bab 2 landasan teorilibrary.binus.ac.id/ecolls/ethesisdoc/bab2/2008-2-00526-ti bab 2.pdfpengertian...
TRANSCRIPT
6
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Sejarah & Pengertian Kualitas
Pada tahun 1924, W.A. Shewart dari Bell Telephone Laboratories
mengembangkan diagram atau grafik statistik untuk mengendalikan variabel-variabel
produk. Hal inilah yang menjadi permulaan dari pengendalian kualitas statistikal.
Kemudian pada dekade yang sama, H.F. Dodge dan H.G. Romig, keduanya juga dari
Bell Telephone mengembangkan teknik pengambilan sampel penerimaan untuk
menggantikan inspeksi 100%. Pada tahun 1940, pengendalian kualitas menggunakan
metode statistik mulai digunakan di Amerika dengan James Duran sebagai pelopor.
Pada tahun 1946, America Society For Quality Control dibentuk. Pada tahun 1950,
Edward Demings memberikan kuliah tentang metode statistical kepada insinyur-
insinyur Jepang akan pentingnya tanggung jawab kualitas pada manajemen puncak
dan di Jepang dimulai penerapan total quality control. Pada akhir era 1980-an,
industri otomotif mulai menerapkan pengendalian proses statistik (statistical process
control). Industri lainnya dan departemen pertahanan Amerika juga menerapkan SPC.
Kemudian konsep baru yang bernama Continous Quality Improvement dibangun
yang membutuhkan total quality management. Kemudian penekanan utama terhadap
aspek-aspek kualitas semakin berlanjut pada era 1990-an, kemudian terbentuklah ISO
9000 di Amerika Serikat yang menjadi model dunia untuk sistem kualitas. Sampai
7
saat ini ISO telah berkembang menjadi ISO 9000 : 2000 dan dikembangkan pula ISO
14000 yang mengatur tentang kepedulian suatu industri terhadap lingkungan.
Kualitas merupakan faktor dasar yang mempengaruhi pilihan konsumen untuk
berbagai jenis produk dan jasa yang berkembang pesat dewasa ini. Kualitas secara
langsung akan mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhan perusahaan,
pengeluaran biaya produksi serta kemampuan untuk bersaing pasar.
Pengertian kualitas telah didefinisikan dengan cara yang berbeda-beda oleh setiap
orang. Menurut Vincent Gasperz, kualitas didefinisikan sebagai konsistensi
peningkatan atau perbaikan dan penurunan variasi karakteristik dari suatu produk
yang dihasilkan, agar memenuhi kebutuhan yang telah dispesifikasikan, guna
meningkatkan kepuasan pelanggan internal maupun eksternal (Gasperz, 1998) dan
juga Menurut Gasperz (1997) mutu atau kualitas adalah
” Kualitas adalah karakteristik suatu produk (barang atau jasa) yang
menunjang kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan yang telah
dispesifikasikan atau segala sesuatu yang memuaskan pelanggan dan sesuai
dengan persyaratan serta kebutuhan pelanggan.”( Statistical Process Control
hal 1).
8
Menurut Juran (1979), suatu produk dikatakan berkualitas jika produk tersebut
memiliki kemampuan untuk memuaskan konsumen pemakainya (Quality is customer
satisfaction). Ia mendefinisikan kemampuan ini dalam lima dimensi:
1. Produk harus memenuhi harapan penggunanya.
2. Harus dapat diandalkan (reliable), dapat mempertahankan kualitasnya dalam
waktu yang lama.
3. Mudah untuk diperbaiki.
4. Mudah dalam perawatan.
5. Memiliki aturan penggunaan yang mudah atau sederhana.
6. Kualitas adalah kesesuaian dengan tujuan dan manfaatnya.
Sedangkan Armand Feigenbaum (1986) Kualitas merupakan keseluruhan
karakteristik produk dan jasa meliputi marketing, engineering, manufacture, dan
maintanance, dalam mana produk dan jasa tersebut dalam pemakaiannya akan sesuai
dengan kebutuhan dan harapan pelanggan.
Dan dalam bukunya “Total Quality Control” mengatakan bahwa kualitas adalah
keseluruhan gabungan dari produksi, yaitu dari desain sampai ke penjualan dan di
dalamnya termasuk pemeliharaan yang mana sama pentingnya dengan aksi koreksi
(Feigenbaum, 1986).
Kualitas memiliki berbagai kriteria yang terus menerus berubah. Hal ini menjadi
semakin rumit dengan adanya penilaian tiap orang yang berbeda terhadap kriteria-
kriteria tersebut. Oleh karena itu, keinginan konsumen amatlah penting untuk diukur
secara berkala (Goetsch dan Davis, 1997).
9
Dari definisi-definisi yang telah disebutkan di atas, dapat disimpulkan elemen-
elemen umum sebagai berikut:
1. Kualitas adalah memenuhi atau memuaskan harapan konsumen.
2. Kualitas diterapkan pada produk, pelayanan, manusia, proses dan lingkungan.
3. Kualitas adalah pernyataan yang selalu berubah.
Berdasarkan elemen-elemen umum di atas, suatu perusahaan harus
mengorientasikan dirinya untuk memberikan produk dan pelayanan yang memenuhi
harapan konsumen, dan mengubah persepsinya dari hanya memenuhi kebutuhan
pasar bergeser kepada memuaskan harapan konsumen. Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa kualitas adalah total campuran dari produk dan karakteristik-
karakteristik pelayanan dari pemasaran, rekayasa, manufaktur dan perawatan yang
diberikan perusahaan pada konsumen.
2.2 Definisi Pengendalian Kualitas
Pengendalian kualitas adalah aktivitas pengendalian proses untuk mengukur ciri-
ciri kualitas produk, membandingkannya dengan spesifikasi atau persyaratan dan
mengambil tindakan penyehatan yang sesuai apabila ada perbedaan antara
penampilan yang sebenarnya dan yang standar (Purnomo, 2003). Dalam melakukan
suatu kegiatan agar dapat terarah tentu harus terdapat tujuan sehingga segala
sesuatunya mengarah untuk mencapai tujuan tersebut. Dalam hubunganya dengan
10
kualitas maka tujuan dari kualitas dapat dikatakan sebagai suatu target yang
berorientasi pada kualitas (Juran, 1995).
• Quality Control
Penggunaan berbagai teknik dan aktivitas-aktivitas untuk mencapai,
mempertahankan dan mengembangkan kualitas dari suatu produk atau jasa yang
meliputi spesifikasi atas apa yang dibutuhkan, desain produk atau jasa yang
memenuhi spesifikasi, produksi atau instalasi untuk menentukan kesesuaian
terhadap spesifikasi apabila diperlukan.
• Statistical Quality Control (SQC)
Pengendalian kualitas statistikal adalah suatu cabang dari pengendalian kualitas
yang meliputi pengumpulan, analisis dan interpretasi data yang digunakan dalam
aktivitas pengendalian kualitas (Besterfield, 1994). Terminologi yang digunakan
antara tahun 1950-an sampai 1960-an yang memiliki pengertian sama dengan
Statistical Process Control (Gaspersz, 1998).
• Statistical Process Control (SPC)
Suatu metodologi pengumpulan dan analisis data kualitas, serta penentuan dan
interpretasi pengukuran-pengukuran yang menjelaskan tentang proses dalam
suatu sistem industri untuk meningkatkan kualitas dari output guna memenuhi
11
kebutuhan dan ekspektasi pelanggan. Suatu terminologi yang digunakan antara
tahun 1970-an sampai 1990-an, untuk menjabarkan penggunaan alat-alat statistika
dalam memantau dan meningkatkan performansi proses menghasilkan produk
berkualitas.
• Quality Assurance
Semua tindakan terencana dan sistematik yang diimplementasikan guna
memberikan kepercayaan yang cukup bahwa produk akan memuaskan kebutuhan
untuk kualitas tertentu.
• Total Quality Management (TQM)
Semua aktivitas dari fungsi manajemen secara menyeluruh yang menentukan
kebijaksanaan kualitas, tujuan-tujuan dan tanggung jawab, mengimplementasikan
melalui alat-alat seperti perencanaan kualitas (quality planning), pengendalian
kualitas (quality control), jaminan kualitas (quality assurance), dan peningkatan
kualitas (quality improvement). Tanggung jawab untuk manajemen kualitas ada
pada semua level dari manajemen, tetapi harus dikendalikan dan diarahkan oleh
manajemen puncak. Implementasi manajemen kualitas harus melibatkan semua
anggota organisasi.
12
• Quality System
Struktur organisasi, tanggung jawab, prosedur-prosedur, proses dan sumber daya
untuk mengimplementasikan manajemen kualitas. Sistem kualitas dari suatu
organisasi dirancang terutama untuk memenuhi kebutuhan dari organisasi itu
dalam perbaikan kualitas. Dengan demikian system kualitas dapat juga
dinyatakan sebagai suatu sistem yang diperlukan untuk mencapai, mendukung
dan meningkatkan kualitas..
• Data Atribut
Data kualitatif yang dapat dihitung untuk pencatatan dan analisis. Contoh dari
data atribut karakteristik kualitas adalah ketiadaan label pada kemasan produk,
kesalahan proses administrasi buku tabungan nasabah, banyaknya jenis cacat
produk, banyaknya produk kayu lapis yang cacat, dll. Data atribut biasanya
diperoleh dalam bentuk unit-unit nonkonfirmasi ketidaksesuaian dengan
spesifikasi atribut yang ditetapkan.
• Data Variable
Data kuantitatif yang diukur untuk keperluan analisis. Contoh dari data variabel
karakteristik kualitas adalah diameter pipa, ketebalan produk kayu lapis, berat
semen dalam kantong, dll. Ukuran-ukuran berat, panjang, tinggi, diameter,
volume biasanya merupakan data variabel.
13
2.3 Sejarah dan Perkembangan Six Sigma
Pada awalnya, konsep Six sigma di dalam dunia industri diperkenalkan
dan dipergunakan pertama kali oleh salah satu perusahaan peralatan elektronik
yang berbasis di Amerika Serikat, yaitu Motorola Incorporated pada tahun 1979.
Pada saat itu Motorola menghadapi kesulitan besar dan berada di dalam bahaya
karena kemampuan bersaing yang dimiliki oleh perusahaan tertinggal cukup jauh
dari para pesaingnya, terutama perusahaan-perusahaan Jepang yang dapat
menghasilkan produk dengan kualitas yang lebih baik dengan harga yang lebih
murah.
Setelah menyadari bahwa permasalahan utama pada perusahaan adalah
buruknya kualitas produk-produk yang dihasilkan, maka Motorola melakukan
penelitian dan pengembangan yang akhirnya membawa mereka pada metodologi
Six sigma.
Sampai pada tahun 1993, kebanyakan proses yang ada di Motorola sudah
mencapai tingkat hampir 6 sigma. Dan setelah empat tahun menerapkan Six
sigma, penghematan yang diterima perusahaan mencapai $ 2,2 juta. Untuk
kesuksesannya menerapkan Six sigma, Motorola mendapatkan Malcom Baldrige
National Award pada tahun 1998.
Sekarang six sigma telah digunakan oleh beberapa perusahaan dunia
seperti General Electric, Dupont Chemical, dan lain-lain dan terbukti memberikan
keberhasilan dalam peningkatan produktivitas, penurunan biaya kegagalan,
penghematan biaya manufaktur, dan peningkatan tingkat pertumbuhan tahunan.
14
2.4 Definisi Six sigma
Sigma adalah huruf ke-18 dari alphabet Yunani yang menggambarkan
standar deviasi atau variasi. Breakthrough Management Group (2004) juga
mendefinisikan Six sigma sebagai suatu filosofi total manajemen dalam
artikelnya “What Is Six sigma”. Secara sederhana, Six sigma merupakan suatu
pendekatan bagi pengambilan keputusan dalam usaha peningkatan proses yang
didesain untuk meningkatkan produktivitas dan mengurangi biaya-biaya.
Pengertian mengenai Six sigma telah dicoba untuk disimpulkan oleh
beberapa pakar, yaitu sebagai berikut:
Six sigma Institute menjelaskan bahwa Six sigma berarti pengukuran
kualitas untuk mencapai kesempurnaan serta merupakan metodologi untuk
mengeliminasi cacat di semua proses mulai dari manufaktur sampai transaksional
dan dari produk sampai jasa.
Vincent Gaspersz (2002, p9) dalam bukunya “Pedoman Implementasi
Program Six sigma“ mengutarakan bahwa Six sigma merupakan ukuran target
kinerja industri tentang bagaimana baiknya suatu proses transaksi produk antara
pemasok (industri) dan pelanggan (pasar). Six sigma juga dapat dipandang
sebagai pengendalian proses industri berfokus pada pelanggan, melalui penekanan
pada kemampuan proses (process capability).
Six sigma adalah suatu visi peningkatan kualitas menuju target 3,4
kegagalan per sejuta kesempatan (Defect Per Million Opportunity – DPMO)
untuk setiap transaksi produk (barang atau jasa). Six sigma merupakan sebuah
15
terobosan baru dalam bidang manajemen kualitas berupa suatu metode atau
teknik pengendalian dan peningkatan kualitas dramatik menuju tingkat kegagalan
0 (zero defect). Masalah kualitas dapat didefinisikan sebagai kesenjangan atau
gap antara kinerja kualitas aktual dan target kinerja yang diharapkan. Oleh karena
target kinerja dari six sigma adalah menuju tingkat kegagalan 0 atau tingkat
kepuasan 100% bagi pelanggan, maka masalah kualitas berkaitan dengan segala
bentuk ketidakpuasan (terdapat kesenjangan antara kebutuhan aktual dari
pelanggan dan tingkat kinerja produk dan pelayanan yang diberikan, atau
merupakan kebutuhan aktual pelanggan yang tidak dapat dipenuhi melalui produk
dan pelayanan yang diberikan oleh suatu proses). (Gaspersz, 2002, p236).
Six sigma adalah sebuah sistem yang komprehensif dan fleksibel untuk
mencapai, mempertahankan, dan memaksimalkan sukses bisnis. Six sigma secara
unik dikendalikan oleh pemahaman yang kuat terhadap kebutuhan pelanggan,
pemakaian yang disiplin terhadap fakta, data, dan analisis statistik, dan perhatian
yang cermat untuk mengelola, memperbaiki, dan menanamkan kembali proses
bisnis. (Pande; Neuman; Cavanagh, 2002, pxi).
16
2.5 Six sigma dari Sudut Pandang Statistik
Secara statistik, Six sigma ditandai dengan nilai 3,4 DPMO yang berarti
bahwa pelanggan akan puas bila mereka menerima nilai sebagaimana yang
mereka harapkan dan perusahaan boleh mengharapkan hanya akan ada 3,4
kegagalan dalam sejuta kesempatan (DPMO) atau mengharapkan bahwa
99,99966% dari apa yang diharapkan pelanggan ada di produk tersebut.
Nilai DPMO atas suatu sigma diperoleh dengan cara menggunakan
perhitungan distribusi normal. Misalnya untuk 3 sigma, dengan menggunakan
tabel distribusi normal akan didapatkan nilai 0,998650. Kemudian dilakukan
perhitungan 1-0,998650 untuk mendapatkan nilai di atas spesifikasi, sehingga
hasil yang didapat adalah 0,001350. Dengan nilai mean yang berada di tengah-
tengah distribusi, maka dapat disimpulkan pula bahwa jumlah kemungkinan
kegagalan di bawah spesifikasi adalah sama dengan jumlah kemungkinan di atas
spesifikasi. Sehingga, didapatkan jumlah kemungkinan kegagalan adalah
0,002700 atau 2700 per sejuta pada level 3 sigma.
Namun, konsep Six sigma yang dikembangkan oleh Motorola berbeda
dengan konsep distribusi normal yang tidak memberikan kelonggaran akan
pergeseran. Sedangkan konsep Six sigma Motorola ini mengijinkan pergeseran
1,5 sigma dari nilai target. Nilai pergeseran 1,5 sigma ini diperoleh dari hasil
penelitian Motorola atas proses dan sistem industri. Berdasarkan data-data historis
selama bertahun-tahun yang dimiliki oleh Motorola, diperoleh bahwa proses yang
terdapat pada perusahaan selalu mengalami pergeseran (drift) nilai tengah rataan
17
(mean) sebesar 1,5σ setiap tahunnya seiring berjalannya waktu. Pergeseran ini
disebut sebagai Long Term Dynamic Mean Variation. Kesimpulan yang
didapatkan dari penelitian tersebut adalah bahwa suatu proses industri (terutama
mass production) yang paling bagus sekalipun tidak akan 100% berada pada satu
titik nilai target, tapi akan ada pergeseran sebesar rata-rata 1,5 sigma dari nilai
tersebut.
Pada perhitungan distribusi normal biasa, nilai 3,4 DPMO hanya
menghasilkan 4,5σ dan bukan 6σ seperti seharusnya. Jumlah kecacatan yang
diperbolehkan dalam Six sigma menurut distribusi normal adalah 2 DPBO
(Defect Per Billion Opportunities). Sedangkan Dengan pergeseran nilai sesuai
dengan konsep Motorola, untuk tingkat 6 sigma akan diperoleh nilai DPMO
sebesar 3,4 per sejuta.
2.6 Tujuan Six sigma
Six sigma bertujuan untuk mencapai tingkat kualitas Six sigma (Six
sigma Quality Level), yaitu 3,4 Defect Per Million Opportunities (DPMO) dan
meningkatkan profitabilitas dari perusahaan (Harry & Schroeder, 2000, pvii).
Selain itu bertentangan dengan apa yang banyak dipercaya oleh beberapa
perusahaan dan konsultan, tujuan daripada Six sigma bukanlah sekedar untuk
mencapai tingkat kualitas enam sigma. Akan tetapi Six sigma memiliki tujuan
utama untuk meningkatkan perolehan keuntungan dan daya saing perusahaan
18
dengan menghilangkan variasi, cacat dan waste yang dapat mengurangi
kepercayaan pelanggan.
2.7 Metode DMAIC (Define, Measure, Anaylze, Improve dan Control)
Metode DMAIC (Define, Measure, Anaylze, Improve dan Control)
merupakan salah satu penerapan six sigma, di mana metode DMAIC ini
merupakan sebuah proses untuk peningkatan yang dilakukan terus menerus,
bersifat systematic, scientific and berdasarkan dengan data yang ada (fact based).
DMAIC adalah proses berulang (closed-loop process) yang bertujuan
untuk mengurangi atau menghilangkan proses produksi yang tidak produktif yang
berfokus pada pengukuran yang baru dan mengaplikasikan teknologi untuk
meningkatkan kualitas.
Selain DMAIC penerapan six sigma lainnya menggunakan metode
DMADV (Define, Measure, Anaylze, Design dan Verify). DMAIC digunakan
untuk meningkatakan proses bisnis yang sedang berjalan, sedangkan DMADV
digunakan untuk membuat rancangan produk baru atau merancang proses baru
yang hasilnya lebih baik, bisa diprediksi dan bebas cacat.
19
Tahapan DMAIC dilakukan secara berulang dan membentuk siklus
peningkatan kualitas six sigma seperti dilihat pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1 Siklus DMAIC
Sumber: www.apertis.com/e_SSix3.html
Berikut adalah penjelasan dari tahapan DMAIC:
1. Define, mendefinisikan tujuan-tujuan dalam usaha untuk meningkatkan
proses yang sesuai dengan permintaan pelanggan dan tujuan perusahaan.
2. Measure, mengukur proses produksi sekarang dan mengumpulkan data
yang dibutuhkan ke depannya untuk perbandingan.
3. Analyze, menganalisa kapabilitas proses produk kemudian mencari
hubungan sebab akibat dari faktor penyebab permasalahan yang ada.
4. Improve, meningkatkan proses berdasarkan analisis menggunakan tools
yang ada.
5. Control, mengontrol untuk menjalankan usulan-usulan yang diberikan dan
kemudian melakukan pengukuran kembali (kapabilitas proses).
20
Jika ditinjau secara umum, siklus DMAIC ini sebenarnya merupakan
pengembangan lebih lanjut dari siklus PDCA yang disusun oleh William E. Deming.
Perbandingan antara siklus DMAIC dan PDCA dapat dilihat pada Gambar 2.2 di
bawah ini.
Gambar 2.2 Perbandingan antara Siklus PDCA dan DMAIC
2.8 ALAT PEMECAHAN MASALAH
2.8.1 Analisis Pareto
Pada tahun 1897, seorang ahli ekonomi bangsa Italia yang bernama Vilfredo
Pareto menyajikan suatu rumus yang menunjukkan bahwa pembagian atau
distribusi pendapatan masyarakat tidak merata. Suatu teori yang sama
dikemukakan dalam bentuk diagram oleh seorang ahli ekonomi bangsa Amerika
bernama M.C. Lorenz pada tahun 1907. Kedua orang sarjana tersebut
21
menjelaskan bahwa pendapatan masyarakat atau tingkat kemakmuran yang tinggi
hanya dinikmati oleh sebagian kecil masyarakat saja. Sementara itu, dibidang
pengendalian kualitas (Quality Control), Dr. J.M. Juran mengubah metode
diagram dari mengklasifikasikan hal-hal yang nampak dalam masalah kualitas ke
bentuk “sedikit tetapi utama, banyak tetapi remeh”. Metode ini dinamakan
“Analisa Pareto”. Ia mengemukakan bahwa dalam banyak kejadian atau kasus,
kerusakan-kerusakan dan biaya-biaya atau kerugian timbul dari hal-hal yang tidak
seberapa banyak.
Analisis pareto adalah proses dalam memperingkat kesempatan untuk
menentukan yang mana dari kesempatan potensial yang banyak harus dikejar
terlebih dahulu. Analisis pareto harus digunakan pada berbagai tahap dalam suatu
program peningkatan kualitas untuk menentukan langkah mana yang harus
diambil berikutnya. Analisis pareto digunakan untuk menjawab pertanyaan seperti
“Pada jenis kerusakan apa kita seharusnya mengkonsentrasikan usaha kita?”.
Pada dasarnya analisis pareto dapat digunakan sebagai alat interpretasi untuk:
• Menentukan frekuensi relatif dan urutan pentingnya masalah-masalah atau
penyebab-penyebab dari masalah yang ada.
• Memfokuskan perhatian pada isu-isu kritis dan penting melalui pembuatan
ranking terhadap masalah-masalah atau penyebab-penyabab dari masalah itu
dalam bentuk yang signifikan.
22
Diagram Pareto diklasifikasikan dalam dua macam tipe sesuai dengan
penggunaan diagram tersebut, yaitu:
a. Diagram Pareto yang menunjukkan akibat suatu masalah (Pareto Chart by Effect)
Disini Diagram Pareto digunakan untuk menemukan masalah apa yang paling
utama atau paling penting.
• Kualitas: jumlah kerusakan, cacat, kesalahan, keluhan, produk yang
dikembalikan atau ditolak, perbaikan.
• Biaya: jumlah kerugian, pemborosan biaya, biaya bunga, biaya stok.
• Pengiriman: keterlambatan pengiriman.
• Keselamatan: jumlah kecelakaan, kekeliruan kerja.
b. Diagram Pareto yang menunjukkan penyebab-penyebab suatu masalah (Pareto
Chart by Causes)
• Operator: giliran kerja, kelompok kerja, umur, karyawan, pengalaman,
keterampilan.
• Mesin: perlengkapan, peralatan, mesin-mesin, organisasi, model, instrumen.
• Bahan baku: pabrik, produsen, jenis bahan baku.
• Metode kerja: kondisi kerja.
• Lingkungan: temperatur, kebisingan, pencahayaan.
23
Manfaat Diagram Pareto:
1. Diagram Pareto merupakan langkah pertama untuk perbaikan. Di dalam membuat
perbaikan, maka perlu diperhatikan hal-hal berikut:
• Bahwa setiap orang menaruh perhatian untuk bekerjasama.
• Telah dipilih suatu tujuan atau sasaran yang pasti.
• Ada akibat atau hasil yang besar.
2. Diagram Pareto dapat dipakai untuk perbaikan segala aspek. Seperti telah
dijelaskan diatas bahwa perbaikan tidak hanya dilakukan atas segala kualitas saja,
tetapi juga masalah biaya atau efisiensi, penghematan pemakaian bahan atau
energi, keselamatan dan sebagainya. Dengan demikian Diagram Pareto dapat
digunakan untuk memperbaiki efisiensi pekerjaan kantor, memperbaiki kerusakan
mesin, memperbaiki keamanan dan keselamatan kerja dan sebagainya.
3. Diaram Pareto dapat dipakai untuk memperlihatkan bahwa usaha perbaikan telah
membuahkan hasil.
24
Bagaimana melakukan analisis pareto:
a. Tentukan klasifikasi (kategori pareto) untuk grafik. Jika informasi yang
diinginkan tidak ada, dapatkan dengan merancang lembaran pemeriksaan dan
lembaran buku harian.
b. Pilih suatu interval waktu untuk analisis. Interval harus cukup panjang untuk
menjadi wakil kinerja khusus.
c. Tentukan kejadian total (misalnya biaya, jumlah kerusakan, dan lain-lain) untuk
setiap kategori, juga tentukan total keseluruhan, jika ada beberapa kategori yang
menyebabkan hanya bagian kecil dari total, kelompokkan ini ke dalam kategori
yang disebut “lain-lain”.
d. Hitung persentase untuk setiap kategori dengan membagi kategori total dengan
keseluruhan total dan kalikan dengan 100.
e. Urutkan perintah dari kejadian total terbesar sampai terkecil.
f. Hitung persentase kumulatif dengan menambah persentase untuk setiap kategori
pada beberapa kategori yang terdahulu.
g. Buat bagan dengan sumbu vertikal ke kiri berskala 0 sampai sedikitnya total
keseluruhan. Berikan nama yang cocok pada sumbu, ukur sumbu vertikal ke
kanan dari 0 sampai 100%, dengan 100% pada sisi kanan sama tingginya dengan
total keseluruhan pada sisi kiri.
h. Beri label sumbu horizontal dengan nama kategori. Kategori paling kiri harus
terbesar, kedua terbesar berikutnya dan seterusnya.
25
i. Gambar dalam batang yang mewakili jumlah setiap kategori. Tinggi batang
ditentukan oleh sumbu vertikal sebelah kiri.
j. Gambar satu garis yang menunjukkan kolom kumulatif dari tabel analisis
pareto. Garis persentase kumulatif ditentukan dengan sumbu vertikal kanan.
2.8.2 Diagram sebab Akibat
Diagram sebab akibat yang sering disebut juga dengan diagram tulang ikan
(Fishbone Diagram) karena bentuknya seperti kerangka ikan atau Diagram Ishikawa
(Ishikawa's Diagram) karena pertama kali diperkenalkan oleh Prof. Kaoru Ishikawa
dari Universitas Tokyo pada tahun 1953, diagram sebab akibat ini bertujuan untuk
memperlihatkan faktor-faktor yang paling berpengaruh pada kualitas hasil atau
dengan kata lain diagram ini dipergunakan untuk menunjukkan faktor-faktor
penyebab (sebab) dan karakteristik kualitas (akibat) yang disebabkan oleh faktor-
faktor penyebab itu.
Pada dasarnya diagram sebab akibat dapat dipergunakan untuk kebutuhan-
kebutuhan berikut :
a. Membantu mengidentifikasikan akar penyebab dari suatu masalah.
b. Membantu membangkitkan ide-ide untuk solusi suatu
masalah.
c. Membantu dalam penyelidikan atau pencarian fakta lebih lanjut.
26
Diagram sebab akibat ini menunjukkan 5 faktor yang disebut sebagai sebab
dari suatu akibat. Kelima faktor itu adalah man (manusia, tenaga kerja), method
(metoda), material (bahan), machine (mesin), dan environment (lingkungan).
Diagram ini biasanya disusun berdasarkan informasi yang didapatkan dari sumbang
saran atau brainstorming.
Diagram 2.1 Contoh Skema Diagram Sebab Akibat
Langkah-langkah pembuatan diagram sebab akibat:
1. Tentukan masalah atau sesuatu yang akan diamati atau diperbaiki. Gambarkan
panah dengan kotak diujung kanannya dan tulis masalah atau sesuatu yang akan
diamati atau diperbaiki.
2. Cari faktor utama yang berpengaruh atau mempunyai akibat pada masalah atau
sesuatu tersebut. Tuliskan dalam kotak yang telah dibuat di atas dan dibawah
panah yang telah dibuat tadi.
27
3. Cari lebih lanjut faktor-faktor yang lebih terinci (faktor-faktor sekunder) yang
berpengaruh atau mempunyai akibat pada faktor utama tersebut. Tulislah faktor-
faktor sekunder tersebut di dekat atau pada panah yang menghubungkannya
dengan penyebab utama.
4. Dari diagram yang sudah lengkap, carilah penyebab-penyebab utama dengan
menganalisa data yang ada.
Cacat Pada pakaian
Manusia Mesin
Material Metode
Kemampuan Terbatas
Kurang Perawatan
Pemakaian Material Kurang Efisien
Prosedur Tidak Beraturan
Kurang Training
Skill Kurang
Kurang Teliti
Bahan Kurang Diseleksi
Kualitas Jelek
Diagram 2.2 Contoh Diagram Sebab Akibat
2.8.3 Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)
FMEA adalah sebuah metodologi yang digunakan untuk menganalisa
dan menemukan semua kegagalan-kegagalan yang potensial terjadi pada suatu
sistem, menemukan efek-efek dari kegagalan yang terjadi pada sistem dan
28
kemudian mencari cara bagaimana untuk memperbaiki atau mengurangi
kegagalan-kegagalan atau efek-efeknya pada sistem.
Perbaikan dan pengurangan yang dilakukan biasanya berdasarkan pada
sebuah ranking dari severity dan probability dari kegagalan. Beberapa
keuntungan dari FMEA adalah:
Membantu desainer untuk mengidentifikasi dan mengeliminasi atau
mengendalikan cara kegagalan yang membahayakan serta mengurangi
kerusakan terhadap sistem dan penggunanya.
Meningkatnya keakuratan dari perkiraan terhadap peluang dari
kegagalan yang akan dikembangkan.
Realibilitas dari produk akan meningkat, karena waktu untuk
melakukan desain akan dikurangi berkaitan dengan melakukan
identifikasi dan perbaikan dari masalah-masalah.
29
Gambar 2.3 Contoh FMEA
Definisi serta pengurutan/pemberian ranking dari berbagai terminologi dalam
FMEA adalah sebagai berikut:
1. Mode Kegagalan Potensial (Potential Failure Mode – Quality Risk)
adalah kegagalan atau kecacatan dalam desain yang menyebabkan
sistem itu tidak berfungsi sebagaimana mestinya.
2. Penyebab Potensial dari Kegagalan (Potential Effect of Failure) adalah
kelemahan-kelemahan desain dan perubahan dalam variabel yang akan
mempengaruhi proses dan menghasilkan kecacatan produk.
3. Severity (S) adalah suatu perkiraan subyektif atau estimasi tentang
tingkat parahnya kerusakan atau bagaimana buruknya pengguna akhir
akan merasakan akibat dari kegagalan tersebut. Berikut adalah kriteria
dari severity yang ditunjukkan pada Tabel 2.1 di bawah ini.
30
Tabel 2.1 Kriteria Severity
Effect Criteria ( Severity of Effect) Rank
Berbahaya,
tanpa
peringatan
Memungkinkan untuk membahayakan mesin atau operator,
ranking sangat tinggi apabila berhubungan dengan penggunaan
kendaraan secara aman atau tidak sesuai dengan peraturan
pemerintah. Kegagalan akan timbul tanpa peringatan
10
Berbahaya,
dengan
peringatan
Memungkinkan untuk membahayakan mesin atau operator,
ranking sangat tinggi apabila berhubungan dengan penggunaan
kendaraan secara aman atau tidak sesuai dengan peraturan
pemerintah. Kegagalan akan timbul dengan adanya peringatan
9
Sangat
tinggi
Gangguan utama pada lini produksi, semua hasil produksi
(100%) harus dibuang, produk kehilangan fungsi utama.
Konsumen sangat tidak puas.
8
Tinggi
Gangguan minor pada lini produksi, produksi harus dipilih dan
sebagian besar produk (dibawah 100%) harus dibuang, fungsi
produk menurun. Konsumen tidak puas.
7
Sedang
Gangguan minor pada lini produksi, sebagian kecil produk
harus dibuang, produk dapat digunakan, namun kenyamanan
terganggu. Konsumen kurang puas
6
Rendah Gangguan minor pada lini produksi, 100% produk mungkin
harus di-rework. Produk dapat digunakan namun kemampuan 5
31
rendah. Konsumen merasa sedikit kecewa
Sangat
Rendah
Gangguan minor pada lini produksi, produk jadi harus dipilah –
pilih dan sebagian kecil harus di-rework. Ketidaksesuaian
produk kecil, kerusakan dapat dideteksi oleh kebanyakan
konsumen
4
Minor
Sebagian kecil produk harus di-rework, namun dilakukan di
lini produksi dan di luar stasiun kerja, kerusakan diketahui oleh
sebagian besar konsumen.
3
Sangat
Minor
Sebagian kecil produk harus di-rework, namun dilakukan di
lini produksi dan di dalam stasiun kerja, kerusakan diketahui
oleh sangat sedikit konsumen.
2
Tidak ada Tidak ada Efek 1
4. Occurence (O) adalah suatu perkiraan mengenai kemungkinan dari
penyebab yang akan terjadi dan menghasilkan modus kegagalan yang
menyebabkan akibat tertentu. Tabel 2.2 menunjukkan skala rating
occurrence.
32
Tabel 2.2 Kriteria Occurrence
Probability Of Failure Possible
Failure rate Cpk Rank
Sangat Tinggi : Kegagalan hampir tak dapat
dihindari
>=1 dari 2 < 0,33 10
1 dari 3 >= 0,33 9
Tinggi: Kegagalan sangat mirip dengan
beberapa kegagalan sebelumnya yang memang
sering sekali gagal
1 dari 8 >= 0,51 8
1 dari 20 >= 0,67 7
Sedang: Dapat dikaitkan dengan kegagalan
sebelumnya yang sering terjadi, namun tidak
dalam proporsi besar
1 dari 80 >= 0,83 6
1 dari 400 >=1,00 5
1 dari 2000 >=1,17 4
Rendah: Kegagalan yang terisolasi dan dapat
diasosiasikan dengan beberapa proses yang
serupa
1 dari 15000 >= 1,33 3
Sangat Rendah: Hanya kegagalan - kegagalan
terisolasi yang serupa dengan proses yang
identik.
1 dari 150000 >= 1,50 2
Sangat kecil: Kegagalan hampir tidak mungkin,
belum pernah terjadi kegagalan serupa di proses
lain yang identik
<=1 dari
1500000 >= 1,67 1
33
5. Detection (D) adalah perkiraan subyektif tentang kemungkinan untuk
mendeteksi penyebab dari kegagalan yang ada sebelum produk
tersebut keluar dari proses produksi. Untuk dapat menentukan angka
Detection dapat dilihat pada Tabel 3.4.
6. Risk Priority Number (RPN) merupakan hasil perkalian antara rating
severity, detection dan rating occurance dengan rumus:
RPN = (S) x (O) x (D).
Nilai ini harus digunakan untuk mengurutkan perhatian yang harus
diberikan pada proses tersebut. Untuk RPN yang besar, team harus
mampu menurunkan nilai resiko, umumnya perhatian tertinggi harus
diberikan pada Severity (S) tertinggi.
Tabel 2.3 Kriteria Detection
Detection
Kriteria: Keberadaan dari cacat dapat dideteksi oleh
kontrol proses sebelum koponen atau hasil produksi
lolos ke proses selanjutnya.
Rank
Hampir tidak
mungkin Tidak ada kontrol yang tersedia untuk jenis kegagalan ini 10
Detection
Kriteria: Keberadaan dari cacat dapat dideteksi oleh
kontrol proses sebelum koponen atau hasil produksi
lolos ke proses selanjutnya.
Rank
34
Sangat kecil
kemungkinannya
Sangat tidak mungkin untuk kontrol yang ada dapat
mendeteksi kegagalan ini 9
Kecil
kemungkinannya
Tidak mungkin kontrol yang ada tidak dapat mendeteksi
kegagalan yang ada 8
Sangat rendah Sangat rendah kemungkinan untuk kontrol yang ada dapat
mendeteksi kegagalan ini 7
Rendah Rendah kemungkinan untuk kontrol yang ada dapat
mendeteksi kegagalan ini 6
Sedang Ada kemungkinan untuk kontrol yang ada dapat mendeteksi
kegagalan ini 5
Agak tinggi Cukup kemungkinan untuk kontrol yang ada dapat
mendeteksi kegagalan ini 4
Tinggi Mungkin untuk kontrol yang ada dapat mendeteksi
kegagalan ini 3
Sangat tinggi Sangat mungkin untuk kontrol yang ada dapat mendeteksi
kegagalan ini 2
Hampir pasti
terdeteksi
Hampir pasti kontrol yang ada dapat menangkap kegagalan
proses seperti ini, karena sudah diketahui dari proses yang
serupa.
1
35
7. Recommended Action adalah satu atau lebih tindakan yang dibuat
untuk mengatasi permasalahan dan meningkatkan Risk Priority
Number (RPN).
2.9 Statistical Proces Control (SPC)
Statistical Process Control merupakan suatu terminologi untuk menjabarkan
penggunaan teknik-teknik statistikal (statistical techniques) dalam memantau dan
meningkatkan performansi proses menghasilkan produk berkualitas. SPC mulai
digunakan sejak tahun 1970-an (Gaspersz, 1998).
Peta kontrol pertama kali diperkenalkan dengan maksud untuk menghilangkan
variasi tidak normal melalui pemisahan variasi yang disebabkan oleh penyebab
khusus (special - causes variation) dan variasi yang disebabkan oleh penyebab umum
(common - causes variation). Pada dasarnya semua proses menampilkan variasi,
namun manajemen harus mampu mengendalikan proses dengan cara menghilangkan
variasi penyebab khusus dari proses itu, sehingga variasi yang melekat pada proses
hanya disebabkan oleh variasi penyebab umum. Pada dasarnya peta-peta kontrol
digunakan untuk :
• Menentukan apakah suatu proses berada dalam batas kendali, dengan demikian peta-
peta kontrol digunakan untuk mencapai suatu keadaan terkendali, dengan semua nilai
rata-rata dan range dari sub-subgroup contoh berada dalam batas-batas pengendalian
(control limit), oleh karena itu variasi penyebab khusus menjadi tidak ada lagi dalam
proses.
36
• Memantau proses secara terus menerus sepanjang waktu agar proses tetap stabil dan
hanya mengandung variasi penyebab umum.
• Menentukan kemampuan proses (process capability) setelah proses berada dalam
batas kendali.
2.9.1 Variasi Penyebab Khusus dan Umum
Dalam pelaksanaan proses produksi untuk menghasilkan suatu hasil seringkali
sulit menghindari terjadinya variasi pada proses. Gasperz (1998) mendefinisikan
variasi sebagai ketidak-seragaman dalam sistem produksi operasional sehingga
perbedaan dalam kualitas hasil (barang atau jasa yang dihasilkan).
Pada dasarnya dikenal dua sumber atau penyebab timbulnya variasi, yaitu variasi
penyebab khusus dan variasi penyebab umum. Gasperz (1998) menjelaskan lebih
lanjut tentang kedua jenis variasi tersebut sebagai berikut :
1. Variasi Penyebab Khusus (Spesial Causes of Variation).
Adalah kejadian-kejadian di luar sistem yang mempengaruhi variasi dalam sistem.
Penyebab khusus dapat bersumber dari manusia, peralatan, material, lingkungan,
metoda kerja, dan lain-lain. Penyebab khusus ini mengambil pola-pola non acak
sehingga diidentifikasikan atau ditemukan, sebab mereka tidak selalu aktif dalam
proses tetapi memiliki pengaruh yang lebih kuat pada proses sehingga menimbulkan
variasi. Dalam konteks pengendalian proses menggunakan peta-peta kendali
(control charts), jenis variasi ini sering ditandai dengan titik-titik pengamatan yang
37
melewati atau keluar dari batas-batas pengendalian yang didefinisikan (defined
control limits).
2. Variasi Penyebab Umum (Common Causes of Variation).
Adalah faktor-faktor di dalam sistem atau yang melekat pada proses yang
menyebabkan timbulnya variasi dalam sistem serta hasil-hasilnya. Penyebab umum
sering disebut juga penyebab acak (random causes) atau penyebab sistem (system
causes). Karena penyebab umum ini selalu melekat pada sistem, untuk
menghilangkannya kita harus menelusuri elemen-elemen dalam sistem itu dan
hanya pihak manajemen yang memperbaikinya, karena pihak manajemen yang
mengendalikan sistem tersebut. Dalam konteks pengendalian proses dengan
menggunakan peta-peta kendali (control charts), jenis variasi ini sering ditandai
dengan titik-titik pengamatan yang berada dalam batas-batas pengendalian yang
didefinisikan.
2.9.2 Jenis Peta Kendali
Terdapat dua kategori luas dari grafik kontrol : satu yang digunakan dengan data
berkelanjutan (misalnya, pengukuran) dan mereka yang digunakan dengan data
atribut (misalnya, perhitungan). Bagian ini menggambarkan berbagai grafik untuk
data berbeda ini.
38
2.9.3 Peta Kendali Atribut
2.9.3.1 Grafik kontrol untuk proporsi kerusakan (grafik p)
Grafik p adalah alat statistik untuk mengevaluasi proporsi kerusakan atau
proporsi ketidak-sesuaian yang dihasilkan oleh sebuah proses.
Grafik p dapat diterapkan kepada variabel manapun dimana pengukuran
kinerja yang tepat adalah hitungan unit. Grafik p menjawab pertanyaan "apa suatu
penyebab khusus variasi disebabkan kecenderungan pusat dari proses ini untuk
menghasilkan jumlah unit rusak yang besar atau kecil secara tidak normal selama
jangka waktu pengamatan?"
2.9.3.2 Persamaan Grafik Kontrol p
Seperti semua grafik control, grafik p terdiri dari tiga pedoman :
l. Garis tengan (Central Line), yang biasanya dinotasikan CL.
2. Sepasang batas kendali (Control Limits), dimana satu batas kendali ditempatkan
di atas garis tengah yang dikenal sebagai batas kendali atas (Upper Control
Limits), biasanya dinotasikan sebagai UCL
3. Batas yang ditempatkan di bawah garis tengah yang dikenal sebagai batas kendali
bawah (Lower Control Limits), biasanya dinotasikan sebagai LCL.
39
subgroupukurancacatunitjumlahp =
inspeksitotal
cacattotalp =
p = CL
n
pppLCL )1(3 −−=
n
pppUCL )1(3 −+=
Dalam persamaan diatas, n adalah ukuran sub kelompok. Jika ukuran sub
kelompok berbeda, batas control juga akan berbeda, menjadi lebih dekat bersama-
sama sebagaimana n meningkat.
2.9.3.3 Kapabilitas Proses
Hubungan antara variasi natural dari proses dan spesifikasi desain produk sering
dihitung dengan pengukuran yang disebut kapabilitas proses. Dalam mendiskusikan
tentang kapabilitas proses, perlu dipertimbangkan dua konsep yang berbeda ini:
• Kapabilitas proses ditentukan oleh variasi yang bersumber dari variasi penyebab
umum. Secara umum kapabilitas proses menggambarkan performansi terbaik
(misalnya range minimum) dari proses itu sendiri. Dengan demikian kapabilitas
proses berkaitan dengan variasi proses tanpa mempedulikan dimana spesifikasi
40
(didefinisikan sebagai kebutuhan pelanggan) itu berada berkaitan dengan lokasi
dan/ atau range dari proses.
• Pelanggan (Internal atau Eksternal) biasanya lebih memperhatikan output secara
keseluruhan dari proses dan bagaimana output itu memenuhi kebutuhan mereka
(diidentifikasikan sebagai spesifikasi), tanpa mamperdulikan variasi dari proses.
Karena suatu proses dalam pengendalian statistika secara umum digambarkan
melalui suatu ditribusi yang dapat diperkirakan, proporsi dari parts dalam spesifikasi
dapat diperkirakan dari distribusi ini. Sepanjang proses berada dalam pengendalian
statistikal dan tidak berubah dalam lokasi, range, atau bentuk, maka itu akan
menghasilkan parts dalam spesifikasi dengan distribusi yang sama.
Tindakan pertama pada proses harus mengalokasikan pada nilai target yang
merupakan kebutuhan pelanggan (didefinisikan sebagai spesifikasi output). Setelah
itu apabila range dari proses masih belum dapat diterima, misalnya masih terdapat
sejumlah minimum parts di luar spesifikasi yang diproduksi, maka pihak manajemen
industri harus mengambil tindakan pada sistem melalui mengurangi variasi yang
bersumber dari variasi penyebab-umum, yang biasanya diperlukan untuk
meningkatkan kapabilitas proses beserta outputnya untuk memenuhi spesifikasi
(kebutuhan pelanggan) secara konsisten. Dengan demikian pihak manajemen industri
pertama kali harus mambawa proses ke dalam pengendalian statistikal dengan
mendeteksi dan mengambil tindakan terhadap variasi penyebab-khusus. Setelah itu
performansi proses diperkirakan dan kapabilitas proses untuk memenuhi kebutuhan
41
dan ekspektasi pelanggan dievaluasi. Langkah-langkah ini merupakan basis untuk
perbaikan proses terus menerus.
Praktek-praktek yang dapat diterima dalam dunia industri adalah kapabilitas
proses baru dihitung dan dipergunakan hanya jika proses itu berada dalam keadaan
pengendalian statistikal. Kapabilitas digunakan sebagai landasan untuk
memperkirakan bagaimana proses akan beroperasi berdasarkan data statistikal yang
dikumpulkan dari proses itu. Perhitungan Kapabilitas proses untuk peta atribut :
pCpprocessCapability −== 1