bab 2 kajian pustaka 2.1. teori umum 2.1.1 kanker...

29
7 BAB 2 KAJIAN PUSTAKA 2.1. Teori Umum Teori umum merupakan teori pokok yang dijadikan landasan teori-teori lainnya. 2.1.1 Kanker Payudara Kanker payudara merupakan sebuah tumor ganas yang berkembang dari sel-sel di dalam payudara. Ciri paling umum dari kanker payudara adalah munculnya gumpalan baru di sekitar payudara. Ciri fisik lainya yaitu adanya pembengkakan di sekitar bagian payudara, iritasi kulit, rasa sakit di bagian puting susu, kemerahan pada bagian payudara ataupun puting susu, serta keluarnya air susu dari payudara secara tiba-tiba. Pendeteksian dini dari tumor ganas ini, akan jauh lebih baik sebelum gejalanya muncul. Hal ini sangat penting karena kanker dapat menyebar dengan cepat jika tidak diobati dari stadium paling awal. 2.1.1.1 Tipe Kanker Payudara Kanker payudara dapat dibagi menjadi 2 tipe, yaitu : 1. Kanker payudara non invasive Yaitu kanker yang terjadi pada kantung susu (penghubung antara alveolus dengan puting payudara. Dalam bahasa kedokteran disebut ductal carcinoma in situ (DCIS), yang mana kanker belum menyebar ke bagian luar jaringan kantung susu.

Upload: hadung

Post on 26-Apr-2018

214 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

 

BAB 2

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Teori Umum

Teori umum merupakan teori pokok yang dijadikan landasan teori-teori lainnya.

2.1.1 Kanker Payudara

Kanker payudara merupakan sebuah tumor ganas yang berkembang dari sel-sel

di dalam payudara. Ciri paling umum dari kanker payudara adalah munculnya gumpalan

baru di sekitar payudara. Ciri fisik lainya yaitu adanya pembengkakan di sekitar bagian

payudara, iritasi kulit, rasa sakit di bagian puting susu, kemerahan pada bagian payudara

ataupun puting susu, serta keluarnya air susu dari payudara secara tiba-tiba.

Pendeteksian dini dari tumor ganas ini, akan jauh lebih baik sebelum gejalanya

muncul. Hal ini sangat penting karena kanker dapat menyebar dengan cepat jika tidak

diobati dari stadium paling awal.

2.1.1.1 Tipe Kanker Payudara

Kanker payudara dapat dibagi menjadi 2 tipe, yaitu :

1. Kanker payudara non invasive

Yaitu kanker yang terjadi pada kantung susu (penghubung antara alveolus

dengan puting payudara. Dalam bahasa kedokteran disebut ductal carcinoma in

situ (DCIS), yang mana kanker belum menyebar ke bagian luar jaringan kantung

susu.

 

2. Kanker payudara invasive

Yaitu kanker yang telah menyebar keluar bagian kantung susu dan

menyerang jaringan sekitarnya bahkan dapat menyebabkan penyebaran

(metastase) ke bagian tubuh lainnya seperti kelenjar limpa melalui peredaran

darah.

2.1.1.2 Pencegahan

Sampai saat ini, belum ada solusi yang tepat untuk mencegah kanker payudara.

Namun sangat mungkin bagi para wanita untuk menurunkan resiko terkena penyakit ini.

Faktor pola hidup, seperti mengurangi konsumsi alkohol, menyusui, terlibat dalam

aktifitas fisik, dan menjaga berat badan akan sangat menurunkan tingkat resiko terkena

kanker payudara.

Penelitian juga membuktikan bahwa usia, sejarah kesehatan keluarga serta faktor

reproduksi mempengaruhi tingkat resiko untuk terkena penyakit ini. Karena sampai saat

ini masih belum diketahui cara untuk mencegah kanker payudara, maka tindakan yang

terbaik bagi para wanita adalah mengambil inisiatif untuk melakukan pendeteksian

sedari dini.

2.1.1.3 Pendeteksian

Semakin cepat kanker payudara ditemukan, maka akan semakin besar peluang

untuk sembuh. Sebuah citra yang bernama mammogram, sering digunakan untuk

mengidentifikasi keanehan atau keabnormalitasan dari payudara yang mungkin telah

menjadi kanker sebelum gejala fisiknya ditemukan.

Bagaimanapun beberapa kanker yang tak tampak pada mammogram, masih bisa

dirasakan oleh para wanita ataupun penyedia jasa kesehatan. Untuk alasan ini, American

Cancer Society merekomendasikan untuk mengikuti petunjuk untuk menemukan kanker

payudara lebih awal, antara lain:

• Wanita yang berumur 40 tahun atau lebih tua harus melakukan

mammography setiap tahun dan harus terus melakukannya selama mereka

berada dalam kondisi yang sehat.

• Wanita berumur antara 20 sampai 30 tahun harus menjalankan Clinical

Breast Exam (CBE) oleh para profesional paling sedikit 3 tahun sekali.

Setelah berumur 40, maka CBE harus dilakukan setiap tahun.

Para wanita harus mengetahui bagaimana payudara mereka biasanya terlihat dan

terasa, serta melaporkan setiap perubahan yang terjadi kepada penyedia jasa kesehatan

yang mereka percayai. Breast self-examination (BSE) adalah sebuah cara bagian wanita

untuk memulai pendeteksian di usia mereka yang menginjak 20 tahun.

Screening MRI direkomendasikan untuk wanita dengan resiko terjangkit kanker

payudara sekitar 20% sampai 25%, termasuk wanita dengan sejarah keluarga yang

menderita kanker payudara maupun kanker rahim dan wanita yang diobati karena

penyakit Hodgkin.

2.1.1.4 Pengobatan

Kanker payudara yang belum parah dapat disembuhkan. Pengobatan yang paling

sukses adalah ketika kanker payudara dideteksi lebih awal, sebelum menyebar ke

kelenjar getah bening. Tergantung dari situasi dan pilihan pasien, pengobatan mungkin

10 

bisa sampai ke tahap breast conservation surgery (pengangkatan tumor serta jaringan di

sekelilingnya) ataupun mastectomy (operasi untuk menghilangkan payudara). Di kedua

kasus ini, kelenjar getah bening di bawah lengan tentu saja turut dihancurkan.

Pengobatan lainnya yaitu radiasi, terapi, kemoterapi, terapi hormon dan

monoclonan antibody therapy. Seringkali dua atau lebih metode tersebut

dikombinasikan. Para pasien tentunya harus mendiskusikan tipe pengobatan ini terhadap

dokter mereka.

2.1.2 Mammography

Mammography merupakan tipe spesifik dari pencitraan yang menggunakan

sistem X-Ray berdosis rendah untuk memeriksa payudara. Bahkan kebanyakan dokter

percaya bahwa mammography mengurangi tingkat kematian akibat dari kanker

payudara. Pemeriksaan menggunakan mammography menghasilkan citra yang disebut

dengan citra mammogram, yang digunakan untuk pendeteksian awal dan untuk

mendiagnosis penyakit payudara pada wanita.

2.1.2.1 Conventional Mammogram

Conventional mammogram atau biasa disebut juga X-Ray Mammography,

seringkali digunakan dalam praktek klinis untuk tujuan diagnosis serta screening.

Bahkan screening mammography telah menjadi metode paling efektif yang

direkomendasikan untuk pendeteksian kanker payudara sedari dini.

Mammogram mempunyai tingkat sensitivitas yang tinggi dalam mengetahui

lemak payudara dan demonstrasi yang luar biasa dalam microcalcification. Walaupun

11 

begitu, mammogram sendiri memiliki batasan. Mammogram memiliki kemampuan yang

rendah dalam mendeteksi tingkat kepadatan dari payudara wanita remaja atau wanita

yang baru saja mengalami operasi di bagian payudaranya karena kelenjar dan

jaringannya dideteksi sebagai abnormalitas. Lebih lanjut, mammogram ini hanya

mengeluarkan radiasi X-Ray berdosis rendah saat pemeriksaan.

Mammogram konvensional ini mengeluarkan hasil dari screening-nya berupa

film yang dapat dilihat secara kasat mata oleh dokter. Namun karena metode ini sering

kali menghasilkan kesalahan akibat human error, maka kemudian muncullah

mammogram dijital.

Gambar 2.1.2.1. Convensional Mammogram

2.1.2.2 Mammogram dijital

Sebuah mammogram dijital tercipta ketika mammogram biasa didijitalisasikan

sehingga dapat digunakan oleh komputer. Dijitalisasi dapat didapatkan dari penggunaan

12 

specific mammogram digitizer atau pun dari sebuah kamera yang memiliki resolusi

tinggi yang diperlukan untuk menghasilkan high-resolution mammogram dijital tanpa

kehilangan informasi dari original mammogram.

Secara spesifik, mammogram dijital adalah sebuah sistem mammography di

mana X-Ray film digantikan oleh solid-state detector yang mengubah X-Ray menjadi

sinyal elektrik. Detektor ini sama serperti yang terdapat pada kamera dijital. Sinyal

elektrik ini kemudian digunakan untuk menghasilkan citra dari payudara yang dapat

dilihat pada layar komputer atau dicetak pada film khusus yang sama seperti pada

konvensional mammogram. Pada umumnya, kebanyakan mammogram dijital memiliki

4096 grays levels per pixel dari semua area yang terdapat pada mammogram image.

Gambar 2.1.2.2. Mammogram Image

2.1.2.3 Prosedur Untuk Melakukan Mammography

Selama proses mammography, payudara dikompres menggunakan unit

mammography yang telah teruji. Masing-masing bagian payudara dikompres kurang

lebih hanya 20-30 detik. Total waktu yang dihabiskan untuk 1 x pemeriksaan adalah

13 

sekitar 30 menit (menurut prosedur pemeriksaan menggunakan mammography yang

berlaku). Pada saat pengkompresian, payudara dapat terasa tidak nyaman.

Pengkompresan ini dilakukan untuk membuat payudara menjadi mengembang

dan rata sehingga lebih mudah untuk mengambil citra di dalam jaringan payudara.

Waktu terbaik untuk melakukan pemeriksaan adalah 1 minggu setelah haid pertama

menstruasi, karena payudara dalam keadaan lebih lunak dan tidak terlalu tegang (tidak

boleh dilakukan pada saat kehamilan).

Gambar 2.1.2.3. Mammogram’s Procedur

2.1.2.4 Computer-Aided Detection (CAD)

CAD merupakan sistem yang mempergunakan mammogram image dari

mammogram dijital untuk mencari area abnormal dari kepadatan maupun klasifikasi

yang mungkin terindikasi adanya kanker.

CAD melakukan pendeteksian terhadap adanya sel kanker yang mungkin

terdapat di dalam payudara. Namun CAD sendiri memiliki keterbatasan yaitu sering

terjadi false-positive maupun false-negative. False-positive yaitu sebuah kesalahan

14 

diagnosis di mana tidak terdapat sel kanker, namun dinyatakan terdapat sel kanker.

False-negative merupakan keadaan sebaliknya, yaitu sebuah kesalahan diagnosis di

mana terdapat sel kanker namun tidak dapat ditemukan oleh sistem CAD.

2.2 Teori Khusus

Teori khusus adalah teori yang berhubungan dengan topik yang dibahas dalam

skripsi ini.

2.2.1 Computer Vision

Computer Vision adalah ilmu yang berhubungan dengan modelling serta replika

dari penglihatan manusia menggunakan software dan hardware komputer. Computer

Vision mengkombinasikan pengetahuan dalam computer science, electrical engineering,

matematika, psikologi, biologi, serta cognitive science.

Computer Vision memerlukan pengetahuan dari semua field tersebut dengan

tujuan untuk mengerti dan mensimulasikan operasi dari sistem penglihatan manusia.

Computer Vision juga dapat diartikan sebagai sebuah disiplin ilmu yang mempelajari

bagaimana membangun, menginterprasikan, dan mengerti tentang 3D scene dari citra

2D dalam sebuah struktrur scene yang ditunjukkan. Masalah yang paling sering dihadapi

dalam Computer Vision adalah banyaknya noise sehingga mengganggu proses image

processing, feature extraction, dan lainnya.

Computer vision sulit untuk diwujudkan karena format citra pada dasarnya

adalah many to one mapping. Tugas-tugas seperti mengidentifikasi tanda tangan,

mengidentifikasi tumor di dalam citra resonansi magnetik, mengenal objek yang

diterima dari citra yang dihasilkan oleh satelit, mengidentifikasi wajah, menentukan

15 

lokasi sumber mineral dari sebuah citra, dan membangun citra tiga dimensi dari

potongan citra dua dimensi dipertimbangkan sebagai lapangan subjek di Computer

Vision. Tipe sistem Computer Vision terdiri dari tingkatan seperti akuisisi citra (image

acquisition), preprocessing, ekstrasi fitur (feature extraction), menyimpan objek dengan

asosiasi, mengakses basis pengetahuan dan pengenalan.

Gambar 2.2.1 Bagan Sistem Computer Vision

2.2.1.1 Computer Vision Hierarchy

Low-level vision: process image dari ekstraksi fitur

Intermediate-level vision: pengenalan objek dan interpretasi 3D scene

menggunakan fitur yang didapat dari low-level vision

High-level vision: interpretasi dari informasi yang diperoleh dari intermediate-

level vision dan low-level vision harus ditampilkan. Interpretasi tersebut mungkin

termasuk deskripsi konsepsual dari sebuah scene seperti aktivitas, intensi, dan prilaku.

16 

Gambar 2.2.1.1 Computer Vision Hierarchy

2.2.1.2 Computer Vision Fields

Computer Vision secara signifikan menghadapi field seperti : image processing,

pattern recognition, dan photogrammetry.

Image processing berfokus pada manipulasi image untuk meningkatkan kualitas

dari image, untuk mengembalikan originalitas dari image atau untuk

mengkompres/mengdekompres size dari image.

17 

Pattern recognition mempelajari berbagai teknik (seperti teknik statistika, neural

network, support vector machines, dan lain-lain) untuk mengenali atau

mengklasifikasikan berbagai pola yang berbeda-beda.

Photogrammetry berhubungan dengan bagaimana cara untuk mendapatkan

pengukuran yang akurat serta terpercaya dari sebuah image. Photogrammetry berfokus

pada pengukuran yang akurat. Kalibrasi kamera dan rekontruksi 3D merupakan 2 area

yang paling diminati dalam penelitian photogrammetry maupun computer vision.

2.2.1.3 Computer Vision Applications

Contoh aplikasi dari computer vision:

• Proses Controlling -> Industri robot

• Navigasi -> kendaraan yang dapat berjalan sendiri

• Deteksi Event -> penghitungan jumlah orang

• Object Modelling ->medical image

2.2.1.4 Computer Vision Specific Task (Recognition)

Masalah klasik di dalam computer vision yaitu menentukan ada atau tidaknya

spesifik objek, fitur, maupun aktivitas dari data yang terdapat dalam citra atau video.

18 

Tahap-tahapnya :

Pengenalan Objek

Identifikasi

Pendeteksian

• Motion analysis

• Scene reconstruction

• Image restoration

• 3D volume recognition

2.2.2 Pre-Processing

Pre-processing merupakan sebuah proses untuk menghilangkan bagian-bagian

yang tidak diperlukan pada citra input untuk proses selanjutnya.

2.2.2.1 Tujuan

Tujuan dari pre-processing, antara lain:

• Menghilangkan noise

• Memperjelas fitur data

• Memperbesar atau memperkecil ukuran data

• Mengkonversi data asli agar diperoleh data yang sesuai kebutuhan

2.2.2.2 Contoh dari pre-processing

Contoh dari pre-processing adalah:

• Noise filtering

• Edge detection

• Pengubahan citra RGB menjadi gray-scale

19 

2.2.2.3 Tahapan

Tahap pre-processing dalam sistem pengenalan mesin dapat menangani persepsi

tingkat kecerahan serta masalah seperti pemulihan citra dan rekonstruksi citra. Sistem

akuisisi citra dalam prakteknya tidak sempurna dan memiliki resolusi terbatas. Metode

restorasi citra berurusan dengan memperkirakan citra asli dari citra yang rusak. Teknik

restorasi mengkompensasi degradasi sistem citra yang mungkin telah mengalami

perubahan, dan baru-baru ini, jaringan syaraf tiruan dibangun untuk restorasi citra.

Tingkat pre-processing berikutnya adalah tingkat menengah. Salah satu teknik

pengolahan terkenal tingkat menengah adalah fitur ekstraksi, yang terdiri dari pemetaan

suatu vektor observasi ke ruang fitur. Tujuan utama dari ekstraksi fitur adalah untuk

mengurangi data dengan mengukur fitur tertentu yang membedakan pola input. Untuk

ekstraksi ciri, orang dapat memilih subset dari vektor input yang diamati, atau salah satu

dapat mengubah vektor input pengamatan menggunakan beberapa aplikasi dasar fungsi.

Di dalam banyak ortogonal, vektor observasi diperoleh dengan sampling sebuah citra

masukan yang mewakili vektor observasi yang dipetakan ke fitur domain ruang. Data

dalam domain diubah, kemudian dapat diurutkan menurut tingkat signifikansi isi dan

kualitas pola diambil.

2.2.2.4 High Pass Filtering

High pass filtering adalah sebuah teknik untuk menajamkan gambar dijital

dengan cara mengkonvolusikan sebuah matriks kernel terhadap gambar dijital tersebut.

Hasil dari proses ini adalah gambar yang sudah ditajamkan kualitasnya. High pass

filtering biasanya menghasilkan noise berupa bintik-bintik pada gambar dijital. Karena

20 

hal ini biasanya teknik ini diikuti dengan teknik smoothing untuk mengurangi noise

tersebut.

2.2.2.5 Low Pass Filtering

Low pass filtering adalah sebuah teknik untuk mengurangi tingkat ketajaman

gambar dijital dengan cara mengkonvolusikan sebuah matriks kernel terhadap gambar

dijital tersebut. Low pass filtering biasanya dapat menghilangkan detail-detail yang ada

pada gambar. Karena itu, teknik harus dipakai dengan secukupnya agar detail yang

dibutuhkan pada gambar tidak hilang

2.2.2.6 Histogram Equalization

Metode ini biasanya akan mengangkat tingkat kontras gambar secara signifikan,

terutama apabila gambar tersebut memiliki tingkat variasi intensitas yang kecil. Metode

ini akan menyesuaikan sebaran intensitas pada histogram sehingga gambar dengan

tingkat kontras yang rendah sehingga menjadi gambar dengan tingkat kontras yang

tinggi.

Cara metode ini bekerja adalah dengan menyeimbangkan sebaran intensitas yang

sebelumnya terpusat pada bagian intensitas tertentu saja. Gambar seperti ini biasa

disebut juga sebagai gambar yang mostly dark atau gambar yang memiliki dominasi

pixel bernilai rendah dan juga gambar yang mostly bright atau gambar yang memiliki

dominasi pixel bernilai tinggi.

Dengan mengaplikasikan metode ini, maka gambar akan memiliki tingkat

sebaran intensitas yang tinggi, dan detail yang sebelumnya tidak terlihat akan menjadi

terlihat.

21 

2.2.3 Feature Extraction

Feature Extraction adalah proses pengambilan ciri-ciri yang unik dari data atau

image yang akan diolah. Selama 30 tahun terakhir ini, banyak teknik yang telah

dikembangkan untuk ekstraksi fitur, contohnya Fourier transform, moment invariants,

distribusi Wigner, Houghtransform, polymials ortogonal, fungsi gabor, dll.

Banyak model jaringan neural telah diusulkan untuk ekstraksi fitur. Masalah

pengakuan invariant objek sering ditangani pada tahap ekstraksi fitur karena, untuk

mempertimbangkan translasi, rotasi, dan perbedaan skala pada citra, sistem pengenalan

harus melatih lebih dari sejumlah besar sampel pelatihan. Untuk mendapatkan fitur

invariant, sifat-sifat transformasi Fourier sering digunakan.

Fitur tekstur (texture feature) sering digunakan untuk mengenali objek. Tekstur

umumnya diakui sebagai dasar untuk melakukan persepsi. Banyak metode statistik dan

struktural, serta model jaringan syaraf tiruan untuk menganalisis tekstur yang tersedia.

Metode statistik analisis tekstur didasarkan pada hubungan antara nilai piksel abu-abu

dalam citra. Ekstraksi fitur umumnya juga berkaitan dengan ekstraksi fitur tekstur. Di

dalam program yang kami buat, kami menggunakan GLCM (Gray Level Co-Occurrence

Matrix) dalam melakukan ekstraksi fitur.

2.2.3.1 Tujuan

Tujuan dari feature extraction antara lain:

• Memperkecil jumlah data

• Mengambil informasi yang penting dari data yang diolah

• Mempertinggi presisi pengolahan

22 

2.2.3.2 Contoh dari Feature Extraction

Berikut adalah beberapa cara ekstraksi fitur:

• Edge enhancement

• Separasi atau pemisahan warna

• Pencarian nilai-nilai ekstrim (tertinggi atau terendah)

• Penghitungan banyaknya sudut

2.2.4 ROI (Region of Interest)

ROI atau Region of Interest adalah bagian yang dipilih sebagai daerah yang

signifikan di dalam sebuah data yang akan diidentifikasi untuk tujuan tertentu. Konsep

ROI biasanya digunakan dalam pencitraan medis, oleh karena itu di sini kami

menggunakan konsep ini karena kami membahas tentang masalah kanker payudara. ROI

kami pakai untuk mendapatkan daerah yang lebih signifikan dari gambar mammogram

sehingga fitur dapat terlihat lebih jelas dan dapat menghasilkan ekstraksi fitur yang baik.

Tentunya hal ini akan membuat hasil yang lebih efektif dan efisien dibandingkan dengan

mendeteksi keseluruhan gambar mammogram.

2.2.5 GLCM (Gray Level Co-occurrence Matrix)

GLCM adalah matriks yang menjelaskan dan mencitrakan frekuensi level abu-

abu (grayscale) yang muncul dalam ruang linier tertentu yang mempunyai hubungan

dengan level abu-abu lainnya dalam bidang investigasi. Di sini, co-occurrence matrix

23 

dihitung berdasarkan dua parameter, yaitu jarak relatif antara pasangan piksel d yang

diukur dalam angka piksel dan orientasi relatif φ.

GLCM merupakan metode statistik untuk menghitung probabilitas co-occurance

dari fitur tekstural. Misalkan diberikan citra dengan f(x,y) berukuran Lr x Lc dengan set

tingkat keabu-abuan Ng, menetapkan matriks p(i,j,d, φ)sebagai

P(i,j,d, φ) = card { ((x1,y1),(x2,y2)) ∈ (Lr x Lc) x (Lr x Lc)

(x2,y2) =(x1,y1) + (d cos �, d sin �)

f(x1,y1) = i, f((x2,y2) = j,,0 ≤i,j < Ng}

dimana d menunjukkan jarak antara piksel (x1,y1) dan (x2,y2) di dalam citra φ

menunjukkan orientasi jajaran (x1,y1) dan (x2,y2), dan card { } menunjukkan nomor dari

elemen-elemen di dalam set.

 

Gambar 2.2.5 Proses untuk mendapatkan matriks GLCM

Citra I pada citra di atas diubah menjadi matriks GLCM, di mana nilai matriks

GLCM didapat dengan mengkalkulasikan jumlah setiap pasangan nilai piksel

bertetangga pada citra I dengan jarak d. Contoh di atas nilai piksel pada sudut kiri atas

bernilai 1 dan di sampingnya bernilai 1, kemudian dihitung banyaknya pasangan piksel

yang bernilai [1 1]. Dimensi matriks GLCM adalah sebesar n x n, di mana n adalah nilai

24 

piksel terbesar citra I. Berdasarkan contoh di atas, pasangan nilai piksel [1 1] berjumlah

1, lalu dibuat matriks GLCM pada titik (1, 1) dengan nilai 1. Demikian pula titik (1,2)

yang berasal dari jumlah pasangan [1 2] bernilai 2.

Untuk mengembangkan deskriptor yang disesuaikan dijelaskan di bagian

selanjutnya, maka diperlukan untuk menganalisis fitur dari mamografi.Dalam studi ini,

matriks GLCM dibangun untuk menghitung ROI di masing-masing arah 0°, 45°, 90°,

dan 135°.

Fitur tekstur yang dapat diekstraksi dari gray level co-occurrence matrices antara

lain adalah angular second moment, contrast, correlation, variance, inverse difference

moment, sum average, sum variance, sum entropy, entropy, different variant, dan

different entropy.

25 

2.2.6 Support Vector Machines (SVM)

Support Vector Machine (SVM) pertama kali diperkenalkan oleh Vapnik pada

tahun 1992 sebagai rangkaian harmonis konsep-konsep unggulan dalam bidang pattern

recognition (pengenalan pola). Sebagai salah satu metode pengenalan pola, usia SVM

terbilang masih relatif muda. Walaupun demikian, evaluasi kemampuannya dalam

berbagai aplikasi menempatkannya sebagai sebuah karya terbaik dalam pengenalan pola.

SVM adalah metode learning machine yang bekerja atas prinsip Structural Risk

Minimization (SRM) dengan tujuan menemukan hyperplane terbaik yang memisahkan

dua buah class pada input space.

Konsep dasar SVM sebenarnya merupakan kombinasi harmonis dari teori-teori

komputasi yang telah ada puluhan tahun sebelumnya, seperti margin hyperplane, kernel

diperkenalkan oleh Aronszajn tahun 1950 dan demikian juga dengan konsep-konsep

pendukung yang lain. Akan tetapi hingga tahun 1992, belum pernah ada upaya

merangkaikan komponen-komponen tersebut.

Berbeda dengan strategi neural network yang berusaha mencari hyperplane

pemisah antar kelas, SVM berusaha menemukan hyperplane yang terbaik pada input

space. Prinsip dasar SVM adalah linear classifier, dan selanjutnya dikembangkan agar

dapat bekerja pada problem non-linear, dengan memasukkan konsep kernel trick pada

ruang kerja berdimensi tinggi. Perkembangan ini memberikan rangsangan minat

penelitian di bidang pengenalan pola untuk investigasi potensi kemampuan SVM secara

teoritis maupun dari segi aplikasi. Dewasa ini SVM telah berhasil diaplikasikan dalam

aplikasi di dunia nyata dan secara umum memberikan solusi yang lebih baik

dibandingkan dengan metode konvensional seperti misalnya artificial neural network.

26 

Support Vector Machines (SVM) telah terbukti sukses diaplikasikan dalam

menyelesaikan masalah klasifikasi dan estimasi fungsi setelah pengenalan yang

dilakukan oleh Vapnik dalam konteks teori statistical learning dan structure risk

minimization. Vapnik mengkonstruksikan SVM standar untuk memisahkan data-data

pelatihan menjadi dua kelas.

2.2.6.1 Karakteristik SVM

Karakteristik SVM yaitu:

• Secara prinsip SVM adalah linear classifier

• Pattern recognition dilakukan dengan mentransformasikan data pada

input space ke ruang yang berdimensi lebih tinggi, dan optimisasi

dilakukan pada ruang vector yang baru tersebut. Hal ini membedakan

SVM dari solusi pattern recognition pada umumnya, yang melakukan

optimisasi parameter pada ruang \ hasil transformasi yang berdimensi

lebih rendah daripada dimensi input space.

• Menerapkan strategi Structural Risk Minimization (SRM)

• Prinsip kerja SVM pada dasarnya hanya mampu menangani klasifikasi

dua class.

27 

2.2.6.2 Kelebihan dan kekurangan SVM

Kelebihan SVM:

1. Generalisasi

Generalisasi didefinisikan sebagai kemampuan suatu metode untuk mengklasifikasikan

suatu pattern, yang tidak termasuk data yang dipakai dalam fase pembelajaran metode

tersebut.

Generalization error dipengaruhi oleh dua faktor: error terhadap training set dan

dimensi VC (Vapnik–Chervonenkis dimension). Jadi, SVM dapat meminimalkan error

pada training-set, juga meminimalkan dimensi VC.

2. Curse of dimensionality

Curse of dimensionality didefinisikan sebagai masalah yang dihadapi suatu metode

pattern recognition dalam mengestimasikan parameter (misalnya jumlah hidden neuron

pada neural network, stopping criteria dalam proses pembelajaran, dsb) dikarenakan

jumlah sampel data yang relatif sedikit dibandingkan dimensional ruang vektor data

tersebut. Semakin tinggi dimensi dari ruang vector informasi yang diolah, membawa

konsekuensi dibutuhkannya jumlah data dalam proses pembelajaran.

3. Feasibility

SVM dapat diimplementasikan relatif mudah, karena proses penentuan support vector

dapat dirumuskan dalam QP problem (Quadratic programming). Dengan demikian, jika

kita memiliki library untuk menyelesaikan QP problem, dengan sendirinya SVM dapat

diimplementasikan dengan mudah.

28 

Kekurangan SVM:

1. Sulit dipakai dalam problem berskala besar.

Skala besar dalam hal ini dimaksudkan dengan jumlah sample yang diolah.

2. SVM secara teoritik dikembangkan untuk problem klasifikasi dengan dua class

atau lebih. Namun demikian, masing-masing strategi ini memiliki kelemahan,

sehingga dapat dikatakan penelitian dan pengembangan SVM pada multiclass-

problem masih merupakan tema penelitian yang masih terbuka.

2.2.6.3 Tujuan SVM

Tujuan dari pelatihan pada SVM adalah untuk menemukan fungsi pemisah

(classifier) f (x) = ω . x + b sehingga kita dapat menggunakan classifier tersebut untuk

mengklasifikasi data. Training set yang digunakan : , di mana

berperan sebagai input dan menjadi output, mengindikasikan kelas.

Formulasi SVM dimulai dari asumsi bahwa kasus yang dapat dipisahkan secara linear

adalah:

Untuk kasus yang tidak dapat dipisahkan

Dimana menunjukkan sebuah pemetaan dari input menjadi sesuatu yang

disebut ruang fitur berdimensi tinggi. Dalam metode kernel suatu data x di input space

dipetakan ke kernel feature space yang lebih tinggi melalui map □ sebagai berikut :

29 

□ : x → □ (x). Karena itu data x di input space, menjadi □ (x) di kernel space. Dalam

kernel space ini, dot product dua vektor <x, x’> menjadi <□(x), □(x)’>. Suatu fungsi

kernel, K(x, x’), bisa digunakan untuk menggantikan dot product <□(x), □(x)’>. Untuk

setiap fungsi yang continuous dan positive definite, akan ada suatu pemetaan □, sehingga

K(x,y) = (□(x), □(y)) untuk semua x,y dimana adalah input space (Mercer’s

Theorem).

Dalam ruang ini, permukaan keputusan linear dibangun dengan property unik

yang menjamin kemampuan generalisasi yang tinggi dalam jaringan. Ditunjukkan dalam

citra diagram di bawah ini, bahwa fungsi kernel non-linear memungkinkan untuk

menghitung hyperplane pemisah dengan margin maksimum di feature space.

Gambar 2.2.6.3 Pemetaan ruang fitur menggunakan fungsi kernel

Kita harus menemukan, di antara semua hyperplane yang memisahkan data-data

sebuah jarak maksimum di antara kedua kelas. Masalah yang ada ditransformasikan

ke dalam bentuk Quadratic Programming (QP) problem.

s.t

dimana C adalah parameter yang ditransaksikan antara error dengan margin.

30 

Quadratic Programming adalah suatu teknik optimisasi yang meminimalisasi

sejumlah n dalam notasi matriks. Masalah Quadratic Programming dapat dipecahkan

dengan menggunkan lagrangian multipliers Solusi yang dihasilkan memenuhi

kondisi Karush-Kuhn-Tucker (KKT). dapat dicari dengan menggunakan

Dimana bukan nol dan adalah support vector. Decision boundary hanya ditentukan

oleh support vector. Diketahui menjadi titik-titik dari s support vector.

Maka kita dapat menuliskan kembali fungsi yang ada menjadi:

Masalah Quadratic Programming dipecahkan dengan menambahkan Dual Problem

Dengan kernel trick (Mercer’s Theorem)

2.2.6.4 Pengenalan Pola dalam Support Vector Machines

Konsep SVM dapat dijelaskan secara sederhana sebagai usaha mencari

hyperplane terbaik yang berfungsi sebagai pemisah dua buah kelas pada input space.

Gambar di bawah memperlihatkan beberapa pola yang merupakan anggota dari dua

buah kelas: +1 dan -1. Pola yang tergabung pada kelas -1, disimbolkan dengan warna

31 

biru (lingkaran). Masalah klasifikasi dapat diterjemahkan sebagai usaha menemukan

garis (hyperplane) yang memisahkan antara kedua kelompok tersebut. Berbagai

alternative garis pemisah (discrimination boundaries) ditunjukkan pada gambar (a).

Gambar 2.2.6.4a Garis-garis yang merupakan discrimination boundaries

Gambar 2.2.6.4b Pemisah antar class

32 

2.2.6.5 Pelatihan dengan Support Vector Machine

Penggunaan SVM baik dalam bentuk supervised pada prinsipnya dipakai untuk

menyelesaikan sebuah permasalahan quadratic programming. Oleh karena itu, proses

pelatihannya hampir sama dan tahapannya dapat dilihat pada gambar di bawah ini, akan

tetapi untuk unsupervised learning dengan SVM, data pelatihan dan data pengujian

adalah data yang sama. Selain itu, untuk proses pelatihannya dapat juga hanya

menggunakan sebagian data dari data pengujian sehingga proses waktu pelatihan

menjadi lebih singkat, tetapi hal ini mungkin menurunkan akurasi pada tahap pengujian.

Sedangkan untuk supervised learning justru sebaliknya, dapat meningkatkan akurasi

pada tahap pengujiannya.

Gambar 2.2.6.5 Pelatihan dengan SVM

Batas kemampuan komputasi fungsi linear dibahas pada tahun 1960-an oleh

Minsky dan Papert. Secara umum, pada kasus dunia nyata, pengklasifikasian domain

permasalahan memerlukan ekspresi yang lebih kompleks dibanding fungsi linear

(misalnya fungsi polynomial, eksponensial, atau fungsi periodik). Trik kernel

33 

menawarkan solusi dengan memproyeksikan data ke dalam ruang dimensi yang lebih

tinggi (disebut juga dengan feature space) untuk meningkatkan kemampuan komputasi

fungsi linear. Yang dimaksud dengan dimensi di sini adalah ruang dimensi vektor w

berada, yang akan mempengaruhi besar nilai n.

Adapun pemetaan ke ruang dimensi yang lebih tinggi dilakukan untuk

memetakan input ke ruang dimensi yang baru, di mana diharapkan bahwa pada ruang

dimensi yang baru, domain input dapat dipisahkan oleh suatu vektor sederhana, yang

tidak dapat dilakukan sebelumnya pada ruang dimensi awal. Adapun salah satu

pemetaan ulang data, dapat dicapai dengan memetakan

Sehingga fungsi penentu berubah menjadi:

1. Kernel Linear

Gambar 2.2.6.5a Pemetaan Kernel Linear

34 

2. Kernel Polynomial

Gambar 2.2.6.5b Pemetaan Kernel Polynomial

X= Support Vector

X’= Besarnya Vector

Fungsi Kernel polynomial bersifat directional, yaitu output tergantung pada arah

2 vector dalam ruang dimensi rendah. Hal ini disebabkan produksi titik di dalam kernel

yang menunjukkan bentuk dua dimensi yang jumlahnya banyak. Semua vektor dengan

arah yang sama akan lebih tinggi dari output kernelnya, yang besar dari outputnya juga

tergantung pada besarnya vektor.

3. Kernel Radial Basis Function

Gambar 2.2.6.5c1 Pemetaan Kernel RBF

35 

Gambar 2.2.6.5c2 Kiri : Original space, Kanan : Feature Space

Fungsi radial basis yang sering digunakan adalah fungsi gaussian karena

mempunyai sifat lokal, yaitu bila input dekat dengan rata–rata (pusat), maka fungsi akan

menghasilkan nilai satu, sedangkan bila input jauh dari rata–rata, maka fungsi

memberikan nilai nol.

4. Kernel Sigmoid

Gambar 2.2.6.5d Pemetaan Kernel Sigmoid