bab 2 landasan teori - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/bab2/2007-3-00440-ti bab 2.pdf ·...
TRANSCRIPT
21
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Perencanaan Proses
Perencanaan proses merupakan suatu perencanaan terhadap proses pembuatan
produk, bagaimana produk tersebut akan dibuat ( hal ini menentukan apakah suatu
komponen akan dibuat atau dibeli dari supplier ), memilih fokus proses, mementukan
mesin dan peralatan yang digunakan.
Perencanaan proses mencakup perancangan dan implementasi suatu sistem
kerja untuk menghasilkan barang atau jasa sesuai dengan jumlah yang diinginkan
pada waktu yang sesuai dan biaya yang dapat diterima. Perencanaan proses harus
merencanakan fasilitas bukan hanya yang memenuhi kebutuhan jangka pendek, tetapi
juga harus merancang proses sehingga dapat diubah atau mengisi pemenuhan
kebutuhan dimasa datang dengan mudah baik volume maupun laju produksi
(kebutuhan dimasa datang mungkin lebih rendah mungkin juga lebih tinggi).
Tujuan dari perencanaan proses adalah mencari jalan untuk memproduksi
barang dan jasa yang memenuhi keinginan konsumen dan spesifikasi produk yang
berada dalam jangkauan keterbatasan biaya atau hambatan managerial lainnya.
Proses yang diseleksi akan mempunyai dampak jangka panjang terhadap efisiensi dan
produksi, serta fleksibilitas biaya dan mutu barang dalam produksi.
22
Dalam suatu sistem manufaktur, ada dua cara pemenuhan kebutuhan konsumen
yang dapat dilakukan, yaitu dengan membuat ukuran besar secara berkesinambungan
( Make to Stock ) atau membuat produk tertentu dengan volume sesuai dengan
pesanan yang diterima ( Make to Order ).
Pada umumnya perencanaan berbagai proses transformasi dilakukan dengan
alat bantu yang berupa bagan – bagan, yaitu :
• Bagan perakitan ( assembly chart dan flow process chart).
Peta ini digunakan untuk tujuan perencanaan dan pengendalian
transformasi proses. Assembly chart menunjukkan kebutuhan material dan
perakitan komponen yang menghasilkan suatu perakitan mechanical. Flow
process chart menggunakan simbol yang sama seperti assembly chart, peta
ini memiliki tambahan kolom untuk waktu, jarak perpindahan, dan
informasi terkait lainya yang mengizinkan adanya analisis biaya dan
lainnya.
Tujuan utama dari peta rakitan adalah untuk menunjukkan keterkaitan
antara komponen, yang dapat juga digambarkan oleh sebuah gambar
terurai. Teknik ini juga dapat digunakan untuk mengajar pekerja yang tidak
ahli untuk mengetahui urutan suatu rakitan yang rumit.
• Peta proses operasi ( operation process chart )
Peta proses operasi atau OPC adalah peta kerja yang mencoba
menggambarkan urutan kerja dengan jalan membagi pekerjaan tersebut
23
elemen-elemen operasi secara detail. Disini tahapan proses operasi kerja dapat
digambarkan dari awal (raw material) sampai menjadi produk akhir (finished
goods product) sehingga analisa perbaikan dari masing-masing operasi kerja
secara individual maupun urut-urutannya secara keseluruhan akan dapat
dilakukan.
Dari OPC ini dapat diperoleh manfaat:
Data kebutuhan jenis proses atau mesin yang diperlukan dalam
pelaksanaan operasi kerja dan penganggarannya.
Data kebutuhan bahan baku dengan memperhitungkan efisiensi pada
setiap elemen operasi kerja atau pemeriksaan.
Pola tata letak fasilitas kerja dan aliran pemindahan materialnya.
Alternatif-alternatif perbaikan prosedur dan tata cara kerja yang
sedang dipakai.
24
Sumber: Vincent Gazper
Gambar 2.1 Gambar OPC
Keterangan gambar :
W = Waktu yang dibutuhkan untuk suatu operasi atau pemeriksaaan
(dinyatakan dalam unit waktu menit atau jam).
O – N = Nomor urut untuk kegiatan operasi tersebut.
I – N = Nomor urut untuk kegiatan pemeriksaan.
M = Nama mesin atau lokasi kerja dimana kegiatan operasi atau
pemeriksaan tersebut dilaksanakan.
K = Komponen yang tidak dikerjakan , tetapi tinggal merakitnya.
25
• Struktur produk ( product structure ).
Struktur produk terdiri dari komponen pembentuk produk akhir yang
ditempatkan pada level 0 dan seterusnya, sehingga membentuk sebuah
hirarki. Pada umumnya untuk assembly item disebut dengan “parent” dan
komponen pembentuknya disebut dengan “child”. Untuk produk akhir
ditandai dengan level 0 dan semakin kebawah maka nomor level akan
bertambah. Diagram sistematik ini menunjukkan hubungan antar komponen
terhadap “parent” dan hubungan keseluruhan perakitan.
Terdapat 2 cara penomoran level struktur produk, yaitu :
1. Single Level
Jenis ini menggambarkan hubungan sebuah induk dengan satu level
komponen – komponen pembentuknya.
2. Multi Level
Jenis ini menggambarkan struktur produk yang lengkap dari level 0
sampai level yang paling bawah.
26
Sumber: Vincent Gazper
Gambar 2.2 Struktur Produk
• BOM ( bill of material )
BOM adalah sebuah daftar jumlah komponen, campuran bahan dan
bahan baku yang diperlukan untuk dirakit, dicampur atau membuat produk
akhir atau dengan kata lain rangkaian struktur semua komponen yang
digunakan untuk memproduksi barang jadi sesuai dengan Master
Production Schedulling (MPS).
Tujuan BOM sebagai suatu network atau jaringan yang menggambarkan
hubungan induk (parent product) hingga komponen. BOM dibutuhkan
sebagai Input dalam perencanaan dan pengendalian aktifitas produksi.
27
Tanpa adanya BOM sangat mustahil untuk dapat melaksanakan sistem
MRP.
Beberapa macam BOM :
1. Eksplosion
Merupakan BOM dengan urutan dimulai dari induk sampai komponen
pada level paling bawah. BOM jenis ini menunjukkan komponen yang
membentuk suatu induk dari level teratas sampai level terendah.
2. Implosion
Merupakan BOM dimana urutan dimulai dari komponen sampai induk
atau level paling atas. Secara singkat BOM jenis ini adalah kebalikan
dari BOM eksplosion.
Beberapa format BOM yang sering digunakan :
1. Multi Level Indented Eksplosion.
Menggambarkan struktur produk yang lengkap dari level 0 atau produk
akhir sampai level paling bawah. Komponen yang sama dapat
digunakan pada level yang berbeda.
2. Single Level BOM.
Format ini hanya mendeskripsikan komponen – komponen yang
diperlukan pada level khusus untuk perakitan ( assembly ).
28
3. Summarized BOM.
Merupakan kesimpulan beberapa urutan keseluruhan kuantitas dari
masing – masing komponen yang diperlukan untuk membuat produk
tanpa memperhatikan level perakitan.
4. Where – Used BOM.
Format ini membalik struktur produk untuk mengidentifikasi pada sub
perakitan, perakitan atau produk akhir apa suatu item digunakan.
Penggunaannya:
Bagi Enginnering : Dibuat sebagai bagi perancangan proses produksi
dan digunakan untuk menentukan item-item mana saja yang harus dibeli
atau dibuat sendiri.
Bagi PPIC : digabungkan dengan Master Production Schedulle (Jadwal
Induk Produksi) digunakan untk menentukan item-item dalam daftar
pembelian dan order produksi yang harus dilaksanakan.
Bagi accounting : digunakan dalam menghitung biaya produk dan harga
jual.
29
Setiap komponen harus memiliki identifikasi unit/khusus yang hanya
mengidentifikasikan suatu komponen yang disebut Part Number/ Item
Cara penentuan Part Number :
a) Random : Nomor yang digunakan hanya sebagai pengenal / identitas dan
bukan sebagai penjelasan (descriptor). Tidak menjelaskan lebih jauh
mengenai satu komponen.
b) Significant : Nomor yang dapat juga menjelaskan informasi khusus
mengenai item / komponen tertentu seperti sumber material (source),
bahan, bentuk dan deskripsi. Significant harus diubah jika komponen
tersebut karakteristiknya diubah atau ditambahkan variable lain.
c) Semi-significant : Beberapa digit pertama menjelaskan mengenai
komponen tersebut, sementara digit berikutnya berupa angka random.
No. Komponen Level Deskripsi Kode
Jumlah BOM
UOM
Sumber : Vincent Gazper
Gambar 2.3 BOM
30
2.2 Peramalan
Peramalan (forecasting) adalah seni ilmu memprediksi peristiwa-peristiwa masa
depan. Peramalan memerlukan pengambilan data historis dan memproyeksikannya ke
masa depan dengan beberapa bentuk model matematis. Bisa jadi berupa prediksi
subjektif atau intuitif tentang masa depan.
Menurut Yamit (1999,p13) peramalan adalah prediksi, proyeksi, estimasi tingkat
kejadian yang tidak pasti dimasa yang akan datang. Ketepatan secara mutlak dalam
memprediksi dan tingkat kegiatan yang akan datang adalah tidak mungkin dicapai
oleh karena itu ketika perusahaan tidak dapat melihat kejadian yang akan datang
secara pasti, diperlukan waktu dan tenaga yang besar agar mereka dapat memiliki
kekuatan untuk menarik kesimpulan terhadap kejadiaan yang akan datang.
Menurut Herjanto (1999,p116) berdasarkan horizon waktu, peramalan dapat
dibedakan atas :
1. Peramalan jangka panjang
merupakan peramalan yang rentang waktunya biasanya tiga tahun atau lebih,
digunakan dalam merencanakan produk baru, pengeluaran modal, lokasi fasilitas,
atau ekspansi, dan penelitian serta pengembangan.
31
2. Peramalan jangka menengah
Biasanya berjangka tiga bulan hingga tiga tahun. Peramalan ini sangat
bermanfaat dalam perencanaan penjualan, perencanaan produksi, penganggaran
kas dan menganalisis berbagai rencana operasi.
3. Peramalan jangka pendek
yaitu untuk jangka waktu yang kurang dari 3 bulan, misalnya permalan dalam
hubungannya dengan perencanaan pembelian material penjadwalan kerja dan
penugasan.
2.2.1 Peramalan Seri Waktu
Seri waktu (time series) didasarkan pada tahapan dari titik data yang sudah
tertentu (mingguan, bulanan, kuartalan, dan sebagainya). Meramalkan data seri
waktu memberikan implikasi bahwa nilai masa depan diprediksi hanya dari nilai
masa lalu dan bahwa variable-variabel lain, tidak peduli berapa pun nilainya,
dihilangkan.
Dalam time series terdapat empat jenis pola permintaan, yaitu :
1. Trend (T)
Pola Trend adalah bila data permintaan menunjukan pola kecenderungan
gerakan penurunan atau kenaikan jangka panjang. Metode peramalan yang
32
tepat untuk pola data trend adalah metode Regresi linier, Exponential
smoothing, atau Double exponential smoothing.
Gambar 2.4 Permintaan pola trend
2. Musim (S)
Data dikatakan berpola musim bila data terlihat berfluktasi, namun fluktasi
tersebut akan terlihat berulang dalam suatu interval waktu tertentu. Metode
peramalan yang cocok adalah Moving average atau Weight moving average.
Gambar 2.5 Permintaan berpola musiman
33
3. Siklus (C)
Pola siklus adalah bila fluktasi permintaan secara jangka panjang membentuk
pola sinusoid atau gelombang. Metode peramalan yang sesuai adalah Moving
average, Weight moving average dan Eksponential smoothing.
Gambar 2.6 Permintaan berpola siklus
4. Variasi Acak (R)
Adalah “tanda” dalam data yang disebabkan oleh peluang dan situasi yang
tidak biasa ; variabel acak mengikuti pola yang tidak dapat dilihat.
34
2.2.2 Pendekatan Peramalan dengan Metode Kuantitatif
Ada empat metode peramalan Kuantitatif, yaitu :
1. Rata-rata bergerak (Moving Averages)
Metode ini bermanfaat jika kita mengasumsikan bahwa permintaan pasar
stabil sepanjang waktu. Secara matematis rata – rata bergerak sederhana
ditunjuk sebagai berikut :
Rata – rata bergerak = Jumlah permintaan data pada periode sebelumnya
Jumlah data
2. Metode Double Moving average
Double Moving Average merupakan moving average dari moving average
pertama yang telah dilakukan atau dihitung sebelumnya. Secara matematis
dapat ditunjukan sebagai berikut :
mbaF
SSN
b
SSSSSaN
SSSSS
NXXXXS
ttmt
ttt
tttttt
Nttttt
Nttttt
+=
−−
=
−=−+=
++++=
++++=
+
+−−−
+−−−
)(1
22)(
.............
...........
'''
''''''
1'
2'
1'
''
121'
35
3. Metode Penghalusan Exponential (Double Exponential Smooting)
Penghalusan exponential adalah peramalan yang mudah digunakan dan
efisien bila dilakukan dengan komputer. Meskipun merupakan teknik rata –
rata bergerak, penghalusan exponential mencangkup pemeliharaan data
masa lalu yang sangat sedikit. secara matematis dapat ditunjukan dengan
rumus :
( )
mbaF
SSb
SSa
SSS
SXS
ttmt
ttt
ttt
ttt
ttt
+=
−−
=
−=
−+=
−+=
+
−
−
)(1
2
)1(.
1.
'''
'''
'')1(
'''
)1('
αα
αα
αα
4. Metode Triple Exponential Smoothing Metode Quadratik
Inisialisasi Awal : S’1 = S”1 = S“’1 = X1
1')1(. S' −−+= tt SX αα
1")1('. S" −−+= tt SS αα
1"')1(". S" −−+= tt SS αα
ttt SSS '"".3'3 a t −−=
])34()810(')56[()1(2
b '''''2t ttt SSS ααα
αα
−+−−−−
=
)"2'()1(
c '''2
2
t ttt SSS +−−
=α
α
36
2
21)( mcmbaFt ttt ++=
5. Metode Triple Exponential Smoothing Tiga Parameter Dari Winter
Inisialisasi Awal : SL+1 = XL+1
It = XX t
L
XX
L
tt∑
== 1
)]XX(...)XX()XX()XX[(b LL22L11L11L21L −++−+−+−= +++++ Lt
LX
α
Pemulusan Keseluruhan :
))(1(S 1-t1-tt bSIX
Lt
t +−=−
αα
Pemulusan Trend :
)1()1( )1()( b −− −+−= ttt bSS γγ
Pemulusan Musiman :
L-tt )1(I ISX
t
t ββ −=
Peramalan :
mLtttmt ImbSF +−+ += )(()(
37
6. Metode Asosiatif (Linier Regresision)
Model asosiatif bergantung kepada pengenalan variable yang dapat dikaitkan
dan dapat digunakan untuk meramalkan nilai variable yang menjadi perhatian
kita. Metode utama yang dikenal dan digunakan secara luas dalam metode ini
adalah regresi. Berikut ini rumus – rumus regresi linear sederhana :
( )tbya
ttn
yttynb
bay tt
−=
−
−=
+=
∑ ∑∑ ∑ ∑
22
Satu cara untuk memantau peramalan untuk menjamin keefektifannya adalah
menggunakan isyarat arah. Isyarat arah (tracking signal) adalah pengukuran tentang
sejauh mana ramalan memprediksi nilai actual dengan baik. Bila ramalan
diperbaharui tiap minggu, bulan, atau kuartal, data permintaan yang baru tersedia
dibandingkan dengan nilai peramalan. Isyarat arah dihitung sebagai jumlah kesalahan
ramalan berjalan (running sum of the forecast error, RSFE) dibagi dengan deviasi
absolute mean (MAD).
( )n
ramalanKesalahanMAD ∑=
_
MADRSFEsignalTracking =
38
2.2.3 Statistik ketepatan peramalan
Menurut Makridakis ukuran statistik standard adalah sebagai berikut :
1.Error
iii FXe −=
2.Nilai tengah kesalahan absolut (mean error)
∑=
=n
ii neME
1/
3.Nilai tengah galat absolut (mean absolute error)
∑=
=n
iieMAE
1
4.Nilai tengah galat kuadrat ( mean squared error )
n
eMSE
n
ii∑
== 1
2
5.Deviasi standar galat (standard deviation of error)
( )11
2
−=∑=
n
eSDE
n
ii
6.Nilai tengah deviasi absolut (mean absolute deviation)
∑ −= XXn
MAD i1
39
2.3 Master Production Scheduling (MPS)
Pada dasarnya MPS merupakan suatu pernyataan tentang produk akhir dari
suatu perusahaan industri manufaktur yang merencanakan memproduksi output
berkaitan dengan kuantitas dan periode waktu. Aktivitas pada penjadwalan produksi
induk (MPS) berkaitan dengan bagaimana menyusun dan memperbaharui jadwal
produksi induk (MPS), memproses transaksi dari MPS, memelihara catatan-catatan
MPS, mengevaluasi efektivitas dari MPS, dan memberikan laporan evaluasi dalam
periode waktu tertentu.
Pengertian dari Master Production Schedule (MPS) sendiri adalah suatu set
perencanaan yang menggambarkan berapa jumlah yang akan dibuat untuk setiap end
item pada periode perencanaan tertentu (minggu, bulan, ataupun tahun). Dalam
membuat Master Production Scheduled (MPS), terlebih dahulu harus ditentukan
keputusan mengenai penjadwalan yang tepat.
Fungsi dari pembuatan MPS adalah :
a) Menjadwalkan jumlah produk yang akan diproduksi.
b) Sebagai input MRP.
c) Untuk membuat perencanaan bagi sumber daya perusahaan.
Tujuan pembuatan MPS sendiri adalah untuk :
1. Memenuhi target tingkat pelayanan konsumen.
2. Mengefisiensikan penggunaan sumber daya produksi.
3. Mencapai target tingkat produksi tertentu.
40
Pada MPS terdapat tiga jenis order, antara lain:
a. Planned order, yaitu order yang rencananya akan direlease dan dibuat
setelah demand-supply dipertimbangkan.
b. Firm planned order, yaitu order yang direncanakan akan dibuat di dalam
perusahaan namun masih belum direlease.
c. Order, yaitu order yang telah diperintahkan untuk dibuat purchase
ordernya.
Menurut Gaspersz (2001, p158) dalam pembuatan MPS terdapat beberapa
kriteria yang harus dipenuhi, yaitu :
1. Item tidak terlalu banyak
2. Item-item yang dijadwalkan merupakan produk akhir
3. Kebutuhan dapat diramalkan
4. Dapat menghitung kebutuhan komponen berdasarkan Bill of Material
(BOM)
5. Kapasitas dapat diperhitungkan
6. Menyatakan konfigurasi produk yang dapat dikirim
Berikut ini merupakan penjelasan singkat mengenai informasi yang terdapat
pada MPS :
1. Item No menyatakan kode komponen atau material yang akan dirakit.
2. Lead Time menyatakan waktu yang dibutuhkan untuk me-release atau
memanufaktur suatu end item.
41
3. Safety Stock menyatakan cadangan material yang harus ada di tangan
sebagai antisipasi kebutuhan di masa yang akan datang.
4. Description menyatakan deskripsi material secara umum.
5. On Hand menyatakan jumlah material yang ada di tangan sebagai sisa
periode sebelumnya.
6. Demand Time Fences merupakan batas waktu penyesuaian pesanan
permintaan.
7. Planning Time Fences merupakan batas waktu penyesuaian pesanan
dimana demand masih boleh berubah. Perubahan masih akan dilayani
sepanjang material dan kapasitas tersedia.
8. Forecast merupakan hasil peramalan sebelumnya sebagai hasil dari
perencanaan agregat.
9. Actual Order (AO) merupakan jumlah order yang sudah diterima
sebelumnya.
10. Projected Available Balance (PAB) merupakan perkiraan jumlah sisa
produk pada akhir periode. PAB dihitung dengan rumus:
PAB t ≤ DTF = PABt-1 + MSt - AOt
PAB DTF ≤ t ≤ PTF = PABt-1 + MSt - AOt atau Ft (pilih yang paling
besar)
11. Available To Promise (ATP) memberikan informasi berapa banyak item
atau produk tertentu yang dijadwalkan pada periode waktu itu tersedia
untuk pesanan pelanggan, sehingga berdasarkan informasi ini bagian
42
pemasaran dapat membuat janji yang tepat kepada pelanggan atau dengan
kata lain ATP merupakan jumlah material on hand pada inventory yang
sebenarnya.
ATP dapat dihitung dengan menggunakan rumus :
ATP = ATPt-1 + MSt – Actual Order sampai periode yang sudah
dijadwalkan pada Master Schedule.
ATP tidak boleh minus. Jika hal ini terjadi maka akan terjadi lost sales
karena berarti permintaan tidak dapat dipenuhi.
12. Master Schedule (MS) merupakan hasil disagregasi dari perencanaan
agregat yang akan diproduksi.
Item No :
Lead Time :
Description :
Safety Stock :
On Hand : Demand Time Fences :
Month/Year : Planning Time Fences :
Period Past Due 1 2 3 4 5 6
Forecast
Actual Order
Project Available Balance
Available to Promise
Master Scheduled
Tabel 2.1 Master Production Schedule (MPS)
43
2.4 Material Requirement Planning (MRP)
2.4.1 Pengertian MRP
Manajemen pengendalian bahan pada dasarnya adalah merupakan suatu
masalah yang penting dalam komunikasi industri. Kerumitan yang sering timbul
dalam proses pengendalian bahan ini berbanding langsung dengan jumlah barang
dalam persediaan dan dengan jumlah transaksi yang harus dicatat untuk
mengikutigerakan bahan (tetap menjaga derajat pengendalian yang dibutuhkan untuk
memenuhi sasaran). Sistem persediaan dalam suatu operasi atau lingkungan
manufaktur memiliki beberapa karakteristik tertentu yang sangat mempengaruhi
terhadap kebijaksanaan dalam perencanaan material. Pertanyaan mendasar yang
sering timbul dalam situasi kebijaksanaan persediaan tersebut adalah berapa jumlah
dan kapan dilaukan pemesanan, untuk memenuhi produksi yang diinginkan sesuai
dengan perencanaan dalam MPS. Jawaban pertanyaan tersebut tergantung dari sifat
demand dari persediaan. Suatu demand dikatakan independent apabila sesuai dengan
pengalaman, dimana demand terhadap permintaan barang tersebut tidak bergantungan
dengan barang-barang lain. Demikian sebaliknya suatu demand dikatakan demand
dikatakan dependent apabila barang tersebut merupakan bagian yang terpadu dari
barang yang lain (ada hubungan fisik).
Sistem MRP diproses untuk memenuhi akan kebutuhan yang sifatnya
dependent. Berdasarkan uraian diatas, maka jelaslah bahwa MRP dapat lebih banyak
digunakan dilingkungan manufaktur yang melibatkan suatu proses assembling,
dimana kebanyakan permintaan terhadap barang bersifat bergantungan, sehingga
44
tidak diperlukan peramalan pada tingkat barang(komponen) ini. Pertanyaan yang
pertama dari hal diatas dapat terpenuhi jika kita mengetahui saat kebutuhan hari
terpenuhi sesuai dengan MPS dan LeadTime. Sedangkan pertanyaan kedua dipenuhi
dengan teknik lot yang sesuai dengan kondisi yang diproses dalam perhitungan MRP.
Secara global hasil informasi yang diperoleh dalam proses MRP sangat menunjang
dalam perencanaan CRP (Capacity Requirement Planning) untuk tercapainya suatu
sistem pengendalian aktifitas produksi yang lebih baik.
Menurut Gaspersz (2001, p177) metode MRP merupakan metode perencanaan
dan pengendalian pesanan dan inventori untuk item-item dependent demand, di mana
permintaan cenderung discontinous and lumpy. Item-item yang termasuk dalam
dependent demand adalah : bahan baku, parts, subassemblies, dan assemblies, yang
disebut dengan manufacturing inventories. Teknik ini paling cocok diterapkan pada
job shop manufacturing.
Menurut Teguh Baroto (2002, p140) sistem MRP adalah suatu prosedur logis
berupa aturan keputusan dan teknik transaksi berbasis komputer yang dirancang
untuk menerjemahkan jadwal induk produksi menjadi “kebutuhan bersih” untuk
semua item.
Ciri penggunaan MRP adalah :
1. Demand bersifat dependent
2. Membutuhkan sistem informasi yang baik
3. Melibatkan banyak komponen atau material untuk menghasilkan satu unit
produk
45
MRP juga memiliki beberapa karakteristik, yaitu :
1. Memperhatikan waktu kapan dibutuhkan
2. Memperhatikan prioritas pemesanan
3. Penundaan pengiriman permintaan
4. Fungsi integrasi
2.4.2 Perkembangan MRP
MRP berkembang sesuai dengan tuntutan perkembangan teknologi dan tuntutan
terhadap sistem perusahaan, sampai saat ini MRP berkembang menjadi 4 bagian dan
tidak tertutup kemungkinan untuk masa yang akan datang. Keempat bagian tersebut
adalah :
1. Material Requirement Planning (MRP), dapat didefenisikan sebagai suatu
teknik atau set prosedur yang sistematis dalam penentuan kuantitas serta
waktu dalam proses pengendalian kebutuhan bahan terhadap komponen-
komponen permintaan yang saling bergantungan. (Dependent demand
items).
2. Material Requirement Planning II (MRPII), Sistem pengendalian
inventori dan produksi, Sistem MRP II adalah sistem informasi yang
digunakan untuk merencanakan dan mengendalikan kapasitas inventori
dalam perusahaan manufaktur dalam sistem MRP II, pesanan yang
dihasilkan dari pemisahan suku cadang diperiksa untuk mengetahui
apakah kapasitas yang memadai tersedia. Jika tidak ada kapasitas yang
46
cukup maka kapasitas atau jadwal induk harus diubah. Sistem MRP II ini
memiliki putaran umpan balik (feed back loop) antara pesanan yang
dilepasakan dan jadwal induk untuk menyesuaikan diri dengan
ketersediaan kapasitas. Akibatnya sistem ini disebut putaran tertutup
(close loop system) yang mengendalikan inventori sekaligus kapasitas.
3. Material Requirment Planning III (MRPIII), proses ini diperluas didalam
tingkat akurasi peramalan permintaan, penggunaan secara tepat dan baik
peramalan permintaan (forecast Demand), akan dapat secara otomatis dan
tepat melakukan perubahan terhadap Master Production Schedule. Dan
apabila juga Master Production Schedule telah penuh atau tidak dapat lagi
melakukan Work Order maka system MRPIII ini dapat melakukan
rekomendasi terhadap permintaan.
4. Material Requirment Planning 9000 (MRP9000), MRP9000 sudah
merupakan tawaran yang benar-benar merupakan system yang lengkap
dan terintegrasi dengan system management manufacturing. Kemampuan
sistem MRP9000 didalam manufacturing, termasuk juga Inventory,
penjualan, perencanaan, Pembuatan, dan Pembelian dengan mengunakan
General Ledger, dan sebuah Administrasi, dan Executive Information
System (EIS) secara graphical dalam membuat sebuah keputusan untuk
permasalahan manufactur.
47
Jadwal produksiinduk
Pesananperusahaan
dari pelangganatau dariinventori
barang jadi
Rencanaproduksiagregat
Rencanaproduksiagregat
Perencanaankapasitas
Pemisahan sukucadang
Perubahancadangan
Cacataninventori
Perubahanrancangan
Baganbahan
Pesananpembelian
Pesanan toko
Perencanaankapasitas
Penyuplai
Pengendalianbengkel kerja
Operasi
bahanmentah
Produk
Gambar 2.7 Gambar Sistem MRP Putaran Tertutup (close loop system)
48
2.4.3 Sasaran / Tujuan Material Requirement Planning (MRP)
Sasaran yang ingin dicapai dalam penerapan sistem MRP adalah sebagai berikut
( Rangkuti, 2002, p141) :
1. Pengurangan jumlah persediaan, MRP menentukan berapa banyak
komponen yang dibutuhkan dan kapan dibutuhkannya sehingga MRP dapat
membantu manajer untuk menyediakan komponen saat dibutuhkan dan
biaya kelebihan bahan dapat dihindari.
2. Pengurangan produksi dan tenggang waktu pengiriman, MPR
mengidentifikasikan jumlah material yang dibutuhkan, waktunya,
ketersediaan perolehannya dan produksi untuk menyelesaikan tepat pada
waktu yang dibutuhkan untuk dikirim.
3. Komitmen yang realistis, Janji untuk memenuhi pengiriman barang dapat
memberi kepuasan lebih pada konsumen.
Tujuan utama dari sistem material requirement planning adalah pengendalian
tingkat persediaan, menentukan prioritas operasi dari setiap komponen dan
merencanakan kapasitas untuk menentukan sistem produksi (Chase - Aquilano, 2001,
p555). Tema pokok MRP adalah “menempatkan material yang benar ditempat yang
sesuai pada waktu yang tepat”. Tujuan lain dari pembuatan MRP ini adalah untuk
merancang suatu sistem yang mampu menghasilkan informasi untuk mendukung aksi
yang tepat, baik berupa pembatalan pesanan, pemesanan ulang, atau penjadwalan
ulang sehingga diperoleh pegangan untuk melakukan pembelian atau produksi. Selain
49
itu MRP juga berfungsi sebagai timbangan yang bertugas menyeimbangkan
kebutuhan dengan kemampuan penyediaan dari setiap item.
2.4.4 Prasyarat dan Asumsi dari MRP
Secara umum dapat dikatakan bahwa tujuan dari MRP adalah menghasilkan
informasi persediaan yang mampu digunakan untuk mendukung melakukan tindakan
secara tepat dalam berproduksi. Agar MRP dapat berfungsi dan dioperasionalisasikan
dengan efektif ada beberapa persyaratan dan asumsi yang harus dipenuhi. Adapun
persyaratan yang dimaksud adalah :
1. Tersedianya Jadwal Induk Produksi (Master Production Schedule), yaitu
suatu rencana produksi yang menetapkan jumlah serta waktu suatu produk
akhir harus tersedia sesuai dengan jadwal yang harus diproduksi. Jadwal
Induk Produksi ini biasanya diperoleh dari hasil peramalan kebutuhan
melalui tahapan perhitungan perencanaan produksi yang baik, serta jadwal
pemesanan produk dari pihak konsumen.
2. Setiap item persediaan harus mempunyai identifikasi yang khusus. Hal ini
disebabkan karena biasanya MRP bekerja secara komputerisasi dimana
jumlah komponen yang harus ditangani sangat banyak, maka
pengklasifikasian atas bahan, bagian atas bahan, bagian komponen,
perakitan setengah jadi dan produk akhir haruslah terdapat perbedaan yang
jelas antara satu dengan yang laiinya.
50
3. Tersedianya struktur produk pada saat perencanaan. Dalam hal ini tidak
diperlukan struktur produk yang memuat semua item yang terlibat dalam
pembuatan suatu produk apabila itemnya sangat banyak dan proses
pembuatannya sangat kompleks. Walaupun demikian, yang penting struktur
produk harus mampu menggambarkan secara jelas langkah-langkah suatu
produk untuk dibuat, sejak dari bahan baku sampai menjadi produk jadi.
4. Tersedianya catatan tentang persediaan untuk semua item yang menyatakan
status persediaan sekarang dan yang akan datang.
Selain syarat diatas, terdapat beberapa asumsi yang diperlukan untuk
menghasilkan suatu sistem pengoperasian MRP secara efektif yaitu :
1. Adanya suatu sistem data file yang saling berintegrasi serta ditunjang oleh
adanya program komputer yang terpadu dengan melibatkan data status
persediaan dan data tentang struktur produk. Data file ini perlu dijaga
ketelitiannya, kelengkapannya serta selalu Up to Date sesuai dengan
keperluan.
2. Lead time untuk semua item diketahui, paling tidak dapat diperkirakan.
Dalam hal ini waktu ancang-ancang dapat berupa interval waktu antara saat
pemesanan dilakukan sampai saat barang tiba dan siap digunakan, tapi dapat
pula berupa waktu proses pembuatan dari satu stasiun kerja untuk item atau
komponen tersebut.
51
3. Setiap komponen yang diperlukan dalam proses assembling haruslah berada
dalam pengendalian. Dalam proses manufactur ini berarti kita mampu
memonitor setiap tahapan proses/ perubahan yang dialami setiap item.
4. Semua item untuk suatu perakitan dapat disediakan pada saat suatu pesanan
untuk perakitan tersebut dilakukan. Sehingga penentuan jumlah, waktu
kebutuhan kotor dari suatu perakitan dapat dilakukan.
5. Setiap pengadaan pemakaian komponen bersifat diskrit. Misalnya bahan
dibutuhkan 50 komponen, maka rencana kebutuhan bahan mampu membuat
rencana agar dapat menyediakan 50 komponen tersebut dan dipakai tanpa
kurang atau lebih.
6. Perlu menetapkan bahwa proses pembuatan suatu item tidak tergantung
terhadap proses pembuatan item yang laiinya. Hal ini berarti dapat dimulai
dan diakhiri tanpa tergantung pada proses yang laiinya.
2.4.5 Input MRP
Input yang dibutuhkan dalam membuat MRP adalah:
1. Master Production Schedule (MPS)
MPS adalah suatu set perencanaan yang menggambarkan berapa jumlah
produk yang akan dibuat untuk setiap end item dalam suatu periode tertentu
(minggu, bulan, atau tahun).
52
2. Bill of Material (BOM)
BOM merupakan daftar (list) dari bahan, material atau komponen yang
dibutuhkan untuk dirakit, dicampur atau membuat produk akhir. BOM
menjelaskan tentang proses pembuatan produk dari bahan baku sampai
produk akhir.
3. Inventory Status
Inventory Status adalah catatan mengenai persediaan untuk semua item,
memberikan informasi mengenai semua jumlah persediaan yang ada atas
suatu material tertentu seperti klasifikasi atas bahan, bagian komponen,
perakitan setengah jadi, dan produk akhir.
Gambar 2.8 di bawah ini merupakan flowchart dari input MRP
Gambat 2.8 Input MRP
53
2.4.6 Dasar Proses MRP
Pada dasarnya penerapan MRP merupakan suatu kombinasi dari empat proses
logik yang sangat sederhana, yaitu :
a) Netting, proses ini adalah perhitungan kebutuhan bersih yang besarnya
merupakan selisih antara kebutuhan kotor dengan keadaaan persediaan
(yang telah tersedia dan yang akan diterima). Data yang diperlukan dalam
netting ini adalah jumlah kebutuhan kotor (produk akhir) yang akan
diproduksi pada suatu jangka waktu atau periode tertentu, rencana
penerimaan dari sub kontraktor selama periode tersebut dan tingkat
ketersediaan yang dimiliki pada awal periode perencanaan.
b) Lotting, proses ini adalah menentukan besarnya pesanan setiap item
berdasarkan hasil dari netting terdapat berbagai alternatif untuk menghitung
jumlah pesanannya (ukuran lot). Ukuran lot menentukan besarnya jumlah
komponen yang diterima setiap kali pesan. Penentuan ukuran lot ini sangat
tergantung pada besarnya biaya-biaya persediaan, seperti biaya pengadaan
barang, biaya simpan, biaya modal, dan harga barang itu sendiri.
Teknik-teknik yang dipakai dalam penentuan ukuran lot ini antara lain :
1. Lot For Lot (LFL) adalah ukuran pemesanan yang dilakukan adalah
sebesar kebutuhan bersih pada periode tersebut. Metode ini pada
umumnya mengurangi biaya simpan karena ukuran pemesanan dipakai
habis untuk periode tersebut.
54
2. Economic Order Quantity (EOQ) adalah ukuran pemesanan dihitung
dengan suatu rumus dimana biaya yang minimal dapat dicapai apabila
kebutuhan dalam bentuk yang sama untuk setiap periode.
Rumus teknik untuk teknik EOQ adalah sebagai berikut :
HPOEOQ 2
=
dimana :
EOQ = jumlah pemesanan yang ekonomis
P = kebutuhan bahan baku dalam suatu periode
O = biaya pesan bahan baku
H = biaya simpan bahan baku dalam suatu periode
3. Fixed Period Requirement (FPR) adalah jangka waktu pemesanan
ditentukan secara bebas, tetapi berulang secara tetap. Ukuran pemesanan
sesuai jumlah kebutuhan pada jangka waktu yang ditentukan tersebut.
4. Period Order Quantity (POQ) adalah Sistem period order quantity ini
merupakan perbaikan dari sistem economic order quantity (EOQ),
teknik POQ berprinsip pada penentuan frekuensi pemesanan pertahun
yang diperoleh dengan cara membagi jumlah periode dengan frekuensi
pemesanan.
5. Least Unit Cost (LUC) adalah teknik ini menghitung total biaya pesan
dan simpan rata-rata perunit dari beberapa kemungkinan periode
pemesanan dan diambil periode pemesanan dengan total biaya terendah.
55
Perhitungannya adalah sebagai berikut :
( ) ( )n
n
DDDDhDnhDhD
nK++++−++++
=...........
1.........20
321
32'
hitung nilai ( ) nnnK .,,.........3,2,1,' = dan baru berhenti jika
( ) ( )nKnK '' 1 ⟩+
jumlah pemesanan : nDDDDQi ++++= .......321
dimana :
n = periode ke-n
o = biaya pengadaan
h = biaya simpan per periode
Dn = permintaan selama periode n
Qi = jumlah pemesanan pada periode i dan mencakup n periode kedepan
6. Least Total Cost adalah teknik least total cost berdasarkan pada
pemikiran bahwa ongkos total untuk semua lot pada periode
perencanaan akan minimal jika besarnya biaya simpan dan biaya pesan
mendekati sama. Hal ini berarti kuantitas yang dipesan dapat dilakukan
hanya jika biaya simpannya tidak berbeda jauh dengan biaya
pemesanannya sebagai alat ukurnya adalah EPP (economic part period)
yang mempunyai pengertian yang sama dengan rata-rata penumpang per
komputer , ukuran lot ditentukan berdasarkan pada kenyataan part
periodnya mendekati sama dengan EPP.
56
7. Part Period Balancing (PPB) adalah Pendekatan menggunakan konsep
ukuran lot ditetapkan bila ongkos simpannya sama atau mendekati
ongkos pesannya
8. Wagner Within (WW) adalah Pendekatan menggunakan konsep ukuran
lot dengan prosedur optimasi program linear, bersifat matematis. Pada
prakteknya ini sulit diterapkan dalam MRP karena membutuhkan
perhitungan yang rumit. Fokus utama dalam penyelesaian masalah ini
adalah melekukan minimasi penggabungan ongkos total dari ongkos set-
up dan ongkos simpan dan berusahan agar ongkos set-up dan ongkos
simpan tersebut mendekati nilai yang sama untuk kuantitas pemesanan
yang dilakukan.
9. Silver Meal (SM) adalah Menitik beratkan pada ukuran lot yang harus
dapat meminimumkan ongkos total per-periode. Dimana ukuran lot
didapatkan dengan cara menjumlahkan kebutuhan beberapa periode
yang berturut-turut sebagai ukuran lot yang tentatif (Bersifat
sementara), penjumlahan dilakukan terus sampai ongkos totalnya dibagi
dengan banyaknya periode yang kebutuhannya termasuk dalam ukuran
lot tentatif tersebut meningkat. Besarnya ukuran lot yang sebenarnya
adalah ukuran lot tentatif terakhir yang ongkos total periodenya masih
menurun.
57
c) Offsetting, proses ini dapat menentukan saat yang tepat untuk melakukan
rencana pemesanan dalam memenuhi tingkat kebutuhan bersih yang
diperlukan dalam proses ini adalah lead time produk tersebut. Pemesanan
harus dilakukan lebih awal dari periode kebutuhan material tersebut. Periode
kebutuhan material dikurangi dengan lead time menghasilkan periode
pemesanan yang dilakukan.
d) Explosion, Proses ini menghitung kebutuhan kotor untuk tingkat yang lebih
rendah, berdasarkan atas rencana pemesanan yang telah disusun pada proses
offsetting data yang diperlukan dalam proses ini adalah struktur produk dan
bill of material (BOM) dari produk tersebut. Berdasarkan rencana
pemesanan, akan dihitung kebutuhan kotor komponen-komponen penyusun
produk akhir sesuai dengan dengan bill of material (BOM) dan struktur
produknya. Dari proses explosion ini juga akan diketahui rencana
pemesanan untuk komponen-komponen penyusun produk tersebut.
Untuk lebih jelas mengetahui tentang proses MRP akan diperlihatkan pada
gambar 2.9 di bawah ini.
58
Gambar 2.9 Flowchart proses MRP
59
2.4.6 Output MRP
Keluaran dari sistem MRP adalah suatu informasi yang digunakan untuk
melakukan pengendalian produksi :
a. Rencana pemesanan yang disusun berdasarkan waktu tenggang dari setiap
komponen atau item. Dengan adanya rencana pemesanan, maka jadwal
kebutuhan bahan pada tingkat lebih rendah dapat diketahui.
b. Jumlah lot bahan baku yang akan dipesan dapat diketahui berdasarkan
pemilihan metode lot yang paling efisien.
2.4.7 Faktor-Faktor Kesulitan Dalam MRP
Terdapat 5 faktor utama yang mempengaruhi tingkat kesulitan dalam MRP
yaitu :
1. Struktur Produk
Pada dasarnya struktur produk yang kompleks dapat menyebabkan
terjadinya proses MRP seperti Net, Lot, Offset, dan Explode yang berulang-
ulang, yang dilakukukan satu persatu dari atas sampai kebawah berdasarkan
tingkatannya dalam suatu struktur produk tersebut. Kesulitan tersebut sering
banyak ditemukan dalam proses Lot sizing, dimana penentuan Lot Size pada
tingkat yang lebih bawah perlu membutuhkan teknik yang sangat sulit
(multi level lot sizing tecnique)
60
2. Lot Sizing.
Dalam suatu proses MRP, terdapat berbagai macam penentuan teknik lot
sizing yang diterapkan, sebab proses lotting ini merupakan salah satu
fundamen yang penting dalam suatu sistem rencana kebutuhan bahan.
Pemakaian serta pemilihan teknik-teknik lot sizing yang tepat sesuai dengan
situasi perusahaan akan sangat membantu dan mempengaruhi keefektifan
dari rencana kebutuhan bahan sehingga dapat memperoleh hasil yang lebih
memuaskan.
Hingga kini telah banyak dikembangkan oleh para ahli mengenai teknik-
teknik penetapan ukuran lot. Sampai saat ini teknik ukuran lot dapat dibagi
menjadi 4 bagian besar, yaitu :
1. Teknik ukuran lot untuk satu tingkat dengan kapasitas tak terbatas.
2. Teknik ukuran lot satu tingkat dengan kapasitas terbatas.
3. Teknik ukuran lot banyak tingkat dengan kapasitas tak terbatas.
4. Teknik ukuran lot banyak tingkat dengan kapasitas terbatas.
Dilihat dari cara pendekatan pemecahan masalah, juga terdapat dua aliran,
yaitu pendekatan level by level dan period by period. Nampak jelas dalam
hal ini bahwa teknik lot sizing masih dalam tehap perkembangan, khususnya
untuk kasus multi level
61
3. Lead Time
Suatu proses perakitan tidak dapat dilakukan apabila item-item yang
diperlukan dalam proses perakitan tersebut tidak tersedia dilokasi perakitan
pada saat diperlukan. Dalam proses tersebut perlu diperhitungkan masalah
networknya yang dilakukan berdasarkan lintasan kritis, saat paling awal,
atau saat paling lambat, atau suatu item dapat selesai. Persoalan yang
penting dari masalah ini bukan hanya penentuan ukuran lot size pada setiap
level akan tetapi perlu mempertimbangkan masalah lead time serta
networknya yang ada.
4. Kebutuhan yang Berubah
Salah satu keunggulan MRP dibanding dengan teknik laiinya adalah mampu
merancang suatu sistem yang peka terhadap perubahan-perubhan, baik yang
datangnya dari luar maupun dari dalam perusahaan itu sendiri. Kepekaan ini
bukan tidak akan menimbulkan masalah. Adanya perubahaan kebutuhan
akan produk akhir tidak hanya mempengaruhi kebutuhan akan jumlah
penentuan jumlah kebutuhan yang diinginkan, akan tetapi juga tempo
pemesanan yang ada.
5. Komponen Umum
Komponen umum yang dimaksudkan dalam hal ini adalah komponen yang
dibutuhkan oleh lebih dari satu induknya. Komponen umum tersebut dapat
menimbulkan suatu kesulitan dalam proses perencanaan kebutuhan bahan
62
khususnya dalam proses netting dan lot sizing. Kesulitan-kesulitan tersebut
akan semakin terasa apabila komponen umum tersebut ada pada level yang
berbeda.
Seperti pada perhitungan MPS, perhitungan MRP juga menggunakan simpel
aritmatika. Berikut ini merupakan penjelasan singkat mengenai informasi yang
terdapat pada MRP :
1. Part No menyatakan kode komponen atau material yang akan dirakit.
2. BOM UOM menyatakan satuan komponen atau material yang akan
dirakit.
3. Lead Time menyatakan waktu yang dibutuhkan untuk me-released atau
memanufaktur suatu komponen.
4. Safety Stock menyatakan cadangan material yang harus ada di tangan
sebagai antisipasi kebutuhan di masa yang akan datang.
5. Description menyatakan deskripsi material secara umum.
6. On hand menyatakan jumlah material yang ada di tangan sebagai sisa
periode sebelumnya.
7. Order Policy menyatakan jenis pendekatan yang digunakan untuk
menentukan ukuran lot yang dibutuhkan saat memesan barang.
8. Lot Size menyatakan penentuan ukuran lot saat memesan barang.
9. Gross Requirement menyatakan jumlah yang akan diproduksi atau
dipakai pada setiap periode. Untuk end item (finished product), kuantitas
63
gross requirement sama dengan Master Production Scheduled (MPS).
Untuk komponen, kuantitas gross requirement diturunkan dari Planned
Order Release induknya.
10. Scheduled Receipts menyatakan material yang dipesan dan akan diterima
pada periode tertentu.
11. Project Available Balance 1 (PAB 1) menyatakan kuantitas material
yang ada di tangan sebagai persediaan pada awal periode. PAB 1 dapat
dihitung dengan menambahkan material on hand periode sebelumnya
dengan Scheduled Receipts pada periode itu dan menguranginya dengan
gross requirement pada periode yang sama. Atau jika dimasukkan pada
rumus adalah sebagai berikut :
PAB 1 = (PAB 2)t-1 – (Gross Requirement)t + (Scheduled Receipts)t
12. Net Requirement menyatakan jumlah bersih (netto) dari setiap komponen
yang harus disediakan untuk memenuhi induk komponennya atau untuk
memenuhi Master Production Scheduled. Net Requirement sama dengan
0 jika PAB 1 lebih besar dari 0 dan sama dengan minus PAB 1 jika PAB
1 kurang atau sama dengan 0.
Net Requirement = -(PAB 1)t + Safety Stock
13. Planned Order Receipts menyatakan kuantitas pemesanan yang
dibutuhkan pada suatu periode. Planned Order Receipts muncul pada
saat yang sama dengan Net Requirement, akan tetapi ukuran
64
pemesanannya (Lot Sizing) bergantung kepada Order Policy-nya. Selain
itu juga harus mempertimbangkan Safety Stock juga.
14. Planned Order Release menyatakan kapan suatu order sudah harus
direleased atau dimanufaktur sehingga komponen ini tersedia ketika
dibutuhkan oleh induk itemnya. Kapan suatu order harus direleased
ditetapkan dengan lead time period sebelum dibutuhkan.
15. Project Available Balance 2 (PAB 2) menyatakan kuantitas material
yang ada di tangan sebagai persediaan pada akhir periode. PAB 2 dapat
dihitung dengan cara mengurangkan Planned Order Receipts pada Net
Requirements.
PAB 2 = (PAB 2)t-1 + (Scheduled Receipt)t – (Gross Requirement)t
+ (Planned Order Receipt)t
dapat disingkat :
PAB 2 = (PAB 1)t + (Planned Order Receipt)t
65
Part No : Description :
BOM UOM : On-Hand :
Lead Time : Order Policy :
Safety Stock : Lot Size :
Period Past Due 1 2 3 4 5 6 7
Gross Requirement
Scheduled Receipts
Project Available Balance 1
Net Requirement
Planned Order Receipts
Planned Order Release
Project Available Balance 2
Tabel 2.2 Tabel MRP