lain strategi
TRANSCRIPT
Orientasi Pasar dan Kinerja Institusi
Pendidikan di Indonesia:
Kajian Empiris untuk Meningkatkan
Keunggulan Bersaing
Dr. Yulia Hendri Yeni, SE, MT, Ak
Fakultas Ekonomi Universitas Andalas Padang
(Graduate College of Management – Southern Cross University Australia)
[email protected] atau [email protected]
Telp : 08126703805
Abstrak
Pada dunia usaha, orientasi pasar telah teruji sebagai konsep
strategis untuk menciptakan
keunggulan bersaing pada the turbulent environment. Walaupun
implementasi konsep
orientasi pasar pada institusi pendidikan masih diperdebatkan,
beberapa penelitian di
negara maju menemukan adanya hubungan positif antara orientasi
pasar dengan kinerja perguruan tinggi. Paper ini menyajikan hasil
penelitian sejenis pada perguruan tinggi di Indonesia. Penelitian
dilakukan pada bulan Agustus sampai dengan Oktober 2005.
Sebanyak 700 kuesioner disebarkan kepada pengelola program
studi Strata 1 di 11 kota yang berada di pulau Sumatera, Jawa,
Lombok dan Kalimantan. Pengolahan data dilakukan dengan
menggunakan SEM. Temuan penelitian mempertegas hasil kajian
sebelumnya yang menemukan bahwa perguruan tinggi yang
market oriented akan memiliki kinerja yang baik. Penelitian ini
menggunakan MARKOR sebagai instrumen orientasi pasar yang
telah dikenal secara luas
pada penelitian pemasaran. Sementara itu, kinerja institusi diukur
dengan menggunakan
instrumen yang terdiri dari lima dimensi: sumber dana dari non
pemerintah, akreditasi,
lama studi, rata-rata jumlah pelamar, dan rata-raka indeks prestasi
kumulatif.
Diharapkan temuan penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan
untuk jenjang pendidikan yang lebih tinggi seperti S2 dan S3 atau
jenjang pendidikan yang lebih rendah seperti diploma dalam
merancang strategi pemasaran. Bahkan untuk level pendidikan
sekolah lanjutan atas, temuan penelitian juga diharapkan dapat
digunakan sebagai bahan masukan untuk menyusun kebijakan
pengembangan terutama untuk Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)
yang memiliki karakteristik mirip dengan perguruan tinggi, terutama
dari aspek lulusan yang di persiapkan untuk langsung terjun ke
dunia kerja.
Kata kunci: orientasi pasar, kinerja institusi,perguruan tinggi dan
SEM.
1. Pendahuluan
Pada hypercompetitive environment, strategi bersaing yang
dibutuhkan oleh setiap organisasi adalah strategi yang mampu
memperbaiki kinerja sehingga dapat diterima dengan baik oleh
pasar yang menjadi sasarannya. Pada era globalisasi, sulit untuk
disangkal bahwa aktivitas pemasaran yang menjadi bagian dari
strategi bersaing dapat
memberikan kontribusi yang sangat besar dalam meningkatkan
kinerja perusahaan (Cann & George 2003). Oleh sebab itu daya
saing perusahaan pada the turbulent environment of a
transitional economy sangat ditentukan oleh kemampuan
perusahaan dalam mengembangkan konsep orientasi pasar.
Berdasarkan studi literatur, diperoleh gambaran bahwa sebagian
besar penelitian tentang implementasi orientasi pasar dilakukan
pada organisasi yang berorientasi laba yang bergerak dibidang
manufaktur. Cervera, Molla dan Sanchez (2001) mencatat bahwa
jumlah penelitian sejenis pada organisasi non-profit, termasuk
institusi pendidikan seperti Perguruan Tinggi relatif masih sedikit.
Padahal, menurut Kotler dan Levy (1969) orientasi pasar yang
merupakan implementasi konsep pemasaran relevan untuk semua
jenis organisasi yang berhubungan dengan pelanggan dan pihak
berkepentingan lainnya. Pendapat fenomenal ini telah banyak
digunakan oleh para peneliti sebagai dasar untuk
mengimplementasikan konsep pemasaran pada berbagai organisasi
(termasuk rumah sakit, museum dan perguruan tinggi) supaya
dalam menawarkan produk dan jasa yang sesuai dengan keinginan
pelanggannya. Tulisan ini membahas temuan empiris
implementasi orientasi pasar pada perguruan tinggi serta
memberikan gambaran tentang bagaimana konsep orientasi pasar
dapat berperan dalam meningkatkan keunggulan bersaing institusi
pendidikan secara umum di Indonesia.
1.1 Rumusan Masalah
Sebagai professional service providers, perguruan tinggi di
Indonesia sangat lamban dan cenderung menolak untuk
melakukan aktivitas pemasaran. Fenomena ini sangat jelas terlihat
terutama pada perguruan tinggi negeri (PTN) yang selalu menjadi
rebutan bagi calon mahasiswa. Para pengambil keputusan
beranggapan bahwa aktivitas pemasaran yang sering diidentikkan
dengan promosi tidak perlu dilakukan, karena tanpa aktivitas
tersebut mereka masih bisa survive dan tidak menemukan masalah
yang berarti. Selain itu juga terdapat anggapan bahwa konsep
orientasi pasar tidak sesesuai dengan tujuan pendidikan. Pendapat
ini didasarkan pada perspektif yang mengidentikkan orientasi pasar
dengan aktifitas untuk mencari laba sebesar-besarnya melalui
pemenuhan semua kebutuhan dan keinginan pelanggan.
Konsekuensinya timbul konotasi bahwa orientasi pasar adalah
konsep yang berdasarkan pada kekuasaan pelanggan. Bahkan bisa
diartikan bahwa organisasi harus bersedia untuk didikte oleh
keinginan dan kemauan pelangan untuk mencapai keberhasilan.
Diantara polemik implementasi orientasi pasar pada perguruan
tinggi tersebut, kontribusi konsep ini tehadap peningkatan kinerja
perguruan tinggi sudah terbukti secara empiris (Qureshi 1989,
1993; Caruana, Ramaseshan & Ewing 1998). Konsep tersebut
diyakini dapat digunakan sebagai upaya cerdas untuk merespon
krisis ekonomi, globalisasi, perubahan paradigma perguruan tinggi
serta merealisasir visi pendidikan tinggi tahun 2010 (Yeni 2007).
Temuan ketiga kajian empiris yang dilakukan di negara maju
dengan latar budaya barat tesebut digunakan sebagai dasar untuk
menjawab permasalahan sebagai berikut:
Bagaimana hubungan antara orientasi pasar dengan kinerja
perguruan tinggi di
Indonesia?
1.2 Tujuan Penelitian
Secara khusus penelitian ini ingin membuktikan secara empiris
hubungan orientasi pasar dengan kinerja perguruann tinggi di
Indonesia. Penelitian ini juga ditujukan untuk mendapatkan luaran
berupa sebuah usulan model untuk membangun
keunggulan.bersaing. Selanjutnya temuan penelitian ini dapat
dijadikan sebagai masukan untuk menyusun stategi bersaing pada
era pasar bebas. bagi perguruan tinggi di Indonesia serta institusi
pendidikan pada jenjang lainnya seperti D1, D3, S2, dan S3. Model
yang dihasilkan ini juga dapat dikembangkan untuk Sekolah
Menengah Kejuruan (SMK) yang memiliki kemiripan karakteristik
dengan perguruan tinggi, terutama dari aspek lulusan yang di
persiapkan untuk langsung terjun ke dunia kerja.
1.3 Lingkup Penelitian
Berbagai keterbatasan yang dipertimbangkan pada penelitian ini
(seperti limitasi waktu dan dana) menyebabkan lingkup penelitian
yang dilakukan juga menjadi terbatas. Kajian ini hanya dilakukan
pada strata 1, dengan menggunakan judgment sampling. Selain itu
kemungkinan adanya pengaruh budaya dalam penggunaan
instrumen orientasi pasar yang diadopsi dari negara barat tidak
dipertimbangkan dalam penelitian ini. Sedangkan pengukuran
kinerja institusi dilakukan hanya dengan melibatkan lima indikator
sebagai berikut: perolehan dana non pemerintah, akreditasi, masa
studi, jumlah pelamar serta indeks prestasi kumulatif.
1.4 Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang ditujukan
untuk mengetahui hubungan kausalitas antara orientasi pasar
dengan kinerja perguruan tinggi melalui suatu pengujian hipotesis.
Sejalan dengan metode analisis yang digunakan (SEM) maka
dibutuhkan data minimal 200 (Bagozzi 1977; Baumgartner &
Homburg 1996; Tanaka 1987). Oleh sebab itu disebar kuesioner
sebanyak 700 kepada pengelola program studi Strata 1 pada PTN,
PTS dan BHPT di 11 kota yang berada di pulau Sumatera, Jawa,
Lombok dan Kalimantan. Pemilihan sampel ini dilakukan dengan
menggunakan metode judgment sampling.
Pengumpulan data dilakukan melalui self-administrated
questionnaire. Waktu yang
diperlukan responden untuk mengisi pertanyaan pada kuesioner ini
diperkirakan selama
10 menit. Kuesioner disusun berdasarkan penelitian sebelumnya
(Caruana, Ramaseshan.& Ewing 1998), dengan menggunakan 7
point Likert Scale (yang terdiri dari: sangat
setuju, setuju, cenderung setuju, ragu-ragu, cenderung tidak setuju,
tidak setuju dan
sangat tidak setuju). Kuesioner ini terdiri dari tiga bagian sebagai
berikut :
• Bagian I berisikan 7 pertanyaan tentang karakteristik responden,
yakni: umur,
pendidikan, jabatan, serta lama memegang jabatan, bentuk
perguruan tinggi, sifat
penyelenggaraan program dan fakultas.
• Bagian II berisikan pertanyaan tentang orientasi pasar, terdiri dari
25 pertanyaan.
• Bagian III berisikan 5 pertanyaan tentang kinerja institusi, yang
terdiri dari
perolehan dana non pemerintah, akreditasi, masa studi, jumlah
pelamar serta
indeks prestasi kumulatif.
Sebelum disebar kuesioner ini diuji coba untuk mengetahui
keandalan dan kesahihannya.
Pengujian juga dilakukan untuk memastikan ketepatan terjemahan
ke dalam bahasa
Indonesia, Oleh sebab itu dilakukan uji coba kepada tiga orang
dosen yang memiliki
kemampuan Bahasa Inggris dan pemahaman konsep pemasaran
yang baik. Setelah itu
dilakukan pengujian validitas dan reliabilitas. Uji validitas dilakukan
dengan melihat the
correlation of factors within one construct dan Alpha Cronbach
digunakan untuk
mengevaluasi reliabilitas alat ukur.
2. Kajian Teori
2.1 Defenisi Orientasi Pasar
Kajian terhadap sejumlah literatur memperlihatkan adanya
keragaman definisi orientasi pasar, yang secara garis besar
pendapat tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu
perspektif budaya dan perspektif perilaku (Yeni 2007). Menurut
persepektif budaya, orientasi pasar dipandang sebagai proses
kognitif yang mencakup dimensi budaya seperti nilai-nilai dan
norma yang dianut perusahaan. Sedangkan perspektif perilaku
memandang orientasi pasar sebagai proses pengumpulan informasi
pasar. Dua konsep fenomenal dikemukakan oleh Narver dan Slater
(1990) yang merepresentasikan perspektif budaya serta Kohli dan
Jaworski (1990) yang melihat orientasi pasar dari perspektif
perilaku. Menurut Narver dan Slater (1990) orientasi pasar
merupakan budaya organisasi yang dimanifestasikan sebagai
orientasi pelanggan, orientasi pesaing, dan koordinasi antar fungsi
yang ada, dengan menggunakan criteria tujuan jangka panjang dan
menghasilkan laba. Berdasarkan kedua kriteria tersebut
tergambar bahwa konsep orientasi pasar kurang tepat untuk
organisasi non profit motif
seperti perguruan tinggi. Sementara itu Kohli dan Jaworski (1990)
memandang orientasi
pasar sebagai perilaku organisasi dalam mengimplementasikan
konsep pemasaran.
Perilaku ini ditekankan pada aktivitas yang terdiri dari pengumpulan
informasi pasar,
penyebaran informasi pasar serta merespon informasi pasar
tersebut. Penelitian ini
menggunakan pengertian yang diberikan oleh Kohli dan Jaworski
(1990), karena selain
dianggap paling sesuai untuk perguruan tinggi, juga pernah
digunakan pada objek
penelitian yang sama oleh Caruana, Ramaseshan dan Ewing (1998)
di Australia dan New
Zealand serta Flavia´n dan Lozano (2006) di Spanyol.
2.2 Perguruan Tinggi dan Orientasi Pasar
Literatur tentang pemasaran pada institusi pendidikan awalnya
muncul pada tahun 1980-
an di US dan UK dengan mengadopsi model dari organisasi bisnis
(Oplatka & Brown
2004). Topik ini mampu menarik perhatian para peneliti, sehingga
pada tahun 1990-an
kajian tentang implementasi pemasaran di perguruan tinggi marak
dilakukan (Edgett &
Parkinson 1993; Gronroos 1990; Gummesson 1991; Hannagan
1992; Kotler &
Andreasen 1987; Lovelock & Weinberg 1989).
Sehubungan dengan penerapan konsep pemasaran khususnya
orientasi pasar pada
institusi pendidikan, Caruana, Ramaseshan dan Ewing (1998)
berpendapat bahwa untuk
memenangkan persaingan pada era pasar kompetitif, perguruan
tinggi harus menerapkan
orientasi pasar. Namun demikian penerapan konsep ini pada
institusi pendidikan masih
diperdebatkan. Driscoll dan Wicks (1998) mengkritik bahwa
pendekatan customer-driven
yang merupakan istilah lain dari orientasi pasar tidak sesuai untuk
dunia pendidikan.
Kedua peneliti ini mengkhawatirkan konsep ini dapat disalah artikan
untuk menjadi
sebuah peluang bagi mahasiswa (sebagai salah satu pelanggan)
untuk melakukan
negosiasi terhadap kurikulum dan siatem penilaian berdasarkan apa
yang mereka.inginkan. Dengan demikian, pendekatan ini dianggap
dapat menyebabkan turunnya mutu
pendidikan.
Di sisi lain, salah satu alasan yang mendasari perguruan tinggi
menerapkan konsep
orientasi pasar, adalah perubahan kebijakan pemerintah yang
terjadi di berbagai negara
Kebijakan tersebut adalah pengurangan subsidi pemerintah
terhadap perguruan tinggi
(terutama perguruan tinggi negeri). Hal ini mengharuskan institusi
agar berupaya keras
untuk mencari sumber-sumber keuangan non pemerintah. Qureshi
(1989 dan 1993) serta
Caruana, Ramaseshan dan Ewing (1998) menemukan bahwa
perguruan tinggi yang
market oriented relatif mudah untuk mendapatkan non government
funding. Temuan ini
dapat dijadikan sebagai dasar bagi perguruan tinggi di Indonesia
untuk
mengimplementasikan konsep tersebut.
Faktor lain yang dapat menjadi pendorong bagi perguruan tinggi
untuk mengadopsi
orientasi pasar adalah globalisasi. Era pasar bebas telah
menyebabkan munculnya
institusi pendidikan tinggi asing yang siap bersaing dengan
perguruan tinggi domestik.
Menurut konsep pemasaran, institusi yang bisa bertahan dan
memenangkan persaingan
di pasar global adalah institusi yang mampu menawarkan nilai lebih
dan sesuai dengan
keinginan pelanggan (Kotler 2003). Hal ini menunjukkan bahwa
pada persaingan bebas
sekarang ini, sudah semestinya perguruan tinggi merancang
aktivitas yang berorientasi
pasar (Maydeu-Olivares & Lado 2003).
Selain itu perubahan paradigma pendidikan tinggi di Indonesia
memberikan peluang
penerapan orientasi pasar. Hal ini seiring dengan visi pendidikan
tinggi tahun 2010 yang
diformulasikan pada quality dan links to ‘student needs’ (Direktorat
Jendral Pendidikan
Tinggi 2003). Secara teoritis upaya yang dapat dilakukan untuk
meningkatkan kualitas
adalah dengan memperkecil gap antara penawaran jasa yang
diberikan dengan harapan
pelanggan (Zeithaml, Berry & Parasuraman 1988). Secara ekspilit
upaya tersebut dapat
diwujudkan dengan mengenal dan memahami pelanggan, yang
merupakan kata kunci
dari konsep orientasi pasar. Berdasarkan uraian di atas dapat
diperoleh gambaran bahwa
penerapan orientasi pasar perlu dilakukan pada perguruan tinggi.
Sebagai organisasi jasa.profesional, tentu saja perguruan tinggi
membutuhkan strategi khusus dan aturan tertentu
dalam mengadopsi konsep tersebut.
2.3 Orientasi Pasar dan Kinerja Institusi
Sebagai salah satu konsep yang dapat dipakai dalam penentuan
strategi perusahaan,
penerapan konsep pemasaran yang berorientasi pasar merupakan
tindakan cerdas untuk
menghadapi pelanggan yang semakin demanding (Kotler 2003).
Oleh sebab itu tidak
mengherankan bila perusahaan yang sukses pada era pasar bebas
adalah perusahaan yang
berorientasi pasar. Hal tersebut telah dibuktikan secara empiris oleh
para peneliti (seperti:
Agarwall, Erramilli, & Dev 2003; Perry & Shao 2002; Pulendran,
Speed & Widing II
2003; Tsai 2003) yang menemukan bahwa terdapat hubungan yang
positif antara
orientasi pasar dengan kinerja organisasi
Hubungan antara orientasi pasar dengan kinerja institusi telah
banyak diteliti pada
berbagai konteks dengan latar belakang yang beragam. Temuan
penelitian
memperlihatkan adanya variasi hubungan antara orientasi pasar
dengan kinerja institusi,
Keragaman tersebut mengindikasikan orientasi pasar dan kinerja
institusi memiliki
hubungan positif yang kuat, lemah, tidak adanya hubungan, serta
dapat juga hubungan
yang terjadi diantara kedua variabel tersebut dimoderasi oleh
variabel lain. Ketidak
konsistenan temuan tersebut dapat disebabkan oleh banyak faktor,
diantaranya;
perbedaan instrumen yang digunakan, teknik pengambilan sampel
serta jumlah sampel
(Jaworski & Kohli 1993, Pulendran & Speed 1996a, 1996b). Namun
demikian hubungan
positif yang kuat antara orientasi pasar dan kinerja institusi
mendominasi hasil penelitian
(Dawes 2000, Lado & Olivares 2001, dan Ngai & Ellis 1998)
Berdasarkan telaah penelitian sebelumnya, diperoleh gambaran
bahwa sebahagian besar
kajian tentang topik tersebut dilakukan di negara maju dengan
objek penelitiannnya
adalah industri manufaktur yang notabenenya berorientasi laba.
Dari 66 penelitian
empiris yang dipublikasikan terdapat tiga kajian (Qureshi 1989,
1993, Caruana,
Ramaseshan & Ewing 1998) yang membahas hubungan orientasi
pasar dan kinerja.perguruan tinggi. Tabel 1 berikut ini
memperlihatkan secara rinci hasil ketiga penelitian
tersebut.
Tabel 1. Penelitian Relevan yang Digunakan sebagai
Kerangka Konseptual
Peneliti /Tahun Objek Penelitian
(Negara)
Dimensi Orientasi
Pasar
Dimensi Kinerja
Qureshi/1989 Universitas (USA) Dikembangkan sendiri Perolehan
Dana non
pemerintah
Qureshi/1989 Universitas (USA) Dikembangkan sendiri Perolehan
Dana non
pemerintah
Caruana,
Ramaseshan &
Ewing /1998
Universitas
(Australia dan
New Zealand)
MARKOR (Kohli,
Jaworski & Kumar
1993):
•
pengumpulan,
•
penyebaran,
•
respon terhadap
informasi pasar
• Kinerja secara
umum dalam 5
tahum terakhir
• Kemapuan
mendapatkan dana
non pemerintah
Sumber: Dikembangkan dari Yeni (2007)
Ketiga hasil kajian tersebut berkesimpulan bahwa semakin market
oriented perguruan
tinggi semakin baik kinerjanya, terutama dalam hal untuk
mendapatkan dana non
pemerintah. Berdasarkan temuan penelitian tersebut maka
diformulasikan hipotesis
sebagai berikut:
Orientasi pasar berhubungan positif dengan kinerja perguruan tingg
di
Indonesia.
3. Hasil dan Pembahasan
3.1 Response rate
Sebanyak 700 kuesioner didistribusikan kepada pengelola program
studi S1 (seperti ketua
dan sekretaris) pada sebelas kota di pulau Sumatera, Jawa, Lombok,
dan Kalimantan..Dari jumlah tersebut hanya 365 responden
mengembalikan kuesioner yang telah diisi
dengan lengkap. Hal ini menun jukkan bahwa tingkat pengembalian
kuesioner adalah
52,14%. Tabel 2 berikut memperlihatkan secara rinci pengembalian
tersebut:
Tabel 2. Rincian Pengembalian Kuesioner
Jumlah Pengembalian Pulau Kota Jumlah yang
disebarkan Lengkap (% ) Tidak
Lengkap(%)
Total (%)
Sumatra Padang 170 81 (47.65) 0 (0) 81 (47.65)
Pekanbaru 40 0 (0) 0 (0) 0 (0)
Palembang 30 7 (23.33) 0 (0) 7 (23.33)
Lampung 30 23 (76.67) 3 (10.00) 26 (86.67)
Jawa Jakarta 20 10 (50.00) 4 (20.00) 14 (70.00)
Bandung 260 149 (57.31) 1 (0.38) 150 (57.69)
Semarang 30 22 (73.33) 0 (0) 22 (73.33)
Malang 50 30 (60.00) 2 (4.00) 32 (64.00)
Jember 20 12 (60.00) 0 (0) 12 (60.00)
Lombok Mataram 30 23 (76.67) 0 (0) 23 (76.67)
Kalimantan Samarinda 20 8 (40.00) 1 (5.00) 9 (45.00)
Total 700 365 (52.14) 11 (1.57) 376 (53.71)
Sumber: Hasil Survey
3.2 Profil responden
Sebagaimana yang telah dikemukakan pada metode penelitian,
responden penelitian
adalah pengelola program studi dan unit analisis adalah program
studi pada level S1.
Oleh sebab itu selain profil responden, juga dapat dilihat profil
institusi pada Tabel 3 dan
Tabel 4 di bawah ini.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 58,9% responden berusia di
atas 40 tahun dan
hanya 4% yang berusia dibawah 30 tahun. Berdasarkan tingkat
pendidikan terakhir dan
jabatan, penelitian ini didominasi responden yang telah
menyelesaikan pendidikan S2 dan
menduduki jabatan sebagai ketua program studi Selain itu
sebahagian besar responden.(65%) telah memegang jabatan
selama 1-4 tahun. Berdasarkan gambaran di atas, dapat
disimpulkan bahwa responden diasumsikan telah memahami
kondisi program studi,
karena sebagian besar telah memegang jabatan lebih dari 1 tahun.
Selain itu berpedoman
pada level pendidikan terakhirnya, responden diperkirakan telah
memiliki pemahaman
yang baik terhadap tujuan penelitian ini.
Tabel 3. Profil Responden
Karakteristik Frekuensi Percent
Umur
< 30 tahun 15 4.1
30 – 39 tahun 135 37.0
40 – 49 tahun 176 48.2
> 49 tahun 39 10.7
Total 365 100.0
Pendidikan Terakhir
S1 45 12.3
S2 267 73.2
S3 53 14.5
Total 365 100.0
Jabatan
Ketua 194 53.2
Sekretaris 151 41.3
Lainnya 20 5.5
Total 365 100.0
Lama Memegang Jabatan
< 1 tahun 86 23.6
1 – 4 tahun 237 64.9
> 4 tahun 42 11.5
Total 365 100.0
Sumber: Hasil Survey
3.3. Profil Institusi
Profil institusi dapat dilihat dari tiga aspek, yaitu: bentuk perguruan
tinggi, sifat
penyelegaraan program serta fakultas. Pada Tabel 4 dapat dilihat
bahwa responden telah
mewakili ketiga tipe perguruan tinggi yaitu, PTN, PTS serta BHPT.
Namun demikian
terdapat perbedaan jumlah responden yang mewakili ketiga jenis
perguruan tinggi
tersebut. Sebahagian besar (51.5%) kuesioner yang dikembalikan
berasal dari PTS,
38,6% dari PTN dan hanya 9.9 % yang berasal dari perguruan tinggi
yang sudah menjadi.badan hukum. Sedangkan menurut kategori
sifat penyelengaraan program, diperoleh
informasi bahwa 96.2% merupakan program studi reguler. Lebih
lanjut, berdasarkan asal
fakultas, didapat gambaran bahwa responden penelitian mewakili
15 Fakultas. Namun
demikian, penelitian ini didominasi oleh responden yang berasal
dari fakultas Teknik
(37%), dan ekonomi (20,3%) berada pada posisi kedua..
Berdasarkan keragaman di atas
dapat diasumsikan bahwa responden penelitian telah mewakili
keragaman perguruan
tinggi yang ada di Indonesia.
Tabel 4. Profil Institusi yang Menjadi Unit Analisis
Karakteristik Frekuensi Percent
Bentuk PerguruanTinggi
PTN 141 38.6
PTS 188 51.5
BHPT 36 9.9
Total 365 100
Sifat Penyelenggaraan Program
Regular 351 96.2
Non-regular 14 3.8
Total 365 100
Fakultas
Teknik 135 37.0
MIPA 31 8.5
Perikanan 6 1.6
Peternakan 7 1.9
Seni Rupa 11 3.0
Sospol 16 4.4
Psikologi 6 1.6
Ekonomi 74 20.3
Hukum 23 6.3
Sastra 3 .8
Komunikasi 10 2.7
Kependidikan 24 6.6
Ilmu Sosial 12 3.3
Administrasi 4 1.1
Pertanian 3 .8
Total 365 100
Sumber: Hasil Survey
3.4 Screening Data
Dua tahap screening di lakukan untuk memastikan akurasi data
yang akan dianalisis
adalah identifikasi missing value dan outlier (Malhotra 2004;
Tabachnick & Fidell 2001)..Berdasarkan hasil screening diketahui
bahwa terdapat 11 kuesioner yang tidak lengkap,
serta ditemukan 37 outlier (terdiri dari 15 univariate dan 22
multivariate outliers).
Menurut Tabachnick dan Fidell (2001) outlier adalah unusual or
extreme score of
responses. Univariate outlier terjadi bila extreme score ditemukan
pada satu variabel,
bila extreme score terdapat pada dua variable atau lebih, maka
disebut sebagai
multivariate outlier (Kline 1998). Penelitian ini menggunakan
histograms dan box-plots
untuk mengidentifikasi univariate outliers dan mahalanobis distance
untuk
mengidentifikasi multivariate outliers (Tabachnick & Fidell 2001).
Untuk menjaga keakuratan analisis statistik, maka disarankan untuk
mengeluarkan outlier
(Tabachnick & Fidell 2001). Keputusan untuk mengeluarkan hanya
37 outlier didasarkan
pada pendapat Hair et al (1998) yang menyarankan untuk
mempertahan sejumlah outlier,
karena hal tersebut diperlukan untuk menggambarkan keunikan
yang ada pada fenomena
penelitian.
Oleh sebab itu, setelah dilakukan screening, maka diputuskan
hanya 328 data yang layak
untuk diolah lebih lanjut. Jumlah ini sudah melebihi 200 sampel
minimal yang menjadi
kriteria minimum untuk kecukupan data dengan menggunakan
structural equation
modelling untuk memganalisis data (Bagozzi 1977; Baumgartner &
Homburg 1996;
Tanaka 1987).
3.5. Uji Instrumen Orientasi Pasar
Metode terbaik untuk mengukur orientasi pasar masih
diperbincangkan oleh para peneliti
(Pulendran, Speed & Widing 2000). Tidak dipungkiri, bahwa
berbagai instrumen
orientasi pasar telah banyak mmuncul, dan masing-masingnya
mengklaim sebagai yang
terbaik. Salah satu instrument tersebut adalah MARKOR yang
dikembangkan oleh Kohli
dan Jaworski (1990). MARKOR telah diuji secara luas pada berbagai
jenis organisasi
bisnis dengan berbagai latar budaya (Pulendran, Speed & Widing
2000). Pada konteks
pendidikan penggunaan MARKOR juga telah dilakukan oleh
Caruana, Ramaseshan dan
Ewing (1998) serta Flavia´n dan Lozano (2006)..MARKOR yang
dipakai pada penelitian ini berdasarkan pada temuan empat
dimensi
yang terdiri dari: pengumpulan informasi, penyebaran informasi-
institusi, penyebaran
informasi-staf, dan respon terhadap informasi pasar (Yeni 2007).
Pengujian reliabilitas mengindikasikan bahwa, Cronbach á keempat
dimensi orientasi
pasar berada antara 0.64 and 0.84 (pengumpulan informasi: 0.64
penyebaran informasi-institusi:
0.84, penyebaran informasi-staf: 0.79, dan respon terhadap
informasi pasar:
0.74. Sedangkan Cronbach á untuk construct orientasi pasar (secara
keseluruhan) adalah
0.89. Berdasarkan kriteria minimum Cronbach á : 0,6 untuk
exploratory research (Hair et
al. 1998; Sekaran 2003), dapat disimpulkan bahwa instrumen
orientasi pasar yang
digunakan pada penelitian ini memiliki tingkat keandalan yang baik.
Sementara itu hasil
pengujian convergent validity mengindikasikan bahwa instrumen ini
memiliki tingkat
kesahihan (validitas) yang baik. Hal ini ditunjukkan oleh Inter-factor
score correlations
keempat dimensi yang melebihi standard minimum 0.3 (Hair et al.
1998). Selain itu, korelasi keempat dimensi terhadap construct
orientasi pasar juga lebih besar dari standard minimum 0.5 (Hair
et al. 1998). Pengujian instrumen orientasi pasar ini menghasilkan
enam belas indikator orientasi
pasar, sebagai berikut:
1. Riset pasar yang dilakukan olehe program studi
2. Pertemuan dengan mahasiswa untuk membahas pelayanan yang
diinginkan
3. Survey pendapat mahasiswa tentang kualitas pengajaran dan
pelayanan
4. Data kepuasan mahasiswa disebarkan pada semua level di
program studi
secara reguler
5. Data kepuasan industri pemakai lulusan disebarkan pada semua
level di
program studi secara reguler
6. Semua aktivitas dosen pada program studi terkoordinir dengan
baik
7. Informasi tentang hal-hal yang berhubungan dengan mahasiswa
dan
perkuliahan segera terebar.
8. Cepat dalam mendeteksi perubahan-perubahan yang terjadi
(seperti teknologi,
peraturan, dan persaingan).9. Survey industri pemakai lulusan
untuk mengetahui kualitas materi
perkuliahan dan pelayanan
10. Secara berkala mereview perubahan-perubahan yang terjadi
pada lingkungan
perguruan tinggi seperti teknologi, peraturan, dan persaingan)
11. Tanggapan yang cepat terhadap sosialisasi/kampanye hal-hal
baru oleh
jurusan
12. Diskusi yang dilakukan sesama staf pengajar program studi
tentang hal-hal
yang dibutuhan mahasiswa di masa datang
13. Diskusi yang dilakukan sesama staf pengajar program studi
tentang hal-hal
yang dibutuhan industri pemakai lulusan di masa datang
14. Pertemuan dengan staf pengajar dari program studi lain untuk
membahas
perkembangan terbaru yang relevan dengan lulusan
15. Kajian terhadap pengembangan perkuliahan agar sejalan
denagn keinginan
industri pemakai lulusan
16. Kajian terhadap pengembangan perkuliahan agar sejalan
denagn keinginan
mahasiswa
3.6 Uji Instrumen Kinerja Institusi
Pada berbagai penelitian, pengukuran kinerja institusi seringkali
dikaitkan dengan indikator keberhasilan. Burke (2003)
menggunakan keberhasilan untuk mendapatkan dana serta waktu
yang dibutuhkan untuk penyelesaian studi sebagai indikator untuk
mengukur kinerja institusi pendidikan. Aspek dana juga digunakan
oleh Caruana, Ramaseshan dan Ewing (1998) untuk mengukur
kinerja institusi perguruan tinggi. Pada lingkungan perguruan
tinggi di Indonesia, terdapat beberapa indikator keberhasilan yang
sering digunakan pada proyek hibah kompetisi (seperti: DUE, QUE
dan TPSDP). Indikator tersebut diantaranya adalah akreditasi, lama
studi, dan rata-rata indek prestasi kumulatif. Penelitian ini
menggabungkan indikator-indikator kinerja tersebut di atas
dengan masukan-masukan dari hasil penelitian pendahuluan,
indikator-indikator tersebut adalah sebagai berikut:.• perolehan
dana-non pemerintah,
• akreditasi,
• lama studi,
• rata-rata jumlah pelamar,
• rata-rata indeks prestasi kumulatif.
Pengolahan dengan analisis faktor mengindikasikan bahwa kelima
indikator tersebut
merepresentasikan sebuah konstruk kinerja perguruan tinggi yang
ditandai dengan
signifikansi factor loading lima indikator tersebut lebih besar dari
0.50 yang menjadi
batas minimum (Hair et al. 1998). Lebih lanjut berdasarkan
pengujian reliabilitas,
diperoleh informasi tentang keandalan instrumen ini yang ditandai
dengan Cronbach á :
0,67 lebih besar dari 0,6 yang menjadi kriteria minimum untuk
exploratory research
(Hair et al. 1998; Sekaran 2003).
3.7 Uji Normalitas
Secara umum, teknik pengolahan data dengan menggunakan
multivariate (seperti
structural equation modelling), mensyaratkan adanya uji normalitas
(Kline 1998). Oleh
sebab itu sebelum pengolahan lebih lanjut, perlu dilakukan uji
normalitas untuk
composite variable, orientasi pasar dan kinerja perguruan tinggi.
Penelitian ini menggunakan uji skewness dan kurtosis untuk
mengidentifikasi normalitas.
Signifikasi skewness diuji dengan mengevaluasi Z-score dari
konstruk orientasi pasar dan
kinerja institusi. Adapun perhitungan signifikansi tersebut dapat
dilakukan dengan cara
membagi nilai dari skewness dengan the standard error of skewness
(Tabachnick &
Fidell 2001). Pada jumlah sampel yang lebih dari 300, maka data
dapat dikategorikan
normal bila nilai absolut dari Z-score lebih kecil dari 3,29 yang
menjadi nilai standar Z
(Tabachnick & Fidell 2001). Sebagaimana yang ditunjukkan oleh
Tabel 5 dan 6 di bawah
ini orientasi pasar tidak dapat memenuhi kriteria uji skewnes,
karena nilai mutlak Z-score
melebihi nilai standar Z. Namun demikian variabel orientasi pasar
ini masih dapat
dikategorikan normal berdasarkan uji kurtosis dan penilaian
terhadap kurva yang tidak
jauh berbeda dengan kurva normal..Tabel 5. Uji Skewness
Variabel Skew SE Z scores Z Std Normalitas
Market Orientation -0.692 0.135 -5.125 3.290 Diterima*
Institutional Performance -0.392 0.135 -2.903 3.290 Ya
*setelah memperhatikan kurva pada Gambar 1 yang masih membentuk the
normal bell curve
Sumber: Hasil Analisis
Tabel 6. Uji Kurtosis
Variabel Kurtosis SE Z scores Z Std Normalitas
Market Orientation -0.368 0.268 -1.373 3.290 Ya
Institutional Performance -0.651 0.268 -2.429 3.290 Ya
Sumber: Hasil Analisis
Gambar 1. Kurva Distribusi Orientasi Pasar
Sumber: Hasil Analisis
3.8. Uji Struktur Model
Pengujian terhadap hubungan antara orientasi pasar dengan kinerja
perguruan tinggi
dilakukan melalui nalisis struktur model dengan menggunakan
AMOS 5. Sehubungan.dengan hal tersebut, dilakukan analisis
covariance matrices antara orientasi pasar dengan
kinerja serta covariance matrices dimensi masing-masing konstruk.
Struktur model
tersebut dapat dilihat secara jelas pada Gambar 2 di bawah ini.
Gambar 2. Struktur Model
Sumber: Hasil Analisis
Pada Gambar 2 di atas dapat dilihat bahwa semua koefisien regresi
lebih besar dari
standar minimum 0,5. Hal tersebut mengindikasikan bahwa adanya
hubungan yang
signifikan dari masing-masing dimensi terhadap konstruk serta
hubungan orientasi pasar
dengan kinerja. Selanjutnya, Tabel 7 berikut ini memperlihatkan
analisis the goodness of
fit antara model dengan sampel yang harus dilakukan untuk
memastikan fit model (Byrne,
2001). Indikator-indikator yang digunakan pada penelitian ini adalah
CMIN/DF (÷ 2 /df),
CFI, TLI, NFI, GFI, RMSEA, dan SRMR (Hair et al. 1998). Berdasarkan
hasil analisis the
goodness of fit yang diperlihatkan pada Tabel 7 maka dapat
disimpulkan bahwa sampel
penelitian telah menunjukkan kesesuaian dengan model..Tabel 7
The goodness of fit index of structural model
Fit Index Hasil AMOS Kriteria Fit Keputusan Fit
CMIN/DF (÷ 2 /df) 2.625 1.0 < ÷ 2 /df < 5.0 Ya
CFI 0.940 > 0.9 Ya
TLI 0.921 > 0.9 Ya
NFI 0.908 > 0.9 Ya
GFI 0.955 > 0.9 Ya
RMSEA 0.071 ¡Ü0.08 Ya
SRMR 0.047 <0.05 Ya
Sumber: Hasil Analisis
Selanjutnya untuk menguji hipotesis yang diajukan: orientasi pasar
berhubungan positif
dengan kinerja perguruan tinggi di Indonesia maka dilakukan
pengujian dengan cara
membandingkan nilai kritis ratio dengan 1.96 yang menjadi kriteria
minimum (Byrne,
2001). Berdasarkan hasil analisis AMOS 5 dapat disimpulkan bahwa
secara statistik
hipotesis diterima karena nilai kritis ratio untuk orientasi pasar
dengan kinerja perguruan
tinggi lebih besar dari 1.96. Hal ini mengindikasikan bahwa terdapat
hubungan positif
antara orientasi pasar dengan kinerja institusi.
Temuan penelitian ini mempertegas hasil penelitian-penelitian
sebelumnya (Qureshi
1989; 1993 serta Caruana, Ramaseshan & Ewing 1998). Perguruan
tinggi yang market
oriented akan semakin mudah untuk meningkatkan kinerja. Ketiga
penelitian tersebut
lebih menekankan kinerja perguruan tinggi pada kemudahan untuk
mendapatkan dana
non pemerintah. Hal ini dapat terjadi karena perguruan tinggi
dengan memahami
pelanggan berarti institusi tersebut akan dapat memenuhi
kebutuhan dan keinginan
pelanggan tersebut. Bila program pendidikan yang ditawarkan
sesuai dengan apa yang
dicari dan dibutuhkan oleh masyarakat, maka otomatis perguruan
tinggi tersebut akan
menjadi prioritas pilihan bagi para calon mahasiswa. Dengan
sendirinya jumlah pelamar
menjadi semakin banyak sehingga memperbesar kemungkinan bagi
institusi untuk
meningkatkan jumlah mahasiswa. Hal tersebut jelas akan
berdampak pada semakin
besarnya kemungkinan untuk menambah jumlah aliran kas masuk.
Hal serupa juga bias.dijel;askan untuk melihat hubungan antara
orientasi pasar dengan kemungkinan untuk
meningkatkan indeks prestasi kumulatif mahasiswa dan masa studi.
Dalam konteks yang lain, bila program pendidikan yang ditawarkan
sesuai dengan apa
yang dicari dan dibutuhkan oleh pasar kerja, maka otomatis lulusan
perguruan tinggi
tersebut akan menjadi prioritas pilihan para institusi pemakai. Hal
ini juga akan
berdampak pada semakin diminatinya program pendidikan yang
ditawarkan
Selain itu, perguruan tinggi yang market oriented juga akan
memberi berpeluang untuk
menawarkan jasa-jasa lain (seperti hasil penelitian, atau ide-ide
kreatifdan inovatif) yang
dibutuhkan oleh pihak luar. Hal yang sama juga dapat diartikan
bahwa institusi yang
market oriented akan mudah untuk memahami apa yang diinginkan
oleh para pemberi
dana baik berupa donasi maupun hibah, maupun pemberi sertifikasi
seperti BAN PT dan
institusi lainnya.
4. Simpulan dan Saran
Penelitian ini menemukan bahwa perguruan tinggi yang berorientasi
pasar akan memiliki
kinerja yang baik. Dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa
semakin market oriented
perguruan tinggi semakin baik kinerjanya.
Bila setiap aktivitas pengajaran yang dilakukan pada perguruan
tinggi dapat
memperhatikan, mempertimbangkan, dan merespon trend terbaru
yang terjadi, maka
dapat dipredikasi bahwa para lulusan yang dihasilkan akan sesuai
dengan kualifikasi
pasar kerja. Dengan sendirinya hal tersebut dapat berdampak pada
meningkatnya kinerja
institusi dalam hal penyediaan sarjana yang sesuai dengan
kebutuhan dunia kerja.
Perguruan tinggi yang market oriented akan selalu mengikuti
perubahan-perubahan
lingkungan yang terjadi di pasar. Perubahan-perubahan tersebut
dapat dikategorikan
menjadi perubahan pada kebutuhan pelanggan (seperti: mahasiswa,
calon mahasiswa,
maupun para pemakai pemakai lulusan), pemerintah, pemberi dana
selain pemerintah,.badan pemberi sertifikasi, kemajuan teknologi,
serta peta persaingan dengan perguruan
tinggi asing yang ada di Indonesia.
Berdasarkan pada hasil penelitian di atas maka disarankan kepada
para pengelola program studi pada jenjang pendidikan lainnya di
pendidikan tinggi serta kepala sekolah SMK agar:
1. Mengimplementasikan konsep pemasaran, tidak hanya terpaku
pada akivitas promosi. Konsep pemasaran yang dimaksud tersebut
ditujukan untuk merancang setiap aktivitas pembelajaran yang
sesuai dengan kondisi dan
kebutuhan yang terjadi pada saat ini.
2. Implementasi konsep orientasi pasar dapat dilakukan melalui
pemantauan terhadap hal-hal yang menjadi trend pada dunia
pendidikan tidak hanya pada lingkup nasional tetapi juga
internasional. Proses pemantauan tentang perkembangan terbaru
dari para pelanggan institusi pendidikan dapat dilakukan melalui
survey, pertemuan atau diskusi. Hasil pemantauan ini harus
dikomunikasikan pada semua jajaran yang ada pada institusi untuk
kemudian didiskusikan dan direspon.
Selain itu berdasarkan hasil penelitian ini juga dirasakan perlu untuk
mengusulkan kepada para pembuat kebijakan pendidikan di
Indonesia untuk dapat memberikan keleluasaan kepada para
pengelola institusi pendidikan dalam merancang program
pendidikan yang sesuai dengan spesifikasi program studi yang ingin
dicapai. Hal ini berarti bahwa setiap institusi akan merancang
program pendidikan yang akan ditawarkan ke pasar sasaran
sesuai dengan spesifikasi lulusan yang telah dirancang melalui riset
pasar.
6. Daftar Pustaka
Bagozzi, R.P. (1977). Structural equation models in experimental
research. Journal of
Marketing Research, 14 (2), 209-226..Baumgartner, H & Homburg,
C. (1996). Applications of structural equation modeling in
marketing and consumer research: A review. International Journal of
Research in Marketing, (13),139-161.
Burke, J.C. (2003). Trends in higher education performance.
Spectrum; The Journal of State Government, 76 (2), 23-24
Byrne, B.M., (2001). Structural equation modeling with AMOS: basic
concepts, applications, and programming, Multivariate applications
book series, Lawrence
Erlbaum Associates, Mahwah, N.J.
Cann, C.W., & George, M.A. (2003). Key element of a successful
drive toward
marketing strategy making. Journal of Marketing for Higher
Education, 13 (1/2), 1-
15
Caruana, A., Ramaseshan, B., & Ewing, M.T. (1998). Do universities
that are more
market oriented perform better?. International Journal of Public
Sector
Management, 11 (1), 55-70
Cervera, A., Molla, A., & Sanchez, M. (2001). Antecedents and
consequences of market
orientation in public organizations. European Journal of Marketing,
35 (11/12),
1259-1286
Dawes, J. (2000). Market orientation and company profitability:
further evidence incorporating longitudinal data. Australian Journal
of Management, 25 (2), 173-199
Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi (2003). Higher Education Long
Term Strategy 2003-2010, Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi
Republik Indonesia
Driscoll, C., & Wicks, D. (1998). The customer-driven approach in
business education: A
possible danger?. Journal of Education for Business, 74 (1), 58-
61.Edgett, S. & Parkinson, S. (1993). Marketing for service industries
- A review. The Service Industries Journal, 13 (3), 19-39.
Flavia´n, C. & Lozano, J. (2006). Organisational antecedents of
market orientation in the public university system. International
Journal of Public Sector Management, 19 (5), 447-467 Gronroos,
C. (1990). Service management and marketing: managing the
moments of truth in service competition, Issues in organization
and management series, Lexington Books, Lexington, Mass.
Gummesson, E. (1991). Service quality: a holistic view, in SW Brown
(ed.), Service quality: multidisciplinary and multinational
perspectives, Lexington Books, Lexington, Mass, 3-22
Hannagan, T.J. (1992). Marketing for the non-profit sector,
Macmillan, London.Hair, J.F., et al (1998). Multivariate Data Analysis,
4
th
Edition, Prentice-Hall, Inc., New
Jersey.
Kline, R.B. (1998). Principles and practice of structural equation
modeling, The Guilford
Press, New York.
Kohli, A.K., & Jaworski,B.J. (1990). Market orientation: the construct,
research
propositions, and managerial implications. Journal of Marketing, 54
(2), 1-18
Kotler, P. (2003). Marketing management, 11th edn, Prentice Hall,
Upper Saddle River,
N.J.
Kotler, P., & Andreasen, A. (1987). Strategic Marketing for Nonprofit
Organizations, (3 rd
ed), Prentice-Hall, London
Kotler, P. & Levy, S. (1969). Broadening the Concept of Marketing.
Journal of
Marketing, 33 (1), 10-15..Lado, N., & Maydeu-Olivares, A. (2001).
Exploring the link between market orientation
and innovation in the European and US insurance markets.
International Marketing
Review, 18 (2), 130-45
Lovelock,C., & Weinberg,C. (1989). Public and nonprofit marketing,
The Scientific
Press, South San Francisco,CA
Narver,J.C., & Slater, S.F. (1990). The effect of a market orientation
on business
profitability. Journal of Marketing, 54 (4), 20-35
Ngai, J.C.H & Ellis, P. (1998). Market orientation and business
performance: some
evidence from Hong Kong. International Marketing Review, 15 (2),
119-139.
Malhotra, N.K. (2003). Marketing research : an applied orientation,
4th edn, Prentice
Hall, Upper Saddle River, N.J.
Maydeu-Olivares, A. & Lado, N. (2003). Market orientation and
business economic
performance: A mediated model. International Journal of Service
Industry
Management, 14 (3/4), 284-309.
Oplatka I. & Brown J.H. (2007). The incorporation of market
orientation in the school
cultureAn essential aspect of school marketing. International Journal
of Educational
Management, 21(4), 292-305.
Pulendran, S., Speed, R., & Widing, R. E. (2000). The antecedents
and consequences of
market orientation in Australia. Australian Journal of Management,
25 (2), 119 -
144
Qureshi, S. (1989). Marketing transformation and the concomitant
excellence of private
institutions. Journal of Professional Service Marketing, 4 (2), 117-
125.----, (1993). Market driven public institutions attract resources.
Journal of Professional
Service Marketing, 9 (2), 83 - 92
Sekaran, U. (2003). Research Methods for Business a Skill Building
Approach, 4 th ed,
John Wiley & Sons, Inc
Tabachnick, B.G., & Fidell, L.S. (2001). Using Multivariate Statistic, 4
th
ed, Allyn &
Bacon, Boston
Tanaka, J. (1987). How big is big enough?: Sample size and
goodness of fit in structural
equation models with latent variables. Child Development, 58
(1),134-146
Yeni, Y.H. (2007). The role of market orientation in HEIs in Indonesia
in relation to
improving institutional performance. DBA thesis, Southern Cross
University,
Australia
Zeithaml, V.A, Berry, L.L. & Parasuraman, A. (1988). Communication
and control
processes in the delivery of Service. Journal of Marketing, 52 (2), 35-
48.