bab 2 tinjauan pustaka 2.1 persalinan kala ii lamaeprints.umbjm.ac.id/561/4/4. bab 2.pdf2.1.8.5...

26
10 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persalinan Kala II lama 2.1.1 Definisi Persalinan kala II lama Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan uri) yang telah cukup bulan atau dapat hidup diluar kandungan melalui jalan lahir atau melalui jalan lain, dengan bantuan atau tanpa bantuan (Ujiningtyas, 2009 ; 1). Persalinan kala II lama dimulai sejak pembukaan lengkap sampa terjadi pengeluaran seluruh janin. Persalinan kala II lama adalah kala II yang berlangsung lebih dari 2 jam pada primi dan lebih dari 1 jam pada multipara. Diagnosa kala II lama yaitu ditandai dengan tanda dan gejala klinis pembukaan serviks lengkap, ibu ingin mengejan tetapi tidak ada kemajuan pengeluaran kepala (Wiknjosastro, 2013 ; 112). Partus lama menurut Hardjono (2008 ; 387) merupakan fase terakhir dari suatu partus yang macet dan berlangsung terlalu lama sehingga timbul gejala seperti dehidrasi, infeksi, ke;e;ahan ibu, serta asfiksia kematian janin dalam kandungan. 2.1.2 Tanda-tanda dan gejala klinik Kala II lama 2.1.2.1 Pada ibu Gelisah, letih, suhu badan meningkat, berkeringat, nadi cepat, dan pernafasan cepat. Di daerah local sering dijumpai edema vulva, edema serviks, cairan berbau terdapat mekonium. 2.1.2.2 Pada janin a. DJJ cepat/ tidak teratur, air ketuban terdapat mekonium, kental kehijau-hijauan, berbau. b. Kaput succedaneum yang besar. c. Moulage kepala yang hebat

Upload: others

Post on 05-Jul-2021

4 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persalinan Kala II lamaeprints.umbjm.ac.id/561/4/4. BAB 2.pdf2.1.8.5 Mengatur posisi ibu dalam membimbing mengedan dapat dipilih posisi berikut : posisi

10

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Persalinan Kala II lama

2.1.1 Definisi Persalinan kala II lama

Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan uri)

yang telah cukup bulan atau dapat hidup diluar kandungan melalui

jalan lahir atau melalui jalan lain, dengan bantuan atau tanpa bantuan

(Ujiningtyas, 2009 ; 1).

Persalinan kala II lama dimulai sejak pembukaan lengkap sampa

terjadi pengeluaran seluruh janin. Persalinan kala II lama adalah kala

II yang berlangsung lebih dari 2 jam pada primi dan lebih dari 1 jam

pada multipara. Diagnosa kala II lama yaitu ditandai dengan tanda dan

gejala klinis pembukaan serviks lengkap, ibu ingin mengejan tetapi

tidak ada kemajuan pengeluaran kepala (Wiknjosastro, 2013 ; 112).

Partus lama menurut Hardjono (2008 ; 387) merupakan fase terakhir

dari suatu partus yang macet dan berlangsung terlalu lama sehingga

timbul gejala seperti dehidrasi, infeksi, ke;e;ahan ibu, serta asfiksia

kematian janin dalam kandungan.

2.1.2 Tanda-tanda dan gejala klinik Kala II lama

2.1.2.1 Pada ibu

Gelisah, letih, suhu badan meningkat, berkeringat, nadi cepat,

dan pernafasan cepat. Di daerah local sering dijumpai edema

vulva, edema serviks, cairan berbau terdapat mekonium.

2.1.2.2 Pada janin

a. DJJ cepat/ tidak teratur, air ketuban terdapat mekonium,

kental kehijau-hijauan, berbau.

b. Kaput succedaneum yang besar.

c. Moulage kepala yang hebat

Page 2: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persalinan Kala II lamaeprints.umbjm.ac.id/561/4/4. BAB 2.pdf2.1.8.5 Mengatur posisi ibu dalam membimbing mengedan dapat dipilih posisi berikut : posisi

11

d. kematian janin dalam kandungan

2.1.3 Etiologi Kala II lama

Menurut Hardjono (2008; 388) etiologi kala II lama adalah sebagai

berikut :

2.1.3.1 Kelainan letak janin

2.1.3.2 Kelainan-kelainan panggul

2.1.3.3 Kelainan his

2.1.3.4 Pimpinan partus yang salah

2.1.3.5 Janin besar, ada kelainan congenital

2.1.3.6 Primitua

2.1.3.7 Ketuban pecah dini

2.1.4 Faktor predisposisi

Faktor predisposisi kala II lama (Ujiningtyas, 2009 ; 23) adalah

sebagai berikut :

2.1.4.1 Keadaan lingkungan yang kurang sehat

2.1.4.2 Mal nutrisi

2.1.4.3 Usia terlalu muda kurang dari 20 tahun, atau lebih dari 35

tahun

2.1.4.4 Diabetes mellitus

Menurut penelitian Ardhiyanti (2016) ada beberapa faktor yang

berhubungan dengan kejadian partus lama yaitu faktor ibu (usia,

paritas dan HIS serta penyakit penyerta pada ibu), faktor janin (besar

janin, letak janin) dan faktor jalan lahir (panggul sempit).

2.1.5 Karakteristik Kala II

Kala II adalah persalinan dimulai ketika pembukaan serviks sudah

lengkap (10 cm) dan berakhir dengan lahirnya bayi. Kala II dikenal

juga sebagai kala pengeluaran. Pada primi berlangsung lebih kurang 2

jam, pada multi berlangsung kira-kira dalam 1 jam.

Page 3: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persalinan Kala II lamaeprints.umbjm.ac.id/561/4/4. BAB 2.pdf2.1.8.5 Mengatur posisi ibu dalam membimbing mengedan dapat dipilih posisi berikut : posisi

12

Tanda-tanda kala II yaitu ibu merasakan ingin meneran bersamaan

dengan terjadinya kontraksi, ibu merasakan adanya peningkatan

tekanan pada rektum dan atau vaginanya, perineum menonjol, vulva

dan vagina dan spinter ani terbuka, meningkatnya pengeluaran lendir

bercampur darah.

2.1.6 Patofisiologi Kala II Lama

Distosia ditandai dengan kemajuan persalinan yang lambat. Keadaaan

ini sebagai akibat empat abnormalitas yang berbeda yang dapat

ditemukan secara tunggal maupun kombinasi. Salah satunya

abnormalitas pada tenaga ekspulsi yaitu uterus tidak cukup kuat untuk

mengahasilkan penipisan dan dilatasi serviks (disfungsi uterus) atau

upaya otot volunteer yang tidak memadai pada kala II dan juga

disebabkan karena kekuatan mengejan yang kurang kuat dan kurang

efektif (Ujiningtyas, 2009 ; 25)

Karena keabnormalan tersebut dapat mengakibatkan kemacetan pada

penurunan. Sebagian besar wanita tidak dapat menahan keinginan

untuk mengejan setiap kali timbul his, dengan menarik nafas dalam,

menutup glottis dengan mengkontraksikan otot-otot abdomen berkali-

kali dengan sepenuh tenaga untuk menimbulkan peningkatan tekanan

intra abdomen yang besar selama berlangsungnya kontraksi uterus.

Pada kala II kadang tenaga ekspulsi tidak cukup kuat sehingga dapat

menyebabkan pemanjangan pada kala II (Ujiningtyas, 2009 ; 26)

2.1.7 Dampak Kala II lama

Dampak kala II lama adalah sebagai berikut (Wiknjosastro, 2013 ;

116) :

2.1.7.1 Bahaya bagi ibu

Partus lama menimbulkan efek berbahaya baik terhadap ibu

maupun anak. Beratnya cedera meningkat dengan semakin

lamanya proses persalinan, resiko tersebut naik dengan cepat

setelah waktu 24 jam. Terdapat kenaikan pada insidensi

Page 4: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persalinan Kala II lamaeprints.umbjm.ac.id/561/4/4. BAB 2.pdf2.1.8.5 Mengatur posisi ibu dalam membimbing mengedan dapat dipilih posisi berikut : posisi

13

atonia uteri, laserasi, perdarahan, infeksi, kelelahan ibu dan

shock. Angka kelahiran dengan tindakan yang tinggi semakin

memperburuk bahaya bagi ibu.

2.1.7.2 Bahaya bagi janin

Semakin lama persalinan, semakin tinggi morbiditas serta

mortalitas janin dan semakin sering terjadi keadaan berikut

ini :

a. Asfiksia akibat partus lama itu sendiri

b. Trauma cerebri yang disebabkan oleh penekanan pada

kepala janin

c. Cedera akibat tindakan ekstraksi dan rotasi dengan

forceps yang sulit

d. Pecahnya ketuban lama sebelum kelahiran. Keadaan ini

mengakibatkan terinfeksinya cairan ketuban dan

selanjutnya dapat membawa infeksi paru-paru serta

infeksi sistemik pada janin.

Sekalipun tidak terdapat kerusakan yang nyata, bayi-bayi pada partus

lama memerlukan perawatan khusus. Sementara pertus lama tipe

apapun membawa akibat yang buruk bayi anak, bahaya tersebut lebih

besar lagi apalagi kemajuan persalinan pernah berhenti. Sebagian

dokter beranggapan sekalipun partus lama meningkatkan resiko pada

anak selama persalinan, namun pengaruhnya terhadap perkembangan

bayi selanjutnya hanya sedikit. Sebagian lagi menyatakan bahwa bayi

yang dilahirkan melalui proses persalinan yang panjang ternyata

mengalami defisiensi intelektual sehingga berbeda jelas dengan bayi-

bayi yang lahir setelah persalinan normal

2.1.8 Penanganan kala II lama

2.1.8.1 Memberikan dukungan terus menerus kepada ibu dengan cara

: mendampingi ibu agar merasa nyaman, menawarkan

minum, mengipasi, dan memijat ibu.

Page 5: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persalinan Kala II lamaeprints.umbjm.ac.id/561/4/4. BAB 2.pdf2.1.8.5 Mengatur posisi ibu dalam membimbing mengedan dapat dipilih posisi berikut : posisi

14

2.1.8.2 Menjaga kebersihan diri meliputi : ibu tetap dijaga

kebersihan agar terhindar dari infeksi, jika ada darah lendir

atau cairan ketuban segera dibersihkan.

2.1.8.3 Masase untuk menambah kenyamanan bagi ibu.

2.1.8.4 Memberikan dukungan mental untuk mengurangi kecemasan

atau ketakutan ibu dengan cara : menjaga privasi ibu,

penjelasan tentang prosedur dan kemajuan persalinan,

penjelasan tentang prosedur yang akan dilakukan dan

keterlibatan ibu.

2.1.8.5 Mengatur posisi ibu dalam membimbing mengedan dapat

dipilih posisi berikut : posisi jongkok., menungging, tidur

miring, setengah duduk Menjaga kandung kemih tetap

kosong, ibu dianjurkan berkemih sesering mungkin.

2.1.8.6 Memberikan cukup minum : memberi tenaga dan mencegah

dehidrasi (Prawirohardjo, 2002) dalam Ernawati (2013).

Upaya mengejan ibu menambah resiko pada bayi karena mengurangi

jumlah oksigen keplasenta. Mengejan dan menahan nafas yang terlalu

lama tidak dianjurkan. Perhatikan DJJ, bradikardi yang lama mungkin

terjadi akibat lilitan tali pusat. Untuk penanganan awal berikan

Oksitosin Drip. Bila pemberian oksitosin drip tidak ada kemajuan

dalam satu jam, maka :

2.1.9.1 Lahirkan dengan bantuan vakum atau vorcep bila persyaratan

dipenuhi

2.1.9.2 Lahirkan dengan SC bila persyaratan vacuum atau forcep

tidak dipenuhi

Menurut Mochtar (2008 : 386) menyebutkan bahwa dilakukan

perawatan pendahuluan (Penisilin prokain : 1 juta IU IM, Streptomisin

1 gram IM, Infuse cairan : Larutan garam fisiologis dan atau Larutan

glukosa 5-10% pada jam pertama : satu liter / jam, Istirahat 1 jam

Page 6: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persalinan Kala II lamaeprints.umbjm.ac.id/561/4/4. BAB 2.pdf2.1.8.5 Mengatur posisi ibu dalam membimbing mengedan dapat dipilih posisi berikut : posisi

15

untuk observasi, kecuali bila keadaan mengharuskan untuk bertindak.

Pertolongan (Dapat dilakukan partus spontan, ekstraksi vacuum,

ekstrasi forcep, SC, embriotomi bila janin meninggal)

2.1.10 Komplikasi kala II lama

Komplikasi pada kala II lama adalah sebagai berikut (Ujiningtyas,

2009 ; 28) :

2.1.10.1 Ibu tampak kelelahan (kekurangan cairan, nadi dan suhu

meningkat)

2.1.10.2 Persalinan disertai infeksi (suhu meningkat, bagian bawah

rahim terasa sakit dan tegang)

2.1.10.3 Bagian terendah janin terfiksasi

2.1.10.4 Pada pemeriksaan liang senggama dapat dijumpai bagian

terendah janin terfiksasi, sudah terasa edema dan disertai

kaput.

2.2 Primipara

Primipara adalah wanita yang pernah melahirkan bayi hidup untuk pertama

kalinya (Mochtar, 2008 ; 92). Sedangkan menurut Prawirohardjo (2009 ; 121)

primipara adalah wanita yang telah melahirkan seorang anak, yang cukup

besar untuk hidup di dunia luar matur atau prematur. Jadi dapat disimpulkan

primipara adalah wanita yang melahirkan bayi untuk pertama kalinya.

2.3 Asfiksia Neonatorum

2.3.1 Pengertian

Asfiksia pada bayi baru lahir (BBL) menurut IDAI (Ikatatan Dokter

Anak Indonesia) adalah kegagalan nafas secara spontan dan teratur

pada saat lahir atau beberapa saat setelah lahir (Prambudi, 2013 ; 110).

Menurut AAP asfiksia adalah suatu keadaan yang disebabkan oleh

kurangnya O2 pada udara respirasi, yang ditandai dengan Asidosis

(pH <7,0) pada darah arteri umbilikalis, Nilai APGAR setelah menit

Page 7: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persalinan Kala II lamaeprints.umbjm.ac.id/561/4/4. BAB 2.pdf2.1.8.5 Mengatur posisi ibu dalam membimbing mengedan dapat dipilih posisi berikut : posisi

16

ke-5 tetap 0-3 dan Menifestasi neurologis (kejang, hipotoni, koma

atau hipoksik iskemia ensefalopati) serta Gangguan multiorgan sistem

(Prambudi, 2013 ; 110).

Keadaan ini disertai dengan hipoksia, hiperkapnia dan berakhir

dengan asidosis. Hipoksia yang terdapat pada penderita asfiksia

merupakan faktor terpenting yang dapat menghambat adaptasi bayi

baru lahir (BBL) terhadap kehidupan uterin (Berhman, Kliegman &

Arvin, 2006 ; 581).

Asfiksia berarti hipoksia yang progresif, penimbunan CO2 dan

asidosis. Bila proses ini berlangsung terlalu jauh dapat mengakibatkan

kerusakan otak atau kematian. Asfiksia juga dapat mempengaruhi

fungsi organ vital lainnya. Pada bayi yang mengalami kekurangan

oksigen akan terjadi pernapasan yang cepat dalam periode yang

singkat. Apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan berhenti,

denyut jantung juga mulai menurun, sedangkan tonus neuromuscular

berkurang secara berangsurangsur dan bayi memasuki periode apnea

yang dikenal sebagai apnea primer. Perlu diketahui bahwa kondisi

pernafasan megap-megap dan tonus otot yang turun juga dapat terjadi

akibat obat-obat yang diberikan kepada ibunya. Biasanya pemberian

perangsangan dan oksigen selama periode apnea primer dapat

merangsang terjadinya pernafasan spontan. Apabila asfiksia berlanjut,

bayi akan menunjukkan pernafasan megap-megap yang dalam, denyut

jantung terus menurun, tekanan darah bayi juga mulai menurun dan

bayi akan terlihat lemas (flaccid). Pernafasan makin lama makin

lemah sampai bayi memasuki periode apnea yang disebut apnea

sekunder (Berhman, Kliegman & Arvin, 2006 ; 582).

Asfiksia adalah keadaan bayi tidak bernafas secara spontan dan teratur

segera setelah lahir. Seringkali bayi yang sebelumnya mengalami

gawat janin akan mengalami asfiksia sesudah persalinan. Masalah ini

Page 8: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persalinan Kala II lamaeprints.umbjm.ac.id/561/4/4. BAB 2.pdf2.1.8.5 Mengatur posisi ibu dalam membimbing mengedan dapat dipilih posisi berikut : posisi

17

mungkin berkaitan dengan keadaan ibu, tali pusat, atau masalah pada

bayi selama atau sesudah persalinan (Depkes RI, 2009 dalam

Prambudi, 2013 ; 112).

Dengan demikian asfiksia adalah keadaan dimana bayi tidak dapat

segera bernapas secara spontan dan teratur. Bayi dengan riwayat

gawat janin sebelum lahir, umumnya akan mengalami asfiksia pada

saat dilahirkan. Masalah ini erat hubungannya dengan gangguan

kesehatan ibu hamil, kelainan tali pusat, atau masalah yang

mempengarui kesejahteraan bayi selama atau sesudah persalinan.

2.3.2 Klasifikasi Asfiksia

Berdasarkan nilai APGAR (Appearance, Pulse, Grimace, Activity,

Respiration) asfiksia diklasifikasikan menjadi 4 (Prambudi, 2013 ;

39), yaitu:

2.3.2.1 Asfiksia berat dengan nilai APGAR 0-3

2.3.2.2 Asfiksia ringan sedang dengan nilai APGAR 4-6

2.3.2.3 Bayi normal atau sedikit asfiksia dengan nilai APGAR 7-9

2.3.2.4 Bayi normal dengan nilai APGAR 10

Tabel 2.1 Nilai APGAR

Nilai 0 1 2

Nafas Tidak ada Tidak teratur Teratur

Denyut

Jantung

Tidak ada < 100 >100

Warna Kulit Biru atau pucat Tubuh merah

jambu dan

kaki, tangan

biru

Merah Jambu

Gerakan Otot Tidak ada Sedikit fleksi Fleksi

Refleks

(menangis)

Tidak ada Lemah/lambat Kuat

2.3.3 Etiologi dan Faktor Resiko

Beberapa kondisi tertentu pada ibu hamil dapat menyebabkan

gangguan sirkulasi darah uteroplasenter sehingga pasokan oksigen ke

Page 9: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persalinan Kala II lamaeprints.umbjm.ac.id/561/4/4. BAB 2.pdf2.1.8.5 Mengatur posisi ibu dalam membimbing mengedan dapat dipilih posisi berikut : posisi

18

bayi menjadi berkurang yang mengakibatkan hipoksia bayi di dalam

rahim dan dapat berlanjut menjadi asfiksia bayi baru lahir. Beberapa

faktor tertentu diketahui dapat menjadi penyebab terjadinya asfiksia

pada bayi baru lahir, diantaranya adalah (Gomella, 2009) dalam

Maharani (2015 ; 5)

2.3.3.1 Faktor Ibu

a. Pre-eklampsi dan eklampsi

b. Pendarahan abnormal (plasenta previa atau solusio

plasenta)

c. Kehamilan Lewat Waktu (sesudah 42 minggu

kehamilan)

d. Partus lama (rigid serviks dan atonia/ insersi uteri).

e. Ruptur uteri yang memberat, kontraksi uterus yang terus-

menerus mengganggu sirkulasi darah ke plasenta.

f. Perdarahan banyak: plasenta previa dan solutio plasenta

(Gomella, 2009) dalam Maharani (2015 ; 4)

2.3.3.2 Faktor Tali Pusat

a. Lilitan tali pusat

b. Tali pusat pendek

c. Simpul tali pusat

d. Prolapsus tali pusat (Gomella, 2009) dalam Maharani

(2015 ; 4)

2.3.3.3 Faktor Bayi

a. Bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan)

b. Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar,

distosia bahu, ekstraksi vakum, ekstraksi forsep)

c. Kelainan bawaan (kongenital)

d. Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan)

(Gomella, 2009) dalam Maharani (2015 ; 4)

Page 10: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persalinan Kala II lamaeprints.umbjm.ac.id/561/4/4. BAB 2.pdf2.1.8.5 Mengatur posisi ibu dalam membimbing mengedan dapat dipilih posisi berikut : posisi

19

2.3.4 Patofisiologi

Menurut Wiknjosastro (2013 ; 65), gangguan suplai darah

teroksigenasi melalui vena umbilical dapat terjadi pada saat

antepartum, intrapartum, dan pascapartum saat tali pusat dipotong.

Hal ini diikuti oleh serangkaian kejadian yang dapat diperkirakan

ketika asfiksia bertambah berat.

2.3.4.1 Awalnya hanya ada sedikit nafas. Sedikit nafas ini

dimaksudkan untuk mengembangkan paru, tetapi bila paru

mengembang saat kepala dijalan lahir atau bila paru tidak

mengembang karena suatu hal, aktivitas singkat ini akan

diikuti oleh henti nafas komplit yang disebut apnea primer.

2.3.4.2 Setelah waktu singkat-lama asfiksia tidak dikaji dalam situasi

klinis karena dilakukan tindakan resusitasi yang sesuai –

usaha bernafas otomatis dimulai. Hal ini hanya akan

membantu dalam waktu singkat, kemudian jika paru tidak

mengembang, secara bertahap terjadi penurunan kekuatan

dan frekuensi pernafasan. Selanjutnya bayi akan memasuki

periode apnea terminal. Kecuali jika dilakukan resusitasi

yang tepat, pemulihan dari keadaan terminal ini tidak akan

terjadi

2.3.4.3 Frekuensi jantung menurun selama apnea primer dan

akhirnya turun di bawah 100 kali/menit. Frekuensi jantung

mungkin sedikit meningkat saat bayi bernafas terengah-engah

tetapi bersama dengan menurun dan hentinya nafas terengah-

engah bayi, frekuensi jantung terus berkurang. Keadaan

asam-basa semakin memburuk, metabolisme selular gagal,

jantungpun berhenti. Keadaan ini akan terjadi dalam waktu

cukup lama.

2.3.4.4 Selama apnea primer, tekanan darah meningkat bersama

dengan pelepasan ketokolamin dan zat kimia stress lainnya.

Walupun demikian, tekanan darah yang terkait erat dengan

Page 11: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persalinan Kala II lamaeprints.umbjm.ac.id/561/4/4. BAB 2.pdf2.1.8.5 Mengatur posisi ibu dalam membimbing mengedan dapat dipilih posisi berikut : posisi

20

frekuensi jantung, mengalami penurunan tajam selama apnea

terminal.

2.3.4.5 Terjadi penurunan pH yang hamper linier sejak awitan

asfiksia. Apnea primer dan apnea terminal mungkin tidak

selalu dapat dibedakan. Pada umumnya bradikardi berat dan

kondisi syok memburuk apnea terminal.

Menurut Prambudi (2013; 172) yang menyatakan bahwa pernafasan

spontan BBL tergantung pada kondisi janin pada masa kehamilan dan

persalinan. Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan

O2 selama kehamilan atau persalinan akan terjadi asfiksia yang lebih

berat. Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi sel tubuh dan bila tidak

teratasi akan menyebabkan kematian asfiksia yang terjadi dimulai

suatu periode apnu disertai dengan penurunan frekuensi. Pada

penderita asfiksia berat, usaha bernafas tidak tampak dan bayi

selanjutnya berada dalam periode apnue kedua. Pada tingkat ini terjadi

bradikardi dan penurunan TD.

2.3.5 Manifestasi Klinik

Menurut Depkes (2007) dalam Prambudi (2013 ; 119), asfiksia

biasanya merupakan akibat hipoksia janin yang menimbulkan tanda-

tanda klinis pada janin atau bayi berikut ini :

2.3.5.1 DJJ lebih dari 100x/menit atau kurang dari 100x/menit tidak

teratur

2.3.5.2 Mekonium dalam air ketuban pada janin letak kepala

2.3.5.3 Tonus otot buruk karena kekurangan oksigen pada otak, otot,

dan organ lain

2.3.5.4 Depresi pernafasan karena otak kekurangan oksigen

2.3.5.5 Bradikardi (penurunan frekuensi jantung) karena kekurangan

oksigen pada otot-otot jantung atau sel-sel otak

Page 12: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persalinan Kala II lamaeprints.umbjm.ac.id/561/4/4. BAB 2.pdf2.1.8.5 Mengatur posisi ibu dalam membimbing mengedan dapat dipilih posisi berikut : posisi

21

2.3.5.6 Tekanan darah rendah karena kekurangan oksigen pada otot

jantung kehilangan darah atau kekurangan aliran darah yang

kembali ke plasenta sebelum dan selama proses persalinan

2.3.5.7 Takipnu (pernafasan cepat) karena kegagalan absorbsi cairan

paru-paru atau nafas tidak teratur/megap-megap

2.3.5.8 Sianosis (warna kebiruan) karena kekurangan oksigen

didalam darah

2.3.5.9 Penurunan terhadap spinkters

2.3.5.10 Pucat

2.3.6 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan secara umum pada bayi baru lahir dengan asfiksia

menurut Wiknjosastro (2013 ; 69) adalah sebagai berikut:

2.3.6.1 Pengawasan suhu

Bayi baru lahir secara relatif kehilangan panas yang diikuti

oleh penurunan suhu tubuh, sehingga dapat mempertinggi

metabolisme sel jaringan sehingga kebutuhan oksigen

meningkat, perlu diperhatikan untuk menjaga kehangatan

suhu bayi baru lahir dengan:

a. Mengeringkan bayi dari cairan ketuban dan lemak.

b. Menggunakan sinar lampu untuk pemanasan luar.

c. Bungkus bayi dengan kain kering.

2.3.6.2 Pembersihan jalan nafas

Saluran nafas bagian atas segera dibersihkan dari lendir dan

cairan amnion, kepala bayi harus posisi lebih rendah sehingga

memudahkan keluarnya lendir.

2.3.6.3 Rangsangan untuk menimbulkan pernafasan

Rangsangan nyeri pada bayi dapat ditimbulkan dengan

memukul kedua telapak kaki bayi, menekan tendon achilles

atau memberikan suntikan vitamin K. Hal ini berfungsi

memperbaiki ventilasi.

Page 13: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persalinan Kala II lamaeprints.umbjm.ac.id/561/4/4. BAB 2.pdf2.1.8.5 Mengatur posisi ibu dalam membimbing mengedan dapat dipilih posisi berikut : posisi

22

Menurut Wong (2014 : 321), Cara pelaksanaan resusitasi

sesuai tingkatan asfiksia, antara lain:

a. Asfiksi Ringan (Apgar score 7-10)

Caranya:

1) Bayi dibungkus dengan kain hangat

2) Bersihkan jalan napas dengan menghisap lendir pada

hidung kemudian mulut

3) Bersihkan badan dan tali pusat.

4) Lakukan observasi tanda vital dan apgar score dan

masukan ke dalam inkubator.

b. Asfiksia sedang (Apgar score 4-6)

Caranya:

1) Bersihkan jalan napas.

2) Berikan oksigen 2 liter per menit.

3) Rangsang pernapasan dengan menepuk telapak kaki

apabila belu ada reaksi,

4) bantu pernapasan dengan melalui masker

(ambubag).

5) Bila bayi sudah mulai bernapas tetapi masih sianosis

berikan natrium bikarbonat 7,5%sebanyak 6cc.

Dextrosa 40% sebanyak 4cc disuntikan melalui vena

umbilikus secara perlahan-lahan, untuk mencegah

tekanan intra kranial meningkat.

c. Asfiksia berat (Apgar skor 0-3)

Caranya:

1) Bersihkan jalan napas sambil pompa melalui

ambubag.

2) Berikan oksigen 4-5 liter per menit.

3) Bila tidak berhasil lakukan ETT.

4) Bersihkan jalan napas melalui ETT.

Page 14: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persalinan Kala II lamaeprints.umbjm.ac.id/561/4/4. BAB 2.pdf2.1.8.5 Mengatur posisi ibu dalam membimbing mengedan dapat dipilih posisi berikut : posisi

23

5) Apabila bayi sudah mulai benapas tetapi masih

sianosis berikan natrium bikarbonat 7,5% sebanyak

6cc. Dextrosa 40% sebanyak 4cc

2.3.7 Pencegahan

2.3.7.1 Pencegahan secara umum

Pencegahan terhadap asfiksia neonatorum adalah dengan

menghilangkan atau meminimalkan faktor risiko penyebab

asfiksia. Derajat kesehatan wanita, khususnya ibu hamil harus

baik. Komplikasi saat kehamilan, persalinan dan melahirkan

harus dihindari. Upaya peningkatan derajat kesehatan ini

tidak mungkin dilakukan dengan satu intervensi saja karena

penyebab rendahnya derajat kesehatan wanita adalah akibat

banyak faktor seperti kemiskinan, pendidikan yang rendah,

kepercayaan, adat istiadat dan lain sebagainya. Untuk itu

dibutuhkan kerjasama banyak pihak dan lintas sektoral yang

saling terkait (Wong, 2014 : 322)

2.3.7.2 Pencegahan saat persalinan

Pengawasan bayi yang seksama sewaktu memimpin partus

adalah penting, juga kerja sama yang baik dengan Bagian

Ilmu Kesehatan Anak. Yang harus diperhatikan :

a. Hindari forceps tinggi, versi dan ekstraksi pada panggul

sempit, sertapemberian pituitarin dalam dosis tinggi.

b. Bila ibu anemis, perbaiki keadaan ini dan bila ada

perdarahan berikan oksigen dan darah segar.

c. Jangan berikan obat bius pada waktu yang tidak tepat,

dan jangan menunggu lama pada kala II (Wong, 2014 :

322)

Page 15: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persalinan Kala II lamaeprints.umbjm.ac.id/561/4/4. BAB 2.pdf2.1.8.5 Mengatur posisi ibu dalam membimbing mengedan dapat dipilih posisi berikut : posisi

24

2.4 Pre Eklamsi

2.4.1 Pengertian

Preeklampsia adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan

edema akibat kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera

setelah persalinan. (Mansjoer, 2001)

Preeclampsia adalah sekumpulan gejala yang timbul pada wanita

hamil, bersalin dan nifas yang terdiri dari hipertensi, edema, dan

proteinuria tetapi tidak menunjukkan tanda-tanda kelainan vaskuler

atau hipertensi sebelumnya, sedangkan gejalanya biasanya muncul

setelah kehamilan berumur 28 minggu atau lebih (Rustam Muctar,

1998). Tidak berbeda dengan definisi Rustam, Manuaba (1998)

mendefinisikan bahwa preeclampsia (toksemia gravidarum) adalah

tekanan darah tinggi yang disertai dengan proteinuria (protein dalam

air kemih) atau edema (penimbunan cairan), yang terjadi pada

kehamilan 20 minggu sampai akhir minggu pertama setelah

persalinan. (Sukarni K., 2013)

Eklampsia adalah kelainan akut pada wanita hamil, dalam persalinan

atau masa nifas yang ditandai dengan timbulnya kejang (bukan timbul

akibat kelainan neurologic) dan/ atau koma dimana sebelumnya sudah

menunjukkan gejala-gejala pre eklampsia. (Rahmawati, 2011)

Eklampsia adalah preeclampsia yang disertai kejang dan/atau koma

yang timbul bukan akibat kelainan neurologi. (Mansjoer, 2001)

2.4.2 Penyebab

Penyebab preeclampsia sampai sekarang belum diketahui. Tetapi ada

teori yang dapat menjelaskan tentang penyebab preeclampsia, yaitu:

bertambahnya frekuensi pada primigraviditas, kehamilan ganda,

hidramnion, dan mola hidatidosa. Bertambahnya frekuensi yang

makin tuanya kehamilan. Dapat terjadinya perbaikan keadaan

Page 16: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persalinan Kala II lamaeprints.umbjm.ac.id/561/4/4. BAB 2.pdf2.1.8.5 Mengatur posisi ibu dalam membimbing mengedan dapat dipilih posisi berikut : posisi

25

penderita dengan kematian janin dalam uterus. Timbulnya hipertensi,

edema, proteinuria, kejang dan koma.

Beberapa teori yang mengatakan bahwa perkiraan etiologi dari

kelainan tersebut sehingga kelainan ini sering dikenal sebagai the

diseases of theory. Adapun teori-teori tersebut antara lain: Peran

Prostasiklin dan Tromboksan.

2.4.2.1 Peran factor imunologis. Beberapa studi juga mendapatkan

adanya aktivasi system komplemen pada pre-

eklampsi/eklampsia.

2.4.2.2 Peran factor genetic/familial. Terdapatnya kecenderungan

meningkatnya frekuensi preeklampsi/eklampsi pada anak-

anak dari ibu yang menderita preeklampsi/eklampsi.

Kecenderungan meningkatnya frekuensi preeklampsi /

eklampsia dan anak dan cucu ibu hamil dengan riwayat pre-

eklampsi/eklampsia dan bukan pada ipar mereka. Peran

renin-angiotensin-aldosteron system (RAAS).

2.4.2.3 Factor Predisposisi

a. Mola hidatidosa

b. Diabetes mellitus

c. Kehamilan ganda

d. Hidrops fetalis

e. Obesitas

f. Umur yang lebih dari 35 tahun (Sukarni K., 2013)

2.4.3 Klasifikasi

Dibagi menjadi 2 golongan, yaitu sebagai berikut:

2.4.3.1 Preeklampsia Ringan, bila disertai keadaan sebagai berikut:

Tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih yang diukur pada

posisi berbaring terlentang; atau kenaikan diastolic 15 mmHg

atau lebih; atau kenaikan sistolik 30 mmHg atau lebih. Cara

pengukuran sekurang-kurangnya pada 2 kali pemeriksaan

Page 17: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persalinan Kala II lamaeprints.umbjm.ac.id/561/4/4. BAB 2.pdf2.1.8.5 Mengatur posisi ibu dalam membimbing mengedan dapat dipilih posisi berikut : posisi

26

dengan jarak periksa 1 jam, sebaiknya 6 jam. Edema umum,

kaki, jari tangan, dan muka; atau kenaikan berat 1 kg atau

lebih per minggu. Proteinuria kwantatif 0,3 gr atau lebih per

liter, kwalitatif 1 + atau 2 + pada urin kateter atau midstream.

2.4.3.2 Preeklampsia Berat

Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih. Proteinuria 5 gr

atau lebih per liter. Oliguria, yaitu jumlah urin kurang dari

500 cc per 24 jam. Adanya gangguan serebral, gangguan

visusm dan rasa nyeri pada epigastrium. Terdpat edema paru

dan sianosis

2.4.4 Tanda dan gejala

Diagnosis preeclampsia ditegakkan berdasarkan adanya dua dari tiga

gejala, yaitu penambahan berat badan yang berlebihan, edema,

hipertensi, dan proteinuria. Penambahan berat badan yang berlebihan

bila terjadi kenaikan 1 kg seminggu beberapa kali. Edema terlihat

sebagai peningkatan berat badan, pembengkakan kaki, jari tangan, dan

muka. Tekanan darah ≥ 140/90 mmHg atau tekanan sistolik

meningkat > 30 mmHg atau tekanan diastolic > 15 mmHg yang

diukur setelah pasien beristirahat selama 30 menit. Tekanan diastolic

pada trimester kedua yang lebih dari 85 mmHg patut dicurigai sebagai

bakat preeclampsia. Proteinuria bila terdapat protein sebanyak 0,3 g/l

dalam air kencing 24 jam atau pemeriksaan kulalitatif menunjukkan

+1 atau 2; atau kadar protein ≥ 1 g/l dalam urin yang dikeluarkan

dengan kateter atau urin porsi tengah, diambil minimal 2 kali dengan

jarak waktu 6 jam. Disebut preeclampsia berat bila ditemukan gejala

berikut:

a. Tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg atau diastolic ≥ 110 mmHg.

b. Proteinuria + ≥ 5 g/24 jam atau ≥ 3 pada tes celup.

c. Oliguria (< 40 ml dalam 24 jam).

d. Sakit kepala hebat atau gangguan penglihatan.

e. Nyeri epigastrium dan ikterus.

Page 18: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persalinan Kala II lamaeprints.umbjm.ac.id/561/4/4. BAB 2.pdf2.1.8.5 Mengatur posisi ibu dalam membimbing mengedan dapat dipilih posisi berikut : posisi

27

f. Edema paru atau sianosis.

g. Trombositopenia.

h. Pertumbuhan janin terhambat

2.4.5 Penatalaksanaan

2.4.5.1 Pre Eklamsi Ringan

Secara klinis, pastikan usia kehamilan, kematangan serviks

dan kemungkinan pertumbuhan janin terhambat. Pasien rawat

jalan, anjurkan istirahat baring 2 jam siang hari dan tidur > 8

jam malam hari. Bila susah tidur dapat diberikan fenobarbital

1 – 2 x 30 mg atau asetosal 1 x 80 mg. dapat juga diberikan

asetosal 1 x 80 mg. Kunjungan ulang 1 minggu kemudian

untuk menilai perkembangan kehamilan dan kesejahteraan

janin, apakah ada perburukan keluhan subyektif, peningkatan

berat badan berlebihan, kenaikan tekanan darah, dan

melakukan pemeriksaan penunjang sesuai kebutuhan,

terutama protein urin.

Rawat pasien bila tidak ada perbaikan dalam 2 minggu rawat

jalan, berat badan meningkat berlebihan (> 1 kg/minggu

selama 2 kali berturut-turut) atau tampak tanda-tanda

preeclampsia berat. Berikan obat antihipertensi metildopa 3 x

125 mg (dapat ditingkatkan sampai dosis maksimal 1500

mg), nifedipin 3 – 8 x 15 – 10 mg atau Adalat Retard® 2 – 3

x 20 mg atau pindolol 1- 3 x 5 mg (dosis maksimal 30 mg).

Tidak perlu diberikan diet rendah garam dan jangan diberikan

diuretik.

Bila keadaan ibu membaik dan tekanan darah dapat

dipertahankan 140 – 150/90 – 110 mmHg, tunggu persalinan

sampai aterm sehingga ibu dapat berobat jalan dan anjurkan

memeriksakan diri tiap minggu. Kurangi dosis obat hingga

Page 19: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persalinan Kala II lamaeprints.umbjm.ac.id/561/4/4. BAB 2.pdf2.1.8.5 Mengatur posisi ibu dalam membimbing mengedan dapat dipilih posisi berikut : posisi

28

tercapai dosis optimal. Bila tekanan darah sulit dikendalikan,

berikan kombinasi obat. Tekanan darah tidak boleh lebih

rendah dari 120/80 mmHg.

Tunggu pengakhiran kehamilan sampai 40 minggu, kecuali

terdapat pertumbuhan janin terhambat, kelainan fungsi

hepar/ginjal dan peningkatan proteinuria (± 3). Pada

kehamilan > 37 minggu dengan serviks matang, lakukan

induksi persalinan (spontan atau dipercepat dengan bantuan

ekstraksi).

2.4.5.2 Pre eklamsi Berat

Upaya pengobatan ditujukan untuk mencegah kejang,

memulihkan organ vital pada keadaan normal, dan

melahirkan bayi dengan trauma sekecil-kecilnya pada ibu dan

bayi.

Segera rawat pasien di rumah sakit. Berikan MgSO4 dalam

infuse dekstrosa 5% dengan kecepatan 15-20 tetes per menit.

Dosis awal MgSO4 2 g intravena dalam 10 menit selanjutnya

2 g/jam dalam drip infuse sampai tekanan darah stabil (140-

50/90-110 mmHg). Ini diberikan sampai 24 jam

pascapersalinan atau hentikan bila 6 jam pascapersalinan ada

perbaikan nyata ataupun tampak tanda-tanda intoksikasi.

Syarat pemberian MgSdO4 adalah reflex patella kuat,

frekuensi pernapasan > 16 kali per menit, dan dieresis > 100

cc dalam 4 jam sebelumnya (0,5 ml/kg BB/jam). Harus

tersedia antidote MgSO4 yaitu kalsium glukonas 10% yang

dapat segera diberikan secara intravena dalam 3 menit.

Selama pemberian MgSO4, perhatikan tekanan darah, suhu,

perasaan panas, serta wajah merah.

Page 20: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persalinan Kala II lamaeprints.umbjm.ac.id/561/4/4. BAB 2.pdf2.1.8.5 Mengatur posisi ibu dalam membimbing mengedan dapat dipilih posisi berikut : posisi

29

Berikan nifedipin 3-4 x 10 mg oral. Bila pada jam ke-4

tekanan diastolic belum turun sampai 20%, berikan tambahan

10 mg oral (dosis maksimum 80 mg/hari). Bila tekanan

diastolic meningkat ≥ 110 mmHg, berikan tambahan

sublingual. Tujuannya adalah penurunan tekanan darah 20%

dalam 6 jam, kemudian diharapkan menjadi stabil (140-

150/90-100 mmHg). Bila sulit dikendalikan, dapat

dikombinasi dengan pindolol.

Periksa tekanan darah, nadi dan pernapasan tiap jam. Pasang

kateter dan kantong urin. Ukur urin setiap 6 jam. Bila < 100

ml/4 jam, kurangi dosis MgSO4 menjadi 1 g/jam. Dilakukan

USG dan kardiotokografi (KTG). Pemeriksaan KTG diulangi

sekurang-kurangnya 2 kali/24 jam.

2.4.5.3 Eklamsi

Eklampsia harus ditangani di rumah sakit. Bila pasien

dirujuk, sebelumnya pasien perlu diberi pengobatan awal

untuk mengatasi kejang dan pemberian obat antihipertensi.

Berikan O2 4-6 l/menit, pasang infuse dekstrosa 5% 500 ml/6

jam dengan kecepatan 20 tetes per menist, pasang kateter

urin, pasang goedel atau spatel. Bahu diganjal kain setebal 5

cm agar leher defleksi sedikit. Posisi tempat tidur dibuat

sedikit fowler agar kepala tetap tinggi. Fleksi pasien secara

baik agar tidak jatuh.

Di rumah sakit, berikan MgSO4 intravena kemudian 2g/jam

dalam drip infuse dektrosa 5% untuk pemeliharaan sampai

kondisi atau tekanan darah stabil (140-150 mmHg). Bila

kondisi belum stabil, obat tetap diberikan. Bila timbul kejang,

berikan dosis tambahan MgSO4 2 g intravena sekurang-

kurangnya 20 menit setelah pemberian terakhir. Dosis

Page 21: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persalinan Kala II lamaeprints.umbjm.ac.id/561/4/4. BAB 2.pdf2.1.8.5 Mengatur posisi ibu dalam membimbing mengedan dapat dipilih posisi berikut : posisi

30

tambahan hanya dapat diberikan sekali saja. Bila masih tetap

kejang, berikan amobarbital 3-5 mg/kg BB intravena

perlahan atau fenobarbital 250 mg intramuscular atau

diazepam 10 mg intravena. Pada pasien koma, monitor

kesadaran dengan skala Glasgow. (Mansjoer, 2011)

2.5 Hubungan persalinan kala II lama dengan asfiksia pada bayi

Kala II adalah suatu masa dalam persalinan yang dimulai dari pembukaan

lengkap sampai kelahiran bayi. Pada permulaan kala II umumnya kepala janin

telah masuk dalam ruang panggul (Rustam 2007) dalam Maharani (2015 ; 4).

Partus lama yaitu persalinan yang berlangsung lebih dari 24 jam pada primi,

dan lebih dari 18 jam pada multi. Partus lama masih merupakan masalah di

Indonesia.

Persalinan pada primi biasanya lebih lama 5-6 jam pada multi. Bila persalinan

berlangsung lama, dapat menimbulkan komplikasi baik terhadap ibu maupun

pada bayi, dan dapat meningkatkan angka kematian ibu dan bayi. Penyebab

asfiksia dapat berasal dari faktor ibu, janin dan plasenta. Adanya hipoksia dan

iskemia jaringan menyebabkan perubahan fungsional dan biokimia pada janin

yang menyebabkan persalinan lama atau macet. Faktor ini yang berperan

pada kejadian asfiksia. Beberapa kondisi tertentu pada ibu hamil dapat

menyebabkan gangguan sirkulasi darah uteroplasenter sehingga pasokan

oksigen ke bayi menjadi berkurang (Maharani, 2015 ; 4)

Hipoksia bayi di dalam rahim ditunjukkan dengan gawat janin yang dapat

berlanjut menjadi asfiksia bayi baru lahir. Pernafasan spontan bayi baru lahir

tergantung pada kondisi janin pada masa kehamilan dan persalinan. Bila

terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan O2 selama kehamilan

atau persalinan akan terjadi asfiksia yang lebih berat, selama . Keadaan ini

akan mempengaruhi fungsi sel tubuh dan bila tidak teratasi akan

menyebabkan kematian asfiksia yang terjadi dimulai suatu periode apnu

Page 22: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persalinan Kala II lamaeprints.umbjm.ac.id/561/4/4. BAB 2.pdf2.1.8.5 Mengatur posisi ibu dalam membimbing mengedan dapat dipilih posisi berikut : posisi

31

disertai dengan penurunan frekuensi. Pada persalinan lama belum tentu

mengalami Asfiksi, selama tidak terjadi pertukaran gas dan bayi dapat

beradaptasi dengan lingkungan yang baru maka Asfiksia dapat di hindari

(Hendarso, 2014) dalam Maharani (2015 ; 6). Sedangkan dari faktor ibu yang

mempunyai riwayat preeklampsia berat cenderung akan melahirkan bayi yang

mengalami asfiksia.

Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan oleh Bobak (2004) dalam Maharani

(2015 ; 7), vasospasme siklik lebih lanjut menurunkan perfusi organ dengan

menghancurkan sel-sel darah merah, sehingga kapasitas oksigen maternal

menurun. Menurunnya oksigen maternal berarti terjadi hipoksia pada ibu,

menurut Towell (1996) dalam Hassan (2007) dalam Maharani (2015 ; 6),

hipoksia pada ibu akan menimbulkan hipoksia pada janin. Akibat lanjut dari

hipoksia pada janin adalah gangguan pertukaran gas antara oksigen dan

karbondioksida sehingga terjadi asfiksia pada bayi baru lahir.

Sedangkan menurut Ernawati (2013 ; 8) lama Persalinan Kala II merupakan

persalinan yang menyebabkan rongga dada, aliran darah menurun, curah

jantung menurun, tekanan darah menurun, dan aliran darah ke plasenta

menurun sehingga menyebabkan hipoksia pada janin. Bahaya Kala 2 lama

bagi janin adalah Kandungan O2 dalam darah arteri menurun dan aliran darah

ke jantung menurun, O2 yang tersedia untuk janin menurun menyebabkan

hipoksia janin. Sedangkan dalam penelitan Dyah (2013 ; 4) menyebutkan

terdapat beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada Lama Persalinan Kala

II antara lain: pada janin (Denyut jantung janin cepat/hebat/tidak teratur

bahkan negatif, air ketuban terdapat mekonium, kental kehijau-hijauan dan

berbau, Caput Succedeneum yang besar, Moulage kepala yang hebat, IUFD

(Intra Uterin Fetal Death), dan Asfiksia).

Hubungan kejadian persalinan lama kala II dengan asfiksia bayi baru lahir

karena adanya beberapa keadaan yang terjadi pada ibu yang mengalami

Page 23: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persalinan Kala II lamaeprints.umbjm.ac.id/561/4/4. BAB 2.pdf2.1.8.5 Mengatur posisi ibu dalam membimbing mengedan dapat dipilih posisi berikut : posisi

32

partus macet atau partus lama bisa menyebabkan kehabisan tenaga dan ibu

bisa dehidrasi serta terjadi perdarahan post partum yang dapat menyebabkan

asfiksia pada bayi dikarenakan aliran darah ibu melalui plasenta berkurang,

sehingga aliran oksigen ke janin berkurang Asfiksia termasuk faktor utama

dalam peningkatan mortalitas, mordibilitas pada neonatus, bayi dan anak serta

memberikan dampak jangka panjang terhadap kehidupan dimasa depan.

Penyebab kematian utama kematian bayi sendiri yaitu asfiksia dan komplikasi

pada bayi (Widodo, 2015) dalam Maharani (2015 ; 5).

Hal ini sesuai dengan pendapat Yuningsih bahwa lama persalinan kala II

merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya asfiksia pada bayi baru lahir

karena ibu bersalin dengan lama kala II berpeluang terhadap penurunan kadar

O2 sehingga mengganggu sirkulasi gas dan transport oksigen dari ibu ke

janin. Asfiksia yang terjadi pada bayi biasanya merupakan berkelanjutan dari

anoksia/hipoksia janin. Sedangkan menurut Prawirohardjo (2010) dalam

Maharani (2015 ; 5), pada lama persalinan kala II dengan his yang adekuat

namun tidak menunjukkan kemajuan pada pembukaan serviks dapat

mengakibatkan denyut jantung janin cepat/hebat/tidak teratur bahkan negatif.

Menurut penelitian Ardhiyanti (2016), ada beberapa faktor yang berhubungan

dengan persalinan kala II lama yaitu faktor usia ibu, usia ibu merupakan salah

satu faktor risiko yang berhubungan dengan kualitas kehamilan atau berkaitan

dengan kesiapan ibu dalam reproduksi. Pada ibu dengan usia kurang dari 20

tahun, perkembangan alat–alat reproduksi belum matang sehingga sering

timbul komplikasi persalinan, sedangkan pada ibu dengan usia lebih dari 35

tahun, mulai terjadi regresi sel–sel tubuh terutama endometrium sehingga

menyebabkan proses kehamilan dan persalinan menjadi berisiko. Paritas juga

berhubungan dengan kala II lama, ibu yang sering melahirkan memiliki risiko

mengalami komplikasi persalinan pada kehamilan berikutnya apabila tidak

memperhatikan kebutuhan gizi. Pada paritas lebih dari tiga, keadaan rahim

biasanya sudah lemah sehingga menimbulkan persalinan lama dan

Page 24: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persalinan Kala II lamaeprints.umbjm.ac.id/561/4/4. BAB 2.pdf2.1.8.5 Mengatur posisi ibu dalam membimbing mengedan dapat dipilih posisi berikut : posisi

33

pendarahan saat kehamilan. His juga berhungan dengan persalinan Kala II

lama, Kuat dan lemahnya his pada saat proses persalinan sangat berpengaruh

pada cepat atau lamanya suatu persalinan. Apabila pada saat proses persalinan

his lemah, maka dapat memperlambat proses persalinan.

Hal ditas didukung oleh penelitian Fathoni (2011) bahwa usia berhubungan

dengan tingkat kesakitan dan kematian perinatal. Usia dibawah 19 tahun dan

diatas 35 tahun memiliki resiko kesakitan dan kematian perinatal lebih besar

dari pada yang memiliki usia 20 tahun sampai 35 tahun. Persalinan primipara

lebih berisiko mengalami kala II lama hal ini terjadi karena pada primipara

ibu belum pernah merasakan persalinan sebelumnya sehingga kemungkinan

timbul takut dan kecemasan yang dapat mengganggu kelancaran persalinan.

Berat lahir janin berhubungan dengan terjadinya kala II lama, hal ini karena

semakin besar berat lahir maka angka morbiditas cenederung meningkat.

Page 25: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persalinan Kala II lamaeprints.umbjm.ac.id/561/4/4. BAB 2.pdf2.1.8.5 Mengatur posisi ibu dalam membimbing mengedan dapat dipilih posisi berikut : posisi

34

2.6 Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual adalah suatu hubungan atau kaitan antara konsep satu

terhadap konsep yang lainya dari masalah yang ingin diteliti. Kerangka

konsep ini gunanya untuk menghubungkan atau menjelaskan secara panjang

lebar tentang suatu topik yang akan dibahas (Hidayat, 2010 ; 74).

Keterangan :

= Diteliti

= Tidak diteliti

Skema 2.1. Kerangka Konseptual Penelitian

Variabel Dependen Variabel Independen

Kejadian

asfiksia

neonatorum

Faktor dari ibu

• Pre eklamsi dan eklamsi

• Perdarahan abnormal

• Kehamilan lewat bulan

• Ruptur uteri yang memberat

• Perdarahan banyak

• Persalinan Kala II lama

Faktor dari Bayi

• Bayi prematur

• Persalinan dengan tindakan

• Kelainan bawaan

• Air ketuban bercampur mekonium

Faktor dari Tali pusat

• Lilitan tali pusat

• Tali pusat memendek

• Simpul tali [usat

• Prolapsus tali pusat

Page 26: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persalinan Kala II lamaeprints.umbjm.ac.id/561/4/4. BAB 2.pdf2.1.8.5 Mengatur posisi ibu dalam membimbing mengedan dapat dipilih posisi berikut : posisi

35

2.7 Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah suatu jawaban sementara dari pertanyaan penelitian

(Notoatmodjo, 2010 ; 43). Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut “ada hubungan antara persalinan kala II lama pada primipara

dengan kejadian asfiksia neonatorum di Ruang Bayi RSUD Dr. Moch

Anshari Saleh Banjarmasin”.