bab 1 tuga grahita
DESCRIPTION
eTRANSCRIPT
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Analisis Situasi
Tuna grahita merupakan salah satu ketunaan yang dapat terjadi pada seorang
individu. Tuna grahita merupakan instilah yang diambil dari kata tuna dan grahita.
Tuna berarti merugi sedangkan grahita berarti pikiran. Istilah tuna grahita
seringkali disebut dengan retardasi mental atau kondisi kemampuan intelektual
yang berada di bawah rata-rata anak-anak normal. Anak-anak yang tergolong
dalam tuna grahita pada dasarnya mengalami keterlambatan baik dalam
perkembangan sosial maupun kecerdasannya. WHO mengelompokkan tuna
grahita menjadi beberapa klasifikasi antara lain tunagrahita ringan dengan IQ 50-
70 atau disebut debil, tunagrahita sedang dengan IQ 30-50 atau imbesil, dan
tunagrahita yang berat/sangat berat dengan IQ kurang dari 30 atau idiot.
Jumlah penyandang tuna grahita menurut estimasi Hallahan adalah sekitar
2,3 % dari total penduduk suatu negara, sedangkan Annual Report to Congress
menyatakan bahwa terdapat 1,92% anak usia sekolah yang menyandang tuna
grahita dengan perbandinagn laki-laki sebesar 60% dan perempuan sebesar 40%.
Data pokok Sekolah Luar biasa (2003) menyatakan bahwa jumlah penyandang
cacat di Indonesia sebanyak 48.100.548 orang dengan 2% diantaranya merupakan
anak dengan tuna grahita.
Jumlah tuna grahita atau cacat mental di Indonesia cukup tinggi, mencapai
6,6 juta orang atau 3% dari jumlah penduduk sekitar 220 juta jiwa. Gubernur
Lampung mengatakan bahwa di Provinsi Lampung pada tahun 2006, jumlah
siswa cacat mental yang tercatat di 12 sekolah luar biasa (SLB) daerah setempat
sebanyak 705 orang.
Keberadaan anak berkebutuhan khusus termasuk penyandang cacat secara
nasional maupun sebarannya pada masing-masing provinsi belum memiliki data
yang pasti. Menurut WHO jumlah anak berkebutuhan khusus di Indonesia adalah
sekitar 7% dari total jumlah anak usia 0-18 tahun atau sebesar 6.230.000 pada
tahun 2007. Menurut data Sensus Nasional Biro Pusat Statistik tahun 2003 jumlah
penyandang cacat di Indonesia sebesar 0,7% dari jumlah penduduk sebesar
211.428.572 atau sebanyak 1.480.000 jiwa. Dari jumlah tersebut 24,45% atau
361.860 diantaranya adalah anak-anak usia 0-18 tahun dan 21,42% atau 317.016
anak merupakan anak cacat usia sekolah (5-18 tahun). Sekitar 66.610 anak usia
sekolah penyandang cacat (14,4% dari seluruh anak penyandang cacat) telah
terdaftar di Sekolah Luar Biasa (SLB). Ini berarti masih ada 295.250 anak
penyandang cacat (85,6%) ada di masyarakat dibawah pembinaan dan
pengawasan orang tua dan keluarga dan pada umumnya belum memperoleh akses
pelayanan kesehatan sebagaimana mestinya. Pada tahun 2009 jumlah anak
penyandang cacat yang ada di Sekolah meningkat menjadi 85.645 dengan rincian
di SLB sebanyak 70.501 anak dan di sekolah inklusif sebanyak 15.144 anak.2
WHO memperkirakan jumlah anak berkebutuhan khusus di Indonesia
sekitar 7-10 % dari total jumlah anak. Menurut data Sussenas tahun 2003, di
Indonesia terdapat 679.048 anak usia sekolah berkebutuhan khusus atau 21,42 %
dari seluruh jumlah anak berkebutuhan khusus dengan jumlah keseluruhan
penyandang tunagrahita adalah 2,3%. Di Swedia diperkirakan 0,3% anak yang
berusia 5-16 tahun merupakan penyandang retardasi mental yang berat dan 0,4%
retardasi mental ringan. Data Biro Pusat Statistik (BPS) tahun 2006, dari 222 juta
penduduk Indonesia terdapat 0,7% atau 2,8 juta jiwa adalah penyandang cacat.
Populasi anak tunagrahita menempati angka paling besar dibanding dengan
jumlah anak dengan keterbatasan lainnya. Prevalensi tunagrahita di Indonesia saat
ini diperkirakan 1-3% dari penduduk Indonesia, sekitar 6,6 juta jiwa. Anak
tunagrahita ini memperoleh pendidikan formal di Sekolah Luar Biasa (SLB)
Negeri dan SLB swasta (Sako dan Hapsara, 2006).
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana konsep pemberian makanan dengan menu gizi seimbang pada
anak dengan tuna grahita?
DAFTAR PUSTAKA
Antara news. 2007. Tuna grahita di Indonesia mencapai 6,6 juta orang [edisi
online] http://www.antara.co.id/view/?i=1195207146&c=NAS&s=
(diakses tanggal 12 November 2013]
Direktorat jenderal bina kesehatan masyarakat. 2010. Pedoman pelayanan
kesehatan anak di sekolah luar biasa (SLB) bagu petugas kesehatan.
http://www.gizikia.depkes.go.id/wpcontent/uploads/downloads/2011/01/
PEDOMAN-YANKES-ANAK-DI-SLB-BAGI-PETUGAS-
KESEHATAN.pdf
Hurlock, E. 2004. Psikologi Perkembangan. Jakarta: PT Gramedia
Maman, A. 2011. Pendidikan Luar Biasa. [Edisi Online] http://file.
upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/195706131985031M
AMAN_ABDURAHMAN_SAEPUL_R/
MENGEANAL_ANK__LUAR__BIASA.pdf [diakses tanggal 10
November 2013]
Triana, et. Al. Tanpa tahun. Stres Dan Koping Keluarga Dengan Anak
Tunagrahita Di SLB C Dan SLB C1 Widya Bhakti Semarang [Edisi
Online] http://eprints.undip.ac.id/16469/3/JURNAL_SKRIPSI.pdf
(diakses tanggal 12 November 2013]