5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Malondialdehida
2.1.2 Definisi
Malondialdehida merupakan salah satu produk final dari
peroksidasi lipid. Senyawa ini terbentuk akibat degradasi radikal
bebas OH terhadap asam lemak tak jenuh yang nantinya menjadi
radikal yang sangat reaktif.
MDA adalah senyawa dialdehid yang merupakan produk akhir
peroksidasi lipid di dalam tubuh. Senyawa ini memiliki tiga rantai
karbon dengan rumus molekul C3H4O2. MDA juga merupakan produk
dekomposisi dari asam amino, karbohidrat kompleks, pentosa dan
heksosa. Selain itu, MDA juga merupakan produk yang dihasilkan oleh
radikal bebas melalui reaksi ionisasi dalam tubuh dan produk samping
biosintesis prostaglandin yang merupakan produk akhir oksidasi lipid
membran. Di samping itu, MDA juga perupakan metabolit komponen
sel yang dihasilkan oleh radikal bebas. Oleh sebab itu, konsentrasi
MDA yang tinggi menunjukkan adanya proses oksidasi dalam
membran sel. Status antioksidan yang tinggi biasanya diikuti oleh
penurunan kadar MDA (Winarsi, 2007).
MDA dapat bereaksi dengan komponen nukleofilik atau
elektrofilik. Aktivitas non-spesifiknya, MDA dapat berikatan dengan
berbagai molekul biologis seperti protein, asam nukleat, dan
6
aminofosfolipid secara kovalen. MDA dapat menghasilkan polimer
dalam berbagai berat molekul dan polaritas. Efek negatif senyawa
radikal maupun metabolit elektrofil ini dapat diredam oleh
antioksidan, baik yang berupa zat gizi seperti vitamin A, C, E dan
albumin, ataupun antioksidan non-gizi seperti flavonoid dan gingerol.
Oleh karena itu, tinggi rendahnya kadar MDA sangat bergantung pada
status antioksidan dalam tubuh seseorang (Winarsi, 2007).
2.1.3 Biokimia Malondialdehida (MDA)
Radikal bebas memiliki waktu paruh yang sangat pendek sehingga
sulit diukur dalam laboratorium. Kerusakan jaringan lipid akibat ROS
dapat diperiksa menggunakan senyawa MDA. MDA merupakan
senyawa hasil peroksidasi lipid yang terbentuk dari peroksidasi lipid
pada membran sel yaitu reaksi radikal bebas (radikal hidroksi) dengan
PUFA. Reaksi tersebut terjadi secara berantai akan menghasilkan
sejumlah radikal lipid dan senyawa yang sangat sitotoksik terhadap
endotel. Radikal-radikal lipid tersebut akan bereaksi dengan
logam-logam transisi bebas dalam darah seperti Fe2+ dan Cu2+
menghasilkan aldehid toksik, salah satunya adalah MDA. Eliminasi
MDA dari sirkulasi dengan bantuan enzim aldehid dehidrogenase dan
thiokinasi yang terjadi dihepar terjadi dalam waktu 2 jam pada tikus
namun 10-30% melekat semi permanen pada protein dan dieliminasi
dalam waktu 12 jam (Winarsi, 2007).
7
Toksisitas MDA meningkat karena reaktivitasnya yang tinggi
terutama terhadap protein dan DNA.Kadar MDA telah digunakan
secara luas sebagai indikator stres oksidatif pada lemak tak jenuh
sekaligus merupakan indikator keberadaan radikal bebas. MDA
merupakan senyawa berbentuk kristal putih yang higroskopis diperoleh
dari hidrolisis asam 1,1,3,3 tetraethoxypropane.
Radioaktiktif C-MDA dapat dibuat dari 1,3 propanediol
menggunakan alkohol dehidrogenase (Winarsi, 2007). Stres oksidatif
adalah keadaan yang tidak seimbang antara antioksidan yang ada dalam
tubuh dengan produksi ROS. Stres oksidatif dapat menyebabkan
terjadinya reaksi peroksidasi lipid, protein termasuk enzim dan
DNA, yang dapat menyebabkan terjadinya kerusakan oksidatif.
Kerusakan oksidatif pada senyawa lipid terjadi ketika senyawa
radikal bebas bereaksi dengan senyawa PUFA. Peroksidasi lipid
merupakan reaksi berantai yang terus menghasilkan pasokan radikal
bebas sehingga terjadi reaksi peroksidasi-peroksidasi selanjutnya
(Agarwal, et al., 2005).
2.1.3 Cara Pengukuran Malondialdehida (MDA)
Metode pengukuran MDA yang sering digunakan adalah metode
Thio Barbituric Acid Reactive Substances (TBARS) menggunakan
spektrofotometer atas dasar penyerapan warna yang terbentuk dari
reaksi TBARS dan MDA. Tes ini didasarkan pada reaksi
kondensasi antara satu molekul MDA dengan dua molekul TBARS
pada pH rendah. Reaksi ini terjadi pada suasana asam pada suhu 90-
8
100◦ C, TBARS akan memberikan warna pink-cromogen yang
dapat diperiksa secara spektrofotometrik pada panjang
gelombang 530-535 nm atau fluoresen pada panjang gelombang 553
nm. Jumlah MDA yang terdeteksi menunjukkan banyaknya
peroksidasi lipid yang terjadi. Tes TBARS selain mengukur kadar
MDA yang terbentuk karena proses peroksidasi lipid juga mengukur
produk non-volatil yang terbentuk akibat panas yang ditimbulkan pada
saat pengukuran kadar MDA plasma yang sebenarnya (Asni, 2012).
Kadar MDA dapat diperiksa baik di plasma, jaringan, maupun
urin. Metode pengukuran MDA lain adalah dengan pengukuran kadar
MDA serum bebas menggunakan High- Performance Liquid
Chromatography (HPLC) namun metode ini membutuhkan penanganan
sampel yang sangat rumit. Pengukuran MDA dipengaruhi oleh variasi
diurnal, spesimen hemolisis dan jenis spesimen. Sampel hemolisis
dapat menyebabkan peningkatan kadar MDA oleh karena itu pemisahan
sampel harus dilakukan secepat mungkin dalam waktu kurang dari
30 menit. Penggunaan sampel serum mendapatkan hasil yang
lebih tinggi dibandingkan sampelplasma dengan antikoagulan
(Mudassir, 2012).
2.2 Antioksidan
2.2.1 Definisi Antioksidan
Antioksidan adalah senyawa yang dapat menangkal atau meredam
dampak negatif oksidan. Antioksidan bekerja dengan cara mendonorkan
satu elektronnya kepada senyawa yang bersifat oksidan sehingga aktivitas
9
senyawa oksidan tersebut dapat di hambat. Antioksidan dibutuhkan tubuh
untuk melindungi tubuh dari serangan radikal bebas.
Tubuh manusia tidak mempunyai cadangan antioksidan dalam
jumlah berlebih, sehingga apabila terbentuk banyak radikal maka tubuh
membutuhkan antioksidan eksogen. Adanya kekhawatiran kemungkinan
efek samping yang belum diketahui dari antioksidan sintetik menyebabkan
antioksidan alami menjadi alternatif yang sangat dibutuhkan.
Pada bidang kesehatan dan kecantikan, antioksidan berfungsi
untuk mencegah penyakit kanker dan tumor, penyempitan pembuluh
darah, penuaan dini, dan lain-lain. Antioksidan juga mampu menghambat
reaksi oksidasi dengan cara mengikat radikal bebas dan molekul yang
sangat reaktif sehingga kerusakan sel dapat dicegah. Reaksi oksidasi
dengan radikal bebas sering terjadi pada molekul protein, asam nukleat,
lipid dan polisakarida.
Resiko terkena penyakit degeneratif seperti kardiovaskuler,
kanker, aterosklerosis, osteoporosis dan penyakit degeneratif lainnya bisa
diturunkan dengan mengkosumsi antioksidan dalam jumlah yang cukup.
Konsumsi makanan yang mengandung antioksidan dapat meningkatkan
status imunologi dan menghambat timbulnya penyakit degeneratif akibat
penuaan. Kecukupan antioksidan secara optimal dibutuhkan oleh semua
kelompok usia (Sayuti dan Yenrina,2015).
10
2.2.2 Klasifikasi Antioksidan.
Ada beberapa penggolongan antioksidan, yaitu
1. Antioksidan Enzimatis
Antioksidan enzimatis misalnya SOD, katalase dan glutation
peroksidase. Antioksidan enzimatis dibagi menjadi dua, yaitu:
a. Antioksidan larut lemak seperti tokoferol, karotenoid, flavonoid,
quinon, dan bilirubin (Sayuti & Yenrina, 2015).
b. Antioksidan larut air seperti asam askorbat dan protein pengikat
logam (Sayuti & Yenrina, 2015).
2. Berdasarkan fungsi dan mekanisme kerjanya, dibagi menjadi tiga:
a. Antioksidan primer
Antioksidan primer bekerja untuk mencegah
pembentukan senyawa radikal baru, yaitu dengan mengubah
radikal bebas yang ada menjadi molekul yang berkurang
dampak negatifnya sebelum senyawa radikal bebas bereaksi.
Antioksidan primer adalah antioksidan yang sifatnya sebagai
pemutus reaksi berantai (chain-breaking antioxidant) yang bisa
bereaksi dengan radikal-radikal lipid dan mengubahnya menjadi
produk-produk yang lebih stabil. Suatu molekul dapat bereaksi
sebagai antioksidan primer jika dapat memberikan atom
hydrogen secara cepat kepada radikal lipid dan radikal yang
berasal dari antioksidan ini lebih stabil daripada radikal lipidnya,
atau diubah menjadi produk-produk lain yang stabil. Contoh
antioksidan primer adalah Superoksida Dismutase (SOD),
11
Glutation Peroksidase (GPx), katalase dan protein pengikat
logam. SOD dan GPx disebut juga dengan antioksidan enzimatis
yaitu antioksidan endogenus yang melindungi jaringan dari
kerusakan oksidatif yang disebabkan oleh radikal bebas oksigen
seperti anion superoksida (O2±), radikal hidroksil (OH*), dan
hydrogen peroksida (H2O2) (Sayuti & Yenrina, 2015).
b. Antioksidan sekunder
Antioksidan sekunder bekerja dengan cara mengkelat
logam yang bertindak sebagai pro-oksidan, menagkap radikal
dan mencegah terjadinya reaksi berantai. Antioksidan sekunder
berperan sebagai pengikat ion-ion logam, penangkap oksigen,
pengurai hidroperoksida menjadi senyawa non radikal, penyerap
radiasi UV atau deaktivasi singlet oksigen. Senyawa pengkelet
logam yang membentuk ikatan-ikatan dengan logam sifatnya
efektif sebagai antioksidan sekunder karena hanya senyawa ini
menurunkan potensil redoks dan karenanya menstabilkan bentuk
teroksidasi dari ion-ion logam. Contoh dari antioksidan
sekunder adalah vitamin E, vitamin C, β-caroten, isoflavon,
bilirubin dan albumin (Sayuti & Yenrina, 2015).
Flavonoid sebagai salah satu kelompok senyawa fenolik
yang banyak terdapat pada jaringan tanaman dapat berperan
sebagai antioksidan. Aktivitas antioksidatif flavonoid bersumber
pada kemampuan mendonasikan atom hidrogennya atau melalui
kemampuannya mengkelat logam. Berbagai hasil penelitian
12
menunjukkan bahwa senyawa flavonoid mempunyai aktivitas
antioksidan yang beragam pada berbagai jenis sereal, sayuran
dan buahbuahan. Penelitian-penelitian mengenai peranan
flavonoid pada tingkat sel, secara in vitro maupun in vivo,
membuktikan pula adanya korelasi negatif antara asupan
flavonoid dengan resiko munculnya penyakit kronis tertentu,
salah satunya diduga karena flavonoid memiliki efek
kardioprotektif dan aktivitas antiproliferatif. Berdasarkan hasil-
hasil penelitian yang telah dilakukan, diyakini bahwa flavonoid
sebagai salah satu kelompok senyawa fenolik yang memiliki
sifat antioksidatif serta berperan dalam mencegah kerusakan sel
dan komponen selularnya oleh radikal bebas reaktif. (Redha,
Abdi. 2010)
Polipenol merupakan bahan alam yang potensial dalam
menurunkan stress oksidatif yang mana bekerja melindungi
terbentuknya radikal bebas dengan mencegah akses dari oksidan
dan melindungi struktur dan fungsi dari membran sel (Oteiza et
all. 2005)
c. Antioksidan tersier
Antioksidan tersier bekerja memperbaiki kerusakan biomolekul
yang disebabkan radikal bebas. Contoh antioksidan tersier
adalah enzim-enzim yang memperbaiki DNA dan metionin
sulfide reduktase (Sayuti & Yenrina, 2015).
3.
13
4. Berdasarkan sumbernya menurut Sayuti & Yenrina dibagi menjadi
dua :
a. Antioksidan sintetik
Antioksidan sintetik didapatkan dari hasil sintesa reaksi
kimia. Contohnya adalah Butylated Hidroxyquinon (BHA),
Butylated Hidroxytolune (BHT), Tert-Butylated Hidroxyquinon
(TBHQ) dan tokoferol.
b. Antioksidan alami
2.3 Stres Oksidatif
Stres oksidatif merupakan suatu kondisi ketidakseimbangan antara
produksi radikal bebas dengan antioksidan, di mana kadar radikal bebas
lebih tinggi dibandingkan antioksidan (Kurkcu et al., 2010). Kondisi
tersebut dipengaruhi oleh faktor internal seperti genetik, umur, oksidasi
fosforilasi, proses patofisiologi, dan faktor eksternal seperti olahraga
berlebih, asupan makanan, patogen, sinar ultraviolet, dan bahan kimia
(Waris dan Ahsan, 2006).
Faktor internal utama yang menimbulkan stres oksidatif adalah oksidasi
fosforilasi akibat melakukan aktivitas fisik maksimal. Selama akvifitas
fisik, terbentuk radikal bebas bersamaan dengan reaksi oksidasi fosforilasi
untuk membentuk energi (ATP) dalam mitokondria. Dalam reaksi tersebut
dibutuhkan oksigen di mana oksigen akan bereaksi dengan hidrogen untuk
membentuk air, tetapi sejumlah oksigen dapat berubah menjadi radikal
bebas. Dengan demikian maka semakin berat aktivitas fisik maka
14
dibutuhkan semakin banyak ATP, juga semakin banyak radikal bebas yang
dihasilkan sebagai produk samping (Sari, 2009).
2.4 Rokok
2.4.1 Pengertian Rokok
Rokok adalah salah satu Produk Tembakau yang dimaksudkan
untuk dibakar dan dihisap dan/atau dihirup asapnya, termasuk rokok
kretek, rokok putih, atau bentuk lainnya yang dihasilkan dari
tanaman nicotiana tabacum, nicotiana rustica dan spesies lainnya
atau sintetisnya yang asapnya mengandung nikotin dan tar atau tanpa
bahan tambahan (PP RI, 2012).
Rokok berdasarkan bahan baku atau isi terbagi dalam kategori :
1. Rokok putih, yaitu rokok dengan bahan baku hanya daun
tembakau yang diberi saus untuk mendapatkan efek rasa dan
aroma tertentu.
2. Rokok kretek, yaitu rokok dengan bahan baku berupa daun
tembakau dan cengkeh yang diberi saus untuk mendapatkan
efek rasa dan aroma tertentu.
3. Rokok klembak, yaitu rokok dengan bahan baku berupa daun
tembakau, cengkeh, dan kemenyan yang diberi saus untuk
mendapatkan efek rasa dan aroma tertentu.
Berdasarkan komposisinya, rokok kretek yang merupakan
rokok khas Indonesia memiliki campuran cengkeh di dalamnya,
sedangkan rokok putih tidak. Rokok kretek mengandung 60%–70%
15
tembakau, sisanya 30%–40% cengkeh dan ramuan lain.Berdasarkan
studi yang dilakukan oleh Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok
Indonesia (Gappri) tahun 1999, konsumsi rokok kretek di Indonesia
mencapai 88% dibandingkan rokok putih sebesar 12%. Rokok kretek
lebih berbahaya daripada rokok putih, karena kandungan tar, nikotin,
dan karbon monoksida dalam rokok kretek lebih tinggi dibandingkan
rokok putih. Rokok kretek mengandung nikotin lebih tinggi yaitu
rata rata 1,2 mg - 4,5 mg dibandingkan dengan nikotin dalam rokok
putih yaitu 1,1 mg. Kandungan tar dalam rokok kretek rata rata
sebesar 46,8 mg sedangkan rokok putih rata rata hanya mengandung
16,3 mg tar. Rokok kretek juga mengandung CO lebih tinggi rata
rata yaitu 28,3 mg sedangkan kandungan CO dalam rokok putih rata
rata 15,5 mg (Ali, Sodarminto dan Siti 2007).
2.4.2 Asap rokok
Asap rokok mengandung lebih dari 4000 jenis zat organik
berupa gas maupun partikel yang berasal dari daun tembakau.
Komponen dalam asap rokok dibagi menjadi 2 bentuk yaitu fase
gas dan fase tar (fase partikulat). Fase gas merupakan fase dengan
berbagai macam gas yang berbahaya diantaranya terdiri dari
nitrosopirolidin, vinil klorida, formaldehid, hydrogen sianida,
nitrosamine, akrolein, urean, asetaldehida, ammonia piridin,
hidrasin, nitrogen oksida, dan karbon monoksida. Sedangkan fase
tar merupakan bahan yang terserap dari penyaringan asap rokok
menggunakan filter cartridge dengan ukuan pori-pori 0,1μm. Fase
16
ini terdiri dari dibensakridin, dibensokarbol, bensopirin, fluoranten,
hidrokarbon aromatik, polinuklear, naftalen, nitrosamine yang
tidak menguap, nikel, arsen, alkaloid tembakau, dan nikotin.
Radikal bebas dari asap fase tar memiliki waktu paruh yang lebih
lama (beberapa jam hingga bulan) dibandingkan dengan fase gas
yang hanya memiliki waktu paruh beberapa detik (Marwan dkk.,
2005).
Perokok aktif mendapat paparan asap rokok utama atau secara
langsung yang disebut Mainstream Smoke sedangkan perokok pasif
mendapat paparan asap dari ujung rokok yang terbakar atau disebut
pula Sidestream Cigarette Smoke. Asap rokok sampingan ini dapat
pula menimbulkan polusi udara sehingga disebut pula
Environtment Tobacco Smoke (ETS). Kandungan kimia asap rokok
sampingan (sidestream cigarette smoke) lebih tinggi dibandingkan
dengan asap rokok utama (mainstream smoke) karena tembakau
terbakar pada temperature yang lebih rendah ketika sedang dihisap
membuat pembakaran menjadi kurang lengkap dan mengeluarkan
lebih banyak bahan kimia. International Non Government Coaltion
Against Tobacco (INGCAT) menyatakan bahwa paparan asap
rokok terhadap perokok pasif dapat menyebabkan kanker paru dan
kerusakan kardiovaskuler pada orang dewasa yang tidak merokok
dan dapat merusak kesehatan paru dan pernafasan pada anak
(Widigdo, 2014).
2.4.3 Bahan yang Terkandung dalam Asap Rokok
17
Gondodiputro (2007) menjelaskan unsur kimia asap rokok, antara
lain:
2.2.3.1 Nikotin
Nikotin atau β-pyridil-α-N-methyl pyrrolidine
merupakan senyawa organik spesifik yang terkandung
dalam daun tembakau. Senyawa ini dapat menimbulakan
efek psikologis berupa ketagihan bagi perokok. Nikotin ini
berpengaruh pada beratnya rasa isap dalam rokok.
Semakin tinggi kadar nikotin maka semakin berat rasa
isapnya sedangkan asap rokok yang memiliki kadar
nikotin rendah memiliki rasa yang enteng (hambar). Pada
konsentrasi rendah, nikotin bersifat stimulant yaitu
meningkatkan aktivitas, kewaspadaan, dan memori
sehingga menyebabkan addiksi sedangkan pada
konsentrasi tinggi dapat berperan sebagai depresan. Mual
dan muntah dapat terjadi jika nikotin diberikan dalam
dosis yang sangat besar.
Mekanisme addiksi nikotin terjadi karena adanya
interaksi antara nikotin dengan Nicotinic Acetylcholine
Receptors (nAChRs) pada otak di daerah mesolimbik
dopamin system di Ventral Tegmental Area (VTA) neuron
yang mengawali aktivasi Central Nervus System (CNS)
18
termasuk system Mesoaccumbens Dopamin. Reseptor
nikotin ini mengatur pelepasan dopamin. Nikotin
mengubah aktivitas VTA untuk meningkatkan sekresi
dopamine. Dopamin yang dilepaskan berperan dalam
pengontrolan fungsi aktivitas lokomotorik kognisi, emosi,
reinsformen positif, serta regulasi endokrin. Akibat dari
pelepasan dopamine ini pun akan menimbulkan perasaan
nyaman bagi perokok.
Penggunaan nikotin secara akut maupun kronik
dapat menimbulkan toleransi. Toleransi akut terjadi akibat
desentsasi reseptor, yaitu saat nikotin berikatan dengan
reseptor nikotin akan terjadi perubahan alosterik dan
reseptor nikotin menjadi tidak sensitif terhadap nikotin
beberapa waktu. Penggunaan kronik akan meningkatkan
jumlah reseptor nikotin yang mungkin merupakan akibat
dari desentisasi reseptor. Dalam keadaan tersebut jika
nikotin tidak tersedia, maka pelepasan dopamine dan
neurotransmitter lainnya akan menurun dibawah normal
sehingga menimbulkan efek putus obat. Gejala yang
timbul akibat putus obat tersebut antara lain rasa cemas,
sulit berkonsetrasi, sulit istirahat, gangguan depresi, dan
depresi.
2.4.3.2 Tar
19
Tar adalah kondensat asap yang merupakan total
residu dihasilkan saat rokok dibakar setelah dikurangi
nikotin dan air yang bersifat karsinogenik. Saat rokok
dihisap, tar masuk rongga mulut sebagai uap padat asap
rokok, setelah dingin akan menjadi padat dan membentuk
endapan berwarna coklat pada permukaan gigi, saluran
nafas, dan paru – paru. Tar tersusun atas senyawa organik
dan anorganik dimana beberapa dari senyawa tersebut
bersifat karsinogenik. Sebagai residu pembakaran , tar
memiliki korelasi positif dengan ketebalan daun
tembakau. Daun tembakau yang tebal memiliki senyawa
organic dan anorganik yang lebih besar daripada daun
tembakau yang tipis. Dalam asap rokok, tar mempunyai
sedikitnya 4 jenis radikal bebas yang berbeda dan salah
satunya adalah semiquinon.
2.4.3.3 Karbon Monoksida
Karbon monoksida merupakan senyawa berupa gas,
tidak berwarna, tidak berbau, mudah terbakar, dan dipakai
dalam pembuatan berbagai senyawa organikdan
anorganik. Gas karbon monoksida yang terdapat dalam
rokok tidak akan menyebabkan keracunan pada perokok
namun efek buruknya akan terjadi secara lamban pada
jalan nafas. Senyawa ini berikatan dengan Hb 200 kali
lebih efektif dibandingkan oksigen. Menghirup udara
20
selama 1 jam yang mengandung lebih dari 0,2%
(2000ppm) karbon monoksida dengan 21% oksigen
diduga akan menyebabkan kematian.
2.4.4 Asap Rokok Sebagai Radikal Bebas
Dalam ilmu kimia, pengertian oksidan adalah
senyawa penerima elektron, yaitu senyawa yang dapat
menarik elektron misalnya ion ferri (Fe++). Para ahli
biokimia menyebutkan bahwa radikal bebas merupakan
salah satu bentuk senyawa yang memiliki elektron yang
tidak berpasangan. Menurut Winarti (2010) karena
mempunyai elektron tidak berpasangan, radikal bebas
bersifat sangat reaktif dan tidak stabil. Elektron yang tidak
berpasangan selalu berusaha untuk mencari pasangan
baru, sehingga mudah bereaksi dengan zat lain
(protein,lemak maupun DNA) dalam tubuh (Sayuti &
Yenrina, 2015).
Tubuh manusia mengandung molekul oksigen yang stabil
dan yang tidak stabil. Molekul oksigen yang stabil penting untuk
memelihara kehidupan sel. Dalam jumlah tertentu radikal bebas
diperlukan untuk kesehatan, akan tetapi dalam jumlah banyak akan
bersifat merusak dan sangat berbahaya. Fungsi radikal bebas dalam
tubuh adalah untuk melawan radang, membunuh bakteri dan
21
mengatur tonus otot polos dalam organ dan pembuluh darah (Kim,
et all, 2009).
Pada proses metabolisme ini, sering terjadi kebocoran
elektron. Dalam kondisi tersebut mudah sekali terbentuk radikal
bebas seperti anion superoksida, hidroksil dan lain-lain. Radikal
bebas juga terbentuk dari senyawa lain yang sebenarnya bukan
radikal bebas tetapi mudah berubah menjadi radikal bebas,
misalnya hidrogen peroksida (H2O2). Kedua kelompok senyawa
tersebut diistilahkan sebagai Reactive Oxygen Spesies (ROS) dan
menyebabkan stress oksidatif (Sayuti & Yenrina, 2015).
Secara endogenus, terbentuknya radikal bebas juga
berkaitan dengan laju metabolisme seiring bertambahnya usia.
Bertambahnya glikolisis juga akan menyebabkan peningkatan
oksidasi glukosa dalam siklus asam sitrat sehingga radikal bebas
akan terbentuk lebih banyak (Winarsi, et all, 2012).
Molekul biologi pada dasarnya tidak ada yang bersifat
radikal. Apabila molekul non radikal bertemu dengan radikal
bebas, maka akan terbentuk suatu molekul radikal yang baru,
sehingga apabila molekul atau senyawa radikal bebas tidak segera
diatasi dengan antioksidan endogen maupun eksogen yang terjadi
adalah kerusakan sel (Asri, 2014).
Kandungan kimia asap rokok yang sudah teridentifikasi
jumlahnya mencapai 4.800 komponen. Kandungan radikal bebas
yang terkandung dalam asap rokok yang jumlahnya sangat banyak
22
tersebut akan menyebabkan ketidakseimbangan antara jumlah
oksidan atau radikal bebas di dalam tubuh dengan jumlah antibodi
yang tersedia dalam tubuh. Keadaan yang tidak seimbang ini
adalah keadaan yang dinamakan stress oksidatif. Stress oksidatif
yang terjadi pada saluran nafas akan memicu terjadinya inflamasi
pada daerah tertentu yang disebabkan oleh peroksidasi lipid dan
dipicu oleh stress oksidatif. (Sutyarso, 2013).
Berikut ini adalah gambar komponen radikal bebas yang
dihasilkan oleh asap rokok :
Gambar 2.1
Kandungan oksidan asap rokok fase gas dan fase tar. (Sutyarso, 2013).
2.5 Katuk ( Sauropus Androgynus.)
2.5.1 Morfologi Katuk
Katuk (Sauropus Androgynus (L.) Merr) dikenal dengan nama
cekur manis, sayur manis (Malaysia), pak waan (Thailand), rau ngot
(Vietnam), star gooseberry, sweet leaf (Inggris), dan mani cai (Cina).
Tumbuhan tropis ini sangat popular di daerah Asia Selatan atau Asia
Tenggara.. Tumbuhan tropis ini bercabang banyak, dan tingginya dapat
23
mencapai 2.5 m dengan daun oval hijau sampai panjang 5-6 cm. Pucuk
tanaman disebut juga tropical asparagus.Katuk adalah tanaman yang
sering berbunga. Bunganya kecil-kecil, berwarna merah gelap sampai
kekuning-kuningan dengan bintik-bintik merah. Dari bunga bisa
menjadi buah kecil-kecil berwarna putih (Agoes, 2010).
Katuk dikenal dengan 2 jenis, yakni katuk merah yang masih
banyak dijumpai di hutan belantara sebagai tanaman yang dipelihara
karena warna daunnya yang menawan hijau kemerah-merahan. Jenis
kedua, katuk hijau, yang dibudidayakan untuk dimanfaatkan daun-
daunnya. Pertumbuhan daun ini lebih produktif daripada katuk merah
(Agoes, 2010).
Secara ilmiah, katuk (Sauropus Androgynus) dalam sistematika
tumbuhan adalah sebagai berikut :
Subkingdom : Tracheobionta
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliosida
Sub Kelas : Rosidae
Ordo : Euphorbiales
Famili : Euphorbiaceace
Genus : Sauropus
Spesies : Sauropus Androgynus (L.) Merr
24
Gambar 2.2
Daun Katuk (Sauropus Androgynus L. Merr) (Agoes, 2010)
2.5.2 Kandungan Nutrisi
Daun katuk mengandung 7% protein kadar tinggi berkaroten,
vitamin C, kalsium, besi, dan magnesium. Termasuk tanaman langka
yang mengandung vit K. Sementara kandungan kalsium daun katuk
sebanyak empat kali lebih tinggi dibandingkan kandungan mineral dari
daun kol. Dibandingkan daun pepaya dan daun singkong, kandungan
kalori, protein dan karbohidrat daun katuk hampir setara. Kandungan
zat besi lebih unggul. Selain itu kaya vitamn A, vitamin B1, vitamin C.
Diasamping itu daun katuk juga memiliki kandungan tanin, saponin
flavonoid, dan alkaloid papaverin, sehingga sangat potensial untuk
dijadikan bahan pengobatan alami (Agoes, 2010).
25
Tabel 2.1 Kandungan Fitokimia Daun Katuk
Nilai ( Konsentrasi (mg/ 100g)
Polyphenol 1150,95±2,86
Antocyanin 82,94± 1,12
Karotenoid 19,40±0,56
Asam Askorbat 314,30± 1,84
Tannin 88,68±1,06
Klorofil 45,60±0,66
(Singh, et al, 2011)
Tabel 2.2 Kandungan Flavonoid Daun Katuk
(Andarwulan, 2010)
Nilai ( Konsentrasi (mg/ 100g)
Quercetin 4.50± 0.22
Kaempferol 138± 5.8
Myricetin <0.00002
Luteolin <0.006
Apigenin <0.03
Jumlah Total Flavonoid 143±6
26
Tabel 2.3 Penilaian Kandungan Gizi Sauropus Androgynus.L Merr
pada 100 gr daun segar
Kandungan Gizi Nilai
Protein 7.4 g
Lemak 1.1 g
Serat 1.8 g
Carotene 5600 mikrogram
Riboflavin 0.21 mg
Thiamine 0.50 mg
Potassium -
Cobalt -
Manganese -
Copper -
Sodium -
Zinc -
Fe -
Magnesium -
Kalsium 711
Vitamin C 244
Phosporus 543
Iron 8.8
(Bunawan, et al, 2015)
2.5.3 Mekanisme Rokok Dalam Meningkatkan Kadar MDA
Asap rokok merupakan oksidan yang apabila dihirup menyebabkan
aktivasi neutrofil, makrofag alveolar, eosinofil, dan sel epitel sehingga
27
menyebabkan produksi ROS dan peroksidasi lipid membran meningkat
yang salah satu produknya adalah MDA (Rahman, Asiya, Se-Ran, et al,
2006). Mekanisme peningkatan ROS menyebabkan stress oksidatif,
kerusakan DNA, dan fungsi endotel abnormal. Biomarker dari stress
oksidatif terdiri dari antibodi LDL teroksidasi, kuantitas MDA, dan
TBARS. Asap rokok menyebabkan terjadi peningkatan stress oksidatif
dan ketidakseimbangan proses imun sehingga menyebabkan
peningkatan antibodi LDL teroksidasi, MDA, dan TBARS. Asap rokok
juga menyebabkan fungsi endotel menjadi abnormal, terjadi
peningkatan adhesi leukosit ke endotel (Sofia, 2006).
2.5.4 Mekanisme Kandungan Daun Katuk Dalam Menurunkan Kadar MDA
Ekstrak daun katuk mempunyai banyak senyawa antioksidan potensial
diantaranya flavonoid dan polifenol (Agoes, 2010). Flavonoid sebagai
salah satu kelompok senyawa fenolik yang memiliki sifat antioksidatif
serta berperan dalam mencegah kerusakan sel dan komponen selularnya
oleh radikal bebas reaktif (Redha, Abdi. 2010). Polipenol berfungsi
melindungi terbentuknya radikal bebas dengan mencegah akses dari
oksidan dan melindungi struktur dan fungsi dari membran sel (Oteiza et
al. 2005). Polipenol juga dapat mereduksi aktivitas peroksidasi lipid
(Nijveldt et al. 2001).
28
2.5.5 Penelitian Ekstrak Daun Buas-Buas Dapat Menurukan Kadar MDA
Tikus Putih Yang Dipapar Asap Rokok.
A. Bahan Alam Metedologi Penelitian
1) Alat
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah blender
simplisia (IlinQi FZ-10®), bejana maserasi, cawan krusibel,
waterbath (Memmert WNB 14®), timbangan analitik (BEL
M254AI®), rotary evaporator (Heldolph®), spektrofotometer
UV-Vis
(Shimadzu MR 2500®), oven (Memmert UP400®), desikator,
timbangan analitik (Precisa®), alat-alat gelas (Pyrex Iwaki®),
Vortex (Barnstead M37610®), mikropipet (Rainin
E1019705K®), blood tube, sonde oral, spuit 1 cc dan 3cc, hot
plate (SchottInstrument®), mortir dan stamper, alat bedah,
sentrifuge,shaker,yellow tipdansmoking chamber
2) Bahan
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah daun
buas-buas, vitamin E, etanol 70% (Merck®),serbuk magnesium,
larutan HCL pekat, larutan HCl2N, larutan FeCl3 5%, asam
asetat glasial, asamasetat anhidrat, larutan H2SO4 pekat, larutan
H22N, pereaksi Dragendorff, pereaksi Wagner,pereaksi
Mayer,aquades, kloroform, amonia, larutanNaCl 10%, gelatin
1%, CMC Carboxy ethylCellulose(CMC), aluminium foil,
29
kertas saring, BA(tiobarbituricacid),TCA (trichloroacid),
TMP(tetrametoksipropana).
3) Hewan Uji
Hewan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus putih
(Rattus norvegicus) galurwistarjantan. Sampel diperoleh secara
acak yangmemenuhikriteria inklusi yaitu tikus putih
wistarjantan, umur 2–3 bulan, berat badan 100-200 gram dan
tidak cacat secara anatomi, sedangkan kriteriaeksklusinya
adalah tikus yang sakit secara fisiologis sebelum perlakuan dan
terdapat penurunan beratbadan yang drastis.
4) Pemaparan Asap Rokok
Rokok yang digunakan adalah rokok kretektanpa filter. Semua
tikus diberi paparan asap. Proses pemaparan dilakukan dalam
smoking chamber.Proses pemaparan dilakukan setiap pagi
menggunakan 3 batang rokok. Pemaparan dilakukan selama 14
hari didalam smoking chamber yangterbuat dari plastik ukuran
38,5x28,5x22,5 cmdilengkapi dengan ventilasi, dua buahair
pumpdantempat pembakaran rokok. Satu jam setelah pemaparan
asap rokok, tikus diberi ektstrak etanol daun buas-buas sesuai
variasi dosis.
5) Perlakuan Hewan Uji
B. Seluruh hewan percobaan diadaptasikan selama tujuh hari. Tikus
yang diadaptasi akan diberikanmakan dan minum secukupnya.
Kemudian hewanpercobaan dipilih secara acak dibagi menjadi
30
enamkelompok. Kelompok A merupakan kelompoknormal
tanpapaparan asap rokok dan hanya diberisuspensi CMC 1%
Kelompok B adalah kelompokkontrol postif yang diberikan paparan
asap rokokdan vitamin E. Kelompok C adalah kelompok
kontrolnegatif yang hanya diberikan paparan asap rokok dansuspensi
CMC 1%. Kelompok D, E dan F adalahkelompok perlakuan yang
diberikan paparan asaprokok dan ektrak etanol daun buas-buas
dengan dosis 200, 400 dan 600 mg/kg BByang Terkandung di
Ekstrak Daun Buas-Buas
1) Alkaloid
2) Flavonoid
3) Steroid dan Triterpenoid
4) Tanin
5) Fenol
6) Saponin
C. Hasil
Gambar 2.3
Kurva Regresi Linier MDA
31
Persamaan kurva baku yang diperoleh adalahy=0,8264285714 x
0,06580952381 denganr=0,993066.
Tabel 2.4Perbandingan Kadar MDA PlasmaKelompok Perlakuan
dengan Uji Kruskal-Wallis
Keterangan: p-value<0,05 = berbeda signifikan. Kemudian
dilanjutkan analisis untuk mengetahuiperbedaan kadar MDA plasma
antar kelompok perlakuan menggunakan ujiMann-Whitney.
Gambar 2.4
Kurva Kadar MDA Plasma TikusWistar Jantan Pasca Paparan AsapRokok
32
Berdasarkan hasil analisis kadar MDA plasmakelompok perlakuan
negatif memiliki perbedaanyang signifikan terhadap semua
kelompok (p<0,05).
D. Kesimpulan dan saran
Kesimpulan yang dapat diambil berdasarkanhasil penelitian ini
adalah:
1. Ekstrak etanol daun buas-buas dapat menurunkan kadar MDA
plasma tikus yangterpapar asap rokok.
2. Dosis ekstrak 600 mg/kg BB dapat menurunkankadar MDA
plasma secara signifikan.