bab 2 landasan teori - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/bab2/2007-3-00439-ti bab 2.pdf ·...
TRANSCRIPT
15
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Pengantar tentang Supply Chain Management
2.1.1 Pendahuluan
Tantangan yang dihadapi dunia manufaktur berubah dan semakin berat dari
masa ke masa. Di era tahun 1960-an orang mengenal Ford sebagai salah satu
perusahaan ternama dunia. Mereka terkenal dengan kemampuannya untuk
memproduksi mobil yang standar. Sistem produksi mereka kita kenal dengan istilah
mass production atau produksi massal.
Sistem produksi massal sangat mementingkan jumlah output yang dihasilkan
per satuan waktu. Produktivitas, efisiensi, dan utilitas sistem produksi adalah tiga kata
kunci [19]. Pada sistem seperti ini kecepatan kerja operator diukur dan dijadikan
dasar untuk menentukan upah. Menciptakan keseimbangan lintasan produksi juga
menjadi kunci tercapainya produktivitas pada sistem produksi massal. Ilmu
pengukuran waktu kerja dan metode kerja sangat relevan dengan sistem seperti ini.
Pelaku industri pun mulai sadar bahwa untuk menyediakan produk yang
murah, berkualitas, dan cepat, perbaikan di internal sebuah perusahaan manufaktur
tidaklah cukup. Ketiga aspek tersebut membutuhkan peran serta semua pihak mulai
dari supplier yang mengolah bahan baku dari alam menjadi komponen, pabrik yang
mengubah komponen dan bahan baku menjadi produk jadi, perusahaan transportasi
16
yang akan menyampaikan produk ke tangan pelanggan. Kesadaran akan pentingnya
peran semua pihak dalam menciptakan produk yang murah, berkualitas, dan cepat
inilah yang kemudian melahirkan konsep baru tahun 1990-an yaitu Supply chain
Management (SCM).
2.1.2 Supply Chain dan Supply Chain Management
Untuk mendapatkan pengertian yang benar, ada baiknya kita mendiskusikan
terlebih dahulu apa itu supply chain dan apa bedanya dengan supply chain
management.
2.1.2.1 Definisi Supply Chain
Terdapat banyak definisi yang memaparkan tentang apa itu supply chain.
Berikut akan dijelaskan berbagai definisi tersebut :
Supply adalah [11] :
1. Tindakan menawarkan produk untuk dijual
2. Penawaran kuantitas untuk dijual
3. Penawaran kuantitas untuk dijual pada harga yang bervariasi
Supply chain adalah serangkaian langkah-langkah yang sering diterapkan
pada perusahaan yang berbeda, dan diperlukan untuk menghasilkan suatu produk
akhir dari faktor utamanya, dimulai dengan proses dari bahan baku, dilanjutkan
dengan kemungkinan produksi dari pertengahan input (setengah jadi), dan berakhir
dengan perakitan dan pendistribusian [11].
17
Supply chain adalah jaringan perusahaan-perusahaan yang secara bersama-
sama bekerja untuk menciptakan dan menghantarkan suatu produk ke tangan pemakai
terakhir. Perusahaan-perusahaan tersebut biasanya termasuk supplier, pabrik,
distributor, toko atau retail, serta perusahaan-perusahaan pendukung seperti
perusahaan jasa logistik [19].
Supply chain adalah jejak untuk memenuhi ke semua supplier dan pelayanan
kepada suatu perusahaan, sistem informasi dapat meningkatkan kolaborasi antar
pedagang dalam pemesanan untuk mereduksi waktu dan biaya-biaya [14].
Supply chain adalah serangkaian peristiwa pada aliran yang baik dimana ada
penambahan kepada nilai dari barang. Yang termasuk ke dalam peristiwa yang
dimaksud adalah [12] :
• Konversi
• Perakitan dan/atau bukan perakitan
• Pemindahan dan penempatan
Supply chain adalah cara bagaimana organisasi berhubungan satu sama lain
sebagai maksud dari perusahaan istimewa [15].
Supply chain merupakan pengaturan komponen, manufaktur dan distribusi
dari sebuah manufaktur komoditas. Supply Chain (Value Chain) adalah sebuah
jaringan atau permulaan kemajuan dengan bahan baku dan akhir dengan penjualan
dari produk jadi dan pelayanan [13].
18
Supply chain adalah aliran dari sumber daya masuk dan ke luar dari operasi
perusahaan secara bersama-sama. Suatu rantai pasok pada IT adalah aliran sumber
daya yang masuk dan keluar dari operasi IT tersebut [8].
Supply chain adalah suatu mata rantai dari pelayanan atau menyampaikan
barang dari supplier ke perusahaan dan kepada konsumen [16].
Supply chain adalah aliran produk yang optimal dari bagian produksi
melewati lokasi perantara (tingkat menengah) ke pengguna akhir. Supply chain
analisis adalah proses yang pengambilan inti sari dan mempersembahkan informasi
rantai pasok untuk memberikan pengukuran, pengawasan, peramalan, dan pengaturan
dari rantai itu sendiri [9].
Supply chain adalah suatu jaringan yang memperlihatkan aliran
material/bahan, informasi, dan keuangan sebagai perpindahan pada sebuah proses
dari supplier ke pabrik, lalu ke wholesaler, dan kemudian ke retail dan terakhir ke
konsumen. Banyak organisasi melihat bahwa optimisasi supply chain sebagai maksud
untuk memberikan keuntungan kompetitif yang signifikan [10].
Pada suatu supply chain biasanya ada 3 macam aliran yang harus dikelola.
Pertama adalah aliran barang yang mengalir dari hulu (upstream) ke hilir
(downstream). Contohnya adalah bahan baku yang dikirim dari supplier ke pabrik.
Setelah produk selesai diproduksi, mereka dikirim ke distributor, lalu ke pengecer
atau retail, kemudian ke pemakai terakhir. Yang kedua adalah aliran uang dan
sejenisnya yang mengalir dari hilir ke hulu. Yang ketiga adalah aliran informasi yang
bisa terjadi dari hulu ke hilir ataupun sebaliknya. Informasi tentang persediaan
19
produk yang masih ada di masing-masing supermarket sering dibutuhkan oleh
distributor ataupun pabrik. Informasi tentang ketersediaan kapasitas produksi yang
dimiliki oleh supplier juga sering dibutuhkan oleh pabrik. Informasi tentang status
pengiriman bahan baku sering dibutuhkan oleh perusahaan yang mengirim maupun
yang akan menerima. Gambar 2.1 memberikan ilustrasi konseptual sebuah supply
chain.
Gambar 2.1 Simplikasi Model Supply Chain dan 3 Macam Aliran yang Dikelola
Sumber gambar : [19]
Dalam kondisi yang nyata di lapangan, supply chain tidak sesederhana yang
diatas. Model serial seperti diatas terlalu sederhana untuk menggambarkan keadaan
yang sesungguhnya.
2.1.2.2 Definisi Supply Chain Management
Kalau supply chain adalah jaringan fisiknya, yakni perusahaan-perusahaan
yang terlibat dalam memasok bahan baku, memproduksi barang, maupun
mengirimkannya ke pemakai akhir. SCM adalah metode, alat, atau pendekatan
20
pengelolaannya. Namun perlu ditekankan bahwa SCM menghendaki pendekatan atau
metode yang terintegrasi dengan dasar semangat kolaborasi.
Jadi supply chain management tidak hanya berorientasi pada urusan internal
sebuah perusahaan, melainkan juga urusan eksternal yang menyangkut hubungan
dengan perusahaan-perusahaan partner. Kenapa diperlukan koordinasi dan kolaborasi
antar perusahaan pada supply chain? Karena perusahaan-perusahaan yang berada
pada suatu supply chain pada intinya ingin memuaskan konsumen akhir yang sama,
mereka harus bekerja sama untuk membuat produk yang murah, mengirimkannya
tepat waktu, dan dengan kualitas yang bagus. Hanya dengan kerjasama antara
elemen-elemen pada supply chain tujuan tersebut akan bisa dicapai. Oleh karena itu,
cukup tepat kalau banyak orang mengatakan bahwa persaingan dewasa ini bukan lagi
antara satu perusahaan dengan perusahaan yang lain, tetapi antara supply chain yang
satu dengan supply chain yang lain [19]. Banyak pakar yang mengartikan apa itu
supply chain management, diantaranya :
Supply chain management adalah suatu usaha untuk mengkoordinasikan
proses yang terlibat dalam produksi, pengiriman, dan pendistribusian produk,
umumnya dengan keleluasaan supplier. Jaringan pasar bisa menyambungkan supply
chain management kepada semua pedagang karena mereka memberikan pusat untuk
mengintegrasikan informasi dari pembeli dan penjual [12].
Supply chain management adalah pengendalian persediaan komponen dari
vendor melewati konsumen. Dimana tidak terdapat perbedaan dari dasar pada prinsip
21
antara Supply Chain Management dan Manufacturing Resource Planning. SCM juga
digunakan untuk menyerahkan/memberikan siklus manufaktur yang singkat [17].
Supply chain management adalah pengiriman konsumen dan nilai ekonomik
yang mengintegrasikan manajemen aliran dari produk jadi dan mengggabungkan
informasi, dari sumber bahan baku untuk mengirimkan produk tersebut ke konsumen
[18].
Supply chain management adalah suatu proses perencanaan, implementasi,
dan pengawasan operasi dari suatu rantai pasok dengan tujuan untuk memberi
kepuasan akan kebutuhan konsumen yang efisien dan memungkinkan. Supply chain
management meliputi semua perpindahan dan bahan baku pada suatu gudang, work-
in-process persediaan, dan produk jadi dari titik sumber ke titik pengguna.
Kesuksesan SCM membutuhkan perubahan fungsi dari pengontrolan individu kepada
penggabungan aktivitas kedalam proses utama dari rantai pasok. Sebagai contoh,
departemen pembelian menempatkan pesanan sebagai kebutuhan yang layak. Divisi
marketing, merespon pada permintaan konsumen, berhubungan dengan bermacam-
macam distributor dan retail, serta berusaha untuk memuaskan permintaan
konsumen. Pembagian informasi antar sesama rantai pasok bisa hanya mempengaruhi
penggabungan prosesnya [5].
Supply chain management adalah kumpulan dari kegiatan fungsional
(transportasi, inventory control, dan sebagainya), dimana diulang berkali–kali melalui
seluruh saluran bahan mentah dimasukkan kedalam barang jadi dan terjadi proses
customer value yang ditambahkan [7].
22
Proses penggabungan bisnis rantai pasok meliputi pekerjaan yang sifatnya
kolaboratif di antara pembeli dan banyak supplier, menggabungkan pengembangan
produk, sistem yang umum dan pembagian informasi. Berdasarkan Lambert dan
Cooper (2000) operasi suatu penggabungan rantai pasok membutuhkan aliran
informasi yang berkesinambungan, yang dapat membantu untuk mencapai aliran
produk yang paling baik. Bagaimanapun pada banyak perusahaan, manajemen telah
menjangkau suatu hasil bahwa pengoptimalan dari aliran produk tidak bisa
diselesaikan tanpa implementasi sebuah proses pendekatan bisnis. Kunci dari proses
rantai pasok menurut Lambert (2004) adalah :
• Manajemen hubungan konsumen
• Manajemen pelayanan konsumen
• Manajemen permintaan
• Pemenuhan pesanan
• Manajemen aliran manufaktur
• Manajemen hubungan supplier
• Pengembangan produk dan komersialisasi
• Pengembalian manajemen
Supply chain management adalah kekeliruan dari material/produk, informasi,
dan keuangan sebagai perpindahan pada sebuah proses dari supplier ke pabrik lalu ke
wholesaler, ke retail dan terakhir ke konsumen. Supply chain management termasuk
mengkoordinasi dan mengintegrasi aliran tersebut sampai ke perusahaan [21].
23
Supply chain management meliputi perencanaan dan pengaturan dari semua
aktivitas-aktivitas, termasuk dalam pengadaan dan pembelian, perubahan, dan semua
aktivitas manajemen logistik. Pentingnya, hal itu juga termasuk koordinasi dan
kolaborasi dengan channel partners, yang bisa menjadi supplier, perantara, third
party service providers, dan konsumen. Intinya, supply chain management
mengintegrasikan suplai dan pengaturan permintaan dengan perusahaan yang
berseberangan [3].
Menurut Ellram (1991), Betchel dan Jayaram (1997), Lambert dan Cooper
(2000) dalam Van den Vorst dan Beulens (2002), SCM merupakan integrasi
perencanaan, koordinasi, dan pengendalian proses bisnis dan kegiatan dalam supply
chain untuk memberikan nilai superior pada konsumen dengan biaya rendah dan
memuaskan kebutuhan stakeholder lain.
Semangat koordinasi dan kolaborasi juga didasari oleh kesadaran bahwa
kuatnya sebuah supply chain tergantung pada kekuatan seluruh elemen yang ada di
dalamnya. Sebuah pabrik yang sehat dan efisien tidak akan banyak berarti apabila
supplier-nya tidak mampu memenuhi pengiriman tepat waktu. Ada benarnya
perkataan orang bahwa ”a supply chain is as strong as its weakest link”. Jadi, dalam
supply chain, pabrik perlu memberikan bantuan teknis dan manajerial terhadap para
supplier-nya karena pada akhirnya ini akan menciptakan kemampuan bersaing
keseluruhan supply chain.
Dari definisi diatas juga bisa kita lihat bahwa semangat kolaborasi dan
koordinasi pada supply chain tidak mesti (dan tidak boleh) mengorbankan
24
kepentingan tiap individu perusahaan. SCM yang baik bisa meningkatkan
kemampuan untuk bersaing bagi supply chain secara keseluruhan, namun tidak
menyebabkan satu pihak berkorban dalam jangka panjang.
Oleh karena itu diperlukan pengertian, kepercayaan, dan aturan main yang
jelas. Misalnya, ketika suatu perusahaan mau membagi informasi secara transparan,
perusahaan partner harus menjaga informasi tersebut dari pihak-pihak yang bisa
menyalahgunakannya. Sangatlah penting untuk menjaga etika bagi mereka yang
menginginkan supply chain yang kuat dalam jangka panjang.
Idealnya, hubungan antar pihak pada suatu supply chain berlangsung jangka
panjang. Hubungan jangka panjang memunginkan semua pihak untuk meciptakan
kepercayaan yang lebih baik serta menciptakan efisiensi. Efisiensi bisa tercipta
karena hubungan jangka panjang berarti mengurangi ongkos-ongkos untuk
mendapatkan perusahaan partner baru. Dalam banyak kasus, ongkos yang terlibat
dalam mengevaluasi calon-calon perusahaan partner bisa cukup besar. Namun perlu
dicatat bahwa orientasi jangka panjang dalam konteks supply chain di lapangan harus
tetap diinterpretasikan secara fleksibel. Dalam konteks lingkungan bisnis yang
semakin dinamis dewasa ini, ukuran ’jangka panjang’ berlaku sangat relatif.
25
Gambar 2.2 Model Supply Chain Management
Sumber gambar : [7]
2.1.3 Area Cakupan SCM
SCM pada hakekatnya mencakup lingkup pekerjaan dan tanggung jawab yang
luas. Kalau kita kembali pada definisi supply chain dan supply chain management
diatas maka kita bisa katakan secara umum bahwa semua kegiatan yang terkait
dengan aliran material, informasi, dan uang di sepanjang supply chain adalah
kegiatan-kegiatan dalam cakupan SCM. Jika kita mengacu kepada sebuah perusahaan
manufaktur, kegiatan-kegiatan utama yang masuk dalam klasifikasi SCM adalah :
26
Tabel 2.1 Empat Bagian dan Fungsi-Fungsi Utama Supply Chain
Bagian Cakupan kegiatan
Pengembangan
Produk
Melakukan riset pasar, merancang produk baru,
melibatkan supplier dalam perancangan produk baru.
Pengadaan
Memilih supplier, mengevaluasi kinerja supplier,
melakukan pembelian bahan baku dan komponen,
memantau supply risk, membina dan memelihara
hubungan dengan supplier.
Perencanaan &
Pengendalian
Demand planning, peramalan permintaan, perencanaan
kapasitas, perencanaan produksi dan persediaan.
Operasi /
Produksi Eksekusi produksi, pengendalian kualitas.
Pengiriman /
Distribusi
Perencanaan jaringan distribusi, penjadwalan pengiriman,
mencari dan memelihara hubungan dengan perusahaan
jasa pengiriman, memonitor service level di tiap pusat
distribusi.
Sumber tabel : [19]
- Kegiatan merancang produk baru (Product Development)
- Kegiatan mendapatkan bahan baku (Procurement)
- Kegiatan merencanakan produksi dan persediaan (Planning & Control)
- Kegiatan melakukan produksi (Production)
- Kegiatan melakukan pengiriman/distribusi (Distribution)
Klasifikasi tersebut biasaanya tercermin dalam bentuk pembagian departemen
atau divisi pada perusahaan manufaktur. Pembagian tersebut sering dinamakan
27
functional division karena mereka dikelompokkan sesuai dengan fungsinya.
Umumnya sebuah perusahaan manufaktur akan memiliki bagian pengembangan
produk, bagian pembelian atau bagian pengadaan (purchasing /procurement), bagian
produksi, bagian perencanaan produksi (Production Planning and Inventory Control,
PPIC), dan bagian pengiriman atau distribusi barang jadi.
2.2 Manajemen Transportasi dan Distribusi
Pada kebanyakan produk yang kita gunakan, peran jaringan distribusi dan
transportasi sangatlah vital. Jaringan distribusi dan transportasi ini memungkinkan
produk pindah dari lokasi dimana mereka diproduksi ke lokasi konsumen / pemakai
yang sering kali dibatasi oleh jarak yang sangat jauh. Kemampuan untuk
mengirimkan produk ke pelanggan secara tepat waktu, dalam jumlah yang sesuai dan
dalam kondisi yang baik sangat menentukan apakah produk tersebut pada akhirnya
akan kompetitif di pasar. Oleh karena itu, kemampuan untuk mengelola jaringan
distribusi dewasa ini merupakan satu komponen keunggulan kompetitif yang sangat
penting bagi kebanyakan industri [19].
Untuk menciptakan keunggulan berkompetisi, perusahaan tidak lagi bisa
mengandalkan cara-cara tradisional dalam mendistribusikan produk-produk mereka.
Perkembangan teknologi dan inovasi dalam manajemen distribusi memungkinkan
perusahaan untuk menciptakan kecepatan waktu kirim serta efisiensi yang tinggi
dalam jaringan distribusi mereka, sesuatu yang sangat dipentingkan oleh pelanggan
dewasa ini.
28
Secara tradisional, jaringan distribusi sering kali dianggap sebagai
serangkaian fasilitas fisik seperti gudang dan fasilitas pengangkutan dan operasi
masing-masing fasilitas ini cenderung terpisah antara satu dengan yang lainnya.
Tekanan kompetisi serta kebutuhan pelanggan yang tinggi memaksa perusahaan-
perusahaan untuk melakukan berbagai perbaikan dalam kegiatan distribusi dan
transportasi. Dewasa ini, jaringan distribusi tidak lagi dipandang hanya sebagai
serangkaian fasilitas yang mengerjakan fungsi-fungsi fisik seperti pengangkutan dan
penyimpanan, tetapi merupakan bagian integral dari kegiatan supply chain secara
holistik dan memiliki peran strategis sebagai titik penyalur produk maupun informasi
dan juga sebagai wahana untuk menciptakan nilai tambah.
Kegiatan transportasi dan distribusi menjadi semakin penting artinya bagi
supply chain dewasa ini dengan semakin banyaknya perusahaan yang harus
melakukan pengiriman langsung ke pelanggan.
Transshipment ialah proses mengeluarkan barang dari kendaraan dan
memasukkannya ke dalam kendaraan lain. Biasanya transshipment berlangsung pada
fasilitas yang sudah ditentukan, yang kita sebut dengan terminal atau supply point.
Untuk tujuan pemodelan, ini dapat dilihat sebagai serangkaian pagar yang
terhubungkan oleh sistem pengurutan internal, penyimpanan, dan transfer. Walaupun
banyak teknologi yang ada berdasarkan beban yang dipindahkan, secara konseptual
hal ini memberikan perbedaan yang sedikit. Penekanan pada terminal-terminal yang
efisien ialah pada memindahkan bebannya dengan cepat dengan kelonggaran yang
sedikit untuk penyimpanan yang lama. Namun jika dibutuhkan untuk
29
mengakomodasi fluktuasi permintaan musiman, atau menahan persediaan mendekati
titik-titik permintaan saat waktu respon sedang kritis dan permintaan tidak dapat
diantisipasi, terminal dapat juga menyediakan fungsi gudang [20].
Distribusi adalah satu dari empat aspek dari pemasaran. Suatu distributor
adalah orang tengah di antara pabrik/manufaktur dan retail. Setelah produk selesai di
produksi dapat dianggap sebagai pengiriman (dan biasanya terjual) kepada
distributor. Distributor lalu menjual produk kepada retail atau konsumen. Bagian lain
dari pemasaran ialah manajemen produk, pemberian harga, dan promosi [6].
2.2.1 Distribusi dengan Transshipment
Menemukan susunan spasial dari terminal ialah langkah kritis dalam
merancang sebuah sistem. Sisanya mudah karena untuk susunan tertentu akan ada
serangkaian jalur barang, rute kendaraan dan jadwal yang meminimasi biaya total.
2.2.1.1 Peran Terminal dalam One-To-Many Distribution
Barang sering dipindahkan antar kendaraan saat ada insentif untuk mengubah
cara transportasi atau tipe kendaraan. Jika ukuran kendaraan terbatas pada kedekatan
terhadap pelanggan, transshipment pada terminal di lingkungan pelanggan mungkin
menarik, karena ini dapat memungkinkan kendaraan yang besar untuk mensuplai
pada terminal.
Lihat gambar 2.3a. Gambar tersebut menunjukkan satu sumber (depot) dan
empat pelanggan yang mendapatkan pelayanan langsung sekali sehari. Setiap
30
perjalanan harian, diwakili oleh satu panah yang menggabungkan awal dan akhir dari
perjalanan. Jika sebuah terminal dimasukkan, seperti pada gambar 2.3b, biaya
transportasi dapat dikurangi tanpa mengubah frekuensi pelayanan pada pelanggan.
Jika jalan-jalan utama dapat mengakomodasi truk dengan dua kali kapasitas mobil
van, maka hanya dua truk yang dibutuhkan untuk dikirim dari depot ke terminal
setiap hari. Sebagai hasilnya biaya transportasi dapat dipotong dua kali lipat, atau
mendekatinya.
Keuntungan dari transshipment data juga diambil walaupun, karena batasan
panjang rute, kendaraan tidak dapat berjalan penuh. Untuk mengilustrasikan
keuntungan ini bayangkan jika sistem pada gambar 2.3a ialah optimal, dan bahwa
kendaraan meninggalkan depot hanya setengah penuh dengan kata lain, diasumsikan
bahwa meningkatkan (atau menurunkan) ukuran lot pengiriman tidak terlalu
diinginkan karena biaya penyimpanan pada tujuan akan terlalu besar (atau terlalu
kecil). Disamping itu walaupun memungkinkan bahwa menggunakan rute pengiriman
dengan dua pemberhentian tanpa mengubah frekuensi pengiriman dapat mengurangi
biaya, diasumsikan pula bahwa operasi pemuatan atau bongkar muatan sangat lambat
sehingga tidak ada waktu dalam satu shift kerja untuk melakukan lebih dari satu
pemberhentian dan kembali ke depot. Oleh karena itu tanpa transshipment susunan
tersebut dapat diasumsikan optimal. Gambar 2.3c. tidak ada perubahan dalam hasil
pengiriman ukuran lot.
Kesimpulannya, terminal mengizinkan kita untuk menggandakan operasi
transportasi line-haul dan pengiriman lokal, yang memungkinkan kita untuk
31
menggunakan kendaraan yang lebih besar untuk line-haul daripada untuk pengiriman.
Hal ini juga meningkatkan jumlah pemberhentian pengiriman yang dapat dilakukan
tanpa melewati batasan panjang rute.
a.
Depot Destinations
b.
Depot Terminal
c,
Gambar 2.3 Tiga Tipe dari Pemindahan Muatan
2.2.1.2 Objektif Perancangan dan Penyederhanaan yang Memungkinkan
Struktur dari sebuah sistem distribusi didefinisikan oleh jumlah dan lokasi
dari titik transshipment, rute dan jadwal kendaraan transportasi, dan jalur serta jadwal
yang diikuti oleh barang, biasanya jumlah dan lokasi dari titik transshipment tidak
dapat diubah semudah rute dan jadwal. Jumlah dan lokasi ialah variabel strategis dan
rute serta jadwal ialah variabel level taktis. Karena pelanggan biasanya tidak
terpengaruh oleh perubahan rute, rute kendaraan dan jalur barang sering dapat dilihat
Depot Terminal
32
sebagai variabel level operasional, yang dapat diubah bahkan lebih mudah daripada
jadwal pengiriman [20].
Pada pembahasan kali ini, berhubungan dengan masalah distribusi dimana
sebuah barang/item menghasilkan sebuah single origin (sumber tunggal), tanpa
pemindahan muatan, untuk membuat pemberhentian yang terpencar melebihi dari
sumber pelayanannya. Pembahasan ini akan berfokus pada masalah pengiriman
barang, sekalipun hal itu harus diakui bahwa kumpulan permasalahan dari banyak
sumber menuju ke satu pemberhentian matematis yang sama. Tujuannya adalah untuk
memperoleh petunjuk yang sederhana untuk perancangan jalur dan jadwal
pengiriman yang akan meminimasi biaya total per unit waktu. Walaupun masalah
yang umum adalah semakin kompleks, namun kita harus merancang suatu waktu
penggantian rute untuk menemukan jadwalnya, hal tersebut dapat mengurangi pada
titik lokasi yang bermasalah dalam dimensi yang bermacam-macam [20].
Kali ini akan digambarkan pengoperasian dari transportasi dan formula
sederhana untuk kinerja. Pertama akan ditunjukkan bahwa, pemberian sebuah aturan
dari jadwal pengiriman untuk pelanggan pada suatu sumber, satu yang harus
digunakan pada jalur kendaraan adalah meminimasi jarak total dari perjalanan.
2.2.2 Fungsi-fungsi Dasar Manajemen Distribusi dan Transportasi
Secara tradisional kita mengenal manajemen distribusi dan transportasi
dengan berbagai sebutan. Sebagian perusahaan menggunakan istilah manajemen
logistik, sebagian lagi menggunakan istilah distribusi fisik (physical distribution).
33
Apapun istilahnya, secara umum fungsi distribusi dan transportasi pada dasarnya
adalah menghantarkan produk dari lokasi dimana produk tersebut diproduksi sampai
dimana mereka akan digunakan. Manajemen transportasi dan distribusi mencakup
baik aktivitas fisik yang secara kasat mata bisa kita saksikan, seperti menyimpan dan
mengirim produk, maupun fungsi non-fisik yang berupa aktivitas pengolahan
informasi dan pelayanan kepada pelanggan. Pada prinsipnya, fungsi ini bertujuan
untuk menciptakan pelayanan yang tinggi ke pelanggan yang bisa dilihat dari tingkat
service level yang dicapai, kecepatan pengiriman, kesempurnaan barang sampai ke
tangan pelanggan, serta pelayanan purna jual yang memuaskan.
Kegiatan transportasi dan distribusi bisa dilakukan oleh perusahaan
manufaktur dengan membentuk bagian distribusi/transportasi tersendiri atau
diserahkan ke pihak ketiga. Dalam upayanya untuk memenuhi tujuan-tujuan diatas,
siapapun yang melaksanakan (internal perusahaan atau mitra pihak ketiga),
manajemen distribusi dan transportasi pada umumnya melakukan sejumlah fungsi
dasar yang terdiri dari :
1. Melakukan segmentasi dan menentukan target service level.
Segmentasi pelanggan perlu dilakukan karena kontribusi mereka pada revenue
perusahaan bisa sangat bervariasi dan karakteristik tiap pelanggan bisa sangat
berbeda antara satu dengan lainnya. Dari segi revenue, sering kali hukum pareto
20/80 berlaku disini. Artinya, hanya sekitar 20% dari pelanggan atau area
penjualan menyumbangkan sejumlah 80% dari pendapatan yang diperoleh
perusahaan. Perusahaan tidak bisa menomorsatukan semua pelanggan. Dengan
34
memahami perbedaan karakteristik dan kontribusi tiap pelanggan atau area
distribusi, perusahaan bisa mengoptimalkan alokasi persediaan maupun kecepatan
pelayanan. Misalnya, pelanggan kelas 1, yang menyumbangkan pendapatan
terbesar, memiliki target service level yang lebih tinggi dibandingkan dengan
pelanggan kelas 2 atau kelas 3 yang kontribusinya jauh lebih rendah.
2. Menentukan mode transportasi yang akan digunakan.
Tiap mode transportasi memiliki karakteristik yang berbeda dan mempunyai
keunggulan serta kelemahan yang berbeda juga. Sebagai contoh, transportasi laut
memiliki keunggulan dari segi biaya yang lebih rendah, namun lebih lambat
dibandingkan dengan transportasi udara. Manajemen transportasi harus bisa
menentukan mode apa yang akan digunakan dalam mengirimkan produk-produk
mereka ke pelanggan. Kombinasi dua atau lebih mode transportasi tentu bisa atau
bahkan harus dilakukan tergantung pada situasi yang dihadapi.
3. Melakukan konsolidasi informasi dan pengiriman.
Konsolidasi merupakan kata kunci yang sangat penting dewasa ini. Tekanan
untuk melakukan pengiriman cepat namun murah menjadi pendorong utama
perlunya melakukan konsolidasi informasi maupun pengiriman. Salah satu contoh
konsolidasi informasi adalah konsolidasi data permintaan dari berbagai regional
distribution center oleh central warehouse untuk keperluan pembuatan jadwal
pengiriman. Sedangkan konsolidasi pengiriman dilakukan misalnya dengan
menyatukan permintaan beberapa toko atau retail yang berbeda dalam sebuah
35
truk. Dengan cara ini, truk bisa berjalan lebih sering tanpa harus membebankan
biaya lebih kepada pelanggan yang mengirimkan produk tersebut.
4. Melakukan penjadwalan dan penentuan rute pengiriman
Salah satu kegiatan operasional yang dilakukan oleh gudang atau distributor
adalah menentukan kapan sebuah truk harus berangkat dan rute mana yang harus
dilalui untuk memenuhi permintaan dari sejumlah pelanggan. Apabila jumlah
pelanggan sedikit, keputusan ini bisa diambil dengan relatif mudah. Namun
perusahaan yang memiliki ribuan atau puluhan ribu toko atau tempat-tempat
penjualan yang harus dikunjungi, penjadwalan dan penentuan rute pengiriman
adalah pekerjaan yang sangat sulit dan kekurangtepatan dalam mengambil dua
keputusan tersebut bisa berimplikasi pada biaya pengiriman dan penyimpanan
yang tinggi.
5. Memberikan pelayanan nilai tambah.
Disamping mengirimkan produk ke pelanggan, jaringan distribusi semakin
banyak dipercaya untuk melakukan proses nilai tambah. Kebanyakan proses nilai
tambah yang bisa dikerjakan oleh pabrik. Beberapa proses nilai tambah yang bisa
dikerjakan oleh distributor adalah pengepakan (packaging), pelabelan harga,
pemberian barcode, dan sebagainya. Untuk mengakomodasikan kebutuhan lokal
dengan lebih baik, beberapa industri, seperti industri printer, memindahkan
proses konfigurasi akhir dari produknya ke distributor di tiap-tiap Negara. Ini
meningkatkan fleksibilitas produk sehingga mengurangi kelebihan stock di suatu
Negara dan kekurangan di Negara lain.
36
6. Menyimpan persediaan.
Jaringan distribusi selalu melibatkan proses penyimpanan produk baik di suatu
gudang pusat atau gudang regional, maupun di toko dimana produk tersebut
dipajang untuk dijual. Oleh karena itu manajemen distribusi tidak bisa dilepaskan
dari manajemen pergudangan.
7. Menangani pengembalian (return).
Manajemen distribusi juga punya tanggung jawab untuk melaksanakan kegiatan
pengembalian produk dari hilir ke hulu dalam supply chain. Pengembalian ini
bisa karena produk rusak atau tidak terjual sampai batas waktu penjualannya
habis, seperti produk-produk makanan, sayur, buah, dan sebagainya. Kegiatan
pengembalian juga bisa terjadi pada produk-produk kemasan, seperti botol, yang
akan digunakan kembali dalam proses produksi atau yang harus diolah lebih
lanjut untuk menghindari pencemaran lingkungan. Proses pengembalian produk
atau kemasan ini lumrah dengan sebutan reverse logistics.
2.3 Strategi Supply Chain
2.3.1 Definisi Strategi Supply Chain
Setiap perusahaan yang ingin menang atau bertahan dalam persaingan harus
memiliki strategi yang tepat. Strategi akan mengarahkan jalannya organisasi ke tujuan
jangka panjang yang ingin dicapai. Strategi diperlukan oleh satu unit operasi dalam
sebuah perusahaan, oleh sebuah perusahaan secara keseluruhan, maupun oleh sebuah
supply chain.
37
Dengan memahami paradigma diatas maka strategi supply chain didefinisikan
sebagai berikut [19] :
Kumpulan kegiatan dan aksi strategis di sepanjang supply chain yang
menciptakan rekonsiliasi antara apa yang dibutuhkan pelanggan akhir dengan
kemampuan sumber daya yang ada pada supply chain tersebut.
2.3.2 Tujuan Strategis pada Supply Chain
Strategi tidak bisa dilepaskan dari tujuan jangka panjang. Tujuan inilah yang
diharapkan akan tercapai. Keputusan-keputusan jangka pendek dan di lingkungan
lokal mestinya harus mendukung organisasi atau supply chain ke arah tujuan-tujuan
strategis tersebut. Tujuan-tujuan strategis tersebut perlu dicapai untuk membuat
supply chain menang atau setidaknya bertahan dalam persaingan pasar. Untuk bisa
memenangkan persaingan pasar maka supply chain harus bisa menyediakan produk
yang :
1. Murah
2. Berkualitas
3. Tepat waktu
4. Bervariasi
Keempat tujuan strategis tersebut sangat penting di mata pelanggan. Namun
perlu disadari bahwa tingkat kepentingan untuk masing-masing tujuan di atas
berbeda-beda untuk tiga jenis produk dan segmen pelanggan. Ada produk yang dibeli
oleh pelanggan dengan pertimbangan utama harga yang murah, sedangkan ada
38
pelanggan yang membeli dengan kualitas sebagai pertimbangan utama. Ada jenis
produk yang bisa unggul di pasar karena mampu menciptakan jenis produk yang
beragam, ada juga karena mudah atau cepat bisa diperoleh.
Untuk mencapai tujuan tersebut maka supply chain harus bisa menerjemahkan
tujuan-tujuan diatas ke dalam kemampuan sumber daya yang dimiliki. Dalam konteks
operasi supply chain, tujuan-tujuan diatas bisa dicapai apabila memiliki kemampuan
untuk :
1. Beroperasi secara efisien
2. Menciptakan kualitas
3. Cepat
4. Fleksibel
5. Inovatif
Masing-masing aspirasi pelanggan tersebut bisa didukung oleh satu atau
beberapa kemampuan strategis suatu supply chain. Misalnya, aspirasi untuk
mendapatkan produk yang murah tidak hanya didukung oleh kemampuan supply
chain untuk beroperasi secara efisien, tetapi juga oleh kemampuannya untuk
menciptakan kualitas. Dalam konteks operasi, kemampuan menciptakan kualitas
tidak selalu diasosiasikan dengan produk, tetapi juga dengan proses. Kualitas proses
yang dijaga dengan baik akan banyak memberikan penghematan sehingga supply
chain juga mampu menawarkan produk dengan harga yang lebih murah. Demikian
juga, kemampuan supply chain untuk menciptakan kualitas juga berpengaruh pada
tujuan untuk menyediakan produk tepat waktu bagi pelanggan. Kesalahan proses
39
yang mengakibatkan reject atau rework tentu mengakibatkan waktu produksi lebih
lama sehingga mengurangi kemampuan supply chain untuk meyediakan produk tepat
waktu. Gambar 2.4 mengilustrasikan hubungan antara empat aspirasi pelanggan
dengan lima kemampuan strategis yang harus dimiliki oleh supply chain.
Gambar 2.4 Aspirasi Pelanggan dan Kemampuan Strategis Supply Chain
Sumber gambar : [19]
2.4 Pengukuran Kinerja Supply Chain
Salah satu aspek fundamental dalam supply chain management adalah
manajemen kinerja dan perbaikan secara berkelanjutan. Untuk menciptakan
manajemen kinerja yang efektif dipelukan sistem pengukuran yang mampu
mengevaluasi kinerja supply chain secara holistik. Sistem pengukuran kinerja
diperlukan untuk [19] :
1. Melakukan monitoring dan pengendalian.
2. Mengkomunikasikan tujuan organisasi ke fungsi-fungsi pada supply chain.
40
3. Mengetahui di mana posisi suatu organisasi relatif terhadap pesaing maupun
terhadap tujuan yang hendak dicapai.
4. Menentukan arah perbaikan untuk menciptakan keunggulan dalam bersaing.
Menciptakan sistem pengukuran kinerja supply chain bukanlah pekerjaan
yang mudah. Menentukan apa yang akan diukur dan diawasi untuk menciptakan
kesesuaian antara strategi supply chain dengan metrik pengukuran, setiap berapa
periode pengukuran dilakukan, seberapa penting ukuran yang satu relatif terhadap
yang lain, siapa yang bertangung jawab terhadap suatu ukuran tertentu adalah
sebagian dari pertanyaan yang harus dijawab pada waktu mengembangkan sistem
pengukuran kinerja supply chain. Di samping itu, filosofi supply chain management
menekankan perlunya koordinasi dan kolaborasi yang baik antar fungsi di dalam
sebuah organisasi maupun lintas organisasi pada suatu supply chain. Ini menyiratkan
pentingnya sistem pengukuran kinerja yang terintegrasi, bukan hanya di dalam suatu
organisasi, tetapi juga antar pemain (organisasi) pada suatu supply chain. Artinya,
sistem pengukuran kinerja juga harus memiliki alat ukur yang bisa digunakan untuk
mengawasi kinerja secara bersama-sama antara satu organisasi dengan organisasi
lainnya pada sebuah supply chain.
2.4.1 Struktur Sistem Pengukuran Kinerja
Suatu sistem pengukuran kinerja biasanya memiliki beberapa tingkatan
dengan cakupan yang berbeda-beda. Menurut Melnyk et al (2004) suatu sistem
pengukuran kinerja biasanya mengandung :
41
a. Individual metrics
b. Metric sets
c. Overall performance measurement systems
Individual metrics berada pada tingkat paling bawah dengan cakupan yang
paling sempit. Metrik adalah suatu ukuran yang bisa diverifikasi, diwujudkan dalam
bentuk kuantitatif ataupun kualitatif, dan didefinisikan terhadap suatu titik acuan
(reference point) tertentu [19]. Adapula yang berpendapat bahwa metrik adalah suatu
kerangka kerja untuk mendirikan dan mengumpulkan pengukuran kesuksesan atau
kegagalan pada suatu pengaturan, satuan waktu bisa diteliti dan diverifikasi [9]. Ada
beberapa hal yang harus dipenuhi agar suatu metrik bisa efektif :
a. Harus diwujudkan dalam bentuk yang masuk akal dan dimengerti dengan baik
oleh mereka yang menggunakan.
b. Harus value-based. Artinya, suatu metrik harus dikaitkan dengan bagaimana
organisasi menciptakan value ke pelanggan atau memenuhi kepentingan
stakeholders yang lain.
c. Metrik harus bisa menangkap karakteristik atau hasil (outcome) dalam bentuk
numerik maupun nominal. Ukuran ini juga harus dibandingkan dengan suatu
reference point. Reference point tersebut berfungsi sebagai nilai pembanding,
yang bisa berasal dari nilai metrik tersebut di masa lalu, hasil metrik yang
sama dari organisasi lain, atau standar eksternal.
d. Metrik sedapat mungkin tidak menciptakan konflik antar funsi pada suatu
organisasi. Metrik yang diciptakan untuk kepentingan satu fungsi seringkali
42
menciptakan tindakan yang kontra-produktif terhadap pencapaian tujuan
organisasi secara keseluruhan.
e. Metrik harus bisa melakukan distilasi terhadap data banyak tanpa kehilangan
informasi yang terkandung didalamnya.
Menurut Melnyk et al. (2004), metrik bisa diklasifikasikan berdasarkan fokus
dan waktu (tense). Metrik bisa berfokus pada kinerja finansial maupun operasional.
Metrik operasional mengukur pada kinerja dalam satuan waktu, output, dan
sebagainya. Banyak proses-proses dalam supply chain memang lebih baik diawasi
dalam satuan non-finansial. Misalnya, lead time dan waktu setup diukur dalam satuan
waktu, tingkat persediaan diukur dalam unit, dan kualitas sebuah proses diukur dalam
persentase output yang di luar batas spesifikasi. Dari segi waktu (tense), metrik bisa
digunakan untuk mengukur kinerja masa lalu atau memprediksi kinerja masa
mendatang (predictive metrics).
Kebanyakan metrik finansial (seperti return on investment, net profit per
employee, dan sebagainya) mengukur kinerja masa lalu. Sebaliknya, predictive
metrics biasanya digunakan untuk keperluan preventif dan perbaikan. Misalnya,
untuk memprediksi berapa waktu yang diperlukan untuk memenuhi pesanan
pelanggan, perusahaan perlu mengidentifikasikan aktivitas-aktivitas yang terjadi
untuk memenuhi pesanan pelanggan serta perkiraan waktu dari masing-masing
aktivitas tersebut. Seandainya waktu yang dibutuhkan diperkirakan terlalu lama,
perusahaan bisa mengidentifikasikan di bagian mana percepatan perlu dilakukan
43
untuk mengurangi waktu pemenuhan pesanan tersebut. Gambar 2.6 adalah tipologi
metrik menurut dua atribut di atas (focus dan tense).
Kumpulan dari beberapa metrik membentuk metric sets. Kumpulan ini
diperlukan untuk memberikan informasi kinerja suatu sub-sistem. Sebagai contoh,
kinerja perusahaan tidak cukup hanya diukur dengan satu metrik. Individual metric
untuk persediaan bisa berupa ongkos simpan, tingkat perputaran persediaan, akurasi
catatan persediaan, utilisasi sumber daya yang terkait dengan manajemen persediaan,
dan sebagainya. Semua individual metric tersebut bisa dikatakan metric sets untuk
persediaan dan secara bersama-sama mengukur kinerja persediaan.
Pada tingkat yang tertinggi kita memiliki sistem pengukuran kinerja secara
keseluruhan. Pada dasarnya sistem secara keseluruhan tersebut tidak hanya
merupakan kumpulan dari banyak metric sets yang menyusunnya, tetapi juga menjadi
alat untuk menciptakan kesesuaian (alignment) antara metric sets dengan tujuan
strategis organisasi. Dengan kata lain, tujuan yang ditetapkan di tingkat organisasi
yang lebih tingi harus terwujud dan didukung oleh metrik yang ada di masing-masing
proses supply chain. Disamping menciptakan kesesuaian, sistem pengukuran kinerja
juga harus menjadi jembatan koordinasi antar metrik. Koordinasi ini penting
mengingat bagaimanapun juga harus ada independensi antar metrik dan antar proses
pada supply chain. Dengan adaya koordinasi yang baik, konflik antar proses maupun
antar bagian akan bisa dikurangi.
44
Gambar 2.5 Metrik dan Pengukuran Kinerja
Sumber gambar :[19]
2.4.2 Pendekatan Proses dalam Pengukuran Kinerja Supply Chain
Sejalan dengan filosofi supply chain management yang mendorong terjadinya
integrasi antar fungsi, pendekatan berdasarkan proses (process based approach)
banyak digunakan untuk merancang sistem pengukuran kinerja supply chain. Kinerja
adalah ukuran relatif dari hasil yang menyatakan hasil dari tujuan awal [9]. Menurut
Cooper et al. (1997), proses adalah kumpulan dari aktivitas yang melintasi waktu dan
tempat, memiliki awal, akhir, dan input maupun output yang jelas. Suatu proses atau
aktivitas membutuhkan sumber daya sebagai input, melakukan penambahan nilai
(add value) terhadap input itu tersebut sehingga menghasilkan keluaran yang sesuai
dengan keinginan pelanggan. Dengan kata lain, setiap proses dan aktivitas
membutuhkan biaya (karena mengkonsumsi sumber daya) dan menciptakan nilai.
Menurut Chan & Li (2003), pendekatan pengukuran kinerja berdasarkan proses tidak
45
hanya sejalan dengan hakekat dari supply chain management, tetapi juga memberikan
kontribusi yang signifikan terhadap perbaikan berkelanjutan.
2.4.3 Metrik untuk Kinerja Supply Chain
Chan & Li (2003) mengusulkan apa yang mereka namakan performance of
activity (POA). Pada prinsipnya, POA adalah model yang digunakan untuk mengukur
kinerja aktivitas yang menjadi bagian dari proses dalam supply chain. Kinerja
aktivitas diukur dalam berbagai dimensi, yaitu :
1. Ongkos yang terlibat dalam eksekusi suatu aktivitas. Ongkos muncul karena
dalam pelaksanaan suatu aktivitas ada sumber data yang digunakan. Ongkos
ini bisa berasosiasi dengan tenaga kerja, material, peralatan, dan sebagainya.
Ongkos bisa diukur dalam bentuk absolut maupun dalam ukuran relatif
terhadap suatu nilai acuan. Misalnya, ongkos material bisa diukur dalam nilai
rupiah per tahun atau diukur relatif terhadap nilai penjualan dalam setahun.
Ongkos masa lalu juga bisa digunakan sebagai nilai acuan dalam pengukuran
kinerja supply chain. Misalnya, penurunan biaya-biaya persediaan biasanya
diukur dalam bentuk persentase, relatif terhadap biaya pada tahun anggaran
sebelumnya.
2. Waktu yang diperlukan untuk mengerjakan suatu aktivitas. Ukuran ini tentu
saja sangat peting dalam konteks supply chain management terutama untuk
supply chain yang berkompetisi atas dasar kecepatan respon. Kecepatan
respon secara umum ditentukan oleh waktu yang dibutuhkan oleh masing-
46
masing aktivitas maupun proses dalam supply chain. Waktu pengembangan
produk baru, waktu pemrosesan pesanan pelanggan, waktu untuk
mendapatkan bahan baku dari supplier, dan waktu setup untuk kegiatan
produksi adalah sebagian dari kontributor penting dalam menciptakan
kecepatan respon pada supply chain.
3. Kapasitas, kapasitas adalah ukuran seberapa banyak volume pekerjaan yang
bisa dilakukan oleh suatu sistem atau bagian dari supply chain pada suatu
periode tertentu. Contohnya, adalah kapasitas produksi suatu pabrik, kapasitas
pengiriman dari sebuah supplier, kapasitas penyimpanan sebuah gudang, dan
sebagainya. Besar kecilnya kapasitas perlu diketahui sebagai dasar untuk
perencanaan produksi atau pengiriman dan sebagai dasar dalam memberikan
janji pengiriman kepada pelanggan. Besarnya kapasitas yang terpasang relatif
terhadap rata-rata permintaan memberikan informasi fleksibilitas pada supply
chain. Pada era dimana jaringan supply chain sangat dinamis, dimana
kegiatan outsourcing dan subcontracting sangat lumrah dilakukan, kapasitas
suatu supply chain bisa jadi juga dinamis dan tidak ditentukan hanya oleh
sumber daya yang dimiliki oleh suatu organisasi
4. Kapabilitas. Kapabilitas mengacu kepada kemampuan agregat suatu supply
chain untuk melakukan suatu aktivitas. Ada beberapa sub-dimensi yang
membentuk kapabilitas supply chain. Beberapa sub-dimensi kapabilitas yang
sering digunakan dalam mengukur kinerja supply chain adalah :
47
• Reliabilitas (kehandalan) mengukur kemampuan supply chain untuk
secara konsisten memenuhi janji. Sebagai contoh, pengiriman dari
supplier dikatakan handal apabila deviasi dijanjikan atau diharapkan.
Mesin dikatakan handal apabila bisa bekerja dengan baik dalam jangka
waktu yang diharapkan serta menghasilkan output dengan variabilitas
yang relatif kecil dibandingkan dengan batas-batas spesifikasi yang
ditetapkan oleh pelanggan.
• Ketersediaan mengukur kesiapan, yakni kemampuan supply chain untuk
menyediakan produk atau jasa pada waktu yang diperlukan. Sebagai
contoh, inventory aviability mengukur ketersediaan persediaan pada waktu
dan tempat dimana pelanggan membutuhkannya. Fill rate dan customer
service level adalah dua contoh metrik yang mengukur ketersediaan pada
supply chain.
• Fleksibilitas adalah kemampuan supply chain untuk cepat berubah sesuai
dengan kebutuhan output atau pekerjaan yang harus dilakukan. Tingkat
fleksibilitas yang dibutuhkan setiap supply chain tentu saja berbeda dan
sangat tergantung dari strategi mereka bersaing di pasar. Fleksibilitas
supply chain ditentukan oleh banyak faktor. Pujawan (2004)
mengidentifikasikan elemen-elemen fleksibilitas pada supply chain yang
terdiri dari fleksibilitas pengadaan, fleksibilitas produksi, dan fleksibilitas
pegiriman [19].
48
5. Produktivitas yang mengukur sejauh mana sumber daya pada supply chain
digunakan secara efektif dalam mengubah input menjadi output. Secara
mekanis, produktivitas merupakan rasio antara keluaran yang efektif terhadap
keseluruhan input yang terdiri dari modal, tenaga kerja, bahan baku, dan
energi.
6. Utilisasi yang mengukur tingkat pemakaian sumber daya dalam kegiatan
supply chain. Misalnya utilitas mesin, gudang, pabrik, dan sebagainya. Mesin
yang hanya beroperasi rata-rata selama 6 jam sehari dari jam kerja harian 8
jam dikatakan memiliki utilitas sebesar 75 %. Pada supply chain yang siklus
hidup produknya relatif panjang dan tidak berkompetisi atas dasar inovasi,
utilitas menjadi salah satu ukuran yang penting untuk di awasi.
7. Outcome yang merupakan hasil dari suatu proses atau aktivitas. Pada proses
produksi outcome bisa berupa nilai tambah yang diberikan pada produk-
produk yang dihasilkan. Outcome tidak selalu mudah diukur karena sering
kali tidak berwujud. Sebagai contoh outcome pada proses penyimpanan tidak
mudah dikuantifikasi.
Ke tujuh metrik diatas memiliki tingkat kesulitan yang berbeda dalam
pengukurannya di lapangan. Dalam prakteknya, ongkos, waktu, kapasitas,
produktivitas relatif mudah diukur sedangkan metrik lainnya relatif sulit. Sebagai
contoh, fleksibilitas supply chain bisa diinterpretasikan berbeda-beda dengan ukuran
yang berbeda-beda [19].