kumpulan makalah - balai pengkajian teknologi...

216
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN MAKALAH Penelitian, Pengkajian, Pengembangan dan Penerapan Inovasi Teknnologi Penanggung jawab: Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu Dr. Dedi Sugandi, MP Penyunting: Wahyu Wibawa Wahyuni Amelia Wulandari Umi Pudji Astuti Sri Suryani M. Rambe Redaksi Pelaksana: Zul Efendi Agus Darmadi Diterbitkan oleh: Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu Jl. Irian Km. 6,5 Bengkulu 38119 PO. BOX. 1010 BKL 38001 Telepon (0736) 23030, Faximile (0736) 345568 E-mail: [email protected] Website: http://www.bengkulu.litbang.deptan.go.id ISBN 978-602-9064-05-6 Hak cipta pada penulis. Tidak diperkenankan memproduksi sebagian atau seluruhnya isi kumpulan makalah ini dalam bentuk apapun tanpa seizin dari penulis.

Upload: dinhnhu

Post on 04-Feb-2018

319 views

Category:

Documents


12 download

TRANSCRIPT

Page 1: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

1

KUMPULAN MAKALAH Penelitian, Pengkajian, Pengembangan dan Penerapan Inovasi Teknnologi Penanggung jawab:

Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu Dr. Dedi Sugandi, MP Penyunting:

Wahyu Wibawa Wahyuni Amelia Wulandari Umi Pudji Astuti Sri Suryani M. Rambe Redaksi Pelaksana:

Zul Efendi Agus Darmadi

Diterbitkan oleh:

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu Jl. Irian Km. 6,5 Bengkulu 38119 PO. BOX. 1010 BKL 38001 Telepon (0736) 23030, Faximile (0736) 345568 E-mail: [email protected] Website: http://www.bengkulu.litbang.deptan.go.id ISBN 978-602-9064-05-6 Hak cipta pada penulis. Tidak diperkenankan memproduksi sebagian atau seluruhnya isi kumpulan makalah ini dalam bentuk apapun tanpa seizin dari penulis.

Page 2: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

2

KATA PENGANTAR

SL-PTT dan PSDSK merupakan Program Nasional dalam mendukung terwujudnya 4 target sukses Kementerian Pertanian. Empat target yang ingin dicapai adalah: 1) Swasembada dan swasembada berkelanjutan untuk komoditi padi (beras), jagung, kedelai, tebu (gula), dan daging sapi/kerbau pada tahun 2014, 2) Peningkatan diversifikasi pangan, 3) Peningkatan nilai tambah, daya saing dan ekspor, dan 4) Pengingkatan kesejahteraan rakyat.

Dukungan Badan Litbang Pertanian, melalui BPTP dalam mendukung 4 sukses Kementerian Pertanian diantaranya melalui kegiatan pendampingan SL-PTT dan PSDSK, peningkatan diversifikasi pangan dan pengingkatan nilai tambah produk pertanian. Pendampingan merupakan salah satu aspek penting dalam mensukseskan program strategis Kementerian Pertanian. Pendampingan yang holistik, bersinergi, terkoordinir, terfokus dan terukur sangat diharapkan oleh semua pihak dalam mengakselerasi pencapaian sasaran yang telah ditetapkan.

Tugas utama BPTP Bengkulu adalah melaksanakan pengkajian, perakitan dan pengembangan teknologi pertanian tepat guna spesifik lokasi. Menyiapkan kerja sama, informasi dokumentasi serta penyebarluasan dan pendayagunaan hasil pengkajian teknologi pertanian tepat guna spesifik lokasi merupakan salah satu fungsi dari BPTP.

Keberhasilan kegiatan litkajibangrap BPTP ditentukan oleh tingkat pemanfaatan informasi dan penerapan teknologi oleh pengguna antara dan pengguna akhir di wilayah kerjanya. Yield gap antara hasil riel di tingkat petani dan hasil pengkajian merupakan indikator yang dapat digunakan untuk menilai tingkat adopsi teknologi. Semakin tinggi yield gap menunjukkan bahwa semakin rendah tingkat adopsi teknologi oleh petani.

Seminar dan dokumentasi hasil litkajibangrap merupakan salah satu upaya BPTP Bengkulu dalam menyampaikan dan menyebarluaskan inovasi teknologi baik kepada pengguna antara (stakeholders) maupun kepada pengguna akhir (petani). Kumpulan hasil litkajibangrap memuat berbagai artikel yang mendukung swasembada beras, jagung, dan daging sapi serta upaya peningkatan nilai tambah dan diversifikasi pangan yang dilakukan pada tahun 2011.

Kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan untuk perbaikan penyelenggaraan seminar dan penyusunan dokumentasi hasil litkajibangrap. Semoga kumpulan hasil litkajibangrap ini bermanfaat bagi para pembaca.

Bengkulu, Desember 2011

Kepala BPTP Bengkulu

Dr. Dedi Sugandi, MP

NIP.19590206 198603 1 002

Page 3: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

3

DAFTAR ISI

Halaman KATA PENGANTAR.............................................................................................. iii

DAFTAR ISI........................................................................................................ IV

1. RESPON PETANI TERHADAP PERAN DEMFARM DALAM PENINGKATAN ADOPSI KOMPONEN TEKNOLOGI PTT DI DESA RIMBO RECAP KECAMATAN CURUP SELATAN KABUPATEN REJANG LEBONG (Yesmawati, Wahyu Wibawa dan Umi Pudji Astuti)............................................................................................................ 1-6

2. KAJIAN PENGGUNAAN VARIETAS UNGGUL PADI DI KECAMATAN LEBONG SELATAN KABUPATEN LEBONG, PROVINSI BENGKULU (Yartiwi, Andi Ishak dan Yesmawati)...................................................................................................... 7-14

3. KERAGAAN PERTUMBUHAN DAN KOMPONEN HASIL TIGA VARIETAS UNGGUL PADI GOGO DI RUMAH KACA (Yartiwi, Yahumri dan Andi Ishak)................................ 15-21

4. TINGKAT PENERAPAN TEKNOLOGI KOMPONEN PTT DI KECAMATAN CURUP SELATAN KABUPATEN REJANG LEBONG (Siti Rosmanah dan Sri Suryani M. Rambe)...... 22-32

5. PERSEPSI DAN MINAT ADOPSI PETANI TERHADAP PADI VARIETAS UNGGUL BARU INPARI MELALUI KEGIATAN GELAR TEKNOLOGI PERTANIAN (Siswani Dwi Daliani dan Taufik Hidayat).................................................................................... 33-41

6. UJI MUTU BERAS HASIL DARI TEKNOLOGI PEMANFAATAN LIMBAH PERTANIAN SEBAGAI PUPUK ORGANIK (Wilda Mikasari,Taufik Hidayat, Lina Ivanti dan Alfayanti)........................................................................................................ 42-50

7. KERAGAAN MUTU BERAS INPARI 6, 10 DAN 13 BERDASARKAN HASIL UJI LABORATORIUM DI BPTP BENGKULU (Irma Calista Siagian, Yartiwi dan Ahmad Damiri)........................................................................................................... 51-60

8. PENINGKATAN PERSEPSI PETANI DALAM PENERAPAN PTT PADI SAWAH (STUDI KASUS: Kelompok Tani Harapan Maju II Desa Rimbo Recap Kabupaten Rejang Lebong) (Ruswendi dan Bunaiyah Honorita).................................................. 61-69

9. ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN (OPT) PENTING PADA SENTRA TANAMAN PADI SAWAH MT 2010/2011 DAN MT 2011 (Sri Suryani M. Rambe dan Kusmea Dinata)................................................................................................. 70-79

10. PEMANFAATAN LIMBAH PERTANIAN SEBAGAI PUPUK ORGANIK UNTUK MENINGKATKAN PENDAPATAN PETANI PADI SAWAH DENGAN PENDEKATAN PTT DI KABUPATEN REJANG LEBONG (Alfayanti dan Ruswendi).............................. 80-88

11. KERAGAAN JAGUNG KOMPOSIT SUKMARAGA DAN LAMURU DI KECAMATAN CURUP SELATAN KABUPATEN REJANG LEBONG (Siti Rosmanah, Wahyu Wibawa dan Sri Suryani M. Rambe)......................................................................................... 89-96

12. PEMANFAATAN KOMODITAS PANGAN LOKAL SEBAGAI SUMBER DIVERSIFIKASI PANGAN ALTERNATIF (Lina Ivanti dan Herlena Bidi Astuti)................ 97-103

13. ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP JUMLAH KONSUMSI PANGAN NON BERAS BERBASIS PANGAN LOKAL DI PROVINSI BENGKULU (Alfayanti dan Dedi Sugandi)................................................................. 104-114

Page 4: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

4

14. ANALISIS TANAH SEBAGAI INDIKATOR TINGKAT KESUBURAN LAHAN SAWAH DI PROVINSI BENGKULU (Nurmegawati, Wahyu Wibawa, Dedi Sugandi dan Yahumri)........ 115-124

15. PERCEPATAN ADOPSI TEKNOLOGI PEMANFAATAN LIMBAH PERTANIAN SEBAGAI PAKAN SAPI DAN PUPUK ORGANIK DI BENGKULU (Ruswendi, Siswani Dwi Daliani dan Ahmad Damiri).................................................................................... 125-133

16. KAJIAN PERSEPSI DAN ADOPSI PETERNAK SAPI TERHADAP TEKNOLOGI BUDIDAYA SAPI UNGGUL DI KABUPATEN REJANG LEBONG PROVINSI BENGKULU (Zul Efendi, Harwi Kusnadi, dan Andi Ishak)............................................... 134-141

17. DISEMINASI TEKNOLOGI PETERNAKAN BERUPA GELAR TEKNOLOGI PENGOLAHAN BIOGAS DAN PAKAN UNTUK PENGEMUKAN SAPI POTONG (Ruswendi dan Zul Efendi).................................................................................... 142-150

18. EFISIENSI PEMANFAATAN BAHAN MAKANAN TERHADAP BERAT HIDUP PADA TERNAK AYAM RAS PEDAGING (Erpan Ramon, Dedi Sugandi, Zul Efendi dan Herlena Bidiastuti)........................................................................................................ 151-158

19. MANFAAT PEMBERIAN PAKAN TAMBAHAN DAN MINAT ADOPSI PETANI DALAM PEMELIHARAAN SAPI BRAHMAN CROSS MELALUI KEGIATAN GELAR TEKNOLOGI (Siswani Dwi Daliani dan Taufik Hidayat)................................................. 159-165

20. PEMETAAN WILAYAH SAPI BERPOTENSI BERANAK KEMBAR DI BENGKULU (Wahyuni Amelia Wulandari, Zul Efendi dan Ruswendi)................................................... 166-179

21. SISTEM INTEGRASI KELAPA SAWIT DAN SAPI BALI RAKYAT DI PROVINSI BENGKULU (Dedi Sugandi dan Harwi Kusnadi).......................................................... 180-188

22. OPTIMASI PEMANFAATAN LIMBAH TANAMAN SAWIT UNTUK PAKAN DI PROVINSI BENGKULU (Dedi Sugandi, Harwi Kusnadi dan Yahumri)............................... 189-195

23. MODEL KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (M-KRPL) SEBAGAI IMPLEMENTASI SPEKTRUM DISEMINASI MULTI CHANEL (SDMC) (Umi Pudji Astuti dan Dedi Sugandi).............................................................................................. 196-200

24. KAJIAN KELEMBAGAAN FORMAL DAN INFORMAL DALAM PENGEMBANGAN INOVASI SPESIFIK LOKASI UNTUK MENDUKUNG PEMBANGUNAN DI PROPINSI BENGKULU (Wahyuni Amelia Wulandari, Afrizon, Zul Efendi dan Wilda Mikasari)................... 201-211

Page 5: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

5

RESPON PETANI TERHADAP PERAN DEMFARM DALAM PENINGKATAN ADOPSI KOMPONEN TEKNOLOGI PTT DI DESA RIMBO RECAP KECAMATAN CURUP SELATAN KABUPATEN REJANG LEBONG

Yesmawati, Wahyu Wibawa dan Umi Pudji Astuti

ABSTRAK

Demontrasi Farming (Demfarm) padi sangat berperan dalam meningkatkan pengetahuan dan keterampilan petani untuk menerapkan inovasi baru di bidang pertanian serta memberikan contoh bagi petani sekitarnya, dengan luasan 1-5 ha. Demfarm padi dilakukan untuk menunjukkan dan membuktikan keunggulan pendekatan PTT padi kepada petani, petugas, dan stakeholders lainnya. Melalui kegiatan Demfarm diharapkan terjadi perbaikan pemahaman petani dan kelompok tani mengenai pentingnya penerapan inovasi teknologi dengan benar untuk meningkatkan produktivitas, produksi dan pendapatan usahataninya. Respon petani terhadap peran demfarm dalam peningkatan adopsi komponen teknologi PTT tentu saja berbeda-beda sesuai dengan kondisi petani. Oleh karena itu telah dilakukan survei pada bulan Juli 2011 untuk mengetahui bagaimana respon petani terhadap peran demfarm padi. Survei dilaksanakan di Desa Rimbo Recap Kecamatan Curup Selatan Kabupaten Rejang Lebong dengan melibatkan 30 orang petani. Data yang diperoleh dari lapangan dianalisa secara statistik dengan kategori baik, cukup baik dan tidak baik kemudian dipaparkan secara deskriptif. Dalam menentukan skor digunakan Skala Likert (Baik diberi skor 5, Cukup Baik diberi skor 3, Tidak baik diberi skor 1). Hasil kajian menunjukkan bahwa respon petani terhadap peran demfarm padi dalam peningkatan adopsi komponen teknologi PTT padi sawah di Kecamatan Curup Selatan Rejang Lebong cukup baik.

Kata kunci: respon, demfarm padi, adopsi, komponen teknologi PTT

PENDAHULUAN

Menurut Suryabrata (1992), respon adalah reaksi obyektif dari individu

terhadap stimulan yang wujudnya dapat bermacam-macam seperti sikap atau

tindakan terhadap stimulan tersebut. Sementara itu Sastropoetra (1990)

menyatakan bahwa respon adalah tanggapan atau jawaban dari orang-orang

tentang hal-hal yang bersifat sosial yang memerlukan perhatian umum. Respon

tersebut biasanya berkaitan dengan setuju, tidak setuju atau sikap acuh tak acuh

terhadap inovasi yang diberikan oleh demfarm padi yang merupakan suatu media

desiminasi inovasi teknologi.

Selanjutnya bila timbul minat dan kesadaran terhadap inovasi dan teknologi

baru, petani biasanya akan mengerti dan menyadari apa yang dikerjakannya dan

mengapa itu dikerjakannya. Hal itu terjadi karena adanya pengetahuan dan

Page 6: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

6

pandangan hidup yang baik. Apabila terjadi peningkatan pengetahuan dan

pandangan hidup yang lebih baik, maka bertambah respon terhadap inovasi.

Demontrasi Farming (Demfarm) padi sangat berperan dalam meningkatkan

pengetahuan dan keterampilan petani untuk menerapkan inovasi baru di bidang

pertanian serta memberikan contoh bagi petani sekitarnya, dengan luasan 1-5 ha.

Demfarm padi dilakukan untuk menunjukkan dan membuktikan keunggulan

pendekatan PTT padi kepada petani, petugas, dan stakeholders lainnya. Melalui

kegiatan Demfarm diharapkan terjadi perbaikan pemahaman petani dan kelompok

tani mengenai pentingnya penerapan inovasi teknologi dengan benar untuk

meningkatkan produktivitas, produksi dan pendapatan usahataninya.

Dalam peningkatan adopsi komponen teknologi PTT padi sawah di

Kecamatan Curup Selatan Kabupaten Rejang Lebong, Demfarm berperan sangat

besar, sebagai suatu metode penyuluhan di lapangan untuk memperlihatkan dan

membuktikan secara nyata tentang cara dan atau hasil penerapan suatu inovasi

teknologi PTT padi yang telah teruji dan menguntungkan bagi petani, antara lain

dalam mengakselerasikan dua komponen teknologi, yaitu komponen dasar dan

komponen pilihan. Dalam makalah ini akan memaparkan “Bagaimana tanggapan

petani terhadap peran Demfarm dalam peningkatan adopsi komponen teknologi

PTT padi sawah di Kecamatan Curup Selatan Kabupaten Rejang Lebong ?”.

METODOLOGI

Pengkajian dilakukan di Desa Rimbo Recap Kecamatan Curup Selatan

Kabupaten Rejang Lebong pada bulan Juli tahun 2012. Pengambilan sampel

dilakukan secara acak sederhana (Simple Random Sampling) yaitu sebanyak 30

responden petani padi sawah. Pengumpulan data dilakukan dengan survei,

wawancara dan menggunakan kuisioner (daftar pertanyaan). Data yang diperoleh

dari lapangan dianalisa secara statistik dengan kategori baik, cukup baik dan tidak

baik kemudian dipaparkan secara deskriptif. Dalam menentukan skor digunakan

Skala Likert, pilihan dan bobot nilai jawaban untuk tanggapan petani terhadap

Demfarm adalah:

Page 7: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

7

Baik diberi skor 5

Cukup Baik diberi skor 3

Tidak baik diberi skor 1

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum Responden

Hasil wawancara terhadap 30 responden, diperoleh karakteristik petani

seperti pada Tabel 1.

Tabel 1. Keadaan umum responden.

No Uraian Kisaran Rata-rata

1. Umur (Tahun) 22 - 65 40

2. Lama Pendidikan Formal (Tahun) 3 - 17 9

3. Luas Lahan Garapan (Ha) 0,25 – 2,50 1

4. Lama Berusahatani (Tahun) 3 - 15 6

Sumber : Data Primer (diolah), 2011.

Tabel 1 menunjukkan umur petani padi sawah bervariasi berkisar antara 22

tahun sampai 65 tahun atau dengan umur rata-rata 40 tahun, termasuk dalam

katagori usia produktif untuk mendukung peningkatan produktivitas padi sawah.

Tingkat pendidikan formal petani padi sawah cukup memadai dalam pengambilan

keputusan, berfikir, bertindak, berbuat, dan menanggapi suatu proses inovasi

dalam mengolah usahatani padi sawahnya. Lama pendidikan formal petani berkisar

antara 3 tahun sampai 17 tahun dengan rata-rata lama pendidikan formal 9 tahun.

Luas lahan garapan petani padi sawah berkisar antara 0,25 hektar sampai 2,50

hektar dengan rata-rata 1 hektar per tani, sehingga menuntut petani untuk

mengoptimalkan fungsi lahan usahataninya agar produktivitas padi sawahnya dapat

ditingkatkan melalui penarapan atau adopsi komopenen teknologi PTT padi sawah.

Dari Tabel 1 juga terlihat bahwa lama berusahatani petani berkisar antara 3

tahun sampai 15 tahun dengan rata-rata lama berusahatani 6 tahun. Lamanya

berusahatani mempengaruhi pengalaman petani dalam berusahatani, terutama

keberhasilan mereka dalam mengelola ushataninya, mulai dari menentukan jenis

Page 8: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

8

usaha apa yang akan dilakukan, bagaimana merencanakan usahanya, bagaimana ia

menyikapi suatu program atau inovasi yang ditawarkan kepadanya, bagaimana ia

memecahkan masalah-masalah yang dihadapi dan keputusan yang akan diambil

guna mencapai keberhasilan usahataninya.

Respon Petani Terhadap Peran Demfarm dalam Peningkatan Adopsi Komponen Teknologi PTT padi sawah

Demfarm berperan sangat besar dalam peningkatan adopsi komponen

teknologi yang selanjutnya dapat mempengaruhi peningkatan produktivitas padi

sawah dan perubahan perilaku usaha tani petani ke arah yang lebih baik. Respon

petani terhadap peran demfarm dalam peningkatan adopsi komponen teknologi

PTT padi diukur dari indikator komponen dasar dan komponen pilihan. Komponen

teknologi dasar yaitu teknologi yang sangat dianjurkan untuk diterapkan di semua

lokasi padi sawah. Komponen teknologi ini terdiri dari atas:

(1) Varietas unggul baru, inbrida atau hibrida.

(2) Benih bermutu dan berlabel.

(3) Pemberian bahan organik melalui pengembalian jerami ke sawah atau dalam

bentuk kompos.

(4) Pengaturan populasi tanaman secara optimum.

(5) Pemupukan berdasarkan kebutuhan tanaman dan status hara tanah.

(6) Pengendalian OPT (organisme pengganggu tanaman) dengan pendekatan PHT

(Pengendalian Hama Terpadu).

Komponen teknologi pilihan yaitu teknologi yang disesuaikan dengan kondisi,

kemauan dan kemampuan petani setempat. Teknologi ini terdiri atas:

(1) Pengolahan tanah sesuai musim dan pola tanam.

(2) Penggunaan bibit muda (< 21 hari).

(3) Tanam bibit 1 – 3 batang per rumpun.

(4) Pengairan secara efektif dan efisien.

(5) Penyiangan dengan landak atau gasrok.

(6) Panen tepat waktu dan gabah segera dirontok.

Page 9: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

9

Berdasarkan hasil analisis data yang menggunakan nilai interval didapat

bahwa respon petani padi sawah terhadap peran peningkatan adopsi komponen

PTT padi tertinggi 60% (sebanyak 18 orang) pada klasifikasi cukup baik, sebanyak

12 orang (40%) pada klasifikasi baik, dan pada klasifikasi tidak baik adalah tidak

ada (0%).

Tabel 2. Respon Responden terhadap peran Demfarm.

No Kategori Skor Jumlah (Orang)

Persentase (%)

1 Baik 27-35 12 40

2 Cukup Baik 17-26 18 60

3 Tidak Baik 7-16 0 0

Jumlah 30 100

Sumber : Data Primer (diolah), 2011.

Dengan persentase respon sebesar 60% menunjukkan bahwa petani menilai

cukup baik terhadap peran demfarm padi dalam meningkatkan adopsi komponen

teknologi PTT padi. Dengan persentase lebih dari 50% petani yang berpenilaian

cukup baik artinya secara umum petani mempunyai tanggapan cukup baik

terhadap peran demfarm padi dalam peningkatan adopsi komponen teknologi PTT

padi sawah.

KESIMPULAN

Respon petani terhadap peran demfam dalam peningkatan adopsi komponen

teknologi PTT padi sawah cukup baik (60%).

Page 10: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

10

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2010. Panduan Teknologi Mendukung Program SL-PTT padi. BPTP Bengkulu. Bengkulu.

Anonim. 2011. Petunjuk Teknis Pelaksanaan SL-PTT Padi. BPTP Bengkulu. Bengkulu.

Anonim. 2012. Petunjuk Teknis Pemberdayaan Petani Melalui Demfarm Dengan Pola SL Agribisnis Padi. Dinas Pertanian Tanaman Pangan Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Jawa Barat.

Badan Pusat Statistik Kabupaten Rejang Lebong, 2010. Kabupaten Rejang Lebong Dalam Anggka. Rejang Lebong.

Mubyarto. 1989. Pengantar Ekonomi Pertanian. Edisis Ketiga LP3ES. Jakarta.

Padmowihardjo, Soedijanto. 1996. Evaluasi Penyuluhan Pertanian. Universitas Terbuka. Jakarta.

Suryabrata. 1992. Organisasi Penyuluhan. Bumi Aksara. Jakarta.

Sajogyo dan Pudjiwati. 1999. Sosiologi Pedesaan. Jilid II Gadjah Mada university Press. Jakarta.

Tohir, K. 1993. Seuntai Pengetahuan Tentang Usahatani Indonesia. Bumi Aksara. Jakarta.

Wisnuadji. 1998. Peranan Penyuluh Pertanian Lapangan. Bina Cipta. Bandung.

Page 11: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

11

KAJIAN PENGGUNAAN VARIETAS UNGGUL PADI DI KECAMATAN LEBONG SELATAN KABUPATEN LEBONG, PROVINSI BENGKULU

Yartiwi, Andi Ishak dan Yesmawati

ABSTRAK

Salah satu faktor yang berperan penting dalam peningkatan produktivitas padi adalah penggunaan varietas unggul yang berdaya hasil tinggi. Sampai saat ini telah dilepas sekitar 200 varietas unggul padi, namun adopsinya di lapangan masih terbatas. Suatu penelitan tentang kajian penggunaan varietas unggul padi yang telah dilaksanakan di Kecamatan Lebong Selatan, Kabupaten Lebong, Provinsi Bengkulu pada bulan November 2011. Data dikumpulkan melalui survei terhadap 34 responden petani padi. Penelitian ini bertujuan mengetahui: (1) adopsi petani terhadap varietas unggul padi sawah dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, (2) pengaruh bantuan benih dari Pemerintah terhadap minat adopsi varietas unggul padi, dan (3) alasan-alasan petani memilih varietas padi. Metode penelitian dengan mengumpulkan data meliputi keadaan umum lokasi penelitian, deskripsi responden, adopsi varietas unggul padi, sumber informasi benih unggul, dan alasan-alasan petani mengadopsi varietas unggul. Analisis data secara deskriptif dan dihitung persentase dari data yang dianalisis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) adopsi petani terhadap varietas unggul berlabel mencapai 85,29% yang dipengaruhi oleh pengalaman usahatani padi, luas lahan, dan persepsi petani terhadap varietas unggul; (2) minat adopsi petani tidak dipengaruhi oleh adanya bantuan benih unggul dari pemerintah; (3) alasan utama petani mengadopsi varietas unggul adalah produktivitas tinggi (93,55%), rasa nasi (80,65%), dan anakan banyak, gabah bernas, mutu gabah baik (75,27%).

Kata kunci: varietas unggul padi, tingkat adopsi

PENDAHULUAN

Keberhasilan peningkatan produksi padi tidak terlepas dari ketersediaan dan

adopsi teknologi. Revolusi hijau yang terjadi pada banyak negara berkembang,

termasuk Indonesia sejak awal tahun 1970-an telah membuktikan bahwa peranan

teknologi sangat penting dalam mengatasi kekurangan pangan. Penggunaan

varietas padi unggul yang berdaya hasil tinggi, responsif terhadap pemupukan dan

tahan hama penyakit utama disertai dengan perbaikan irigasi dan teknik budidaya

telah terbukti dapat meningkatkan produktivitas, efisiensi produksi, dan kecukupan

pangan. Menurut Nugraha et al. (2007), swasembada beras pada tahun 1984 di

Indonesia tidak terlepas dari introduksi varietas unggul, perbaikan jaringan irigasi,

teknik budidaya, dan rekayasa kelembagaan melalui program Bimas, Inmas, Insus,

dan Supra Insus. Sistem perbenihan yang tangguh (produktif, efisien, berdaya

Page 12: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

12

saing, dan berkelanjutan) sangat diperlukan untuk mendukung upaya peningkatan

penyediaan benih padi dan peningkatan produksi beras nasional.

Sampai saat ini telah dihasilkan lebih dari 200 varietas unggul padi oleh

berbagai lembaga penelitian di Indonesia yang telah dilepas oleh Kementerian

Pertanian, 85% diantaranya dihasilkan oleh Badan Litbang Pertanian Kementerian

Pertanian. Dari data luas tanam pada tahun 2009, lebih dari 75% telah ditanami

dengan varietas unggul. Sampai dengan tahun 2010, varietas padi yang paling luas

ditanam adalah Ciherang, IR64 dan Cigeulis (Sri Wahyuni, 2011).

Penggunaan benih unggul di lapangan oleh masyarakat relatif masih terbatas.

Menurut Daradjat et al. (2008), benih padi yang digunakan oleh masyarakat lebih

dari 60 persen berasal dari sektor informal yaitu berupa gabah yang disisihkan dari

sebagian hasil panen musim sebelumnya yang dilakukan berulang-ulang. Hal ini

berarti bahwa petani padi belum merespon benih unggul padi dengan baik.

Permasalahan yang dihadapi dalam percepatan penggunaan varietas unggul

adalah sistem informasi keberadaan benih sumber masih lemah sehingga

pengetahuan pengguna tentang varietas unggul masih terbatas, disamping itu

ketersediaan varietas unggul juga terbatas (Wahyuni, 2011).

Kondisi di Provinsi Bengkulu tidaklah jauh berbeda dengan apa yang

diuraikan di atas. Secara umum, penanaman varietas unggul berlabel dalam skala

luas oleh petani padi dimungkinkan oleh adanya bantuan benih dari pemerintah

melalui berbagai program, seperti subsidi benih, Bantuan Langsung Benih Unggul

(BLBU), dan bantuan benih unggul pada lahan display dan demfarm SL-PTT.

Menurut data BPS Provinsi Bengkulu (2010), luas panen padi sawah di Bengkulu

adalah 121.877 ha. Jika setiap hektar lahan sawah membutuhkan 25 kg benih,

maka kebutuhan benih mencapai 3.046.925 kg. Bantuan benih melalui BLBU dan

SL-PTT di Bengkulu mencapai 1.046.460 kg, atau 34,34% dari kebutuhan benih

total (Ishak et al., 2011).

Kajian ini difokuskan untuk mengetahui adopsi petani terhadap varietas

unggul padi sawah di Kecamatan Lebong Selatan. Tujuan penelitian ini adalah

untuk mengetahui: (1) adopsi petani terhadap varietas unggul padi sawah dan

faktor-faktor yang mempengaruhinya, (2) pengaruh bantuan benih dari Pemerintah

Page 13: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

13

terhadap minat adopsi varietas unggul padi, dan (3) alasan-alasan petani memilih

varietas padi.

METODE PENELITIAN

Penelitian dilakukan melalui survei pada bulan November sampai dengan

Desember 2011 di Kecamatan Lebong Selatan, Kabupaten Lebong. Responden

dipilih secara acak sebanyak 34 orang petani. Data yang dikumpulkan meliputi data

primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara dengan petani

responden menggunakan daftar pertanyaan meliputi karakteristik petani dan

usahatani padi sawah. Selain itu juga dilakukan wawancara dengan petugas Dinas

Pertanian Kabupaten Lebong. Data sekunder diperoleh dari Dinas Pertanian serta

Badan Pusat Statistik Kabupaten Lebong. Analisis data secara deskriptif dan

dihitung persentase dari data yang dianalisis.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum Lokasi Penelitian

Luas wilayah Kecamatan Lebong Selatan adalah 23.494 ha dengan jumlah

penduduk 13.406 jiwa. Kabupaten Lebong terdiri 13 wilayah Kecamatan.

Kecamatan Lebong Selatan merupakan 1 dari 13 Kecamatan di Kabupaten Lebong,

yang terdiri atas 4 kelurahan dan 4 desa dengan topografi pada ketinggian 100 –

500 mpl seluas 21.205 ha, ketinggian 500 – 1.000 mpl seluas 80.384 ha dan pada

ketinggian 1.000 mpl keatas seluas 91.335 ha.

Produksi padi sawah dan padi ladang di Kabupaten Lebong secara

keseluruhan pada tahun 2009 mengalami peningkatan sebesar 6,62 %

dibandingkan tahun sebelumnya, dari 49.273 ton GKG di tahun 2008 menjadi

52.537 ton GKG di tahun 2009. Hal ini berkaitan pula dengan luas panen padi

sawah dan padi ladang di tahun 2009 yang mengalami peningkatan menjadi 13.645

ha atau sebesar 2,35 % dibandingkan tahun sebelumnya. Berdasarkan Kecamatan

tahun 2009, padi sawah dan padi ladang di produksi dari 3 Kecamatan, yaitu

Page 14: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

14

Kecamatan Lebong Selatan 17.868 ton GKG, Lebong Utara 15.019 ton GKG dan

Lebong Tengah 7.166 ton GKG.

Deskripsi Responden

Jumlah responden survei sebanyak 30 orang petani padi, 12 orang

diantaranya (40%) memiliki persepsi yang baik terhadap penggunaan benih

unggul. Umur rata-rata responden 45,11 tahun dengan tingkat pendidikan formal

rata-rata yang pernah ditempuh selama 8 tahun. Lama berusahatani padi rata-rata

20,90 tahun dengan luas lahan garapan total 27,6 ha (rata-rata petani 0,92 ha),

sebagian besar (80%) petani menggarap lahan milik sendiri. Sebanyak 11 orang

responden (36,67%) merupakan pengurus kelompok tani, sedangkan sisanya

adalah anggota kelompok. Tanggungan keluarga rata-rata responden 3,48 jiwa.

Pekerjaan utama responden 36,67% adalah petani, dan sisanya adalah peternak,

tukang, kebun kopi/karet, tukang ojek dan pedagang yaitu sebanyak (63.33%).

Jarak domisili responden ke kios sarana produksi pertanian terdekat rata-rata 2,95

km.

Adopsi Varietas Padi Unggul

Varietas yang ditanam petani di Kecamatan Lebong Selatan cukup beragam

yaitu 6 varietas padi. Varietas Ciherang yang paling banyak digunakan yaitu 50 %,

sedangkan varietas Inpari 6 masih sangat sedikit digunakan yaitu 3,33 %. Daftar

varietas yang ditanam petani disajikan pada Tabel 1.

Varietas Ciherang dilepas tahun 2000, rasa nasi pulen dengan umur tanaman

116-125 hari sejak persemaian) dan potensi hasil (8,5 ton GKG/ha) dengan rata-

rata hasil 6,0 ton GKG/ha. Varietas ini dilepas karena lebih tahan Tahan wereng

coklat biotipe 2, dan agak tahan biotipe 3 dan ketahanan terhadap penyakit Tahan

terhadap penyakit hawar daun bakteri strain III dan IV (Suprihatno et al., 2010).

Sedangkan Varetas Unggul Baru (VUB) seperti varietas Inpari masih sangat sedikit

responden yang menggunakan hal ini sesuai dengan respon petani di Kecamatan

Lebong selatan terhadap VUB yang kurang baik.

Benih padi yang digunakan petani berasal dari 2 sektor yaitu sektor

perbenihan formal yang mensuplai benih bersertifikat/berlabel dan sektor

Page 15: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

15

perbenihan informal. Penggunaan benih berlabel di Kecamatan Lebong Selatan

sudah cukup tinggi. Petani responden yang menggunakan benih berlabel mencapai

80%. Hal ini didukung karena adanya distribusi melalui program Bantuan Langsung

Benih Unggul (BLBU) (Distannak Kabupaten Lebong, 2010 dan 2011), varietas yang

didistribusikan yaitu Ciherang dan Cigeulis.

Tabel 1. Daftar varietas padi yang ditanam petani di Kecamatan Lebong Selatan.

No Varietas %

1 Mira 16,67

2 Cigeulis 20

3 Inpari 6 3,33

4 Silugonggo 6,67

5 Ciherang 50

6 Lokal 3,33

Total 100,00

Dari uraian di atas ternyata bahwa ketersediaan benih unggul di Kecamatan

Lebong Selatan sudah memadai meskipun ketersediaan benih yang ada belum

varietas unggul baru (VUB), sehingga berpengaruh terhadap tingginya penggunaan

benih yang bermutu dan berlabel.

Informasi benih unggul diperoleh petani dari berbagai sumber, yaitu dari

petani di sekitar lingkungan mereka, petugas dinas/penyuluh pertanian, kios sarana

produksi pertanian, dan penangkar padi. Umumnya petani mengetahui informasi

benih unggul dari petugas dinas/penyuluh pertanian. Menurut hasil survei sebagian

besar petani responden (73,33%) memperoleh informasi benih unggul dari petugas

dinas/penyuluh pertanian setempat. Selain itu informasi benih unggul diperoleh dari

petani sekitar (26,67%). Hal ini mengindikasikan bahwa penangkar dan kios

saprodi tidak memiliki peranan penting dalam penyebarluasan informasi benih

unggul padi.

Page 16: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

16

Pengaruh Bantuan Benih dari Pemerintah terhadap Minat Petani mengadopsi Varietas Unggul Padi

Minat adopsi petani terhadap varietas unggul padi dapat dipengaruhi oleh

berbagai faktor, diantaranya karena adanya program Pemerintah. Tabel 3

menunjukkan minat adopsi petani padi terhadap varietas unggul dengan adanya

bantuan benih melalui Program BLBU di Kecamatan Lebong Selatan, Kabupaten

Lebong.

Tabel 3. Minat petani mengadopsi varietas unggul padi.

Minat adopsi Ada bantuan Tidak ada bantuan Total

Minat Mengadopsi 19 10 29

Tidak mengadopsi 2 3 5

Jumlah 21 13 34

Alasan-alasan Petani memilih Varietas Padi

Alasan-alasan petani responden memilih varietas padi yang ditanam

beragam. Setiap responden memilih lebih dari satu alasan dalam penentuan

varietas padi yang akan ditanam. Tabel 4 menunjukkan bahwa alasan utama petani

memilih varietas yang akan ditanam adalah produktivitas tinggi (93,55%).

Kenyataan ini menunjukkan bahwa petani di Kecamatan Lebong Selatan menanam

padi terutama bertujuan untuk memenuhi kebutuhan keluarga, sehingga

produktivitas tinggi menjadi pertimbangan utama.

Page 17: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

17

Tabel 4. Alasan responden memilih varietas padi.

No Alasan responden memilih varietas Persentase responden

(%)

1 Rasa nasi disukai petani 80,65

2 Rasa nasi disukai konsumen 61,29

3 Produktivitas tinggi 93,55

4 Harga jual tinggi, umur genjah, benih mudah diperoleh

48,39

5 Daun bendera tegak 35,48

6 Tahan rebah, tahan HPT 58,07

7 Bulir malai panjang, wangi 41,94

8 Tahan kekeringan 25,81

9 Anakan banyak, gabah bernas, Mutu gabah baik

75,27

Alasan lain petani memilih suatu varietas unggul adalah rasa nasi disukai

petani (80,65%). Alasan-alasan lainnya yaitu anakan banyak, gabah bernas, mutu

gabah baik (75,27%). Dari beberapa alasan ini terlihat bahwa petani padi di

Kecamatan Lebong Selatan Kabupaten Lebong menanam padi bukan hanya untuk

pemenuhan kebutuhan pangan keluarga, namun juga sudah berorientasi agribisnis.

Fakta ini didukung oleh penggunaan varietas unggul berlabel yang sudah cukup

tinggi (80%). Selain itu dengan melihat kepemilikan lahan sawah rata-rata petani

yaitu 0,92 ha, petani pemilik sekaligus penggarap lahan 80% dan jumlah

tanggungan rata-rata keluarga petani 3,48 jiwa, maka diperkirakan hasil panen

yang diperoleh akan melebihi kebutuhan pangan keluarga.

Page 18: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

18

KESIMPULAN

Tingkat adopsi petani padi di Kecamatan Lebong Selatan, Kabupaten Lebong

terhadap varietas unggul padi berlabel mencapai 80 % yang dipengaruhi oleh

pengalaman usahatani padi, luas lahan, dan persepsi petani terhadap

varietas unggul. Sedangkan alasan petani mengadopsi varietas unggul adalah

produktivitas tinggi (93,55%), rasa nasi disukai petani (80,65%), anakan banyak,

gabah bernas, mutu gabah baik (75,27%). Sedangkan yang berminat mengadopsi

varietas unggul tidak dipengaruhi oleh adanya bantuan benih unggul dari

pemerintah.

DAFTAR PUSTAKA

BPS Kabupaten Lebong. 2010. Kabupaten Lebong Dalam Angka 2010. Badan Pusat Statistik Kabupaten Lebong.

BPS Provinsi Bengkulu. 2010. Bengkulu Dalam Angka 2010. Badan Pusat Statistik Provinsi Bengkulu.

Daradjat, A.A., Agus S., A.K. Makarim, A. Hasanuddin. 2008. Padi – Inovasi Teknologi Produksi. Buku 2. LIPI Press. Jakarta.

Distan Kabupaten Lebong. Laporan Distribusi Bantuan Langsung Benih Unggul (BLBU) Kabupaten Bengkulu Utara. Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Bengkulu Utara. Tidak dipublikasikan.

Ishak, A., Afrizon, Z. Efendi, Yartiwi, dan Yahumri. 2011. Laporan Hasil Survei Perbenihan kegiatan Unit Pengelola Benih Sumber (UPBS). BPTP Bengkulu. Tidak dipublikasikan.

Nugraha, U.S, Sri Wahyuni, M.Y. Samaullah, dan A. Ruskandar. 2007. Perbenihan di Indonesia. Prosiding Hasil Penelitian Padi Tahun 2007. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Subang – Jawa Barat.

Sri Wahyuni. 2011. Teknik Produksi Benih Sumber Padi. Makalah disampaikan dalam Workshop Evaluasi Kegiatan Pendampingan SL-PTT 2001 dan Koordinasi UPBS 2012 tanggal 28-29 November 2011. Balai Besar Penelitian Padi. Tidak dipublikasikan.

Suprihatno, B., A.A. Daradjat, Satoto, Baehaki SE, Suprihanto, A. Setyono, S.D. Indrasari, IP Wardana, dan H. Sembiring. 2011. Deskripsi Varietas Padi. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Subang – Jawa Barat.

Page 19: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

19

KERAGAAN PERTUMBUHAN DAN KOMPONEN HASIL TIGA

VARIETAS UNGGUL PADI GOGO DI RUMAH KACA Yartiwi, Yahumri dan Andi Ishak

ABSTRAK

Rata-rata produktivitas padi gogo di Bengkulu masih rendah dibandingkan rata-rata hasil varietas unggul baru padi gogo yang telah dilepas oleh Kementerian Pertanian yang mencapai 4 ton/ha seperti Inpago 4 (4,15 ton/ha), Inpago 5 (4,04 ton/ha) dan Inpago 6 (3,9 ton/ha). Oleh karena itu peluang peningkatan produktivitas padi gogo di Bengkulu dapat ditingkatkan dengan penggunaan varietas unggul baru. Pengujian adaptasi varietas unggul baru bertujuan untuk membandingkan keragaan pertumbuhan dan komponen hasil, serta menunjukan keragaan VUB kepada pengunjung di BPTP. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca BPTP Bengkulu pada bulan Desember 2011 sampai bulan April 2012, menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan perlakuan tiga varietas unggul baru padi gogo (Inpago 4, 5 dan 6) yang diulang sebanyak 7 kali. Data dianalisis menggunakan Analisis Sidik Ragam (Anova) dan diuji lanjut dengan DMRT untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan. Keragaan pertumbuhan dan komponen hasil dianalisis secara deskriptif dengan membandingkan hasil penelitian dengan deskripsi varietas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, tiga varietas inpago tidak berbeda nyata pada parameter tinggi tanaman. Sedangkan parameter jumlah anakan terdapat perbedaan antar perlakuan inpago 4, 5 dan 6 yaitu rata-rata 12,86, 17,14 dan 10,57. Untuk komponen hasil yang mendekati dengan deskripsi yaitu perlakuan inpago 6 dilihat dari jumlah gabah bernas, berat 1000 butir dan hasil/pot juga merupakan hasil tertinggi diantara ketiga perlakuan yaitu 31.53 gr/pot dibandingkan perlakuan inpago 4 dan 5 yaitu 21,38 gr/pot dan 12,45 gr/pot.

Kata kunci : pertumbuhan, komponen hasil, varietas unggul baru, padi gogo

PENDAHULUAN

Kebutuhan beras akan terus meningkat sejalan dengan pertambahan jumlah

penduduk, peningkatan konsumsi perkapita dan peningkatan pendapatan. Upaya

peningkatan produksi beras saat ini mengalami banyak kendala seperti terjadinya

alih fungsi lahan, ketidakpastian iklim dan penurunan kualitas sumberdaya lahan.

Badan Pusat Statistik (2011) mencatat bahwa produksi nasional pada tahun 2011

sebanyak 65.740.046 ton gabah kering giling (GKG) menurun 724.448 ton atau 1,1

% dari tahun sebelumnya sebesar 66.469.394 ton. Demikian juga rata-rata

produktivitasnya menurun dari 5,015 ton pada tahun 2010 menjadi 4,98 ton pada

tahun 2011.

Rata-rata produktivitas padi sawah di Bengkulu juga menurun dibandingkan

tahun 2010 sebesar 0,07 ton dari 4,036 ton menjadi 3,966 ton GKG/ha. Di sisi lain

padi inpago meningkat sebesar 0,026 ton/ha dari 2,125 to/ha menjadi 2,151 to/ha.

Page 20: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

20

Sumbangan dari produksi padi gogo terhadap produksi padi total di Bengkulu pada

tahun 2011 sebesar 5,89 %. Potensi produksi padi gogo di Bengkulu cukup besar,

bila ditinjau dari aspek agroekologi Bengkulu yang didominasi oleh lahan kering

(BPS Propinsi Bengkulu, 2011). Rata-rata produktivitas padi gogo di Bengkulu

diatas masih rendah dibandingkan rata-rata hasil varietas unggul baru padi gogo

yang telah dilepas oleh Kementerian Pertanian yang mencapai 4 ton/ha seperti

inpago 4 sebesar 4,15 ton/ha, inpago 5 (4,04 ton/ha) dan inpago 6 (3,9 ton/ha)

(Suprihatno, dkk., 2011). Oleh karena itu peluang peningkatan produktivitas padi

gogo di Bengkulu dapat ditingkatkan dengan penggunaan varietas unggul baru.

Disadari bahwa adopsi varietas unggul baru padi gogo di tingkat petani

tidaklah mudah dan diperlukan informasi tentang kesesuaian varietas dengan

kondisi spesifik lokasi. Sebelum uji adaptasi di lapangan, sebaiknya telah dilakukan

pegujian di tingkat laboratorium atau rumah kaca, sehingga dalam proses

diseminasi yang lebih luas , varietas yang dipilih telah diyakini akan beradaptasi

dengan baik di lapangan.

BPTP Bengkulu yang memiliki mandat mendiseminasikan inovasi teknologi

khususnya berasal dari Badan Litbang Pertanian perlu memiliki informasi tentang

keragaan pertumbuhan dan hasil VUB padi gogo di lapangan. Untuk itu telah

dilakukan pengujian adaptasi 3 varietas unggul bari padi gogo yaitu inpago 4, 5 dan

6 di rumah kaca BPTP Bengkulu yang bertujuan untuk membandingkan keragaan

pertumbuhan dan komponen hasil ketiga varietas tersebut.

METODE PENELITIAN

Penelitian dilakukan di Rumah Kaca BPTP Bengkulu pada bulan Desember

2011 sampai dengan April 2012. Penanaman dilakukan dengan menggunakan 21

buah pot plastik yang dirancang dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Sebagai

perlakuan adalah varietas unggul baru padi gogo yaitu inpago 4, inpago 5 dan

inpago 6 yang masing-masing diulang sebanyak 7 kali. Dosis pupuk yang

digunakan pada seluruh perlakuan sama yaitu sesuai dengan hasil analisis tanah.

Media tanam (tanah) yang disiapkan adalah jenis tanah Podsolik Merah Kuning

(PMK) dengan bobot tanah per pot setara dengan 10 kg kering angin.

Page 21: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

21

Data yang dikumpulkan meliputi keragaan pertumbuhan yaitu tinggi tanaman

dan jumlah anakan, serta komponen hasil berupa jumlah gabah bernas, jumlah

gabah hampa, panjang malai, berat 1000 butir dan hasil per pot. Keragaan

pertumbuhan diukur setiap minggu sampai dengan tanaman berumur 8 minggu

setelah tanam dan pada saat panen, sedangkan komponen hasil diamati saat

panen.

Data di analisis menggunakan Analisis Sidik Ragam (ANOVA) dan di uji lanjut

dengan DMRT untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan. Keragaan

pertumbuhan dan komponen hasil dianalisis secara deskriptif dengan

membandingkan hasil penelitian dengan deskripsi varietas.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pertumbuhan Vegetatif

Pada Tabel 1 hasil pengukuran untuk tinggi tanaman menunjukkan bahwa

minggu ke-1, 2, 4, 6, 7 dan minggu ke-8 tinggi tanaman tidak menunjukkan

perbedaan yang nyata antar varietas, tetapi pada minggu ke-3 dan minggu ke-5

varietas inpago 4 menunjukan berbeda nyata dengan varietas inpago 5 dan 6.

Adapun varietas yang paling tinggi dari ketiga varietas tersebut adalah Inpago 5

yaitu 111.86 cm sedangkan yang paling rendah varietas Inpago 6 yaitu 111.29 cm.

Tabel 1. Hasil pengukuran tinggi tanaman (cm) mulai 1 MST hingga 8 MST masing-masing varietas yaitu Inpago 4, 5 dan 6.

Pengamatan Minggu Ke Perlakuan (varietas)

1 2 3 4 5 6 7 8

Inpago 4 18.34 a 32.50 a 43.64 a 59.23 a 71.57 a 90.00 a 106.29 a 117.43 a

Inpago 5 16.73 a 31.21 a 39.57 b 57.60 a 61.00 b 77.29 a 99.29 a 111.86 a

Inpago 6 17.81 a 30.33 a 39.21 b 50.51 a 62.00 b 82.00 ab 98.29 a 111.29 a

Angka-angka dalam kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5 % uji DMRT.

Tabel 2 menunjukkan bahwa jumlah anakan pada minggu ke-3, 4, 5, 6 dan 7

terdapat perbedaan yang nyata pada varietas Inpago 6 dengan Inpago 5,

sedangkan pada varietas inpago 5 jumlah anakan tidak menunjukkan perbedaan

Page 22: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

22

yang nyata. Dari ketiga varietas tersebut jumlah anakan yang tertinggi adalah

varietas Inpago 5 yaitu rata-rata 18 anakan sedangkan yang terendah adalah

varetas Inpago 4 yaitu rata-rata anakan 15.57 anakan.

Tabel 2. Hasil penghitungan jumlah anakan mulai 1 MST hingga 8 MST masing-masing varietas yaitu Inpago 4, 5 dan 6.

Pengamatan Minggu Ke Perlakuan (Varietas)

1 2 3 4 5 6 7 8

Inpago 4 2.43 ab 3.57 a 5.57 ab 8.00 ab 8.00 ab 10.86 ab 15.29 ab 15.57 a

Inpago 5 3.14 a 4.57 a 6.43 a 9.71 a 9.71 a 13.29 a 16.71 a 18.00 a

Inpago 6 2.00 a 3.43 a 4.71 b 6.29 b 6.29 b 8.29 b 11.14 b 16.00 a

Pertumbuhan Generatif

Pada parameter pertumbuhan generatif diamati tinggi tanaman terakhir dan

jumlah anakan yang produktif tiap-tiap varietas. Tabel 3 menunjukkan bahwa

tinggi tanaman dari ketiga varietas yaitu inpago 4, 5 dan 6 tidak menunjukkan

berbeda nyata dimana varietas inpago 4 mempunyai rata-rata tinggi-tinggi

tanaman 131.29 cm sedangkan yang paling rendah adalah varietas inpago 5

dengan rata-rata tinggi tanaman 131 cm. Sedangkan jumlah anakan produktif

berbeda nyata pada perlakuan inpago 5 dengan jumlah anakan terbanyak 17.14

batang/rumpun dibandingkan dengan perlakuan inpago 4 dan 6 (masing-masing

12.86 dan 10.57 batang/rumpun).

Tabel 3. Hasil pengukuran tinggi tanaman (cm) dan jumlah anakan produktif varietas inpago 4, 5 dan 6 di maksimum pertumbuhan.

Perlakuan Tinggi Tanaman (cm) Jumlah Anakan (batang/rumpun)

Inpago 4 131.29 a 12.86 b

Inpago 5 131.00 a 17.14 a

Inpago 6 137.14 a 10.57 b

Angka-angka dalam kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5 % uji DMRT.

Pada Tabel 4 menunjukkan bahwa keragaan pertumbuhan tanaman yang

dihasilkan mempunyai selisih dengan yang ada di deskripsi varietas antar

perlakuan. Selisih hasil penelitian dengan deskripsi tersebut ada yang lebih tinggi

Page 23: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

23

dan ada yang lebih rendah. Perlakuan inpago 4 keragaan tanaman untuk tinggi

tanaman dan jumlah anakan hasil penelitian lebih rendah dari deskripsi, inpago 5

tinggi tanaman lebih rendah tetapi untuk jumlah anakan hasil penelitian lebih tinggi

dari yang dideskripsi dan perlakuan inpago 6 tinggi tanaman yang lebih tinggi

sedangkan jumlah anakan lebih rendah dari yang di deskripsi.

Tabel 4. Keragaan pertumbuhan tanaman dan komponen hasil penelitian dibandingkan dengan deskripsi varietas antar perlakuan.

Keragaan Pertumbuhan

Tinggi Tanaman (cm) Jumlah anakan produktif Varietas Hasil Penelitian

(cm) Deskripsi

(cm) Selisih (cm)

Hasil Penelitian Deskripsi Selisih

Inpago 4 131.29 134 -2.71 12.86 11 1.86

Inpago 5 131.00 132 -1 17.14 14 3.14

Inpago 6 137.14 117 20.14 10.57 11 -0.43

Untuk tinggi tanaman dari ketiga varietas tersebut hanya varietas inpago 6

yang lebih tinggi dari yang di deskripsi padi yang dirilis Balai Besar Padi, sedangkan

jumlah anakan produktif diatas deskripsi padi semua. Berdasarkan deskripsi padi,

varietas inpago 4 tinggi tanaman + 134 cm dengan jumlah anakan + 11 batang,

inpago 5 + 132 cm jumlah anakan + 14 batang dan inpago 6 + 117 cm dan jumlah

anakan + 11 batang (Suprihatno, dkk., 2011). Rendahnya batang tanaman ini

diperkirakan dipengaruhi oleh kemampuan adaptasi varietas yang berbeda.

Untuk komponen hasil dari semua parameter yang diamati semua

menunjukkan perbedaan yang nyata kecuali pada berat 1000 butir. Setelah di uji

secara statistik, berat 1000 butir yang tertinggi adalah varietas inpago 5 yaitu 26.31

gr. Sedangkan varietas inpago 4 dan 6 sudah mendekati yang dideskripsi yaitu 23

gr dan 23.29 gr (92 % dan 93.16 %) dapat dilihat pada Tabel 5.

Page 24: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

24

Tabel 5. Data komponen hasil panjang malai (cm), gabah hampa (butir), gabah isi (butir), berat 1000 butir (gr), hasil/pot (gr) ketiga varietas inpago 4, 5 dan 6.

Perlakuan Panjang Malai (cm)

Gabah Hampa (Butir)

Gabah Isi (Butir)

Berat 1000 Butir (gr)

Hasil/Pot (gr)

Inpago 4 24.12 b 46.51 a 82.75 b 23.00a 21.38 b

Inpago 5 22.00 c 52.98 a 45.46 c 26.31a 12.45 c

Inpago 6 27.30 a 22.02 b 142.21 a 23.29a 31.53 a

Angka-angka dalam kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf 5 % uji DMRT.

Hasil per pot pada tiap perlakuan menunjukkan perbedaan yaitu inpago 6

memperoleh hasil tertinggi yaitu 31.53 gr/pot sedangkan inpago 4 dan 5 yaitu

21.38 gr/pot dan 12.45 gr/pot. Rendahnya hasil ini diduga karena pada perlakuan

inpago 4 dan 5 terjadi serangan hama semut dan burung yang menyebabkan

gabah banyak menjadi hampa, hal ini dapat dilihat dimana gabah hampa antar

perlakuan inpago 4 dan 5 berbeda nyata dengan inpago 6.

KESIMPULAN

Varietas inpago 4 dan 5 mampu meningkatkan jumlah anakan 1,86 dan 3,14

batang/rumpun, sedangkan varietas inpago 6 mampu meningkatkan tinggi

tanaman mencapai 20,14 cm. Pada komponen hasil yang mendekati deskripsi yaitu

perlakuan inpago 6 dilihat dari jumlah gabah bernas, berat 1000 butir dan hasil/pot

juga merupakan hasil tertinggi diantara ketiga perlakuan yaitu 31.53 gr/pot

dibandingkan perlakuan inpago 4 dan 5 yaitu 21,38 gr/pot dan 12,45 gr/pot.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis ucapkan terima kasih kepada Bapak Ir. Eddy Makruf yang telah

membantu dan memberikan fasilitas penelitian, serta memberikan kritik dan saran

yang bermanfaat bagi penulis selama dalam pelaksanaan penelitian di rumah kaca.

Page 25: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

25

DAFTAR PUSTAKA

BPS. 2011. Tabel Luas Panen, Produktivitas, Produksi Tanaman Padi Seluruh Propinsi (http://www.bps.go.id/tnmn_pgn.php?adodb_next_page=2&eng=0&pgn=1&prov=99&thn1=2010&thn2=2011&luas=1&produktivitas=1&produksi=1. Di unduh 7 juni 2012, 8:45).

BPS Propinsi Bengkulu. 2011. Berita Resmi Statistik Nomor 43/11/17/th.V, 1 November 2011. BPS. 2011.

Nurbaeti, B dan Agus, N., 2009. Petunjuk Teknis Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terpadu (PTT) Padi Gogo. BPTP Jawa Barat. Badan Litang Pertanian. Departemen Pertanian.

Suprihatno, B., Aan A. Daradjat, Satato, Erwin Lubis, Baehaki, SE., S. Dewi Indrasari, I Putu Wardana dan M.J. Mejaya. 2011. Deskripsi Varietas Padi. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Sukamandi. 118 hal.

Page 26: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

26

TINGKAT PENERAPAN TEKNOLOGI KOMPONEN PTT DI KECAMATAN CURUP SELATAN KABUPATEN REJANG LEBONG

Siti Rosmanah dan Sri Suryani M. Rambe

ABSTRAK

Melalui metode penyuluhan yang dilakukan selama ini pada sentra-sentra padi di Kabupaten Rejang Lebong, khususnya di Kecamatan Curup Selatan, produktivitas padi sawah baru mencapai 3-4 ton/ha. Untuk itu perlu dilakukan kajian untuk mengetahui tingkat penerapan komponen teknologi guna meningkatkan produktivitas padi. Pengkajian melalui survei dilakukan terhadap responden sebanyak 25 orang yang tersebar di 5 desa sentra penghasil padi di Kecamatan Curup Selatan dengan menggunakan alat bantu berupa kuesioner. Dari hasil survei diperoleh tingkat penerapan komponen teknologi padi untuk kecamatan Curup Selatan. Komponen PTT yang diterapkan petani di Kecamatan Curup Selatan Kabupaten Rejang Lebong terdiri pengolahan tanah (68%), penggunaan VUB (56%), penggunaan benih berlabel (60%), penanaman bibit muda (20%), jumlah bibit 1-3 batang/rumpun (36%), sistem tanam legowo belum sesuai anjuran (legowo 8:1 dan 10:1), penggunaan kompos (8%), pemupukan spesifik lokasi belum dilakukan, pengendalian OPT (60%) dan waktu panen yang tepat (80%). Untuk meningkatkan penerapan teknologi padi, diperlukan metode penyuluhan yang lebih disukai petani yaitu demonstrasi plot/area PTT padi sawah.

Kata kunci: PTT padi sawah, komponen teknologi, tingkat penerapan teknologi

PENDAHULUAN

Program peningkatan produksi beras atau yang disingkat P2BN merupakan

program yang bertujuan untuk meningkatkan produksi beras sebesar 5%.

Peningkatan ini bisa ditempuh dengan berbagai cara, salah satunya adalah melalui

intensifikasi. Intensifikasi ditempuh melalui penerapan PTT (penggelolaan tanaman

terpadu) dengan komponen penggunaan VUB, benih berlabel, dan umur bibit muda

(Anonimous, 2007). Program P2BN ini telah dimulai pada tahun 2007 dan berhasil

meningkatkan beras sebesar 4,76% atau setara 2,59 juta ton beras yang

sebelumnya hanya tumbuh kurang dari 1%.

Secara garis besar, komponen PTT dibadi menjadi dua yaitu komponen PTT

dasar dan komponen PTT pilihan. Komponen PTT dasar merupakan teknologi yang

sangat dianjurkan untuk diterapkan di semua lokasi sawah. Komponen dasar ini

terdiri dari beberapa komponen yaitu penggunaan varietas unggul baru (VUB),

penggunaan benih bermutu dan berlabel, pemberian bahan organik melalui

pengembalian jerami, pengaturan populasi tanaman secara optimum, pemupukan

berdasarkan kebutuhan tanaman dan status hara tanah dan pengendalian OPT.

Page 27: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

27

Sedangkan komponen PTT pilihan merupakan teknologi yang disesuaikan dengan

kondisi, kemauan dan kemampuan petani setempat. Penggunaan VUB, benih

bermutu, tanaman bibit muda (15-20 hari), jumlah bibit 1-3 bibit, pemupukan

berdasarkan bagan warna daun, dan pemupukan P dan K berdasarkan status hara

tanah (mengikuti rekomendasi pemupukan) dilaporkan dapat meningkatkan

produktivitas padi sawah hingga 15% (Kamandalu et al, 2011). Sedangkan

menurut Hastini et al, 2011 penerapan PTT padi sawah di Desa Wanasari

Kecamatan Wanayasa Kabupaten Purwakarta mampu meningkatkan produktivitas

sebesar 54,02% selama beberapa musim tanam. Selain itu penerapan PTT padi

sawah juga memberikan efisiensi penggunaan pupuk Urea sebanyak 10%, SP-36

dan KCl masing-masing 33,33% dan pestisida sebesar 75%.

Kajian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat penerapan komponen PTT

yang telah dilaksanakan oleh petani pada sentra tanaman padi di Kecamatan Curup

Selatan.

METODE PENGKAJIAN

Pengkajian dilakukan di Kecamatan Curup Selatan Kabupaten Rejang Lebong

pada bulan Agustus-November 2011. Pengkajian melalui survei terhadap responden

sebanyak 25 orang yang tersebar di 5 desa sentra penghasil padi di Kecamatan

Curup Selatan dengan menggunakan alat bantu berupa kuesioner. Pemilihan lokasi

dilakukan secara purposive dengan pemilihan petani yang dilakukan secara acak.

Desa-desa lokasi survei adalah Air Putih Baru, Rimbo Recap, Lubuk Ubar,

Sukamarga, dan Watas Marga. Data yang dikumpulkan meliputi profil Kecamatan

Curup Selatan dan teknologi PTT yang diterapkan oleh petani. Selanjutnya data

tersebut ditabulasi dan dianalisis secara deskriptif.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kecamatan Curup Selatan merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten

Rejang Lebong yang memiliki potensi lahan untuk tanaman pangan seluas 2.954 ha

dan tanaman palawija 1.968 ha. Luas lahan sawah di Kecamatan Curup Selatan

Page 28: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

28

seluas 835,5 ha. Topografi bervariasi dari dataran, bergelombang dan berbukit

dengan kemiringan antara 1-60%. Kecamatan Curup Selatan berada pada

ketinggian 550-900 m dpl. Jenis tanah rata-rata andosol dan latosol dengan pH 5,5-

7. Jumlah bulan basah rata-rata 5-9 bulan/tahun dengan jumlah bulan kering 3-5

bulan/tahun. curah hujan rata-rata 2.140 mm/tahun dengan suhu berkisar antara

24-320C, kelembaban 40-80% dan intensitas penyinaran 5-8 jam/hari (BPP Lubuk

Ubar, 2011).

1. Tingkat Penerapan Komponen PTT Dasar

a). Penggunaan VUB

Komponen PTT dasar adalah teknologi yang dianjurkan untuk diterapkan di

semua lokasi padi sawah. Penggunaan varietas unggul baru (VUB) merupakan

salah satu komponen PTT dasar. Penggunaan VUB merupakan salah satu

pemecahan masalah produksi padi di Provinsi Bengkulu. Untuk itu Badan Litbang

Pertanian berusaha menghasilkan VUB berbasis agroekosistem dan spesifik lokasi,

seperti varietas toleran terhadap kekeringan, naungan, suhu rendah, tahan wereng

coklat, blas, tungro dan hama penyakit utama lainnya (Kustiyanto, 2001).

Berdasarkan hasil survei, penggunaan benih VUB sudah banyak dilakukan

oleh petani di Kecamatan Curup Selatan. Benih yang banyak digunakan adalah

varietas Cigeulis yang digunakan oleh sebanyak 56%, 24% menggunakan benih

varietas IR-64, 8% menggunakan benih varietas Ciherang dan sisanya sebanyak

16% menggunakan varietas lain. Varietas lain yang juga ditanam oleh petani

adalah varietas padi lokal. Data penggunaan VUB dan benih berlabel di Kecamatan

Curup Selatan dapat dilihat pada Tabel 1.

Jenis VUB yang baru dilepas seperti varietas Inpari belum banyak digunakan

oleh petani pada sentra tanaman padi di Kecamatan Curup Selatan. ketersediaan

benih yang belum ada di kios-kios tani sehingga petani kesulitan untuk

mendapatkan benih tersebut. Selain itu kesukaan petani terhadap jenis padi IR-64

juga menjadi salah satu alasan penggunaan VUB belum banyak digunakan oleh

petani.

Page 29: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

29

Terbatasnya ketersediaan benih sumber, kurangnya produsen atau

penangkar benih lokal, tingginya resiko dan minimalnya keuntungan usaha

perbenihan serta kecenderungan petani untuk menggunakan benih yang dihasilkan

sendiri merupakan salah satu kendala pada usahatani padi sawah (Wahyuni, 2005).

b). Penggunaan Benih berlabel

Secara umum, penggunaan benih berlabel merupakan benih yang telah

mendapat sertifikasi dari instansi yang bersangkutan. Benih berlabel biasanya

mempunyai tingkat kemurnian dan daya tumbuh yang tinggi. Penggunaan benih

berlabel telah banyak digunakan oleh petani di Kecamatan Curup Selatan.

Sebanyak 60% telah menggunakan benih berlabel, sedangkan sisanya sebanyak

40% menggunakan benih tanpa label. Data penggunaan VUB dan benih berlabel di

Kecamatan Curup Selatan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Penggunaan VUB dan benih berlabel di Kecamatan Curup Selatan.

Penggunaan VUB Benih berlabel

Varietas Persentase (%) Penggunaan label Persentase (%)

Cigeulis 56 Label 60

IR-64 24 Tanpa label 40

Ciherang 8

Varietas Lain 12

Berdasarkan asalnya, asal benih berlabel yang digunakan oleh petani rata-

rata berasal dari kios tani. Sebanyak 44% telah memperoleh benih berlabel melalui

pembelian di kios tani dan sebanyak 16% memperoleh benih dari balai benih induk

atau BBI. Selain itu sisanya masih menggunakan benih turunan yang dihasilkan

oleh petani. Sebanyak 36% petani menggunakan benih yang berasal dari sesama

petani dan 4% petani memperoleh benih yang berasal dari lainnya. Penggunaan

benih yang dihasilkan dari hasil panen sendiri merupakan penggunaan benih yang

selama ini masih banyak digunakan oleh petani di Kecamatan Curup Selatan. Benih

yang diturunkan biasanya berasal dari benih terdahulu dengan produktivitas tinggi.

Page 30: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

30

Kendala yang dihadapi oleh petani untuk menggunakan benih berlabel adalah

harga benih berlabel yang lebih mahal jika dibandingkan dengan benih yang

diperoleh dari panen sendiri.

Terbatasnya ketersediaan benih sumber, kurang produsen atau penangkar

benih lokal, tingginya resiko dan minimalnya keuntungan usaha perbenihan serta

kecenderungan petani untuk menggunakan benih yang dihasilkan sendiri

merupakan salah satu kendala pada usahatani padi sawah. Selain kendala yang

dihadapi oleh petani di dalam melakukan usahatani padi sawah, permasalahan

yang dihadapi oleh produsen benih adalah menjaga kesinambungan produksi benih

(Anonymous, 2009). Menurut Wahyuni (2005), rendahnya efisiensi industri

produksi perbenihan disebabkan oleh rendahnya produksi benih, tingginya

persentase ketidak lulusan benih dalam uji di laboratorium yang disebabkan oleh

pengendalian mutu yang tidak efektif, dan pembatalan oleh penangkar karena

harga jual benih yang tidak menarik. Sedangkan di tingkat petani, rendahnya minat

petani untuk menggunakan benih bersertifikat karena benih yang dihasilkan dari

panen sendiri telah tersedia. Sehingga petani lebih memilih menggunakan benih

yang dihasilkan sendiri daripada menggunakan benih yang bersertifikat.

c). Pemberian bahan organik melalui pengembalian jerami

Pemberian bahan organik melalui pengembalian jerami merupakan kegiatan

yang bertujuan untuk memelihara kesuburan tanah. Selain berperan untuk

memperbaiki kesuburan kimia, pemberian bahan organik juga bertujuan untuk

meningkatkan kesuburan fisik dan biologi tanah. Pengembalian jerami belum

banyak dilakukan oleh petani di Kecamatan Curup Selatan. Hal ini karena masih

banyak petani yang membakar jerami dan membuang jerami.

Berdasarkan hasil survei yang telah dilakukan, sebanyak 60% petani

membakar jerami, 16% petani membuang jerami keluar lahan, 16%

memberikannya untuk ternak dan 8% menggunakan jerami sebagai kompos. Data

pengolahan jerami yang dilakukan petani di Kecamatan Curup Selatan dapat dilihat

pada Tabel 2.

Page 31: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

31

Tabel 3. Pengolahan jerami yang dilakukan oleh petani di Kecamatan Curup Selatan.

Pengolahan jerami Frekuensi Persentase (%)

Dikomposkan 2 8

Dibuang 4 16

Dibakar 15 60

Untuk pakan ternak 4 16

Jumlah 25 100

Walaupun pengembalian jerami ke lahan belum banyak dilakukan oleh petani

di Kecamatan Curup Selatan, penggunaan bahan organik telah banyak dilakukan.

Bahan organik yang digunakan adalah bahan organik yang berasal dari kotoran

sapi, kambing maupun ayam. Selain itu penggunaan pupuk organik yang berasal

dari pabrik juga telah banyak digunakan. Penggunaan bahan organik oleh petani di

Kecamatan Curup Selatan berkisar antara kurang dari 1 -2 ton/ha. Dosis rata-rata

penggunaan pupuk organik yang digunakan oleh petani di Kecamatan Curup

Selatan adalah < 1 ton/ha sebanyak 76%, 8% menggunakan dosis yang berkisar

antara 1-2 ton/ha, sedangkan sisanya sebanyak 16% tanpa menggunakan pupuk

organik.

Berdasarkan hasil penelitian Mukhlis (2010), pemberian pupuk bio kompos

yang berasal dari gulma insitu sebanyak 2 t/ha, pupuk anorganik (110 kg/m2, 55

kg/m P2O5, 55 kg/m K2O dan 500 kg/m kapur) mampu meningkatkan

produktivitas lahan rawa lebak. Sehingga pengembalian jerami ke lahan akan

meningkatkan dan memperbaiki tingkat kesuburan tanah. Menurut Abbas (1992),

pupuk organik dapat meningkatkan ketersediaan fosfor di dalam. Dengan

meningkatnya ketersediaan fosfor di dalam tanah maka akan memperbaiki

pertumbuhan akar sehingga akar akan lebih banyak lagi menyerap unsur hara.

Faktor yang menyebabkan pengembalian jerami masih belum banyak

dilakukan oleh petani di Kecamatan Curup Selatan adalah karena terlalu rumit

untuk mengolah jerami menjadi kompos. Sehingga untuk memudahkan pengolahan

lahan maka jerami langsung dibakar setelah panen selesai. Selain itu pemberian

Page 32: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

32

pakan sapi dengan menggunakan jerami juga menjadi salah satu banyaknya jerami

terangkut keluar dari lahan. Akibatnya produktivitas padi terus menerus menurun.

d). Pengaturan populasi tanaman (sistem legowo)

Pengaturan populasi tanaman atau yang lebih dikenal dengan sistem legowo

belum banyak dilakukan oleh petani di Kecamatan Curup Selatan. Sebanyak 28%

telah melakukan penanaman secara legowo, sebanyak 20% menggunakan sistem

tanam tegel dan sisanya sebanyak 32% menggunakan jarak tanam tanpa aturan.

Sistem tanam yang digunakan oleh petani di Kecamatan Curup Selatan dapat

dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Sistem tanam yang digunakan oleh petani di Kecamatan Curup Selatan.

Sistem tanam Frekuensi Persentase (%)

Tegel 5 20

Legowo petani 12 48

Tanpa aturan 8 32

Jumlah 100

Walaupun jumlah petani yang menggunakan sistem tanam legowo banyak,

akan tetapi legowo yang digunakan belum sesuai dengan anjuran. Legowo yang

digunakan masih merupakan legowo cara petani yaitu legowo 8:1 atau 10:1.

Penggunaan legowo 2:1 ataupun 4:1 belum banyak dilakukan oleh petani dengan

alasan rumit sehingga membutuhkan biaya tambahan. Selain itu, sistem tanam

tegel juga masih dilakukan oleh petani yaitu sebanyak 20% sedangkan sisanya

sebanyak 28% masih menggunakan sistem tanam tanpa aturan.

Jarak tanam yang digunakan oleh petani juga berbeda-beda, jarak tanam

yang banyak digunakan oleh petani adalah tanpa aturan. Sebanyak 52%

menggunakan jarak tanam tanpa aturan sedangkan sisanya sebanyak 16%

menggunakan jarak tanam 20 x 20 cm, 8% menggunakan jarak tanam 22,5 x 22,5

cm dan sisanya sebanyak 24% menggunakan jarak tanam 20 x 25 cm.

Page 33: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

33

e). Pemupukan berdasarkan kebutuhan tanaman dan status hara tanah

Pemupukan berdasarkan kebutuhan tanaman dan status hara tanah belum

dilakukan oleh petani secara maksimal. Jenis pupuk yang digunakan terdiri dari

Urea, SP-36, NPK dan KCL. Dosis pemupukan yang digunakan belum sesuai dengan

anjuran. Rata-rata dosis pupuk Urea yang digunakan berkisar antara 50-100 kg/ha

yang digunakan oleh petani sebanyak 40%. Sedangkan sisanya sebanyak 28%

menggunakan dosis yang berkisar antara 101-150 kg/ha, 24% menggunakan dosis

yang berkisar antara 151-200 kg/ha dan 8% menggunakan dosis 251-300 kg/ha.

Dosis pupuk kimia yang digunakan oleh petani di Kecamatan Curup Selatan sapat

dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Dosis pupuk kimia yang digunakan oleh petani di Kecamatan Curup Selatan.

Persentase masing-masing pupuk Dosis (kg/ha) Urea SP-36 KCl NPK

50-100 40 32 44 24

101-150 28 0 0 0

151-200 24 0 0 0

201-250 8 0 16 0

251-300 0 0 0 0

Tidak menggunakan 0 68 40 76

Penggunaan pupuk SP-36 juga masih belum banyak digunakan oleh petani.

Hanya 32% yang menggunakan sedangkan sisanya sebanyak 68% belum

menggunakan pupuk SP-36. Dosis penggunaan pupuk SP-36 yang digunakan oleh

petani di Kecamatan Curup Selatan berkisar antara 50-250 kg/ha.

Pemupukan dengan menggunakan KCl juga masih belum banyak dilakukan

oleh petani. Pemupukan dengan menggunakan pupuk KCl hanya dilakukan oleh

petani sebanyak 24%. Dengan dosis yang berkisar antara 25-75 kg/ha. Sedangkan

pupuk lain yang juga digunakan adalah pupuk NPK. Sebanyak 64% telah

menggunakan pupuk NPK. Dosis pupuk NPK yang digunakan berkisar antara 50-

250 kg/ha.

Page 34: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

34

Rekomendasi pemupukan spesifik lokasi yang ada baru pada tingkat

kecamatan sehingga merupakan salah satu penyebab bervariasinya dosis

pemupukan yang dilakukan oleh petani di Kecamatan Curup Selatan. PUTS sudah

disosialisasikan tetapi tidak tersedia alatnya sehingga petani belum dapat

melakukan pemupukan berdasarkan kebutuhan tanaman dan status hara tanah.

Kelangkaan pupuk di pasaran juga menjadi kendala yang dihadapi oleh seluruh

petani tidak hanya di Kecamatan Curup Selatan, akan tetapi wilayah-wilayah sentra

tanaman padi lainnya. Selain itu harga pupuk yang mahal juga menjadi kendala

pemupukan belum bisa dilaksanakan spesifik lokasi. Rekomendasi pupuk spesifik

lokasi diperlukan untuk mendukung peningkatan produksi dan produktivitas padi

terutama di wilayah Kecamatan Curup Selatan.

f). Pengendalian OPT dengan pendekatan PHT

Sebanyak 60% telah melakukan pengendalian OPT setelah munculnya

gejala serangan, sedangkan sisanya sebanyak 40% melakukan pengendalian

hama/penyakit sebelum ditemukan adanya serangan. Pengendalian OPT dengan

pendekatan PHT disarankan untuk dilakukan pada pertanaman.

2. Tingkat Penerapan Komponen PTT Pilihan

Komponen PTT pilihan terdiri dari pengolahan tanah sesuai musim dan pola

tanam, penggunaan bibit muda (< 21 hari), tanam bibit 1-3 batang/rumpun,

pengairan secara efektif dan efisien, penyiangan dengan landak atau gasrok dan

panen tepat waktu dan gabah segera dirontokkan. Komponen ini merupakan

komponen pilihan yang disesuaikan dengan waktu dan kondisi lingkungan.

Sehingga penerapan komponen pilihan akan berbeda-beda untuk masing-masing

lokasi.

Pengolahan tanah yang dilakukan oleh petani Kecamatan Curup Selatan

merupakan pengolahan tanah sempurna yang terdiri dari tiga tahapan yaitu bajak,

garu dan perataan. Sebanyak 68% telah melakukan pengolahan tanah secara

sempurna. Sisanya sebanyak 28% melakukan pengolahan hanya dua tahapan yaitu

bajak dan garu saja, sedangkan sebanyak 4% hanya melakukan pembajakan saja.

Pengolahan tanah sudah cukup baik dilakukan oleh petani di Kecamatan Curup

Page 35: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

35

Selatan. Hand traktor sebagai salah satu alat yang digunakan untuk pengolahan

lahan telah cukup tersedia. Sehingga petani tidak kesulitan di dalam melakukan

pengolahan lahan.

Penggunaan bibit muda belum banyak dilakukan oleh petani di Kecamatan

Curup Selatan. Umur bibit yang ditanam rata-rata telah berumur antara 21-30 hari.

Penanaman pada saat bibit berumur < 21 hari baru dilakukan oleh 20%.

Sedangkan sisanya sebanyak 48% menanam bibit pada umur 21-30 hari, 24%

menanam bibit pada umur 30-40 hari dan sisanya sebanyak 4% menanam bibit

pada umur > 40 hari.

Penanaman bibit 1-3 batang/rumpun baru dilaksanakan oleh 9 orang atau

36%, sedangkan sisanya sebanyak 36% menggunakan jumlah bibit 3-5

batang/rumpun, dan sisanya sebanyak 28% melakukan penanaman dengan jumlah

bibit 5-6 batang/rumpun. Rendahnya penanaman bibit 1-3 batang/rumpun karena

petani khawatir pertumbuhan tanaman menjadi terhambat. Sehingga jumlah bibit

yang digunakan > 3 batang/rumpun.

Penyiangan yang dilakukan oleh petani rata-rata sebanyak 2 kali. Penyiangan

2 kali dilakukan oleh 72%, sedangkan sisanya sebanyak 16% melakukan

penyiangan sebanyak 1 kali, dan sisanya sebanyak 20% melakukan penyiangan

sebanyak 3 kali. Cara penyiangan yang dilakukan oleh petani secara rata-rata

adalah dengan mencabut yang dilakukan oleh 80%, sedangkan sisanya sebanyak

12% melakukan penyiangan dengan menggunakan landak/gasrok, 4% masing-

masing melakukan penyiangan dengan menggunakan herbisida dan tanpa

penyiangan.

Panen secara rata-rata dilakukan pada saat ≥ 80% bulir telah menguning.

Panen dengan menggunakan kriteria ≥ 80% bulir telah menguning dilakukan oleh

80%, sedangkan sisanya sebanyak 16% melakukan panen dengan kriteria ≤ 80%

bulir telah menguning, sedangkan sisanya sebanyak 4% melakukan panen dengan

kriteria daun telah mengering. Cara panen yang dilakukan oleh petani di

Kecamatan Curup Selatan adalah dengan cara dibug. Produksi rata-rata padi di

Kecamatan Curup Selatan berkisar antara 3-4 ton/ha. Pola tanam rata-rata yang

dilakukan oleh petani di Curup Selatan adalah padi-padi atau padi-padi-sayuran.

Page 36: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

36

KESIMPULAN

1. Komponen PTT yang diterapkan petani di Kecamatan Curup Selatan Kabupaten

Rejang Lebong terdiri pengolahan tanah (68%), penggunaan VUB (56%),

penggunaan benih berlabel (60%), penanaman bibit muda (20%), jumlah bibit

1-3 batang/rumpun (36%), sistem tanam legowo belum sesuai anjuran (legowo

8:1 dan 10:1), penggunaan kompos (8%), pemupukan spesifik lokasi belum

dilakukan, pengendalian OPT (60%) dan waktu panen yang tepat (80%).

2. Untuk meningkatkan produktivitas padi diperlukan metode penyuluhan yang

berbentuk demonstrasi plot atau demonstrasi area melalui pendekatan PTT padi

sawah agar petani bisa langsung mengamati, memahami dan mau menerapkan

teknologi padi yang dianjurkan.

DAFTAR PUSTAKA

Abbas, K. 1992. Pengaruh pemberian bahan organik mikoriza vesikular ambuskular dan pupuk posfat terhadap serapan fosfor oleh tanaman jagung. Tesis. Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Anonymous. 2007. Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) padi sawah irigasi (petunjuk teknis lapang). Badan Litbang Pertanian Jakarta.

BPP Lubuk Ubar. 2011. Programa penyuluhan pertanian BPP Lubuk Ubar Kecamatan Curup Selatan Kabupaten Rejang Lebong.

Kamandalu, A.A.N.B, Ni Putu Sutami, Sagung Aryawati, dan Sri Wahyuni. 2011. Peran varietas unggul baru (VUB) Inpari menunjang industri perbenihan padi sawah di Kuat Subak Guama. Prosiding Seminar Ilmiah Hasil Penelitian Padi Nasional 2010. Prosiding Seminar Ilmiah Hasil Penelitian Padi 2010. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Hal. 275-280.

Kustiyanto, B. 2001. Kriteria seleksi untuk Sifat Toleran Cekaman Lingkungan Biotik dan Abiotik. Makalah Penelitian dan Koordinasi Program pemuliaan Partisipatif (Shuttle Breeding) dan Uji Multilokasi. Sukamandi, 9-14 April 2001.

Mukhlis. 2010. Pengaruh pupuk organik dan anorganik terhadap pertumbuhan dan hasil padi di lahan rawa lebak. Prosiding Seminar Ilmiah Hasil Penelitian Padi 2010. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Hal. 693-700.

Wahyuni, S. 2005. Teknologi produksi benih bermutu. Makalah disampaikan pada Lokakarya Pengembangan Jaringan Alih Teknologi Produksi dan Distribusi Benih Sumber. Balitpa Sukamandi, 21-22 November 2005.

Page 37: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

37

PERSEPSI DAN MINAT ADOPSI PETANI TERHADAP PADI VARIETAS UNGGUL BARU INPARIMELALUI KEGIATAN GELAR

TEKNOLOGI PERTANIAN Siswani Dwi Daliani dan Taufik Hidayat

ABSTRAK

Diseminasi merupakan bagian integral dari penelitian/pengkajian berbentuk kegiatan penyebarluasan teknologi pertanian. Salah satu sistem diseminasi atau penyebaran informasi teknologi adalah gelar teknologi. Melaluikegiatan gelar teknologi diharapkan dapat diketahui tingkat adopsi petani terhadap Varietas Unggul Baru Inpari.Gelar teknologi padi varietas unggul baru (INPARI) dengan sistem tanam legowo 4-1 menggunakan caplak roda, di Desa Rimbo Kedui Kecamatan Seluma Selatan Kabupaten Seluma. Prosedur pelaksanaan kegiatan Gelar Teknologi dimulai dengan identifikasi lokasi petani, koordinasi dengan instansi terkait, inventarisasi lokasi dan kelompok sasaran, teknologi yang diaplikasikan, pembinaan kelompok, pelaksanaan gelar teknologi (penyampaian materi, demonstrasi dan kunjungan kelokasi demplot serta diskusi) dan umpan balik dengan pengisian kuisioner. Data yang dikumpulkan berupa hasil kuisioner minat dan adopsi petani terhadap VUB inpari. Setelah dilakukannya kegiatan gelar ini masyarakat sangat ingin mencoba. Hal ini diketahui dari hasil kuisioner yang menyatakan ingin menerapkan didalam kegiatan sehari-hari. Gelar teknologi padi Varietas Unggul baru (inpari) dengan demplot seluas 2,3 ha dilaksanakan oleh empat petani kooperator menanam VUB Inpari 13 dan Inpari 10. Dari hasil kuisioner yang diambil saat kegiatan, persepsi petani terhadap teknologi PTT secara keseluruhan berpendapat sangat setuju dengan pernyataan-pernyataan yang diajukan mencapai 46,02%, disusul dengan 31,41% setuju, 9,38% ragu-ragu, 10,38% tidak setuju dan kurang dari 3% berpendapat sangat tidak setuju dengan teknologi PTT tersebut. Sementara itu, minat adopsi petani terhadap teknologi PTT yang diterapkan dalam kegiatan gelar teknologi ini menyatakan selalu menggunakan mencapai 51,58%, 29,90% menyatakan sering menggunakan, 11,93% kadang-kadang, 2,54% jarang dan 4,05% menyatakan tidak pernah.

Kata Kunci: VUB Inpari, persepsi petani, tingkat adopsi, gelar teknologi

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Diseminasi merupakan bagian integral dari penelitian/pengkajian berbentuk

kegiatan penyebarluasan teknologi pertanian. Penyaluran hasil penelitian melalui

kegiatan penyuluhan bukan hal yang baru tetapi semakin maju tingkat

pengetahuan petani maka makin tinggi pula tuntutan permintaan teknologi untuk

meningkatkan terhadap produksi usahataninya. Oleh karena itu diperlukan usaha

penyampaian teknologi secara informatif, aplikatif dan efektif dari hasil kegiatan

penelitian kepada petani untuk diterapkan pada usahataninya (Anonim, 1999).

Page 38: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

38

Paransih Isbagio (1998), menyatakan bahwa penyebaran informasi hasil

penelitian melalui publikasi sangat diperlukan karena publikasi mampu menjangkau

sasaran lebih luas. Bentuk publikasi dan penyampaian informasi melalui audio

visual, radio, TV dan lain-lain mempunyai beberapa keunggulan antara lain dapat

menyampaikan pesan secara lisan yang berguna bagi pendengar yang minat

bacanya rendah, dan dapat didengar sambil bekerja serta biaya relatif rendah.

Untuk materi yang sifatnya teknis, metode yang ideal dan memungkinkan adalah

melalui praktek langsung di tingkat petani sehingga petani dapat berpikir secara

realistis untuk menerapkan suatu teknologi dalam bentuk Gelar Teknologi. Untuk

itu BPTP memerlukan suatu system diseminasi atau penyebaran informasi dan alih

teknologi yang efektif dan efisien agar khalayak pengguna dapat memperoleh

informasi maupun teknologi yang dibutuhkan dengan mudah dan relative cepat

(Fauziah, 2002). Salah satu system diseminasi atau penyebaran informasi teknologi

yang sudah dihasilkan untuk mempercepat alih teknologi kepada petani dan

pengguna adalah dengan menggunakan media peragaan teknologi berupa Gelar

Teknologi.

Gelar teknologi adalah kegiatan untuk menunjukkan paket teknologi yang

diyakini sudah lebih baik dibanding dengan teknologi petani. Gelar Teknologi Padi

ini untuk mengenalkan Varietas Unggul Baru (INPARI) dan teknologi budidaya

secara PTT di Desa Rimbo Kedui , Kecamatan Seluma Selatan Kabupaten Seluma.

Penerapan hasil penelitian dalam bentuk gelar teknologi diharapkan dapat

mendorong proses adopsi teknologi terhadap kelompok tani melalui petani

kooperator. Kegiatan ini melibatkan petani secara intensif, penyuluh pertanian,

peternakan, petugas inseminator, kepala PosKesWan dan para kelompok wanita

tani baik yang berada didesa lokasi pelaksanaan Gelar maupun yang berada didesa

lainnya.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui umpan balik tentang persepsi dan

minat adopsi teknologi dari pengguna dilapangan melalui quisioner respon petani,

bedasarkan hasil kuisioner.

Page 39: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

39

METODOLOGI

Data persepsi dan minat adopsi petani terhadap VUB Inpari didapat dari

kegiatan gelar teknologi pertanian budidaya padi sawah dilaksanakan pada hari

Selasa tanggal 01 November 2011 di kelompok tani harapan maju Kelurahan Rimbo

Kedui, kecamatan Seluma Selatan Kabupaten Seluma, yang merupakan salah satu

desa sasaran kegiatan MP3-MI dan juga salah satu desa kegiatanGelar Teknologi

pada tahun anggaran 2011.

Metode yang digunakan adalah dengan melakukan komunikasi tatap muka,

diskusi, dan penjaringan umpan balik melalui qusioner.Pengisian kuesioner

dilakukan oleh peserta pada saat selesai pemaparan materi dan peninjauan lokasi

tanaman padi.

Peserta Gelar Teknologi terdiri dari para petani, penyuluh pertanian, petugas

lapangan, mentri tani, serta para masyarakat sekitar lokasi.Jumlah peserta secara

keseluruhan 60 orang. Adapun tahapan pelaksanaan kegiatan dimulai dengan

identifikasi lokasi dan petani, koordinasi dengan Dinas Pertanian dan Peternakan

Kabupaten Seluma tentang pelaksanaan Gelar Teknologi Padi Varietas Unggul Baru

(INPARI), inventarisasi lokasi dan kelompok sasaran yang akan menjadi lokasi

gelar, konsultasi dengan ketua kelompok rencana lokasi kegiatan gelar teknologi

padi sawah varietas unggul baru (inpari) kelompok taninya. Adapun teknologi yang

diaplikasikan dalam kegiatan gelar teknologi ini adalah sebagai berikut: 1)

Teknologi budidaya padi sawah varietas unggul baru (inpari) dengan PTT 2)

Memperkenalkan VUB Inpari 10 dan 13, 3) Teknologi penggunaan caplak roda

dalam budidaya tanaman padi dengan sistem tanam legowo 4 : 1 dll.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kegiatan Gelar Teknologi Padi Varietas Unggul Baru (Inpari) dengan sistem

tanam Legowo 4 : 1 yang dilaksanakan di Kelurahan Rimbo Kedui Kecamatan

Seluma Selatan Kabupaten Seluma diikuti oleh 4 petani kooperator kegiatan gelar

teknologi dan 10 kelompok tani dari kelurahan rimbo kedui dan sekitarnya.

Page 40: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

40

Balit Padi dari waktu ke waktu terus meningkatkan desiminasi dan teknologi

kepada masyarakat tani salah satunya menciptakan Varietas Unggul Bari (VUB)

yang target produksi tinggi yang secara langsung berdampak kepada peningkatan

pendapatan dalam waktu relatif singkat. Untuk nama-nama varietas padi berubah

mulai tahun 2008, yang sebelumnya nama-nama varietas yang dilepas berdasarkan

nama sungai. Tetapi mulai tahun 2008 nama-nama varietas diubah menjadi: a)

Inpari yaitu Inhibrida Padi Sawah Irigasi b) Inpara yaitu Inhibrida Padi Rawa c)

Inpago yaitu Inhibrida Padi Gogo.

Sampai saat pelaksanaan gelar teknologi ini, varietas Inpari yang sudah

dilepas Inpari 1 sampai dengan Inpari 13. Sedangkan yang sudah di introduksikan

oleh BPTP Bengkulu baru 7 varietas Inpari yaitu Inpari 1,2,3, 4, 6, 10 dan 13.VUB

yang dibudidayakan berdasarkan sefesifik lokasi sehingga petani tidak dipaksakan

untuk menanam VUB yang di introduksikan BPTP Bengkulu, mereka dapat memilih

VUB mana yang sesuai dengan lokasi mereka. Data sementara Kabupaten Bengkulu

Utara spesifik Inpari 13, Bengkulu Selatan spesifik dengan Inpari 13, Kabupaten

Rejang Lebong spesifik Inpari 13 dan Kabupaten Seluma Inpari 10. Komponen

teknologi selama ini yang diintroduksikan adalah komponen teknologi SL-PTT Padi

Sawah. Komponen teknologi SL-PTT ini ada 12 macam, dan secara bertahap telah

dilakukan dan masih dilakukan.

Produktivitas padi sawah Propinsi Bengkulu saat ini 4,06 ton GKG/ha jauh

dibawah produktivitas secara nasional yaitu 5,06 ton GKG/ha. Untuk Kabupaten

Seluma masih dibawah produktivitas rata-rata propinsi Bengkulu yaitu 4,03 ton

GKG/ha. Untuk meningkatkan produktivitas hingga 8 ton GKG/ha dapat dicapai

dengan alternative semua komponen teknologi pilihan dilakukan. Teknologi-

teknologi yang telah di adopsi dari BPTP Bengkulu adalah sebagai berikut:

a) Penggunaan benih VUB dan berertifikat.

b) Luas persemaian yang kecil menjadi luas/normal.

c) Penggunaan bibit umur mudah.

d) Penanaman dengan bibit 1–3 batang.

e) Sistem tanam yang biasa menjadi sistem tanam legowo.

f) Pemupukan yang semula 1 x menjadi 3 kali dengan dosis yang sama.

Page 41: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

41

Teknologi-teknologi itu antara lain:

1. Efisiensi dari penggunaan benih dan bibit yang digunakan dibudidaya padi

sawah.

• Benih yang selama ini 90 kg/ha dapat berubah menjadi 15 - 25 kg/ha

• Dengan syarat benih yang digunakan benih bersertifikat adanya jaminan

mutu dan daya tumbuh tinggi.

• Luas persemaian 17 m x 17 m (10 kg) untuk luas lahan 4.000 m2 atau 1/20

dari luas lahan yang akan ditanam.

• Lahan persemaian diberi perlakuan khusus yaitu ditabur dengan karbofuran

agar terhindar dari hama seperti ulat, burung, orong-orong, dll. Dengan

diberikan karbofuran persemaian hingga 10 hari masih aman.

• Umur bibit saat tanam tidak lebih dari 20 Hari Setelah Semai (HSS).

• Jumlah bibit per lubang 1-2 batang.

2. Sistem Tanam Legowo dengan Caplak Roda

Sistem tanam legowo 4 :1 sangat menguntungkan untuk produksi karena:

• Jumlah dari populasi tanaman untuk legowo 4 : 1 = 300.000 rumpun/ha

sedangkan sistem jajar biasa 250.000 rumpun/ha.

• Pertambahan populasi ini pada tanaman pinggir kita tahu selama ini bahwa

tanaman pinggir merupakan tanaman terbaik karena dalam pengambilan

unsur hara lebih banyak.

• Mudah dalam pemeliharaan (penyiangan, penyemprotan, pemupukan) mudah

dilakukan.

• Serangan hama tikus kurang karena dengan adanya legowo sawah menjadi

terang.

3. Pemupukan

Agar tanaman tumbuh normal pemupukan dasar dilakukan lebih awal dan dosis

sesuai anjuran. Sedangkan waktu pemberian dilakukan 3 kali yaitu:

• I = di bawah 2 Minggu Setelah Tanam (MST)

• II = 21 – 25 HST

• III = 35 -40 HST

Page 42: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

42

4. Penyiangan

Penyiangan dilakukan 2 kali yaitu sebelum pemupukan (umur 20 dan 40 hst).

Pengendalian Hama dan Penyakit dilakukan dengan penyemprotan insektisida

Dharmafur 3G, untuk pengendalian penyakit (cendawan) yang biasanya

menyerang pada musim hujan dikendlikan dengan penyemprotan fungisida

seperti Dhitane M.45, pengendalian keong emas diberi daun papaya atau keladi

pada caren agar keong emas berkumpul dan mudah pengambilannya, atau

memasang saringan di pintu masuk air untuk mencegah keong emas masuk ke

sawah.

5. Penggunaan air

Untuk penggunaan air selama belum menerapkan sistem intermiten masih

seperti biasa, karena jika sawah dalam keadaan kering maka rumput cepat

tumbuh.

6. Panen

Kreteria panen selama ini:

• Tidak terlalu masak karena akan mengakibatkan kehilangan hasil gabah

mudah rontok.

• Jika kita melakukan pemupukan 3 kali maka sangat berpengaruh saat panen,

karena daun padi tidak mengalami kuning tetapi gabah sudah masak akibat

sumber makanan selalu tersedia.

Produktivitas padi sawah Propinsi Bengkulu saat ini 4,06 ton GKG/ha jauh

dibawah produktivitas secara nasional yaitu 5,06 ton GKG/ha. Untuk Kabupaten

Seluma masih dibawah produktivitas rata-rata Propinsi Bengkulu yaitu 4,03 ton

GKG/ha. Untuk meningkatkan produktivitas hingga 8 ton GKG/ha dapat dicapai

dengan alternative semua komponen teknologi pilihan dilakukan.

Dari hasil quisioner yang dibagi pada saat kegiatan gelar teknologi pertanian

varietas unggul baru inpari, persepsi petani terhadap teknologi PTT secara

keseluruhan berpendapat sangat setuju dengan pernyataan-pernyataan dalam

penggunaan teknologi PTT padi sawah. Persepsi petani terhadap komponen PTT

Padi dengan VUB Inpari dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Page 43: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

43

Persepsi Petani tehadap Komponen PTT

Jumlah Responden

Persentase (%)

Sangat Setuju Setuju Ragu-ragu Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju

35 46,02 31,41 9,38 10,38 2,81

Dari tabel di atas dapat kita lihat bahwa persepsi petani terhadap komponen

PTT Padi yang menyatakan sangat setuju mencapai 46,02%, disusul dengan

31,41% setuju, 9,38% ragu-ragu, 10,38% tidak setuju dan kurang dari 3%

berpendapat sangat tidak setuju dengan teknologi PTT tersebut.

Petani tidak berani mengganti varietas padi yang biasa dipakai dengan VUB takut gagal dan hasilnya akan turun

Jumlah Responden

Persentase (%)

Sangat Setuju Setuju Ragu-ragu Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju

35 14,30 20,00 11,42 34,28 20,00

Berdasarkan isi quisioner yang diajukan dimana 34,28% menyatakan tidak

setuju dengan pernyataan bahwa tidak berani mengganti varietas padi yang biasa

dipakai karena takut gagal/produksinya turun. 20% sangat tidak setuju dan setuju

serta 14% sangat setuju dan ragu-ragu 11,43%.94,60% responden yakin bahwa

benih padi berlabel produksinya lebih tinggi dari pada benih padi lokal.

Sementara itu responden menggunakan benih padi berlabel hanya jika ada

bantuan dari pemerintah, bila tidak ada bantuan maka menggunakan benih yang

dihasilkan sendiri dengan 25% menjawab sangat setuju, 19,44% setuju, 16,67%

ragu-ragu, 25% tidak setuju dan 13,89% menyatakan sangat tidak setuju.

Responden sangat percaya bahwa dengan mengembalikan jerami kelahan sawah

dapat meningkatkan kesuburan lahan dan sistem tanam legowo dapat

meningkatkan produksi padi. Hal ini dinyatakan dengan lebih dari 95% responden

menyatakan sangat setuju dan setuju.

Page 44: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

44

Sementara dari pertanyaan yang diajukan ke responden mengenai minat

adopsi terhadap teknologi PTT ini, hampir 70% menggunakan benih berlabel dan

kurang dari 30% yang jarang dan tidak pernah menggunakan benih berlabel.

23,53% responden juga menyatakan mereka selalu, sering dan kadang-kadang

mengembalikan jerami ke lahan sawah. 82,35% responden selalu menggunakan

sistem tanam legowo dan seabgian lagi menyatakan sering dan kadang-kadang.

Untuk penggunaan pupuk responden yang selalu menggunakan pupuk sesuai

dengan dosis anjuran mencapai 38,24%, sering 35,29%, kadang-kadang 17,65%.

Lebih dari separoh responden menyatakan selalu menggunakan pertisida (57,67%),

27,27% sering menggunakan pestisida, 15,15% kadang-kadang hanya

menggunakan pestisida dalam mengendalikan hama penyakit. Begitupun dalam

melakukan pengolahan lahan sesuai dengan musim dan pola tanam yang tepat.

53,13% dan 37,5% selalu dan sering menanam bibit muda dan 40,62%

diantaranya selalu dan sering menanam 1-3 batang per rumpun. Dalam melakukan

pengaturan air secara berselang, 51,74% menyatakan selalu, 27,59% menyatakan

sering dan 20,67% menyatakan kadang-kadang. Tidak ada yang menyatakan

jarang dan tidak pernah. Untuk penanganan pasca panen, apakah segera

melakukan perontokan gabah setelah panen, 51,58% menyatakan selalu, 29,90%

menyatakan sering, 11,93 kadang-kadang, 3,13% jarang dan 4,05% menyatakan

tidak pernah.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa minat adopsi petani terhadap

teknologi PTT yang diterapkan dalam kegiatan gelar teknologi ini menyatakan akan

selalu menggunakan teknologi PTT mencapai 51,58%, 29,90% menyatakan sering

menggunakan, 11,93% kadang-kadang, 2,54% jarang dan 4,05% menyatakan

tidak pernah.

Page 45: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

45

KESIMPULAN

Persepsi petani terhadap teknologi PTT secara keseluruhan berpendapat

sangat setuju dengan pernyataan-pernyataan dalam penggunaan teknologi PTT

mencapai 46,02%, disusul dengan 31,41% setuju, 9,38% ragu-ragu, 10,38% tidak

setuju dan kurang dari 3% berpendapat sangat tidak setuju dengan teknologi PTT

tersebut.

Umpan balik hasil gelar teknologi menunjukkan minat adopsi petani terhadap

teknologi PTT yang diterapkan dalam kegiatan gelar teknologi ini menyatakan akan

selalu menggunakan teknologi PTT mencapai 51,58%, 29,90% menyatakan sering

menggunakan, 11,93% kadang-kadang, 2,54% jarang dan 4,05% menyatakan

tidak pernah.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1999. Panduan Umum Pelaksanaan Penelitian, Pengkajian danDiseminasi Teknologi Pertanian. Badan Litbang Pertanian.

BBPPTP Bogor.2009. Petunjuk Pelaksanaan pendampingan PencapaianSwasembada Daging sapi (PSDS).Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian.Badan Litbang Pertanian Bogor.

BPTP Jawa Tengah. 2008. Penyuluhan dan Penyebaran Informasi Pertanian padadaerah P4MI.Balai Pengkajian Teknologi Pertanian . Jawa Tengah.

Dinas Peternakan Propinsi Bengkulu.2009.Laporan Tahunan Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Propinsi Bengkulu.Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Propinsi Bengkulu.

Isbagio Paransih, 1998. Kebijaksanaan Komunikasi Penelitian Pertanian danPeranan AARDNET dalam Menopang Penelititan, Disampaikan pada Pengolahan TeknisJaringan Informasi Ciawi Bogor.

Tjiptopranoto,P. 2000. Strategi Diseminasi Teknologi dan Informasi Pertanian.Balai Pusat Pengembangan Pengkajian Teknologi Pertanian. Bogor.

Page 46: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

46

UJI MUTU BERAS HASIL DARI TEKNOLOGI PEMANFAATAN LIMBAH PERTANIAN SEBAGAI PUPUK ORGANIK

Wilda Mikasari,Taufik Hidayat, Lina Ivanti dan Alfayanti

ABSTRAK

Perkembangan pertanian organik di Indonesia saat ini telah menunjukkan perkembangan yang positif, walaupun pasarnya masih terkonsentrasi dibeberapa kota besar saja sehingga penggunaan pupuk organik dapat meningkatkan mutu beras yang dihasilkan. Respon konsumen terhadap beras bermutu sangat tinggi. Agar konsumen mendapatkan jaminan mutu beras yang ada dipasaran maka dalam perdagangan beras harus diterapkan sistem standarisasi mutu beras. Beras harus diuji mutunya sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI). Penelitian ini bertujuan untuk: 1) Mengetahui pengaruh pemberian pupuk organik (kotoran ayam, kotoran sapi, jerami) terhadap produktivitas padi yang dihasilkan; 2) Mengetahui mutu beras yang dihasilkan dari pemberian pupuk organik berdasarkan SNI. Penelitian dilakukan dilahan sawah petani desa Rimbo Recap kabupaten Rejang Lebong Provinsi Bengkulu dan Laboratorium Pasca Panen Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu pada tahun 2011. Bahan yang digunakan adalah gabah padi varietas inpari 13 hasil panen. Parameter yang diuji adalah kadar air, butir kepala, butir patah, butir menir, butir mengapur, butir kuning, butir gabah, dan benda asing. Hasil penelitian menunjukkan bahwa produktivitas padi dengan pemberian pupuk organik dari kotoran sapi memperoleh hasil paling tinggi yaitu 7,867 kg//ha GKP disusul kompos jerami 7,750 ton/ha dan tanpa menggunakan kompos 7,633 ton/ha. Hasil yang terendah didapat pada penggunaan kompos ayam yaitu 7,13 ton/ha. Hasil pengujian mutu beras menunjukkanbahwaperlakuan pemberian kompos kotoran sapi paling tinggidenganrendemen 69,60%, danberas yang dihasilkan dikategorikan mutu III untuk penggunaan kompos sapi dan yang lainnya dikategorikan mutu IV.

Kata kunci: mutu beras, pupuk organik

PENDAHULUAN

Perkembangan pertanian organik di Indonesia saat ini telah menunjukkan

perkembangan yang positif, walaupun pasarnya masih terkosentrasi dibeberapa

kota besar saja. Produk-produk pangan organik, terutama dalam bentuk produk

segar dan olahan minimal telah diperdagangkandi ritel-ritel modern dan toko

khusus yang menjual produk pangan organik. Untuk komoditas perkebunan seperti

kacang mete dan kopi bahkan telah menembus pasar ekspor.

Pengembangan pertanian organik di Indonesia masih memiliki peluang yang

besar untuk dikembangkan. Hal ini terkait dengan berbagai keunggulan dan

peluang yang dimiliki oleh Indonesia. Namun demikian, upaya pengembangan

pertanian jenis ini juga dihadapkan pada berbagai kelemahan dan ancaman yang

harus segera diantisipasi. Berbagai keunggulan, peluang, ancaman dan kelemahan

Page 47: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

47

dalam pengembangan pertanian organik di Indonesia antara lain: 1) Kekuatan

(Strengths) terdiri dari: sumber daya hayati yang kaya dan beragam, Lahan original

terutama wilayah timur dan tengahserta sebagian wilayah barat Indonesia,

penduduk yang besar dan pendapatan perkapita yang terus meningkat merupakan

pasar yang potensial; 2) Kelemahan (Weaknesses) antara lain: pengelolaan

umumnya petani kecil, mahalnya biaya sertifikasi, akses dan informasi pasar, terlalu

supply driven, kurangnya penelitian dan pengembangan; 3) Peluang

(Opportunities), yaitu: pasar (nasional dan internasional) yang berkembang, trend

hidup sehat, skandal pangan (pestisida, hormon) dan keterllibatan LSM dan

lembaga donor dalam pengembangan; 4) Tantangan (threats) antara lain: klaim

produk konvensional sebagai produk organik, pertanian organik versus ketahanan

pangan, petani yang frustasi akibat gagal mengakses harga premium, masuknya

produk impor.

Program pemerintah dengan Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN)

dimana melalui program ketahanan pangan berupaya untuk mewujudkan

ketersedian, aksesibilitas, dan stabilitas pengadaan pangan yang memadai, dimana

kebutuhan beras nasional meningkat setiap tahunnya seiring dengan peningkatan

jumlah penduduk. Kebutuhan beras nasional pada tahun 2007 diprediksi mencapai

30,9 juta ton dengan asumsi bahwa konsumsi beras rata-rata139 kg/kapita/tahun

(Yuwanda, 2008). Rata-rata pertumbuhan penduduk sebesar 1,7% /tahun, maka

pemerintah dituntut harus terus meningkatkan produksi dan produktivitas tanaman

padi.

Sedangkan dalam usaha tani padi, penggunaan varietas unggul dan benih

bermutu sangat berperan dalam peningkatan produktivitas dan mutu hasil panen.

Potensi varietas dalam meningkatkan produk pertanian dapat dilihat dari mutu

produk varietas unggul seperti daya hasil tinggi, ketahanan terhadap hama dan

penyakit tertentu, umur genjah, kandungan khusus tertentu (pulen, kadar protein

tinggi dll), dan kesesuaian dengan pola tanam tertentu.

Preferensi konsumen terhadap nasi di suatu daerah berbeda dengan

konsumen di daerah lainnya seperti konsumen di pulau jawa menyukai nasi yang

pulen (lengket) dan mengeluarkan aroma wangi bila ditanak (Puslitbangtan, 2006).

Page 48: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

48

Secara tidak langsung faktor mutu beras diklasifikasikan berdasarkan nama atau

jenis beras serta varietas beras yang dipakai.

Respon konsumen terhadap beras bermutu sangat tinggi. Agar konsumen

mendapatkan jaminan mutu beras yang ada dipasaran maka dalam perdagangan

beras harus diterapkan sistem standarisasi mutu beras. Beras harus diuji mutunya

sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) mutu beras giling pada

laboratorium uji yang terakreditasi dan dibuktikan berdasarkan sertifikat hasil uji

(Suismono, 2002). SNI untuk beras giling bertujuan untuk mengantisipasi

terjadinya manipulasi mutu beras dipasaran, terutama karena pengoplosan atau

pencampuran antar kualitas atau antar varietas beras yang dihasilkan.

Penelitian ini bertujuan untuk: 1) mengetahui dan mempelajari pengaruh

pemberian pupuk organik (kotoran ayam, kotoran sapi, jerami) terhadap jumlah

produksi padi yang dihasilkan; 2) Mengetahui mutu beras yang dihasilkan dari

pemberian pupuk organik berdasarkan SNI.

METODOLOGI

Penelitian dilakukan dilahan sawah petani di Desa Rimbo Recap Kabupaten

Rejang Lebong Provinsi Bengkulu dengan luas 1 ha dan sistem pertanaman padi

menggunakan legowo 4 : 1. Pengujian mutu beras dilakukan di laboratorium pasca

panen BPTP Bengkulu pada tahun 2011.

Perlakuan yang diterapkan adalah penanaman padi varietas inpari 13 dengan

menggunakan penambahan pupuk organik limbah pertanian yaitu pupuk kompos

kotoran ayam, pupuk kompos kotoran sapi, pupuk kompos jerami dengan dosis 0,5

ton/ha dan tanpa menggunakan penambahan pupuk kompos. Dosis pupuk kimia

yang digunakan adalah 200 kg/ha urea dan 300 kg/ha NPK Phonska. Sampel gabah

dan beras yang diuji seluruhnya berasal dari hasil ubinan.

Bahan yang digunakan adalah gabah padi varietas inpari 13 hasil panen

ubinan, sedangkan alat yang digunakan untuk pengolahan dan pengujian mutu

adalah mesin penggiling padi, karung, timbangan, timbangan analitik, alat ukur

kadar air dan kantong plastik. Sampel gabah diambil dari hasil ubinan kegiatan

pengkajian kompetitif 2011 percontohan komponen teknologi pemanfaatan pupuk

Page 49: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

49

organik limbah pertanian untuk padi sawah di kabupaten Rejang Lebong. Jumlah

gabah untuk masing-masing sampel sebanyak 7 kg dalam bentuk gabah kering

giling. Sampel gabah kemudian digabung per perlakuan pupuk untuk digiling

bersamaan dengan rata-rata 21 kg per perlakuan, masing-masing perlakuan

diambil sampel beras hasil gilingan sebelum disosoh dan sesudah disosoh

sebanayak 100 gram dengan masing-masing 4 ulangan.

Jenis pengujian mutu beras meliputi beras kepala, beras patah, butir menir, butir

kapur, serta butir kuning dan rusak dengan penjelasan sebagai berikut:

• Beras kepala, yaitu butir beras sehat maupun cacat yang mempunyai ukuran

lebih besar atau sama dengan 75% bagian dari butir beras utuh.

• Beras patah, yaitu butir beras sehat maupun cacat yang mempunyai ukuran

lebih besar dari 25% sampai dengan lebih kecil 75% bagian dari butir beras

utuh.

• Butir menir, yaitu butir beras sehat maupun cacat yang mempunyai ukuran lebih

kecil dari 25% bagian butir beras utuh.

• Butir kapur, yaitu butir beras yang separuh bagian atau lebih berwarna putih

seperti kapur dan bertekstur lunak yang disebabkan faktor fisiologis.

• Butir kuning, yaitu butir beras utuh, beras kepala, beras patah, dan menir yang

berwarna kuning atau kuning kecoklatan (BPTP Sumatera Selatan 2006).

Peralatan yang dipergunakan terdiri atas alat penampi atau pembersih gabah

(aspirator) untuk memisahkan gabah isi dan gabah hampa, alat pemecah kulit

gabah (rice husker) untuk memperoleh beras pecah kulit (BPK), alat penyosoh (rice

polisher) untuk menyosoh beras pecah kulit hingga diperoleh beras berwarna putih,

ayakan menir (seive) ukuran 2,5 mm untuk memperoleh butir menir, dan alat

pemisah ukuran beras (rice drum grader) untuk memisahkan beras kepala dan utuh

dengan beras patah. Data yang diperoleh akan dianalisis secara deskriftif dengan

mengacu kepada SNI.

Page 50: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

50

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil produksi padi dengan pemberian pupuk organik limbah pertanian

kotoran ayam, kotoran sapi dan jerami secara deskriftif tidak begitu berbeda

dengan yang tidak diberikan pupuk kandang. Hal ini dapat dilihat dari hasil ubinan

yang didapat. Data hasil ubinan dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 1. Produktivitas padi sawah pada beberapa perlakuan pupuk organik (ton/ha).

Perlakuan/Ulangan Kompos Ayam

Kompos Sapi

Kompos Jerami Kontrol

1 7,6 7,4 7,1 7,7

2 7,7 8,2 8,4 8,6

3 6,1 8 6,5 6,6

Rata-rata 7,133 7,867 7,750 7,633

Berdasarkan data hasil ubinan di atas dapat kita lihat bahwa rata-rata hasil

produksi tertinggi sebesar 7,867 ton/ha dengan perlakukan pemberian pupuk

organik/kompos kotoran sapi dan yang terendah adalah perlakuan dengan

pemberian pupuk kompos ayam dengan rata-rata produksi 7,133 ton/ha. Secara

keseluruhan dapat disimpulkan bahwa pemberian pupuk kompos kotoran sapi

mampu meningkatkan hasil produksi tertinggi padi. Hal tersebut bisa dilihat pada

grafik di bawah ini:

Gambar 1. Grafik Produksi padi berdasarkan hasil ubinan 5m x 2m.

Rata-rata hasil ubinan tidak jauh berbeda yang berkisar antara 7,13 s/d 7,86 ton/ ha GKP.

Page 51: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

51

Hasil pengujian mutu beras dari beberapa ubinan yang diambil menunjukkan

bahwa rendemen beras giling dari inpari 13 berkisar antara 65,80 % sampai 69,60.

Rendemen paling tinggi didapat dari perlakuan pemberian kompos kotoran sapi dan

tidak jauh berbeda dengan rendemen pemberian kompos jerami yakni sebesar

69,31%. Rendemen terendah dihasilkan dari pemberian pupuk kompos kotoran

ayam.

Tabel 2. Kadar air gabah saat penggilingan dan rendemen yang dihasilkan dari proses penggilingan (putaran mesin 700-800 rpm).

No Perlakuan Ka (%) Berat Padi (Kg)

Berat Beras (Kg)

Rendemen (%)

1 Penambahan Kompos Ayam 9,95 18,80 12,37 65,80

2 Penambahan Kompos Sapi 9,50 17,30 12,04 69,60

3 Penambahan Kompos Jerami 9,05 17,40 12,06 69,31

4 Kontrol 8,80 17,20 11,74 68,26

Rendemen beras giling dipengaruhi oleh varietas, karakteristik gabah, cara

dan alat penggilingan, mutu beras yang hendak dicapai, teknik budi daya, dan

agroekosistem pertanaman padi. Rendemen beras giling yang tinggi belum tentu

diikuti oleh persentase beras kepala yang tinggi. Hasil penelitian justru menemukan

hubungan yang berkebalikan dengan kedua kriteria mutu tersebut (Sutrisno et al.

2002).

Untuk kadar air beras pun tidak ada perbedaan. Hal ini dikarenakan masing-

masing perlakuan diberikan penanganan pascapanen yang sama, namun setelah

dipisahkan berdasarkan komponen mutu beras, terdapat variasi pada persentase

beras kepala dan beras patah atau pecah, sedangkan butir menir, butir kapur, dan

butir kuning rusak tidak terlalu bervariasi. Variasi persentase beras kepala dan

beras patah bisa disebabkan oleh lokasi pertanaman padi atau penanganan

pascapanen yang berbeda serta kesehatan tanaman. Pada Tabel 3 dapat dilihat

bahwa beras yang dihasilkan dikategorikan kedalam mutu III dan mutu IV.

Pemberian pupuk organic dari kompos kotoran sapi menghasilkan beras dengan

kwalitas mutu III berdasarkan butir kepala sementara yang lainnya dikategorikan

mutu IV.

Page 52: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

52

Tabel 3. Hasil analisa mutu beras sebelum disosoh.

Perlakuan/ No

Variabel Pengamatan Ayam Sapi Jerami Kontrol

1 Kadar Air (%) 11 11 11 11 2 Butir Kepala (%) 77,17 79,83 74,54 73,03 3 Butir Patah(%) 18,06 16.77 21,63 22,11 4 Butir Menir (%) 2,31 2,12 2,12 3,72 5 Butir Mengapur (%) 2,46 1,28 1,71 1,14 6 Butir Kuning (%) 0 0 0 0 7 Butir Gabah (%) 0 0 0 1 butir 8 Benda asing (%) 0 0 0 0

Tabel 4. Hasil analisa mutu beras sesudah disosoh.

Perlakuan/ No Variabel Pengamatan

Ayam Sapi Jerami Kontrol

1 Kadar Air (%) 11 11 11 11 2 Butir Kepala (%) 76,56 78,34 74,03 74,18 3 Butir Patah (%) 16,33 17.65 21,72 20,16 4 Butir Menir (%) 4,18 1,97 2,58 3,72 5 Butir Mengapu (%) 2,93 2,04 1,67 1,94 6 Butir Kuning (%) 0 0 0 0 7 Butir Gabah (%) 0 0 0 0 8 Benda asing (%) 0 0 0 0

Persentase beras kepala pada sampel yang berasal dari pertanaman padi

yang menggunakan pupuk organik kotoran sapi paling tinggi dengan beras patah

paling sedikit dan butir menir tidak terlalu berbeda dengan yang lain. Beras patah

bisa terjadi jika pada saat digiling, gabah masih agak basah atau terlalu kering. Sisa

patahan beras yang kecil membentuk butir menir. Beras patah juga dapat

disebabkan oleh proses penyosohan. Batu sosoh yang baru dapat menghasilkan

beras patah tinggi, sedangkan batu sosoh yang sudah aus menghasilkan beras

patah lebih sedikit. Besarnya persentase beras patah dan butir menir ini juga bisa

disebabkan oleh kurang sehatnya gabah yang dihasilkan karena pada gabah

tersebut terdapat bercak-bercak.

Berdasarkan hasil pengujian mutu beras, terhadap sampel yang sudah

disosoh yang berasal dari pupuk organik sapi menghasilkan beras kepala 78,34%

atau termasuk dalam kategori mutu III standar SNI. Sementara sampel gabah yang

Page 53: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

53

lainnya menghasilkan beras kepala dibawah 78% sehingga termasuk ke dalam

kategori mutu IV.

Tabel 5. Persyaratan mutu beras menurut SNI 6128: 2008.

Komponen Mutu Satuan Mutu I

Mutu II

Mutu III

Mutu IV

Mutu V

Derajad Sosoh (Minimum) % 100 100 95 95 95 Kadar Air (Maksimum) % 14 14 14 14 15 Beras Kepala (Minimum) % 95 89 78 73 60 Butir Patah (Maksimum) % 5 10 20 25 35 Butir Menir (Maksimum) % 0 1 2 2 5 Butir Merah (Maksimum) % 0 1 2 3 3 Butir kapur (Maksimum) % 0 1 2 3 5 Bneda Asing (Maksimum) % 0 1 2 3 5 Butir Gabah (Maksimum) Butir/100 gr 0 1 1 2 3

Sumber: Badan Standardisasi Nasional (2008).

Tabel 6. Kategori mutu per komponen yang diamati.

Komponen Mutu Satuan Ayam Sapi Jerami Kontrol

Kadar Air (Maksimum) % Mutu I Mutu I Mutu I Mutu I Beras Kepala (Minimum) % Mutu IV Mutu III Mutu IV Mutu IV Butir Patah (Maksimum) % Mutu III Mutu III Mutu IV Mutu IV Butir Menir (Maksimum) % Mutu III Mutu III Mutu III Mutu V Butir Merah (Maksimum) % Mutu I Mutu I Mutu I Mutu I Butir kapur (Maksimum) % Mutu IV Mutu III Mutu III Mutu III Bneda Asing (Maksimum) % Mutu I Mutu I Mutu I Mutu I Butir Gabah (Maksimum) Butir/100 gr Mutu I Mutu I Mutu I Mutu II

Untuk sampel dari beberapa perlakukan saat penanaman terdapat dua kelas mutu

yang dapatdijadikan pedoman berdasarkan persentase beras kepala dan persentase

beras patah menjadi dua kategori mutu, yaitu untuk sampel dengan pupuk kompos

kotoransapi dikategorikan mutu III dan sampel perlakuan pupuk kompos

kotoranayam, jerami dan tanpa menggunakan kompos menghasilkan beras yang

termasuk dalam kategori mutu IV.

Hasil pengujian mutu beras kepala dari beberapa sampel perlakuan tanaman

menunjukkan tidak terdapat beras yang termasuk mutu I karena beras kepala tidak

mencapai minimum 95%. Namun, beras mutu III masih disukai konsumen karena

beras patahnya berkisar 10-20%.

Page 54: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

54

Dengan adanya kelas mutu, pedagang atau pelaku pasar beras akan lebih mudah

memilih segmen pasar yang akan dituju. Namun, sebelum beras didistribusikan ke

pasar atau konsumen, perlu dilakukan pengujian mutu beras oleh laboratorium

pengujian mutu beras yang terakreditasi.

KESIMPULAN

Dari hasil pembahasan diatas dapat kita simpulkan bahwa:

1. Pemberian pupuk organik dari kotoran sapi menghasil produksi padi lebih tinggi

dibandingkan dengan pemberian pupuk organik yang lain yaitu sebesar 7,867

ton/ha GKP.

2. Pemberian pupuk organik kotoran sapi menghasilkan mutu beras III lebih baik

dibandingkandengan mutu beras dengan pemberian pupuk organik kotoran

ayam dan jerami yaitu dikatagorikan mutu beras IV.

3. Dengan dilakukan pengukuran atau identifikasi secara kuantitatif terhadap

karakter fisik beras dan menentukan klasifikasi mutu beras yang yang dihasilkan

maka diharapkan konsumen dan pelaku pasar beras akan lebih mudah memilih

segmen pasar yang akan dituju.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Standardisasi Nasional. 2008. Standar Nasional Indonesia Beras Giling. SNI 6128:2008. Badan Standardisasi Nasional, Jakarta. 9 hlm.

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sumatera Selatan. 2006. Laporan Pelatihan dan Pedoman Penanganan Pascapanen Padi, Palembang, 27-28 Februari 2006. Kerja Sama IRRI - SSFFMP - BPTP Sumatera Selatan. hlm. 9-13.

Puslitbangtan. 2006. Padiunggulspesifikdaerah. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Vol.28. No.2,Bogor.Page 4-5.

Suismono. 2002. Standardisasi mutu untuk perdagangan beras di Indonesia. Majalah Pangan 39(XI): 37-47.

Suprihatno, B., A.A. Darajat, Satoto, Baehaki S.E., B. Suprihanto, A. Setyono, S.D. Indrasari, M.Y. Samaullah, dan H. Sembiring. 2009. Deskripsi Varietas Padi. Balai Besar Penelitian TanamanPadi, Sukamandi. hlm. 15.

Sutrisno, Suismono, Jumali, dan J.S. Munarso. 2002. Cara berproduksi yang baik dalam industri beras. Balai Penelitian Tanaman Padi, Sukamandi. 22 hlm.

Yuwanda,W. 2008. Prospek pengembangan padigogo aromatic dalam upaya menunjang ketahanan Pangan. http://cdsindonesiawordpress.com/2008/03/31/prospek pengembangan padigogo aromatic 25/4/2008.p.3.Sukamandi. 22 hlm.

Page 55: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

55

KERAGAAN MUTU BERAS INPARI 6, 10 DAN 13 BERDASARKAN HASIL UJI LABORATORIUM DI BPTP BENGKULU

Irma Calista Siagian, Yartiwi dan Ahmad Damiri

ABSTRAK

Beras merupakan makanan pokok yang merupakan kebutuhan masyarakat yang harus dipenuhi dalam kehidupan sehari-hari, sehingga mutu beras mendapat perhatian penting dalam perakitan varietas unggul padi. Beras yang mempunyai kualitas mutu yang baik cenderung menjadi pilihan konsumen. Agar konsumen mendapatkan jaminan mutu beras yang ada di pasaran maka dalam perdagangan beras harus diterapkan sistem standarisasi mutu beras sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI) 6128:2008. Perbaikan mutu beras terus dilakukan baik terhadap mutu giling, mutu nasi maupun tampilan beras. Pengujian mutu beras dilakukan pada 3 varietas padi sawah lahan irigasi di Kabupaten Seluma yang meliputi varietas Inpari 6, inpari 10, dan Inpari 13. Pengujian Mutu Beras dilakukan di Laboratorium Pasca Panen, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, Bengkulu pada Bulan Januari 2012. Pengujian mutu beras meliputi kadar air, butir kepala, butir patah, butir menir, butir merah, butir kuning/rusak, butir kapur, benda asing dan butir gabah. Dari hasil pengujian menunjukkan bahwa Varietas Inpari 10 menghasilkan Butir Kepala 53 %, masuk dalam kategori Mutu V dan menghasilkan butir patah 16.78 % (Mutu III), butir menir 18.36 % (Mutu IV), butir merah 0. % (Mutu I), butir kuning 1.03% (Mutu II), butir kapur 0.26 % (Mutu II), benda asing 0 % (Mutu I), dan butir gabah 0.02% (Mutu I). Dapat terlihat bahwa varietas Inpari 10 memiliki mutu beras yang paling baik dibandingkan varietas lainnya yang di tanam di lahan sawah irigasi di Kelurahan Rimbo Kedui Kecamatan Seluma Selatan Kabupaten Seluma.

Kata Kunci: mutu beras, varietas unggul, SNI 6128;2008

PENDAHULUAN

Mutu beras yang baik sangat berpengaruh pada tingkat adopsi petani dan

konsumen serta penyebaran suatu varietas padi. Beras adalah salah satu

kebutuhan masyarakat yang harus dipenuhi di dalam kehidupan sehari-hari,

manfaat utama dari beras untuk diolah menjadi nasi, makanan pokok terpenting

warga dunia. Istilah kata beras mengacu pada bagian bulir padi (gabah) yang telah

dipisah dari sekam.1 Mutu beras sangat bergantung pada mutu gabah yang akan

digiling dan sarana mekanis yang digunakan dalam penggilingan.2 Mutu beras di

Indonesia beragam disebabkan oleh beberapa faktor yaitu varietas, agroekosistem,

teknik budidaya, penanganan pascapanen dan pengolahan hasil, serta distribusi

dan pemasaran.3 Penggilingan padi dapat menentukan mutu beras dan mutu giling

dapat mencakup berbagai ciri dari beras giling yaitu: rendemen beras giling,

persentase beras pecah dan derajat sosoh.

Page 56: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

56

Respon konsumen terhadap beras bermutu sangat tinggi. Beras harus diuji

mutunya sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) mutu beras giling. SNI

untuk beras giling bertujuan untuk mengantisipasi terjadinya manipulasi mutu

beras di pasaran, terutama karena pengoplosan atau pencampuran antar kualitas

atau antar varietas. Pemilihan beras merupakan ungkapan selera pribadi konsumen,

ditentukan oleh faktor subjektif dan dipengaruhi oleh lokasi, suku bangsa atau

etnis, lingkungan, pendidikan, status sosial ekonomi, jenis pekerjaan dan tingkat

pendapatan. Beras yang mempunyai cita rasa nasi yang enak mempunyai

hubungan dengan selera dan preferensi konsumen serta akan menentukan harga

beras. Secara tidak langsung, faktor mutu beras diklasifikaskan berdasarkan nama

atau jenis (brand name) beras atau varietas padi.2 Ketersediaan beras di pasaran

yang beraneka ragam memberikan kesempatan konsumen lebih leluasa memilih

jenis, sifat, dan mutu beras yang dikehendaki.

Tujuan pengujian mutu beras ini untuk melakukan indentifikasi secara

kuantitatif terhadap karakter fisik beras dan menentukan klasifikasi mutu beras

yang diinginkan pasar dan konsumen.

TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman padi (Oryza sativa L.) merupakan komoditas yang sangat penting di

Indonesia, karena beras merupakan makanan pokok hampir sebagian besar rakyat

Indonesia. Sejalan dengan pertambahan penduduk, yaitu sekitar 2% per tahun,

maka kebutuhan akan beras meningkat dari tahun ke tahun. Oleh karena itu

Pemerintah terus berupaya untuk meningkatkan produksi padi dari tahun ke tahun.

Selain untuk memenuhi kecukupan pangan (beras), peningkatan hasil padi terkait

erat dengan upaya peningkatan pendapatan petani dan pemerataan kesempatan

kerja. Peningkatan tidak hanya ditekankan kepada aspek kuantitas, tetapi dibarengi

dengan peningkatan terhadap kualitas beras yang dihasilkan.4

Peningkatan kuantitas dan kualitas beras dapat dilakukan melalui perbaikan

penanganan pada saat pra panen, panen dan pasca panen secara terintegrasi.

Penanganan pada saat pra panen selain bertujuan untuk meningkatkan kuantitas

dan kualitas gabah (beras), juga ditujukan untuk menekan kehilangan hasil baik

Page 57: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

57

akibat pengaruh musim yang kurang menguntungkan maupun akibat serangan

organisme pengganggu tanaman serta penggunaan sarana produksi yang tidak

optimal. Menurut beberapa sumber gabah terbaik yang dimiliki petani, memiliki

rendemen 50 %. Artinya dari 100 kg gabah yang digiling akan menghasilkan beras

sebanyak 50 kg. Gabah kering giling seperti ini tergolong langka di petani. Masih

menurut sumber yang terpercaya, gabah kering giling dipetani kebanyakan memiliki

rendemen 40-45 %. Ini memiliki arti dari 100 kg gabah yang digiling hanya

menghasilkan 40–45 kg beras.5

Beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat rendemen antara lain: cara

pemanenan, perontokan gabah, pengeringan, pengangkutan, penggilingan dan

penyimpanan. Pada dasarnya tidak seluruh penduduk Indonesia mengkonsumsi

beras secara teratur, data yang menunjukan 60%-75% penduduk indonesia

mengkonsumsi beras dan terkonsentrasi pada areal menengah – padat penduduk.

Dari areal padat penduduk contohnya Jakarta berpenduduk lebih dari 10 juta jiwa,

konsumsi beras terbagi menjadi 4 kategori yaitu; 50% masyarakat yang

mementingkan ketersediaan beras/pangan murah, 25% sudah menginginkan beras

lumayan baik dengan harga murah, 15% menginginkan beras dengan rasa yang

baik dan harga yang tidak terlalu dimasalahkan, 10 % tidak perduli berapa harga

berasnya asalkan enak dimakan dan sehat.5 Namun demikian kebanyakan beras

dari petani memenuhi pangsa pasar beras murah yang memiliki mutu rendah.

Dengan demikian pendapatan yang diterimapun akan menjadi rendah, tidak

seimbang dengan biaya produksi yang dikeluarkan. Dari paparan diatas, jelaslah

bahwa untuk menghasilkan beras yang bermutu diperlukan proses yang harus

dilakukan dengan sempurna.

Mutu beras, rendemen, mutu gabah dan kehilangan bobot saling berkaitan

selama proses perberasan. Mutu beras ditentukan oleh mutu gabah sewaktu

digiling, derajat sosoh, kondisi penggilingan dan penanganannya serta sifat

varietas7. Pada penetapan mutu gabah, rendemen giling mencakup rendemen

beras kepala dan rendemen total giling. Mutu giling beras merupakan persyaratan

utama dalam penetapan mutu gabah karena memiliki nilai ekonomi yang tinggi

yaitu menentukan jumlah berat beras yang dihasilkan. Rendemen beras kepala

Page 58: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

58

mempunyai keragaman yang besar yang tergantung pada berbagai faktor yaitu

varietas, jenis biji, butir kapur, cara budidaya, faktor lingkungan, perlakuan lepas

panen yang dimulai sejak pemanenan, perontokan, pengeringan, penyimpanan,

hingga penggilingan. Demikian juga rendemen total beras giling dipengaruhi

perlakuan tersebut diatas dan juga ditentukan oleh perbandingan sekam, kulit ari,

dan bagian endosperm. Mutu giling merupakan salah satu faktor penting yang

menentukan mutu beras. Mutu giling mencakup berbagai ciri, yaitu rendemen beras

giling, rendemen beras kepala, persentase beras pecah, dan derajat sosoh beras.

Sebagian besar beras yang beredar di beberapa daerah di Indonesia memiliki

derajat sosoh 80 % atau lebih dan persentase beras kepala lebih besar dari 75 %

dan mengandung butir patah kurang dari 30 %. Berbagai faktor yang meliputi

keadaan lingkungan, panen hingga penanganan pasca panen mempengaruhi mutu

giling disamping faktor genetik.8

Jenis pengujian mutu beras sesuai dengan SNI 6128: 2008 antara lain meliputi:

1. Kadar Air, merupakan kandungan air di dalam butir beras.

2. Butir Kepala, yaitu butir beras baik sehat maupun cacat yang mempunyai

ukuran lebih besar atau sama dengan 0.75 bagian dari butir beras utuh.

3. Butir Patah, yaitu butir beras baik sehat maupun cacat yang mempunyai ukuran

lebih besar dari 0.25 sampai dengan lebih kecil 0.75 dari butir beras utuh.

4. Butir Menir, yaitu butir beras baik sehat maupun cacat yang mempunyai ukuran

lebih kecil 0.25 bagian butir beras utuh.

5. Butir Merah, yaitu butir beras utuh, beras kepala, patah maupun menir yang

berwarna merah akibat faktor genetis.

6. Butir Kuning, yaitu butir beras utuh, beras kepala, beras patah dan menir yang

berwarna kuning, kuning kecokla-coklatan, dan kuning semu akibat proses fisik

atau aktivitas mikroorganisme.

7. Butir Kapur, yakni butir beras yang separuh bagian atau lebih berwarna seperti

kapur (chalky) dan bertekstur lunak yang disebabkan oleh faktor fisiologis.

8. Butir Rusak, yaitu butir beras utuh, beras kepala, beras patah dan menir

berwarna putih/bening, putih mengapur, kuning dan berwarna merah yang

mempunyai lebih dari satu bintik yang merupakan noktah disebabkan proses

Page 59: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

59

fisik, kimiawi, dan biologi. Beras yang berbintik kecil tunggal tidak termasuk

butir rusak.

9. Benda Asing, yaitu benda-benda yang tidak tergolong beras, misalnya jerami,

malai, batu kerikil, butir tanah, pasir, logam, potongan kayu, potongan kaca,

biji-bijian, serangga mati, dan lain-lain.

10. Butir Gabah, yaitu butir padi yang sekamnya belum terkelupas atau terkelupas

sebagian.

Syarat mutu dari beras berdasarkan SNI 6128:2008 dibagi menjadi dua yakni:

1. Syarat Umum

a. Bebas hama dan penyakit

b. Bebas bau apek, asam atau bau asing lainnya

c. Bebas dari campuran dedak dan bekatul

d. Bebas dari bahan kimia yang membahayakan dan merugikan konsumen

2. Syarat Khusus

Adapun syarat khusus dari mutu beras menurut SNI 6128: 2008 dapat dilihat

pada Tabel.1 berikut ini:

Tabel.1 spesifikasi Persyaratan Mutu Beras Berdasarkan SNI 6128:2008.

No Komponen Mutu Satuan Mutu I

Mutu II

Mutu III

Mutu IV

Mutu V

1 Derajat sosoh (min) (%) 100 100 95 95 85

2 Kadar Air (maks) (%) 14 14 14 14 15

3 Butir Kepala (min) (%) 95 89 78 73 60

4 Butir Patah (maks) (%) 5 10 20 25 35

5 Butir Menir (maks) (%) 0 1 2 2 5

6 Butir Merah (maks) (%) 0 1 2 3 3

7 Butir Kuning/Rusak (maks) (%) 0 1 2 3 5

8 Butir Mengapur ( maks) (%) 0 1 2 3 5

9 Benda Asing (maks) (%) 0 0.02 0.02 0.05 0.20

10 Butir Gabah (maks) (butir/ 100 g)

0 1 1 2 3

Page 60: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

60

Kabupaten Seluma, Provinsi Bengkulu merupakan salah satu sentra produksi padi.

Data Luas Panen, Rata-rata Produksi, dan Produksi padi di Kabupaten Seluma,

Tahun 2007-2009 dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Luas Panen, Rata-rata Produksi, dan Produksi padi di Kabupaten Seluma, Tahun 2007-2009.

Tahun Jenis Tanaman

2007 2008 2009

[1] [2] [3] [4]

Padi Sawah Luas Panen (Ha) Rata-rata Produksi (Kw/Ha) Produksi (Ton)

19,898 40.63 80,851

17,705 40.30 71,353

19,045 40.10 76,374

Padi Ladang Luas Panen (Ha) Rata-rata Produksi (Kw/Ha) Produksi (Ton)

1,858 20.34 3,780

899

20.83 1,873

677

21.14 1,431

Padi Luas Panen (Ha) Rata-rata Produksi (Kw/Ha) Produksi (Ton)

21,756 38.90 84,631

18,268 39.36 73,225

19,722 39.45 77,806

Sumber : Angka Tetap (ATAP) BPS Propinsi Bengkulu.

Berdasarkan data diatas, Kecamatan Seluma Selatan yang merupakan bagian

dari Kabupaten Seluma mempunyai luas persawahan 2.697 ha berdasarkan mata

pencarian penduduk sebagai petani sebanyak 5000 jiwa sehingga sangat

bberpotensi menjadi daerah sentra padi.

Untuk memenuhi kebutuhan pangan pada komoditas padi di Kelurahan Rimbo

Kedui dilaksanakan kegiatan Model Pengembangan Pertanian Pedesaan Melalui

Inovasi (MP3MI). Pada kegiatan MP3MI ini diuji cobakan 3 VUB Padi Inpari yaitu

Inpari 6, 10 dan 13 dengan luas tanam + 2,7 ha dengan petani kooperator

berbeda. Berdasarkan hasil produktivitas dari ketiga varietas tersebut, varietas

inpari 10 merupakanVUB dengan produktivitas tertinggi yaitu 6.8 ton/ha GKP.

Page 61: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

61

METODOLOGI

Pengujian dilakukan di Laboratorium Pasca Panen, Balai Pengkajian Teknologi

Pertanian Bengkulu, pada Bulan Januari 2012. Bahan utama yang digunakan adalah

padi (beras) dari 3 varietas yang berbeda yakni: Inpari 6, Inpari 10, Inpari 13 dari

hasil panen padi sawah lahan irigasi intensif di Kabupaten Seluma, Bengkulu. Jenis

pengujian mutu beras meliputi kadar air, butir kepala, butir patah, butir menir,

putih merah, butir kuning/rusak, butir mengapur, benda asing, butir gabah.

Peralatan yang digunakan berupa ayakan berdiameter 2.0 mm, pinset, kaca

pembesar, timbangan analitik, oven, wadah, rice grader. Untuk pengujian mutu

beras giling seperti butir kepala, butir patah, butir menir, putih merah, butir

kuning/rusak, butir mengapur, benda asing, butir gabah , sampel yang digunakan

sebanyak 100 gram, sedangkan untuk menguji kadar air sampel yang digunakan

sebanyak 5 gram (mengacu pada cara pengujian berdasarkan SNI 6128:2008).

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Mutu Beras

Dari hasil pengkajian uji varietas yang dilaksanakan di Kabupaten Seluma,

diperoleh hasil mutu beras 3 varietas pada Tabel 2 di bawah ini:

Tabel. 3 Data hasil pengujian mutu beras 3 varietas padi sawah Kab. Seluma.

Persentase(%)

No Varietas Butir Kepala

Butir Patah

Butir Menir

Butir Merah

Butir Kuning/rusak

Butir Kapur

Benda Asing

Butir Gabah

1 Inpari 6 68.26 12.58 3.28 0 0.84 0.42 0 0.1

2 Inpari 10 53.00 16.78 18.36 0 1.03 0.26 0 0.02

3 Inpari 13 66.96 12.90 10.28 0.04 0.06 0.36 0 0

Hasil pengujian mutu beras dari 3 varietas padi sawah irigasi di Kabupaten

Seluma menunjukkan bahwa Varietas Inpari 6 dan Inpari 13 menghasilkan beras

kepala 68,26 % 66.96 % ,termasuk dalam kategori Mutu IV (sesuai SNI

6128:2008), diikuti oleh varietas Inpari 10 yang menghasilkan beras kepala 53%

(Kategori Mutu V). Hal ini dikarenakan rendemen beras giling tersebut dipengaruhi

oleh varietas, karakteristik gabah, cara dan alat penggilingan, mutu beras yang

Page 62: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

62

hendak dicapai, teknik budidaya dan agroekosistem pertanaman padi. Tinggi

rendahnya rendemen beras giling sangat ditentukan oleh tinggi rendahnya

komponen beras kepala. Semakin meningkat bobot butir kepala, maka akan

semakin meningkat pula rendemen beras gilingnya.

Dari Table 2 di atas menunjukkan bahwa varietas Inpari 6, Inpari 10 dan

Inpari 13 menghasilkan butir patah 12.58%, 16.78 % dan 12.90 %, termasuk

dalam kategori Mutu III (sesuai SNI 6128;2008). Semakin tinggi persentase butir

patah dan menir, akan semakin menurunkan mutu fisik beras giling. Banyaknya

butir patah pada beras juga dipengaruhi oleh tingginya kadar air pada beras

tersebut. kadar air gabah sekitar 14 % merupakan kadar air optimal untuk digiling,

karena menghasilkan beras pecah paling sedikit dibandingkan kadar air gabah lebih

tinggi maupun lebih rendah dari 14 %.

Persentase butir menir pada varietas Inpari 6, Inpari 10, dan Inpari 13

masing-masing menghasilkan butir Menir 3,28 %, 18,36% dan 10,28%, termasuk

kategori Mutu IV (sesuai SNI 6128: 2008). Untuk butir merah tertinggi pada

varietas Inpari 13 sebesar 0.04 %, masuk dalam kategori mutu II lalu diikuti

varietas Inpari 6 dan Inpari 10 sebesar 0% termasuk dalam kategori mutu I

(sesuai SNI 6128:2008), kemudian varietas Inpari 6 dan Inpari 13 menghasilkan

butir kuning/rusak 0.84 % dan 0.06 %, masuk dalam kategori mutu II (SNI

6128;2008), sedangkan Inpari 10 menghasilkan butir kuning/rusak sebesar 1.03 %,

masuk dalam kategori mutu III (SNI 6128;2008). Hal ini dipengaruhi oleh proses

penggilingan dan kadar air dari masing-masing varietas. Persentase kadar air pada

3 varietas padi berkisar antara 9 sampai 13 %, dimana angka tersebut berada di

bawah pesentase kadar air normal saat penggilingan, yakni 14% sehingga

mengakibatkan beras banyak yang mudah patah karena gabah menjadi lunak pada

persentase kadar air tersebut.

Untuk butir kapur terendah pada varietas Inpari 10 menghasilkan butir kapur

0.26 % atau termasuk kategori Mutu II (Sesuai SNI 6128:2008), hal ini dipengaruhi

oleh faktor fisiologis dari masing-masing varietas dengan ditandai tekstur yang

lunak dan berwarna putih seperti kapur. Tabel 2 di atas menunjukkan bahwa

varietas Inpari 6, 10 dan 13 tidak memiliki kandungan benda asing (0 %),

Page 63: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

63

termasuk kategori mutu I (sesuai SNI 6128: 2008). Benda asing bisa berupa

jerami, malai, batu kerikil, butir tanah, pasir, logam, potongan kayu, potongan

kaca, biji-bijian lain, serangga mati, dan lain-lain yang kemungkinan terikut pada

saat proses panen dan penggilingan. Berdasarkan Tabel 2 di atas menunjukkan

bahwa varietas Inpari 6, Inpari 10, dan Inpari 13 memiliki kandungan butir gabah

masing-masing sebesar 0,1 %, 0.02 % dan 0% termasuk dalam kategori Mutu II

(sesuai SNI 6128:2008). Butir gabah merupakan butir padi yang sekamnya belum

terkelupas atau hanya terkelupas sebagian, biasanya dipengaruhi oleh proses

penggilingan atau penyosohan.

3. Kadar air beras

Untuk kadar air beras kegiatan uji varietas padi pada MT II lahan irigasi

insentif di Kabupaten Seluma dapat dilihat pada Tabel 3 berikut ini.

Tabel 4. Data kadar air 3 varietas padi sawah irigasi intensif Kabupaten Seluma, Laboratorium Pasca Panen, BPTP Bengkulu, 2012.

No Varietas Kadar Air (%)

1. Inpari 6 11

2. Inpari 10 13

3. Inpari 13 9

Hasil pengujian mutu beras dari beberapa varietas padi di Kabupaten Seluma

menunjukkan bahwa kadar air dari 3 varietas padi masuk dalam kategori Mutu I

berdasarkan standar SNI 6128:2008. Dari Tabel 3. Diatas menunjukkan kadar air

tertinggi yakni pada varietas Inpari 10 sebesar 13 % dan terendah pada varietas

Inpari 13 (9%), dimana persentase kadar air padi 3 varietas ini dibawah kadar air

normal (14%) sehingga mempengaruhi hasil penggilingan dan kualitas beras.

Page 64: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

64

KESIMPULAN DAN SARAN

Pada pengujian mutu beras berdasarkan standar nasional Indonesia (SNI)

6128:2008 pada 3 varietas padi lahan sawah irigasi intensif di Kabupaten Seluma,

diperoleh bahwa Varietas Inpari 10 memiliki mutu beras paling paik dibandingkan

varietas lainnya yang di tanam di lahan sawah irigasi di Kelurahan Rimbo Kedui

Kecamatan Seluma Selatan Kabupaten Seluma Propinsi Bengkulu.

DAFTAR PUSTAKA

Kiat Pedagang Mempertahankan SinarTani, (http://www.sinar tani.com/index.php?option=com-content&view=article&id=3223&catid=298=pasca-panen&itemid=559, diakses tanggal 1 Januari 2012, pukul 11.15 WIB).

R.N.E.Soerjandoko, Teknik Pengujian Mutu Beras Skala Laboratorium, Buletin TeknikPertanian, Vol.15,No.2, 2010, hal.44-47.

M.Nur,Gaybita, Peningkatan Mutu Beras, PERPADI, Jakarta, 2009.

Wijaya, Pengaruh Kadar Air Gabah Terhadap Mutu Fisik Beras Giling,Staff Pengajar Fakultas Pertanian, Unswagati, Cirebon.

Pusat Standarisasi dan Akreditasi Deptan, Meningkatkan Harga Gabah Melalui Peningkatan Kualitas, Edisi Mei 2003 (http://www.deptan.go.id/buletin/infomutu/mei_03.pdf, diakses pada 5 Januari 2012, pukul 11.30 WIB).

Soemardi, 1982, Produksi, Rendemen dan Mutu gabah/Beras Hasil Panen Petani, Laporan Kemajuan, Seri Teknologi Pasca Panen No. 15 , BPTP Bogor, Sub BPTP Karawang.

Hayadi, Proses Penggilingan Beras dan Pengaruhnya Terhadap Mutu Beras, 2006 (http://kuliahitukeren.blogspot.com/2011/03/proses-penggilingan-beras-dan html, diakses pada tanggal 1 Februari 2012, pukul 11.45 WIB).

Herlina,E, Hermanasari, R, Siwi, H.P, 2009, Mutu Beras Galur-Galur Padi Gogo,di dalam Prosiding Seminar Ilmiah Hasil Penelitian Padi Nasional 2010, Buku 3. Hal 1259-1268.

Page 65: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

65

PENINGKATAN PERSEPSI PETANI DALAM PENERAPAN PTT PADI SAWAH (STUDI KASUS : Kelompok Tani Harapan Maju II

Desa Rimbo Recap Kabupaten Rejang Lebong) Ruswendi dan Bunaiyah Honorita

ABSTRAK

Salah satu upaya untuk meningkatkan produktivitas padi adalah melalui Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT). Individu petani dalam memahami suatu inovasi adalah melalui proses persepsi. Perubahan persepsi petani menjadi lebih baik merupakan upaya yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan diseminasi inovasi dan dapat dijadikan indikator adopsi inovasi yang didiseminasikan. Pengkajian dilaksanakan untuk mengetahui persepsi petani Kelompok Tani Harapan Maju II Desa Rimbo Recap Kabupaten Rejang Lebong, tentang penerapan komponen teknologi PTT padi sawah sebelum dan sesudah dilaksanakannya kegiatan diseminasi percepatan adopsi inovasi teknologi. Data yang diambil terdiri dari data primer meliputi karakteristik petani, persepsi petani terhadap komponen teknologi PTT padi sawah, faktor-faktor yang mempengaruhinya dan data sekunder diambil dari data Desa, BPP Lubuk Ubar dan Dinas Pertanian Kabupaten Rejang Lebong. Aanalisis data menggunakan Uji Statistik Wilcoxon Signed Ranks Test dan Korelasi Peringkat Spearman. Hasil pengkajian menunjukkan terdapatnya peningkatan persepsi petani mengenai komponen PTT padi sawah dari sebelum adanya kegiatan diseminasi memperlihatkan nilai rata-rata total skor 3,34 (kriteria cukup baik) dan meningkat menjadi 4,43 (kriteria sangat baik). Tingkat pendidikan tidak berpengaruh terhadap persepsi petani, hal ini dimungkinkan adanya faktor-faktor eksternal lainnya yang belum terukur, seperti; norma-norma, kebiasaan, komunikasi sosial, interaksi sosial dan belajar sosial individu petani dalam sistem sosial. Persepsi petani terhadap inovasi teknologi juga dipengaruhi oleh kondisi lingkungan alam (agro-ekosistem dan agro-klimat).

Kata kunci: persepsi, petani, komponen teknologi, PTT padi sawah dan diseminasi

PENDAHULUAN

Sasaran pembangunan pertanian saat ini tidak hanya untuk meningkatkan

produktivitas hasil pertanian, tetapi juga diarahkan untuk meningkatkan

kesejahteraan petani dan keluarganya. Peningkatan kesejahteraan petani

merupakan salah satu tujuan penyuluhan pertanian, yang ditegaskan dalam UU RI

No.16 Tahun 2006. Bahwa penyuluhan juga ditujukan untuk memberdayakan

pelaku utama dan pelaku usaha dalam peningkatan kemampuan melalui penciptaan

iklim usaha yang kondusif, penumbuhan motivasi, pengembangan potensi,

pemberian peluang, peningkatan kesadaran dan pendampingan serta fasilitasi.

Pencapaian sasaran penyuluhan salah satunya dilakukan melalui pengembangan

dan diseminasi inovasi pertanian serta penumbuhan motivasi pada petani

menggunakan inovasi teknologi. Karakteristik individu yang diperlihatkan dengan

Page 66: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

66

sikap empati, dogmatis, kemampuan abstraksi, rasionalitas, intelegensi, sikap

terhadap perubahan, keberanian beresiko dan sikap futuristik, termasuk salah satu

faktor yang dipertimbangkan dalam kegiatan diseminasi agar mendukung

efektivitas penyampaian pesan pembangunan (Pertiwi dan Saleh, 2010). Sehingga

memperkuat keputusan petani untuk memilih dan mengadopsi inovasi teknologi

yang awalnya, terbentuk dari penilaian dan persepsi petani terhadap komponen

teknologi PTT padi sawah tersebut.

Salah satu upaya untuk meningkatkan produksi beras adalah melalui

Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) padi sawah yang merupakan suatu

pendekatan inovatif dan dinamis dalam upaya meningkatkan produksi dan

pendapatan petani melalui perakitan komponen teknologi secara partisipatif

bersama petani yang meliputi; varietas unggul baru, benih bermutu dan berlabel,

pemberian bahan organik melalui pengembalian jerami atau pupuk kandang ke

sawah dalam bentuk kompos, pengaturan populasi tanaman secara optimum,

pemupukan berdasarkan kebutuhan tanaman dan status hara tanah, pengendalian

OPT (organisme pengganggu tanaman) dengan pendekatan PHT (pengendalian

hama terpadu), pengolahan tanah sesuai musim dan pola tanam, penggunaan bibit

muda (<21 hari), tanam bibit 1-3 batang per rumpun, pengairan secara efektif dan

efisien, penyiangan dengan landak atau gasrok, serta panen tepat waktu dan

gabah segera dirontok (Badan Litbang Pertanian, 2010).

Petani padi merupakan sasaran yang perlu dijamah dalam pengembangan

dan diseminasi inovasi pertanian, mengingat petani padi merupakan individu pelaku

utama dalam penyediaan produksi beras. Sedangkan Individu petani dalam

memahami suatu inovasi adalah melalui proses persepsi, termasuk persepsi petani

terhadap suatu inovasi teknologi baru merupakan proses pengorganisasian dan

interpretasi terhadap stimulus yang diterima oleh individu petani. Sehingga inovasi

teknologi tersebut merupakan sesuatu yang berarti, bermanfaat dan merupakan

aktivitas yang terintegrasi dalam diri individu sebelum mengambil keputusan untuk

berperilaku. Menurut Bulu (2010), bentuk keputusan berperilaku adalah merupakan

tindakan individu untuk memaknai inovasi teknologi yang telah diyakini dan

dibuktikan.

Page 67: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

67

Dengan dilaksanakannya kegiatan pengembangan diseminasi di Kabupaten

Rejang Lebong, diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan merubah

persepsi petani terhadap diseminasi inovasi teknologi yang pada akhirnya memacu

mereka mengadopsi inovasi pertanian komoditas padi yang dikembangkan. Oleh

karena itu, diperlukan pengkajian mengenai persepsi petani terhadap komponen

teknologi PTT padi sawah dan faktor-faktor yang mempengaruhi sebelum dan

sesudah dilaksanakannya kegiatan pengkajian dan diseminasi percepatan adopsi

inovasi teknologi padi sawah.

BAHAN DAN METODE

Pengkajian dilaksanakan pada bulan Agustus sampai dengan Desember 2011

pada Kelompok Tani Harapan Makmur II Desa Rimbo Recap, Kecamatan Curup

Selatan Kabupaten Rejang Lebong. Pemilihan tempat dilakukan secara sengaja

(purposive) dengan pertimbangan bahwa Desa Rimbo Recap merupakan salah satu

daerah sentra produksi padi dan dijadikan sebagai lokasi beberapa kegiatan

diseminasi BPTP Bengkulu. Metode yang digunakan dalam pengkajian ini adalah

metode survei dengan alat ukur kuesioner, terhadap 30 orang petani di sekitar

lokasi percontohan aplikasi komponen teknologi PTT padi sawah yang dipilih

menggunakan metode simple random sampling. Data yang diambil terdiri dari data

primer dan data sekunder. Data primer meliputi karakteristik petani, persepsi petani

terhadap komponen teknologi PTT padi sawah, serta faktor-faktor yang

mempengaruhinya. Data sekunder diambil dari data Desa, BPP Lubuk Ubar dan

Dinas Pertanian Kabupaten Rejang Lebong.

Analisis data dilakukan dengan menggunakan statistik deskriptif dan interval

kelas. Menurut Nasution dan Barizi dalam Rentha, T (2007), penentuan interval

kelas untuk masing-masing indikator adalah:

NR = NST – NSR dan PI = NR : JIK

Dimana : NR : Nilai Range PI : Panjang Interval NST : Nilai Skor Tertinggi JIK : Jumlah Interval Kelas NSR : Nilai Skor Terendah

Page 68: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

68

Peningkatan persepsi petani dianalisis dengan menggunakan Uji Statistik

Wilcoxon Signed Ranks Test dengan rumus:

T - µT Z =

oT

Sedangkan analisis faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi petani

digunakan Uji Statistik Korelasi Peringkat Spearman (Alma dan Riduwan: 2009).

Rumus yang digunakan adalah:

6 ∑di2 rs = 1-

n (n2 – 1)

∑di2

n = ∑ {R (Xi ) – R (yi )}2 i=1

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Desa Rimbo Recap

Desa Rimbo Recap merupakan salah satu desa yang berada dalam wilayah

Kecamatan Curup Selatan Kabupaten Rejang Lebong selaku daerah sentra beras di

Provinsi Bengkulu. Jarak tempuh desa ke Ibu kota Kecamatan 2 km, ke Ibukota

Kabupaten 3 km dan ke Ibukota Provinsi 85 km. Secara administratif, Desa Rimbo

Recap berbatasan dengan kelurahan Air Putih di sebelah Timur, Desa Lubuk Ubar

di sebelah Barat, kelurahan Dwi Tunggal di sebelah Utara dan Desa Suka Marga di

sebelah Selatan. Topografi wilayah datar dan bergelombang dengan kemiringan 5-

100, ketinggian 600-700 m dpl, suhu rata-rata 260C dan curah hujan berkisar antara

2.500 - 3.000 mm/tahun. Sebagian besar petani di Desa Rimbo Recap merupakan

petani penggarap dengan usahatani budidaya tanaman pangan, seperti padi dan

palawija. Penggunaan lahan dan luas wilayah Desa Rimbo Recap, terdiri dari lahan:

persawahan 120 ha, perkampungan 10 ha, dan lain-lain 1,5 ha. Pola usahatani

yang diterapkan masyarakat secara umum, adalah menerapkan pola tani (Padi) –

(Padi+Palawija) – (Padi+Palawija/Sayuran).

Page 69: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

69

Persepsi Petani

Hasil pengkajian memperlihatkan persepsi petani terhadap penerapan

komponen teknologi PTT padi sawah setelah diuji analisis statistik Wilcoxon Signed

Ranks Test, memperlihatkan ada perbedaan antara persepsi petani mengenai PTT

padi sawah sebelum dan sesudah implementasi kegiatan diseminasi percepatan

adopsi. Dimana persepsi petani sebelum adanya kegiatan diseminasi secara umum

berada pada kondisi kriteria cukup baik dengan rata-rata skor total 3,34. Kemudian

setelah kegiatan diseminasi aplikasi komponen teknologi PTT padi sawah terjadi

peningkatan persepsi menjadi kondisi kriteria sangat baik dengan rata-rata skor

total menjadi 4,43. Sehingga secara keseluruhan, memperlihatkan dimana persepsi

petani mengenai PTT padi sawah sesudah dilaksanakannya kegiatan diseminasi

percepatan adopsi inovasi teknologi menjadi 132,63% atau mengalami peningkatan

sebesar 32,63% (Tabel 1).

Begitu juga dengan masing-masing komponen teknologi, secara keseluruhan

persepsi petani contoh terhadap penerapan masing-masing komponen teknologi

tergambar 100% mengalami peningkatan dari sebelum penerapan dibandingkan

dengan setelah dilaksanakannya kegiatan pengkajian diseminasi inovasi teknologi

percontohan penerapan komponen teknologi dan pemanfaatan limbah pertanian

sebagai pupuk organik padi sawah.

Page 70: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

70

Tabel 1. Deskripsi persepsi petani terhadap penerapan PTT padi sawah sebelum dan sesudah dilaksanakannya kegiatan diseminasi percepaan adopsi inovasi teknologi di Desa Rimbo Recap Kabupaten Rejang Lebong.

Skor Persepsi Petani* Komponen Teknologi PTT Padi Sawah Sebelum Sesudah

Varietas unggul baru 2,38 4,54

Benih bermutu dan berlabel 2,58 4,63

Pemberian bahan organik 2,17 3,88

Pengaturan populasi tanam melalui jajar legowo 2,71 4,71

Pemupukan berdasarkan kebutuhan tanaman & status hara 3,63 4,13

Pengendalian OPT dengan pendekatan PHT 2,88 4,21

Pengolahan tanah sesuai musim dan pola tanam 3,79 4,04

Penggunaan bibit muda (umur <21 hari) 4,04 4,13

Tanam bibit 1-3 batang per rumpun 4,17 4,92

Pengairan secara efektif dan efisien 4,33 4,79

Panen tepat waktu dan gabah segera dirontok 4,13 4,75

Jumlah 36,79 48,71

Rerata 3,34 4,43

Keterangan : * 1,00 -1,80 = sangat buruk; 1,81-2,60 = buruk; 2,61-3,40 = cukup baik; 3,41- 4,20 = baik; 4,21-5,00 = sangat baik.

Namun bila dilihat tingkatan persepsi masing-masing komponen teknologi,

hanya terlihat komponen teknologi pengairan secara efektif dan efisien sudah sejak

awal diterapkan perani di desa Rimbo Recap dengan baik yaitu berada pada

tingkatan skor sangat baik (4,33). Hal ini dikarenakan desa Rimbo Recap telah

memiliki jaringan pengairan untuk kebutuhan persawahan, sehingga kebutuhan air

bagi usahatani padi sawah masyarakat tercukupi. Sedangkan komponen tekbologi

lainnya seperti penggunaan Varietas Unggul Baru (VUB); benih bermutu dan

berlabel yang pada awalnya berada dalam kondisi buruk (2,38 dan 2,58) meningkat

menjadi sangat baik (4,54 dan 4,63) dan pemberian bahan organik dari kondisi

buruk (2,17) hanya meningkat menjadi tingkatan kondisi baik (3,88).

Komponen teknologi PTT yang tingkatan persepsi awalnya sudah berada

dalam kondisi cukup baik adalah; Pengaturan populasi tanam melalui jajar legowo

dan Pengendalian OPT dengan pendekatan PHT berada pada skor 2,71 dan 2,88

juga telah meningkat menjadi sangat baik dengan skor 4,71 dan 4,21. Namun

Page 71: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

71

untuk komponen teknologi Penggunaan bibit muda (umur <21 hari) dan

Pemupukan berdasarkan kebutuhan tanaman & status hara dengan skor awalnya

3,63 dan 4,04 hanya meningkat menjadi 4,13 dan 4,14 dan masih tetap berada

pada tingkatan persepsi kondisi baik (rank skore 3,41- 4,20).

Sedangkan komponen teknologi tanam bibit 1-3 batang per rumpun serta

panen tepat waktu dan gabah segera dirontok yang persepsi awalnya sudah baik

(4,17 dqn 4,13), juga menjadi semakin baik (4,92 dan 4,76). Namun dari

keseluruhan komponen teknologi PTT padi sawah yang didiseminasikan, komponen

teknologi tanam bibit 1-3 batang per rumpun merupakan peringkat persepsi terbaik

mendekati sempurna dan meyakinkan petani padi sawah di desa Rimbo Recap

yaitu; berada pada skor persepsi petani 4,92.

Dari gambaran analisis masing-masing komponen teknologi yang masih

bervariasi, terlihat bahwa peningkatan persepsi petani dalam penerapan PTT padi

sawah tidak hanya dipengaruhi oleh kemampuan petani sendiri. Tetapi juga

dipengaruhi berbagai faktor luar dan linkungan lainnya, seperti faktor kondisi,

budaya atau kebiasaan sistem budidaya padi sawah yang turun-temurun. Bulu

(2010) menggambarkan, bahwa persepsi petani terhadap sesuatu inovasi teknologi

baru dapat dipengaruhi oleh faktor internal (dari dalam diri individu) dan faktor

eksternal (atau dari stimulus itu sendiri dan lingkungan). Secara psikologis, persepsi

individu petani terhadap suatu inovasi teknologi sangat dipengaruhi oleh

kemampuan pemberian makna atau arti teknologi, pengalaman individu, perasaan,

keyakinan, pengetahuan tentang inovasi, kemampuan berfikir dan motivasi untuk

belajar. Van den Ban dan Hawkins (2000) menggambarkan, bahwa belajar adalah

memperoleh serta memperbaiki kemampuan seseorang untuk melaksanakan suatu

pola sikap melalui pengalaman dan praktek. Hal ini akan menimbulkan proses

psikologis, sehingga individu akan menyadari apa yang ia lihat, ia dengar dan

sebagainya.

Tingkat pendidikan diduga menjadi faktor yang mempengaruhi persepsi

petani. namun dari hasil analisis menggunakan Uji Statistik Koefisien Korelasi

Peringkat Spearman, yernyata pendidikan tidak berpengaruh terhadap tingkat

persepsi petani dalam penerapan PTT padi sawah di desa Rimbo Recap. Kondisi ini

Page 72: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

72

dimungkinkan oleh faktor-faktor eksternal lainnya yang belum terukur, seperti;

norma-norma, kebiasaan, komunikasi sosial, interaksi sosial, dan belajar sosial

individu petani dalam sistem sosial. Oleh Mar’at dalam Bulu (2010) hal tersebut

merupakan salah satu faktor yang disebut sebagai “hambatan” dan merupakan

salah satu variabel eksternal penentu persepsi petani, terutama kesesuaian inovasi

teknologi terhadap kondisi ago-ekosistem maupun agro-klimat setempat.

Melalui kegiatan diseminasi inovasi komponen teknologi PTT padi sawah,

tergambar perubahan persepsi petani bernilai positif, yaitu persepsi petani menjadi

meningkat. Peningkatan persepsi petani mengisyaratkan bahwa petani percaya dan

setuju dengan apa yang sudah diterapkan dan didiseminasikan. Peningkatan

persepsi petani merupakan langkah awal dalam menumbuhkan minat (kepercayaan

petani) dalam merubah keterampilan, sehingga pada akhirnya komponen PTT padi

sawah dapat diadopsi dan diterapkan langsung oleh petani.

Berkaitan dengan hal tersebut, berarti bahwa dengan adanya kegiatan

diseminasi yang meliputi demonstrasi atau praktek dan bimbingan langsung yang

melibatkan petani secara partisipatif mulai dari awal hingga akhir kegiatan serta

diikuti dengan penyuluhan (bimbingan dan edukasi) mengenai PTT padi sawah,

telah mendorong pengetahuan petani menjadi meningkat yang pada akhirnya

merubah persepsi petani menjadi lebih baik.

KESIMPULAN

1. Terjadi peningkatan persepsi petani mengenai PTT padi sawah sebelum dan

sesudah implementasi kegiatan diseminasi dilaksanakan, dimana persepsi petani

sebelum adanya kegiatan diseminasi berada pada kriteria cukup baik dengan

rata-rata skor total 3,34 yang kemudian meningkat menjadi 4,43 dengan kriteria

sangat baik dan secara keseluruhan memperlihatkan perserpsi inovasi teknologi

tergambar menjadi 132,63% atau mengalami peningkatan sebesar 32,63%.

2. Persepsi petani secara keseluruhan terhadap penerapan dari masing-masing

komponen teknologi PTT padi mengalami peningkatan (100%) setelah

dilaksanakannya kegiatan diseminasi inovasi teknologi percontohan penerapan

Page 73: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

73

komponen teknologi dan pemanfaatan limbah pertanian sebagai pupuk organik

pada padi sawah.

3. Pendidikan tidak berpengaruh terhadap tingkat persepsi petani, kemungkinan

disebabkan oleh faktor-faktor eksternal lainnya yang belum terukur, seperti

norma-norma, kebiasaan, komunikasi sosial, interaksi sosial, dan belajar sosial

individu petani dalam sistem sosial serta kondisi lingkungan alam (agro-

ekosistem dan agro-klimat).

DAFTAR PUSTAKA

Alma B dan Riduwan. 2009. Pengantar Statistika Sosial. Penerbit CV. Alfabeta. Bandung.

Badan Litbang Pertanian. 2010. Pedoman Umum PTT Padi Sawah. Kementerian Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta.

Bulu Yohanes Geli. 2010. Persepsi Petani Terhadap Peran Lembaga Usaha Ekonomi Pedesaan (LUEP) dalam Usahatani Padi di Kecamatan Sukaharjo Kabupaten Sukoharjo (Online). http://h0404055. wordpress.com/2010/04/07/. Diakses 30 Mei 2012. Bengkulu.

Dinas Pertanian R/L . 2011. Produktivitas Padi Sawah Kabupaten Rejang Lebong Tahun 2010. Dinas Pertanian Kabupaten Rejang Lebong. Curup.

Pertiwi, R P dan Saleh A. 2010. Persepsi Petani Tentang Saluran Komunikasi Usahatani Padi (Online). http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/32203/ Pepi%20Rospina%20Pertiwi%28ppt%29_Makalah%20Penunjang.pdf Diakses 30 Mei 2012. Bengkulu.

Rentha, T. 2007. Identifikasi Perilaku, Produksi dan Pendapatan Usahatani Padi Sawah Irigasi Teknis Sebelum dan Sesudah Kenaikan Harga Pupuk di Desa Bedilan Kecamatan Belitang OKU Timur (Skripsi S1). Universitas Sriwijaya. Palembang.

Van Den Ban dan Howkins. 2000. Penyuluhan Pertanian. Penerbit CV. Kanisius. Yogyakarta.

Page 74: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

74

ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN (OPT) PENTING PADA SENTRA TANAMAN PADI SAWAH MT 2010/2011 dan MT 2011

Sri Suryani M. Rambe dan Kusmea Dinata

ABSTRAK

Salah satu upaya untuk mencapai target produksi padi sebesar 70,6 juta ton GKG pada tahun 2011 memerlukan dukungan sistem monitoring serangan OPT dan pelaporan yang intensif secara berkesinambungan untuk menerapkan pengendalian hama terpadu. Tujuan kegiatan ini adalah untuk menentukan beberapa jenis OPT penting pada tanaman padi sawah yang menyerang di provinsi Bengkulu, serta mendapatkan informasi tentang luas serangan dan intensitas serangan OPT penting pada tanaman padi sawah pada MT I tahun 2010/2011 dan MT II tahun 2011. Pelaksanaan kegiatan dilakukan pada setiap kabupaten yang ada di provinsi Bengkulu dengan mengambil satu wilayah kerja POPT-PHP atau wilayah kecamatan. Waktu pelaksanaan dimulai dari MT I tahun 2010/2011 sampai MT II tahun 2011. Pelaksanaan kegiatan monitoring berbagai jenis OPT penting pada tanaman padi meliputi intensitas serangan, populasi dan luas serangan. Data di kumpulkan dari laporan POPT-PHP yang ada di setiap kabupaten di satu wilayah kerja/wilayah kecamatan yang mewakili sentra produksi padi. Dari hasil observasi lapangan jenis OPT penting pada MT I yaitu: walang sangit, hama tikus, ulat grayak, penggerek batang padi, penyakit blas dan tungro luas serangannya 141,2 ha, 57,2 ha, 52 ha, 23,0 ha, 13,7 ha, dan 17,2 ha. Pada pengamatan MT II juga terdapat serangan walang sangit, hama tikus, ulat grayak, penggerek batang padi, penyakit blas dan tungro luas serangannya: 155,5 ha, 77,2 ha, 5,0 ha, 25,5 ha, 1,2 ha dan 35,5 ha.

Kata kunci: organisme pengganggun tanaman penting, monitoring, padi

PENDAHULUAN

Organisme Penggangu Tanaman (OPT) merupakan salah satu faktor

penghambat dalam upaya meningkatkan produktvitas padi di Indonesia. Pada

musim hujan 2007/2008, dilaporkan luas serangan penggerek batang padi 64.973

ha, wereng batang coklat 9.906 ha, tikus 44.470 ha, tungro 2.355 ha dan blas

4.707 ha (BBPOPT, 2008). Fenomena tersebut berpotensi menimbulkan gangguan

produksi padi nasional. Oleh karena itu, upaya untuk mencapai target produksi padi

sebesar 70,6 juta ton GKG pada tahun 2011 memerlukan dukungan sistem

moinitoring serangan OPT dan pelaporan yang intensif secara berkesinambungan.

Pengamatan dan pelaporan OPT merupakan komponen kegiatan

perlindungan tanaman. Dari kegiatan tersebut akan diperoleh data kualitatif dan

kuantitatif yang berguna sebagai bahan untuk pengambilan keputusan dan

langkah-langkah operasional pengendalian OPT secara terpadu (Ditlin, 2008).

Dalam rangka penerapan PHT, pengamatan dan pelaporan merupakan kegiatan-

Page 75: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

75

kegiatan yang amat mendasar. Dari kegiatan tersebut diharapkan dapat diperoleh

gambaran tentang adanya serangan, luas serangan, kepadatan populasi atau

itensitas serangan.

Adapun tujuan dari kegiatan ini yaitu untuk menentukan beberapa jenis OPT

penting pada tanaman padi sawah yang menyerang di provinsi Bengkulu, serta

mendapatkan informasi tentang luas serangan dan intensitas serangan OPT penting

tanaman padi sawah pada musim tanam I (MT I) 2010/2011 dan Musim Tanam II

(MT II) 2011.

METODE PENELITIAN

Ruang Lingkup

Pelaksanaan kegiatan dilakukan pada setiap kabupaten yang ada di provinsi

Bengkulu dengan mengambil satu wilayah kerja POPT-PHP atau wilayah

kecamatan. Waktu pelaksanaan dimulai dari MT I tahun 2010/2011 sampai MT II

tahun 2011.

kegiatan yang dilakukan yaitu monitoring berbagai jenis OPT penting pada

tanaman padi meliputi intensitas serangan dan luas serangan. Data di kumpulkan

dari laporan POPT-PHP yang ada di setiap kabupaten di satu wilayah kerja/wilayah

kecamatan yang mewakili sentra produksi padi.

Tahapan Pelaksanaan

1. Sosialisasi dan koordinasi dengan Petugas POPT-PHP setiap kabupaten yang

terlibat kegiatan monitoring OPT 2011. Satu orang petugas untuk satu

kabupaten/kota dalam satu wilayah kerja/kecamatan.

2. Penentuan petak contoh pengamatan tetap dan pengamatan keliling. Setiap

petugas POPT-PHP menentukan petak pengamatan tetap dengan cara

mengambil 3 unit petak contoh pada perpotongan garis diagonal terpanjang,

masing-masing unit contoh diambil 10 rumpun tanaman sampel, kemudian

diamati seminggu sekali.

Page 76: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

76

3. Pengumpulan data oleh petugas POPT-PHP yang dikirimkan setiap 2 minggu

sekali selama MT I sampai MT II, sesuai pedoman pengamatan dan pelaporan

Perlindungan Tanaman Pangan, Direktorat Jendral Tanaman Pangan.

Variabel pengamatan

1. Identifikasi OPT penting pada tanaman padi sawah

Identifikasi dilaksanakan dengan cara mengamati gejala yang ditimbulkan dan

melihat tanda-tanda keberadaan jenis OPT.

2. Luas dan Intensitas serangan OPT penting padi sawah

Luas dan intensitas serangan OPT dilakukan dengan cara menghitung luas

serangan OPT penting pada wilayah kerja/kecamatan POPT-PHP, kemudian

dihitung intensitas serangannya. Dapat dihitung dengan menggunakan rumus

(Ditlin, 2007):

1. Intensitas serangan mutlak n

I = x 100% N

Keterangan I : Intensitas serangan n : Jumlah tanaman/bagian tanaman yang rusak N : Jumlah seluruh tanaman/bagian tanaman yang diamati

2. Intensitas serangan tidak mutlak

∑ (ni x vi)

I = x 100% N x Z Keterangan I : Intensitas serangan ni : Jumlah sampel pada katagori kerusakan vi : Skor pada sampel N : Jumlah total sampel Z : Skor tertinggi dari katagori serangan

Nilai Skoring kerusakan: 0 : Tidak ada serangan 1 : Apabila ada 1/4 bagian tanaman terserang 3 : Apabila ada 1/3 bagian tanaman terserang 5 : Apabila ada1/2 bagian tanaman terserang 7 : Apabila ada 3/4 bagian tanaman terserang 9 : Apabila ada > 3/4 bagian tanaman terserang

Page 77: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

77

Tabel 1. Katagori intensitas serangan hama dan Penyakit tanaman padi.

Kisaran intensitas serangan hama

Katagori Kisaran intensitas serangan penyakit

0-25% 25 - <50% 50 - 90%

>90%

Intensiatas ringan Intensitas sedang Intensitas berat Puso

<11% 11 - <25% 25 - <75% 75 - 100 %

Analisis Data

Data OPT yang diperoleh dari petugas POPT dianalisis secara statistik deskriptif.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengamatan dan Identifikasi OPT Penting Tanaman Padi

Dari hasil pengamatan yang telah dilakukan pada petak tetap MT I dan MT II,

terdapat enam jenis OPT penting dari beberapa OPT utama yang menyerang

tanaman padi. Keenam jenis OPT tersebut yaitu hama penggerek batang padi,

hama tikus, hama walang sangit, hama ulat grayak, penyakit blas, dan penyakit

tungro. Data hasil pengamatan disajikan pada tabel 2 dan 3.

Tabel 2. Data luas dan intensitas serangan OPT penting tanaman padi MT I pada wilayah pengamatan Kabupaten/kota di Provinsi Bengkulu tahun 2010/2011.

Jenis OPT

PB UG WS TK TG BL NO Kabupaten/Kota/kecamatan

L I L I L I L I L I L I

1 Kota Bengkulu/Gading cempaka 6,5 R - - 5,0 R - - - - 3,0 R

2 Seluma/Seluma Selatan 1,0 R 52,0 R 34,0 R 20,0 R 2,0 S 3,0 S

3 Bengkulu Tengah/Taba Penanjung - - - - 10,5 R 10 R 5 R - -

4 Bengkulu Utara/Argamakmur 0,2 R - - 12,0 R - - - - - -

5 Bengkulu Selatan/Seginim - - - - 9,0 R 4,5 R - - 2,5 R

6 Kepahiang/kepahiang 0,7 R - - 22,2 R 1,7 R 6,7 S 5,2 R

7 Rejang Lebong/Curup Selatan - - - - - - - - - - - -

8 Lebong/Lebong selatan - - - - 1,0 R 3,0 R 3,0 S - -

9 Kaur/Kaur Selatan 13,0 R - - 45,0 R 18,0 R - - - -

10 Mukomuko/XIV Koto 1,5 R - - 2,5 R - - 0,5 R - -

Keterangan: PB : Penggerek Batang UG : Ulat Grayak WS : Walang Sangit TK : Tikus TG : Tungro BL : Blas malai L : Luas serangan (ha) R : Intensitas ringan I : Intensitas serangan (%) S : Intensitas sedang

Page 78: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

78

Tabel 3. Data luas dan intensitas serangan OPT penting tanaman padi MT II pada wilayah pengamatan Kabupaten/kota di Provinsi Bengkulu tahun 2011.

Jenis OPT

PB UG WS TK TG BL NO Kabupaten/Kota/Kecamatan

L I L I L I L I L I L I

1 Kota Bengkulu/Gading Cempaka 6,5 R - - 1,5 R 1,0 R - - - -

2 Seluma/Seluma Selatan 5,0 R 5,0 S 15,0 R 8,0 R 4,0 S - -

3 Bengkulu Tengah/Taba Penanjung - - - - 20 R 15 R 7 R - -

4 Bengkulu Utara/Argamakmur - - - - 37,5 R 2,5 R - - - -

5 Bengkulu Selatan/Seginim - - - - 6,0 R 12,0 R - - - -

6 Kepahiang/kepahiang 1,0 R - - 3,0 R 1,75 R 7,0 S 1,2 R

7 Rejang Lebong/Curup Selatan - - - - - - - - - - - -

8 Lebong/Lebong Selatan - - - - - - 3,0 R 5,0 S - -

9 Kaur/ Kaur Selatan 12,0 R - - 70,0 R 34,0 R 10,0 R - -

10 Mukomuko/XIV Koto 1,0 R - - 2,5 R - - 2,5 S - -

Keterangan:

PB : Penggerek Batang UG : Ulat Grayak WS : Walang Sangit TK : Tikus TG : Tungro BL : Blas malai L : Luas serangan (ha) R : Intensitas ringan I : Intensitas serangan (%) S : Intensitas sedang

Serangan hama walang sangit memiliki sebaran yang paling tinggi, terlihat

hampir seluruh kabupaten terdapat serangan. Kemudian diikuti hama tikus,

penggerek batang padi, tungro, blas dan terakhir serangan hama ulat grayak yang

hanya terjadi di kabupaten Seluma.

Walang sangit (Leptocorisa oratorius L) adalah hama yang menyerang

tanaman padi setelah berbunga dengan cara menghisap cairan bulir padi,

menyebabkan bulir padi menjadi hampa atau pengisiannya tidak sempurna.

Di Indonesia telah dikenal 6 jenis penggerek batang padi, yang terdiri dari

lima jenis famili Pyralidae dan satu jenis famili Noctuidae. Jenis-jenis penggerek

batang padi ini memiliki sifat atau ciri yang berbeda dalam penyebaran dan

bioekologi, namun hampir sama dalam cara menyerang dan kerusakan yang

ditimbulkannya. Gejala serangan pada masa vegetatif dapat berupa matinya titik

tumbuh karena digerek oleh larva penggerek batang, yang dapat mengakibatkan

berkurangnya anakan dan penghambatan pertumbuhan (gejala sundep).

Sedangkan pada masa generatif dapat mengakibatkan pembentukan bulir gabah

Page 79: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

79

tidak sempurna karena batang pangkal malai digerek oleh larva penggerek batang

(gejala beluk) (Ditlin, 2007b).

Hama tikus merupakan hama yang cukup penting pada tanaman padi, hama

ini dapat menyerang pada fase vegetatif dan generatif. Gejala serangan yang

ditimbulkan yaitu dengan cara mengerat batang tanaman padi, dekat pangkal

batang. Gejala berupa terdapat bekas eratan yang berbentuk miring sekitar 45o.

Penyakit blas disebabkan oleh jamur Pyricularia oryzae gejala penyakit blas

dapat ditimbulkan pada daun dan malai (Semangun, 1990; Utami et al, 2006).

Gejala pada daun yang sering disebut blas daun (leaf blas), yaitu berupa bercak

berbentuk jorong dengan ujung-ujung runcing. Serangan ini dapat menimbulkan

kerugian yang besar karena hampir semua biji pada malai hampa (Semangun,

1990).

Penyakit tungro disebabkan oleh virus, yang ditularkan oleh wereng hijau

Nephotettix virescens. Gejala yang ditimbulkan yaitu terjadinya penghambatan

pertumbuhan dan warna daunnya berubah, yang bervariasi dari kuning sampai

merah jambu (Semangun, 1990; Ditlin, 2007b).

Hama Ulat grayak dapat menyerang tanaman pada masa vegetatif dan

generatif. Gejala serangan dapat berupa bekas gigitan ulat pada daun, pada

serangan berat tanaman padi muda terlihat bekas tunggul-tunggulnya saja.

Luas serangan OPT penting padi di provinsi Bengkulu

Total luas serangan OPT penting pada tanaman padi musim tanam

2010/2011 dapat disajikan pada tabel 4.

Page 80: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

80

Tabel 4. Data luas serangan OPT penting tanaman padi sawah pada wilayah pengamatan di Propinsi Bengkulu MT 2010/2011.

Luas serangan (ha)

Musim Hujan (MT I) Musim Kering (MT II) No Jenis OPT

R S B T P R S B T P

1 Penggerek Batang 23,0 - - 23,0 - 25,5 - - 25,5 -

2 Ulat Grayak 52,0 - - 52,0 - - 5,0 - 5,0 -

3 Walang Sangit 141,2 - - 141,2 - 155,5 - - 155,5 -

4 Tikus 57,2 - - 57,2 - 77,2 - - 77,2 -

5 Tungro 5,5 11,7 - 17,2 - 17,0 18,5 - 35,5 -

6 Blas 10,7 3,0 - 13,7 - 1,2 - - 1,2 -

Keterangan: R : Luas Intensitas Ringan ; S : Luas Intensitas Sedang; B : Luas Intensitas Berat; T : Total terkena; P : Total Puso

Dari tabel 4 pada MT I, terlihat serangan hama walang sangit total luas

serangannya paling banyak bila dibandingkan dengan OPT yang lain yaitu sekitar

141,2 ha. Kemudian diikuti serangan hama tikus 57,2 ha, hama ulat grayak 52 ha,

penggerek batang padi 23,0 ha, penyakit blas 13,7 ha, dan penyakit tungro 17,2

ha.

Pada pengamatan MT II terlihat juga hama walang sangit memiliki total luas

serangan yang paling banyak yaitu 155,5 ha. Kemudian diikuti hama tikus 77,2 ha,

hama penggerek batang 25,5 ha, penyakit tungro 35,5 ha, hama ulat grayak 5,0 ha

dan serangan penyakit blas 1,2 ha.

Dari total luas serangan terkena pada musim tanam I dan II, luas seragan

penggerek batang, walang sangit, tikus, dan tungro, terlihat serangannya lebih luas

pada MT II dibanding pada MT I. Hal ini banyak diduga karena faktor inang, yaitu

tersediannya pertanaman padi terus-menerus atau singgang dan tanaman padi

yang tumbuh dari gabah yang tercecer di lapang serta inang alternatif apabila tidak

ada pertanaman (Ditlin, 2007b). Maka pada musim berikutnya serangan bisa lebih

tinggi dibanding musim sebelumnya.

Untuk hama ulat grayak dan blas total luas serangan terkena pada MT I lebih

luas dibandingkan dengan MT II. Hal ini diduga karena pengaruh fenomena iklim

yang tidak menentu mengakibatkan adanya ledakan hama ulat grayak (outbreak).

Perkembangan dan penyebaran serangan penyakit blas sangat dipengaruhi oleh

Page 81: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

81

curah hujan dan angin, dan tingkat keparahannya lebih disebabkan oleh faktor

ketahanan tanaman, pemupukan N yang tinggi, dan kekeringan (Semangun, 1990).

Di Indonesia walang sangit merupakan hama penting dan dapat

menyebabkan kehilangan hasil mencapai 50%. Diduga bahwa populasi 100.000

ekor per hektar dapat menurunkan hasil sampai 25%. Hasil penelitian

menunjukkan populasi walang sangit 5 ekor per 9 rumpun padi akan menurunkan

hasil 15% (Suharto dan Damarrdjah, 1988 dalam Ashikin dan Thamrin, 2003)

Hubungan antara kepadatan populasi walang sangit dengan penurunan hasil

menunjukkan bahwa serangan satu ekor walang sangit per malai dalam satu

minggu dapat menurunkan hasil 27% (BB Padi, 2009).

Pada masa tidak ada pertanaman padi atau tanaman padi masih stadia

vegetatif, dewasa walang sangit bertahan hidup/berlindung pada barbagai tanaman

yang terdapat pada sekitar sawah. Hama walang sangit memiliki tanaman inang

alternatif yaitu tanaman rumput-rumputan antara lain: Panicum spp; Andropogon

sorgum; Digitaria consanguinaria; Eleusine coracoma; Setaria italica; Cyperus

polystachys, Paspalum spp; dan Pennisetum typhoideum (BB Padi, 2009).

Penggerek batang padi terdapat sepanjang tahun dan menyebar di seluruh

Indonesia pada ekosistem padi yang beragam. Kehilangan hasil akibat serangan

penggerek batang padi pada stadia vegetatif tidak terlalu besar karena tanaman

masih dapat mengkompensasi dengan membentuk anakan baru.

Berdasarkan simulasi pada stadia vegetatif, tanaman masih sanggup

mengkompensasi akibat kerusakan oleh penggerek sampai 30%. Gejala serangan

pada stadia generatif menyebabkan malai muncul putih dan hampa yang disebut

beluk. Kerugian hasil yang disebabkan setiap persen gejala beluk berkisar 1-3%

atau rata-rata 1,2%. Kerugian yang besar terjadi bila penerbangan ngengat

bersamaan dengan stadia tanaman bunting (BB Padi, 2008).

Reproduksi atau perkembangbiakan tikus tidak hanya terjadi pada stadia

generatif tanaman dimana dalam kondisi tersedia cukup pakan bergizi. Periode

reproduksi pendek terjadi pada lokasi areal tanaman serempak, dan sebaliknya

reproduksi panjang pada areal tanaman tidak serempak (Murakani et al,1992).

Jumlah kelahiran tikus pada musim tanam hujan 1-2 kali, sedangkan pada musim

Page 82: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

82

kemarau 2-3 kali (Priyono, 2008). Tingginya intensitas serangan hama tikus sangat

tergantung dengan jumlah populasi pada suatu musim tanam.

Hama ulat grayak merupakan hama yang potensial merusak pertanaman

padi. Menurut Kalshoven (1991) bahwa eksplosi ulat grayak akan terjadi pada

kedua musim peralihan, terutama jika musim kemarau dimulai lebih awal dari pada

biasanya atau adanya periode kering yang terjadi selama musim hujan. Namun

demikian, diduga bahwa temperatur dan kelembaban yang tinggi pada kedua

musim peralihan tersebut memberikan andil dalam menciptakan kondisi yang

menguntungkan bagi ulat grayak untuk tumbuh dan berkembangbiak.

KESIMPULAN

1. Pada sentra-sentra padi sawah di Provinsi Bengkulu ditemukan 6 jenis OPT

penting pada tanaman padi yang menyerang yaitu: hama walang sangit,

penggerek batang, tikus, tungro, blas, dan ulat grayak.

2. Dari hasil observasi lapangan jenis OPT penting pada MT I yaitu: walang sangit,

hama tikus, ulat grayak, penggerek batang padi, penyakit blas dan tungro luas

serangannya 141,2 ha, 57,2 ha, 52 ha, 23,0 ha, 13,7 ha, dan 17,2 ha. Pada

pengamatan MT II juga terdapat serangan walang sangit, hama tikus, ulat

grayak, penggerek batang padi, penyakit blas dan tungro luas serangannya

yaitu: 155,5 ha, 77,2 ha, 5,0 ha, 25,5 ha, 1,2 ha dan 35,5 ha.

DAFTAR PUSTAKA

BBPOPT.2008. Peramalan OPT Padi, Jagung dan Kedelai. Direktorat Perlindungan tanaman, Direktorat Jendral Tanaman Pangan.

BB Padi. 2008. Hama Penggerek Batang Padi. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, Badan Litbang Pertanian.

BB Padi. 2009. Hama Walang Sangit. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, Badan Litbang Pertanian.

Ditlin. 2007a. Pedoman Pengendalian Penyakit Tungro pada Tanaman Padi. Direktorat Jenderal Pertanian Tanaman Pangan, Jakarta.

Ditlin. 2007b. Pedoman Teknis Pengendalian Hama Penggerek Batang Pada Tanaman Padi. Direktorat Jenderal Pertanian Tanaman Pangan, Jakarta.

Ditlin. 2008. Pedoman Pengamatan dan Pelaporan Perlindungan Tanaman Pangan. Direkrorat Jendaral Tanaman Pangan.

Page 83: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

83

Kalshoven, L.G.E. 1981. Pesr of Crop in Indonesia. Revised and Translated by Van Der Laan, P.A. PT. Ichtiar Baru-Van Hoeve. Jakarta.

Murakani. O, Kirana. V.L.T, Priyono. J, Tristiani. H. 1992. Tikus Sawah. Laporan Akhir Tulisan Ilmiah Kerjasama Teknis Indonesia-Jepang Bidang Perlindungan Tanaman Pangan (ATA-162). Direktorat Jenderal Pertanian Tanaman Pangan, Jakarta.

Priyono. J, 2008. Tikus Sawah dan Pengendalianya. Balai Besar Peramalan Organisme Pengganggu Tumbuhan. Karawang. Jawa Barat.

Semangun,H. 1990. Penyakit-penyakit tanaman pangan di Indonesia. Gadjah Mada University Press.

Utami. D.W, H. Aswidinnoor, S. Moeljopawiroi. Hanarida, dan Reflinur. 2006. Pewarisan Ketahanan Penyakit Blas (Pyricularia grisea Sacc) pada Persilangan Padi IR64 dengan Oryza rufipogon. J.Hayati, hlm. 107-112 Vol. 13, No. 3.

Page 84: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

84

PEMANFAATAN LIMBAH PERTANIAN SEBAGAI PUPUK ORGANIK UNTUK MENINGKATKAN PENDAPATAN PETANI PADI SAWAH DENGAN

PENDEKATAN PTT DI KABUPATEN REJANG LEBONG Alfayanti dan Ruswendi

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pendapatan petani padi sawah sebelum dan setelah pemanfaatan pupuk organik limbah pertanian serta kelayakan usahatani padi sawah yang dilakukan pada bulan Agustus-November 2011di desa Rimbo Recap Kecamatan Curup Selatan Kabupaten Rejang Lebong. Lokasi dipilih secara purposive (sengaja) dengan pertimbangan desa Rimbo Recap merupakan salah satu sentra penghasil beras di Kabupaten Rejang Lebong. Penelitian dilaksanakan melalui perlakuan percontohan budidaya padi dengan pendekatan PTT pada lahan sawah petani kooperator dengan 3 perlakuan yaitu pemberian pupuk organik berbahan a) limbah kotoran ternak ayam, b) limbah kotoran ternak sapi, c) limbah jerami padi yang dibandingkan dengan usahatani perlakuan petani, kemudian dianalisis menggunakan tekhnik analisis pengolohan secara matematis dan diuraikan secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemanfaatan limbah pertanian pada usahatani padi sawah dengan pendekatan PTT dan pemberian kompos dari; kotoran ayam, kotoran sapi dan jerami padi dapat meningkatkan pendapatan petani dari Rp 6.416.250,-/ha/MT menjadi Rp 9.236.750,-/MT/ha, Rp 11.359.750,-/ha/MT dan Rp 10.758.350,-/ha/MT serta hasil penghitungan Marginal benefit Cost Ratio (MBCR) secara ekonomi pemanfaatan limbah pertanian ini mendapatkan nilai kelayakan berturut-turut sebesar 1,553; 2,245 dan 1,801.

Kata Kunci: limbah pertanian, pupuk organik , PTT, padi sawah, pendapatan

PENDAHULUAN

Kabupaten Rejang Lebong merupakan wilayah kabupaten yang memiliki

potensi pertanian di Provinsi Bengkulu. Letak geografisnya berada di selatan garis

khatulistiwa dengan ketinggian tempat antara 100 m sampai diatas 1.000 m dpl

yang secara umum merupakan daerah pegunungan dengan topografi

bergelombang dan berbukit-bukit serta mempunyai kemiringan tanah antara 2% -

40% dengan curah hujan yang cukup sepanjang tahun (Badan Pusat Statistik

Rejang Lebong, 2010). Hal ini mengkondisikan daerah Kabupaten Rejang Lebong

sebagai daerah yang subur dan mempunyai potensi untuk pengembangan

pertanian, termasuk sektor utama pangan padi sawah.

Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) adalah suatu pendekatan inovatif,

dinamis dalam upaya peningkatan produksi dan pendapatan petani melalui

perakitan komponen teknologi secara patisipatif bersama petani, yang terdiri dari

komponen teknologi dasar dan teknologi pilihan. Dimana komponen teknologi

Page 85: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

85

dasar sangat dianjurkan untuk diterapkan (Badan Litbang Pertanian, 2010).

Adapun komponen teknologi dasar tersebut; 1) varietas unggul baru, inbrida atau

hibrida, 2) benih bermutu dan berlabel, 3) pemberian bahan organik melalui

pengembalian jerami ke sawah atau dalam bentuk kompos, 4) pengaturan populasi

tanaman secara optimum, 5) pemupukan berdasarkan kebutuhan tanaman dan

status hara tanah, 6) pengendalian OPT (Organisme Pengganggu Tanaman)

dengan pendekatan PHT (Pengendalian Hama Terpadu). Namun komponen

teknologi pilihan juga perlu diterapkan sesuai dengan kondisi, kemauan dan

kemampuan petani setempat, diaantaranya; 1)pengolahan tanah sesuai musim dan

pola tanam, 2) penggunaan bibit muda < 21 hari, 3) tanam bibit 1 - 3 batang per

rumpun, 4) pengairan secara efektif dan efisien, 5) penyiangan dengan landak atau

gasrok, 6) panen tepat waktu dan gabah segera dirontok.

Penggunaan lahan secara terus menerus berakibat pada penurunan bahan

oganik tanah dan bahkan sebagian besar lahan pertanian mengandung bahan

organik rendah (< 2%), padahal kandungan yang ideal adalah > 3%

(Kartono,2010). Perbaikan kesuburan tanah dan peningkatan bahan organik tanah

dapat dilakukan melalui penambahan bahan organik atau kompos. Pupuk organik

adalah pupuk yang sebagian besar atau seluruhnya terdiri dari bahan organik yang

berasal dari tanaman dan atau hewan yang telah melalui proses rekayasa, dapat

berbentuk padat atau cair yang digunakan untuk mensuplai bahan organik serta

memperbaiki sifat fisik kimia dan biologi tanah (Kartono, 2010). Secara umum,

manfaat pupuk organik adalah; memperbaiki struktur dan kesuburan tanah,

meningkatkan daya simpan dan daya serap air, memperbaiki kondisi biologi dan

kimia tanah, memperkaya unsur hara makro dan mikro serta tidak mencemari

lingkungan dan aman bagi manusia.

Limbah adalah sisa atau hasil ikutan dari produk utama. Limbah pertanian

adalah bagian tanaman pertanian diatas tanah atau bagian pucuk, batang yang

tersisa setelah dipanen atau diambil hasil utamanya (Sutrisno 2002 dalam

Syamsidar 2011). Limbah pertanian yang dapat dijadikan sumber pupuk organik

adalah jerami padi, sekam/arang sekam, brangkasan kacang tanah dan kedelai,

daun dan batang jagung, serbuk gergaji, sampah kota serta kotoran ternak (sapi,

Page 86: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

86

kerbau, domba, kambing, dan ayam). Kandungan hara kotoran ternak dan limbah

pertanian sangat beragam, dan begitu juga perbandingan antara karbon dan

nitrogen (C/N ratio). Bahan organik yang optimal untuk pembuatan kompos atau

pupuk organik secara aerobik memiliki C/N ratio 25-30.

Pengelolaan hara K pada tanah sawah tidak dapat dipisahkan dari

pengolahan bahan organik, karena bahan organik yang cukup tersedia pada lahan

sawah dapat meningkatkan aktivitas organisme tanah mempersiapkan hara, siklus

hara dan pembentukan pori mikro dan makro tanah. Pemberian jerami pada lahan

sawah dapat memperbaiki sifat biologi, kimia dan fisika tanah sawah yang

sekaligus dapat memasok sebagian kebutuhan hara K dan memperlambat

kemiskinan K, sehingga mengurangi takaran pupuk KCl disamping juga mampu

meningkatkan kesuburan tanah sawah (Hartatik, 2009).

Menurut Badan Pusat Statistik Rejang Lebong (2010), luas panen padi sawah

di Kabupaten Rejang tahun 2009 mencapai 16.418 ha dengan jumlah produksi

63.730 ton. Selain sektor tanaman pangan, sektor peternakan di Kabupaten Rejang

Lebong juga menjadi salah satu andalan daerah. Jumlah ternak besar (sapi perah

dan sapi potong) dengan populasi berjumlah 7601 ekor pada tahun 2009 dan

jumlah terbesar berada di Kecamatan Curup Selatan 4292 ekor, diikuti populasi

ternak unggas 635.723 ekor diantarnya 501.198 ekor merupakan ayam ras. Secara

keseluruhan limbah kotoran ternak dan tanaman pangan sangat berpotensi sebagai

penghasil pupuk organik. Sehingga perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui

pendapatan petani padi sawah sebelum dan setelah memanfaatkan inovasi

pemanfaatan limbah pertanian (kompos kotoran ayam, kompos kotoran sapi dan

kompos jerami padi) sebagai pupuk organik pada usahatani padi sawah serta

mengetahui kelayakan ekonomi dari usahatani padi awah yang mengadopsi inovasi

tersebut.

Page 87: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

87

BAHAN DAN METODA

Penelitian ini dilakukan di Desa Rimbo Recap Kecamatan Curup Selatan

Kabupaten Rejang Lebong pada bulan Agustus-November 2011. Pemilihan lokasi

penelitian dipilih secara purposive (sengaja) berdasarkan pertimbangan bahwa

desa Rimbo Recap merupakan salah satu sentra penghasil beras di Kabupaten

Rejang Lebong. Kegiatan yang dilaksanakan adalah percontohan penerapan

komponen teknologi dan pemanfaatan limbah pertanian sebagai pupuk organik

padi sawah dengan pendekatan PTT pada sawah petani kooperator dengan 3

perlakuan yaitu pemberian pupuk organik berbahan a) limbah kotoran ternak ayam,

b) limbah kotoran ternak sapi, c) limbah jerami padi dan dibandingkan dengan

usahatani petani tanpa diberikan perlakuan. Data yang diambil adalah data input

produksi (benih, pupuk, pestisida, tenaga kerja), biaya produksi dan jumlah

produksi padi sebelum dan setelah pelaksanaan perlakuan pemberian pupuk

organik.

Dari data yang diperoleh akan dihitung penerimaan dan pendapatan

usahatani padi sawah setelah mengadopsi inovasi dan dibandingkan dengan

pendapatan sebelum mengadopsi inovasi. Pendapatan dapat dihitung dengan

menggunakan rumus (Soekartawi,1995):

Dimana: Pd = Pendapatan (Rp/MT/ha) TR = Total penerimaan (Rp/MT/ha) Y = Jumlah produksi beras petani (kg/MT/ha) Py = harga beras (Rp/kg) TC = Total biaya (Rp/MT/ha) VC = Biaya tidak tetap (Rp/MT/ha) FC = Biaya tetap (Rp/MT/ha)

Untuk mengetahui kelayakan ekonomi inovasi pemanfaatan limbah pertanian

sebagai pupuk organik pada usahatani padi sawah dengan pendekatan PTT

dianalisis dengan menggunakan Marginal benefit Cost Ratio (MBCR). MBCR dapat

Pd = TR -TC TR = Y. Py TC = FC + VC Pd = TR - (FC+VC)

Page 88: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

88

digunakan untuk mengukur kelayakan teknologi baru/introduksi dibandingkan

dengan teknologi petani (Swastik, 2004) dengan rumus sebagai berikut:

dimana: Bst : benefit setelah perlakuan Bsb : benefit sebelum pelakuan Cst : cost setelah perlakuan Csb : cost sebelum perlakuan

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keragaan usahatani

Keragaan usahatani padi sawah pada petani kooperator di Desa Rimbo

Recap sebelum dan setelah penelitian dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 1. Keragaan usahatani petani kooperator percontohan inovasi budidaya padi dengan pendekatan PTT dan pemanfaatan limbah pertanian.

No Keragaan/Teknologi Sebelum Setelah

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.

Varietas benih Pemberian bahan organik (kompos) Pola tanam/Pengaturan populasi Pengendalian OPT secara PHT Frekuensi pemupukan (kali/MT) Umur bibit (hari) Jumlah bibit (batang/rumpun)

cigeulis tidak tegel kadang-kadang 2 >21 3-5

inpari 13 ya legowo 4:1 Sesuai anjuran 3 <21 1-3

Sumber : data primer 2011.

Dari keragaan usahatani tersebut dapat dilihat, bahwa ada perubahan keragaan dan penerapan inovasi komponen teknologi yang dilakukan pada usahatani padi sawah petani kooperator. Beberapa komponen teknologi PTT diterapkan dalam percontohan ini seperti penggunaan varietas unggul baru, pemberian bahan organik, pengaturan populasi, Pengendalian OPT secara PHT (sebagai kompoenen dasar) serta penggunaan bibit muda serta tanam bibit 1-3 batang per rumpun (sebagai komponen pilihan.

Penerimaan dan Pendapatan Petani

Struktur biaya dan pendapatan petani padi sawah sebelum dan sesudah

pemanfaatan limbah pertanian sebagai pupuk organik dengan pendekatan PTT

setiap hektar per musim tanam dapat dilihat pada tabel 2.

∆B Bst - Bsb MBCR = ------- = ------------- ∆C Cst – Csb

Page 89: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

89

Tabel 2. Struktur biaya dan pendapatan petani padi sawah sebelum dan sesudah pemanfaatan limbah pertanian sebagai pupuk organik dengan pendekatan PTT setiap hektar per musim tanam.

Volume Biaya usahatani (000)

Setelah

Komponen Biaya Sebelum Sesudah Sebelum

K.Ayam K.Sapi Jerami

PENGELUARAN a.Biaya tetap Penyusutan alat (Rp/paket) 38,75 38,75 38,75 38,75 Sewa lahan (Rp/MT) 6.930 6.930 6.930 6.930 Total Biaya Tetap 6.968,75 6.968,75 6.968,75 6.968,75 b. Biaya tidak tetap Benih (kg) 64 25 200 175 175 175 Pupuk (kg)

- Urea 150 200 225 340 340 340 - SP 36 100 0 250 0 0 0 - NPK Phonska 150 253 375 634 634 634 - Kompos 0 2000 0 1.000 1.400 1.600

Furadan (kg) 0 16.5 0 412,5 412,5 412,5 Pestisida (ml)

- Baycarb 0 500 0 40 40 40 - Snaildown 0 0 25 25 25 - Chix 30 30 30 30 - Score 240 80 130 42 42 42 - Perekat 0 40 0 0 0

Tenaga Kerja (HOK) - Pengolahan tanah 10 11 750 900 900 900 - Penyemaian 1 1 50 50 50 50 - Pencabutan bibit 4 4 160 160 160 160 - Tanam 14 14 280 280 280 280 - Pemupukan 4 6 200 300 300 300 - Penyiangan 10 10 400 400 400 400 - Pengendalian OPT 4 4 200 200 200 200 - Panen 52 52 2.600 2.600 2.600 2.600 - Pengangkutan 2.5 2.5 125 125 125 125 - Penjemuran 8 8 400 400 400 400 - Penggilingan 4 4 200 200 200 200

Total Biaya tidak tetap 6.615 8.313,5 8.713,5 8.913,5 Total Pengeluaran 13.583,75 15.282,25 15.682,25 15.882,25

PRODUKSI Produksi gabah (GKP) 5818 7133 7867 7750 Produksi beras (kg) 3200 3923,15 4326,85 4262,5

PENDAPATAN Harga (Rp/kg) 6250 6250 6250 6250 Penerimaan 20.000 24.519 27.042 26.640,6

Pendapatan 6.416,25 9.236,75 11.359,75 10.758,35

Sumber : data primer 2011.

Page 90: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

90

Penerimaan adalah hasil perkalian antara produk-produk tersebut dengan

harga jual. Soekartawi (1995) menyatakan bahwa pendapatan adalah perkalian

antara produksi yang diperoleh dengan harga jual. Sedangkan pendapatan

(keuntungan) adalah selisih antara penerimaan dengan semua biaya., sehingga

dengan tamabahan penggunaan kompos pada lahan percontohan sebanyak 2

ton/ha dengan harga produksi masing-masing; Rp 500,-/kg untuk kompos kotoran

ayam, Rp 700,-/kg untuk kompos kotoran sapi dan Rp 800,-/kg untuk kompos

jerami, terdapat penambahan biaya secara berturut-turut masing-masing perlakuan

Rp 1.000.000,- ; Rp 1.400.000,- dan Rp 1.600.000,-.

Jumlah gabah yang dihasilkan sebelum percontohan adalah sebanyak 5818

kg GKP (Gabah Kering Panen) yang menghasilkan 3200 kg beras. Petani biasa

menjual hasil panennya dalam bentuk beras dimana 1 kg beras dijual dengan

harga Rp 6.250,- sehingga penerimaan petani adalah sebesar Rp 20.000.000,-

dengan pendapatan sebesar Rp 6.416.250,-. Setelah adanya perlakuan I

(penggunaan kompos kotoran ayam dan pendekatan PTT), jumlah gabah

dihasilkan meningkat menjadi 7133 kg GKP atau setara dengan 3923,15 kg beras

senilai Rp 24.519.000,-. Yang Pendapatan petani pada perlakuan ini meningkat dari

Rp 6.416.250,- menjadi Rp 9.236.750,- (sebesar Rp. 2.820.500,-). Pada perlakuan

II (penggunaan kompos kotoran sapi dan pendekatan PTT) dihasilkan produksi

sebesar 7867 kg GKP atau setara dengan 4326,85 kg beras dan harga jual sebesar

Rp 6.250,-/kg, maka petani memperoleh penerimaan sebesar Rp 27.042.000,-

dengan pendapatan sebesar Rp 11.359.750,-. (diperoleh peningkatan pendapatan

petani sebesar Rp 4.945.500,-). Untuk perlakuan III (penggunaan kompos jerami

dan pendekatan PTT) dihasilkan produksi sebanyak 7750 kg GKP atau setara

dengan 4262,5 kg beras dan harga jual beras sebesar Rp 6.250,-/kg, maka petani

memperoleh penerimaan sebesar Rp 26.640.600,- dengan pendapatan sebesar Rp

10.758.350,- (diperoleh peningkatan pendapatan petani sebesar Rp 4.342.100,-).

Kelayakan Ekonomi Inovasi

Berdasarkan hasil penghitungan kelayakan ekonomi dari produksi padi

percontohan penerapan komponen teknologi dan pemupukan kompos organik

Page 91: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

91

limbah pertanian pada padi sawah, memperlihatkan hasil perhitungan berdasarkan

nilai setiap perlakuan yang dianalisis dengan menggunakan Marginal benefit Cost

Ratio (MBCR) memberikan nilai ekonomi usahatani padi sawah dengan perlakuan

penggunaan pupuk organik berbahan baku limbah kotoran ayam ; limbah kotoran

sapi dan limbah jerami padi memberikan nilai kelayakan berturut-turut sebesar

1,553; 2,245 dan 1,801. Nilai MBCR ini menunjukkan bahwa penggunaan pupuk

organik dari limbah pertanian yang dikomposkan layak secara ekonomi karena

setiap 1,00 unit penggunaan pupuk kompos kotoran ayam akan menghasilkan

output 1,553 unit; setiap 1,00 unit penggunaan pupuk kompos kotoran sapi akan

menghasilkan output 2,245 unit serta setiap 1,00 unit penggunaan pupuk kompos

jerami padi akan menghasilkan output 1,801 unit. Secara teoritis keputusan

mengadopsi teknologi baru layak dilakukan jika MBCR > 1, artinya setiap tambahan

penerimaan yang diperoleh dari penerapan teknologi baru harus lebih besar

daripada tambahan biaya (Malian, 2004). Sehingga inovasi teknologi pemanfaatan

limbah pertanian pupuk kompos pada padi sawah layak untuk diadopsi dan

dikembangkan petani, karena dapat memberikan peningkatan hasil untuk setiap 1

unit inovasi sebesar 1,553 sampai 2,245 unit.

KESIMPULAN

1. Pemanfaatan limbah pertanian pada usahatani padi sawah menggunakan

pendekatan PTT berupa pemberian bahan organik kompos kotoran ayam,

kompos kotoran sapi dan kompos jerami dapat meningkatkan pendapatan

petani dari Rp 6.416.250,-/ha untuk setiap musism tanam menjadi Rp

9.236.750,-/ha; Rp 11.359.750,-/ha dan Rp 10.758.350,-/ha.

2. Pemanfaatan limbah pertanian (kompos kotoran ayam, kompos kotoran sapi,

kompos jerami) sebagai pupuk organik pada usahatani padi sawah sangat layak

untuk diadopsi dan dikembangkan, karena secara ekonomi dapat memberikan

peningkatan pendapatan untuk setiap 1 unit inovasi sebesar 1,553 sampai 2,245

unit hasil.

Page 92: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

92

DAFTAR PUSTAKA

Badan Litbang Pertanian. 2010. Pedoman Umum PTT Padi Sawah. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian., Kementrian Pertanian Republik Indonesia. Jakarta.

Badan Pusat Statistik Provinsi Bengkulu . 2010. Provinsi Bengkulu Dalam Angka. Badan Pusat Statistik Provinsi Bengkulu. Bengkulu.

Badan Pusat Statistik R/L. 2010. Rejang Lebong Dalam Angka. Badan Pusat Statistik Rejang Lebong. Curup.

Hartatik, W. 2009. Jerami Dapat Mensubstitusi Pupuk KCl. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian., Vol. 31 No. 1. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta.

Kartono. 2010. Pembuatan Pupuk Kompos (Kompos Jerami dan Bokhasi). http://banten.litbang.deptan.go.id. Diakses tanggal 6 Juni 2012. Bengkulu.

Malian, A.H. 2004. Analisis Ekonomi Usahatani dan Kelayakan Finansial Teknologi pada Skala Pengkajian. Makalah Disajikan dalam Pelatihan Analisa Finansial dan Ekonomi bagi Pengembangan Sistem dan Usahatani Agribisnis Wilayah. Bogor, 29 November – 9 Desember 2004. Puslitbang Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor.

Soekartawi. 1995. Analisis Ilmu Usahatani. Penerbit PT. Rajawali Press. Jakarta.

Swastika, D.K.S. 2004. Beberapa Teknik Analisis Dalam Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian. Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Vol 7 Nomor 1. Puslitbang Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor. Hal 90 – 103.

Syamsyidar. 2011. ProfitabilitasSistem Perpaduan Peternakan Sapi Potong dengan Pemanfaatan Limbah Pertanian. http://syidar.blogspot.com. Diakses tanggal 7 Juni 2012. Bengkulu.

Page 93: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

93

KERAGAAN JAGUNG KOMPOSIT SUKMARAGA DAN LAMURU DI KECAMATAN CURUP SELATAN KABUPATEN REJANG LEBONG

Siti Rosmanah, Wahyu Wibawa dan Sri Suryani M. Rambe

ABSTRAK

Kabupaten Rejang Lebong merupakan salah satu sentra jagung di Provinsi Bengkulu. Tujuan penanaman jagung di Kabupaten Rejang Lebong adalah sebagai jagung pipilan kering dan jagung rebus. Masalah yang ditemui dalam usahatani jagung di Kabupaten Rejang Lebong antara lain sulitnya memperoleh benih jagung bermutu serta modal petani yang terbatas. Untuk itu perlu dilakukan kajian jagung komposit yang bertujuan untuk memperoleh varietas jagung komposit yang sesuai di Kabupaten Rejang Lebong. Kajian berupa observasi pada per tanaman jagung komposit dilakukan di Desa Teladan Kecamatan Curup Selatan pada tahun 2011. Varietas yang diobservasi yaitu Sukmaraga dan Lamuru. Pertanaman dua varietas jagung komposit dilakukan oleh 5 petani untuk masing-masing varietas. Hasil kajian menunjukkan bahwa tinggi tanaman Sukmaraga lebih tinggi dari Lamuru. Produktivitas yang diperoleh pada varietas Sukmaraga 5,81 ton/ha kering panen, sedangkan varietas Lamuru 3,23 ton/ha kering panen. Produktivitas kering pipilan rata-rata varietas Sukmaraga 4,19 ton/ha lebih tinggi jika dibandingkan dengan 2,47 ton/ha untuk varietas Lamuru.

Kata Kunci: benih bermutu, komposit, varietas

PENDAHULUAN

Luas areal tanaman jagung di Provinsi Bengkulu pada tahun 2010 adalah

28.205 ha dengan produksi 93.799 ton (BPS Provinsi Bengkulu, 2010). Salah satu

sentra jagung di Provinsi Bengkulu adalah Kabupaten Rejang Lebong seluas areal

5.048 ha dengan produksi 16.937 ton. Jika dibandingkan dengan produksi jagung

nasional, produktivitas jagung di Kabupaten Rejang Lebong masih rendah.

Komoditas jagung yang banyak ditanam oleh petani adalah jagung hibrida dan

jagung lokal. Sedangkan jagung komposit belum banyak dibudidayakan.

Penanaman jagung yang dilakukan oleh petani di Kabupaten Rejang Lebong

bertujuan sebagai jagung pipilan kering dan jagung rebus. Jagung pipilan kering

dipanen dari benih jagung hibrida sedangkan jagung rebus biasanya diambil dari

jagung lokal.

Masalah yang dihadapi dalam usahatani jagung di Kabupaten Rejang Lebong

antara lain sulitnya memperoleh benih jagung bermutu serta modal petani yang

terbatas. Benih jagung hibrida tersedia akan tetapi produktivitasnya masih rendah.

Hal ini dipengaruhi secara genetika tanaman itu sendiri maupun oleh lingkungan

Page 94: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

94

sekitar tanaman. Menurut Kiesselbach (1950), jagung adalah tanaman hari pendek

kuantitatif dan jumlah daun total, yang ditentukan pada waktu inisiasi bunga,

dikendalikan terutama oleh genotip fotoperiode walaupun ada sedikit pengaruh

suhu. Untuk mendapatkan pertumbuhan tanaman jagung yang baik dan

memperoleh hasil yang tinggi diperlukan kondisi tanah yang gembur dan subur.

Kesuburan tanah merupakan salah satu aspek lingkungan yang berpengaruh

terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman jagung. Peningkatan kesuburan tanah

dilakukan melalui pemupukan. Akan tetapi pupuk yang diberikan untuk tanaman

jagung hibrida tidak sesuai dengan kebutuhan dan status hara tanah. Oleh karena

itu diperlukan benih jagung lain seperti jagung komposit. Jagung komposit

merupakan jagung yang dihasilkan dari campuran beberapa varietas sehingga

individunya heterozygot dan heterogen (Derryadi, 2009).

Pengkajian jagung varietas Sukmaraga dan Lamuru telah dilakukan di

beberapa tempat. Hasil pengkajian jagung varietas Sukmaraga yang dilakukan di

Kecamatan Surantih Pesisir Selatan Provinsi Sumatera Barat dengan perlakuan

tanpa olah tanah (TOT), produksi pipilan kering jagung Sukmaraga berkisar antara

1,86-6,50 t/ha dengan produksi rata-rata 3,4 t/ha. Sedangkan jagung varietas

Lamuru produksinya berkisar antara 6,58-6,69 t/ha. Pengkajian dengan perlakuan

pemberian pupuk Urea 450 kg/ha + 2,5 t/ha kompos produksi jagung varietas

Lamuru lebih tinggi sebesar 6,69 t/ha jika dibandingkan dengan perlakuan pada

pemberian Urea 300 kg/ha + 5 t/ha kompos yaitu 6,56 t/ha (Mulyadi, Sutardi dan

Sudaryanto, 2005). Sedangkan berdasarkan hasil penelitian keragaan pertumbuhan

dan hasil jagung bersari bebas di lahan masam, Lampung jagung varietas

Sukmaraga mencapai produksi 5,6 t/ha dan jagung varietas Lamuru 4,73 t/ha

(Mustikawati, 2006). Kajian jagung komposit perlu dilakukan di Provinsi Bengkulu

yang bertujuan untuk memperoleh jenis jagung komposit yang sesuai khususnya

untuk daerah Rejang Lebong.

BAHAN DAN METODE

Kajian jagung komposit ini dilaksanakan di Desa Teladan Kecamatan Curup

Selatan Kabupaten Rejang Lebong pada bulan April sampai November 2011.

Page 95: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

95

Pengkajian ini dilaksanakan pada areal tanaman jagung milik petani dengan luas

lahan ± 5 ha. Kajian yang dilaksanakan adalah kajian kesesuaian jenis jagung

komposit (Sukmaraga dan Lamuru) pada lahan kering dengan ketinggian sekitar

675 m dpl. Data kondisi lahan dan agroklimat seperti curah hujan dan hari hujan

serta data sekunder seperti potensi lahan juga dikumpulkan.

Kajian dilaksanakan dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK)

dengan 2 perlakuan dan 5 ulangan. Perlakuan yang digunakan adalah 2 varietas

jagung komposit yaitu Sukmaraga dan Lamuru. Luas tanam jagung masing-masing

petani 0,50 ha. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan uji t.

Pendekatan yang digunakan adalah PTT jagung dengan rekomendasi pupuk

yang diberikan 100 kg Urea/ha, NPK 400 kg/ha. Analisis tanah dilakukan sebelum

kegiatan dilaksanakan. Parameter yang diamati adalah data vegetatif, generatif,

produksi dan umur panen. Data dianalisis secara tabulasi dan dianalisis.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil analisis tanah di Desa Teladan, status unsur hara lahan

tegalan adalah rendah N, sedangkan unsur P2O5 dan K2O sedang. Hasil pengukuran

terhadap komponen hasil panen yang terdiri dari tinggi tanaman (cm), jarak

tongkol ke tanah (cm), jumlah tongkol/batang, dan jumlah baris/tongkol

menunjukkan tidak adanya perbedaan yang nyata pada kedua varietas. Sedangkan

parameter pengamatan terhadap panjang tongkol, lingkar tongkol, jumlah/baris,

produtivitas kering panen dan produktivitas kering pipilan menunjukkan adanya

perbedaan yang nyata pada kedua varietas. Komponen hasil panen varietas

Sukmaraga dan Lamuru dapat dilihat pada Tabel 1.

Page 96: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

96

Tabel 1. Komponen hasil panen jagung varietas Sukmaraga dan Lamuru.

Rata-rata varietas Parameter

Sukmaraga Lamuru

Tinggi Tanaman (cm) 192,20a 152,94a

Jarak tongkol ke Tanah (cm) 77,34a 61,98a

Jumlah Tongkol/Batang 1a 1a

Panjang Tongkol (cm) 9,27a 11,56b

Lingkar Tongkol (cm) 8,01a 11,56b

Jumlah Baris/Tongkol 7,60a 11,78a

Jumlah Biji/Baris 15,20a 19,96b

Kering Panen (t/ha) 5,81b 3,23a

Kering Pipilan (t/ha) 4,19b 2,47a

Berdasarkan tinggi tanaman rata-rata pada varietas Sukmaraga 192,20 cm

dan Lamuru 152,94 cm tidak menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan

terhadap tinggi tanaman pada kedua varietas. Jarak tongkol rata-rata varietas

Sukmaraga 77,34 cm dan Lamuru 61,98 cm menunjukkan tidak adanya perbedaan

nyata. Jumlah tongkol/batang rata-rata untuk kedua varietas adalah 1

tongkol/batang dan menunjukkan tidak adanya perbedaan nyata diantara kedua

varietas. Panjang tongkol rata-rata varietas Sukmaraga 9,27 cm dan Lamuru 11,56

cm menunjukkan adanya perbedaan yang nyata pada varietas Lamuru. Lingkar

tongkol rata-rata varietas Sukmaraga 8,01 cm dan Lamuru 11,56 cm menunjukkan

adanya perbedaan nyata pada varietas Lamuru. Jumlah baris/tongkol varietas

Sukmaraga rata-rata 7,60 dan Lamuru 11,78 cm menunjukkan tidak adanya

perbedaan nyata diantara kedua varietas. Jumlah biji/baris rata-rata varietas

Sukmaraga 15,20 dan Lamuru 19,96 menunjukkan adanya perbedaan nyata pada

varietas Sukmaraga. Produktivitas rata-rata kering panen varietas Sukmaraga 5,81

ton/ha dan Lamuru 3,23 ton/ha menunjukkan adanya perbedaan nyata pada

varietas Sukmaraga. sedangkan hasil jagung pipilan kering varietas Sukmaraga

rata-rata 4,19 ton/ha dan Lamuru 2,47 ton/ha menunjukkan adanya perbedaan

nyata pada varietas Sukmaraga.

Page 97: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

97

Berdasarkan hasil pada Tabel 1, panjang tongkol (cm), lingkar tongkol (cm),

jumlah baris/tongkol, dan jumlah biji/tongkol lebih tinggi pada varietas Lamuru

dibandingkan dengan varietas Sukmaraga. Akan tetapi produktivitas kering panen

lebih tinggi pada varietas Sukmaraga yaitu 5,81 ton/ha sedangkan Lamuru 3,23

ton/ha. Begitu juga pada produktivitas kering pipilan, hasil varietas Sukmaraga

lebih tinggi yaitu 4,19 ton/ha jika dibandingkan dengan Lamuru yang 2,47 ton/ha.

Hal ini karena berdasarkan hasil penimbangan terhadap berat 100 butir varietas

Sukmaraga lebih tinggi jika dibandingkan dengan varietas Lamuru. Berdasarkan

hasil penimbangan terhadap berat kering 100 butir, rata-rata berat kering varietas

Sukmaraga adalah 27,8 gram lebih tinggi jika dibandingkan dengan berat kering

varietas Lamuru yaitu 18,68 gram.

Penanaman jagung varietas Sukmaraga berpotensi untuk dikembangkan di

Kabupaten Rejang Lebong terutama di Desa Teladan karena hasil yang diperoleh

tinggi yaitu 5,81 ton/ha kering panen atau 3,23 ton/ha pipilan kering. Sedangkan

varietas Lamuru tidak cocok untuk dikembangkan di Kabupaten Rejang Lebong

karena hasil rata-rata yang diperoleh rendah yaitu 3,23 ton/ha kering panen atau

2,47 ton/ha pipilan kering.

Produktivitas jagung varietas Sukmaraga yang ditanam di Desa Teladan

memiliki kesesuaian lahan karena produktivitasnya tinggi jika dibandingkan

produktivitas jagung rata-rata yang ditanam oleh petani di Desa Teladan.

Produktivitas jagung di Desa Teladan berbeda antara jagung lokal dengan jagung

hibrida. Produktivitas jagung lokal 2,65 ton/ha dan produktivitas jagung hibrida

3,35 ton/ha. Akan tetapi jika dibandingkan dengan potensi hasil berdasarkan

deskripsi jagung varietas Sukmaraga yang ditanam di Desa Teladan Kabupaten

Rejang Lebong masih rendah. Berdasarkan deskripsi, rata-rata potensi hasil jagung

varietas Sukmaraga adalah 6,0 ton/ha sedangkan Lamuru 5,6 ton/ha.

Produktivitas jagung dipengaruhi oleh berbagai faktor. Beberapa faktor yang

mempengaruhi produksi jagung adalah curah hujan ideal berkisar antara 85-200

Page 98: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

98

mm/bulan, suhu ideal 230-300C dengan ketinggian optimum 50-600 m dpl

(Puslittan, 2011). Masih rendahnya produktivitas jagung varietas Sukmaraga jika

dibandingkan dengan deskripsi salah satunya disebabkan oleh curah hujan.

Berdasarkan data curah hujan dan hari hujan, curah hujan rata-rata adalah 472

mm/bulan dengan rata-rata hari hujan 22,08. Akan tetapi pada saat penanaman

yaitu bulan Mei-Juli curah hujan dan hari hujan cukup rendah. Sehingga pada fase

pertumbuhan tanaman kekurangan air. Sedangkan pada fase pemasakan biji (bulan

Agustus) jumlah curah hujan tinggi sehingga memperlambat waktu panen.

Berdasarkan data curah hujan yang diperoleh dari BMKG Kecamatan Ujan Mas,

curah hujan rata-rata pada tahun 2011 adalah sebanyak 472,42 ml/bulan dengan

jumlah hari hujan sebanyak 22,08 hari. Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan

Oktober hingga Desember 2011 yaitu berkisar antara 800-983 ml. Pada bulan-bulan

tersebut tanaman jagung varietas Sukmaraga sudah panen sedangkan varietas

Lamuru berada pada proses pemasakan buah. Sehingga pada fase pertumbuhan,

pembungaan dan pembentukan biji terutama varietas Sukmaraga curah hujan

kurang sehingga produktivitas pun menurun.

Rendahnya produktivitas jagung varietas Lamuru karena serangan hama

penyakit lebih tinggi jika dibandingkan dengan varietas Sukmaraga. Selain itu, kulit

jagung yang tidak menutup hingga ke ujung tongkol juga menyebabkan biji jagung

terserang penyakit. Pada saat panen biji jagung varietas Lamuru lebih banyak yang

busuk jika dibandingkan dengan varietas Sukmaraga. Ukuran tongkol besar dengan

biji yang kecil serta ukuran tongkol yang tidak seragam menyebabkan produktivitas

jagung komposit masih rendah jika dibandingkan dengan jagung hibrida.

Pada fase pembungaan dan pengisian biji tanaman jagung perlu

mendapatkan air yang cukup. Kekurangan air akan menyebabkan pertumbuhan

tanaman dan produksi menjadi terhambat. Sehingga waktu yang tepat untuk

penanaman jagung adalah di awal musim hujan dan menjelang musim kemarau.

Penanaman jagung yang dilakukan pada awal musim kemarau akan menyebabkan

pertumbuhan dan hasil tanaman tidak optimum.

Page 99: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

99

Selain pengaruh iklim yang tidak sesuai pada saat penanaman jagung

varietas Sukmaraga dan Lamuru, faktor ketinggian tempat lokasi pengkajian juga

berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman. Menurut Guslim (2007), semakin

tinggi suatu tempat, suhu dan intensitas sinar matahari yang terjadi di tempat

tersebut semakin rendah. Respon tanaman terhadap kedua elemen cuaca tersebut

akan menentukan tingkat kesesuaian tanaman untuk mampu tumbuh baik pada

dataran tinggi. Penanaman jagung varietas Lamuru yang dilakukan pada ketinggian

yang lebih dari 600 m dpl menyebabkan pertumbuhan tanaman dan produksi

kurang optimal. Sehingga pertumbuhan jagung varietas Lamuru memberikan

respon yang kurang baik dibandingkan dengan varietas jagung Sukmaraga. Daerah

sebaran varietas Lamuru dataran rendah sampai ketinggian 600 m dpl, sedangkan

varietas Sukmaraga dataran rendah sampai ketinggian 800 m dpl (Puslittan, 2011).

KESIMPULAN DAN SARAN

1). Produktivitas jagung komposit varietas Sukmaraga dapat mencapai 5,81 ton/ha

kering panen atau 3,23 ton/ha pipilan kering sehingga berpeluang

dikembangkan di Kabupaten Rejang Lebong.

2). Waktu tanam jagung yang tepat pada awal musim hujan dan menjelang

musim kemarau.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik Bengkulu. 2010. Provinsi Bengkulu dalam angka 2010. Bengkulu.

BPP Lubuk Ubar. 2012. Programa Penyuluh Pertanian. BPP Lubuk Ubar Kecamatan Curup Selatan Kabupaten Rejang Lebong.

Dasmal. 2007. Penampilan jagung komposit varietas Sukmaraga pada budidaya tanpa olah tanah (TOT). BPTP Sumatera Barat. http://sjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/8309413420.pdf. Diakses tanggal 26 Januari 2012.

Derryadi. 2009. Klasifikasi jagung. http://derryariadi.blogspot.com/2009/05/klasifikasi-jagung.html. Diakses tanggal 7 November 2011.

Goldworthy, P.R dan Fisher, N.M. 1996. Fisiologi Tanaman Budidaya Tropik. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Kiesselbach, T.A. 1950. Progressive development and seasonal variation of the corn crop. Nebr. Agric. Expl. Stn. Res. Bull. 166. Hal 49.

Page 100: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

100

Mulyadi, Sutari dan Sudaryanto, B. 2005. Pengkajian penggunaan Urea dan Kompos pada pertanaman jagung varietas Lamuru di lahan kering beriklim kering. BPTP Yogyakarta.http://ntb.litbang.deptan.go.id/ind/2006/TPH/pengkajianpenggunaan.doc. Tanggal diakses 25 jan 2012.

Mustikawati, D.R. 2006. Keragaan pertumbuhan dan hasil jagung bersari bebas di lahan masam, Lampung. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Lampung. Sumber: http://bbp2tp.litbang.deptan.go.id/index.php?option=comcontent&task=view&id=57& Itemid=63. Diakses tanggal 22 Feb 2012.

Puslittan. 2011. Deskripsi jagung varietas Sukmaraga. http://www.puslittan. bogor.net/index.php?bawaan=varietas/varietas_detail&komoditas=05022&id=Lamuru&pg=5&varietas=1. Diakses pada tanggal 27 Juli 2011.

Puslittan. 2011. Deskripsi jagung varietas Lamuru. http://www.puslittan. bogor.net/index.php?bawaan=varietas/varietas_detail&komoditas=05022&id=Sukmaraga&pg=9&varietas=1. Diakses pada tanggal 27 Juli 2011.

Page 101: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

101

PEMANFAATAN KOMODITAS PANGAN LOKAL SEBAGAI SUMBER DIVERSIFIKASI PANGAN ALTERNATIF

Lina Ivanti dan Herlena Bidi Astuti

ABSTRAK

Sampai saat ini upaya pemenuhan kalori bagi masyarakat Bengkulu masih didominasi beras (113,8 kg per kapita per tahun), penganekaragaman pangan merupakan jalan keluar bagi ketergantungan terhadap beras. Pengkajian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pemanfaatan pangan lokal di Kabupaten Bengkulu Tengah, dilakukan dengan metode survey menggunakan kuesioner terhadap 37 responden yang dipilih secara purposive pada 3 (tiga) desa yaitu desa; Sri Kuncoro, Pondok Kubang dan Harapan Makmur. Untuk melihat banyaknya jenis pangan lokal yang dikonsumsi di uji dengan statistik deskriftive meliputi; mean, median, minimum dan maksimum. Hasil kajian memperlihatkan adanya empat jenis pangan lokal yang sudah terbiasa di konsumsi oleh responden yaitu; ubi, pisang, ganyong dan sukun. Rata-rata responden mengkonsumsi 2,4 jenis pangan lokal, dengan nilai median 2 jenis pangan dan secara keseluruhan umumnya telah mengkonsumsi 2 (dua) dan 1 (satu) jenis atau 40,54% dan 35,13% diikuti dengan mengkonsumsi 3 (tiga) jenis 16,22% dan 4 (empat) jenis 8,11%. Artinya dari ke 4 jenis pangan lokal non beras teridentifikasi yang terbanyak jenis pangan lokal adalah mengkonsumsi 2 jenis pangan dan paling sedikit mengkonsumsi 4 jenis pangan. Dilihat dari minat sebanyak 34 responden (91,90 %) mengkonsumsi ubi sebagai makanan selingan selain beras, diikuti pisang 22 responden (60,66%), ganyong 13 responden (35,00%) dan paling sedikit peminatnya komoditas sukun (6,00%).

Kata kunci: pemanfaatan, pangan lokal, identifikasi, diversivikasi, pengganti

PENDAHULUAN

Penganekaragaman pangan atau dikenal dengaan diversifikasi pangan,

merupakan salah satu jalan keluar cukup rasional untuk memecahkan masalah

kecukupan kebutuhan pangan (khususnya sumber karbohidrat). Untuk

mewujudkan ketahanan pangan yang tangguh, maka langkah penting yang cukup

rasional yang perlu ditempuh adalah dengan melakukan diversifikasi pangan

Page 102: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

102

berbasis pangan lokal guna mencegah terjadinya krisis pangan. Menurut Widowati

(2003) penataan pola makan yang tidak tergantung pada satu sumber pangan,

memungkinkan masyarakat dapat menetapkan pangan pilihan sendiri dan

membangkitkan ketahanan pangan keluarga masing-masing, sebagai upaya wujud

peningkatan ketahanan pangan nasional.

Sampai saat ini upaya pemenuhan konsumsi kalori di Bengkulu masih

didominasi oleh kelompok padi-padian, sedangkan kelompok pangan lain

kontribusinya masih sangat rendah. Badan Ketahanan Pangan Provinsi Bengkulu

(2009) menunjukan bahwa dari konsumsi 2074 kalori pada tahun 2008, ternyata

sebanyak 1327,7 kalori (66,4%) dipenuhi dari padi-padian, sedangkan sisanya

dipenuhi oleh kelompok pangan lain seperti; umbi-umbian 53,9 kalori (2,7%),

kacang-kacangan 44,2 kalori (2,2%), sayur dan buah 109 kalori (5,4%). Sampai

saat ini upaya pemenuhan kalori bagi masyarakat Bengkulu masih didominasi beras

sebesar 113,8 kg per kapita per tahun (Badan Pusat Statistik Provinsi Bengkulu

2010).

Pangan lokal adalah pangan yang diproduksi suatu wilayah/daerah tertentu

untuk tujuan konsumsi atau nilai ekonominya, sehingga pangan yang diproduksi di

Bengkulu adalah merupakan pangan lokal Bengkulu. Tercatat pada tahun 1990,

jumlah orang yang mengkonsumsi jagung dan ubi kayu masing-masing adalah

9,3% dan 32,1% di kota, serta 19,0% dan 49,6% di desa. Sedangkan pada tahun

1999 menurun, masing-masing menjadi 4,8% dan 28,6% di kota dan 10,1% dan

39,8% di desa. Namun sebaliknya konsumsi gandum dan produk olahannya, seperti

mie mempunyai tingkat partisipasi konsumsi dengan trend meningkat melampaui

konsumsi jagung dan ubi kayu, pada kurun waktu tahun 1990-1999,

memperlihatkan laju perubahan jumlah penduduk Indonesia yang mengkonsumsi

mie di kota mencapai 56,4% di kota dan 67,0% di desa (Anonymous, 2003).

Berdasarkan kondisi tersebut, maka perlu dilakukan suatu kajian untuk

mengidentifikasi pangan lokal non beras yang dikonsumsi masyarakat dalam

mewujudkan diversifikasi pangan keluarga menuju ketahanan pangan yang

tangguh.

Page 103: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

103

METODE PENELITIAN

Pengkajian ini dilaksanakan pada bulan juni 2011 di Kabupaten Bengkulu

Tengah pada 3 (tiga) desa terpilih, yaitu desa; Sri Kuncoro, Pondok Kubang dan

Harapan Makmur yang ditentukan dengan cara sengaja (purposive). Penggalian

informasi dan data mengunakan metode survey dengan kuesioner terstruktur

terhadap 37 orang responden yang diambil secara acak, yaitu; 15 responden dari

desa Sri kuncoro, 7 responden dari desa Pondok Kubang dan 14 responden dari

desa Harapan Makmur. Untuk uji analsis hasil identifikasi pangan lokal yang paling

banyak dikonsumsi masyarakat, mengunakan uji statistik deskriptif dengan tekhnik

penjelasan didasarkan atas nilai tengan dan rata-rata (medianan dan mean).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Identitas responden

Hasil pengujian rata – rata umur responden yang disurvey masih cukup

muda, yaitu; 37,30 tahun dengan sebaran usia tertinggi pada umur 36-50 tahun

mecapai 49% (18 orang) dan kondisi ini memperlihatkan, bahwa responden

dominan masih pada usia produktif. Untuk tingkat pendidikan responden rata-rata

berada pada tingkatan 8,14 tahun, masih dibawah standar pendidikan wajib belajar

warga negara Indonesia minimal 9 tahun. Tanggungan anggota keluarga rata-rata

4 orang, dimana jumlah tanggungan ini akan mempengaruhi jumlah konsumsi

makanan pokok rumah tangga (Tabel 1). Dewanti (2002) dari hasil penelitiannya

menunjukan jumlah anggota keluarga berpengaruh negatif dan signifikan terhadap

status gizi, karena semakin banyak jumah anggota keluarga akan membutuhkan

biaya untuk memenuhi kebutuhan makanan bergizi yang lebih besar dibandingkan

dengan jumlah anggota keluarga yang lebih sedikit. Begitu juga dengan tingkat

pendidikan berkaitan erat dengan status gizi keluarga, karena semakin tinggi

pendidikan ibu maka akan semakin tinggi pula perolehan status gizi anak.

Tabel 1. Karakteristik identitas responden pada desa lokasi pengakajian di Kabupaten Bengkulu Tengah Tahun 2011.

Identitas Responden Desa lokasi pengkajian Umur Pendidikan Jumlah anggota keluarga

Page 104: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

104

Kelompok Jumlah % Kelompok Jumlah % Kelompok Jumlah %

Sri kuncoro 20-35 16 43 0 - 5 2 5 1 – 2 3 8

Pondok Kubang 36-50 18 49 6 - 11 24 65 3 - 4 27 73

Harapan Maju 51-67 3 8 12 - 17 11 30 5 - 7 7 19

Jumlah 37 100 37 100 37 100

Keadaan Sumber Pangan Lokal di Bengkulu Tengah

Hasil identifikasi jenis pangan lokal dilokasi mpengkajian menunjukkan bahwa

secara umum di tiap desa lokasi pengkajian beberapa memiliki jenis pangan lokal

yang bisa dikembangkan sebagai bahan pangan pengganti beras, diantaranya yang

umum dikonsumsi masyarakat sebagai pangan lokal adalah ubi kayu, ganyong,

sukun dan pisang. Jenis pangan ini memang termasuk jenis pangan lokal, seperti

yang di gambarkan Badan Ketahanan Pangan Provinsi Bengkulu (2011) dimana

bahan pangan lokal yang dapat dijadikan sebagai pengganti beras antara lain;

jagung, pisang, ubi kayu, ubi jalar, ganyong, garut, sukun dan prenggi.

Iklim tropis di Bengkulu Tengah secara umum menjadikan wilayah pengkajian

sangat kaya akan sumber bahan pangan pokok non beras, seperti halnya potensi

umbi-umbian dan buah yang beragam sebagai sumber karbohidrat banyak tumbuh

subur ragam jenisnya dan umumnya sudah dikonsumsi masyarakat sebagai sumber

pangan lokal seperti; pisang, ubi jalar, ubi kayu, ganyong dan sukun. Walaupun

dari segi nutrisi, tanaman umbi-umbian mempunyai nilai nutrisi yang rendah

dibandingkan dengan beras maupun kacang-kacangan, terutama kandungan

protein dan lemaknya namun cukup tinggi pada kandungan karbohidratnya

(Marudut dan Sundari, 2000).

Dari gambaran konsumsi pangan lokal di lokasi pengkajian terlihat bahwa ubi

kayu, merupakan komoditas pangan lokal yang paling diminati masyarakat. Dimana

sebanyak 34 responden atau 91,90 % mengkonsumsi ubi sebagai makanan

selingan selain beras, kemudian diikuti pisang 22 responden (60,66%) dan

ganyong 13 responden (35,00%) serta yang paling sedikit peminatnya komoditas

sukun yang hanya diwakili oleh 2 responden (Tabel 2). Hal ini bisa disebabkan

karena ubi lebih mudah untuk di budidayakan dan pengolahan hasil sebagai produk

pascapanen.

Page 105: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

105

Tabel 2. Hasil identifikasi jenis pangan lokal yang dikonsumsi masyarakat pada desa lokasi pengakajian di Kabupaten Bengkulu Tengah Tahun 2011.

Konsumsi Pangan Lokal No.

Jenis pangan lokal Jumlah rumah tangga persentase

1. Ubi 34 91,90

2. Ganyong 13 35,00

3. Sukun 2 6,00

4. Pisang 22 60,66

Hasil uji satatistik untuk jenis pangan lokal yang dikonsumsi oleh responden

dmenunjukan, rata-rata responden telah mengkonsumsi 2,4 jenis pangan lokal

dengan nilai median 2 jenis pangan. Akan tetapi apabila dilhat secara keseluruhan

jumlah jenis konsumsi pangan lokal non beras yang dikonsumsi masyarakat di

Kabupaten Bengkulu Tengah secara umum menunjukan, bahwa masyarakat

umumnya mengkonsumsi 2 (dua) dan 1 (satu) jenis atau 40,54% dan 35,13%

diikuti dengan mengkonsumsi 3 (tiga) jenis 16,22% dan 4 (empat) jenis 8,11%.

Artinya dari ke 4 jenis pangan lokal non beras teridentifikasi yang terbanyak adalah

masyarakat mengkonsumsi 2 jenis pangan dan paling sedikit mengkonsumsi 4 jenis

pangan (Tabel 3).

Kondisi ini memperlihatkan masyarakat di Kabupaten Bengkulu Tengah

walaupun sudah banyak yang mengkonsumsi pangan lokal (non beras), namun

belum menunjukan masih rendahnya tingkat diversivikasi pangan masyarakat

terhadap pangan lokal pengganti beras. Sehingga pelu menjadi perhatian kita

bersama untuk meningkatkan upaya pendampingan terhadap diversifikasi berbagai

pangan lokal non beras yang dapat dikonsumsi masyarkat sebagai pengganti

komsumsi beras, terutama dari jenis umbi-umbian dan buah lainnya walaupun

adanya berbagai hambatan dalam pelaksanaan kepada massyarakat.

Tabel 3. Identifikasi jumlah jenis konsumsi pangan lokal non beras yang dikonsumsi masyarakat di Kabupaten Bengkulu Tengah Tahun 2011.

Jumlah yang mengkonsumsi No. Jumlah Jenis Pangan Lokal orang %

Page 106: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

106

1. Satu jenis pangan 13 35,13 2. Dua jenis pangan 15 40,54 3. Tiga jenis pangan 6 16,22 4. Empat jenis pangan 3 8,11

T o t a l 37 100,00

Kondisi ini disebabkan karena beberapa faktor yang pada akhirnya

menghambat upaya diversifikasi pangan berbasis pangan lokal antara lain; 1)

ketergantungan masyarakat yang tinggi pada beras untuk dimasak menjadi nasi

karena dibandingkan sumber karbohidrat lain, nasi dari beras lebih mudah

disiapkan, lebih luwes dengan beragam lauk pauk dan memiliki kandungan kalori

dan protein yang cukup tinggi, 2) ada anggapan dari sebagian masyarakat

Indonesia yang menganggap belum makan bila belum makan nasi, 3) budidaya

umbi-umbian dan buah-buahan kaya karbohidrat belum maksimal, seperti halnya

petani menanam padi, 4) pangan lokal diberbagai wilayah belum dapat

dikembangkan dalam skala industri dengan berbagai hasil olahan pangan lokal

sesuai dengan standar kecukupan gizi yang dianjurkan (Damat, 2009).

Dimanas standar kecukupan gizi tersebut secara ukuran dapat dibagi

kedalam dua bagian yaitu ukuran makro (kecukupan kalori/energi dan kecukupuan

protein) dan ukuran mikro (kecukupan vitamin dan mineral), di Indonesia masih

menggunakan ukuran makro dengan standar kecukupan kalori ideal sebesar 2200

kkal/kapita/hari yang terdiri dari 1000 kkal kelompok bahan pangan padi-padian,

120 kkal kelompok umbi-umbian, 240 kkal kelompok pangan hewani, 200 kkal

kelompok minyak dan lemak, 60 kkal kelompok buah/biji berminyak, 100 kkal

kelompok kacang-kacangan, 100 kkal kelompok gula serta 120 kkal kelompok

sayur dan buah. Bila diasumsikan responden mengkonsumsi pangan non beras

satu kali dalam sehari sehingga mengurangi konsumsi beras yang seharusnya tiga

kali menjadi dua kali dengan jumlah konsumsi sebesar 0,083 kg/kapita/hari maka

angka ini sudah cukup menunjang pemenuhan kecukupan kalori responden

terutama dari kelompok umbi-umbian.

KESIMPULAN

Page 107: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

107

1. Bengkulu Tengah secara umum sangat kaya akan sumber bahan pangan pokok

non beras, namun yang dominan dan paling diminati untuk dikonsumsi

masyarakat adalah ubi kayu/jalar, ganyong, sukun dan pisang.

2. Rata-rata Masyarakat telah mengkonsumsi 2,4 jenis pangan lokal pada nilai

median 2 jenis pangan, namun dilhat secara keseluruhan jumlah jenis konsumsi

pangan lokal non beras yang dikonsumsi secara umum menunjukan masyarakat

umumnya mengkonsumsi 2 (dua) dan 1 (satu) jenis atau 40,54% dan 35,13%

diikuti dengan mengkonsumsi 3 (tiga) jenis 16,22% dan 4 (empat) jenis 8,11%

yang terbanyak adalah mengkonsumsi 2 jenis dan paling sedikit mengkonsumsi

4 jenis pangan.

3. Untuk meningkatkan konsumsi pangan lokal masyarakat dan perlunya

penganekaragaman makanan agar konsumsi terhadap beras dapat menjadi

berkurang dan kebutuhan gizi keluarga dapat terpenuhi dangan baik, maka

diperlukan ditingkatkan diseminasi atau penyuluhan terhadap diversivikasi dan

pengolahan pangan lokal.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Ketahanan Pangan Provinsi Bengkulu. 2009. Laporan Tahunan Badan Ketahanan Pangan Tahun 2009. Badan Ketahanan Pangan Provinsi Bengkulu. Bengkulu.

Badan Ketahanan Pangan Provinsi Bengkulu. 2011. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 2010. Badan Ketahanan Pangan Provinsi Bengkulu. Bengkulu.

Badan Pusat Statistik Provinsi Bengkulu. 2011. Bengkulu Dalam Angka Tahun 2010. Bengkulu.

Damat. 2009. Diversifikasi Pangan Berbasis Pangan Lokal Untuk Mewujudkan Ketahanan Pangan Nasional. Makalah Pribadi. Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Malang. Malang.

Marudut dan Sundari. 2003. Budidaya dan Pascapanen Garut. Penerbit CV. Kanisius. Yogyakarta.

Widowati,S. 2003. Prospek Tepung Sukun Untuk Berbagai Produk Makanan Olahan dalam Upaya Menunjang Diversifikasi Pangan. Makalah Pribadi. Pengantar Kefalsafah Sains Program Pascasarjana IPB. Bogor.

Page 108: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

108

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP JUMLAH KONSUMSI PANGAN NON BERAS BERBASIS PANGAN

LOKAL DI PROVINSI BENGKULU Alfayanti dan Dedi Sugandi

ABSTRAK Pengkajian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap jumlah konsumsi pangan berbasis pangan lokal dalam mewujudkan ketahanan pangan di Provinsi Bengkulu. Pengkajian dilakukan di wilayah Provinsi Bengkulu pada pada bulan Juni sampai Agustus tahun 2011 dengan lokasi pengkajian dipilih secara sengaja (purposive) yaitu di Kabupaten Bengkulu Tengah Kabupaten Bengkulu Utara, Kabupaten Seluma, dan Kota Bengkulu dengan jumlah responden berjumlah 120 orang. Responden dipilih berdasarkan kriteria sebagai anggota kelompok wanita tani atau perorangan yang melakukan budidaya dan atau pengolahan hasil tanaman pangan non beras berbasis pangan lokal. Pengumpulan data dilakukan dengan metode survei berupa data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui informasi yang dihimpun dari responden menggunakan instrumen daftar pertanyaan yang disusun secara terstruktur (kuesioner) berupa meliputi identitas responden, data sosial ekonomi, perilaku konsumsi serta data kelembagaan. Data sekunder yang digunakan seperti data produksi beras dan pangan non beras. Pengujian data menggunakan teknik analisis OLS (Ordinary Least Square). Hasil pengkajian menunjukkan bahwa faktor yang berpengaruh terhadap jumlah konsumsi pangan non beras berbasis pangan lokal di Provinsi Bengkulu adalah umur, jumlah tanggungan keluarga dan frekuensi konsumsi pangan lokal.

Kata Kunci: konsumsi, pangan, non beras

PENDAHULUAN

Peran sektor pertanian sangat strategis, selain sebagai pemasok devisa,

sektor pertanian merupakan penghasil utama pangan. Pangan merupakan

kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya menjadi hak asasi setiap manusia.

Ketersediaan pangan yang cukup akan menentukan kualitas sumber daya manusia

Page 109: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

109

dan stabilitas sosial politik sebagai prasyarat untuk melaksanakan pembangunan

(Mantau dan Bahtiar, 2010). Selain itu, pangan memiliki peran memiliki peran yang

signifikan dalam perekonomian daerah dan nasional. Mengingat perannya yang

begitu sentral, maka pembangunan ketahanan pangan posisinya sangat strategis.

Menurut Undang-Undang Pangan Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan,

pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang

diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman

bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan makanan, bahan baku pangan

dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan dan atau

pembuatan makanan atau minuman. Ketahanan pangan adalah kondisi

terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan

yang cukup, baik dalam jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau.

Ketahanan pangan berkaitan dengan ketersediaan pangan, yaitu tersedianya

pangan dari hasil produksi dalam negeri atau sumber lainnya.

Penganekaragaman pangan (diversifikasi pangan) merupakan salah satu jalan

keluar yang cukup rasional untuk memecahkan masalah pemenuhan kebutuhan

pangan (khususnya sumber karbohidrat). Menurut Widowati (2003), melalui

penataan pola makan yang tidak tergantung pada satu sumber pangan,

memungkinkan masyarakat dapat menetapkan pangan pilihan sendiri,

membangkitkan ketahanan pangan keluarga masing-masing, yang berujung pada

peningkatan ketahanan pangan nasional. Untuk mewujudkan ketahanan pangan

yang tangguh, maka langkah penting yang cukup rasional yang perlu ditempuh

adalah dengan melakukan diversifikasi pangan berbasis pangan lokal guna

mencegah terjadinya krisis pangan.

Dalam konteks Indonesia keanekaragaman konsumsi pangan sering diartikan

sebagai pengurangan konsumsi beras yang dikompensasi oleh penambahan

konsumsi pangan non beras (Suyastiri,2008). Konsumsi beras masyarakat

Indonesia mencapai 139 kg/kapita/tahun (BPS, 2010). Thailand salah satu

produsen beras dunia hanya mengkonsumsi beras per kapita per tahun sekitar 72

kg, Malaysia sekitar 63 kg dan Jepang sekitar 52 kg (Nganro,2009) dan rata-rata

Page 110: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

110

konsumsi beras masyarakat dunia hanya 60 kilogram per kapita per tahun (Nurdin,

2008).

Bengkulu diketahui memiliki ketersediaan bahan pangan yan beragam, dari

satu wilayah ke wilayah lainnya, baik bahan pangan sumber karbohidrat, protein,

lemak, vitamin maupun mineral. Iklim tropis di Bengkulu menjadikan wilayah

Bengkulu sangat kaya akan sumber bahan pangan pokok selain beras. Misalnya,

potensi umbi-umbian yang beragam sebagai sumber karbohidrat dapat tumbuh

dengan subur dan beragam jenisnya seperti; ubi jalar, ubi kayu, garut, ganyong

dan lain-lain.

Data Badan Ketahanan Pangan Propinsi Bengkulu menunjukkan bahwa

sampai saat ini upaya pemenuhan konsumsi kalori di Bengkulu masih didominasi

oleh kelompok padi-padian, sedangkan kelompok pangan yang lain kontribusinya

masih sangat rendah. Pada tahun 2008 dari konsumsi 2.074 kalori sebanyak

1327,7 kalori (66,4%) dipenuhi dari padi-padian, sedangkan sisanya dipenuhi oleh

kelompok pangan yang lain seperti umbi-umbian 53,9 kalori (2,7%), kacang-

kacangan 44,2 kalori (2,2%), sayur dan buah 109 kalori (5,4%). Sampai saat ini

upaya pemenuhan kalori bagi masyarakat Bengkulu masih didominasi beras yaitu

sebesar 113,8 kg per kapita per tahun (Badan Ketahanan Pangan,2011).

Ketergantungan yang tinggi terhadap beras sebagai sumber karbohidrat dan

sebagai upaya untuk mengurangi ketergantungan masyarakat pada beras maka

perlu menggali potensi lokal yamg berbasis non beras untuk memenuhi kebutuhan

pangannya. Pada saat mendatang diharapkan akan terwujud pola konsumsi pangan

masyarakat yang bergizi, beragam dan berimbang berbasis potensi lokal yang

bermuara pada terwujudnya ketahanan pangan yang berkelanjutan. Oleh

karenanya diversifikasi pangan potensi lokal menjadi sesuatu yang mendesak untuk

segera diupayakan. Sehingga perlu dilakukan kajian untuk mengetahui faktor-faktor

yang berpengaruh terhadap jumlah konsumsi pangan berbasis pangan lokal dalam

mewujudkan ketahanan pangan di Provinsi Bengkulu.

METODOLOGI

Page 111: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

111

Pengkajian ini dilakukan di wilayah Provinsi Bengkulu pada bulan Juni sampai

Agustus tahun 2011. Lokasi pengkajian meliputi Kabupaten Bengkulu Tengah (37

responden), Kabupaten Bengkulu Utara (40 responden), Kabupaten Seluma (18

responden) dan Kota Bengkulu (25 responden) sehingga sampel berjumlah 120

orang. Pemilihan lokasi dan responden dipilih secara purposive (sengaja).

Responden dipilih berdasarkan kriteria sebagai anggota kelompok wanita tani atau

perorangan yang melakukan budidaya dan atau pengolahan hasil tanaman pangan

non beras berbasis pangan lokal seperti ganyong, ubi kayu, ubi jalar, garut, pisang

dan lain-lain.

Metode yang digunakan untuk mendapatkan data adalah metode survei. Data

yang digunakan berupa data primer yang diperoleh melalui informasi yang

dihimpun dari responden menggunakan instrumen daftar pertanyaan yang disusun

secara terstruktur (kuesioner) dengan pendekatan Focus Group Discussion (FGD)

pada semua responden. Data primer yang dihimpun meliputi identitas responden

(nama, umur, pendidikan formal, alamat), data sosial ekonomi (jumlah anggota

keluarga, pendapatan keluarga), perilaku konsumsi (jenis makanan pokok,

frekuensi, jumlah, bentuk, biaya konsumsi makanan beras dan non beras),

penguasaan lahan (status tempat tinggal, luas pekarangan, pemanfaatan

pekarangan, luas lahan usaha) serta data kelembagaan (organisasi, pelatihan dan

program yang diikuti).

Analisis data faktor-faktor yang berpengaruh terhadap jumlah konsumsi

pangan non beras berbasis pangan lokal dilakukan dengan teknik analisis OLS

(Ordinary Least Square) dengan model yang digunakan sebagai berikut :

Y = b0a +b1X1+b2X2+b3X3+b4X4+b5X5+b6X6+b7D1+e

Dimana: Y = Jumlah konsumsi pangan non beras (kg/bulan) a = Konstanta b0-7 = Koefisien regresi X1 = Umur (tahun) X2 = Pendidikan formal (tahun) X3 = Jumlah tanggungan keluarga (orang) X4 = Pendapatan rumah tangga (Rp/bulan) X5 = Harga pangan lokal (Rp/kg) X6 = Frekuensi konsumsi pangan lokal (kali/bulan)

Page 112: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

112

D1 = Pelatihan pengolahan pangan lokal (Dummy, telah mengikuti pelatihan=1, belum mengikuti pelatihan=0)

E = error

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Responden

Karakteristik responden yang ditampilkan pada pembahasan ini adalah umur

(tahun), pendidikan formal (tahun), tanggungan keluarga (orang), dan pendapatan

rumah tangga (Rp/bulan).

Tabel 1. Karakteristik responden penelitian analisis faktor yang berpengaruh terhadap jumlah konsumsi pangan non beras berbasis pangan lokal di Provinsi Bengkulu Tahun 2011.

No Kabupaten/Kota Umur

(th)) Pendidikan formal (th)

Tanggungan keluarga

(org)

Pendapatan RT (Rp/bln)

1. Bengkulu Tengah 37,30 8,14 3,40 2.271.081,08

2. Bengkulu Utara 30,67 10,87 4,10 1.725.000,00

3. Seluma 33,94 9,11 4,00 2.255.555,56

4. Bengkulu 42,07 9,88 3,40 2.255.000,00

Jumlah 143,98 38,00 14,90 8.506.636,64

Rata-rata 35,99 9,50 3,70 2.126.659,16

Sumber : data primer 2011.

Umur merupakan hal yang penting dalam suatu kegiatan usaha karena

berkaitan dengan semangat, tenaga dan kondisi fisik seseorang dalam melakukan

suatu pekerjaan. Menurut Rosman (2000) usia produktif berkisar antara 15-55

tahun dimana pada usia produktif seseorang masih memiliki semangat dan tenaga

yang kuat serta dapat diandalkan dalam menjalani usahanya dengan baik.. Rata-

rata umur responden adalah 35,99 tahun ini berarti umumnya responden berada

pada usia produktif.

Lama pendidikan formal responden rata-rata adalah 9,50 tahun dan bila

diasumsikan responden menyelesaikan setiap jenjang tepat waktu maka dapat

dikatakan rata-rata responden menamatkan pendidikan Sekolah Menengah Umum.

Menurut Riyadi (2003) dalam Suyastiri (2008) semakin tinggi tingkat pendidikan

dan pengetahuan yang dimiliki seseorang umumnya semakin tinggi pula tingkat

Page 113: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

113

kesadaran untuk memenuhi pola konsumsi yang seimbang dan memenuhi syarat

gizi serta selektif dalam kaitannya tentang ketahanan pangan.

Rata-rata jumlah anggota keluarga responden sebanyak 3,7 orang. Jumlah

anggota keluarga terbanyak berada di Kabupaten Bengkulu Utara dengan jumlah

4,1 orang sedangkan jumlah anggota keluarga terkecil berada di Kabupaten

Bengkulu Utara dan Kota Bengkulu sebanyak 3,4 orang.

Ditinjau dari aspek sosial ekonomi, rata-rata total pendapatan keluarga

responden adalah Rp 2.126.659,16 per bulan. Pendapatan ini lebih tinggi

dibandingkan dengan upah minimum regional Provinsi Bengkulu tahun 2010 yaitu

sebesar Rp 780.000,- per bulan (BPS, 2011). Menurut Suyastiri (2008) pendapatan

merupakan faktor utama yang menentukan perilaku rumah tangga dalam

melakukan pola konsumsi pangan dan diversifikasi pangan. Secara umum dengan

peningkatan pendapatan akan memberikan peluang bagi masing-masing rumah

tangga untuk melakukan diversifikasi konsumsi, meningkatkan kualitas bahan

pangan pokok dalam rangka meningkatkan gizi keluarganya.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Jumlah Konsumsi Pangan Non Beras Berbasis Pangan Lokal

Pembahasan faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah konsumsi panga non

beras berbasis pangan lokal di Provinsi Bengkulu akan dianalisis secara spesifik

lokasi (per Kabupaten/Kota) dan secara umum (Provinsi Bengkulu). Hasil analisis

faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah konsumsi pangan lokal di masing-masing

lokasi penelitian dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Hasil analisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap jumlah konsumsi pangan lokal di Kabupaten Bengkulu Tengah, Bengkulu Utara, Seluma dan Kota Bengkulu tahun 2011.

Keterangan Bengkulu Tengah

Bengkulu Utara

Seluma Kota Bengkulu

Variabel t hit t hit t hit t hit Konstanta -2,21 -0,05 1,25 0,35 X1 (umur) 1,37 0,43 -1,48 0,34 X2 (pendidikan formal) 2,86*** -1,13 -1,16 -0,52 X3 (jumlah tanggungan keluarga) 4,79*** 1,23 -0,01 2,93*** X4 (pendapatan rumah tangga) -1,23 1,07 0,08 1,31 X5 (harga pangan lokal) -0,23 -0,81 1,03 -0,84 X6 (frekuensi konsumsi pangan lokal) 1,63 5.71*** 0,69 2,34** D1 (dummy pelatihan pengolahan) 1,12 -0,39 2,46** -2,78***

Page 114: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

114

R 0,71 0,75 0,84 0,86 F hitung 4,35** 6,06** 3,14** 7,40**

Keterangan: ** signifikan pada taraf kepercayaan 95%, *** signifikan pada taraf kepercayaan 99%

Hasil uji F di semua Kabupaten/Kota diperoleh nilai F hitung lebih besar dari

F tabel sehingga secara statistik ini berarti model yang dianalisis adalah baik atau

dapat dipergunakan untuk menerangkan atau menunjukkan bahwa secara

keseluruhan semua variabel secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap

jumlah konsumsi pangan lokal. Nilai koefisien korelasi (R), secara berurutan untuk

Kabupaten Bengkulu Tengah, Bengkulu Utara, Seluma dan Kota Bengkulu adalah

sebesar 0,71; 0,75; 0,84; 0,86 menunjukkan hubungan yang kuat antara variabel

bebas dengan variabel terikat.

Hasil analisis menunjukkan bahwa faktor yang berpengaruh terhadap jumlah

konsumsi pangan lokal di Kabupaten Bengkulu Tengah adalah pendidikan (X2) dan

jumlah tanggungan keluarga (X3). Berpengaruhnya variabel pendidikan

dikarenakan pola konsumsi pangan tergantung dari pendidikan pengelola rumah

tangga tersebut. Semakin tinggi pendidikan formal maka pengetahuan dan

wawasan tentang pentingnya kualitas pangan yang dikonsumsi untuk

meningkatkan kesehatan akan menyebakan semakin bervariasinya pangan yang

dikonsumsi (Suyastiri,2008).

Tingkat pendidikan yang semakin tinggi juga identik dengan semakin

tingginya wawasan di segala bidang termasuk pula wawasan dalam pola konsumsi

pangan (Taufik, 2007). Atmarita (2004) dalam Mapandin (2006) menyatakan

bahwa tingkat pendidikan yang lebih tinggi juga akan memudahkan seseorang

dalam menyerap informasi dan mengimplementasikan dalam perilaku dalam gaya

hidup sehari-hari, khususnya dalam hal kesehatan dan gizi. Jumlah tanggungan

keluarga yang juga berpengaruh terhadap jumlah konsumsi pangan lokal

disebabkan karena semakin banyak jumlah anggota keluarga maka kebutuhan

pangan yang dikonsumsi akan semakin bervariasi karena masing-masing anggota

keluarga mempunyai selera yang belum tentu sama (Suyastiri, 2008).

Faktor yang berpengaruh terhadap jumlah konsumsi pangan lokal di

Kabupaten Bengkulu Utara adalah frekuensi konsumsi pangan lokal (X6). Semakin

Page 115: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

115

sering mengkonsumsi pangan lokal maka akan semakin banyak pula jumlah

konsumsi pangan lokal tersebut. Sebagian besar responden mengkonsumsi pangan

lokal sebagai makanan selingan pada saat sarapan pagi atau sore hari, hal ini

dilakukan supaya dapat mencoba variasi cita rasa sehingga tidak membosankan

dan dapat menambah nafsu makan (Hidayah, 2011).

Faktor yang berpengaruh terhadap jumlah konsumsi pangan lokal di

Kabupaten Seluma adalah pengalaman mengikuti pelatihan pengolahan pangan

lokal. Hal ini diduga karena setelah memiliki pengetahuan dalam mengolah pangan

lokal responden lebih sering mengaplikasikan pengetahuan yang telah mereka

dapatkan. Teknik pengolahan pangan yang bervariasi dapat menimbulkan cita rasa

yang menyenangkan bagi orang yang mengkonsumsinya (Hidayah,2011).

Di Kota Bengkulu faktor yang berpengaruh terhadap jumlah konsumsi pangan

lokal adalah jumlah tanggungan keluarga (X3), frekuensi konsumsi pangan lokal

(X6) dan pengalaman mengikuti pelatihan pengolahan pangan lokal (D1). Tanda

negatif pada D1 menunjukkan bahwa ada korelasi yang negatif antara pengalaman

pelatihan pengolahan pangan lokal dengan jumlah konsumsi pangan lokal itu

sendiri. Apabila responden telah mengikuti pelatihan, jumlah konsumsi pangan

lokalnya lebih sedikit dibandingkan dengan responden yang belum mengikuti

pelatihan. Hal ini diduga disebabkan karena paradigma di tengah masyarakat

perkotaan yang masih menganggap bahwa makanan non beras sebagai makanan

yang masih bersifat inferior (www.kabarbisnis.com., 03 April 2012). Selain itu

masyarakat perkotaan lebih memilih makanan olahan berbasis gandum, karena

dengan berat yang sama, memiliki kandungan kalori yang lebih tinggi ketimbang

umbi-umbian atau jagung (Hidayah, 2011).

Hasil analisis regresi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap jumlah

konsumsi pangan lokal di Provinsi Bengkulu dapat dilihat pada tabel 3. Hasil uji F

menunjukkan bahwa F hitung lebih besar dari F tabel sehingga secara statistik ini

berarti model yang dianalisis adalah baik atau dapat dipergunakan untuk

menerangkan atau menunjukkan bahwa secara keseluruhan semua variabel secara

bersama-sama berpengaruh nyata terhadap jumlah konsumsi pangan lokal. Nilai

Page 116: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

116

koefisien korelasi (R) sebesar 0,61 menunjukkan hubungan yang kuat antara

variabel bebas dengan variabel terikat.

Faktor yang berpengaruh terhadap jumlah konsumsi pangan lokal adalah

umur (X1), jumlah tanggungan keluarga (X3) dan frekuensi konsumsi pangan lokal

(X6). Koefisien X1 (b1) sebesar 0,181 menunjukkan bahwa jika umur meningkat

satu tahun maka jumlah konsumsi pangan lokalnya akan meningkat sebanyak

0,181 kg. Koefisien X3 (b3) berkolerasi positif terhadap jumlah konsumsi pangan

lokal. Koefisien regresi sebesar 1,186 menunjukkan bahwa jika jumlah tanggungan

keluarga responden satu orang maka jumlah konsumsi pangan lokalnya akan

meningkat sebanyak 1,186 kg. Koefisien X6 (b6) sebesar 0,265 menunjukkan

bahwa jika frekuensi konsumsi pangan lokal meningkat satu kali maka jumlah

konsumsi pangan lokalnya akan meningkat sebanyak 0,265 kg.

Tabel 3. Hasil analisis regresi faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah konsumsi pangan lokal di Provinsi Bengkulu tahun 2011.

Variabel Koefisien regresi t hitung

Konstanta -8,388 -1,725

Umur (X1) 0,181 2,324**

Pendidikan (X2) 0,223 0,985

Jumlah tanggungan keluarga (X3) 1,186 2,348**

Pendapatan rumah tangga (X4) 4,460E-07 1,258

Harga pangan lokal (X5) -3,143E-05 -0,172

Frekuensi konsumsi pangan lokal (X6) 0,265 6,124***

Pelatihan pengolahan panga lokal (D1) -1,069 -0,840 R 0,61 F hitung 9,65**

Keterangan : **signifikan pada taraf kepercayaan 95%, ***signifikan pada taraf kepercayaan 99%

Berpengaruhnya variabel umur pada hasil analisis ini lebih berkaitan dengan

kebiasaan responden dalam mengkonsumsi pangan lokal karena tingkat konsumsi

dipengaruhi juga oleh pola makan atau kebiasaan makan (Windarsih, 2008).

Sebagian besar responden yang merupakan pendatang dari Pulau Jawa telah

memiliki kebiasan untuk mengkonsumsi olahan pangan lokal terutama yang berasal

dari ubi kayu seperti gaplek, tiwul dan lainnya. Bahkan, responden merasa lebih

Page 117: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

117

bertenaga dalam beraktivitas bila mengkonsumsi olahan tersebut dibandingkan bila

mereka mengkonsumsi nasi (beras).

Dalam mengkonsumsi pangan lokal, keluarga yang memiliki jumlah

tanggungan keluarga yang banyak akan mengkonsumsi pangan lokal yang lebih

banyak bila dibandingkan dengan keluarga yang memilik tanggungan keluarga

yang lebih sedikit. Semakin banyak jumlah anggota rumah tangga juga

menyebabkan kebutuhan pangan yang dikonsumsi akan semakin bervariasi karena

masing-masing anggota rumahtangga mempunyai selera yang belum tentu sama

(Suyastiri, 2008).

Semakin sering mengkonsumsi pangan lokal tentu saja mengakibatkan

jumlah pangan lokal yang dikonsumsi semakin banyak. Pangan lokal dapat

digunakan sebagai pelengkap makanan pokok yang biasa dikonsumsi selama ini.

Selain itu pangan lokal dianggap memiliki nilai lebih, antara lain harganya yang

dianggap murah dan terjangkau oleh masyarakat (Hidayah,2011).

KESIMPULAN

Dari uraian pada hasil dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa:

1. Secara umum faktor yang berpengaruh terhadap jumlah konsumsi pangan non

beras berbasis pangan lokal di Provinsi Bengkulu adalah umur, jumlah

tanggungan keluarga dan frekuensi konsumsi pangan lokal.

2. Secara spesifik faktor yang berpengaruh terhadap jumlah konsumsi pangan non

beras berbasis pangan lokal di Kabupaten Bengkulu Tengah adalah pendidikan

dan jumlah tanggungan keluarga, di Kabupaten Bengkulu Utara adalah frekuensi

konsumsi pangan lokal, Kabupaten Seluma adalah pelatihan pengolahan pangan

lokal, dan di Kota Bengkulu adalah jumlah tanggungan keluarga, frekuensi

konsumsi pangan lokal dan pelatihan pengolahan pangan lokal.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik Provinsi Bengkulu. 2011. Bengkulu dalam Angka tahun 2010. Bengkulu.

Badan Ketahanan Pangan Provinsi Bengkulu. 2011. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah 2010. Bengkulu.

Page 118: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

118

Hidayah, Nurul. 2011. Kesiapan Psikologis Masyarakat Pedesaan dan Perkotaan Menghadapi Diversifikasi Pangan Pokok. Jurnal Humanitas Vol VII No 1 Januari. Yogyakarta.

Kabarbisnis. 2012. Pangan Non Beras Masih Dinilai Inferior. http://www.kabarbisnis.com. Diakses tanggal 13 Juni 2012.

Mantau,Z dan Bahtiar. 2010. Kajian Kebijakan Harga Pangan Non Beras dalam Konteks Ketahanan Pangan Nasional. Jurnal Litbang Pertanian 29 (2).Jakarta.

Mapandin, Wahida. 2006. Hubungan Faktor-Faktor Sosial Budaya dengan Konsumsi Makanan Pokok Rumah Tangga Pada Masyarakat di Kecamatan Wamena Kabupaten Jayawijaya Tahun 2005. Tesis Magister Gizi masyarakat Program Pascasarjana Universitas Diponegoro. Semarang.

Nganro,N.R. 2009. Dukungan Kebijakan Pemerintah dalam Pengembangan Komoditas Pertanian yang Mendukung Ketahanan Pangan Nasional. Makalah Semiloka Kementrian Riset dan Teknologi 10 November 2009 dengan tema Pengembangan dan Penerapan IPTEK dalam Mendukung Ketahanan Pangan dan Energi. Jakarta.

Nurdin, P.A. 2008. Perlu Program Diversifikasi.Harian Seputar Indonesia 21 April 2008.

Suyastiri,Ni Made. 2008. Diversifikasi Konsumsi Pangan Pokok Berbasis Potensi Lokal dalam Mewujudkan Ketahanan Pangan Rumah Tangga Pedesaan di Kecamatan Semin Kabupaten Gunung Kidul. Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol 13 No 1 April. Yogyakarta.

Taufiq, Muhammad .2007. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pola Konsumsi Pangan Masyarakat di Kabupaten Tuban. Jurnal Manajemen Akuntansi dan Bisnis Volume 5 No 3 Desember. Surabaya.

Widowati. 2003. Prospek Tepung Sukun Untuk Berbagai Produk Makanan Olahan dalam Upaya Menunjang Diversifikasi Pangan. Makalah Pribadi. Pengantar Kefalsafah Sains Program Pasca Sarjana IPB Bogor.

Windarsih, Eka. 2008.Perbedaan Pola Pangan Harapan di Pedesaan dan Perkotaan Kabupaten Sukoharjo. Makalah Pribadi. Program Studi DIII Gizi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta.

Page 119: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

119

ANALISIS TANAH SEBAGAI INDIKATOR TINGKAT KESUBURAN LAHAN SAWAH DI PROVINSI BENGKULU

Nurmegawati, Wahyu Wibawa, Dedi Sugandi dan Yahumri

ABSTRAK

Salah satu indikator untuk menilai kesuburan tanah adalah melalui analisis tanah. Dengan diketahuinya tingkat kesuburan tanah diharapkan pengelolaan lahan sawah dapat lebih efisien sehingga tingkat produktivitasnya meningkat. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan tingkat kesuburan lahan sawah di Provinsi Bengkulu. Metode pengambilan sampel tanah dengan menggunakan metode simple random sampling (SRS) pada kedalaman 0 – 20 cm yang merupakan sampel tanah terganggu. Kemudian dilakukan analisa di laboratorium untuk menentukan tekstur tanah, pH tanah, C-Organik dan unsur hara lainnya (N,P,K, Ca, Na, Mg, KTK, Al dan Kejenuhan Basa). Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Tekstur tanah sangat sesuai untuk tanaman padi sawah dengan kelas tekstur tanah liat dan liat berdebu, (2) pH tanah tergolong masam sampai sangat masam (4,43 – 5,09), kandungan C-organik tergolong tinggi (4,39%), Kapasitas tukar kation tergolong sedang (16,03), Kejenuhan basa mencapai 72 % dan termasuk subur, (3) Jika dilihat dari kandungan unsur hara N, P dan K dan kation basa maka daerah penelitian ini tingkat kesuburannya tergolong rendah sampai sedang.

Kata kunci: analisa tanah, kesuburan, tanah sawah

PENDAHULUAN

Kebutuhan bahan pangan terutama beras akan terus meningkat sejalan

dengan pertambahan jumlah penduduk, sehingga pemerintah berupaya

meningkatkan produksinya. Salah satunya melalui pengelelolaan tanaman terpadu

(PTT) padi yang spesifik lokasi. Tanaman padi pada umumnya dapat tumbuh di

berbagai jenis tanah, tetapi untuk tanaman padi di lahan persawahan memerlukan

syarat-syarat tertentu karena tidak semua jenis tanah dapat dijadikan lahan

tergenang air. Tanah yang baik untuk pertumbuhan tanaman padi sawah memiliki

Page 120: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

120

tekstur halus sampai agak halus, sulit dilewati air karena padi sawah membutuhkan

air lebih untuk pertumbuhannya.

Dilain pihak banyak permasalahan yang mempengaruhi peningkatan produksi

padi diantaranya konversi lahan sawah subur yang masih terus berjalan,

penyimpangan iklim (climate anomaly), gejala kelelahan teknologi (technology

fatigue), penurunan kualitas sumberdaya lahan (soil sickness) yang berdampak

terhadap penurunan dan atau pelandaian produktivitas (Pramono et al, 2005).

Salah satu penyebab penurunan kualitas sumberdaya lahan adalah apabila

lahan tersebut diusahakan terus menerus sehingga penambahan unsur hara melalui

pemupukan mutlak diperlukan agar diperoleh hasil pertanian yang menguntungkan.

Karena kesuburan tanah berhubungan langsung dengan pertumbuhan tanaman,

maka penilaian kesuburan suatu tanah mutlak diperlukan. Menurut Nyakpa et al

(1988), salah satu cara untuk menilai status hara dalam menilai kesuburan hara

yaitu dengan analisis tanah, yang mempunyai konsep bahwa tanaman akan respon

terhadap pemupukan bila kadar hara tersebut kurang atau jumlah yang tersedia

tidak cukup untuk pertumbuhan yang optimal sehingga dari analisa ini akan

diperoleh rekomendasi pemupukan.

Produksi padi di Provinsi Bengkulu pada tahun 2011 sebesar 494,95 ton turun

4,42 % dari produksi 516 ribu ton pada tahun 2010 sedangkan produktivitasnya

sebesar 37,88 Ku/Ha, ini masih jauh dari produktivitas rata-rata nasional sebesar

49,44 Ku/Ha (BPS, 2011). Hal ini disebabkan masih sedikitnya pengetahuan

tentang teknologi tanaman padi dan salah satunya tentang tingkat kesuburan

tanahnya sehingga perlu dilakukan penelitian untuk menentukan tingkat kesuburan

lahan sawah di Provinsi Bengkulu. Dengan diketahuinya tingkat kesuburan tanah

diharapkan pengelolaan lahan sawah dapat dilakukan dengan efisien supaya

tingkat produktivitasnya menjadi tinggi.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Mei sampai dengan Agustus 2011 di 4

kabupaten sentra padi di Provinsi Bengkulu, yaitu Kabupaten; Bengkulu Utara,

Seluma, Rejang Lebong dan Bengkulu Selatan. Dengan pengambilan sampel tanah

Page 121: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

121

diwakilkan masing-masing satu desa yaitu berturut-turut; Desa Sido Urip, Rimbo

Kedui, Rimbo Recap dan Karang Caya (dengan masing-masing luasan sawah 5 ha).

Jenis tanah yang diambil adalah sampel tanah terganggu untuk dianalisis sifat fisika

tanah meliputi tekstur tanah dan sifat kimia tanah meliputi; pH tanah, C-Organik

serta unsur hara lainnya (N,P,K, Ca dan Mg).

Pengambilan sampel tanah dilakukan secara komposit yaitu merupakan suatu

teknik pengambilan sampel tanah pada beberapa titik pengambilan pada

kedalaman 0 – 20 cm. Metode yang digunakan yaitu simple random sampling

(SRS). Menurut Suganda et al, (2006) metode SRS tidak ada batasan dalam

menentukan jumlah contoh tanah yang dipilih, semua titik pengambilan contoh

memiliki peluang yang sama dan saling bebas satu sama lainnya.

Sampel tanah yang diperoleh selanjutnya dibawa ke laboratorium untuk

analisa sifat fisika dan kimia tanah sebagai berikut: (1) Penetapan tekstur tanah

(metode hydrometer), (2) penetapan pH tanah (metode kalorometri), (3)

penetapan C-Organik (metode spektrofotometer), (4) penetapan P dan K ekstrak

HCl 25 %, (5) penetapan kation-kation (N,P,K, Ca, Na, Mg, KTK, Al dan Kejenuhan

Basa).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Secara umum kelas tekstur tanah pada daerah penelitian termasuk liat; pH

H2O (5,09) dan pH KCl (4,43) masing tergolong masam dan sangat masam

;Kandungan C-organik (4,39 %) tergolong tinggi; % bahan organik (7,48 %)

tergolong sedang; nisbah C/N (45,5 %) tergolong sangat tinggi; kandungan N

(0,14 %) tergolong rendah, K-dd (0,43 Cmol+/kg) tergolong rendah; kandungan

Ca (6,67 Cmol+/kg) tergolong sedang; Mg-dd (4,72 Cmol+/kg) tergolong tinggi;

Na-dd (0,10 Cmol+/kg) tergolong sangat rendah; Al3+ (7,74 Cmol+/kg) tergolong

rendah; dan KTK (16,03 Cmol+/kg) tergolong sedang; sedangkan KB (71,57 %)

tergolong sangat tinggi; P2O5 potensial (20 mg 100/g),K2O potensial (10,69 mg

100/g) tergolong rendah; P2O5 tersedia (25,09 %) tergolong sangat tinggi

sedangkan K2O tersedia (8,30%) tergolong rendah (Tabel 1).

Page 122: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

122

Tekstur

Hasil analisa tanah mengenai tekstur tanah menunjukkan bahwa kandungan

fraksi liat 8,28 persen, fraksi debu 34,17 persen dan fraksi liat 57,55 persen.

Berdasarkan diagram segitiga tekstur menurut United State Department of

Agriculture (USDA) dalam Luki (1989) maka kelas tekstur tanah tersebut adalah

liat. Fraksi liat memiliki kemampuan besar dalam memegang air dibanding dengan

fraksi pasir. Hal ini disebabkan pada tanah yang bertekstur halus memiliki lebih

banyak ruang pori total yang sebagian besar terdiri dari pori mikro sehingga

kapasitas memegang air besar. Pada tanah berpasir disamping ruang pori total

rendah juga memiliki jumlah pori mikro lebih rendah dibanding pori makro sehingga

sulit menahan air. Tanah yang sulit menahan air kurang cocok dijadikan lahan

persawahan sebaliknya tanah yang sulit dilewati air sangat cocok dibuat lahan

persawahan.

Tekstur tanah yang baik atau sangat sesuai untuk tanaman padi sawah

adalah liat berpasir, liat, liat berdebu, lempung berliat, lempung liat berpasir dan

lempung liat berdebu sedangkan tanah yang cukup sesuai untuk tanaman padi

sawah yang memiliki tekstur lempung berpasir sangat halus, lempung, lempung

berdebu dan berdebu (Djaenudin et al, 2003). Menurut Hidayanto et al (2004)

tanah yang memiliki tekstur agak kasar atau kasar seperti lempung berpasir, pasir

dan pasir berlempung bersipat porous sehingga tidak dapat menahan air serta

miskin unsur hara.

Tabel 1. Hasil analisis sifat kimia dan fisika tanah di beberapa sentra produksi padi di Provinsi Bengkulu, 2011.

TERHADAP CONTOH TANAH KERING 105°C

KB (%)

POTENSIAL

TEKSTUR

EKSTRAK

BAHAN ORGANIK TERSEDIA NILAI TUKAR KATION (NH4ACETAT

1N, pH7) KCl 1 N

PASIR DEBU LIAT H2O KCl

C BO N C/N P2O5 K2O K-dd Na-dd Ca-dd Mg-dd KTK Al 3+ H+ P2O5 K2O -----------%-------

NO

KODE

----%----- ppm ----- Cmol+/kg ------

1 Sido Urip 7,16 12,17 0,26 28 36,78 10, 10 0,52 0,10 9,51 6,66 19,50 0,78 0,23 86 16,91 14,45 7, 84 26, 59 65, 57 5,34 4,65

2 Rimbo recap 7,16 12,17 0,26 28 36,78 10, 10 0,52 0,10 9,51 6,66 19,50 0.27 0.04 86 42,72 3,1 10,12

46,43

43,45

5,28 4,58

3 Rimbo Kedui 1,03 1,78 0,02 52 4, 08 2, 69 0,42 0,04 5, 15 3, 74 11, 73 0,95 0,12 79,71 12,96 8,28 10, 32 36, 51 53,17 5,36 4,68

4 Karang Caya 2,21

3,81 0.03 74 22.70 10,29 0,24 0,05 2.52 1.81 13,37 2,21 0,20

34,55 7,32 16,93

4.84

27.14

68.02

4,37 3,80

Rata-rata 4,39 7,48 0,14 45,5 25,09 8,30 0,43 0,10 6,67 4,72 16,03 7,74 0,15 71,57 20 10,69 8,28 34,17 34,17 5,09 4,43

T S R ST S SR S T S R ST R R liat M SM

Keterangan : ST = sangat tinggi,T= tinggi, S=sedang, R= rendah, SR=sangat rendah

Page 123: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

123

M = masam, SM = sangat masam

Lempung merupakan tekstur yang optimal untuk pertanian, karena lempung

mempunyai komposisi yang berimbang antara fraksi kasar dan fraksi halus. Hal ini

disebabkan oleh kapasitas menyerap hara pada umumnya lebih baik daripada pasir

sementara drainase, aerasi dan kemudahannya diolah lebih baik daripada liat. Pada

tanah-tanah dengan kadar liat tinggi mempunyai KTK lebih tinggi daripada tanah-

tanah berpasir, makin halus tekstur tanah makin besar pula jumlah koloid liat dan

koloid organik, sehingga KTK juga makin besar. Menurut Hakim et al (1986) tekstur

tanah berhubungan dengan dengan plastisitas, permeabilitas, kekerasanan,

kemudahan olah dan kesuburan tanah.

Derajat Keasaman (pH) Tanah

Nilai pH menunjukkan konsentrasi ion H+ dalam larutan tanah. Konsentrasi H+

yang diekstrak dengan air menyatakan kemasaman aktif/aktual sedangkan yang

diekstrak dengan KCl 1 N menyatakan kemasaman cadangan/potensial (Sulaeman,

Suparto dan Eviati, 2005). Menurut Tan (1998) ion-ion H+ ada 2 macam yaitu ion-

ion yang ada dalam tanah sebagai ion-ion yang dapat dipertukarkan dan ion-ion

bebas masing-masing menciptakan kemasaman cadangan dan aktif. Tife

kemasaman aktif inilah yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman.

Dari hasil pengukuran pH tanah maka diperoleh kemasaman aktif senilai 5,09

dan kemasaman cadangan senilai 4,43 masing-masing tergolong masam dan

sangat masam, dari pH tersebut maka daerah penelitian tersebut termasuk baik

karena tanaman padi tumbuh baik antara pH 4,0 – 7,0. Pada tanah sawah

kalaupun mempunyai pH masam itu tidak menjadi masalah karena pada tanah

sawah yang tergenang akan terjadi perubahan kimia salah satunya terjadi

perubahan pH tanah. Bila tanah sawah dalam kondisi masam maka setelah

pengenangan maka pH tanah akan mendekati netral sebaliknya pada tanah alkalis

setelah penggenangan pH tanahnya akan turun mendekati netral (6,5 – 7,5).

Menurut Djaenudin, et al (2003) pH H2O sangat sesuai untuk tanaman padi sawah

yaitu 5,5 – 8,2 dan cukup sesuai 4,5 – 5,5 dan 8,2 – 8,5 sedangkan sesuai marjinal

< 4,5 dan > 8,5.

Page 124: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

124

Pengukuran pH tanah merupakan hal yang sangat penting karena dengan

pengukuran ini akan diperoleh hal-hal sebagai berikut: Kebutuhan kapur, respon

tanah terhadap pespon tanah terhadap pemupukan dan proses-proses kimia

lainnya (Hardjowigeno, 1993). Secara umum pemberian kapur ke tanah dapat

mempengaruhi sifat fisika dan kimia tanah serta kegiatan jasad renik tanah. Bila

ditinjau dari sudut kimia, maka tujuan pengapuran adalah menetralkan kemasaman

tanah dan meningkatkan atau menurunkan ketersedian hara bagi pertumbuhan

tanaman.

Bahan Organik

Secara rata-rata Kandungan C-organik dan bahan organik tergolong tinggi,

kandungan bahan organiknya tergolong sedang; kandungan N (0,14 %) tergolong

rendah, sedangkan nisbah C/N (45,5 %) tergolong sangat tinggi. Kandungan

bahan organik erat kaitannya dengan kandungan C-organik karena dalam

penetapannya berdasarkan kandungan C-organik sehingga tinggi rendahnya

kandungan bahan organik tergantung kandungan C-organiknya. Kandungan N pada

daerah penelitian tergolong rendah sehingga membuat rasio C/N tergolong sangat

tinggi.

Kandungan bahan organik pada daerah penelitian tergolong sedang karena

pada daerah tersebut petaninya pada umumnya sudah mengembalikan jerami

sebagai kompos dengan cara pada saat tanam petani sering menebarkan jerami

yang sudah lapuk di lahan sawahnya. Bahan organik akan mempengaruhi

kemampuan tanah dalam menahan air, apabila kandungan bahan organiknya tinggi

maka kemampuan airnya meningkat, ini sangat cocok untuk lahan sawah yang

memerlukan air lebih banyak. Dengan banyaknya bahan organik maka warna tanah

menjadi coklat hingga hitam, biasanya warna tanah yang hitam tanahnya subur.

Tinggi rendahnya bahan organik juga mempengaruhi jumlah dan aktivitas

metabolik organisme tanah, meningkatnya kegiatan organisme tanah akan

mempercepat dekomposisi bahan organik menjadi humus. Menurut Hakim et al

(1986), bahan organik adalah bahan perekat tanah yang tiara taranya, sekitar

setengah dari KTK beasal dari bahan organik. Ia merupakan sumber hara tanaman

dan sumber energi sebagian besar organisme tanah.

Page 125: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

125

Ditinjau dari kesuburan tanah maka daerah ini belum begitu membahayakan

karena kandungan bahan organiknya masih tergolong sedang (7,48 %). menurut

Setyorini, D. Widowati, L.R, Kasno, A. (2006) kandungan C-organik rendah (< 2%)

pada lahan sawah intensifikasi akan berimplikasi pada menurunnya kesuburan

tanah dan efisiensi pemupukan.

Kandungan N tergolong rendah karena kandungan N memang rendah di

dalam tanah sedangkan yang diangkut tanaman berupa panen sangat tinggi selain

itu unsur ini sangat larut dan mudah hilang dalam air drainase ataupun hilang ke

atmosfer. Nisba antara karbon dan nitrogen tergolong tinggi yaitu mencapai 45,5

ini menunjukkan dekomposisinya belum lanjut dan baru mulai.

Rasio C/N adalah jumlah relatif karbon terhadap nitrogen pada bahan organik

yang dirombak, merupakan cara untuk menunjukkan gambaran kandungan

nitrogen relatif. Rasio C/N dari bahan organik merupakan petunjuk kemungkinan

kekurangan nitrogen. Pada daerah penelitian rasio C/N tergolong sangat tinggi, hal

ini menunjukkan bahwa tingkat perombakan/ dekomposisi bahan organik belum

lanjut atau baru mulai. Suatu dekomposisi bahan organik yang lanjut dicirikan oleh

C/N yang rendah. Suatu masalah akan timbul apabila kandungan nitrogen dari

perombakan bahan organik kecil dalam arti rasio C/N tinggi maka akan terjadi

persaingan antara tanaman dan mikroorganisme dalam mendapatkan nitrogen

yang tersedia di tanah. Menurut Foth (1998), bahan organik dengan rasio kecil atau

rendah relatif kaya nitrogen, sedangkan bila tinggi atau luas relatif miskin

nitrogennya.

Pertukaran kation

Pertukaran kation adalah pertukaran antara satu kation dalam suatu larutan

dan kation lain pada permukaan dari setiap permukaan bahan yang aktif (Foth,

1991). Koloid tanah (mineral liat dan humus) bermuatan negatif sehingga dapat

menyerap kation-kation. Kation-kation basa dapat ditukar (K, Ca, Na dan Mg)

tergolong sangat rendah sampai tinggi sedangkan kation masam Al tergolong

rendah. Hidrogen (H) tertukar tergolong rendah dibanding dengan basa K-dd, Ca-

dd, Mg-dd kecuali Na-dd. Kation basa lebih banyak daripada kation masam, hal ini

Page 126: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

126

disebabkan pada komplek jerapan kation basa mampu mendesak kation masam.

Kation Al dan H keluar dari komplek jerapan dan tercuci, sehingga kandungan Al

dan H tertukar relatif sedikit.

Kation-kation yang dihasilkan baik yang bersifat masam maupun basa tidak

lepas begitu saja tetapi dijerap oleh koloid. Kekuatan masing-masing kation

berbeda-beda. Menurut Hakim, et al (1986) Kation-kation bila berada dalam jumlah

yang sama maka kekuatan jerapannya adalah Al> Ca> Mg> K> Na.

Kapasitas tukar kation (KTK) suatu tanah merupakan suatu kemampuan

koloid tanah menyerap dan mempertukarkan kation (Tan, 1991). Pada daerah

penelitian KTK tanahnya tergolong sedang, besarnya KTK tanah dipengaruhi salah

satunya tekstur tanah yang didominasi oleh fraksi liat. Dari beberapa pengamatan

ciri tekstur tanah, ternyata KTK tanah berbanding lurus dengan jumlah butir liat.

Semakin tinggi jumlah liat pada suatu jenis tanah yang sama, KTK juga bertambah

besar, sebaliknya tekstur yang didominasi oleh fraksi pasir atau debu, KTKnya

relatif lebih kecil daripada tanah yang teksturnya halus.

Suatu tanah yang mengandung KTK sedang, artinya tidak rendah maupun

tidak tinggi merupakan hal yang ideal, karena pada tanah yang mengandung KTK

tinggi memerlukan pemupukan kation tertentu dalam jumlah yang banyak agar

dapat tersedia bagi tanaman, bila diberikan dalam jumlah sedikit maka akan kurang

tersedia bagi tanaman karena lebih banyak terjerap sebaliknya pada tanah-tanah

yang mengandung KTK rendah, pemupukan kation tertentu tidak boleh banyak

karena mudah tercuci bila diberikan dalam jumlah berlebihan.

Kejenuhan Basa

Persentase kejenuhan basa (KB) suatu tanah adalah perbandingan antara

jumlah me kation basa dengan me KTK. Pada daerah penelitian KB 72 % artinya

72/100 bagian dari seluruh kapasitas tukar ditempati oleh kation basa (Ca, Mg, Na

dan K) yang artinya kesuburan tanahnya tergolong sedang. Menurut Tan (1998)

Tanah yang subur bila KB > 80 %, kesuburan sedang jika kejenuhan basa antara

50 – 80 % dan tanah tidak subur jika KB < 50 %.

Page 127: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

127

Kejenuhan basa mendekati 100 % tanahnya bersifat alkalis, tampaknya

terdapat hubungan yang positif antara kejenuhan basa dengan pH. Kejenuhan basa

sering dijadikan acuan sebagai petunjuk mengenai kesuburan suatu tanah.

Kemudahan dalam melepaskan ion yang dijerap untuk tanaman tergantung pada

derajat kejenuhan basa.

Unsur Hara

Hasil pengukuran unsur hara pada lokasi penelitian menunjukan bahwa

nitrogen (0,14) tergolong rendah, ini menunjukkan bahwa tingkat kesuburan

tanahnya sangat rendah (tidak subur). P205 tersedia(25,09 %) tergolong sangat

tinggi dan K2O tersedia (8,30%) tergolong rendah sedangkan P2O5 (20 mg 100/g)

dan K2O (10,69) potensial kedua-duanya tergolong rendah. Untuk potensial fosfat

yang rendah mengisyaratkan ketersedian P yang tinggi sebaliknya potensial fosfat

yang tinggi menunjukkan ketersedian P yang rendah bagi tanaman.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Tekstur tanah sangat sesuai untuk tanaman padi sawah dengan kelas tekstur

tanah liat dan liat berdebu.

1. pH tanah tergolong masam sampai sangat masam (4,43 – 5,09), kandungan C-

organik tergolong tinggi, Kapasitas tukar kation tergolong sedang, Kejenuhan

basa mencapai 72 % dan termasuk subur.

2. Jika dilihat dari kandungan unsur hara N, P dan K dan kation basa maka

daerah penelitian ini tingkat kesuburannya tergolong rendah sampai sedang.

Saran

Disarankan untuk membuat rekomendasi pemupukan spesifik lokasi pada lahan

sawah.

DAFTAR PUSTAKA

BPS. 2011. Bengkulu dalam angka. Badan Pusat Statistik. Bengkulu.

Djaenudin, D.,Marwan H., Subagyo H., dan A. Hidayat. 2003. Petunjuk teknis untuk komoditas pertanian. Edisi Pertama tahun 2003, ISBN 979-9474-25-6. Balai Penelitian

Page 128: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

128

Tanah, Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Badan Litbang Pertanian.

Foth, H.D. 1998. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Diterjemahkan oleh Purbayanti , Lukiwati dan Trimulatsi. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Hakim, N. M.Y.Nyakpa, A.M.Lubis, S.G.Nugroho, M.A. Diha, G.B. Hong dan H.H. Bailey. 1986. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung. Lampung.

Hardjowigeno, Sarwono. 1993. Klasifikasi tanah dan pedogenesis edisi pertama. Akademika Pressindo. Jakarta.

Hidayanto,M.W.Agus Heru, F.Yossita. 2004. Analisis tanah tambak sebagai indikator tingkat kesuburan tambak. Jurnal pengkajian dan pengembangan teknologi pertanian volume 7 nomor 2, Juli 2004. Bogor.

Luki, U. 1989. Fisika Tanah Terapan 2. Jurusan Tanah Universitas Andalas. Padang.

Nyakpa, M.Y. A.M.Lubis, M.A. Pulung, A.G.Amrah, A.Munawar, G.B.Hong, N.Hakim. 1988. Kesuburan Tanah. Universitas Lampung. Lampung.

Pramono,J, S. Basuki, Widarto. 2005. Upaya peningkatan produktivitas padi sawah melalui pendekatan tanaman dan sumberdaya terpadu. Agrosain 7 (1) : 1 -6.

Setyorini, D. Widowati, L.R, Kasno, A. 2006. Petunjuk Penggunaan Perangkat Uji Tanah Sawah (PUTS). Balai Penelitian Tanah. Bogor.

Suganda, H. Rachman, A. Sutono. 2006. Petunjuk pengambilan contoh tanah dalam sifat fisika tanah dan metode analisisnya. Balai Besar Sumberdaya lahan pertanian. Bogor.

Sulaeman, Suparto dan Eviati. 2005. Petunjuk teknis analisis kimia tanah, tanaman, air dan pupuk edisi I. Balai Penelitian Tanah. Bogor.

Tan, Kim H. 1998. Dasar-dasar kimia tanah. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Page 129: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

129

PERCEPATAN ADOPSI TEKNOLOGI PEMANFAATAN LIMBAH PERTANIAN SEBAGAI PAKAN SAPI DAN PUPUK ORGANIK DI BENGKULU

Ruswendi, Siswani Dwi Daliani dan Ahmad Damiri

ABSTRAK

Pengkajian percepatan adopsi teknologi pemanfaatan limbah pertanian sebagai pakan sapi dan pupuk organik di Bengkulu dilakukan pada 4 lokasi terpilih, yaitu di Kabupaten Bengkulu Tengah; Seluma; Rejang Lebong dan Kepahiang. Pengkajian ini bersifat kompetitif sesuai kebutuhan daerah, bertujuan untuk mengkaji dan menganalisis tingkat percepatan adopsi inovasi pemanfaatan limbah pertanian untuk pakan sapi dan pupuk organik serta dampaknya kepada khalayak pengguna. Metode kajian dan diseminasi percepatan adopsi limbah pertanian ini dilakukan secara wawancara langsung menggunakan kuesioner terstruktur sebagai alat pengumpul data pokok yang diperoleh dari 30 kooperator setiap kabupaten sebagai sampel responden pengukuran adopsi inovasi teknologi. Hasil informasi dan data terkumpul dianalisis secara deskriptif menggunakan analisis pola percepatan level adopsi berdasarkan waktu percepatan adopsi, faktor-faktor yang mempengaruhi peluang dalam pemanfaatan limbah petanian dianalisis menggunakan pendekatan fungsi logit, Hasil pengkajian menggambarkan waktu untuk mengadopsi pemanfaatan limbah percepatan berada pada level penerapan 2 - 3 tahun untuk diadopsi sebagai pakan sapi dan untuk diadopsi sebagai pupuk organik pada lahan sawah dibawah < 2 tahun. Faktor-faktor berpengaruh nyata terhadap percepatan adopsi pemanfaatan limbah pertanian adalah kepemilikan ternak sapi (t hitung 3,168 > t tabel 1,980) dan aksesibilitas sumber informasi (t hitung 1,902 > t tabel 1,658).

Kata kunci: adopsi, teknologi, limbah pertanian, pakan sapi, pupuk organik

PENDAHULUAN

Pendekatan pembangunan pertanian di Provinsi Bengkulu dilakukan melalui

pengembangan agribisnis dan agroindustri. Hal ini menuntut adanya

pengembangan teknologi pertanian secara terpadu guna mendapatkan nilai tambah

setiap produk/komoditi pertanian.

Page 130: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

130

Salah satu upaya untuk dapat mengoptimalkan produktivitas ternak sapi

potong, adalah dengan inovasi teknologi pakan inkonvensional asal limbah

pertanian sebagai alternatif pakan tambahan yang dapat memenuhi kebutuhan

nutrisi sapi potong dan pengganti hijauan. Dilain pihak ternak sapi memberikan

peluang yang besar dari limbah kotoran bersama-sama limbah pertanian lainnya

dapat diproses menjadi pupuk organik guna perbaikan kondisi lahan sawah. Potensi

limbah pertanian yang belum dimanfaatkan, terutama limbah perkebunan sawit,

kopi, kakao, jagung dan jerami padi masih terbuang atau dibakar dilahan

usahatani.

Setiap tahun Badan Litbang Pertanian menghasilkan sejumlah inovasi

teknologi baru pengolahan limbah pertanian, berdasarkan evaluasi eksternal

maupun internal menunjukkan bahwa kecepatan dan tingkat pemanfaatan inovasi

tersebut lambat sampai dan diadopsi oleh pengguna. Hal ini berkaitan erat dengan

rantai pasok subsistem penyampaian dan penerimaan (delivery and receiving),

dimana kedua segmen tersebut merupakan penghambat (bottleneck) penyebab

lambannya penyampaian informasi dan rendahnya tingkat adopsi inovasi yang

dihasilkan Badan Litbang Pertanian (Simatupang, 2004).

Dalam tatanan praktis, pengalaman empiris menunjukkan bahwa dinamika

proses adopsi inovasi teknologi dalam bidang pertanian tidak terlepas dari

bekerjanya faktor-faktor pendorong dan penghambat, berupa kesenjangan

teknologi introduksi dan dibutuhkan petani, pendekatan belum mengakomodasi

kondisi karakteristik petani sangat beragam, hubungan pelaku diseminasi dan

peranan penyuluh di lapangan kurang optimal (Hendayana, 2006).

Implementasi teknologi hasil penelitian akan memberikan manfaat, jika

proses adopsi berjalan secara informatif, aplikatif dan efektif bagi usahataninya.

Untuk itu BPTP memerlukan suatu sistem diseminasi atau penyebaran informasi

dan alih teknologi yang efektif dan efisien agar khalayak pengguna dapat

memperoleh informasi maupun teknologi yang dibutuhkan dengan mudah dan

relatif cepat (Fawzia, 2002).

Berdasarkan kondisi tersebut maka dilakukan pengkajian mengungkapkan

sampai sejauh mana dampak percepatan adopsi inovasi pemanfaatan limbah

Page 131: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

131

pertanian sebagai pakan sapi dan pupuk organik dapat diadopsi pengguna, dapat

mempengaruhi tingkat produktivitas ternak sapi dan sebagai pupuk organik akan

mendorong peningkatan produksi padi sawah yang berlandaskan kearifan lokal.

BAHAN DAN METODA

Kegiatan pengkajian percepatan adopsi teknologi pemanfaatan limbah

pertanian sebagai pakan sapi dan pupuk organik di Bengkulu, dilakukan pada bulan

Juni – Desember 2011 di 4 Kabupaten (Bengkulu Tengah, Seluma, Rejang Lebong

dan Kepahiang). Lokasi pengkajain ditentukan secara purposive (sengaja)

berdasarkan eksistensi adopter mengadopsi inovasi teknologi, mengunakan metode

wawancara langsung dan kuesioner terstruktur sebagai alat pengumpul data pokok.

Pada masing-masing kabupaten dipilih 30 petani dan peternak sebagai sampel

responden pengukuran adopsi inovasi teknologi berdasarkan kriteria; kepemilikan

ternak sapi dan lahan usahatani, memanfaatkan pakan sapi dan pupuk organik dari

limbah pertanian serta mengumpulkan sebanyak mungkin informasi yang

berhubungan dengan tujuan penelitian. Untuk mengukur percepatan adopsi inovasi

pemanfaatan limbah pertanian terhadap data terkumpul, menggunakan analisis

pola percepatan level adopsi. Untuk mengtahui faktor-faktor yang mempengaruhi

peluang dalam pemanfaatan limbah petanian untuk pakan sapi dan pupuk organik,

menggunakan pendekatan fungsi logit;

dimana: Pi = Peluang petani memanfaatkan limbah

(P=1, jika petani mengadopsi < rata-rata th dan P=0, jika mengadopsi > rata-rata th) 1- Pi = Peluang petani mengadopsi suatu teknologi > - rata-rata th α = Intersep X1 = Pemilikan ternak sapi (ekor) X2 = Pemilikan lahan usaha tani (ha) X3 = Pendidikan formal (tahun) X4 = Pengalaman berusahatani (tahun) X5 = umur (tahun) X6 = Ketersediaan tenaga kerja dalam keluarga (orang) X7 = Jarak pemukiman ke sumber informasi terdekat (km) X8 = Jarak pemukiman ke pasar (km)

Ln (Pi/1- Pi) =α + β1X1 + β2X2 + ....... + β8X8+Ui

Page 132: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

132

X9 = Jarak pemukiman ke sumber modal (km) X10 = Sikap petani terhadap resiko (skor) βi = Parameter peubah Xi Ui = Kesalahan pengganggu

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil kajian terhadap percepatan adopsi pemanfaatan limbah pertanian untuk

pakan ternak sapi dan pupuk organik berdasarkan hasil survey dan wawancara

langsung terhadap 120 responden pada 4 kabupaten terpilih telah terangkum hasil

terhadap:

Karakateristik responden

Keragaman karakteristik petani peternak di lokasi pengkajian relatif beragam,

seirama dengan dengan profil responden yang dicirikan Tabel 1.

Tabel 1. Karakteristik responden pengkajian percepatan adopsi pemanfaatan limbah pertanian untuk pakan ternak sapi dan pupuk organik.

No. Peubah Keragaman

1. Umur (tahun) 21 - 65

2. Tingkat pendidikan (tahun) 1 - 16

3. Tanggungan keluarga (orang) 2 - 6

4. Anggota keluarga terlibat berusahatani (orang) 1 - 3

5. Pengalaman usahatani/ternak sapi (tahun) 2 - 10

6. Penguasaan/pemilikan ternak sapi (ekor) 2 - 12

7. Penguasaan/pemilikan lahan usahatani (ha) 0,5 – 3,5

Tabel 1. secara umum menggambarkan petani responden tergolong dalam

usia produktif dengan rerata umur 43,05 tahun dan dapat diandalkan

mengembangkan usaha dengan baik, karena rataan umur tersebut masih dibawah

rataan umur tenaga kerja yang mendominasi sektor pertanian umumnya mencapai

lebih dari 50 tahun (Suharyanto, 2001).

Page 133: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

133

Usia produktif ini mempunyai peluang untuk dapat meningkatkan

pengembangan usahatani dengan baik, karena didukung latar belakang pendidikan

formal mencapai rata-rata 8,69 tahun atau identik tamat sekolah lanjutan tingkat

pertama (SLTP) mendekati pendidikan 9 tahun.

Sekitar 75 % responden mengandalkan tenaga kerja keluarga menjalankan

usahataninya pada keragaman usia kerja >15 tahun dan pengalaman dalam

berusahatani dan memelihara sapi > 10 tahun, namun jumlah ternak sapi

dipelihara setiap rumah tangga tidak lebih dari 2 ekor, Kalaupun ada yang memiliki

lebih itu berupa ternak gaduhan sistim bagi hasil. Sehingga terlihat motivasi

memelihara ternak sapi itu hanya sebagai usaha sampingan dijadikan “tabungan”

masa depan.

Penguasaan lahan usahatani rata-rata hanya 1,373 ha dengan perincian

kepemilikan tanah sawah rata-rata 0,316 ha, tanah tegalan 0,267 ha dan tanah

perkebunan 0,720 ha/KK tani. Sebagai sumber pendapatan utama kondisi ini

diharapkan akan menjadi pemotivasi bagi petani dalam meningkatkan hasil menjadi

lebih optimal melalui pemanfaatan sumberdaya dan inovasi teradopsi, termasuk

pemanfaatan limbah pertanian untuk pupuk organik bagi peningkatan produktivitas

lahan dan usahatani sebagai penopang peningkatan pendapatan utama keluarga,

hal ini sesuai harapan Slamet (2000) yang perlu menjadi perhatian dalam proses

adopsi untuk tetap menjadi efektif harus didasari motivasi petani yang

mengadopsinya.

Aksesibilitas inovasi teknologi

Aksesibilitas wilayah menjadi faktor kunci yang memiliki peran penting dalam

mendukung atau menghambat keberhasilan usahatani. Indikator aksesibilitas

wilayah di lokasi pengkajian ditentukan antara lain oleh (Tabel 2).

Tabel 2. Karakteristik responden pengkajian percepatan adopsi pemanfaatan limbah pertanian untuk pakan ternak sapi dan pupuk organik.

No. Peubah Keragaman

1. Jarak pemukiman ke lokasi usaha (km) 0 - 1

2. Jarak pemukiman ke jalan raya (km) 1 - 6

Page 134: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

134

3. Jarak pemukiman ke pasar input (km) 1 - 9

4. Jarak pemukiman ke pasar output (km) 1 - 9

5. Jarak pemukiman ke sumber modal (km) 1 - 10

6. Jarak pemukiman ke sumber teknologi (km) 1 - 5

7. Jarak pemukiman ke sumber limbah (km) 0 - 1

Aksesibilitas lokasi usaha ternak ke jalan raya secara umum cukup kondusif,

jaraknya ± 1 km dengan keragaman masih kurang dari 6 km. Sehingga

memudahkan pengangkutan input dan output hasil usahatani dan menekan biaya

pengangkutan sehingga akan dapat meningkatkan efisiensi biaya, begitu juga

terhadap sumber modal tidak lebih dari 10 km.

Ketika petani memerlukan teknologi untuk meningkatkan kinerja

usahataninya, prioritas utama upaya ditempuh adalah melakukan komunikasi pada

penyuluh di wilayah usahatani dan di Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) relatif

mudah dicapai dengan jarak < 5 km. Karena akses ke BPTP cukup jauh, maka

mencari informasi ke BPTP sulit dilakukan. Hanya ada kesempatan mencari

informasi bila peneliti/penyuluh BPTP sedang berkunjung atau dari diseminasi

lembaran informasi diterbitkan.

Pendugaan Parameter Percepatan adopsi inovasi pemanfaatan limbah pertanian untuk pakan sapi dan pupuk organik

1. Waktu adopsi

Setelah dianalisis berdasarkan pola percepatan level dan inovasi yang di

adopsi, maka waktu adopsi berada pada level penerapan 2 - 3 tahun terhadap

inovasi pemanfaatan limbah sebagai pakan sapi dan sebagai pupuk organik pada

lahan usahatani atau sawah < 2 tahun.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi percepatan adopsi

Hasil analisis faktor-faktor yang mempengaruhi percepatan adopsi

pemanfaatan limbah pertanian untuk pakan sapi dan sebagai pupuk organik

menggunakan analisis regresi model logit (Tabel 3), memperlihatkan variabel bebas

berpengaruh nyata terhadap percepatan adopsi teknologi usaha ternak sapi potong

adalah pemilikan ternak sapi (X1) pada taraf kepercayaan 95% (nyata 5%) yang

ditunjukan dengan nilai t hitung (3,168) > t tabel (1,980), peubah aksesibilitas ke

Page 135: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

135

sumber informasi (X7) pada taraf kepercayaan 90% (nyata 10%) yang ditunjukan

dengan nilai t hitung (1,902) > t tabel (1,658).

Tabel 3. Hasil analisis faktor-faktor peubah variabel yang mempengaruhi percepatan adopsi pemanfaatan limbah pertanian untuk pakan sapi dan pupuk organik menggunakan Regresi Model Logit.

Peubah Variabel Standar error Koeffisien t hitung

X1 Pemilikan ternak sapi 0,154 0,490 3,168*

X2 Pemilikan lahan usaha tani 0,278 0,459 1,650

X3 Pendidikan formal 0,087 0,043 0,501

X4 Pengalaman berusahatani 0,035 -0,032 -0,906

X5 umur 0,030 0,026 0,887

X6 Ketersediaan tenaga kerja 0,466 -0,485 -1,042

X7 Jarak ke sumber informasi 0,126 0,241 1,902**

X8 Jarak pemukiman ke pasar 0,097 -0,273 -2,797

X9 Jarak ke sumber modal 0,084 0,097 1,145

X10 Sikap petani terhadap resiko 0,055 0,027 0,503

* = Berpengaruh nyata pada taraf kepercayaan 95% ** = Berpengaruh nyata pada taraf kepercayaan 90% Konstanta = - 3,803 t tabel = 1,980 (signifikan pada taraf kepercayaan 95%) = 1,658 (signifikan pada taraf kepercayaan 90%)

Dari hasil regresi model logit terdapat koefisien estimasi variabel kepemilikan

ternak sapi sebesar 0,490 dapat diartikan, bahwa setiap penambahan 1% variabel

pemilikan ternak sapi cendrung akan diikuti percepatan adopsi pemanfaatan limbah

pertanian untuk pakan sapi dan pupuk organik sebesar 0,490 kali dari sebelum

setiap dibekali pengetahuan. Begitu juga dengan akses jarak untuk mendapatkan

sumber informasi akan mempermudah petani meningkatkan pengetahuan sebesar

0,241 kali lipat setiap pengurangan jarak aksesibilitas kesumber informasi.

Untuk peubah variabel lain umumnya belum memberi pengaruh terhadap

percepatan adopsi, baik itu faktor pendidikan, luas lahan, pengalaman usahatani,

Page 136: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

136

umur, penggunaan tenaga kerja keluarga, aksesibilitas kepasar dan sumber modal

namun hal ini tetap harus menjadi perhatian. Subagiyo, dkk., (2005)

menyampaikan bahwa aspek jarak tempat tinggal petani dari sumber informasi

serta sistem dan nilai-nilai norma sosial memberi pengaruh dalam proses

percepatan adopsi, begitu juga dengan faktor lingkungan strategis juga merupakan

hal yang perlu menjadi perhatian (Fagi, 2008).

KESIMPULAN DAN SARAN

1. Waktu adopsi terhadap inovasi pemanfaatan limbah untuk diadopsi sebagai

pakan sapi berada pada level penerapan 2 - 3 tahun dan untuk diadopsi sebagai

pupuk organik pada lahan usahatani, terutama untuk lahan sawah waktu yang

dicapai dibawah < 2 tahun.

2. Faktor yang berpengaruh nyata terhadap percepatan adopsi pemanfaatan

limbah pertanian untuk pakan sapi dan pupuk organik adalah kepemilikan ternak

sapi (t hitung 3,168 > t tabel 1,980) dan aksesibilitas sumber informasi (t

hitung 1,902 > t tabel 1,658).

3. Percepatan adopsi pemanfaatan limbah berhubungan negatif dengan faktor

pemilikan lahan, umur, pendidikan, pengalaman usaha, ketersediaan tenaga

kerja, jarak pemukiman ke lokasi pasar input dan jarak pemukiman ke lokasi

pasar dan sumber modal. Namun demikian semua peubah tersebut secara

statistik pengaruhnya tidak nyata, kecuali pemilikan lahan mendekati pengaruh

nyata.

4. Setiap penambahan 1% variabel pemilikan ternak sapi cendrung akan diikuti

percepatan adopsi pemanfaatan limbah pertanian untuk pakan sapi dan pupuk

organik sebesar 0,490 kali dari sebelum setiap dibekali pengetahuan.

DAFTAR PUSTAKA

Fagi, A.M., 2008. Alternatif Teknologi Peningkatan Produksi Beras Nasional. Iptek Tanaman Pangan. Pusat Penelitian dan Pengambangan Tanaman Pangan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta. Vol.3 No.1.

Fawzia, S. 2002. Revitalisasi Fungsi Inmformasi dan Komunikasi Serta Diseminasi Luaran BPTP. Makalah di Sampaikan Pada Ekspose dan Seminar Teknologi Pertanian

Page 137: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

137

Speszifik Lokasi., 14 – 15 Agustus 2002 di Jakarata. Pusat Penelitian dan pengembangan Sosial Ekonomi. Bogor.

Hendayana, R., 2006. Lintasan dan Peta Jalan (Road Map) Diseminasi Teknologi Pertanian Menuju Masyarakat Tani Progresif. Prosiding Lokakarya Nasional Akselerasi Diseminasi Inovasi Pertanian Mendukung Pembangunan. Badan Litbang Pertanian. Jakarta.

Sardiman, 2001. Interaksi dan motivasi belajar mengajar. CV.Grafindo Jakarta. Jakarta.

Simatupang, P. 2004. Prima Tani Sebagai Langkah Awal Pengembangan Sistem dan Usaha Agribisnis Industrial., Analisis Kebijakan Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor.

Subagiyo, 2005. Kajian Faktor-Faktor Sosial yang Berpengaruh Terhadap Adopsi Inovasi Usaha Perikanan Laut di Desa Pantai Selatan Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Vol 8 No 2. Pusat Penelitian dan Penembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor.

Suharyanto, Destialisma dan I. A. Parwati. 2001. Faktor-faktor yang Mempengaruh Adopsi Teknologi Tabela di Provinsi Bali. Badan Litbang Pertanian. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP). Bali.

Page 138: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

138

KAJIAN PERSEPSI DAN ADOPSI PETERNAK SAPI TERHADAP TEKNOLOGI BUDIDAYA SAPI UNGGUL DI KABUPATEN REJANG

LEBONG PROVINSI BENGKULU Zul Efendi, Harwi Kusnadi, dan Andi Ishak

ABSTRAK

Kabupaten Rejang Lebong merupakan sentra produksi sapi unggul (Simental, Limousin dan Brahman) di Provinsi Bengkulu. Letaknya di daerah dataran tinggi Pegunungan Bukit Barisan memberikan iklim yang cocok bagi ternak sapi unggul didukung dengan sumber pakan dari limbah pertanian yang melimpah karena daerah ini merupakan daerah sentra produksi sayuran. Populasi sapi pada tahun 2010 tercatat 15.155 ekor dengan sentra produksi di Kecamatan Selupu Rejang, Sindang Kelingi, Curup Selatan dan Curup Timur. Permasalahan yang dihadapi peternak umumnya adalah penerapan teknologi pemeliharaan sapi yang belum optimal, sehingga masih diperlukan perbaikan sistem pemeliharaan dengan penerapan teknologi budidaya sesuai dengan kondisi peternak. Kajian persepsi dan adopsi peternak sapi terhadap teknologi budidaya sapi unggul dilakukan melalui survei pada 75 orang peternak sapi di 4 kecamatan sentra produksi pada bulan Oktober 2011. Tujuan penelitian untuk mengetahui persepsi dan tingkat adopsi peternak terhadap teknologi budidaya sapi unggul yang meliputi pemilihan bibit, sistem perkandangan, pemberian pakan, pemeliharaan ternak, dan penanganan kesehatan. Metode analisis terhadap persepsi menggunakan regresi logistik dengan variabel terikat persepsi (Y) dan 6 variabel bebas yaitu umur (X1), tingkat pendidikan (X2), jumlah kepemilikan sapi (X3), status kepemilikan sapi (dummy) (X4), jumlah tanggungan keluarga (X5), serta pengalaman beternak sapi (X6). Analisis adopsi peternak terhadap teknologi budidaya sapi unggul dilakukan secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 86% peternak memiliki persepsi yang baik terhadap ternak sapi unggul. Persepsi peternak dipengaruhi secara nyata oleh tingkat pendidikan, sedangkan umur, jumlah kepemilikan sapi, status kepemilikan sapi, jumlah tanggungan keluarga, dan pengalaman beternak sapi tidak mempengaruhi persepsi petani secara nyata. Penerapan teknologi budidaya sapi oleh peternak secara umum telah sesuai dengan anjuran. Seluruh peternak telah memelihara sapi dengan cara dikandangkan dan memberikan obat cacing serta memandikan sapi secara berkala. Namun 33,33% peternak memilih memelihara jenis sapi lokal (Sapi Bali), 10% peternak masih membuat kandang sapi menyatu dengan bangunan rumah, dan 13,33% peternak belum menanam hijauan makanan ternak (masih mencari rumput di lingkungan sekitar).

Kata kunci: persepsi, adopsi, teknologi, sapi unggul, Rejang Lebong

Page 139: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

139

PENDAHULUAN

Pada tahun 2010 permintaan daging sapi nasional mencapai 402,9 ribu ton,

dimana pemerintah baru dapat menyediakan dari produksi lokal sebesar 282,9 ribu

ton. Guna memenuhi permintaan daging nasional, pemerintah melakukan impor

sebesar 35% yang terdiri dari sapi bakalan sebesar 46,3 ribu ton dan daging

sebesar 73,7 ribu ton. Seiring dengan pertambahan penduduk dan meningkatnya

pendapatan, maka kebutuhan daging sapi pada tahun 2014 diprediksi akan

meningkat menjadi 467 ribu ton (meningkat 10% dari tahun 2010). Untuk

memenuhi kebutuhan tersebut sekitar 420,3 ribu ton diperoleh dari produksi lokal

dan sisanya 46,7 ribu ton (10%) dipenuhi dari impor (Ditjennak, 2010).

Terbukanya peluang pasar untuk pengembangan agribisnis ternak ternyata

belum mampu memacu usaha ternak sapi potong lokal di Indonesia yang dalam

beberapa tahun terakhir cenderung menurun, baik pada populasi maupun

genetiknya. Dalam rangka pemenuhan target produksi nasional 420,3 ribu ton,

Kementerian Pertanian mencanangkan Program Swasembada Daging sapi (PSDS)

Tahun 2014. Di Provinsi Bengkulu yang merupakan daerah penyangga untuk

program tersebut ikut berpartisipasi dengan beberapa kegiatan seperti progam

Sarjana Membangun Desa (SMD), LM3 dan Program Bantuan Sapi Brahman Cross.

Kabupaten Rejang Lebong yang merupakan daerah dataran tinggi di Provinsi

Bengkulu menjadi daerah yang cocok untuk budidaya sapi potong terutama sapi

unggul (Simental, Limousin, Brahman Cross, dll). Upaya peningkatan produksi sapi

unggul di Kabupaten Rejang Lebong dilakukan program peningkatan produktivitas

sapi potong melalui pengadaan sapi unggul dan program kawin suntik (IB)

merupakan alternatif yang dapat dikembangkan yang pada akhirnya dapat

meningkatkan produksi perunit ternak dan secara kuantitatif dapat meningkatkan

pertambahan populasi ternak sapi potong (Bestari et all, 2000).

Perkembangan populasi sapi unggul di Provinsi Bengkulu khususnya

Kabupaten Rejang Lebong dari tahun ke tahun terus meningkat, baik yang

didatangkan seiring program pemerintah berupa sapi bunting ataupun bakalan

Page 140: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

140

maupun yang sudah dibudidayakan oleh petani peternak dengan program kawin

suntik (IB) maupun kawin alam.

METODOLOGI PENELITIAN

Survei dilaksanakan pada sentra sapi potong di Kabupaten Rejang Lebong,

yaitu di Kecamatan Sindang Kelingi pada bulan Oktober 2011. Data yang

dikumpulkan meliputi data primer dan sekunder. Data primer dikumpulkan dengan

cara wawancara menggunakan daftar pertanyaan dengan responden peternak sapi

potong sebanyak 75 orang. Data sekunder dikumpulkan dengan penelusuran

pustaka dan laporan yang relevan.

Kuesioner persepsi terhadap teknologi budidaya sapi unggul disusun dengan

menggunakan skala Likert (Riduwan, 2007). Variabel penyusun persepsi terhadap

penerapan teknologi (Y) adalah karakteristik responden yang meliputi umur (X1),

tingkat pendidikan (X2), jumlah kepemilikan sapi (X3), status kepemilikan sapi

(dummy) (X4), jumlah tanggungan keluarga (X5), serta pengalaman beternak sapi

(X6). Data dianalisis dengan regresi logistik untuk mengetahui hubungan antara

variabel terikat (Y) dengan 6 variabel bebas (Xi).

Model regresi logistik yang digunakan (Gujarati, 1999) adalah sebagai

berikut:

Yi = ln P(Xi) = bo + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5X5_1 + b6X5_2 + b7X6

1 - P(Xi)

Dimana: Yi = Persepsi (1 = baik; 0 = kurang baik) X1 = Umur responden (tahun) X2 = Tingkat pendidikan (tahun) X3 = Jumlah kepemilikan sapi (ekor) X4 = Status kepemilikan sapi (1 = milik sendiri; 2 = gaduhan) X5 = Jumlah tanggungan keluarga (jiwa) X6 = Pengalaman beternak sapi (tahun) bo = konstanta b1 ... b6 = parameter dugaan (koofisien)

Untuk mengetahui tingkat adopsi peternak petani terhadap terhadap

teknologi budidaya sapi unggul yang meliputi pemilihan bibit, sistem perkandangan,

Page 141: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

141

pemberian pakan, pemeliharaan ternak, dan penanganan kesehatan dilakukan

analisis secara deskriptif dengan menggunakan analisis tabel.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Deskripsi Responden

Deskripsi responden survei tersaji pada Tabel 1 di bawah ini.

Tabel 1. Deskripsi responden survei persepsi peternak terhadap terhadap teknologi budidaya sapi unggul.

No Uraian Keterangan 1. Jumlah responden 75 orang

Persepsi responden terhadap teknologi budidaya - Baik - 12 orang (16%)

2.

- Kurang baik - 63 orang (84%) Umur responden - minimum - 22 tahun - Maksimum - 62 tahun

3.

- rata-rata - 37,2 tahun Lama menempuh pendidikan - minimum - 6 tahun - Maksimum - 12 tahun

4.

- rata-rata - 9,36 tahun Jumlah kepemilikan sapi - minimum - 1 ekor - Maksimum - 7 ekor

5.

- rata-rata - 3,44 ekor Status kepemilikan sapi - Pemilik - 21 orang (28%)

6.

- Gaduhan - 54 orang (72%) Jumlah tanggungan keluarga - minimum - 1 jiwa - Maksimum - 6 orang

7.

- rata-rata - 3,44 Pengalaman beternak sapi 8. - minimum - 1 tahun

Page 142: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

142

- Maksimum - 16 tahun - rata-rata - 4,6

Sumber: Analisis data primer, 2011.

Pada Tabel 1 tersebut terlihat bahwa umur responden rata-rata 37,2 tahun

merupakan umur produktif. Tingkat pendidikan rata-rata rendah yaitu hanya tamat

SLTP. Kepemilikan sapi rata-rata sekitar 3 ekor, masih efektif dipelihara oleh satu

rumah tangga peternak dengan jumlah anggota keluarga rata-rata sekitar 3 orang.

Sebanyak 54 orang responden (72%) memelihara sapi dengan sistem gaduhan dan

21 orang (28%) memelihara sapi milik sendiri. Banyaknya sapi yang digaduh

disebabkan oleh harga sapi unggul (seperti Brahman Cross dan Limousin) yang

mahal sehingga biasanya peternak menggaduh sapi melalui bantuan pemerintah.

Persepsi Peternak Terhadap Teknologi Budidaya Sapi Unggul

Pada Tabel 1 terlihat bahwa 63 orang (84%) responden memiliki persepsi

yang kurang baik terhadap teknologi budidaya sapi unggul, sedangkan 12 orang

responden (16%) memiliki persepsi baik. Kenyataan ini membuktikan bahwa

peternak merasa agak kesulitan dalam memelihara ternak sapi unggul karena

membutuhkan pakan yang berkualitas dan cara pemeliharaannya yang harus

dikandangkan.

Persepsi merupakan proses pengenalan atau identifikasi sesuatu melalui

proses berpikir dan belajar, serta dipengaruhi oleh berbagai faktor. Chaplin (1989)

menyatakan bahwa persepsi adalah proses mengetahui atau mengenali obyek dan

kejadian obyektif dengan bantuan panca indera. Persepsi adalah proses aktif

timbulnya kesadaran terhadap suatu obyek yang disebabkan oleh faktor internal

dan eksternal individu. Faktor internal antara lain kebutuhan individu, pengalaman,

usia, motif, jenis kelamin, pendidikan dan lain-lain yang bersifat subyektif. Faktor

eksternal meliputi lingkungan sosial, hukum yang berlaku, dan nilai-nilai dalam

masyarakat (Ahmadi, 2009).

Nilai validitas dan realibilitas kuesioner cukup baik. Dari 9 pernyataan,

terdapat 2 pernyataan yang tidak valid dengan menggunakan korelasi Pearson.

Nilai reliabilitas 0,677 telah memadai.

Page 143: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

143

Hasil analisis persepsi dapat menilai kelayakan model regresi, pengaruh

variabel bebas (Xi) terhadap variabel persepsi (Y), baik secara bersama-sama

maupun parsial, dan rasio peluang (odds ratio) perubahan variabel Y akibat

perubahan variabel Xi. Hasil analisis logistik disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Hasil analisis regresi logistik survei persepsi petani terhadap teknologi budidaya sapi unggul.

No Variabel Koefisien p-value Odds Ratio

1. X1 (Umur) 0,046 0,608 1,047

2. X2 (Tingkat Pendidikan) 1,224 0,049* 3,399

3. X3 (Jumlah kepemilikan sapi) -0,286 0,755 0,751

4. X4 (Status kepemilikan sapi) 0,790 0,821 2,203

5. X5 (Jumlah tanggungan keluarga) -1,468 0,180 0,230

6. X6 (Pengalaman beternak sapi) 0,332 0,487 1,394

Konstanta -6,005 - - Kelayakan model (Nagelkerke R2) 0,547 - -

* berbeda nyata pada α=10% Sumber: Analisis data primer, 2011.

Dari Tabel 2 terlihat bahwa hanya variabel X2 (tingkat pendidikan) yang

berpengaruh nyata terhadap persepsi peternak dengan p-value 0,049 pada

α=10%, sedangkan variabel lain berpengaruh tidak nyata. Dengan melihat nilai

Nagelkerke R2, keenam variabel bebas mampu menjelaskan varian ketepatan

persepsi sebesar 54,7% dan sisanya yaitu sebesar 45,3% dijelaskan oleh faktor

lain.

Nilai odds ratio variabel X2 (tingkat pendidikan) sebesar 3,399 dapat diartikan

bahwa peluang persepsi peternak yang baik terhadap teknologi budidaya sapi

unggul adalah 3,399 kali apabila tingkat pendidikan meningkat 1 tahun dan variabel

lainnya tetap. Artinya bahwa peternak yang memiliki tingkat pendidikan lebih lama

Page 144: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

144

memiliki peluang persepsi baik terhadap teknologi budidaya sapi unggul juga lebih

tinggi. Dari hasil analisis persepsi tersebut dapat disimpulkan bahwa persepsi

peternak dipengaruhi secara nyata oleh tingkat pendidikan. Sedangkan umur,

jumlah kepemilikan sapi, status kepemilikan sapi, jumlah tanggungan keluarga, dan

pengalaman beternak sapi berpengaruh tidak nyata terhadap persepsi peternak.

Tingkat Adopsi Peternak Terhadap Teknologi Budidaya Sapi Unggul

Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa 66,67% peternak

memelihara sapi unggul sedangkan lebihnya 33,33% lainnya masih memelihara

sapi Lokal (sapi Bali). Banyaknya peternak tertarik memelihara sapi unggul

disebabkan oleh pertumbuhan sapi unggul lebih tinggi dibandingkan sapi lokal,

harga jual sapi unggul juga sangat tinggi, dan kemudahan untuk mendapatkan

straw dari jenis sapi unggul dengan berkembangnya program Inseminasi Buatan

(IB).

Kandang merupakan tempat ternak sapi menghabiskan waktunya untuk

beraktivitas dan melangsungkan hidupnya, sehingga sangat berpengaruh terhadap

produktifitas ternak sapi yang dipelihara didalamnya. Kandang yang baik adalah

kandang yang memenuhi persyaratan kesehatan seperti kandang harus bersih,

lantai kering, dilengkapi dengan tempat pakan, air minum dan tempat pembuangan

kotoran. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata setiap peternak sudah

mengandangkan sapinya baik pada siang hari maupun pada waktu malam, namun

10% dari peternak masih membuat kandang ternaknya menyatu dengan bangunan

rumahnya. Hal ini disebabkan oleh tingginya tingkat kemalingan ternak sapi apabila

ternak sapi dikandangkan jauh dari rumah.

Pemberian pakan dilakukan sebanyak dua kali sehari berupa hijauan yang

terdiri dari rumput raja dan rumput lapangan yang banyak terdapat dilokasi.

Sedangkan pakan tambahan diberikan 1 kali sehari sebanyak 1% dari berat badan

ternak berupa campuran dedak padi 55%, kulit kopi 40%, garam dapur 2%, gula

merah 1,5%, kapur 1%, dan mineral 0,5%. Sebanyak 86,67% peternak sudah

mempunyai kebun rumput yang luasnya bervariasi dan untuk mencukupi

kebutuhan hijauan selain memanfaatkan hasil dari kebun rumputnya, juga

Page 145: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

145

memanfaatkan hasil limbah pertanian dan sayuran yang kadang-kadang tidak

terjual. Sedangkan 13,33% lainnya masih mengandalkan rumput lapangan yang

terdapat dilokasi peternakan disamping limbah pertanian dan sayuran.

Perkawinan ternak sapi dilakukan dengan program IB dan sedikit sekali

dengan kawin alam kalau straw lagi habis. Dari hasil wawancara dengan petugas

IB, diperoleh informasi bahwa sebagian besar peternak lebih memilih jenis sapi

unggul dari jenis simental, limousine dan brahman cross bila dibandingkan dengan

sapi lokal untuk dijadikan pemacek sapinya.

Penanganan kesehatan dilakukan secara berkala dengan pemeriksaan

kesehatan dan pemberian obat cacing terhadap ternak yang diduga menderita

penyakit cacing. Untuk pemeriksaan peternak melibatkan petugas peternakan dan

dokter hewan yang ada di daerah tersebut.

KESIMPULAN

1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 86% peternak memiliki persepsi yang baik

terhadap terhadap teknologi budidaya sapi unggul. Persepsi peternak

dipengaruhi secara nyata oleh tingkat pendidikan, sedangkan umur, jumlah

kepemilikan sapi, status kepemilikan sapi, jumlah tanggungan keluarga, dan

pengalaman beternak sapi tidak mempengaruhi persepsi petani secara nyata.

2. Penerapan teknologi budidaya sapi oleh peternak secara umum telah sesuai

dengan anjuran. Seluruh peternak telah memelihara sapi dengan cara

dikandangkan dan memberikan obat cacing serta memandikan sapi secara

berkala. Namun 33,33% peternak memilih memelihara jenis sapi lokal (Sapi

Bali), 10% peternak masih membuat kandang sapi menyatu dengan bangunan

rumah, dan 13,33% peternak belum menanam hijauan makanan ternak (masih

mencari rumput di lingkungan sekitar).

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik Kabupaten Rejang Lebong. 2010. Rejang Lebong Dalam Angka.

Ahmadi, A. 2009. Psikologi Umum. Edisi Revisi 2009. Rineka Cipta. Jakarta.

Chaplin, J.P. 1985. Dictionary of Psychology. Dell Publisher. New York.

Page 146: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

146

Ditjen Bina Produksi Peternakan.2010. Buku Statistik Peternakan 2009. Direktorat Bina Produksi Peternakan. Departemen Pertanian. Jakarta.

Gujarati, D. 1999. Ekonometrika Dasar. Alih Bahasa Sumarno Zain. Erlangga. Jakarta.Hendayana, R. 2010. Petunjuk Pelaksanaan Apresiasi Pengelolaan dan Operasionalisasi Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis. Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, Kementerian Pertanian. Bogor.

Riduwan. 2007. Skala Pengukuran Variabel-variabel Penelitian. Cetakan ketujuh. CV. Alfabeta. Jakarta.

DISEMINASI TEKNOLOGI PETERNAKAN BERUPA GELAR TEKNOLOGI PENGOLAHAN BIOGAS DAN PAKAN UNTUK

PENGEMUKAN SAPI POTONG Ruswendi dan Zul Efendi

ABSTRAK

Salah satu sistem diseminasi atau penyebaran informasi teknologi yang sudah dihasilkan untuk mempercepat alih teknologi kepada petani dan pengguna, adalah dengan menggunakan media peragaan dan implementasi teknologi berupa gelar teknologi dilahan petani. Diseminasi hasil teknologi peternakan dilaksanakan di Desa Bukit Peninjauan I Kabupaten Seluma, berupa gelar teknologi pengolahan limbah kotoran sapi menjadi energi dan pupuk organik sebagai income tambahan sekaligus akan mengurangi pencemaran lingkungan dan gelar teknologi pakan inkonvensional melalui pemanfaatan limbah industri pertanian berupa solid dan ampas tahu sebagai alternatif pakan tambahan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi ternak sapi untuk mengoptimalkan produktivitas ternak sapi potong dalam mendukung percepatan swasembada daging sapi (PSDS). Diseminasi tekologi peternakan dilakukan menggunakan metoda demo aplikasi langsung oleh peternak di lapangan, kemudian hasil yang diperoleh digelarkan kepada peternak/kelompok secara tatap muka, diskusi dan kunjungan langsung lapangan. Hasil demo gelar teknologi pengolahan kotoran sapi menjadi biogas sebagai energi dan limbah buangan biogas menjadi pupuk organik padat atau cair telah dimanfaatkan sebagai pupuk organik meningkatkan kesuburan tanah dan produktivitas tanaman. Sedangkan hasil demo gelar teknologi aplikasi 4 perlakuan pakan langsung pada ternak memanfaatkan solid dan ampas tahu masing-masing, 5 kg solid; 3 kg solid+2 kg ampas tahu; 2 kg solid+3 kg ampas tahu; 5 kg ampas tahu disamping pemberian 15 kg hijauan dibandingkan yang biasa dilakukan peternak hanya diberi hijauan 20-25 kg/hari untuk setiap ekor sapi Bali penggemukan selama 45 hari, telah memperlihatkan peningkatan pertambahan berat badan harian (PBBH) sapi Bali berturut-turut: 0,483 kg; 0,410 kg; 0,390 kg; 0,456 kg/ekor/hari dibandingkan hasil PBBH 0,275 kg/ekor/hari teknologi peternak. Gelar paket teknologi pengolah biogas telah dapat meningkatkan produk tambahan bagi peternak berupa energi dan pupuk

Page 147: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

147

organik padat atau cair serta terciptanya kondisi ramah lingkungan. Gelar paket teknologi pakan memperlihatkan peningkatan produktivitas sapi Bali digemukkan lebih baik dengan pemberian pakan tambahan tunggal berupa solid atau ampas tahu saja disamping pemberian hijauan, yaitu peningkatan PBBH harian mencapai 175,63% untuk pemberian solid dan 165,81% untuk pemberian ampas tahu lebih baik dari sapi Bali yang hanya diberi pakan hijauan saja oleh peternak (exiting). Gelar teknologi peternakan berupa pengolahan biogas dan pemberian pakan sapi untuk penggemukan, telah terdiseminasikan kepada lebih dari 30 kelompok peternak sapi di Kabupaten Seluma.

Kata kunci: diseminasi, gelar teknologi, biogas, pakan sapi, penggemukan, peternak dan kelompok

Page 148: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

148

PENDAHULUAN

Pendekatan pembangunan pertanian di Provinsi Bengkulu, dilakukan melalui

pengembangan agribisnis dan agroindustri guna mendapatkan nilai tambah setiap

produk/komoditi pertanian. Hal ini menuntut, adanya pengembangan komoditas

pertanian dengan dukungan sumberdaya manusia terampil dan tersedianya

informasi teknologi tepat guna spesifik lokasi yang dapat diadopsi. Sehingga akan

menjadikan petani lebih tangguh dalam menghadapi daya saing dan dinamika

pasar yang sudah mengacu kepada globalisasi dalam mendorong laju

pembangunan pertanian di daerah sekaligus mampu berfungsi sebagai penggerak

perekonomian daerah.

Rekomendasi paket teknologi yang sudah dihasilkan Balai Pengkajian

Teknologi Pertanian (BPTP) akan memberikan manfaat apabila dapat diterapkan

dan dapat menjangkau pengguna maupun pihak-pihak yang membutuhkannya.

Untuk itu BPTP memerlukan suatu sistem diseminasi atau penyebaran informasi

dan alih teknologi yang efektif dan efisien agar khalayak pengguna dapat

memperoleh informasi maupun teknologi yang dibutuhkan dengan mudah dan

relatif cepat (Fawzia, 2002).

Salah satu sistem diseminasi atau penyebaran informasi teknologi yang sudah

dihasilkan untuk mempercepat alih teknologi kepada petani dan pengguna adalah

dengan menggunakan media peragaan teknologi berupa gelar teknologi dilahan

petani. Gelar teknologi merupakan kegiatan untuk menunjukkan atau menggelar

berbagai paket teknologi yang dihasilkan oleh balai pengkajian dan dibandingkan

dengan teknologi yang ada pada petani, kegiatan ini lebih mengarah kepada

promosi paket teknologi sesuai kondisi potensi yang diyakini lebih baik dari pada

teknologi yang diterapkan petani. Menurut Tjiptopranoto (2000) dalam penerapan

teknologi yang akan dikembangkan harus disesuaikan dengan potensi sumberdaya

setempat dengan biaya murah dan mudah untuk diterapkan, akan tetapi dapat

memberikan kenaikan hasil dengan cepat. Hal ini menjadi aspek penting untuk

keberlanjutan penerapan teknologi dan sistem usahatani yang dianjurkan, dengan

Page 149: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

149

demikian diharapkan petani mampu mengadopsi dan menerapkan teknologi

dimaksud dalam usahataninya sehingga pendapatannya meningkat.

Penerapan hasil penelitian dalam bentuk gelar teknologi diharapkan dapat

mendorong proses adopsi teknologi dengan pendekatan learning by doing terhadap

kelompok tani melalui petani kooperator. Kegiatan ini melibatkan petani secara

intensif mulai dari perencanaan dan penetapan teknologi serta evaluasi kegiatan

agar adopsi teknologi yang komprehensif, berorientasi agribisnis berkelanjutan

dapat dicapai dan dikembangkan.

Pakan utama ternak sapi potong adalah hijauan, pemberian hijauan sebagai

pakan tunggal belum mampu mengoptimalkan produktivitas ternak. Salah satu

upaya untuk dapat mengoptimalkan produktivitas ternak sapi potong adalah

dengan memberikan pakan tambahan disamping pakan hijauan yang kadang-

kadang mencukupi atau tidak mencukupi. Untuk mengatasi keadaan ini pemberian

pakan pada ternak sapi potong tidak hanya bergantung kepada pakan tunggal

berupa hijauan saja, tetapi perlu diimbangi dengan pemberian pakan tambahan

memanfaatkan limbah dan sisa industri pertanian. Pengembangan teknologi pakan

dari limbah pertanian dan sisa hasil industri pertanian sebagai pakan ternak

merupakan alternatif pakan lebih murah dan mudah didapat yang secara aktif akan

memberikan sumbangan nyata terhadap penurunan potensi limbah pertanian yang

terbuang dan belum dimanfaatkan.

Disamping itu Kotoran ternak saat ini telah menjadi masalah dan merupakan

salah satu isu yang ditenggarai telah ikut menyebabkan pencemaran lingkungan

bagi masyarakat disekitarnya. Penanganan limbah kotoran ternak yang baik, akan

memberikan nilai tambah bagi peternak dan bahkan dapat mendorong menjaga

kelestarian lingkungan serta membuka lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat.

Salah satu pemanfaatan limbah kotoran ternak adalah dengan mengolahnya untuk

dijadikan sebagai sumber energi alternatif melalui teknologi biogas (Wahyuni,

2009).

Berdasarkan kondisi tersebut perlu dikembangkan peranan inovasi teknologi

untuk dapat menjawab permasalahan yang dihadapi dengan tujuan

menyebarluaskan informasi teknologi hasil penelitian dan pengkajian kepada

Page 150: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

150

pengguna untuk meningkatkan pengetahuan peternak sapi melalui peragaan gelar

teknologi produksi dan pengolahan limbah biogas serta pakan sapi mendukung

swasembada daging (PSDS) sekaligus mengoptimalkan produktivitas ternak dan

pendapatan keluarga petani.

BAHAN DAN METODE

Diseminasi teknologi peternakan berupa pengolahan biogas dan pakan sapi

untuk penggemukan dilaksanakan pada lahan petani peternak sapi potong di Desa

Bukit Peninjauan I Kecamatan Air Periukan, Kabupaten Seluma.

Pelaksanaan diseminasi gelar teknologi pengolahan biogas, menggunakan

instalasi biogas kelompok LM3 Mufthatul Hidayah yang belum dioperasikan secara

optimal dan belum ramah lingkungan. Diseminasi gelar teknologi pakan sapi untuk

penggemukan menggunakan 20 ekor ternak sapi Bali masing-masing sebanyak 4

ekor diberi perlakuan pakan tambahan 5 kg solid; 3 kg solid+2 kg ampas tahu; 2

kg solid+3 kg ampas tahu; 5 kg ampas tahu disamping pemberian 15 kg hijauan,

dibandingkan biasa dilakukan peternak hanya diberi hijauan 20-25 kg/hari untuk

setiap ekor sapi Bali penggemukan.

Metode analisis yang digunakan dalam diseminasi gelar teknologi pakan sapi

potong adalah metode With and Without yaitu membandingkan teknologi perbaikan

dengan teknologi yang biasa digunakan petani (Exiting).

Hasil demo dan aplikasi diseminasi teknologi pengolahan biogas dan produksi

pupuk organik limbah biogas, serta diseminasi teknologi pakan untuk penggemukan

sapi Bali. Selanjutnya digelar teknologikan kepada kelompok peternak sapi disekitar

lokasi dan desa lokasi kegiatan melalui pertemuan secara tatap muka, diskusi dan

kunjungan langsung dilapangan. Sehingga inovasi teknologi tersebut dapat diadopsi

dan diimplementasi oleh peternak sapi disekitar lokasi kegiatan, sekaligus dapat

membuka peluang usaha dan peningkatan pendapatan peternak di Kabupaten

Seluma.

Page 151: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

151

HASIL DAN PEMBAHASAN

Aplikasi Pengolahan Biogas dan Produksi Pupuk Cair

Aplikasi inovasi teknologi instalasi reaktor biogas yang sudah termanfaatkan

gasnya untuk kompor gas, terkendala belum ramah lingkungan dan masih

mengeluarkan bau disekitar kandang ternak sapinya. Berdasarkan kondisi tersebut

dan lebih mengoptimalkan manfaat dari pengolahan biogas ini, telah dilakukan

aplikasi peningkatan produtivitas biogas melalui penyempurnaan inovasi teknologi

saluran pengaliran pada bak penampungan limbah buangan biogas sehinga dapat

diolah menjadi pupuk organik cair.

Untuk dapat memproduksi pupuk cair limbah buangan biogas bak

penampungan dibuat menjadi 4 bagian, kemudian dibuat saluran pada bagian

bawah dari Bak I ke untuk memudahkan pengaliran sludge berupa cair kental pada

Bak penampungan ke II sehingga bagian berserat akan naik kepermukaan untuk

diambil dan ditumpuk pada bak penampungan kusus sebagai kompos padat.

Selanjutnya untuk mengalirkan slud yang kekentalannya semakin encer, maka

salurannya cukup dibuat pada bagian atas dari Bak penampungan ke II pada Bak

ke III dan IV kemudian diendapkan selama 2 – 3 hari untuk mengendapkan

padatan.

Bagian yang cair dimasukan kedalam 3 buah drum sudah disediakan dengan

terlebih dahulu dilakukan penyaringan dan penyaluran secara berurutan pada drum

1, 2 dan 3. Kemudian diendapkan selama 2 – 3 hari untuk masing-masing drum

penampung, selanjutnya akan terdapat cairan bening pada drum terakhir yang

merupakan pupuk organik cair memanfaatkan limbah buangan biogas untuk

dipaking dan siap digunakan pada tanaman sebagai pupuk organik cair.

Dampak dari pelaksanaan demo peningkatan produtivitas biogas adalah,

semua kotoran ternak terolah menjadi biogas, pupuk organik padat dan cair.

Disamping itu lingkungan kandang benar-benar menjadi ramah lingkugnan dan

semua limbah yang dihasilkan termanfaatkan untuk biogas dan pupuk organik,

serta terbukanya peluang kerja akibat pemanfaatan limbah pertanian. Menurut

Syafa’at et al., (2003) sektor pertanian termasuk dalam hal pengolahan limbah

Page 152: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

152

pertanian juga sebagai salah satu sektor penyedia lapangan kerja terbesar, yaitu

lebih dari 40% kesempatan kerja masyarakat berasal dari sektor pertanian.

Aplikasi Pakan Untuk Sapi Penggemukan

Aplikasi inovasi teknologi pakan tambahan memanfaatkan limbah industri

pertanian berupa solid dan ampas tahu untuk sapi Bali penggemukan, masing-

masing perlakuan diberi tambahan 5 kg solid; 3 kg solid+2 kg ampas tahu; 2 kg

solid+3 kg ampas tahu; 5 kg ampas tahu disamping pemberian hijauan masing-

masing 15 kg. Dibandingkan teknologi peternak hanya diberi hijauan 20-25 kg/hari

untuk setiap ekor sapi Bali penggemukan selama 45 hari, telah memperlihatkan

peningkatan pertambahan berat badan harian (PBBH) sapi Bali berturut-turut:

0,483 kg; 0,410 kg; 0,390 kg; 0,456 kg/ekor/hari dibandingkan hasil PBBH 0,275

kg/ekor/hari pada teknologi peternak. Selain pemberian pakan utama hijauan,

ternak sapi potong juga perlu diberi pakan tambahan (Konsentrat) agar dapat

memacu peningkatan produksi ternak. Penggunaan limbah dan sisa hasil industri

pertanian sebagai bahan pakan tambahan ternak sapi potong merupakan alternatif

yang dapat dimanfaatkan asalkan tidak memberikan dampak negatif bagi ternak itu

sendiri (Umiyasih et all., 2004).

Dampak dari pelaksanaan aplikasi inovasi teknologi pakan tambahan untuk

sapi penggemukan, telah meperlihatkan peningkatan produktivitas sapi Bali

digemukkan lebih baik dengan pemberian pakan tambahan tunggal berupa solid

atau ampas tahu saja disamping pemberian hijauan, yaitu peningkatan PBBH

harian mencapai 175,63% untuk pemberian solid dan 165,81% untuk pemberian

ampas tahu lebih baik dari sapi Bali yang hanya diberi pakan hijauan saja oleh

peternak (exiting). Selain itu peternak sudah mengetahui bahwa pemberian pakan

tambahan perlu dilakukan pada sapi penggemukan, karena telah dapat

meningkatkan produksi daging sapi dan meberikan kontribusi terhadap peningkatan

pendapatan petani peternak serta termanfaatkannya limbah tanaman maupun

industri pertanian disekitar lokasi untuk percepatan peningkatan produksi daging

menuju swasembada daging sapi.

Page 153: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

153

Diseminasi Gelar Teknologi biogas dan pakan sapi

Gelar teknologi peternakan berupa pengolahan biogas dan pemberian pakan

sapi untuk penggemukan, telah terdiseminasikan kepada masing-masing lebih dari

30 kelompok peternak sapi di Kabupaten Seluma melalui pertemuan dan tatap

muka, diskusi dan peninjauan langsung ke lapangan. Sehingga para peternak telah

dapat mengadopsi dan mengetahui manfaat dari diseminasi teknologi peternakan

berupa gelar teknologi biogas dan pakan sapi memanfaatkan limbah industri

pertanian. Melalui inovasi teknologi limbah dan sisa hasil ikutan agroindustri

pertanian dapat dimanfaatkan sebagai sumber pakan sapi yang potensial untuk

usaha penggemukan (Badan Litbang Pertanian, 2005).

Dari hasil diskusi terungkap bahwa peternak merasa kesulitan

mengembangkan usaha peternakan karena terbentur berbagai faktor, seperti

ketersediaan pakan ternak merupakan faktor dominan selain terbatasnya

ketersediaan modal. Peternak sekarang sudah mengetahui dan bisa mendapatkan

pakan berkualitas mudah dan murah untuk ternak sapi, dengan adanya diseminasi

teknologi peternakan yang diaplikasikan dan dilihat langsung oleh peternak

dilapangan. Sebenarnya apabila kita memepunyai kemauan, maka untuk

mendapatkan pakan ternak yang mudah dan bergizi itu mudah dilakukan. Sebab

disekitar kita banyak sumber pakan bisa dimanfaatkan sebagai pakan termasuk

limbah pertanian yang selama ini tidak dimanfaatkan disekitar lahan usahatani kita

(Syafii, 2010).

Dampak dan Umpan Balik Kegiatan

Dampak dan umpan balik pelaksanaan gelar teknologi dengan metode

aplikasi dan didiseminasikan dilapangan secara langsung dirasakan bagi peternak

dan kelompoknya. Karena telah dapat memberikan informasi langsung, baik secara

terlihat maupun terdengar sehingga memudahkan peternak mengadopsi teknologi

pengolahan kompos dan pakan penggemukan sapi memanfaatkan limbah disekitar

lahan usahatani. Hal ini sejalan dengan berbagai kajian terdahulu, Departemen

Pertanian (2001) dimana metode diseminasi teknologi dan informasi pertanian

dapat dilakukan melalui beberapa kegiatan, antara lain: (1) pengelolaan informasi

Page 154: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

154

dan peragaan teknologi pertanian, (2) komunikasi tatap muka dan pengembangan

media informasi dan, (3) Peningkatan kapasitas institusi.

Informasi teknologi pertanian yang mudah dan tepat akan diadopsi dan

diterapkan oleh petani secara cepat, sehingga petani menguasai teknologi tersebut

dan menjadi lebih tangguh dalam persaingan global dan memiliki keterampilan

dalam menerapkan inovasi teknologi serta mampu menghadapi resiko usaha.

Dalam penerapan suatu teknologi, maka petani perlu diajari, dilatih dan dibimbing

sehingga mampu untuk melakukan sendiri. Ada hal penting yang perlu diketahui

dalam proses belajar tersebut 1) ada keaktifan dari individu yang sedang belajar, 2)

terjadi proses internal atau proses mental, 3) terjadi perubahan perilaku, dan 4)

petani aktif mengembangkan diri dan mengembangkan potensi. (Asgari, 2001).

KESIMPULAN

1. Perbaikan tatalaksana pengolahan biogas telah dapat meningkatkan

pemanfaatan limbah kotoran sapi selain untuk biogas, juga dapat memproduksi

pupuk cair selain pupuk padat dan membuka peluang usaha bagi peternak sapi

sekaligus memberi manfaat terhadap kebersihan kandang dan lingkungan

maupun kesehatan ternak sapi.

2. Diseminasi teknologi pakan untuk penggemukan sapi potong dengan pemberian

pakan tambahan solid dan ampas tahu memberikan pengaruh positif pada

pertambahan berat badan harian (PBBH) ternak sapi Bali dan secara tidak

langsung juga meberikan peluang terhadap peningkatan pendapatan peternak

sapi.

3. Hasil akhir dari gelar teknologi pengolahan biogas dan pakan sapi telah dapat

meningkatkan pengetahuan peternak dan kelompoknya, bahwa berbagai limbah

pertanian dapat diberdayakan bagi kebutuhan usaha peternakan termasuk

peningkatan produksi daging yang dapat menunjang PSDS.

4. Petani peternak sudah mau mengadopsi inovasi teknologi peternakan dengan

memanfaatkan limbah ternaka dan pertanian di sekitar lokasi usaha, dari

sebelumnya belum termanfaatkan dan bahkan juga mengganggu keramahan

lingkungan.

Page 155: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

155

DAFTAR PUSTAKA

Asgari. 2001. Peranan Agen Pembaharuan/Penyuluh dalam Usaha Memberdayakan (Empowerment) Sumberdaya manusia pengelola Agribisnis. Fakultas Peternakan IPB. Bogor. Asgari. 2001. Peranan Agen Pembaharuan/Penyuluh dalam Usaha Memberdayakan (Empowerment) Sumberdaya manusia pengelola Agribisnis. Fakultas Peternakan IPB. Bogor.

Badan Litbang Pertanian. 2005. Rencana Aksi Ketahanan Pangan 2005-2010. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarata.

Departemen Pertanian. 2001. Pedoman Penelitian Metode Penyuluh Pertanian. Pusat Penyuluhan Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarta.

Fawzia, S. 2002. Revitalisasi Fungsi Inmformasi dan Komunikasi Serta Diseminasi Luaran BPTP. Makalah di Sampaikan Pada Ekspose dan Seminar Teknologi Pertanian Speszifik Lokasi., 14 – 15 Agustus 2002 di Jakarata. Pusat Penelitiuan dan pengembanag Sosial Ekonomi. Bogor.

Safa’at, N., S. Maryanto dan P. Simatupang. 2003. Dinamika Indikator Ekonomi Makro Sektor Pertanian dan Kesejahteraan Petani. Dalam Analisis Kebijakan Pertanian (I): Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor.

Syafii Muhammad. 2010. Pemanfaatan Limbah Pertanian Untuk Pakan Ternak. Loka Latih Petani Jombang. Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumberdaya Manusia (Lakpesdam). Jombang.

Tjiptopranoto, P. 2000. Strategi Diseminasi Teknologi dan Informasi Pertanian. Balai Pusat Pengkajian Teknologi Pertanian. Bogor.

Umiyasih, U., Gunawan, D.E. Wahyono, Y.N. Anggraini dan I.W. Mathius. 2004. Penggunaan Bahan Pakan Lokal Sebagai Upaya Effisiensi pada Usaha Perbibitan Sapi Potong Komersial. Prosd. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner, 4-5 Agustus 2004. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Bogor.

Wahyuni Sri. 2009. Biogas. Penerbit, PT. Penebar Swadaya. Jakarta.

Page 156: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

156

EFISIENSI PEMANFAATAN BAHAN MAKANAN TERHADAP BERAT HIDUP PADA TERNAK AYAM RAS PEDAGING

Erpan Ramon, Dedi Sugandi, Zul Efendi dan Herlena Bidiastuti

ABSTRAK

Penggunaan berbagai macam bahan pakan merupakan salah satu upaya efisiensi pemanfaatan bahan pakan, karena biaya pakan pada usaha ternak ayam broiler mencapai 70 % dari total biaya produksi. Tujuan pengkajian untuk mengetahui efisiensi pemanfaatan bahan makanan pada ternak ayam broiler priode umur finisher yang dilaksanakan pada kandang ayam BPTP Bengkulu, menggunakan 100 ekor ternak ayam yang dibagi menjadi 4 kelompok perlakuan pakan (masing-masing 25 ekor). Pengkajian ini mengguna Rancangan Acak Lengkap (RAL) terhadap 4 perlakuan campuran pakan (konsnentrat+jagung giling+dedak halus) berdasarkan perbandingan pengurangan jumlah penggunaan konsentrat sebanyak 10% pada masing-masing perlakuan (Kontrol/petani= 40 %; P1= 30%; P2= 20%; P3= 10%) dengan 5 ulangan. Parametar yang diamati adalah berat badan akhir setelah perlakuan pemberian pakan, kemudian dianalisis menggunakan analisis sidik ragam. Hasil pengkajian menunjukan berat rata-rata bobot hidup ayam broiler diberi perlakuan pakan P1; P2; P3 (1,36 kg/ekor; 1,21 kg/ekor; P3=1,15 kg/ekor) tidak berpengaruh nyata bila dibandingkan Teknologi petani (1,45 kg/ekor) terhadap setiap tingkat pengurangan 10% pakan kosentrat, berdasarkan F hitung setiap kombinasikan perlakuan pakan (konsentrat, jagung giling dan dedak halus) tidak berpengaruh nyata pada taraf 5 % dan 1 % terhadap bobot hidup, sehingga penggunaan setiap racikan pakan perlakuan dapat diaplikasikan pada usaha perternakan ayam broiler.

Kata kunci: efisiensi, bahan pakan, berat hidup

PENDAHULUAN

Usaha perunggasan di Propinsi Bengkulu adalah sebuah industri yang

memiliki komponen yang lengkap dari sektor hulu sampai ke hilir. Dimana

perkembangan usaha ini memberikan konstribusi nyata dalam pembangunan

pertanian. industri perunggasan memiliki nilai strategis khususnya dalam

penyediaan protein hewani untuk memenuhi kebutuhan dalam propinsi Bengkulu,

pada tahun 2010 tercatat bahwa produksi ternak unggas khususnya ayam ras

mencapai 434,69 juta ton dengan populasi berjumlah 5.874.583 ekor (BPS Propinsi

Bengkulu tahun 2010), dengan melihat kondisi demikian maka diperlukan wawasan

konstruktif untuk menggali kreatifitas dan inovatif peternakan ungas secara terapan

tanpa mengabaikan aspek teknis dan ekonomis, pengeluaran terbesar dalam

budidaya ayam broiler yaitu pakan yang dapat menduduki angka 60-70 % dari

keseluruhan biaya produksi, Bambang AM (1987), melihat kondisi ini maka sudah

pantas kita berpikir bagaimana mengefisiensi pemanfaatan konsenterat, sebab

Page 157: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

157

konsentrat secara ekonomis adalah bahan makanan yang relatif lebih mahal

dibandingkan dengan bahan makanan yang lain. Pembangunan industri

perunggasan menghadapi tantangan yang cukup berat baik secara global maupun

lokal karena dinamika lingkungan strategis dalam propinsi, tantangan ini mencakup

kesiapan dayasaing produk perunggasan, bila dikaitkan dengan lemahnya kinerja

penyediaan bahan baku pakan serta harus memenuhi zat-zat nutrisi yang

dibutuhkan oleh ternak, zat-zat nutrisi yang di butuhkan oleh ternak ayam potong

menurut Scott et al (1976 ) dibagi menjadi 2 periode yaitu : Periode starter umur

0 – 4 minggu ternak membutuhkan Protein 22 – 23 %, Lemak 5,5 – 8,0%, Serat

kasar 2 - 5%, Ca 1%, P 0,5 – 0,7%, ME 2700 – 2900 kl. Periode starter umur 5 –

panen ternak membutuhkan Protein 20 – 21 %, Lemak 5,5 – 8,5%, Serat kasar 4 -

5%, Ca 1%, P 0,4 – 0,5%, ME 2500 – 3400 kl.

Untuk dapat mengantisipasi kendala-kendala tersebut, tidak banyak yang

dapat dilakukan oleh peternakan unggas rakyat, perternak kecil hanya dapat

mengupayakan untuk menghemat biaya dengan tetap mempertahankan tingkat

produksi melalui pemanfaatan bahan baku pakan lokal seperti pencampuran bahan

pakan dapat menekan biaya produksi daging dengan tidak mengabaikan kebutuhan

zat nutrisi yang menjadi kebutuhan untuk produksi daging. Tujuan dari pengkajian

ini adalah: Mengetahui pengaruh racikan beberapa bahan pakan yang berbeda

terhadap berat hidup ternak ayam broiler, Mengetahui racikan pakan yang paling

efisien untuk mengoptimalkan produksi.

BAHAN DAN METODR

Pengkajian efisiensi pemanfaatan bahan makanan terhadap berat hidup pada

ternak ayam ras pedaging dilaksanakan dikandang ayam BPTP Bengkulu, dari

tanggal 17 Oktober 2011 sampai dengan 27 Oktober 2011, menggunakan 100 ekor

ternak ayam umur 10 hari yang diberi pakan berdasarkan persentasse (%) jumlah

pemberian konsentrat yang dibagi menjadi 4 kelompok perlakuan pakan terhadap

masing-masing 25 ekor ayam broiler (Tabel 1).

Page 158: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

158

Tabel 1. Rancangan perlakuan racikan pakan berdasarkan pengurangan 10 % penggunaan konsentrat yang diaplikasikan pada ayam broiler priode finisher.

PERLAKUAN % No Komposisi Racikan Pakan

Kontrol/petani I II III

1 Kosentrat 40 30 20 10

2 Jagung 40 50 50 50

3 Dedak 20 20 30 40

4 Probiotik 0,3 0,3 0,3 0,3

Pengkajian ini mengguna Rancangan Acak Lengkap (RAL) terhadap 4

perlakuan campuran pakan (konsnentrat+jagung giling+dedak halus) berdasarkan

perbandingan pengurangan jumlah penggunaan konsentrat sebanyak 10% pada

masing-masing perlakuan (Kontrol/petani= 40 %; P1= 30%; P2= 20%; P3= 10%)

dengan 5 ulangan. Parametar yang diamati adalah berat badan akhir setelah

perlakuan pemberian pakan.

Adapun model Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang digunakan dapat

digambarkan secara sistematis, menggunakan rumus :

Yij = µ + �i + ∑ij dimana : Yij = Nilai pengamatan pada perlakuan ke-I dan ulangan ke-I µ = Nilai tengah umum �i = Pengaruh perlakuan ke-I ∑ij = Galat percobaan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j I = Banyaknya perlakuan (kontrol, I, II dan III) J = Banyaknya ulangan

Untuk mengetahui pengaruh terhadap parameter yang diukur maka dilakukan

uji statistik dengan rancangan Analisis sidik ragam (Tabel 2).

Tabel 2. Analisis Sidik ragam yang digunakan pada pengkajian efisiensi pemanfaatan bahan makanan terhadap berat hidup pada ternak ayam ras pedaging.

F SK Db JK KT F.Hit

0,05 0,01

Perlakuan t – 1 JKP JKP/t-1 KTP/KTG

Galat r (r-1) JKG JKG/r.(r-t)

Total r.t-1 JKP+JKG

Sumber: K A Gomes dan A A Gomes, 1995.

Page 159: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

159

HASIL DAN PEMBAHASAN

Periode starter pada pengkajian ini selama 20 hari yaitu dimulai dari hari ke 0

sampai dengan hari ke 20, pakan yang diberikan berupa pakan jadi/konsentrat

yang mempunyai kandungan protein berjumlah 22 % Wahyu,J. 1992. berasal dari

pabrik pada hari ke20 dilakukan penimbangan disetiap perlakuan dengan bobot

badan rata-rata 0,85 kg.

Periode finisher dimulai pada hari ke 21 hari sampai dengan hari ke 30

(panen), ternak sudah dipindahkan tanpa dipisahkan jeniskelamin secara acak

kedalam kandang perlakuan masing-masing 25 ekor pada tiap kandang, pakan

yang habis dikonsumsi oleh ternak secara keseluruhan perlakuan adalah 170 kg.

Untuk mengethui pengaruh perlakuan terhadap berat hidup maka harus diketahui

kwalitas pakan pada masing-masing perlakuan, Peni S Harjosworo, Rukmiasih.

(2000) menyatakan bahwa, pengefisienan dalam penggunaan pakan dapat

terlaksana bila telah mengetahui bahan pakan berdasarkan zat nutrisinya yang

terkandung dalam bahan pakan tersebut. Dilihat dari kandungan nutrisi yang

terdapat pada masing-masing perlakuan, kandungan nutrisi dapat disajikan sebagai

berikut:

Tabel 2.Kandungan Nutrisi pada tiap-tiap Perlakuan.

No Kandungan Nutrisi Kontrol % P I % P II % P III %

1 ME 2654 2736 2649 2562

2 Protein Kasar 15,2 12,2 11,3 10,3

3 Lemak Kasar 6,92 6,9 8,4 8,9

4 Serat Kasar 5,4 5,15 5,85 6,55

5 Ca 8,092 7,975 11,655 15,335

6 P 0,476 0,415 0,325 0,235

7 Abu 3,8 3,2 3,3 3,4

Dihitung berdasarkan data dari buku Wawan MI (2003).

Dari data kandungan nutrisi, perlakuan pada kontrol menunjukan kandungan

proteinnya yaitu 15,2 % data ini menunjukan angka yang lebih tinggi dan

kandungan zat nutrisi lebih baik dibandingkan dengan PI, PII, dan PIII Berdasarkan

hasil perhitungan total dari tiap-tiap perlakuan dan ulangan secara acak maka akan

Page 160: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

160

diperoleh data Kontrol=7,25 P1=6,80 P2=6,05 dan P3=5,75. Dengan demikian

pertambahan bobot badan hidup yang lebih sempurna pada pengkajian ini terlihat

pada kontrol yaitu rata-rata berjumlah 1,45 kg dalam jangka waktu pemeliharaan

30 hari, data ini adalah rata-rata tertinggi dibandingkan dengan perlakuan yang

lain, berarti secara teknis susunan bahan pakan dan kandungan zat nutrisi yang

terkandung pada kontrol adalah lebih baik. Berdasarkan hasil penghitungan zat

nutrisi tiap-tiap perlakuan bahwa untuk mempertahankan kelangsungan hidup

ternak ayam ras pedaging, maka Energi Metabolisme perlu diperhitungkan sesuai

dengan kebutuhan yaitu 2500-3400 kkl, Scott et al (1976) sedangkan pada

pengkajian ini dapat dilihat ME terendah yaitu pada perlakuan PIII (2562), angka

ini masih di atas angka minimal kebutuhan ayam ras pedaging.

Berdasarkan analisa sidigragam masing-masing perlakuan menunjukan

bahwa f hitung 2,442 dibandingkan dengan f tabel 0,05 = 3,15 dan f tabel 0,01 =

4,34 menurut K A Gomes dan A A Gomes, 1995 bahwa, apabila f hitung lebih

dari F tabel maka perlakuan dinyatakan non significant.

KESIMPULAN

Dari hasil dan pembahasan, pengkajian dengan sistem pemeliharaan yang

sama (homogen), dapat disimpulkan bahwa, racikan pakan dengan mengurangi

kandungan konsentrat 10 % digantikan dengan jagung dan dedak halus tidak

berbedanyata terhadap bobot hidup ayam broiler.

Maka perlu dilakukan analisis ekonomi perternakan ayam broiler, untuk

mengaplikasikan bahan makanan yang sesuai dan tentunya akan berdampak pada

sosial ekonomi terhadap peternak, atas dukungan berbagai pihak termasuk

kegiatan penelitian dan penyusunan kebijakan, kerjasama yang baik dan terarah

diharapkan dapat meningkatkan kinerja usaha perternakan ayam broiler sebagai

peluang agribisnis dengan tujuan meningkatkan pendapatan peternak.

DAFTAR PUSTAKA

Aak, 1982 , Pedoman Beternak Ayam Negeri. kanisius.

Page 161: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

161

Anggorodi,R.1997. Ilmu Makanan Ternak Unggas Kemajuan Muktahir. Fakultas pertanian, IPB. Bogor.

Bambang. AM, 1987. Pedoman Meramu Pakan Unggas. kanisius.

Heti Resnawati dan Ida AK Bintang. 2005. Produktivitas Ayam Lokal yang Dipelihara secara Intensif, dalam Prosiding Loka karya nasional inovasi teknologi Pengembangan Ayam Lokal. Puslitnak, Badan Penelitian pengembangan pertanian dan Fakultas Perternakan Undip, Bogor.

Khanchai A Gomes and Arturo A Gomes. 1995. Prosedur Statistik Untuk Penelitian Pertanian edisi kedua, Universitas Indonesia.

Mochamad Wawan Ichwan,W.2003. Membuat Pakan Ayam Ras Pedaging. Agromedia.

Murtidjo. 1978. Pedoman Berternak Ayam Broiler. Kanisius. Yogyakarta.

Peni S. Hardjosworo, Rukmiasih. 2000. Meningkatkan Produksi Daging Unggas, cetakan ke1 Penebar Swadaya, Jakarta.

Scott, MI, MC Neshein and R.J Young. 1976. Nutrition of the chikens, 3 Th E.D Scott Asotiation,it hac New York.

Siregar et al. 1980. Tehnik Berternak Ayam Pedaging DiIndinesia. Cetakan ke III Margi group Jakarta.

Soeparno. 1992. Ilmu dan Teknologi Daging. Perternakan , UGM Yogyakarta.

Summer and Lesson. 1965. The Offcet of dearty energy and Protein on Carcas compotints with anote on amethot for estimating iliyonis. USA.

Wahyu,J. 1992. Ilmu Nutrisi Unggas. Pengantar perternakan didaerah tropis UGM Yogyakarta.

Page 162: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

162

Lampiran 1.

Analisis sidig ragam pada hari ke 30 masing-masing perlakuan (kg).

Ulangan Total Rata-rata Perlakuan

A B C D E

Kontrol 1,35 1,40 1,45 1,70 1,35 7,25 1,45

II 1,80 1,20 1,25 1,35 1,20 6,80 1,36

III 1,15 1,15 1,40 1,05 1,30 6,05 1,21

IV 0,80 1,10 1,20 1,40 1,25 5,75 1,15

Galat total (Gt) 25,85 FK = = = = 33,41

JKT = (n12, n2

2, n32.... n20

2) – FK = (1,352.1,802. 1,152 .... 1,252) – 33,41 = (1,8225+3,24+1,3225 ... 1,5625) – 33,41 = 34,3125 – 33,41 = 0,9025 JKP =

=

=

=

= 33,6935 – 33,41 = 0,2835 JKG = JKT – JKP =0,9025 – 0,2835 =0,619

Tabel anova Sidig ragam rata-rata bobot hidup.

F SK Db JK KT F. Hit

0,05 0,01

Perlakuan 3 0,2835 0,0945 2,442 3,15 ns 4,34

Galat 16 0,619 0,0387

Total 19 0,9025 Bila F hitung lebih dari F tabel maka perlakuan dinyatakan NS (Non significant).

Page 163: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

163

Tabel 2. Kandungan zat nutrisi yang terkandung pada tiap-tiap bahan makanan.

No Bahan Makanan

Air %

PK %

LK %

SK %

Abu %

Ca %

P %

Cocii Ostat

ME (Kkal)

Anti Biotik

1 Kons BR I 13 21 4 5 6 0,9-1,2 0,7-0,9 + 2500 +

2 Kons BR II 13 19 4 5 6 0,9-1,2 0,7-0,9 + 2500 +

3 Dedak Padi 11,5 10 19 12 7,0 38,00 - - 1630 -

4 Jagung hls - 9,0 3,8 2,5 - 0,03 0,29 - 3320 -

5 Probiotik - - - - - - - - - -

Keterangan - PK : Protein Kasar - LK : Lemak Kasar - SK : Serat Kasar - Ca : Kalsium - P : Phospor

Sumber : Wawan MI (2003).

Tabel 3. Kandungan nutrisi yang dibutuhkan oleh ternak ayam potong.

No Zat Nutrisi Starter Umur 0 – 4 mg Finisher Umur 5 - Potong

1 2 3 4 5 6

Protein Lemak

Serat kasar Ca P

ME

22 – 23` 5,5 – 8,0 2,0 – 5,0

1,0 0,5 – 0,7

2700 -2900

20 – 21 5,5 – 8,5 4,0 – 5,0

1,0 0,4 – 0,5

2500 – 3400

Sumber : Scott et al (1976).

Page 164: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

164

MANFAAT PEMBERIAN PAKAN TAMBAHAN DAN MINAT ADOPSI

PETANI DALAM PEMELIHARAAN SAPI BRAHMAN CROSS MELALUI KEGIATAN GELAR TEKNOLOGI

Siswani Dwi Daliani dan Taufik Hidayat

ABSTRAK

Sapi brahman cross merupakan sapi hasil keturunan dari sapi Zebu (Boss indicus) yang sangat berkembang pesat di Amerika Serikat dengan iklim tropis. Sapi brahman cross adalah tipe sapi potong terbaik untuk dikembangkan. Hal ini membuat kita perlu memberikan pakan tambahan bagi ternak sapi brahman cross. Kegiatan ini dilaksanakan di Desa Kayu Manis, Kecamatan Sindang Kelingi, Kabupaten Rejang Lebong dengan melakukan demonstrasi pembuatan pakan tambahan dari limbah kopi dan strabio. Tahapan pelaksanaan pemeliharaan ternak sapi brahman cross yaitu melakukan penimbangan ternak sebelum pemberian pakan tambahan dan setelah pemeliharaan selama 2 bulan terhadap 6 ekor ternak sapi brahman cross yang diberi pakan tambahan campuran dedak padi, kulit kopi, garam, gula merah, kapur, dan mineral.Hasil penimbangan dapat dilihat bahwa rata-rata kenaikan berat badan perharinya yaitu 0,53 kg/ekor/hari.Setelah dilakukannya kegiatan gelar teknologi ini masyarakat/peternak sangat ingin mencoba, hal ini diketahui dari hasil kuisioner yang menyatakan ingin menerapkan didalam pemeliharaan ternak sehari- hari sebanyak 96%, 4% kadang kadang, kemudian dalam hal mencari bahan-bahan campuran pakan tambahan 80% menyatakan mudah didapat, 12% menyatakan cukup mudah dan 8% menyatakan sulit didapat. Dilakukan penimbangan dapat dilihat bahwa dalam kurun waktu 2 bulan berat sapi mengalami peningkatan rata-rata 0,53kg/ekor/hari.

Kata kunci: brahman cross, pakan tambahan, PBBH

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sapi brahman cross merupakan sapi hasil keturunan dari sapi Zebu (boss

indicus) yang sangat berkembang pesat di Amerika Serikat dengan iklim tropis.

Sapi brahman ini diseleksi dan ditingkatkan mutu genetiknya kemudian diekspor ke

berbagai Negara antara lain ke benua Australia. Pada tahun 1974 dari Australia

masuk ke Negara Indonesia.Ciri-ciri yang dapat kita lihat dari performance nya 1)

berpunuk besar dan berkulit longgar, 2) Gelambir dibawah leher sampai ke perut

lebar dan banyak lipatan, 3) telinga panjang menggantung dan berujung runcing.

Sapi brahman cross adalah tipe sapi potong terbaik untuk dikembangkan. Di

Kabupaten Rejang Lebong jumlah sapi brahman cross sudah mencapai lebih dari

158 ekor. Penyebaran pertama kali Sapi Brahman Cross di Kabupaten Rejang

Lebong berada di kecamatan Sindang Kelingi yang berasal dari bantuan pemerintah

Page 165: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

165

pada tanggal 28 November tahun 2007 dengan jumlah bantuan sebanyak 50 ekor

sapi betina brahman cross di kelompok Sidomulyo desa Air Dingin. Populasi ternak

sapi Brahman Cross di desa Kayu Manis sampai dengan tahun 2011 sebanyak 126

ekor.

Dalam pemeliharaan ternaknya, teknologi pemeliharaan sapi brahman croos

yang biasa dilakukan peternak adalah dengan cara pemberian hijauan biasa dan

belum sepenuhnya diberikan pakan tambahan sesuai dengan teknologi yang

disebarluaskan oleh BPTP Bengkulu. Oleh karenanya sangat perlu dilakukan

terobosan teknologi yang dapat membantu para petani peternak dalam hal

meningkatkan kenaikan berat badan perharinya (PBB) untuk meningkatkan

pendapatan peternak.Hijauan rumput yang diberikan berupa hijauan yang sudah

dicacah menggunakan mesin pencacah rumput. Hal ini menyebabkan penambahan

berat ternak sapi menjadi lambat. Melalui kegiatan gelar teknologi pemeliharaan

sapi brahman cross diaharapkan petani dapat mengubah pola makan ternak

sapinya dengan memberikan pakan tambahan.

Gelar teknologi pemberian pakan tambahan merupakan kegiatan untuk

menunjukkan paket teknologi sapi brahman cross yang sudah pernah dilakukan

oleh BPTP melalui kegiatan pendampingan PSDSK di Kabupaten Rejang Lebong

yang telah lalu.Hasil-hasil penelitian/pengkajian beberapa komoditas andalan yang

telah dilaksanakan oleh BPTP Bengkulumaupun Badan Litbang Pertanian,

(introduksi maupun perbaikan paket teknologi) telah dapat meningkatkan

produktivitas dan pendapatan usahatani 2-3 kali dari kondisi riil petani.Kegiatan ini

melibatkan peternak secara intensif, penyuluh pertanian, peternakan, petugas

inseminator, kepala poskeswan dan para kelompok tani baik yang berada didesa

lokasi pelaksanaan gelar maupun yang berada didesa lainnya.

Adapun tujuan dari pengkajian ini adalah untuk mengetahui manfaat

pemberian pakan tambahan yang berupa limbah kulit kopi, dedak padi dan

probiotik serta untuk mengetahui minat adposi petani terhadap pemberian pakan

tambahan di Kabupaten Rejang Lebong.

Page 166: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

166

METODOLOGI

Data diambil dari hasil kegiatan gelar teknologi pemeliharaan sapi brahman

cross yang dilaksanakan pada hari Senin tanggal 23 Mei 2011 di Desa Kayu Manis,

Kecamatan Sindang Kelingi Kabupaten Rejang Lebong, tepat nya di Kelompok Tani

“Maju Bersama” yang di ketuai oleh Bapak Asma’i.Adapun pakan tambahan yang

diberikan berupa campuran 55 % dedak padi, 40% kulit kopi, 2% garam dapur,

1,5% gula merah, 1 % kapur pertanian dan 0,5% mineral premix. Jumlah

pemberiannya disesuaikan dengan berat badan maximal yaitu rata- rata 2-3 kg

/ekor/hari. Pemberian pakan selama 60 hari kepada 6 ekor sapi brahman cross

yang telah ditimbang berat badannya terlebih dahulu. Setelah 60 hari, berat badan

sapi ditimbang kembali. Data hasil timbangan berat badan dianalisa secara

deskriptif.

Minat adopsi petani diambil dari data hasil kuisioner yang diisi oleh petani

saat pelaksanaan kegiatan gelar teknologi. Data ditabulasi dan kemudian dianaslisa

secara deskriptif.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Teknologi pemeliharaan ternak sapi brahman cross dengan memberikan

pakan tambahan dari limbah kulit kopi dan dedak padi yang dilaksanakan di Desa

Kayu Manis Kecamatan Sindang Kelingi Kabupaten Rejang Lebong mendapat

perhatian yang cukup besar dari para petani/peternak, masyarakat Desa Kayu

Manis dan sekitarnya serta petugas lapangan yang menangani bidang peternakan.

Pembuatan pakan tambahan dari limbah dedak padi, dan kulit kopi ini belum

pernah dilakukan sehingga dengan telah dilakukannya kegiatan gelar teknologi ini

masyarakat sangat ingin mencoba dan mendapatkan manfaat dari pemberian

pakan tambahan ini, terutama untuk mendapatkan hasil yang lebih optimal

terhadap kenaikan berat badan sapi perharinya. Dengan adanya pemberian pakan

tambahan baik dari bahan limbah kopi yang selama ini hanya dibuang begitu saja

tanpa dimanfaatkan, ternyata akan terlihat performance ternak sapi yang sangat

Page 167: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

167

berbeda nyata, bila dibandingkan saat diberikan ransum rumput saja, terutama

kebiasaan petani yang hanya memberikan pakan seadanya tanpa

mempertimbangkan nilai kebutuhan nutrisi pakan pada ternak sapi. Rumput atau

hijauan yang diberikanpun rumput biasa melainkan bukan rumput gajah (Protein

tinggi).Dari semua jenis Hijauan rumput, yang tertinggi proteinnya adalah rumput

gajah, sehingga sangat baik bila diberikan kepada ternak yang sedang produksi.

Ternak Sapi yang digunakan yaitu 6 ekor ternak sapi brahman cross, yang ada

dikelompok tani “ Maju Bersama“ yang diketuai oleh bapak Asma,i. Sebelum

dilakukan pemberian pakan tambahan ditimbang berat badannya terlebih dahulu,

dan setelah pemberian pakan selama 2 bulan ditimbang lagi berat badannya.

Pembuatan pakan tambahan menggunakan alat pencampur mollen/mixer

dengan kapasitas 100 kg, begitupun hijauan rumputnya meggunakan alat pencacah

hijauan sederhana atau disebut copper. Bahan pakan yang akan digunakan

diletakkan satu persatu sesuai dengan jumlah bahan pakannya, mulai dari yang

terbanyak, yaitu dedak padi 55% , kulit kopi 40%, garam dapur 2%, gula aren

1,5%, kapur 1 %, mineral premix 0,5%. Dimasukkan ke dalam mollen sampai

tercampur rata. Pemberiannya kepada ternak bisa diberikan langsung kepada

ternak, dapat juga secara bertahap, sesuai dengan berat badan maximal 2-3 kg per

ekor per hari.

Untuk mengetahui kandungan pakan tambahan yang dibuat, dilakukan

pengambilan sampel untuk dianalisa proximate di laboratorium BALITNAK Ciawi,

Bogor. Hasil analisa kandungan dapat dilihat pada tebel dibawah ini:

Tabel 1. Hasil analisa proximate pakan tambahan sapi.

Jenis/Kode Contoh

Air g/100 g

Protein g/100 g

Lemak g/100 g

Energi Kcal/kg

SK g/100 g

Abu g/100 g

Ca g/100 g

P g/100 g

Dedak Padi Kulit Kopi A3 Ransum Dedak Padi

8.27 8.73 9.21 11.01 8.55

7.38 7.09 7.20 5.98 4.74

6.37 2.21 5.89 6.67 5.15

3871 3990 3669 3684 3769

19.35 29.36 21.92 23.64 29.40

12.98 6.91 14.42 15.67 17.82

0.14 0.40 0.73 0.70 0.11

0.75 0.08 0.53 0.47 0.36

Sumber : hasil Analisis laboratorium balai penelitian ternak, ciawi Bogor.

Page 168: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

168

Dari hasil penimbangan berat sapi sebelum dan sesudah diberikan pakan

tambahan berupa kulit kopi, dedak padi dan probiotik, maka dapat kita lihat secara

nyata peningkatan berat badan dari 6 ekor sapi yang dijadikan sampel selama 60

hari memakan pakan tambahan. Data petani menyebutkan bahwa biasanya

peningkatan berat badan sapi mereka tak lebih dari 0,2 kg/hari dengan hanya

memberikan pakan berupa hijauan rumput biasa. Dengan diberikannya pakan

tambahan ini dapat dengan jelas kita lihat peningkatan berat badan sapi.

Tabel 2. Berat badan sapi sebelum dan sesudah diberi pakan tambahan.

No

Berat sebelum diberikan pakan tambahan ( Kg)

Berat sesudah diberikan pakan tambahan (Kg)

Total kenaikan berat (Kg)

Rata-rata kenaikan (kg/hari)

1. 301 350 49 0,82

2. 137 160 23 0,38

3. 207 258 51 0,85

4. 173 199 26 0,43

5. 159 175 16 0,27

6. 168 193 25 0,42

Rata-rata 31,6 0,53

Sumber hasil pelaksanaan Gelar Teknologi sapi Brahman cross.

Dari data table di atas dapat dilihat bahwa, jika dikonversikan perhari maka

peningkatan berat badan sapi tersebut rata- rata 0,53 kg/ekor/hari. Dengan

demikian dapat dilihat secara nyata manfaat dari pemberian pakan tambahan

tersebut.

Selain mengetahui manfaat dari pemberian pakan tambahan menggunakan

bahan pakan dari limbah padi dan kulit kopi, juga dianalisa minat adopsi petani

terhadap teknologi pemberian pakan tambahan dengan membagikan kuisioner

teknologi pemeliharaan ternak sapi brahman cross dan pada saat gelar berakhir

respon tersebut sudah bisa terkumpul.

Dari hasil kuisioner respon petani yang telah diambil , maka dapat kita lihat

manfaat dari kegiatan gelar yang telah dilakukan memberi manfaat yang cukup

besar dan menambah pengetahuan bagi para peternak sapi . Data kuisioner dari 25

orang peserta dapat dilihat pada table 2 di bawah ini.

Page 169: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

169

Tabel 3. Minat adopsi petani terhadap teknologi pemberian pakan tambahan

Minat adopsi Jumlah responden

Persentase (%)

Keterangan

Mau Kadang-kadang

Tidak

24 1 0

96 4 0

Jumlah reseponden keseluruhan 25

orang

Hasil tabulasi jawaban dari kuisioner respon petani terhadap pelaksanaan

gelar teknologi terhadap 25 orang sampel yang diambil menyatakan keinginan

untuk menerapkan didalam pemeliharaan ternak sehari-hari 96%, 4% kadang-

kadang. Kemudahan dalam mencari bahan-bahan campuran pakan tambahan 80%

responden menyatakan mudah didapat, 12 % menyatakan cukup mudah, dan 8 %

menyatakan sulit didapat. Dari data tersebut, secara keselurahan pelaksanaan gelar

teknologi pemeliharaan sapi brahman cross sangat bermanfaat dan sangat

membantu para peternak dalam memelihara ternaknya.

KESIMPULAN

1. Kenaikan berat badan sapi brahman cross cukup baik setelah diberi pakan

tambahan dari limbah kopi dan dedak padi sebesar 0,53kg/ekor/ hari.

2. Peternak sangat berminat memberikan pakan tambahan untuk sapi mereka

dengan 96% dari responden atau sebanyak 24 responden dari 25 responden. 4

% menyatakan akan kadang-kadang memberikan pakan tambahan dan tidak

ada yang menyatakan tidak berminat memberikan pakan tambahan pada ternak

sapinya (0%).

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1999. Panduan Umum Pelaksanaan Penelitian, Pengkajian danDiseminasi Teknologi Pertanian. Badan Litbang Pertanian.

Badan Litbang, 2011. Pedoman Umum Perencanaan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Permentan No:44/Permentan /OT.140/8/2011.

BBPPTP Bogor. 2009. Petunjuk Pelaksanaan pendampingan PencapaianSwasembada Daging sapi (PSDS). Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Badan Litbang Pertanian Bogor.

Page 170: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

170

Dinas Peternakan Propinsi Bengkulu. 2009. Laporan Tahunan Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Propinsi Bengkulu.Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Propinsi Bengkulu.

Isbagio Paransih, 1998. Kebijaksanaan Komunikasi Penelitian Pertanian danPeranan AARDNET dalam Menopang Penelititan, Disampaikan pada Pengolahan TeknisJaringan Informasi Ciawi Bogor.

Tjiptopranoto,P.2000. Strategi Diseminasi Teknologi dan Informasi Pertanian.Balai Pusat Pengembangan Pengkajian Teknologi Pertanian. Bogor.

Page 171: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

171

PEMETAAN WILAYAH SAPI BERPOTENSI BERANAK KEMBAR DI BENGKULU

Wahyuni Amelia Wulandari, Zul Efendi dan Ruswendi

ABSTRAK

Salah satu teknologi tepat guna yang dapat meningkatkan jumlah kelahiran anak sapi adalah melalui upaya pengembangan inovasi tenologi ternak sapi beranak kembar. Inovasi teknologi ini diharapkan akan dapat meningkatkan produktivitas dan pengembangan perbibitan ternak sapi. Pemetaan sapi kembar perlu dilakukan untuk mengetahui sentra sapi kembar di Bengkulu, karena dari kejadian sapi kembar diharapkan akan mendapatkan keturunan sapi kembar juga. Kegiatan penelitian ini bertujuan untuk memetakan wilayah sentra pengembangan ternak sapi yang mempunyai potensi untuk dijadikan sebagai pusat perbibitan sapi beranak kembar di Provinsi Bengkulu. Pemetaan wilayah sapi beranak kembar di Bengkulu dilaksanakan pada 8 (delapan) kabupaten dan 1 (satu) kota yatu Kabupaten Seluma, Bengkulu Selatan, Kaur, Kepahiang, Rejang Lebong, Lebong, Bengkulu Utara, Mukomuko dan Kota Bengkulu. Hal ini sesuai dengan peta administratif yang dibuat oleh Kanwil Badan Pertanahan Nasional (BPN) Propinsi Bengkulu. Khusus Kabupaten Bengkulu Tengah bergabung dengan Kabupaten induk sebelumnya yaitu Kabupaten Bengkulu Utara. Kejadian sapi beranak kembar di Bengkulu sudah pernah terjadi yaitu di Kabupaten Mukomuko 2 kali, Kabupaten Seluma 4 kali, Kabupaten Rejang Lebong 3 kali, Kota Bengkulu 1 kali dan Kabupaten Bengkulu Utara 5 kali. Wilayah sapi berpotensi beranak kembar di Bengkulu berada pada 3 Kecamatan dengan potensi pakan dan populasi ternak terbesar di tiap kabupaten.

Kata kunci: sapi, anak kembar, peta

PENDAHULUAN

Pemenuhan kecukupan protein hewani secara nasional masih jauh dari target

yang telah ditetapkan Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi tahun 1998 sebesar 6

g/kapita/hari dan equivalent dengan konsumsi daging 10,3 kg/kapita/tahun, telur

6,5 kg/kapita/tahun, dan susu 7,2 kg/kapita/tahun. Sementara itu konsumsi protein

di Provinsi Bengkulu pada tahun 2005 sebesar 3,16 g/kapita/hari, sedangkan tahun

2006 sebesar 3,36 g/kapita/hari, dan pada tahun 2007 dapat mencapai 3,68

g/kapita/hari (Dinas Peternakan Provinsi Bengkulu, 2008).

Permasalahan yang dihadapi dalam bidang peternakan di Indonesia umunya

dan di Bengkulu khususnya antara lain adalah masih rendahnya produktivitas dan

mutu genetik ternak. Keadaan ini terjadi karena sebagian besar peternakan di

Indonesia masih merupakan peternakan konvensional, dimana mutu bibit,

penggunaan teknologi, dan keterampilan peternak relatif masih rendah. Dengan

rekayasa bioteknologi reproduksi, proses reproduksi dapat dimaksimalkan antara

Page 172: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

172

lain dengan teknologi Inseminasi Buatan (IB), Transfer Embrio (TE), pembekuan

embrio, dan manipulasi embrio.

Salah satu teknologi tepat guna yang dapat meningkatkan jumlah kelahiran

anak sapi adalah melalui upaya pengembangan inovasi tenologi ternak sapi

beranak kembar. Inovasi teknologi ini diharapkan akan dapat meningkatkan

produktivitas dan pengembangan perbibitan ternak sapi.

Kegiatan penelitian ini bertujuan untuk memetakan wilayah sentra

pengembangan ternak sapi yang mempunyai potensi untuk dijadikan sebagai pusat

perbibitan sapi beranak kembar di Provinsi Bengkulu.

METODOLOGI

Kegiatan penelitian ini dimulai pada bulan Mei 2009 sampai dengan bulan

Desember 2009. Lokasi penelitian dibagi menjadi 3 wilayah kabupaten. Wilayah I

yaitu Kota Bengkulu, Kabupaten Bengkulu Tengah, Bengkulu Utara dan Mukomuko,

wilayah II yaitu Kabupaten Kepahiang, Rejang Lebong dan Lebong, dan wilayah III

yaitu Kabupaten Seluma, Bengkulu Selatan dan Kaur. Pemilihan lokasi

menggunakan metode purposive sampling. Data dianalisis dengan analisis

deskriptif. Pengumpulan data-data primer mengenai populasi sapi, termasuk

populasi jantan dan betina, data mengenai teknologi pemeliharaan sapi yang telah

diadopsi menggunakan metode survey terhadap kartu penyebaran ternak sapi di

setiap kecamatan. Validasi dilakukan dengan metode survey dan pengambilan

sampel dengan metode purposive sampling. Pembuatan peta wilayah ternak sapi

yang berpotensi beranak kembar dilakukan berdasarkan hasil validasi di lapangan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Populasi Ternak dan Potensi Pakan serta Potensi Sapi Beranak Kembar

Wilayah I. Kota Bengkulu, Kabupaten Bengkulu Tengah, Bengkulu Utara dan Mukomuko

Populasi ternak sapi di Kabupaten Bengkulu Tengah pada tahun 2008

sebanyak 4.467 ekor (Laporan Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan

Page 173: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

173

Kabupaten Bengkulu Tengah, 2008). Tiga kecamatan dengan populasi sapi

terbanyak berturut-turut adalah di Kecamatan Pondok Kelapa sebanyak 1.520 ekor,

Kecamatan Karang Tinggi sebanyak 1.007 ekor dan Kecamatan Talang Empat

sebanyak 894 ekor. Jenis sapi yang dipelihara rata-rata sapi potong jenis sapi Bali.

Kabupaten Bengkulu Tengah belum ditemui adanya sapi beranak kembar

sampai dengan saat ini. Potensi pakan ternak diketiga kecamatan tersebut untuk

pakan hijauan masih cukup banyak tersedia sehingga kabupaten ini cukup potensial

untuk dilakukan pengembangan ternak sapi.

Potensi terbesar sapi beranak kembar di Kabupaten ini berada di ketiga

kecamatan tersebut diatas yaitu Kecamatan Pondok Kelapa, Karang Tinggi dan

Talang Empat. Hal tersebut karena ketiga daerah ini mempunyai potensi pakan dan

populasi ternak yang cukup besar di Kabupaten Bengkulu Tengah.

Populasi ternak sapi di Kabupaten Bengkulu Utara pada tahun 2008 sebanyak

29.220 ekor (Laporan Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Bengkulu Utara,

2008). Kabupaten Bengkulu Utara merupakan kabupaten dengan populasi ternak

sapi terbesar di Propinsi Bengkulu. Tiga kecamatan dengan populasi sapi terbanyak

berturut-turut adalah di Kecamatan Puteri Hijau sebanyak 8.556 ekor, Kecamatan

Kerkap sebanyak 3.213 ekor dan Kecamatan Ketahun sebanyak 3.124 ekor.

Kecamatan Puteri Hijau terdapat perusahaan pengolahan CPO yaitu PT. Agricinal

yang memiliki sekitar 5.000 ekor ternak sapi sendiri. Jenis sapi yang dipelihara rata-

rata sapi potong jenis sapi Bali.

Di Kabupaten Bengkulu Utara telah ditemui sapi beranak kembar yaitu di: 1. Desa Baturoto, Kecamatan Kerkap pada tahun 2006, pada induk sapi Bali

perkawinan dengan IB sapi Bali dan Simental menghasilkan anak jantan Sapi

Bali (hidup) dan anak betina sapi Simental (mati).

2. Desa Sumberejo, Kecamatan Kerkap pada tahun 2005, pada induk sapi Bali

kawin secara alami menghasilkan anak betina semua.

3. Desa Kota Lekat, Kecamatan Kerkap pada tahun 2007, pada induk sapi Bali

kawin secara alami menghasilkan anak betina semua.

4. Desa Banyumas, Kecamatan Kerkap pada tahun 2004 pada induk sapi sapi Bali

kawin secara alami menghasilkan anak jantan semua.

Page 174: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

174

5. Desa Sengkuang, Kecamatan Kerkap pada tahun 2003 pada induk sapi Bali

kawin IB sapi Bali menghasilkan anak betina semua.

Potensi terbesar sapi beranak kembar di Kabupaten ini berada di ketiga

kecamatan tersebut diatas yaitu Kecamatan Puteri Hijau, Kerkap dan Ketahun. Hal

ini karena ketiga daerah ini mempunyai potensi pakan dan populasi ternak yang

cukup besar di Kabupaten Bengkulu Utara.

Populasi ternak sapi di Kabupaten Mukomuko pada tahun 2008 sebanyak

9.352 ekor, data disajikan pada Tabel 7 (Laporan Dinas Peternakan Kabupaten

Mukomuko, 2008). Tiga kecamatan dengan populasi sapi terbanyak berturut-turut

adalah di Kecamatan Ipuh sebanyak 1.658 ekor, Kecamatan Kota Mukomuko

sebanyak 1.594 ekor dan Kecamatan Teramang Jaya sebanyak 1.175 ekor. Jenis

sapi yang dipelihara rata-rata sapi potong jenis sapi Bali.

Kabupaten Mukomuko telah ditemui adanya sapi beranak kembar yaitu:

1. Desa Sumber Makmur Kecamatan XIV Koto pada tahun 2008, yaitu pada induk

sapi PO dan pejantan sapi PO juga yang terjadi perkawinan secara alami. Anak

yang dihasilkan semuanya jantan.

2. Desa Tirta Kencana Kecamatan Air Rami pada tahun 2009, yaitu pada induk

sapi Bali dan pejantan sapi Bali yang terjadi perkawinan secara alami. Anak yang

dihasilkan semuanya berjenis kelamin jantan.

Potensi pakan ternak diketiga kecamatan tersebut untuk pakan hijauan

masih cukup banyak tersedia sehingga kabupaten ini cukup potensial untuk

dilakukan pengembangan ternak sapi.

Potensi terbesar sapi beranak kembar di Kabupaten ini berada di ketiga

kecamatan tersebut diatas yaitu Kecamatan Ipuh, Mukomuko dan Teramang Jaya.

Hal tersebut karena ketiga daerah ini mempunyai potensi pakan dan populasi

ternak yang cukup besar di Kabupaten Mukomuko.

Sapi beranak kembar di kota Bengkulu terjadi 1 kali yaitu di Desa Bumiayu

pada tahun 2007 pada induk sapi lokal dengan IB sapi Simental menghasilkan 1

jantan (hidup) dan 1 betina (mati).

Page 175: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

175

Wilayah II. Kabupaten Kepahiang, Rejang Lebong dan Lebong

Populasi ternak sapi di Kabupaten Kepahiang pada tahun 2008 sebanyak

2.482 ekor (Laporan Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Kepahiang, 2008).

Tiga kecamatan dengan populasi sapi terbanyak berturut-turut adalah di

Kecamatan Kabawetan sebanyak 1.474 ekor, Kecamatan Bermani Ilir sebanyak 277

ekor dan Kecamatan Tebat Karai sebanyak 197 ekor. Jenis sapi yang dipelihara

rata-rata sapi potong jenis sapi Bali. Pada Kabupaten Kepahiang belum ditemui

adanya sapi beranak kembar sampai dengan saat ini. Potensi pakan ternak

diketiga kecamatan tersebut untuk pakan hijauan masih cukup banyak tersedia

sehingga kabupaten ini cukup potensial untuk dilakukan pengembangan ternak

sapi. Potensi terbesar sapi beranak kembar di kabupaten ini berada di ketiga

kecamatan tersebut diatas yaitu Kecamatan Kabawetan, Bermani Ilir dan Tebat

Karai. Hal tersebut karena daerah ini mempunyai potensi pakan dan populasi

ternak yang cukup besar di Kabupaten Kepahiang.

Populasi ternak sapi di Kabupaten Lebong pada tahun 2008 sebanyak 494

ekor. Tiga kecamatan dengan populasi terbanyak yaitu Lebong Selatan sebanyak

252 ekor, Lebong Tengah sebanyak 59 ekor, Pinang Berlapis sebanyak 48 ekor.

Kejadian sapi beranak kembar belum ditemui di Kabupaten Lebong.

Wilayah III. Kabupaten Seluma, Bengkulu Selatan dan Kaur

Populasi ternak sapi di Kabupaten Seluma sebanyak 18.982 (Laporan Dinas

Pertanian dan Peternakan Kabupaten Seluma, 2008). Tiga kecamatan dengan

populasi sapi terbanyak berturut-turut adalah di Kecamatan Air Periukan sebanyak

4.109 ekor, Kecamatan Sukaraja sebanyak 3.974 ekor dan Kecamatan Seluma

Selatan sebanyak 2.271 ekor. Jenis sapi yang dipelihara rata-rata sapi potong jenis

sapi Bali.

Kejadian sapi beranak kembar di Kabupaten Seluma sudah ada 4 (empat) kali

yaitu:

1. Desa Cahaya Negeri Kecamatan Sukaraja pada tahun 2004, menggunakan induk

sapi Bali dengan pejantan sapi Simental dan sapi Peranakan Ongole (PO).

Teknologi sapi beranak kembar menggunakan teknologi Embrio Transfer (ET)

Page 176: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

176

yang dilakukan atas kerjasama Balai Inseminasi Buatan (BIB) Kandang Limun

Bengkulu dan BIB Cipelang Bogor. Untuk perkawinan kedua adalah

menggunakan IB semen beku dengan pejantan sapi PO. Hasil keturunannya

semuanya jantan. Saat ini sapinya sudah tidak ada karena telah dijual sebagai

sapi potong.

2. Desa Penago I Kecamatan Ulu Talo pada tahun 2009, terjadi perkawinan alami

antara induk sapi Bali dan pejantan sapi Bali juga. Anak yang dihasilkan berjenis

kelamin betina semua.

3. Desa Masmambang Kecamatan Ulu Talo pada tahun 2009, terjadi perkawinan

secara alami antara induk sapi Bali dan pejantan sapi Bali juga yang

menghasilkan anak kembar. Anak yang dihasilkan berjenis kelamin betina

semua.

4. Desa Padang Rambun Kecamatan Seluma Selatan pada tahun 2009, terjadi

pada induk dan pejantan sapi Bali yang menghasilkan sapi anak berjenis kelamin

jantan dan betina.

Potensi pakan di Kabupaten Seluma masih banyak tersedia, baik pakan hijuan

maupun limbah pertanian. Potensi sapi beranak kembar di Kabupaten Seluma

berada di Kecamatan Sukaraja, Seluma Selatan, Ulu Talo dan Air Periukan. Di

keempat kecamatan tersebut memungkinkan terjadi sapi beranak kembar karena

lokasi dengan jumlah populasi sapi yang cukup banyak, potensi pakan yang masih

cukup tersedia dan pernah terjadi kelahiran kembar di lokasi ini.

Jumlah populasi ternak sapi di Kabupaten Bengkulu Selatan sebanyak 8.010

ekor (Laporan Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Bengkulu Selatan, 2008).

Tiga kecamatan dengan populasi sapi terbanyak berturut-turut adalah di

Kecamatan Pino Raya sebanyak 2.046 ekor, Kecamatan Manna sebanyak 1.344

ekor dan Kecamatan Bunga Mas sebanyak 1.153 ekor. Jenis sapi yang dipelihara

rata-rata sapi potong jenis sapi Bali.

Pada Kabupaten Bengkulu Selatan belum ditemui adanya sapi beranak

kembar sampai dengan saat ini. Potensi pakan ternak diketiga kecamatan tersebut

Page 177: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

177

untuk pakan hijauan masih cukup banyak tersedia sehingga kabupaten ini cukup

baik untuk dilakukan pengembangan ternak sapi.

Potensi sapi beranak kembar di Kabupaten ini berada di ketiga kecamatan

tersebut diatas yaitu Kecamatan Pino Raya, Bunga Mas dan Manna. Hal ini karena

daerah ini dengan potensi pakan ternak dan populasi ternak yang cukup besar di

Kabupaten Bengkulu Selatan.

Jumlah populasi ternak sapi di Kabupaten Kaur sebanyak 13.887 ekor

(Laporan Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Kaur, 2008). Tiga kecamatan

dengan populasi sapi terbanyak berturut-turut adalah di Kecamatan Kaur Selatan

sebanyak 1.920 ekor, Kecamatan Kaur Utara sebanyak 1.754 ekor dan Kecamatan

Semidang Gumai sebanyak 1.351 ekor. Jenis sapi yang dipelihara rata-rata sapi

potong jenis sapi Bali.

Pada Kabupaten Kaur belum ditemui adanya sapi beranak kembar sampai

dengan saat ini. Potensi pakan ternak diketiga kecamatan tersebut untuk pakan

hijauan masih cukup banyak tersedia sehingga kabupaten ini cukup baik untuk

dilakukan pengembangan ternak sapi.

Potensi sapi beranak kembar di Kabupaten ini berada di ketiga kecamatan

tersebut diatas yaitu Kecamatan Kaur Selatan, Utara dan Semidang Gumai. Hal

tersebut karena daerah ini mempunyai potensi pakan dan populasi ternak yang

cukup besar di Kabupaten Kaur.

Pemetaan Wilayah Sapi Berpotensi Beranak Kembar di Bengkulu

Pemetaan wilayah sapi berpotensi beranak kembar di Bengkulu dilaksanakan

pada 8 (delapan) kabupaten dan 1 (satu) kota yatu Kabupaten Seluma, Bengkulu

Selatan, Kaur, Kepahiang, Rejang Lebong, Lebong, Bengkulu Utara, Mukomuko dan

Kota Bengkulu. Hal ini sesuai dengan peta administratif yang dibuat oleh Kanwil

Badan Pertanahan Nasional (BPN) Propinsi Bengkulu. Khusus untuk Kabupaten

Bengkulu Tengah pemetaan wilayah sapi berpotensi beranak kembar dilakukan

bergabung dengan kabupaten sebelumnya yaitu Kabupaten Bengkulu Utara.

Kabupaten Bengkulu Tengah merupakan kabupaten pemekaran dari Kabupaten

Bengkulu Utara yang dibentuk berdasarkan Undang-undang No. 24 Tahun 2008

Page 178: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

178

tentang Pembentukkan Kabupaten Bengkulu Tengah yang secara administrasi

termasuk dalam wilayah Propinsi Bengkulu. Pemetaan wilayah sapi berpotensi

beranak kembar dan kejadian sapi kembar ke 8 kabupaten dan 1 kota disajikan

pada Lampiran 1 – 3.

KESIMPULAN

Kejadian sapi beranak kembar di Bengkulu terjadi di Kabupaten Mukomuko

sebanyak 2 kali, Kabupaten Seluma sebanyak 4 kali, Kabupaten Rejang Lebong

sebanyak 3 kali, Kota Bengkulu sebanyak 1 kali dan Kabupaten Bengkulu Utara

sebanyak 5 kali.

Wilayah sapi berpotensi beranak kembar di Bengkulu berada pada 3

Kecamatan dengan potensi pakan dan populasi ternak terbesar di tiap kabupaten.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik. 2007. Bengkulu Dalam Angka Tahun 2007. Kerjasama Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Bengkulu dengan Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bengkulu. Bengkulu.

Dinas Peternakan Provinsi Bengkulu, 2008. Laporan Tahunan. Dinas Peternakan Provinsi Bengkulu. Bengkulu.

Page 179: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

179

Lampiran 1. Pemetaan wilayah sapi berpotensi beranak kembar dan kejadian sapi kembar di Wilayah I. Kota Bengkulu, Kabupaten Bengkulu Utara dan Mukomuko.

Page 180: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

180

Page 181: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

181

Lampiran 2. Pemetaan wilayah sapi berpotensi beranak kembar dan kejadian sapi kembar di Wilayah II. Kabupaten Kepahiang, Rejang Lebong dan Lebong.

Page 182: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

182

Page 183: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

183

Lampiran 3. Pemetaan wilayah sapi berpotensi beranak kembar dan kejadian sapi kembar di Wilayah III. Kabupaten Seluma, Bengkulu Selatan dan Kaur.

Page 184: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

184

Page 185: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

185

SISTEM INTEGRASI KELAPA SAWIT DAN SAPI BALI RAKYAT DI PROVINSI BENGKULU

Dedi Sugandi dan Harwi Kusnadi

ABSTRAK

Sistem integrasi merupakan salah satu cara untuk meningkatkan nilai tambah karena ada timbal balik yang saling menguntungkan. Salah satu yang telah dilaksanakan di Provinsi Bengkulu adalah Sistem Integrasi Sapi-Kelapa Sawit (SISKA). Perkebunan kelapa sawit dapat mendukung peternakan rakyat, yaitu sebagai penyedia pakan yang berasal dari limbah tanaman sawit yaitu pelepah daun. Limbah dari industri pengolahan kelapa sawit berupa solid dapat dimanfaatkan untuk pakan ternak sapi. Kotoran sapi cukup potensial digunakan untuk pemupukan tanaman sawit. Pemanfaatan kotoran ternak sebagai sumber pupuk organik sangat mendukung usaha perkebunan kelapa sawit. Komposisi pakan pada pengkajian pemanfaatan limbah kelapa sawit sebagai pakan ternak sapi Bali yaitu rumput 100%, rumput 100% + solid 2,5% bobot badan, rumput 50% + pelepah sawit 50%, rumput 50% + pelepah sawit 50% + solid 2,5% bobot badan. Komposisi pupuk pada pengkajian pemanfaatan kotoran sapi untuk pemupukan tanaman kelapa sawit yaitu: pupuk NPK 75%+kompos 25% dan NPK 50%+Kompos 50%, sedangkan kontrol dengan aplikasi pemupukan NPK 100% dengan 5 kali ulangan. Integrasi tanaman kelapa sawit dengan sapi Bali dapat dilakukan oleh petani yang memiliki tanaman kelapa sawit yang sudah berproduksi dan memiliki ternak sapi Bali. Pelepah sawit dapat menggantikan rumput lapangan sampai 50% untuk pakan ternak sapi Bali tanpa berpengaruh terhadap pertambahan bobot badan. Pemberian pakan solid juga tidak berpengaruh terhadap pertambahan bobot badan. Pemanfaatan kotoran ternak dapat meningkatkan penggunaan pupuk organik dan mengurangi penggunaan pupuk anorganik sampai 50% tanpa mengurangi produksi TBS.

Kata kunci: integrasi, sapi Bali, kelapa sawit, limbah sawit, kotoran sapi

PENDAHULUAN

Data tahun 2010 Provinsi Bengkulu mempunyai luas perkebunan rakyat untuk

tanaman kelapa sawit mencapai 205.324 ha dengan produksi 424.617,01 ton (BPS,

2011). Sedangkan Kabupaten Seluma mempunyai luas tanaman kelapa sawit rakyat

telah mencapai 31.174 ha dengan produksi 67.097,79 ton tandan buah segar (TBS)

(BPS, 2011). Data tahun 2010 jumlah ternak sapi di Provinsi Bengkulu sebanyak

103.262 ekor. Populasi sapi di Kabupaten Seluma tahun 2010 mencapai 16.744

ekor. Sapi potong merupakan salah satu komoditas unggulan yang dapat

memenuhi kebutuhan protein hewani dan telah berkembang dengan baik di

Kabupaten Seluma. Sapi Bali banyak dipelihara oleh peternak di wilayah Provinsi

Bengkulu terutama di wilayah perkebunan kelapa sawit. Sapi Bali menjadi pilihan

peternak karena mempunyai kelebihan dibandingkan dengan bangsa sapi yang lain.

Page 186: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

186

Sapi Bali mempunyai daya adaptasi baik terhadap berbagai kondisi lingkungan baik

kering maupun hujan. Bisa hidup liar dengan mencari makanan sendiri, di areal

pembuangan sampah sekalipun. Sapi Bali dikenal sangat responsif terhadap

perlakuan serta memiliki tingkat kesuburan reproduksi tinggi yaitu antara 80-82

persen. Sapi induk (betina) mampu melahirkan setahun sekali. Selain itu, kualitas

dagingnya sangat baik dengan persentase karkas (daging dan tulang dalam, tanpa

kepala, kaki dan jeroan) mencapai 60 persen (Suryana, 2007).

Beberapa hasil penelitian menyatakan bahwa sapi Bali cukup responsif dalam

upaya perbaikan pakan. Pemberian hasil samping kelapa sawit pada sapi di

peternakan rakyat pada umumnya masih dalam kondisi segar, belum banyak upaya

sentuhan teknologi.

Ketersediaan pakan untuk kecukupan konsumsi selama terjadinya proses

perkembangan dan penggemukan ternak sapi juga harus terpenuhi dan belum

berbasiskan sumberdaya lokal, begitu juga dengan penggalian sumber pakan lokal

terutama untuk sapi potong belum dilakukan secara maksimal. Sehingga

penyediaan hijauan untuk kebutuhan ternak sapi semakin terbatas dan perlu

didukung dengan pemberian pakan melalui pengoptimalan pemanfaatan limbah

tanaman sebagai salah satu bahan penyusun pakan yang dapat meningkatkan

produktivitas ternak selain pemberian hijauan. Selama ini petani mengandalkan

rumput alam yang terdapat di sekitar desa dengan disabitkan. Pemanfaatan limbah

industri sawit berupa solid sebagai pakan ternak sapi memberikan hasil positif dan

memberikan peluang kepada masyarakat yang memelihara ternak sapi untuk

memanfaatkan solid bagi kecukupan dan kebutuhan pakan ternak sapinya. Akan

tetapi solid masih belum banyak dimanfaatkan untuk pakan sapi, terbukti masih

banyaknya solid yang dibuang oleh pabrik pengolahan kelapa sawit.

Sistem integrasi merupakan salah satu cara untuk meningkatkan nilai tambah

karena ada timbal balik yang saling menguntunkan. Salah satu yang telah

dilaksanakan di Provinsi Bengkulu adalah Sistem Integrasi Sapi-Kelapa Sawit

(SISKA) yang diprakarsai oleh PT.Agricinal, yang secara nyata telah memberi

manfaat terhadap peningkatan pendapatan petani. Pola ini terus dikembangkan di

Provinsi Bengkulu. Hasil studi Gunawan et al (2004a) tentang model

Page 187: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

187

pengembangan sistem integrasi sapi kelapa sawit menyatakan bahwa, program

SISKA dapat dikembangkan tidak hanya di perusahaan besar, tetapi juga di

perkebunan kelapa sawit rakyat. Dengan adanya SISKA, maka peternak

mempunyai sumber pakan yang potensial untuk ternak sapi dan tanaman sawit

mendapatkan pupuk untuk meningkatkan hasil sawit. Sistem ini sederhana

sehingga dapat dikembangkan di perkebunan kelapa sawit rakyat.

METODOLOGI

Kegiatan pengkajian integrasi kelapa sawit rakyat dan sapi Bali dilaksanakan

di Desa Lokasi Baru, Kecamatan Air Periukan, Kabupaten Seluma, Provinsi

Bengkulu. Waktu pelaksanaan pengkajian dimulai Bulan September 2011 sampai

Desember 2011.

Kegiatan yang pertama yaitu pengkajian pemanfaatan limbah kelapa sawit

sebagai pakan ternak sapi Bali dengan komposisi pakan perlakuan disajikan pada

Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi pakan perlakuan pada pengkajian pemanfaatan limbah kelapa sawit sebagai pakan ternak ternak sapi Bali.

No Perlakuan Pakan Rumput

Lapangan (%)

Pelepah Sawit (%)

Solid (% Berat Badan)

1. A (Kontrol) 100 - -

2. B 100 - 2,5

3. C 50 50 -

4. D 50 50 2,5

Data yang diambil yaitu pertambahan bobot badan setiap 2 minggu sekali.

Kegiatan kedua yaitu potensi kotoran sapi dan pemanfaatannya untuk

pemupukan tanaman kelapa sawit dengan perlakuan pupuk kompos kotoran sapi

dan pupuk NPK yang disajikan pada Tabel 2.

Page 188: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

188

Tabel 2. Komposisi pupuk pada pengkajian tanaman kelapa sawit.

No Perlakuan Pupuk Pupuk NPK (%)

Kompos Kotoran Sapi (%)

1. A (Kontrol) 100 0

2. B 75 25

3. C 50 50

Pengamatan tanaman sawit dilakukan pada produksi kelapa sawit. Data yang

diambil merupakan hasil penimbangan panen sawit yang dilakukan setiap 20 hari

sekali, kemudian dibandingkan pada masing-masing perlakuan. Pengamatan

dirancang selama 4 bulan.

Analisis data untuk perlakuan dilakukan dengan uji statistik beda nyata,

dilanjutkan dengan DMRT.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Potensi limbah kelapa sawit dan pemanfaatannya untuk pakan ternak sapi Bali

Pakan adalah semua bahan yang bisa diberikan dan bermanfaat bagi ternak

serta tidak menimbulkan pengaruh negatif terhadap tubuh ternak. Pakan yang

diberikan harus berkualitas tinggi yaitu mengandung zat-zat yang diperlukan oleh

tubuh ternak dalam hidupnya seperti air, karbohidrat, lemak, protein, mineral, dan

air (Parakkasi, 1995).

Dalam ilmu pakan ternak, faktor keseimbangan yang dimaksud adalah

kesesuaian antara kuantitas maupun kualitas zat gizi pakan dan kebutuhan ternak.

Prinsipnya faktor yang menjadi pedoman pakan ruminansia adalah kandungan

protein, energi, karbohidrat, dan bahan kering pakan, serta ketepatan proporsi

masing-masing sehingga sesuai dengan kebutuhan ternak sapi (McDonald dkk.,

1992). Dalam hal ini para petani kebanyakan tidak memperhitungkan secara

lengkap karena tidak paham tentang ilmu pakan ternak sapi.

Limbah dari perkebunan kelapa sawit yang dapat dimanfaatkan sebagai

pakan ternak antara lain pelepah daun sawit. Hasil pengamatan pada PT. Agrisinal

menunjukkan bahwa setiap pohon kelapa sawit TM dapat menghasilkan 22 pelepah

Page 189: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

189

per tahun (Diwyanto et al., 2004) dengan rataan berat pelepah per buah mencapai

7 kg. Jumlah ini setara dengan 20 ribu kg (22 x 130 pohon x 7 kg) pelepah segar

yang dihasilkan dalam satu tahun untuk setiap satu hektar kebun kelapa sawit.

Jumlah ini diperoleh dengan asumsi bahwa semua bagian pelepah dapat

dimanfaatkan dan total bahan kering yang dihasilkan dalam setahun 5.214 kg.

Dengan asumsi bahwa luas perkebunan kelapa sawit yang telah berproduksi 5 juta

ha (Sekretariat Direktorat Jenderal Perkebunan, 2008), maka jumlah bahan kering

pelepah yang tersedia untuk dimanfaatkan sebagai sumber pakan serat/hijauan

adalah sejumlah 26,4 juta ton. Komposisi nutrisi pelepah daun sawit sebagai

berilkut: PK 6,5%, TDN 56%, Serat Kasar 32,55%, Lemak Kasar 4,47%, Bahan

Kering 93,4% (Lab. Ilmu Makanan Ternak, Departemen Peternakan FP USU (2005).

Limbah dari industri pengolahan kelapa sawit antara lain solid. Solid dalam

bahasa jawa disebut ” blondho sawit ” adalah limbah padat hasil samping prosesing

pengolahan tandan buah segar (TBS) kelapa sawit menjadi minyak mentah kelapa

sawit atau Crude Palm Oil (CPO). Bentuk dan konsistensinya seperti ampas tahu

namun berwarna coklat gelap, berbau asam-asam manis, masih mengandung

minyak CPO sekitar 1,5%. Kandungan nutrisi Solid ini berdasarkan hasil analisis

proksimat laboratorium nutrisi ternak Fakultas Peternakan Universitas Bengkulu,

adalah berupa; Bahan kering (BK) 49,57%., Protein kasar (PK) 10,16%., Lemak

kasar (LK) 12,90%., Serat kasar (SK) dan Bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN)

sebesar 23,17%.

Pemanfaatan solid untuk pakan sapi oleh peternak di Desa Lokasi Baru,

Kecamatan Air Periukan, Kabupaten Seluma, Provinsi Bengkulu dengan cara

diberikan ternak sebelum pemberian hijauan. Dengan penyimpanan yang baik solid

tetap dalam kondisi baik untuk diberikan sapi sampai 5 hari. Setelah 5 hari solid

akan berbau tajam dan mulai tumbuh jamur sehingga sapi juga tidak mau

memakannya.

Hasil pengkajian pemanfaatan limbah kelapa sawit sebagai pakan ternak sapi

Bali di Desa Lokasi Baru, Kecamatan Air Periukan, Kabupaten Seluma, Provinsi

Bengkulu disajikan pada Tabel 3.

Page 190: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

190

Tabel 3. Rata-rata pertambahan bobot badan pada pengkajian ternak sapi Bali.

No Perlakuan Pakan Rata-rata pertambahan bobot badan/hari (kg)

1. A (Kontrol) 0,667

2. B 0,584

3. C 0,411

4. D 0,425

Rata-rata pertambahan bobot hidup sapi perlakuan A 0,667 kg/ekor/hari,

sedangkan yang terendah pada perlakuan C (0,411 kg/hari). Namun dari hasil uji

varian (uji F) menunjukan tidak berbeda nyata antar perlakuan pada taraf 5% pada

peubah penambahan bobot badan sapi. Hasil ini menunjukkan bahwa pelepah

sawit dapat menggantikan rumput lapangan sampai 50% untuk pakan ternak sapi

Bali tanpa berpengaruh terhadap pertambahan bobot badan. Pemberian pakan

solid juga tidak berpengaruh terhadap pertambahan bobot badan.

Potensi kotoran sapi dan pemanfaatannya untuk pemupukan tanaman kelapa sawit

Pemanfaatan kotoran ternak sebagai sumber pupuk organik sangat

mendukung usaha perkebunan kelapa sawit. Dari sekian banyak kotoran ternak

yang terdapat di daerah sentra produksi ternak banyak yang belum dimanfaatkan

secara optimal, sebagian di antaranya terbuang begitu saja, sehingga sering

merusak lingkungan yang akibatnya akan menghasilkan bau yang tidak sedap.

Tabel 4. Kandungan unsur hara pada pupuk dari kotoran sapi.

Kadar Hara (%) Kotoran sapi

Nitrogen Phospor Kalium air

1. padat 2. cair

0.40 1.00

0.20 0.50

0.10 1.50

85 92

Sumber Yusuf (2009).

Satu ekor sapi dewasa dapat menghasilkan 23,59 kg kotoran tiap harinya.

Pupuk organik yang berasal dari kotoran ternak dapat menghasilkan beberapa

Page 191: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

191

unsur hara yang sangat dibutuhkan tanaman, seperti terlihat pada Tabel 1.

Disamping menghasilkan unsur hara makro, pupuk kandang juga menghasilkan

sejumlah unsur hara mikro, seperti Fe, Zn, Bo, Mn, Cu, dan Mo. Jadi dapat

dikatakan bahwa, pupuk kandang ini dapat dianggap sebagai pupuk alternative

untuk mempertahankan produksi tanaman.

Hasil pengkajian pemanfaatan kotoran sapi untuk pemupukan tanaman

kelapa sawit di Desa Lokasi Baru, Kecamatan Air Periukan, Kabupaten Seluma,

Provinsi Bengkulu disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Rata-rata panen kelapa sawit.

No Perlakuan Pupuk

Panen kelapa sawit/perlakuan

(kg)

Panen kelapa sawit /ha (kg)

1. A (Kontrol) 290.0 1.667,4

2. B 317.6 1.828,5

3. C 290.1 1.667,5

Rata-rata hasil penimbangan tandan buah sawit perlakuan A, B, dan C

masing-masing 290.0 kg, 317.6 kg, dan 290.1 kg. Dari hasil penimbangan, produksi

TBS kelapa sawit tertinggi pada perlakuan B (1.828,5 kg/ha/panen) dan terendah

pada perlakuan A (1.667,4 kg/ha/panen). Dari hasil uji varian (uji F) menunjukan

tidak ada perbedaan yang nyata antar perlakuan pada taraf 5% pada peubah

produksi TBS kelapa sawit.

Integrasi tanaman kelapa sawit dengan sapi Bali di perkebunana rakyat

Integrasi tanaman kelapa sawit dengan sapi Bali dapat dilakukan oleh petani

yang memiliki tanaman kelapa sawit yang sudah berproduksi dan memiliki ternak

sapi Bali. Petani memanfaatkan pelepah kelapa sawit hasil ikutan dari pemanenan

kelapa sawit untuk pakan sapi Bali. Pemanfaatan pelepah sawit untuk pakan sapi

telah lama dilaksanakan oleh peternak di Desa Lokasi Baru, Kecamatan Air

Periukan, Kabupaten Seluma, Provinsi Bengkulu. Pelepah sawit hasil ikutan pada

saat pemanenan kelapa sawit dikupas kulitnya dan dipotong kecil-kecil dengan

mesin pencacah rumput sehingga memudahkan pada saat dimakan sapi. Pelepah

sawit diberikan sapi sebelum pemberian hijauan lain.

Page 192: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

192

Kotoran sapi dimanfaatkan untuk pemupukan tanaman kelapa sawit. Petani di

Desa Lokasi Baru telah banyak yang mengkomposkan kotoran sapi terlebih dahulu

selama 21 dengan aktifator sebelum digunakan untuk pemupukan tanaman sawit.

Pemberian pupuk kompos dilakukan setiap 3 - 4 bulan sekali sehingga dalam

setahun dilakukan pemupukan 3 – 4 kali dengan rata-rata setiap pemberian 40 –

50 kg per tanaman. Pemanfaatan kotoran ternak dapat meningkatkan penggunaan

pupuk organik dan mengurangi penggunaan pupuk anorganik sampai 50% tanpa

mengurangi produksi TBS.

KESIMPULAN

Integrasi tanaman kelapa sawit dengan sapi Bali dapat dilakukan oleh petani

yang memiliki tanaman kelapa sawit yang sudah berproduksi dan memiliki ternak

sapi Bali. Perkebunan kelapa sawit dapat mendukung peternakan rakyat, yaitu

sebagai penyedia pakan yang berasal dari limbah tanaman sawit yaitu pelepah

daun. Pelepah sawit dapat menggantikan rumput lapangan sampai 50% untuk

pakan ternak sapi Bali tanpa berpengaruh terhadap pertambahan bobot badan.

Pemberian pakan solid juga tidak berpengaruh terhadap pertambahan bobot

badan. Pemanfaatan kotoran ternak dapat meningkatkan penggunaan pupuk

organik dan mengurangi penggunaan pupuk anorganik sampai 50% tanpa

mengurangi produksi TBS.

DAFTAR PUSTAKA

BPS. 2011. Provinsi Bengkulu Dalam Angka 2011.

Diwyanto, K., D. Sitompul, I. Manti, I-W Mathius dan Soentoro. 2004. Pengkajian Pengembangan Usaha Sistem Integrasi Kelapa Sawit-Sapi. Prosiding Lokakarya Nasional Sistem Integrasi Kelapa Sawit-Sapi. Departemen Pertanian bekerjasama dengan PemProp. Bengkulu dan PT. Agricinal.

Gunawan, B. Hermawan, Sumardi dan E.P. Praptanti. 2004a. Keragaan Model Pengembangan Integrasi Sapi–Sawit pada Perkebunan Rakyat di Propinsi Bengkulu. Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Sistem Integrasi Tanaman–Ternak di Denpasar, Bali pada Tanggal 20–22 Juli 2004.

Laboratorium Ilmu Makanan Ternak. 2005. Departemen Peternakan, FP USU, Medan.

Laboratorium Ilmu Makanan Ternak. Fakultas Pertanian UNIB, Bengkulu.

Page 193: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

193

McDonald, P, Edwards, R.A., and Greenhalgh., J.F.D. 1992. Animal nutritiuon (4th Ed.). Longman Scientific & Technical. John Wiley & Sons, Inc. Nerw York.

Parakkasi, A. 1995. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminansia. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta.

Suryana. 2007 . Pengembangan integrasi temak ruminasia pada perkebunan kelapa sawit. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian 26 (l) :35-40. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor. Sekretariat Direktorat Jenderal Perkebunan, 2008.

Yusuf. T. 2009. Kandungan Hara Pupuk Kandang. http://tohariyusuf.wordpress .com diakses 14 juni 2012 jam 9.15.

Page 194: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

194

OPTIMASI PEMANFAATAN LIMBAH TANAMAN SAWIT UNTUK PAKAN DI PROVINSI BENGKULU

Dedi Sugandi, Harwi Kusnadi dan Yahumri

ABSTRAK

Perkembangan populasi ternak ruminansia di Indonesia menunjukkan hal yang kurang menggembirakan, sehingga produksi daging dan susu nasional saat ini belum mampu memenuhi kebutuhan masyarakat. Salah satu faktor yang mempengaruhi terkendalanya pengembangan populasi ternak ruminansia di Indonesia adalah semakin terbatasnya lahan pertanian, baik sebagai basis pengembangan ternak maupun sebagai sumber pakan hijauan, sehingga jumlah dan nilai gizi pakan yang diberikan peternak belum mencukupi kebutuhan gizi, sehingga penampilan sapi belum sesuai dengan potensi genetiknya. Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas perkebunan yang perkembangannya cukup pesat terutama di Sumatera dan Kalimantan. Kelapa sawit menghasilkan limbah berupa pelepah sawit dan solid yang belum dimanfaatkan secara optimal untuk pakan ternak. Pengkajian ini bertujuan untuk mengetahui optimasi pemanfaatkan limbah kelapa sawit sebagai pakan ternak sapi. Pengkajian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 3 (tiga perlakuan) yaitu: (B) pakan rumput + solid 2,5% bobot badan, (C) pakan rumput 50% + pelepah sawit 50%, dan (D) pakan rumput 50% + pelepah sawit 50% + solid 2,5% bobot badan dengan 4 (empat) ulangan. Sebagai kontrol (A) pakan rumput. Hasil pengkajian menunjukkan bahwa pertambahan bobot badan sapi perlakuan A, B, C, dan D masing-masing 0,667 kg/hari, 0,584 kg/hari, 0,411 kg/hari, dan 0,425 kg/hari. Pertambahan bobot tertinggi terdapat pada perlakuan A (0,667 kg/hari), sedangkan yang terendah pada perlakuan C (0,411 kg/hari).

Kata kunci: sapi, rumput, pelepah sawit, solid, pertambahan bobot badan

PENDAHULUAN

Laju pertumbuhan penduduk Indonesia selama periode 2000 – 2008

mencapai rataan 1,36% per tahun, populasi Indonesia mencapai lebih dari 228 juta

jiwa dengan rataan kepadatan mencapai 123 jiwa per km2 (BPS, 2008).

Pertambahan populasi menuntut ketersediaan pangan yang memadai, termasuk

produk peternakan (daging dan susu). Disisi lain pertumbuhan ternak ruminansia

cenderung melambat (6-8%) per tahun. Sumbangan peternakan terhadap

pengadaan daging nasional pada tahun 2002 adalah 1,9 juta ton, sementara

kebutuhan pada tahun yang sama 1,95 juta ton (Direktorat Jenderal Bina Produksi

Peternakan, 2003). Dari angka tersebut terlihat ada kekurangan daging yang perlu

diimpor. Kondisi tersebut tidak dapat dipertahankan dan perlu diambil langkah-

langkah untuk mengatasinya.

Page 195: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

195

Data tahun 2010 Provinsi Bengkulu mempunyai luas perkebunan rakyat untuk

tanaman kelapa sawit mencapai 205.324 ha dengan produksi 424.617,01 ton (BPS,

2011). Sedangkan Kabupaten Seluma mempunyai luas tanaman kelapa sawit rakyat

telah mencapai 31.174 ha dengan produksi 67.097,79 ton tandan buah segar (TBS)

(BPS, 2011). Data tahun 2010 jumlah ternak sapi di Provinsi Bengkulu sebanyak

103.262 ekor. Populasi sapi di Kabupaten Seluma tahun 2010 mencapai 16.744

ekor. Ketersediaan pakan untuk kecukupan konsumsi selama terjadinya proses

perkembangan dan penggemukan ternak sapi juga harus terpenuhi dan belum

berbasiskan sumberdaya lokal, begitu juga dengan penggalian sumber pakan lokal

terutama untuk sapi potong belum dilakukan secara maksimal. Sehingga

penyediaan hijauan untuk kebutuhan ternak sapi semakin terbatas dan perlu

didukung dengan pemberian pakan melalui pengoptimalan pemanfaatan limbah

tanaman sebagai salah satu bahan penyusun pakan yang dapat meningkatkan

produktivitas ternak selain pemberian hijauan. Selama ini petani mengandalkan

rumput alam yang terdapat disekitar desa dengan disabitkan. Pelepah sawit

merupakan sumber pakan yang belum dimanfaatkan secara optimal. Komposisi

nutrisi pelepah daun sawit sebagai berilkut: PK 6,5%, TDN 56%, Serat Kasar

32,55%, Lemak Kasar 4,47%, Bahan Kering 93,4% (Lab. Ilmu Makanan Ternak,

Departemen Peternakan FP USU, 2005). Solid dalam bahasa jawa disebut ” blondho

sawit ” adalah limbah padat hasil samping prosesing pengolahan tandan buah

segar (TBS) kelapa sawit menjadi minyak mentah kelapa sawit atau Crude Palm Oil

(CPO). Bentuk dan konsistensinya seperti ampas tahu namun berwarna coklat

gelap, berbau asam-asam manis, masih mengandung minyak CPO sekitar 1,5%.

Kandungan nutrisi Solid ini berdasarkan hasil analisis proksimat laboratorium nutrisi

ternak Fakultas Peternakan Universitas Bengkulu, adalah berupa; Bahan kering

(BK) 49,57%, Protein kasar (PK) 10,16%, Lemak kasar (LK) 12,90%, Serat kasar

(SK) dan Bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN) sebesar 23,17%. Pemanfaatan

limbah industri sawit berupa solid sebagai pakan ternak sapi memberikan hasil

positif dan memberikan peluang kepada masyarakat yang memelihara ternak sapi

untuk memanfaatkan solid bagi kecukupan dan kebutuhan pakan ternak sapinya.

Page 196: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

196

Akan tetapi solid masih belum banyak dimanfaatkan untuk pakan sapi, terbukti

masih banyaknya solid yang dibuang oleh pabrik pengolahan kelapa sawit.

METODOLOGI

Kegiatan pengkajian optimasi pemanfaatan limbah tanaman sawit untuk

pakan dilaksanakan di Desa Lokasi Baru, Kecamatan Air Periukan, Kabupaten

Seluma, Provinsi Bengkulu. Waktu pelaksanaan pengkajian dimulai Bulan

September 2011 sampai Desember 2011.

Pengkajian optimasi pemanfaatan limbah tanaman sawit untuk pakan

menggunakan ternak sapi Bali jantan. Hal ini didasarkan pada hasil penelitian

sebelumnya dimana sapi tersebut telah lama beradaptasi dengan lingkungan

setempat dan digunakan untuk berbagai program pengembangan ternak sapi di

Provinsi Bengkulu. Pengkajian ini bertujuan untuk mengetahui optimasi

pemanfaatkan limbah kelapa sawit sebagai pakan ternak sapi.

Pengkajian optimasi pemanfaatan limbah tanaman sawit untuk pakan

dirancang melalui pendekatan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan tiga jenis

perlakuan dan diulang sebanyak 4 ulangan. Komposisi pakan perlakuan pada

pengkajian tersebut disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi pakan perlakuan pada pengkajian ternak sapi.

No Perlakuan Pakan

Rumput Lapangan (%)

Pelepah Sawit (%)

Solid (% Bobot Badan)

1. A (Kontrol) 100 - -

2. B 100 - 2,5

3. C 50 50 -

4. D 50 50 2,5

Jumlah pakan yang diberikan setiap hari sebanyak 10% dari bobot badan

sapi. Sedangkan pakan tambahan diberikan dalam bentuk solid. Masing-masing

perlakuan dilaksanakan oleh 4 petani kooperator. Jadi, jumlah petani kooperator

sebanyak 16 orang.

Page 197: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

197

Pengamatan ternak sapi Bali dilakukan terhadap data pertambahan bobot

badan harian (PBBH) ternak setiap 15 hari. Pengamatan dilaksanakan selama 2,5

bulan.

Analisis data untuk perlakuan dilakukan dengan uji statistik beda nyata,

menggunakan analisis uji lanjut DMRT dan juga ditampilkan analisis secara

deskriptif.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Lokasi Pengkajian

Desa Lokasi Baru merupakan desa baru hasil pemekaran dari Desa Talang

Benuang di Kecamatan Air Periukan, Kabupaten Seluma. Luas wilayah Desa Lokasi

Baru mencapai 503 ha dengan topografi dataran. Perbatasan desa di sebelah utara

dengan Desa Talang Benuang, sebelah timur dengan Desa Suka Maju, sebelah

selatan dengan Desa Dermayu dan sebelah barat dengan Desa Suka Sari. Jumlah

penduduk Desa Lokasi Baru 2010 mencapai 1.453 jiwa dengan 713 KK. Dari 503 ha

seluas 232 ha dimanfaatkan sebagai lahan pertanian persawahan, perkebunan

karet dan sawit serta lahan tidur, 155 ha digunakan sebagai pemukiman dan 166

ha lain-lain. Iklim dalam setahun ada 2 macam yaitu kemarau dan hujan.

Wilayah Desa Lokasi Baru terdiri dari 2 dusun yaitu Dusun Sumber Rukun dan

Dusun Sumber Rejo. Mata pencaharian penduduk desa antara lain petani,

pedagang, buruh tani, PNS, honorer, guru, dan tenaga medis. Desa Lokasi Baru

juga dikenal dengan ternaknya antara lain ayam/itik dengan jumlah 890/150 ekor,

kambing 140 ekor, sapi PO 105 ekor dan sapi Bali 175 ekor.

Ternak sapi menjadi andalan bagi masyarakat Desa Lokasi Baru untuk

meningkatkan kesejahteraan. Hal ini ditunjukkan dengan seringnya sapi keluar

masuk desa baik bangsa sapi PO maupun Bali. Pemeliharaan sapi ditujukan untuk

pengembangan dan penggemukan. Kandang dibuat terpisah dengan rumah

penduduk. Sapi dikeluarkan dari kandang pada siang hari dan masuk kandang lagi

pada malam hari. Pakan yang diberikan berupa rumput lapang. Sedangkan pakan

tambahan yang diberikan berupa dedak padi dan solid. Akan tetapi intensitas

Page 198: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

198

pemberiannya tidak secara rutin. Pelepah sawit dimanfaatkan untuk pakan sapi

pada saat panen dan pada saat tidak sempat mencari rumput.

Optimasi Pemanfaatan Limbah Tanaman Sawit Untuk Pakan

Dari pengkajian optimasi pemanfaatan limbah tanaman sawit untuk pakan

diperoleh data rata-rata pertambahan bobot badan harian (PBBH) sapi Bali yang

disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Rata-rata pertambahan bobot badan harian sapi bali per perlakuan.

No Perlakuan Rata-rata (kg)

Rata-rata/hari (kg)

1. A 46,68 0,667

2. B 40,87 0,584

3. C 28,80 0,411

4. D 29,76 0,425

Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa pertambahan bobot badan sapi perlakuan A,

B, C, dan D masing-masing 0,667 kg/hari, 0,584 kg/hari, 0,411 kg/hari, dan 0,425

kg/hari. Pertambahan bobot badan tertinggi terdapat pada perlakuan A (0,667

kg/hari), sedangkan yang terendah pada perlakuan C (0,411 kg/hari). Namun dari

hasil uji varian (uji F) menunjukan tidak berbeda nyata antar perlakuan pada taraf

5% pada peubah penambahan bobot badan sapi.

Hasil pengkajian ini menunjukkan bahwa pemberian pelepah sawit dan solid

tidak mempengaruhi pertambahan bobot badan. Pelepah sawit pada dasarnya

dapat menggantikan rumput. Menurut Suryani (2011) bahwa pelepah daun sawit

dapat menggantikan rumput sampai 80 persen tanpa mengurangi laju

pertumbuhan bobot badan sapi yang sedang tumbuh. Sapi yang diberi pakan

rumput 100% pada perlakuan A dan B hasil pertambahan bobot badan lebih tinggi

dibandingkan dengan sapi yang diberi pakan rumput 50% dan pelepah sawit 50%

pada perlakuan C dan D. Hal ini diduga kandungan serat kasar yang tinggi pada

pelepah daun sawit mempengaruhi pertambahan bobot badan. Menurut Sutardi

(1980) kandungan serat kasar yang tinggi mempengaruhi kecernaan bahan pakan.

Page 199: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

199

Jumlah pemberian pelepah sawit pada sapi perlu dibatasi pada tingkat yang efisien

sehingga tidak menurunkan pertambahan bobot badan.

Pada pengkajian ini solid sebagai pakan tambahan tidak berpengaruh secara

nyata terhadap pertambahan bobot badan sapi. Hal ini diduga karena kandungan

nutrisi solid yang tidak terlalu tinggi sehingga perlu diolah terlebih dahulu. Menurut

Ilham (2009) bahwa kandungan nutrisi lumpur sawit (solid) tidak terlalu tinggi dan

kaya kadar serat, sehingga diperlukan teknologi pengolahan lumpur sawit,

diantaranya melalui pembuatan pakan blok, ammoniasi dan fermentasi. Proses

fermentasi meningkatkan nilai gizi lumpur sawit antara lain: protein kasar dari

11,9% menjadi 22,7%, protein sejati dari 10,4% menjadi 17,1%, energi metabolis

(TME) dari 1593 Kkal menjadi 1717 Kkal/ kg, asam amino metionin dari 0,14%

menjadi 0,16%, lisin dari 0,31 % menjadi 0,36% serta menurunkan serat kasar

dari 29,8% menjadi 18,6%, ADF dari 44,3% menjadi 33,9% dan NDF dari 62,8%

menjadi 54 % (Sinurat,2007).

KESIMPULAN

1. Hasil pengamatan pertambahan bobot badan sapi tertinggi terdapat pada

perlakuan A (0,667 kg/hari), sedangkan yang terendah pada perlakuan C

(0,411 kg/hari).

2. Hasil analisis statistik menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata perlakuan

pakan terhadap pertambahan bobot badan.

DAFTAR PUSTAKA

BPS. 2011. Provinsi Bengkulu Dalam Angka 2011.

Direktoral Jenderal Bina Produksi Peternakan. 2003. Integrasi Ternak dengan Perkebunan Kelapa Sawit. Departemen Pertanian.

Laboratorium Ilmu Makanan Ternak. 2005. Departemen Peternakan, FP USU, Medan.

Laboratorium Ilmu Makanan Ternak. Fakultas Pertanian UNIB, Bengkulu.

Sinurat. A.P., 2007. http: //www.sinartani.com/index.php?option= com_ content &view =article&id=2712&catid= 315:kebun&Itemid =573 diakses pada tanggal 30 Juni 2011.

Suryani, S. 2011. Uji Daun dan Pelepah Kelapa Sawit Jadi Pakan Sapi http: // www.medanbisnisdaily.com/news/read/2011/06/23/41269/, diakses pada tanggal 1 juli 2011.

Page 200: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

200

Sutardi, T., 1980. Landasan Ilmu Nutrisi Jilid I. Departemen Ilmu Makanan Ternak Fakultas Pertanian, IPB Bogor.

Page 201: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

201

MODEL KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (M-KRPL) SEBAGAI IMPLEMENTASI SPEKTRUM DISEMINASI MULTI CHANEL (SDMC)

Umi Pudji Astuti dan Dedi Sugandi

ABSTRAK

Kegiatan Model Kawasan Rumah Pangan Lestari (M-KRPL) yang diinisiasi oleh Badan Litbang Pertanian diharapkan mampu memicu lahirnya pemikiran dan konsep bagi optimalisasi pemanfaatan lahan pekarangan, utamanya melalui pemanfaatan berbagai inovasi yang telah dihasilkan oleh Badan Litbang Pertanian dan lembaga penelitian lainnya. Ke depan diharapkan melalui inisiatif ini akan semakin berkembang upaya-upaya kreatif di tengah masyarakat dalam pemanfaatan lahan dan ruang yang ada di sekitar mereka. Model ini perlu cepat disebarluaskan kepada masyarakat di seluruh kabupaten/kota sehingga diperlukan saluran diseminasi. Hasil review menunjukkan bahwa Kerjasama instansi terkait sebagai chanel diseminasi mampu mempercepat tereplikasinya model penataan lahan pekarangan di kabupaten/kota. Chanel diseminasi yang berdampak positif adalah demplot dan display yang dapat langsung dilihat pengguna.

Kata kunci: lahan pekarangan, inovasi, chanel diseminasi

PENDAHULUAN

Berdasarkan pengamatan, perhatian petani terhadap pemanfaatan lahan

pekarangan relatif masih terbatas, sehingga pengembangan berbagai inovasi yang

terkait dengan lahan pekarangan belum banyak berkembang sebagaimana yang

diharapkan. Kementerian Pertanian melihat potensi lahan pekarangan ini sebagai

salah satu pilar yang dapat diupayakan untuk mewujudkan kesejahteraan keluarga,

baik bagi rumah tangga di pedesaan maupun di perkotaan.

Kementerian Pertanian menyusun suatu konsep yang disebut dengan “Model

Kawasan Rumah Pangan Lestari” yang dibangun dari Rumah Pangan Lestari (RPL)

dengan prinsip pemanfaatan pekarangan yang ramah lingkungan untuk

pemenuhan kebutuhan pangan dan gizi keluarga, serta peningkatan pendapatan

yang pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat (Badan Litbang

Pertanian, 2011).

Kegiatan Model Kawasan Rumah Pangan Lestari (M-KRPL) yang diinisiasi oleh

Badan Litbang Pertanian diharapkan akan memicu lahirnya pemikiran dan konsep

bagi optimalisasi pemanfaatan lahan pekarangan, utamanya melalui pemanfaatan

berbagai inovasi yang telah dihasilkan oleh Badan Litbang Pertanian dan lembaga

penelitian lainnya. Kedepan diharapkan melalui inisiatif ini akan semakin

Page 202: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

202

berkembang upaya-upaya kreatif di tengah masyarakat dalam pemanfaatan lahan

dan ruang yang ada di sekitar mereka.

Model Kawasan Rumah Pangan Lestari (M-KRPL) di Bengkulu dilaksanakan

melalui pendekatan partisipatif di 6 kabupaten dan Kota. Kegiatan dimulai pada

bulan Oktober 2011 di Kota Bengkulu sebanyak 2 unit (37 KK) yang mewakili Model

Perkotaan, dan di Kabupaten Bengkulu Tengah sebanyak 1 unit (11 KK) yang

mewakili Model Perdesaan (Astuti, 2011).

Pada tahun 2012, kegiatan M-KRPL dilaksanakan di 6 Kabupaten dan Kota

sebanyak 13 unit. Agar replikasi model berjalan cepat perlu dilakukan kerjasama

dengan instansi Pemerintah Daerah maupun swasta sebagai chenel diseminasi.

Tujuan penulisan ini untuk menggambarkan keterlibatan instansi terkait dalam

rangka memperluas diseminasi M-KRPL.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Diseminasi Inovasi

Inovasi yang disebarluaskan/didiseminasikan dalam kegiatan M-KRPL di

Bengkulu antara lain:

1. Model penataan lahan pekarangan berdasarkan administratif yaitu perdesaan

dan perkotaan masing-masing berdasarkan strata luas lahan yaitu lahan sempit

dan luas.

2. Pemilihan komoditas berdasarkan survey pasar/konsumen ditetapkan;

a. Komoditas sayuran dataran rendah (cabe, terung, kangkung, bayam, tomat,

dan sawi), disamping itu terdapat pilihan komoditas berdasarkan kesesuaian

lahan antara lain bunga kool, daun bawang, kacang panjang, dan timun.

b. Aneka buah: papaya, jeruk kalamansi, mangga Bengkulu, sirsak, dan pisang.

c. Peternakan/Perikana: budidaya ternak ayam kampung/buras, ikan lele dan

nila.

3. Teknologi pembuatan kompos, pestisida nabati, dan media tanam.

Page 203: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

203

Chanel Diseminasi yang dilaksanakan

Untuk mempercepat replikasi model dan inovasi introduksi dilakukan melalui

beberapa saluran seperti:

1. Display dan Demplot di setiap Unit kawasan: Display dan demplot yang

dibangun disetiap unit dan model menjadi tempat kunjungan stakeholders dan

petani yang ingin mengembangkan Rumah Pangan Lestari (RPL).

Display di kawasan kantor BPTP dan perumahan: telah dikunjungi oleh Pemda

Kota, Pemda Kabupaten Kaur, Bengkulu Utara yang masing-masing pemerintah

daerah membawa beberapa ketua kelompok tani yang akan membangun KRPL

di kabupaten/kota. Disamping itu, kunjungan di unit BPTP setiap hari selalu

dikunjungi oleh petani ataupun masyarakat swadaya.

Demplot di setiap unit di Kabupaten dan Kota: sebagai tempat belajar dan

kunjungan masyarakat yang ingin mengembangkan RPL di rumahtangganya dan

wilayahnya.

2. Petani yang telah melakukan kegiatan KRPL tahun 2011, melalui 5 orang petani

RPL yang ditunjuk sebagai pendamping kelompok baru di desanya oleh

Pemerintah Daerah (SK Bupati) akan memperluas KRPL di desa.

3. Kerjasama dengan Pemerintah Daerah:

• Badan Pemberdayaan Perempuan, Masyarakat dan Keluarga Berencana Kota:

melalui anggaran APBD II mereplikasi model Perekotaan untuk seluruh

Kelurahan yang berada di Kota Bengkulu melalui Lembaga Pemberdayaan

Masyarakat (LPM) Desa. Dari LPM yang membangun RPL, diharapkan akan

memotivasi rumahtangga di sekitarnya untuk memanfaatkan lahan

pekarangannya menjadi produktif.

• Badan Ketahanan Pangan Provinsi dan Kabupaten: melalui anggaran APBD I

dan II (Pengembangan Lahan Pekarangan Terpadu) telah ditetapkan 1 desa

(50 – 75 KK) setiap kabupaten membentuk KRPL yang mereplikasi model

yang telah disusun oleh BPTP.

• PKK atau Darmawanita

• Balai Penyuluhan Pertanian di tingkat Kecamatan: melalui penyuluh yang

mendampingi kegiatan KRPL, dapat menyebarluaskan model dan inovasi

Page 204: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

204

kepada sesame penyuluh yang berada di wilayah kerjanya serta setiap

penyuluh akan menyampaikan kepada kelompok tani binaannya.

• Universitas Negeri Bengkulu dan Universitas Hazairin: melalui penelitian yang

dilakukan oleh mahasiswa akan mempercepat inovasi model yang dibangun

4. Sekolah

• SMK-Pertanian (SPP) negri Kelobak, Bengkulu Selatan dan SMK–Pertanian

Lebong, 31 siswa magang di kegiatan M-KRPL: setelah pulang diharapkan

mengembangkan di sekolahnya dan siswa akan menyebarkan kepada teman-

temannya di Sekolahnya.

• SMPN 10 Bengkulu: telah mengembangkan pemanfaatan lahan sekolah

produktif, dan mengembangkan menjadi muatan local sekolah.

• SMPN 2 Bengkulu akan mengembangkan menjadi pelajaran ekstrakulikuler

muatan lokal. Melalui Sekolah akan berkembang di rumah tangga setiap guru

dan orang tua murid.

• SD N Pondok Kubang: sedang dirintis melalui penataan halaman depan

sekolah.

5. Kerjasama dengan Jasaraharja: akan dikembangkan M-KRPL dengan anggaran

instansi Jasaraharja. Saat ini sedang diusulkan proposal ke pusat.

Spektrum Diseminasi

Spektrum diseminasi yang dilaksanakan melalui:

1. Penunjukan LO di setiap kabupaten dan kota

2. Sosialisasi kepada seluruh stakeholders di provinsi dan kabupaten

3. Sosialisasi di TVRI, WEB,

4. Penerbitan media informasi

5. Pelatihan petani

6. Nara sumber di Kabupaten

7. Pameran M-KRPL telah dilaksanakan 3 kali: dampaknya cukup positif dengan

indikator display BPTP dan demplot di perdesaan banyak dikunjungi masyarakat

Page 205: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

205

Hasil

Diseminasi model penataan lahan pekarangan melalui siaran TV, WEB BPTP

dan pameran/display tanaman berdampak cukup baik, hal ini ditunjukkan oleh: 1)

tanggapan Walikota Bengkulu akan mengembangkan RPL model perkotaan di

seluruh kelruhanan (63 Kelurahan) melalui program Ekonomi Kerakyatan Berbasis

Pertanian Perkotaan di Kota. Dari program Ekonomi Kerakyatan Berbasis Pertanian

Perkotaan, diharapkan akan mempercepat inovasi KRPL model perkotaan di setiap

rumahtangga; 2) pemanfaatan lahan pekarangan melalui tanaman sayuran, buah-

buahan dan kompos akan diangkat menjadi muatan lokal di SMPN 10 dan SMPN 2

Kota Bengkulu. Dari program sekolah ini akan mempercepat inovasi lahan

pekarangan di setiap Rumah tangga; 3) Pemerintah Provinsi Bengkulu akan

mengembangkan KRPL melalui program “Pemanfaatan Lahan Pekarangan Terpadu”

yang direncanakan akan dilaksanakan di 3 kabupaten terpilih di Provinsi Bengkulu.

KESIMPULAN

Kerjasama instansi terkait sebagai chanel diseminasi mampu mempercepat

tereplikasinya model penataan lahan pekarangan di kabupaten/kota.

Chanel diseminasi yang berdampak positif adalah demplot dan display yang

dapat langsung dilihat pengguna.

DAFTAR PUSTAKA

Astuti. P.umi, 2011. Laporan Akhir Kegiatan Model Kawasan Rumah Pangan Lestari. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, Bengkulu.

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2011. Pedoman Umum Model Kawasan Kawasan Rumah Pangan Lestari. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Jakarta.

Page 206: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

206

KAJIAN KELEMBAGAAN FORMAL DAN INFORMAL DALAM PENGEMBANGAN INOVASI SPESIFIK LOKASI UNTUK MENDUKUNG

PEMBANGUNAN DI PROPINSI BENGKULU Wahyuni Amelia Wulandari, Afrizon, Zul Efendi dan Wilda Mikasari

ABSTRAK

Kajian kelembagaan formal dan informal dalam pengembangan inovasi spesifik lokasi untuk mendukung pembangunan pertanian di Propinsi Bengkulu dilaksanakan di Bengkulu Utara dan Kaur pada tahun 2011. Tujuan pengkajian ini untuk mengetahui peran system kelembagaan baik formal maupun informal dalam pengembangan inovasi spesifik lokasi untuk mendukung pembangunan pertanian di Propinsi Bengkulu. Secara khusus tujuannya yaitu: 1) Mengetahui sistem kelembagaan formal dalam pengembangan inovasi spesifik lokasi; 2) Mengetahui sistem kelembagaan informal dalam pengembangan inovasi spesifik lokasi; 3) Memformulasikan sistem kelembagaan formal dan informal dalam pengembangan inovasi teknologi spesifik lokasi. Prosedur kegiatan ada 3 yaitu: a) Kajian Kelembagaan Formal melalui survei dengan kuisioner dan workshop; b) Kajian Kelembagaan Informal melalui survei dan workshop; c) Formulasi sistem kelembagaan formal dan informal. Kelembagaan formal tingkat Provinsi adalah BPTP, Diperta, Bakorluh, BPSB, BPTPH, PT. Petani, PT. Pupuk Sriwijaya, PT. Petrokimia Gresik yang berperan sesuai tupoksi masing masing. Di Kabupaten Bengkulu Utara yang berperan adalah Dispertanak dan BKP3. Sedangkan di Kabupaten Kaur adalah Dispertanak dan Badan Ketahanan Pangan dan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (BKP5K). Untuk tingkat kecamatan di Bengkulu Utara adalah Balai Penyuluhan Pertanian yang berjumlah 12 buah yang membina 14 kecamatan. Sedangkan tingkat kecamatan di Kabupaten Kaur yaitu BPP yang hanya berjumlah 3 BPP yang membina 15 kecamatan sehingga tiap 5 kecamatan dibina oleh 1 BPP. Kelembagaan informal tingkat Provinsi yaitu KTNA dan swasta sebagai distributor pestisida. Untuk Bengkulu Utara dan Kaur adalah Koperasi dan KTNA. Untuk tingkat kecamatan/desa di Kabupaten Kaur adalah Gapoktan dan Kelompok Tani, serta KTNA. Sedangkan di Kabupaten Bengkulu Utara selain tersebut diatas juga ada subak atau Kelompok Pemakai dan Pengguna Air (KP2A) yang berjumlah 4 kelompok. Koordinasi yang intensif antara lembaga formal dan informal di tingkat propinsi dan kabupaten serta kecamatan telah mampu mengembangkan inovasi teknologi spesifik lokasi dalam rangka meningkatkan produktivitas padi di daerah masing masing.

Kata Kunci: kelembagaan formal, kelembagaan informal, inovasi, padi

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pembangunan pertanian adalah suatu rangkaian kegiatan untuk

meningkatkan pendapatan petani, menciptakan lapangan kerja, mengentaskan

kemiskinan, memantapkan ketahanan pangan dan mendorong pertumbuhan

ekonomi wilayah (Badan Litbang Pertanian, 2004a). Inovasi teknologi pertanian

merupakan salah satu cara mempercepat pembangunan pertanian. Oleh karena itu

Page 207: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

207

peran penelitian dan pengembangan (Litbang) pertanian menjadi penting artinya

sebagai salah satu pendukung pembangunan pertanian.

Guna mewujudkan pembangunan pertanian yang maju, efisien dan

berkelanjutan, diperlukan dukungan teknologi pertanian yang telah teruji sesuai

dengan kebutuhan pengguna dan kemampuan wilayah. Badan Penelitian dan

Pengembangan Pertanian telah banyak melakukan kegiatan penelitian yang

hasilnya sebagian besar telah diterapkan oleh pengguna secara luas. Namun

disadari, masih banyak informasi teknologi hasil penelitian yang belum diketahui

oleh para pengguna dan pembuat kebijakan. Hal ini terlihat dari cukup tingginya

senjang hasil yang dicapai oleh pengguna dengan hasil yang dicapai oleh lembaga

penelitian, bahkan tingkat teknologi yang diterapkan oleh pengguna masih relatif

rendah. Kenyataan tersebut menunjukkan bahwa informasi teknologi dari sumber

inovasi ke pengguna belum berjalan lancar.

Dalam pembangunan pertanian dibutuhkan kerjasama antar lembaga yang

sudah terbentuk selama ini baik kelembagaan formal maupun kelembagaan

informal. Kelembagaan informal di tingkat petani yang ada saat ini diantaranya

adalah gapoktan (gabungan kelompok tani), kelompok tani, kelompencapir

(kelompok pendengar, pembaca, dan pirsawan) cenderung hanya diposisikan

sebagai alat untuk mengimplementasikan proyek belaka, belum sebagai upaya

untuk pemberdayaan dalam pengembangan inovasi teknologi spesifik lokasi.

Pengembangan kelembagaan merupakan salah satu komponen pokok dalam

keseluruhan rancangan Revitalisasi Pertanian. Selama ini pendekatan kelembagaan

formal dan informal telah menjadi komponen pokok dalam pembangunan pertanian

di perdesaan terutama dalam pengembangan inovasi spesifik lokasi. Mengamati

perubahan yang terjadi dan pentingnya peranan lembaga formal informal, maka

penataan ataupun penumbuhan kelembagaan pertanian perlu dilakukan. Upaya

penataan di antaranya dapat dilakukan dengan memperkuat peran kelembagaan

yang ada dari pusat sampai daerah.

Tujuan : 1) Mengetahui sistem kelembagaan formal dalam pengembangan inovasi

spesifik lokasi; 2) Mengetahui sistem kelembagaan informal dalam pengembangan

Page 208: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

208

inovasi spesifik lokasi; 3) Memformulasikan sistem kelembagaan formal dan

informal dalam pengembangan inovasi teknologi spesifik lokasi.

METODOLOGI

Metodologi

Kajian dilaksanakan dari bulan Maret sampai Nopember 2011 dengan

menghimpun data sekunder dan primer. Data secunder dihimpun dari berbagai

sumber antara lain Biro Pusat Statistik, Dinas Pertanian dll. Data primer diperoleh

dari wawancara langsung dengan staekholder melalui Fokus grup diskusi (FGD) di

daerah yang dijadikan sampel.

a. Kajian Kelembagaan Formal Dalam Pengembangan Inovasi Spesifik Lokasi

Survei dilakukan pada seluruh kelembagaan formal di tingkat provinsi,

kabupaten sampel serta BPP yang mewakili melalui FGD kepada pemimpin

lembaga. Dalam survei diinventarisir kebijakan pembangunan pertanian, jumlah

dan bentuk kelembagaan formal yang berhubungan dengan pengembangan inovasi

padi, mandat dan ruang lingkup kegiatan, jenis dan sumber inovasi yang tersedia,

bentuk dan cara pengembangan inovasi, sasaran pengguna inovasi, dan

permasalahan dalam pengembangan inovasi.

b. Kajian Kelembagaan Informal Dalam Pengembangan Inovasi Spesifik Lokasi

Survei di kelompok tani dan gapoktan diambil 30% dari total kelompok tani

dan gapoktan di tiap kecamatan. FGD bersama ketua, sekretaris dan bendahara

pada kelompok tani dan gapoktan. Survei menginventarisir jumlah dan bentuk

kelembagaan informal yang berhubungan dengan pengembangan inovasi padi,

ruang lingkup kegiatan, jenis dan sumber inovasi yang tersedia, bentuk dan cara

pengembangan inovasi, dan permasalahan dalam pengembangan inovasi.

c. Formulasi sistem kelembagaan formal dan informal dalam pengembangan inovasi spesifik lokasi

Dari sub kegiatan satu dan dua di atas, teridentifikasi sistem eksisting

kelembagaan formal dan informal dalam pengembangan inovasi teknologi spesifik

lokasi. Kondisi eksisting tersebut akan ditelaah bersama pelaku kelembagaan formal

Page 209: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

209

dan informal lokasi pengkajian diikuti oleh pengambil kebijakan melalui kegiatan

workshop/konsinyasi. Dari kegiatan workshop ini dapat diformulasikan sistem

kelembagaan formal dan informal sesuai kebutuhan agar dapat mendukung

pembangunan pertanian di daerah.

Analisis Data

Data sekunder dan primer yang didapatkan di analisis secara deskriptif kualitatif dan kuantitatif.

Mekanisme Difusi

Tahap pengembangan

teknologi

Inovasi teknologi

Adaptasi Teknologi

Pemanfaatan teknologi

Diseminasi Adopsi

Intensitas penelitian inovasi teknologi

Proses adopsi

teknologi

Penyedia/ Pelaku

Balit BPTP Direktorat

teknis/Diperta prov/kab

Unit kerja penyuluhan

Petani

Gambar 1. Tahap pengembangan inovasi teknologi untuk diadopsi oleh petani.

Menurut Sumarno (2008), pengembangan inovasi sampai diadopsi oleh

petani membutuhkan lima tahap kegiatan, yaitu penyediaan inovasi teknologi,

adaptasi teknologi, pemanfaatan (pembuktian) teknologi, diseminasi teknologi dan

adopsi teknologi (Gambar 1).

Dari tahapan ini, mekanisme difusi inovasi teknologi antar kelembagaan

dapat dijelaskan sbb: komponen inovasi teknologi yang dihasilkan oleh Balit,

diujiadaptasikan pada lingkungan spesifik oleh BPTP untuk menghasilkan rakitan

teknologi spesifik lokasi. Rakitan teknologi ini dimanfaatkan oleh Diperta, apabila

memenuhi persyaratan adopsi maka didesiminasikan oleh unit kerja penyuluh agar

diadopsi oleh petani. Apabila rakitan teknologi tersebut tidak memenuhi

Page 210: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

210

persyaratan adopsi, rakitan teknologi dikembalikan kepada BPTP untuk

disempurnakan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kelembagaan Formal dalam Pengembangan Inovasi teknologi

A. Tingkat Provinsi

Kelembagaan formal tingkat provinsi serta tupoksi dan outputnya seperti

tabel 1 dibawah ini.

Tabel 1. Tupoksi dan Output Kelembagaan Formal Tingkat Propinsi Bengkulu.

No Nama Kelembagaan Formal di Provinsi

Tupoksi Output

1. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

Menetetapkan peneliti pendamping SL PTT, merekomendasikan : VU yang sesuai di tiap Kab/kota, pemupukan, pola tanam

Pendampingan SL PTT Padi melalui demfarm, display varietas, narasumber PL I,II,III

2. Dinas Pertanian Tanaman Pangan

Mengidentifikasi : ketersediaan lahan sawah di Kab/kota, VUB, kebutuhan pupuk, mengawasi peredaran benih dan pupuk, menggerakkan POPT

Mendistribusikan : bantuan langsung benih unggul (BLBU), pupuk BLP), monev, Pelatihan PL SL PTT Padi

3. Badan Koordinasi Penyuluhan

Memobilisasi : penyuluh provinsi untuk menerapkan teknologi SL PTT, penyusunan RDKK, memonitor kegiatan penyuluhan

Pelatihan dan penyuluhan kegiatan SL PTT kepada penyuluh, dan petani di 10 Kab/Kota

4. Badan Pengawasan dan Sertifikasi Benih Pertanian dan Hortikultura

Melakukan pengawasan benih beredar, membantu mensertifikasi benih petani dan lembaga

Teknis penilaian kultivar, sertifikasi dan pelabelan benih, pengawasan mutu benih, koordinasi teknis, pertemuan produsen dan pedagang benih

5. PT. Pertani Mendistribusikan benih unggul padi, pupuk dan pestisida

Mensuplai benih unggul, pupuk dan pestisida

6. PT. Pupuk Sriwijaya Mendistribusikan pupuk dan pestisida

Mensuplai pupuk subsidi dan pestisida di Bengkulu

7. PT. Petrokimia Gresik

Mendistribusikan pupuk dan pestisida

Mensuplai pupuk subsidi dan pestisida di Bengkulu

8 PT. Sang Hyang Sri Mendistribusikan benih unggul padi, pupuk dan pestisida

Mensuplai benih unggul, pupuk dan pestisida

Page 211: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

211

B. Tingkat Kabupaten

Kabupaten Bengkulu Utara

Dinas Pertanian dan Peternakan

Dinas Pertanian dan Peternakan sebagai lembaga formal di kabupaten dalam

pelaksanaan pekerjaannya bertanggung jawab kepada Bupati, dalam

pengembangan inovasi spesifik lokasi untuk peningkatan produksi padi mempunyai

tupoksi: 1) Mengidentifikasi ketersediaan lahan sawah, 2) mengidentifikasi

kebutuhan VU, 3) mengidentifikasi kebutuhan pupuk, 4) mengawasi peredaran

benih dan pupuk, 5) menggerakkan POPT. Untuk menjabarkan tupoksi tersebut

output yang dilakukan adalah: pelaksanan SL PTT padi, Pelatihan PL I, II, III,

pemberian bantuan benih padi.

Tujuan utama seperti 1) Meningkatkan produktivitas mutu dan daya saing, 2)

meningkatkan ketahanan pangan masyarakat, 3) meningkatkan sumber daya

pertanian. Beberapa program pendukung peningkatan produksi padi seperti

membantu penyediaan alat-alat mesin pertanian dan penyediaan sarana benih

unggul dan penyebaran informasi pertanian (IPTEK) dengan mitra kerja seperti

PT.Pertani, PT.Sang Hyang Seri, PT.Agrindo, BPSB dan BPTP.

Badan Ketahanan Pangan dan Pelaksana Penyuluhan (BKP3)

Badan Ketahanan Pangan dan Pelaksana Penyuluhan (BKP3) di Kabupaten

Bengkulu Utara memiliki aparatur sebanyak 179 orang terdiri dari 79 penyuluh

PNS, 76 penyuluh THL dan TKS 24 orang. Jumlah petugas penyuluh 155 orang

dengan jumlah desa binaan 183 desa. Badan Ketahanan Pangan dan Pelaksana

Penyuluhan Kabupaten Bengkulu Utara sebagai lembaga ketahanan pangan dan

pelasana penyuluhan (pertanian, perikanan dan kehutanan) memiliki 14 Balai

Penyuluhan Pertanian (BPP) yang berada di 14 kecamatan se-Kabupaten Bengkulu

Utara dan 1 (satu) Lumbung Pangan Modern yang terletak di Desa Kuro Tidur

Kecamatan Arga Makmur. Selain kelembagaan penyuluhan pertanian, BKPPP

melalui penyuluh pertanian yang tersebar di 14 kecamatan juga melakukan

penumbuhan, pengembangan dan pembinaan terhadap kelembagaan petani

Page 212: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

212

nelayan di Kabupaten Bengkulu Utara. Saat ini terdapat 1094 Kelompok Tani, 176

Gapoktan tersebar di 14 kecamatan dalam Kabupaten Bengkulu Utara.

Kabupaten Kaur

Dinas Pertanian dan Peternakan

Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Kaur berdiri pada tahun 2003

seiring dengan pemekaran pembentukan Kabupaten Kaur. Tujuan Utama organisasi

seperti peningkatan produksi pertanian, sarana prasarana serta pendapatan petani.

Program kegiatan yang telah dilakukan seperti membantu pendistribusian alsintan

dari Dinas Pertanian Propinsi serta bantuan sarana produksi berupa benih dan

pupuk. Mitra kerja Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Kaur seperti BPTP,

BPTPH, BPSB, PT.Pertani, PT.Sang Hyang Seri dan PT.PUSRI

Badan Ketahanan Pangan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (BKP5K)

Badan Ketahanan Pangan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan

Kehutanan (BKP5K) dalam pengembangan inovasi spesifik lokasi untuk peningkatan

produksi padi mempunyai tupoksi: 1) Meningkatkan pengetahuan, keterampilan

dan kemampuan petani dan penyuluh dalam pengendalian HPT, 2) pengolahan

hasil padi, dan 3) pemupukan berimbang. Output yang akan diperoleh adalah

melakukan pelatihan bagi petani dan penyuluh pada komoditas padi. BKP5K dalam

melaksanakan tugas dan fungsinya menggunakan BPP sebagai instansi/sarana

kegiatan Penyuluhan Pertanian. Saat ini Kabupaten Kaur memiliki 15 kecamatan

dan 3 buah Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) yang membina 3 kelurahan dan 153

desa.

Sistem Kelembagaan Informal dalam Pengembangan Inovasi Spesifik Lokasi

Kelompok kelembagaan informal yang melakukan inovasi pertanian pada

komoditas padi di tingkat Provinsi Bengkulu ada yaitu KTNA provinsi dan swasta

sebagai distributor pestisida. Kelompok kelembagaan informal yang melakukan

inovasi pertanian pada komoditas padi di tingkat Kabupaten Bengkulu Utara dan

Kaur adalah Koperasi dan KTNA Kabupaten. Kelompok kelembagaan informal yang

Page 213: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

213

melakukan inovasi pertanian pada komoditas padi di tingkat kecamatan/desa di

Kabupaten Kaur adalah Gapoktan dan Kelompok Tani, serta KTNA Kecamatan,

sedangkan di Kabupaten Bengkulu Utara selain tersebut diatas juga ada subak atau

Kelompok Pemakai dan Pengguna Air (KP2A) yang berjumlah 4 subak.

Kelompok Tani Nelayan Andalan (KTNA)

Kelompok tani yang menjadi anggota KTNA Provinsi Bengkulu berjumlah

4.425 kelompok tani. Anggota KTNA sebagian ada yang menjadi pengurus koperasi

(KUD/Koptan). KTNA yang menjadi pengurus koperasi tersebut sebagian ada belum

berfungsi sebagaimana mestinya dan KUD/Koptan itu sendiri belum maksimal

dalam menjalankan tugas dan fungsinya dalam menyalurkan benih padi dan

saprotan sehingga masih perlu pembinaan secara intensif dan koordinasi dengan

pihak terkait terutama kelembagaan formal untuk memfungsikan kembali lembaga

informal tersebut.

Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan)

Di tingkat kelembagaan informal telah dibentuk beberapa lembaga baru,

misalnya Pos Penyuluhan Desa dan gapoktan. Kementerian Pertanian menargetkan

membentuk satu gapoktan di setiap desa khususnya yang berbasis pertanian. Ini

merupakan satu lembaga andalan baru, meskipun semenjak awal 1990-an

gapoktan telah dikenal. Saat ini gapoktan diberi pemaknaan baru, termasuk bentuk

dan peran yang baru. Gapoktan menjadi lembaga gerbang (gateway institution)

yang menjadi penghubung petani satu desa dengan lembaga-lembaga lain di

luarnya. Gapoktan diharapkan berperan untuk fungsi-fungsi pemenuhan

permodalan pertanian, pemenuhan sarana produksi, pemsaran produk pertanian,

dan termasuk menyediakan berbagai informasi yang dibutuhkan petani (Syahyuti,

2004).

Jumlah Gapoktan di Kabupaten Kaur yang yaitu sebanyak 56 buah,

sedangkan di Kabupaten Bengkulu Utara berjumlah 176 Gapoktan. Kelembagaan

gapoktan sebagian besar terbentuk karena ada program pemerintah seperti BLM

PUAP.

Page 214: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

214

Kelompok Tani

Jumlah masyarakat tani yang menjadi anggota kelompok tani baru mencapai

10.566 orang dari jumlah penduduk 110.322 jiwa atau 9,57% di kabupaten Kaur.

Jumlah kelompok Tani dalam wilayah Kabupaten Kaur sebanyak 441 kelompok tani,

yang terdiri dari 384 kelompok tani pemula (87,03%) 56 kelompok tani kelas lanjut

(12,7%), 28 kelompok wanita kelas pemula (6,3%) dan 1 kelompok pemuda tani

(0,2%). Pada tahun mendatang akan ditingkatkan kemampuannya berdasarkan

pada lima jurus kemampuan kelompok tani. Di Kabupaten Bengkulu Utara jumlah

kelompok tani saat ini terdapat 1.094 Kelompok Tani, yang tersebar di 14

kecamatan di Kabupaten Bengkulu Utara.

Tingkat pendidikan dan keterampilan serta pengetahuan yang dimiliki para

petani pada umumnya masih rendah (rata-rata SD dan SLTP). Hal ini tentu

menghambat proses alih teknologi, sehingga memerlukan pembinaan yang lebih

intensif dan kesinambungan melalui berbagai metode penyuluhan. Sehubungan

dengan sasaran produksi pertanian yang harus meningkat maka peranan petani

selaku pelaku utama usaha tani sangat menentukan terhadap tujuan tersebut. Oleh

karena itu petani-nelayan dapat mengelola usahataninya secara baik, maka para

petani nelayan tentu harus dilengkapi dengan ilmu pengetahuan dan teknologi

tepat guna mengembangkan dan memecahkan masalah yang dihadapi.

Subak (KP2A)

Subak di Provinsi Bengkulu berada di kabupaten Bengkulu Utara yang

berjumlah 4 kelompok. Sejarah subak ini di Bengkulu berawal dari transmigrasi

penduduk Bali ke Bengkulu pada tahun 1976, saat Gunung Agung di Bali meletus.

Dari Bali diberangkatkan 3 desa. Pembentukan subak diketahui oleh Kepala Desa

setempat dan disyahkan oleh BIPP (sekarang BKP3). Subak ini terbentuk oleh tokoh

masyarakat yang beranggotakan warga etnis Bali, Jawa, dan penduduk lokal

Bengkulu Utara. Prestasi dari lembaga informal subak ini adalah pada tahun 1990

juara I tingkat Nasional kelompok tani. Prestasi yang diperoleh adalah dalam

penanggulangan hama babi, pencetakan lahan sawah baru, membuat saluran

irigasi swadaya. Bantuan dari Pemda Bengkulu Utara dan Pemda Provinsi Bengkulu,

Page 215: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

215

dan BPTP adalah handtraktor, mesin pengolah kompos, sapi Bali, pupuk bersubsidi,

Lokasi LL dan SL-PTT, benih padi Ciherang, Ciliwung dan Inpari 10. Pertemuan

kelompok berjalan dengan rutin tiap bulan. Hasil dari subak ini adalah sebagai

penangkar padi bekerjasama dengan PT. Pertani.

Berdasarkan uraian diatas maka sistem kelembagaan informal di tingkat

propinsi, kabupaten hingga kecamatan dalam pengembangan inovasi spesifik

lokasi untuk peningkatan produksi padi disajikan pada Gambar 3 di bawah ini.

Gambar 2. Sistem Kelembagaan Informal dalam Pengembangan Inovasi Spesifik Lokasi.

Berdasarkan tupoksi dan output dari kelembagaan formal dan informal dalam

pengembangan inovasi spesifik lokasi untuk peningkatan produksi padi maka

dibuatlah formulasi sistem kelembagaan formal dan informal sebagai berikut:

Gapoktan

Kelompok

Tani/KWT/Subak

KTNA

Kelembagaan Formal

BPTP, Dinas Pertanian Provinsi, BPSB, Bakorluh, Dinas Pertanian Kabupaten, Bapeluh, BPP, PT Pusri, PT. Pertani, PT Petro, PT. Sang Hyang Sri

Kelembagaan Informal

KTNA, Gapoktan, Kelompok Tani/Subak, Swasta (distributor saprotan)

Memberikan

Bimbingan teknis berupa: pelatihan informasi IPTEK, bantuan saprotan, bantuan pembuatan dan perbaikan saluran irigasi, plot percontohan VUB

Membutuhkan

Bimbingan teknis berupa: pelatihan informasi IPTEK, bantuan saprotan, bantuan pembuatan dan perbaikan saluran irigasi, plot percontohan VUB

Page 216: KUMPULAN MAKALAH - Balai Pengkajian Teknologi …bengkulu.litbang.pertanian.go.id/.../CETAKAN-2010/isi-makalah.pdf · Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011 1 KUMPULAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu, 2011

216

KESIMPULAN

1. Sistem kelembagaan formal di Propinsi Bengkulu telah mendukung

pengembangan inovasi spesifik lokasi khususnya dalam peningkatan

produktivitas padi.

2. Sistem kelembagaan informal di Propinsi Bengkulu telah mengacu pada Rencana

Usaha Bersama kelompok dalam pengembangan inovasi spesifik lokasi dan

peningkatan produksi padi.

3. Koordinasi yang intensif antara lembaga formal dan informal di Propinsi

Bengkulu telah mampu mengembangan inovasi teknologi spesifik lokasi dalam

rangka meningkatkan produktivitas padi.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Litbang Pertanian. 2004a. Prosiding Lokakarya Sinkronisasi Program Hasil Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian. Badan Litbang Pertanian. Jakarta.

Badan Litbang Pertanian. 2004b. Rancangan Dasar Prima Tani (Program Rintisan dan Akselerasi Pemasyarakatan Inovasi Teknologi Pertanian). Badan Litbang Pertanian. Jakarta.

Mangkuprawira sjafri, 2008. SDM dan Revitalisasi Kelembagaan Pertanian. Dalam website

Sumarno. 2008. Memfasilitasi petni agar responsif terhadap inovasi teknologi. Prosiding Seminar Pemberdayaan Petani melalui Informasi dan Teknologi. Kerjasama BPTP Jatim, Fak. Pertanian UB, Bappeda dan Diperta Prop. Jatim. Mojokerto. 1-15.

Syahyuti. 2004. Model kelembagaan penunjang pengembangan pertanian di lahan lebak. Whorshop Nasional Pengembangan Lahan Rawa Lebak. Banjarbaru 11-12 Oktoebr 2004. Balitra. Kalsel.