bab 2 elek2 an

23
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PENCABUTAN GIGI Pencabutan gigi merupakan tindakan pengambilan jaringan gigi dari rongga mulut apabila gigi tersebut tidak dapat dipertahankan lagi. Pasca pencabutan gigi akan menyebabkan rusaknya jaringan penyangga disekitar gigi termasuk sebagian tulang yang menyokong gigi tersebut (Zerb, dkk., 1985). Pencabutan gigi yang ideal adalah pencabutan tanpa menimbulkan rasa sakit dengan trauma minimal terhadap jaringan disekitar gigi, sehingga bekas pencabutan dapat sembuh dengan sepurna dan tidak terdapat masalah prostetik pada masa yang akan datang (Howe, 1999). Menurut Starshak (1980) dan Kruger (1974), indikasi dilakukannya pencabutan gigi adalah sebaga berikut : 1. Gigi dengan patologis pulpa, baik akut maupun kronik, yang tidak mungkin dilakukan terapi endodontik harus dicabut. 2. Gigi dengan karies yang besar, baik dengan atau tanpa penyakit pulpa atau periodontal, harus dicabut ketika restorasinya akan menyebabkan kesulitan keuangan bagi pasien dan keluarga. 3. Penyakit periodontal yang terlalu parah untuk dilakuka perawata merupakan indikasi ekstraksi.

Upload: mahendra-prihandana

Post on 30-Nov-2015

21 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB 2 Elek2 An

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 PENCABUTAN GIGI

Pencabutan gigi merupakan tindakan pengambilan jaringan gigi dari

rongga mulut apabila gigi tersebut tidak dapat dipertahankan lagi. Pasca

pencabutan gigi akan menyebabkan rusaknya jaringan penyangga disekitar gigi

termasuk sebagian tulang yang menyokong gigi tersebut (Zerb, dkk., 1985).

Pencabutan gigi yang ideal adalah pencabutan tanpa menimbulkan rasa sakit

dengan trauma minimal terhadap jaringan disekitar gigi, sehingga bekas

pencabutan dapat sembuh dengan sepurna dan tidak terdapat masalah prostetik

pada masa yang akan datang (Howe, 1999).

Menurut Starshak (1980) dan Kruger (1974), indikasi dilakukannya

pencabutan gigi adalah sebaga berikut :

1. Gigi dengan patologis pulpa, baik akut maupun kronik, yang tidak mungkin

dilakukan terapi endodontik harus dicabut.

2. Gigi dengan karies yang besar, baik dengan atau tanpa penyakit pulpa atau

periodontal, harus dicabut ketika restorasinya akan menyebabkan kesulitan

keuangan bagi pasien dan keluarga.

3. Penyakit periodontal yang terlalu parah untuk dilakuka perawata merupakan

indikasi ekstraksi.

4. Gigi malposisi dan overeruption.

5. Gigi impaksi dalam denture bearing area harus dicabut sebelum dilakukan

pembuatan protesa.

6. Gigi yang mengalami trauma harus dicabut untuk mencegah kehilangan

tulang yang lebih besar lagi.

7. Beberapa gigi yang terdapat pada garisfraktur rahang harus dicabut untuk

meminimalisasi kemungkinan infeksi, penyembuhan yang tertunda atau tidak

menyatunya rahang.

8. Tipe dan desain protesa gigi dapat membutuhkan satu atau beberapa gigi yang

sehat sehingga dapat dihasilkan protesa yang diharapkan.

9. Ekstrasi profilaksis harus diperhatikan.

Page 2: BAB 2 Elek2 An

10. Pasien yang sedang menjalani terapi radiasi.

Ada beberapa kontraindikasi untuk dilakukannya tindakan pencabutan

gigi. Menurut Laskin (1985) kontraindikasi pencabutan gigi adalah sebagai

berikut :

1. Infeksi mulut akut seperti necrotizing ulcerative gingivitis atau herpetic

gingivostomatitis.

2. Gigi pada area yang pernah mengalami radiasi juga tidak boleh dilakukan

pencabutan karena dapat mengakibatkan terjadinya osteonecrosis.

3. Pasien yang memiliki riwayat penyakit sistemik tidak terkontrol seperti

peyakit diabetes mellitus dan blood dyscrasias.

Pada dasarnya hanya ada dua cara pencabutan gigi. Cara pertama yang

sering dilakukan pada kebanyakan kasus, biasanya disebut pencabutan dengan

tang yang masih dibagi menjadi pencabutan dengan tang atau elevator (bein), atau

keduanya. Metode pencabutan gigi yang lain adalah dengan membuang sebagian

tulang yang menutupi akar gigi kemudian pencabutan dilakukan dengan

menggunakan tang atau bein. Teknik ini sering disebut metode bedah (Howe,

1999).

Pencabutan gigi pada dasarnya dapat menimbulkan kerusakan pada

jaringan sekitarnya, kerusakan dapat disebabkan oleh proses trauma saat

dilakukan pencabutan atau karena faktor patologis. Respon dari adanya kerusakan

atau kehilangan jaringan adalah dengan beregenerasi atau mengganti jaringan

yang hilang atau rusak. Proses awal dari regenerasi atau penggantian jaringan

yang rusak adalah melalui proses peradangan (Ardhiyanto, 2007).

2.2 Radang (Inflamasi)

Radang adalah stimulus (rangsangan) eksogen dan endogen yang sama

yang menyebabkan jejas sel juga menimbulkan reaksi kompleks pada jaringan

ikat yang memiliki vaskularisasi yang dinamakan inflamasi (peradangan).

Peradangan dapat didefinisikan sebagai reaksi jaringan terhadap cedera yang

secara khas terdiri atas respons vaskular dan selular, yang bersama-sama berusaha

menghancurkan substansi yang dikenali sebagai zat asing untuk tubuh (Jan

Page 3: BAB 2 Elek2 An

Tambayong, 2000). Dalam arti yang paling sederhana inflamasi adalah suatu

respon protektif yang ditujukan untuk menghilangkan penyebab awal jejas sel

serta membuang sel dan jaringan nekrotik yang diakibatkan oleh kerusakan asal

(Kumar, Cotran dan Robbins, 2007). Inflamasi merupakan respon protektif

setempat yang ditimbulkan oleh cidera atau kerusakan jaringan yang berfungsi

menghancurkan, mengurangi atau mengurung (sekuestrasi) baik agen cidera

maupun jaringan yang cidera itu (Dorland, 2003). Radang juga merupakan reaksi

jaringan hidup terhadap semua bentuk jejas atau injuri, dalam reaksi ini ikut

berperan pembuluh darah, syaraf, cairan dan sel-sel tubuh ditempat jejas atau

injury (Sander, 2010). Menurut Katzung (2003) radang ialah suatu proses yang

dinamis dari jaringan hidup atau sel terhadap suatu rangsang atau injury (jejas)

yang dilakukan terutama oleh pembuluh darah (vaskuler) dan jaringan ikat

(connective tissue). Jadi radang bukan suatu penyakit melainkan suatu manifestasi

dari suatu penyakit. Radang dapat memberikan pengaruh yang menguntungkan,

yaitu penghancuran mikroorganisme yang masuk dan pembuatan dinding pada

rongga abses, sehingga akan mencegah penyebaran infeksi.

2.2.1 Jenis Keradangan

1. Radang akut

Radang akut adalah awal atau perubahan dini, terjadi daalam beberapa

jam atau hari dan menunjukkan usaha tubuh untuk menghancurkan atau

menetralkan agen penyebab. Salah satunya adalah trauma mekanis, yang didapat

melalui pencabutan gigi (Lawler, dkk., 1992).

Ciri lokal peradangan akut secara makroskopis adalah sebagai berikut :

a) Rubor (kemerahan)

Kemerahan merupakan hal pertama yang terlihat, hal ini disebabkan

vasodilatasi dari arteriol yang mensuplai darah ke daerah tersebut, sehingga

banyak darah mengalir ke mikrosirkulasi lokal (Price dan Wilson, 2005).

b) Kalor (panas)

Panas berjalan bersama kemerahan yang terjadi pada peradagan akut. Daerah

peradangan pada kulit menjadi lebih panas dari sekelilingnya, karena lebih

Page 4: BAB 2 Elek2 An

banyak darah (pada suhu 370C) yang disalurkan dari dalam tubuh

kepermukaan lokasi cedera daripada disalurkan ke lokasi yang normal (Price

dan Wilson, 2005).

c) Turgor (pembengkakan)

Pembengkakan ditimbulkan oleh pengirman cairan dan sel-sel dari sirkulasi

darah ke jaringan-jaringan interstisial. Campuran cairan dan sel yang

tertimbun didalamnya disebut eksudat. Eksudat inilah yang menimbulkan

pembengkakan (Price dan Wilson, 2005).

d) Dolor (rasa sakit)

Rasa sakit ditibulkan melalui berbagai cara, pengeluaran zat kimia tertentu

seperti histamin atau zat kimia bioaktif lainnya dapat merangsang saraf.

Selain itu, keradangan mengakibatkan peningkatan tekanan lokal yang

menimbulkan rasa sakit (Price dan Wilson, 2005).

e) Functio Laesa (perubahan fungsi)

Pada daerah yang bengkak dan sakit disertai dengan sirkulasi yang abnormal

dan lingkungan kimiawi lokal yang abnormal akan berfungsi secara abnormal

(Price dan Wilson, 2005).

2. Radang kronik

Radang kronik merupakan inflamasi memanjang berminggu-minggu,

berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun. Inflamasi kronik ditandai dengan infiltrasi

sel monokuler yang mencakup makrofag, limfosit dan sel plasma, destruksi

jaringan yang sebagian besar diatur oleh sel radang. Radang kronik terjadi jika

radang akut tidak dapat mengatasi agen yang menetap atau karena gangguan

proses penyembuhan (Robbins et al., 2007).

2.3 Penyembuhan Luka

Pencabutan gigi merupakan salah satu luka akibat trauma mekanis yang

dapat menimbulkan keradangan (Yuwono, dkk., 2001). Radang dibagi menjadi

akut dan kronis, tetapi dalam praktek, hal ini dapat tumpang tindih dan keduanya

dapat muncul bersamaan. Radang akut adalah awal atau perubahan dini, terjadi

Page 5: BAB 2 Elek2 An

daalam beberapa jam atau hari dan menunjukkan usaha tubuh untuk

menghancurkan atau menetralkan agen penyebab. Salah satunya adalah trauma

mekanis, yang didapat melalui pencabutan gigi (Lawler, dkk., 1992).

Luka adalah rusaknya kesatuan atau komponen jaringan, yang secara

spesifik terdapat sisa-sisa jaringan yang rusak atau hilang. Keadaan luka pada

rongga mulut sering dijumpai, biasanya disebabkan agen-agen fisik atau kimia

berupa makanan dan minuman panas, benda tajam, dan aspirin (Rosanto et al,

2012). Penyembuhan merupakan suatu proses terjadinya penggantian sel-sel mati

oleh sel hidup. Sel-sel baru ini berasal dari regenerasi sel parenkim atau sel

fibroblas jaringan ikat pembentuk parut (Robbin, et al., 1995).

2.3.1 Proses Penyembuhan Luka

Menurut Saleh (1991), keradangan pada proses penyembuhan berlangsung

melalui suatu proses yang berkesinambungan dan lebih jelas bila proses ini dibagi

menjadi empat tahap, yaitu :

a. Inflamasi traumatis, (sampai hari ke-3). Rusaknya pebuluh darah

menyebabkan terbentuknya koagulum yang mengisi celah antara kedua tepi luka.

Koagulum ini lengkap terbentuk setelah 24 jam, dan akan menutup luka secara

efektif. Akan terjadi vasodilatasi lokal dengan eksudat lekosit dan serum,

sehingga daerah sekitar luka berubah warna menjadi kemerahan, membengkak

serta menjadi panas. Reaksi inflamasi ini merupakan proses fisiologis normal dan

tidak boleh disalah artikan sebagai infeksi.

b. Tahap destruksi, (hari ke-2 hingga ke-5). Lekosit polimorfonuklear dan

makrofag akan menghancurkan bakteri serta jaringan mati. Makrofag juga

merangsang pembentukan fibroblas yang berperan dalam sintesis kolagen.

Pemecahan fibrin dan jaringan nekrosis oleh proses enzimatis akan meningkatkan

osmolalitas, yang bersama-sama dalam peningkatan vaskularisasi akan menambah

pembengkakan didaerah luka.

c. Tahap proliferasi, (hari ke-3 hingga ke-24). Pada tahap ini terbentuk

jaringan granulasi, yang sebenarnya lengkung-lengkung kapiler yang ditunjang

oleh kolagen. Sintesis kolagen oleh fibroblas mencapai puncaknya pada hari ke

Page 6: BAB 2 Elek2 An

lima sampai hari ketujuh. Proses sintesis ini banyak terpengaruh pada

vaskularisasi dan perfusi didaerah luka, dan mencapai hasil optimal dalam

lingkungan yang sedikit asam. Dengan terbentuknya serat-serat kolagen matang

yang saling menjalin, kekuatan luka menahan regangan meningkat secara cepat.

Hal ini karena sintesis kolagen berlangsung dalam kecepatan tetap.

d. Tahap pematangan, (hari ke24 sampai bulan ke-12). Vaskularisasi

berkurang secara progresif, dan jaringan granulasi yang kemerahan serta banyak

mengandung pembuluh darah akan bertukar dengan parut yang lebih datar. Secara

perlahan warna parut akan kembali normal seperti kulit biasa.

2.3.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka

Proses penyembuhan dipengaruhi oleh faktor lokal dan sistemik. Faktor

lokal seperti kontaminasi mikroorganisme, oklusi merupakan faktor yang sering

menghambat penyembuhan jaringan. Menghilangkan plak dan semua faktor yang

mempermudah retensi plak serta menghilangkan tekanan yang berlebihan, dapat

meningkatkan regenerasi tulang dan menghasilkan perlekatan jaringan baru.

Kelainan sistemik dapat mempengaruhi atau menghambat penyembuhan jaringan

setelah perawatan periodontal; penyembuhan jaringan akan terhambat pada

penderita dengan infeksi menyeluruh, penderita diabetes mellitus, pada keadaan

defisiensi nutrisi tertentu, penderita dengan penyakit infeksi yang melemahkan

tubuh. Faktor hormonal juga berpengaruh; pemberian glukokortikoid seperti

kortison dapat menghalangi proses perbaikan jaringan, menekan reaksi radang

atau menghambat pertumbuhan fibroblas, pembentukan kolagen dan sel endotel.

Stres sistemik, penangkatan kelenjar tiroid, pemberian hormon testosteron,

hormon adenokortikotropik dan estrogen dalam dosis besar, akan menekan

pembentukan jaringan granulasi serta menghambat penyembuhan (Syafril, 1996).

Adapun nutrisi yang berperan dalam proses penyembuhan adalah vitamin C,

vitamin A, vitamin K, seng, zat besi, tiamin, riboflavin, asam pontotenik,

tembaga, dan magnesium (Thompson, 2003).

Page 7: BAB 2 Elek2 An

2.4 Fibroblas

Fibroblas merupakan salah satu sel jaringan ikat dalam rongga mulut yang

paling khas dan berperan penting dalam perkembangan dan pembentukan struktur

jaringan. Fibroblas memiliki sifat serbaguna, yaitu selain fungsi utamanya

membentuk komponen matriks ekstraseluler jaringan ikat (kolagen, elastik, dan

oxytalin) juga berfungsi untuk memproduksi substansi dasar, bisa berproliferasi

dengan cepat, serta memiliki kemampuan berdiferensiasi menjadi sel jenis lainnya

sesuai kebutuhan. Fibroblas adalah sel yang aktif berproliferasi pada keadaan

normal yaitu pada proses remodeling atau dalam proses perbaikan dan

penyembuhan jaringan yang rusak, sedangkan pada saat fibroblas relatif inaktif,

biasanya disebut fibrosit (Purnami, 2003).

Fibroblas menghasilkan komponen ekstrasel, namun ketika sel ini tidak

aktif dalam menghasilkan serat, disebut fibrosit. Sel fibroblas paling banyak

ditemui pada jaringan ikat dan akan berpoliferasi serta lebih aktif mensintesis

komponen matriks sebagai respon terhadap adanya cedera (Fawcett, 2002;

Junqueira, 2007).

2.4.1 Struktur Sel Fibroblas

Menurut Dorland (2002), sel fibroblas merupakan sel pipih memanjang

dengan tonjolan-tonjolan sitoplasmik disetiap ujungnya, memiliki inti yang

vesikular, oval, pipih. Sel fibroblas memiliki dua tahap aktivitas yaitu aktif dan

diam. Sel dengan aktivitas sintetik yang besar secara morfologi berbeda denga sel

fibroblas tenang yang tersebar dalam matriks yang telah dibuatnya (Mescher,

2010).

Sel fibroblas aktif memiliki banyak sitoplasma yang bercabang-cabang

tidak teratur. Intinya lojong, besar dan pucat dengan kromatin halus dan anak inti

yang jelas. Sel fibroblas yang diam atau biasa yang disebut dengan sel fibrosit,

selnya lebih kecil dari pada sel fibroblas yang aktif. Sel fibrosit cenderung

berbentuk gelondong dengan lebih sedikit cabang-cabangdari pada sel fibroblast.

Sel tersebut memiliki inti yang panang, lebih gelap, lebih kecil dan sitoplasmanya

bersifat acidofilik serta mengandung sedikit retikulum endoplasma kasar. Bila

Page 8: BAB 2 Elek2 An

cukup dirangsang, sel fibrosit bisa berubah menjadi sel fibroblas dan aktivitas

sintetiknya diaktifkan kembal(Mescher, 2010).

Menurut Fawcet (2002), sel fibroblas tersebar sepanjang berkas serat

kolagen dan tampak pada sediaan sebagai sel fusiform dengan ujung-ujung

meruncing. Dalam situasi lain, sel-sel mungkin terlihat sebagai sel-sel stelata

gepeng dengan beberapa cabang langsing. Inti panjangnya selalu jelas, namun

garis bentuk selnya sukar dilihat.

2.4.2 Peran Sel Fibroblas pada Proses Penyembuhan Luka

Sel fibroblas berperan penting dalam proses penyembuhan luka. Secara

umum, sel fibroblas berperan dalam membuat serat-serat kolagen, retikulin,

elastin, glikosamioglikan dan glikoprotein. Pada orang dewasa, sel fibroblas

dalam jaringan ikat jarang mengalami pembelahan. Mitosis hanya tampak bila

organisme memerlukan sel fibroblas tambahan pada saat jaringan ikat mengalami

cedera (Mescher, 2010)

Penyembuhan luka akibat pencabutan gigi termasuk penyembuhan luka

dengan intensi sekunder yang terdiri dari empat komponen umum yaitu

angiogenesis, migarisa dan poliferasi sel fibroblas, deposisi ECM, maturasi dan

reorganisasi jaringan fibrosa. Sel fibroblas memiliki peran penting pada proses

fibrosis yang melibatkan dua dari keempat komponen tersebut yaitu migrasi dan

proliferasi sel fibroblas serta induksi proliferasi sel fibroblas dan sel endotel.

Beberapa faktor yang merangsang migrasi, proliferasi dan merangsang sel

fibroblas untuk mensitesis kolagen serta matriks ekstraseluler adalah FGF

(fibroblas growth factor), PDGF (platelet growth factor), dan TGF β

(transforming growth factor) (Chandrasoma, 2005).

Pada saat proses penyembuhan mengalami kemajuan, jumlah sel fibroblas

yang berpoliferasi dan pembuluh darah baru akan berkurang. Namun secara

progresif sel fibroblas akan lebih mengambil fenotip sintesis sehingga terjadi

peningkatan deposisi ekstraseluler matriks. Pada akhirnya, bangunan dasar

jaringan granulasi berkembang menjadi suatu jaringan parut. Saat jaringan parut

menjadi matang, akhirnya regresi pembuluh darah akan mengubah jaringan

Page 9: BAB 2 Elek2 An

granulasi yang sangat banyak pembuluh darahnya menjadi suatu jaringan parut

yang pucat dan sangat avaskular (Robbins, 2007).

2.5 Teh Hijau

Tanaman yang memiliki nama latin Camelia sinensis ini, menurut sejarah

pertama kali dikenal oleh kaisar Shen Nung di Cina pada tahun 2737 sebelum

Masehi dan mulai ditanam di Indonesia sejak tahun 1826. Tanaman teh ini

dipilah-pilah berdasarkan asalnya maka dikenal teh Cina, Srilanka, Jepang,

Indonesia atau teh Afrika. Tetapi teh hijau sendiri banyak dihasilkan dari teh asal

Cina, tepatnya didaerah Ting Ting Taiwan (Kamil dan Badrudin, 2003).

Terdapat beberapa jenis variestas Camelia sinesis yang dikenal yaitu

Camelia sinesis varietas Sinesis (teh cina) dan Camelia sinesis varietas Assamica

(teh asam). Teh yang tumbuh di Indonesia sebagian besar merupakan varietas

Assamica.Varietas Assamica memiliki bentuk daun besar dengan ujung yang

meruncing (Dalimartha, 1999). Teh ini memiliki kelebihan dalam hal kandungan

katekinnya (zat bioaktif utama dalam teh) yang lebih besar. Oleh karena itu, jenis

teh ini sangat potensial untuk dikembangkan menjadi produk yang bermanfaat

untuk kesehatan (Hartoyo, 2003).

Menurut Syamsul bahri (1996), klasifikasi tanaman teh yaitu :

Divisi : Spermatophyta (tumbuhan biji)

Sub Divis : Angiospermae (tumbuhan biji terbuka)

Kelas : Dicotyledonae (tumbuhan biji belah)

Ordo : Parietales

Sub Ordo : Theineae

Famili : Theaceae

Genus : Camellia

Spesies : Camelia sinesis

2.5.1 Morfologi Daun Teh

Daun berbau khas aromatik dan rasanya agak sepet, tentang uraian

makroskopiknya sebagai berikut :

Page 10: BAB 2 Elek2 An

a. Helai-helai daun dapat dikatakan cukup tebal, kaku, berbentuk melembar dan

memanjang. Panjangnya tidak lebih dari 5 cm, bertangkai pendek.

b. Permukaan daun bagian atas mengkilap, pada daun permukaan bawahnya

berambut.

c. Tepi daun bergerigi, agak tergulung kebawah, berkelenjar yang khas dan

terbenam.

(Kartasapoetra, 1992)

2.5.2 Kandungan Kimia Dan Khasiat Daun Teh

Daun teh mengandung kafein (2-3%), theobromin, theofillin, tanin,

minyak atsiri dan natural flouride (Dalimartha, 1999). Teh juga mengandung

vitamin C dan E, catechin serta sejumlah mineral seperti Zn, Se (Hartoyo, 2003).

1. Catechin.

Kandungan catechin dala teh hijau mempunyai daya antimikroba, bersifat

bakterisid atau bakteriostatik, tergantung konsentrasinya. Pada konsentrasi

hambat minimalnya mampu menghambat aktivitas biolgis S. Mutans (Owen,

dkk., 1997).

2. Tanin.

Tanin berfungsi sebagai astrigent, yakni suatu zat yang mengendapkan

protein dari pada selaput lendir mulut, lidah, kerongkongan, lambung dan

usus, sehingga organ-organ tersebut mengeras secara temporer (Tjiang,

1993).

3. Flouride.

Daun teh diketahui mengandung fluor sebanyak 35 ppm – 339 ppm, yang

telah dikenal turut mejaga kesehatan gigi. Penghambatan fluor S. Mutans

antara lain dengan meghambat terjadinya translokasi gula dalam sel,

menghambat transpor kation dan penimbunannya dalam sel serta

menghambat enzim fosfatase sel (Hartoyo, 2003).

Page 11: BAB 2 Elek2 An

4. Kafein.

Kafein dalam teh mampu mengatasi kelesuan dan kecemasan, adanya

kandungan kafein yang cukup tinggi mampu menekan stress atau kecemasan

dan meningkatkan kerja organ (Tjiang, 1993).

5. Vitamin K.

Kandungan vitamin K yang cukup tinggi pada teh berfungsi dalam

pembekuan darah mampu mencegah perdarahan yang berkepanjangan

(Tjiang, 1993).

6. Vitamin E.

Secara kimiawi, vitamin E adalah alpha tocopherol (Dorland, 1996). Dimana

telah dijelaskan bahwa tocopherol bersama tanin, katekin, dan flouride

berperan dalam mencegah erosi asam pada gigi.

7. Vitamin C.

Vitamin C membantu memperkuat daya tahan tubuh dan memelihara

kesehatan gusi (Hartoyo, 2003).

8. Theobromin.

Digunakan sebagai diuretik, relaksan otot polos dan stimulan miokardium

serta vasodilator (Dorland, 1996).

9. Theofilin.

Merupakan relaksan otot polos, untuk kerja stimulan miokardium,

vasodilatorkoroner, diuretik dan stimulan pusat pernafasan (Dorland, 1996).

10. Selenium (Se).

Unsur pokok yang berkaitan erat dengan vitamin E dalam menjalankan

fungsinya (Dorland, 1996).

11. Zinc (Zn).

Zn penting untuk sintesa protein dan pembelahan sel (Dorland, 1996).

12. Minyak Atsiri.

Bersifat antiseptik yaitu bahan yang dapat menghambat pertumbuhan dan

perkembangan bakteri (Wiyanti, 2001).

Page 12: BAB 2 Elek2 An

2.6 Hipotesa

Pemberian ekstrak teh hijau dapat meningkatkan jumlah sel fibroblast

pada soket gigi pasca pencabutan.

2.7 Kerangka Konsep Penelitian

Pencabutan Gigi

Kerusakan Akibat Pencabutan

Vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas pembuluh dara, sel radang menuju daerah ijuri Fase Inflmasi

Pemberian ekstrak teh hijau

Migrasi sel fibroblas

Pelepasan faktor pertumbuhan (TGF β1)

Fase Epitelisasi

Fase fibroblastik

Fase remodelling

Page 13: BAB 2 Elek2 An

Keterangan Kerangka Konseptual

Pencabutan gigi menyebabkan kerusakan jaringan disekitarnya

(Ardhiyanto, 2007). Proses penyembuhan luka diawali dengan respon inflamasi,

epitelisasi, fibroblasik, dan remodeling (Sabiston, 1995). Adanya kerusakan yang

terjadiakan menimbulkan respon berupa inflamasi. Respon tersebut ditandai denga

vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas pembuluh darah sehingga sel radang

dapat menuju daerah injuri (Peterson et al., 1998). Pada fase inflamasi terjadi dari

hari ke-0 sampai hari ke-5.

Fase epitelisasi ditandai dengan adanya epitel yang menutupi luka, selapis

tipis epitel akan terbentuk dalam waktu 48 jam (Sabiston, 1995). Fase fibroplasia

juga dimulai pada minggu pertama diawali pada hari ke-3 dengan pertumbuhan

dari sel fibroblas dan pembuluh darah kapiler. Sel fibroblas akan meningkat

secara signifikan pada hari ke-3 sampa hari ke-7. Pada fase ini, sel fibroblas akan

menghasilkan kolagen yang sangat diperlukan untuk memperkuat luka. Kekuatan

dari luka akan meningkat dengan cepat selama tahap fibroplastik sekitar 2-3

minggu. Tahap remodeling merupakan tahap akhir dari penyembuhan luka.

Selama tahap ini, serabut kolagen baru yang lebih kuat untuk menahan luka dari

tekanan. Pada akhir tahap remodeling akan terjadi konstraksi dari luka. Selama

konstraksi luka, tepi dari luka akan menutup satu sama lain sehingga ukuran luka

mengecil (Peterson et al., 1998).

Ekstrak teh hijau diberikan sesaat setelah pencabutan, diharapkan dapat

mempercepat proses penyembuhan luka. Telah diketahui bahwa kandungan yang

terdapat dalam teh hijau dapat merangsang pelepasan faktor pertumbuhan (TGF

β1) sehingga meningkatkan migrasi dari beberapa sel termasuk myofibroblas,

fibroblas dan makrofag pada daerah luka serta dapat meningkatkan pembentukan

kolagen (Wijayanto, 2009).

Page 14: BAB 2 Elek2 An
Page 15: BAB 2 Elek2 An
Page 16: BAB 2 Elek2 An