bab 2 merupakan salah satu produk final dari bebas oh ...eprints.umm.ac.id/39150/3/bab ii.pdf ·...

28
5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Malondialdehida 2.1.2 Definisi Malondialdehida merupakan salah satu produk final dari peroksidasi lipid. Senyawa ini terbentuk akibat degradasi radikal bebas OH terhadap asam lemak tak jenuh yang nantinya menjadi radikal yang sangat reaktif. MDA adalah senyawa dialdehid yang merupakan produk akhir peroksidasi lipid di dalam tubuh. Senyawa ini memiliki tiga rantai karbon dengan rumus molekul C3H4O 2 . MDA juga merupakan produk dekomposisi dari asam amino, karbohidrat kompleks, pentosa dan heksosa. Selain itu, MDA juga merupakan produk yang dihasilkan oleh radikal bebas melalui reaksi ionisasi dalam tubuh dan produk samping biosintesis prostaglandin yang merupakan produk akhir oksidasi lipid membran. Di samping itu, MDA juga perupakan metabolit komponen sel yang dihasilkan oleh radikal bebas. Oleh sebab itu, konsentrasi MDA yang tinggi menunjukkan adanya proses oksidasi dalam membran sel. Status antioksidan yang tinggi biasanya diikuti oleh penurunan kadar MDA (Winarsi, 2007). MDA dapat bereaksi dengan komponen nukleofilik atau elektrofilik. Aktivitas non-spesifiknya, MDA dapat berikatan dengan berbagai molekul biologis seperti protein, asam nukleat, dan

Upload: haphuc

Post on 24-May-2019

215 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

5

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Malondialdehida

2.1.2 Definisi

Malondialdehida merupakan salah satu produk final dari

peroksidasi lipid. Senyawa ini terbentuk akibat degradasi radikal

bebas OH terhadap asam lemak tak jenuh yang nantinya menjadi

radikal yang sangat reaktif.

MDA adalah senyawa dialdehid yang merupakan produk akhir

peroksidasi lipid di dalam tubuh. Senyawa ini memiliki tiga rantai

karbon dengan rumus molekul C3H4O2. MDA juga merupakan produk

dekomposisi dari asam amino, karbohidrat kompleks, pentosa dan

heksosa. Selain itu, MDA juga merupakan produk yang dihasilkan oleh

radikal bebas melalui reaksi ionisasi dalam tubuh dan produk samping

biosintesis prostaglandin yang merupakan produk akhir oksidasi lipid

membran. Di samping itu, MDA juga perupakan metabolit komponen

sel yang dihasilkan oleh radikal bebas. Oleh sebab itu, konsentrasi

MDA yang tinggi menunjukkan adanya proses oksidasi dalam

membran sel. Status antioksidan yang tinggi biasanya diikuti oleh

penurunan kadar MDA (Winarsi, 2007).

MDA dapat bereaksi dengan komponen nukleofilik atau

elektrofilik. Aktivitas non-spesifiknya, MDA dapat berikatan dengan

berbagai molekul biologis seperti protein, asam nukleat, dan

6

aminofosfolipid secara kovalen. MDA dapat menghasilkan polimer

dalam berbagai berat molekul dan polaritas. Efek negatif senyawa

radikal maupun metabolit elektrofil ini dapat diredam oleh

antioksidan, baik yang berupa zat gizi seperti vitamin A, C, E dan

albumin, ataupun antioksidan non-gizi seperti flavonoid dan gingerol.

Oleh karena itu, tinggi rendahnya kadar MDA sangat bergantung pada

status antioksidan dalam tubuh seseorang (Winarsi, 2007).

2.1.3 Biokimia Malondialdehida (MDA)

Radikal bebas memiliki waktu paruh yang sangat pendek sehingga

sulit diukur dalam laboratorium. Kerusakan jaringan lipid akibat ROS

dapat diperiksa menggunakan senyawa MDA. MDA merupakan

senyawa hasil peroksidasi lipid yang terbentuk dari peroksidasi lipid

pada membran sel yaitu reaksi radikal bebas (radikal hidroksi) dengan

PUFA. Reaksi tersebut terjadi secara berantai akan menghasilkan

sejumlah radikal lipid dan senyawa yang sangat sitotoksik terhadap

endotel. Radikal-radikal lipid tersebut akan bereaksi dengan

logam-logam transisi bebas dalam darah seperti Fe2+ dan Cu2+

menghasilkan aldehid toksik, salah satunya adalah MDA. Eliminasi

MDA dari sirkulasi dengan bantuan enzim aldehid dehidrogenase dan

thiokinasi yang terjadi dihepar terjadi dalam waktu 2 jam pada tikus

namun 10-30% melekat semi permanen pada protein dan dieliminasi

dalam waktu 12 jam (Winarsi, 2007).

7

Toksisitas MDA meningkat karena reaktivitasnya yang tinggi

terutama terhadap protein dan DNA.Kadar MDA telah digunakan

secara luas sebagai indikator stres oksidatif pada lemak tak jenuh

sekaligus merupakan indikator keberadaan radikal bebas. MDA

merupakan senyawa berbentuk kristal putih yang higroskopis diperoleh

dari hidrolisis asam 1,1,3,3 tetraethoxypropane.

Radioaktiktif C-MDA dapat dibuat dari 1,3 propanediol

menggunakan alkohol dehidrogenase (Winarsi, 2007). Stres oksidatif

adalah keadaan yang tidak seimbang antara antioksidan yang ada dalam

tubuh dengan produksi ROS. Stres oksidatif dapat menyebabkan

terjadinya reaksi peroksidasi lipid, protein termasuk enzim dan

DNA, yang dapat menyebabkan terjadinya kerusakan oksidatif.

Kerusakan oksidatif pada senyawa lipid terjadi ketika senyawa

radikal bebas bereaksi dengan senyawa PUFA. Peroksidasi lipid

merupakan reaksi berantai yang terus menghasilkan pasokan radikal

bebas sehingga terjadi reaksi peroksidasi-peroksidasi selanjutnya

(Agarwal, et al., 2005).

2.1.3 Cara Pengukuran Malondialdehida (MDA)

Metode pengukuran MDA yang sering digunakan adalah metode

Thio Barbituric Acid Reactive Substances (TBARS) menggunakan

spektrofotometer atas dasar penyerapan warna yang terbentuk dari

reaksi TBARS dan MDA. Tes ini didasarkan pada reaksi

kondensasi antara satu molekul MDA dengan dua molekul TBARS

pada pH rendah. Reaksi ini terjadi pada suasana asam pada suhu 90-

8

100◦ C, TBARS akan memberikan warna pink-cromogen yang

dapat diperiksa secara spektrofotometrik pada panjang

gelombang 530-535 nm atau fluoresen pada panjang gelombang 553

nm. Jumlah MDA yang terdeteksi menunjukkan banyaknya

peroksidasi lipid yang terjadi. Tes TBARS selain mengukur kadar

MDA yang terbentuk karena proses peroksidasi lipid juga mengukur

produk non-volatil yang terbentuk akibat panas yang ditimbulkan pada

saat pengukuran kadar MDA plasma yang sebenarnya (Asni, 2012).

Kadar MDA dapat diperiksa baik di plasma, jaringan, maupun

urin. Metode pengukuran MDA lain adalah dengan pengukuran kadar

MDA serum bebas menggunakan High- Performance Liquid

Chromatography (HPLC) namun metode ini membutuhkan penanganan

sampel yang sangat rumit. Pengukuran MDA dipengaruhi oleh variasi

diurnal, spesimen hemolisis dan jenis spesimen. Sampel hemolisis

dapat menyebabkan peningkatan kadar MDA oleh karena itu pemisahan

sampel harus dilakukan secepat mungkin dalam waktu kurang dari

30 menit. Penggunaan sampel serum mendapatkan hasil yang

lebih tinggi dibandingkan sampelplasma dengan antikoagulan

(Mudassir, 2012).

2.2 Antioksidan

2.2.1 Definisi Antioksidan

Antioksidan adalah senyawa yang dapat menangkal atau meredam

dampak negatif oksidan. Antioksidan bekerja dengan cara mendonorkan

satu elektronnya kepada senyawa yang bersifat oksidan sehingga aktivitas

9

senyawa oksidan tersebut dapat di hambat. Antioksidan dibutuhkan tubuh

untuk melindungi tubuh dari serangan radikal bebas.

Tubuh manusia tidak mempunyai cadangan antioksidan dalam

jumlah berlebih, sehingga apabila terbentuk banyak radikal maka tubuh

membutuhkan antioksidan eksogen. Adanya kekhawatiran kemungkinan

efek samping yang belum diketahui dari antioksidan sintetik menyebabkan

antioksidan alami menjadi alternatif yang sangat dibutuhkan.

Pada bidang kesehatan dan kecantikan, antioksidan berfungsi

untuk mencegah penyakit kanker dan tumor, penyempitan pembuluh

darah, penuaan dini, dan lain-lain. Antioksidan juga mampu menghambat

reaksi oksidasi dengan cara mengikat radikal bebas dan molekul yang

sangat reaktif sehingga kerusakan sel dapat dicegah. Reaksi oksidasi

dengan radikal bebas sering terjadi pada molekul protein, asam nukleat,

lipid dan polisakarida.

Resiko terkena penyakit degeneratif seperti kardiovaskuler,

kanker, aterosklerosis, osteoporosis dan penyakit degeneratif lainnya bisa

diturunkan dengan mengkosumsi antioksidan dalam jumlah yang cukup.

Konsumsi makanan yang mengandung antioksidan dapat meningkatkan

status imunologi dan menghambat timbulnya penyakit degeneratif akibat

penuaan. Kecukupan antioksidan secara optimal dibutuhkan oleh semua

kelompok usia (Sayuti dan Yenrina,2015).

10

2.2.2 Klasifikasi Antioksidan.

Ada beberapa penggolongan antioksidan, yaitu

1. Antioksidan Enzimatis

Antioksidan enzimatis misalnya SOD, katalase dan glutation

peroksidase. Antioksidan enzimatis dibagi menjadi dua, yaitu:

a. Antioksidan larut lemak seperti tokoferol, karotenoid, flavonoid,

quinon, dan bilirubin (Sayuti & Yenrina, 2015).

b. Antioksidan larut air seperti asam askorbat dan protein pengikat

logam (Sayuti & Yenrina, 2015).

2. Berdasarkan fungsi dan mekanisme kerjanya, dibagi menjadi tiga:

a. Antioksidan primer

Antioksidan primer bekerja untuk mencegah

pembentukan senyawa radikal baru, yaitu dengan mengubah

radikal bebas yang ada menjadi molekul yang berkurang

dampak negatifnya sebelum senyawa radikal bebas bereaksi.

Antioksidan primer adalah antioksidan yang sifatnya sebagai

pemutus reaksi berantai (chain-breaking antioxidant) yang bisa

bereaksi dengan radikal-radikal lipid dan mengubahnya menjadi

produk-produk yang lebih stabil. Suatu molekul dapat bereaksi

sebagai antioksidan primer jika dapat memberikan atom

hydrogen secara cepat kepada radikal lipid dan radikal yang

berasal dari antioksidan ini lebih stabil daripada radikal lipidnya,

atau diubah menjadi produk-produk lain yang stabil. Contoh

antioksidan primer adalah Superoksida Dismutase (SOD),

11

Glutation Peroksidase (GPx), katalase dan protein pengikat

logam. SOD dan GPx disebut juga dengan antioksidan enzimatis

yaitu antioksidan endogenus yang melindungi jaringan dari

kerusakan oksidatif yang disebabkan oleh radikal bebas oksigen

seperti anion superoksida (O2±), radikal hidroksil (OH*), dan

hydrogen peroksida (H2O2) (Sayuti & Yenrina, 2015).

b. Antioksidan sekunder

Antioksidan sekunder bekerja dengan cara mengkelat

logam yang bertindak sebagai pro-oksidan, menagkap radikal

dan mencegah terjadinya reaksi berantai. Antioksidan sekunder

berperan sebagai pengikat ion-ion logam, penangkap oksigen,

pengurai hidroperoksida menjadi senyawa non radikal, penyerap

radiasi UV atau deaktivasi singlet oksigen. Senyawa pengkelet

logam yang membentuk ikatan-ikatan dengan logam sifatnya

efektif sebagai antioksidan sekunder karena hanya senyawa ini

menurunkan potensil redoks dan karenanya menstabilkan bentuk

teroksidasi dari ion-ion logam. Contoh dari antioksidan

sekunder adalah vitamin E, vitamin C, β-caroten, isoflavon,

bilirubin dan albumin (Sayuti & Yenrina, 2015).

Flavonoid sebagai salah satu kelompok senyawa fenolik

yang banyak terdapat pada jaringan tanaman dapat berperan

sebagai antioksidan. Aktivitas antioksidatif flavonoid bersumber

pada kemampuan mendonasikan atom hidrogennya atau melalui

kemampuannya mengkelat logam. Berbagai hasil penelitian

12

menunjukkan bahwa senyawa flavonoid mempunyai aktivitas

antioksidan yang beragam pada berbagai jenis sereal, sayuran

dan buahbuahan. Penelitian-penelitian mengenai peranan

flavonoid pada tingkat sel, secara in vitro maupun in vivo,

membuktikan pula adanya korelasi negatif antara asupan

flavonoid dengan resiko munculnya penyakit kronis tertentu,

salah satunya diduga karena flavonoid memiliki efek

kardioprotektif dan aktivitas antiproliferatif. Berdasarkan hasil-

hasil penelitian yang telah dilakukan, diyakini bahwa flavonoid

sebagai salah satu kelompok senyawa fenolik yang memiliki

sifat antioksidatif serta berperan dalam mencegah kerusakan sel

dan komponen selularnya oleh radikal bebas reaktif. (Redha,

Abdi. 2010)

Polipenol merupakan bahan alam yang potensial dalam

menurunkan stress oksidatif yang mana bekerja melindungi

terbentuknya radikal bebas dengan mencegah akses dari oksidan

dan melindungi struktur dan fungsi dari membran sel (Oteiza et

all. 2005)

c. Antioksidan tersier

Antioksidan tersier bekerja memperbaiki kerusakan biomolekul

yang disebabkan radikal bebas. Contoh antioksidan tersier

adalah enzim-enzim yang memperbaiki DNA dan metionin

sulfide reduktase (Sayuti & Yenrina, 2015).

3.

13

4. Berdasarkan sumbernya menurut Sayuti & Yenrina dibagi menjadi

dua :

a. Antioksidan sintetik

Antioksidan sintetik didapatkan dari hasil sintesa reaksi

kimia. Contohnya adalah Butylated Hidroxyquinon (BHA),

Butylated Hidroxytolune (BHT), Tert-Butylated Hidroxyquinon

(TBHQ) dan tokoferol.

b. Antioksidan alami

2.3 Stres Oksidatif

Stres oksidatif merupakan suatu kondisi ketidakseimbangan antara

produksi radikal bebas dengan antioksidan, di mana kadar radikal bebas

lebih tinggi dibandingkan antioksidan (Kurkcu et al., 2010). Kondisi

tersebut dipengaruhi oleh faktor internal seperti genetik, umur, oksidasi

fosforilasi, proses patofisiologi, dan faktor eksternal seperti olahraga

berlebih, asupan makanan, patogen, sinar ultraviolet, dan bahan kimia

(Waris dan Ahsan, 2006).

Faktor internal utama yang menimbulkan stres oksidatif adalah oksidasi

fosforilasi akibat melakukan aktivitas fisik maksimal. Selama akvifitas

fisik, terbentuk radikal bebas bersamaan dengan reaksi oksidasi fosforilasi

untuk membentuk energi (ATP) dalam mitokondria. Dalam reaksi tersebut

dibutuhkan oksigen di mana oksigen akan bereaksi dengan hidrogen untuk

membentuk air, tetapi sejumlah oksigen dapat berubah menjadi radikal

bebas. Dengan demikian maka semakin berat aktivitas fisik maka

14

dibutuhkan semakin banyak ATP, juga semakin banyak radikal bebas yang

dihasilkan sebagai produk samping (Sari, 2009).

2.4 Rokok

2.4.1 Pengertian Rokok

Rokok adalah salah satu Produk Tembakau yang dimaksudkan

untuk dibakar dan dihisap dan/atau dihirup asapnya, termasuk rokok

kretek, rokok putih, atau bentuk lainnya yang dihasilkan dari

tanaman nicotiana tabacum, nicotiana rustica dan spesies lainnya

atau sintetisnya yang asapnya mengandung nikotin dan tar atau tanpa

bahan tambahan (PP RI, 2012).

Rokok berdasarkan bahan baku atau isi terbagi dalam kategori :

1. Rokok putih, yaitu rokok dengan bahan baku hanya daun

tembakau yang diberi saus untuk mendapatkan efek rasa dan

aroma tertentu.

2. Rokok kretek, yaitu rokok dengan bahan baku berupa daun

tembakau dan cengkeh yang diberi saus untuk mendapatkan

efek rasa dan aroma tertentu.

3. Rokok klembak, yaitu rokok dengan bahan baku berupa daun

tembakau, cengkeh, dan kemenyan yang diberi saus untuk

mendapatkan efek rasa dan aroma tertentu.

Berdasarkan komposisinya, rokok kretek yang merupakan

rokok khas Indonesia memiliki campuran cengkeh di dalamnya,

sedangkan rokok putih tidak. Rokok kretek mengandung 60%–70%

15

tembakau, sisanya 30%–40% cengkeh dan ramuan lain.Berdasarkan

studi yang dilakukan oleh Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok

Indonesia (Gappri) tahun 1999, konsumsi rokok kretek di Indonesia

mencapai 88% dibandingkan rokok putih sebesar 12%. Rokok kretek

lebih berbahaya daripada rokok putih, karena kandungan tar, nikotin,

dan karbon monoksida dalam rokok kretek lebih tinggi dibandingkan

rokok putih. Rokok kretek mengandung nikotin lebih tinggi yaitu

rata rata 1,2 mg - 4,5 mg dibandingkan dengan nikotin dalam rokok

putih yaitu 1,1 mg. Kandungan tar dalam rokok kretek rata rata

sebesar 46,8 mg sedangkan rokok putih rata rata hanya mengandung

16,3 mg tar. Rokok kretek juga mengandung CO lebih tinggi rata

rata yaitu 28,3 mg sedangkan kandungan CO dalam rokok putih rata

rata 15,5 mg (Ali, Sodarminto dan Siti 2007).

2.4.2 Asap rokok

Asap rokok mengandung lebih dari 4000 jenis zat organik

berupa gas maupun partikel yang berasal dari daun tembakau.

Komponen dalam asap rokok dibagi menjadi 2 bentuk yaitu fase

gas dan fase tar (fase partikulat). Fase gas merupakan fase dengan

berbagai macam gas yang berbahaya diantaranya terdiri dari

nitrosopirolidin, vinil klorida, formaldehid, hydrogen sianida,

nitrosamine, akrolein, urean, asetaldehida, ammonia piridin,

hidrasin, nitrogen oksida, dan karbon monoksida. Sedangkan fase

tar merupakan bahan yang terserap dari penyaringan asap rokok

menggunakan filter cartridge dengan ukuan pori-pori 0,1μm. Fase

16

ini terdiri dari dibensakridin, dibensokarbol, bensopirin, fluoranten,

hidrokarbon aromatik, polinuklear, naftalen, nitrosamine yang

tidak menguap, nikel, arsen, alkaloid tembakau, dan nikotin.

Radikal bebas dari asap fase tar memiliki waktu paruh yang lebih

lama (beberapa jam hingga bulan) dibandingkan dengan fase gas

yang hanya memiliki waktu paruh beberapa detik (Marwan dkk.,

2005).

Perokok aktif mendapat paparan asap rokok utama atau secara

langsung yang disebut Mainstream Smoke sedangkan perokok pasif

mendapat paparan asap dari ujung rokok yang terbakar atau disebut

pula Sidestream Cigarette Smoke. Asap rokok sampingan ini dapat

pula menimbulkan polusi udara sehingga disebut pula

Environtment Tobacco Smoke (ETS). Kandungan kimia asap rokok

sampingan (sidestream cigarette smoke) lebih tinggi dibandingkan

dengan asap rokok utama (mainstream smoke) karena tembakau

terbakar pada temperature yang lebih rendah ketika sedang dihisap

membuat pembakaran menjadi kurang lengkap dan mengeluarkan

lebih banyak bahan kimia. International Non Government Coaltion

Against Tobacco (INGCAT) menyatakan bahwa paparan asap

rokok terhadap perokok pasif dapat menyebabkan kanker paru dan

kerusakan kardiovaskuler pada orang dewasa yang tidak merokok

dan dapat merusak kesehatan paru dan pernafasan pada anak

(Widigdo, 2014).

2.4.3 Bahan yang Terkandung dalam Asap Rokok

17

Gondodiputro (2007) menjelaskan unsur kimia asap rokok, antara

lain:

2.2.3.1 Nikotin

Nikotin atau β-pyridil-α-N-methyl pyrrolidine

merupakan senyawa organik spesifik yang terkandung

dalam daun tembakau. Senyawa ini dapat menimbulakan

efek psikologis berupa ketagihan bagi perokok. Nikotin ini

berpengaruh pada beratnya rasa isap dalam rokok.

Semakin tinggi kadar nikotin maka semakin berat rasa

isapnya sedangkan asap rokok yang memiliki kadar

nikotin rendah memiliki rasa yang enteng (hambar). Pada

konsentrasi rendah, nikotin bersifat stimulant yaitu

meningkatkan aktivitas, kewaspadaan, dan memori

sehingga menyebabkan addiksi sedangkan pada

konsentrasi tinggi dapat berperan sebagai depresan. Mual

dan muntah dapat terjadi jika nikotin diberikan dalam

dosis yang sangat besar.

Mekanisme addiksi nikotin terjadi karena adanya

interaksi antara nikotin dengan Nicotinic Acetylcholine

Receptors (nAChRs) pada otak di daerah mesolimbik

dopamin system di Ventral Tegmental Area (VTA) neuron

yang mengawali aktivasi Central Nervus System (CNS)

18

termasuk system Mesoaccumbens Dopamin. Reseptor

nikotin ini mengatur pelepasan dopamin. Nikotin

mengubah aktivitas VTA untuk meningkatkan sekresi

dopamine. Dopamin yang dilepaskan berperan dalam

pengontrolan fungsi aktivitas lokomotorik kognisi, emosi,

reinsformen positif, serta regulasi endokrin. Akibat dari

pelepasan dopamine ini pun akan menimbulkan perasaan

nyaman bagi perokok.

Penggunaan nikotin secara akut maupun kronik

dapat menimbulkan toleransi. Toleransi akut terjadi akibat

desentsasi reseptor, yaitu saat nikotin berikatan dengan

reseptor nikotin akan terjadi perubahan alosterik dan

reseptor nikotin menjadi tidak sensitif terhadap nikotin

beberapa waktu. Penggunaan kronik akan meningkatkan

jumlah reseptor nikotin yang mungkin merupakan akibat

dari desentisasi reseptor. Dalam keadaan tersebut jika

nikotin tidak tersedia, maka pelepasan dopamine dan

neurotransmitter lainnya akan menurun dibawah normal

sehingga menimbulkan efek putus obat. Gejala yang

timbul akibat putus obat tersebut antara lain rasa cemas,

sulit berkonsetrasi, sulit istirahat, gangguan depresi, dan

depresi.

2.4.3.2 Tar

19

Tar adalah kondensat asap yang merupakan total

residu dihasilkan saat rokok dibakar setelah dikurangi

nikotin dan air yang bersifat karsinogenik. Saat rokok

dihisap, tar masuk rongga mulut sebagai uap padat asap

rokok, setelah dingin akan menjadi padat dan membentuk

endapan berwarna coklat pada permukaan gigi, saluran

nafas, dan paru – paru. Tar tersusun atas senyawa organik

dan anorganik dimana beberapa dari senyawa tersebut

bersifat karsinogenik. Sebagai residu pembakaran , tar

memiliki korelasi positif dengan ketebalan daun

tembakau. Daun tembakau yang tebal memiliki senyawa

organic dan anorganik yang lebih besar daripada daun

tembakau yang tipis. Dalam asap rokok, tar mempunyai

sedikitnya 4 jenis radikal bebas yang berbeda dan salah

satunya adalah semiquinon.

2.4.3.3 Karbon Monoksida

Karbon monoksida merupakan senyawa berupa gas,

tidak berwarna, tidak berbau, mudah terbakar, dan dipakai

dalam pembuatan berbagai senyawa organikdan

anorganik. Gas karbon monoksida yang terdapat dalam

rokok tidak akan menyebabkan keracunan pada perokok

namun efek buruknya akan terjadi secara lamban pada

jalan nafas. Senyawa ini berikatan dengan Hb 200 kali

lebih efektif dibandingkan oksigen. Menghirup udara

20

selama 1 jam yang mengandung lebih dari 0,2%

(2000ppm) karbon monoksida dengan 21% oksigen

diduga akan menyebabkan kematian.

2.4.4 Asap Rokok Sebagai Radikal Bebas

Dalam ilmu kimia, pengertian oksidan adalah

senyawa penerima elektron, yaitu senyawa yang dapat

menarik elektron misalnya ion ferri (Fe++). Para ahli

biokimia menyebutkan bahwa radikal bebas merupakan

salah satu bentuk senyawa yang memiliki elektron yang

tidak berpasangan. Menurut Winarti (2010) karena

mempunyai elektron tidak berpasangan, radikal bebas

bersifat sangat reaktif dan tidak stabil. Elektron yang tidak

berpasangan selalu berusaha untuk mencari pasangan

baru, sehingga mudah bereaksi dengan zat lain

(protein,lemak maupun DNA) dalam tubuh (Sayuti &

Yenrina, 2015).

Tubuh manusia mengandung molekul oksigen yang stabil

dan yang tidak stabil. Molekul oksigen yang stabil penting untuk

memelihara kehidupan sel. Dalam jumlah tertentu radikal bebas

diperlukan untuk kesehatan, akan tetapi dalam jumlah banyak akan

bersifat merusak dan sangat berbahaya. Fungsi radikal bebas dalam

tubuh adalah untuk melawan radang, membunuh bakteri dan

21

mengatur tonus otot polos dalam organ dan pembuluh darah (Kim,

et all, 2009).

Pada proses metabolisme ini, sering terjadi kebocoran

elektron. Dalam kondisi tersebut mudah sekali terbentuk radikal

bebas seperti anion superoksida, hidroksil dan lain-lain. Radikal

bebas juga terbentuk dari senyawa lain yang sebenarnya bukan

radikal bebas tetapi mudah berubah menjadi radikal bebas,

misalnya hidrogen peroksida (H2O2). Kedua kelompok senyawa

tersebut diistilahkan sebagai Reactive Oxygen Spesies (ROS) dan

menyebabkan stress oksidatif (Sayuti & Yenrina, 2015).

Secara endogenus, terbentuknya radikal bebas juga

berkaitan dengan laju metabolisme seiring bertambahnya usia.

Bertambahnya glikolisis juga akan menyebabkan peningkatan

oksidasi glukosa dalam siklus asam sitrat sehingga radikal bebas

akan terbentuk lebih banyak (Winarsi, et all, 2012).

Molekul biologi pada dasarnya tidak ada yang bersifat

radikal. Apabila molekul non radikal bertemu dengan radikal

bebas, maka akan terbentuk suatu molekul radikal yang baru,

sehingga apabila molekul atau senyawa radikal bebas tidak segera

diatasi dengan antioksidan endogen maupun eksogen yang terjadi

adalah kerusakan sel (Asri, 2014).

Kandungan kimia asap rokok yang sudah teridentifikasi

jumlahnya mencapai 4.800 komponen. Kandungan radikal bebas

yang terkandung dalam asap rokok yang jumlahnya sangat banyak

22

tersebut akan menyebabkan ketidakseimbangan antara jumlah

oksidan atau radikal bebas di dalam tubuh dengan jumlah antibodi

yang tersedia dalam tubuh. Keadaan yang tidak seimbang ini

adalah keadaan yang dinamakan stress oksidatif. Stress oksidatif

yang terjadi pada saluran nafas akan memicu terjadinya inflamasi

pada daerah tertentu yang disebabkan oleh peroksidasi lipid dan

dipicu oleh stress oksidatif. (Sutyarso, 2013).

Berikut ini adalah gambar komponen radikal bebas yang

dihasilkan oleh asap rokok :

Gambar 2.1

Kandungan oksidan asap rokok fase gas dan fase tar. (Sutyarso, 2013).

2.5 Katuk ( Sauropus Androgynus.)

2.5.1 Morfologi Katuk

Katuk (Sauropus Androgynus (L.) Merr) dikenal dengan nama

cekur manis, sayur manis (Malaysia), pak waan (Thailand), rau ngot

(Vietnam), star gooseberry, sweet leaf (Inggris), dan mani cai (Cina).

Tumbuhan tropis ini sangat popular di daerah Asia Selatan atau Asia

Tenggara.. Tumbuhan tropis ini bercabang banyak, dan tingginya dapat

23

mencapai 2.5 m dengan daun oval hijau sampai panjang 5-6 cm. Pucuk

tanaman disebut juga tropical asparagus.Katuk adalah tanaman yang

sering berbunga. Bunganya kecil-kecil, berwarna merah gelap sampai

kekuning-kuningan dengan bintik-bintik merah. Dari bunga bisa

menjadi buah kecil-kecil berwarna putih (Agoes, 2010).

Katuk dikenal dengan 2 jenis, yakni katuk merah yang masih

banyak dijumpai di hutan belantara sebagai tanaman yang dipelihara

karena warna daunnya yang menawan hijau kemerah-merahan. Jenis

kedua, katuk hijau, yang dibudidayakan untuk dimanfaatkan daun-

daunnya. Pertumbuhan daun ini lebih produktif daripada katuk merah

(Agoes, 2010).

Secara ilmiah, katuk (Sauropus Androgynus) dalam sistematika

tumbuhan adalah sebagai berikut :

Subkingdom : Tracheobionta

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliosida

Sub Kelas : Rosidae

Ordo : Euphorbiales

Famili : Euphorbiaceace

Genus : Sauropus

Spesies : Sauropus Androgynus (L.) Merr

24

Gambar 2.2

Daun Katuk (Sauropus Androgynus L. Merr) (Agoes, 2010)

2.5.2 Kandungan Nutrisi

Daun katuk mengandung 7% protein kadar tinggi berkaroten,

vitamin C, kalsium, besi, dan magnesium. Termasuk tanaman langka

yang mengandung vit K. Sementara kandungan kalsium daun katuk

sebanyak empat kali lebih tinggi dibandingkan kandungan mineral dari

daun kol. Dibandingkan daun pepaya dan daun singkong, kandungan

kalori, protein dan karbohidrat daun katuk hampir setara. Kandungan

zat besi lebih unggul. Selain itu kaya vitamn A, vitamin B1, vitamin C.

Diasamping itu daun katuk juga memiliki kandungan tanin, saponin

flavonoid, dan alkaloid papaverin, sehingga sangat potensial untuk

dijadikan bahan pengobatan alami (Agoes, 2010).

25

Tabel 2.1 Kandungan Fitokimia Daun Katuk

Nilai ( Konsentrasi (mg/ 100g)

Polyphenol 1150,95±2,86

Antocyanin 82,94± 1,12

Karotenoid 19,40±0,56

Asam Askorbat 314,30± 1,84

Tannin 88,68±1,06

Klorofil 45,60±0,66

(Singh, et al, 2011)

Tabel 2.2 Kandungan Flavonoid Daun Katuk

(Andarwulan, 2010)

Nilai ( Konsentrasi (mg/ 100g)

Quercetin 4.50± 0.22

Kaempferol 138± 5.8

Myricetin <0.00002

Luteolin <0.006

Apigenin <0.03

Jumlah Total Flavonoid 143±6

26

Tabel 2.3 Penilaian Kandungan Gizi Sauropus Androgynus.L Merr

pada 100 gr daun segar

Kandungan Gizi Nilai

Protein 7.4 g

Lemak 1.1 g

Serat 1.8 g

Carotene 5600 mikrogram

Riboflavin 0.21 mg

Thiamine 0.50 mg

Potassium -

Cobalt -

Manganese -

Copper -

Sodium -

Zinc -

Fe -

Magnesium -

Kalsium 711

Vitamin C 244

Phosporus 543

Iron 8.8

(Bunawan, et al, 2015)

2.5.3 Mekanisme Rokok Dalam Meningkatkan Kadar MDA

Asap rokok merupakan oksidan yang apabila dihirup menyebabkan

aktivasi neutrofil, makrofag alveolar, eosinofil, dan sel epitel sehingga

27

menyebabkan produksi ROS dan peroksidasi lipid membran meningkat

yang salah satu produknya adalah MDA (Rahman, Asiya, Se-Ran, et al,

2006). Mekanisme peningkatan ROS menyebabkan stress oksidatif,

kerusakan DNA, dan fungsi endotel abnormal. Biomarker dari stress

oksidatif terdiri dari antibodi LDL teroksidasi, kuantitas MDA, dan

TBARS. Asap rokok menyebabkan terjadi peningkatan stress oksidatif

dan ketidakseimbangan proses imun sehingga menyebabkan

peningkatan antibodi LDL teroksidasi, MDA, dan TBARS. Asap rokok

juga menyebabkan fungsi endotel menjadi abnormal, terjadi

peningkatan adhesi leukosit ke endotel (Sofia, 2006).

2.5.4 Mekanisme Kandungan Daun Katuk Dalam Menurunkan Kadar MDA

Ekstrak daun katuk mempunyai banyak senyawa antioksidan potensial

diantaranya flavonoid dan polifenol (Agoes, 2010). Flavonoid sebagai

salah satu kelompok senyawa fenolik yang memiliki sifat antioksidatif

serta berperan dalam mencegah kerusakan sel dan komponen selularnya

oleh radikal bebas reaktif (Redha, Abdi. 2010). Polipenol berfungsi

melindungi terbentuknya radikal bebas dengan mencegah akses dari

oksidan dan melindungi struktur dan fungsi dari membran sel (Oteiza et

al. 2005). Polipenol juga dapat mereduksi aktivitas peroksidasi lipid

(Nijveldt et al. 2001).

28

2.5.5 Penelitian Ekstrak Daun Buas-Buas Dapat Menurukan Kadar MDA

Tikus Putih Yang Dipapar Asap Rokok.

A. Bahan Alam Metedologi Penelitian

1) Alat

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah blender

simplisia (IlinQi FZ-10®), bejana maserasi, cawan krusibel,

waterbath (Memmert WNB 14®), timbangan analitik (BEL

M254AI®), rotary evaporator (Heldolph®), spektrofotometer

UV-Vis

(Shimadzu MR 2500®), oven (Memmert UP400®), desikator,

timbangan analitik (Precisa®), alat-alat gelas (Pyrex Iwaki®),

Vortex (Barnstead M37610®), mikropipet (Rainin

E1019705K®), blood tube, sonde oral, spuit 1 cc dan 3cc, hot

plate (SchottInstrument®), mortir dan stamper, alat bedah,

sentrifuge,shaker,yellow tipdansmoking chamber

2) Bahan

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah daun

buas-buas, vitamin E, etanol 70% (Merck®),serbuk magnesium,

larutan HCL pekat, larutan HCl2N, larutan FeCl3 5%, asam

asetat glasial, asamasetat anhidrat, larutan H2SO4 pekat, larutan

H22N, pereaksi Dragendorff, pereaksi Wagner,pereaksi

Mayer,aquades, kloroform, amonia, larutanNaCl 10%, gelatin

1%, CMC Carboxy ethylCellulose(CMC), aluminium foil,

29

kertas saring, BA(tiobarbituricacid),TCA (trichloroacid),

TMP(tetrametoksipropana).

3) Hewan Uji

Hewan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus putih

(Rattus norvegicus) galurwistarjantan. Sampel diperoleh secara

acak yangmemenuhikriteria inklusi yaitu tikus putih

wistarjantan, umur 2–3 bulan, berat badan 100-200 gram dan

tidak cacat secara anatomi, sedangkan kriteriaeksklusinya

adalah tikus yang sakit secara fisiologis sebelum perlakuan dan

terdapat penurunan beratbadan yang drastis.

4) Pemaparan Asap Rokok

Rokok yang digunakan adalah rokok kretektanpa filter. Semua

tikus diberi paparan asap. Proses pemaparan dilakukan dalam

smoking chamber.Proses pemaparan dilakukan setiap pagi

menggunakan 3 batang rokok. Pemaparan dilakukan selama 14

hari didalam smoking chamber yangterbuat dari plastik ukuran

38,5x28,5x22,5 cmdilengkapi dengan ventilasi, dua buahair

pumpdantempat pembakaran rokok. Satu jam setelah pemaparan

asap rokok, tikus diberi ektstrak etanol daun buas-buas sesuai

variasi dosis.

5) Perlakuan Hewan Uji

B. Seluruh hewan percobaan diadaptasikan selama tujuh hari. Tikus

yang diadaptasi akan diberikanmakan dan minum secukupnya.

Kemudian hewanpercobaan dipilih secara acak dibagi menjadi

30

enamkelompok. Kelompok A merupakan kelompoknormal

tanpapaparan asap rokok dan hanya diberisuspensi CMC 1%

Kelompok B adalah kelompokkontrol postif yang diberikan paparan

asap rokokdan vitamin E. Kelompok C adalah kelompok

kontrolnegatif yang hanya diberikan paparan asap rokok dansuspensi

CMC 1%. Kelompok D, E dan F adalahkelompok perlakuan yang

diberikan paparan asaprokok dan ektrak etanol daun buas-buas

dengan dosis 200, 400 dan 600 mg/kg BByang Terkandung di

Ekstrak Daun Buas-Buas

1) Alkaloid

2) Flavonoid

3) Steroid dan Triterpenoid

4) Tanin

5) Fenol

6) Saponin

C. Hasil

Gambar 2.3

Kurva Regresi Linier MDA

31

Persamaan kurva baku yang diperoleh adalahy=0,8264285714 x

0,06580952381 denganr=0,993066.

Tabel 2.4Perbandingan Kadar MDA PlasmaKelompok Perlakuan

dengan Uji Kruskal-Wallis

Keterangan: p-value<0,05 = berbeda signifikan. Kemudian

dilanjutkan analisis untuk mengetahuiperbedaan kadar MDA plasma

antar kelompok perlakuan menggunakan ujiMann-Whitney.

Gambar 2.4

Kurva Kadar MDA Plasma TikusWistar Jantan Pasca Paparan AsapRokok

32

Berdasarkan hasil analisis kadar MDA plasmakelompok perlakuan

negatif memiliki perbedaanyang signifikan terhadap semua

kelompok (p<0,05).

D. Kesimpulan dan saran

Kesimpulan yang dapat diambil berdasarkanhasil penelitian ini

adalah:

1. Ekstrak etanol daun buas-buas dapat menurunkan kadar MDA

plasma tikus yangterpapar asap rokok.

2. Dosis ekstrak 600 mg/kg BB dapat menurunkankadar MDA

plasma secara signifikan.