bab 2 kajian teoritis dan hipotesis 1.1 laba...
TRANSCRIPT
8
BAB 2
KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS
1.1 Laba Komersial
Menurut IAI (2007) dalam PSAK 23, penghasilan (income) berarti
suatu penambahan aset atau penurunan kewajiban yang mengakibatkan
kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi penanam modal. Laba
akuntansi atau laba komersial adalah perbedaan antara realisasi
penghasilan yang berasal dari transaksi perusahaan pada periode tertentu
dikurangi dengan biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan penghasilan
itu (Harahap, 2011).
Selain itu, pengertian laba akuntansi dalam akuntansi pajak adalah
laba atau rugi bersih selama satu periode sebelum dikurangi beban pajak.
Dalam SPT Tahunan PPh Badan dan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi
yang menggunakan pembukuan laba akuntansi adalah sama dengan laba
komersial sebelum pajak penghasilan atau laba sebelum dilakukan koreksi
fiskal dan dikurangi pajak penghasilan yang terutang (http://wibowo-
pajak.blogspot.com/2012/05/pengertian-laba-akuntansi-dalam.html).
Laba akuntansi atau laba komersial berarti semua pendapatan dan
biaya telah dilaporkan atau dihitung termasuk pendapatan yang
merupakan objek pajak penghasilan dan bukan objek pajak penghasilan
serta biaya yang boleh dikurangkan dari penghasilan kena pajak dan
biaya yang tidak boleh dikurangkan dari penghasilan kena pajak.
9
1.2 Laba Fiskal
Menurut UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 4 ayat (1),
pengertian penghasilan/laba yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis
yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak (WP), baik yang berasal dari
Indonesia maupun dari luar Indonesia yang dapat dipakai untuk konsumsi
atau menambah kekayaan WP yang bersangkutan dengan nama dan
dalam bentuk apapun. Selain itu, Penghasilan kena pajak atau laba fiskal
atau rugi pajak dalam akuntansi pajak diartikan sebagai laba atau rugi
selama satu periode yang dihitung berdasarkan peraturan perpajakan dan
yang menjadi dasar penghitungan pajak penghasilan (http://wibowo-
pajak.blogspot.com/2012/05/pengertian-penghasilan-kena-pajak-
atau.html).
2.3 Perbedaan Laba Komersial dan Laba Fiskal
Perbedaan pertimbangan yang mendasari penyusunan laporan
keuangan komersial dengan kebijaksanaan perpajakan menghasilkan
jumlah angka laba yang berbeda yakni laba komersial dan laba fiskal.
Laporan laba/rugi yang diperoleh dari laporan keuangan merupakan
laporan laba/rugi yang didasarkan pada perhitungan menurut standar
akuntansi keuangan. Sedangkan untuk menghitung besarnya pajak
penghasilan didasarkan pada laba fiskal yang diperoleh dari perhitungan
menurut UU PPh.
10
Menurut Gunadi (1997) dalam bukunya “akuntansi pajak”
menjelaskan bahwa beberapa penyebab perbedaan laporan keuangan
komersial dan laporan keuangan fiskal antara lain:
1) Perbedaan antara apa yang dianggap pengahasilan menurut
ketentuan perpajakan dan praktek akuntansi, misalnya kenikmatan
dan natura (benefit in kinds), intercompany dividend, pembebasan
utang dan penghasilan (BUT) karena atribusi force of attraction.
2) Ketidaksamaan pendekatan penghitungan penghasilan, misalnya link
and match antara beban dan penghasilan, metode depresiasi,
penerapan norma penghitungan, dan pemajakan dengan metode
basis bruto dan neto
3) Pemberian relif atau keringanan yang lain misalnya rugi-laba
pelaporan aktiva, penghasilan hibah, penghasilan tidak kena pajak,
perangsang penanaman, dan penyusutan dipercepat.
4) Perbedaan perlakuan kerugian misalnya kerugian mancanegara, atau
harta yang tidak dipakai dalam usaha.
Menurut Zain dalam Lestari (2011) perbedaan utama antara
laporan keuangan komersial dengan laporan keuangan fiskal disebabkan
oleh perbedaan tujuan serta dasar hukumnya, tahun pajak atau tahun
buku, metode akuntansi yang digunakan dan konsep yang menjadi
acuannya, walaupun dalam beberapa hal terdapat kesamaan antara
akuntansi pajak yang mengacu pada ketentuan peraturan perundang-
11
undangan perpajakan dan akuntansi keuangan yang mengacu kepada
standar akuntansi keuangan.
Sedangkan menurut Poernomo dalam Lestari (2011) bahwa
terdapat hal-hal yang membedakan antara laporan keuangan komersial
dan laporan keuangan fiskal. Perbedaan tersebut dapat dilihat pada tabel
di bawah ini:
Tabel 1: Perbedaan Laporan Keuangan Komersial dan Laporan Keuangan Fiskal
Komesial Fiskal
Berdasar pada Standar Akuntansi Keuangan yang dirumuskan IAI
Berdasar pada peraturan perpajakan yang ditetapkan oleh badan legislatif dan eksekutif
Tujuan akuntansi komersial adalah untuk menyediakan informasi yang berguna bagi para pemakai dalam pengambilan keputusan
Tujuan pembukuan adalah agar wajib pajak dapat menghitung besarnya pajak yang terutang
Laporan laba rugi komersial merupakan penandingan pendapatan dengan biaya.
Laporan laba rugi merupakan penandingan objek pajak dengan pengurang penghasilan bruto
Menganut prinsip konsistensi. Apabila terjadi perubahan harus melaporkan akibat perubahan dalam laporan keuangan
Menganut prinsip taat asas (konsisten). Apabila terjadi perubahan harus mendapat persetujuan Direktorat Jenderal Pajak dan melaporkan akibat perubahan tersebut
Menggunakan stelsel akrual
Meenggunakan stelsel akrual atau stelsel kas dengan memperhatikan ketentuan pasal 28 UU KUP
Menganut prinsip konservatif dalam bentuk cadangan (penyisihan) misal, penyisihan piutang tidak tertagih, penyisihan utang garansi, penyisihan harga pasar, dsb
,
Tidak menganut prinsip konservatif, kecuali dalam hal penyisihan cadangan piutang tak tertagih pada usaha bank dan sewa guna usaha, hak opsi, cadangan untuk usaha asuransi, cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan (pasal 9 ayat (1) huruf c UU No.36 tahun 2008
Menganut biaya historis Menganut biaya historis dengan memperhatikan harga pertukaran yang objektif
Subtansi mengalahkan bentuk formal Substansi mengalahkan bentuk formal, tetapi dalam beberapa kasus, bentuk formal mengalahkan substansi
Jika terdapat pelanggaran tidak ada sanksi tetapi mempengaruhi opini akuntan publik
Jika terdapat pelanggaran dapt dikenakan sanksi berupa sanksi administrasi maupun sanksi pidana
Sumber: Poernomo, Modul Akuntansi Pajak di kutip dalam Lestari (2011), diolah.
12
Laba/rugi fiskal diperoleh dari proses rekonsiliasi fiskal. Rekonsiliasi
fiskal (koreksi) adalah proses penyesuaian atas laba komesial yang
berbeda dengan ketentuan fiskal untuk menghasilkan laba yang sesuai
dengan ketentuan perpajakan (Agoes dan Trisnawati 2010: 218). Dengan
adanya proses rekonsiliasi fiskal maka wajib pajak tidak perlu melakukan
pembukuan ganda, wajib pajak cukup membuat satu pembukuan yang
berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan. Perbedaan antara akuntansi
komersial dan fiskal tersebut dapat dikelompokkan menjadi beda
tetap/permanen dan beda waktu/sementara.
2.3.1 Perbedaan Permanen (permanent differences)
Perbedaan permanen/beda tetap terjadi karena adanya perbedaan
pengakuan penghasilan dan beban menurut akuntansi dengan pajak,
yaitu adanya penghasilan dan beban yang diakui menurut akuntansi
komersial namun tidak di akui menurut fiskal, atau sebaiknya. Beda tetap
mengakibatkan laba/rugi menurut akuntansi berbeda secara tetap dengan
laba kena pajak menurut fiskal (Agoes dan Trisnawati, 2010: 218).
Pada umumnya perbedaan permanen yang terjadi akibat
perbedaan pengakuan penghasilan dan biaya terdapat pada:
a) Pasal 4 ayat (3) UU PPh No. 36 Tahun 2008
Pasal 4 ayat (3) Undang-Undang Pajak Penghasilan berkenaan
dengan penghasilan yang bukan merupakan objek pajak. Beberapa
bentuk penghasilan menurut akuntansi komersial sudah diakui
sebagai penghasilan, akan tetapi dalam akuntansi pajak tidak diakui
13
sebagai penghasilan yang bukan merupakan objek pajak penghasilan.
Adapun bentuk penghasilan yang bukan merupakan objek pajak
tersebut adalah sebagai berikut:
1) Bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh
badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau
disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat
yang berhak atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib
bagi pemeluk agama yang diakui diindonesia. Yang diterimah oleh
lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh
pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang
berhak yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan
peraturan pemerintah;
2) Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis
keturunan lurus satu derajat badan keagamaan; badan
pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi atau orang
pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang
ketentuannya diatur dengan/atau berdasarkan peraturan menteri
keuangan;
3) Warisan;
4) Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai
pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaaan modal;
5) Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa
yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan atau/
14
kenikmatan dari wajib pajak atau pemerintah, kecuali yang
diberikan oleh bukan wajib pajak, wajib pajak yang dikenakan
secara final atau wajib pajak yang menggunakan norma
penghitungan khusus (deemed profit) sebagaimana dimaksud
dalam pasal 15 Undang-undang pajak penghasilan;
6) Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi
sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan,
asuransi jiwa, asuransi dwiguna dan asuransi beasiswa;
7) Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan
terbatas sebagai wajib pajak dalam negeri, koperasi badan usaha
milik Negara, atau badan usaha milik daerah, dari penyertaan
modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat
kedudukan di Indonesia;
8) Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya
telah disahkan oleh Menteri Keuangan, baik dibayar oleh pemberi
kerja maupun pegawai;
9) Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun dalam
bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan peraturan Menteri
Keuangan;
10) Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan
komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham,
persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi termasuk pemegang
unit penyertaan Kontrak Investasi Kolektif;
15
11) Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal
ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang
didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia;
12) Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang
ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan;
13) Sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga
nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang
penelitian dan pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi
yang membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam bentuk
sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian
dan pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4 (empat)
tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, yang ketentuannya
diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan;
14) Bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial kepada wajib pajak tertentu, yang
ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan;
b) Pasal 9 ayat (1) dan (2) UU No. 36 Tahun 2008
pasal 9 ayat (1) dan ayat (2) Undang-undang Pajak Penghasilan
berkenaan dengan pengeluaran yang tidak boleh dibebankan sebagai
biaya. Seperti halnya penghasilan yang bukan merupakan objek
16
pajak, biaya yang telah dikeluarkan oleh perusahaan dan telah diakui
oleh akuntansi komersial dalam akuntansi pajak biaya ini bukan
merupakan pengurang pengahasilan kena pajak. Adapun biaya-biaya
tersebut antara lain:
1) Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti
dividen yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada
pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi;
2) Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi
pemegang saham, sekutu atau anggota;
3) Pembentukan atau pemupukan dana cadangan;
4) Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa,
asuransi dwiguna dan asuransi beasiswa yang dibayar oleh Wajib
Pajak orang pribadi, kecuali jika dibayar oleh pemberi kerja dan
premi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi Wajib Pajak
bersangkutan;
5) Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa
yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali
penyedia makanan dan minuman bagi seluruh peserta serta
penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan
didaerah tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan
pekerjaan, yang ditatapkan dengan atau berdasarkan peraturan
menteri keuangan;
17
6) Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada
pemegang saham atau kepada pihak yang mempunyai hubungan
istimewa sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang
dilakukan;
7) Harta yang dihibahkan;
8) Pajak penghasilan yang terutang oleh Wajib Pajak yang
bersangkutan;
9) Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi
Wajib Pajak atau orang yang menjadi tanggungannya;
10) Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau
perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham;
11) Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta
sanksi pidana berupa denda yang berkenaan dengan
pelaksanaan perundang-undangan dibidang perpajakan.
c) Pasal 18 UU No. 36 Tahun 2008
pasal 18 Undang-Undang Pajak Penghasilan berkenaan dengan
kewenangan Menteri Keuangan/Direktur Jenderal Pajak untuk
mengatur keperluan penghitungan pajak. Beberapa contoh
kewenangan tersebut adalah sebagai berikut:
1) Kewenangan untuk mengeluarkan keputusan mengenai besarnya
perbandingan antara utang dan modal perusahaan untuk
keperluan penghitungan pajak;
18
2) Kewenangan untuk menetapkan saat diperolehnya dividen oleh
wajib pajak luar negeri, atas penyertaan modal pada badan usaha
di luar negeri;
3) Kewenangan untuk menentukan kembali besarnya penghasilan
dan pengurangan serta menentukan utang sebagai modal untuk
menghitung besarnya penghasilan kena pajak bagi wajib pajak
yang mempunyai hubungan istimewa dengan wajib pajak lainnya.
2.3.2 Perbedaan Temporer (Temporary Differences)
Perbedaan temporer/sementara merupakan perbedaan perlakuan
akuntansi dan perpajakan yang sifatnya temporer (Agoes dan Trisnawati
2010: 219). Artinya secara keseluruhan beban dan pendapatan akuntansi
maupun perpajakan sebenarnya sama, tetapi tetap berbeda alokasi setiap
tahunnya. Pasal-pasal dalam Undang-undang Pajak Penghasilan (UU
Pajak No. 36 Tahun 2008 dikutip dalam Lestari, 2010) yang terkait dengan
perbedaan temporer adalah sebagai berikut:
1) Pasal 6 ayat (1) huruf (h)
Ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berkaitan dengan
penghapusan piutang tidak tertagih fiskal. Secara lengkap pasal
tersebut berbunyi sebagai berikut:
“Besarnya penghasilan kena pajak bagi wajib pajak dalam negeri dan
bentuk usaha tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto
dikurangi piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih”, dengan
syarat:
19
1) Telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial;
2) Telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri
atau instansi pemerintah yang menangani piutang negara; atau
adanya perjanjian tertulis mengenai penghapusan
piutang/pembebasan utang antara kreditur dan debitur yang
bersangkutan;
3) Telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus; dan
4) Wajib pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat
ditagih kepada Direktorat Jenderal Pajak.
Yang pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan Keputusan
Direktur Jenderal Pajak.
2) Pasal 10 ayat (6)
Ketentuan perundang-undangan perpajakan yang mengatur tentang
metode penilaian persediaan. Secara lengkap, pasal tersebut berbunyi
sebagai berikut:
“Persediaan dan pemakaian persediaan untuk penghitungan harga
pokok dinilai berdasarkan harga perolehan yang dilakukan secara
rata-rata atau dengan cara mendahulukan persediaan yang diperoleh
pertama”
3) Pasal 11 dan pasal 11 A
Ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang mengatur
tentang metode penyusutan dan amortisasi. Beberapa hal yang
berkaitan dengan kedua pasal tersebut misalnya mengenai penetapan
20
masa manfaat dan tarif penyusutan harta berwujud serta penetapan
masa manfaat dan amortisasi harta tak berwujud.
Lebih lanjut penyebab perbedaan temporer (Lestari, 2011) dapat
dijelaskan sebagai berikut:
1) Metode Penyusutan dan Amortisasi
Penyusutan untuk kepentingan perpajakan secara substansial
berbeda dengan penyusutan untuk kepentingan akuntansi. Metode
penyusutan menurut akuntansi didisain untuk mempersandingkan
antara pengeluaran suatu aset atau penurunan manfaat aset
bersamaan dengan manfaat ekonomis yang didapatkan dari
penggunaan aset tersebut. Periode penyusutan atau masa manfaat
yang digunakan untuk kepentingan perpajakan didasarkan pada
ketentuan perundang-undangan perpajakan dan sama sekali tidak
terkait dengan masa manfaat aset yang bersangkutan atau dengan
kata lain tidak ada usaha untuk mempersandingkan antara
penghasilan dengan pengeluaran (Zain 2008: 241 dalam Lestari,
2011).
2) Metode Penilaian Persediaan
Dalam akuntansi, banyak metode yang dapat digunakan untuk
menentukan persediaan dan harga pokok penjualan, seperti metode
identifikasi spesifik (spesific identification), mendahulukan persediaan
yang diperoleh pertama (FIFO), mendahulukan persediaan yang
diperoleh terakhir (LIFO), serta harga perolehan yang diperoleh
21
secara rata-rata (weighted average). Dalam perpajakan, metode
penilaian persediaan yang diperkenankan digunakan untuk
kepentingan perhitungan pajak terutang terbatas kepada metode yang
mendahulukan persediaan yang diperoleh pertama (FIFO) dan harga
perolehan yang dilakukan secara rata-rata (weighted average) seperti
yang tercantum dalam UU Pajak Penghasilan pasal 10 ayat (6). Jika
terdapat penerapan pendekatan yang berbeda antara laporan
keuangan komersial dengan laporan keuangan fiskal maka akan
menimbulkan perbedaan temporer dan alokasi harga pokok penjualan
menjadi berbeda untuk setiap tahun sehingga menghasilkan laba
kotor yang berbeda. Namun, perbedaan tersebut tidak bersifat tetap
karena akan dikompensasikan pada periode berikutnya.
3) Penghapusan Piutang
Dalam akuntansi, piutang dinyatakan sebesar jumlah kotor tagihan
dikurangi dengan taksiran jumlah yang tidak dapat ditagih. Jumlah
kotor piutang harus tetap disajikan pada neraca diikuti dengan
penyisihan untuk piutang yang diragukan atau taksiran jumlah yang
tidak dapat ditagih.
Adapun menurut Agoes dan Trisnawati (2010: 219) dalam bukunya
“Akuntansi Perpajakan” menjelaskan bahwa beda sementara atau beda
waktu biasanya timbul karena perbedaan metode yang dipakai antara
pajak dengan akuntansi dalam hal:
1) Akrual dan realisasi
22
2) Penyusutan dan amortisasi
3) Penilaian persediaan
4) Kompensasi kerugian fiskal
Perbedaan temporer mengakibatkan timbulnya aset maupun
kewajiban pajak tangguhan. Asset pajak tangguhan (deferred tax asset)
timbul apabila beda temporer menyebabkan terjadinya koreksi positif
sehingga beban pajak menurut akuntansi lebih kecil dari pada beban
pajak menurut peraturan perpajakan. Sedangkan kewajiban pajak
tanggung (deferred tax liabilities) timbul apabila beda temporer
menyebabkan terjadinya koreksi negatif sehingga beban pajak menurut
akuntansi lebih besar dari pada beban pajak menurut peraturan
perpajakan.
Penyajian pajak tangguhan di laporan keuangan komersial sesuai
dengan PSAK No. 46 adalah sebagai berikut:
1) Aset pajak dan kewajiban pajak harus disajikan terpisah dari aset dan
kewajiban lainnya dalam neraca.
2) Aset pajak tangguhan dan kewajiban pajak tangguhan harus
dibedakan dari aset pajak kini dan kewajiban pajak kini.
3) Apabila dalam laporan keuangan suatu perusahaan, aset dan
kewajiban lancar disajikan terpisah dari aset dan kewajiban tidak
lancar, maka aset (kewajiban) pajak tangguhan tidak boleh disajikan
sebagai aset (kewajiban) lancar.
23
4) Aset pajak kini harus dikompensasi (offset) dengan kewajiban pajak
kini dan jumlah netonya harus disajikan pada neraca.
5) Beban (penghasilan) pajak yang berhubungan dengan laba atau rugi
dari aktivitas normal harus disajikan tersendiri pada laporan laba rugi.
Perbedaan laba komersial dan laba fiskal dapat dirumuskan
sebagai berikut (Saputro, 2011):
Penghasilan Kena Pajak – Laba Bersih TAXDIFF =
Aktiva Rata-rata
Penghasilan kena pajak diperoleh dengan menggunakan
perhitungan (Saputro, 2011):
Penghasilan Kena Pajak = * (1-t)) / Aktiva Rata-rata
2.4 Laba
Soemarso (1999: 273) mengatakan bahwa laba adalah perbedaan
lebih pendapatan atas biaya aktivitas bisnis. Jika biaya lebih besar dari
pada pendapatan, maka perbedaan tersebut menunjukkan suatu
kerugian. Keuntungan atau kerugian berguna untuk memberikan hasil
kalkulasi secara berkala. Keuntungan ini belum mewakili kerugian atau
laba yang sesungguhnya. Kerugian atau keuntungan yang sesungguhnya,
baru saja bisa diketahui jika perusahaan sudah meliquidasi seluruh
kegiatannya.
24
Menurut Kuswadi (2005: 17) pengertian laba secara sederhana
adalah pendapatan dikurangi seluruh beban-beban yang telah
dikeluarkan. Baridwan (1997: 31) menyatakan bahwa laba adalah
kenaikan modal (aktiva bersih) yang berasal dari transaksi
sampingan/transaksi kejadian lain yang mempengaruhi badan usaha
selama satu periode kecuali yang timbul dari pendapatan investasi
pemilik.
2.4.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi laba
Ada tiga faktor yang mempengaruhi laba perusahaan (Halim, 1990:
49), yaitu biaya, harga jual dan volume (penjualan non produksi) biaya
yang timbul dari perolehan atau untuk pengolahan suatu produk atau jasa
akan mempengaruhi harga jual produk yang bersangkutan. Harga jual
produk atau jasa akan mempengaruhi besarnya volume penjualan produk
atau jasa yang bersangkutan, sedangkan besarnya volume penjualan
berpengaruh terhadap volume produksi atau jasa tersebut. Selanjutnya
pada gilirannya volume produksi akan mempengaruhi besar kecilnya biaya
produksi. Dengan demikian faktor-faktor yang mempengaruhi laba
tersebut di atas, saling terkait antara satu dan lainnya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap laba menurut
Soemarso (1999) dalam bukunya “akuntansi suatu pengantar” antara lain
sebagai berikut:
25
1) Biaya, biaya yang timbul dari perolehan atau mengolah suatu
produk atau jasa atau mempengaruhi harga jual produksi yang
bersangkutan.
2) Harga jual, harga jual produk atau jasa akan mempengaruhi
besarnya volume penjualan produk atau jasa yang bersangkutan.
3) Volume penjualan dan produksi, besarnya volume penjualan
berpengaruh terhadap volume produksi akan mempengaruhi besar
kecilnya biaya produksi.
2.4.2 Pertumbuhan Laba
Laba secara operasional merupakan perbedaan antara pendapatan
yang direalisasi yang timbul dari transaksi selama satu periode dengan
biaya yang berkaitan dengan pendapatan tersebut (Lestari, 2011).
Pengertian laba menurut IAI dalam Lestari (2011) adalah kenaikan
manfaat ekonomi selama satu periode akuntansi dalam bentuk
pemasukan atau penambahan aktiva atau penurunan kewajiban yang
mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi
peranan modal.
Penyajian laba melalui laporan keuangan bertujuan untuk
menyediakan informasi yang bermanfaat bagi pihak yang berkepentingan
(Lestari, 2011). Laba umumnya dipandang sebagai suatu dasar bagi
perpajakan, determinan pada kebijakan pembayaran dividen, pedoman
investasi, pengambilan keputusan dan unsur prediksi (Saputro, 2011).
26
Pertumbuhan laba merupakan perubahan laba yang dihasilkan oleh
perusahaan dari periode ke periode (Lestari, 2011). Pertumbuhan laba
menjadi dasar dalam pengambilan keputusan manajemen suatu
perusahaan. Pertumbuhan laba dihitung dengan cara mengurangkan laba
periode berjalan dengan laba periode sebelumnya kemudian dibagi
dengan laba pada periode sebelumnya (Lestari, 2011).
NIit – NIi (t-1) ΔNI =
NIi (t-1)
Keterangan:
ΔNI = pertumbuhan laba
NIit = laba bersih perusahaan i pada tahun t
NIi (t-1) = laba bersih perusahaan i pada tahun t-1
2.5 Kajian Penelitian yang Relevan
Terdapat beberapa penelitian mengenai pengaruh perbedaan laba
akuntansi dan laba fiskal dalam menilai suatu kinerja perusahaan yang
utamanya berkaitan dengan informasi laba. Penelitian yang dilakukan oleh
Wijayanti dan Djamaluddin (2006) bertujuan untuk menguji peranan
perbedaan laba akuntansi dan laba fiskal terhadap presistensi laba, akrual
dan aliran kas satu periode kedepan. Selain itu penelitian ini bertujuan
untuk menguji apakah perbedaan laba komersial dan laba fiskal
mempengaruhi penilaian investor terhadap persistensi laba akuntansi.
Hasil penelitian ini adalah perusahaan dengan book-tax differences besar
27
tidak terbukti secara statistik mempunyai persistensi laba lebih rendah
dibanding perusahaan dengan book-tax differences kecil, serta
perusahaan dengan book-tax differences besar tidak terbukti mempunyai
persistensi komponen akrual lebih rendah dibanding perusahaan dengan
book-tax differences lebih kecil. Akrual tidak terbukti secara statistik dapat
mempengaruhi persistensi laba.
Penelitian lainnya dilakukan oleh Wiryandari dan Yulianti (2008)
yang meneliti mengenai hubungan antara perbedaan laba akuntansi dan
laba pajak dengan perilaku manajemen laba dan persistensi laba. dalam
penelitian ini tidak menemukan adanya praktik manajemen laba dengan
tujuan menghindari pelaporan penurunan laba. Selain itu Beban pajak
tangguhan dan akrual tidak terbukti dapat digunakan untuk mendeteksi
manajemen laba income-increasing dengan tujuan menghindari
penurunan laba. hasil penelitian lainnya menunjukkan bahwa perbedaan
laba akuntansi dan laba pajak positif yang besar mempunyai persistensi
laba yang lebih rendah.
Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Deviana (2010) untuk
menguji kemampuan beban pajak tangguhan dan beban pajak kini dalam
deteksi manajemen laba pada saat seasoned equity offerings menemukan
bahwa beban pajak tangguhan dan beban pajak kini, yang digunakan
secara bersama-sama, mampu mendeteksi manjemen laba pada saat
seasoned equity offerings. Selain itu penelitian ini juga menyimpulkan
bahwa hanya beban pajak kini yang mampu digunakan sebagai prediktor
28
atau dapat mendeteksi manajemen laba yang dilakukan pada saat
seasoned equity offerings.
Saputro (2011) Penelitian ini menyimpulkan bahwa perbedaan
temporer dan total book-tax differences mampu memprediksi
pertumbuhan laba perusahaan satu periode kedepan. Sedangkan
perbedaan permanen tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan laba
perusahaan satu periode kedepan.
Purwanti (2013) mengemukakan bahwa perbedaan antara laba
akuntansi dan laba fiskal berpengaruh signifikan terhadap persistensi
laba. Artinya perbedaan antara laba akuntansi dan laba fiskal dapat
memberikan informasi mengenai kualitias laba yang mana salah satu
indikator kualitas laba adalah persistensi laba. Dan penelitian yang
dilakukan Lestari (2011) mengemukakan bahwa baik perbedaan
permanen maupun perbedaan temporer tidak berpengaruh signifikan
terhadap pertumbuhan laba. Hal tersebut disebabkan oleh jumlah
perbedaan permanen maupun perbedaan temporer yang tidak signifikan
dalam mempengaruhi jumlah laba kena pajak yang merupakan dasar
perhitungan untuk beban pajak kini.
Berdasarkan beberapa penelitian yang telah dijelaskan, secara
umum dapat disimpulkan bahwa perbedaan antara laba akuntansi dengan
laba kena pajak dapat mencerminkan informasi mengenai karakteristik
laba yang dihasilkan dan kinerja masa depan perusahaan.
29
Tabel 2: Ringkasan Kajian yang Relevan Peneliti Judul Penelitian Variabel Penelitian Hasil Penelitian
Wijayanti dan Djamaluddin (2006)
Analisis perbedaan antara laba akuntansi dan laba fiskal terhadap persistensi laba, akrual, dan aliran kas
Laba sebelum pajak masa depan, kumulatif return tidak normal masa depan, aliran kas operasi, laba akrual.
Perusahaan dengan book-tax differences besar tidak terbukti secara statistik mempunyai persistensi laba lebih rendah dibanding perusahaan dengan book-tax differences kecil.
Wiryandari dan Yulianti (2008)
Hubungan antara perbedaan laba akuntansi dan laba pajak dengan perilaku manajemen laba dan persistensi laba.
Laba akuntansi sebelum pajak, pajak tangguhan, large positive book tax differences, aliran kas operasi, laba akrual.
1) Beban pajak tangguhan dan akrual tidak terbukti dapat digunakan untuk mendeteksi manajemen laba.
2) perbedaan laba akuntansi dan laba pajak positif yang besar mempunyai persistensi laba yang lebih rendah.
Deviana (2010) kemampuan beban pajak tangguhan dan beban pajak kini dalam deteksi manajemen laba pada saat seasoned equity offerings
Manajemen laba, beban pajak tangguhan beban pajak kini, waran, audited
beban pajak tangguhan dan beban pajak kini, yang digunakan secara bersama-sama, mampu mendeteksi manjemen laba pada saat seasoned equity offerings
Saputro (2011) Pengaruh book tax differences terhadap pertumbuhan laba
Pertumbuhan laba, beda tetap, beda temporer, arus kas operasi, size, return on assets
perbedaan temporer dan total book-tax differences mampu memprediksi pertumbuhan laba perusahaan satu periode kedepan. Sedangkan perbedaan permanen tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan laba perusahaan satu periode kedepan.
Purwanti (2013) Pengaruh perbedaan antara laba akuntansi dan laba fiskal terhadap
Laba sebelum pajak tahun depan, book tax differences, laba
perbedaan antara laba akuntansi dan laba fiskal berpengaruh
30
persistensi laba sebelum pajak tahun berjalan
signifikan terhadap persistensi laba.
Lestari (2011) Analisis pengaruh book tax differences terhadap pertumbuhan laba
Pertumbuhan laba, beda tetap, beda sementara, arus kas operasi, akrual, ROA.
perbedaan permanen maupun perbedaan temporer tidak berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan laba.
Sumber: Olahan Data
2.6 Kerangka Pemikiran
Laporan keuangan disusun oleh manajemen perusahaan untuk
memenuhi kebutuhan keseluruhan pengguna laporan keuangan,
diantaranya investor, manajemen perusahaan, kreditor, pelanggan,
suplayer, karyawan, peneliti, pemerintah maupun masyarakat pada
umumnya. Bagi perusahaan informasi laporan keuangan ini diperlukan
guna pengambilan keputusan. Agar dapat berguna, informasi itu harus
mempunyai dua sifat utama, yaitu relevan dan dapat dipercaya (reliability).
Dikatakan relevan jika informasi tersebut mempunyai nilai prediksi,
mempunyai nilai umpan balik (feedback value), dan tepat waktu, dan
reliable jika dapat di periksa, netral dan menyajikan yang seharusnya.
Manajemen perusahaan selalu berusaha memberikan hal terbaik
bagi perusahaan yang dikelolanya. Hal terbaiknya yakni dengan berusaha
menaikkan laba perusahaan kemudian melaporkannya kepada para
pemegang saham dan pemakai eksternal lainnya. Tindakan manajemen
memanipulasi informasi keuangan dengan melaporkan laba yang
dinaikkan mengindikasikan adanya praktik manajemen laba oleh
perusahaan. Oleh karena itu dilakukan berbagai macam penelitian guna
mendeteksi manajemen laba yang dilakukan perusahaan. Salah satunya
31
adalah dengan menggunakan perbedaan laba komersial dan laba fiskal
(book tax differences).
Perbedaan antara laba komersial dan laba fiskal (Book tax
differences) dapat memberikan informasi mengenai kualitas laba serta
bermanfaat untuk mengevaluasi kinerja perusahaan (Lestari, 2011).
Penelitian-penelitian sebelumnya menyebutkan bahwa komponen book
tax differences berupa perbedaan temporer yang tercermin dalam pajak
tangguhan dapat digunakan untuk mendeteksi manajemen laba yang
dilakukan oleh perusahaan (Phillip et al, 2003; Hanlon, 2005; Yulianti,
2005 yang dikutip dalam Lestari, 2011). Manajemen laba dapat diartikan
sebagai suatu tindakan manajemen laba yang mempengaruhi laba yang
dilaporkan dan memberikan manfaat ekonomi yang keliru kepada
perusahaan, sehingga dalam jangka panjang hal tersebut akan sangat
menggangu bahkan membahayakan perusahaan.
Book tax differences juga diprediksi dapat mempengaruhi kinerja
perusahaan (pertumbuhan laba) akibat dari perbedaan mekanis dalam
penghitungan laba (Lestari, 2011). Hal ini diakibatkan adanya perbedaan
peraturan antara peraturan akuntansi dengan peraturan perpajakan bukan
bersumber dari manipulasi laba yang dilakukan oleh manajemen
perusahaan.
. Komponen pembentuk perbedaan laba komersial dan laba fiskal
adalah perbedaan temporer dan perbedaan permanen. Perbedaan
permanen dan perbedaan temporer dapat menyebabkan koreksi positif
32
maupun koreksi negatif. Koreksi positif akan menyebabkan laba fiskal
bertambah, sedangkan koreksi negatif mengakibatkan laba fiskal
berkurang (Lestari, 2011).
Selain variabel independen, dalam penelitian digunakan variabel
perubahan ROA. Perubahan pada ROA dapat digunakan untuk
mengendalikan tren jangka pendek dan jangka panjang pada laba,
sehingga diperkirakan bahwa perubahan pada ROA akan mempengaruhi
perubahan laba (Jackson, 2009 dalam Lestari, 2011). Berdasarkan
penjelasan di atas, maka kerangka pemikiran dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
B
Gambar 1: Kerangka Pemikiran
Laporan Keuangan
Standar Akuntansi Keuangan
Perbedaan Laba Komersial dan Laba
Fiskal (X)
Peraturan Perpajakan
Pertumbuhan Laba (Y) ROA
33
2.7 Hipotesis
Menurut Sugiyono (2012: 93) hipotesis penelitian merupakan
jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, oleh karena itu
rumusan masalah penelitian biasanya disusun dalam bentuk kalimat
pertanyaan.
Berdasarkan konsep dan teori serta kerangka pemikiran yang telah
dikemukakan di atas, maka rumusan hipotesis dalam penelitian ini adalah
diduga terdapat pengaruh antara perbedaan laba komersial dan laba fiskal
terhadap pertumbuhan laba.