bab 2 landasan teori ménagement yang memiliki...

21
BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Manajemen Manajemen berasal dari bahasa Perancis kuno yaitu ménagement yang memiliki arti seni melaksanakan dan mengatur. Sejauh ini, manajemen belum memiliki definisi yang diterima secara universal. Robbins dan Coulter (2009:13) mendefinisikan manajemen sebagai proses pengkoordinasian kegiatan-kegiatan pekerjaan sehingga pekerjaan tersebut terselesaikan secara efisien dan efektif dengan dan melalui orang lain. Efisiensi adalah memperoleh output terbesar dengan input terkecil; digambarkan sebagai “melakukan segala sesuatu dengan benar”. Efektivitas adalah menyelesaikan kegiatan-kegiatan sehingga sasaran organisasi dapat tercapai; digambarkan sebagai “melakukan segala sesuatu yang benar.” Sedangkan menurut Hasibuan (2007:10), manajemen adalah ilmu dan seni mangatur proses pemanfaatan, sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Pengertian manajemen lainnya dikemukakan Sihotang (2007:9), manajemen adalah perencanaan, pengorganisasian dan pengendalian usaha-usaha para anggota organisasi dan penggunaan sumber daya lain yang ada dalam organisasi guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Berdasarkan uraian pengertian manajemen menurut para ahli di atas, dapat disimpulkan bawah manajemen adalah proses yang dilakukan anggota dalam suatu organisasi untuk mewujudkan tujuan dari organisasi tersebut. 2.1.1.1 Fungsi-Fungsi Manajemen Menurut Robbins dan Judge (2008:9), fungsi-fungsi manajemen adalah sebagai berikut: 1. Fungsi Perencanaan (Planning) Fungsi ini meliputi pendefinisian tujuan suatu organisasi. Penentuan strategi keseluruhan untuk mencapai tujuan tersebut, dan pengembangan serangkaian rencana komprehensif untuk menggabung dan mengoordinasi berbagai aktivitas.

Upload: hoangkhuong

Post on 24-May-2018

217 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Manajemen

Manajemen berasal dari bahasa Perancis kuno yaitu ménagement yang memiliki arti seni

melaksanakan dan mengatur. Sejauh ini, manajemen belum memiliki definisi yang diterima

secara universal.

Robbins dan Coulter (2009:13) mendefinisikan manajemen sebagai proses

pengkoordinasian kegiatan-kegiatan pekerjaan sehingga pekerjaan tersebut terselesaikan secara

efisien dan efektif dengan dan melalui orang lain. Efisiensi adalah memperoleh output terbesar

dengan input terkecil; digambarkan sebagai “melakukan segala sesuatu dengan benar”.

Efektivitas adalah menyelesaikan kegiatan-kegiatan sehingga sasaran organisasi dapat tercapai;

digambarkan sebagai “melakukan segala sesuatu yang benar.”

Sedangkan menurut Hasibuan (2007:10), manajemen adalah ilmu dan seni mangatur proses

pemanfaatan, sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya secara efektif dan efisien untuk

mencapai suatu tujuan tertentu.

Pengertian manajemen lainnya dikemukakan Sihotang (2007:9), manajemen adalah

perencanaan, pengorganisasian dan pengendalian usaha-usaha para anggota organisasi dan

penggunaan sumber daya lain yang ada dalam organisasi guna mencapai tujuan yang telah

ditetapkan.

Berdasarkan uraian pengertian manajemen menurut para ahli di atas, dapat disimpulkan

bawah manajemen adalah proses yang dilakukan anggota dalam suatu organisasi untuk

mewujudkan tujuan dari organisasi tersebut.

2.1.1.1 Fungsi-Fungsi Manajemen

Menurut Robbins dan Judge (2008:9), fungsi-fungsi manajemen adalah sebagai berikut:

1. Fungsi Perencanaan (Planning)

Fungsi ini meliputi pendefinisian tujuan suatu organisasi. Penentuan strategi keseluruhan

untuk mencapai tujuan tersebut, dan pengembangan serangkaian rencana komprehensif

untuk menggabung dan mengoordinasi berbagai aktivitas.

2. Fungsi Pengorganisasian (Organizing)

Fungsi ini meliputi penentuan tugas yang harus dikerjakan, siapa yang mengerjakan tugas

tersebut, bagaimana tugas tersebut dikelompokkan, siapa melapor kepada siapa, dan

dimana keputusan-keputusan dibuat.

3. Fungsi Kepemimpinan (Leading)

Manajemen mengarahkan dan mengoordinasi individu-individu dalam perusahaan.

Manajer memotivasi karyawan, mengatur aktivitas individu lain, memilih saluran

komunikasi yang paling efektif, atau menyelesaikan konflik di antara anggotanya.

4. Fungsi Pengendalian (Controlling)

Fungsi yang bertujuan guna memastikan bahwa segalanya berjalan seperti yang aktual

tersebut dibandingkan dengan tujuan-tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Apabila

terdapat penyimpangan yang signifikan, adalah tugas manajemen untuk mengembalikan

organisasi tersebut pada jalur yang benar. Fungsi ini meliputi pemantauan,

pembandingan, dan pembetulan potensial.

2.1.2 Manajemen Sumber Daya Manusia

Menurut Mathis dan Jackson (2006:10), manajemen sumber daya manusia merupakan

perancangan sistem formal dari suatu organisasi yang digunakan untuk memastikan keefektifan

dan keefisienan dari kemampuan karyawan dalam memenuhi tujuan organisasi.

Rivai dan Sagala (2009:33) menyatakan bahwa manajemen sumber daya manusia

merupakan salah satu bidang dari manajemen umum yang meliputi segi-segi perencanaan,

pengorganisasian dan pengendalian usaha-usaha para anggota organisasi dan penggunanaan

sumber daya lain yang ada dalam organisasi guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Berdasarkan definisi menurut para ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa manajemen

sumber daya manusia adalah kebijakan dan cara-cara yang dipraktikkan dan berpengaruh dengan

pemberdayaan manusia atau aspek-aspek sumber daya manusia dari posisi manajemen termasuk

perektrutan, seleksi, pelatihan, penghargaan dan penilaian.

2.1.2.1 Aktifitas Manajemen Sumber Daya Manusia

Ada tujuh aktifitas manajemen sumber daya manusia, menurut Robert L. Mathis dan

Jackson (2008:378) diantaranya:

1. Perencanaan dan analisis SDM

Lewat perencanaan SDM, manajer-manajer berusaha untuk mengantisipasi kekuatan yang

akan mempengaruhi persediaan dan tuntutan para karyawan di masa depan.

2. Kesetaraan kesempatan kerja

Pemenuhan hukum dan peraturan tentang kesetaraan kesempatan kerja (EEO)

mempengaruhi semua aktifitas SDM yang lain dan integral dengan manajemen SDM.

3. Pengangkatan pegawai

Tujuan dari pengangkatan pegawai adalah memberikan persediaan yang memadai atas

individu-individu yang berkualifikasi untuk mengisi lowongan pekerjaan di sebuah

organisasi.

4. Pengembangan SDM

Dimulai dengan orientasi karyawan baru, pengembangan SDM juga meliputi ketrampilan

pekerjaan.

5. Kompensasi dan tunjangan

Kompensasi memberikan penghargaan kepada karyawan atas pelaksanaan pekerjaan melalui

gaji, insentif, dan tunjangan. Para pemberi kerja harus memperbaiki dan mengembakan

sistem upah dan gaji dasar mereka.

6. Kesehatan, keselamatan, dan keamanan.

Jaminan atas kesehatan fisik dan mental serta keselamatan dan kesehatan para karyawan

adalah hal yang sangat penting.

7. Hubungan karyawan dan buruh atau hubungan manajemen

Hubungan para manajer dan karyawan mereka harus ditangani secara efektif apabila para

karyawan dan organisasi ingin sukses bersaa.

2.1.3 Lingkungan Kerja

Lingkungan kerja adalah lingkungan dimana pegawai melakukan pekerjaannya sehari-

hari (Mardiana, 2005:29). Lingkungan kerja yang kondusif dapat memberikan rasa nyaman

kepada para karyawan untuk bekerja secara optimal dan meningkatkan kinerjanya.

Menurut Sedarmayanti (2007:121), lingkungan kerja adalah semua yang terdapat disekitar

tempat kerja yang dapat mempengaruhi pegawai baik secara langsung maupun tidak langsung.

Selanjutnya, Sedarmayanti menyatakan bahwa secara garis besar, jenis lingkungan kerja terbagi

menjadi 2 yakni:

a. Lingkungan kerja fisik

Lingkungan kerja fisik diantaranya adalah penerangan/cahaya, temperatur/suhu udara,

kelembaban, sirkulasi udara, kebisingan, setaran mekanis, bau tidak sedap, tata warna,

dekorasi, musik dan kemanan di tempat kerja.

b. Lingkungan kerja non fisik

Lingkungan kerja non fisik diantaranya adalah pengaruh sosial di tempat kerja baik antara

atasan dengan bawahan atau pengaruh antara bawahan.

Berdasarkan pengertian lingkungan kerja menurut para ahli di atas dapat disimpulkan

bahwa lingkungan kerja merupakan ruang lingkup dalam suatu pekerjaan di mana karyawan

melakukan aktivitas setiap harinya.

2.1.3.1 Faktor Yang Mempengaruhi Lingkungan Kerja

Sedarmayanti (2011:26) menyatakan bahwa terdapat beberapa faktor yang dapat

mempengaruhi terbentuknya suatu kondisi lingkungan kerja dikaitkan dengan kemampuan

manusia/pegawai, diantaranya adalah :

1. Penerangan/Cahaya di Tempat Kerja

Cahaya atau penerangan sangat besar manfaatnya bagi pegawai guna mendapat

keselamatan dan kelancaran kerja. Oleh sebab itu perlu diperhatikan adanya penerangan

(cahaya) yang terang tetapi tidak menyilaukan. Cahaya yang kurang jelas (kurang cukup)

mengakibatkan penglihatan menjadi kurang jelas, sehingga pekerjaan akan berjalan

lambat, banyak mengalami kesalahan, dan pada akhirnya menyebabkan kurang efisien

dalam melaksanakan pekerjaan, sehingga tujuan organisasi sulit dicapai.

2. Temperatur di Tempat Kerja

Dalam keadaan normal, tiap anggota tubuh manusia mempunyai temperatur berbeda.

Tubuh manusia selalu berusaha untuk mempertahankan keadaan normal, dengan suatu

sistem tubuh yang sempurna sehingga dapat menyesuaikan diri dengan perubahan yang

terjadi di luar tubuh. Tetapi kemampuan untuk menyesuaikan diri tersebut ada batasnya,

yaitu bahwa tubuh manusia masih dapat menyesuaikan dirinya dengan temperatur luar

jika perubahan temperatur luar tubuh tidak lebih dari 20% untuk kondisi panas dan 35%

untuk kondisi dingin, dari keadaan normal tubuh.

3. Kelembaban di Tempat Kerja

Kelembaban adalah banyaknya air yang terkandung dalam udara, biasa dinyatakan dalam

presentase. Kelembaban ini berpengaruh atau dipengaruhi oleh temperatur udara, dan

secara bersama-sama antara temperatur, kelembaban, kecepatan udara bergerak, dan

radiasi panas dari udara tersebut akan mempengaruhi keadaan tubuh manusia pada saat

menerima atau melepaskan panas dari tubuhnya. Suatu keadaan dengan temperatur udara

sangat panas dan kelembaban tinggi, akan menimbulkan pengurangan panas dari tubuh

secara besar-besaran karena sistem penguapan. Pengaruh lain adalah makin cepatnya

denyut jantung karena makin aktifnya peredaran darah untuk memenuhi kebutuhan

oksigen, dan tubuh manusia selalu berusaha untuk mencapai keseimbangan antara panas

tubuh dengan suhu di sekitarnya.

4. Sirkulasi Udara di Tempat Kerja

Oksigen merupakan gas yang dibutuhkan oleh makhluk hidup untuk menjaga

kelangsungan hidup, yaitu untuk proses metabolisme. Udara di sekitar dikatakan kotor

apabila kadar oksigen dalam udara tersebut telah berkurang dan telah bercampur dengan

gas atau bau-bauan yang berbahaya bagi kesehatan tubuh. Kotornya udara dapat

dirasakan dengan sesak napas, dan ini tidak boleh dibiarkan berlangsung terlalu lama,

karena akan mempengaruhi kesehatan tubuh dan akan mempercepat proses kelelahan.

Sumber utama adanya udara segar adalah adanya tanaman di sekitar tempat kerja.

Tanaman merupakan penghasil oksigen yang dibutuhkan oleh manusia. Dengan

cukupnya oksigen di sekitar tempat kerja, ditambah dengan pengaruh secara psikologis

akibat adanya tanaman di sekitar tempat kerja, keduanya akan memberikan kesejukan dan

kesegaran pada jasmani. Rasa sejuk dan segar selama bekerja akan membantu

mempercepat pemulihan tubuh akibat lelah setelah bekerja.

5. Kebisingan di Tempat Kerja

Salah satu polusi yang cukup menyibukkan para pakar untuk mengatasinya adalah

kebisingan, yaitu bunyi yang tidak dikehendaki oleh telinga. Tidak dikehendaki, karena

terutama dalam jangka panjang bunyi tersebut dapat mengganggu ketenangan

bekerja, merusak pendengaran, dan menimbulkan kesalahan komunikasi, bahkan

menurut penelitian, kebisingan yang serius bisa menyebabkan kematian. Karena

pekerjaan membutuhkan konsentrasi, maka suara bising hendaknya dihindarkan agar

pelaksanaan pekerjaan dapat dilakukan dengan efisien sehingga produktivitas kerja

meningkat. Ada tiga aspek yang menentukan kualitas suatu bunyi, yang bisa

menentukan tingkat gangguan terhadap manusia, yaitu: lamanya kebisingan,

intensitas kebisingan, dan frekuensi kebisingan.

6. Getaran Mekanis di Tempat Kerja

Getaran mekanis artinya getaran yang ditimbulkan oleh alat mekanis, yang sebagian dari

getaran ini sampai ke tubuh pegawai dan dapat menimbulkan akibat yang tidak

diinginkan. Getaran mekanis pada umumnya sangat mengganggu tubuh karena

ketidakteraturannya, baik tidak teratur dalam intensitas maupun frekuensinya. Secara

umum getaran mekanis dapat mengganggu tubuh dalam hal konsentrasi bekerja,

datangnya kelelahan, timbulnya beberapa penyakit diantaranya karena gangguan

terhadap: mata, syaraf, peredaran darah, otot, tulang, dan lain-lain.

7. Bau-bauan di Tempat Kerja

Adanya bau-bauan di sekitar tempat kerja dapat dianggap sebagai pencemaran, karena

dapat mengganggu konsentrasi bekerja, dan bau-bauan yang terjadi terus menerus dapat

mempengaruhi kepekaan penciuman. Pemakaian air condition yang tepat merupakan

salah satu cara yang dapat digunakan untuk menghilangkan bau-bauan yang menggangu

di sekitar tempat kerja.

8. Tata Warna di Tempat Kerja

Menata warna di tempat kerja perlu dipelajari dan direncanakan dengan sebaik-baiknya.

Pada kenyataannya tata warna tidak dapat dipisahkan dengan penataan dekorasi. Hal ini

dapat dimaklumi karena warna mempunyai pengaruh besar terhadap perasaan. Sifat dan

pengaruh warna kadang-kadang menimbulkan rasa senang, sedih, dan lain-lain, karena

dalam sifat warna dapat merangsang perasaan manusia. Selain warna merangsang emosi

atau perasaan, warna dapat memantulkan sinar yang diterimanya. Banyak atau sedikitnya

pantulan dari cahaya tergantung dari macam warna itu sendiri.

9. Dekorasi di Tempat Kerja

Dekorasi ada pengaruhnya dengan tata warna yang baik, karena itu dekorasi tidak hanya

berkaitan dengan hiasan ruang kerja saja tetapi berkaitan juga dengan cara mengatur tata

letak, tata warna, perlengkapan dan lainnya untuk bekerja.

10. Musik di Tempat Kerja

Menurut para pakar musik yang nadanya lembut sesuai dengan suasana, waktu dan

tempat dapat membangkitkan dan merangsang pegawai untuk bekerja. Oleh karena itu

lagu-lagu perlu dipilih dengan selektif untuk dikumandangkan di tempat kerja. Tidak

sesuainya musik yang diperdengarkan di tempat kerja akan mengganggu konsentrasi

kerja.

2.1.3.2 Indikator Lingkungan Kerja

Indikator dari lingkungan kerja menurut Sedarmayanti (2007:233) terbagi atas 2 skala

pengukuran, yaitu:

1. Lingkungan kerja fisik yang terbagi atas penerangan/cahaya ditempat kerja,

temperatur/suhu diruang kerja, kelembaban, sirkulasi udara, kebisingan, setaran mekanis,

bau tidak sedap, tata warna, dekorasi, musik dan keamanan.

2. Lingkungan kerja non fisik yang terbagi atas pengaruh kerja terhadap karyawan dengan

atasan, pengaruh kerja terhadap sesama karyawan dan pengaruh kerja terhadap atasan

dengan karyawan.

2.1.4 Kepuasan Kerja

2.1.4.1Definisi Kepuasan Kerja Karyawan

Wexley dan Yukl (dalam Bangun, 2012:232) mengatakan bahwa kepuasan kerja

merupakan generalisasi sikap-sikap terhadap pekerjaannya. Bermacam-macam sikap seseorang

terhadap pekerjaannya mencerminkan pengalaman yang menyenangkan dan tidak

menyenangkan dalam pekerjaannya serta harapan-harapannya terhadap pengalaman masa depan.

Pekerjaan yang menyenangkan untuk dikerjakan dapat dikatakan bahwa pekerjaan itu memberi

kepuasan bagi pemangkunya. Kejadian sebaliknya, ketidakpuasan akan diperoleh bila suatu

pekerjaan tidak menyenangkan untuk dikerjakan. Sedangkan menurut Noe at. el. (dalam Bangun,

2012;232) mengatakan bahwa job satisfaction as a pleasurable feeling that result from the

perception that one’s job fulfillment of one’s important job values. Berdasarkan definisi tersebut

bahwa kepuasan kerja terdiri dari tiga aspek penting, kepuasan kerja merupakan suatu fungsi

nilai, persepsi dan perbedaan menurut tenaga kerja mengenai yang seharusnya mereka terima.

Kepuasan kerja menurut Robbins dan Coulter (2010:308) mengacu pada sikap yang lazim

ditunjukkan seseorang terhadap pekerjaannya. Seseorang dengan kepuasan kerja yang tinggi

memiliki sikap positif terhadap pekerjaannya. Seseorang yang tidak puas memiliki sikap negatif.

Ketika orang-orang membicarakan sikap karyawan, biasanya merujuk pada kepuasan kerja.

Kepuasan kerja pada dasarnya merupakan sesuatu yang bersifat individual. Setiap

individu memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai dengan sistem nilai yang berlaku

pada dirinya. Makin tinggi penilaian terhadap kegiatan dirasakan sesuai dengan keinginan

individu, maka makin tinggi kepuasannya terhadap kegiatan tersebut dengan demikian, Rivai dan

Sagala (2009:856) mendefinisikan kepuasan kerja merupakan evaluasi yang menggambarkan

seseorang atas perasaan sikapnya senang atau tidak senang, puas atau tidak puas dalam bekerja.

Kepuasan kerja (job satisfaction) dapat didefiniskan sebagai suatu perasaan positif tentang

pekerjaan seseorang yang merupakan hasil dari sebuah evaluasi karakteristiknya (Robbins dan

Judge, 2008:121). Menurut Mathis dan Jackson (2006:122) kepuasan kerja (job satisfaction)

adalah keadaan emosional yang positif yang merupakan hasil dari evaluasi pengalaman kerja

seseorang. Ketidakpuasan kerja muncul ketika harapan seseorang tidak terpenuhi. Berdasarkan

definisi dari beberapa ahli tersebut maka dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja

merupakanhasil evaluasi yang menggambarkan individu atas sikap yang ditunjukkan puas atau

tidak puas terhadap pengalaman kerja yang dilakukannya.

2.1.4.2 Teori-Teori Kepuasan Kerja Karyawan

Menurut Wexley dan Yukl (dalam Bangun, 2012:222) mengatakan bahwa ada tiga teori

tentang kepuasan kerja, yaitu:

1. Teori Ketidaksesuaian (Discrepancy Theory)

Teori ini pertama kali dikemukakan oleh Porter (dalam Bangun, 2012:20) yang

mendefinisikan bahwa job satisfaction is the difference between how much of

something there should be and how much there is now. Setiap orang menginginkan

agar sejumlah pekerjaan yang telah disumbangkan kepada pemberi kerja akan dihargai

sebesar yang diterima secara kenyataan. Seseorang yang terpuaskan bila tidak ada

selisih antara situasi yang diinginkan dengan sebenarnya diterima. Dengan kata lain,

jumlah yang disumbangkan ke pekerjaannya bila dikurangi dengan apa yang diterima

secara kenyataan hasilnya adalah nol, dapat dikatakan pekerjaan tersebut memberikan

kepuasan kerja. Semakin besar kekurangan atau selisih dari pengurangan tersebut,

semakin besar ketidakpuasan. Keadaan sebaliknya, jika terdapat lebih banyak jumlah

faktor pekerjaan yang dapat diterima yang menimbulkan kelebihan atau

menguntungkan, maka orang yang bersangkutan akan sama puasnya bila terdapat

selisih dari jumlah yang diinginkan.

2. Teori Keadilan (Equity Theory)

Teori keadilan pertama kali dikemukakan oleh Zalenzik, kemudian dikembangkan oleh Adams (dalam

Bangun, 2012:33). Teori ini menunjukkan kepada seseorang merasa puas atau tidak puas atas suatu

situasi tergantung pada perasaan adil (equity) atau tidak adil (inequity). Perasaan adil atau tidak adil

atas suatu situasi didapat oleh setiap orang dengan cara membandingkan dirinya dengan orang lain

pada tingkat dan jenis pekerjaanya yang sama, pada tempat maupun di tempat yang berbeda. Wexley

dan yukl (dalam Bangun, 2012:104) mengatakan bahwa komponen utama dari teori ini adalah input,

outcomes, comparison person dan equity - inequity:

1) Input apa saja yang bernilai yang dipersepsikan oleh karyawan sebagai kontribusinya terhadap

pekerjaanya seperti: pendidikan, pengalaman, keterampilan, jumlah usaha yang telah dikerjakan,

jumlah jam kerja dan peralatan serta bahan-bahan milik pribadi yang telah digunakan dalam

bekerja.

2) Outcomes apa saja yang bernilai yang dipersepsikan karyawan sebagai hasil yang telah diperoleh

dari pekerjannya seperti: gaji, tunjangan, tanda kebesaran, pengakuan dan peluang untuk

berprestasi atau berekspresi diri.

3) Comparison person seseorang atau sejumlah orang yang bekerja di perusahaan yang sama dengan

dirinya atau bekerja di perusahaan lain atau dapat pula dirinya ketika berada pada posisi

sebelumnya yang dijadikan dasar perbandingan dengan dirinya.

4) Equity – Inequity menurut teori ini seorang karyawan menilai keadilan kerjanya dengan cara

membandingkan rasio outcome : input dirinya dengan rasio outcome : input dari satu atau lebih

comparison person. Jika perbandingan kedua rasio tersebut equal, maka karyawan akan

mempersepsikan suatu keadilan, jika perbandingannya unequal, maka karyawan akan

mempersepsikan adanya ketidakadilan.

3. Teori Dua Faktor (Two Factor Theory)

Teori ini pertama kali dikemukakan oleh Herzberg (dalam Bangun, 2012:45). Menurut teori ini,

karakteristik pekerjaan dapat dikelompokkan menjadi dua kategori yang satu dinamakan “dissatisfier”

atau “hygiene factors” dan yang lain dinamakan “satisfier” atau “motivators” yaitu:

1) Faktor-faktor kepuasan disebut satisfier adalah kemajuan, pengakuan, tanggung jawab,

perkembangan karir dan pekerjaan itu sendiri. Apabila faktor-faktor tersebut ditingkatkan akan

membantu perbaikan prestasi, menurunkan perputaran dan absensi kerja dan menunjang sikap

yang lebih baik terhadap manajemen.

2) Sedangkan faktor-faktor yang menyebabkan ketidakpuasan (dissatisfier) meliputi hal-hal seperti

kondisi dan kemudahan dalam pekerjaan, kebijakan-kebijakan administratif, hubungan dengan

manajemen, teknis para penyelia, sistem penggajian stabilitas pekerjaan dan hubungan dengan

rekan kerja. Herzeberg (dalam Bangun, 2012:56) menegaskan bahwa bila kualitas penunjang

kepuasan itu kurang dari memadai akan terjadi ketidakpuasan diantara karyawan.

2.1.4.3 Indikator Kepuasan Kerja Karyawan

Menurut Rivai dan Sagala (2009:102)secara teoritis, faktor-faktor yang dapat memengaruhi kepuasan

kerja sangat banyak jumlahnya, seperti gaya kepemimpinan, produktivitas kerja, perilaku, locus of control,

pemenuhan harapan penggajian dan efektivitas kerja. Faktor-faktor yang biasanya digunakan untuk mengukur

kepuasan kerja seorang karyawan adalah:

1. Isi pekerjaan, penampilan tugas pekerjaan yang aktual dan sebagai kontrol terhadap pekerjaan

2. Supervisor

3. Organisasi dan manajemen

4. Kesempatan untuk maju

5. Gaji dan keuntungan dalam bidang finansial lainnya seperti adanya insentif

6. Rekan kerja

7. Kondisi pekerjaan

Selain itu, menurut Job Descriptive Index (JDI) (dalam Rivai dan Sagala, 2009) faktor penyebab

kepuasan kerja ialah:

1. Bekerja pada tempat yang tepat

2. Pembayaran yang sesuai

3. Organisasi dan manajemen

4. Supervisi pada pekerjaan yang tepat

5. Orang yang berbeda dalam pekerjaan yang tepat

2.1.4.4 Konsekuensi Ketidakpuasan Kerja Karyawan

Robbins dan Judge (2008:55) mengatakan bahwa ada konsekuensi ketika karyawan menyukai pekerjaan

mereka dan ada konsekuensi ketika karyawan tidak menyukai pekerjaan mereka. Sebuah kerangka teoritis

(kerangka keluar, aspirasi, kesetiaan dan pengabaian) sangat bermanfaat dalam memahami konsekuensi dari

ketidakpuasan. Respon-respon tersebut didefinisikan sebagai berikut:

1. Keluar (Exit)

Perilaku yang ditunjukkan untuk meninggalkan organisasi, termasuk mencari posisi baru dan

mengundurkan diri.

2. Aspirasi (Voice)

Secara aktif dan konstruktif berusaha memperbaiki kondisi, termasuk menyarankan perbaikan,

mendiskusikan masalah dengan atasan dan beberapa bentuk aktivitas serikat kerja.

3. Kesetiaan (Loyalty)

Secara pasif tetapi optimistis menunggu membaiknya kondisi, termasuk membela organisasi ketika

berhadapan dengan kecaman external dan mempercayai organisasi dan manajemen untuk melakukan

hal yang benar.

4. Pengabaian (Neglect)

Secara pasif membiarkan kondisi menjadi lebih buruk, termasuk ketidakhadiran atau keterlambatan

yang terus-menerus, kurangnya usaha dan meningkatnya angka kesalahan.

2.1.5 Retention Karyawan

Retensi karyawan didefinisikan oleh Mathis dan Jackson (2006:126) sebagai suatu bentuk

upaya untuk mempertahankan karyawan, di mana hal tersebut telah menjadi persoalan utama

dalam banyak organisasi karena beberapa alasan. Menurut Mathis dan Jackson (2006:125),

istilah retensi terkait dengan istilah perputaran karyawan yang berarti proses karyawan

meninggalkan organisasi dan harus digantikan. Setiap organisasi menginvestasikan waktu dan

uang untuk mengembangkan rekruitmen baru agar ia siap bekerja dan dapat menyamai karyawan

yang sudah ada (Gayathri, Sivaraman, & Kamalambal, 2012).

Selanjutnya, menurut Gayathri et al (2012:145) kehilangan karyawan selalu berarti

kehilangan pengetahuan, modal, keahlian, dan pengalaman. Maka, menjadi kehilangan yang

sangat besar bagi organisasi apabila organisasi kehilangan orang yang sangat terlatih. Bila

organisasi kehilangan seseorang dengan banyak pengetahuan, pada dasarnya organisasi telah

kehilangan pendapatan yang seharusnya dihasilkan karyawan tersebut.

Jadi, sangat penting bagi organisasi agar tidak kehilangan karyawan, yang dapat

mengakibatkan kerugian dalam pekerjaan organisasi. Sehingga perlu dikembangkan langkah-

langkah yang diperlukan agar perusahaan dapat mempertahankan aset sumber daya manusianya

2.1.5.1 Faktor Penentu Retensi Karyawan

Adapun faktor-faktor penentu retensi karyawan yang dikemukakan oleh Mathis dan

Jackson (2006:129) yang digambarkan dalam Gambar 2.2 sebagai berikut:

Gambar 2.1 Faktor Penentu Retensi Karyawan

Sumber: Mathis dan Jackson (2006:129)

1. Komponen Organisasi

Beberapa komponen organisasional mempengaruhi karyawan dalam memutuskan

apakah bertahan atau meninggalkan perusahaan. Perusahaan yang memiliki

budaya dan nilai yang positif dan berbeda memiliki tingkat retensi karyawan lebih

tinggi. Strategi, peluang dan manajemen organisasional di mana organisasi

Komponen Organisasi :

• Nilai dan budaya • Strategi dan peluang • Dikelola dengan baik dan

terorientasi pada hasil • Kontinuitas dan keamanan kerja

Peluang Karir :

• Kontinuitas pelatihan • Pengembangan dan bimbingan • Perencanaan karir

Penghargaan :

• Gaji dan tunjangan yang kompetitif • Perbedaan penghargaan kinerja • Pengakuan • Tunjangan dan bonus spesial

Rancangan tugas dan pekerjaan :

• Tanggung jawab dan otonomi kerja • Fleksibilitas kerja • Kondisi kerja • Kesinambungan kerja / kehidupan

Hubungan karyawan :

• Perlakuan adil / tidak diskriminatif • Dukungan dari supervisor / manajemen • Hubungan rekan kerja

memiliki perencanaan masa depan dan tujuan yang ditetapkan dengan jelas juga

berpengaruh terhadap tingginya angka retensi karyawan. Serta organisasi dengan

karyawan yang merasa dikelola dengan baik dan memiliki kontinuitas dan

keamanan kerja yang tinggi cenderung memiliki angka retensi karyawan yang

lebih tinggi.

2. Peluang Karir Organisasi

Usaha pengembangan karir organisasional dapat mempengaruhi tingkat retensi

karyawan secara signifikan. Peluang untuk perkembangan pribadi memunculkan

alasan mengapa individu mengambil pekerjaannya saat ini dan mengapa mereka

bertahan. Faktor-faktor yang mendasarinya adalah pelatihan karyawan secara

berlanjut yang dilakukan perusahaan, pengembangan dan bimbingan karir

terhadap karyawan, serta perencanaan karir formal dalam suatu organisasi.

3. Penghargaan

Penghargaan nyata yang diterima karyawan berbentuk gaji, insentif dan

tunjangan. Ketiga hal tersebut memang merupakan alasan untuk bertahan atau

keluar dari organisasi, namun bukan merupakan satu-satunya alasan. Karyawan

cenderung bertahan apabila memperoleh penghargaan yang kompetitif.

Penghargaan yang kompetitif tersebut dapat dilakukan dalam bentuk gaji dan

tunjangan yang kompetitif, penghargaan berdasarkan kinerja, pengakuan terhadap

karyawan serta tunjangan dan bonus spesial.

4. Rancangan Tugas dan Pekerjaan

Faktor mendasar yang mempengaruhi retensi karyawan adalah sifat dari tugas dan

pekerjaan yang dilakukan. Rancangan tugas dan pekerjaan yang baik harus

memperhatikan unsur tanggung jawab dan otonomi kerja, fleksibilitas kerja

karyawan, kondisi kerja yang baik (faktor fisik dan non-fisik), dan keseimbangan

kerja atau kehidupan karyawan.

5. Hubungan Karyawan

Faktor terakhir yang diketahui mempengaruhi retensi karyawan didasarkan pada

hubungan yang dimiliki para karyawan dalam organisasi. Hubungan karyawan

termasuk perlakuan adil atau tidak diskriminatif bagi setiap karyawan, dukungan

yang berasal dari supervisor atau manajemen, serta hubungan karyawan dengan

sesama rekan kerja.

2.1.5.2 Manajemen Retensi Karyawan

Agar dapat mengelola retensi karyawan dengan baik, penting bagi perusahaan untuk

mengatur retensi para karyawan. Apabila kurang diperhatikan, retensi karyawan kemungkinan

besar tidak berhasil. Menurut Mathis & Jackson (2006:136-143), proses manajemen retensi

karyawan terdiri atas:

1) Pengukuran dan Penilaian Retensi Karyawan

Guna memastikan bahwa tindakan yang tepat diambil untuk meningkatkan retensi

karyawan dan mengurangi perputaran, keputusan manajemen lebih membutuhkan

data dan analsis daripada kesan subjektif dari situasi individual yang dipilih, atau

reaksi terhadap hilangnya beberapa orang penting. Oleh karena itu penting untuk

mempunyai beberapa jenis ukuran dan analisis yang berbeda. Data yang dapat diukur

dan dinilai, terdiri dari:

− Analisis pengukuran perputaran

− Biaya perputaran

− Survei karyawan

− Wawancara keluar kerja

2) Intervensi Retensi Karyawan

Berbagai intervensi Sumber Daya Manusia (SDM) dapat dilakukan untuk

memperbaiki retensi karyawan. Perputaran dapat dikendalikan dan dikurangi dengan

beberapa cara, yaitu:

− Proses perekrutan dan seleksi

− Orientasi dan pelatihan

− Kompensasi dan tunjangan

− Perencanaan dan pengembangan karier

− Hubungan karyawan

3) Evaluasi dan Tindak Lanjut

Setelah usaha intervensi dilakukan, selanjutnya evaluasi dan tindak lanjut dapat

dilakukan dengan cara:

− Menelaah data perputaran secara tetap

− Memeriksa hasil intervensi

− Menyesuaikan usaha intervensi

2.1.5.3 Strategi Retensi Karyawan

Torrington dalam Cahayani (2005:223) mengatakan, ada 5 macam strategi retensi

karyawan, yaitu kompensasi, pemenuhan harapan, induksi, praktik SDM yang memperhatikan

keluarga karyawan, serta pelatihan dan pengembangan. Kelima hal itu tidak serta-merta bisa

mempertahankan karyawan. Ada sejumlah hal lain yang perlu diperhatikan, terkait dengan

strategi retensi karyawan.

1) Strategi retensi kompensasi.

Kompensasi dimasukkan sebagai strategi retensi pertama, karena hal ini sering

kali dianggap sebagai pemicu utama ketidakpuasan karyawan yang pada akhirnya

menyebabkan ketiadaan loyalitas. Di dalam Teori Dua Faktor oleh Hertzberg,

kompensasi adalah salah satu faktor higiene (Gibson et al, 2003:132 dalam

Cahayani 2005). Bila organisasi tidak bisa memenuhi faktor higiene, karyawan

merasa tidak puas. Bila mereka merasa tidak puas, mereka mungkin tidak bekerja

seperti seharusnya, dan pada akhirnya, kita sulit mengharapkan loyalitas mereka.

Tetapi bila kompensasi yang diterima sudah sesuai dengan kebutuhan karyawan,

maka yang terjadi hanyalah pemeliharaan tingkat kepuasan, bukan kepuasan yang

meningkat pesat. Ada pendapat lain yang menyatakan bahwa upah yang baik

hanya bisa mempertahankan karyawan bila ada faktor lain yang juga membuat

mereka senang. Contoh, selain mendapat upah yang baik, karyawan akan setia

pada perusahaan bila mereka memiliki lingkungan kerja yang menyenangkan

serta diberi kesempatan untuk mewujudkan aktualitasi diri mereka. Berdasarkan

informasi sejumlah informan, alasan mereka atau bawahan atau rekan kerja

mereka keluar dari tempat kerja mereka sebagian besar lebih disebabkan oleh

faktor lingkungan kerja dan ketiadaan harapan untuk promosi (dead-end carrier).

Jadi, selain masalah kompensasi, perusahaan harus mampu untuk memenuhi

harapan karyawan.

2) Strategi Retentian pemenuhan harapan

Karyawan masuk ke dalam organisasi dengan sejumlah harapan, antara lain

harapan untuk mendapat promosi, harapan untuk bekerja dengan tenang, harapan

untuk mendapat imbalan yang sesuai dengan tenaga yang telah dicurahkan.

Pemenuhan harapan karyawan sebenarnya termasuk di dalam kontrak psikologis.

Menurut Armstrong dalam Cahayani (2005:245), dari sudut pandang karyawan,

kontrak psikologis mencakup:

1. Kepercayaan terhadap manajemen organisasi untuk memenuhi janji mereka

dalam menyampaikan kesepakatan;

2. Bagaimana mereka diperlakukan secara adil dan konsisten;

3. Cakupan untuk menunjukkan kompetensi;

4. Harapan karier dan peluang untuk mengembangkan keterampilan;

5. Keterlibatan dan pengaruh

3) Strategi induksi

Induksi terkait dengan masa orientasi karyawan baru. Ada sejumlah tujuan

induksi, yaitu membantu karyawan baru untuk menyesuaikan emosinya dengan

tempat kerja baru, menjadi wadah untuk menyampaikan informasi dasar tentang

organisasi, dan menyampaikan aspek kultural yang dimiliki perusahaan, seperti

kebiasaan yang ada di perusahaan itu (Torrington et al., 2003:219 dalam

Cahayani, 2005).

4) Strategi retensi praktik SDM

Praktek SDM dengan memerhatikan keluarga karyawan. Contoh, bila seorang

karyawan yang sudah berkeluarga akan dipindah tugaskan, pihak perusahaan

harus mempertimbangkan nasib keluarga inti karyawan tersebut. Satu solusi yang

baik adalah, saat menugaskan karyawan yang sudah berkeluarga ke luar kota,

pihak perusahaan harus memikirkan akomodasi bagi keluarga karyawan tersebut,

setidaknya membantu mencarikan akomodasi bagi keluarga karyawan itu.

5) Strategi retensi bidang pelatihan dan pengembangan karyawan. Penugasan untuk

mengikuti pelatihan dan pengembangan yang tidak adil pun bisa mengurangi

loyalitas karyawan. Perusahaan harus menyampaikan alasan yang masuk akal dan

transparan saat akan mengirim karyawan mengikuti pelatihan dan pengembangan.

Tanpa transparansi, akan timbul kecurigaan. Rasa curiga bisa memicu konflik,

menghasilkan situasi kerja yang tidak sehat, dan pada akhirnya mengurangi

loyalitas karyawan.

2.2 Penelitian Terdahulu

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

No

.

Nama Peneliti Judul

Penelitian

Objek

Penelitian

Hasil Penelitian

1. Bidisha Lahkar

Das1, Dr.

Mukulesh Baruah

(IOSR Journal of

Business and

Management

(IOSR-JBM) e-

ISSN: 2278-487X,

p-ISSN: 2319-

7668. Volume 14,

Issue 2 (Nov. - Dec.

2013), PP 08-16

www.iosrjournals.o

rg

Employee

Retention: A

Review of

Literature

mengungkapk

an berbagai

karya

penelitian

yang

dilakukan dan

kontribusi

diteruskan

oleh berbagai

peneliti di

bidang retensi

karyawan dan

kepuasan kerja

Hasil penelitian retention karyawan

dan kepuasan kerja mempertimbang

kan factor-faktor

kompensasi,pengawasan,pengemba

ngan dan perencanaan karir,kondisi

kerja dan jam kerja yang dapat di

sesuaikan

2. Osibanjo Adewale

Omotayo1, Salau,

Odunayo Paul2 and

Falola & Hezekiah

(Journal of

Management

Policies and

Practices

June 2014, Vol. 2,

Modeling the

Relationship

between

Motivating

Factors;

Employee’

Retention;

and Job

Satisfaction

Banking

Indusry

analisis Hasil menunjukkan bahwa

gaji dan promosi memiliki implikasi

positif yang kuat untuk retensi

karyawan. Demikian pula, insentif

dan tunjangan juga memiliki efek

positif pada kepuasan kerja.

Sementara tiba-tiba, penghargaan

dan hubungan memiliki efek negatif

terhadap kepuasan kerja.

No. 2, pp. 63-83

ISSN: 2333-6048

(Print), 2333-6056

(Online)

Copyright © The

Author(s). 2014.

All Rights

Reserved.

Published by

American Research

Institute for Policy

Development)

3. Farooq-E-Azam

Cheema

Nadeem A. Syed

and (Journal of

Management and

Social Sciences

Vol. 8, No. 1,

(Spring 2012) 31-

39)

Exploring

Factors

Affecting

Employees'

Job

Satisfaction

at Work

Institute of

Cost and

Management

Accountants of

Pakistan

Hasil penelitian menunjukkan

bahwa di antara empat faktor

lingkungan kerja memiliki besarnya

tertinggi yang memberikan

kontribusi terhadap tingkat tertinggi

pekerjaan kepuasan karyawan

sebuah perusahaan multinasional

dari Pakistan.

4. Sharon Ruvimbo

Terera and

Hlanganipai

Ngirande (J Soc

Sci, 39(1): 43-50

(2014)

The Impact

of Training

on Employee

Job

Satisfaction

and

Retention

among

Administrati

Tertiary

Instution

Hasil dari penelitian ini

menunjukkan hubungan positif

antara kepuasan kerja dan karyawan

retensi (r = -0,182, p = 0,007) yang

berarti semakin

puas administrator, semakin mereka

akan tetap dalam organisasi.

ve Staff

Members:

A Case of a

Selected

Tertiary

Institution

Sumber: Penulis 2015

2.3 Kerangka Pemikiran

Melalui penelitian ini dapat diketahui pengaruh lingkungan kerja, kepuasan kerja

terhadap rentention karyawan. Dimana lingkungan kerja merupakan variabel independen/bebas

dan retention karyawan merupakan variabel dependen/terikat, serta kepuasan kerja merupakan

variabel intervening dengan sumber data yang berasal dari PT. Astha Beribis Grafika Jakarta.

Kerangka pemikiran dari masalah digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran

Sumber: Penulis 2015

Lingkungan Kerja (X)

1.Lingkungan Fisik

2.Likungan Non Fisik

Kepuasan Kerja (Y)

1. Isi pekerjaan

2. Supervisi

3. Organisasi dan

manajemen

4. Kesempatan untuk

maju

5. Gaji dan insentif

6. Rekan kerja

7. Kondisi pekerjaan

8. Kemungkinan untuk

berkembang

Retention Karyawan (Z)

1. Komponen

organisasional

2. Peluang karier

organisasional

3. Penghargaan

4. Rancangan tugas dan

pekerjaan

5. Hubungan karyawan

.

2.4 Hipotesis

Berdasarkan deskripsi teori dan kerangka pemikiran di atas. Dapat diajukan empat

hipotesis penelitian sebagai berikut:

• Hipotesis 1:

Apakah terdapat pengaruh secara positif lingkungan kerja terhadap kepuasan kerja?

H0 = tidak terdapat pengaruh secara positif lingkungan kerja terhadap kepuasan kerja

Ha = terdapat pengaruh secara positif lingkungan kerja terhadap kepuasan kerja

• Hipotesis 2:

Apakah terdapat pengaruh secara negative lingkungan kerja terhadap retention karyawan

H0 = tidak terdapat pengaruh secara negatif terhadap retention karyawan

Ha = terdapat pengaruh secara negatif terhadap retention karyawan

• Hipotesis 3:

Apakah terdapat pengaruh secara negatif kepuasan kerja terhadap retention karyawan?

H0 = tidak terdapat pengaruh secara negative terhadap retention karyawan

Ha = terdapat pengaruh secara negative terhadap retention karyawan

• Hipotesis 4:

Apakah terdapat pengaruh secara simultan lingkungan kerja terhadap kepuasan kerja berdampak

pada retention karyawan?

H0 = tidak terdapat pengaruh secara simultan lingkungan kerja terhadap kepuasan kerja

berdampak pada retention karyawan

Ha= tidak terdapat pengaruh secara simultan lingkungan kerja terhadap kepuasan kerja

berdampak pada retention karyawan