bab 13, 14 rekombinasi

19
BAB 13 KONJUGASI PADA BAKTERI Konjugasi adalah suatu proses transfer informasi genetic satu arah yang terjadi melalui kontak sel langsung antara suatu sel bakteri donor dan suatu sel resipient. Konjugasi juga diartikan sebagai fusi temporer dua organism sel tunggal dalam rangka transfer seksual materi genetic. Lederberg dan Tatum mempelajari dua strain E. coli yang berbeda kebutuhan nutrisinya, yaitu strain A dan B. strain A bergenotif met bio thr + leu + thi+ sedangkan strain B bergenotip met + bio + thr leu thi. Strain yang memiliki genetic wild – type tidak membutuhkan tambahan nutrisi terkait dalam medium pertumbuhan. Strain yang membutuhkan tambahan nutrisi dalam medium pertumbuhan agar dapat hidup disebut auxotroph. Di lain pihak suatu strain yang tergolong wild- type untuk seluruh gen yang bersangkutan dengan kebutuhan nutrisi disebut prototroph. Jelaslah bahwa suatu bakteri prototroph mampu hidup dalam medium minimal. Sebagai control kedua strain ditumbuhkan pada medium minimal secara terpisah pada medium minimal. Sebaliknya pada medium tempat kultur campuran A dan B, ternyata beberapa koloni dapat tumbuh.kenyataan itu membuktikan bahwa koloniitu mampu mensisntesi sendiri nutrisi tertentu yang kurang atau bahkan tidak

Upload: gentongcantik

Post on 05-Dec-2015

59 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

rekombinasi

TRANSCRIPT

Page 1: Bab 13, 14 Rekombinasi

BAB 13

KONJUGASI PADA BAKTERI

Konjugasi adalah suatu proses transfer informasi genetic satu arah yang

terjadi melalui kontak sel langsung antara suatu sel bakteri donor dan suatu sel

resipient. Konjugasi juga diartikan sebagai fusi temporer dua organism sel tunggal

dalam rangka transfer seksual materi genetic. Lederberg dan Tatum mempelajari

dua strain E. coli yang berbeda kebutuhan nutrisinya, yaitu strain A dan B. strain

A bergenotif met bio thr + leu + thi+ sedangkan strain B bergenotip met + bio +

thr leu thi. Strain yang memiliki genetic wild – type tidak membutuhkan

tambahan nutrisi terkait dalam medium pertumbuhan. Strain yang membutuhkan

tambahan nutrisi dalam medium pertumbuhan agar dapat hidup disebut auxotroph.

Di lain pihak suatu strain yang tergolong wild- type untuk seluruh gen yang

bersangkutan dengan kebutuhan nutrisi disebut prototroph. Jelaslah bahwa suatu

bakteri prototroph mampu hidup dalam medium minimal.

Sebagai control kedua strain ditumbuhkan pada medium minimal secara

terpisah pada medium minimal. Sebaliknya pada medium tempat kultur campuran

A dan B, ternyata beberapa koloni dapat tumbuh.kenyataan itu membuktikan

bahwa koloniitu mampu mensisntesi sendiri nutrisi tertentu yang kurang atau

bahkan tidak tersedia dalam medium minimal.Bahwa pada perlakuan campuran

strain A dan B yang ditumbuhkan bersama pada medium minimal, beberapa

koloni terbukti dapat tumbuh, hal itu diartikan sebagai akibat suatu pertukaran

genetic yang bukan tergolong mutasi. Dalam hal ini memang sangat mustahil

bahwa suatu sel mengandung dua atau tiga gen mutan telah sempat mengalami

mutasi secara serempak pada dua atau tiga tapak gen tersebut.pertukaran genetic

yang terjadi dinyatakan sebagai sel auxotroph berubah menjadi prototroph.

Pada percobaan tersebut laju perubahan sel auxotroph menjadi sel

prototroph sebenarnya sangat rendah, yaitu satu di dalam 10 juta atau 1/10, bahwa

reaksi tersebut disebabkan oleh konjugasi hal ini terbukti dari percobaan dengan

strain A dan B yang diletakkan dalam medium cair terpisah oleh suatu filter

berpori sangat halus yang tidak dapat dilewati oleh sel bakteri, namun filter dapat

dilewati oleh medium cair tersebut, pada medium minimal tak ada satu bakteripun

Page 2: Bab 13, 14 Rekombinasi

yang tumbuh. Ini membuktikan bahwa tidak prototrofik yang terbentuk, dan

disimpulkan bahwa kontak antar sel memang dibutuhkan agar terjadi suatu

perubahan genetic yang bukan terjadi karena suatu bahan yang disekresikan oleh

sel – sel bakteri sebelumnya. Dan disimpulkan bahwa E.coli mempunyai suatu

tipe sistem perkawinan yang disebut konjugasi yang memungkinkan transfer

materi genetic antar bakteri. Konjugasi inilah sebenarnya yang menyebabkan

terjadinya rekombinasi, seperti pada percobaan tersebut.

Pada konjugasi terjadi transfer DNA dari suatu sel donor ke sebuah sel

resipient melewati suatu penghubungan antar sel khusus, yang disebut tabung

konjugasi. Dalam hal ini tabung konjugasi itu memang terbentuk antar sel –sel

bakteri. Sel bakteri berkemampuan menjadi donor selama proses konjugasi,

memiliki karakteristik pembeda berupa adanya jaluran tambahan ( khusus ) serupa

rambut di permukaan sel yang disebut sebagai f pili.

Medium-medium khusus yang digunakan lebih lanjut adalah yang

mengandung sodium azida, fag T1, laktose dan galaktose. Hasil pengujian yang

menggunakan medium-medium khusus lain itu menunjukkan bahwa sekitar 9

menit setelah percampuran sel-sel Hfr H dan F-, gen azir ditransfer ke sel resipien

(Strickberger, 1985; Russel, 1992). Gen tonr ditransfer ke sel resipien sekitar 10

menit setelah pencampuran sel-sel Hfr H dan F-; gen lac+ dan gal+ masing-masing

ditransfer sekitar 17 menit dan 25 menit setelah pencampuran (Russel, 1992).

Pada menit-menit berikut setelah bukti pentransferan pertama terdeteksi,

memang terjadi peningkatan frekuensi (persentase) rekombinan yang terkait

dengan tiap penanda atas dasar seluruh rekombinan yang terdeteksi. Sebagai

contoh misalnya pada 10 menit pertama frekuensi rekombinan azir (yang

merupakan bukti transfer penanda azir) adalah sekitar 10%; sedangkan pada waktu

5 menit berikutnya (15 menit pertama), frekuensi itu sudah mencapai sekitar 70%.

Pengkajian lebih lanjut terhadap konjugasi terputus yang menggunakan

strain-strain induk Hfr maupun F- yang lain, memperlihatkan urut-urutan transfer

yang serupa, sekalipun tiap strain Hfr memulai transfer dari tapak yang berlainan

(Gardner, dkk., 1991). Diketahui pula bahwa factor F dapat berintegrasi

diberbagai tapak pada kromosom sirkuler E. coli. Dalam hal ini tapak integrasi

Page 3: Bab 13, 14 Rekombinasi

menentukan asal-usul karakter transfer suatu strain Hfr. Orientasi integrasi factor

F menentukan apakah urutan penanda kromosom yang ditransfer itu searah atau

berlawanan dengan arah jarum jam dalam hubungannya dengan peta kromosom E.

coli. Tapak-tapak integrasi faktor F serta arah transfer kromosom pada konjugasi

beberapa strain Hfr ditunjukkan pada lingkaran dalam.

Pemetaan Kromosom E. coli atas Dasar Hasil Percobaan Konjugasi Terputus

Data tentang transfer gen-gen penanda pada percobaan konjugasi terputus

seperti yang telah dikemukakan memperlihatkan bahwa transfer kromosom Hfr ke

dalam sel F- berlangsung dalam pola linear (Gardner, dkk., 1991; Russel, 1992).

Transfer sebuah kromosom lengkap dari suatu sel Hfr ke satu sel F- berlangsung

dalam waktu 90-100 menit, tergantung kepada macam strain yang digunakan

sebagai strain Hfr maupun F-. Data percobaan konjugasi terputus memang

menunjukkan bahwa transfer kromosom tampaknya berlangsung dalam laju yang

konstan (Gardner, dkk., 1991).

Suatu jarak peta seukuran satu menit berhubungan dengan panjang segmen

kromosom yang ditransfer dalam satu menit selama konjugasi (Gardner, dkk.,

1991). Standar peta kromosom E. coli terbagi dalam interval-interval menit dari 0

(secara arbitrer ditetapkan pada gen thr A) hingga ke 100 menit (atas dasar hasil

percobaan konjugasi terputus). Satuan menit pada pemetaan bakteri ekivalen

dengan “unit peta” (map unit) di kalangan makhluk hidup eukariotik (Klug dan

Cummings, 2000).

Pada saat melakukan berbagai percobaan konjugasi terputus lain yang

menggunakan strain-strain induk Hfr maupun F- yang lain, Wollman dan Jacob

memperoleh hasil yang serupa, sebagaimana yang telah dikemukakan secara

umum sebelumnya. Namun demikian ditemukan satu perbedaan penting (Klug

dan Cummings, 2000).

Wollman mengajukan postulat bahwa data yang terungkap, disebabkan

oleh wujud kromosom E. coli yang bersifat sirkuler (Klug dan Cummings, 2000).

Dalam hubungan ini dinyatakan bahwa jika awal O berbeda-beda antar strain,

maka urutan gen yang akan ditransfer berbeda-beda pula, tetapi apa yang

menentukan O. Diduga bahwa pada berbagai strain Hfr faktor F berintegrasi ke

Page 4: Bab 13, 14 Rekombinasi

dalam kromosom pada titik-titik yang berbeda, dan posisi titik itu menentukan

tapak O.

Pada tahap 1 ditunjukkan satu contoh integrasi faktor F ke dalam

kromosom inang sehingga menyebabkan sel F+ berubah menjadi sel Hfr. Selama

konjugasi antara sel Hfr dan sel F-, posisi faktor F menentukan titik awal transfer

(tahap 2 dan 3). Gen-gen yang letaknya dekat dengan tapak O pertama kali

ditansfer, dan faktor F ditransfer paling akhir (tahap 4); jarang terjadi konjugasi

berlangsung dalam waktu cukup lama sehingga seluruh kromosom ditransfer

(tahap 5). Inilah alasannya bahwa setiap kali sel Hfr berkonjugasi dengan sel F-,

sel resipien tetap tergolong sel F-.

Pemetaan Kromosom E. coli atas Dasar Percobaan Konjugasi yang Tidak

Terputus

Sebenarnya percobaan konjugasi yang tidak terputus, dapat juga

digunakan untuk melakukan pemetaan kromosom E. coli (Gardner, dkk., 1991).

Jika pada percobaan sebelumnya, proses konjugasi diupayakan terputus-putus,

pada percobaan ini konjugasi dibiarkan berlangsung selama 1-2 jam tanpa

terputus. Pada kenyataannya frekuensi tiap penanda rekombinan lain (azir tonr

lac+ gal+), identik dengan gambaran frekuensi penanda-penanda itu, yang

terungkap pada percobaan konjugasi terputus. Frekuensi penanda-penanda

rekombinan lain (azir tonr lac+ gal+) masing-masing adalah 90%, 80%, 40% dan

25%. Pertama, putusnya tabung konjugasi maupun kromosom per satuan waktu

mempunyai peluang yang hampir tetap; dan kedua, tiap dua penanda donor

diintegrasikan ke dalam kromosom resipien melalui sepasang kejadian

rekombinasi mempunyai peluang yang rendah, karena integrasi suatu fragmen

donor ke dalam sebuah kromosom resipien selalu membutuhkan dua kejadian

rekombinasi (Gardner, dkk., 1991).

Page 5: Bab 13, 14 Rekombinasi

BAB 14REKOMBINASI PADA FAG BAKTERI

Rekombinasi Intergenik dan Pemetaan Fag Bakteri

Rekombinasi genetik di kalangan fag bekteri ditemukan selama

percobaan-percobaan infeksi campuran (Klug dan Cummings, 2000). Pada

percobaaan infeksi campuran itu dua strain mutan dibiarkan menginfeksi satu

biakan bakteri yang sama secara simultan. Oleh karena pada percobaan ini

dilibatkan dua lokus (dua strain yang berbeda) maka rekombinasi yang terjadi

tergabung bersifat intergenik.

Contoh percobaan yang menggunakan sisten E. coli T2 (Klug dan

Cummings, 2000). Fag induk yang digunakan bergenotip h+r (rentang inang wild

type, lisis tepat) dan hr+ (rentang inang lebar, lisis normal). Percobaan itu

dilakukan oleh Hersley dan Rotman pada 1949. Sebenarnya pada percobaan itu

digunakan pula strain-strain induk fag T2 yang lain, tidak tebatas hanya yang

bergenotip h+r dan hr+. pada rangkaian percobaan itu, jumlah fag yang

diintroduksi cukup untuk menginfeksi tiap bakteri dengan jumlah sekitar lima

buah. Setelah satu jam, sebagian besar atau seluruh bakteri sudah pecah dan

sampel turunan fag yang berasal dari sekitar 40.000 bakteri di tiap persilangan

selanjutnya dibiakkan dalam cawan petri yang telah mengandung suatu campuran

E. coli dan strain B dan B/2. Jika pada percobaan tersebut tidak terjadi

rekombinasi maka kedua genotip induk inilah yang dijumpai pada genotip

turunan. Namun demikian ternyata pada percobaan itu ditemukan juga genotip

rekombinan hr+, dan hr disamping genotip-genotip induk.

Data frekuensi genotip hasil percobaan tersebut ditunjukkan pada table

14.1. Atas dasar frekuensi tersebut, selanjutnya dihitung persentase rekombinan.

Dalam hal ini, seperti di lingkungan eukariotik, perhitungan frekuensi (persentase)

rekombinan di hitung atas dasar rumus seperti berikut.

(h+r -) + (hr) / plak total x 100 = frekuensi rekombinan

Page 6: Bab 13, 14 Rekombinasi

Nilai frekuensi rekombinan itu merefleksikan jarak antara gen

Table 14.1

Percobaan rekombinasi fag bakteri T2 memanfaatkan infeksi simultan h+r dan hr+

(Klug dan Cummings, 2000)

GenotipFrekuensi

(%) plak

Frekuensi (%) turunan

Tipe Induk Tipe Rekombinan

h r -

h+ r

h+r -

hr

42

34

12

12

Table 14.2Data frekuensi rekombinasi selengkapnya hasil percobaan Hersley dan Chase yang

memanfaatkan infeksi simultan fag T2Persilangan Turunan, Persentase

h+ r + h r + h+r hr

hrl+ >< h-rl

hrl >< h-rl-

hr7+ >< h-r7

hr7 >< h-r7+

hrl3+ >< h-rl3

hrl3 >< h+rl3-

12

44

5.9

42

0.74

50

42

14

56

7.8

59

0.83

34

13

32

7.1

39

0.76

12

29

6.4

43

0.94

48

Data yang terlihat pada table 14.2 jelas memperlihatkan bahwa pada tiap

persilangan itu, kedua kelompok tipe rekombinan mempunyai frekuensi yang

hampir sama. Itulah alasannya bahwa tampaknya rekombinasi yang terjadi itu

bersifat resiprok. Selain itu data pada table 14.2 itu juga memperlihatkan adanya

pola kelompok pautan tertentu. Sebagai contoh misalnya frekuensi rekombinasi

76

24

Page 7: Bab 13, 14 Rekombinasi

pada pesilangan h-rl3 sebesar antara 25-30% di satu pihak, dan pada persilangan h-

rl sebesar 1-2% di pihak lain. Dalam hubungan ini mutan-mutan r yang terletak

di daerah kromosom fag yang berbeda diberi notasi tersendiri misalnya r1, r7, dan

sebagainya.

Berkenaan dengan adanya kelompok pautan tertentu seperti yang telah

dikemukakan, atas dasar percobaan-percobaan yang telah dilakukan, Hersley dan

Rotman menemukan bahwa, mengacu kepada frekuensi rekombinan yang kecil

banyak gen yang terangkai bersama (berdekatan) sebagai satu kelompok, selalu

menunjukkan jarak kelompok pautan yang sama sebesar 30% (Strickberger,

1985). Dalam hubungan ini Hersley mengajukan hipotesis yang menyatakan

bahwa ada tiga kelompok pautan pada fag T2, dinyatakan pula bahwa proses

penggabungan (kombinasi) secara bebas (Independent assortment) antara

kelompok-kelompok pautan itu ditandai oleh frekuansi rekombinasi sekitar 30%,

dan bukan sebesar 50% sebagaimana yang biasanya diharapkan pada makhluk

hidup yang lebih tinggi. Atas dasar percobaan-percobaan yang dilakukan Hersley

dan Rotman (yang menggunakan strain-strain fag T2) memang terungkap bahwa,

sekalipun ditemukan berbagai jarak pautan (frekuensi rekombinasi), tidak ada satu

pun yang pernah melampaui frekuensi 30%.

Percobaan rekombinasi yang memanfaatkan infeksi simultan seperti

tersebut sudah dilakukan dengan menggunakan sejumlah besar gen muatan

berbagai fag bekteri, tidak hanya terbatas pada fag T2. Dalam hubungan ini

dilakukan juga percobaan rekombinasi fag bakteri yang memanfaatkan infeksi

simultan tiga strain yang melibatkan tiga gen. Hasil percobaan yang yang

memanfaatkan infeksi simultan tiga strain itu bahkan digunakan untuk pemetaan

gen fag. Hersley dan Chase sudah melakukan upaya itu, dengan menggunakan

tiga strain fag T2 (Strickberger, 1985). Tiap strain tersebut melibatkan gen h, m,

dan r. hasil percobaan itu ditunjukkan pada table 14.3.

Page 8: Bab 13, 14 Rekombinasi

Table 14.3Hasil percobaan rekombinasi fag bakteri T2 memanfaatkan infeksi simultan tiga strain

yang masing-masingnya melibatkan tigan gen (Strickberger, 1985).

PersilanganTurunan

h+m+r+ h+m+r hm+r+ h+mr+ hm+r hmr+ h+mr Hmr

hm+rl+>< h+mrl+><

h+m+rl

25 22 17 12 9 5 7 2

25 15 18 20 4 10 5 3

hmrl+ >< h+mrl ><

hm+rl

3 5 6 10 17 19 14 26

2 4 9 9 14 26 15 20

Kejadian rekombinasi yang datanya terlihat pada table 14.3 hanya dapat

terjadi karena ada pertukaran genetic antara ketiga strain; pertukaran genetic itu

berlangsung melalui dua aternatif cara: 1) terjadi dua rekombinasi berurutan

dalam sel yang sama, rekombinasi pertama berlangsung antara kromosom dua

strain, sedangkan rekombinasi kedua berlangsung antara strain rekomninan yang

telah terbentuk dan strain ketiga, 2) terjadi “perkawinan serempak” antara ketiga

kromosom dan ketiga strain pada suatu waktu yang sama. Di antara kedua

laternatif cara itu, manakah yang sesungguhnya terjadi belum diketahui.

Pada banyak persilangan antara fag, di lain pihak nilai, interferensi genetic

justru negatif, akibat nilai koefesien koinsidensi lebih besar dari 1. Hal itu berarti

bahwa pindah silang pada suatu daerah kromosom akan meningkatkan kejadian

pindah silang pada daerah kromosom di dekatnya. Pada kondisi semacam ini nilai

frekuensi rekombinasi ganda (akibat pindah silang ganda) yang diobservasi lebih

tinggi dibandingkan nilai harapan. Mari kita perhatikan nilai suatu persilangan

tiga gen (factor) antara strain-strain fag λ yang dilakukan oleh Kaiser

(Strickberger, 1985). Hasil persilang tifa factor tersebut ditunjukkan pada table

14.4.

Page 9: Bab 13, 14 Rekombinasi

Table 14.4Hasil persilangan tiga factor Kaizer antara strain-strain mutan fag λ s + mi >< +

co1+ ( Strickberger, 1985)

Jumlah Total Turunan Persentase

1 2 3 2 4+++ s co mi s ++ + co mi s co + ++ mi s + mi + co +

0,31 0,19 2,21 2,58 0,91 0,98 51,84 40,98

Catatan:

Jarak antar factor:

s – co = 0,31 + 0,19 + 0,19 + 0,98 + 2,39

co – mi = 0,31 + 0,19 + 2,21 + 2,58 = 5,29

s – mi = (2,21 + 2,58 + 0,91) + 2 (frekuensi rekombinasi ganda)

= 6,68 + 2 (0,50) = 7,78

Data pada Tabel diatas memperlihatkan bahwa frekuensi rekombinasi

ganda harapan adalah 0,0239 X 0,0529 = 0,00126 atau 0,126%. Di lain pihak

frekuensi rekombinasi ganda hasil observasi adalah sebesar 0,005 atau 0,5% atau

sekitar 4 kali lebih tinggi dibanding frekuensi harapan.

Penjelasan tentang nilai interfensi genetic yang negative pada fag

bersangkutan paut dengan dua keunikan reproduksi kromosom fag (Strickberger,

1985). Hal itu dikarenakan lebih dari satu putaran “perkawinan” dapat terjadi

antara kromosom-kromosom fag. Dalam hal ini satu kromosom yang sebelumnya

telah mengalami satu kejadian rekombinasi dapat “kawin lagi” dan dapat

mengalami rekombinasi pada suatu daerah (interfal) kromosom yang berdekatan.

Sebagai contoh suatu kromosom rekombinasi ab+c+ dapat “kawin” dengan suatu

kromosom a b c atau a+bc sehingga terbentuk rekombinasi ganda ab+c.

Peningkatan frekuensi rekombinasi ganda pada fag seperti yang telah

dikemukakan tidak terjadi karena ada peningkatan pertukaran genetic simultan

yang riil pada dua interval kromosom berdekatan (Strickberger, 1985). Fenomena

ini dicatat oleh Visconti bersama Delbruck yang disebut interferensi negative

rendah atau low negative interference karena mempunyai efek yang relative kecil.

Page 10: Bab 13, 14 Rekombinasi

Berkenaan dengan peningkatan frekuensi rekombinasi ganda pada fag, ada

fenomena lain disebut interferensi negative tinggi atau high negative interference

(Strickberger, 1985). Pada fenomena ini frekuensi rekombinasi ganda dapat

meningkat mencapai nilai yang 30 kali lebih tinggi daripada frekuensi harapan.

Salah satu contoh yang berkenaan dengan fenomena ini adalah data yang

terungkap pada persilangan tiga gen (titik) atau three-point crosses yang

dilakukan Chase dan Doermann. Persilangan itu dilakukan antara mutan r pada

fag T4, dan frekuensi rekombinasi ganda yang terungkap sebesar 5-35 kali lebih

tinggi daripada frekuensi harapan. Data persilangan Chase dan Daermann yang

memperlihatkan bahwa, jika frekuensi rekombinasi pada dua interval kromosom

yang berdekatan menjadi lebih kecil maka terjadi peningkatan interferensi

negative yang mencolok.

REKOMBINASI INTRAGENIK

Rekombinasi ini ditemukan di lingkup makhuk hidup seluler termasuk

eukariot, ternyata juga ditemukan pada fag yaitu pada fag T4, yang merupakan

karya Seymour Benzer.

Awal dekade 1950, Benzer melakukan pengamatan dan pengkajian rinci

terhadap lokus rII fag T4 (Klug dan Cummings, 2000). Benzer berhasil

melaksanakan percobaan yang mengungkap keberadaan rekombinan-rekombinan

genetic yang sangat jarang terjadi akibat pertukaran yang berlangsung dalam gen,

bukan antar gen seperti sebelumnya. Benzer juga berhasil menunjukkan bahwa

peristiwa rekombinasi semacam itu terjadi antar DNA fag-fag bakteri selama

infeksi simultan terhadap E. coli.

Hasil akhir Benzer adalah terungkapnya peta rinci dari lokus rII. Kerja

Benzer disebut juga analisis struktur halus dari gen. Karya ini pun tidak ternilai

harganya karena terungkap melalui percobaan yang dilaksanakan sebelum teknik

DNA-sequencing dikembangkan.

Proses upaya pertama Benzer mengisolasi atas sejumlah mutan didalam

lokus rII fag T4. Dalam hal ini mutan dalam lokus tersebut menghasilkan plak

yang berlainnan jika dibiarkan pada cawan yang mengandung E.coli strain B.

sebanyak 20000 mutan telah diisolasi. Kunci analisis bahwa mutan tersebut tidak

Page 11: Bab 13, 14 Rekombinasi

dapat lisis terhadap strain E.coli yang lain seperti K12 (λ) yang telah mengalami

lizogenasi oleh fag λ. Tetapi strain wild type mampu melakukan lisis pada kedua

strain tersebut yaitu pada strain B dan K12 (λ). Berdasarkan hal tersebut lokus rII

yang menghasilkan wild type maka rekombinan wild type tersebut dapat hidup

dalam sel E.coli K12 (λ) dan berhasil bereproduksi serta menghasilkan plak wild

type.

Upaya lain yang dilakukan Benzer yaitu menghitung jumlah total turunan

mutan maupun jumlah rekombinan wild type. Teknik yang dilakukan yaitu teknik

pengenceran serial T4 (klug dan Cummings, 2000 dalam corebima, 2008) dan

dengan teknik ini mampu menentukan mutan lokus rII yang dihasilkan pada E.

coli B maupun total wild type yang melakukan lisis terhadap E.coli K12 (λ).

Selain itu juga melakukan uji komplementasi untuk menjaga ketelitian data/hasil.

Bilamana banyak pasangan mutan yang diuji komplementasi maka setiap

mutan dikelompokkan dalam satu dari dua kelompok yang bisa disebut A dan B.

tiap kelonpok ini disebut sebagai cistron yaitu cistron A dan cistron B pada lokus

rII fag T4.dengan pengujian ini menunjukkan bahwa rekombinasi intragenik

dalam cistron A dan cistron B. total jumlah turunan fag juga dapat dilakukan

dengan menghitung jumlah plak. Contohnya: jumlah rekombinan adalah sebanyak

4 x 10 3/ml sedangkan total jumlah turunan adalah 8 x 109/ml, maka frekuensi

rekombinan antara dua mutan adalah

Perhitungan ini sama dengan menghitung rekombinan pada makhluk hidup

eukariot. Pada perhitungan ini perlu dikali dua karena tiap peristiwa rekombinan

menghasilakn dua produk yang resiprok.

Ada permasalahan yang muncul disaat percobaan rekombinan intragenik

pada cistron A maupun B pada lokus rII fag T4 yang sama sekali tidak

memunculkan rekombinan wild type, hal ini disebabkan karena pada daerah

cistron A dan B terjadi delesi dan rekombinan wild type mucul hanya pada mutan

yang mempunyai latar belakang mutasi titik. Jika mutan berlatar mutasi titik ada

Page 12: Bab 13, 14 Rekombinasi

pada daerah cistron yang mengalami delesi maka rekombinan wild type tidak akan

pernah muncul sehingga perlu dilakukan uji delesi.

Pertanyaan

1. Bagaimana aplikasi percobaan konjugasi terputus ?

Contoh dari percobaan konjugasi terputus yaitu terjadi pada transfer

kromosom Hfr ke dalam sel F- berlangsung dalam pola linear (Gardner,

dkk., 1991; Russel, 1992). Transfer sebuah kromosom lengkap dari suatu

sel Hfr ke satu sel F- berlangsung dalam waktu 90-100 menit, tergantung

kepada macam strain yang digunakan sebagai strain Hfr maupun F-. Data

percobaan konjugasi terputus memang menunjukkan bahwa transfer

kromosom tampaknya berlangsung dalam laju yang konstan (Gardner,

dkk., 1991). Standar peta kromosom E. coli terbagi dalam interval-interval

menit dari 0 (secara arbitrer ditetapkan pada gen thr A) hingga ke 100

menit (atas dasar hasil percobaan konjugasi terputus). Satuan menit pada

pemetaan bakteri ekivalen dengan “unit peta” (map unit) di kalangan

makhluk hidup eukariotik (Klug dan Cummings, 2000).