lain strategi

42
Orientasi Pasar dan Kinerja Institusi Pendidikan di Indonesia: Kajian Empiris untuk Meningkatkan Keunggulan Bersaing Dr. Yulia Hendri Yeni, SE, MT, Ak Fakultas Ekonomi Universitas Andalas Padang (Graduate College of Management – Southern Cross University Australi a) [email protected] atau [email protected] Telp : 08126703805 Abstrak Pada dunia usaha, orientasi pasar telah teruji sebagai konsep strategis untuk menciptakan keunggulan bersaing pada the turbulent environment. Walaupun implementasi konsep orientasi pasar pada institusi pendidikan masih diperdebatkan, beberapa penelitian di negara maju menemukan adanya hubungan positif antara orientasi pasar dengan kinerja perguruan tinggi. Paper ini menyajikan hasil penelitian sejenis pada perguruan tinggi di Indonesia. Penelitian dilakukan pada bulan Agustus sampai dengan Oktober 2005. Sebanyak 700 kuesioner disebarkan kepada pengelola program studi

Upload: verzie

Post on 11-Jun-2015

743 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Lain Strategi

Orientasi Pasar dan Kinerja Institusi

Pendidikan di Indonesia:

Kajian Empiris untuk Meningkatkan

Keunggulan Bersaing

Dr. Yulia Hendri Yeni, SE, MT, Ak

Fakultas Ekonomi Universitas Andalas Padang

(Graduate College of Management – Southern Cross University Australia)

[email protected] atau [email protected]

Telp : 08126703805

Abstrak

Pada dunia usaha, orientasi pasar telah teruji sebagai konsep

strategis untuk menciptakan

keunggulan bersaing pada the turbulent environment. Walaupun

implementasi konsep

orientasi pasar pada institusi pendidikan masih diperdebatkan,

beberapa penelitian di

negara maju menemukan adanya hubungan positif antara orientasi

pasar dengan kinerja perguruan tinggi. Paper ini menyajikan hasil

penelitian sejenis pada perguruan tinggi di Indonesia.   Penelitian

dilakukan pada bulan Agustus sampai dengan Oktober 2005.

Sebanyak 700   kuesioner disebarkan kepada pengelola program

studi Strata 1 di 11 kota yang berada di   pulau Sumatera, Jawa,

Lombok dan Kalimantan. Pengolahan data dilakukan dengan

Page 2: Lain Strategi

menggunakan SEM. Temuan penelitian mempertegas hasil kajian

sebelumnya yang menemukan bahwa   perguruan tinggi yang

market oriented akan memiliki kinerja yang baik. Penelitian ini

menggunakan MARKOR sebagai instrumen orientasi pasar yang

telah dikenal secara luas

pada penelitian pemasaran. Sementara itu, kinerja institusi diukur

dengan menggunakan

instrumen yang terdiri dari lima dimensi: sumber dana dari non

pemerintah, akreditasi,

lama studi, rata-rata jumlah pelamar, dan rata-raka indeks prestasi

kumulatif.

Diharapkan temuan penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan

untuk jenjang pendidikan yang lebih tinggi seperti S2 dan S3 atau

jenjang pendidikan yang lebih rendah seperti   diploma dalam

merancang strategi pemasaran. Bahkan untuk level pendidikan

sekolah   lanjutan atas, temuan penelitian juga diharapkan dapat

digunakan sebagai bahan masukan   untuk menyusun kebijakan

pengembangan terutama untuk Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)

yang memiliki karakteristik mirip dengan perguruan tinggi, terutama

dari aspek   lulusan yang di persiapkan untuk langsung terjun ke

dunia kerja.

Kata kunci: orientasi pasar, kinerja institusi,perguruan tinggi dan

SEM.

1. Pendahuluan

Pada hypercompetitive environment, strategi bersaing yang

Page 3: Lain Strategi

dibutuhkan oleh setiap   organisasi adalah strategi yang mampu

memperbaiki kinerja sehingga dapat diterima   dengan baik oleh

pasar yang menjadi sasarannya. Pada era globalisasi, sulit untuk

disangkal bahwa aktivitas pemasaran yang menjadi bagian dari

strategi bersaing dapat

memberikan kontribusi yang sangat besar dalam meningkatkan

kinerja perusahaan (Cann   & George 2003). Oleh sebab itu daya

saing perusahaan pada the turbulent   environment of   a

transitional economy sangat ditentukan oleh kemampuan

perusahaan dalam mengembangkan konsep orientasi pasar.

Berdasarkan studi literatur, diperoleh gambaran bahwa sebagian

besar penelitian tentang   implementasi orientasi pasar dilakukan

pada organisasi yang berorientasi laba yang   bergerak dibidang

manufaktur. Cervera, Molla dan Sanchez (2001) mencatat bahwa

jumlah penelitian sejenis pada organisasi non-profit, termasuk

institusi pendidikan seperti Perguruan Tinggi relatif masih sedikit.

Padahal, menurut Kotler dan Levy (1969)   orientasi pasar yang

merupakan implementasi konsep pemasaran relevan untuk semua

jenis organisasi yang berhubungan dengan pelanggan dan pihak

berkepentingan lainnya.   Pendapat fenomenal ini telah banyak

digunakan oleh para peneliti sebagai dasar untuk

mengimplementasikan konsep pemasaran pada berbagai organisasi

(termasuk rumah   sakit, museum dan perguruan tinggi) supaya

dalam menawarkan produk dan jasa yang sesuai dengan keinginan

pelanggannya.   Tulisan ini membahas temuan empiris

Page 4: Lain Strategi

implementasi orientasi pasar pada perguruan tinggi   serta

memberikan gambaran tentang bagaimana konsep orientasi pasar

dapat berperan dalam meningkatkan keunggulan bersaing institusi

pendidikan secara umum di Indonesia.

1.1 Rumusan Masalah

Sebagai professional service providers, perguruan tinggi di

Indonesia sangat lamban dan   cenderung menolak untuk

melakukan aktivitas pemasaran. Fenomena ini sangat jelas terlihat

terutama pada perguruan tinggi negeri (PTN) yang selalu menjadi

rebutan bagi   calon mahasiswa. Para pengambil keputusan

beranggapan bahwa aktivitas pemasaran yang sering diidentikkan

dengan promosi tidak perlu dilakukan, karena tanpa aktivitas

tersebut mereka masih bisa survive dan tidak menemukan masalah

yang berarti. Selain itu juga terdapat anggapan bahwa konsep

orientasi pasar tidak sesesuai dengan tujuan pendidikan. Pendapat

ini didasarkan pada perspektif yang mengidentikkan orientasi pasar

dengan aktifitas untuk mencari laba sebesar-besarnya melalui

pemenuhan semua kebutuhan dan keinginan pelanggan.

Konsekuensinya timbul konotasi bahwa orientasi pasar adalah

konsep yang berdasarkan pada kekuasaan pelanggan. Bahkan bisa

Page 5: Lain Strategi

diartikan bahwa organisasi harus bersedia untuk didikte oleh

keinginan dan kemauan pelangan untuk mencapai keberhasilan.

Diantara polemik implementasi orientasi pasar pada perguruan

tinggi tersebut, kontribusi konsep ini tehadap peningkatan kinerja

perguruan tinggi sudah terbukti secara empiris (Qureshi 1989,

1993; Caruana, Ramaseshan & Ewing 1998). Konsep tersebut

diyakini dapat digunakan sebagai upaya cerdas untuk merespon

krisis ekonomi, globalisasi, perubahan paradigma perguruan tinggi

serta merealisasir visi pendidikan tinggi tahun 2010 (Yeni 2007).

Temuan ketiga kajian empiris yang dilakukan di negara maju

dengan latar budaya barat tesebut digunakan sebagai dasar untuk

menjawab permasalahan sebagai berikut:

Bagaimana hubungan antara orientasi pasar dengan kinerja

perguruan tinggi di

Indonesia?

1.2 Tujuan Penelitian

Secara khusus penelitian ini ingin membuktikan secara empiris

hubungan orientasi pasar dengan kinerja perguruann tinggi di

Indonesia. Penelitian ini juga ditujukan untuk mendapatkan luaran

berupa sebuah usulan model untuk membangun

keunggulan.bersaing. Selanjutnya temuan penelitian ini dapat

dijadikan sebagai masukan untuk menyusun stategi bersaing pada

era pasar bebas. bagi perguruan tinggi di Indonesia serta institusi

pendidikan pada jenjang lainnya seperti D1, D3, S2, dan S3. Model

Page 6: Lain Strategi

yang dihasilkan ini juga dapat dikembangkan untuk Sekolah

Menengah Kejuruan (SMK) yang memiliki kemiripan karakteristik

dengan perguruan tinggi, terutama dari aspek lulusan yang di

persiapkan untuk langsung terjun ke dunia kerja.

1.3 Lingkup Penelitian

Berbagai keterbatasan yang dipertimbangkan pada penelitian ini

(seperti limitasi waktu dan dana) menyebabkan lingkup penelitian

yang dilakukan juga menjadi terbatas. Kajian ini hanya dilakukan

pada strata 1, dengan menggunakan judgment sampling. Selain itu

kemungkinan adanya pengaruh budaya dalam penggunaan

instrumen orientasi pasar yang diadopsi dari negara barat tidak

dipertimbangkan dalam penelitian ini. Sedangkan pengukuran

kinerja institusi dilakukan hanya dengan melibatkan lima indikator

sebagai berikut: perolehan dana non pemerintah, akreditasi, masa

studi, jumlah pelamar serta indeks prestasi kumulatif.

1.4 Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang ditujukan

untuk mengetahui hubungan kausalitas antara orientasi pasar

dengan kinerja perguruan tinggi melalui suatu pengujian hipotesis.

Sejalan dengan metode analisis yang digunakan (SEM) maka

dibutuhkan data minimal 200 (Bagozzi 1977; Baumgartner &

Homburg 1996; Tanaka 1987). Oleh sebab itu disebar kuesioner

sebanyak 700 kepada pengelola program studi Strata 1 pada PTN,

Page 7: Lain Strategi

PTS dan BHPT di 11 kota yang berada di pulau Sumatera, Jawa,

Lombok dan Kalimantan. Pemilihan sampel ini dilakukan dengan

menggunakan metode judgment sampling.

Pengumpulan data dilakukan melalui self-administrated

questionnaire. Waktu yang

diperlukan responden untuk mengisi pertanyaan pada kuesioner ini

diperkirakan selama

10 menit. Kuesioner disusun berdasarkan penelitian sebelumnya

(Caruana, Ramaseshan.& Ewing 1998), dengan menggunakan 7

point Likert Scale (yang terdiri dari: sangat

setuju, setuju, cenderung setuju, ragu-ragu, cenderung tidak setuju,

tidak setuju dan

sangat tidak setuju). Kuesioner ini terdiri dari tiga bagian sebagai

berikut :

• Bagian I berisikan 7 pertanyaan tentang karakteristik responden,

yakni: umur,

pendidikan, jabatan, serta lama memegang jabatan, bentuk

perguruan tinggi, sifat

penyelenggaraan program dan fakultas.

• Bagian II berisikan pertanyaan tentang orientasi pasar, terdiri dari

25 pertanyaan.

• Bagian III berisikan 5 pertanyaan tentang kinerja institusi, yang

terdiri dari

perolehan dana non pemerintah, akreditasi, masa studi, jumlah

pelamar serta

indeks prestasi kumulatif.

Page 8: Lain Strategi

Sebelum disebar kuesioner ini diuji coba untuk mengetahui

keandalan dan kesahihannya.

Pengujian juga dilakukan untuk memastikan ketepatan terjemahan

ke dalam bahasa

Indonesia, Oleh sebab itu dilakukan uji coba kepada tiga orang

dosen yang memiliki

kemampuan Bahasa Inggris dan pemahaman konsep pemasaran

yang baik. Setelah itu

dilakukan pengujian validitas dan reliabilitas. Uji validitas dilakukan

dengan melihat the

correlation of factors within one construct dan Alpha Cronbach

digunakan untuk

mengevaluasi reliabilitas alat ukur.

2. Kajian Teori

2.1 Defenisi Orientasi Pasar

Kajian terhadap sejumlah literatur memperlihatkan adanya

keragaman definisi orientasi pasar, yang secara garis besar

pendapat tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu

perspektif budaya dan perspektif perilaku (Yeni 2007). Menurut

persepektif budaya, orientasi pasar dipandang sebagai proses

kognitif yang mencakup dimensi budaya seperti nilai-nilai dan

norma yang dianut perusahaan. Sedangkan perspektif perilaku

memandang orientasi pasar sebagai proses pengumpulan informasi

pasar. Dua konsep fenomenal dikemukakan oleh Narver dan Slater

(1990) yang merepresentasikan perspektif budaya serta Kohli dan

Jaworski (1990) yang melihat orientasi pasar dari perspektif

Page 9: Lain Strategi

perilaku. Menurut Narver dan Slater (1990) orientasi pasar

merupakan budaya organisasi yang dimanifestasikan sebagai

orientasi pelanggan, orientasi pesaing, dan koordinasi antar fungsi

yang ada, dengan menggunakan criteria tujuan jangka panjang dan

menghasilkan laba. Berdasarkan kedua kriteria tersebut

tergambar bahwa konsep orientasi pasar kurang tepat untuk

organisasi non profit motif

seperti perguruan tinggi. Sementara itu Kohli dan Jaworski (1990)

memandang orientasi

pasar sebagai perilaku organisasi dalam mengimplementasikan

konsep pemasaran.

Perilaku ini ditekankan pada aktivitas yang terdiri dari pengumpulan

informasi pasar,

penyebaran informasi pasar serta merespon informasi pasar

tersebut. Penelitian ini

menggunakan pengertian yang diberikan oleh Kohli dan Jaworski

(1990), karena selain

dianggap paling sesuai untuk perguruan tinggi, juga pernah

digunakan pada objek

penelitian yang sama oleh Caruana, Ramaseshan dan Ewing (1998)

di Australia dan New

Zealand serta Flavia´n dan Lozano (2006) di Spanyol.

2.2 Perguruan Tinggi dan Orientasi Pasar

Literatur tentang pemasaran pada institusi pendidikan awalnya

muncul pada tahun 1980-

an di US dan UK dengan mengadopsi model dari organisasi bisnis

Page 10: Lain Strategi

(Oplatka & Brown

2004). Topik ini mampu menarik perhatian para peneliti, sehingga

pada tahun 1990-an

kajian tentang implementasi pemasaran di perguruan tinggi marak

dilakukan (Edgett &

Parkinson 1993; Gronroos 1990; Gummesson 1991; Hannagan

1992; Kotler &

Andreasen 1987; Lovelock & Weinberg 1989).

Sehubungan dengan penerapan konsep pemasaran khususnya

orientasi pasar pada

institusi pendidikan, Caruana, Ramaseshan dan Ewing (1998)

berpendapat bahwa untuk

memenangkan persaingan pada era pasar kompetitif, perguruan

tinggi harus menerapkan

orientasi pasar. Namun demikian penerapan konsep ini pada

institusi pendidikan masih

diperdebatkan. Driscoll dan Wicks (1998) mengkritik bahwa

pendekatan customer-driven

yang merupakan istilah lain dari orientasi pasar tidak sesuai untuk

dunia pendidikan.

Kedua peneliti ini mengkhawatirkan konsep ini dapat disalah artikan

untuk menjadi

sebuah peluang bagi mahasiswa (sebagai salah satu pelanggan)

untuk melakukan

negosiasi terhadap kurikulum dan siatem penilaian berdasarkan apa

yang mereka.inginkan. Dengan demikian, pendekatan ini dianggap

Page 11: Lain Strategi

dapat menyebabkan turunnya mutu

pendidikan.

Di sisi lain, salah satu alasan yang mendasari perguruan tinggi

menerapkan konsep

orientasi pasar, adalah perubahan kebijakan pemerintah yang

terjadi di berbagai negara

Kebijakan tersebut adalah pengurangan subsidi pemerintah

terhadap perguruan tinggi

(terutama perguruan tinggi negeri). Hal ini mengharuskan institusi

agar berupaya keras

untuk mencari sumber-sumber keuangan non pemerintah. Qureshi

(1989 dan 1993) serta

Caruana, Ramaseshan dan Ewing (1998) menemukan bahwa

perguruan tinggi yang

market oriented relatif mudah untuk mendapatkan non government

funding. Temuan ini

dapat dijadikan sebagai dasar bagi perguruan tinggi di Indonesia

untuk

mengimplementasikan konsep tersebut.

Faktor lain yang dapat menjadi pendorong bagi perguruan tinggi

untuk mengadopsi

orientasi pasar adalah globalisasi. Era pasar bebas telah

menyebabkan munculnya

institusi pendidikan tinggi asing yang siap bersaing dengan

perguruan tinggi domestik.

Menurut konsep pemasaran, institusi yang bisa bertahan dan

Page 12: Lain Strategi

memenangkan persaingan

di pasar global adalah institusi yang mampu menawarkan nilai lebih

dan sesuai dengan

keinginan pelanggan (Kotler 2003). Hal ini menunjukkan bahwa

pada persaingan bebas

sekarang ini, sudah semestinya perguruan tinggi merancang

aktivitas yang berorientasi

pasar (Maydeu-Olivares & Lado 2003).

Selain itu perubahan paradigma pendidikan tinggi di Indonesia

memberikan peluang

penerapan orientasi pasar. Hal ini seiring dengan visi pendidikan

tinggi tahun 2010 yang

diformulasikan pada quality dan links to ‘student needs’ (Direktorat

Jendral Pendidikan

Tinggi 2003). Secara teoritis upaya yang dapat dilakukan untuk

meningkatkan kualitas

adalah dengan memperkecil gap antara penawaran jasa yang

diberikan dengan harapan

pelanggan (Zeithaml, Berry & Parasuraman 1988). Secara ekspilit

upaya tersebut dapat

diwujudkan dengan mengenal dan memahami pelanggan, yang

merupakan kata kunci

dari konsep orientasi pasar. Berdasarkan uraian di atas dapat

diperoleh gambaran bahwa

penerapan orientasi pasar perlu dilakukan pada perguruan tinggi.

Sebagai organisasi jasa.profesional, tentu saja perguruan tinggi

Page 13: Lain Strategi

membutuhkan strategi khusus dan aturan tertentu

dalam mengadopsi konsep tersebut.

2.3 Orientasi Pasar dan Kinerja Institusi

Sebagai salah satu konsep yang dapat dipakai dalam penentuan

strategi perusahaan,

penerapan konsep pemasaran yang berorientasi pasar merupakan

tindakan cerdas untuk

menghadapi pelanggan yang semakin demanding (Kotler 2003).

Oleh sebab itu tidak

mengherankan bila perusahaan yang sukses pada era pasar bebas

adalah perusahaan yang

berorientasi pasar. Hal tersebut telah dibuktikan secara empiris oleh

para peneliti (seperti:

Agarwall, Erramilli, & Dev 2003; Perry & Shao 2002; Pulendran,

Speed & Widing II

2003; Tsai 2003) yang menemukan bahwa terdapat hubungan yang

positif antara

orientasi pasar dengan kinerja organisasi

Hubungan antara orientasi pasar dengan kinerja institusi telah

banyak diteliti pada

berbagai konteks dengan latar belakang yang beragam. Temuan

penelitian

memperlihatkan adanya variasi hubungan antara orientasi pasar

dengan kinerja institusi,

Keragaman tersebut mengindikasikan orientasi pasar dan kinerja

institusi memiliki

Page 14: Lain Strategi

hubungan positif yang kuat, lemah, tidak adanya hubungan, serta

dapat juga hubungan

yang terjadi diantara kedua variabel tersebut dimoderasi oleh

variabel lain. Ketidak

konsistenan temuan tersebut dapat disebabkan oleh banyak faktor,

diantaranya;

perbedaan instrumen yang digunakan, teknik pengambilan sampel

serta jumlah sampel

(Jaworski & Kohli 1993, Pulendran & Speed 1996a, 1996b). Namun

demikian hubungan

positif yang kuat antara orientasi pasar dan kinerja institusi

mendominasi hasil penelitian

(Dawes 2000, Lado & Olivares 2001, dan Ngai & Ellis 1998)

Berdasarkan telaah penelitian sebelumnya, diperoleh gambaran

bahwa sebahagian besar

kajian tentang topik tersebut dilakukan di negara maju dengan

objek penelitiannnya

adalah industri manufaktur yang notabenenya berorientasi laba.

Dari 66 penelitian

empiris yang dipublikasikan terdapat tiga kajian (Qureshi 1989,

1993, Caruana,

Ramaseshan & Ewing 1998) yang membahas hubungan orientasi

pasar dan kinerja.perguruan tinggi. Tabel 1 berikut ini

memperlihatkan secara rinci hasil ketiga penelitian

tersebut.

Tabel 1. Penelitian Relevan yang Digunakan sebagai

Page 15: Lain Strategi

Kerangka Konseptual

Peneliti /Tahun Objek Penelitian

(Negara)

Dimensi Orientasi

Pasar

Dimensi Kinerja

Qureshi/1989 Universitas (USA) Dikembangkan sendiri Perolehan

Dana non

pemerintah

Qureshi/1989 Universitas (USA) Dikembangkan sendiri Perolehan

Dana non

pemerintah

Caruana,

Ramaseshan &

Ewing /1998

Universitas

(Australia dan

New Zealand)

MARKOR (Kohli,

Jaworski & Kumar

1993):

pengumpulan,

penyebaran,

respon terhadap

Page 16: Lain Strategi

informasi pasar

• Kinerja secara

umum dalam 5

tahum terakhir

• Kemapuan

mendapatkan dana

non pemerintah

Sumber: Dikembangkan dari Yeni (2007)

Ketiga hasil kajian tersebut berkesimpulan bahwa semakin market

oriented perguruan

tinggi semakin baik kinerjanya, terutama dalam hal untuk

mendapatkan dana non

pemerintah. Berdasarkan temuan penelitian tersebut maka

diformulasikan hipotesis

sebagai berikut:

Orientasi pasar berhubungan positif dengan kinerja perguruan tingg

di

Indonesia.

3. Hasil dan Pembahasan

3.1 Response rate

Sebanyak 700 kuesioner didistribusikan kepada pengelola program

studi S1 (seperti ketua

dan sekretaris) pada sebelas kota di pulau Sumatera, Jawa, Lombok,

dan Kalimantan..Dari jumlah tersebut hanya 365 responden

mengembalikan kuesioner yang telah diisi

dengan lengkap. Hal ini menun jukkan bahwa tingkat pengembalian

kuesioner adalah

Page 17: Lain Strategi

52,14%. Tabel 2 berikut memperlihatkan secara rinci pengembalian

tersebut:

Tabel 2. Rincian Pengembalian Kuesioner

Jumlah Pengembalian Pulau Kota Jumlah yang

disebarkan Lengkap (% ) Tidak

Lengkap(%)

Total (%)

Sumatra Padang 170 81 (47.65) 0 (0) 81 (47.65)

Pekanbaru 40 0 (0) 0 (0) 0 (0)

Palembang 30 7 (23.33) 0 (0) 7 (23.33)

Lampung 30 23 (76.67) 3 (10.00) 26 (86.67)

Jawa Jakarta 20 10 (50.00) 4 (20.00) 14 (70.00)

Bandung 260 149 (57.31) 1 (0.38) 150 (57.69)

Semarang 30 22 (73.33) 0 (0) 22 (73.33)

Malang 50 30 (60.00) 2 (4.00) 32 (64.00)

Jember 20 12 (60.00) 0 (0) 12 (60.00)

Lombok Mataram 30 23 (76.67) 0 (0) 23 (76.67)

Kalimantan Samarinda 20 8 (40.00) 1 (5.00) 9 (45.00)

Total 700 365 (52.14) 11 (1.57) 376 (53.71)

Sumber: Hasil Survey

3.2 Profil responden

Sebagaimana yang telah dikemukakan pada metode penelitian,

responden penelitian

adalah pengelola program studi dan unit analisis adalah program

studi pada level S1.

Oleh sebab itu selain profil responden, juga dapat dilihat profil

institusi pada Tabel 3 dan

Page 18: Lain Strategi

Tabel 4 di bawah ini.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 58,9% responden berusia di

atas 40 tahun dan

hanya 4% yang berusia dibawah 30 tahun. Berdasarkan tingkat

pendidikan terakhir dan

jabatan, penelitian ini didominasi responden yang telah

menyelesaikan pendidikan S2 dan

menduduki jabatan sebagai ketua program studi Selain itu

sebahagian besar responden.(65%) telah memegang jabatan

selama 1-4 tahun. Berdasarkan gambaran di atas, dapat

disimpulkan bahwa responden diasumsikan telah memahami

kondisi program studi,

karena sebagian besar telah memegang jabatan lebih dari 1 tahun.

Selain itu berpedoman

pada level pendidikan terakhirnya, responden diperkirakan telah

memiliki pemahaman

yang baik terhadap tujuan penelitian ini.

Tabel 3. Profil Responden

Karakteristik Frekuensi Percent

Umur

< 30 tahun 15 4.1

30 – 39 tahun 135 37.0

40 – 49 tahun 176 48.2

> 49 tahun 39 10.7

Total 365 100.0

Pendidikan Terakhir

S1 45 12.3

Page 19: Lain Strategi

S2 267 73.2

S3 53 14.5

Total 365 100.0

Jabatan

Ketua 194 53.2

Sekretaris 151 41.3

Lainnya 20 5.5

Total 365 100.0

Lama Memegang Jabatan

< 1 tahun 86 23.6

1 – 4 tahun 237 64.9

> 4 tahun 42 11.5

Total 365 100.0

Sumber: Hasil Survey

3.3. Profil Institusi

Profil institusi dapat dilihat dari tiga aspek, yaitu: bentuk perguruan

tinggi, sifat

penyelegaraan program serta fakultas. Pada Tabel 4 dapat dilihat

bahwa responden telah

mewakili ketiga tipe perguruan tinggi yaitu, PTN, PTS serta BHPT.

Namun demikian

terdapat perbedaan jumlah responden yang mewakili ketiga jenis

perguruan tinggi

tersebut. Sebahagian besar (51.5%) kuesioner yang dikembalikan

berasal dari PTS,

38,6% dari PTN dan hanya 9.9 % yang berasal dari perguruan tinggi

yang sudah menjadi.badan hukum. Sedangkan menurut kategori

Page 20: Lain Strategi

sifat penyelengaraan program, diperoleh

informasi bahwa 96.2% merupakan program studi reguler. Lebih

lanjut, berdasarkan asal

fakultas, didapat gambaran bahwa responden penelitian mewakili

15 Fakultas. Namun

demikian, penelitian ini didominasi oleh responden yang berasal

dari fakultas Teknik

(37%), dan ekonomi (20,3%) berada pada posisi kedua..

Berdasarkan keragaman di atas

dapat diasumsikan bahwa responden penelitian telah mewakili

keragaman perguruan

tinggi yang ada di Indonesia.

Tabel 4. Profil Institusi yang Menjadi Unit Analisis

Karakteristik Frekuensi Percent

Bentuk PerguruanTinggi

PTN 141 38.6

PTS 188 51.5

BHPT 36 9.9

Total 365 100

Sifat Penyelenggaraan Program

Regular 351 96.2

Non-regular 14 3.8

Total 365 100

Fakultas

Teknik 135 37.0

MIPA 31 8.5

Perikanan 6 1.6

Page 21: Lain Strategi

Peternakan 7 1.9

Seni Rupa 11 3.0

Sospol 16 4.4

Psikologi 6 1.6

Ekonomi 74 20.3

Hukum 23 6.3

Sastra 3 .8

Komunikasi 10 2.7

Kependidikan 24 6.6

Ilmu Sosial 12 3.3

Administrasi 4 1.1

Pertanian 3 .8

Total 365 100

Sumber: Hasil Survey

3.4 Screening Data

Dua tahap screening di lakukan untuk memastikan akurasi data

yang akan dianalisis

adalah identifikasi missing value dan outlier (Malhotra 2004;

Tabachnick & Fidell 2001)..Berdasarkan hasil screening diketahui

bahwa terdapat 11 kuesioner yang tidak lengkap,

serta ditemukan 37 outlier (terdiri dari 15 univariate dan 22

multivariate outliers).

Menurut Tabachnick dan Fidell (2001) outlier adalah unusual or

extreme score of

responses. Univariate outlier terjadi bila extreme score ditemukan

pada satu variabel,

bila extreme score terdapat pada dua variable atau lebih, maka

Page 22: Lain Strategi

disebut sebagai

multivariate outlier (Kline 1998). Penelitian ini menggunakan

histograms dan box-plots

untuk mengidentifikasi univariate outliers dan mahalanobis distance

untuk

mengidentifikasi multivariate outliers (Tabachnick & Fidell 2001).

Untuk menjaga keakuratan analisis statistik, maka disarankan untuk

mengeluarkan outlier

(Tabachnick & Fidell 2001). Keputusan untuk mengeluarkan hanya

37 outlier didasarkan

pada pendapat Hair et al (1998) yang menyarankan untuk

mempertahan sejumlah outlier,

karena hal tersebut diperlukan untuk menggambarkan keunikan

yang ada pada fenomena

penelitian.

Oleh sebab itu, setelah dilakukan screening, maka diputuskan

hanya 328 data yang layak

untuk diolah lebih lanjut. Jumlah ini sudah melebihi 200 sampel

minimal yang menjadi

kriteria minimum untuk kecukupan data dengan menggunakan

structural equation

modelling untuk memganalisis data (Bagozzi 1977; Baumgartner &

Homburg 1996;

Tanaka 1987).

3.5. Uji Instrumen Orientasi Pasar

Metode terbaik untuk mengukur orientasi pasar masih

Page 23: Lain Strategi

diperbincangkan oleh para peneliti

(Pulendran, Speed & Widing 2000). Tidak dipungkiri, bahwa

berbagai instrumen

orientasi pasar telah banyak mmuncul, dan masing-masingnya

mengklaim sebagai yang

terbaik. Salah satu instrument tersebut adalah MARKOR yang

dikembangkan oleh Kohli

dan Jaworski (1990). MARKOR telah diuji secara luas pada berbagai

jenis organisasi

bisnis dengan berbagai latar budaya (Pulendran, Speed & Widing

2000). Pada konteks

pendidikan penggunaan MARKOR juga telah dilakukan oleh

Caruana, Ramaseshan dan

Ewing (1998) serta Flavia´n dan Lozano (2006)..MARKOR yang

dipakai pada penelitian ini berdasarkan pada temuan empat

dimensi

yang terdiri dari: pengumpulan informasi, penyebaran informasi-

institusi, penyebaran

informasi-staf, dan respon terhadap informasi pasar (Yeni 2007).

Pengujian reliabilitas mengindikasikan bahwa, Cronbach á keempat

dimensi orientasi

pasar berada antara 0.64 and 0.84 (pengumpulan informasi: 0.64

penyebaran informasi-institusi:

0.84, penyebaran informasi-staf: 0.79, dan respon terhadap

informasi pasar:

0.74. Sedangkan Cronbach á untuk construct orientasi pasar (secara

Page 24: Lain Strategi

keseluruhan) adalah

0.89. Berdasarkan kriteria minimum Cronbach á : 0,6 untuk

exploratory research (Hair et

al. 1998; Sekaran 2003), dapat disimpulkan bahwa instrumen

orientasi pasar yang

digunakan pada penelitian ini memiliki tingkat keandalan yang baik.

Sementara itu hasil

pengujian convergent validity mengindikasikan bahwa instrumen ini

memiliki tingkat

kesahihan (validitas) yang baik. Hal ini ditunjukkan oleh Inter-factor

score correlations

keempat dimensi yang melebihi standard minimum 0.3 (Hair et al.

1998). Selain itu,   korelasi keempat dimensi terhadap construct

orientasi pasar juga lebih besar dari standard minimum 0.5 (Hair

et al. 1998). Pengujian instrumen orientasi pasar ini menghasilkan

enam belas indikator orientasi

pasar, sebagai berikut:

1. Riset pasar yang dilakukan olehe program studi

2. Pertemuan dengan mahasiswa untuk membahas pelayanan yang

diinginkan

3. Survey pendapat mahasiswa tentang kualitas pengajaran dan

pelayanan

4. Data kepuasan mahasiswa disebarkan pada semua level di

program studi

secara reguler

5. Data kepuasan industri pemakai lulusan disebarkan pada semua

Page 25: Lain Strategi

level di

program studi secara reguler

6. Semua aktivitas dosen pada program studi terkoordinir dengan

baik

7. Informasi tentang hal-hal yang berhubungan dengan mahasiswa

dan

perkuliahan segera terebar.

8. Cepat dalam mendeteksi perubahan-perubahan yang terjadi

(seperti teknologi,

peraturan, dan persaingan).9. Survey industri pemakai lulusan

untuk mengetahui kualitas materi

perkuliahan dan pelayanan

10. Secara berkala mereview perubahan-perubahan yang terjadi

pada lingkungan

perguruan tinggi seperti teknologi, peraturan, dan persaingan)

11. Tanggapan yang cepat terhadap sosialisasi/kampanye hal-hal

baru oleh

jurusan

12. Diskusi yang dilakukan sesama staf pengajar program studi

tentang hal-hal

yang dibutuhan mahasiswa di masa datang

13. Diskusi yang dilakukan sesama staf pengajar program studi

tentang hal-hal

yang dibutuhan industri pemakai lulusan di masa datang

14. Pertemuan dengan staf pengajar dari program studi lain untuk

membahas

Page 26: Lain Strategi

perkembangan terbaru yang relevan dengan lulusan

15. Kajian terhadap pengembangan perkuliahan agar sejalan

denagn keinginan

industri pemakai lulusan

16. Kajian terhadap pengembangan perkuliahan agar sejalan

denagn keinginan

mahasiswa

3.6 Uji Instrumen Kinerja Institusi

Pada berbagai penelitian, pengukuran kinerja institusi seringkali

dikaitkan dengan   indikator keberhasilan. Burke (2003)

menggunakan keberhasilan untuk mendapatkan dana serta waktu

yang dibutuhkan untuk penyelesaian studi sebagai indikator untuk

mengukur kinerja institusi pendidikan. Aspek dana juga digunakan

oleh Caruana,   Ramaseshan dan Ewing (1998) untuk mengukur

kinerja institusi perguruan tinggi.   Pada lingkungan perguruan

tinggi di Indonesia, terdapat beberapa indikator keberhasilan yang

sering digunakan pada proyek hibah kompetisi (seperti: DUE, QUE

dan TPSDP). Indikator tersebut diantaranya adalah akreditasi, lama

studi, dan rata-rata indek prestasi   kumulatif. Penelitian ini

menggabungkan indikator-indikator kinerja tersebut di atas

dengan masukan-masukan dari hasil penelitian pendahuluan,

indikator-indikator tersebut   adalah sebagai berikut:.• perolehan

dana-non pemerintah,

• akreditasi,

• lama studi,

• rata-rata jumlah pelamar,

Page 27: Lain Strategi

• rata-rata indeks prestasi kumulatif.

Pengolahan dengan analisis faktor mengindikasikan bahwa kelima

indikator tersebut

merepresentasikan sebuah konstruk kinerja perguruan tinggi yang

ditandai dengan

signifikansi factor loading lima indikator tersebut lebih besar dari

0.50 yang menjadi

batas minimum (Hair et al. 1998). Lebih lanjut berdasarkan

pengujian reliabilitas,

diperoleh informasi tentang keandalan instrumen ini yang ditandai

dengan Cronbach á :

0,67 lebih besar dari 0,6 yang menjadi kriteria minimum untuk

exploratory research

(Hair et al. 1998; Sekaran 2003).

3.7 Uji Normalitas

Secara umum, teknik pengolahan data dengan menggunakan

multivariate (seperti

structural equation modelling), mensyaratkan adanya uji normalitas

(Kline 1998). Oleh

sebab itu sebelum pengolahan lebih lanjut, perlu dilakukan uji

normalitas untuk

composite variable, orientasi pasar dan kinerja perguruan tinggi.

Penelitian ini menggunakan uji skewness dan kurtosis untuk

mengidentifikasi normalitas.

Signifikasi skewness diuji dengan mengevaluasi Z-score dari

konstruk orientasi pasar dan

Page 28: Lain Strategi

kinerja institusi. Adapun perhitungan signifikansi tersebut dapat

dilakukan dengan cara

membagi nilai dari skewness dengan the standard error of skewness

(Tabachnick &

Fidell 2001). Pada jumlah sampel yang lebih dari 300, maka data

dapat dikategorikan

normal bila nilai absolut dari Z-score lebih kecil dari 3,29 yang

menjadi nilai standar Z

(Tabachnick & Fidell 2001). Sebagaimana yang ditunjukkan oleh

Tabel 5 dan 6 di bawah

ini orientasi pasar tidak dapat memenuhi kriteria uji skewnes,

karena nilai mutlak Z-score

melebihi nilai standar Z. Namun demikian variabel orientasi pasar

ini masih dapat

dikategorikan normal berdasarkan uji kurtosis dan penilaian

terhadap kurva yang tidak

jauh berbeda dengan kurva normal..Tabel 5. Uji Skewness

Variabel Skew SE Z scores Z Std Normalitas

Market Orientation -0.692 0.135 -5.125 3.290 Diterima*

Institutional Performance -0.392 0.135 -2.903 3.290 Ya

*setelah memperhatikan kurva pada Gambar 1 yang masih membentuk the

normal bell curve

Sumber: Hasil Analisis

Tabel 6. Uji Kurtosis

Variabel Kurtosis SE Z scores Z Std Normalitas

Market Orientation -0.368 0.268 -1.373 3.290 Ya

Page 29: Lain Strategi

Institutional Performance -0.651 0.268 -2.429 3.290 Ya

Sumber: Hasil Analisis

Gambar 1. Kurva Distribusi Orientasi Pasar

Sumber: Hasil Analisis

3.8. Uji Struktur Model

Pengujian terhadap hubungan antara orientasi pasar dengan kinerja

perguruan tinggi

dilakukan melalui nalisis struktur model dengan menggunakan

AMOS 5. Sehubungan.dengan hal tersebut, dilakukan analisis

covariance matrices antara orientasi pasar dengan

kinerja serta covariance matrices dimensi masing-masing konstruk.

Struktur model

tersebut dapat dilihat secara jelas pada Gambar 2 di bawah ini.

Gambar 2. Struktur Model

Sumber: Hasil Analisis

Pada Gambar 2 di atas dapat dilihat bahwa semua koefisien regresi

lebih besar dari

standar minimum 0,5. Hal tersebut mengindikasikan bahwa adanya

hubungan yang

signifikan dari masing-masing dimensi terhadap konstruk serta

hubungan orientasi pasar

dengan kinerja. Selanjutnya, Tabel 7 berikut ini memperlihatkan

analisis the goodness of

fit antara model dengan sampel yang harus dilakukan untuk

memastikan fit model (Byrne,

2001). Indikator-indikator yang digunakan pada penelitian ini adalah

Page 30: Lain Strategi

CMIN/DF (÷ 2 /df),

CFI, TLI, NFI, GFI, RMSEA, dan SRMR (Hair et al. 1998). Berdasarkan

hasil analisis the

goodness of fit yang diperlihatkan pada Tabel 7 maka dapat

disimpulkan bahwa sampel

penelitian telah menunjukkan kesesuaian dengan model..Tabel 7

The goodness of fit index of structural model

Fit Index Hasil AMOS Kriteria Fit Keputusan Fit

CMIN/DF (÷ 2 /df) 2.625 1.0 < ÷ 2 /df < 5.0 Ya

CFI 0.940 > 0.9 Ya

TLI 0.921 > 0.9 Ya

NFI 0.908 > 0.9 Ya

GFI 0.955 > 0.9 Ya

RMSEA 0.071 ¡Ü0.08 Ya

SRMR 0.047 <0.05 Ya

Sumber: Hasil Analisis

Selanjutnya untuk menguji hipotesis yang diajukan: orientasi pasar

berhubungan positif

dengan kinerja perguruan tinggi di Indonesia maka dilakukan

pengujian dengan cara

membandingkan nilai kritis ratio dengan 1.96 yang menjadi kriteria

minimum (Byrne,

2001). Berdasarkan hasil analisis AMOS 5 dapat disimpulkan bahwa

secara statistik

hipotesis diterima karena nilai kritis ratio untuk orientasi pasar

dengan kinerja perguruan

Page 31: Lain Strategi

tinggi lebih besar dari 1.96. Hal ini mengindikasikan bahwa terdapat

hubungan positif

antara orientasi pasar dengan kinerja institusi.

Temuan penelitian ini mempertegas hasil penelitian-penelitian

sebelumnya (Qureshi

1989; 1993 serta Caruana, Ramaseshan & Ewing 1998). Perguruan

tinggi yang market

oriented akan semakin mudah untuk meningkatkan kinerja. Ketiga

penelitian tersebut

lebih menekankan kinerja perguruan tinggi pada kemudahan untuk

mendapatkan dana

non pemerintah. Hal ini dapat terjadi karena perguruan tinggi

dengan memahami

pelanggan berarti institusi tersebut akan dapat memenuhi

kebutuhan dan keinginan

pelanggan tersebut. Bila program pendidikan yang ditawarkan

sesuai dengan apa yang

dicari dan dibutuhkan oleh masyarakat, maka otomatis perguruan

tinggi tersebut akan

menjadi prioritas pilihan bagi para calon mahasiswa. Dengan

sendirinya jumlah pelamar

menjadi semakin banyak sehingga memperbesar kemungkinan bagi

institusi untuk

meningkatkan jumlah mahasiswa. Hal tersebut jelas akan

berdampak pada semakin

besarnya kemungkinan untuk menambah jumlah aliran kas masuk.

Page 32: Lain Strategi

Hal serupa juga bias.dijel;askan untuk melihat hubungan antara

orientasi pasar dengan kemungkinan untuk

meningkatkan indeks prestasi kumulatif mahasiswa dan masa studi.

Dalam konteks yang lain, bila program pendidikan yang ditawarkan

sesuai dengan apa

yang dicari dan dibutuhkan oleh pasar kerja, maka otomatis lulusan

perguruan tinggi

tersebut akan menjadi prioritas pilihan para institusi pemakai. Hal

ini juga akan

berdampak pada semakin diminatinya program pendidikan yang

ditawarkan

Selain itu, perguruan tinggi yang market oriented juga akan

memberi berpeluang untuk

menawarkan jasa-jasa lain (seperti hasil penelitian, atau ide-ide

kreatifdan inovatif) yang

dibutuhkan oleh pihak luar. Hal yang sama juga dapat diartikan

bahwa institusi yang

market oriented akan mudah untuk memahami apa yang diinginkan

oleh para pemberi

dana baik berupa donasi maupun hibah, maupun pemberi sertifikasi

seperti BAN PT dan

institusi lainnya.

4. Simpulan dan Saran

Penelitian ini menemukan bahwa perguruan tinggi yang berorientasi

pasar akan memiliki

kinerja yang baik. Dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa

Page 33: Lain Strategi

semakin market oriented

perguruan tinggi semakin baik kinerjanya.

Bila setiap aktivitas pengajaran yang dilakukan pada perguruan

tinggi dapat

memperhatikan, mempertimbangkan, dan merespon trend terbaru

yang terjadi, maka

dapat dipredikasi bahwa para lulusan yang dihasilkan akan sesuai

dengan kualifikasi

pasar kerja. Dengan sendirinya hal tersebut dapat berdampak pada

meningkatnya kinerja

institusi dalam hal penyediaan sarjana yang sesuai dengan

kebutuhan dunia kerja.

Perguruan tinggi yang market oriented akan selalu mengikuti

perubahan-perubahan

lingkungan yang terjadi di pasar. Perubahan-perubahan tersebut

dapat dikategorikan

menjadi perubahan pada kebutuhan pelanggan (seperti: mahasiswa,

calon mahasiswa,

maupun para pemakai pemakai lulusan), pemerintah, pemberi dana

selain pemerintah,.badan pemberi sertifikasi, kemajuan teknologi,

serta peta persaingan dengan perguruan

tinggi asing yang ada di Indonesia.

Berdasarkan pada hasil penelitian di atas maka disarankan kepada

para pengelola program studi pada jenjang pendidikan lainnya di

pendidikan tinggi serta kepala sekolah SMK agar:

1. Mengimplementasikan konsep pemasaran, tidak hanya terpaku

Page 34: Lain Strategi

pada akivitas promosi. Konsep pemasaran yang dimaksud tersebut

ditujukan untuk   merancang setiap aktivitas pembelajaran yang

sesuai dengan kondisi dan

kebutuhan yang terjadi pada saat ini.

2. Implementasi konsep orientasi pasar dapat dilakukan melalui

pemantauan   terhadap hal-hal yang menjadi trend pada dunia

pendidikan tidak hanya pada   lingkup nasional tetapi juga

internasional. Proses pemantauan tentang perkembangan terbaru

dari para pelanggan institusi pendidikan dapat dilakukan  melalui

survey, pertemuan atau diskusi. Hasil pemantauan ini harus

dikomunikasikan pada semua jajaran yang ada pada institusi untuk

kemudian didiskusikan dan direspon.

Selain itu berdasarkan hasil penelitian ini juga dirasakan perlu untuk

mengusulkan   kepada para pembuat kebijakan pendidikan di

Indonesia untuk dapat memberikan   keleluasaan kepada para

pengelola institusi pendidikan dalam merancang program

pendidikan yang sesuai dengan spesifikasi program studi yang ingin

dicapai. Hal ini   berarti bahwa setiap institusi akan merancang

program pendidikan yang akan ditawarkan   ke pasar sasaran

sesuai dengan spesifikasi lulusan yang telah dirancang melalui riset

pasar.

6. Daftar Pustaka

Bagozzi, R.P. (1977). Structural equation models in experimental

research. Journal of

Marketing Research, 14 (2), 209-226..Baumgartner, H & Homburg,

C. (1996). Applications of structural equation modeling in

Page 35: Lain Strategi

marketing and consumer research: A review. International Journal of

Research in Marketing, (13),139-161.

Burke, J.C. (2003). Trends in higher education performance.

Spectrum; The Journal   of   State Government, 76 (2), 23-24

Byrne, B.M., (2001). Structural equation modeling with AMOS: basic

concepts, applications, and programming, Multivariate applications

book series, Lawrence

Erlbaum Associates, Mahwah, N.J.

Cann, C.W., & George, M.A. (2003). Key element of a successful

drive toward

marketing strategy making. Journal of Marketing for Higher

Education, 13 (1/2), 1-

15

Caruana, A., Ramaseshan, B., & Ewing, M.T. (1998). Do universities

that are more

market oriented perform better?. International Journal of Public

Sector

Management, 11 (1), 55-70

Cervera, A., Molla, A., & Sanchez, M. (2001). Antecedents and

consequences of market

orientation in public organizations. European Journal of Marketing,

35 (11/12),

1259-1286

Dawes, J. (2000). Market orientation and company profitability:

further evidence incorporating longitudinal data. Australian Journal

of Management, 25 (2), 173-199

Page 36: Lain Strategi

Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi (2003). Higher Education Long

Term Strategy   2003-2010, Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi

Republik Indonesia

Driscoll, C., & Wicks, D. (1998). The customer-driven approach in

business education: A

possible danger?. Journal of Education for Business, 74 (1), 58-

61.Edgett, S. & Parkinson, S. (1993). Marketing for service industries

- A review. The Service Industries Journal, 13 (3), 19-39.

Flavia´n, C. & Lozano, J. (2006). Organisational antecedents of

market orientation in  the public university system. International

Journal of Public Sector Management, 19 (5), 447-467 Gronroos,

C. (1990). Service management and marketing: managing the

moments of   truth in service competition, Issues in organization

and management series,   Lexington Books, Lexington, Mass.

Gummesson, E. (1991). Service quality: a holistic view, in SW Brown

(ed.), Service   quality: multidisciplinary and multinational

perspectives, Lexington Books, Lexington, Mass, 3-22

Hannagan, T.J. (1992). Marketing for the non-profit sector,

Macmillan, London.Hair, J.F., et al (1998). Multivariate Data Analysis,

4

th

Edition, Prentice-Hall, Inc., New

Jersey.

Kline, R.B. (1998). Principles and practice of structural equation

modeling, The Guilford

Press, New York.

Page 37: Lain Strategi

Kohli, A.K., & Jaworski,B.J. (1990). Market orientation: the construct,

research

propositions, and managerial implications. Journal of Marketing, 54

(2), 1-18

Kotler, P. (2003). Marketing management, 11th edn, Prentice Hall,

Upper Saddle River,

N.J.

Kotler, P., & Andreasen, A. (1987). Strategic Marketing for Nonprofit

Organizations, (3 rd

ed), Prentice-Hall, London

Kotler, P. & Levy, S. (1969). Broadening the Concept of Marketing.

Journal of

Marketing, 33 (1), 10-15..Lado, N., & Maydeu-Olivares, A. (2001).

Exploring the link between market orientation

and innovation in the European and US insurance markets.

International Marketing

Review, 18 (2), 130-45

Lovelock,C., & Weinberg,C. (1989). Public and nonprofit marketing,

The Scientific

Press, South San Francisco,CA

Narver,J.C., & Slater, S.F. (1990). The effect of a market orientation

on business

profitability. Journal of Marketing, 54 (4), 20-35

Ngai, J.C.H & Ellis, P. (1998). Market orientation and business

performance: some

evidence from Hong Kong. International Marketing Review, 15 (2),

Page 38: Lain Strategi

119-139.

Malhotra, N.K. (2003). Marketing research : an applied orientation,

4th edn, Prentice

Hall, Upper Saddle River, N.J.

Maydeu-Olivares, A. & Lado, N. (2003). Market orientation and

business economic

performance: A mediated model. International Journal of Service

Industry

Management, 14 (3/4), 284-309.

Oplatka I. & Brown J.H. (2007). The incorporation of market

orientation in the school

cultureAn essential aspect of school marketing. International Journal

of Educational

Management, 21(4), 292-305.

Pulendran, S., Speed, R., & Widing, R. E. (2000). The antecedents

and consequences of

market orientation in Australia. Australian Journal of Management,

25 (2), 119 -

144

Qureshi, S. (1989). Marketing transformation and the concomitant

excellence of private

institutions. Journal of Professional Service Marketing, 4 (2), 117-

125.----, (1993). Market driven public institutions attract resources.

Journal of Professional

Service Marketing, 9 (2), 83 - 92

Sekaran, U. (2003). Research Methods for Business a Skill Building

Page 39: Lain Strategi

Approach, 4 th ed,

John Wiley & Sons, Inc

Tabachnick, B.G., & Fidell, L.S. (2001). Using Multivariate Statistic, 4

th

ed, Allyn &

Bacon, Boston

Tanaka, J. (1987). How big is big enough?: Sample size and

goodness of fit in structural

equation models with latent variables. Child Development, 58

(1),134-146

Yeni, Y.H. (2007). The role of market orientation in HEIs in Indonesia

in relation to

improving institutional performance. DBA thesis, Southern Cross

University,

Australia

Zeithaml, V.A, Berry, L.L. & Parasuraman, A. (1988). Communication

and control

processes in the delivery of Service. Journal of Marketing, 52 (2), 35-

48.