bab 2. profil kabupaten kotasippa.ciptakarya.pu.go.id/sippa_online/ws_file... · rpijm 2015 –...

23
RPIJM 2015 – 2019 KOTA BITUNG 6 BAB 2. PROFIL KABUPATEN KOTA 2.1. Wilayah Administrasi i. Gambaran Administrasi Wilayah Kota Bitung terletak pada posisi geografis 1°23'23" - 1°35'39" LU dan 125°1'43" - 125°18'13" BT. Batas Wilayah kota Bitung adalah sebagai berikut: Sebelah Utara berbatasan dengan : Kecamatan Likupang (Kabupaten Minahasa Utara) dan Laut Maluku. Sebelah Selatan berbatasan dengan : Laut Maluku. Sebelah Barat berbatasan dengan : Kecamatan Kauditan (Kabupaten Minahasa Utara) Sebelah Timur berbatasan dengan : Laut Maluku. Berdasarkan letak geografi snya, Kota Bitung terletak di daratan pulau Sulawesi dan sebagian adalah daerah kepulauan yaitu Pulau Lembeh. Kota Bitung terdi ri dari 8 Kecamatan, 6 Kecamatan terletak di pulau Sulawesi yaitu Kecamatan Madidir, Matuari , Girian, Aertembaga, Maesa dan Ranowulu dan 2 Kecamatan terletak di Pulau Lembeh yaitu Lembeh Selatan dan Lembeh Utara. Kecamatan- kecamatan tersebut yaitu: 1. Kecamatan Madidir yang memiliki 8 kelurahan. 2. Kecamatan Matuari yang memiliki 8 kelurahan. 3. Kecamatan Girian yang memiliki 7 kelurahan. 4. Kecamatan Lembeh Selatan memiliki 7 kelurahan. 5. Kecamatan Lembeh Utara yang memiliki 10 kelurahan. 6. Kecamatan Aertembaga yang memiliki 10 kelurahan. 7. Kecamatan Maesa yang memiliki 8 kelurahan, dan 8. Kecamatan Ranowulu yang memiliki 11 kelurahan. Luas Wilayah Menurut Kecamatan di Kota Bitung (km2), 2015 Sumber : Kota Bitung Dalam Angka 2016

Upload: others

Post on 25-Aug-2020

9 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB 2. PROFIL KABUPATEN KOTAsippa.ciptakarya.pu.go.id/sippa_online/ws_file... · RPIJM 2015 – 2019 KOTA BITUNG 6 BAB 2. PROFIL KABUPATEN KOTA 2.1. Wilayah Administrasi i. Gambaran

RPIJM 2015 – 2019 KOTA BITUNG

6

BAB 2. PROFIL KABUPATEN KOTA

2.1. Wilayah Administrasi

i. Gambaran Administrasi Wilayah

Kota Bitung terletak pada posisi geografis 1°23'23" - 1°35'39" LU dan 125°1'43" -

125°18'13" BT. Batas Wilayah kota Bitung adalah sebagai berikut:

Sebelah Utara berbatasan dengan : Kecamatan Likupang (Kabupaten Minahasa

Utara) dan Laut Maluku.

Sebelah Selatan berbatasan dengan : Laut Maluku.

Sebelah Barat berbatasan dengan : Kecamatan Kauditan (Kabupaten Minahasa

Utara)

Sebelah Timur berbatasan dengan : Laut Maluku.

Berdasarkan letak geografi snya, Kota Bitung terletak di daratan pulau Sulawesi dan

sebagian adalah daerah kepulauan yaitu Pulau Lembeh.

Kota Bitung terdi ri dari 8 Kecamatan, 6 Kecamatan terletak di pulau Sulawesi yaitu

Kecamatan Madidir, Matuari , Girian, Aertembaga, Maesa dan Ranowulu dan 2

Kecamatan terletak di Pulau Lembeh yaitu Lembeh Selatan dan Lembeh Utara.

Kecamatan- kecamatan tersebut yaitu:

1. Kecamatan Madidir yang memiliki 8 kelurahan.

2. Kecamatan Matuari yang memiliki 8 kelurahan.

3. Kecamatan Girian yang memiliki 7 kelurahan.

4. Kecamatan Lembeh Selatan memiliki 7 kelurahan.

5. Kecamatan Lembeh Utara yang memiliki 10 kelurahan.

6. Kecamatan Aertembaga yang memiliki 10 kelurahan.

7. Kecamatan Maesa yang memiliki 8 kelurahan, dan

8. Kecamatan Ranowulu yang memiliki 11 kelurahan.

Luas Wilayah Menurut Kecamatan di Kota Bitung (km2), 2015

Sumber : Kota Bitung Dalam Angka 2016

Page 2: BAB 2. PROFIL KABUPATEN KOTAsippa.ciptakarya.pu.go.id/sippa_online/ws_file... · RPIJM 2015 – 2019 KOTA BITUNG 6 BAB 2. PROFIL KABUPATEN KOTA 2.1. Wilayah Administrasi i. Gambaran

RPIJM 2015 – 2019 KOTA BITUNG

7

Luas Wilayah Menurut Kecamatan di Kota Bitung, 2015

Sumber : Kota Bitung Dalam Angka 2016

ii. Peta Wilayah

Sumber : Kota Bitung Dalam Angka 2016

Page 3: BAB 2. PROFIL KABUPATEN KOTAsippa.ciptakarya.pu.go.id/sippa_online/ws_file... · RPIJM 2015 – 2019 KOTA BITUNG 6 BAB 2. PROFIL KABUPATEN KOTA 2.1. Wilayah Administrasi i. Gambaran

RPIJM 2015 – 2019 KOTA BITUNG

8

2.2. Potensi Wilayah

Pertanian

Sebagaimana kondisi beberapa tahun sebelumnya, hingga tahun 2014 ini Kota Bitung

tetap bukan merupakan salah satu kota sentra produksi padi di Sulawesi Utara. Luas

panen pertanian padi (padi sawah dan padi ladang) pada tahun 2014 adalah 218 Ha

dengan nilai produksi sebesar 977,92 Ton.

Perkembangan Produksi Padi dan Palawija di Kota Bitung Tahun 2008 – 2014

Sumber : RPJMD Kota Bitung

Terjadi penurunan cukup signifikan pada nilai produksi pada tahun 2014 jika

dibandingkan dengan nilai produksi pada tahun 2013 lalu. Penurunan nilai produksi

tersebut merupakan hasil dari penurunan luas panen sebesar 48 Ha Sejalan dengan padi,

tanaman pala pada tahun 2014 secara umum cenderung turun baik dilihat dari luas panen

maupun nilai produksi. Jika dibandingkan dengan tahun 2013 kecuali pada kacang

kedelai yang mengalami kenaikan produksi sebesar 99,43%. Peningkatan produksi

komoditas pertanian juga terjadi pada sayuran dan khususnya cabe.

Perkebunan

Sepanjang tahun 2013 terjadi kenaikan luas areal perkebunan, dan banyaknya pohon pada

kelapa, jambu mete dan aren selain itu meningkat.

Kehutanan

Menurut fungsinya hutan dibagi menjadi hutan lindung, hutan wisata, suaka alam dan

taman wisata. Di Kota Bitung tahun 2013, dari total luas hutan yang sebesar 15.051,58

hektar sebagian besar merupakan hutan cagar alam 9.106,2 hektar (60.5 persen) dan

hutan lindung 4.611,5 hektar (30.64 persen). Sisanya adalah Taman wisata 1.312,38

hektar (8.72 persen) dan hutan wisata 21,5 hektar ( 0,14 persen ).

Page 4: BAB 2. PROFIL KABUPATEN KOTAsippa.ciptakarya.pu.go.id/sippa_online/ws_file... · RPIJM 2015 – 2019 KOTA BITUNG 6 BAB 2. PROFIL KABUPATEN KOTA 2.1. Wilayah Administrasi i. Gambaran

RPIJM 2015 – 2019 KOTA BITUNG

9

Peternakan

Populasi ternak besar/kecil yang terdiri dari sapi, kambing, babi, kuda pada tahun 2013

secara berturut-turut 2.564 ekor, 1.873 ekor, 20.385 ekor dan 19 ekor. Jumlah populasi

ternak ini mengalami sebagianpeningkatan dibandingkan tahun sebelumnya terutama

pada jumlah sapi yang meningkat sebesar 8,60% yaitu dari 2.361 ekor menjadi 2.564

ekor.

Populasi Beberapa Jenis Ternak di Kota BitungTahun 2007-2013

Sumber : RPJMD Kota Bitung

Sedangkan untuk jumlah ternak unggas diketahui jumlahnya meningkat 6,37 % untuk itik

, untuk ayam ras turun sebesar 7,82% dan untuk ayam bukan ras meningkat sebesar

1,00%.

Populasi Ternak Unggas di Kota Bitung Tahun 2008 – 2013

Sumber : RPJMD Kota Bitung

Page 5: BAB 2. PROFIL KABUPATEN KOTAsippa.ciptakarya.pu.go.id/sippa_online/ws_file... · RPIJM 2015 – 2019 KOTA BITUNG 6 BAB 2. PROFIL KABUPATEN KOTA 2.1. Wilayah Administrasi i. Gambaran

RPIJM 2015 – 2019 KOTA BITUNG

10

Perikanan

Produksi perikanan laut tahun 2013 turun sebesar 16,35%, yakni dari 159.319,4 ton

menjadi 133.277,6 ton. Penurunan produksinya tidak berpengaruh terhadap nilai produksi

perikanan laut pada tahun 2013 yang mengalami peningkatan yang cukup significan yaitu

sebesar 66,68%, yakni dari 1.692,02 milyar rupiah pada tahun 2012 menjadi 2.820,27

milyar rupiah tahun 2013. Selain itu diketahui Aktivitas usaha perikanan darat meliputi

tambak, kolam, keramba dan sawah mengalami kenaikan produksi pada tahun 2013. Pada

tahun 2013, sudah tidak ada produksi perikanan darat dari sektor sawah sehingga hanya

berasal dari kolam, naik sebesar 31,83% dengan nilai produksi juga naik signifikan dari

4.235.000 ribu menjadi 4.603.000 ribu.

2.3. Demografi dan Urbanisasi

Sumber utama data kependudukan adalah sensus penduduk yang di laksanakan setiap

sepuluh tahun sekali . Sensus penduduk telah di laksanakan sebanyak enam kali sejak

Indones ia merdeka, yaitu tahun 1961, 1971, 1980, 1990, 2000, dan 2010. Di dalam

sensus penduduk, pencacahan di lakukan terhadap seluruh penduduk yang berdomisili di

wilayah teritorial Indonesia termasuk warga negara asing kecuali anggota korps

diplomatic negara sahabat beserta keluarganya. Metode pengumpulan data dalam sensus

di lakukan dengan wawancara antara petugas sensus dengan responden dan juga melalui

e-census. Pencata tan penduduk menggunakan konsep usual residence, yaitu konsep di

mana penduduk biasa bertempat tinggal . Bagi penduduk yang bertempat tinggal tetap

dicacah di mana mereka biasa tinggal , sedangkan untuk penduduk yang tidak bertempat

tinggal tetap dicacah di tempat di mana mereka ditemukan pe tugas sensus pada malam

‘Hari Sensus’. Te rmasuk pe nduduk ya ng tidak bertempat tinggal tetap adalah tuna

wisma, awak kapal berbendera Indonesia, penghuni perahu/rumah apung, masyarakat

terpencil/terasing, dan pengungsi. Bagi mereka yang mempunyai tempat tinggal tetap dan

sedang bepergian ke luar wilayah lebih dari enam bulan, tidak dicacah di tempat

tinggalnya, tetapi dicacah di tempat tujuannya. Untuk tahun yang tidak di laksanakan

sensus penduduk, data kependudukan diperoleh dari hasil proyeks i penduduk. Proyeksi

penduduk merupakan suatu perhitungan ilmiah yang didasarkan pada asumsi dari

komponenkomponen perubahan penduduk, yaitu kelahi ran, kematian, dan migrasi .

Proyeksi penduduk Indonesia 2010–2035 menggunakan data dasar penduduk hasil

SP2010.

Penduduk Indonesia adalah semua orang yang berdomisili di wi layah teritorial Indonesia

selama 6 bulan atau lebih dan atau mereka yang berdomisili kurang dari 6 bulan tetapi

bertujuan menetap. Laju pertumbuhan penduduk adalah angka yang menunjukkan

persentase pertambahan penduduk dalam jangka waktu tertentu.

Page 6: BAB 2. PROFIL KABUPATEN KOTAsippa.ciptakarya.pu.go.id/sippa_online/ws_file... · RPIJM 2015 – 2019 KOTA BITUNG 6 BAB 2. PROFIL KABUPATEN KOTA 2.1. Wilayah Administrasi i. Gambaran

RPIJM 2015 – 2019 KOTA BITUNG

11

2. 4. Isu Strategis Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan

I. Perkembangan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan Potensi Ekonomi

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

Data tentang Produk Domestik Regional Bruto/PDRB sebagai dasar pengukuran

pertumbuhan ekonomi, disajikan menggunakan tahun dasar 2010. Keadaan

perekonomian Kota Bitung selang 2010 - 2013 mengalami peningkatan yang stabil.

Tahun 2013, PDRB Kota Bitung atas dasar harga berlaku sebesar 9,38 trilyun rupiah.

Sedangkan atas dasar harga konstan 2010 mencapai 8,23 triliun rupiah atau naik 11,33

persen dibanding tahun 2012.

Perkembangan PDRB Kota Bitung

Sumber : kota bitung dalam angka 2016

Potensi Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi Kota Bitung Tahun 2010 yang ditunjukkan oleh pertumbuhan

PDRB atas dasar harga konstan 2010 mengalami peningkatan 6,66 persen. Pertumbuhan

ini meningkat dibanding tahun sebelumnya yang sebesar 6,45 persen. Indikator utama

kemajuan perekonomian suatu wilayah dapat diukur dengan melihat pertumbuhan

ekonomi. Pertumbuhan ekonomi kota Bitung menunjukkan trend peningkatan dari tahun

ke tahun, Laju pertumbuhan ini bisa dikatakan merupakan keberhasilan bagi pemerintah

kota Bitung dan juga keberhasilan ini masih bisa dikembangkan sehingga bisa mencapai

tujuan yang diharapkan.

II. Data Pendapatan Per Kapita

PDRB per kapita merupakan gambaran nilai tambah yang bisa diciptakan oleh

masing-masing penduduk sebagai akibat adanya aktifitas produksi. Tinggi rendahnya

tingkat produktivitas penduduk suatu daerah bisa dilihat dari tinggi rendahnya PDRB per

Page 7: BAB 2. PROFIL KABUPATEN KOTAsippa.ciptakarya.pu.go.id/sippa_online/ws_file... · RPIJM 2015 – 2019 KOTA BITUNG 6 BAB 2. PROFIL KABUPATEN KOTA 2.1. Wilayah Administrasi i. Gambaran

RPIJM 2015 – 2019 KOTA BITUNG

12

kapita. Angka ini diperoleh dengan membagi antara total nilai PDRB Kota Bitung dengan

jumlah penduduk Kota Bitung pada pertengahan tahun.

Pertumbuhan ekonomi yang tinggi pada suatu daerah tertentu belum tentu menunjukan

meningkatnya kemakmuran masyarakatnya. Indikator kesejahteraan masyarakat daerah

tersebut juga ditentukan oleh pemerataan akan hasil-hasil pembangunan. Pertumbuhan

ekonomi yang tinggi dengan diikuti oleh pertumbuhan penduduk yang tinggi pula

menyebabkan tidak meningkatnya pendapatan perkapita. Demikian juga dengan

pemerataan kesejahteraan, tingginya laju pendapatan tidak selalu diikuti oleh meratanya

pendapatan yang diterima oleh masyarakat.

PDRB per kapita di Bitung pada tahun 2013 sebesar Rp. 27,904,046. Angka ini

menunjukan besarnya produktivitas penduduk pada tahun 2013. Sedangkan pendapatan

per kapitanya adalah Rp. 21,092,925. Angka ini merupakan angka yang didapatkan atas

dasar harga berlaku. Jika mempertimbangkan pengaruh perubahan harga sejak tahun

2000 sebagai tahun dasar, maka PDRB perkapitanya adalah Rp. 13,962,743 dan

pendapatan per kapitanya sebesar Rp. 12,634,911. Artinya baik produktivitas maupun

pendapatan per kapita menunjukan adanya kenaikan secara riil dibandingkan tahun 2012

yang masing-masing nilainya adalah Rp 13,224,670 dan Rp 11,879,994.

PDRB dan Pendapatan per Kapita Kota Bitung Tahun 2009 - 2013

Sumber : Kota Bitung Dalam Angka 2016

III. Data Kondisi Lingkungan Strategis

1. Topografi

Dilihat dari aspek topografis, keadaan tanah Kota Bitung sebagian besar berupa

daratan di mana 45,06 % berombak berbukit dan 32,73 % bergunung. Hanya 4,18%

merupakan dataran landai serta sisanya 18,03 % berombak. Bagian Timur kota, mulai

dari pesisir pantai Aertembaga sampai dengan Tanjung Merah di bagian Barat,

merupakan daratan yang relatif cukup datar dengan kemiringan 0 – 15 derajat

Page 8: BAB 2. PROFIL KABUPATEN KOTAsippa.ciptakarya.pu.go.id/sippa_online/ws_file... · RPIJM 2015 – 2019 KOTA BITUNG 6 BAB 2. PROFIL KABUPATEN KOTA 2.1. Wilayah Administrasi i. Gambaran

RPIJM 2015 – 2019 KOTA BITUNG

13

sehingga secara fisik dapat dikembangkan sebagai wilayah perkotaan, industri,

perdagangan dan jasa serta pemukiman. Pada bagian utara kota keadaan topografi

semakin bergelombang dan berbukit-bukit dan merupakan kawasan pertanian,

perkebunan, hutan lindung, taman margasatwa dan cagar alam. Di bagian Selatan

terdapat sebuah pulau yakni Pulau Lembeh yang keadaan tanahnya pada umumnya

kasar dan ditutupi oleh tanaman kelapa, hortikultura dan palawija. Pulau Lembeh

memiliki pesisir pantai yang indah sebagai potensi yang dapat dikembangkan

menjadi daerah wisata bahari. Di Kota Bitung terdapat 8 (delapan) buah gunung,

yaitu Gunung Duasudara 1.351 m, Gunung Tangkoko 774 m, Gunung Batuangus 1.099

m, Gunung Klabat 1.990 m, Gunung Woka 370 m, Gunung Lembeh 430 m, Gunung

Temboan Sela 430 m, dan Gunung Wiau 861 m. Gunung Batuangus masih

tercatat sebagai gunung berapi namun tidak aktif. Di Kota Bitung juga terdapat 5

(lima) buah sungai kecil yang bermuara di Selat Lembeh, yaitu Girian, Sagerat,

Tanjung Merah, Tewaan, dan Rinondoran. Kemiringan Lereng Kemiringan lereng di

Kota Bitung didominasi oleh kelerengan antara 25 – 40 %. Hal ini terlihat dari luas

wilayah kelerengan 25 – 40 % yang mempunyai wilayah terluas yaitu sebesar 11.759 Ha

atau sekitar 37,52 % dari total luas Kota Bitung saat ini. Memang secara visual juga

terlihat bahwa Kota Bitung hampir seluruh wilayahnya merupakan daerah perbukitan

atau pegunangan. Dan hasil perhitungan Konsultan juga menunjukkan bahwa daerah

yang datar yaitu kemiringan lereng antara 0 – 8 % hanya memiliki luas paling kecil,

yaitu 2.274 % atau sebesar 7,89 % dari total luas Kota Bitung.

Tabel 2.1 Luas Lereng Per Kecamatan

Kecamatan

Luas Lereng (Ha)

No. 0 – 8%

8 – 15 15- 25 25 - 40 >40 %

Total

% % % Ha

1 Matuari 1.097 844 62

2 Ranowulu 286 1.08 3.679 7.495 1.657

3 Girian 193 235 54

4 Madidir 352 740 777

5 Maesa 221 556 269 92

6 Aertembaga 325 627 2.575 1.28 1.049

7 Lembeh Utara 60 462 1.425 564

8 Lembeh

Selatan 698 423 1.228 932

Total 2.474 3.544 8.489 11.759 5.071 31.337

Page 9: BAB 2. PROFIL KABUPATEN KOTAsippa.ciptakarya.pu.go.id/sippa_online/ws_file... · RPIJM 2015 – 2019 KOTA BITUNG 6 BAB 2. PROFIL KABUPATEN KOTA 2.1. Wilayah Administrasi i. Gambaran

RPIJM 2015 – 2019 KOTA BITUNG

14

2. Geohidrologi

A. Air Pemukaan

Air permukaan di Kota Bitung meliputi aliran-aliran sungai yang melintas di

wilayah Kota Bitung, yaitu:

1. Sungai Girian, panjang 17.50 km

2. Sungai Tewaan, panjang 8.75 km

3. Sungai Batu Putih, panjang 9.25 km

4. Sungai Rinondoran, panjang 11.25 km

5. Sungai Sagerat, panjang 9.50 km

Selain itu ada beberapa lokasi mata air di Kota Bitung yang memiliki debit air

yang cukup besar, yaitu:

- Mata air dengan volume + 50 liter/ dtk, terletak di RSUD Manembo-Nembo

- Mata air di kelurahan Danowudu yang dimanfaatkan Kota Bitung termasuk

pelabuhan Bitung berlokasi di bagian utara kelurahan

- Mata air (oleh masyarakat disebut mata air hujan) terletak di sebelah selatan

Kelurahan Donowudu yang berbatasan dengan kelurahan Giper (dahulu Girian

Atas), dan sudah dikelola oleh PDAM Bitung.

- Mata Air di Kel. Tewaang, sekarang ini sudah dimanfaatkan oleh masyarakat

umum tapi belum memenuhi syarat.

- Mata air di Kel. Girian Indah (sebelah utara berbatasan dengan perkebunan Kel.

Danowudu Kec. Ranowulu), saat ini dikelola dan dimanfaatkan oleh SECATA B

(dahulu Dodik XII Wangurer) dan masyarakat Kel. Girian Indah Lingkungan VI.

- Mata air di Kel. Bitung Barat II

- Mata air di Kel. Aertembaga Dua (Lingkungan I)

- Mata air di Kel. Makawidey (L ingkungan I)

- Mata air di Kel. Kasawari

- Mata air di Kel. Pintu Kota Kecamatan lembeh Utara, yang sangat baik untuk

dikonsumsi.

- Mata air di Kel. Batukota (Lingkungan I/Baturiri)

- Tiga mata air di Kel. Gunung Woka, yang dapat difungsikan untuk kebutuhan

masyarakat, untuk sementara masih digunakan melayani khusus masyarakat Kel.

Gunung Woka.

- Mata air di Kel. Kareko, lokasinya ada 2 di lingk. I RT 01

- Mata air di Kel. Binuang, tapi belum ditata dengan baik.

- Mata air di Kel. Posokan yang ditata dengan baik, untuk saat ini masih

dimanfaatkan secara manual oleh masyarakat.

Page 10: BAB 2. PROFIL KABUPATEN KOTAsippa.ciptakarya.pu.go.id/sippa_online/ws_file... · RPIJM 2015 – 2019 KOTA BITUNG 6 BAB 2. PROFIL KABUPATEN KOTA 2.1. Wilayah Administrasi i. Gambaran

RPIJM 2015 – 2019 KOTA BITUNG

15

B. Air Tanah

Sedangkan lokasi titik air tanah di Kota Bitung meliputi:

1. Kelurahan Pinangunian + 30 liter/detik

2. Kelurahan Madidir Weru

3. Kelurahan Empang / Kelurahan Bitung Timur

4. Kelurahan Sagerat Weru

Lokasi sumur bor di Kota Bitung ada 7 (tujuh) lokasi, yaitu:

1. Kelurahan Pateten III Kecamatan Maesa

2. Kelurahan Kakenturan I Kecamatan Maesa

3. Kelurahan Kakenturan II Kecamatan Aertembaga

4. Kelurahan Wangurer Barat / Kelurahan Girian Indah Belakang SMPN 12

Kecamatan Girian

5. Kelurahan Paudean Kecamatan Lembeh Selalatan

6. Kelurahan Pintu Kota Kecamatan Lembeh Utara

7. Kelurahan Wangurer Timur Kecamatan Madidir

Berikut adalah potensi air tanah pada beberapa titik pengeboran air tanah dan

potensi air tanah cekungan air tanah di Kota Bitung.

Tabel 2.2 Potensi Air Tanah Pada Beberapa Titik Pengeboran Air Tanah

No LOKASI KEDALAMAN

TINGGI

MUKA

AIR

DEBIT LITOLOGI AKUIFER

KELURAHAN KECAMATAN (m) (m) (L/dtk)

1 Sagerat Matuari 100 6 0,17 Tufa halus/lempung Pas

iran - pasir Lempungan

2 Manembo -

nembo Matuari 50 0,5 2,4

Pasir kasar - kerikilan

3 Manembo -

nembo Matuari 45 0,1 1,5

Tufa kasar/pasiran, batu

apung dan tufa lapili

4 Madidir Weru Madidir 45 0,5 1 Pasir kerikilan, batu apu

ng 5 Bitung Barat I Maesa 60 1 0,37

Tufa kasar dan tufa lapil

i kedalaman 30-50 m

6 Naemundung Aertembaga 64 4 0,13

Pasir Lempungan, lemp

ung pasiran, tufa halus

Kedalaman 38-59 m

Tabel 2.3 Potensi Air Tanah pada Cekungan Air Tanah

Cekungan Air Tanah

(CAT)

Potensi Air Tanah

Dangkal Q₁ ( Juta Mᵌ/Tahun )

Potensi Air Tanah Dalam

Q₂ ( Juta Mᵌ/Tahun )

Bitung-Ratahan 703 50

Batu Putih 131 9

Jumlah 834 59

Page 11: BAB 2. PROFIL KABUPATEN KOTAsippa.ciptakarya.pu.go.id/sippa_online/ws_file... · RPIJM 2015 – 2019 KOTA BITUNG 6 BAB 2. PROFIL KABUPATEN KOTA 2.1. Wilayah Administrasi i. Gambaran

RPIJM 2015 – 2019 KOTA BITUNG

16

3. Geologi

Secara umum Wilayah Kota Bitung dan sekitarnya disusun oleh batuan vulkanik

yang berumur Kuarter (Qv) yang terdiri atas lava, bom, lapili dan abu yang

sebagian kecil ditutupi oleh endapan (Qs) yang terdiri atas pasir lanau, konglomerat

dan lempung napalan (EFENDI, 1976). Berdasarkan pemetaan geologi permukaan

dan pendugaan reseistivitas bawah permukaan, Wilayah Kota Bitung umumnya

disusun oleh batuan vulkanik dan vulkaniklastik yang sebagian ditutupi oleh

endapan permukaan. Berdasarkan ciri litologinya, batuan-batuan ini dapat

dikelompokan ke dalam 5 (lima) satuan, yaitu:

A. Satuan Tufa-Breksi

Satuan tufa-breksi terdiri atas lava andesit, tufakasar-halus, tufa lapili berbatu

apung, breksi tufa lapili dan breksi. Pengelompokan batuan-batuan ini dalam

keadaan satu satuan didasarkan pada kesatuan ciri litologi yang menunjukkan satu

sumber dan proses pembentukan berupa kesamaan komposisi mineral dan

kelanjutan tatanan litologinya. Satuan tufa -breksi merupakan batuan terluas yang

penyebarannya meliputi sebagian besar daerah selidikan. Sebaran ini di bagian

barat hingga ke arah utara membentuk morfologi perbukitan, di bagian tengah

membentuk morfologi kerucut gunung api Duasudara, sedangkan di bagian selatan

hingga ke arah timur umumnya membentuk morfologi bergelombang dan pegunungan

serta sebagian membentuk daratan. Batuan-batuan penyusunnya umumnya

tersingkap di permukaan secara alami pada tebing alur sungai dan pantai, sebagian

lagi tersingkap melalui penggalian untuk pembuatan sumur gali dan penambangan

bahan galian serta pemotongan punggungan bukit untuk pembuatan ruas jalan.

Sedangkan batuan penyusun yang berada jauh di permukaan penyingkapannya

dilakukan melalui pendugaan resistivitas di atas permukaan dan pendugaan potensial

diri pada lubang bor dalam. Batuan lava andesit basaltis merupakan batuan beku

ekstrusif daerah ini yang merupakan pencerminan jenis magma asalnya.

Singkapannya sulit dijumpai didalam satuan tufa breksi ini kecuali singkapan lava

di sepanjang pantai utara sekitar kaki lereng Gunung Tangkoko-Batu Angus yang

dikelompokan ke dalam satuan batuan tersendiri karena memiliki sebaran yang

cukup luas di sekitar kerucut Gunung Tangkoko.

Singkapan lava andesit penyusun satuan tuva – breksi ini hanya dijumpai di hulu

Sungai Danowudu yang keberadaannya didukung oleh dugaan resitivitas dari atas

permukaan di sekitar Danowudo (GBT 1) yang menunjukkan adanya batuan jenis ini

pada kedalaman 14-30 meter di bawah permukaan tanah setempat (bmt). Sedangkan

di sekitar Pinokalan (GBT 5) mulai dijumpai pada kedalaman 32 meter (bmt) dengan

Page 12: BAB 2. PROFIL KABUPATEN KOTAsippa.ciptakarya.pu.go.id/sippa_online/ws_file... · RPIJM 2015 – 2019 KOTA BITUNG 6 BAB 2. PROFIL KABUPATEN KOTA 2.1. Wilayah Administrasi i. Gambaran

RPIJM 2015 – 2019 KOTA BITUNG

17

nilai resistivitas yang tertinggi 10.000 Ohm.m. Korelasi kedua titik duga tersebut

menguak adanya retas batuan ini di antara batuan piroklastik yang dicirikan oleh

adanya kesinambungan litilogi kearah utara – selatan pada kedalaman tersebut.

Namun ada gejala ketidaksinambungan ke arah timur dengan tidak dijumpai lava

pada kedalaman tersebut pada titik duga yang berdekatan (GBT 2). Hal ini

ditunjukkan oleh penurunan harga resistivitas (2.550 Ohm) yang ditafsir sebagai

lapisan breksi pada kedalaman sekitar itu (13 – 55 bmt). Sedangkan titik duga

lainnya tidak menunjukkan adanya jenis batuan ini sehingga retas andesit ini ditafsir

sebagai lidah lava yang menjulur dari arah barat hingga berakhir di sekitar Danowudu

dan Pinokalan.

Petunjuk lain tentang keberadaan batuan lava didapatkan dari logging sumur bor di

sekitar Madidir Weru (SP 1) yang menujukkan adanya lava andesit mulai pada

kedalaman 55 meter hingga kedalaman maksimum pemboran 60 m dengan nilai

potensial diri 60 mV. Belum dapat ditafsir hubungan antara lava andesit di sekitar

Madidir Weru ini dengan lava andesit yang ada di sekitar Danowudu-Pinokalan

sebab kedalaman maksimum titik duga resistivitas di sekitar wilayah tersebut baru

mencapai kedalaman maksimum 47 m dengan resistivitas 300 yang ditafsirkan

sebagai breksi di sekitar Kelurahan Wangurer Atas (GBT 9). Sedangkan titik duga

yang lebih dalam lagi tidak menunjukkan adanya jenis batuan tersebut, seperti yang

tampak pada titik duga di sekitar Kelurahan Girian Atas (GBT 7 dan 8) yang

mencapai kedalaman 65 – 110 m bmt dan di sekitar Manembo-nembo (GBT 13)

yang mencapai kedalaman 87 m bmt yang hanya memberikan nilai resistivitas 26 – 45

Ohm.m yang ditafsir tufa kasar – lapili. Sedangkan lava andesit penyusun satuan

tersebut yang dijumpai di tebing barat lembah alur Sungai Danowudu

memperlihatkan struktur blok atau aa-lava yang dibatasi oleh bidang-bidang rekahan

berjarak 1 – 2 m yang sebagian memancarkan air tanah sebagai mata air. Singkapan lain

dapat dijumpai di hulu Sungai Kayuwale Kecil sekitar Pinasungkulan yang diduga

merupakan kelanjutan dari lidah lava yang tersingkap di Danowudu tersebut.

Singkapannya umumnya masih segar dengan warna abu-abu gelap sebagai cerminan

dari kandungan mineral umumnya plagioklas dan piroksen sebagai fenokris

berukuran halus – sedang (<3mm) yang tertanam dalam masa dasar afanitis dalam

kemasan tekstur porfiritis dan struktur masif. Sebagian melapuk ringan sampai

sedang membentuk tanah regolit pasiran hingga sedikit lempungan dengan warna

abu-abu kecoklatan sebagai cermin dari oksidasi kandungan mineral mafiknya.

Batuan tufa breksi sebagai batuan utama penyusun satuan tufa-breksi umumnya dapat

dijumpai di sebagian besar daerah selidikan, singkapan paling luas dapat dijumpai

Page 13: BAB 2. PROFIL KABUPATEN KOTAsippa.ciptakarya.pu.go.id/sippa_online/ws_file... · RPIJM 2015 – 2019 KOTA BITUNG 6 BAB 2. PROFIL KABUPATEN KOTA 2.1. Wilayah Administrasi i. Gambaran

RPIJM 2015 – 2019 KOTA BITUNG

18

mulai dari potongang punggungan bukit untuk ruas jalan di sekitar Madidir hingga

daratan abrasif Winenet, bandingkan dengan lava andesitis hanya tersingkap di hulu

Sungai Danowudu dan Sungai Kayuwale Kecil. Ciri singkapan menunjukkan

perselingan batuan vulkaniklastik halus dan kasar yang berlapis tipis hingga masif.

Sedangkan pola sebarannya menunjukkan dominasi breksi tufa lapili di sekitar

Danowudu hingga Batuputih, tufa kasar – lapili dan batuapung di Tandurusa

hingga Makawidey. Pola sebaran permukaan ini didukung oleh pola sebaran

bawah permukaan dari dugaan resistivitas yang menunjukkan adanya dominasi

breksi tufa lapili berbatuapung di sekitar Pinokalan hingga Manembo-nembo,

dominasi breksi di sekitar Girian Weru hingga Pinangunian dan didominasi tufa halus

kasar berbatuapung di sekitar Girian hingga Aertembaga. Singkapan tufa–breksi

memperllihatkan struktur berlapis tipis hingga masif vulkanik klastik halus yang

berukuran abu (<4 mm) dan vulkanikklastik kasar berukuran lapili - blok (4–

250mm). Batuan-batuan ini dalam keadaan segar berwarna abu-abu terang hingga

gelap sebagai cerminan kandungan mineral andesistis yang umumnya berupa felspar,

hornblenda dan piroksen dalam bentuk pecahan kristal maupun kepingan gelas dan

batuan. Lapisan sempurnanya membentuk lapisan tipis tanah andosol yang berwarnas

coklat kekuningan hingga kemerahan sebagai tanah lempung lateritis yang meliputi

hampir seluruh permulaan batuan. Setempat dijumpai ubahan hidrotermal berupa

lempungan kaolin yang berwarna putih yang dijumpai dipotongan kaki lereng bukit

sekitar Pinasungkulan. Tufa halus dan kasar masing-masing disusun oleh pecahan

kristal felspar dan piroksen yang berbentuk menyudut dan berukuran abu halus (< 0,06

mm) dan abu kasar (0,06 – 4 mm). Butiran kristalnya tersebar merata di dalam

gelas vulkanik dengan kemasan tekstur klastik halus yang terpilah baik. Kehadiran

fragmen batuan andesit balatis berwarna abu-abu gelap dan batuapung berwarna abu-abu

terang dan berstruktur vesikular yang berukuran lapili ( 64 mm) dalam jumlah

yang cukup banyak (60 %) di dalam kemasan batuan tufa ini menyebabkan pilahan

butirannya memburuk dan membentuk tufa lapili. Fragmen batuapung

menunjukkan struktur bersusun terbalik, sedangkan batuan andesit bersusun normal

akibat mekanisme jatuhan material piroklastik eksplosif. Breksi tufa lapili merupakan

tufa lapili dengan kandungan yang (30–60%) antara fragmen berukuran lapili (< 64

mm) dan blok (> 64 mm), lebih dari 60 % fragmen berukuran blok akan membentuk

breksi. Di dalam jenis batuan tufa lapili dan breksi ini tampak adanya pergeseran

kelimpahan kandungan antara fragmen batuan andesit balastis. Kadang-kadang

fragmen batuan andesit balastis menunjukkan gejala terelaskan yang menunjukkan

adanya aliran mineral oleh gas panas seperti kenampakan breksi yang dijumpai di

Page 14: BAB 2. PROFIL KABUPATEN KOTAsippa.ciptakarya.pu.go.id/sippa_online/ws_file... · RPIJM 2015 – 2019 KOTA BITUNG 6 BAB 2. PROFIL KABUPATEN KOTA 2.1. Wilayah Administrasi i. Gambaran

RPIJM 2015 – 2019 KOTA BITUNG

19

sekitar Tandurusa. Sedangkan di sekitar Makawidey dijumpai adanya breksi laharik

yang dicirikan oleh kandungan fragmen batuan seperti adanya fragmen tufa yang

membundar yang menyebar tidak merata di dalam matriks limpur tufaan di dalam

kemasan terbuka dan pilahan buruk aliran material oleh air permukaan.

B. Satuan Lava Andesit

Satuan lava andesit terdiri atas lava andesit dan breksi autoklasik. Pengelompokan

batuan-batuan ini kedalam satu satuan didasarkan pada kesatuan ciri litologi yang

menunjukkan satuan sumber dan proses pembentukan berupa kesamaan komposisi

mineral dan kelanjutan tatanan litoliginya yang berbeda dengan batuan vulkanik dan

volkanilistik yang menyusun satuan tufa-breksi. Jika pada satuan tufa-breksi yang

lebih dominan adalah batuan vulkanikklastik, maka pada satuan lava ini yang lebih

dominan adalah batuan vulkaniknya. Dominasi batuan vulkanik efusif tersebut

berkaitan erat dengan aktivitas G. Tongkoko dan Batu Angus yang umumnya

melelehkan lava selama perioda keaktifannya. Satuan lava andesit tersebar mulai

dari puncak kerucut Gunung Tangkoko dan kerucut parasitnya Gunung Batu Angus

hingga ke kaki-kaki lerengnya membentuk morfologi kerucut vulkanik Gunung

Tangkoko dan dataran lava Gunung Batu Angus. Batuan-batuan penyusunnya

umumnya tersingkap di permukaan secara alami sepanjang tebing pantai.

Singkapan lava andesit penyusun satuan tersebut yang dijumpau di sepanjang tebing

pantai utara – timur kaki lereng kerucut Gunung Tangkoko memperlihatkan struktur

masif dan blok atau aa-lava yang dibatasi oleh bidang-bidang rekahan berjarak 1 – 2 m.

Singkapan batuan ini umumnya masih segar dengan warna abu-abu gelap sebagai

cerminan dari kandungan mineral umunya plagioklas dan piroksen sebagai fenokris

berukuran halus – sedang (< 3 mm) yang tertanam dalam masa dasar afanitis

dalam kemasan tekstur porfiritis dan struktur masif kadang-kadang memperlihatkan

struktur aliran oleh kesejajaran fenokrisnya. Sebagian melapuk ringan sampai

sedang membentuk tanah regolit pasiran hingga sedikit lempungan dengan warna abu-

abu kecoklatan sebagai cerminan dari oksidasi kandungan mineral mafiknya.

Pelapukan terutama tampak pada permukaan batuan dan bidang rekahannya. Leleran

lava andesit tersebut menindih batuan klastika kasar yang berfragmen blok-blok

batuan sejenis yaitu andesit dan tertanam di dalam matriks tufa litik dari batuan sejenis.

Karakteristik menunjukkan adanya breksiasi dari lava andesit oleh aliran mineral akibat

hembusan gas vulkanis eksplosif membentuk breksi aliran autoklastik.

C. Satuan Tefra

Satuan tefra merupakan endapan jatuhan piroklastik yang belum

Page 15: BAB 2. PROFIL KABUPATEN KOTAsippa.ciptakarya.pu.go.id/sippa_online/ws_file... · RPIJM 2015 – 2019 KOTA BITUNG 6 BAB 2. PROFIL KABUPATEN KOTA 2.1. Wilayah Administrasi i. Gambaran

RPIJM 2015 – 2019 KOTA BITUNG

20

terkonsolidasimembentuk batuan, namun masih bersifat urai atau lepas.

Pengelompokkan material batuan ini ke dalam satu satuan didasarkan ciri litologis

yang berbeda dengan ciri litologi material batuan sebelumnya yang telah

terkonsolidasi. Endapan tefra tersebut terdiri atas material volkanis eksplosif

berkomposisi andesit basalis yang berwarna abu-abu gelap kehitaman, berukuran

abu hingga lapili (< 25 mm) dan berbentuk menyudut. Terendapkan dalam struktur

bersusun normal di dalam kemasan yang terpilah sedang – buruk atau bergradasi

baik. Sumur uji tempat pemercontoan tanah tak-terganggu (TBT 1) menunjukkan

perulangan struktur susunan normal tersebut yang dibatasi oleh bidang batas

lapukan berupa pasir lempungan lateritis. Ciri litologi ini menunjukkan perulan gan

perioda pengendapannya sehingga dapat ditafsirkan paling sedikit terjadi empat

kali pengendapan letakan bawah udara material piroklastik eksplosif. Ekslposifitas

sumber material tefra ini cukup kuat sehingga materialnya menutupi hampir seluruh

Wilayah Kota Bitung dan sekitarnya dengan ketebatan yang bervariasi sesuai

bentang lahan asal tempat pengendapannya, sedangkan pola sebarannya dipengaruhi

oleh kedudukan relatif pusat erupsi terhadap arah tiupan angin. Hasil pemetaan geologi

permukaan dan pendugaan bawah permukaan melalui bentangan resistivitas, uji

penetrasi konus dan sumuran menunjukkan bahwa material tefra umumnya

menyebar di bagian barat daerah selidikan yang menunjukkan bahwa angin yang

melalui pusat erupsi Gunung Tangkoko dan Duasudara dan membawa serta

materialnya berhembus dari arah timur. Ketebalan maksimum (7,60 m) dijumpai di

sekitar Danowudu (SBT 3) yang merupakan bentang lahan lembah Sungai Girian

antar kerucut volkanis Gunung Klabat dan Duasudara yang bertindak sebagai cekungan

pengendapan.

D. Satuan Aluvium Sungai

Satuan aluvium sungai merupakan endapan aliran epiklasik yang sebagian telah

terkonsolidasi lemah dan sebagian lagi masih terurai lepas-lepas. Pengelompokkan

material batuan ini ke dalam satu satuan didasarkan pada ciri lilologis yang berbeda

dengan ciri litologi material batuan sebelumnya yang telah terkonsolidasi kuat

membentuk batuan. Endapan tersebut terdiri atas material epiklastik berukuran

bongkahan hingga pasir dari berbagai batuan asal, seperti : andesit, breksi dan tufa

hasil erosi dan transportasi aliran air sungai yang diendapkan di sekitar tepian alur

sungai. Bentuk material umumnya telah membudar akibat abrasi selama transportasi

dan terendapkan dalam pilahan baik. Material kasar relatif terendapkan lebih dahulu

dibandingkan dengan material halus, baik secara laretal maupun vertikal. Secara

lateral dicirikan oleh endapan bongkahan di bagian hulu sungai dan pasir di bagian

Page 16: BAB 2. PROFIL KABUPATEN KOTAsippa.ciptakarya.pu.go.id/sippa_online/ws_file... · RPIJM 2015 – 2019 KOTA BITUNG 6 BAB 2. PROFIL KABUPATEN KOTA 2.1. Wilayah Administrasi i. Gambaran

RPIJM 2015 – 2019 KOTA BITUNG

21

hilirnya, sedangkan secara vertikal dicirikan oleh struktur bersusun normal. Oleh

karena proses pembentukannya dipengaruhi oleh aliran air sungai, maka sebarannya

berada di sekitar lembah beraliran sungai yaitu di lembah Sungai Girian dan

Sungai Batu Putih. Ketebalan dan sebarannya dipengaruhi oleh kekuatan aliran

sungai dan bentanglahan lembah. Kekuatan aliran tergantung pada volume air dan

gradien alur, makin besar kedua faktor tersebut maka semakin kuat alirannya.

Volume air akan meningkat pada musim penghujan, sedangkan gradien membesar

ke arah hulu maka kekuatan aliran maksimum berada pada kondisi tersebut sehingga

erosi terjadi di zona ini. Secara berangsur ke arah hilir kekuatan aliran yang

membawa material erosif melemah akibat pengecilan gradien alur sehingga terjadi

pengendapan di zona ini. Hasil pemetaan geologi permukaan dan pendugaan bawah

permukaan melalui bentangan resistivitas (BP 1 – 4) menunjukkan bahwa ketebalan

aluvium di sekitar Batu Putih mencapai 40 m.

E. Satuan Aluvium Pantai

Satuan aluvium pantai merupakan endapan arus dan gelombang pantai di zona

pasang surut. Umumnya berkomposisi epiklastik darat yang berukuran pasir hingga

lempung, kadang-kadang lumpur yang masih bersifat urai atau lepas-lepas.

Pengelompokan material batuan ini kedalam satu satuan didasarkan pada ciri

litologis yang berbeda dengan ciri lotologi mate rial batuan sebelumnya yang

sebagian telah terkonsolidasi lemah dan mengandung material berukuran bongkah.

Endapan tersebut terdiri atas material epiklastik berukuran pasir hingga lanau, setempat

lempungan organis dan lumpuran sebagai endapan rawa pantai. Bentuk material selain

telah sangat membundar, juga terpilah oleh gelombang dan terjangan arus alaut

pasang. Pengendapan terjadi pada saat surut akibat penurunan kekuatan arus dan

gelombang membentuk endapan gumuk pantai membusur di sekitar muara Sungai

Girian dan Sungai Batu Putih.

4. Geologi Permukaan

Wilayah Kota Bitung merupakan suatu daerah berlahan khas gunung api yang

dicirikan langsung oleh corak morfologi deretan kerucut vulkanik yang dibentuk

oleh batuan vulkanik akibat aktifitas vulkanisme. Corak morfologi berintikan batuan

vulkanik ini berada di dalam pengaruh iklim tropis dengan curah hujan yang cukup

tinggi yang khas untuk daerah di dalam zona meridian. Jenis batuan, morfologi,

aktifitas vulkanisme dan iklim ini mempengaruhi pembentukan tanah daerah ini.

Batuan pembentuk lahan Wilayah Kota Bitung ditutupi oleh tanah lapukan dan

endapan yang dapat digolongkan berdasarkan sifat fisik dan teknis ke dalam 4 (empat)

Page 17: BAB 2. PROFIL KABUPATEN KOTAsippa.ciptakarya.pu.go.id/sippa_online/ws_file... · RPIJM 2015 – 2019 KOTA BITUNG 6 BAB 2. PROFIL KABUPATEN KOTA 2.1. Wilayah Administrasi i. Gambaran

RPIJM 2015 – 2019 KOTA BITUNG

22

satuan, yaitu: satuan pasir lempungan, satuan pasir kerikilan, satuan pasir gravel dan

satuan pasir lumpuran. Daya dukung dan kestabilan lahan suatu daerah untuk dapat

memikul beban konstruksi ditentukan oleh morfologi permukaan lahan serta jenis

dan tatanan material pembentuk lahan tersebut sebagai faktor internal di bawah

pengaruh faktor external seperti kondisi iklim dan budidaya atau penggunaan lahan.

Berdasarkan sifat fisik dan keteknikan tanah dan batuan serta morfologi bentang

lahan, maka Wilayah Kota Bitung dapat digolongkan ke dalam 3 (tiga) satuan

geologi teknik sesuai dengan daya dukung dan kestabilannya, yaitu:

- Satuan geologi teknik I yang berdaya dukung tinggi dengan kestabilian

sedang tinggi.

- Satuan geologi teknik II yang berdaya dukung sangat tinggi dengan

kestabilan rendah.

- Satuan geologi teknik III yang berdaya dukung rendah dengan kestabilan

tinggi.

Satuan geologi teknik I umumnya meliputi lahan bagian selatan yang membentang

dari barat ke timur mulai dari Sagerat hingga Tandurusa dan ke arah utara sampai

daerah Danowudu dan sebagian lagi sekitar Pinasungkulan dan Tinerungan serta Batu

Putih. Lahan daerah tersebut dibentuk oleh material pembentuk yang mampu

memikul beban konstruksi berat serta relatif stabil. Kemampuan menopang beban

konstruksi berat tersebut disebabkan oleh material pembentuknya yang terdiri atas

batuan piroklastika sebagai batuan dasar yang ditutupi tanah lapukan pasir lanauan –

lempungan dan tanah endapan jatuhan pasir kerikilan – lanauan serta tanah endapan

terangkut pasir gravelan. Material ini mampu memikul beban konstruksi hingga 16

ton/cm2 untuk fondasi dangkal bahkan hingga 96 ton/cm2 untuk fondasi tinggi

disebabkan oleh bentang lahan berupa pedataran hingga punggung perbukitan dengan

kemiringan lereng yang datar hingga landai (<15%). Satuan geologi teknik II ini

umumnya meliputi lahan tubuh gunung api Duasudara dan Tangkoko serta daerah

pegunungan dan pebukitan yang sebagian dijadikan lokasi pemukiman, yaitu:

Kelurahan Apela dan Tendeki di bagian barat serta Pinangunian, Tandurusa dan

Makawidey di bagian timur. Lahan daerah tersebut dibentuk oleh material pembentuk

yang mampu memikul beban konstruksi berat seperti halnya satuan geologi teknik I,

namun kondisinya kurang stabil. Kemampuan menopang beban konstruksi tersebut

bahkan lebih besar dan lebih ekonomis sebab tanah penutup batuan batuan dasar

yang terdiri atas lapukan pasir lanauan – lempungan dan tanah endapan jatuhan

pasir kerikilan – lanauan tersebut relatif lebih tipis (<1m) sehingga mudah untuk

Page 18: BAB 2. PROFIL KABUPATEN KOTAsippa.ciptakarya.pu.go.id/sippa_online/ws_file... · RPIJM 2015 – 2019 KOTA BITUNG 6 BAB 2. PROFIL KABUPATEN KOTA 2.1. Wilayah Administrasi i. Gambaran

RPIJM 2015 – 2019 KOTA BITUNG

23

dikupas. Kondisi ini tidak memerlukan tiang pancang, karena fondasi dapat langsung di

letakan pada batuan dasar yang mampu memikul beban konstruksi hingga 96

ton/cm2, namun kondisinya relatif kurang stabil karena bentang lahan umumnya berupa

pebukitan hingga pegunungan dengan kemiringan lereng yang agak curam hingga terjal

(15- 90%).

Peta Geologi Kota Bitung

Sumber : Kota Bitung Dalam Angka 2016

Untuk satuan geologi teknik III meliputi lahan di sepanjang daratan Aluvium pantai di

sekitar muara sungai utama Sungai Girian dan Sungai Batu Putih serta sungai-

sungai lainnya seperti Sungai Airprang. Lahan satuan ini dibentuk oleh material

pembentuk yang kurang mampu memikul beban konstruksi berat meskipun

kondisinya relatif lebih stabil. Ketidak mampuan menopang beban konstruksi berat

tersebut disebabkan oleh tutupan tanah endapan terangkut yang relatif tebal (5-40m)

dan umumnya masih bersifat sangat urai dan sebagian bersifat lumpuran, meskipun

umumnya terdiri atas pasir yang tersebar merata membentuk bentang lahan datar

(<5%). Kondisi ini memang relatif sangat stabil namun memerlukan tiang pancang

hingga kedalaman tersebut untuk konstruksi berat sehingga tidak ekonomis, sedangkan

untuk konstruksi ringan dengan fondasidangkal hanya mampu mendukung beban sebesar

4-6 ton/cm2.

5. Klimatologi

Iklim di Kota Bitung hanya terdiri dari 2 musim, yaitu musim kemarau dan musim

penghujan. Keadaan ini berkaitan erat dengan arus angin yang bertiup di wilayah ini.

Pada bulan Oktober sampai dengan bulan April biasanya terjadi hujan karena angin

Page 19: BAB 2. PROFIL KABUPATEN KOTAsippa.ciptakarya.pu.go.id/sippa_online/ws_file... · RPIJM 2015 – 2019 KOTA BITUNG 6 BAB 2. PROFIL KABUPATEN KOTA 2.1. Wilayah Administrasi i. Gambaran

RPIJM 2015 – 2019 KOTA BITUNG

24

yang bertiup dari arah Barat/Barat Laut banyak mengandung air. Sedangkan pada bulan

Juni sampai dengan bulan September biasanya terjadi musim kemarau karena angin

yang bertiup dari arah Timur tidak banyak mengandung air.

Curah hujan

Jumlah curah hujan di Kota Bitung cukup beragam menurut bulan, terlihat bahwa

rata -rata curah hujan yang terjadi adalah sebesar 152.03 mm/tahun. Selama selang 10

tahun terakhir, dari data yang ada terlihat bahwa bulan September memiliki curah

hujan yang kecil, yaitu rata-rata 35.26 mm/tahun. Sedangkan curah hujan Januari

dalam selang waktu 10 tahun terakhir ini memiliki curah hujan tertinggi, yaitu

rata-rata sebesar 241.24 mm/tahun.

Data curah hujan yang dianalisis adalah data 10 tahun terakhir, (Sumber Data: Badan

Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Stasiun Meteorologi Maritim Bitung) Pola

curah hujan wilayah kota Bitung dari data yang diperoleh menunjukkan bahwa

rataan curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Januari, yakni 241,2 mm sedangkan

terendah pada bulan September, yakni 35,3 mm. Hasil analisis curah hujan dengan

menggunakan pendekatan tipe iklim Schmidt dan Ferguson menunjukkan bahwa

Wilayah kota Bitung adalah termasuk tipe iklim A (9 bulan basah berturut-turut, 2 bulan

lembab dan 1 bulan kering).

Curah hujan rata-rata bulanan di wilayah kota Bitung dapat dilihat pada gambar

berikut ini.

Rataan Curah Hujan Bulanan

Sumber : Kota Bitung Dalam Angka 2016

Hari hujan

Berdasarkan data dari Stasuin Meteorologi Maritim Bitung diperoleh data jumlah

hari hujan untuk 10 (sepuluh) tahun terakhir, terlihat bahwa rata-rata hari hujan yang

terjadi adalah berjumlah 18 hari/bulan. Ini berarti lebih banyak terjadi hujan dari

Page 20: BAB 2. PROFIL KABUPATEN KOTAsippa.ciptakarya.pu.go.id/sippa_online/ws_file... · RPIJM 2015 – 2019 KOTA BITUNG 6 BAB 2. PROFIL KABUPATEN KOTA 2.1. Wilayah Administrasi i. Gambaran

RPIJM 2015 – 2019 KOTA BITUNG

25

pada penyinaran matahari selang satu bulan. Jika dicermati juga ternyata bulan

sepuluh tahun terakhir ini hari hujan terpanjang terjadi pada bulan Januari, yaitu rata-

rata 23,7 hari/bulan.

Intensitas hujan

Jumlah hari hujan rata-rata selang 10 (sepuluh) tahun terakhir yang menunjukkan

bahwa rata-rata hari hujan adalah berjumlah 18 hari/bulan, menunjukkan bahwa

intensitas curah hujan di Kota Bitung adalah tinggi. Bahkan ada bulan-bulan

tertentu yang intensitas hujan terjadi hampir satu bulan berjalan.

Data Klimatologi

a. Suhu Udara

Suhu udara di suatu tempat antara lain ditentukan oleh tinggi rendahnya tempat

tersebut terhadap permukaan laut. Suhu udara wilayah Kota Bitung berkisar antara

27,2⁰ C-28,0⁰C di mana suhu udara maksimum terdapat pada bulan Desember

(28,0⁰C) dan suhu udara minimum terdapat pada bulan Juli (27,2⁰C).

Suhu Udara Rata-Rata Bulanan

Sumber : Kota Bitung Dalam Angka 2016

b. Kelembaban Udara

Kelembaban udara Kota Bitung cukup tinggi sepanjang tahun meskipun pada

musim kemarau. Kelembaban udara pada musim kemarau pada bulan Juli,

Agustus dan September lebih besar dari 70 %. Wilayah Kota Bitung mempunyai

kelembaban udara relatif tinggi, yaitu berkisar antara 77,7 % pada bulan November

sampai 80,3 % pada bulan April.

Page 21: BAB 2. PROFIL KABUPATEN KOTAsippa.ciptakarya.pu.go.id/sippa_online/ws_file... · RPIJM 2015 – 2019 KOTA BITUNG 6 BAB 2. PROFIL KABUPATEN KOTA 2.1. Wilayah Administrasi i. Gambaran

RPIJM 2015 – 2019 KOTA BITUNG

26

Kelembaban Udara Rataan Bulanan

Sumber : Kota Bitung Dalam Angka 2016

c. Kecepatan Angin

Perubahan angin yang dianalisis meliputi kecepatan dan arah. Pola kecepatan dan

arah angin Kota Bitung, sesuai data yang diperoleh, menunjukkan rataan kecepatan

angin tertinggi terjadi pada bulan Agustus, yakni sekitar 4,6 knots dan terendah

pada bulan April, yakni 1,9 knots.

Kecepatan Angin

Sumber : Kota Bitung Dalam Angka 2016

Page 22: BAB 2. PROFIL KABUPATEN KOTAsippa.ciptakarya.pu.go.id/sippa_online/ws_file... · RPIJM 2015 – 2019 KOTA BITUNG 6 BAB 2. PROFIL KABUPATEN KOTA 2.1. Wilayah Administrasi i. Gambaran

RPIJM 2015 – 2019 KOTA BITUNG

27

IV. Data Resiko Bencana Alam

Kota Bitung memiliki beberapa kerawanan bencana yang terdiri dari:

- Rawan Tanah Longsor/Gerakan Tanah

Berdasarkan Peta Indeks Risiko Bencana Gerakan Tanah di Provinsi Sulawesi Utara

(Data BNPB), Kota Bitung termasuk dalam tingkat risiko “Tinggi” terhadap gerakan

tanah. Daerah ini mempunyai potensi untuk terjadi Gerakan Tanah jika curah hujan di

atas normal, terutama pada daerah yang berbatasan dengan lembah, sungai, gawir, tebing

jalan atau jika lereng mengalami gangguan.

- Rawan Gelombang Pasang/Abrasi

Daerah pesisir pulau Lembeh pada titik-titik tertentu dan daerah yang dianggap rawan di

kota Bitung merupakan daerah rawan gelombang pasang/abrasi. Hampir setiap tahun

daerah ini dilanda gelombang pasang. Gelombang pasang dapat mengakibatkan

mundurnya garis pantai. Untuk mecegah hal ini terjadi, maka ke depan perlu dibuatkan

tanggul penahan ombak (break water).

- Rawan Banjir

Di kota Bitung, umumnya banjir disebabkan oleh curah hujan yang tinggi di atas normal,

sehingga sistem pengaliran air terutama sungai dan anak sungai alamiah tidak mampu

menampung akumulasi air hujan. Tanah bertekstur pasir yang mendominasi kota Bitung

seringkali menambah daya rusak banjir karena sebagian material pasir ikut terangkut oleh

aliran permukaan. Berkurangnya vegetasi pada daerah resapan air juga berkontribusi

pada meningkatnya debit banjir, karena jika terjadi curah hujan tinggi, sebagian besar air

akan menjadi aliran air permukaan yang langsung masuk ke dalam sistem pengaliran air

sehingga kapasitasnya terlampaui dan terjadi banjir.

Kemampuan/daya tampung sistem pengaliran air cepat berubah/tertutup akibat

sedimentasi, penyempitan sungai akibat fenomena alam dan ulah manusia, tersumbat

sampah serta hambatan lainnya.

Penggundulan hutan di daerah tangkapan airhujan (catchment area) juga menyebabkan

peningkatan debit banjir karena debit/pasokan air yang masuk ke

dalam sistem aliran menjadi tinggi sehingga melampaui kapasitas pengaliran dan menjadi

pemicu terjadinya erosi pada lahan curam yang selanjutnya menyebabkan sedimentasi

di sistem pengaliran air dan badan air lainnya. Di samping itu berkurangnya daerah

resapan air juga berkontribusi atas meningkatnya debit banjir.

Page 23: BAB 2. PROFIL KABUPATEN KOTAsippa.ciptakarya.pu.go.id/sippa_online/ws_file... · RPIJM 2015 – 2019 KOTA BITUNG 6 BAB 2. PROFIL KABUPATEN KOTA 2.1. Wilayah Administrasi i. Gambaran

RPIJM 2015 – 2019 KOTA BITUNG

28

V. Isu-Isu Strategis

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah(RPJMD) kota Bitung 2011-

2016 merupakan penjabaran visi, misi dan program pembangunan kota Bitung.

Penyelenggaraan pembangunan dalam kurun waktu 2006 – 2011 telah membuahkan hasil

yang menggembirakan hal ini dapat dilihat dari berbagai penghargaan di tingkat nasional

yang diterima oleh Pemerintah kota Bitung di samping kemajuan pembangunan lainnya

yang bisa dirasakan langsung oleh masyarakat. Walau demikian kemajuan pembangunan

kota Bitung selama kurun waktu tersebut tetap menyisakan tugas kedepan. Kota Bitung

dengan berbagai potensi yang besar untuk menjadi kota yang lebih maju memiliki

banyak tantangan dari berbagai aspek. Oleh karena itu berbagai potensi dan peluang yang

dimiliki oleh kota Bitung akan dimanfaatkan untuk menjawab setiap permasalahan dan

tantangan yang ada.