bab 2 landasan teori -...
TRANSCRIPT
15
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1. Pengukuran Kerja (Work Measurement)
Pengertian dari pengukuran kerja adalah suatu pengukuran waktu kerja (time
study) suatu aktivitas untuk menentukan waktu yang dibutuhkan oleh seorang operator
(yang memiliki skill rata-rata atau terlatih dengan baik) dalam melaksanakan sebuah
kegiatan kerja dalam kondisi dan tempo normal. (Sritomo Wigjosoebroto, 2003, p130).
Adapun tujuan dari sistem pengukuran kerja adalah untuk menentukan waktu
rata-rata yang dibutuhkan untuk melakukan sebuah pekerjaan oleh operator terlatih
untuk melakukan suatu pekerjaan jika ia harus melakukannya selama 8 jam dalam
sehari, pada kondisi kerja yang biasa, dan bekerja dalam kecepatan normal. Dimana
waktu ini disebut dengan waktu standar. Dengan menerapkan prinsip dan teknik
pengaturan tata cara kerja yang optimal dalam sistem kerja tersebut, maka akan
diperoleh alternatif pelaksanaan kerja yang dapat memberikan hasil yang terbaik.
Suatu pekerjaan dapat dikatakan pekerjaan yang efisien yaitu apabila waktu
penyelesaiannya berlangsung paling singkat. Untuk menghitung waktu baku (standard
time) dari penyelesaian suatu pekerjaan, guna memilih alternatif metode kerja yang
terbaik, maka perlu menerapkan prinsip-prinsip dan teknik-teknik pengukuran kerja
(work measurement atau time study).
Pengukuran waktu kerja ini akan berhubungan dengan usaha-usaha untuk
menetapkan waktu baku yang dibutuhkan dalam penyelesaian suatu pekerjaan. Secara
16
singkat pengukuran kerja adalah metode penetapan keseimbangan antara aktivitas
manusia yang disumbangkan dengan unit yang dihasilkan.
Teknik-teknik pengukuran waktu dapat dikelompokkan menjadi dua
kelompok besar yaitu :
1. Pengukuran kerja secara langsung
Pengukuran dilakukan secara langsung pada tempat dimana pekerjaan yang diukur
dijalankan. 2 cara yang digunakan di dalamnya adalah dengan menggunakan jam
henti (stopwatch time-study) dan sampling kerja (work sampling).
2. Pengukuran kerja secara tidak langsung.
Pengukuran dilakukan secara tidak langsung oleh pengamat. Pengamat melakukan
pengukuran dengan membagi elemen-elemen kerja yang ada kemudian membaca
waktu berdasarkan tabel waktu.
Pengukuran waktu kerja dilakukan dengan melakukan analisis berdasarkan
perumusan serta berdasarkan data-data waktu yang tersedia. Pengukuran waktu secara
tidak langsung dapat dilakukan dengan menggunakan data waktu baku dan dengan
menggunakan data waktu gerakan seperti The Work Factor System, Method Time
Measurement, Basic Motion Time Study dan sebagainya.
Pemilihan pengukuran waktu kerja ini harus disesuaikan dengan kebutuhan
dan kondisi yang berjalan, karena masing-masing pengukuran waktu kerja ini memiliki
tujuan dan karakteristik yang harus dimengerti. Pemilihan metode yang kurang tepat
dapat menyebabkan kehilangan waktu, sehingga diperlukan pengukuran tambahan atau
pengukuran ulang dengan metode yang lebih tepat.
17
Secara garis besar urutan pengukuran waktu kerja dapat digambarkan sebagai
berikut :
Gambar 2.1 Urutan pengukuran waktu kerja
2.2. Pengukuran Kerja Langsung
Pengukuran waktu kerja dengan stopwatch ini diperkenalkan pertama kali
oleh Frederick W. Taylor sekitar abad 19. Metode sangat baik untuk diaplikasikan pada
pekerjaan yang berlangsung singkat dan berulang-ulang. Dari hasil pengukuran akan
didapatkan waktu baku untuk menyelesaikan suatu siklus pekerjaan, dimana waktu ini
dipergunakan sebagai standar bagi semua pekerja dalam melaksanakan pekerjaan.
Langkah-langkah sistematis dalam melakukan aktivitas pengukuran waktu
baku adalah sebagai berikut :
Definisi pekerjaan yang akan diteliti untuk diukur waktunya dan beritahukan maksud
dan tujuan pengukuran ini kepada pekerja yang dipilih untuk diamati dan supervisor
yang ada.
Catat semua informasi yang berkaitan erat dengan penyelesaian pekerjaan seperti
layout, karakteristik/spesifikasi mesin atau peralatan kerja lain yang digunakan.
18
Bagi operasi kerja dalam elemen-elemen kerja sedetail-detailnya tapi masih dalam
batas-batas kemudahan untuk pengukuran waktunya.
Amati,ukur, dan catat waktu yang dibutuhkan oleh operator untuk menyelesaikan
elemen-elemen kerja tersebut.
Tetapkan jumlah siklus kerja yang diukur dan dicatat. Teliti apakah jumlah siklus
kerja yang dilaksanakan ini sudah memenuhi syarat atau tidak. Test pula
keseragaman data yang diperoleh.
Tetapkan rate of performance dari operator saat melaksanakan aktivitas kerja yang
diukur dan dicatat waktunya tersebut. Rate of performance ini ditetapkan untuk
setiap elemen kerja yang ada dan hanya ditujukan untuk performance operator.
Untuk elemen kerja yang secara penuh dilakukan oleh mesin maka performance
dianggap normal (100%).
Sesuaikan waktu pengamatan berdasarkan performance kerja yang ditujukan oleh
operator tersebut sehingga akhirnya diperoleh waktu kerja normal.
Tetapkan kelonggaran waktu (allowance time) guna memberikan fleksibilitas. Waktu
longgar yang akan diberikan ini guna menghadapi kondisi-kondisi seperti kebutuhan
personil yang bersifat pribadi, faktor kelelahan, keterlambatan material, dan lain-
lainnya.
Tetapkan waktu kerja baku (standard time) yaitu jumlah total antara waktu normal
dan waktu kelonggaran.
Berdasarkan langkah-langkah di atas terlihat bahwa pengukuran kerja dengan
stopwatch ini merupakan cara pengukuran obyektif karena waktu yang ditetapkan
berdasarkan fakta yang terjadi dan tidak hanya berdasarkan estimasi yang bersifat
subyektif.
19
Asumsi-asumsi yang digunakan dalam pengukuran waktu kerja :
Metode dan fasilitas untuk menyelesaikan pekerjaan harus sama dan distandarisasi
terlebih dahulu sebelum kita mengaplikasikan waktu baku untuk pekerjaan yang
serupa.
Operator harus memahami prosedur dan metode pelaksanaan kerja sebelum
dilakukan pengukuran kerja. Operator yang akan diamati untuk pengukuran waktu
baku diasumsikan memiliki tingkat keterampilan dan kemampuan yang sama untuk
pekerjaan tersebut.
Kondisi lingkungan fisik pekerjaan juga relatif tidak jauh berbeda dengan kondisi
fisik pada saat pengukuran kerja dilakukan.
Performance kerja mampu dikendalikan pada tingkat yang sesuai untuk seluruh
periode kerja yang ada.
Prosedur pelaksanaan dan peralatan yang digunakan dalam pengukuran
waktu kerja berdasarkan stopwatch adalah :
1. Penetapan tujuan pengukuran
Dalam pengukuran kerja, hal-hal penting yang harus diketahui dan ditetapkan adalah
untuk apa hasil pengukuran tersebut akan dimanfaatkan dalam kaitannya dengan
proses produksi.
2. Persiapan awal pengukuran waktu kerja
Persiapan awal pengukuran waktu kerja adalah mempelajari kondisi kerja dan
metode kerja kemudian memperbaikinya dan melakukan standarisasi. Setelah itu
langkah berikutnya adalah memilih operator yang memiliki kemampuan rata-rata
dan mau diajak bekerja sama dalam pengukuran waktu ini. Pemilihan operator
20
dengan kemampuan rata-rata dimaksudkan agar waktu baku yang dihasilkan
nantinya dapat dicapai oleh semua operator yang ada.
3. Pengadaan kebutuhan alat-alat pengukuran kerja
Peralatan yang dibutuhkan untuk aktivitas pengukuran kerja dengan stopwatch
adalah stopwatch, lembar pengamatan (time study form), papan pengamatan (time
study board), alat-alat tulis, dan alat penghitung (calculator). Pengadaan alat-alat ini
dibutuhkan untuk pengamatan dan pencatatan waktu pengamatan untuk setiap
elemen kerja dalam sebuah siklus proses operasi. Jumlah waktu tiap elemen kerja
adalah waktu total yang dibutuhkan dalam sebuah siklus kerja.
2.3. Pembagian Operasi Menjadi Elemen-Elemen Kerja
Pembagian operasi menjadi elemen-elemen kerja dilakukan agar setiap
elemen kerja yang ada dapat dengan mudah diukur. Pembagian ini tidak hanya pada
elemen saja namun juga memisahkan antara elemen kerja yang bersifat berulang dan
tidak berulang dalam suatu siklus operasi. Pemisahan ini bertujuan untuk menganalisa
apakah waktu tiap elemen kerja yang ada berlebihan atau tidak. Dengan demikian
analisa yang dihasilkan lebih tepat dan adanya varian dalam pengukuran dalam
diketahui.
Aturan dalam pembagian operasi kerja ke dalam elemen-elemen kerja adalah
sebagai berikut :
Elemen-elemen kerja yang ada dibuat sedetail mungkin dan sependek mungkin akan
tetapi masih mudah untuk diukur waktunya dengan teliti.
Handling time seperti loading dan unloading harus dipisahkan dari machining time.
Handling ini merupakan aktivitas pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan secara manual
21
oleh operator dan aktivitas pengukuran kerja harus dalam kondisi berkonsentrasi.
Karena hal ini nantinya berhubungan dengan performance rating.
Elemen-elemen kerja yang konstan harus dipisahkan dengan elemen kerja yang
variabel. Elemen kerja yang konstan disini adalah elemen-elemen yang bebas dari
pengaruh ukuran, berat, panjang, ataupun bentuk dari benda kerja yang dibuat.
2.4. Melakukan Pengukuran Waktu
Pengukuran waktu adalah aktivitas mengamati dan mencatat waktu-waktu
kerja baik setiap elemen maupun siklus dengan menggunakan alat-alat yang telah
disiapkan. Pengukuran pendahuluan dilakukan dengan mengukur waktu-waktu dengan
jumlah yang ditentukan oleh pengukur.
2.4.1. Cara Pengukuran dan Pencatatan Waktu Kerja
Beberapa metode umum yang digunakan untuk mengukur waktu pada
elemen-elemen kerja dengan menggunakan stopwatch yaitu :
Pengukuran waktu secara terus menerus (continious timing)
Pengukuran waktu ini dilakukan ketika elemen kerja pertama dimulai dan dan
berakhir ketika suatu siklus kerja berakhir.
Pengukuran waktu secara berulang-ulang (repetitive timing)
Pengukuran waktu ini dilakukan dengan secara berulang-ulang dimana setelah setiap
elemen kerja selesai diamati maka jarum penunjuk stopwatch dikembalikan ke angka
nol.
22
Pengukuran waktu secara penjumlahan (accumulative timing)
Pengukuran waktu ini dilakukan dengan menggunakan dua atau lebih stopwatch
yang akan bekerja secara bergantian. Waktu yang dihasilkan dari pengukuran ini
lebih dari satu sehingga setiap elemen kerja yang berurutan dapat diukur sekaligus.
2.4.2. Menentukan Jumlah Pengukuran dan Waktunya
Menentukan jumlah pengukuran waktu awal. Pada umumnya untuk
pengukuran awala adalah 10-30 pengukuran. Hasil pengukuran yang didapatkan dapat
dibagi ke dalam sub grup, setelah itu menghitung rata-rata sub grup dengan rumus :
k
XiX
n
i∑== 1 atau
kX
X ∑=
Dimana :
∑X = Jumlah semua nilai X1, X2, X3,..., Xn (detik)
k = Jumlah data
2.4.3. Menentukan Standar Deviasi
Setelah harga rata-rata sub grup diketahui, kemudian mencari nilai standar
deviasi. Dengan demikian, standar deviasi dirumuskan sebagai berikut :
1)( 2
−
−= ∑
nXX
S
Dimana :
S = Standar deviasi
n = jumlah sub grup
23
X = waktu rata-rata sub grup (detik)
X = Waktu rata-rata dari waktu rata-rata sub grup (detik)
2.5. Pengujian Data
2.5.1. Pengujian Kenormalan Data
Sebaran peluang kontinu yang paling penting dalam statistika adalah
sebaran/distribusi normal dengan kurvanya yang berbentuk genta. Untuk mengetahui
apakah suatu populasi mengikuti sebaran normal atau tidak, dapat digunakan goodness
of fit (uji kebaikan suai). Uji kebaikan suai merupakan uji yang digunakan untuk
menentukan apakah populasi memiliki suatu distribusi teoritik tertentu. Uji ini
didasarkan pada seberapa baik kesesuaian antara frekuensi yang teramati dalam data
sampel dengan frekuensi harapan pada distribusi yang dihipotesakan.
Langkah-langkah uji kebaikan suai distribusi normal
1. Tentukan H0 dan H1
H0: populasi data mengikuti distribusi normal
H1: populasi data tidak mengikuti distribusi normal
2. Tentukan taraf nyata (α)
3. Menentukan daerah kritis
Tolak H0 jika tabelhitung22 χχ >
4. Perhitungan:
a. Membuat selang kelas dengan langkah-langkah yang telah diajarkan
pada statistik modul pertama
b. Masukkan data-data yang ada pada tabel perhitungan
24
5. Kemudian hitung jumlah 2χ
Rumus:
( )∑ −=
eieioi 2
2χ
dimana:
oi: Frekuensi observasi (pengamatan)
ei: frekuensi harapan
6. Membuat kesimpulan
Terima atau tolak H0 dan simpulkan bahwa populasi mengikuti atau tidak
mengikuti distribusi normal.
Catatan:
a. Nilai ei pada setiap kelas harus>=5, jika ada kelas yang memiliki ei<5 ,
maka kelas tersebut harus digabung dengan kelas lainnya sedemikian rupa
sehingga ei μ 5.
b. tabel2χ dicari dengan menggunakan tabel distribusi Khi-kuadrat dengan v
(derajat kebebasan) v=k-1-m dimana :
k = jumlah kelas terakhir setelah tidak ada lagi sel yang berjumlah kurang
dari 5.
m = jumlah parameter yang digunakan (untuk binomial = 1 , untuk poisson
= 1 , untuk normal = 2).
Goodness of Fit (Uji Kebaikan Suai) terdiri dari banyak metode, misalnya chi-
square test, Kolgomorov-Smirnov Test dan Anderson-Darling Test . Namun uji yang
25
disarankan untuk digunakan adalah Kolmogorov-Smirnov Test karena secara statistik
terbukti lebih baik dibandingkan dengan Chi-Square Test. (White et al., 1975, p338)
Pengujian Uji Normality Test Kolmogorov-Smirnov dilakukan dengan
menggunakan aplikasi SPSS dengan langkah-langkah berikut ini.
1. Mendefinisikan data pada kolom C1.
2. Memasukkan data pada C1.
3. Pada menu utama, pilih : Stat Basic Statistics Normality Test
a. Pada Test Variable List masukkan variabel yang akan diuji
b. Pada Test for Normality pilih Kolmogorov-Smirnov
4. Klik OK.
Gambar 2.2 Kotak Dialog Normality Test
26
Sumber : Fred E. Meyers, et al., 2002, p182
Gambar 2.3 Distribusi Normal
Dalam distribusi normal, rata-rata menunjukkan nilai tengah dimana data
terkumpul. Tetapi tidak menunjukkan seperti penyebaran data yang ada. Jika dua
kelompok mengerjakan pekerjaan yang sama, kelompok pertama terdiri dari orang yang
memiliki kemampuan setara dalam pelatihan dan pengalaman kerja. Waktu rata-rata
karyawan untuk kedua kelompok mungkin saja sama misalnya 30 menit, rentang waktu
kelompok pertama antara 25 hingga 35 menit sedangkan rentang waktu kelompok kedua
antara 10 hingga 50 menit. Walaupun memiliki rata-rata yang sama namun penyebaran
dan variabilitasnya tidak sama. Nilai kuantitatif dari derajat variasi atau penyebaran
populasi disebut dengan standar deviasi dan dinotasikan dengan s. Semakin besar
variablitas atau tingkat penyebaran data, maka semakin besar pula standar deviasinya.
2.5.2. Menghitung Keseragaman Data
Pengujian keseragaman data dilakukan untuk mengetahui homogenitas dari
data yang dikumpulkan. Peta kontrol (control chart) adalah suatu alat yang digunakan
untuk mengetahui keseragaman data yang diperoleh dari pengamatan. Data yang berada
27
di luar dari batas kontrol yang ada akan dihilangkan dan tidak disertakan dalam
perhitungan.
Pengujian keseragaman data dirumuskan sebagai berikut :
a. Harga rata-rata sub grup (X-bar)
n
XiX
n
i∑−= 1
Dimana :
Xi : Harga rata-rata dari sub grup ke-i
n : Harga banyaknya sub grup yang terbentuk
b. Standar deviasi dari data hasil pengukuran
( )1
2
−
−= ∑
nxxj
σ
Dimana :
n = Jumlah pengamatan pendahuluan yang telah dilakukan
Xi = Waktu penyelesaian yang teramati selama pengukuran pendahuluan yang
telah dilakukan
X = Waktu rata-rata Waktu penyelesaian yang teramati selama pengukuran
pendahuluan yang telah dilakukan
c. Standar deviasi rata-rata dari distribusi rata-rata sub grup
nx σσ =
Dimana : σx = Standar deviasi rata-rata dari distribusi rata-rata sub grup
σ = Standar deviasi dari data hasil pengukuran
n = jumlah data dalam subgrup data
28
d. Menentukan keseragaman data
XXUCL σ3+=
XXLCL σ3−=
Dimana :
UCL = Upper Control Limit (Batas Kontrol Atas)
LCL = Lower Control Limit (Batas Kontrol Bawah)
2.5.3. Menghitung Kecukupan Data
Waktu yang diperlukan untuk melaksanakan elemen-elemen kerja pada
umumnya akan sedikit berbeda dari siklus kerja ke siklus kerja, sekalipun operator
bekerja pada kecepatan normal dan uniform. Tiap-tiap elemen dalam siklus yang
berbeda tidak selalu akan bisa diselesaikan dalam waktu yang persis sama. Variasi dari
nilai waktu ini bisa disebabkan oleh beberapa hal. Salah satu penyebab terjadinya variasi
nilai waktu adalah pengukuran dan pembacaan angka dalam stopwatch.
Aktivitas pengukuran kerja pada dasarnya adalah merupakan proses
sampling. Konsekuensi yang diperoleh adalah bahwa semakin besar jumlah siklus yang
diamati maka akan semakin mendekati kebenaran akan waktu yang diperoleh.
Konsistensi dari hasil pengukuran dan pembacaan waktu merupakan hal yang diinginkan
dalam proses pengukuran waktu kerja.
Metode perhitungan untuk mengetahui jumlah pengamatan yang harus
dilaksanakan maka harus ditetapkan tingkat kepercayaan dan derajat ketelitian untuk
pengukuran kerja ini. Dimana langkah-langkah melakukan uji kecukupan data adalah
sebagai berikut :
29
1. Tentukan tingkat ketelitian dan tingkat keyakinan yang dikehendaki
2. Tentukan rumus untuk menghitung N’
222 )()(NK/S
'N⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢
⎣
⎡ −=
∑∑ ∑
i
ii
XXX
Dimana :
N’ = Jumlah pengamatan minimum
N = Jumlah pengamatan yang telah dilakukan
K = Tingkat keyakinan
S = Tingkat ketelitian
Jika N’ < N, maka pengamatan yang dilakukan dianggap cukup dan
dilanjutkan dengan perhitungan waktu baku. Tetapi jika N’ > N, maka dengan tingkat
keyakinan dan ketelitian yang demikian perlu dilakukan pengamatan lagi.
2.6. Tingkat Ketelitian dan Keyakinan
Yang dicari dengan melakukan pengukuran-pengukuran ini adalah waktu
yang sebenarnya dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. Karena waktu
penyelesaian ini tidak pernah diketahui sebelumnya maka harus diadakan pengukuran-
pengukuran. Yang ideal tentunya dilakukan pengukuran-pengukuran yang sangat
banyak, karena dengan demikian diperoleh jawaban yang pasti, namun sebaliknya jika
tidak dilakukan beberapa kali pengukuran dapat diduga hasilnya sangat kasar, sehingga
yang diperlukan adalah jumlah pengukuran yang tidak membebankan waktu, tenaga, dan
biaya yang besar tetapi hasilnya tidak dapat dipercaya.
30
Dengan tidak dilakukannya pengukuran yang banyak sekali ini, pengukuran
akan kehilangan sebagian kepastian akan ketepatan atau rata-rata waktu penyelesaian
yang sebenarnya. Tingkat ketelitian dan tingkat keyakinan adalah pencerminan tingkat
kepastian yang diinginkan oleh pengukur setelah memutuskan tidak akan melakukan
pengukuran yang sangat banyak.
Tingkat ketelitian menunjukan penyimpangan maksimum hasil pengukuran
dari waktu penyelesaian sebenarnya. Hal ini biasanya dinyatakan dalam persen (dari
waktu penyelesaian sebenarnya, yang seharusnya dicari). Sedangkan tingat ketelitian
menunjukan besarnya keyakinan pengukur bahwa hasil yang diperoleh memenuhi syarat
ketelitian tadi (inipun dinyatakan dalam persen). Jadi tingkat ketelitian 5% dan tingkat
keyakinan 95% memberi arti bahwa pengukur membolehkan rata-rata hasil
pengukurannya penyimpang sejauh 5% dari rata-rata sebenarnya, dan kemungkinan
berhasil mendapatkan hasil ini adalah 95%.
2.7. Menghitung Waktu Baku
Untuk menghitung waktu baku dari suatu operasi dibutuhkan data waktu
siklus yang diperoleh dari hasil pengamatan/pengukuran. Selain data waktu siklus,
faktor lain yang diperhitungkan dalam perhitungan waktu baku adalah faktor
penyesuaian dan faktor kelonggaran untuk operator.
Waktu baku ini sangat diperlukan terutama untuk :
Man power planning (perencanaan kebutuhan tenaga kerja)
Estimasi biaya-biaya upah karyawan/pekerja
Penjadwalan produksi dan pembuatan anggaran
31
Perencanaan sistem pemberian bonus dan insentif bagi karyawan / pekerja yang
berprestasi
Indikasi keluaran (output) yang mampu dihasilkan oleh seorang pekerja.
(Sritomo Wingjosoebroto, 2003, p170).
Waktu baku merupakan waktu yang dibutuhkan oleh seorang operator yang
memiliki tingkat kemampuan rata-rata untuk menyelesaikan pekerjaan. Waktu baku di
sini sudah memperhitungkan adanya kelonggaran waktu yang diberikan dengan
memperhatikan situasi kondisi pekerjaan yang harus diselesaikan tersebut. (Sritomo
Wingjosoebroto, 2003, p170).
Waktu baku yang dihasilkan dalam aktivitas pengukuran kerja ini digunakan
sebagai alat untuk membuat rencana penjadwalan kerja yang menyatakan berapa lama
suatu kegiatan itu harus berlangsung dan berapa output yang akan dihasilkan serta
berapa jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut.
2.7.1. Faktor Penyesuaian (Performance Factor)
Penyesuaian adalah proses dimana penganalisis pengukuran waktu
membandingkan penampilan operator (kecepatan atau tempo) dalam pengamatan
dengan konsep pengukur sendiri tentang bekerja secara wajar. (Sritomo Wingjosoebroto,
2003, p196).
Selama pengukuran berlangsung, pengukur harus mengamati kewajaran kerja
yang ditunjukkan operator. Ketidakwajaran dapat saja terjadi misalnya bekerja tanpa
kesungguhan, sangat lambat karena disengaja, sangat cepat seolah dikejar waktu, atau
menjumpai kesulitan seperti kondisi ruangan yang buruk, Hal-hal inilah yang
mempengaruhi kecepatan kerja yang ebrakibat terlalu cepat atau lambat dalam
32
menyelesaikan suatu pekerjaan. Waktu siklus yang telah kita cari adalah waktu yang
diperoleh dari kondisi dan cara kerja yang diselesaikan secara wajar dan benar
oleh operator. Bila ketidakwajaran terjadi, maka pengukur harus menilainya dan
berdasarkan penilaian inilah penyesuaian dilakukan.
Westing house company (1927) memperkenalkan sistem penyesuaian yang
lebih lengkap dibandingkan dengan sistem yang telah ada, seperti sistem Bedaux.
Pada sistem Westinghouse, selain kecakapan (skill) dan usaha (effort) yang telah
dinyatakan oleh Bedaux sebagai faktor yang memperngaruhi performance manusia,
Westinghouse juga menambahkan dengan kondisi kerja (working condition) dan
keajegan (consistency) dari operator dalam melakukan kerja. Untuk ini Westinghouse
telah berhasil membuat suatu tabel penyesuaian yang berisikan nilai-nilai angka yang
berdasarkan tingkatan yang ada untuk masing-masing faktor tersebut. Untuk
menormalkan waktu yang diperoleh dari pengukuran kerja dengan jumlah ke empat
rating faktor yang dipilih sesuai dengan performance yang ditunjukkan oleh operator.
Keterampilan atau skill didefinisikan sebagai kemampuan mengikuti cara
kerja yang ditetapkan. Latihan dapat meningkatkan keterampilan, tetapi hanya
sampai ketingkat tertentu saja, tingkat mana merupakan kemampuan maksimal
yang dapat diberikan pekerja yang bersangkutan. Secara psikologis keterampilan
merupakan aptitude untuk pekerjaan yang bersangkutan.
Untuk usaha atau effort cara Westinghouse membagi juga atas kelas-kelas
dengan tabel masing-masing. Yang dimaksud usaha disini adalah kesungguhan
yang ditunjukkan atau diberikan operator ketika melakukan pekerjaannya.
Yang dimaksud dengan kondisi kerja atau condition pada cara
Westinghouse adalah kondisi fisik lingkungannya seperti keadaan pencahayaan,
33
temperatur, dan kebisingan ruangan. Bila tiga faktor lainnya yaitu keterampilan,
usaha, dan konsistensi merupakan apa yang dicerminkan operator, maka kondisi
kerja merupakan sesuatu diluar operator yang diterima apa adanya oleh operator
tanpa banyak kemampuan merubahnya.
Faktor konsistensi atau consistency perlu diperhatikan karena kenyataan
bahwa pada setiap pengukuran waktu angka-angka yang dicatat tidak pernah
semuanya sama, waktu penyelesaiaan yang ditunjukkan pekerja selalu berubah-ubah
dari satu siklus ke siklus lainnya, dari jam ke jam, bahkan dari hari ke hari. Selama ini
masih dalam batas-batas kewajaran masalah tidak timbul, tetapi jika variabilitasnya
tinggi maka hal tersebut harus diperhatikan.
2.7.2. Faktor Kelonggaran (Allowance Factor)
Kelonggaran (Allowance) adalah waktu yang ditambahkan pada waktu
normal untuk mendapatkan waktu standard (standard time) yang realistis, dapat
diterapkan dan dapat dicapai. Di dalam praktek banyak terjadi penentuan waktu baku
dilakukan hanya dengan menjalankan beberapa kali pengukuran dan menghitung rata-
ratanya. Tidak ada manager maupun supervisor yang mengharapkan karyawannya
bekerja setiap menit dalam setiap jam. Berapakah waktu yang diharapkan dari seorang
karyawan? Ini adalah pertanyaan yang disampaikan oleh Frederick W. Taylor lebih dari
seabad yang lalu. Uraian di bawah ini mencoba untuk menjawab pertanyaan Taylor
tersebut.
Allowance dibagi dalam 3 kelompok kategori yaitu:
1. Personal Allowance (kebutuhan-kebutuhan yang bersifat pribadi)
2. Fatigue Allowance (kelonggaran untuk menghilangkan kelelahan)
34
3. Unavoidable Delay (hambatan-hambatan yang tak terduga)
2.7.2.1. Kelonggaran Waktu Untuk Kebutuhan Personal (Personal Allowance)
Personal allowance adalah waktu yang diperbolehkan untuk karyawan
melakukan hal-hal yang sifatnya personal, seperti:
Berbicara dengan rekan kerja yang mengenai hal yang tidak ada kaitannya dengan
pekerjaan;
Ke kamar mandi;
Minum;
Hal-hal lain yang sifatnya personal dan terkendali yang dapat dijadikan alasan untuk
tidak bekerja.
Setiap pekerja membutuhkan personal allowance dan manajer atau pun
supervisor tidak akan keberatan atau pun iri mengenai hal ini. Waktu yang tepat untuk
ini didefinisikan sebesar 5% dari waktu kerja per hari (8 jam), atau sebesar 24 menit per
hari. Jumlah personal allowance dapat diterapkan dengan melaksanakan aktivitas time
study sehari kerja penuh atau metoda sampling kerja. (Fred E. Meyers et. al, 2002,
p196).
Meskipun jumlah personal allowance yang diperlukan ini akan bervariasi tergantung
pada individu pekerjanya dibandingkan dengan jenis pekerjaan yang dilaksanakan, akan
tetapi kenyataannya untuk pekerjaan-pekerjaan yang berat dan kondisi kerja yang tidak
enak (terutama untuk temperature tinggi) akan menyebabkan kebutuhan waktu untuk
personil ini lebih besar lagi, allowance untuk hal ini lebih besar dari 5%.
35
2.7.2.2. Kelonggaran Waktu Untuk Melepas Lelah (Fatigue Allowance)
Fatigue merupakan waktu yang dibutuhkan bagi pekerja untuk memulihkan
dari “kebuntuan” maupun kelelahan kerja. Perusahaan memberikannya dalam bentuk
istirahat kerja yang biasa disebut dengan istilah “Coffee Break”. Besarnya interval yang
diberikan untuk “break” setiap perusahaan memang berbeda-beda, namun tujuannya
sama yaitu untuk memulihkan kembali fisik maupun mental pekerja dari kelelahan.
Dewasa ini, sebagian besar pekerja barangkali hanya mengalami sedikit
kelelahan fisik. Akan tetapi, kelelahan mental juga patut untuk dipertimbangkan. Perlu
diketahui bahwa istirahat makan siang tidak diperhitungkan sebagai fatigue elemen.
Ingatlah bahwa allowance adalah untuk waktu yang diharapkan untuk bekerja, tetapi
mereka tidak bisa “perform”.
Kelelahan fisik manusia bisa disebabkan oleh beberapa penyebab di
antaranya kerja yang membutuhkan pikiran banyak (lelah mental) dan kerja fisik.
Masalah yang dihadapi untuk menetapkan jumlah waktu yand diizinkan untuk istirahat
melepas lelah ini sangat sulit dan kompleks sekali. Di sini waktu yang dibutuhkan untuk
keperluan istirahat akan sangat bergantung pada individu yang bersangkutan, interval
waktu dari siklus kerja dimana pekerja akan memikul beban kerja secara penuh, kondisi
lingkungan fisik pekerjaan, dan faktor-faktor lainnya.
Periode istirahat untuk melepas lelah di luar istirahat makan siang dimana
semua pekerja dalam suatu departemen tidak diizinkan untuk bekerja akan bisa
menjawab permasalahan yang ada. Lama waktu periode istirahat dan frekuensi
pengadaannya akan tergantung pada jenis pekerjaan yang ada tentunya.
Nilai yang normal untuk basic allowance adalah 5% dari jumlah kerja sehari
(8 jam) atau setara dengan 24 menit. Biasanya dikenal dengan istilah dua kali 12 menit
36
“break”, pertama di pertengahan pagi (pukul 9.30) dan kedua di pertengahan siang hari
(pukul 14.00). Perlu diperhatikan bahwa pekerjaan berat jelas akan dapat melelahkan
pekerja lebih cepat dibandingkan dengan pekerjaan yang ringan atau pekerjaan non fisik.
Waktu istirahat yang lebih banyak tidak hanya dibutuhkan dan dibenarkan, namun juga
akan meningkatkan produktifitas.
Dengan mengistirahatkan pekerja akan memberikan kesempatan bagi pekerja
untuk memulihkan lelah yang selanjutnya akan membuat mereka untuk bekerja lebih
produktif dibandingkan dengan pekerjaan yang dilakukan tanpa istirahat atau allowance.
“Break” atau istirahat akan lebih berarti bagi karyawan, sekalipun dengan menggantinya
dengan bayaran lebih.
Dari penjelasan di atas, dapat ditarik dua kesimpulan penting, yaitu:
1. 5% adalah nilai minimum dari fatigue allowance;
2. Setiap kenaikan tenaga sebesar 10 poin dari 10 poin dasar akan menaikkan fatigue
allowance sebesar 5%, pengertian tenaga dalam kasus yang dibahas di sini adalah
besarnya berat yang harus diangkat.
(Fred E. Meyers et. al, 2002, p198).
2.7.2.3. Kelonggaran Waktu Karena Keterlambatan-keterlambatan (Delay
Allowance)
Delay allowance dikatakan sebagai allowance yang tidak dapat dihindari
mengingat ini di luar kendali pekerja. Sesuatu terjadi sehingga membuat pekerja tidak
dapat bekerja. Penyebab delay allowance ini perlu untuk diketahui dan dihitung
biayanya sehingga ke depannya dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam
penentuan biaya.
37
Peringatan untuk delay allowanec adalah jangan mengurangi apa pun dari
waktu standard sesuatu yang tidak dapat dihilangkan. Banyak perusahaan telah
menghilangkan delay allowance, namun mereka membolehkan operator mereka untuk
melakukan sesuatu yang tidak diperhitungkan oleh waktu standar.
Personal, fatigue dan delay allowance digabungkan, dan total allowance tersebut
kemudian ditambahkan ke waktu normal untuk mendapatkan:
standard waktu allowance normalWaktu =+
(Fred E. Meyers et. al, 2002, p183)
2.7.3. Menentukan Waktu Siklus
Waktu siklus adalah waktu yang didapat dari hasil pengamatan dengan
menggunakan jam henti sebelum disesuaikan dengan faktor penyesuaian dan faktor
kelonggaran. Waktu baku dirumuskan sebagai berikut :
NXi
Ws ∑=
Dimana :
Ws = Waktu Siklus
∑Xi = Jumlah waktu penyelesaian yang diamati
N = Jumlah pengamatan
38
2.7.4. Menentukan Waktu Normal
Waktu normal merupakan waktu yang diperlukan untuk seorang operator
yang terlatih dan memiliki keterampilan rata-rata untuk melaksanakan suatu aktivitas
dalam kondisi dan kecepatan normal.
Waktu normal tidak dipengaruhi waktu kelonggaran yang diperlukan untuk
melepas lelah, kebutuhan pribadi, atau adanya keterlambatan. Waktu normal dirumuskan
sebagai berikut :
)1( pWsWn +×=
Dimana :
Wn = Waktu Normal
Ws = Waktu Siklus
p = Faktor Penyesuaian
2.7.5. Menentukan Waktu Baku
Waktu Baku adalah waktu yang diperlukan bagi seorang operator untuk
bekerja dalam kondisi dan kecepatan normal dengan mempertimbangkan adanya faktor
kelonggaran seperti faktor kelelahan, kebutuhan pribadi, dan adanya keterlambatan.
Waktu baku dirumuskan sebagai berikut :
nkelonggara%100%100
−=WnXWb
Dimana :
Wb = Waktu Baku
Wn = Waktu Normal
kelonggaran = Faktor Kelonggaran
39
2.8. Menentukan Takt Time
Takt time adalah suatu ekspresi bahasa jerman yang berarti jumlah waktu
produksi yang tersedia dibagi dengan ratio permintaan pelanggan.
Takt time menyediakan penanda atau sasaran untuk operator cell. Sasaran cell
adalah memproduksi bagian-bagian pada laju sebanding dengan takt time. Jika sel-sel
terhubung, maka mereka harus memproduksi pada takt time yang sama. Jika dua sel, A
dan B mengumpan perakitan akhir yang menggunakan dua bagian dari sel A dan satu
bagian dari sel B dalam tiap perakitan, maka takt time sel A harus dua kali takt time sel
B. Jika suatu sel memproduksi bagian lebih cepat dari takt time, maka akan terjadi
penimbunan kelebihan inventori. Maka suatu pabrik harus berusaha menyeimbangkan
seluruh pabrik pada laju produksi perakitan akhir, yang harus memenuhi laju permintaan
customer. Mekanisme kendali paling efektif untuk membatasi aliran produksi mendekati
aliran perakitan akhir (atau bagian produksi terhilir dalam pabrik) adalah “pull system”.
2.9. Menentukan Jumlah Tenaga Kerja
Jumlah Tenaga kerja didapatkan dari hasil pembagian waktu baku proses
yang dikerjakan satu orang hari dengan takt time yang berlaku. Hasil yang didapatkan
mungkin saja berupa nilai desimal, sehingga dibutuhkan pembulatan hasil yang
didapatkan. Perhitungan jumlah tenaga kerja ini dapat dilakukan untuk setiap pos kerja
maupun kumpulan dari beberapa pos kerja. Jumlah Tenaga kerja dirumuskan sebagai
berikut :
TTWB
TK i=∑
40
Dimana :
∑TK = Jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan
iWB = Waktu baku untuk satu orang tiap proses kerja (dalam detik)
TT = Takt time (dalam detik)
2.10. Peta Proses Operasi (Operation Proses Chart)
Peta proses operasi (operation proses chart) ini merupakan suatu diagram
yang menggambarkan langkah-langkah proses yang dialami bahan (bahan-bahan) baku
mengenai urutan-urutan operasi pemeriksaan. Sejak dari awal sampai menjadi produk
jadi utuh maupun sebagai komponen dan juga memuat informasi-informasi yang
diperlukan untuk analisa lebih lanjut, seperti: waktu yang dihabiskan, material yang
digunakan, dan tempat atau alat atau mesin yang dipakai.
Jadi dalam suatu peta proses operasi, yang dicatat hanyalah kegiatan-kegiatan
operasi dan pemeriksaan saja, kadang-kadang pada akhir proses dicatat tentang
penyimpanan.
2.10.1. Kegunaan Peta Proses Operasi
Dengan adanya informasi-informasi yang bisa dicatat melalui peta proses
operasi, kita bisa memperoleh banyak manfaat, diantaranya :
Bisa mengetahui kebutuhan akan mesin dan penganggarannya.
Bisa memperkirakan kebutuhan akan bahan baku (dengan memperhitungkan
efesiensi di tiap operasi/pemeriksaan).
Sebagai alat untuk menentukan tata letak pabrik.
41
Sebagai alat untuk melakukan perbaikan cara kerja yang sedang dipakai.
Sebagai alat untuk latihan kerja, dan lain-lain.
2.10.2. Analisa Suatu Peta Proses Operasi
Ada empat hal yang perlu diperhatikan agar diperoleh suatu proses kerja
yang baik melalui analisa peta proses operasi yaitu : analisa terhadap bahan-bahan,
operasi, pemeriksaan, dan terhadap waktu penyelesaian suatu proses. Keempat hal
tersebut diatas, dapat diuraikan sebagai berikut :
a. Bahan-bahan
Kita harus mempertimbangkan semua alternative dari bahan yang digunakan, proses
penyelesaian dan toleransi sedemikian rupa sehingga sesuaikan dengan fungsi
reabilitas, pelayanan dan waktunya.
b. Operasi
Juga dalam hal ini harus dipertimbangkan mengenai semua alternatif yang mungkin
untuk proses pengolahan, pembuatan, pengerjaan dengan mesin atau metode
perakitannya, beserta alat-alat dan perlengkapan yang digunakan. Perbaikan yang
mungkin bisa dilakukan misalnya dengan menghilangkan, menggabungkan, merubah
atau menyederhanakan operasi-operasi yang terjadi.
c. Pemeriksaan
Dalam hal ini harus mempunyai standar kualitas. Suatu objek dikatakan memenuhi
syarat kualitasnya jika setelah dibandingkan dengan standar ternyata lebih baik atau
minimal sama. Proses pemeriksaan bisa dilakukan dengan teknik sampling atau satu
per satu dari semua objek yang dibuat tentunya cara yang terakhir tersebut
dilaksanakan apabila jumlah produksinya sedikit.
42
d. Waktu
Untuk mempersingkat waktu penyelesaian, kita harus mempertimbangkan semua
alternatif mengenai metoda, peralatan dan tentunya pengunaan perlengkapan-
perlengkapan khusus.
2.11. Keseimbangan Lini (Line Balancing)
2.11.1. Pengertian Keseimbangan Lini (Line Balancing)
Keseimbangan Lini merupakan suatu metode penugasan sejumlah
pekerjaan ke dalam stasiun kerja-stasiun kerja yang saling berkaitan dalam satu lini
produksi sehingga setiap stasiun kerja memiliki waktu yang tidak melebihi waktu
siklus dari stasiun kerja tersebut (David D. Bedworth dan James E. Baley, 1987,
p361). Keterkaitan sejumlah pekerjaan dalam suatu lini produksi harus
dipertimbangkan dalam menentukan pembagian pekerjaan ke dalam masing-masing
stasiun kerja. Hubungan atau saling keterkaitan antara satu pekerjaan dengan pekerjaan
lainnya digambarkan dalam suatu precedence diagram atau diagram pendahuluan,
sedangkan hubungan itu disebut precedence job atau precedence network.
Line Balancing adalah suatu keadaan proses operasi produksi yang saling
bergantungan dan mempunyai waktu penyelesaian pada setiap stastiun kerja yang sama
atau kira-kira sama, sehingga diharapkan penyelesaian proses produksi dari stasiun kerja
ke stasiun kerja lainnya berjalan dengan lancar dan dengan kecepatan yang tetap atau
seimbang. Keseimbangan lini produksi bermula dari lini produksi massal, dimana dalam
proses produksinya harus dibagikan kepada seluruh operator sehingga beban kerja
operator merata. Jadi dalam line balancing mempelajari bagaimana kita merancang
43
suatu lintasan produksi agar tercapai keseimbangan beban yang dialokasikan pada setiap
stasiun kerja dalam menghasilkan produk.
2.11.2. Terminologi Keseimbangan Lini
Menurut Elsayed dalam buku “Analysis and Control of Production
Systems” (1994, p345), terminologi keseimbangan lini antara lain :
1. Work Element
Bagian dari keseluruhan pekerjaan dalam proses assembly. Umumnya, N
idefinisikan sebagai jumlah total dari elemen kerja yang dibutuhkan untuk
menyelesaikan suatu assembly dan i adalah elemen kerja.
2. Workstation (WS)
Lokasi pada lini assembly atau pembuatan suatu produk dimana pekerjaan
diselesaikan baik manual maupun otomatis. Jumlah minimum dari stasiun
kerja adalah K, dimana K harus ≤ i.
3. Minimum Rational Work Element (Elemen Kerja Terkecil)
Untuk menyeimbangkan pekerjaan dalam setiap stasiun yang ada maka
pekerjaan tersebut harus dipecah menjadi elemen-elemen pekerjaan.
Elemenkerja minimum adalah elemen pekerjaan terkecil dari suatu
pekerjaan yang tidak dapat dibagi lagi.
4. Total Work Content (Total Waktu Pengerjaan)
Jumlah dari seluruh waktu pengerjaan setiap elemen pekerjaan dari suatu lini.
5. Workstation Process Time (Waktu Proses Stasiun Kerja)
Elemen pekerjaan yang diselesaikan dalam satu stasiun kerja (work
station) dapat terdiri dari satu elemen pekerjaan atau lebih.
44
Waktu proses dalam stasiun kerja merupakan penjumlahan dari seluruh
waktu pengerjaan setiap elemen kerja yang berada di dalam stasiun kerja
tersebut.
6. Precedence Constraints (Pembatas Pendahulu)
Dalam menyelesaikan suatu elemen pekerjaan seringkali terdapat urutan-
urutan teknologi yang harus terpenuhi sebelumnya agar elemen itu dapat
dijalankan.
7. Precedence Diagram (Diagram Pendahuluan)
Diagram pendahuluan adalah suatu gambaran secara grafis dari suatu urutan
pekerjaan yang memperlihatkan keseluruhan operasi pekerjaan dan
ketergantungan masing-masing operasi pekerjaan tersebut dimana elemen
pekerjaan tertentu tidak dapat dikerjakan sebelum elemen pekerjaan yang
mendahuluinya dikerjakan lebih dulu.
8. Balance Delay
Merupakan rasio dari total waktu menganggur dengan keterkaitan waktu
siklus dan jumlah stasiun kerja atau dengan kata lain jumlah antara balance
delay dan line efficiency sama dengan 1. Secara matematis, dapat dituliskan
sebagai berikut :
%100(k)(CT)
Wb (k)(CT)BD i ×
−= ∑ atau BD = 100% - LE
dimana :
BD = balance delay
k = jumlah stasiun kerja.
CT = waktu stasiun terbesar / waktu daur (cycle time).
45
Wbi = waktu sebenarnya pada setiap stasiun.
i = 1, 2, 3, ...., n
9. Assembled Product
Produk yang melewati suatu urutan stasiun kerja dimana pekerjaan-pekerjaan
diatur dan mencapai pada stasiun akhir.
10. Cycle Time (CT)
Waktu rata-rata yang dibutuhkan untuk menyelesaikan produk dari lini
perakitan dengan asumsi setiap assembly mempunyai kecepatan yang konstan.
Nilai minimum dari waktu siklus ≥ waktu stasiun yang terpanjang (CT≥max
Tsi).
11. Delay Time of A Station
Merupakan selisih antara waktu siklus dengan waktu stasiun. Perbedaan
antara waktu stasiun dengan waktu siklus atau disebut juga idle time.
∑−= iWb (k)(CT)ID
dimana :
ID = idle time
k = jumlah stasiun kerja.
CT = waktu stasiun terbesar / waktu daur (cycle time).
Wbi = waktu sebenarnya pada setiap stasiun.
i = 1, 2, 3, ...., n
46
12. Line Efficiency (Efisiensi Lini)
Rasio dari total waktu stasiun terhadap keterkaitan waktu siklus dengan
jumlah stasiun kerja yang dinyatakan dalam persentase.
%100(k)(CT)
STLE k ×= ∑
dimana :
LE = line effciency
k = jumlah stasiun kerja.
CT = waktu stasiun terbesar / waktu daur (cycle time).
kST = waktu sebenarnya pada setiap stasiun.
13. Smoothness Index (SI)
Merupakan suatu index yang menunjukkan kelancaran relatif dari suatu
keseimbangan lini assembly. Suatu smoothness index sempurna jika nilainya 0
atau disebut perfect balance.
∑= 2k )ST-(CTSI
dimana :
SI = Smoothness Index
k = jumlah stasiun kerja.
CT = waktu stasiun terbesar / waktu daur (cycle time).
kST = waktu sebenarnya pada setiap stasiun
47
2.12. Metode Keseimbangan Lini
Line Balancing atau penyeimbangan lini adalah suatu lini produksi yang
terdiri dari urutan-urutan pengerjaan suatu rakitan dimana dikerjakan oleh manusia.
Adapun ciri-ciri dari penggunaan keseimbangan lini didalam perusahaan adalah
permintaan (demand) produk tinggi atau menangah, produk yang dihasilkan identik
atau sama, dan keseluruhan kerja pembuatan produk (assembly) dapat dibagi dalam
bagian-bagian yang lebih kecil. Tujuan utama dari line balancing ini adalah untuk
meminimasi waktu menganggur di setiap stasiun kerja dan mencapai suatu efisiensi
kerja yang tinggi di tiap stasiun kerja.
Dalam menyeimbangkan suatu lini produksi terdapat beberapa metode yang
dapat digunakan, salah satunya adalah metode heuristic. Model heuristic ini
menggunakan aturan-aturan yang logis dalam memecahkan masalah. Inti dari
pendekatan secara heuristic ini adalah untuk mengaplikasikan kegiatan yang dapat
mengurangi bentuk permasalahan secara efektif, sehingga model ini dirancang untuk
menghasilkan strategi yang relative baik dengan dengan mengacu pada batasan-batasan
tertentu. Model heuristic ini banyak digunakan dalam masalah yang berkaitan dengan
keseimbangan lini produksi. Kriteria pokok pendekatan dengan metode ini adalah
pemecahan yang lebih baik dan lebih cepat. Berikuti ini adalah beberapa metode
heuristic yang umum dikenal dalam menyelesaikan masalah keseimbangan lini, yaitu :
2.12.1. Metode Largest Candidate Rule
Menurut Mikell P. Groover dalam buku “Automation, Production
Systems, and Computer-Integrated Manufacturing” (2001, p535), merupakan
metode yang paling sederhana. Adapun prosedur tersebut secara detil dapat
dijelaskan sebagai berikut :
48
1. Mengurutkan work element berdasarkan waktu operasinya dari yang terbesar sampai
yang terkecil.
2. Melakukan penugasan untuk setiap stasiun kerja dimulai dari daftar teratas pada
urutan yang telah ditentukan pada langkah pertama. Penugasan dilakukan dengan
memperhitungkan waktu operasi tiap elemen apakah melebihi waktu maksimum
stasiun kerja atau tidak. Jika melebihi, maka penugasan dilakukan pada stasiun kerja
selanjutnya, serta memperhitungkan urutan operasi sebelumnya.
3. Apabila telah menemukan work element, maka pengurutan dilakukan dari daftar
paling atas lagi.
4. Jika tidak ada work element yang bisa dilakukan penugasan pada statiun kerja
tersebut, maka dapat dilanjutkan ke stasiun kerja selanjutnya.
5. Ulangi langkah 2 dan 3 tersebut sampai semua work element memperoleh
penugasan.
6. Rangkum semua kelompok stasiun kerja, hitung idle-nya.
Idle = CTR – STk
CTR = STk terbesar
7. Waktu terbesar dari penugasan tiap WS yang telah ditentukan menjadi CTR (waktu
siklus revisi).
8. Melakukan perhitungan efisiensi lintasan.
9. Melakukan perhitungan keseimbangan waktu menganggur.
10. Melakukan perhitungan indeks kemulusan.
49
2.12.2. Metode Killbridge & Wester
Menurut Elsayed dalam buku “Analysis and Control of Production
Systems” (1994, p353), prosedur pengelompokkan operasi menurut metode yang
dikemukakan oleh Kilbridge-Wester adalah sebagai berikut :
1. Lakukan pembagian region atau kolom pada precedence diagram.
2. Urutkan work element berdasarkan kolom, apabila dalam satu kolom terdapat lebih
dari satu work element, maka pengurutan juga dilakukan berdasarkan waktu operasi
terbesar.
3. Melakukan penugasan untuk setiap stasiun kerja dimulai dari daftar teratas pada
urutan yang telah ditentukan pada langkah kedua. Penugasan dilakukan dengan
memperhitungkan waktu operasi tiap elemen apakah melebihi waktu maksimum
stasiun kerja atau tidak. Jika melebihi, maka penugasan dilakukan pada stasiun kerja
selanjutnya, serta memperhitungkan urutan operasi sebelumnya.
4. Apabila telah menemukan work element, maka pengurutann dilakukan dari daftar
paling atas lagi.
5. Jika tidak ada work element yang bisa dilakukan penugasan pada statiun kerja
tersebut, maka dapat dilanjutkan ke stasiun kerja selanjutnya.
6. Ulangi langkah 3 dan 4 tersebut sampai semua work element memperoleh
penugasan.
7. Rangkum semua kelompok stasiun kerja, hitung idle-nya.
Idle = CTR – STk
CTR = STk terbesar
8. Waktu terbesar dari penugasan tiap WS yang telah ditentukan menjadi CTR (waktu
siklus revisi).
50
9. Melakukan perhitungan efisiensi lintasan.
10. Melakukan perhitungan keseimbangan waktu menganggur.
11. Melakukan perhitungan indeks kemulusan.
2.12.3. Metode Ranked Positional Weights (RPW)
RPW merupakan salah satu teknik heuristik yang diperkenalkan oleh
Helgeson & Bernie. Pada metode ini, nilai ranked positional weight dihitung dari
waktu proses masing-masing operasi yang mengikutinya (Elsayed, 1994, p360). Adapun
prosedur tersebut secara detil dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Pembuatan precedence diagram.
2. Tentukan bobot dan operasi yang mendahului.
Tentukan bobot posisi untuk setiap elemen pekerjaan dari suatu operasi dengan
memperhatikan precedence diagram.
Cara penentuan bobotnya adalah sebagai berikut:
Bobot operasi i = Waktu proses operasi i + Waktu proses operasi berikutnya
Urutkan elemen operasi berdasarkan bobot posisi yang telah didapat. Pengurutan
dimulai dari elemen operasi yang memiliki bobot posisi yang terbesar.
3. Tentukan waktu siklus
hariper produksiJumlah linijumlah x hariper efektif kerja JamCT = (satuan = menit)
Jika adahariper produksiJumlah
linijumlah x hariper efektif kerja JamWbmaks > maka maksWbCT =
4. Tentukan jumlah stasiun kerja (work station/WS)
51
CTWbΣk i
=
5. Tentukan waktu maksimum dari waktu stasiun kerja
kWb
W imaks
∑=
JikakWb
Wb ii∑> maka WbimaksW =
Dimana : Wmaks = Waktu maksimum dari stasiun kerja
Wbi = Waktu baku setiap elemen
k = Jumlah stasiun kerja
6. Melakukan penugasan untuk menentukan stasiun kerja
Jika pada setiap stasiun kerja terdapat waktu yang berlebihan (waktu tiap stasiun
kerja > waktu maksimum seharusnya), maka penugasan setiap stasiun kerja
dilakukan dengan waktu yang tidak melebihi Wmaks.
7. Apabila penugasan dengan waktu tiap stasiun kerja (STk) masih melebihi Wmaks juga,
maka buat penugasan dengan jumlah stasiun kerja (k) lebih besar daripada k yang
telah dihitung sebelumnya.
8. Ulangi lagi langkah diatas sampai seluruh elemen pekerjaan telah ditempatkan ke
dalam stasiun kerja.
9. Rangkum semua kelompok stasiun kerja, hitung idle-nya
Idle = CTR – STk
CTR = STk terbesar
52
10. Waktu terbesar dari penugasan tiap WS yang telah ditentukan menjadi CTR (waktu
siklus revisi).
11. Melakukan perhitungan efisiensi lintasan.
12. Melakukan perhitungan keseimbangan waktu menganggur
13. Melakukan perhitungan indeks kemulusan.
2.12.4. Metode Moodie Young
Langkah penugasan pekerjaan pada stasiun kerja dengan menggunakan
metode ini berbeda pada urutan prioritas pembebanan pekerjaan. Langkah-langkah
penyelesaian dengan menggunakan metode pembebanan berurut ini adalah sebagai
berikut:
1. Hitung waktu siklus yang diinginkan. Waktu siklus aktual adalah waktu siklus
yang diinginkan atau waktu operasi terbesar jika waktu operasi terbesar itu lebih
besar dari waktu siklus yang diinginkan.
2. Buat matriks operasi pendahulu (P) dan operasi pengikut (F) untuk tiap operasi
berdasarkan jaringan kerja perakitan.
3. Perhatikan baris di matriks kegiatan pendahuluan P yang semuanya terdiri dari
angka 0, dan bebankan elemen pekerjaan terbesar yang mungkin terjadi, jika
ada lebih dari 1 baris yang dimiliki seluruh elemen sama dengan nol.
4. Perhatikan nomor elemen dibaris matriks kegiatan pengikut F yang bersesuaian
dengan elemen yang telah ditugaskan.
5. Lanjutkan penugasan elemen-elemen pekerjaan itu pada tiap stasiun kerja dengan
ketentuan bahwa waktu total operasi tidak melebihi waktu siklus.
6. Melakukan perhitungan efisiensi lintasan.
53
7. Melakukan perhitungan keseimbangan waktu menganggur
8. Melakukan perhitungan indeks kemulusan.
2.12.5. Metode J-Wagon
Metode heuristic ini mengutamakan jumlah elemen kerja yang terbanyak,
dimana elemen kerja tersebut akan diprioritaskan terlebih dahulu untuk ditempatkan
dalam stasiun kerja dan diikuti oleh elemen kerja lain yang memiliki jumlah
elemen kerja yang lebih sedikit (Richard B. Chase dan Nicholas J. Aquilano , 1995,
p407). Apabila terdapat dua elemen kerja yang memiliki nilai bobot yang sama,
maka prioritas akan diberikan kepada elemen kerja yang memiliki waktu
pengerjaan lebih besar. Sedangkan prosedur selanjutnya, sama dengan metode
Helgesson-Birnie (Ranked Positional Weight), hanya saja dalam menentukan bobot
yang dihitung adalah jumlah operasi (bukan waktu operasi).
Bobot (J-Wagon) = jumlah proses operasi-operasi yang bergantung pada operasi
tersebut.
Gambar 2.4 Contoh Precedence Diagram J-Wagon
Keterangan :
bobot untuk operasi 4 adalah 0
bobot untuk operasi 3 adalah 1 yaitu operasi 4
bobot untuk operasi 2 adalah 2 yaitu operasi 3 dan 4
bobot untuk operasi 1 adalah 2 yaitu operasi 3 dan 4
54
2.12.6. Metode Reserved Ranked Positional Weights
Sebelum masuk ke metode Reverse RPW, kita harus mengenal Metode RPW
terlebih dahulu (David D. Bedworth dan James E. Bale, 1987, p364). Cara penentuan
bobot dari precedence diagram dimulai dari proses akhir. Bobot RPW = waktu
proses operasi tersebut + waktu proses operasi-operasi yang mengikutinya.
Pengelompokkan operasi ke dalam stasiun kerja dilakukan berdasarkan
urutan RPW (dari yang terbesar) dan juga memperhatikan pembatas berupa waktu
siklus dan elemen pendahulunya. Metode Heuristic ini mengutamakan waktu elemen
kerja yang terpanjang, dimana elemen kerja ini akan diprioritaskan terlebih dahulu
untuk ditempatkan dalam stasiun kerja dan diikuti oleh elemen kerja yang lain yang
memiliki waktu elemen yang lebih rendah. Proses ini dilakukan dengan
memberikan bobot. Bobot ini diberikan pada setiap elemen kerja dengan
memperhatikan diagram precedence. Dengan sendirinya elemen pekerjaan yang
memiliki ketergantungan yang besar akan memiliki bobot yang semakin besar pula,
dengan kata lain akan lebih diprioritaskan.
Metode Reversed RPW memiliki cara pengerjaan yang hampir sama
dengan metode RPW. Hanya saja pengerjaannya dibalik. Metode ini memberikan
prioritas bagi operasi-operasi kerja yang lebih lama berada di lintasan lini.
2.13. Sistem Informasi
2.13.1. Pengertian Sistem
Sistem merupakan sekelompok elemen yang terintegrasi dengan maksud
yang sama untuk mencapai suatu tujuan. Contoh suatu organisasi atau bidang fungsional
55
cocok untuk menggambarkan ini, dimana organisasi terdiri dari bidang-bidang
fungsional yang semuanya mengacu pada tercapainya tujuan organisasi yang telah
ditetapkan (McLeod, 2001, p11)
Sistem ini sendiri terdiri dari dua jenis, yaitu sistem terbuka dan sistem
tertutup. Suatu sistem yang dihubungkan dengan lingkungannya melalui arus sumber
daya disebut sistem terbuka, sedangkan jika sistem tidak lagi dihubungkan dengan
lingkungannya maka ini disebut sistem tertutup.
Sistem adalah sebuah kelompok yang terintegrasi dan bekerja sama untuk
mencapai tujuan yang sama dengan menerima masukan (inputs) dan menghasilkan
keluaran (outputs) dalam sebuah proses transformasi yang terorganisir dengan baik
(O’Brien, 2003, p8).
Sistem adalah suatu jaringan prosedur yang dibuat menurut pola yang
terpadu untuk melaksanakan kegiatan pokok perusahaan atau mencapai tujuan tertentu
dari perusahaan.
Sistem adalah sekumpulan elemen yang mengimplementasikan kebutuhan
dari model, functions dan interfaces. Elemen-elemen ini bekerja sama untuk mencapai
suatu tujuan bersama dengan menerima input dan memproduksi output dalam proses
transformasi yang terorganisir (Mathiassen et al, 2000, p9).
Pada sistem, dari elemen-elemen tersebut ada tiga komponen dasar yang
saling berinteraksi yaitu :
1. Input
Meliputi komponen atau elemen yang akan masuk ke sistem untuk diproses.
Contoh: mencakup bahan mentah, data, usaha manusia.
56
2. Proses
Mencakup proses transformasi yang mengubah input menjadi output.
Contoh: proses manufaktur, perhitungan matematis, dan lain sebagainya.
3. Output
Mencakup elemen yang telah melalui proses transformasi.
Contoh: jasa, produk, dan informasi.
Selain dari ketiga komponen dasar tersebut, terdapat dua lagi komponen
tambahan yaitu :
1. Feedback
Merupakan output yang dikembalikan kepada orang-orang dalam organisasi
untuk membantu mengevaluasi input.
2. Subsistem
Merupakan sebagian dari sistem yang mempunyai fungsi khusus. Masing-masing
subsistem itu sendiri mempunyai komponen input, process, output, dan feedback.
Fungsi dari subsistem ini adalah untuk mendukung fungsi utama dari sistem yang
berjalan.
2.13.2. Pengertian Data
Data adalah fakta-fakta yang dan angka-angka yang relatif tidak berarti
bagi pemakai (McLeod, 2001, p15).
Data adalah fakta mentah atau penelitian tentang fenomena fisik atau
transaksi bisnis (O’Brien, 2002, p13),
57
2.13.3. Pengertian Informasi
Informasi adalah data yang telah diproses atau data yang memiliki makna dan
dapat dimengerti (McLeod, 2001, p12). Informasi juga dapat diartikan menjadi data
yang telah dikonversikan menjadi sebuah konteks yang berarti dan berguna bagi
pemakai tertentu (O’Brien, 2004, p13).
Menurut O’Brien kualitas informasi dikelompokkan mejadi tiga dimensi
(2003, p15), yaitu :
Dimensi waktu, terdiri dari :
Timeliness : informasi harus tersedia saat dibutuhkan.
Currency : informasi harus up-to-date ketika disajikan.
Frequency : informasi harus tersedia setiap waktu dibutuhkan.
Time period : informasi harus tersedia dalam periode waktu lampau, saat ini,
dan akan datang.
Dimensi isi, terdiri dari :
Accuracy : informasi harus bebas dari kesalahan.
Relevance : informasi harus saling berhubungan dengan informasi yang
dibutuhkan dalam situasi khusus.
Completeness : hanya informasi yang dibutuhkan yang disajikan.
Conciseness : hanya informasi yang dibutuhkan yang disajikan.
Scope : informasi memiliki ruang lingkup yang lebar dan sempit, atau
berfokus baik internal maupun eksternal.
Performance : infomasi dapat menampilkan kegiatan pengukuran, membuat
progres, atau mengakumulasi sumber – sumber.
58
Dimensi bentuk, terdiri dari:
Clarity : informasi harus disajikan dalam bentuk yang mudah dimengerti.
Detail : informasi dapat disajikan dalam bentuk rinci ataupun ringkasan.
Order : informasi dapat diatur secara berurutan.
Presentation : informasi dapat disajikan dalam bentuk narasi, numerik, grafik,
atau bentuk lainnya.
Media : informasi dapat disajikan dalam bentuk dokumen kertas,
tampilan video, ataupun media lainnya.
Sedangkan menurut McLeod terdapat empat dimensi informasi (2001, p145),
yaitu :
Ketepatan waktu
Informasi harus tersedia dalam pemecahan masalah dengan tepat waktu, sebelum
situasi menjadi tidak terkendali.
Kelengkapan
Suatu gambaran yang lengkap dari suatu permasalahan yang ada akan membantu
organisasi dalam menentukan solusi atau penyelesaiannya. Pemberian informasi
yang tidak berguna harus dapat dihindari.
Akurasi
Semua informasi harus tersedia dengan akurat untuk menunjang terbentuknya sistem
dapat dipercaya. Akurasi ini terutama diperlukan pada aplikasi-aplikasi tertentu
seperti aplikasi yang melibatkan keuangan, semakin teliti informasi yang diinginkan
maka biaya pun semakin bertambah.
59
Relevansi
Informasi disebut relevan jika informasi tersebut berkaitan langsung dengan masalah
yang sedang dihadapi. Manajer harus mampu memilih informasi yang diperlukan.
2.13.4. Pengertian Sistem Informasi
Sistem informasi dapat berupa rangkaian teratur dari orang, perangkat keras,
perangkat lunak, jaringan komunikasi dan sumber data yang mengumpulkan, mengolah
dan menyebarkan informasi di dalam suatu organisasi (O’Brien, 2003, p7).
Sistem informasi adalah sebuah kumpulan dari komponen-komponen yang
saling berhubungan yang mengumpulkan, mengolah, menyimpan dan mendistribusikan
informasi untuk mendukung pengambilan keputusan, koordinasi dan pengendalian di
dalam sebuah organisasi (Laudon, 2003, p7).
Sistem informasi adalah pengumpulan, pengolahan, analisa, dan penyebaran
informasi untuk tujuan yang spesifik. Sistem informasi terdiri dari input (data dan
instruksi) dan output (laporan dan kalkulasi). Dari input yang telah diolah, maka akan
dihasilkan output yang akan dikirim ke pengguna akhir ataupun sistem lainnya (Turban
et al, 2003, p15).
Komponen dari sistem informasi adalah :
Manusia, perangkat keras, perangkat lunak, data, dan jaringan adalah lima
sumber utama dari sistem informasi.
Sumber manusia meliputi pengguna akhir dan spesialis sistem informasi, sumber
perangkat keras meliputi mesin dan media, sumber perangkat lunak terdiri dari
program dan prosedur, dan sumber jaringan adalah media komunikasi dan
jaringan.
60
Sumber data diubah oleh kegiatan pengubahan informasi menjadi berbagai
variasi produk dari informasi yang dapat langsung digunakan oleh pengguna
akhir.
Pengubahan informasi terdiri dari input, proses, output, penyimpanan, dan
kegiatan pengendalian.
Gambar 2.5 Komponen Sistem Informasi
2.13.5. Keuntungan Sistem Informasi
Sistem informasi yang digunakan harus dapar memberikan keuntungan bagi
penggunanya (Turban et al, 2003, p17), yaitu:
Menyediakan proses transaksi yang cepat dan akurat.
Menyediakan penyimpanan data dan informasi dengan kapasitas yang besar dan
dapat diakses dengan cepat.
61
Menyediakan sarana komunikasi yang cepat, baik dari mesin ke mesin maupun dari
manusia ke manusia.
Mengurangi informasi yang berlebihan (misalnya sistem informasi eksekutif yang
menyediakan informasi terstruktur yang disesuaikan untuk eksekutif berdasarkan
faktor penentu keberhasilannya).
Meminimalkan batasan – batasan (misalnya SCM yang dapat meminimalkan siklus
waktu untuk pengiriman produk, mengurangi persediaan, dan meningkatkan
kepuasan pelanggan).
Menyediakan pendukung pengambilan keputusan.
Menyediakan senjata persaingan, karena saat ini sistem informasi dapat dilihat
sebagai sumber keuntungan yang diharapkan dapat memberikan keuntungan dan
dapat mengungguli kompetitor.
2.14. Daur Hidup Sistem (System Life Cycle)
Daur hidup sistem adalah pengaplikasian pendekatan sistem untuk
pengembangan sistem informasi dan subsistem berbasis komputer. Daur hidup sistem
terdiri dari rangkaian tugas yang mengikuti pola tertentu dan dilakukan secara top-down
sehingga dikenal dengan pendekatan air terjun (waterfall approach).
Daur hidup sistem terdiri dari lima fase dimana empat fase pertama berkaitan
dengan upaya pengembangan sistem sehingga dikenal dengan sebutan System Design
Life Cycle (SDLC). Keempat fase tersebut adalah planning (perencanaan), analysis
(analisa), design (perancangan) dan implementation (implementasi). Fase yang kelima
adalah use (pemakaian) yang mana akan berlangsung hingga sistem perlu untuk
dirancang ulang atau dihentikan (McLeod, 2001, p123).
62
Fase SDLC dengan metode pendekatan daur hidup waterfall yang biasa
digunakan adalah sebagai berikut:
1. Analisa awal (preliminary analysis)
2. Analisa (analyze)
3. Perancangan (design)
4. Pemrograman (programming)
5. Pengujian (testing)
6. Konversi sistem (conversion)
Gambar 2. 6 Daur Hidup dengan Pendekatan Waterfall (Waterfall Life Cycle)
Dengan penambahan fase penggunaan (use), maka tahapan-tahapan
dalam daur hidup sistem telah lengkap. Tahapan ini akan terus berlanjut sampai saatnya
untuk membuang atau merancang ulang sistem dengan melakukan kembali lingkaran
daur hidup sistem dari awal.
63
2.15. Object Oriented Analysis and Design (OOAD)
Objek-Oriented Analysis and Design (OOAD) adalah suatu metode untuk
menganalisa dan merancang sistem dengan pendekatan dasar berorientasi pada Objek
(Mathiassen et al, 2000, p135). Objek diartikan sebagai suatu entitas yang memiliki
identitas, state, dan behavior (Mathiassen et al, 2000, p4). Dalam melakukan analisis,
identitas sebuah Objek menjelaskan bagaimana seorang user mengetahui perbedaan dari
Objek lain, dan behavior Objek digambarkan melalui event yang dilakukannya.
Sedangkan pada perancangan, identitas sebuah Objek digambarkan dengan bagaimana
Objek lain mengidentifikasikan dirinya sehingga dapat diakses, dan behavior Objek
digambarkan dalam bentuk operation yang dapat dilakukan Objek tersebut yang dapat
mempengaruhi Objek lain dalam sistem.
2.15.1. Objek dan Class
Objek merupakan sebuah entitas yang memiliki identitas, status, dan perilaku
(Mathiassen et al., 2000, p4). Contoh dari objek misalnya karyawan yang merupakan
entitas dengan identitas yang spesifik, dan memiliki status dan perilaku tertentu yang
berbeda antara satu karyawan dengan karyawan yang lain. Sedangkan class merupakan
deskripsi atau penggambaran secara umum dari kumpulan objek yang memiliki struktur,
pola perilaku, dan atribut yang sama (Mathiassen et al., 2000,p4). Untuk dapat lebih
memahami objek, biasanya objek-objek tersebut sering digambarkan dalam bentuk
class.
64
2.15.2. Konsep Object Oriented Analysis and Design (OOAD)
Terdapat tiga buah teknik dasar dalam proses analisa dan perancangan sistem
berorientasi objek, yaitu:
1. Encapsulation
Encapsulation dalam bahasa pemrograman berorientasi objek berarti
pengelompokkan berdasarkan fungsi. Pengelompokkan ini bertujuan agar developer
tidak perlu membuat coding untuk fungsi yang sama, melainkan hanya perlu
memanggil fungsi yang telah dibuat sebelumnya.
2. Inheritance
Inheritance dalam bahasa pemrograman berorientasi objek berarti menciptakan
sebuah class baru yang memiliki sifat-sifat dan karakteristik-karakteristik
berdasarkan class induknya berikut dengan sifat-sifat dan karakteristik-karakteristk
individualnya.
3. Polymorphism
Polymorphism berarti kemampuan dari tipe objek yang berbeda untuk menyediakan
atribut dan operasi yang sama untuk tujuan yang berbeda. Polymorphism adalah
hasil natural dari fakta bahwa objek dari tipe yang berbeda atau bahkan dari sub-tipe
yang berbeda dapat menggunakan atribut dan operasi yang sama.
2.15.3. Kelebihan dan Kekurangan Object Oriented Analysis and Design
(OOAD)
Mathiassen et al. (2000, p5-6) menjelaskan bahwa terdapat kelebihan
menggunakan OOAD diantaranya adalah:
1. OOAD memberikan informasi yang jelas mengenai lingkup dari sistem.
65
2. Penggunaan OOAD dapat menangani data yang seragam untuk jumlah yang besar
dan mendistribusikannya ke seluruh bagian organisasi.
3. Berhubungan erat dengan analisa berorientasi objek, perancangan berorientasi objek,
user interface berorientasi objek, dan pemrograman berorientasi objek.
Selain kelebihan yang diperoleh dengan menggunakan OOAD seperti yang
telah dijelaskan di atas, ternyata ditemukan beberapa kekurangan dari konsep ini oleh
McLeod (2001, p615) yaitu:
1. Untuk memperoleh pengalaman pengembangan dibutuhkan waktu yang cukup
lama.
2. Untuk sistem bisnis yang rumit terdapat kesulitan metodologi untuk
menjelaskannya .
3. Pilihan peralatan pengembangan kurang untuk mencakup sehingga dibutuhkan
penyesuaian dalam membangun sistem bisnis.
2.15.4. Aktivitas Utama Object Oriented Analysis and Design (OOAD)
Menurut Mathiassen et al. (2000, p14-15) 4 aktivitas utama dalam analisa dan
perancangan berorientasi objek yang dapat dijelaskan dengan penggambaran pada
Gambar 2.6 berikut ini.
66
Gambar 2.7 Aktivitas Utama dalam OOAD menurut Mathiassen (2000, p15)
Berikut ini merupakan penjelasan lebih rinci mengenai keempat aktivitas
utama dalam melakukan analisa dan perancangan berorintasi objek menurut Mathiassen
et al. (2000, pp14-15):
1. Analisis Problem Domain
Problem domain adalah bagian dari situasi yang diatur, diawasi, dan
dikendalikan oleh sistem. Tujuan melakukan analisis problem domain adalah
mengidentifikasi dan memodelkan problem domain. Analisis problem
domain terbagi menjadi tiga aktivitas yang digambarkan dalam Gambar 2.5,
yaitu:
a. Memilih objek, class, dan event yang akan menjadi elemen model
problem domain.
b. Membangun model dengan memusatkan perhatian pada relasi
struktural antara class dan objek.
c. Mendeskripsikan properti dinamis dan atribut untuk setiap class.
67
Sumber : Mathiassen et al (2000, p46)
Gambar 2.8 Aktivitas Analisis Problem Domain
Pada aktivitas classes, langkah awal yang perlu dilakukan adalah
menentukan class. Langkah berikutnya adalah membuat sebuah event table
yang dapat membantu menentukan event-event yang dimiliki oleh setiap
class.
Pada aktivitas structure, class-class yang telah ditentukan sebelumnya
akan dihubungkan berdasarkan tiga jenis hubungan yaitu generalisasi,
agregasi, atau asosiasi sehingga menjadi sebuah skema yang disebut class
diagram.
Dalam aktivitas behavior, definisi class dalam class diagram akan
diperluas dengan menambahkan deskripsi pola perilaku dan atribut dari
masing-masing class. Pola perilaku dari class terdiri dari tiga jenis, yaitu:
• Sequence
Merupakan event yang terjadi secara berurutan satu per satu.
• Selection
Merupakan pemilihan salah satu dari beberapa event yang terjadi.
68
• Iteration
Merupakan event yang terjadi berulang kali.
Hasil dari aktivitas ini adalah sebuah statechart diagram yang menunjukkan
perubahan status dari masing-masing class yang dikarenakan oleh event
tertentu mulai dari initial state sampai dengan final state.
2. Analisis Application Domain
Menurut Mathiassen, et al (2000, p115) application-domain adalah
organisasi yang mengatur, memonitor atau mengendalikan problem-domain.
Analisis application-domain memfokuskan bagaimana target dalam sistem
akan digunakan dengan menentukan function dan interface sistem. Sama
seperti analisis problem domain, analisis application domain juga terdiri
dari beberapa aktivitas antara lain:
a. Menentukan penggunaan sistem dan bagaimana sistem berinteraksi
dengan user.
b. Menentukan fungsi dan kemampuan sistem dalam mengolah
informasi.
c. Menentukan kebutuhan interface sistem dan merancang interface.
Berikut ini merupakan gambaran aktivitas-aktivitas yang dilakukan pada saat
melakukan analisis application domain dijelaskan menggunakan gambar 2.6.
69
Sumber: Mathiassen et al (2000, p117)
Gambar 2.9 Aktivitas Analisis Application Domain
• Usage
Menurut Mathiassen, et al (2000, p119-120) kegiatan usage adalah
kegiatan pertama dalam analisis application-domain yang bertujuan
untuk menentukan bagaimana aktor-aktor yang merupakan pengguna
atau sistem yang berinteraksi dengan sistem yang digunakan.
Interaksi antara aktor dengan sistem tersebut dinyatakan dalam use
case diagram.
Use case dapat dimulai oleh aktor. Hasil dari analisis kegiatan usage
ini adalah sebuah deskripsi lengkap dari semua use case dan aktor
yang ada yang digambarkan dalam tabel aktor atau use case diagram.
Cara untuk mengidentifikasi aktor adalah mengetahui alasan aktor
menggunakan sistem. Masing-masing aktor memiliki alasan yang
berbeda untuk menggunakan sistem. Cara lainnya yaitu dengan
melihat peran dari aktor seperti yang dinyatakan oleh use case dimana
aktor tersebut terlibat. Masing-masing aktor memiliki peran yang
berbeda-beda.
70
Use case dapat digambarkan dengan menggunakan spesifikasi use
case, dimana use case dijelaskan secara singkat namun jelas dan
dapat disertai dengan keterangan objek sistem yang terlibat dan
function dari use case tersebut atau dengan diagram statechart karena
use case adalah sebuah fenomena yang dinamik
• Function
Menurut Mahiassen, et al (2000, p137-138). Function memfokuskan
pada bagaimana cara sebuah sistem dapat membantu aktor dalam
melaksanakan pekerjaan mereka. Function memiliki empat tipe yang
berbeda, yaitu:
1. Update
Fungsi update diaktifkan oleh event problem domain dan
menghasilkan perubahan status model.
2. Signal
Fungsi signal diaktifkan oleh perubahan status model dan
menghasilkan reaksi di dalam context.
3. Read
Fungsi read diaktifkan oleh kebutuhan actor akan informasi dan
menghasilkan tampilan model sistem yang relevan.
4. Compute
Fungsi compute diaktifkan oleh kebutuhan actor akan informasi
dan berisi perhitungan yang dilakukan baik oleh actor maupun
oleh model. Hasilnya adalah tampilan dari hasil perhitungan yang
dilakukan.
71
Tujuan dari kegiatan function adalah untuk menentukan kemampuan
sistem memproses informasi. Hasil dari kegiatan ini adalah sebuah
daftar function-function yang merinci function-function yang
kompleks. Daftar function harus lengkap menyatakan secara
keseluruhan kebutuhan kolektif dari pelanggan dan aktor sehingga
harus konsisten dengan use case.
Cara untuk mengidentifikasi function adalah dengan melihat deskripsi
problem domain yang dinyatakan dalam kelas dan event, dan melihat
deskripsi application domain yang dinyatakan dalam use case. Kelas
dapat menyebabkan munculnya kebutuhan terhadap function update,
sementara usecase dapat menyebabkan munculnya segala macam tipe
function.
• User Interface
Menurut Mahiassen, et al (2000, p151-152). Interface
menghubungkan sistem dengan semua aktor yang berhubungan dalam
konteks. Ada dua jenis interface, yaitu: interface pengguna yang
menghubungkan pengguna dengan sistem dan interface sistem yang
menghubungkan sistem dengan sistem lainya.
Sebuah user interface yang baik harus dapat beradaptasi dengan
pekerjaan dan pemahaman user terhadap sistem. Kualitas interface
pengguna ditentukan oleh kegunaan atau usability interface tersebut
bagi pengguna.Usability bergantung pada siapa yang menggunakan
dan situasi pada saat sistem tersebut digunakan. Oleh sebab itu,
usability bukan sebuah ukuran yang pasti dan objektif.
72
Kegiatan analisis user interface ini berdasarkan pada hasil dari
kegiatan analisis lainnya, seperti model problem domain, kebutuhan
functional dan use case. Hasil dari kegiatan ini adalah sebuah
deskripsi elemen-elemen interface pengguna dan interface sistem
yang lengkap, dimana kelengkapan menunjukan pemenuhan
kebutuhan pengguna. Hasil ini harus dilengkapi dengan sebuah
diagram navigasi yang menyediakan sebuah ringkasan dari elemen-
elemen user interface dan perubahan antara elemen-elemen tersebut
(p159).
3. Architectural Design
Architectural design berfungsi sebagai kerangka kerja dalam aktivitas
pengembangan sistem dan menghasilkan struktur komponen dan proses
sistem. Tujuannya adalah untuk menstrukturisasi sebuah sistem yang
terkomputerisasi.
Tahap architectural design terdiri dari tiga aktivitas yaitu criteria, component
architecture, dan process architecture seperti yang digambarkan pada
Gambar 2.9.
Sumber: Mathiassen et al (2000, p176)
Gambar 2.10 Aktivitas Architectural Design
73
a. Aktivitas Criteria
Criteria merupakan properti yang dipilih dan diinginkan dari sebuah
arsitektur. Tabel di bawah ini menunjukkan criterion yang telah
ditentukan oleh para peneliti untuk menentukan kualitas dari sebuah
perangkat lunak (software). Gambar di bawah ini menunjukkan
keputusan kriteria dalam perancangan.
Gambar 2.11 Determinasi kriteria dalam perancangan
Tabel 2.1 Kriteria Klasik untuk Menentukan Kualitas Software
Kriteria Ukuran
Usable Kemampuan sistem beradaptasi dengan context organisasional dan teknikal.
Secure Pencegahan akses ilegal terhadap data dan fasilitas.
Efficient Eksploitasi ekonomis dari fasilitas technical platform.
Correct Kesesuaian dengan kebutuhan. Reliable Fungsi yang dijalankan secara tepat.
Maintainable Biaya untuk mencari dan memperbaiki kerusakan sistem.
Testable Biaya untuk menjamin bahwa sistem melakukan fungsinya.
Flexible Biaya memodifikasi sistem. Comprehensible Usaha yang diperlukan untuk memahami sistem.
74
Reusable Penggunaan bagian dari sistem ke dalam sistem lain yang berkaitan.
Portable Biaya memindahkan sistem ke technical platform lain.
Interoperable Biaya pemasangan sistem dengan sistem lain.
Mathiassen et al. (2000, pp179-182) menyebutkan bahwa kriteria
usable, flexible, dan comprehensible tergolong sebagai kriteria umum
yang harus dimiliki oleh sebuah sistem dan menentukan baik tidaknya
suatu rancangan sistem.
b. Aktivitas Component Architecture
Component architecture adalah struktur sistem dari komponen-
komponen yang berkaitan. Subaktivitas dari perancangan komponen
arsitektur ditunjukkan pada gambar di bawah ini.
Gambar 2.12 Subaktivitas dalam perancangan komponen arsitektur
Dalam aktivitas ini, perlu ditentukan pola arsitektural yang paling
sesuai dengan model sistem. Pola-pola arsitektural tersebut yaitu :
75
Layered Architecture Pattern
Generic Architecture Pattern
Client – Server Architecture Pattern
Client – Server Architecture dibagi menjadi beberapa bentuk yang
berbeda, yang dijelaskan pada tabel di bawah ini.
Tabel 2.2 Bentuk berbeda dari distribusi client – server architecture
Client Server Architecture U U + F + M Distributed presentation U F + M Local presentation U + F F + M Distributed functionality U + F M Centralized data U + F + M M Distributed data
Hasil dari aktivitas perancangan komponen arsitektur adalah sebuah
component diagram yang merupakan class diagram yang dilengkapi
dengan spesifikasi komponen yang kompleks.
c. Aktivitas Process Architecture
Process architecture adalah sebuah struktur eksekusi sistem yang
terdiri dari proses-proses yang saling tergantung satu sama lain.
Subaktivitas dari process architecture design ditunjukkan pada
gambar di bawah ini.
76
Gambar 2.13 Subaktivitas dalam process – architecture design
Dalam aktivitas ini juga perlu menentukan pola distribusi yang sesuai
dengan model sistem. Pola-pola distribusi tersebut, antara lain :
Centralized Pattern
Distributed Pattern
Decentralized Pattern
Hasil dari aktivitas ini adalah sebuah deployment diagram yang
menunjukkan processor dengan komponen program dan active
objects.
Mathiassen et al. (2000, pp179-182) menyebutkan bahwa kriteria usable,
flexible, dan comprehensible tergolong sebagai kriteria umum yang harus
dimiliki oleh sebuah sistem dan menentukan baik tidaknya suatu rancangan
sistem.
Component architecture adalah struktur sistem dari komponen-komponen
yang berkaitan. Dalam aktivitas ini, perlu ditentukan pola arsitektural yang
paling sesuai dengan model sistem. Pola-pola arsitektural tersebut antara lain:
• Layered Architecture Pattern
77
• Generic Architecture Pattern
• Client-Server Architecture Pattern
Hasil dari aktivitas ini adalah sebuah component diagram yang merupakan
class diagram yang dilengkapi dengan spesifikasi komponen yang kompleks.
Process architecture adalah sebuah struktur eksekusi sistem yang terdiri dari
proses-proses yang saling tergantung satu sama lain. Dalam aktivitas ini juga
perlu menentukan pola distribusi yang sesuai dengan model sistem. Pola-pola
distribusi yang ada antara lain:
• Centralized Pattern
• Distributed Pattern
• Decentralized Pattern
Hasil dari aktivitas ini adalah sebuah deployment diagram yang menunjukkan
processor dengan komponen program dan active objects.
4. Component Design
Menurut Mathiassen, et al. (2000, p231) Component design bertujuan untuk
menentukan implementasi kebutuhan di dalam kerangka kerja arsitektural.
Kegiatan component design bermula dari spesifikasi arsitektural dan
kebutuhan sistem. Hasilnya adalah deskripsi mengenai komponen-
komponen yang saling berhubungan dengan sistem. Component design terdiri
dari tiga aktivitas, yaitu:
a. Model component
78
Menurut Mathiassen, et al (2000, p235) Model component adalah
bagian dari sistem yang mengimplementasikan model problem
domain. Konsep utama dalam desain komponen model adalah
struktur. Dalam aktivitas ini dihasilkan sebuah class diagram yang
telah direvisi.
b. Function component
Menurut Mathiassen, et al (2000, p251) komponen function adalah
bagian dari sistem yang mengimplementasikan kebutuhan fungsional.
Tujuan dari function komponen adalah memberikan akses bagi usr
interface dan komponen sistem lainnya ke model.
c. Connecting component
Merupakan desain hubungan antar komponen untuk memperoleh
rancangan yang fleksibel dan mudah dimengerti. Hasilnya adalah
class diagram yang berhubungan dengan komponen-komponen
sistem. Gambar 2.13 berikut ini menggambarkan aktivitas-aktivitas
yang terdapat dalam component design (Mathiassen, 2000, p232).
Gambar 2.14 Aktivitas Component Design
79
2.16. Unified Modeling Language (UML)
2.16.1. Sejarah UML
Pada akhir tahun 80-an dan awal tahun 90-an, sudah banyak terdapat metode
pemodelan berorientasi objek yang digunakan pada industri-industri, diantaranya Booch
Method, Object Modeling Technique (OMT) yang diperkenalkan oleh James Rumbaugh,
dan Object-Oriented Software Engineering (OOSE) yang diperkenalkan oleh Ivar
Jacobson. Keberadaan berbagai metode tersebut justru menjadi masalah utama dalam
pengembangan sistem berorientasi objek, karena dengan banyaknya metode pemodelan
objek yang digunakan akan membatasi kemampuan untuk berbagi model antar proyek
dan antar tim pengembang. Hal tersebut disebabkan oleh berbedanya konsep masing-
masing metode pemodelan objek sehingga menghambat komunikasi antara anggota tim
dengan user yang berujung pada banyaknya kesalahan atau error pada proyek.
Dikarenakan masalah-masalah tersebut, maka diperlukanlah suatu standarisasi
penggunaan bahasa pemodelan.
Pada tahun 1994, Grady Booch dan James Rumbaugh bekerja sama dan
menyatukan metode pengembangan berorientasi objek mereka dengan tujuan untuk
menciptakan sebuah sistem pengembangan berorientasi objek yang standar. Pada tahun
1995 Ivar Jacobson ikut bergabung dengan mereka dan ketiganya memusatkan perhatian
untuk menciptakan sebuah bahasa pemodelan objek yang standar, bukan lagi
berkonsentrasi pada metode atau pendekatan berorientasi objek. Berdasarkan pemikiran
ketiga tokoh tersebut, maka akhirnya pada tahun 1997 bahasa pemodelan objek standar
Unified Modeling Language (UML) versi 1.0 mulai diperkenalkan kepada masyarakat
luas.
80
UML bukan merupakan metode untuk mengembangkan sistem, melainkan
hanya berupa notasi yang kemudian pada saat ini diterima dengan luas sebagai bahasa
pemodelan objek yang standar. Object Management Group (OMG) mengadopsi UML
pada bulan November 1997 dan sejak saat itu terus mengembangkannya berdasarkan
pada kebutuhan dunia industri. Pada tahun 2004, telah diluncurkan UML versi 1.4 dan
pada saat itu juga OMG telah mulai merencanakan pengembangan UML versi 2.0.
2.16.2. Kegunaan UML
UML diperuntukan untuk pemakaian sistem software yang intensif. Ada
banyak tujuan dibelakang pengembangan dari UML, yang paling pertama dan penting
adalah agar dapat digunakan oleh semua pengembang atau modelers dan tujuan akhir
dari UML adalah untuk menjadi sesederhana mungkin selama masih memenuhi
kebutuhan untuk melakukan modeling pada sistem yang akan dibangun.
2.16.3. Notasi UML
Notasi adalah bahasa textual dan graphical yang seragam untuk
menggambarkan sebuah sistem dan konteksnya yang diformalisasikan secara terpisah.
Tujuannya adalah untuk menyederhanakan komunikasi dan dokumentasi (Mathiassen et
al., 2000, p237).
2.16.3.1. System Definition
Awal dari suatu perancangan sistem infomasi adalah pengumpulan ide
mengenai sistem yang diinginkan dengan mengumpulkan informasi mengenai situasi
yang sedang dihadapi. Kegiatan ini merupakan preliminary analysis dimana pada tahap
81
ini dilakukan pengamatan dan pemahaman terhadap situasi yang terkait beserta dengan
pihak-pihak yang berhubungan dengan situasi tersebut. Pengamatan terhadap situasi ini
perlu didukung dengan pengumpulan dan evaluasi ide mengenai desain ide yang
berkaitan dengan sistem yang diinginkan dan dibutuhkan.
Hasil dari preliminary analysis ini adalah system definition yang
menggambarkan pilihan sistem yang akan dikembangkan. System definition menjelaskan
konteks sistem, informasi yang harus dikandung dalam sistem, fungsi-fungsi dalam
sistem, penggunaan serta batasan-batasan yang harus diperhatikan. Pengertian system
definition menurut Mathiassen et al. (2000, p24) adalah suatu uraian ringkas dari suatu
sistem terkomputerisasi dinyatakan dalam bahasa alami.
2.16.3.2. Rich Picture
Menurut Mathiassen et al. (2000, p26) rich picture merupakan sebuah
gambaran yang berisi informasi, yang menggambarkan pemahaman dari sebuah situasi.
Rich picture berisi sebuah pandangan menyeluruh dari people, object process, structure,
dan problem dalam system problem dan application domain. People dapat berupa system
developer, user, pelanggan, atau pemain lain. Object dapat berupa banyak benda seperti
mesin, dokumen, lokasi, departemen, dan yang lainnya. Process menguraikan aspek dari
sebuah situasi yang berubah, tidak stabil, atau di bawah pengembangan. Secara grafik,
process diilustrasikan dengan simbol panah. Structure menguraikan aspek dari sebuah
situasi yang terlihat stabil atau sulit untuk diubah. Secara grafik, structure diuraikan
dalam satu dari dua cara: menggambar garis antara elemen-elemen atau menempatkan
elemen-elemen yang berhubungan dalam sebuah figur umum, seperti segi empat atau
lingkaran.
82
2.16.3.3. FACTOR
Dalam kegiatan preliminary analysis juga ditentukan FACTOR yang
memiliki 6 elemen seperti dinyatakan oleh Mathiassen et al (2000, p39-40) yaitu :
1. Functionality : Fungsi dari sistem yang mendukung kegiatan dalam application
domain.
2. Application domain : Bagian dari organisasi yang mengatur, mengawasi dan
mengontrol problem domain.
3. Conditions : Kondisi dimana sistem akan dikembangkan dan digunakan.
4. Technology : Teknologi yang digunakan baik untuk mengembangkan sistem dan
juga teknologi yang memungkinkan dan mendukung jalannya sistem.
5. Objects : Objek utama dalam problem domain
6. Responsibility : Tanggung jawab sistem secara keseluruhan dalam hubungannya
dengan konteksnya.
Mathiassen et al (2000, p40) juga menyatakan bahwa FACTOR dapat
digunakan dalam dua cara. Yang pertama adalah FACTOR dapat digunakan untuk
mendukung kegiatan pembuatan system definition, dimana keenam kriteria FACTOR
dipertimbangkan formulasinya. Pada tahap ini, FACTOR terlebih dahulu didefinisikan
baru kemudian ditentukan system definitionnya. Cara kedua adalah dengan
mendefinisikan terlebih dahulu system definition dan kemudian menggunakan keenam
kriteria FACTOR untuk mengetahui bagaimana system definition yang dibuat telah
memenuhi keenam faktor tersebut.
83
2.16.3.4. Class Diagram
Class Diagram menggambarkan struktur objek dari sistem. Class diagram
menunjukkan class objek yang membentuk sistem dan hubungan struktural diantara
class objek tersebut (Mathiassen et al., 2000, p336). Terdapat tiga jenis hubungan antar
class yang biasa digunakan dalam class diagram (Whitten et al., 2004, p455-459).
Ketiga jenis hubungan tersebut antara lain:
1. Asosiasi
Asosiasi merupakan hubungan statis antar dua objek atau class.
Hubungan ini menggambarkan apa yang perlu diketahui oleh sebuah
class mengenai class lainnya. Hubungan ini memungkinkan sebuah objek
atau class mereferensikan objek atau class lain dan saling mengirimkan
pesan. Sedangkan multiplicity adalah notasi yang menjelaskan hubungan
antara class yang telah dihubungkan tersebut.
Gambar 2.15 Contoh Hubungan Asosiasi dan multiplicity
2. Generalisasi (atau Spesialisasi)
Dalam hubungan generalisasi, terdapat dua jenis class, yaitu class supertype
dan class subtype. Class supertype atau class induk memiliki atribut dan
behavior yang umum dari hirarki tersebut. Class subtype atau class anak
84
memiliki atribut dan behavior yang unik dan juga memiliki atribut dan
behavior milik class induknya. Class induk merupakan generalisasi dari class
anaknya, sedangkan class anak merupakan spesialisai dari class induknya.
Class1
Class2 Class3
Gambar 2.16 Contoh Hubungan Generalisasi
3. Agregasi
Agregasi merupakan hubungan yang unik dimana sebuah objek merupakan
bagian dari objek lain. Hubungan agregasi tidak simetris dimana jika objek B
merupakan bagian dari objek A, namun objek A bukan merupakan bagian dari
objek B. Pada hubungan ini, objek yang menjadi bagian dari objek tertentu
tidak akan memiliki atribut atau behavior dari objek tersebut.
Class1 Class2-End1
1
-End2
*
Gambar 2.17 Contoh Hubungan Agregasi
2.16.3.5. Statechart Diagram
Statechart Diagram digunakan untuk memodelkan perilaku secara dinamis
dari sebuah objek dalam sebuah class yang spesifik dan berisi state dan transition
(Mathiassen et al., 2000, p341). Statechart diagram mengilustrasikan siklus objek hidup
85
yaitu berbagai status yang dapat dimiliki objek dan event yang menyebabkan status
objek berubah menjadi status lain (Whitten et al., 2004, p700).
Statechart diagram dibuat dengan langkah-langkah sebagai berikut (Whitten
et al., 2004, p700):
1. Mengidentifikasi status awal dan status final.
2. Mengidentifikasi status objek selama masa hidup objek tersebut.
3. Mengidentifikasi event pemicu perubahan status objek.
4. Mengidentifikasi jalur perubahan status.
Gambar 2.18 Contoh Statechart Diagram (Mathiassen et al., 2000, p358)
Mathiassen et al (2000, p93) sendiri menyatakan bahwa behavioral pattern
memiliki tiga bentuk yaitu :
• Sequence (urutan)
Merupakan pola dimana event terjadi setelah event tertentu diselesaikan.
• Selection (pemilihan)
Merupakan pola dimana hanya satu event yang terjadi dari beberapa
kemungkinan event yang dapat terjadi.
• Iteration (perulangan)
Merupakan pola event yang dapat terjadi berulang-ulang.
86
Gambar 2.19 Struktur kontrol dalam Statecharts (Mathiassen et al, 2000, p95)
2.16.3.6. Use Case Diagram
Menurut Whitten et al. (2004, p441), use case diagram merupakan gambaran
interaksi antara sistem dan user. Sedangkan Mathiassen et al. (2000, p343) menyatakan
bahwa use case diagram adalah deskripsi secara grafis yang menggambarkan
hubungan antara actors dan use case. Penjelasan use case biasa ditambahkan untuk
menjelaskan langkah-langkah interaksi.
Gambar 2.20 Contoh Use Case Diagram (Whitten et al., 2004, p282)
a
Sequence (urutan)
a
T1
b
T2
z
Selection (pemilihan)
T
b
Iteration (perulangan)
T
az
Event
State
Perpindahan ke State berikutnya
87
Setelah pembuatan use case diagram, kemudian dilanjutkan dengan narasi
dari masing-masing use case. Narasi dari masing-masing use case ditujukan sebagai
dokumentasi mengenai apa yang harus dilakukan oleh actor terhadap sistem (actor
action) dan bagaimana sistem merenspon tindakan actor (system respons). Selain itu,
narasi tersebut juga menggambarkan hubungan antara actor dengan objek dalam suatu
use case. Jadi, secara keseluruhan, use case specification merupakan penggambaran
secara rinci dari setiap use case yang telah digambarkan dalam use case diagram.
2.16.3.7. Sequence Diagram
Bennet et al. (2006, p253) menyatakan bahwa sequence diagram menunjukkan
interaksi antar objek yang diatur berdasarkan urutan waktu. Sequence diagram dapat
digambarkan dalam berbagai level of detail yang berbeda daur hidup pengembangan
sistem. Aplikasi sequence diagram yang paling umum adalah untuk menggambarkan
interaksi antar objek yang terjadi pada sebuah use case atau sebuah operation.
Bennet et al. (2006, pp253-254) menyatakan bahwa setiap sequence diagram
harus diberikan frame yang memiliki heading dengan menggunakan notasi sd yang
merupakan kependekan dari sequence diagram. Bennet et al. (2006, p270) juga
menyatakan bahwa terdapat beberapa notasi penulisan heading pada setiap frame yang
terdapat dalam sequence diagram, antara lain:
a. alt
Notasi alt merupakan singkatan dari alternatives yang menyatakan bahwa
terdapat beberapa buah alternatif jalur eksekusi untuk dijalankan.
88
b. opt
Notasi opt merupakan singkatan dari optional dimana frame yang memiliki
heading ini memiliki status pilihan yang akan dijalankan jika syarat tertentu
dipenuhi.
c. loop
Notasi loop menyatakan bahwa operation yang dijalankan secara berulang
selama kondisi tertentu.
d. break
Notasi break mengindikasikan bahwa semua operation yang berada setelah
frame tersebut tidak dijalankan.
e. par
Merupakan singkatan dari parallel yang mengindikasikan bahwa operation
dalam frame tersebut dijalankan secara bersamaan.
f. seq
Notasi seq merupakan singkatan dari weak sequencing yang berarti operation
yang berasal dari lifeline yang berbeda dapat terjadi pada urutan manapun.
g. strict
Notasi strict merupakan singkatan dari strict sequencing yang menyatakan
bahwa operation harus dilakukan secara berurutan.
h. neg
Notasi neg merupakan singkatan dari negative yang mendeskripsikan operasi
yang tidak valid.
89
i. critical
Frame yang memiliki heading critical menyatakan bahwa operasi-operasi yang
terdapat di dalamnya tidak memiliki sela yang kosong.
j. ignore
Notasi ini mengindikasikan bahwa tipe pesan atau parameter yang dikirimkan
dapat diabaikan dalam interaksi.
k. consider
Consider menyatakan pesan mana yang harus dipertimbangkan dalam interaksi.
l. assert
Merupakan kependekan dari assertion yang menyatakan urutan pesan yang valid.
m. ref
Notasi ref merupakan kependekan dari refer yang menyatakan bahwa frame
mereferensikan operation yang terdapat di dalamnya pada sebuah sequence
diagram tertentu.
90
Gambar 2.21 Contoh Sequence Diagram (Bennet et al., 2006, p254)
2.16.3.8. Navigation Diagram
Navigation Diagram merupakan statechart diagram khusus yang berfokus
pada user interface (Mathiassen et al., 2000, p344)..
Sebuah window dapat digambarkan sebagai sebuah state. State ini memiliki nama dan
berisi gambar miniatur window. Transisi antar state dipicu oleh ditekannya sebuah
tombol yang menghubungkan dua window.
91
2.16.3.9. Component Diagram
Component Diagram merupakan diagram implementasi yang digunakan untuk
menggambarkan arsitektur fisik dari software sistem. Diagram ini dapat menunjukkan
bagaimana coding pemrograman terbagi menjadi komponen-komponen dan juga
menunjukkan ketergantungan antar komponen tersebut (Whitten et al., 2004, p442).
Sebuah komponen digambarkan dalam UML sebagai sebuah kotak dengan dua kotak
kecil di sebelah kirinya. Ketergantungan antar dua komponen menunjukkan bagaimana
kedua komponen tersebut saling berkomunikasi.
Gambar 2.22 Contoh Component Diagram (Mathiassen et al., 2000, p201)
2.16.3.10. Deployment Diagram
Deployment Diagram, sama seperti component diagram, merupakan diagram
implementasi yang menggambarkan arsitektur fisik sistem. Perbedaannya, deployment
diagram tidak hanya menggambarkan arsitektur fisik software saja, melainkan software
92
dan hardware. Diagram ini menggambarkan komponen software, processor, dan
peralatan lain yang melengkapi arsitektur sistem (Whitten et al., 2004, p442). Menurut
Mathiassen et al. (2000, p340), deployment diagram menunjukkan konfigurasi sistem
dalam bentuk processor dan objek yang terhubung dengan processor tersebut.
Setiap kotak dalam deployment diagram menggambarkan sebuah node yang
menunjukkan sebuah hardware. Hardware dapat berupa PC, mainframe, printer, atau
bahkan sensor. Software yang terdapat di dalam node digambarkan dengan simbol
komponen. Garis yang menghubungkan node menunjukkan jalur komunikasi antar
device. Gambar 2.22 berikut ini menunjukkan sebuah contoh deployment diagram.
Gambar 2.23 Contoh Deployment Diagram (Mathiassen et al., 2000, p217)
2.17. Perancangan Basis Data
Perancangan basis data (database) adalah kumpulan data (elementer) yang
secara logik saling berkaitan dalam mempresentasikan fenomena atau fakta secara
terstruktur dalam domain tertentu untuk mendukung aplikasi pada sistem tertentu.
93
Database merupakan komponen dasar dari sebuah sistem informasi dan pengembangan
serta penggunaannya sebaiknya dipandang dari perspektif kebutuhan organisasi yang
lebih besar.
Basis data sebagai komponen utama sistem informasi karena semua
informasi untuk pengambilan keputusan berasal dari data di basis data, maka jika saat
satu kejadian muncul di dunia nyata mengubah state dari organisasi/perusahaan/sistem,
maka satu perubahan pun harus dilakukan terhadap data yang disimpan di basis data.
Pengelolaan basis data yang buruk dapat mengakibatkan ketidaktersediaan data penting
yang digunakan untuk menghasilkan informasi yang diperlukan dalam pengambilan
keputusan.
Penelitian pada bidang basis data meliputi bahasa query yang powerful,
model data yang lengkap, dan penekanan pada dukungan analisis data yang kompleks
dari semua bagian organisasi. Beberapa vendor memperluas sistemnya dengan
kemampuan penyimpanan tipe data baru misal image dan text, dan kemampuan query
yang kompleks. Sistem khusus dan spesial dikembangkan oleh banyak vendor untuk
membuat data warehouse, mengkonsolidasi data dari beberapa basis data.
Perangkat lunak yang digunakan untuk mengelola dan memanggil query
basis data disebut sistem manajemen basis data (database management system, DBMS).
DBMS menyediakan akses data yang efisien, kebebasan data, integritas data, keamanan,
dan pengembangan aplikasi yang cepat, mendukung akses bersamaan dan perbaikan dari
kerusakan. Komponen utama dalam DBMS adalah :
- Perangkat keras (hardware)
- Perangkat lunak (software)
- Data
94
- Pengguna (user)
Keuntungan dari adanya pengunaan DMBS dalam mengelola data adalah sebagai
berikut:
- Kebebasan data dan akses yang efisien
- Mereduksi waktu pengembangan aplikasi
- Integritas dan keamanan data
- Administrasi keseragaman data
- Akses bersamaan dan perbaikan dari terjadinya crashes (tabrakan dari proses
serentak).