikan rata-rata petani kooperator adalah 9,67
tahun atau setara dengan tingkat pendidikan SLTP. Sedangkan lama
berusahatani rata-rata petani kooperator adalah 27,44 tahun. Biodata petani
kooperator pada Tabel 2.
Tabel 2. Biodata petani kooperator kegiatan pengkajian PBK
No. Nama
Biodata
Agama Umur
(tahun) Pendidikan Terakhir
Lama Berusahatani
(tahun)
1. Made Sukiase Hindu 58 6 40 2. Darmuji Islam 62 6 45 3. Ketut Jiwa Hindu 60 6 35 4. Made Suraji Hindu 36 12 15 5. Mujiono Islam 40 12 20 6. Nyoman Putra Hindu 46 12 25 7. Putu Merta Hindu 62 9 40 8. Putu Sosi Hindu 27 12 7 9. Sri Puryawati Hindu 36 12 20
Jumlah 427 87 247
Rata-rata 47,44 9,67 27,44
4.3. Teknologi Eksisiting Petani
Teknologi eksisting merupakan teknologi pengendalian hama PBK yang
selama ini dilakukan oleh petani. Penelusuran teknologi eksisting dilakukan
melalui survei dengan menggunakan kuesioner. Tujuan kegiatan ini adalah untuk
mengetahui teknologi pengendalian hama PBK yang telah dilakukan oleh petani.
Pengisian kuesioner dilakukan dengan jumlah sampel sebanyak 30 orang
petani yang terdiri dari 9 orang calon petani kooperator dan 21 orang petani non
18
kooperator. Usia rata-rata responden adalah 43,73 tahun dengan tingkat
pendidikan rata-rata 8 tahun. Lahan yang dimiliki oleh petani rata-rata terdiri dari
kebun kopi dan kakao, sawah dan tegalan dengan luasan 1,03 ha untuk kebun
kopi kakao, 0,3 ha untuk sawah dan 0,32 untuk lahan tegalan. Pengalaman
berusahatani petani di Desa Suro Bali adalah rata-rata 22,3 tahun.
Berdasarkan hasil survei, bibit yang ditanam oleh petani di Desa Suro Bali
merupakan bibit pengadaan dari Pemerintah Kabupaten Kepahiang berupa bibit
hibrida F1 yang terdiri dari 3 klon yaitu ICS 01, ICS 06, dan ICS 12. Bibit tersebut
berasal dari Pusat Penelitian Kopi dan Kakao (Puslit Koka) Jember. Ketiga klon
tersebut merupakan klon yang mempunyai potensi hasil yang cukup tinggi.
Pemeliharaan tanaman kakao yang dilakukan oleh petani di Desa Suro Bali
belum optimal. Pemangkasan secara rutin baru dilaksanakan oleh 46% petani
sedangkan sisanya belum melakukan pemangkasan secara rutin. Pemupukan
tanaman kakao secara optimal belum dilakukan oleh petani dengan baik,
sebanyak 60% petani tidak melakukan pemupukan sedangkan sisanya
melakukan pemupukan menggunakan NPK, Urea dan TSP dengan dosis rata-rata
NPK 1,2 kg/pohon, Urea 0,25 kg/pohon dan TSP 0,15 kg/ha. Pengendalian gulma
rata-rata dilakukan oleh petani dengan menggunakan kimia dan mekanis.
Hama penyakit yang banyak menyerang areal tanaman kakao petani di
Desa Suro Bali adalah PBK, Helopelthis, busuk buah dan bajing. Pengendalian
hama penyakit untuk pengendalian hama penyakit tersebut dilakukan hanya
dengan cara kimia. Sedangkan pengendalian hayati dan penyarungan buah
belum dilakukan oleh petani.
Penanganan panen dan pasca panen belum dilakukan secara optimal oleh
petani di Desa Suro Bali. Panen biasanya dilakukan dengan periode yang tidak
menentu dengan alat yang digunakan parang. Pemeraman biasanya dilakukan
oleh petani setelah buah dipanen. Fermentasi yang dilakukan setelah buah
dipecah dengan tujuan untuk menghancurkan pulp dan meningkatkan aroma
serta membaiki warna baru dilaksanakan oleh 30% petani sedangkan sisanya
belum melakukan proses fermentasi.
4.4. Implementasi Paket Pengendalian Hama PBK
19
Perkembangan buah kakao yang telah terserang oleh hama PBK
menunjukkan perkembangan normal. Gejala buah yang terserang hama PBK
akan terlihat pada saat buah matang atau buah akan dipanen. Buah yang telah
terserang hama PBK biasanya akan menampakkan warna buah agak jingga atau
pucat keputihan. Selain itu buah menjadi lebih berat dan tidak terdengar adanya
suara ketukan apabila buah diguncang. Hal ini terjadi karena timbulnya lendir
dan kotoran pada daging buah dan kerusakan yang terdapat pada biji. Kerusakan
yang terjadi pada daging buah terjadi akibat serangan hama PBK yang
mensekresikan enzim hek-so-kinase, malate dehidrogenase, fluorescent esterase
and malic enzyme polymorphisms (Tan et al., 1988).
4.4.1. Persentase buah terserang (%)
Berdasarkan hasil pengamatan awal yang dilakukan sebelum aplikasi
perlakuan, persentase tingkat serangan hama PBK pada seluruh areal adalah
76,15%. Pengamatan selanjutnya dilakukan pada waktu 4 minggu setelah
aplikasi (MSA). Pada pengamatan ke-1 setelah aplikasi perlakuan terjadi
peningkatan serangan hama PBK pada seluruh perlakuan. Peningkatan tertinggi
terdapat pada perlakuan kontrol yaitu 100%, sedangkan perlakuan P1, P2 dan P3
masing-masing 96,67%, 96% dan 96,47%. Pada pengamatan kedua atau
pengamatan yang dilakukan pada 6 minggu setelah aplikasi perlakuan terjadi
peningkatan buah yang terserang pada perlakuan P1, P2, P3, dan P4 yaitu
97,50%, 100%, 100% dan 100%. Penurunan buah yang terserang terjadi pada
pengamatan ketiga atau pada 8 MSA pada perlakuan P1, P2, P3, dan P4 yaitu
96,67%, 90,67%, 97,50% dan 96,00%. Persentase buah yang terserang dapat
dilihat pada Tabel 2.
20
Tabel 3. Persentase buah terserang setelah aplikasi
Perlakuan Pengamatan ke- (%)
1 2 3 4 5
Penyemprotan kimia 96,67a 97,50a 96,67ab 85,00a 46,60b Pengendalian hayati 96,00a 100,00a 84,02b 93,33a 37,33b Penyarungan 91,43a 100,00a 97,50a 91,43a 0,00c Kontrol 100,00a 100,00a 96,00ab 96,00a 91,29a
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata BNT pada taraf 5%
Dalam pengendalian hama penyakit terpadu pada serangan hama PBK,
teknologi yang dianjurkan adalah pemangkasan, panen sering dilanjutkan
dengan mengumpulkan dan membenamkan kulit buah kakao (sanitasi) serta
dilanjutkan dengan selalu monitoring kebun yang diikuti dengan penyemprotan
secara kimia apabila serangan sedang dan berat telah mencapai 30%
(Sulistyowati et al., 1995). Penyemprotan dengan menggunakan bahan aktif
Sipermetrin plus klorfirifos sebanyak 5 kali dengan konsentrasi formulasi antara
0,0375-0,15% pada saat buah berumur 2-3 bulan atau panjang < 9 cm efektif
menekan serangan hama PBK dengan nilai efikasi antara 56,27%-71,47% dan
menekan kehilangan hasil dengan nilai efikasi antara 75,88%-88,89%
(Suliatyowati et al., 2007). Metode penyarungan buah dengan menggunakan
plastik merupakan metode yang dapat dilakukan untuk mencegah imago PBK
meletakkan telur pada buah kakao. Hampir 100% buah yang disarungi bebas
dari serangan hama PBK. Akan tetapi metode ini belum banyak dilakukan oleh
petani karena petani telah mengadopsi penggunaan kimiawi untuk
mengendalikan hama PBK (Morsamdono dan Wardojo, 1984).
4.4.2. Intensitas serangan (%)
Intensitas serangan hama PBK dilihat berdasarkan biji yang terserang
pada masing-masing buah yang dipanen. Intensitas serangan hama PBK
dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu serangan ringan, serangan sedang dan
serangan berat. Intensitas serangan hama PBK dikategorikan sebagai serangan
ringan apabila ± 10% biji tidak dapat dikeluarkan dari kulit buah, serangan
sedang apabila 10-15% biji tidak dapat dikeluarkan dari kulit buah sedangkan
serangan berat jika lebih dari 50% biji tidak dapat dikeluarkan dari biji.
Pengamatan intensitas serangan dilakukan dengan cara menghitung
jumlah biji yang dapat dikeluarkan pada masing-masing buah yang dipanen.
21
Berdasarkan hasil pengamatan awal sebelum aplikasi perlakuan dilakukan,
intensitas serangan rata-rata adalah berat yaitu sebanyak 67,33%. Pada 4 MSA,
serangan ringan tertinggi terjadi pada perlakuan P2 yaitu 53,67%, serangan
sedang 21,33% dan serangan berat 21,00%. Sedangkan terendah pada
perlakuan kebiasaan petani atau kontrol yaitu 13,67%, akan tetapi intensitas
serangan berat tertinggi terdapat pada perlakuan kontrol. Jika dibandingkan
dengan ketiga perlakuan, perlakuan kontrol mendapat serangan dengan
intensitas berat tertinggi yaitu 67,00%. Pada 6 MSA terdapat beberapa perlakuan
dengan intensitas serangan yang meningkat dan mengalami penurunan. Pada 6
MSA, intensitas serangan ringan dan berat rata-rata terjadi pada keempat
perlakuan, sedangkan intensitas serangan berat perlakuan P1 dan P4 yang
mengalami penurunan sedangkan perlakuan lainnya mengalami peningkatan.
Pada 8 MSA, rata-rata intensitas serangan meningkat baik serangan ringan,
sedang maupun berat. Intensitas serangan ringan pada 4 MSA terendah pada
perlakuan kontrol 6,67% dan tertinggi pada perlakuan P1 36,33%. Intensitas
serangan sedang tertinggi terjadi pada perlakuan P3 26,67% dan terendah pada
perlakuan P4 4,00 sedangkan intensitas serangan berat tertinggi pada perlakuan
P4 65,33% dan terendah pada perlakuan P2 29,67%. Data intensitas serangan
(%) setelah aplikasi perlakuan dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Intensitas serangan (%) setelah aplikasi perlakuan
Perlakuan Pengamatan ke- (%)
1 2 3 4 5
Penyemprotan kimia 74,00a 82,50a 57,93a 78,33a 24,10b Pengendalian hayati 49,78b 83,21a 51,11a 79,33a 12,40bc Penyarungan 66,31ab 78,28a 70,05a 84,95a 0,00c Kontrol 77,78a 77,17a 75,78a 89,81a 91,28a
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada BNT taraf 5%
Perkembangan hama PBK pada areal perkebunan kakao dipengaruhi oleh
berbagai faktor. Curah hujan, kelembapan kebun dengan naungan rapat dan
ketersediaan buah di kebun merupakan faktor yang menentukan keberadaan
PBK pada areal tanaman kakao. Populasi hama PBK umumnya rendah pada
musim hujan dan serangan tinggi terjadi pada kondisi tanaman kakao dengan
naungan lengkap (Lim, 1984; Wardojo, 1981). Kondisi areal tanaman kakao pada
perkebunan kakao milik rakyat secara umum di Kabupaten Kepahiang
22
mempunyai kelembaban yang cukup tinggi. Hal ini terjadi karena tanaman kakao
berada diantara tanaman kopi. Penggunaan jarak tanam yang terlalu rapat dan
tidak beraturan menyebabkan kelembaban di sekitar tanaman kakao cukup
tinggi. Sehingga kondisi tersebut cukup mendukung perkembangan hama PBK.
Kegiatan pemangkasan yang dilakukan terhadap tanaman kakao,
tanaman kopi serta tanaman naungan dilakukan sebelum aplikasi perlakuan.
Tujuan dari pemangkasan ini adalah untuk mengurangi kelembaban. Setelah
pemangkasan dilakukan, kemudian dilakukan pemupukan agar pertumbuhan
tanaman seragam. Pemeliharaan tanaman kakao yang biasa dilakukan oleh
petani di Kabupaten Kepahiang adalah tidak melakukan pemangkasan secara
rutin, tanpa pemupukan dan tanpa melakukan pengendalian hama penyakit.
Sehingga kondisi tersebut sangat mendukung keberadaan hama penyakit.
4.4.3. Hama penyakit lain
Selain hama PBK, hama penyakit lain yang juga menyerang areal
tanaman kakao di Kabupaten Kepahiang adalah Helopelthis sp, penyakit busuk
buah (Phytopthora palmivora Butl) dan bajing. Serangan hama Helopeltis sp
merupakan serangan hama tinggi diantara hama penyakit busuk buah dan
bajing. Pada 4 MSA, serangan hama Helopeltis sp tertinggi 49,30%, penyakit
busuk buah 17,61% dan hama bajing 11,97%. Sampai 8 MSA serangan hama
Helopeltis terus mengalami peningkatan, sedangkan serangan penyakit busuk
buah dan hama bajing mengalami penurunan. Serangan hama penyakit lain pada
areal kakao di Kabupaten Kepahiang dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 5. Serangan hama penyakit lain pada areal kakao di Kabupaten Kepahiang
Nama Hama/Penyakit Intensitas serangan (%)
4 MSA 6 MSA 8 MSA
Kepik Penghisap buah (Helopeltis Sp.) 49,30 30,94 49,61
Penyakit busuk buah (P. palmivora Butl) 17,61 6,47 3,70
Bajing 11,97 16,55 7,75
Sumber : Data primer diolah 2012
Hama Helopeltis sp, merupakan hama yang menimbulkan kerusakan
terhadap tanaman kakao dengan cara menusukkan alat mulutnya ke dalam
jaringan tanaman untuk menghisap cairan sel-sel di dalamnya. Selain merusak
23
buah, hama ini juga merusak pucuk atau ranting. Tusukan pada buah kakao
menyebabkan timbulnya bercak-bercak cekung berwarna coklat kehitaman.
Serangan pada buah muda akan menyebabkan buah mati. Bercak pada buah
yang terserang berat akan menyatu sehingga jika buah dapat berkembang terus
permukaan kulit buah menjadi retak dan terjadi perubahan bentuk sehingga
perkembangan buah menjadi terhambat. Pengendalian hama Helopeltis dapat
dilakukan secara biologis dan kimiawi. Pengendalian secara biologis dapat
dilakukan dengan menggunakan semut hitam (Dolichoderus thoracicus Mayr)
dan jamur Beauveria bassiana (Puslit Koka, 2004).
Penyakit busuk buah kakao yang disebabkan oleh Phytopthora palmivora
Butl merupakan salah satu penyakit penting yang menyerang tanaman kakao.
Penyakit busuk buah dapat menyerang buah muda hingga buah yang telah
dewasa. Penyebaran penyakit dapat terjadi melalui beberapa cara, terutama
percikan air hujan, hubungan langsung antara buah sehat dan buah sakit serta
melalui perantara binatang. Gejala buah yang terserang penyakit busuk buah
adalah pembusukan yang disertai bercak coklat kehitaman dengan batas yang
tegas. Serangan biasanya dimulai dari ujung atau pangkal batang. Serangan
penyakit busuk buah pada buah muda akan menyebabkan kebusukan pada buah
muda, serangan pada buah yang telah dewasa akan menimbulkan kerusakan
pada biji akan tetapi buah masih dapat dipanen dengan kualitas biji yang tidak
bagus. Kerugian yang diakibaktkan oleh serangan penyakit busuk buah 20-80%.
Pengendalian penyakit busuk buah dapat dilakukan dengan menanam klon yang
tahan terhadap serangan penyakit busuk buah. Selain itu penyakit ini juga dapat
dikendalikan dengan melakukan sanitasi dan penyemprotan dengan
menggunakan fungisida racun kontak (Puslit Koka, 2004).
Hama bajing merupakan salah satu hama penting pada tanaman kakao.
Serangan hama bajing tidak hanya menyerang buah yang masih muda namun
serangan hama bajing juga menyerang buah kakao yang siap panen. Akibat
serangan hama bajing, kerugian yang diderita oleh petani cukup besar.
Penurunan kakao membuat pendapatan petani mengalami penurunan hingga >
50%. Akibat kerugian yang ditimbulkan oleh hama bajing, menyebabkan hama
bajing menjadi hama penting pada tanaman kakao. Serangan hama bajing dapat
menurunkan produktivitas tanaman kakao cukup banyak dari produktivitas 900
24
kg/ha hanya mampu menghasilkan sekitar 400 kg/ha dalam sekali musim tanam
(Sitanggang, 2011).
Gejala serangan yang ditimbulkan oleh hama bajing adalah ditandai
dengan adanya lubang pada buah kakao sehingga buah akan rusak atau busuk
karena masuknya air hujan dan adanya serangan bakteri atau jamur. Gejala
serangan yang disebabkan oleh hama bajing adalah umumnya dijumpai pada
buah yang telah masak karena hama bajing hanya akan memakan daging buah,
sedangkan bijinya tidak dimakan. Biasanya pada pohon kakao yang terserang
hama bajing akan berserakan biji-biji kakao yang tidak dimakan (Anonymous,
2011).
Menurut Maria (2011), pengendalian hama bajing dapat dilakukan dengan
beberapa cara yaitu :
a). Mengadakan perawatan kebun dengan sanitasi.
b). Membersihkan tempat-tempat yang menjadi sarang bajing.
c). Perburuan atau gropyokan yang dilakukan secara massal.
d). Pembukaan lahan perkebunan yang jauh dari hutan, karena
pembukaan hutan untuk perkebunan akan menyebabkan kawanan
bajing mencari makanan ke sekitar perkebunan rakyat.
Pengendalian bajing yang telah dilakukan oleh petani di Kabupaten
Kepahiang adalah melalui perburuan serta pemasangan umpan. Perburuan setiap
satu minggu sekali telah dilakukan pada beberapa sentra penanaman kakao di
Kabupaten Kepahiang. Salah satu Desa yang telah melakukan perburuan secara
rutin adalah desa Tebat Monok. Perburuan bajing dilakukan setiap satu minggu
sekali sehingga pada saat ini populasi serangan hama bajing telah mampu
diturunkan.
4.5. Analisis Usahatani
Analisa usahatani ditujukan untuk melihat kelayakan dari uashatani yang
dilakukan petani yaitu dengan menghitung cost (pengeluaran) dan pendapatan
serta hasil usaha yang doperoleh. Analisa usahatani dilakukan setelah aplikasi
teknologi pengendalian hama PBK.
25
Tabel 6. Analisis usaha kakao rakyat di Desa Suro Bali Kecamatan Ujan Mas Kabupaten Kepahiang (ha/th)
No. Uraian Volume Satuan (Rp) Jumlah (Rp)
1.
Biaya produksi
Tenaga kerja Pupuk Urea Pupuk SP-36 Pupuk KCl Dolomit Pestisida Plastik sarung Jumlah biaya
60 hari 220 kg 180 kg 170 kg 120 kg 5 botol 5 kg
40.000 1.200 2.500 7.000
500 40.000 60.000
2.400.000
264.000 450.000
1.190.000 60.000
200.000 300.000
4.864.000
2. Hasil produksi 960 kg 17.000 16.320.000
Keuntungan 11.456.000
B/C 2,35
R/C 3,42
Dari Tabel 6 diatas terlihat bahwa pada komponen biaya produksi terbesar
adalah pada tenaga kerja (49,34 %). Hal ini menunjukan bahwa dalam
usahatani kakao maupun tanaman perkebunan lainnya komponen tenaga kerja
sangat penting dan menentukan tingkat produktifitas. Tanaman kakao pada
masa Produktif tidak diperhitungkan lagi biaya komponen bibit dan pengolahan
lahan, namun pengeluaran lebih banyak pada pemeliharaan tanaman (memupuk,
memangkas, penyiangan), penyarungan buah dan panen. Dari nilai R/C >1,
maka Secara ekonomi, usahatani kakao yang dikelola dengan inovasi teknologi
dapat memberikan keuntungan dan layak untuk diusahakan secara
berkelanjutan.
4.6. Respon Petani Terhadap Paket Pengendalian Hama PBK
Pengkajian respon petani terhadap penerapan paket teknologi
pengendalian hama PBK dilakukan dengan cara mengukur data tentang jenis dan
komposisi komponen paket teknologi pengendalian hama PBK yang diterapkan
oleh masing-masing petani dan tanggapan petani terhadap paket yang
diintroduksi. Pengkajian ini dilakukan melalui survei dengan menggunakan daftar
pertanyaan berupa kuesioner.
Respon petani terhadap paket pengendalian hama PBK secara umum
adalah setuju. Akan tetapi penerapan komponen paket tersebut masih belum
dilaksanakan sesuai dengan ajuran (Tabel 7).
26
Tabel 7. Respon petani dan penerapan petani terhadap komponen pengendalian hama PBK
Komponen pengendalian hama PBK
Respon petani Penerapan
Setuju Tidak Setuju
Diterapkan Tidak
diterapkan
Pemangkasan 100,00 - 69,23 30,77 Pengendalian kimia 100,00 - 65,38 34,62 Panen sering 100,00 - 80,77 19,23 Sanitasi lahan 92,31 7,69 46,15 53,85 Pengendalian hayati 88,46 11,54 34,62 65,38 Penyarungan buah 100,00 - 26,92 73,08
Penerapan paket pengendalian hama PBK yang paling banyak diterapkan
oleh petani adalah panen sering dan terendah penyarungan buah. Panen sering
dilakukan dengan rotasi satu minggu sekali yang dibarengi dengan penimbunan
kulit buah kakao. Sebagian besar petani telah melakukan panen dengan rotasi
satu minggu sekali, akan tetapi biasanya petani membawa buah kakao untuk
dipecah di rumah. Sehingga limbah kulit kakao yang berpotensi untuk
dikembalikan ke lahan sebagai pupuk tanaman kakao tidak dapat dilakukan.
Petani masih jarang yang menggunakan pupuk kulit kakao sebagai pupuk
tanaman kakao. Akan tetapi petani biasanya langsung menyebarkan kulit buah
kakao setelah buah dipecah. Kegiatan ini apabila terus dilakukan maka akan
menyebabkan penyebaran hama Penggerek buah kakao tetap terjadi.
4.7. Temu Lapang
Kegiatan Temu Lapang dilaksanakan di Desa Suro Bali pada tanggal 30
Oktober 2012. Peserta Temu Lapang terdiri dari Stakeholder di Kabupaten
Kepahiang, Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL), petani kooperator serta petani
non kooperator di desa lain. Daftar hadir peserta Temu Lapang terlampir
(Lampiran 2). Kegiatan ini bertujuan untuk menyebarluaskan inovasi hasil
pengkajian teknologi pengendalian hama PBK dan memberikan pemahaman
kepada petani kakao tentang paket pengendalian hama PBK.
Rangkaian kegiatan pada Temu Lapang terdiri dari pembukaan,
penyampaian materi dan kunjungan lapang. Pada acara pembukaan, terdiri dari
sambutan Ketua Panitia Temu Lapang yang disampaikan oleh Drs. Afrizon, M.Si,
Kepala Desa Suro Bali Ketut Suteja dan Camat Kecamatan Ujan Mas Yayat
Ruhyat. Selanjutnya pengarahan dari Kepala BPTP Bengkulu dan Dinas
27
Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Kepahiang. Pengarahan dari Kepala BPTP
Bengkulu disampaikan oleh Dr. Wahyu Wibawa, MP sedangkan pengarahan
Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Kepahiang diwakili oleh
Roland Y, S.Hut. Penyampaian materi disampaikan oleh Drs. Afrizon, M.Si dengan
materi paket pengendalian hama PBK, sedangkan pengalaman petani untuk
mengendalikan hama PBK disampaikan oleh Made Sukiase selaku petani
kooperator sekaligus Ketua Kelompoktani Karya Bakti Desa Suro Bali.
Kegiatan Temu Lapang ini diikuti antusias oleh seluruh peserta, hal ini
terlihat dari banyaknya pertanyaan yang diajukan peserta sebagai respon dari
materi yang telah disampaikan. Secara umum, hama PBK menjadi salah satu
kendala yang dihadapi oleh petani sehingga banyak petani yang melakukan
penebangan tanaman kakao. Paket pengendalian hama PBK belum banyak
diketahui oleh petani sehingga pengendalian yang banyak dilakukan oleh petani
adalah pengendalian secara kimiawi yaitu dengan menggunakan insektisida.
Akan tetapi pengendalian tersebut masih belum optimal karena tingginya curah
hujan yang biasanya terjadi setelah petani selesai melakukan penyemprotan.
Kunjungan lapang dilakukan untuk mempraktekkan komponen
pengendalian hama PBK. Komponen yang cukup diminati untuk dipraktekkan di
lapangan pada sesi kunjungan lapang adalah pemangkasan dan penyarungan
buah kakao. Secara umum, petani belum mengetahui cara pemangkasan yang
benar, sehingga masih banyak petani yang membiar jorquet sebanyak 5 cabang
pada tanaman kakao. Akibatnya tanaman tidak berproduksi secara optimal.
Selain itu, minat petani untuk mempraktekkan cara penyarungan buah kakao
juga tinggi. Rangkaian kegiatan Temu Lapang diakhiri dengan kegiatan pengisian
kuesioner untuk mengetahui respon petani terhadap paket pengendalian hama
PBK.
28
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
1. Tingkat penerapan teknologi budidaya kakao terutama pengendalian hama
PBK di tingkat petani masih rendah bila dibandingkan dengan teknologi
anjuran sehingga menyebabkan produktivitas juga masih rendah.
2. Respon petani terhadap paket pengendalian hama PBK sangat baik dan
produktivitas meningkat dari rata-rata 700 kg/ha menjadi 960 kg/ha.
5.2. Saran
Mengingat hama PBK merupakan hama penting dan memliki dampak
terhadap penurunan produktivitas kakao rakyat, maka teknologi ini perli
diimplikasikan atau disosialisasikan kepada petani kakao di daerah lainya di
Provinsi Bengkulu.
29
VI. KINERJA HASIL
Hasil engkajian teknologi pengendalian hama penggerek buah kakao
(PBK) yang telah dilaksanakan di Desa Suro Bali Kecamatan Ujan Mas Kabupaten
Kepahiang adalah penerapan komponen penyarungan buah kakao. Minat petani
terhadap penyarungan buah kakao cukup tinggi tidak hanya petani kooperator,
akan tetapi petani non kooperator. Sehingga penyarungan buah kakao yang
tidak pernah diterapkan oleh petani di Desa Suro Bali sekarang sudah banyak
dilakukan oleh petani. Rendahnya tingkat serangan hama PBK terhadap buah
yang disarungi dan kualitas biji kering yang bagus menjadi pemacu petani untuk
menerapkan komponen penyarungan buah kakao.
30
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous. 2004. Kakao Indonesia di Kancah Perkakaoan Dunia. http://www.ipard.com/art_perkebun/nov5-04_her-I.asp. Diakses terakhir tanggal 10 September 2011.
Badan Pusat Statistik Provinsi Bengkulu. 2009. Provinsi Bengkulu dalam Angka
2010. Dinas Perkebunan Provinsi Bengkulu. 2007. Statistik Perkebunan Provinsi
Bengkulu. Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Kepahiang. 2009. Laporan Tahunan
Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Kepahiang. Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan. 2004. Statistik Perkebunan
Indonesia 2001-2003, Kakao. Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan, Jakarta.
Kalshoven, L.G.E. 1981. The Pest of Crops In Indonesia Revised by P.A Van der
Laan. PT. Ichtiar Baru. Van Hoeve Jakarta. 701 p. Mustafa, B. 2005. Kajian penyarungan buah muda kakao sebagai suatu metode
pengendalian penggerek buah kakao (PBK) Conopomorpha cramerella Snellen (Lepidoptera : Gracillariidae). Prosiding Ilmiah dan Pertemuan Tahunan PEJ dan PFJ Komda Sul-Sel. Hal 23-35.
PPKKI. 2005a. Hama Utama Tanaman Kakao. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao
Indonesia, Jember. Prawoto, et. al. 2003. Pedoman Teknis Budidaya Tanaman Kakao (Theobroma
cacao L.). Puslitkoka Jember. 103p. Puslit Koka Indonesia. 2004. Panduan lengkap budi daya kakao. AgroMedia
Pustaka. Jakarta. Roesmanto, J., 1991. Kakao: Kajian Sosial Ekonomi. Aditya Media. Yogyakarta ,
165p. Sastrosiswojo, S. 1999. Program Pengendalian Hama Terpadu pada Tanaman
Kakao. Warta Pusat Penelitian Kopi dan Kakao. Vol 15 (3), Oktober 1999 hal: 264 -273.
Sitanggang, 2011, Serangan Tupai Masih Tinggi di Lampung Selatan, dikutip dari
http://lampung.antaranews.com/berita/259251/serangan-tupai-masih-inggi -di-lampung-selatan, diakses pada tanggal 19 September 2011.
31
Sukamto., S.1995 Pengendalian Penyakit Utama Tanaman Kakao. Warta Penelitian Kopi dan Kakao, No. 14 (3), 271-276.
Tondok AR. 1999. Kebijakan Pengembangan Kopi dan kakao di Indonesia. Warta
Pusat Penelitian Kopi dan Kakao, 15(1), 1-21. Wardojo, S. 1980. The Cocoa Podborer. A major hindrance to cocoa
development. Indonesia Agricultural Research and Development Journal 2 (1):1-4.
Wardojo, S. 1994. Strategi Pengendalian Hama Penggerek Buah Kakao (PBK) di
Indonesia. Disampaikan pada Gelar Teknologi dan Pertemuan Regional Pengendalian PBK di Kabupaten Polmas Sulawesi Selatan, 3-4 Oktober 1994. 5hlm.
Wessel, P.C. 1983. The Cocoa Podborer Moth (Acrocercops cramerella Sn.).
Review of Research Institute, 39-65.
32
Lampiran 1. Daftar hadir peserta survei teknologi eksisting petani di Desa Suro
Bali Kecamatan Ujan Mas Kabupaten Kepahiang
No. Nama Nama Kelompoktani Jabatan dalam kelompoktani
1. Putu Mertha Andalan Ketua
2. Made Sukiase Karya Bakti Ketua
3. Komang Darma Karya Bakti Anggota
4. Komang Suarnade Karya Bakti Anggota
5. Made Sudursana Karya Bakti Anggota
6. Putu Nalie Karya Bakti Anggota
7. Komang Merte Karya Bakti Anggota
8. Putu Darmawan Andalan Anggota
9. Made Dwi Jati Andalan Anggota
10. Putu Wide Andalan Anggota
11. Wayan Kendri Andalan Anggota
12. Ketut Suteja Andalan Anggota
13. Made Sudiarta Andalan Anggota
14. Batur Perjuangan Anggota
15. Ketut Santika Perjuangan Anggota
16. Ketut Widawa Perjuangan Anggota
17. Ketut Wire Perjuangan Anggota
18. Nyoman G. Perjuangan Anggota
19. Ketut Carik Perjuangan Anggota
20. Made Hartawan Perjuangan Anggota
21. Made Suweta Perjuangan Anggota
22. Ketut Suwara Perjuangan Anggota
23. Nengah Mangku Perjuangan Anggota
24. Ento Ardani Perjuangan Anggota
25. Ketut Sucendre Perjuangan Anggota
26. Sri Puryawati Karya Bakti Anggota
27. Made Suwitre Karya Bakti Anggota
28. Nyoman Putra Karya Bakti Anggota
29. Made Suraji Karya Bakti Anggota
30. Gede Putra Karya Bakti Anggota
33
Lampiran 2. Daftar hadir peserta Temu Lapang Teknologi Pengendalian Hama Penggerek Buah Kakao (PBK)
No. Nama Jabatan Alamat
1. Pujiono Petani Desa Suro Bali
2. Ketut Suteja Kepala Desa Desa Suro Bali 3. Made Sudarsono Petani Desa Suro Bali 4. Putu Darmawan Petani Desa Suro Bali 5. Komang Petani Kooperator Desa Suro Bali 6. M. Yunir Petani Desa Suro Bali
7. Sri Puryawati Petani Kooperator Desa Suro Bali 8. Made Budi A. Petani Desa Suro Bali 9. Made Sukiase Petani/Ketua Kelompktani Desa Suro Bali
10. Darmudji Petani Kooperator Desa Meranti Jaya
11. Darma Susila Petani Desa Suro Bali
12. Amin Syahri Petani Desa Meranti Jaya
13. Ngadino Petani Desa Air Hitam
14. Bambang M. Petani Desa Air Hitam
15. Roland Y., S.Hut Staf Dishutbun Kepahiang Kepahiang
16. Ratim PPUP Perkebunan BP3K Kec. Ujan Mas
17. Mulyono Petani Kooperator Desa Suro Bali
18. R. Sumatri Petani Desa S.K. Beringin
19. Burhani, SE Petani Desa Cugung Lalang
20. Mulyadi Kepala Desa Desa Cugung Lalang
21. Made Suraje Petani Kooperator Desa Suro Bali
22. Yuliana Staf Dishutbun Kepahiang Kepahiang
23. Milda Staf Dishutbun Kepahiang Kepahiang 24. Marzuki Staf Dishutbun Kepahiang Kepahiang 25. Edy Sunardi Petani Petani Desa Suro Bali
26. Rolani Petani Petani Desa Suro Bali
27. Rasdan Effendi Kepala Desa Desa Air Hitam
28. Nofi Maniarti, SP PPL Desa Suro Bali Desa Suro Bali
29. Selamat Sihotang Petani Kepahiang
30. Karyono Petani Desa Air Hitam
31. Elly Beri Petani Desa Air Hitam
32. Iwan Petani Desa Tanjung Alam
33. Temi Petani Desa Tanjung Alam 34. Bakrin Petani Desa Tanjung Alam 35. HS. Basri Petani/Ketua Gapoktan Desa Tanjung Alam
36. Siswadi Petani Desa Tanjung Alam 37. Yayat Ruhyat Camat Kec. Ujan Mas Kec. Ujan Mas
38. Tari Sarjinah Staf Kecamatan Ujan Mas Kec. Ujan mas
39. Sudarmansyah Staf BPTP Bengkulu Bengkulu
40. Nelson Staf BPTP Bengkulu Bengkulu
41. Kusme Dinata Staf BPTP Bengkulu Bengkulu 42. Yoyo Staf BPTP Bengkulu Bengkulu
43. Maskap, SP KJF BP4K Kab. Kepahiang Kepahiang
34
Lanjutan
No. Nama Jabatan Alamat
44. N.E. Hasanah Petani Kepahiang
45. Herlena Bidi A Staf BPTP Bengkulu Bengkulu
46. Arlan Petani Desa Suro Bali
47. Haryanto Petani Desa Suro Bali 48. Jauhari Petani Desa Suro Bali
49. Tamrin Suki Petani Desa Suro Bali 50. Afrizon Penjab Kegiatan PBK Bengkulu
35
Lampiran 3. Kuesioner kegiatan pengkajian teknologi pengendalian hama PBK di
Kabupaten Kepahiang
A. Identitas Responden 1. Nama : .............................................................. 2. Umur : ...................................................... tahun 3. Pendidikan Formal : ...................................................... tahun 4. Luas Penguasaan Lahan : ......................................................... ha
a). Kebun kako-kopi : ......................................................... ha b). Kebun kopi : ......................................................... ha c). Sawah : ......................................................... ha d). Tegalan : ......................................................... ha
5. Alamat : ............................................................... 6. Pengalaman Berusahatani : .......................................................
tahun 7. Nama Kelompoktani : .............................................................. 8. Jabatan dalam kelompoktani : .............................................................. 9. Jumlah Anggota Keluarga :
No Uraian Anggota
Keluarga L/P Umur (th) Pendidikan Pekerjaan
B. Bahan Tanam
1. Jenis bibit yang digunakan A. Stek B. Biji
2. Asal bibit A. Pemda B. Beli
3. Umur bibit saat tanam A. 4-5 bulan B. > 5 bulan
C. Cara Tanam dan Jenis Pelindung
1. Jarak tanam yang
digunakan
A. 3 x 3 B. 4 x 2 C. Tanpa
jarak
2. Ukuran lubang tanam A. 60 x 60 x 60 B. < 60 x 60 x 60
3. Pembuatan rorak A. Ya B. Tidak
4. Pola tanam A. Diversifikasi B. Monokultur
5. Jika monokultur,
penanaman tanaman penutup tanah
A. Ya B. Tidak
6. Tanaman selain kopi A. Merica B.
7. Jenis tanaman penutup A.................... B...................
36
tanah
8. Jenis tanaman pelindung
sementara
A. Ya B. Tidak
9. Jenis tanaman pelindung tetap
A. Kelapa B. Gliricidae C. Lain.........
Lanjutan D. Pemupukan
1. Pemupukan A. Ya B. Tidak
2. Jenis pupuk yang digunakan A................. B................. C ..............
3. Dosis pupuk A................. B................. C ...............
4. Cara pemupukan A. Disebar B. Ditugal C. Parit/alur
5. Waktu pemupukan A. Maret-April B. Oktober-
November
C. Lain....
E. Pemangkasan dan Pengelolaan Naungan
1. Pemangkasan bentuk A. Ya B. Tidak
2. Pemangkasan pemeliharaan A. Ya B. Tidak
3. Waktu pemangkasan pemeliharaan A. 1 bulan sekali B. > 1 bulan sekali
4. Pemangkasan naungan A. Ya B. Tidak .
5. Frekuensi pemangkasan naungan A. 1 sebulan B. 2 bulan
F. Pengendalian Hama Penyakit
1. Jenis hama utama A. PBK B. Helopelthis C. Tupai
2. Cara pengendalian hama utama A. Semprot B. Mekanis C. ........
3. Frekuensi waktu pengendalian A. 1-2 minggu B. 1 bulan C. ........
4. Jenis hama lain A. PBK B. Helopelthis C. Tupai
5. Cara pengendalian hama lain A. Semprot B. Mekanis C. ........
6. Frekuensi waktu pengendalian A. 1-2 minggu B. 1 bulan C. ........
7. Jenis penyakit utama A. Busuk Buah
8. Cara pengendalian penyakit utama A. Semprot B. Mekanis C. ........
9. Frekuensi pengendalian penyakit
utama
A. 1-2 minggu B. 1 bulan C. ........
G. Pengendalian Gulma
37
1. Jenis gulma dominan A. Daun Lebat B. Sempit C. Lebar Sempit
2. Cara pengendalian gulma A. Kimia B. Mekanis C. Tanpa
3. Jenis herbisida yang digunakan A. Round Up B. Gramoxone C. Lain.......
4. Frekuensi pengendalian A. 1 bulan B. 2 bulan
H. Panen dan Pasca Panen
1. Penentuan panen A. Hijau menjadi kuning
B. Merah menjadi jingga
2. Frekuensi panen A. 1 minggu B. 2 minggu C. 1 bulan
3. Alat panen A. Gunting B. Parang/golok
4. Perlakuan setelah panen A. Langsung dipecah B. Diperam
5. Jika diperam A. Dihamparkan B. Dalam karung
6. Alat pemecah A. Parang/golok B. Mesin
7. Fermentasi biji A. Ya B. Tidak
8. Pengeringan A. Sinar matahari B. Mesin
9. Sortasi A. Ya B. Tidak
10. Penyimpanan A. Ya B. Tidak
11. Alas penyimpanan A. Ya B. Tidak
12. Lama penyimpanan A. 1 bulan B. > 1 bulan
Lanjutan
I. Pemasaran
1. Penjualan A. Langsung B. Disimpan
2. Rata-rata hasil kakao per panen ...................... kg/ha
3. Harga Rp...................... /kg
4. Rata-rata hasil kopi per musim panen ............................ kg/ha
5. Harga jual kopi Rp...................... /kg
6. Rata-rata hasil lada/musim .......................... kg/ha
7. Jenis lada A. Putih B. Hitam
8. Harga jual lada Rp........................ /kg
9. Rata-rata hasil tanaman lain (jika ada) ........................... kg/ha
10. Harga jual tanaman lain Rp........................ /kg
38
Lampiran 4. Survei calon lokasi pengkajian
Gambar 1. Kondisi tanaman di Desa
Taba Saling Kecamatan Kepahiang yang
terserang hama Helopethis sp
Gambar 2. Kondisi tanaman yang
sudah cukup terawat di Desa Tebat
Monok Kecamatan Kepahiang
Gambar 1. Kondisi tanaman di Desa
Taba Saling Kecamatan Kepahiang yang
39
Lampiran 5. Survei awal teknologi eksisting petani di Desa Suro Bali
Gambar 1. Pengisian daftar hadir peserta survei teknologi eksisting petani
Gambar 2. Penyampain tujuan survei
teknologi eksisting petani
Gambar 3. Kondisi tanaman di Desa
Daspetah yang terserang penyakit
busuk buah
Gambar 4. Kondisi tanaman di Desa
Suro Bali yang terserang hama PBK
40
Lampiran 6. Kegiatan lapang pengkajian teknologi pengendalian hama PBK
Gambar 1. Pengambilan sampel tanah
pada lahan petani kooperator
Gambar 2. Pemasangan papan merk
pada tanaman sampel
41
Lampiran 7. Aplikasi perlakuan pada lahan petani kooperator
Gambar 1. Pemasangan sarang semut
pada batang tanaman kakao
Gambar 2. Pengendalian hama PBK dengan penyemprotan insektisida
42
Lampiran 8. Hama penyakit lain pada tanaman kakao di Desa Suro Bali
Gambar 1. Buah yang terserang hama Helopelthis sp.
Gambar 2. Buah yang terserang penyakit busuk buah (Phytophtora
palmivora)
43
Lampiran 9. Kondisi tanaman, buah dan biji yang sehat
Gambar 1. Kondisi tanaman yang sehat
Gambar 2. Kondisi buah yang sehat
pada perlakuan penyarungan
44