bab 1 pendahuluan 1.1 latar belakang -...
TRANSCRIPT
1
Bab 1
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari-hari, seperti halnya air dan udara yang menjadi salah satu
faktor penting dalam kelangsungan hidup manusia, bahasa juga telah menjadi salah
satu faktor yang sangat penting. Menurut Setia (2005: 2), bahasa merupakan bentuk
komunikasi antar manusia, sebab pada hakikatnya manusia adalah makhluk sosial
yang tidak dapat hidup sendiri dan membutuhkan interaksi dengan orang lain yang
dapat terwujud dengan adanya komunikasi melalui bahasa yang digunakan.
Bahasa merupakan salah satu ciri yang paling khas, yang membedakan manusia
dari makhluk hidup lainnya, yang dikaji dalam ilmu pengetahuan yang disebut
dengan linguistik. Dalam bidang ilmu linguistik terdapat beberapa cabang ilmu yaitu
fonologi, morfologi, semantik, sintaksis, sosiolinguistik, psikolinguistik dan lain-lain
(Solehudin, 2009: 2).
Keraf (2007: 114), juga mengungkapkan bahwa bahasa adalah alat untuk manusia
saling bertemu dan bergaul sehingga harus dipakai secara tepat. Penggunaan bahasa
yang baik dan benar akan menimbulkan suatu hubungan yang harmonis antara
penutur dan petutur.
Kemampuan manusia dalam berbahasa sangat dipengaruhi oleh lingkungannya.
Menurut Solehudin (2009: 3), bahasa yang dipandang sebagai gejala sosial, tidak
hanya ditentukan oleh faktor linguistik, tetapi juga ditentukan oleh faktor sosialnya,
seperti status sosial, umur, tingkat pendidikan, jenis kelamin dan sebagainya. Kajian
2
ilmu yang mempelajari dan membahas mengenai linguistik dan faktor-faktor
sosialnya disebut dengan sosiolinguistik.
Dalam penelitian ini penulis ingin mengetahui bagaimana faktor- faktor sosial
seperti umur, jenis kelamin, dan status sosial tersebut mempengaruhi bahasa yang
digunakan oleh seseorang. Oleh sebab itu penulis mengambil tema sosiolinguistik
sebagai bahan penelitian skripsi. Faktor sosial yang akan diteliti oleh penulis adalah
dilihat dari sudut pandang status sosialnya, yaitu antara hubungan guru dan muridnya,
yang dikaitkan dengan bahasa yang digunakan saat berkomunikasi.
Dalam berbahasa, ada yang dianggap sopan dan ada pula yang dianggap kasar.
Setiap negara masing-masing pasti memiliki bentuk bahasa sopan sesuai dengan pola
kalimat bahasa tiap-tiap negara tersebut.
Kesopanan dalam berbahasa oleh penutur menunjukkan rasa hormat dan
menghargai orang yang mendengarkan. Menggunakan bahasa yang sopan akan
menjadi sangat penting saat penutur berbicara dengan atasan, orang yang dihormati
atau orang yang usianya lebih tua. Kesopanan tersebut juga merupakan bagian
integral dari kehidupan dalam masyarakat manusia (Stephan dan Liberman, 2004: 1),
serta seseorang bisa disimpulkan tingkat kepribadian yang dimilikinya, dilihat dari
kesantunan bahasa yang digunakan (Gulick, 2007: 248).
Begitu pula dengan Jepang, yang terkenal karena memiliki pola bahasa sopan
yang khas, yang disebut dengan keigo (Nakayama, et al, 2006: 110). Selain itu,
bahasa Jepang juga mulai menjadi satu bagian dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini
tampak jelas pada kondisi seseorang yang tinggal di salah satu kota besar yang ada di
Jepang, jarang sekali dalam satu hari berlalu tanpa bertemu dengan orang asing
(Shadily, 1994: 15).
3
Keigo atau bahasa sopan di Jepang, adalah satu bentuk “merendah” yang
digunakan untuk menghormati pendengar atau lawan bicara penutur. Uno dalam
Hendry (1993: 64) menjelaskan bahwa penggunaan keigo juga merupakan salah satu
cara untuk menunjukkan care atau perhatian terhadap seseorang. Hal ini ada pada
salah satu kata dalam bahasa Jepang yang berhubungan dengan konsep keigo, yaitu
teinei, yang dapat diartikan care atau perduli (perhatian). Keigo tersebut terbentuk
berdasarkan hubungan antara penutur dan petutur, serta orang ketiga yang menjadi
topik pembicaraan (Hirabayashi dalam Sitorus dan Novianti, 2006: 128).
Disamping itu, berbahasa juga merupakan sebuah budaya. Secara budaya pun,
keigo merupakan salah satu budaya Jepang yang menjadi ciri khas Jepang. Keigo
dalam bahasa Jepang secara umum terbagi kedalam empat bentuk, yaitu sonkeigo
(bahasa untuk meninggikan orang lain), kenjougo (bahasa untuk merendahkan diri
sendiri), teineigo (bahasa sopan standar yang diakhiri dengan desu dan masu), bikago
(bentuk yang memperindah bahasa yang digunakan oleh seseorang) (Nagasaki, 2004:
110). Dari keempat jenis keigo tersebut, sonkeigo dan kenjougo tergolong keigo yang
paling jarang digunakan dalam percakapan sehari-hari.
Dalam bukunya, Boscaro (2003: 114) menyatakan bahwa perbedaan yang cukup
besar terhadap keigo tentunya diekspresikan oleh masyarakat dari latar belakang dan
dalam situasi yang berbeda. Pemahaman akan situasi penggunaan keigo yang salah
dapat menimbulkan dampak buruk. Salah satu contohnya seperti yang diungkapkan
oleh Boscaro (2003: 114), bahwa Beliau pernah mendengar adanya kasus pasien
yang protes atau komplain di sebuah rumah sakit di Tokyo, karena pasien merasa
tidak dihormati akibat para perawat yang menganggap para pasien tersebut seperti
anak kecil dan tidak menggunakan bahasa yang sopan saat berbicara dengan mereka,
4
walaupun sebagian besar dari pasien tersebut ada yang berusia jauh lebih tua
daripada perawat-perawat tersebut.
Secara teori, juga dinyatakan bahwa keigo, khususnya sonkeigo dan kenjougo
digunakan saat berbicara dengan orang yang tidak dikenal, orang yang sangat
dihormati seperti guru, profesor, dan atasan, serta orang yang usianya lebih tua dari
penutur (Haghirian, 2010: 76).
Akan tetapi, pada kenyataan kehidupan sehari-hari, penulis menemukan banyak
siswa Jepang yang tidak lagi menggunakan keigo saat berbicara terhadap gurunya.
Davies dan Ikeno (2002: 146) juga menyatakan bahwa generasi muda Jepang saat ini
tidak dapat lagi menggunakan keigo dengan baik, anak-anak tidak menggunakannya
terhadap orang tua mereka di rumah, serta para siswa juga tidak menggunakannya
lagi terhadap gurunya. Bahkan lebih jauh lagi, dapat dikatakan bahwa bentuk sopan
dan kerendahan hati seperti tampak menghilang dalam bahasa sehari-hari dan yang
dapat ditemukan saat ini hanya berupa percakapan, surat dan salam yang formal atau
biasa.
Oleh sebab itu, penulis mengambil judul “Analisis Penggunaan Sonkeigo dan
Kenjougo dalam Komunikasi Antara Siswa dan Guru di Jepang” sebagai judul
penelitian skripsi. Penulis ingin meneliti dan mengetahui berapa banyak generasi
muda di Jepang, khususnya di daerah Osaka, yang masih menggunakan sonkeigo dan
kenjougo, saat berbicara dengan gurunya. Selain itu, penulis juga ingin mengetahui
dalam kondisi seperti apa keigo tersebut digunakan dan terhadap siapa saja, apakah
status sosial seperti hubungan guru dan murid tersebut mempengaruhi penggunaan
keigo tersebut.
Dalam penelitian ini, penulis akan menggunakan teori sosiolinguistik, yaitu
adanya pengaruh sosial seperti umur, jenis kelamin, dan status sosial dalam
5
penggunaan bahasa oleh penutur, yang akan digunakan sebagai induk teori. Teori
tersebut akan dihubungkan dengan konsep keigo, yaitu pola bahasa sopan dalam tata
bahasa Jepang. Penjelasan yang lebih jelas dan rinci mengenai kelima jenis keigo
tersebut akan dijelaskan oleh penulis pada bab II. Teori-teori tersebut akan
dihubungkan dengan konsep uchi dan soto, suatu sistem pengelompokkan dalam
masyarakat Jepang (Hirabayashi dan Hama, 1992: 3), yang dikaitkan dengan konsep
hirarki atau hubungan atas-bawah (jouge kankei) yang tergolong rumit dan kompleks
(Goekler, 2010: 29).
Menurut Garcia (2010: 1), dalam pemikiran orang Jepang, ada perbedaan yang
sangat besar antara cara memperlakukan orang yang ada dalam lingkungan penutur
dengan orang yang berada di luar penutur, sehingga bila tinggal di Jepang, seseorang
akan lebih baik jika masuk dan bergabung dalam suatu kelompok tertentu. Hal ini
karena akan lebih sulit apabila seseorang ingin bergabung dengan kelompok yang
bukan miliknya, jika tidak disambut sejak awal, akan tidak mungkin orang tersebut
akan diterima dengan sepenuh hati (gambar 1).
Hal ini juga diungkapkan oleh Hasegawa dan Hirose (2005: 3-4), yang
menyatakan bahwa masyarakat Jepang telah sering dicirikan sebagai masyarakat
yang kolektif atau berkelompok, dimana pihak yang berada dalam satu kelompok
dengan penutur disebut uchi dan yang ada di luar kelompok tersebut disebut soto.
Hubungan antara teori dengan analisis adalah penulis ingin mengetahui apakah
siswa (dalam penelitian ini, penulis membatasi siswa yang berusia 17-22 tahun) di
Jepang masih menggunakan keigo saat berbicara dengan gurunya, yang dikaitkan
dengan teori dan batasan-batasan politeness atau konsep keigo, hubungan uchi dan
soto, serta hubungan hirarki Jepang.
6
Penulis akan menghubungkan dan menganalisis kondisi di Jepang terutama
generasi mudanya, yang adalah siswa berusia 17-22 tahun, masih menggunakan
keigo seperti yang ada pada teori atau tidak, serta apakah faktor seperti status sosial
mempengaruhi penggunaan keigo tersebut, seperti yang dinyatakan oleh Haghirian
(2010: 76) bahwa keigo, khususnya sonkeigo dan kenjougo digunakan saat berbicara
dengan orang yang tidak dikenal, orang yang sangat dihormati seperti guru, profesor,
dan atasan, serta orang yang usianya lebih tua dari penutur.
Selain itu, penulis akan menganalisis, apakah umur juga mempengaruhi
penggunaan keigo tersebut, seperti halnya saat berbicara dengan guru yang usianya
jauh lebih tua dibandingkan dengan guru yang usianya hanya berbeda beberapa tahun,
apakah siswa akan menggunakan keigo terhadap kedua guru tersebut, atau hanya
terhadap guru yang usianya jauh lebih tua, serta apakah status sosial, seperti teman,
keluarga atau orang asing, juga mempengaruhi penggunaan tersebut.
1.2 Rumusan Permasalahan
Dalam penelitian skripsi ini, penulis akan meneliti penggunaan keigo dalam
hubungan komunikasi di Jepang.
1.3 Ruang Lingkup Permasalahan
Penulis hanya akan meneliti masalah penggunaan keigo, khususnya sonkeigo dan
kenjougo dalam hubungan komunikasi di Osaka, Jepang, antara guru dan murid
melalui angket dengan jumlah responden sebanyak 40 orang, yaitu 20 orang siswa
7
perempuan dan 20 orang siswa laki-laki, yang usianya dibatasi antara 17–22 tahun,
yang dikaitkan dengan konsep uchi dan soto, serta konsep hubungan hirarki.
1.4 Manfaat dan Tujuan Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah agar para pembaca mengetahui kondisi kehidupan
di Jepang saat ini, khususnya daerah Osaka terhadap penggunaan keigo dalam
hubungan komunikasi antara siswa dan gurunya. Selain itu, pembaca juga dapat
memahami berapa banyak siswa Jepang yang masih menggunakan keigo (sonkeigo
dan kenjougo) dan terhadap siapa, serta dalam kondisi seperti apa keigo tersebut
digunakan.
Tujuan penelitian skripsi ini adalah karena keingintahuan penulis mengenai
hubungan antara murid dengan guru di Jepang dalam penggunaan keigo, khususnya
sonkeigo dan kenjougo, melalui bahasanya sehubungan dengan kehidupan di Jepang
yang terus mengalami perkembangan, apakah para siswa tersebut masih
menggunakan keigo pada saat berbicara dengan guru–guru mereka dan berapa
banyak siswa yang masih menggunakan keigo tersebut. Selain itu, penulis juga ingin
mengetahui dalam kondisi seperti apa, keigo tersebut akan digunakan serta apakah
faktor-faktor sosial, seperti umur dan status sosial, mempengaruhi penggunaan keigo
tersebut.
1.5 Metode Penelitian
Metode yang akan digunakan oleh penulis dalam penelitian skripsi ini adalah
metode deskriptif analitis. Adapun tahapan penelitian yang akan penulis lakukan
8
adalah dengan menggunakan angket, yang terdiri dari dua buah angket yaitu angket
soal serta angket pertanyaan yang akan diukur dengan skala likert, masing–masing
angket terdiri dari 10 buah pertanyaan, dan disebarkan kepada 20 orang siswa
perempuan dan 20 orang siswa laki-laki sebagai responden, yang usianya dibatasi
antara 17–22 tahun melalui email. Responden adalah masyarakat Jepang asli yang
bertempat tinggal di daerah Osaka, Jepang.
Kemudian setelah angket dikembalikan, penulis akan menganalisis hasil angket
tersebut. Setelah itu, penulis akan membuat tabel dan diagram dari hasil angket yang
telah dianalisis itu.
Penulis akan menggabungkan metode angket dengan metode studi pustaka
sebagai landasan teori, dimana metode yang digunakan disebut metode deskriptif –
analitis. Penulis menggunakan metode ini dengan tujuan agar data yang diperoleh
untuk penelitian skripsi ini bersifat faktual, akurat dan dapat dipertanggung jawabkan
kebenarannya.
1.6 Sistematika Penulisan
Bagian pembuka terdiri dari abstraksi, daftar isi, serta ucapan terimakasih kepada
semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini,
permintaan maaf atas segala kekurangan dalam penulisan dan harapan penulis
Bab 1 berisi pendahuluan, yang terdiri dari latar belakang, rumusan permasalahan,
ruang lingkup permasalahan, manfaat dan tujuan penelitian, metode penelitian, dan
sistematika penelitian. Pada latar belakang, penulis menjelaskan alasan pemilihan
tema sosiolinguistik, alasan pemilihan judul “Analisis Penggunaan Sonkeigo dan
Kenjougo dalam Komunikasi Antara Siswa dan Guru di Jepang”, pengenalan teori
9
yang akan digunakan oleh penulis, dan hubungan antara analisis dengan teori yang
akan dipakai oleh penulis.
Pada bab 2 (landasan teori), akan dijelaskan mengenai teori–teori yang akan
digunakan oleh penulis dalam penelitian skripsi ini. Beberapa teori yang akan
digunakan adalah teori sosiolinguistik yang digunakan sebagai induk teori dan
konsep keigo. yang dihubungkan dengan konsep uchi dan soto, yang dikaitkan
dengan hubungan hirarki atau jouge kankei. Selain itu, juga ada berbagai teori
pendukung lainnya yang akan digunakan untuk menganalisis.
Pada bab 3 (analisis data), penulis akan menganalisis dan memaparkan data
dalam bentuk tabel dan diagram, kemudian penulis akan menganalisa data yang
dihubungkan dengan teori yang ada, untuk mengetahui apakah masih ada siswa di
Jepang, yang masih menggunakan keigo (bahasa sopan) saat berbicara dengan guru,
perbandingan jumlah siswa yang masih menggunakan keigo dengan yang tidak
menggunakan dalam bentuk tabel dan diagram, serta pada kondisi seperti apa keigo
tersebut digunakan. Penulis juga akan menambahkan teori–teori pendukung lainnya
yang dibutuhkan dalam penelitian ini, yang tidak diuraikan pada bab 2.
Bab 4, berisi simpulan yang diperoleh penulis dari hasil analisis data dalam
penelitian skripsi yang dihubungkan dengan teori dan saran bagi para pembaca yang
ingin melakukan penelitian dengan tema yang sama, dengan tujuan agar dapat
menghasilkan karya ilmiah yang lebih baik lagi.
Bab 5 adalah ringkasan yang berisi kesimpulan akhir dari semua penelitian yang
dilakukan oleh penulis, yaitu dari bab 1 sampai bab 4. Ringkasan pada bab 5 ini,
yang kemudian akan diterjemahkan ke dalam bahasa Jepang atau yang disebut
dengan gaiyou.
10
Penulis juga akan memasukkan bibliografi yang berisi buku–buku, jurnal baik
jurnal nasional maupun jurnal internasional, hasil dari internet berupa pdf dan
sumber–sumber lain yang digunakan oleh penulis sebagai sumber data dan teori
dalam penelitian skripsi ini. Selain itu, penulis juga akan melampirkan lampiran
seperti hasil angket pertama dan angket kedua yang telah diisi oleh responden serta
lampiran–lampiran lainnya yang mendukung dan digunakan dalam penelitian ini,
serta daftar riwayat hidup.