bab 2 landasan teori dan kerangka pemikiranthesis.binus.ac.id/doc/bab2/2008-1-00230-mn bab 2.pdf ·...
TRANSCRIPT
7
BAB 2
LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRAN
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Pengertian electronic commerce
Electronic commerce (e-commerce) adalah seperangkat teknologi, aplikasi dan
proses bisnis yang menghubungkan perusahaan, pelanggan dan masyarakat melalui
transaksi pertukaran barang, jasa dan informasi secara elektronik, software yang langsung
mengakses sistem basis data penjual maupun mitra bisnis (purbo, 2001, p2).
Berdasarkan Coulter (2000) e-commerce adalah satu set dinamis teknologi, aplikasi,
dan proses bisnis yang menghubungkan perusahaan, konsumen, dan komunitas tertentu
melalui transaksi elektronik dan perdagangan barang, pelayanan, dan informasi yang
dilakukan secara elektronik.
Kalakota (2000) mengemukakan bahwa, e-commerce adalah suatu kegiatan membeli
dan menjual informasi, produk, dan jasa melalui jaringan komputer atau internet.
Mempelajari e-commerce sebenarnya cukup mudah karena tidak jauh berbeda
dengan memahami bagaimana perdagangan atau bisnis selama ini dijalankan. Perbedaanya
adalah dilibatkannya teknologi komputer dan telekomunikasi secara intesif sebagai sarana
untuk melakukan dua hal utama, yaitu :
− Mengolah data mentah menjadi informasi yang dapat dimanfaatkan bersama
oleh para pelaku bisnis dan konsumen.
− Mendistrubusikan data atau informasi tersebut secara cepat dan efisien
keseluruh komponen bisnis yang membutuhkan.
8
E-commerce adalah konsep dari melakukan penjualan dan pembayaran atau
pertukaran produk, jasa dan informasi melalui jaringan komunikasi, termasuk internet.
Kalakota dan whinston (2004) mendefinisikan e-commerce dari beberapa prespektif:
a. Prespektif Proses Bisnis
Yaitu: sebuah aplikasi dari teknologi menuju otomatisasi transaksi bisnis dan
work flow.
b. Perspektif Pelayanan
Yaitu: sebuah alat yang menjangkau seluruh perusahaan, konsumen dan
untuk mengurangi biaya pelayanan, meningkatkan kualitas dari produk dan
meningkatkan kecepatan dari jasa pengiriman.
c. Perspektif Online
Yaitu: menyediakan kemampuan dari pembelian dan penjualan dari internet
dan pelayanan on-line lainnya.
2.1.2 Jenis-jenis E-commerce
Menurut Turban, Rainer dam Potter (2003), beberapa jenis umum dari e-commerce
dapat dilihat berikut:
− Business-to-business (B2B): dalamB2B transaksi, kedua pihak baik penjual
maupun pembeli adalah organisasi bisnis dan merupakan jenis paling utama
dalam e-commerce apabila dilihat dari ukuran moneter.
− Collaborative commerce (c-commerce): dalam c-commerce, para rekan bisnis
bekerja sama (daripada hanya melakukan proses beli dan jual) secara elektronik.
Kerjasama ini sering terjadi dalam proses rantai-suplai (supply chain)
− Business-to-consumers (B2C): dalam B2C, pihak penjual adalah organisasi dan
pihak pembeli adalah individu. B2C juga dikenal dengan sebagai e-tailing.
9
− Consumer-to-consumer (C2C): dalam C2C, individu melakukan penjualan baik itu
barang atau jasa kepada individu lainnya, bisa dibilang mereka saling melakukan
transaksi penjualan barang atau jasa satu sama lain.
− Consumer-to-business (C2B): dalam C2B, pihak konsumen memberitahukan atas
kebutuhannya akan beberapa jenis barang atau jasa, dan pihak suplier bersaing
untuk menyediakan produk atau jasa tersebut. Sebagai contoh Priceline.com,
dimana pihak konsumen memberitahukan barang dan harga yang diinginkannya,
kemudian pihak Priceline mencoba untuk mencari suplier yang cocok.
− Intrabusiness (intraorganizational) commerce: dalam hal ini, sebuah organisasi
menggunakan e-commerce secara internal untuk membantu proses operasinya.
Sebutan lain untuk hal ini adalah business-to-employee e-commerce.
− Government-to-citizens (G2C) and to others: dalam hal ini pihak pemerintah dan
unit-unit kesatuannya menyediakan layanan kepada para warganya dengan
menggunakan e-commerce teknologi. Pihak pemerintah dapat melakukan bisnis
dengan pemerintah negara lainnya begitu juga dengan organisasi bisnis (G2B).
− Mobile commerce (m-commerce): pada saat e-commerce dilakukan dalam
lingkungan nirkabel (wireless), seperti menggunakan telepon selular untuk
mengakses internet dan berbelanja disana, kita dapat menyebutnya sebagai m-
commerce
2.1.3 Pengertian electronic business
Menurut Robbins (2000) mengatakan bahwa electronic business (e-business)
menggambarkan penggunaan platform dan alat-alat elektronik untuk menjalankan bisnis
perusahaan. Misalnya dengan membangun website, intranet, ekstranet, dan sebagainya.
Pesatnya perkembangan electronic business pada gilirannya membawa perubahan dramatis
10
dalam cara perusahaan membeli dan menjual barang, jasa, dan informasi. Implementasi
electronic business menuntut pergeseran paradigma secara fundamental dari semula
marketplace yang menekankan interaksi secara fisik antara penjual dan pembeli menjadi
marketspace yang mengandalkan transaksi elektronik. Pergeseran ini ditandai dengan
perubahan dari geographic business model (location based ) menjadi global business model
(virtual marketspace ).
Kalakota (2000) mengemukakan bahwa e-business adalah berbagai macam aktivitas
bisnis secara elektronik dengan menggunakan teknologi yang berbasis internet. E-business
merupakan konsep yang lebih luas dari e-commerce, karena e-bisnis tidak hanya menjual
suatu barang dan jasa kepada pelanggan tetapi juga melayani dan menjaga hubungan
dengan pelanggan dan mitra bisnis di dalam rantai supply. Fokus daripada e-business adalah
pada aplikasi teknologi internet dalam manajemen proses bisnis harian. Proses e-business
mencakup tidak hanya pemasaran dan penjualan online, tetapi manajemen rantai suplai dan
saluran manufacturing dan kontrol persediaan, operasi keuangan dan prosedur arus kerja
pegawai yang melintasi keseluruhan organisasi.
Kalakota dan Robinson (Turban, 2002) menganjurkan empat dimensi yang saling
berhubungan mengenai masalah e-business, yaitu:
− Proses strategik yang benar -“akan kemana kita?”- Kemampuan, ruang
kompetisi, kesenjangan pemasaran, dan sebagainya. (apakah idenya, bagaimana
konsumen akan dipilih, apa nilai dari pembuatan perencanaan?).
− Proses generalisasi yang benar –“bagaimana kita akan kesana?”- Apa yang bisa
dilakukan dan bagaimana perbaikan bisa dibuat (pemilihan hubungan dan
rekan).
11
− Proses teknikal yang benar –“kapan kita akan sampai disana?”- Bagaimana e-
commerce membantu strategi teknologi dari organisasi (pemilihan proyek dan
teknologi).
− Proses finansial yang benar –“kenapa kita harus menang”- Apakah biaya itu dan
keuntungannya, apa pengukuran dan ukuran yang dugunakan, dan bagaimana
bisnis kita berbeda?
e-business merupakan bisnis yang menggunakan internet atau teknologi informasi
untuk melakukan :
− Penelusuran rantai persediaan, pabrik, dan system pengadaan serta proses
perusahaan otomatis untuk mengirimkan barang dan jasa yang tepat keada
pelanggan dengan waktu dan biaya yang lebih efektif.
− Menjaga, menarik, dan mempererat hubungan dengan pelanggan.
− Menangkap, menganalisa dan berbagi pengetahuan tentang bisnis mengenai
pelanggan dan exploitasi perusahaan demi membuat keputusan bisnis yang lebih
baik.
2.1.4 Pengertian mobile commerce
Menurut Turban (2004) mobile commerce atau juga dikenal dengan m-commerce
dan m-business, pada dasarnya adalah setiap kegiatan e-commerce atau e-business yang
dilakukan dalam lingkungan nirkabel (wireless), terutama via internet. Seperti aplikasi-
aplikasi e-commerce, m-commerce bisa dilakukan via internet, jalur sambungan pribadi, atau
aplikasi lainnya.
M-commerce mempunyai dua karakteristik utama yang menjadi pembeda dari
bentuk e-commerce lainnya yaitu:
12
Mobility. M-commerce berdasarkan pada fakta bahwa para pengguna membawa
telepon selular atau perangkat bergerak lainnya kemana mereka pergi. Mobility
berarti bisa berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya. Karena itu para
pengguna bisa melakukan hubungan secara langsung dengan organisasi
komersil atau sistem lainnya dimanapun mereka berada.
Broad reach. Dengan m-commerce, seseorang bisa dijangkau kapan pun juga.
Asalkan mereka membawa perangkat bergerak, mereka bisa dijangkau dengan
cepat.
Lebih lanjut Turban (2004) mengatakan bahwa dua karakteristik diatas menciptakan
lima atribut berikut sebagai nilai tambah, yaitu:
− Ubiquity. Maksudnya adalah suatu atribut dimana mampu untuk tersedia pada
lokasi manapun juga dan kapanpun juga.
− Convenience. Memberikan kenyamanan apabila pengguna mengoperasikan di
lingkungan nirkabel karena hanya membutuhkan perangkat seperti
smartphone atau PDA.
− Instant Connectivity. Perangkat bergerak memudahkan para penggunanya
untuk tersambung secara cepat dan mudah kepada hubungan internet,
intranets, perangkat bergerak lainnya dan database.
− Personalization. Memberikan informasi dari tiap-tiap pengguna mengenai hal-
hal yang mereka inginkan dalam pemberian atau pencarian informasi.
− Localization of products and services. Mengetahui dimana pengguna berada
secara fisik.
Sebagai tambahan dari beberapa atribut-atribut diatas, m-commerce juga digerakkan
oleh beberapa faktor sebagai berikut (Turban, 2004):
− Ketersediaan secara luas akan perangkat telepon selular yang digunakan
13
− Tidak membutuhkan sebuah PC (Personal Computer)
− Budaya dari penggunaan perangkat bergerak (telepon selular, PDA, dan
sebagainya).
− Dukungan dari penyedia jasa provider (di Indonesia seperti Telkomsel, Indosat,
dan lain-lain)
− Penurunan harga baik dari segi produk perangkat bergeraknya maupun dari segi
biaya biaya penggunaa jasanya (SMS, MMS, dan sebagainya)
− Peningkatan dari bandwidth
Aktivitas mobile commerce menyangkut berbagai element bisnis yang terdiri dari
penyedia layangan keuangan, jasa periklanan, manajemen persediaan, pemesanan atau
pembelian suatu produk, perbaikan dari layanan bisnis, layanan kepada konsumen untuk
transaksi jual-belii maupun lelang, penyedia jasa hiburan, dan lain-lain. Seluruh elemen
tersebut memiliki peluang dan tantangan tersendiri yang membutuhkan berbagai inovasi.
2.1.5 Pengertian Mobile Banking
Menurut Turban (2004), mobile banking merupakan suatu aplikasi penerapan mobile
commerce yang berfokus terhadap masalah finansial perbankan, sehingga memungkinkan
dilakukannya kegiatan – kegiatan seperti kegiatan yang dapat dilakukan melalui ATM
(Automated Teller Machine) dengan memanfaatkan perangkat mobile.
Mobile banking memberi kemudahan bagi nasabah untuk melakukan pengecekan
saldo tabungan, membayar tagihan maupun melakukan transfer dana ke rekening yang lain.
Nasabah tidak perlu lagi datang dan antre ke kantor cabang perbankan atau mesin ATM,
untuk melakukan berbagai transaksi itu. Dengan mobile banking 'segalanya' bisa dilakukan
dan dengan sangat mudah.
14
Mobile banking diartikan sebagai fasilitas bagi nasabah bank untuk dapat melakukan
aktifitas perbankan mereka secara lebih leluasa, di mana saja, kapan saja, tanpa harus
secara fisik mengunjungi bank tersebut (www.kompas.com).
Pada dasarnya penggunaan mobile banking biasanya bisa dilakukan melalui
beberapa aplikasi sambungan. Secara umum, aplikasi yang sekarang sering digunakan
adalah empat aplikasi sambungan berikut (www.tutorial-reports.com/mobile/mobile-
banking/tutorial.php, 2006) :
1. IVR (Interactive Voice Response), IVR beroperasi melalui angka yang telah
ditentukan terlebih dahulu oleh pihak bank yang kemudian diberitahukan kepada
para konsumen. Konsumen dapat memanggil angka tersebut dan biasanya
disambut oleh sebuah pesan elektronik yang diikuti dengan beberapa menu
pilihan. Kemudian konsumen dapat memilih opsi yang diinginkan dengan
menekan angka yang sesuai di papan kuncinya, dan informasi yang diinginkan
akan disuarakan. Sebagian besar menggunakan pesan tulis sampai suara yang
telah di program.
2. SMS (Short Messaging Service). Penggunaan fungsi mobile banking melalui
layanan SMS pada perangkat genggam, hal ini bisa dilakukan oleh konsumen
yang menginginkan informasi dengan mengirim SMS yang berisi perintah
layanan melalui angka khusus yang telah ditentukan. Kemudia pihak bank
membalas sms konsumen yang berisikan informasi yang diinginkan.
15
Gambar 2. 1 Jalur Komunikasi SMS Banking 1
Sumber: www.tutorial-reports.com/mobile/mobile-banking/tutorial.php 3. WAP (Wireless Access Protocol). WAP menggunakan konsep yang mirip dengan
yang digunakan oleh internet banking. Pihak bank menyediakan situs WAP
dimana konsumen dapat mengaksesnya dengan menggunakan browser untuk
WAP di perangkat bergerak mereka.
4. Standalone Mobile Aplication Clients adalah pemegang utama yang paling
menjanjikan dan cocok untuk mengimplementasikan transaksi perbankan paling
kompleks sekaligus menawarkan keamanan yang tinggi. Aplikasi ini bisa diatur
sedemikian rupa sesuai tampilan yang didukung dari perangkat bergerak yang
digunakan.
Salah satu syarat dari penggunaan mobile applications clients adalah mereka
harus mendownloadnya pada perangkat bergerak mereka sebelum bisa
digunakan.
16
2.1.6 Pengertian SMS Banking
SMS Banking adalah suatu layanan yang diberikan oleh suatu pihak Bank dengan
menggunakan sarana SMS pada perangkat telepon seluler (handphone) untuk melakukan
transaksi perbankan dan permintaan informasi keuangan, misalnya:
• Keterangan saldo tabungan
• Keterangan 3 transaksi terakhir
• Membayar tagihan2, seperti listrik, air, asuransi, dan sebagainya
Gambar 2.2 Jalur Komunikasi SMS Banking 2
Sumber: http://palisade.plynt.com/issues/2005Sep/sms-banking/
Agar dapat seorang konsumen atau nasabah dapat melakukan suatu transaksi SMS Banking
seperti diatas, maka konsumen pengguna telepon seluler harus mengirimkan suatu kode
yang telah ditentukan sebelumnya melalui SMS kepada operator penyedia jasa telepon
seluler. Kemudian operator tersebut menyampaikan informasi tersebut kepada Aplikasi
Mobile Banking Bank yang bersangkutan, sesaat aplikasi tersebut mengakses aplikasi utama
Bank (dimana data informasi mengenai konsumen yang bersangkutan disimpan) untuk
17
mencari informasi yang diinginkan dan meneruskannya kepada operator penyedia jasa
telepon seluler dan pihak operator melanjutkan informasi ini kepada konsumen yang
bersangkutan melalui SMS (Shetty, http://palisade.plynt.com/issues/2005Sep/sms-banking,
2005).
2.1.7 Pengertian Konsumen
Menurut Irawan (2002) konsumen adalah pihak yang paling penting bagi
perusahaan. Konsumen tidak tergantung terhadap perusahaan melainkan perusahaan yang
tergantung kepada konsumen.
Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam
masyarakat, baik bagi kepentingan sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain
dan tidak untuk diperdagangkan (www.hukum.ui.ac.id).
2.1.8 Pengertian Kepuasan
Berdasarkan Irawan (2002) kepuasan berasal dari bahasa latin yaitu satis yang
berarti enough atau cukup, dan facere yang berarti to do atau melakukan. Jadi produk dan
jasa yang bisa memuaskan adalah yang sanggup memberikan sesuatu yang dicari konsumen
sampai pada tingkat cukup.
Kepuasan menurut Kotler (Rangkuti, 2002, p23) adalah perasaan senang atau
kecewa seseorang yang muncul setelah membandingkan antara persepsi atau kesannya
terhadap kinerja atau hasil akan suatu barang dan harapan – harapannya.
Selain itu menurut Indriantoro dan Supomo (2002) menyatakan bahwa kepuasan
sebagai konsep merupakan suatu abstraksi dari pengamatan terhadap fenomena psikologi
18
yang dirasakan oleh seseorang, perasaan tersebut merupakan respon seseprang terhadap
obyek tertentu yang dinyatakan dengan perasaan puas atau tidak puas.
2.1.9 Pengertian Kepuasan Konsumen
Menurut Rangkuti (2002) yang dimaksud dengan kepuasan konsumen adalah respon
atau tanggapan konsumen terhadap evaluasi ketidaksesuaian antara tingkat kepentingan
yang dirasakan sbelumnya dan kinerja aktual yang dirasakan setelah pemakaian. Jadi
kepuasan konsumen merupakan tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja
yang ia rasakan terhadap tingkat kepentingannya.
Kepuasan konsumen adalah konsumen yang merasa mendapat nilai dari pemasok,
produsen atau penyedia jasa. Nilai bisa berasal dari produk, pelayanan, sistem atau sesuatu
yang bersifat emosi. Kalau konsumen mengatakan bahwa nilai adalah produk yang
berkualitas, maka kepuasan akan terjadi apabila konsumen tersebut mendapatkan produk
yang berkualitas. Kalau nilai bagi pelanggan adalah kenyamanan, maka kepuasan akan
diperoleh apabilan konsumen tersebut mendapatkan pelayanan yang benar – benar nyaman
(Irawan, 2002).
2.1.10 Dimensi Kualitas Produk
Kualitas suatu produk baik berupa barang maupun jasa perlu ditentukan melalui
dimensi-dimensinya. Dimensi kualitas produk dapat dipaparkan berikut ini (Umar, 2005) :
1. Produk berupa barang
Menurut Garvin (Umar, 2005, pp37-38) untuk menentukan dimensi kualitas
barang, dapat melalui delapan dimensi seperti berikut :
19
1. Performance, hal ini berkaitan dengan aspek fungsional suatu barang dan
merupakan karakteristik utama yang dipertimbangkan pelanggan dalam
membeli barang tersebut.
2. Features, yaitu aspek perfomansi yang berguna untuk menambah fungsi
dasar, berkaitan dengan piliha-pilihan produk dan pengembangannya.
3. Reliability, hal yang berkaitan dengan probabilitas atau kemungkinan suatu
barang berhasil menjalankan fungsinya setiap kali digunakan dalam periode
waktu tertentu dan dalam kondisi tertentu pula.
4. Conformance, hal ini berkaitan dengan tingkat kesesuaian terhadap
spesifikasi yang telah ditetapkan sebelumnya berdasarkan keinginan
pelanggan. Konfirmasi merefleksikan derajat ketepatan antara karakteristik
desain produk dengan karakteristik kualitas standar yang telah ditetapkan.
5. Durability, yaitu suatu refleksi umut ekonomis berupa ukuran daya tahan
atau masa pakai barang.
6. Serviceability, yaitu karakteristik yang berkaitan dengan kecepatan,
kompetensi, kemudahan dan akurasi dalam memberikan layanan untuk
perbaikan barang.
7. Aesthetics¸merupakan karakteristik yang bersifat subyektif mengenai nilai-
nilai estetika yang berkaitan dengan pertimbangan pribadi dan refleksi dari
preferensi individual.
8. Fit and Finish, sifat subyektif, berkaitan dengan perasaan pelanggan
mengenai keberadaan produk tersebut sebagai produk yang berkualitas.
2. Produk berupa jasa
Zeitham, Valerie, Bitner dan Mary (Umar, 2005, pp38-40) mengemukakan
lima dimensi dalam menentukan kualitas jasa, yaitu:
20
1. Reliability, yaitu kemampuan untuk memberikan pelayanan yang sesuai
dengan janji yang ditawarkan
2. Responsiveness, yaitu respon atau kesigapan karyawan dalam
membantu pelanggan dan memberikan pelayanan yang cepat dan
tanggap, yang meliputi: kesigapan karyawan dalam melayani pelanggan,
kecepatan karyawan dalam menangani transaksi, dan penanganan
keluhan pelanggan/pasien.
3. Assurance, meliputi kemampuan karyawan atas: pengetahuan terhadap
produk secara tepat, kualitas keramah-tamahan, perhatian dan
kesopanan dalam memberi pelayanan, ketrampilan dalam memberikan
informasi, kemampuan dalam memberikan keamanan di dalam
memanfaatkan jasa yang ditawarkan, dan kemampuan dalam
menanamkan kepercayaan pelanggan terhadap perusahaan.
4. Emphaty, yaitu perhatian secara individual yang diberikan perusahaan
kepada pelanggan seperti kemudahan untuk menghubungi perusahaan,
kemampuan karyawan untuk berkomunikasi dengan pelanggan, dan
usah perusahaan untuk memahami keinginan dan kebutuhan
pelanggannya.
5. Tangibles, meliputi penampilan fasilitas fisik seperti gedung dan ruangan
front office, tersedianya tempat parkir, kebersihan, kerapihan dan
kenyamanan ruangan, kelengkapan peralatan komunikasi dan
penampilan karyawan.
Selain itu berdasarkan pendapat Rangkuti (2002, p29) terdapat sepuluh
kriteria umum atau standar yang menentukan kualitas suatu jasa:
− Reliability (keandalan)
21
− Responsivenessi (ketanggapan)
− Competence (kemampuan)
− Access (mudah diperoleh)
− Coutesy (keramahan)
− Communication (komunikasi)
− Credibility (dapat dipercaya)
− Security (keamanan)
− Understanding / knowing the customer (memahami pelanggan)
− Tangibles (bukti nyata yang dapat terlihat)
22
2.1.11 Konsep Kesenjangan (Gap) Kepuasan Konsumen
Kepuasan konsumen akan terpenuhi apabila proses penyampaian jasa dari si
pemberi jasa kepada konsumen sesuai dengan apa yang dipersepsikan oleh konsumen
tersebut (Umar, 2005). Oleh karena berbagai faktor seperti subjektivitas yang dipersepsikan
oleh konsumen dan pemberi jasa, maka jasa sering disampaikan dengan cara yang berbeda
dengan apa yang dipersepsikan oleh konsumen. Perbedaan cara penyampaian dari apa yang
dipersepsikan konsumen itu, menurut Parasuraman, Zeithamel dan Berry (Umar, 2005, p54)
mencakup lima kesenjangan (gap) dan dijabarkan dalam model berikut:
23
Gap 1: Kesenjangan antara harapan konsumen dan persepsi manajemen
Kesenjangan ini muncul akibat dari ketidak tahuan manajemen kualitas jasa macam
apa yang sebenarnya diharapkan konsumen. Akibatnya desain dan standar jasa yang
disampaikan menjadi tidak baik, sehingga perusahaan tidak dapat memperlihatkan
24
hasil kerja seperti yang dijanjikan kepada konsumen. Jadi gap harapan konsumen
dengan persepsi manajemen merupakan sumber munculnya gap-gap yang lain
Gap 2: Kesenjangan antara persepsi manajemen tentang harapan
konsumen dan spesifikasi kualitas jasa
Kesenjangan ini muncul karena para manajer menetapkan spesifikasi kualitas jasa
berdasarkan pada apa yang mereka percayai sebagai yang diinginkan konsumen.
Padahal pendapat mereka itu belum tentu akurat. Akibatnya, banyak organisasi jasa
telah menfokuskan tekanan mereka pada kualitas teknis, sementara pada
kenyataannya hal yang dianggap lebih penting oleh konsumen adalah kualitas yang
berkaitan dengan penyajian jasa.
Akar dari munculnya gap ini adalah tidak ada interaksi langsung antara manajemen
dengan konsumen, keengganan untuk menyakan harapan konsumen dan/atau
ketidak siapan manajemen dalam mengkomunikasikan keduanya.
Gap 3: Kesenjangan antara spesifikasi kualitas jasa dan jasa yang
disajikan
Kesenjangan ini biasanya muncul pada jasa yang sistem penyampaiannya sangat
tergantung pada karyawan. Persepsi yang akurat tentang harapan konsumen
memang penting, tetapi belum cukup untuk menjamin kualitas penyajian jasa yang
terbaik. Gap ini mengindikasikan perlunya ditetapkan desain dan standar jasa yang
berorientasi kepada konsumen yang dibangun berdasarkan kepada keperluan pokok
konsumen yang mudah dipahami oleh konsumen dan diukur oleh konsumen.
Standar-standar itu terdiri dari standar-standar operasi yang ditetapkan sesuai
dengan harapan dan prioritas konsumen, tidak dari sudut kepentingan perusahaan
seperti efisiensi dan efektivitas.
25
Gap 4: Gap antara penyampaian jasa aktual dan komunikasi eksternal
kepada konsumen
Janji yang disampaikan mungkin secara potensial bukan hanya meningkatkan
harapan yang akan dijadikan sebagai standar kualitas jasa yang akan diterima
konsumen, akan tetapi juga akan meningkatkan persepsi tentang jasa yang akan
disampaikan kepada mereka. Kegagalan dalam memenuhi jasa yang dijanjikan
dengan faktanya akan memperlebar gap ini.
Gap 5: Gap antara jasa yang diharapkan dan jasa aktual yang diterima
konsumen
Gap ini mencerminkan perbedaan antara hasil kerja aktual yang diterima konsumen
dan hasil kerja yang diharapkan. Jika dikaitkan dengan kepuasan konsumen, hasil
kerja faktual yang lebih besar dari harapan mencerminkan bahwa konsumen berada
pada keadaan terpuaskan
2.1.12 Definisi Statistik
Menurut Supranto (2000, p11), statistik dalam arti sempit adalah ringkasan dalam
bentuk angka (kuantitatif), contoh: dalam statistik penduduk berupa data/keterangan
berbentuk angka ringkasan mengenai penduduk (jumlah rata-rata umur distribusi dan
persentase yang buta huruf). Sedangkan dalam arti luas berarti suatu ilmu yang mempelajari
cara pengumpulan, pengolahan, penyajian, dan analisa data serta cara pengambilan
kesimpulan secara umum berdasarkan hasil penelitian yang tidak menyeluruh. Statistik
diperlukan dalam suatu penelitian karena didalam penerapan metode-metode / teknik-teknik
statistik sering dilakukan penyesuaian-penyesuaian seperlunya harus dikembangkan suatu
metode / teknik baru. Oleh karena pada dasarnya suatu penelitian merupakan kegiatan
pengumpulan dan analisis data yang dikembangkan, statistik sangat berguna untuk
26
keperluan penelitian. Statistik merupakan keterangan yang dibutuhkan oleh Negara dan
berguna bagi Negara. Keterangan-keterangan tersebut digunakan oleh Negara, misal untuk
menarik pajak dan sebagainya. Menurut Rahayu (2005, pp59-60) pada prinsipnya statistik
dibagi menjadi 2 bagian yaitu :
1. Statistika deskriptif.
Statistik Deskriptif berusaha menjelaskan atau menggambarkan berbagai
karakteristik data. Seperti berapa rata-ratanya, seberapa jauh data-datanya
bervariasi dan sebagainya.
2. Statistika Induktif atau Inferensi
Statisti Induktif berusaha membuat berbagai inferensi terhadap sekumpulan data
yang berasal dari suatu sampel. Tindakan inferensi tersebut seperti melakukan
perkiraan, peramalan, pengambilan keputusan dan sebagainya.
Statistika berfungsi sebagai alat bantu untuk memperluas pengetahuan kita terhadap
masalah-masalah yang rumit, kabur dan belum menentu. Tetapi statistika tidak dapat
digunakan untuk memecahkan semua fenomena dan menjawab semua pertanyaan.Hal itu
disebabkan oleh :
1. Statistika hanya dapat digunakan untuk memecahkan masalah yang dapat diukur
secara kuantitatif dapat dinyatakan dalam bentuk numerik.
2. Statistika tidak dapat digunakan untuk fakta tunggal.
3. Statistika hanya merupakan pendekatan dan bukan kebenaran matematika.
4. Statistika dapat memberikan kesimpulan yang keliru dan kadang-kadang hanya
dapat direkomendasikan.
27
2.1.12.1 Uji Validitas
Validitas menunjukkan ukuran yang benar-benar mengukur apa yang akan diukur.
Jadi dapat dikatakan semakin tinggi validitas suatu alat test, maka alat test tersebut semakin
mengenai pada sasarannya, atau semakin menunjukkan apa yang seharusnya diukur. Suatu
test dapat dikatakan mempunyai validitas tinggi apabila test tersebut menjalankan fungsi
ukurnya, atau memberikan hasil ukur sesuai dengan makna dan tujuan diadakannya test
tersebut. Jika peneliti menggunakan kuesioner di dalam pengumpulan data penelitian, maka
item-item yang disusun pada kuesioner tersebut merupakan alat test yang harus mengukur
apa yang menjadi tujuan penelitian.
Salah satu cara untuk menghitung validitas suatu alat test yaitu dengan melihat
daya pembeda item (item discriminality). Daya pembeda item adalah metode yang paling
tepat digunakan untuk setiap jenis test. Daya pembeda item dalam penelitian ini dilakukan
dengan cara : “ korelasi item-total ”.
Korelasi item-total yaitu konsistensi antara skor item dengan skor secara
keseluruhan yang dapat dilihat dari besarnya koefisien korelasi antara setiap item dengan
skor keseluruhan, yang dalam penelitian ini menggunakan koefisien korelasi Rank –
Spearman dengan langkah-langkah perhitungan sebagai berikut.
Apabila item yang dihadapi berbentuk skala ordinal (skala sikap), maka untuk nilai
korelasi rank spearman pada item ke-i adalah :
( )
261
1i
s
dr
n n= −
−∑
28
Rumus diatas digunakan apabila tidak terdapat data kembar, atau terdapat data
kembar namun sedikit. Apabila terdapat banyak data kembar digunakan rumus berikut ini
( ) ( )
( ) ( )
2
1 12 22 2
2 2
12
1 12 2
i i
s
i i
nR X R Y nr
n nR X n R Y n
+⎛ ⎞− ⎜ ⎟⎝ ⎠=
⎛ ⎞ ⎛ ⎞+ +⎛ ⎞ ⎛ ⎞− −⎜ ⎟ ⎜ ⎟⎜ ⎟ ⎜ ⎟⎜ ⎟ ⎜ ⎟⎝ ⎠ ⎝ ⎠⎝ ⎠ ⎝ ⎠
∑
∑ ∑
Di mana : ( )XR = ranking nilai X
( )YR = ranking nilai Y
Bila koefisien korelasi untuk seluruh item telah dihitung, perlu ditentukan angka
terkecil yang dapat dianggap cukup “ tinggi ” sebagai indikator adanya konsistensi antara
skor item dan skor keseluruhan. Dalam hal ini tidak ada batasan yang tegas. Prinsip utama
pemilihan item dengan melihat koefisien korelasi adalah mencari harga koefisien yang
setinggi mungkin dan menyingkirkan setiap item yang mempunyai korelasi negatif (-) atau
koefisien yang mendekati nol (0,00) (http://www.olahdata.com).
Langkah-langkah dalam pengujian validitas yaitu sebagai berikut :
1. Melakukan uji coba pengukur pada sejumlah responden. Responden diminta
untuk menyatakan apakah mereka setuju atau tidak setuju dengan masing-
masing pernyataan. Uji coba tersebut minimal 30 responden.
2. Melakukan uji dengan melihat daya pembeda item (item discriminality). Daya
pembeda item adalah metode yang paling tepat digunakan untuk setiap jenis
test. Daya pembeda item dalam penelitian ini dilakukan dengan cara : “
korelasi item-total”. Korelasi item-total yaitu konsistensi antara skor item
dengan skor secara keseluruhan yang dapat dilihat dari besarnya koefisien
korelasi antara setiap item dengan skor keseluruhan.
29
3. Setelah mengetahui korelasi item-total kemudian dibandingkan dengan nilai r
product moment apabila lebih besar dari r produk moment maka dapat
dinyatakan bahwa pertanyaan tersebut valid, sebaliknya apabila lebih kecil
maka pertanyaan tersebut dinyatakan tidak valid. Selain itu apabila angka
korelasi negatif, hal ini menunjukkan bahwa pernyataan tersebut bertentangan
dengan pernyataan lainnya, dan karena itu pertanyaan tersebut tidak valid
atau tidak konsisten dengan pernyataan lain dan tidak mengukur aspek yang
sama dengan yang diukur oleh pernyataan-pernyataan lain (Umar Husein,
2005, pp189-193).
2.1.12.2 Uji Reliabilitas
Reliabilitas artinya adalah tingkat keterpercayaan hasil suatu pengukuran.
Pengukuran yang memiliki reliabilitas tinggi, yaitu pengukuran yang mampu memberikan
hasil ukur yang terpercaya (reliabel). Reliabilitas merupakan salah satu ciri atau karakter
utama instrumen pengukuran yang baik. Kadang-kadang reliabilitas disebut juga sebagai
keterpercayaan, keterandalan, keajegan, konsistensi, kestabilan, dan sebagainya, namun ide
pokok dalam konsep reliabilitas adalah sejauh mana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya,
artinya sejauh mana skor hasil pengukuran terbebas dari kekeliruan pengukuran
(measurement error).
Tinggi rendahnya reliabilitas, secara empiris ditunjukkan oleh suatu angka yang
disebut koefisien reliabilitas. Walaupun secara teoritis, besarnya koefisien reliabilitas berkisar
antara 0,00 – 1,00; akan tetapi pada kenyataannya koefisien reliabilitas sebesar 1,00 tidak
pernah dicapai dalam pengukuran, karena manusia sebagai subjek pengukuran psikologis
merupakan sumber kekeliruan yang potensial. Di samping itu walaupun koefisien korelasi
30
dapat bertanda positif (+) atau negatif (-), akan tetapi dalam hal reliabilitas, koefisien
reliabilitas yang besarnya kurang dari nol (0,00) tidak ada artinya karena interpretasi
reliabilitas selalu mengacu kepada koefisien reliabilitas yang positif.
Teknik perhitungan koefisien reliabilitas yang digunakan disini adalah dengan
menggunakan Koefisien Reliabilitas Alpha yang dihitung dengan menggunakan rumus
sebagai berikut :
⎟⎟⎟⎟
⎠
⎞
⎜⎜⎜⎜
⎝
⎛
−−
=∑=
total
k
ii
S
S
kk
21
2
11
α
Di mana : k = banyaknya belahan item
Si2 = varians dari item ke-i
S2total = total varians dari keseluruhan item
Bila koefisien reliabilitas telah dihitung, maka untuk menentukan keeratan
hubungan bisa digunakan kriteria Guilford (1956), yaitu :
1. Kurang dari 0,20 : hubungan yang sangat kecil dan bisa diabaikan
2. 0,20 - < 0,40 : hubungan yang kecil (tidak erat)
3. 0,40 - < 0,70 : hubungan yang cukup erat
4. 0,70 - < 0,90 : hubungan yang erat (reliabel)
5. 0,90 - < 1,00 : hubungan yang sangat erat (sangat reliabel)
6. 1,00 : hubungan yang sempurna
31
2.1.12.3 Model Regresi Linear Berganda
Variabel X dan Y dikatakan mempunyai hubungan fungsional apabila perubahan-
perubahan pada variabel yang satu menentukan perubahan pada variabel yang lainnya.
Variabel yang menentukan atau menerangkan variabel lainnya disebut dengan variabel bebas
(independent variabel), sedangkan variabel yang ditentukan atau diterangkan disebut
dengan variabel tak bebas (dependent variabel).
Apabila berbicara hubungan fungsional (dimana X merupakan variabel bebas dan Y
merupakan variabel tak bebas) antara Y dengan kXXX ,...,, 21 bisa dinyatakan oleh
persamaan:
eXXXY kk +++++= ββββ ˆ...ˆˆˆˆ22110
Langkah-langkah pengerjaan analisis regresi linier berganda :
a. Dari data yang sudah ada hitung jumlah, jumlah kuadrat, dan jumlah hasil kali
kemudian buat dalam bentuk matriks : ( )XX T kemudian hasilnya diinverskan
( ) 1−XX T
b. Kemudian hitung hasil perkalian matrik antara X dan Y sebagai berikut : YX T
c. Kemudian hitung koefisien beta dengan rumus sebagai berikut
( ) YXXX TT 1ˆ −=β
Persamaan di atas belum boleh digunakan sebagai dasar kesimpulan, karena itu
perlu diuji mengenai koefisien regresinya.
A. UJI KESELURUHAN PARAMETER REGRESI
Hipotesis yang akan diuji adalah :
H0 : β1 = β2 = β3 = β4 = 0
32
H1 : Terdapat minimal satu parameter β yang tidak nol
Statistik uji : F = RJKRegresi / RJKResidu
Kriteria Uji :
Tolak H0 jika FHitung > FTabel dengan db = (k, n – k – 1) pada taraf α = 5%
Sumber Variasi db Jumlah Kuadrat (JK) Rata – Rata JK
Regresi K ( )2
1∑=
−n
ii YY ( ) kYY
n
ii /
2
1∑=
−
Residu n – k – 1 ( )2
1∑=
−n
iii YY ( ) ( )1/
2
1
−−−∑=
knYYn
iii
Total n - 1
B. UJI INDIVIDU PARAMETER REGRESI
Hipotesis yang akan diuji adalah :
H0 : βi = 0
H1 : βi ≠ 0
Statistik uji : ˆ
/ xx
ts S
β= dimana : 2
2ErrorSSs
n=
− dan
2
1( )
n
XX ii
S X X=
= −∑
Kriteria Uji :
Tolak H0 jika tHitung > tTabel dengan db = (n– 2) pada taraf α = 5%
C. UJI KOEFISIEN KORELASI
Hipotesis yang akan diuji adalah :
33
H0 : ρ = 0
H1 : ρ ≠ 0
Statistik uji : 2
21
r ntr−
=−
Kriteria Uji :
Tolak H0 jika tHitung > tTabel dengan db = (n– 2) pada taraf α = 5%
R2 adjusted
Nilai ini menunjukkan kesesuaian persamaan regresi berdasarkan data yang
diperoleh dari sampel penelitian. Untuk menggambarkan kesesuaian
persamaan regresi dalam populasi, diperlukan penyesuaian terhadap R2
menjadi R2 adjusted dengan rumusan sebagai berikut :
2 211 (1 )anR Rn p−
= − −−
Koefisien Korelasi
Berdasarkan pendapat Wahid Sulaiman (2003, pp134 - 136), harga absolut
dari r menunjukkan kekuatan hubungan linier. Harga korelasi berada pada
interval -1≤ r ≤1. Tanda – dan + menunjukkan arah hubungan.
Tanda (+) adalah perubahan pada salah satu variabel akan diikuti perubahan
variabel lain dengan arah yang sama. Misalnya, satu variabel mengalami
kenaikan akan diikuti oleh kenaikan variabel yang lain. Begitu juga sebaliknya.
Tanda (–) adalah perubahan pada salah satu variabel akan diikuti perubahan
variabel lain dengan arah yang berlawanan. Misalnya, satu variabel mengalami
kenaikan maka akan diikuti oleh penurunan variabel lain. Begitu juga
sebaliknya.
Menurut Young (1982:317), ukuran korelasi adalah sebagai berikut :
34
• 0,70 – 1,00 (baik plus maupun minus) menunjukkan adanya derajat
asosiasi yang tinggi.
• 0,40 - < 0,70 (baik plus maupun minus) menunjukkan hubungan yang
substansial.
• 0,20 - < 0,40 (baik plus maupun minus) menunjukkan adanya korelasi
yang rendah.
• < 0,20 (baik plus maupun minus) berarti dapat diabaikan.
35
2.2 Kerangka Pemikiran
Gambar 2.5 Kerangka Pemikiran
Sumber: Hasil Penelitian
Pelayanan SMS Banking sebagai bentuk strategi pemasaran Mobile Commerce yang
diterapkan PT. Bank Negara Indonesia, Tbk kepada para nasabahnya, tentunya dalam proses
berjalannya pelayanan ini menimbulkan suatu pertanyaan, apakah bentuk pelayanan SMS
Banking telah berhasil memenuhi hal-hal apa saja yang diharapkan oleh konsumen dan
apakah kepuasan konsumen dalam penggunaan SMS Banking dalam transaksi perbankan
telah tercapai? Karena itu peneliti berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut
PT. Bank Negara Indonesia Tbk
Strategi Pemasaran
Penggunaan SMS Banking
(Sebagai variabel independen)
Penerapan Mobile Commerce
Kepuasan Konsumen (Sebagai variabel
dependen)
• Analisis Regreasi Linear berganda
• Uji-T Berpasangan
Konsumen Puas atau Tidak ?
36
melalui rancangan-rancangan variabel penelitian yang dibuat oleh peneliti sebelumnya yang
akan kemudian akan dianalisis melalui Analis Regresi Linear Berganda untuk mendapatkan
seberapa besar pengaruh penggunaan SMS Banking terhadap kepuasan konsumen, dan
Analisis Uji-T Berpasangan untuk mengetahui apakah terdapat kesenjangan dalam kualitas
pelayanan SMS Banking yang diberikan oleh PT. Bank Negara Indonesia, Tbk dengan apa
yang diharapkan oleh konsumen.
2.3 Hipotesis
Dalam penelitian ini dapat dirumuskan penelitian sebagai berikut :
1. Hipotesis untuk analisis Regresi Linier Berganda.
H0 (Hipotesis Nol): berarti tidak terdapat pengaruh antara penggunaan sms
banking terhadap kepuasan konsumen PT. Bank Negara Indonesia Tbk.
Ha (Hipotesis alternatif): berarti terdapat pengaruh antara penggunaan sms
banking terhadap kepuasan konsumen PT. Bank Negara Indonesia Tbk.
2. Hipotesis untuk Uji-T Berpasangan
H0 : Tidak terdapat kesenjangan (gap) dalam kualitas pelayanan SMS Banking
yang diterima konsumen dengan apa yang diharapkan oleh konsumen.
Ha: Terdapat kesenjangan dalam kualitas pelayanan SMS Banking yang diterima
oleh konsumen dengan apa yang diharapkan.