bab 2 landasan teori 2.1 pengertian pengendalianthesis.binus.ac.id/doc/bab2/2010-1-00396-mn bab...
TRANSCRIPT
4
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Pengendalian
Pengendalian merupakan suatu proses dalam mengarahkan sekumpulan variabel
untuk mencapai tujuan atau sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya. Dasar dari semua
proses pengendalian adalah pemikiran untuk mengarahkan suatu variabel, atau
sekumpulan variabel, guna mencapai tujuan tertentu. Variabel ini dapat berupa manusia,
mesin, dan organisasi. Pengendalian dalam dunia industri merupakan suatu proses untuk
mendelegasikan tanggung jawab dan wewenang untuk kegiatan manajemen. Dengan
tetap menggunakan cara-cara untuk menjamin hasil yang memuaskan. Pada dasarnya
dalam melakukan pengendalian ada 4 langkah yang digunakan yaitu, sebagai berikut :
1. Menentukan standard (setting standard)
Menentukan standard mutu biaya (cost quality), standard mutu kerja
(performance quality), standard mutu keamanan (safety quality), standar mutu
keandalan (reliability quality) yang diperlukan untuk suatu produk.
2. Menilai kesesuaian (appraising conformance)
Membandingkan kesesuaian dari produk yang dibuat dengan standard yang telah
ditetapkan.
3. Bertindak bila perlu (acting when neccesary)
Mengoreksi masalah dan penyebabnya melalui faktor-faktor yang mencakup
marketing, desain, engineering, produksi dan pemeliharaan faktor-faktor yang
mempengaruhi kepuasan pelanggan.
4. Merencanakan perbaikan (planning for improvement)
Merencanakan suatu upaya yang continue untuk memperbaiki standard biaya,
kinerja, keamanan, dan keterandalan.
4
5
2.2 Pengertian Kualitas
Menurut Kotler (2002,p67) mutu/kualitas adalah keseluruhan ciri serta sifat dari
suatu produk yang berpengaruh pada kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan yang
dinyatakan atau yang tersirat.
Menurut Goetsch dan Davis (2004,p47) “quality is a dynamic associated with
products, service, people, process, and environments that meets or exceeds expectation.”
Artinya bahwa kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan
produk, manusia/tenaga kerja, proses dan tugas, serta lingkungan yang memenuhi atau
melebihi harapan pelanggan atau konsumen.
Menurut Sritomo kualitas dapat didefinisikan sebagai derajad atau tingkatan
dimana produk atau jasa mampu memuaskan keinginan dari pelanggan. (2003, p251)
Definisi kualitas sebagaimana yang diadopsi dari American Society for Quality
adalah : “Totalitas bentuk dan karakteristik barang atau jasa yang menunjukkan
kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan-kebutuhan yang tampak jelas maupun
yang tersembunyi.”. (Heizer & Render, 2001, p92)
Definisi kualitas dalam konteks SPC dapat didefinisikan sebagai konsistensi
peningkatan atau perbaikan dan penurunan variasi karakteristik dari suatu produk barang
atau jasa yang dihasilkan, agar memenuhi kebutuhan yang telah dispesifikasikan, guna
meningkatkan kepuasan pelanggan internal maupun eksternal. (Vincent , 1998, p1)
Menurut David Garvin(2002, p27) terdapat delapan dimensi kualitas yang
umumnya digunakan oleh perusahaan-perusahaan manufaktur untuk mengukur tingkat
kualitas pada produk yang dihasilkan. Delapan kualitas yang terdapat dalam produk yaitu:
1. Performa (Performance)
Berkaitan dengan aspek fungsional dari produk dan merupakan karakteristik
utama yang dipertimbangkan pelanggan ketika ingin membeli suatu produk.
6
2. Keistimewaan (Feature)
Suatu ciri khas produk yang membedakan dari produk lain yang merupakan
karakteristik pelengkap dan mampu menimbulkan kesan yang baik bagi
pelanggan.
3. Keandalan (Reliability)
Berkaitan dengan kemungkinan suatu produk berhasil berfungsi dalam periode
tertentu di bawah kondisi tertentu. Dengan demikian keandalan merupakan
karakteristik yang merefleksikan kemungkinan tngkat keberhasilan dalam
penggunaan suatu produk.
4. Kesesuaian (Conformance)
Berkaitan dengan tingkat kesesuaian produk terhadap spesifikasi yang telah
ditetapkan sebelumnya berdasarkan keinginan pelanggan.
5. Daya tahan (Durability)
Merupakan ukuran masa pakai suatu produk. Karakteristik yang berkaitan dengan
daya tahan dari produk itu.
6. Kemampuan pelayanan (Serviceability)
Merupakan karakteristik yang berkaitan dengan kecepatan atau kesopanan,
kompetensi, kemudahan, serta akurasi dalam perbaikan.
7. Estetika (Aesthetics)
Merupakan karakteristik mengenai keindahan yang bersifat subjektif sehingga
berkaitan dengan pertimbangan pribadi atau refleksi dari preferensi atau pilihan
individual. Dengan demikian, estetika dari produk lebih banyak berkaitan dengan
perasaan pribadi dan mencakup karakteristik tertentu, seperti keelokan,
kemulusan, selera dan lain-lain.
8. Kualitas yang dirasakan (Perceived Quality)
7
Bersifat subjektif, berkaitan dengan perasaan pelanggan dalam mengkonsumsi
produk, seperti meningkatkan harga diri. Hal ini dapat juga berupa karakteristik
yang berkaitan dengan reputasi.
Selain sebagai elemen penting dalam operasi, kualitas juga memiliki pengaruh
lain. Ada empat alasan pentingnya kualitas bagi perusahaan:
1. Reputasi perusahaan. Reputasi perusahaan mengikuti reputasi mutu yang
dihasilkan buruk atau baik. Mutu akan muncul bersamaan dengan persepsi
mengenai produk baru perusahaan, praktik-praktik penanganan pegawai, dan
hubungannya dengan pemasok. Mutu produk tidak dapat digantikan oleh promosi
perusahaan.
2. Pertanggungjawaban produk. Dalam kasus-kasus yang berkaitan dengan produk
yang beredar di pasar, pengadilan kini menganggap bahwa pihak-pihak yang
harus memikul tanggung jawab adalah seluruh pihak yang tercakup dalam rantai
distribusi. Dapat ditambahkan, perusahaan yang merancang dan memproduksi
barang atau jasa yang cacat dapat dianggap bertanggung jawab atas kerusakan
dan kecelakaan yang diakibatkan pemakaian barang atau jasa tersebut.
3. Keterlibatan global. Di masa teknologi seperti sekarang, kualitas menjadi suatu
perhatian internasional, sebagaimana halnya MO. Bagi perusahaan dan negara
yang ingin bersaing secara efektif pada ekonomi global, maka produk mereka
harus memenuhi harapan kualitas, desain, dan harga global. Produk yang rendah
mutunya mengurangi keuntungan perusahaan dan neraca pembayaran negara.
4. Biaya dan pangsa pasar. Mutu yang ditingkatkan dapat mengarah kepada
peningkatan pangsa pasar dan penghematan biaya. Kedua hal ini dapat
mempengaruhi profitabilitas. Demikian juga usaha perbaikan keandalan dan
8
standar berarti berarti merupakan suatu penurunan kerusakan pada produk dan
biaya suatu jasa.
Untuk melaksanakan perencanaan dan pengendalian kualitas selama siklus kualitas,
diperlukan tahap-tahap sebagai berikut :
1. Definisikan sifat-sifat (atribut) mutu
2. Tentukan bagaimana mengukur setiap atribut
3. Tetapkan standar mutu
4. Tetapkan program inspeksi
5. Cari dan perbaiki penyebab mutu yang jelek
6. Terus lakukan penyempurnaan
2.2.1 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kualitas
Terdapat 6 unsur dasar yang mempengaruhi kualitas / mutu, menurut
Prawirosentono (2002, p12) yaitu :
1. Manusia
Sumber daya manusia adalah unsur utama yang memungkinkan terjadinya proses
pemanbahan nilai (value added). Kemampuan mereka untuk melakukan suatu
tugas (task) adalah kemampuan, pengalaman, pelatihan (training), dan potensi
kreativitas yang beragam sehingga diperoleh suatu hasil (output).
2. Metode
Hal ini meliputi prosedur kerja di mana setiap orang harus melakukan kerja sesuai
dengan tugas yang dibebankan pada masing-masing individu. Metode ini harus
merupakan prosedur kerja terbaik agar setiap orang dapat melaksanakan
tugasnya secara efektif dan efisien. Walaupun seseorang dapat saja
9
menginterpretasikan tugas-tugasnya secara berbeda satu sama lain, asalkan saja
pekerjaan tersebut dapat dilaksanakan sesuai rencana.
3. Mesin
Mesin atau peralatan yang digunakan dalam proses penambahan nilai menjadi
output. Dengan memakai mesin sebagai alat pendukung pembuatan suatu produk
memungkinkan berbagai variasi dalam bentuk, jumlah, dan kecepatan proses
penyelesaian kerja.
4. Bahan
Bahan baku yang diproses, diproduksi agar menghasilkan nilai tambah menjadi
output, jenisnya sangat beragam. Keragaman bahan baku yang digunakan akan
mempengaruhi nilai output yang beragam pula. Bahkan perbedaan bahan baku
(jenisnya) mungkin dapat pula menyebabkan proses pengerjaannya.
5. Ukuran
Dalam setiap tahap proses produksi, harus ada ukuran sebagai standar penilaian
agar setiap tahap proses produksi dapat dinilai kinerjanya. Kemampuan dari
standar ukuran tersebut merupakan faktor penting untuk mengukur kinerja
seluruh tahapan proses produksinya, dengan tujuan agar hasil yang diperoleh
sesuai dengan rencana.
6. Lingkungan
Lingkungan di mana proses produksi berada sangat mempengaruhi hasil atau
kinerja proses produksinya. Bila lingkungan kerja berubah, maka kinerjanya pun
akan berubah. Bahkan faktor lingkungan eksternal pun dapat mempengaruhi
kelima unsur tersebut di atas sehingga dapat menimbulkan variasi tugas
pekerjaan.
10
2.3 Pengertian Produk
Menurut Zimmerer dan Scarborough (2004,p166), produk adalah barang atau jasa
yang digunakan untuk memuaskan kebutuhan konsumen. Menurut Kotler dan Armstrong
(2006,p7) “product is anything that can be offered to a market for attention, acquisition,
use, or consumption that might satisfy a want or need.” Artinya bahwa produk merupakan
sesuatu yang bisa ditawarkan ke pasar untuk diperhatikan, dimiliki, digunakan atau
dikonsumsi yang bisa memuaskan keinginan atau kebutuhan.
Menurut Simamora (2000,p440), produk adalah segala sesuatu yang diterima oleh
konsumen atau pemakai industrial pada saat melakukan pembelian atau menggunakan
produk. Menururt Waters (2000,p99), produk hendaknya fungsional, menarik, dan mudah
dibuat. Menurut Purnawarman (2004), produk adalah sesuatu yang dapat ditawarkan
untuk memenuhi kebutuhan atau keinginan pelanggan.
Menurut Kotler (2002,p18), produk adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan
ke suatu pasar untuk memenuhi keinginan atau kebutuhan Dalam standar internasional,
produk adalah barang atau jasa yang berarti :
- hasil kegiatan atau proses (produk wujud dan terwujud, seperti jasa, program
komputer, desain, petunjuk pemakaian).
- suatu kegiatan proses (seperti pemberian jasa ataau pelaksanaan proses produksi
) Pentingnya suatu produk fisik bukan terletak pada kepelikannya tetapi pada jasa
yang dapat diberikannya.
Menurut Angipora (2002,p26), produk merupakan kombinasi barang dan jasa yang
ditawarkan seseorang atau lembaga untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan pasar.
2.4 Pengertian dan Tujuan Pengawasan Mutu
Pengawasan mutu adalah suatu cara agar spesifikasi produk yang ditetapkan
sebagai standar dapat tercermin dalam produk atau hasil akhir. (Assauri, 2004, p210).
11
Pengawasan kualitas merupakan alat bagi manajemen untuk memperbaiki kualitas
produk bila diperlukan, mempertahankan kualitas yang sudah tinggi dan mengurangi
jumlah bahan yang rusak. (Reksohadiprodjo dan Gitosudarma, 2000, p245).
Tujuan pengawasan mutu adalah agar produk akhir mempunyai spesifikasi
dengan standar mutu yang telah ditetapkan dan agar biaya desain produk, biaya inspeksi,
dan biaya proses produksi dapat berjalan secara efisien. (Prawirosentono, 2002, p75).
Tujuan pengawasan mutu menurut Assuri (2004, p210) adalah :
a. agar barang yang dihasilkan dapat mencapai standar mutu yang telah
ditetapkan.
b. Mengusahakan agar biaya inspeksi dapat sekecil mungkin.
c. Mengusahakan agar biaya desain produk dan proses dengan
menggunakan mutu produksi tertentu dapat menjadi sekecil mungkin.
d. Mengusahakan agar biaya produksi dapat menjadi serendah mungkin.
2.4.1 Ruang Lingkup Pengawasan Mutu
Pengawasan mutu merupakan kegiatan terpadu dalam upaya menjaga dan
mengarahkan agar kualitas dari produk yang dihasilkan dapat sesuai dengan standar.
Ruang lingkup pengawasan mutu menurut Assauri (2004, p210) meliputi :
1. Pengawasan mutu pada bahan baku
Pengawasan mutu pada bahan baku ini sangat penting untuk menjaga mutu
produk perusahaan.
2. Pengawasan proses produksi
Hal ini dilakukan untuk mendeteksi apakah ada penyimpangan yang terjadi dalam
proses produksi dan melakukan perbaikan agar penyimpangan selanjutnya dapat
dicegah. Selain itu agar produk akhir mempunyai mutu yang baik.
3. Pengawasan produk akhir
12
Pada dasarnya pengawasan produk akhir merupakan upaya dalam
mempertahankan kualitas produk dan jasa yang dihasilkan. Pengawasan produk
akhir bertujuan untuk menjaga agar produk rusak (cacat) tidak sampai ke tangan
konsumen. Kemungkinan terjadinya hasil produk cacat selalu ada, walaupun
pengawasan terhadap bahan baku dan proses telah diperketat.
2.5 Metode TQM (Total Quality Management)
2.5.1. Pengertian Total Quality Management
TQM merupakan suatu penekanan mutu yang memacu seluruh organisasi, mulai
dari pemasok sampai konsumen. TQM menekankan pada komitmen manajemen untuk
memiliki keinginan yang berkesinambungan bagi perusahaan untuk mencapai
kesempurnaan di segala aspek barang dan jasa yang penting bagi konsumen. (Render &
Heizer, 2003, p98)
Sesuai dengan definisi dari ISO, TQM adalah suatu pendekatan manajemen untuk
suatu organisasi yang terpusat pada kualitas, berdasarkan partisipasi semua anggotanya
dan bertujuan untuk kesuksesan jangka panjang melalui kepuasan pelanggan serta
memberi keuntungan untuk semua anggota dalam organisasi serta masyarakat.
(http://id.wikipedia.org/wiki/Manajemen_kualitas_total)
2.5.2. Metode W. Edwards Deming
Deming menganjurkan penggunaan Statistical Process Control agar perusahaan
dapat membedakan penyebab sistematis dan penyebab khusus dalam menangani kualitas.
Kontribusi utama yang membuatnya terkenal adalah Deming Cycle, Deming Fourteen
Points, dan Seven Deadly Diseases.
1. Siklus Deming (Deming Cycle)
13
Siklus Deming ini dikembangkan untuk menghubungkan antara operasi dengan
kebutuhan pelanggan dan memfokuskan sumber daya semua bagian dalam
perusahaan (riset, desain, operasi, dan pemasaran) secara terpadu dan sinergi untuk
memenuhi kebutuhan pelanggan. Siklus Deming adalah model perbaikan
berkesinambungan yang dikembangkan oleh W. Edward Deming yang terdiri atas
empat komponen utama secara berurutan, seperti pada gambar berikut ini:
Gambar 2.1 Siklus PDCA(Plan-Do-Check-Act)
a) Mengembangkan rencana perbaikan (plan)
Merupakan langkah setelah dilakukan pengujian ide perbaikan masalah. Rencana
perbaikan disusun berdasarkan prinsip 5-W (what, why, who, when, dan where)
dan 1 H (how), yang dibuat secara jelas dan terinci serta menetapkan sasaran
dan target yang harus dicapai. Dalam menetapkan sasaran dan target harus
diperhatikan prinsip SMART (specific, measurable, attainable, reasonable, dan
time).
b) Melaksanakan rencana (do)
14
Rencana yang telah disusun diimplementasikan secara bertahap, mulai dari skala
kecil dan pembagian tugas secara merata sesuai dengan kapasitas dan
kemampuan dari setiap personil. Selama dalam melaksanakan rencana harus
dilakukan pengendalian, yaitu mengupayakan agar seluruh rencana dilaksanakan
dengan sebaik mungkin agar sasaran dapat dicapai.
c) Memeriksa atau meneliti hasil yang dicapai (check)
Memeriksa atau meneliti merujuk pada penetapan apakah pelaksanaannya berada
dalam jalur, sesuai dengan rencana dan memantau kemajuan perbaikan yang
direncanakan. Alat atau piranti yang dapat digunakan dalam memeriksa adalah
pareto diagram, histogram, dan diagram kontrol.
d) Melakukan tindakan penyesuaian bila diperlukan (action)
Penyesuaian dilakukan bila dianggap perlu, yang didasarkan hasil analitis di atas.
Penyesuaian berkaitan dengan standarisasi prosedur baru, guna menghindari
timbulnya kembali masalah yang sama atau menetapkan sasaran baru bagi
perbaikan berikutnya.
2. Empat Belas Poin Deming (Deming’s Fourteen Points)
Empat belas point Deming ini merupakan ringkasan dari keseluruhan pandangan
W. Edwards Deming terhadap apa yang harus dilakukan oleh suatu perusahaan untuk
melakukan transisi positif dari bisnis sebagaimana biasanya sehingga menjadi bisnis
berkualitas tingkat dunia. Berikut ini adalah ringkasan dari keempat belas poin
Deming:
a. Ciptakan tujuan yang konsisten dalam menuju perbaikan kualitas barang dan jasa,
dengan maksud untuk menjadi lebih dapat bersaing, tetap bertahan dalam bisnis,
dan untuk menciptakan lapangan kerja.
15
b. Adopsilah falsafah baru. Manajemen harus memahami adanya era ekonomi baru
dan siap menghadapi tantangan , belajar bertanggung jawab, dan mengambil alih
kepemimpinan.
c. Hentikan ketergantungan pada inspeksi dalam membentuk mutu produk.
Bentuklah mutu sejak dari awal.
d. Hentikan praktik menghargai kontrak berdasarkan tawaran yang rendah.
e. Perbaiki secara konstan dan terus-menerus sistem produksi dan jasa, untuk
meningkatkan kualitas dan produktivitas, yang pada gilirannya secara konstan
menurunkan biaya.
f. Lembagakan on the job training.
g. Lembagakan kepemimpinan. Tujuan dari kepemimpinan haruslah untuk
membantu orang dan teknologi dapat bekerja dengan lebih baik.
h. Hapuskan rasa takut sehingga setiap orang dapat bekerja secara efektif.
i. Hilangkan dinding pemisah antar-departemen sehingga orang dapat bekerja
sebagai suatu tim.
j. Hilangkan slogan, desakan, dan target bagai tenaga kerja. Hal-hal tersebut dapat
menciptakan permusuhan.
k. Hilangkan kuota dan manajemen berdasarkan sasaran. Gantikan dengan
kepemimpinan.
l. Hilangkan penghalang yang dapat merampok kebebasan karyawan atas
keahliannya.
m. Giatkan program pendidikan dan self-improvement.
n. Buatlah transformasi pekerjaan setiap orang dan siapkan setiap orang untuk
mengerjakannya.
(http://deming.org/index.cfm?content=66)
16
Langkah-langkah ini kemudian dikembangkan menjadi 5 konsep TQM yang efektif
yaitu: (Render & Heizer, 2001, p98)
1. Perbaikan yang terus-menerus
TQM membutuhkan proses tanpa akhir yang disebut perbaikan yang
terus-menerus, dimana kesempurnaan tidak pernah diperoleh tetapi
selalu dicari.
2. Pemberdayaan karyawan
Manajemen perusahaan melibatkan karyawan dalam setiap tahap proses
produksi.
3. Pembandingan kinerja (Benchmarking)
Pembandingan kinerja merupakan elemen lain dari program TQM suatu
perusahaan. Pembandingan kinerja ini mencakup seleksi standar kinerja
yang ada, yang mewakili kinerja proses atau kegiatan terbaik lain yang
sangat serupa dengan proses atau kegiatan pihak lain. Inti dari
pembandingan kinerja adalah pengembangan target yang akan dicapai
untuk kemudian mengembangkan suatu standar atau tolok ukur tertentu
agar kita dapat mengukur kinerja sendiri.
4. Penyediaan kebutuhan yang cukup pada waktunya (Just-In-Time)
Filsafat yang mendasari hal tersebut adalah pemikiran mengenai
perbaikan yang terus-menerus dan pemecahan masalah yang cepat.
5. Pengetahuan mengenai alat-alat TQM
Karena ingin memberdayakan karyawan dalam implementasi TQM, dan
mengingat TQM merupakan usaha yang tidak ada putus-putusnya, maka
setiap orang dalam organisasi harus dilatih menggunakan teknik-teknik
TQM.
2.5.3 Metode Joseph M. Juran
17
Juran mendefinisikan kualitas sebagai cocok/sesuai untuk digunakan (fitness for
use), yang mengandung pengertian bahwa suatu barang atau jasa harus dapat memenuhi
apa yang diharapkan oleh para pemakainya. Pengertian cocok untuk digunakan ini
mengandung 5 dimensi utama, yaitu kualitas desain, kualitas kesesuaian, ketersediaan,
keamanan, dan field use.
1. Juran’s Three Basics Steps to Progress
Menurut Juran, tiga langkah dasar ini merupakan langkah yang harus dilakukan
perusahaan bila mereka ingin mencapai kualitas tingkat dunia. Juran juga yakin bahwa
ada titik diminishing return dalam hubungan antara kualitas dan daya saing. Ketiga
langkah
tersebut terdiri dari seperti berikut :
1. Mencapai perbaikan terstruktur atas dasar kesinambungan yang dikombinasikan
dengan dedikasi dan keadaan yang mendesak.
2. Mengadakan program pelatihan secara luas.
3. Membentuk komitmen dan kepemimpinan pada tingkat manajemen yang lebih
tinggi.
2. Juran’s Ten Steps to Quality Improvement
Sepuluh langkah untuk memperbaiki kualitas menurut Juran meliputi sebagai berikut :
1. Membentuk kesadaran terhadap kebutuhan akan perbaikan dan peluang untuk
melakukan perbaikan.
2. Menetapkan tujuan perbaikan.
3. Mengorganisasikan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
4. Menyediakan pelatihan.
5. Melaksanakan proyek-proyek yang ditujukan untuk pemecahan masalah.
18
6. Melaporkan perkembangan.
7. Memberikan penghargaan.
8. Mengkomunikasikan hasil-hasil yang dicapai.
9. Menyimpan dan mempertahankan hasil yang dicapai.
10. Memelihara momentum dengan melakukan perbaikan dalam sistem regular
perusahaan.
3. The Pareto Principle
Juran menerapkan prinsip yang dikemukakan oleh Vilfredo Pareto ke dalam
manajemen. Prinsip ini kadang kala disebut pula kaidah 80/20, yang bunyinya ”80% of
the trouble comes from 20% of the problems”. Menurut prinsip ini, organisasi harus
memusatkan energinya pada panyisihan sumber masalah yang sedikit tetapi vital (vital
few sources), yang menyebabkan sebagian besar masalah. Baik Juran maupun Deming
yakin bahwa system merupakan di mana sebagian besar masalah terjadi.
4. The Juran Trilogy
The Juran Trilogy merupakan ringkasan dari tiga fungsi manajerial yang utama.
Pandangan Juran terhadap fungsi-fungsi ini dijelaskan sebagai berikut :
1. Perencanaan kualitas
Perencanaan kualitas meliputi pengembangan produk, sistem, dan proses yang
dibutuhkan untuk memenuhi atau melampaui harapan pelanggan. Langkah-
langkah yang dibutuhkan untuk itu ialah sebagai berikut :
a. Menentukan siapa yang menjadi pelanggan.
b. Mengidentifikasi kebutuhan pelanggan.
c. Mengembangkan produk dengan keistimewaan yang dapat memenuhi
kebutuhan pelanggan.
19
d. Mengembangkan sistem dan proses yang memungkinkan organisasi untuk
menghasilkan keistimewaan tersebut.
e. Menyebarkan rencana kepada level operasional.
2. Pengendalian kualitas
Pengendalian kualitas meliputi langkah-langkah sebagai berikut :
a. Menilai kinerja kualitas aktual.
b. Membandingkan kinerja dengan tujuan.
c. Bertindak berdasarkan perbedaan antara kinerja dan tujuan.
3. Perbaikan kualitas
Perbaikan kualitas harus dilakukan secara on-going dan terus-menerus. Langkah-
langkah yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut :
a. Mengembangkan infrastruktur yang diperlukan untuk melakukan perbaikan
kualitas setiap tahun.
b. Mengidentifikasi bagian-bagian yang membutuhkan perbaikan dan
melakukan proyek perbaikan.
c. Membentuk suatu tim proyek yang bertanggung jawab dalam
menyelesaikan setiap proyek.
d. Memberikan tim-tim tersebut apa yang mereka butuhkan agar dapat
mendiagnosis masalah guna menentukan sumber penyebab utama,
memberikan solusi, dan melakukan pengendalian yang akan
mempertahankan keuntungan yang diperoleh.
(http://www.businessgyan.com/node/5409)
20
2.6 Statistical Process Control (SPC)
2.6.1 Pengertian Statistical Process Control
Statistical Process Control merupakan sebuah teknik statistik yang digunakan
secara luas untuk memastikan bahwa proses memenuhi standar. Dengan kata lain,
Statistical Process Control merupakan sebuah proses yang digunakan untuk mengawasi
standar, membuat pengukuran dan mengambil tindakan perbaikan selagi sebuah produk
atau jasa sedang diproduksi. (Render dan Heizer, 2005, p286).
Menurut Gerald Smith (2003, p1) Statistical Process Control merupakan kumpulan
dari metode-metode produksi dan konsep manajemen yang dapat digunakan untuk
mendapatkan efisiensi, produktifitas dan kualitas untuk memproduksi produk yang
kompetitif dengan tingkat yang maksimum, dimana Statistical Process Control melibatkan
penggunaan signal-signal statistik untuk meningkatkan performa dan untuk memelihara
pengendalian dari produksi pada tingkat kualitas yang lebih tinggi.
Pengertian lain dari Statistical Process Control menurut pendapat Vincent Gasperz
(1998, p1 ) ialah suatu terminologi yang mulai digunakan sejak tahun 1970-an untuk
menjabarkan penggunaan teknik-teknik statistikal dalam memantau dan meningkatkan
performansi proses menghasilkan produk yang berkualitas.
2.6.2 Tujuan Statistical Process Control (SPC)
Statistical Process Control (SPC) mempunyai beberapa tujuan utama (Gerald
Smith, 2003, p4), antara lain :
1. Meminimalisasi biaya produksi
2. Memperoleh konsistensi terhadap produk dan jasa yang memenuhi
spesifikasi produkdan keinginan konsumen
3. Menciptakan peluang-peluang untuk semua anggota dari organisasi untuk
memberikan kontribusi terhadap peningkatan kualitas
21
4. Membantu karyawan bagian manajemen dan produksi dalam membuat
keputusan yang ekonomis mengenai tindakan yang dapat mempengaruhi
proses.
Statistik (Statistical Process Control) mengandung dua penggunaan umum, yaitu :
1. Untuk mengawasi pelaksanaan kerja sebagai operasi-operasi individual selama
pekerjaan sedang berlangsung.
2. Untuk memutuskan apakah diterima atau ditolak sejumlah produk yang telah
diproduksi.
Penggunaan metode Statistical Process Control dapat diketahui seperti gambar di bawah ini.
Gambar 2.2 Interaksi Antara Pengawasan Kualitas dan Produksi
Dalam penerapan Statistical Process Control, terdapat beberapa elemen yang
mempengaruhi kesuksesan program ini:
1. Kepemimpinan manajemen.
2. Pendekatan tim.
3. Pendidikan bagi karyawan di semua level.
4. Penekanan pada peningkatan yang berkelanjutan.
5. Mekanisme untuk pengenalan sukses dan mengkomunikasikannya kepada
seluruh lini organisasi.
22
2.6.3 Variasi Proses Produksi
Penting untuk mengetahui bagaimana suatu proses itu bervariasi dalam
menghasilkan ouput sehingga dapat diambil tindakan perbaikan terhadap proses itu
secara tepat. Variasi adalah ketidakseragaman dalam sistem produksi atau operasional
sehingga menimbulkan perbedaan dalam kualitas output yang dihasilkan. (Gasperz, 2003,
p3). Ada dua variasi yang mempengaruhi proses produksi, yaitu variasi alami dan variasi
khusus.
1. Variasi Alami
Variasi yang alami mempengaruhi hampir setiap proses produksi dan pasti selalu
ada. Variasi alami adalah sumber-sumber variasi dalam proses yang secara statistik
berada dalam batas kendali. Variasi alami merupakan sistem yang menimbulkan
sebab-sebab yang tetap. Walaupun nilai-nilai setiap produk berbeda, namun
sebagai suatu kelompok individual produk akan membentuk pola yang bisa disebut
sebagai distribusi. Bilamana kelompok tersebut berdistribusi normal, maka dapat
ditentukan karakter mereka dengan melihat dua parameter, yaitu:
• Mean μ (ukuran kecenderungan terpusat dalam hal ini, adalah nilai rata-
ratanya)
• Deviasi Standar (variasi, terdapat nilai yang kecil dan nilai yang lebih besar)
Selama distribusi (presisi output) tetap berada dalam batas-batas yang ditoleransi,
maka proses disebut “terkendali”, dan variasi yang terendah diabaikan.
2. Variasi Khusus
Variasi yang timbul akibat gangguan pada sebuah proses dapat dilacak
penyebabnya. Faktor-faktor sepeti peralatan mesin, peralatan yang distel salah,
karyawan yang lelah atau tidak terlatih, atau sekelompok bahan baku yang baru,
23
dapat menjadi sumber-sumber terjadinya variasi yang dapat dihilangkan
(assignable variations).
2.6.4 Pengukuran Performansi
Pengukuran performansi kulitas dapat dilakukan pada tiga tingkat, yaitu :
1. Pengukuran pada tingkat proses Mengukur setiap langkah atau aktivitas dalam
proses dan karakteristik input yang diserahkan oleh pemasok yang mengendalikan
karakteristik output yang diinginkan. Tujuan pengukuran pada tingkat ini adalah
mengidentifikasi perilaku yang mengatur setiap langkah dalam proses, dan
menggunakan ukuran-ukuran untuk mengendalikan operasi serta memperkirakan
output yang akan dihasilkan sebelum output diproduksi atau diserahkan kepada
pelanggan.
2. Pengukuran pada tingkat output, mengukur karakteristik output yang dihasilkan
dibandingkan dengan spesifikasi karakteristik yang diinginkan pelanggan.
3. Pengukuran pada tingkat outcome, yaitu mengukur bagaimana baiknya suatu
produk memenuhi kebutuhan dan harapan pelanggan, jadi mengukur tingkat
kepusaan pelanggan dalam mengkonsumsi produk yang diserahkan. Pelanggan
pada tingkat outcome merupakan tingkat tertinggi dalam pengukuran performansi
kualitas.
2.6.5 Alat Ukur Statistical Process Control (SPC)
Ada 7 Alat ukur untuk SPC antara lain :
1. Flow chart (diagram alir), adalah diagram balok yang secara grafis menerangkan
sebuah proses atau sistem.
24
2. Pareto chart (diagram pareto), adalah sebuah cara menggunakan diagram untuk
mengelola kesalahan, masalah, atau cacat untuk membantu memusatkan
perhatian pada usaha penyelesaian masalah.
3. Check sheet (lembar pengecekan), adalah suatu formulir yang didesain untuk
mencatat data.
4. Cause and effect diagram (diagram sebab akibat), adalah teknik sistematis yang
digunakan untuk menemukan lokasi yang mungkin pada permasalahan kualitas.
5. Histogram, adalah diagram balok yang menunjukkan cakupan nilai sebuah
perhitungan dan frekuensi dari setiap nilai yang terjadi.
6. Control chart (bagan kendali), adalah gambaran grafis data sejalan dengan waktu
yang menunjukkan batas atas dan bawah proses yang ingin kita kendalikan.
7. Scatter diagram (diagram sebar), adalah sebuah grafik yang menunjukkan
hubungan antar dua perbandingan.
Sedangkan dalam penelitian ini untuk memperoleh hasil dari tujuan penelitian
penulis hanya perlu menggunakan 4 metode ukur dalam SPC yaitu: Check Sheet,
Control Chart, Pareto Chart dan Cause and Effect Diagram.
2.6.6 Teknik Perbaikan Kualitas
2.6.6.1 Lembar Periksa (Check Sheet)
Lembar periksa adalah suatu piranti yang paling mudah untuk menghitung
seberapa sering sesuatu terjadi. Menurut Gasperz (2003, p41) lembar periksa adalah
suatu formulir dimana item-item yang akan diperiksa telah dicetak dalam formulir itu
dengan maksud agar data dapat dikumpulkan secara mudah dan ringkas. Dengan
demikian, kertas periksa adalah piranti yang sederhana, tetapi teratur untuk pengumpulan
dan pencatatan data untuk mengetahui masalah utama.
25
Dalam menyusun kertas periksa harus diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1. Bentuk lajur-lajur untuk mencatat data dan harus jelas
2. Data yang hendak dikumpulkan dan dicatat harus jelas tujuannya
3. Kapan data dikumpulkan harus dicantumkan
4. Data dikumpulkan secara jujur
Penggunaan lembar periksa bertujuan untuk:
• Memudahkan proses pengumpulan data terutama untuk mengetahui bagaimana
sesuatu masalah sering terjadi. Tujuan utama dari penggunaan lembar periksa
adalah membantu mentabulasikan banyaknya kejadian dari suatu masalah
tertantu atau penyebab tertentu.
• Mengumpulkan data tentang jenis masalah yang sedang terjadi. Dalam kaitan ini,
lembar periksa akan membantu memilah-milah data ke dalam kategori yang
berbeda seperti penyebab-penyebab, masalah-masalah, dll.
• Menyusun data secara otomatis, sehingga data itu dapat dipergunakan dengan
mudah.
• Memisahkan antara opini dan fakta. Kita sering berpikir bahwa kita mengetahui
sesuatu masalah atau menggangap bahwa sesuatu penyebab itu merupakan hal
yang paling penting. Dalam kaitan ini, lembar periksa akan membantu
membuktikan opini kita itu apakah benar atau salah.
2.6.6.2 Diagram Pareto (Pareto Chart)
Pareto chart adalah diagram yang dikembangkan oleh seorang ahli ekonomi Italia
yang bernama Vilfredo Pareto abad ke 19. Pareto Chart digunakan untuk membandingkan
berbagai kategori kejadian yang disusun menurut ukurannya dari yang paling besar di
26
sebelah kiri ke yang paling kecil di sebelah kanan. Kegunaan pareto chart adalah sebagai
berikut :
1. Menunjukkan prioritas sebab-sebab kejadian atau persoalan yang ditangani.
2. Pareto chart dapat membantu untuk memusatkan perhatian pada persoalan
utama yang harus ditangani dalam upaya perbaikan.
3. Menunjukkan hasil upaya perbaikan. Setelah dilakukan tindakan korektif
berdasarkan prioritas, kita dapat mengadalkan pengukuran ulang dan membuka
pareto chart baru. Apabila terdapat perubahan dalam pareto chart baru,maka
tindakan korektif ada efeknya.
4. Menyusun data menjadi informasi yang berguna.Dengan pareto chart, sejumlah
data yang besar dapat menjadi informasi yang signifikan.
Hasil pareto chart dapat digunakan diagram sebab akibat untuk mengetahui akan
penyebab masalah. Setelah sebab-sebab potensial diketahui dari diagram tersebut, pareto
chart dapat disusun untuk merasionlisasi data yang diperoleh dari diagram sebab akibat.
Selanjutnya, pareto chart dapat digunakan pada semua tahap PDCA cycle.
Cara menggambar pareto chart adalah sebagai berikut :
1. Menentukan masalah apa yang akan diteliti, mengidentifikasi kategori-kategori
atau penyebab-penyebab dari masalah yang akan diperbandikan. Setelah itu
merencanakan dan melaksanakan pengumpulan data.
2. Membuat suatu ringkasan daftar atau tabel yang mencatat frekuensi kejadian dari
masalah yang telah diteliti dengan menggunakan formulir pengumpulan data atau
lembar periksa.
3. Membuat daftar masalah-masalah secara berurut berdasarkan frekuensi kejadian
dari yang tertinggi sampai terendah, serta hitunglah frekuensi kumulatif,
27
presentase dari total kejadian, dan persentase dari total kejadian secara
kumulatif.
4. Menggambar dua buah garis vertikal dan sebuah garis horisontal.
5. Buatkan histogram pada garis diagram pareto.
6. Gambarkan kurva kumulatif serta cantumkan nilai-nilai kumulatif (total kumulatif
atau persen kumulatif) di sebelah kanan atas interval setiap item masalah.
7. Memutuskan untuk mengambil tindakan peningkatan atas penyebab utama dari
masalah-masalah yang sedang terjadi itu.
Gambar 2.3 Diagram Pareto
2.6.6.3 Diagram Sebab-Akibat (Cause and Effect Diagram)
Diagram sebab akibat (cause and effect diagram) atau sering disebut juga sebagai
diagram tulang ikan (fishbone diagram) atau diagram Ishikawa (Ishikawa diagram) sesuai
dengan nama Prof. Kaoru Ishikawa dari Jepang yang memperkenalkan diagram ini.
28
Diagram sebab akibat adalah suatu pendekatan terstruktur yang memungkinkan
dilakukan suatu analisis lebih terperinci dalam menemukan penyebab-penyebab suatu
masalah, ketidaksesuaian, dan kesenjangan yang terjadi. Diagram ini dapat digunakan
dalam situasi di mana :
1. Terdapat pertemuan diskusi dengan menggunakan brainstorming untuk
menidentifikasi mengapa suatu masalah terjadi
2. Diperlukan analisis lebih terperinci terhadap suatu masalah
3. Terdapat kesulitan untuk memisahkan penyebab dari akibat.
Penggunaan diagram sebab akibat mengikuti langkah-langkah berikut:
1. Dapatkan kesepakatan tentang masalah yang terjadi dan ungkapkan masalah itu
sebagi suatu pertanyaan masalah.
2. Temukan sekumpulan penyebab yang mungkin, dengan menggunakan teknik
brainstorming atau membentuk anggota tim yang memiliki ide-ide yang berkaitan
dengan masalah yang sedang dihadapi.
3. Gambarkan diagram dengan pertanyaan mengenai masalah untuk ditempatkan
pada sisi kanan (membentuk kepala ikan) dan kategori utama, seperti bahan
baku, metode, manusia, mesin, pengukuran, dan lingkungan ditempatkan pada
cabang utama (membentuk tulang-tulang besar dari ikan). Kategori utama dapat
diubah sesuai kebutuhan.
4. Tetapkan setiap penyebab dalam kategori utama yang sesuai dengan
menempatkannya pada cabang yang sesuai.
5. Untuk setiap penyebab yang mungkin, tanyakan “mengapa” untuk menemukan
akar penyebab, kemudian tuilislah akar-akar penyebab itu pada cabang-cabang
yang sesuai dengan kategori utama (membentuk tulang-tulang kecil dari ikan).
29
Untuk menemukan akar penyebab, kita dapat menggunakan teknik bertanya
“mengapa” sampai lima kali.
6. Interpretasi atas diagram sebab akibat itu adalah dengan melihat penyebab-
penyebab yang muncul secara berulang, kemudian dapatkan kesepakatan melalui
konsensus tentang penyebab tersebut. Selanjutnya, fokuskan perhatian pada
penyebab yang dipilih melalui konsensus.
7. Terapkan hasil analisis dengan menggunakan diagram sebab akibat, dengan cara
mengembangkan dan mengimplementasikan tindakan korektif, serta memonitor
hasil-hasil untuk menjamin bahwa tindakan korektif yang dilakukan efektif karena
telah menghilangkan akar penyebab dari masalah yang dihadapi.
Diagram sebab akibat dapat dipergunakan untuk hal-hal sebagai berikut :
a. Menyimpulkan sebab-sebab variasi dalam proses
b. Mengidentifikasi kategori dan subkategori sebab-sebab yang mempengaruhi
suatu karakteristik kualitas tertentu.
c. Memberikan petunjuk mengenai macam-macam data yang dibutuhkan.
Gambar 2.4 Diagram Tulang Ikan
30
2.6.6.4 Bagan Kendali (Control Chart )
Bagan kendali merupakan gambaran grafis data sejalan dengan waktu
yangmenunjukkan batas atas dan bawah proses yang ingin kita kendalikan. Pengunaan
utama dari bagan pengendalian adalah untuk meningkatkan proses:
1. Sebagian besar proses tidak berjalan pada pengendalian proses secara statistik
yang statis.
2. Penggunaan bagan pengendalian secara rutin dan penuh perhatian dapat
mengindentifikasi penyebab tetap. Jika penyebab ini dapat dikurangi,
keanekaragaman akan menurun dan proses dapat meningkat.
3. Bagan pengendalian hanya mendeteksi penyebab tetap. Tindakan manajemen,
operator dan rancang-bangun dipelukan untuk mengurangi penyebab tetap.
Dalam mengidentifikasi dan mengurangi penyebab tetap, penting untuk
menemukanakar masalah (root cause) dan menyerangnya. Disamping itu, bagan
pengendalian dapat digunakan sebagai alat penaksir. Taksiran ini dapat digunakan untuk
menentukan kapabilitas proses untuk memproduksi produk yang layak. Bagan
pengendalian banyak digunakan karena:
1. Merupakan teknik terbukti untuk meningkatkan produksi.
2. Efektif untuk mencegah cacat.
3. Mencegah penyesuaian proses yang tidak perlu.
4. Menyediakan informasi diagnosis.
5. Menyediakan informasi tentang kapabilitas proses.
Sebuah bagan pengendalian dapat mengindikasikan kondisi tak terkontrol ketika
satu atau lebih titik jatuh di luar batas kendali atau ketikan titik-titik yang telah diplot
memilikipola menyebar tidak rata. Masalahnya adalah pengenalan pola yaitu mengenali
31
pola sistematis atau nonrandom pada bagan pengendalian dan mengidentifikasi penyebab
pola tersebut. Menurut Western Electric Handbook (1956), suatu proses disebut tak
terkendali jika:
1. Satu titik jatuh di luar batas kendali 3-sigma.
2. Dua titik dari tiga titik berurutan jatuh di luar batas peringatan 2-sigma.
3. Empat titik dari lima titik berurutan jatuh di suatu jarak 1-sigma atau di luar garis
tengah.
4. Delapan titik berurutan jatuh pada salah satu sisi garis tengah.
Teknik kualitas yang paling umum dilakukan dalam pengawasan kualitas ialah
dengan menggunakan diagram kontrol Shewhart seperti yang digambarkan di bawah ini :
Gambar 2.5 Diagram Control Shewhart
Garis sentral melukiskan nilai baku yang menjadi dasar perhitungan terjadinya
penyimpangan hasil-hasil pengamatan untuk tiap sampel. UCL atau batas kontrol atas
adalah Karakterstik barang garis yang menunjukkan penyimpangan paling tinggi dari nilai
baku. LCL atau batas control bawah adalah batas penyimpangan yang paling rendah.
32
Nilai tiap sampel berdasarkan statistik dihitung dan kemudian digambarkan
dengan titik dan dihubungkan dengan garis untuk dianalisis. Apabila titik-titik berada
dalam daerah yang dibatasi oleh UCL dan LCL, maka proses produksi berada dalam
kontrol, sehingga penyimpangan kualitas masih dapat ditolelir. Sebaliknya, bila titik-titik
berada di luar batas UCL dan LCL, maka proses produksi berada di luar kontrol. Dalam
keadaan demikian, perusahaan harus mancari hal-hal yang menyebabkan banyaknya
barang yang kualitasnya menyimpang dari kualitas standar, kemudian dibetulkan agar
produksi kembali dalam control.
Gambar 2.6 Peta kontrol dalam kendali
Gambar 2.7 Peta kontrol luar kendali
Beberapa aturan untuk bagan pengendalian Shewart:
1. Satu titik jatuh di luar batas kendali 3-sigma.
2. Dua titik dari tiga titik berurutan jatuh di luar batas peringatan 2-sigma.
33
3. Empat titik dari lima titik berurutan jatuh di suatu jarak 1-sigma atau di luar garis
tengah.
4. Delapan titik berurutan jatuh pada salah satu sisi garis tengah.
5. Enam titik berturut-turut secara tetap meningkat atau menurun.
6. Limabelas titik berturut-turut berada pada zona C (baik di atas maupun di bawah
garis tengah).
7. Empatbelas titik berturut-turut naik dan turun.
8. Delapan titik berturut-turut berada pada kedua sisi garis tengah tanpa satupun
berada pada zona C.
9. Pola tidak biasa atau nonrandom pada data.
10. Satu atau lebih titik di dekat batas peringatan atau batas kendali.
2.6.6.4.1 Peta Kendali p (p-Chart)
Peta kendali p digunakan untuk mengukur proporsi ketidaksesuaian
(penyimpangan atau sering disebut cacat) dari item-item dalam kelompok yang sering
diinspeksi. Dengan demikian peta kendali p digunakan untuk mengendalikan proporsi dari
item-item yang tidak memenuhi syarat spesifikasi kualitas atau proporsi dari produk yang
cacat yang dihasilkan dalam suatu proses.
Jadi peta pengendalian ini digunakan untuk mengetahui apakah cacat produk
yang dihasilkan masih dalam batas yang disyaratkan. (Gasperz, 2003, p92).
Rumus menurut Ariani (2004, p133) :
Pi=x/n
Dimana :
Pi = proporsi kesalahan dalam setiap sampel
X = banyaknya produk yang salah dalam setiap sampel
n = banyaknya sampel yang diambil dalam inspeksi
34
Garis pusat (central line) peta pengendali proporsi kesalahan ini adalah :
Dimana :
atau CL = garis pusat peta pengendali proporsi kesalahan
pi = proporsi kesalahan setiap sampel atau sub kelompok dalam setiap observasi
n = banyaknya sampel yang diambil setiap kali observasi
g = banyaknya observasi yang dilakukan
Sedangkan batas pengendali atas (UCL) dan batas pengendali bawah (LCL) untuk
peta pengendali proporsi kesalahan tersebut adalah :
35
2.7 Kerangka Pemikiran
Gambar 2.8 Kerangka Pemikiran
Bahan Baku
Control Chart Cause and Effect Diagram
Kesimpulan
Proses Produksi
Check Sheet Pareto Chart
Pengendalian Proses Produksi dengan
pendekatan Statistical Process Control
Output
Sesuai dengan standar
Tidak
Ya