bab 1 penyakit paru kerja

24
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemajuan dalam bidang industri di Indonesia meningkat dari tahun ke tahun. Proses pengembangan industri yang menggunakan beraneka ragam teknologi modern sesuai dengan pembangunan perekonomian nasional tersebut mampu menyerap jutaan tenaga kerja. Peningkatan ini memberikan berbagai dampak positif, yaitu terbukanya lapangan kerja dan meningkatnya taraf sosial ekonomi masyarakat. Namun, dampak negatif pun tak dapat dielakkan, salah satunya adalah pencemaran udara oleh debu yang timbul dari proses pengolahan atau hasil industri. Debu dengan berbagai faktor tertentu dapat menyebabkan timbulnya gangguan pada saluran pernapasan bila terisap dan akan tertahan dan tertimbun pada saluran napas bagian atas atau tengah bahkan sampai ke saluran napas kecil paling ujung sampai ke alveoli. Partikel debu yang berukuran satu hingga tiga mikron disebut debu respirabel dan merupakan ukuran yang paling berbahaya karena dapat tertahan di saluran pernapasan. Penyakit paru kerja yang dapat timbul akibat debu industri antara lain adalah pneumokoniosis batubara, silikosis, bronkitis industri, asma kerja, dan kanker paru. Apabila penyakit paru kerja telah terjadi, umumnya penyakit tersebut tidak dapat diobati.

Upload: selvie87

Post on 01-Dec-2015

139 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

penyakit paru kerja

TRANSCRIPT

Page 1: BAB 1 penyakit paru kerja

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kemajuan dalam bidang industri di Indonesia meningkat dari tahun ke tahun. Proses

pengembangan industri yang menggunakan beraneka ragam teknologi modern sesuai dengan

pembangunan perekonomian nasional tersebut mampu menyerap jutaan tenaga kerja.

Peningkatan ini memberikan berbagai dampak positif, yaitu terbukanya lapangan kerja

dan meningkatnya taraf sosial ekonomi masyarakat. Namun, dampak negatif pun tak dapat

dielakkan, salah satunya adalah pencemaran udara oleh debu yang timbul dari proses

pengolahan atau hasil industri.

Debu dengan berbagai faktor tertentu dapat menyebabkan timbulnya gangguan pada

saluran pernapasan bila terisap dan akan tertahan dan tertimbun pada saluran napas bagian

atas atau tengah bahkan sampai ke saluran napas kecil paling ujung sampai ke alveoli.

Partikel debu yang berukuran satu hingga tiga mikron disebut debu respirabel dan merupakan

ukuran yang paling berbahaya karena dapat tertahan di saluran pernapasan.

Penyakit paru kerja yang dapat timbul akibat debu industri antara lain adalah

pneumokoniosis batubara, silikosis, bronkitis industri, asma kerja, dan kanker paru. Apabila

penyakit paru kerja telah terjadi, umumnya penyakit tersebut tidak dapat diobati.

1.2. Ruang Lingkup Pembahasan

Dalam makalah ini akan dibahas mengenai Penyakit Paru Akibat Kerja yang mencakup

antara lain: definisi, klasifikasi, faktor-faktor yang berperan serta langkah pencegahannya.

1.3. Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan laporan ini adalah untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik senior

dibagian kesehatan masyarakat Fakultas Kedokteran USU dan meningkatkan pemahaman

mahasiswa mengenai penyakit paru akibat kerja.

Page 2: BAB 1 penyakit paru kerja

2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2. Penyakit Paru Akibat Kerja

2.1. Definisi

Penyakit paru kerja (pneumokoniosis) adalah penyakit atau kerusakan paru disebabkan

oleh debu, uap atau gas berbahaya yang terhirup pekerja di tempat kerja. Berbagai penyakit

paru dapat terjadi akibat pajanan zat seperti serat, debu, dan gas yang timbul pada proses

industrialisasi. Jenis penyakit paru yang timbul tergantung pada jenis zat pajanan, tetapi

manifestasi klinis penyakit paru kerja mirip dengan penyakit paru lain yang tidak

berhubungan dengan kerja. Penyakit paru kerja ternyata merupakan penyebab utama

ketidakmampuan, kecacatan, kehilangan hari kerja dan kematian pada pekerja.1

2.2. Klasifikasi

Penyakit paru kerja dapat diklasifikasikan dalam beberapa jenis, salah satunya adalah

klasifikasi berdasarkan gejala klinis atau penyakit seperti tampak pada tabel 1.

Tabel 1. Klasifikasi penyakit paru kerja 1

Page 3: BAB 1 penyakit paru kerja

3

Terdapat beberapa karakteristik penyakit paru kerja yaitu: 2,3

1. Penyakit paru kerja dan lingkungan mempunyai gejala yang tidak khas sehingga sulit

dibedakan dengan penyakit paru lainnya. Dengan demikian penyebab penyakit paru kerja

atau lingkungan harus dievaluasi dan ditata laksana secara berkala.

2. Pajanan di tempat kerja dapat menyebabkan lebih dari satu penyakit atau kelainan,

misalnya kobal dapat menyebabkan penyakit pada parenkim paru atau saluran napas.

3. Beberapa penyakit paru disebabkan oleh berbagai faktor, dan faktor pekerjaan

mungkin berinteraksi dengan faktor lainnya. Misalnya risiko menderita penyakit kanker pada

pekerja terpajan debu asbes yang merokok, lebih besar dibandingkan pekerja yang terpajan

asbestos atau rokok saja.

4. Dosis pajanan penting untuk menentukan proporsi orang yang terkena penyakit atau

beratnya penyakit. Dosis umumnya berhubungan dengan beratnya penyakit pada penderita

yang mengalami toksisitas langsung nonimunologi seperti pneumonia toksik kimia,

asbestosis atau silikosis. Pada penyakit keganasan atau immune-mediated, dosis biasanya

lebih berhubungan dengan insidens dibandingkan beratnya penyakit.

5. Ada perbedaan kerentanan pada setiap individu terhadap pajanan zat tertentu. Faktor

pejamu yang berperan dalam kerentanan terhadap agen lingkungan masih belum banyak

diketahui, tetapi diduga meliputi faktor genetik yang diturunkan maupun faktor yang didapat

seperti diet, penyakit paru lain dan pajanan lainnya.

6. Penyakit paru akibat pajanan di tempat kerja atau lingkungan biasanya timbul setelah

periode laten yang dapat diduga sebelumnya.

Untuk menentukan apakah penyakit paru disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan,

harus ditentukan penyakitnya, ditentukan sifatnya, kemudian ditentukan tingkat pajanan di

tempat kerja atau lingkungan yang mungkin menjadi penyebab. Beberapa kriteria yang

digunakan untuk menentukan bahwa suatu penyakit memang disebabkan oleh agen di tempat

kerja atau lingkungan, antara lain gejala klinis dan perkembangannya sesuai dengan

diagnosis, hubungan sebab akibat antara pajanan dan kondisi diagnosis telah ditentukan

sebelumnya atau diduga kuat berdasarkan kepustakaan medis, epidemiologi atau toksikologi,

Page 4: BAB 1 penyakit paru kerja

4

terdapat pajanan yang diduga sebagai penyebab penyakit serta tidak ditemukan diagnosis

lain.

Beberapa contoh pneumokoniosis adalah: 1,4

1. Silikosis

Silikosis adalah penyakit fibrosis paru oleh karena debu silika ataupun kristal

silikon dioksida. Penyakit ini banyak dijumpai pada pekerja tambang logam,

penggali terowongan, pemotong batu, penuangan besi dan baja, industri gelas dan

amplas, pabrik semen dan pembuat gigi palsu.

Patogenesisnya belum jelas, namun diperkirakan fagositosis debu silika oleh

makrofag menyebabkan lisisnya makrofag. Hal ini terjadi berulang sehingga terjadi

proliferasi fibrosis.

Penatalaksanaannya terbatas pada pemberian oksigen, inhalasi kortikosteroid dan

pemberian antibiotik sesuai indikasi.

2. Asbetosis

Asbetosis terjadi akibat inhalasi serat asbes secara kronis ditandai dengan fibrosis

interstisial difus parenkim paru. Kadang disertai penebalan pleura visceralis dan

kalsifikasi pleura.

Penyakit ini banyak dijumpai pada pekerja pembuat bahan kabel, pembuat cat,

pembuat ban mobil, atap asbes. Gejalanya berupa batuk tanpa dahak sewaktu

bekerja, kemudian akan memberat setelah beberapa tahun, dan akhirnya terjadi

fbrosis paru dan komplikasinya bisa menjadi kor pulmonal, keganasan paru dan

kematian.

Tidak ada pengobatan khusus untuk asbetosis, yang diberikan adalah pengobatan

simptomatis.

3. Berryliosis

Berryliosis adalah pneumokoniosis yang timbul akibat menghirup debu berrylium.

Penyakit ini umumnya terjadi pada pembuat logam campuran berrylium dan

tembaga, pembuat tabung radio, tabung fluorescent, dan sumber tenaga atom.

Gejala awalnya adalah nasofaringitis dan trakheobronkitis, demam ringan, batuk

kering, sesak nafas yang semakin memberat, batuk lalu menjadi berdahak, sesak

nafas dan penurunan berat badan.

Page 5: BAB 1 penyakit paru kerja

5

4. Siderosis

Siderosis adalah pneumokoniosis akibat menghirup debu besi dan terdapat pada

pekerja pengolahan bijih besi. Penyakit ini tidak begitu berbahaya dan tidak begitu

progresif. Siderosis akan menjadi semakin berat bila disertai dengan silikosis.

5. Stannosis

Stannosis adalah pneumokoniosis akibat debu timah putih dan tidak begitu

berbahaya. Penyakit ini dijupai pada pekerja pengolahan bijih timah, penambang

bijih timah putih.

Pada stannosis tidak ada tanda cacat paru dan jarang menimbulkan komplikasi.

Yang ada adalah penambahan corakan paru dan pelebaran hilus, penampakan nodul

awalnya idi paru kanan lalu paru kiri.

6. Pneumokoniosis batubara

Penyakit ini disebabkan oleh paparan debu batubara dalam jangka waktu lama. Ada

faktor kerentanan individual dalam progresivitas penyakit ini. Penyakit ini bisa

didapatkan pada pekerja setelah bekerja lebih dari 10 tahun.

7. Byssinosis

Disebabkan oleh debu kapas. Komponen pentingnya adalah endotoksin bakteri dan

zat tannin dari akar, daun dan buah lapas. Gejalanya terjadi setiap hari senin atau

setelah masuk kerja kembali, batuk berdahak, demam dan nyeri tulang. Keluhannya

membaik bila pekerja libur.

Stadium lanjutnya bisa menjadi PPOK dan terapi suportif berupa beta agonis,

steroid inhalasi, antihistamin dan oksigen.

8. Pneumonitis hipersensitif

Disebut juga farmer’s lung disease, ekstrinsik alergik alveolitis, dan Bagassosis.

Etiologinya berupa jamur, bakteri, amuba, bahan protein, kayu, dan sebagainya.

Paparan antigen berulang akan menyebabkan terbentuknya antigen kompleks,

terjadinya alveolitis limfositik, pneumonitis granulomatosa, fibrosis interstisial dan

bronkiolitis obliterans. Gejalanya timbul 6-8 jam setelah kontak terhadap bahan

pemicu.

Page 6: BAB 1 penyakit paru kerja

6

Terapinya berupa prednison 1 mg/kgB/hari dan bila membaik setelah terapi 4

minggu, dosis dapat diturunkan dan dilakukan tappering off.

9. Kelainan paru akibat gas toksik

Gas-gas iritan berbahaya yang dapat menyebabkan kerusakan paru dalam jangka

panjang antara lain gas amoniak, klorin, ozon, nitrogen oksida, fosgen (CCl4), dan

sulfur dioksid (SO2).

2.3. Faktor-faktor

Ada 3 faktor yang berperan dalam penyakit akibat kerja yaitu5 :

1. Faktor fisik

Partikel – partikel yang terinhalasi dapat dalam bentuk :

• Uap

• Gas

• Asap

• Debu,partikel kimia hasil buangan industri.

Partikel – partikel yang terinhalasi atau yang membuat paparan juga terbagi atas :

• Partikel yang tidak larut

• Partikel yang larut

Contohnya:

Partikel yang tidak larut : asbestos gangguan lokal.

Partikel yang larut : Mangan menimbulkan efek sistemik dan efek lokal, sehingga

mempengaruhi otak, ginjal serta organ-organ lainnya sesuai dengan sifat sistemiknya

Disamping faktor diatas yang tidak kalah pentingnya adalah :

• Ukuran

• Densitas

• Bentuk, daya penetrasi.

– > 10 mikron tersaring dan tinggal

o pada bulu hidung, tetapi akibat aktifitas kerja yang mungkincukup tinggi

hingga bahan ini juga pada akhirnya dapat terbawa masuk ke saluran

nafas atas.

– 5 – 10 mikron tertahan disaluran nafas atas tengah

Page 7: BAB 1 penyakit paru kerja

7

– 3 mikron akan sampai ke alveoli

Ukuran lebih kecil kemungkinan akan terbang kembali melalui hidung sewaktu

ekspirasi. Penimbunan ini bertambah bila pernafasan cepat dan dangkal. Alveolar juga

merupakan salah satu tempat penimbunan debu partikel 0,5 – 5 mikron hal ini mengakibatkan

gangguan atau penyakit pada parenkim paru.

2. Faktor kimia

• Dari bahan-bahan terinhalasi dapat langsung bereaksi dengan jaringan sekitarnya

dan menimbulkan kerusakan.

• Tingkat keasaman ataupun tingkat kebasaan yang tinggi dapat melumpuhkan

silia serta mengganggu sistem enzim yang berfungsi mengontrol metabolisme

sel.

3. Faktor host (penjamu)

Sistem mekanisme pertahanan paru berfungsi dalam pembersihan debu dari paru.

Partikel-partikel yang tertimbun pada mukus diatas epitel yang bersilia akan dibersihkan

dalam waktu 1 jam oleh mekanisme “mucociliary clearance” silia akan mendorong mukus

ke farings yang kemudian dikeluarkan. Hal ini juga tergantung kepada ada tidaknya kelainan

bawaan atau cacat pada sistem silia dan saluran nafas atas.

Selain 3 faktor utama diatas, faktor lain yang turut berperan dalam terjadinya penyakit

akibat pekerjaan termasuk faktor lingkungan.

• Tempat tinggal:

– Rumah dan daerah sekitar rumah apakah ada juga ditemukan bahan-bahan

yang berbahaya.

– Lokasi tempat tinggal didaerah yang mempunyai udara yang yang baik.

– Ventilasi ditempat tinggal (rumah).hobbi termasuk apakah pemahat, mematri

atau adanya pekerjaan yang berhubungan dengan penggunaan perkayuan.

– Alat-alat yang dipergunakan dirumah.

• Riwayat pekerjaan lain disamping pekerjaan utama

Page 8: BAB 1 penyakit paru kerja

8

2.4. Diagnosis 6

Untuk dapat mendiagnosis Penyakit Akibat Kerja pada individu perlu dilakukan suatu

pendekatan sistematis untuk mendapatkan informasi yang diperlukan dan

menginterpretasinya secara tepat.

Pendekatan tersebut dapat disusun menjadi 7 langkah yang dapat digunakan sebagai

pedoman:

1. Tentukan Diagnosis klinisnya

Diagnosis klinis harus dapat ditegakkan terlebih dahulu, dengan memanfaatkan

fasilitas-fasilitas penunjang yang ada, seperti umumnya dilakukan untuk mendiagnosis suatu

penyakit. Setelah diagnosis klinik ditegakkan baru dapat dipikirkan lebih lanjut apakah

penyakit tersebut berhubungan dengan pekerjaan atau tidak.

2. Tentukan pajanan yang dialami oleh tenaga kerja selama ini

Pengetahuan mengenai pajanan yang dialami oleh seorang tenaga kerja adalah esensial

untuk dapat menghubungkan suatu penyakit dengan pekerjaannya. Untuk ini perlu dilakukan

anamnesis mengenai riwayat pekerjaannya secara cermat dan teliti, yang mencakup:

- Penjelasan mengenai semua pekerjaan yang telah dilakukan oleh penderita secara

khronologis

- Lamanya melakukan masing-masing pekerjaan

- Bahan yang diproduksi

- Materi (bahan baku) yang digunakan

- Jumlah pajanannya

- Pemakaian alat perlindungan diri (masker)

- Pola waktu terjadinya gejala

- Informasi mengenai tenaga kerja lain (apakah ada yang mengalami gejala serupa)

- Informasi tertulis yang ada mengenai bahan-bahan yang digunakan (MSDS, label, dan

sebagainya)

3. Tentukan apakah pajanan tersebut memang dapat menyebabkan penyakit tersebut

Apakah terdapat bukti-bukti ilmiah dalam kepustakaan yang mendukung pendapat

bahwa pajanan yang dialami menyebabkan penyakit yang diderita. Jika dalam kepustakaan

Page 9: BAB 1 penyakit paru kerja

9

tidak ditemukan adanya dasar ilmiah yang menyatakan hal tersebut di atas, maka tidak dapat

ditegakkan diagnosa penyakit akibat kerja. Jika dalam kepustakaan ada yang mendukung,

perlu dipelajari lebih lanjut secara khusus mengenai pajanan sehingga dapat menyebabkan

penyakit yang diderita (konsentrasi,jumlah, lama, dan sebagainya).

4. Tentukan apakah jumlah pajanan yang dialami cukup besar untuk dapat mengakibatkan

penyakit tersebut.

Jika penyakit yang diderita hanya dapat terjadi pada keadaan pajanan tertentu, maka

pajanan yang dialami pasien di tempat kerja menjadi penting untuk diteliti lebih lanjut dan

membandingkannya dengan kepustakaan yang ada untuk dapat menentukan diagnosis

penyakit akibat kerja.

5. Tentukan apakah ada faktor-faktor lain yang mungkin dapat mempengaruhi.

Apakah ada keterangan dari riwayat penyakit maupun riwayat pekerjaannya, yang dapat

mengubah keadaan pajanannya, misalnya penggunaan APD, riwayat adanya pajanan serupa

sebelumnya sehingga risikonya meningkat. Apakah pasien mempunyai riwayat kesehatan

(riwayat keluarga) yang mengakibatkan penderita lebih rentan/lebih sensitif terhadap pajanan

yang dialami.

6. Cari adanya kemungkinan lain yang dapat merupakan penyebab penyakit

Apakah ada faktor lain yang dapat merupakan penyebab penyakit? Apakah penderita

mengalami pajanan lain yang diketahui dapat merupakan penyebab penyakit. Meskipun

demikian, adanya penyebab lain tidak selalu dapat digunakan untuk menyingkirkan penyebab

di tempat kerja.

7. Buat keputusan apakah penyakit tersebut disebabkan oleh pekerjaannya.

Sesudah menerapkan ke enam langkah di atas perlu dibuat suatu keputusan berdasarkan

informasi yang telah didapat yang memiliki dasar ilmiah.

Seperti telah disebutkan sebelumnya, tidak selalu pekerjaan merupakan penyebab

langsung suatu penyakit, kadang-kadang pekerjaan hanya memperberat suatu kondisi yang

telah ada sebelumnya. Hal ini perlu dibedakan pada waktu menegakkan diagnosis.

Page 10: BAB 1 penyakit paru kerja

10

Suatu pekerjaan/pajanan dinyatakan sebagai penyebab suatu penyakit apabila tanpa

melakukan pekerjaan atau tanpa adanya pajanan tertentu, pasien tidak akan menderita

penyakit tersebut pada saat ini.

Sedangkan pekerjaan dinyatakan memperberat suatu keadaan apabila penyakit telah ada

atau timbul pada waktu yang sama tanpa tergantung pekerjaannya, tetapi

pekerjaannya/pajanannya memperberat/mempercepat timbulnya penyakit.

Dari uraian di atas dapat dimengerti bahwa untuk menegakkan diagnosis Penyakit Paru

Akibat Kerja diperlukan pengetahuan yang spesifik, tersedianya berbagai informasi yang

didapat baik dari pemeriksaan klinis pasien, pemeriksaan lingkungan di tempat kerja (bila

memungkinkan) dan data epidemiologis.

2.5. Pencegahan 1

Pencegahan sangat penting dalam bidang penyakit paru kerja. Dalam kaitan ini dikenal

pencegahan primer, sekunder dan tersier.

2.5.1. Pencegahan primer 1

Pencegahan primer artinya mengurangi faktor risiko sebelum terserang penyakit. Hal

tersebut dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain :

1. Ada Undang-Undang atau Peraturan yang mengatur tentang masalah Kesehatan dan

Keselamatan Kerja. Di Indonesia terdapat berbagai macam Undang-undang dan Peraturan

tentang hal tersebut antara lain.

- UU No.1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja

Undang-undang ini adalah sebagai undang-undang pokok yang memuat aturan-aturan dasar

atau ketentuan-ketentuan umum tentang keselamatan kerja di semua tempat kerja baik di

darat, dalam tanah, di permukaan air maupun di udara yang berada di wilayah kekuasaan

hukum Republik Indonesia. Undang-undang ini memuat tentang syarat-syarat keselamatan

kerja dan separuhnya (50%) merupakan syarat-syarat kesehatan kerja.

Page 11: BAB 1 penyakit paru kerja

11

Pada pasal 8 disebutkan kewajiban untuk :

a. Memeriksakan kesehatan badan, kondisi mental dan kemampuan fisik tenaga kerja yang

akan diterima maupun yang akan dipindahkan, sesuai dengan sifat pekerjaan yang akan

diberikan kepada pekerja.

b. Memeriksakan kesehatan semua tenaga kerja yang berada di bawah pimpinannya secara

berkala ( periodik ) pada dokter yang ditunjuk oleh pengusaha dan dibenarkan (disahkan)

oleh Direktur.

- UU No. 14/1969 tentang Ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja

Pada Bab IV Pasal 9 dan 10 Undang-undang tersebut disebutkan : Setiap tenaga kerja berhak

mendapat perlindungan atas keselamatan, kesehatan, kesusilaan, pemeliharaan moril kerja

serta perlakuan yang sesuai dengan martabat dan moral agama. Pemerintah membina

perlindungan kerja yang mencakup :

a. Norma Keselamatan Kerja

b. Norma Kesehatan Kerja

c. Norma Kerja

d. Pemberian ganti rugi, perawatan dan rehabilitasi dalam hal kecelakaan kerja.

- UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan 7

Pada Bab X Paragraf 5 Tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pasal 86 dan 87

Undang-undang tersebut disebutkan:

Pasal 86

1. Setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas :

a. keselamatan dan kesehatan kerja;

b. moral dan kesusilaan; dan

c. perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama.

2. Untuk melindungi keselamatan pekerja/buruh guna mewujudkan produktivitas kerja

yang optimal diselenggarakan upaya keselamatan dan kesehatan kerja.

3. Perlindungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan sesuai

dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku.

Page 12: BAB 1 penyakit paru kerja

12

Pasal 87

1.. Setiap perusahaan wajib menerapkan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan

kerja yang terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan.

2. Ketentuan mengenai penerapan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja

sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal ini sebenarnya dapat dipakai untuk mempertahankan hak tenaga kerja yang

terkena penyakit. Pemberi kerja (pemerintah atau pengusaha) wajib memberi perlindungan

bagi tenaga kerja, tidak boleh memberhentikan begitu saja dan juga wajib memberi

pengobatan serta upah yang menjadi hak mereka.

Dan masih banyak lagi Undang-undang atau peraturan yang mengatur tentang

kesehatan dan keselamatan kerja.

2. Substitusi.

Yang dimaksud di sini yaitu mengganti bahan yang berbahaya dengan bahan yang tidak

berbahaya atau kurang berbahaya. Sebagai contoh adalah serat asbes yang dapat

menimbulkan asbestosis, kanker paru dan mesotelioma, digantikan oleh serat buatan

manusia. Contoh lain adalah debu silika yang diganti dengan alumina.

3. Modifikasi proses produksi untuk mengurangi pajanan sampai tingkat yang aman.

4. Metode basah.

Melakukan proses produksi dengan cara membasahi tempat produksi sehingga tidak

menghasilkan debu dengan kadar yang tinggi.

5. Mengisolasi proses produksi.

Bila bahan yang berbahaya tidak dapat dihilangkan, pajanan terhadap pekerja dapat

dihindari dengan mengisolasi proses produksi. Teknik ini telah digunakan dalam menangani

bahan radioaktif dan karsinogen, dan juga telah berhasil digunakan untuk mencegah asma

kerja akibat pemakaian isosianat dan enzim proteolitik.

6. Ventilasi keluar.

Bila proses isolasi produksi tidak bisa dilakukan, maka masih ada kemungkinan untuk

mengurangi bahan pajanan dengan ventilasi keluar ( exhaust ventilation ). Metode ventilasi

keluar telah berhasil digunakan untuk mengurangi kadar debu di industri batubara dan asbes.

Page 13: BAB 1 penyakit paru kerja

13

7. Alat Pelindung Diri ( APD ).

Alat pelindung diri di sini bukan hanya sekedar masker, namun yang terbaik adalah

respirator. Respirator adalah suatu masker yang menggunakan filter sehingga dapat

membersihkan udara yang dihisap. Ada 2 macam respirator, yaitu yang half-face respirator,

di sini berfungsi hanya sebagai penyaring udara, dan full-face respirator, yaitu sekaligus

berfungsi sebagai pelindung mata.

Pemakaian respirator adalah usaha terakhir, bila usaha lain untuk mengurangi pajanan

tidak memberikan efek yang optimal. Untuk menggunakan respirator, seseorang harus

melalui evaluasi secara medis. Hal ini penting karena respirator tidak selalu aman bagi setiap

orang. Pemakaian respirator dapat berakibat jantung dan paru bekerja lebih keras sehingga

pemakaian respirator dapat menjadi tidak aman bagi penderita asma, gangguan jantung atau

orang yang mempunyai masalah dengan saluran napasnya. Pelatihan bagi pekerja yang akan

menggunakan respirator sangat penting. Dengan pelatihan tersebut pekerja diberi pemahaman

tentang jenis respirator, cara memilih respirator yang cocok, cara pemakaian serta cara

perawatan agar tidak mudah rusak.

Pemakaian alat pelindung diri mempunyai beberapa kelemahan :

Tergantung kepatuhan pekerja

Tidak 100% efisien

Memerlukan ketrampilan dan perawatan teratur

Disesuaikan dengan kebutuhan fisiologis dari masing-masing pemakai

Dapat mengganggu kemampuan melakukan pekerjaan

2.5.2. Pencegahan sekunder 1

Adalah melakukan deteksi dini penyakit dan deteksi dini pajanan zat yang dapat

menimbulkan penyakit. Dilakukan pemeriksaan berkala pada pekerja yang terpajan zat yang

berisiko tinggi terjadinya gangguan kesehatan. Pemeriksaan berkala dilakukan sejak tahun

pertama bekerja dan seterusnya.

Surveilans medik adalah kegiatan yang sangat mendasar, bertujuan untuk mendeteksi

efek pajanan yang tidak diinginkan sebelum menimbulkan gangguan fungsi pernapasan

pekerja dan selanjutnya dilakukan usaha-usaha untuk mencegah perburukan. Tanpa usaha-

usaha tersebut, surveilans hanya berperan mencatat besar angka kesakitan daripada

Page 14: BAB 1 penyakit paru kerja

14

pencegahan sekunder. Dalam prakteknya pencegahan berdasarkan surveilans adalah untuk

mencegah pajanan.

2.5.3 Pencegahan tertier 1

Pencegahan tersier berguna untuk mencegah penyakit bertambah buruk dan penyakit

menjadi menetap. Bila diduga telah terjadi penyakit atau diagnosis telah ditegakkan, perlu

secepat mungkin menghindarkan diri dari pajanan lebih lanjut.

Pajanan dari tempat kerja dan lingkungan yang diduga atau diketahui mempunyai efek

sinergi terhadap terjadinya kanker paru seperti merokok harus dihentikan. Contoh lain

pencegahan tersier adalah pencegahan terhadap penyakit TB pada pekerja yang terpajan debu

silika.

Page 15: BAB 1 penyakit paru kerja

15

BAB III

KESIMPULAN

Penyakit paru kerja (pneumokoniosis) merupakan penyakit atau kerusakan paru

disebabkan oleh debu, uap atau gas berbahaya yang terhirup pekerja di tempat kerja.

Berbagai penyakit paru dapat terjadi akibat pajanan zat seperti serat, debu, dan gas yang

timbul pada proses industrialisasi. Jenis penyakit paru yang timbul tergantung pada jenis zat

pajanan, tetapi manifestasi klinis penyakit paru kerja mirip dengan penyakit paru lain yang

tidak berhubungan dengan kerja.

Penyakit paru akibat kerja ini bersifat irreversibel yang berarti tidak dapat

disembuhkan. Terapinya hanya berupa tindakan suportif. Maka yang dapat dilakukan adalah

melalui pencegahan primer, sekunder dan tersier.

Pencegahan primer adalah untuk mengurangi faktor resiko pajanan. Pencegahan

sekunder adalah melakukan deteksi dini kelainan pada pekerja yang beresiko. Pencegahan

tersier adalah pencegahan penyakit agar tidak menjadi semakin parah.

Page 16: BAB 1 penyakit paru kerja

16

DAFTAR PUSTAKA

1. Ikhsan, Mukhtar. Penyakit Paru Kerja. Departemen Pulmonologi dan Ilmu

Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

2. Redlich CA. Occupational lung disorders : General principles and approaches. In :

Fishman AP. Pulmonary Diseases and Disorders. 3rd. New York : McGraw-Hill Co;

1998:867-75.

3. Blanc PD. General principles and diagnostic approaches. In : Murray JF, Nadel

JA.Editors. Textbook of Respiratory Medicine. 3rd. Philadelphia : WB Saunders Co.

2000: 1803-9.

4. Soetedjo, Farida A. Penyakit Paru Kerja. Presentasi Bagian Ilmu Penyakit Dalam

Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya.

5. Pandia, PS. Penyakit Paru Kerja. Presentasi Departemen Paru FK-USU. H. Adam

Malik Medan, 2008.

6. Sulistomo, Astrid. Diagnosis Penyakit Akibat Kerja dan Sistem Rujukan, Kesehatan

Kerja. Cermin Dunia Kedokteran, 2000.

7. UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.