bab 2 landasan teori - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/bab2/2010-1-00484-mnti-bab 2.pdf ·...
TRANSCRIPT
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Diagram Sebab Akibat
2.1.1 Penggunaan Diagram Sebab Akibat
Diagram sebab akibat adalah suatu diagram yang menunjukkan hubungan
antara sebab dan akibat..Diagram sebab akibat ini sering juga disbeut sebagai
Diagram Tulang Ikan (fishbone diagram) karena bentuknya seperti kerangka
ikan, atau Diagram Ishikawa (Ishikawa diagram) karena pertama kali
diperkenalkan oleh Prof. Kaour Ishikawadari Universitas Tokyo 1953 (Gaspersz,
1998).
Pada dasarnya diagram sebab akibat dapat digunakan untuk kebutuhan
kebutuhan berikut (Gaspersz, 1998):
- Membantu mengidentifikasi akar penyebab suatu masalah
- Membantu membangkitkan ide-ide untuk solusi suatu masalah
- Membantu dalam penyelidikan atau pencarian fakta lebih lanjut
Contoh diagram sebab akibat ditunjukkan dalam gambar 2.1 dan 2.2.
2.1.2 Langkah-langkah Membuat Diagram Sebab-Akibat
Langkah-langkah dalam pembuatan diagram sebab-akibat
dapatdikemukakan sebagai berikut (Gaspersz, 1998):
1. Mulai dengan pernyataan masalah-masalah umum yang penting dan
mendesak untuk diselesaikan.
40
2. Tuliskan pernyataan masalah itu pada “kepala ikan” , yang merupakan
akibat (effect). Tuliskan pada sebelah kanan dari kertas (kepala ikan),
kemudian gambarkan “tulang belakang” dari kiri ke kanan dan tempatkan
pernyataan masalah itu dalam kotak.
3. Tuliskan faktor-faktor penyebab utama (sebab-sebab) yang mempengaruhi
masalah sebagai tulang ikan. “tulang besar”, juga ditempatkan dalam
kotak. Faktor-faktor penyebab atau kategori-kategori utama dapat
dikembangkan melalui stratifikasi ke dalam pengelompokan dari faktor-
faktor : manusia mesin, peralatan, material, metode kerja, lingkungan
kerja, pengukuran, dll atau stratifikasi melalui langkah-langkah aktual
dalam proses. Faktor-faktor penyebab atau kategori kategori dapat
dikembangkan melalui brainstorming.
4. Tuliskan penyebab-penyebab sekunder yang mempengaruhi penyebab-
penyebab utama (tulang-tulang besar), serta penyebab-penyebab sekunder
itu dinyatakan sebagai “tulang-tulang ikan berukuran sedang”.
5. Tuliskan penyebab-penyebab besar yang mempengaruhi penyebab-
penyebab sekunder (tulang-tulang berukuran sedang) , serta penyebab-
penyebab tersier itu dinyatakn sebagai “tulang-tulang berukuran kecil”.
6. Tentukan item-item yang penting dari setiap faktor dan tandailah faktor-
faktor penting tertentu yang kelihatannya memiliki pengaruh nyata
terhadap permasalahan yang terjadi.
7. Carilah informasi yang perlu di dalam diagram sebab-akibat itu, seperti :
judul, nama produk, prroses, kelompok, daftar partisipan, tanggal, dll.
41
Gambar 2.1 Diagram Sebab Akibat
skema sistematis yang mengidentifikasi kemungkinan akar penyebab (root causes) meningkatnya impor buah
Sumber : http://zulfadlillah.blogspot.com/2008/02/belajar-menulis.html
42
Gambar 2.2 Diagram Sebab Akibat (b)
Diagram ini menunjukkan penyebab-penyebab belum optimalnya fungsi organisasi PPI-Groningen
Sumber : http://kampanye.febdian.net/misi-visi.htm
43
Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab dari suatu masalah yang sedang
dikaji kita dapat mengembangkan pertanyaan-pertanyaan berikut (Gaspersz,
1998):
- Apa penyebab itu ?
- Mengapa kondisi atau penyebab itu terjadi?
- Bertanya “Mengapa” beberapa kali (konsep five way) sampai ditemukan
penyebab yang cukup spesifik untuk diambil tindakan perbaikan.
Penyebab-penyebab spesifik itu yang dimasukkan atau dicatat ke dalam
diagram sebab-akibat
2.2 Diagram Pareto
2.2.1 Penggunaan Diagram Pareto
Diagram Pareto dipergunakan untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi
tipe-tipe/jenis-jenis yang tidak sesuai. Pareto Chart dikembangkan oleh seorang
ahli ekonomi Italia yang bernama Vilredo Pareto pada abad ke 19.
Diagram pareto adalah grafik batang yang menunjukkan masalah berasarkan
urutan banyaknya kejadian. Masalah yang paling banyak terjadi ditunjukkan oleh
grafik batang pertama yang tertinggi serta ditempatkan pada sisi paling kiri, dan
seterusnya sampai masalah yang paling sedikit terjadi ditunjukkan oleh grafik
batang terakhir yang terendah serta ditempatkan pada sisi paling kanan. Susunan
tersebut akan membantu untuk menentukan pentingnya atau prioritas kategori
kejadian-kejadian atau sebab-sebab kejadian yang dikaji. Dengan bantuan Pareto
Diagram tersebut kegiatan akan lebih efektif dengan memusatkan perhatian pada
44
sebab-sebab yang mempunyai dampak yang paling besar terhadap kejadian
daripada meninjau berbagai sebab.
Berbagai Pareto Chart dapat digambarkan dengan menggunakan data yang
sama, tetapi digambarkan secara berlainan. Dengan cara menunjukkan data
menurut frekuensi terjadinya, menurut biaya, menurut waktu terjadinya, dapat
diungkapkan berbagai prioritas penanganannya tergantung pada kebutuhan
spesifik yang ada. Dengan demikian tidak dapat begitu saja ditentukan bar yang
terbesar dalam Pareto Chart sebagai persoalan yang terbesar. Dalam hal ini harus
dikumpulkan terlebih dahulu informasi secukupnya (Gaspersz, 1998).
2.2.2 Langkah-langkah Membuat Diagram Pareto
Dalam mengadakan Analisis Pareto, yang diatasi adalah sebab kejadian,
bukannya gejalanya. Langkah yang dipergunakan ialah (Eugene L. Grant, 1988):
• Mengidentifikasi tipe-tipe/jenis-jenis yang akan diperbandingkan. Setelah itu
merencanakan dan melaksanakan pengumpulan data, yaitu:
• Menentukan masalah yang akan diteliti.
• Menentukan data apa yang akan diperlukan dan bagaimana mengklasifikasikan
atau mengkategorikan data itu.
• Menentukan metode dan periode pengumpulan data.
• Menentukan frekuensi dari kategori Non Conformance yaitu dengan membuat
suatu ringkasan daftar atau tabel yang mencatat frekuensi kejadian dari
masalah yang telah diteliti dengan menggunakan Check Sheet.
45
• Mengurutkan menurut frekuensinya yaitu dengan membuat daftar masalah
secara berurut berdasarkan frekuensi kejadian dari yang tertinggi sampai yang
terendah.
• Menghitung prosentase dari frekuansi tersebut yaitu dengan menghitung
frekuensi kumulatif, prosentase dari total kejadian dan prosentase dari total
kejadian secara kumulatif.
• Membuat diagram berdasarkan pada urutan diatas.
• Memutuskan untuk mengambil tindakan peningkatan atas Penyebab Utama
dari masalah yang sedang terjadi tersebut.
• Dengan demikian dapat diketahui frekuensi Non Conformance yang paling
tinggi, meskipun tidak harus yang paling penting.
2.2.3 Bebrapa Catatan Tentang Diagram Pareto
Pada dasarnya diagram pareto terdiri dari dua jenis, yaitu Gaspersz, 1998).
1. Diagram Pareto Mengenai Fenomena:. Diagram ini berkaitan dengan hasil
hasil yang tidak diinginkan dan digunakan untuk mengetahui masalah utama
yang ada.
Contoh fenomena, anatar lain:
- Kualitas: kerusakan, kegagalan, keluhan, item-item yang dikembalikan,
perbaikan, reparasi, dll.
- Biaya: jumlah kerugian, ongkos pengeluaran, dll.
- Penyerahan (delivery): penundaan delivery, keterlambatan pembayaran,
kekurangan stok, dll.
- Keamanan: kecelakaan, kesalahan, gangguan, dll.
46
2. Diagram Pareto mengenai Penyebab. Diagram ini berkaitan dengan
penyebab dalam proses dan dipergunakan untuk mengetahui apa penyebab
utama dari masalah yang ada.
Contoh penyebab, antara lain:
• Operator: umur, pengalaman, ketrampilan, sifat individual, pergantian
kerja (shift), dll.
• Mesin: peralatan, instrumen, dll.
• Bahan Baku: pembuatan bahan baku, macam bahan baku, pabrik bahan
baku, dll.
• Metode Operasi: kondisi operasi, metode kerja, sistem pengaturan dll.
2.2.4 Contoh penggunaan Diagram Pareto
1. Berkaitan dengan ilmu SDM
Seorang Sekretaris Eksekutif bernama Cynthia. Hampir tiap bulan, dia merasa
gajinya tidak pernah cukup memenuhi kebutuhan dirinya, padahal tiap bulan dia
mendapat gaji Take Home Pay sebesar 10 juta. Dia merasa gajinya cukup besar
dan lagipula masih lajang, tapi tiap bulan selalu saja kurang dan belum akhir bulan
sudah mengutang, sehingga terpaksa menggunakan kartu kredit. Karena tagihan
semakin besar, maka Cynthia memberanikan diri untuk konsultasi kepada
Manager HR mengenai hal ini.
Atas anjuran HR Manager, Cynthia dimintakan membuat data pengeluaran rata-
rata tiap bulan. Akhirnya keluarnya tabel data seperti berikut :
47
Tabel 2.1 Data Pengeluaran Rata-Rata Tiap Bulan Cynthia
Kegiatan BiayaBelanja 6.000.000 Makan 2.000.000 Sewa Kos 1.000.000 Transport 600.000 Telepon 300.000 Lain-lain 100.000
Dari data pada tabel tersebut mereka membuat diagram pareto seperti berikut:
Gambar 2.3 Diagram Pareto (a)
Diagram ini merupakan hasil pengolahan data pengeluaran Cynthia tiap bulan
Sumber: http://ilmusdm.wordpress.com/2008/01/23/mengenal-konsep-pareto/
Dari diagram diatas, terlihat bahwa Cynthia sudah mengeluarkan 80%
penghasilannya hanya untuk belanja dan makan-makan. Karena itu, dari sini
terlihat bahwa mulai bulan depan, Cynthia harus bisa mengendalikan aktifitasnya
terutama untuk aktifitas belanja.
48
2. Berkaitan dengan Pelayanan
Dr. Frans Melik, Direktur Pengelola “M. C. SEHAT’i”, mengadakan survey
melalui penyebaran kuesioner, guna menganalisa faktor-faktor penyebab pasien
yang semakin menurun karena akibat penurunan ini pendapatan M. C. SEHAT’i
juga turun sampai 20% dibandingkan dengan bulan yang sama periode tahun lalu.
Hasil kuesioner tersebut kemudian diolah dan dimasukkan ke dalam tabel data
sebagai berikut:
Tabel 2.2 Hasil Pengolahan Kuesioner
Dari tabel diatas dibuatlah diagram pareto sebagai berikut:
Gambar 2,4 Diagram Pareto (b)
Diagram ini digunakan untuk menganalisa faktor-faktor penyebab pasien yang semakin menurun
Sumber: http://www.yohanli.com/pareto-dalam-pengendalian-mutu.html
49
Dari diagram pareto ditunjukan secara jelas masalah tertinggi sebesar 25% dari
seluruh masalah dikarenakan oleh lokasi klinik jauh dari rumah, diagram pareto
ditemukan oleh Vilfredo Pareto dan dipopulerkan oleh Joseph M. Juran yang
berpendapat bahwa 80% masalah disebabkan oleh 20% penyebab, sehingga bila
menyelesaikan 20% penyebab masalah dapat menyelesaikan 80% masalah.
Dalam diagram pareto ini masalah dapat terlihat secara urut dari yang paling tinggi
ke yang paling rendah frekuensinya, hal ini memudahkan untuk pengambilan
keputusan. Pada kasus ini masalah yang tebanyak frekuensinya adalah karena
lokasi klinik yang jauh dari rumah, untuk itu direktur pengelola mungkin dapat
mengambil suatu kebijakan atau tindakan perbaikan contohnya dengan cara
mempelajari ulang lokasi para pasien dan membuka cabang di lokasi yang dekat
dengan rumah pasien, walaupun perlu dipertimbangkan juga cost and benefit-nya
penurunan 20% pendapatan dibandingkan meraih 25% pengunjung dengan
membuka cabang baru.
Walaupun menurut asas pareto hanya 20% penyebab saja yang menyebabkan 80%
masalah, direktur pengelola juga akan bijaksana melihat faktor lainnya, contohnya
frekuensi terbanyak kedua adalah ketidaktahuan pengunjung akan prosedur klinik,
seharusnya direktur pengelola dapat meninjau metoda pemberitahuan prosedur,
direktur pengelola dapat saja sebagai contoh membuat suatu informasi mengenai
prosedur klinik yang dipasang di tempat yang mudah dilihat pengunjung, atau juga
mewajibkan petugas keamanan secara proaktif melayani pengunjung, misalnya
saat membuka pintu pengunjung dapat disapa dengan ramah dan bertanya apakah
membutuhkan bantuan atau informasi. Ketidak-tahuan pelanggan dengan adanya
klinik krina dapat diselesaikan dengan cara melakukan iklan atau pamflet atau
50
sarana komunikasi massa lainnya supaya masyarakat mengetahui adanya klinik
sehat krina. Pelayanan klinik yang kurang baik juga dapat menyebabkan
kehilangan pasien, seharusnya pelayanan adalah suatu masalah yang paling murah,
direktur pengelola harus mempelajari masalah ini dan mengambil tindakan untuk
memperbaiki ini.
2.3 Pengukuran Waktu Jam Berhenti
Sesuai dengnn namanya, maka pengukuran waktu itu menggunkana jam
henti (stop watch) sebagai alat utamanya. Cara ini tampanknya merupakan cara yang
paling banyak dikenal, dan karenanya banyak dipakai. Salah satu yang
menyebabkannya adalah kesederhanaan aturan-aturan pengajaran yang dipakai.
Ada beberapa aturan pengukuran yang perlu dijalankan untuk mendapatkan
hasil yang baik. Aturan-aturan tersebut dijelaskan dalam langkah-langkah berikut ini
(Sutalaksana, 2006). :
Langkah-langkah Sebelum Melakukan Pengukuran
Untuk mendapatkan hasil yang baik, yaitu yang dapat dipertanggung
jawabkan maka tidaklah cukup sekedar melakukan beberapa kali pengukuran dengan
menggunakan jam henti. Banyak faktor yang harus diperhatikan agar akhirnya dapat
diperoleh waktu yang pantas untuk pekerjaan yang bersangkutan seperti yang
berhubungan dengan kondisi kerja, cara pengukuran, jumlah pengukuran, dan lain-
lain. Di bawah ini adalah sebagian langkah yang perlu diikuti agar maksud di atas
dapat dicapai (Sutalaksana, 2006).
51
a. Penetapan Tujuan Pengukuran
Sebagaimana halnya dengan berbagai kegiatan lain, tujuan melakukan
kegiatan harus ditetapkan terlebih dahulu. Dalam pengukuran waktu, hal-hal
penting yang harus diketahui dan ditetapkan adalah untuk apa hasil pengukuran
digunakan, berapa tingkat ketelitian dan keyakinan yang dinginkan dari hasil
pengukuran tersebut.
Misalnya jika waktu baku yang akan diperoleh dimaksudkan untuk
dipakai sebagai dasar upah perangsang, maka ketelitian dan keykinan tentang
hasil pengukuran harus tinggi karena menyangkut prestasi dan pendapatan buruh
disamping keuntungan bagi perusahaan itu sendiri. Tetapi jika pengukuran
dimaksudkan untuk memperkirakan secara kasar bilamana pemesan barang dapat
kembali untuk mengambil pesanannya, maka tingkat ketelitian dan tingkat
keyakinan tidak perlu terlalu tinggi (Sutalaksana, 2006)..
b. Melakukan Penelitian Pendahuluan
Yang dicari-cari dari pengukuran waktu adalah waktu yang pantas
diberikan kepada pekerja untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. Tentu suatu
kondisi yang ada dapat dicari waktu yang pantas tersebut, artinya akan didapati
juga waktu yang pantas untuk menyelesaikan pekerjaan dengan kondisi yang
bersangkutan. Suatu perusahaan biasanya menginginkan waktu kerja yang
sesingkat-singkatnya. Agar dapat meraih keuntungan yang sebesar-besarnya.
Keuntungan demikian tidak akan diperoleh jika kondisi kerja dan pekerjaan-
pekerjaan yang ada di perusahaan tersebut tidak menunjang terjadinya hal tadi.
52
Waktu kerja yang pantas hendaknya merupakan waktu kerja yang didapati
dari kondisi kerja yang baik. Dengan kata lain pengukuran waktu sebaiknya
dilakukan bila kondisi kerja dari pekerjaan yang diukur sudah baik. Jika belum
maka kondisi yang ada hendaknya diperbaiki terlebih dahulu.
Hal yang sama dapat terjadi bila cara-cara kerja yang digunakan untuk
menyelesaikan pekerjaan belum baik. Untuk mendapatkan waktu penyelesaian
yang singkat, maka perbaikan cara kerja perlu juga dilakukan. Mempelajari
kondisi kerja dan cara kerja kemudian memperbaikinya, adalah apa yang
dilakukan dalam langkah pnelitian pendahuluan. Tentunya itu berlaku jika
pengukuran dilakukan atas pekerjaan yang telah ada dan bukan merupakan
pekerjaan yang baru. Dalam keadaan yang seperti terakhir, maka yang dilakukan
bukanlah memperbaiki melainkan merancang kondisi dan cara kerja yang baik
yang baru sama sekali.
Suatu hal lain harus dilakukan dalam rangka ini, yaitu membakukan
secara tertulis sistem kerja yang dianggap baik. Disini semua kondisi dan cara
kerja dicatat dan dicantumkan dengan jelas serta bila perlu dengan gambar-
gambar misalnya untuk tata letak peralatan dan wadah. Pembakuan sistem kerja
yang dipilih adalah suatu hal yang paling baik dilihat untuk keperluan sebelum,
pada saat-saat, maupun sesudah pengukuran dilakukan dan waktu baku
didapatkan.
Kerap kali, sebelum pengukuran dilakukan operator yang dipilih untuk
melakukan pekerjaan melakukan serangkaian latihan dengan sistem kerja yang
baku. Ini terjadi bila operator tadi belum terbiasa dnegan sistem tersebut. Untuk
53
itu baik sistem opertor maupun pengukuran waktu untuk melatihnya memerlukan
suatu pegangan yang baku.
Begitu pula pada saat pengukuran dilakukan, keduanya memerlukan
pegangan agar sistem kerja yang dipilih itu tetap diselenggarakan.
Waktu yang akhirnya diperoleh setelah pengukuran selesai adalah waktu
penyelesaian pekerjaan untuk sistem kerja yang dijalankan ketika pengukuran
berlangsung. Jadi waktu penyelesaiannya pun berlaku hanya untuk sistem
tersebut. Suatu penyimpangan daripadanya dapat memberikan waktu
penyelesaian yang jauh berbeda dari yang telah ditetapkan berdasarkan
pengukuran. Karenanya catatan yang baku tentang sistem kerja yang telah dipilih
perlu ada dan dipelihara. Walaupun pengkurannya telah selesai (Sutalaksana,
2006)..
c. Memilih Operator
Operator yang akan melakukan pekerjaan yang diukur bukanlah orang
yang begitu saja diambil dari pabrik. Orang ini harus memenuhi beberapa
persyaratan tertentu agar pengukuran dapat berjalan baik dan dapat diandalkan
hasilnya. Syarat-syarat tersebut adalah berkemampuan normal dan dapat diajak
bekerja sama.
Jika jumlah pekerja yang tersedia ditempat kerja yang bersangkutan
bejumlah banyak maka jika kemampuan mereka dibandingkan akan terlihat
perbandingan perbedaan diantaranya, yaitu dari yang berkemampuan rendah
sampai tinggi. Berdasarkan penyelidikan, distribusi kemampuan pekerja
umumnya akan mengikuti seperti yang diperlihatkan pada gambar 2.5. Terlihat
54
bahwa orang-orang yang berketrampilan rendah dan berkemampuan tinggi
jumlahnya sedikit. Sedangkan orang yang berkemampuan rata-rata jumlahnya
banyak. Secara statistik distribusi demikian dapat dibuktikan berdistribusi normal
atau dapat didekati oleh distribusi nomral.
Gambar 2.5 Distribusi Kemampuan Pekerja
Kurva yang menunjukkan bahwa pekerja yang berkemampuan rata-rata lebih banyak
jumlahnya dibandingkan dengan pekerja yang berkemampuan rendah maupun tinggi.
Dengan melihat kenyataan kemampuan pekerja seperti ditunjukkan pada
gambar 2.5 jelaslah orang yang dicari bukanlah orang yang berkemampuan tinggi
atau rendah, karena orang-orang demikian hanya meliputi sebagian kecil saja dari
seluruh pekerja yang ada. Jadi yang dicari adalah waktu penyelesaian pekerjaan
yang secara wajar diperlukan oelh pekerja normal, dan ini adalah orang-orang
yang berkemampuan rata-rata. Dengan demikian pengukur harus mencari
operator yang memenuhi hal tersebut.
Disamping itu operator yang dipilih adalah orang yang pada saat
pengukuran dilakukan mau bekerja secara wajar. Walau operator yang
bersangkutan sehari-hari dikenal memenuhi syarat pertama tadi bukan mustahil
55
dia bekerja tidak wajar ketika pengukuran dilakukan karena alasan tertentu.
Biasanya jika operator tersebut memiliki kecurigaan terhadap maksud-maksud
pengukuran, misalnya dianggap untuk hal-hal yang akan merugikan dirinya atau
pkerjaan lain, dia akan bekerja lamban. Sebaliknya mungkin saja dia bekerja
dengan kecepatan lebih karena menginginkan hasil yang banyak untuk
mendapatkan pujian. Selain itu operatorpun harus dapat bekerja secara wajar
tanpa canggung walaupun dirinya sedang diukur dan pengukur berada didekatnya.
Penjelasan tentang maksud baik pengukuran serta tentang operator
sebaiknya bersikap ketika sedang diukur, perlu dilakukan dahulu. Dan
operatorpun harus mengerti dan menyadari sepenuhnya. Inilah yang dimaksud
bahwa operator harus dapat diajak bekerja sama.
Dalam pelaksanaannya, jika pengukur tidak mengenal pekerja-pekerja
yang ada, untuk mendapatkan operator yang akan diukur, dia dapat mencari
dengan mendapatkan petunjuk dari kepala-kepala regu, kepala pabrik, atau
pejabat-pejabat lain yang lebih mengenal baik para pekerja. Data tentang hasil-
hasil kerja para pekerja dalam elemen-elemen ditempat kerja juga dapat
membantu pekerjaan ini (Sutalaksana, 2006)..
d. Melatih Operator
Walaupun operator yang baik telah didapat, kadang-kadang masih
diperlukan latihan bagi operator tersebut teruama jika kondisi dan cara kerja yang
dipakai tidak sama dengan yang biasa dijalankan operator.
Hal ini terjadi jika pada saat penelitian pendahuluan kondisi kerja atau
cara kerja mengalmai perubahan. Dalam keadaan ini operator harus dilatih
56
terlebih dahulu karena sebelum diukur operator harus terbiasa dengan kondisi dan
cara kerjayan telah ditetapkan (dan telah dibakukan) itu.
Terdapat lengkungan yang dikenal sebagai lengkungan belajar *learning
curve). Operator, baru dapat diukur bila sudah berada pada tingkat penguasaan
maksimum yang pada kurva ditunjukkan oleh garis stabil yang mendatar, dimana
pada garis ini operator telah memiliki penguasaan paling tinggi yang dapat ia
capai, biasanya latihan-latihan lebih lanjut tidak akan merubah banyak kurva
tersebut. Disamping mempelajari kurva belajar operator yang bersangkutan,
penguasaan yang lebih baik biasanya tercermin pada gerakan-gerakan yang
”halus” (tidak ada), berirama dan tanpa banyak melakukan perencanaan-
perencanaan gerakan (Sutalaksana, 2006)..
e. Mengurai Pekerjaan Atas Elemen Pekerjaan
Disini pekerjaan dipecah menjadi elemen pekerjaan, yang merupakan
gerakan bagian dari pekerjaan yang bersangkutan. Elemen-elemen inilah yang
diukur waktunya. Waktu siklusnya jumlah dari waktu setiap elemen ini. Waktu
siklus adalah waktu penyelesaian satu satuan produksi sejak bahan baku mulai
diproses di tempat kerja yang bersangkutan. Misalnya waktu yang dibutuhkan
untuk merakit ballpen adalah waktu yang dibutuhkan untuk menggabungkan
bagian bawah balpen, pegas, isi dan bagian atasnya sehingga merupakan suattu
ballpen yang lengkap. Gerakan-gerakan menghubungkan bagian bawah, pegas
dan seterusnya dapat merupakan elemen-elemen pekerjaan, dan jumlah dari
waktu gerakan-gerakan ini adalah waktu siklus perakitan ballpen.
57
Namun satu siklus tidak harus berarti waktu yang diperlukan untuk
menyelesaikan suatu produk sehingga menjadi barang jadi. Jika pekerjaan merakit
ballpen diserahkan kepada dua orang dimana orang yang pertama
menggabungkan bagian bawah, pegas dan isi, dan orang kedua menggabungkan
bagian atas ke bagian lainnya yang telah dielesaikan oleh orang pertama, dan bila
setiap pekerja dianggap dua stasiun kerja yang berbeda maka wkatu siklus bagi
orang pertama hanya jumlah waktu yang diperlukan untuk menghubungkan
bagian bawah, pegas, dan isi.
Ada beberapa alasan yang menyebabkan pentingnya melakukan
penguraian pkerjaan atau elemen-elemennya. Pertama untuk menjelaskan catatan
tentang tata cara kerja yang dibakukan. Pada bagian kedua bagaimana kondisi dan
cara kerja yang telah (dianggap) baik dilakukan, yaitu menyatakan secara tertulis
untuk kemudian digunakan sebagai pegangan, sebelum, pada saat-saat, dan
sesudah pengukuran waktu. Salah satu cra membakukan cara kerja adalah dengan
membakukan pekerjaan ke dalam elemen-elemennya (Sutalaksana, 2006)..
f. Menyiapkan Alat Pengukuran
Setelah kelima langkah diatas dijalankan, dengan baik, tibalah sekarang
pada langkah terakhir sebelum melakukan pengukuran yaitu menyiapkan alat-alat
yang diperlukan. Alat-alat tersebut adalah:
- Jam Henti
- Lembaran - Lembaran Pengamatan
- Pena atau Pinsil
- Papan Pengamatan
58
Lembaran - lembaran pengamatan digunakan sebagai tempat mencatat
hasil hasil pengukuran. Agar catatan ini baik, biasanya lembaran lembaran
pengamatan disediakan sebelum pengukuran dengan kolom-kolom yang
memudahkan pencatatan dan pembacaannya kembali. Pada dasarnya ada dua
macam lembaran pengamatan. Pertama untuk pengukuran keseluruhan seperti
yang diisi dengan waktu yang teramati pada jam henti untuk setiap siklus.
Sedangkan kedua, jika pengukuran elemen yang dilakukan, maka
lembaran pengamatannya yang digunakan memerlukan adanya perhitungan .
Selain kotak-kotak untuk mencatat waktu, lembaran pengamatan juga memuat
baris untuk mencantumkan keterangan-keterangan yang juga diperlukan seperti
nama pekerjaan yang diukur, mesin yang dipakai, operator yang diukur, pengukur
waktunya dan lain-lain.
Pena atau pinsil digunakan untuk mecatat segalanya yang diperlukan pada
lembaran - lembaran pengamatan.
Papan pengamatan dimaksudkan untuk dipakai sebagai alas lembaran
pengamatan sehingga memudahkan pencatatan. Bentuk papan yang baik terdapat
lengkungan untuk mempermudahkan pemegangan oleh tangan dan penempatan
papan pada badan. Lengkungan lengkungan tersebut disesuaikan dengan
genggaman tangan, lengkungan tubuh yang menjaganya serta posisi terhadap
badan.
Jika alat alat ini telah disiapkan, maka selesailah sudah persiapan
persiapan yang mendahului pengukuran. Ini berarti tahap berikutnya yaitu
pengukuran waktu, sudah bisa dimulai (Sutalaksana, 2006)..
59
g. Melakuan Pengukuran Waktu
Pengukuran waktu adalah kegiatan mengamati dan mencatat waktu-waktu
kerjanya baik setiap elemen maupun siklus dengan menggunakan alat-alat yang
telah disiapkan. Bila operator telah siap di depan mesin atau di tempat kerja lain
yang waktu kerjanya akan diukur, maka si pengukur memilih posisi dia berdiri,
mengamati dan mencatat. Posisi ini hendaknya sedemikian rupa sheingga
operator tidak terganggu gerakan-gerakannya ataupun merasa canggung karena
terlampau merasa diamati. Posisi pengukur hendaknya juga memudahkan
pengukur mengamati jalannya pekerjaan sehingga dapat mengikuti dengan baik
saat-saat suatu siklus atau elemn bermula dan berakhir.
Hal pertama yang dilakukan adalah pengukuran pendahuluan. Tujuan
melakukan pengukuran pendahuluan adalah untuk mengetahui berapa kali
pengukuran harus dilakukan untuk tingkat-tingkat ketelitian dan keyakinan yang
diinginkan. Tingkat-tingkat ketelitian dan keyakinan ini ditetapkan pada saat
menjalankan langkah penetapan tujuan pengukuran.
Untuk mengetahui berapa kali pengukuran harus dilakukan, diperlukan
beberapa tahap pengukuran pendahuluan seperti dijelaskan berikut ini;
Pengukuran pendahuluan pertama dilakukan dengan melakukan beberapa
buah pengukuran yang banyaknya ditentukan oleh pengukur. Biasanya sepuluh
kali atau lebih. Setelah melakukan pengukuran tahap pertama ini, tiga hal harus
mengikutinya yaitu menguji keseragaman data, menghitung jumlah pengukuran
yang diperlukan , dan bila jumlah belum mencukupi dilanjutkan dengan
pengukuran pendahuluan kedua. Jika tahap kedua selesai maka dilakukan lagi
ketiga hal yang ama seperti tadi dimana jika perlu dilanjutkan dengan pengukuran
60
pendahuluan tahap ketiga. Begitu seterusnya sampai jumlah keseluruhan
pengukuran mencukupi untuk tingkat-tingkat ketelitian dan keyainan yang
dikehendaki. Isilah pngukuran pendahuluan terus digunakan selama jumlah
pengukuran yang telah dilakukan pada tahap pengukuran belum mencukupi
(Sutalaksana, 2006)..
- Tingkat Ketelitian Dan Tingkat Keyakinan
Berbicara tentang tingkat ketelitian, dan tingkat keyakinan, sebenarnya adalah
pembicaraan tentang pengertian-pengertian stantistik. Karenanya untuk
memahaminya secara mendalam diperlukan beberapa pengetahuan statistik.
Tetapi sungguhpun demikian apa yang dikemukakan ini adalah pembahasan
kearah pengertian yang diperlukan dengan cara sederhana.
Yang dicari dengan melakukan pengukuran-pengukuran ini adalah waktu yang
sebenarnya dibutuhkan untuk meyelesaikan suatu pekerjaan. Karena waktu
penyelesaian ini tidak pernah diketahui sebelumnya, maka harus diadakan
pengukuran-pengukuran. Idealnya tentu dilakukan pengukuran yang sangat
banyak (sampai tak terhingga kali, misalnya), karena dengan demikianlah
diperoleh jawaban yang pasti. Tetapi hal ini jelas tidak mungkin karena
keterbatasan waktu, tenaga dan tentunya biaya. Namun sebaliknya jika hanya
dilakukan beberapa kali pengukuran saja, dapat diduga hasilnya sangat kasar.
Sehingga yang diperlukan adalah jumlah pengukuran yang tidak membebankan
waktu, tenaga dan biaya yang besar, tetapi hasilnya dapat dipercaya. Jadi
walaupun jumlah pengukuran tidak berjuta kali, tetapi jelas tidak hanya
beberapa kali saja. Dengan tidak dilakukannya pengukuran yang banyak sekali
61
ini, pengukuran akan hilangnya sebagian kepastian akan ketetapan/rata rata
waktu penyelesaian yang sebenarnya. Hal ini harus disadari oleh pengukur;
Tingkat ketelitian dan tingkat keyakinan adalah pencerminan tingkat kepastian
yang diinginkan oleh pengukur setelah memutuskan tidak akan melakukan
pengukuran yang sangat banyak. Tingkat ketelitian menunjukkan
penyimpangan maksimum hasil pengukuran dari waktu penyelesaian
sebenarnya. Hal ini biasanya dinyatakan dalam persen (dari waktu penyelesaian
sebenarnya, yang seharusnya dicari). Sedangkan tingkat keyakinan
menunjukkan besarnya keyakinan pengukur bahwa hasil yang diperoleh
memenuhi syarat ketelitian tadi. Inipun dinyatakan dalam persen. Jadi tingkat
ketelitian 10% dan tingkat keyakinan 95% memberi arti bahwa pengukur
memperoleh rata-rata hasil pengukurannya menyimpang sejauhnya 10% dari
rata-rata sebenarnya, dan kemungkinan berhasil mendapatkan hal ini adalah
95%. Dengan lain perkataan jika pengukuran sampai memperoleh rata-rata
pengukuran yang menyimpang lebih dari 10% seharusnya, hal ini dibolehkan
terjadi hanya dengan kemungkinan 5% (= 100%-95%). Sebagai contoh,
katakanlah rata-rata waktu penyelesaian pekerjaan adalah 100 detik. Harga ini
tidak pernah diketahui kecuali jika dilakukan tak terhingga kali pengukuran.
Paling jauh yang dapat dilakukan adalah memperkirakannya dengan melakukan
sejumlah pengukuran. Dengan pengukuran yang tidak sebanyak itu maka rata-
rata yang diperoleh, mungkin tidak 100 detik, tetapi suatu harga yang lain,
misalnya 88, 96, atau 105 detik. katakalah rata-rata pengukuran yang didapat
96 detik. Walaupun rata rata sebenarnya (=100 detik) tidak diketahui, jika
jumlah pengukuran yang dilakukan memenuhi untuk ketelitian 10% dan tingkat
62
keyakinan 95%, maka pengukuran mempunyai keyakinan 95% bahwa 96 detik
itu terletak pada interval harga rata rata sebenarnya dikurangi 10% dari rata rata
ini, dan harga rata rata sebenarnya ditambah 10% dari rata rata ini. Mengenai
pengaruh tingkat tingkat ketelitian dan keyakinan terhadap jumlah pengukuran
yang diperlukan dapat dipelajari secara statistik. Tetapi secara intuitif hal ini
dapat diduga yaitu bahwa semakin tinggi tingkat ketelitian dan semakin besar
tingkat keyakian, maka semakin banyak pengukuran yang diperlukan
(Sutalaksana, 2006).
- Uji Kenormalan Data
Uji kenormalan: suatu kumpulan data hasil pengukuran layak untuk diolah jika
data-data tersebut berdistribusi normal. Uji kenormalan dilakukan untuk
membuktikan apakah data-data yang telah diperoleh memiliki pola distribusi
yang sesuai dengan distribusi normal atau tidak. Pengujian dibandingkan
dengan nilai P-value yang sesuai dengan tingkat keyakinan yang telah
ditentukan dengan menggunakan uji hipotesa sebagai berikut.
H0 = Data berdistribusi Normal
H1 = Data tidak berdistribusi Normal
Analisa:
- Tolak H0 jika P-value Kolmogorov-Smirnov Test < nilai α (data tidak
berdistribusi normal).
- Gagal Tolak H0 jika P-value Kolmogorov-Smirnov Test > nilai α (data
berdistribusi normal).
63
Cara melakukan uji normalitas dapat dilakukan dengan menggunakan SPSS.
SPSS termasuk program yang cukup user friendly sehingga cukup mudah
digunakan meskipun oleh orang yang tidak mempelajari statistik sangat dalam.
Cara Pertama
Menu yang dipilih Analyze - Non Parametrik Test - 1 Sample KS
Setelah diklik pada menu ini, akan muncul dialog box seperti ini:
Gambar 2.6 PrintSscreen Langkah-Langkah Untuk Uji Normalitas Cara 1
Masukkan variabel yang ingin diuji normalitasnya ke dalam kotak Test
Variable List. Kemudian klik OK. Hasil yang akan didapat seperti ini:
Gambar 2.7 Hasil Uji Normalitas Cara 1
64
Untuk kepentingan uji asumsi, yang perlu dibaca hanyalah 2 item paling akhir,
nilai dari Kolmogorov-Smirnov Z dan Asymp. Sig (2-tailed).
• Kolmogorov-Smirnov Z merupakan angka Z yang dihasilkan dari teknik
Kolmogorov Smirnov untuk menguji kesesuaian distribusi data kita dengan
suatu distribusi tertentu, dalam hal ini distribusi normal. Angka ini biasanya
juga dituliskan dalam laporan penelitian ketika membahas mengenai uji
normalitas.
• Asymp. Sig. (2-tailed). merupakan nilai p yang dihasilkan dari uji
hipotesis nol yang berbunyi tidak ada perbedaan antara distribusi data yang
diuji dengan distribusi data normal. Jika nilai p lebih besar dari α maka
kesimpulan yang diambil adalah hipotesis nol gagal ditolak, atau dengan kata
lain sebaran data yang kita uji mengikuti distribusi normal.
• Jangan terkecoh dengan catatan di bawah tabel yang berbunyi Test
distribution is Normal. Catatan ini tidak bertujuan untuk memberitahu bahwa
data kita normal, tetapi menunjukkan bahwa hasil analisis yang sedang kita
lihat adalah hasil analisis untuk uji normalitas.
Cara Kedua
Cara yang pertama biasanya menghasilkan hasil analisis yang kurang akurat
dalam menguji apakah sebuah distribusi mengikuti kurve normal atau tidak. Ini
disebabkan uji Kolmogorov Smirnov Z dirancang tidak secara khusus untuk
menguji distribusi normal, tetapi distribusi apapun dari satu set data. Selain
normalitas, analisis ini juga digunakan untuk menguji apakah suatu data
65
mengikuti distribusi poisson, dsb. Cara kedua merupakan koreksi atau
modifikasi dari cara pertama yang dikhususkan untuk menguji normalitas
sebaran data. Kita memilih menu Analyze - Descriptive Statistics - Explore...
Sehingga akan muncul dialog box seperti ini:
Gambar 2.8 Print Screen Langkah-Langkah Uji Normalitas Cara 2
Gambar 2.9 Print Screen Langkah-Langkah Uji Normalitas Cara 2 (b)
Yang perlu dilakukan selanjutnya hanyalah memasukkan variabel yang akan
diuji sebarannya ke dalam kotak Dependent List. Setelah itu kita klik tombol
Plots... yang akan memunculkan dialog box kedua seperti ini:
66
Gambar 2.10 Print Screen Langkah-Langkah Uji Normalitas Cara 2 (c)
Dalam dialog ini kita memilih opsi Normality plots with tests, kemudian klik
Continue dan OK. SPSS akan menampilkan beberapa hasil analisis seperti ini:
Gambar 2.11 Hasil Uji Normalitas Cara 2
SPSS menyajikan dua tabel sekaligus di sini. SPSS akan melakukan analisis
Shapiro-Wilk jika kita hanya memiliki kurang dari 50 subjek atau kasus. Uji
Shapiro-Wilk dianggap lebih akurat ketika jumlah subjek yang kita miliki
kurang dari 50.
Untuk memastikan apakah data yang kita miliki mengikuti distribusi normal,
kita dapat melihat kolom Sig. untuk kedua uji (tergantung jumlah subjek yang
kita miliki). Jika sig. atau p lebih besar dari α maka kita simpulkan hipotesis
nol gagal ditolak, yang berarti data yang diuji memiliki distribusi yang tidak
67
berbeda dari data yang normal. Atau dengan kata lain data yang diuji memiliki
distribusi normal.
Cara Ketiga
Jika diperhatikan, hasil analisis yang kita lakukan tadi juga menghasilkan
beberapa grafik. Nah cara ketiga ini terkait dengan cara membaca grafik ini.
Ada empat grafik yang dihasilkan dari analisis tadi yang penting juga untuk
dilihat sebelum melakukan analisis yang sebenarnya, yaitu:
• Stem and Leaf Plot. Grafik ini akan terlihat seperti ini:
Gambar 2.12 Print Screen cara 3
Grafik ini akan terlihat mengikuti distribusi normal jika data yang kita miliki
memiliki distribusi normal. Di sini kita lihat sebenarnya data kita tidak dapat
dikatakan terlihat normal, tapi bentuk seperti ini ternyata masih dapat
ditoleransi oleh analisis statistik sehingga p yang dimiliki lebih besar dari α.
Dari grafik ini kita juga dapat melihat ada satu data ekstrim yang nilainya
68
kurang dari 80 (data paling atas). Melihat situasi ini kita perlu berhati-hati
dalam melakukan analisis berikutnya.
• Normal Q-Q Plots. Grafik Q-Q plots akan terlihat seperti ini:
Gambar 2.13 Grafik Cara 3
Garis diagonal dalam grafik ini menggambarkan keadaan ideal dari data yang
mengikuti distribusi normal. Titik-titik di sekitar garis adalah keadaan data
yang kita uji. Jika kebanyakan titik-titik berada sangat dekat dengan garis atau
bahkan menempel pada garis, maka dapat kita simpulkan jika data kita
mengikuti distribusi normal.
Dalam grafik ini kita lihat juga satu titik yang berada sangat jauh dari garis. Ini
adalah titik yang sama yang kita lihat dalam stem and leaf plots. Keberadaan
titik ini menjadi peringatan bagi kita untuk berhati-hati melakukan analisis
berikutnya.
69
• Detrended Normal Q-Q Plots. Grafik ini terlihat seperti di bawah ini:
Gambar 2.14 Grafik Cara 3 b
Grafik ini menggambarkan selisih antara titik-titik dengan garis diagonal pada
grafik sebelumnya. Jika data yang kita miliki mengikuti distribusi normal
dengan sempurna, maka semua titik akan jatuh pada garis 0,0. Semakin banyak
titik-titik yang tersebar jauh dari garis ini menunjukkan bahwa data kita
semakin tidak normal (psikologistatistik.blogspot.com).
- Uji Keseragaman Data
Sekarang akan kita lihat beberapa hal yang berhubungan dengan pengujian
keserangan Data. Secara teoritis apa yang dilakukan dalam pengujian ini adalah
berdasarkan teori statistik tentang peta-peta kontrol yang biasanya digunakan
dalam melakukan pengendalian kualitas dipabrik pabrik atau tempat tempat
kerja lain.
Telah dikemukakan bahwa satu langkah yang dilakukan sebelum melakukan
pengukuran adalah merancang suatu sistem kerja yang baik, yaitu yang terdiri
dari kondisi kerja dan cara kerja yang baik. Jika yang dihadapi adalah suatu
sistem kerja yang sudah ada, maka sistem ini dipelajari untuk kemudian
70
diperbaiki. Jika sistemnya belum ada maka yang dilakukan adalah merancang
sesuatu yang baru dan baik. Terhadap sistem kerja yang baik inilah pengukuran
waktu dilakukan, dan dari sistem inilah waktu penyelesaian pekerjaan dicari.
Walupun selanjutnya pembakuan sistem yang dipandang baik ini dilakukan,
seringkali pengukur, sebagaimana halnya juga operator, tidak mengetahui
terjadinya perubahan perubahan pada sistem kerja. Memang perubahan adalah
sesuatu yang wajar karena bagaimanapun juga suatu sistem tidak dapat tetap
dipertahankan terus menerus pada keadaan yang tetap sama. Keadaan sistem
yang selalu berubah dapat diterima, asalkan perubahannya adalah yang
memang sepantasnya terjadi. Akibatnya waktu penyelesaian yang dihasilkan
sistem selalu berubah ubah namun juga mesti dalam batas kewajiban. Dengan
lain perkataan harus seragam. Tugas pengukur adalah mendapatkan data yang
seragam ini. Karena ketidak seragam dapat datang tanpa disadari, maka
diperlukan suatu alat yang dapat “mendeteksinya”. Batas batas kontrol yang
dibentuk dari data merupakan batas seragam tidaknya data. Data dikatakan
seragam, yaitu berasal dari sistem sebab yang sama, bila berada diantara kedua
batas kontrol, dan tidak seragam, yaitu berasal dari sistem sebab yang berbeda,
jika berada diluar batas kontrol. Yang diperlihatkan dalam contoh pengujian
keseragaman diatas adalah data yang berada didalam batas batas kontrol;
karenanya semua data dimasukkan dalam perhitungan perhitungan
selanjutnya. Misalnya dari ketiga puluh dua harga yang telah terkumpul didapat
BKA = 18,246 dan BKB = 9,197, dan subgrup keenam berharga rata rata
19,261. Jelas subgrup ini berada diluar batas kontrol karena diatas harga BKA.
Oleh sebab itu subgrup ini harus “dibuang” karena berasal dari sistem sebab
71
yang berbeda. Dengan demikian untuk perhitungan-perhitungan selanjutnya
seperti untuk mencari banyaknya pengukuran yang harus dilakukan, semua data
dalam subgrup ini tidak turut diperhitungkan (Sutalaksana, 2006).
Rumus pengujian keseragaman data pada pengukuran langsung dengan
Jam henti (Sutalaksana, 2006) :
Batas Kontrol Atas (BKA) = x + Z .s X
Batas Kontrol Bawah (BKB) = x - Z .s X
Seluruh subgrup harus berada pada BKA dan BKB - data dikatakan seragam.
Z = Z á/2
Z = Koefisien pada distribusi normal sesuai dengan tingkat keyakinan
Tk. Keyakinan 90% - Z = 1.65
Tk. Keyakinan 95% - Z = 1.95 ~ 2
Tk. Keyakinan 99% - Z = 2,58 ~ 3
s X = Standar deviasi dari harga rata-rata subgrup
X = Nilai Rata-rata
Pengujian Kecukupan Data
Semua harga (data) yang ada dan telah lolos uji keseragaman dapat digunakan
untuk menghitung banyaknya pengukuran yang diperlukan yaitu dengan
menggunakan rumus umum (Sutalaksana, 2006) :
Uji Kecukupan Data = ( )
222
xi
xixi.Ns/zN
⎟⎟⎟⎟
⎠
⎞
⎜⎜⎜⎜
⎝
⎛−
=∑∑ ∑
72
Dengan :
Z = Tingkat keyakinan
s = Derajat ketelitian
N = Jumlah data pengamatan
N’ = Jumlah data teoritis
2.4 Studi Gerakan
Studi gerakan adalah analisa yang dilakukan terhadap beberapa gerakan
bagian badan pekerja dalam menyelesaikan pekerjaannya, dengan demikian
diharapkan agar gerakan-gerakan yang tidak efektif dapat dikurangkan. Guna
memudahkan penganalisaan terhadap gerakan-gerakan yang dipelajari, perlu
dikenal dahulu gerakan-gerakan dasar (Sutalaksana, 2006).
Sebagian besar dari therblig-therblig ini merupakan gerakan-gerakan dasar
dari tangan. Hal ini mudah dimengerti karena setiap pekerjaan produksi gerakan
tangan merupakan gerakan yang paling umum dijumpai, terlebih lagi dalam
pekerjaan yang bersifat manual.
2.4.1 TMU (Time Measurement Unit )
TMU merupakan satuan waktu yang digunakan dalam MTM (methods time
measurement) baik MTM 1,2 atau 3. Definisi TMU ialah unit pengukuran waktu,
dimana 1 TMU = 0,00001 jam dan 1 TMU = 0,036 detik (Yudiantyo, 1994).
73
2,4,2 Gerakan-Gerakan Menurut Gilberth
Suatu gerakan yang utuh dapat diuraikan menjadi gerakan dasar, yang
diuraikan oleh Gilbreth kedalam 17 therblig. Suatu pekerjaan mempunyai uraian
yang berbeda-beda bila dibandingkan dengan pekerjaan lainnya. Antara lain
mencari (Search), memilih (Select), memegang (Grasp), menjangkau (Reach),
membawa (Move), memegang untuk memakai (Hold), melepas (Released load),
pengarahan sementara (Preposition), memeriksa (Inspection), merakit (Assemble),
lepas rakit (Desassemble), memakai (Use), kelambatan yang tak terhndar
(Unavoidable delay), kelambatan yang dapat dihindarkan (Avoidable delay),
merencana (Plan), istirahat untuk menghilangkan fatique (Rest to overcome
fatique) (materipraktikumapk1.blogspot.com).
Beirkut adalah penjelasan untuk gerakan-gerakan tersebut (Sutalaksana, 2006) :
- Menjangkau adalah gerakan tangan berpindah tempat tanpa beban atau hambatan
baik gerakan menuju atau menjauhi objek atau lokasi tujuan lainnya dan berakhir
segera disaat tangan berhenti bergerak setelah mencapai objek tujuannya. Gerakan
ini biasanya didahului oleh gerakan melepas (Release) dan diikuti oleh gerakan
memegang (Grasp).
- Membawa adalah gerakan perpindahan tangan dalam kondisi membawa beban.
Gerakan ini dipengaruhi oleh faktor jarak perpindahan tangan, tipe gerakan, dan
berat ringannya beban yang dibawa oleh tangan. Gerakan ini didahului oleh
gerakan memegang (Grasp) dan diakhiri gerakan melepas (Release).
- Melepas adalah gerakan melepas kembali terhadap objek yang dipegang
sebelumnya. Elemen gerakan ini diawali sesaat jari-jari tangan membuka lepas
74
objek yang dibawa dan berakhir begitu semua jari tidak menyentuh atau
memegang objek lagi. Gerakan ini didahului oleh gerakan menjangkau (Reach).
- Memegang adalah elemen gerakan tangan yang dilakukan dengan menutup jari-
jari tangan objek yang dikehendaki dalam suatu operasi kerja. Gerakan ini
didahului oleh gerakan menjangkau (Reach) dan dilanjutkan dengan gerakan
membawa (Move).
- Mengarahkan awal adalah gerakan mengarahkan pada suatu tempat dengan
tujuan memudahkan pemegangan apabila obyek tersebut akan dipakai kembali.
- Memakai adalah gerakan apabila satu tangan atau kedua-duanya dipakai untuk
menggunakan alat, gerakan ini bergantung dari jenis pekerjaannya dan
ketrampilan dari pekerjanya.
- Merakit adalah gerakan untuk menggabungkan satu objek dengan objek lain
sehingga menjadi suatu kesatuan. Gerakan ini biasanya didahului oleh gerakan
membawa atau mengarahkan dan dilanjutkan dengan melepas. Perakitan dimulai
bila objek sudah siap dipasang dan berakhir bila objek sudah tergabung secara
sempurna.
- Melepas rakit merupakan kebalikan dari gerakan merakit dimana dua bagian
dipisahkan dari satu kesatuan. Gerakan ini biasanya didahului oleh memegang dan
dilanjutkan oleh membawa atau melepas.
- Mencari merupakan gerakan dasar dari pekerja untuk menemukan lokasi objek.
Yang bekerja pada gerakan ini adalah mata. Dengan ini dimulai pada mata
bergerak mencari objek dan berakhir bila objek sudah ditemukan.
75
- Memilih adalah gerakan untuk menemukan objek yang tercampur, bagian tubuh
yang bekerja pada gerakan ini adalah tangan dan mata. Gerakan ini dimulai pada
saat tangan dan mata mulai memilih dan berakhir bila objek sudah ditemukan.
- Mengarahkan adalah merupakan gerakan mengarahkan suatu objek pada suatu
lokasi tertentu. Gerakan ini didahului oleh gerakan mengangkut dan diikuti oleh
gerakan merakit. Gerakan ini dimulai sejak tangan mengendalikan objek misalnya
menggeser ke tempat yang diinginkan dan berakhir pada saat gerakan merakit atau
memakai dimulai.
- Memeriksa adalah pekerjaan memeriksa objek untuk mengetahui apakah objek
telah memenuhi syarat-syarat tertentu. Gerakan ini berupa gerakan melihat seperti
memeriksa kehalusan permukaan. Biasanya gerakan ini dilakukan dengan
membandingkan objek dengan satu standard.
- Merencanakan adalah proses mental dimana operator berpikir untuk menentukan
tindakan yang akan diambil selanjutnya.
- Unavoidable delay adalah suatu kelambatan kerja yang tidak terhindarkan yang
mana diakibatkan oleh hal-hal yang diluar kontrol dari operator dan kondisi ini
menyebabkan terjadinya waktu menganggur (idle time) selama siklus kerja
berlangsung baik yang dialami oleh satu atau kedua tangan operator.
- Avoidable delay adalah suatu kelambatan kerja yang dapat dihindarkan, yang
mana setiap waktu menganggur (idle time) yang terjadi pada siklus kerja yang
berlangsung merupakan tanggung jawab operator . Kegiatan ini merupakan situasi
yang tidak produktif yang dilakukan oleh operator.
76
- Istirahat untuk menghilangkan lelah , hal ini terjadi secara periodik. Waktu untuk
memulihkan kembali kondisi badan dari rasa lelah sebagai akibat kerja berbeda-
beda, dipengaruhi oleh jenis pekerjaannya dan individu pekerjanya.
Memegang untuk memakai adalah memegang tanpa menggerakan objek yang
dipegang tersebut, perbedaannya dengan memegang adalah pada perlakuan
terhadap objek yang dipegang. Pada memegang, pemegangan dilanjutkan dengan
gerakan membawa sedangkan memegang untuk memakai tidak demikian
2.4.3 Macam-Macam Kelonggaran
Kelonggaran diberikan untuk tiga hal yaitu untuk kebutuhan pribadi, untuk
menghilangkan fatique, dan hambatan-hambatan yang tidak dapat dihindarkan.
Ketiganya merupakan hal-hal yang secara nyata dibutuhkan oleh pekerja, dan
selama pengukuran tidak diamati, diukur, dicatat atau dihitung. Karenanya sesuai
pengukuran dan setelah mendapatkan waktu normal, kelonggaran perlu
ditambahkan (Sutalaksana, 2006).
a. Kelonggaran Untuk Kebutuhan Pribadi
Hal-hal yang termasuk kedalam kebutuhan pribadi disini seperti minum
sekedarnya untuk menghilangkan rasa haus, ke kamar kecil, bercakap-cakap
dengan teman sekerja sekedar untuk menghilangkan ketegangan ataupun
kejenuhan dalam bekerja (Sutalaksana, 2006).
b. Kelonggaran Untuk Menghilangkan Fatique
Rasa fatique tercermin antara lain dari menurunnya hasil produksi baik
jumlah maupun kualitasnya. Karenanya salah satu cara untuk menentukan
77
besarnya kelonggaran ini adalah dengan melakukan pengamatan sepanjang
hari kerja dan mencatat pada saat-saat hasil produksi menurun (Sutalaksana,
2006).
c. Kelonggaran Untuk Hambatan-Hambatan Tak Terhindarkan
Dalam melaksanakan pekerjaannya, pekerja tidak akan lepas dari
berbagai hambatan. Ada hambatan yang dapat dihindarkan seperti mengobrol
yang berlebihan dan menggangur dengan sengaja, ada pula hambatan yang
tidak dapat dihindarkan karena berada diluar kekuasaan pekerja untuk
mengendalikannya. Bagi hambatan yang pertama jelas tidak ada pilihan selain
menghilangkannya, sedangkan bagi yang terakhir walaupun harus diusahakan
serendah mungkin, hambatan akan tetap ada dan karenanya harus
diperhitungkan dalam perhitungan waktu baku. Beberapa contoh yang
termasuk kedalam hambatan tak terhindarkan adalah:
a) Menerima atau meminta petunjuk kepada pengawas.
b) Melakukan penyesuaian-penyesuaian mesin.
c) Memperbaiki kemacetan-kemacetan singkat seperti: mengganti alat
potong yang patah, memasang kembali ban yang lepas, dan sebagainya.
d) Mengasah peralatan potong.
e) Mengambil alat-alat khusus atau bahan-bahan khusus dari gudang.
f) Hambatan-hambatan karena kesalahan pemakaian alat ataupun
bahan.
g) Mesin berhenti karena matinya aliran listrik.
78
Salah satu cara yang paling baik yang biasanya digunakan untuk
menentukan besarnya kelonggaran bagi hambatan tak terhindarkan adalah
dengan melakukan sampling pekerjaan (Sutalaksana, 2006).
2.5 Ekonomi Gerakan
Untuk mendapatkan hasil kerja yang baik, tentu diperlukan perancangan
sistem kerja yang baik pula. Oleh karena itu sistem kerja harus dirancang
sedemikian rupa sehingga dapat menghasilkan hasil kerja yang diinginkan. Sistem
kerja harus dirancang sedemikian rupa sehingga dapat memungkinkan dilakukannya
gerakan-gerakan yang ekonomis (Sritomo,1995) .
a. Prinsip-Prinsip Ekonomi Gerakan Dihubungkan Dengan Tubuh Manusia
dan Gerakannya
- Kedua tangan sebaiknya memulai dan mengakhiri gerakan pada saat yang sama
- Kedua tangan sebaiknya tidak menganggur pada saat yang sama kecuali pada
waktu istirahat
- Gerakan kedua tangan akan lebih mudah jika satu terhadap lainnya simetris dan
berlawanan arah
- Gerakan tangan atau badan sebaiknya dihemat, misalnya :
a. Gerakan jari
b. Gerakan jari dengan telapak tangan
c. Gerakan jari telapak tangan dengan jari bagian depan
d. Gerak jari telapak tangan, tangan bagian depan dan lengan atas
e. Gerakan jari, telapak tangan, tangan bagian depan, lengan atas dan bahu
79
- Sebaiknya para pekerja dapat memanfaatkan momentum untuk membantu
pekerjaannya, pemanfaatan ini timbul karena berkurangnya kerja otot dalam bekerja
- Gerakan yang patah-patah, banyak perubahan arah akan memperlambatkan
gerakan tersebut
- Gerakan balistik akan lebih cepat, menyenangkan dan lebih teliti dari pada
gerakan yang dikendalikan
- Pekerjaan sebaiknya dirancang semudah-mudahnya dan jika memungkinkan irama
kerja harus mengikuti irama yang alamiah bagi sipekerja
- Usahakan sesedikit mungkin gerakan mata
b. Prinsip-Prinsip Ekonomi Gerakan Dihubungkan Dengan Pengaturan Tata
Letak Tempat Kerja
- Sebaiknya diusahakan agar badan dan peralatan mempunyai tempat yang tetap
- Tempatkan bahan-bahan dan peralatan ditempat yang mudah, cepat dan enak
untuk dicapai
- Tempat penyimpanan bahan yang akan dikerjakan sebaiknya memanfaatkan
prinsip gaya berat sehingga bahan yang akan dipakai selalu tersedia ditempat yang
dekat untuk diambil
- Sebaiknya untuk menyalurkan obyek yang sudah selesai dirancang mekanismenya
yang baik
- Bahan-bahan dan peralatan sebaiknya ditempatkan sedemikian rupa sehingga
gerakan-gerakan dapat dilakukan dengan urut-urutan berbalik
Posisi penempatan suatu elemen gerak dalam satu siklus kerja mungkin dapat
berpengaruh pada waktu penyelesaian kerja secara keseluruhan.
80
c. Prinsip-Prinsip Ekonomi Gerakan Dihubungkan Dengan Perancangan
Peralatan
- Sebaiknya tangan dapat dibebaskan dari semua pekerjaan bila penggunaan dari
perkakas pembantu atau alat yang dapat digerakan dengan kaki dapat ditingkatkan
- Sebaiknya peralatan dirancang sedemikian agar mempunyai lebih dari satu
kegunaan
- Peralatan sebaiknya dirancang sedemikian rupa sehingga memudahkan dalam
pemegangan dan penyimpanan
- Bila setiap jari tangan melakukan gerakan sendiri-sendiri, misalnya seperti
pekerjaan mengetik. Beban yang didistribusikan pada jari harus sesuai dengan
kekuatan masing-masing jari
- Roda tangan, pulang dan peralatan yang sejenis dengan itu sebaiknya diatur
sedemikian sehingga beban dapat melayaninya dengan posisi yang baik, dan dengan
tenaga yang minimum
2.6 Peta-Peta Kerja
2.6.1 Pengertian peta kerja
Peta kerja merupakan salah satu alat yang sistematis dan jelas untuk
berkomunikasi secara luas dan sekaligus melalui peta-peta kerja ini kita bisa
mendapatkan informasi-informasi yang diperlukan untuk memperbaiki suatu
metoda kerja. Contoh informasi-informasi yang diperlukan untuk memperbaiki
suatu metoda kerja, terutama dalam suatu proses produksi adalah sebagai berikut :
jumlah benda kerja yang harus dibuat, waktu operasi mesin, kapasitas mesin,
81
bahan-bahan khusus yang harus disediakan, alat-alat khusus yang harus disediakan
dan lain sebagainya.
Jadi peta kerja adalah suatu alat yang menggambarkan kegiatan kerja secara
sistematis dan jelas. Lewat peta-peta ini kita bisa melihat semua langkah atau
kejadian yang dialami oleh suatu benda kerja dari mulai masuk ke pabrik,
kemudian menggambarkan semua langkah yang dialaminya, seperti : transportasi,
operasi mesin, pemeriksaan, perakitan sampai pada akhirnya menjadi produk jadi,
baik produk lengkap atau merupakan bagian dari suatu produk lengkap.
Apabila kita melakukan studi yang seksama terhadap peta kerja, maka
pekerjaan kita dalam usaha memperbaiki metode kerja dari suatu proses produksi
akan lebih mudah dilaksanakan. Perbaikan yang mungkin dilakukan, antara lain,
kita bisa menghilangkan operasi-operasi lainnya, menemukan suatu urutan-urutan
kerja/proses produksi waktu menunggu antara operasi dan sebagainya. Pada
dasarnya semua perbaikan tersebut. ditujukan untuk mengurangi biaya produksi
secara keseluruhan. Dengan demikian, peta ini merupakan alat yang baik untuk
menganalisa suatu pekerjaan sehingga mempermudah dalam perencanaan
perbaikan kerja (Sutalaksana, 2006).
Pada dasarnya peta-peta kerja yang ada sekarang bisa dibagi dalam dua
kelompok besar berdasarkan kegiatannya, yaitu (Sutalaksana, 2006) :
A. Peta-peta kerja yang digunakan untuk menganalisa kegiatan kerja
keseluruhan.
B. Peta-peta kerja yang digunakan untuk menganalisa kegiatan kerja
setempat.
82
Dalam hal ini tentunya kita harus bisa membedakan antara kegiatan kerja
keseluruhan dan kegiatan kerja setempat. Suatu kegiatan disebut kegiatan kerja
setempat, apabila kegiatan tersebut terjadi dalam suatu stasiun kerja yang biasanya
hanya melibatkan orang dan fasilitas dalam jumlah yang terbatas.
Sedangkan suatu kegiatan disebut kegiatan kerja keseluruhan, apabila
kegiatan tersebut melibatkan sebagian besar atau semua fasilitas yang diperlukan
untuk membuat produk yang bersangkutan. Hubungan antara kedua macam
kegiatan kegiatan diatas akan terlihat bila untuk menyelesaikan suatu produk
diperlukan beberapa stasiun kerja, dimana satu sama lainnya saling berhubungan.
Masing-masing peta kerja yang akan dibahas berikut ini semuanya termasuk
dalam kedua kelompok diatas, antara lain (Sutalaksana, 2006) :
* Yang termaduk kelompok kegiatan kerja keseluruhan
1. Peta Proses Operasi
2. Peta Aliran Proses
3. Peta Proses kelompok kerja
4. Diagram Aliran
* Yang termasuk kelompok kegiatan kerja setempat :
1. Peta Pekerja dan Mesin
2. Peta Tangan Kiri dan Tangan Kanan
2.6.2 Peta Kerja Kegiatan Kerja Keseluruhan
Sebelum membahas yang termasuk kelompok peta kerja keseruhan,
hendaknya perlu diperkenalkan lebih dahulu mengenai lambang-lambang yang
akan digunakan untuk kelompok peta kerja keseluruhan.
83
Pada saat sekarang ini, untuk membuat suatu peta kerja, Gilberth
mengusulkan 40 buah lambang yang bisa dipakai, kemudian pada tahun
berikutnya jumlah lambang-lambang tersebut disederhanakan, sehingga hanya
tinggal 4 macam, yaitu (Sutalaksana, 2006) :
Untuk operasi
Untuk transportasi
Untuk pemeriksaan
Untuk penyimpanan
Penyederhanaan ini memudahkan pembuatan suatu peta kerja, disamping
setiap notasi mempunyai fleksibilitas yang tinggi karena setiap lambang
mempunyai kandungan arti yang sangat luas. Dalam tahun 1947, American
Society of Mechanical Engineers (ASME) membuat standar lambang-lambang
yang terdiri dari lima macam lambang. Lambang-lambang ini merupakan
modifikasi dari lambang yang digunakan oleh Gilberth, yaitu lingkaran kecil
diganti dengan anak panah untuk kejadian transportasi dan menambah lambang
baru untuk kejadian menunggu. Lambang-lambang standar dari ASME inilah yang
akan digunakan dalam pembahasan-pembahasan peta kerja keseluruhan, lambang-
lambang tersebut dapat diuraikan sebagai berikut (Sutalaksana, 2006) :
84
Operasi
Suatu kegiatan operasi terjadi apabila benda kerja mengalami perubahan
sifat, baik sifat fisik maupun kimiawi, mengambil informasi maupun memberikan
informasi pada suatu keadaan juga termasuk informasi.
Operasi merupakan kegiatan yang paling banyak terjadi dalam suatu proses.
Dan bisanya terjadi pada suatu mesin atau stasiun kerja ,
contohnya :
* Pekerjaan menyerut kayu dengan mesin serut
* Pekerjaan mengeraskan logam
* Pekerjaan merakit
Dalam prakteknya, lambang ini juga bisa digunakan untuk menyatakan
aktifitas administrasi, misalnya : aktifitas perencanaan atau perhitungan.
Pemeriksaan
Suatu kegiatan pemeriksaan terjadi apabila benda kerja atau peralatan
mengalami pemeriksaan baik untuk segi kualitas maupun segi kuantitas. Lambang
ini digunakan jika kita melakukan pemeriksaan terhadap suatu objek atau
membandingkan objek tertentu dengan suatu standar.
Suatu pemeriksaan tidak menjuruskan bahan ke arah menjadi suatu barang
jadi, contoh-contohnya :
* Mengukur Dimensi
* Memeriksa warna benda
85
* Membaca alat ukur tekanan uap pada suatu mesin uap
Transportasi
Suatu kegiatan transportasi terjadi apabila benda kerja, pekerja atau
perlengkapan mengalami perpindahan tempat yang bukan merupakan bagian dari
suatu operasi. Contoh :
* Benda kerja diangkut dari mesin bubut ke tempat mesin skerap untuk
mengalami operasi berikutnya.
* Suatu objek dipindahkan dari lantai bawah ke lantai atas lewat elevator.
Penyimpanan
Proses penyimpanan terjadi apabila benda kerja disimpan untuk jangka
waktu yang cukup lama. Jika benda kerja tersebut akan diambil kembali, biasanya
memerlukan suatu perijinan tertentu. Lambang ini digunakan untuk menyatakan
suatu objek yang mengalami penyimpanan permanan, yaitu ditahan atau
dilindungi terhadap pengeluaran tanpa izin tertentu dan lamanya waktu adalah dua
hal yang membedakan antara kegiatan menunggu dan penyimpan, contoh :
* Dokumen-dokumen / catatan-catatan disimpan dalam brankas
* Bahan baku disimpan dalam gudang
Selain kelima lambang diatas, kita bisa menggunakan lambang lain apabila
merasa perlu untuk mencatat suatu aktifitas yang memang terjadi selama proses
berlangsung dan tidak terungkapkan oleh lambang-lambang tadi. Lambang
tersebut adalah :
86
Aktivitas gabungan
Kegiatan ini terjadi apabila antara aktivitas operasi dan pemeriksaan
dilakukan secara bersama atau dilakukan pada suatu tempat kerja.
a. Proses Operasi
Peta Proses Operasi merupakan suatu diagram yang menggambarkan
langkah-langkah proses yang akan dialami bahan baku mengenai urutan-urutan
operasi dan pemeriksaan. Sejak dari awal sampai produk jadi utuh maupun
sebagai komponen, dan juga memuat informasi-informasi yang diperlukan
untuk analisa lebih lanjut, seperti : waktu yang dihabiskan, material yang
digunakan dan tempat atau alat atau mesin yang dipakai (Sutalaksana, 2006) .
- Kegunaan peta proses operasi
Dengan adanya informai-informasi yang bisa dicatat melalui peta proses
operasi, maka dapat diperoleh banyak manfaat diantaranya (Sutalaksana, 2006)
* Bisa mengetahui kebutuhan akan mesin dan penganggarannya
* Bisa memperkirakan kebutuhan akan bahan baku
* Sebagai alat untuk menentukan tata letak pabrik
* Sebagai alat untuk melakukan perbaikan cara kerja yang sedang dipakai
* Sebagai alat untuk latihan kerja dll
- Analisa suatu peta proses operasi
Ada empat hal yang perlu diperhatikan agar diperoleh suatu proses kerja
yang baik melalui analisa peta proses operasi yaitu : analisa terhadap bahan-
bahan, operasi, pemeriksaan, dan terhadap waktu penyelesaian suatu proses .
87
Keempat hal tersebut diatas, dapat diuraikan sebagai berikut (Sutalaksana,
2006):
a. Bahan-bahan
Kita harus mempertimbangkan semua alternatif dari bahan yang digunakan,
proses penyelesaian dan toleransi sedemikian rupa sehingga sesuaikan dengan
fungsi reabilitas, pelayanan dan waktunya.
b. Operasi
Juga dalam hal ini harus dipertimbangkan mengenai semua alternatif yang
mungkin untuk proses pengolahan, pembuatan, pengerjaan dengan mesin atau
metode perakitannya, beserta alat-alat dan perlengkapan yang digunakan.
Perbaikan yang mungkin bisa dilakukan misalnya dengan menghilangkan,
menggabungkan, merubah atau menyederhanakan operasi-operasi yang terjadi.
c. Pemeriksaan
Dalam hal ini harus mempunyai standar kualitas. Suatu objek dikatakan
memenuhi syarat kualitasnya jika setelah dibandingkan dengan standar ternyata
lebih baik atau minimal sama. Proses pemeriksaan bisa dilakukan dengan teknik
sampling atau satu persatu dari semua objek yang dibuat tentunya cara yang
terakhir tersebut dilaksanakan apabila jumlah produksinya sedikit.
d. Waktu
Untuk mempersingkat waktu penyelesaian, kita harus mempertimbangkan semua
alternatif mengenai metoda, peralatan dan tentunya penggunaan perlengkapan -
perlengkapan khusus.
88
b. Diagram Alir/Flow Chart
Flowchart merupakan gambar atau bagan yang memperlihatkan urutan
dan hubungan antar proses beserta instruksinya. Gambaran ini dinyatakan
dengan simbol. Dengan demikian setiap simbol menggambarkan proses tertentu.
Sedangkan hubungan antar proses digambarkan dengan garis penghubung.
Flowchart ini merupakan langkah awal pembuatan program. Dengan
adanya flowchart urutan poses kegiatan menjadi lebih jelas. Jika ada
penambahan proses maka dapat dilakukan lebih mudah. Setelah flowchart selesai
disusun, selanjutnya pemrogram (programmer) menerjemahkannya ke bentuk
program dengan bahsa pemrograman (digilib.petra.ac.id).
- Simbol-simbol flowchart
Flowchart disusun dengan simbol-simbol. Simbol ini dipakai sebagai alat
bantu menggambarkan proses di dalam program. Simbol-simbol yang dipakai
antara lain (digilib.petra.ac.id) :
Flow Direction symbol
Yaitu simbol yang digunakan untuk menghubungkan
antara simbol yang satu dengan simbol yang lain. Simbol
ini disebut juga connecting line.
Terminator Symbol
Yaitu simbol untuk permulaan (start) atau akhir (stop) dari
suatu kegiatan
89
Connector Symbol
Yaitu simbol untuk keluar – masuk atau penyambungan
proses dalam lembar / halaman yang sama.
Connector Symbol
Yaitu simbol untuk keluar – masuk atau penyambungan
proses pada lembar / halaman yang berbeda.
Processing Symbol
Simbol yang menunjukkan pengolahan yang dilakukan
oleh komputer
Simbol Manual Operation
Simbol yang menunjukkan pengolahan yang tidak
dilakukan oleh komputer
Simbol Decision
Simbol pemilihan proses berdasarkan kondisi yang ada.
2.6.3 Peta Kerja Untuk Kegiatan Setempat
Peta kerja untuk kegiatan kerja setempat untuk menganalisa suatu stasiun
kerja, maka peta kerja yang digunakan peta pekerja dan mesin serta peta tangan
kiri dan tangan kanan sebagai alat untuk mempermudah perbaikan suatu tempat
kerja dan gerakan pekerja, sehingga dicapai keadaan ideal untuk saat itu.
90
- Pengertian Peta Tangan Kiri dan Tnagn Kanan
Peta ini menggambarkan semua gerakan-gerakan saat bekerja dan waktu
mengganggur yang dilakukan oleh tangan kiri dan tangan kanan juga
menunjukkan perbandingan antara tugas yang dibebankan pada tangan kiri dan
tangan kanan ketika melakukan pekerjaan.
Melalui peta ini kita bisa melihat semua operasi secara cukup lengkap, yang
berarti mempermudah perbaikan operasi tersebut. Peta ini sangat praktis untuk
memperbaiki suatu pekerjaan manual dimana tiap siklus dari pekerja terjadi
dengan cepat dan terus berulang, sedangkan keadaan lain, peta ini kurang praktis
untuk dipakai sebagai alat analisa. Inilah sebabnya dengan menggunakan peta ini
kita bisa melihat dengan jelas pola-pola gerakan yang tidak efisien dan bisa
melihat adanya pelanggaran terhadap prinsip-prinsip ekonomi gerakan yang
terjadi pada saat pekerja manual tersebut berlangsung (Sutalaksana, 2006) .
- Kegunaan Peta Tangan Kiri dan Tnagn Kanan
1. Menyeimbangkan gerakan kedua tangan dan mengurangi kelelahan. Dengan
bantuan studi gerakan dan prinsip ekonomi gerakan , maka kita bisa
menguraikan elemen pekerjaan lengkap menjadi elemen-elemen gerakan yang
terperinci. Setiap elemen gerakan dari pekerjaan ini dibebankan kesetiaptangan
sehingga seimbang agar mengurangi kelelahan.
2. Menghilangkan atau mengurangi gerakan-gerakan yang tidak efisien dan tidak
produktif sehingga tentunya akan mempersingkat waktu kerja.
91
Kemahiran untuk menguraikan suatu pekerjaan menjadi elemen-elemen gerakan
dan kemudian memilih elemen-elemen mana saja yang efektif dan kurang efektif
, tentunya akan mempengaruhi produktivitas kerja. Jika suatu pekerjaan sudah
dilaksanakan secara efisien dan produktif, maka secara otomatis waktu
penyelesaian pekerjaan tersebut merupakan waktu tersingkat saat itu.
3. Sebagai alat untuk menganalisa tata letak stasiun kerja.
Tata letak tempat kerja juga memperngaruhi lamanya waktu penyelesaian.
Percobaan merubah-rubah tata letak peralatan selain dapat menemukan tata letak
yang baik, ditinjau dari waktu dan jarak, juga kita dapat menemukan urutan-
urutan pengerjaan yang lebih baik.
4. Sebagai alat untuk melatih pekerjaan baru, dengan cara kerja yang ideal.
Kiranya sudah jelaslah , bahwa peta tangan kiri dan tangan kananmenunjukan
urutan-urutan pengerjaan yang lebih baik untuk saat itu. Peta ini dapat berfungsi
sebagai penuntun terutama bagi pekerja-pekerja baru, sehingga akan lebih cepat
proses relajar.
2.7 Micromotion Study
Dalam menganalsia gerakan ekrja seirng dijumpai kesulitan dalam enentukan
batas-batas suatu elemen Therblig dengan elemen lainnya karena waktu gerakan
yang terlalu singkat, sehingga sulit untuk diamati secara visual. Perekaman atas
gerakan-gerakan ekrja dengan video dan segala perlengkapannya akan dapat
mengatasi persoalan ini. Disini hasil bsai diputar ulang kalau perlu dengan kecepatan
92
lambat sehingga analisa gerakan kerja bisa dilakukan lebih teliti. Dengan bantuan
sejenis jam khusus (micro chronometer), maka waktu setiap elemen Therblig
maupun perpindahan dari suatu elemen ke elemen lain yang diukur (Sritomo. W,
1995).
Aktifitas Micormotion Study mengharuskan setiap gerakan yang ada secara
detail dan memberi kemungkinan-kemungkinan analisa setiap gerakan yang ada
secara lebih baik dibanidngkan dengan visual motion study. Langkah-langkah yang
dikerjakan dalam micromotion study ini terdiri dari (Sritomo W, 1995)
- Merekam gerakan-gerakan kerja dari suatu siklus kerja dengan menaruh
jam besar (micro chronometer) dibelakang operator yang diamati.
- Gambar film akan menjadi rekaman yang permanen yang bsia dianalisa
setiap saat dan berulang-ulang sesuaid engan yang dikehendaki
- Membuat kesimpulan dari analisa geraan yang telah diamati dari rekaman
film dan emnggambarkannya dalam peta gerakan tangan yang menunjukan
geraan tangan kanan dan tangan kiri,
- Menetapkan alternatif gerakan kerja yang lebih baik dengan jalan
memperbaiki metod kerja yang ada sesuai dengan prinsip-prinsip ekonomi
gerakan.
2.8 Simulasi Monte Carlo
Metoda Monte Carlo merupakan teknik yang melibatkan random number dan
probabilitas untuk menyelesaikan permasalahan. Metoda ini diciptakan oleh S. Ulam
dan Nicholas Metropolis bermula pada suatu permainan yang ada di Monte Carlo,
Monaco. Metoda ini kadang digunakan ketika modelnya rumit, non-linear atau
93
meliputi lebih dari sepasang parameter yang tidak pasti. Metoda Monte Carlo adalah
satu dari beberapa metoda untuk menganalisa propagasi yang tidak pasti, dimana
tujuannya untuk menentukan bagaimana random variation, kurangnya pengetahuan,
atau pengaruh kesalahan terhadap sensitivitas kinerja atau reliabilitas dari suatu
system yang sedang dimodelkan. Simulasi merupakan kategori metoda sampling
karena masukannya merupakan random number yang dibangun dari distribusi
probabillitas.
Metode simulasi Monte Carlo cukup sederhana didalam menguraikan
ataupun menyelesaikan persoalan, termasuk dalam penggunaan program-program
komputernya. Simulasi ini menggunakan data yang sudah ada (historical data) yang
sebenarnya digunakan untuk pada simulasi untuk tujuan lainnya. Metode simulasi
Monte Carlo dikenal juga dengan istilah Sampling simulation atau Teknik Sampling
Monte Carlo. Simulasi ini dapat diterapkan pada permasalahan bisnis yang
berhubungan dengan kesempatan, atau ketidakpastian.
Contoh :
1. Inventory demand
2. Lead time for inventory
3. Times between machine breakdowns
4. Times between arrivals
5. Service times
6. Times to complete project activities
7. Number of employees absent
94
2.9 Metode Pemberian Insentif
a. Rencana Premi Halsey
Rencana ini memungkinakn seseorang dibayar berupa garansi upah jam-jaman
ditambah upah yang diperoleh menurut aktu yang dihemat, waktu yang diperlukan
untuk menyelesaikan setiap unit pekerjaan ditentukan berdasarkan pengalaman dan
premi dihitung berdasarkan waktu yang dihemat oelh karyawan. Jika seseorang
karyawan dapat menghemat waktu beberapa jam, itu berarti ongkos untuk pekerjaan
itu akan turun, sedangkan dari karyawan bisa memanfaatkan waktu yang dihemat
tersebut sebagaitambahan untuk menyelesaikan pekerjaan berikutnya. (Santoso. Edi,
Wage Admiinistration).
Keuntungan dan kerugian dari metode ini adalah (Santoso.Edi,Wage
Admiinistration) :
- Cukup sederhana dan mudah mengubah hasil kerja kedalam premi yang akan
diterima.
- sedikit memerlukan kegiatan pencatatan.
- Karena standard ditentukan dari pekerjaan sebelumnya maka kontinutitas dari
rencana ini tetap terjaga.
b. Rencana Bedaux
Rencana ini dicetskan oleh Charles Bedaux, dimana rencana ini bertitik tolak dari
produktivitas tiap karyawan. Dengan mengunakan suatu unit pengukuran yang masih
dapat digunakan selama ada hubungan antara output dengan keadaan fisik karyawan,
kecuali kondisi kerjanya diubah. Rencana ini sangat menitikberatkan pada
95
pengontrolan produksi, mengingat berhasil tidaknya suatu upah perangsang sangat
tergantung dari kontrol rencana tersebut.
Untuk itu Bedaux berusaha memperoleh hubungan langsung dimana kecepatan
bergerak dengan panjang suatu siklus kerja, berat benda yang diangakt, dan tekanan
yang diberikan. Hubungan ini biasanya menunjukkan suatu perbandingan terbalik
antara kecepatan bergerak dengan panjang siklus kerja, berat benda yang diangkat
dan tekanan yangd diberikan (Santoso. Edi, Wage Admiinistration).
Keuntungan dan kerugian dari metode ini adalah ( Santoso, Edi, Wage
Admiinistration) :
- Sangat baik untuk pengontrolan poduksi
- Dapat digunakan untuk mengetahui perbandingan kemajuan tiap-tiap
departemen.
- Karyawan dengan mudah emngetahui berapa nilai yang diperolehnya.
Kedau metode diatas memiliki formulasi sebagai berikut (Sritomo. W, 1995) :
Yw = 1 + p(x-1)
Bonus = (Yw - 1) x upah standar
Halsey dan Bedaux menyatakan metode pemberian insentif tetap diberikan mulai x-1
dengan rate yang linear tetapi ratio partisipasid ari pekerja dalam pemberian insentif
p<1 (Sritomo. W, 1995).
Harga faktor parrtisipasi menurut Halsey adalah sebesar p=0.5. Sedangkan Bedaux
menetapkan p=0.75. Bedaux menyatakan mendistribusikan 25% sisa faktor
partisipasi tersebut ke pekerja tidak langsung atau supervisor (Sritomo W, 1995).
96
c. Rencana Rowan
Rencana ini mula-mula diekembangkan oleh James Rowan tahun 1898 merupakan
variasi dari rencana Halsey. Rowan juga menetapkan standard tugas dari hasil kerja
karyawan sebelumnya. Perbedaannay dengan rencana Hlasey, Rowan memberikan
bonus yang sama dengan persentase waktu yang dihemat.
Dari segi penerimaan maka cara Rowan akan memberikan penerimaan karyawan
yang lebih besar dibandingkan cara premi Hlasey. Walaupun rencana ini sukar
dijelaskan pada karyawan, tapi sangat mengunutngkan bagi karyawan itu sendiri
(Santoso. Edi, Wage Admiinistration.
Pada tipe insentif dari x=1 dan kenaikan dalam persentase tertentu dalam kenaian
upah diatas standard akan sama dengan persentase besarnya penghematan waktu
yang ditetapkan (Sritomo. W, 1995).
Formulasi untuk tipe ini adalah sebagai berikut (Sritomo. W, 1995) :
Yw = 1 + (1- x
1)
Bonus = (Yw - 1) x upah standar
Keterangan untuk formulasi metode insentif :
X = Peforma kerja yang dinilai dan disini ditunjukkan sebagai bilangan pecahan
terhadap peforma standar. Hal ini sering disebut dengan “efisiensi kerja”.
Yw = Total penerimaan upah operator yang dalam hal ini berupa bilangan pecahan
terhadap upah standarnya.
P = Rasio dari partisipasi pekerja dalam kaitannya dengan kebijaksanaan dalam
pemberian insentif.
97
2.10 Fungsi Manajemen, Tingkat Manajemen, dan Gaya Kepemimpinan
a. Fungsi Manajemen
Dalam Manajemen terdapat fungsi-fungsi manajemen yang terkait erat di
dalamnya. Pada umumnya ada empat (4) fungsi manajemen yang banyak dikenal
masyarakat yaitu fungsi perencanaan (planning), fungsi pengorganisasian
(organizing), fungsi pengarahan (directing) dan fungsi pengendalian (controlling).
Untuk fungsi pengorganisasian terdapat pula fungsi staffing (pembentukan staf).
Para manajer dalam organisasi perusahaan bisnis diharapkan mampu menguasai
semua fungsi manajemen yang ada untuk mendapatkan hasil manajemen yang
maksimal.
Di bawah ini akan dijelaskan arti definisi atau pengertian masing-masing
fungsi manajemen–POLC (Stephen P. Robbins & Mary Coulter, 2004):
1. Fungsi Perencanaan / Planning
Fungsi perencanaan adalah suatu kegiatan membuat tujuan perusahaan dan diikuti
dengan membuat berbagai rencana untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan
tersebut.
2. Fungsi Pengorganisasian / Organizing
Fungsi perngorganisasian adalah suatu kegiatan pengaturan pada sumber daya
manusia dan sumberdaya fisik lain yang dimiliki perusahaan untuk menjalankan
rencana yang telah ditetapkan serta menggapai tujuan perusahaan.
3. Fungsi Pengarahan / Directing / Leading
98
Fungsi pengarahan adalah suatu fungsi kepemimpinan manajer untuk meningkatkan
efektifitas dan efisiensi kerja secara maksimal serta menciptakan lingkungan kerja
yang sehat, dinamis, dan lain sebagainya.
4. Fungsi Pengendalian / Controling
Fungsi pengendalian adalah suatu aktivitas menilai kinerja berdasarkan standar yang
telah dibuat untuk kemudian dibuat perubahan atau perbaikan jika diperlukan.
b. Tingkat Manajemen
Pada organisasi berstruktur tradisional, manajer sering dikelompokan
menjadi manajer puncak, manajer tingkat menengah, dan manajer lini pertama
(biasanya digambarkan dengan bentuk piramida, di mana jumlah karyawan lebih
besar di bagian bawah daripada di puncak). Berikut ini adalah tingkatan manajer
mulai dari bawah ke atas (Stephen P. Robbins & Mary Coulter,2004):
Manejemen lini pertama (first-line management)
Dikenal pula dengan istilah manajemen operasional, merupakan manajemen
tingkatan paling rendah yang bertugas memimpin dan mengawasi karyawan non-
manajerial yang terlibat dalam proses produksi. Mereka sering disebut penyelia
(supervisor), manajer shift, manajer area, manajer kantor, manajer departemen, atau
mandor (foreman).
Manajemen tingkat menengah (middle management)
Mencakup semua manajemen yang berada di antara manajer lini pertama dan
manajemen puncak dan bertugas sebagai penghubung antara keduanya. Jabatan yang
termasuk manajer menengah di antaranya kepala bagian, pemimpin proyek, manajer
pabrik, atau manajer divisi.
99
Manajemen puncak (top management)
Dikenal pula dengan istilah executive officer. Bertugas merencanakan kegiatan dan
strategi perusahaan secara umum dan mengarahkan jalannya perusahaan. Contoh top
manajemen adalah CEO (Chief Executive Officer), CIO (Chief Information Officer),
dan CFO (Chief Financial Officer).
Meskipun demikian, tidak semua organisasi dapat menyelesaikan pekerjaannya
dengan menggunakan bentuk piramida tradisional ini. Misalnya pada organisasi
yang lebih fleksibel dan sederhana, dengan pekerjaan yang dilakukan oleh tim
karyawan yang selalu berubah, berpindah dari satu proyek ke proyek lainnya sesuai
dengan dengan permintaan pekerjaan.
c. Gaya Kepemimpinan
1. Gaya Kepemimpinan Otoriter / Authoritarian
Kepemimpinan otoriter merupakan gaya kepemimpinan yang paling tua
dikenal manusia. Oleh karena itu gaya kepemimpinan ini menempatkan
kekuasaan di tangan satu orang atau sekelompok kecil orang yang di antara
mereka tetap ada seorang yang paling berkuasa. Pemimpin bertindak sebagai
penguasa tunggal. Orang-orang yang dipimpin yang jumlahnya lebih banyak,
merupakan pihak yang dikuasai, yang disebut bawahan atau anak buah.
Kedudukan bawahan semata-mata sebagai pelaksana keputusan, perintah, dan
bahkan kehendak pimpinan. Pemimpin memandang dirinya lebih, dalam segala
hal dibandingkan dengan bawahannya. Kemampuan bawahan selalu dipandang
rendah, sehingga dianggap tidak mampu berbuat sesuatu tanpa perintah. Perintah
pemimpin sebagai atasan tidak boleh dibantah, karena dipandang sebagai satu-
100
satunya yang paling benar. Pemimpin sebagai penguasa merupakan penentu
nasib bawahannya. Oleh karena itu tidak ada pilihan lain, selain harus tunduk
dan patuh di bawah kekuasaan sang pemimpin. Kekuasaan pimpinan digunakan
untuk menekan bawahan, dengan mempergunakan sanksi atau hukuman sebagai
alat utama. Pemimpin menilai kesuksesannya dari segi timbulnya rasa takut dan
kepatuhan yang bersifat kaku.
Kepemimpinan dengan gaya otoriter banyak ditemui dalam pemerintahan
Kerajaan Absolut, sehingga ucapan raja berlaku sebagai undang-undang atau
ketentuan hukum yang mengikat. Di samping itu sering pula terlihat gaya dalam
kepemimpinan pemerintahan diktator sebagaimana terjadi di masa Nazi Jerman
dengan Hitler sebagai pemimpin yang otoriter. Gaya Kepemimpinan Bebas dan
Gaya Kepemimpinan Pelengkap (http://www.scribd.com/doc/15885060/Teori-
Kepemimpinan)
2. Gaya Kepemimpinan Demokratis / Democratic
Kepemimpinan demokratis menempatkan manusia sebagai faktor utama
dan terpenting dalam setiap kelompok/organisasi. Gaya Kepemimpinan
demokratis diwujudkan dengan dominasi perilaku sebagai pelindung dan
penyelamat dan perilaku yang cenderung memajukan dan mengembangkan
organisasi/kelompok. Di samping itu diwujudkan juga melalui perilaku
kepemimpinan sebagai pelaksana (eksekutif).
Dengan didominasi oleh ketiga perilaku kepemimpinan tersebut, berarti
gaya ini diwarnai dengan usaha mewujudkan dan mengembangkan hubungan
manusiawi (human relationship) yang efektif, berdasarkan prinsip saling
101
menghormati dan menghargai antara yang satu dengan yang lain. Pemimpin
memandang dan menempatkan orang-orang yang dipimpinnya sebagai subjek,
yang memiliki kepribadian dengan berbagai aspeknya, seperti dirinya juga.
Kemauan, kehendak, kemampuan, buah pikiran, pendapat, minat/perhatian,
kreativitas, inisiatif, dan lain-lain yang berbeda-beda antara yang satu dengan
yang lain selalu dihargai dan disalurkan secara wajar.
Berdasarkan prinsip tersebut di atas, dalam gaya kepemimpinan ini selalu
terlihat usaha untuk memanfaatkan setiap orang yang dipimpin. Proses
kepemimpinan diwujudkan dengan cara memberikan kesempatan yang luas bagi
anggota kelompok/organisasi untuk berpartisipasi dalam setiap kegiatan.
Partisipasi itu disesuaikan dengan posisi/jabatan masing-masing, di samping
memperhatikan pula tingkat dan jenis kemampuan setiap anggota
kelompok/organisasi. Para pemimpin pelaksana sebagai pembantu pucuk
pimpinan, memperoleh pelimpahan wewenang dan tanggung jawab, yang sama
atau seimbang pentingnya bagi pencapaian tujuan bersama. Sedang bagi para
anggota kesempatan berpartisipasi dilaksanakan dan dikembangkan dalam
berbagai kegiatan di lingkungan unit masing-masing, dengan mendorong
terwujudnya kerja sama, baik antara anggota dalam satu maupun unit yang
berbeda. Dengan demikian berarti setiap anggota tidak saja diberi kesempatan
untuk aktif, tetapi juga dibantu dalam mengembangkan sikap dan
kemampuannya memimpin. Kondisi itu memungkinkan setiap orang siap untuk
dipromosikan menduduki posisi/jabatan pemimpin secara berjenjang, bilamana
terjadi kekosongan karena pensiun, pindah, meninggal dunia, atau sebab-sebab
lain.
102
Kepemimpinan dengan gaya demokratis dalam mengambil keputusan
sangat mementingkan musyawarah, yang diwujudkan pada setiap jenjang dan di
dalam unit masing-masing. Dengan demikian dalam pelaksanaan setiap
keputusan tidak dirasakan sebagai kegiatan yang dipaksakan, justru sebaliknya
semua merasa terdorong mensukseskannya sebagai tanggung jawab bersama.
Setiap anggota kelompok/organisasi merasa perlu aktif bukan untuk kepentingan
sendiri atau beberapa orang tertentu, tetapi untuk kepentingan bersama.
Aktivitas dirasakan sebagai kebutuhan dalam mewujudkan partisipasi,
yang berdampak pada perkembangan dan kemajuan kelompok/organisasi secara
keseluruhan. Tidak ada perasaan tertekan dan takut, namun pemimpin selalu
dihormati dan disegani secara wajar
(http://www.scribd.com/doc/15885060/Teori-Kepemimpinan).
3. Gaya Kepemimpinan Bebas / Laissez Faire
Kepemimpinan Bebas merupakan kebalikan dari tipe atau gaya
kepemimpinan otoriter. Dilihat dari segi perilaku ternyata gaya kepemimpinan
ini cenderung didominasi oleh perilaku kepemimpinan kompromi (compromiser)
dan perilaku kepemimpinan pembelot (deserter). Dalam prosesnya ternyata
sebenarnya tidak dilaksanakan kepemimpinan dalam arti sebagai rangkaian
kegiatan menggerakkan dan memotivasi anggota kelompok/organisasinya
dengan cara apa pun juga. Pemimpin berkedudukan sebagai simbol.
Kepemimpinannya dijalankan dengan memberikan kebebasan penuh pada orang
yang dipimpin dalam mengambil keputusan dan melakukan kegiatan (berbuat)
103
menurut kehendak dan kepentingan masing-masing, baik secara perseorangan
maupun berupa kelompok-kelompok kecil.
Pemimpin hanya memfungsikan dirinya sebagai penasihat, yang
dilakukan dengan memberi kesempatan untuk berkompromi atau bertanya bagi
anggota kelompok yang memerlukannya. Kesempatan itu diberikan baik sebelum
maupun sesudah anggota yang bersangkutan menetapkan keputusan atau
melaksanakan suatu kegiatan.
Kepemimpinan dijalankan tanpa berbuat sesuatu, karena untuk bertanya
atau tidak (kompromi) tentang sesuatu rencana keputusan atau kegiatan,
tergantung sepenuhnya pada orang-orang yang dipimpin. Dalam keadaan seperti
itu setiap terjadi kekeliruan atau kesalahan, maka pemimpin selalu berlepas
tangan karena merasa tidak ikut serta menetapkannya menjadi keputusan atau
kegiatan yang dilaksanakan kelompok/organisasinya. Pemimpin melepaskan diri
dari tanggung jawab (deserter), dengan menuding bahwa yang salah adalah
anggota kelompok/organisasinya yang menetapkan atau melaksanakan keputusan
dan kegiatan tersebut. Oleh karena itu bukan dirinya yang harus dan perlu
diminta pertanggungjawaban telah berbuat kekeliruan atau kesalahan.
Sehubungan dengan itu apabila tidak seorang pun orang-orang yang
dipimpin atau bawahan yang mengambil inisiatif untuk menetapkan suatu
keputusan dan tidak pula melakukan sesuatu kegiatan, maka kepemimpinan dan
keseluruhan kelompok/organisasi menjadi tidak berfungsi. Kebebasan dalam
menetapkan suatu keputusan atau melakukan suatu kegiatan dalam tipe
kepemimpinan ini diserahkan sepenuhnya pada orang-orang yang dipimpin.
104
Oleh karena setiap manusia mempunyai kemauan dan kehendak sendiri,
maka akan berakibat suasana kebersamaan tidak tercipta, kegiatan menjadi tidak
terarah dan simpang siur. Wewenang tidak jelas dan tanggung jawab menjadi
kacau, setiap anggota saling menunggu dan bahkan saling salah menyalahkan
apabila diminta pertanggungjawaban.
(http://www.scribd.com/doc/15885060/Teori-Kepemimpinan)