bab 1 goiter

35
BAB I PENDAHULUAN Struma disebut juga goiter adalah suatu pembengkakan pada leher oleh karena pembesaran kelenjar tiroid akibat kelainan kelenjar tiroid dapat berupa gangguan fungsi atau perubahan susunan kelenjar dan morfologinya. 1 Secara klinis struma dapat dibedakan menjadi struma toksik (perubahan fungsi fisiologis kelenjar tiroid “hipertiroid”) dan struma non toksik (eutiroid). Struma toksik sendiri dibagi menjadi struma diffusa toksik (Graves disease) dan struma nodusa toksik (Plummer’s disease). Istilah diffusa dan nodusa lebih mengarah kepada perubahan bentuk anatomi dimana struma diffusa toksik akan menyebar luas ke jaringan lain. 1 Hipertiroid merupakan penyakit metabolik yang menempati urutan kedua terbesar setelah diabetes melitus. Struma diffusa toksik (Graves disease) merupakan penyebab hipertiroid terbanyak pertama kemudian disusul oleh Plummer’s disease, dengan perbandingan 60% karena Graves disease dan 40% karena Plummer’s disease. 1 Nur Ajiyanti Sabirina 1

Upload: muhammad-budiman-irpan-bachtiar

Post on 02-Jan-2016

57 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

persentasi kasus goiter menganalisa pasien dengan kasus tiroid srta kelainan-kelainannya

TRANSCRIPT

Page 1: bab 1 goiter

BAB I

PENDAHULUAN

Struma disebut juga goiter adalah suatu pembengkakan pada leher oleh karena

pembesaran kelenjar tiroid akibat kelainan kelenjar tiroid dapat berupa gangguan fungsi atau

perubahan susunan kelenjar dan morfologinya.1

Secara klinis struma dapat dibedakan menjadi struma toksik (perubahan fungsi fisiologis

kelenjar tiroid “hipertiroid”) dan struma non toksik (eutiroid). Struma toksik sendiri dibagi

menjadi struma diffusa toksik (Graves disease) dan struma nodusa toksik (Plummer’s disease).

Istilah diffusa dan nodusa lebih mengarah kepada perubahan bentuk anatomi dimana struma

diffusa toksik akan menyebar luas ke jaringan lain. 1

Hipertiroid merupakan penyakit metabolik yang menempati urutan kedua terbesar setelah

diabetes melitus. Struma diffusa toksik (Graves disease) merupakan penyebab hipertiroid

terbanyak pertama kemudian disusul oleh Plummer’s disease, dengan perbandingan 60% karena

Graves disease dan 40% karena Plummer’s disease. 1

Graves disease (GD) pertama kali dilaporkan oleh Parry pada tahun 1825, kemudian

Graves pada tahun 1835 dan disusul oleh Basedow pada tahun 1840. Distribusi jenis kelamin dan

umur pada penyakit hipertiroid amat bervariasi dari berbagai klinik. Perbandingan wanita dan

laki-laki yang didapat di RSUP Palembang adalah 3,1 : 1 di RSCM Jakarta adalah 6 : 1, di RS.

Dr. Soetomo 8 : 1 dan di RSHS Bandung 10 :1.

Hipertiroidisme relatif jarang terjadi pada anakanak, kebanyakan disebabkan oleh

penyakit graves. Perempuan lebih sering menderita Graves disbanding laki-laki, dengan

Nur Ajiyanti Sabirina 1

Page 2: bab 1 goiter

perbandingan 3-6 : 1. Insiden semakin meningkat pada usia dewasa muda, dan paling banyak

pada usia 10-15 tahun. Di USA prevalensi penyakit Graves pada orang dewasa diperkirakan

0,02%, dan 95% diantaranya sebagai penyebab terjadinya hipertiroidisme. Penyakit Graves

ternyata berhubungan dengan HLA-B8 dan HLA-DR3. Kembar monozigot menunjukkan

keterkaitan dengan penyakit ini, sehingga memberikan dugaan bahwa pengaruh lingkungan dan

genetik berperan pada penyakit Graves. Penyakit Graves juga lebih sering terjadi pada pasien

dengan trisomi 21 daripada pasien tanpa trisomi 21. 3

Pengobatan penderita hipertiroid sangat komplek, dan masih banyak perbedaan pendapat

dari para ahli tentang cara terbaik dalam pengobatan. Faktor seks, umur, berat ringannya

penyakit, penyakit lain yang menyertainya, penerimaan penderita serta pengalaman dari

pengelolah harus dipertimbangkan. Berdasarkan uraian di atas penulis ingin membahas lebih

dalam mengenai GD.2

Nur Ajiyanti Sabirina 2

Page 3: bab 1 goiter

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. DEFINISI

Graves disease (GD) adalah penyakit otoimun dimana tiroid terlalu aktif, menghasilkan

jumlah yang berlebihan dari hormon tiroid (ketidakseimbangan metabolisme serius yang dikenal

sebagai hipertiroidisme dan tirotoksikosis) dan kelainannya dapat mengenai mata dan kulit.

Penyakit Graves merupakan bentuk tirotoksikosis yang tersering dijumpai dan dapat terjadi pada

segala usia, lebih sering terjadi pada wanita dibanding pria. Sindroma ini terdiri dari satu atau

lebih dari gambaran tirotoksikosis, goiter, ophtalmopathy (exopthalmus), dermopathy (pretibial

myxedema).4

2.2. ETIOLOGI DAN FAKTOR PREDISPOSISI

GD merupakan suatu penyakit otoimun yaitu saat tubuh menghasilkan antibodi yang

menyerang komponen spesifik dari jaringan itu sendiri, maka penyakit ini dapat timbul secara

tiba-tiba dan penyebabnya masih belum diketahui. Hal ini disebabkan oleh autoantibodi tiroid

(TSHR-Ab) yang mengaktifkan reseptor TSH (TSHR), sehingga merangsang tiroid sintesis dan

sekresi hormon, dan pertumbuhan tiroid (menyebabkan gondok membesar difus).3

Saat ini diidentifikasi adanya antibodi IgG sebagai thryoid stimulating antibodies pada

penderita GD yang berikatan dan mengaktifkan reseptor tirotropin pada sel tiroid yang

menginduksi sintesa dan pelepasan hormon tiroid. Beberapa penulis mengatakan bahwa penyakit

ini disebabkan  oleh multifaktor antara genetik, endogen dan faktor lingkungan.3

Nur Ajiyanti Sabirina 3

Page 4: bab 1 goiter

Terdapat beberapa faktor predisposisi:3

2.2.1 Genetik

Riwayat keluarga dikatakan 15 kali lebih besar dibandingkan populasi umum untuk

terkena Graves. Gen HLA yang berada pada rangkaian kromosom ke-6 (6p21.3)

ekspresinya mempengaruhi perkembangan penyakit autoimun ini. Molekul HLA

terutama klas II yang berada pada sel T di timus memodulasi respons imun sel T terhadap

reseptor limfosit T (T lymphocyte receptor/TcR) selama terdapat antigen. Interaksi ini

merangsang aktivasi T helper limfosit untuk membentuk antibodi. T supresor limfosit

atau faktor supresi yang tidak spesifik (IL-10 dan TGF-β) mempunyai aktifitas yang

rendah pada penyakit autoimun kadang tidak dapat membedakan mana T helper mana

yang disupresi sehingga T helper yang membentuk antibodi yang melawan sel induk akan

eksis dan meningkatkan proses autoimun.

2.2.2. Jenis Kelamin

Wanita lebih sering terkena penyakit ini karena modulasi respons imun oleh estrogen.

Hal ini disebabkan karena epitope ekstraseluler TSHR homolog dengan fragmen pada

reseptor LH dan homolog dengan fragmen pada reseptor FSH.

2.2.3. Status gizi

Status gizi dan berat badan lahir rendah sering dikaitkan dengan prevalensi timbulnya

penyakit autoantibodi tiroid.

2.2.4. Stress

Stress juga dapat sebagai faktor inisiasi untuk timbulnya penyakit lewat jalur

neuroendokrin.

2.2.5. Merokok

Nur Ajiyanti Sabirina 4

Page 5: bab 1 goiter

Merokok dan hidup di daerah dengan defisiensi iodium.

2.2.6. Infeksi

Toxin, infeksi bakteri dan virus. Bakteri Yersinia enterocolitica yang mempunyai protein

antigen pada membran selnya yang sama dengan TSHR pada sel folikuler kelenjar tiroid

diduga dapat mempromosi timbulnya penyakit Graves terutama pada penderita yang

mempunyai faktor genetik. Kesamaan antigen bakteri atau virus dengan TSHR atau

perubahan struktur reseptor terutama TSHR pada folikel kelenjar tiroid karena mutasi

atau biomodifikasi oleh obat, zat kimia atau mediator inflamasi menjadi penyebab

timbulnya autoantibodi terhadap tiroid dan perkembangan penyakit ini.

2.2.7. Periode post partum

Periode post partum dapat memicu timbulnya gejala hipertiroid.

2.2.8. Pengobatan sindroma defisiensi imun (HIV)

Penggunaan terapi antivirus dosis tinggi highly active antiretroviral theraphy (HAART)

berhubungan dengan penyakit ini dengan meningkatnya jumlah dan fungsi CD4 sel T.

2.3.ANATOMI DAN FISIOLOGI KELENJAR TIROID

Kelenjar tiroid pada manusia terletak tepat di depan trakea. Sel-sel yang memproduksi

hormon tiroid tersusun dalam folikel-folikel dan mengkonsentrasikan iodin yang digunakan 

untuk sintesis hormon tiroid. Hormon yang bersirkulasi adalah tiroksin (T4) dan tri-iodotironin

(T3). Kelenjar paratiroid menempel pada tiroid dan memproduksi hormon paratiroid

(Parathormon ; PTH). PTH penting dalam pengontrolan metabolisme kalsium dan fosfat. Sel-Sel

Nur Ajiyanti Sabirina 5

Page 6: bab 1 goiter

parafolikuler terletak dalam tiroid tersebar di antara folikel. Sel-Sel ini memproduksi kalsitonin

yang menghambat resorpsi kalsium tulang

Kelenjar tiroid juga mengandung clear cell atau sel parafolikuler atau sel C yang mensintesis

kalsitonin. T3 mempengaruhi pertumbuhan, diferensiasi, dan metabolisme. T3 selain disekresi

oleh kelenjar tiroid juga merupakan hasil deiodinasi dari T4 di jaringan perifer. T3 dan T4

disimpan terikat pada 3 protein yang berbeda : glikopreotein tiroglobulin di dalam koloid dari

folikel, prealbumin pengikat tiroksin dan albumin serum. Hanya sedikit T3 dan T4 yang tidak

terikat terdapat dalam sirkulasi darah.4

Pengaturan sekresi hormon tiroid dilakukan oleh TSH (thyroid-stimulating hormone) dan

adenohipofisis. Sintesis dan pelepasannya dirangsang oleh TRH (Thyrotropin-releasing

hormone) dari hipothalamus. TSH disekresi dalam sirkulasi dan terikat pada reseptornya pada

kelenjar tiroid. TSH mengontrol produksi dan pelepasan T3 dan T4. Efek TRH dimodifikasi oleh

T3, peningkatan konsentrasi hormon tiroid, misalnya, mengurangi respons adenohipofisis

terhadap TRH (mengurangi reseptor TRH) sehingga pelepasan TSH menurun dan sebagai

akibatnya kadar T3 dan T4 menurun (umpan balik negatif). Sekresi TRH juga dapat dimodifikasi

tidak hanya oleh T3 secara negatif (umpan balik) tetapi juga melalui pengaruh persarafan.

Nur Ajiyanti Sabirina 6

Page 7: bab 1 goiter

Gambar 1. Fisiologi kelenjar tiroid

Paulev and Zubieta. Thyroid Hormones and Disorders. Tanggal 20 April 2013 available from

http://www.zuniv.net/physiology/book/chapter28.html

Produksi hormon tiroid (T3 dan T4) dalam kelenjar tiroid dipengaruhi oleh hormon TSH

(Thyroid Stimulating Hormone) yang dikeluarkan oleh kelenjar hopofisis. Sekresi TSH diatur

oleh kadar T3 dan T4 dalam sirkulasi melalui pengaruh umpan balik negatif dan juga oleh

Thyrotrophin Releasing Hormone (TRH) dari hipotalamus. Kadar hormon bebas yang tinggi

akan menekan sekresi TSH oleh kelenjar hipofisis, sehingga produksi T3 dan T4 menurun.

Sebaliknya kadar hormon bebas yang rendah akan meningkatkan sekresi TSH sehingga

meningkatkan produksi T3 dan T4.

Nur Ajiyanti Sabirina 7

Page 8: bab 1 goiter

Belum seluruhnya fisiologi hormon tiroid yang diketahui. Saat ini diketahui bahwa

hormon tiroid berperan penting dalam pembentukan kalori, pada metabolisme karbohidrat,

protein dan kolesterol serta proses pertumbuhan. Hormon tiroid juga berhubungan erat dengan

fungsi katekolamin dalam tubuh.5

2.3.1. Pembentukan kalori

Hormon ini bekerja dengan cara meninggikan komsumsi oksigen pada hampir semua

jaringan tubuh yang aktif dalam metabolisme, kecuali pada otak, hipofisis anterior, limpa

dan kelenjar limfe. Dengan meningkatnya taraf metabolisme, maka kebutuhan tubuh akan

semua zat makanan juga bertambah. Tiroksin juga berperan dalam proses termogenesis,

yaitu dengan meningkatkan produksinya pada suhu dingin, yang berarti memperbanyak

pembentukan kalori selain dari adanya vasodilatasi perifer dan bertambahnya curah

jantung.

2.3.2. Metabolisme karbohidrat

Hormon tiroid bekerja dengan mempercepat penyerapan karbohidrat dari usus dan efek

ini tidak bergantung pada pada efek kalorigeniknya. Pada keadaan hipertiroidisme,

simpanan glikogen hati sangat sedikit karena proses katabolisme yang tinggi disertai

bertambahnya sekresi katekolamin (adrenalin). Oleh karena itu pada penderita

hipertiroidisme akan ditemukan gambaran kurva uji toleransi glukosa oral yang sangat

khas.

2.3.3. Metabolisme protein

Hormon tiroid (tiroksin) dalam kadar normal akan memperlihatkan efek anabolik berupa

sintesis  RNA dan protein yang bertambah. Sebaliknya pada kadar yang berlebihan, justru

akan terjadi hambatan sintesis RNA, sehingga terjadi keseimbangan nitrogen negatif.

Nur Ajiyanti Sabirina 8

Page 9: bab 1 goiter

Pada kadar sangat tinggi, tiroksin dapat menimbulkan uncoupling pada proses fosforilasi

oksidatif, sehingga ATP berkurang dan pembentukan panas bertambah.

2.3.4. Metabolisme lemak dan kolesterol

Tiroksin akan merangsang proses lipolisis  dan pelepasan asam lemak bebas dari jaringan

lemak. Disamping itu juga terdapat rangsangan terhadap sel hati untuk metabolisme dan

sintesis kholesterol. Adanya penurunan kadar kholesterol disebabkan oleh proses

metabolisme  melebihi proses sintesisnya.

2.3.5. Pertumbuhan

Efek hormon tiroid untuk proses pertumbuhan berhubungan erat dengan pengaruhnya

terhadap berbagai jenis enzim, metabolisme karbohidrat, lemak dan protein.

2.3.6. Sistem saraf

Efek yang terjadi mungkin sebagian disebabkan oleh sekresi katekolamin yang

meningkat, sehingga beberapa pusat dalam formasio retikularis menjadi lebih aktif.

Refleks tendon dalam (deep reflex tendon) juga dipengaruhi dan biasanya akan jauh lebih

cepat daripada normal.

2.4.PATOFISIOLOGI

Hipertiroid adalah suatu keadaan klinik yang ditimbulkan oleh sekresi berlebihan dari

hormon tiroid yaitu tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3). Didapatkan pula peningkatan produksi

triiodotironin (T3) sebagai hasil meningkatnya konversi tiroksin (T4) di jaringan perifer.2

Dalam keadaan normal hormon tiroid berpengaruh terhadap metabolisme jaringan, proses

oksidasi jaringan, proses pertumbuhan dan sintesa protein. Hormon-hormon tiroid ini

Nur Ajiyanti Sabirina 9

Page 10: bab 1 goiter

berpengaruh terhadap semua sel-sel dalam tubuh melalui mekanisme transport asam amino dan

elektrolit dari cairan ekstraseluler kedalam sel, aktivasi/sintesa protein enzim dalam sel dan

peningkatan proses-proses intraseluler.2

Dengan meningkatnya kadar hormon ini maka metabolisme jaringan, sintesa protein dan

lain-lain akan terpengaruh, keadaan ini secara klinis akan terlihat dengan adanya palpitasi,

takikardi, fibrilasi atrium, kelemahan, banyak keringat, nafsu makan yang meningkat, berat

badan yang menurun. Kadang - kadang gejala klinis yang ada hanya berupa penurunan berat

badan, payah jantung, kelemahan otot serta sering buang air besar yang tidak diketahui

sebabnya.2

Gambar 2. Patofisiologi Garave Disease

Paulev and Zubieta. Thyroid Hormones and Disorders. Tanggal 20 April 2013 available from http://www.zuniv.net/physiology/book/chapter28.html.

Nur Ajiyanti Sabirina 10

Page 11: bab 1 goiter

2.5. Diagnosis

2.5.1. Anamnesis

Gambaran klinik hipertiroid dapat ringan dengan keluhan-keluhan yang sulit dibedakan

dari reaksi kecemasan, tetapi dapat berat sampai mengancam jiwa penderita karena timbulnya

hiperpireksia, gangguan sirkulasi dan kolaps. Keluhan utama biasanya berupa salah satu dari

meningkatnya nervositas, berdebar-debar atau kelelahan. Dari penelitian pada sekelompok

penderita didapatkan 10 gejala yang menonjol yaitu:2

− Nervositas

− Kelelahan atau kelemahan otot-otot

− Penurunan berat badan sedang nafsu makan baik

− Diare atau sering buang air besar

− Intoleransi terhadap udara panas

− Keringat berlebihan

− Perubahan pola menstruasi

− Tremor

− Berdebar-debar

− Penonjolan mata dan leher

Gejala-gejala hipertiroid ini dapat berlangsung dari beberapa hari sampai beberapa tahun

sebelum penderita berobat ke dokter, bahkan sering seorang penderita tidak menyadari

penyakitnya.2

Pada pemeriksaan klinis didapatkan gambaran yang khas yaitu : seorang penderita tegang

disertai cara bicara dan tingkah laku yang cepat, tanda-tanda pada mata, telapak tangan basah

dan hangat, tremor, oncholisis, vitiligo, pembesaran leher, nadi yang cepat, aritmia, tekanan nadi

Nur Ajiyanti Sabirina 11

Page 12: bab 1 goiter

yang tinggi dan pemendekan waktu refleks Achilles. Atas dasar tanda-tanda klinis tersebut

sebenarnya suatu diagnosis klinis sudah dapat ditegakkan.2

Untuk daerah di mana pemeriksaan laboratorik yang spesifik untuk hormon tiroid tak dapat

dilakukan, penggunaan indeks Wayne atau Indeks New Castle sangat membantu menegakkan

diagnosis hipertiroid. Pengukuran metabolisme basal (BMR), bila basil BMR > ± 30, sangat

mungkin bahwa seseorang menderita hipertiroid.3

Tabel 1. Indeks Wayne

Shahab A, 2002, Penyakit Graves (Struma Diffusa Toksik) Diagnosis dan Penatalaksanaannya, Bulletin PIKKI : Seri Endokrinologi-Metabolisme, Edisi Juli 2002, PIKKI, Jakarta, 2002

Nur Ajiyanti Sabirina 12

Page 13: bab 1 goiter

Tabel 2. Indeks New Castle

Shahab A, 2002, Penyakit Graves (Struma Diffusa Toksik) Diagnosis dan Penatalaksanaannya, Bulletin PIKKI : Seri Endokrinologi-Metabolisme, Edisi Juli 2002, PIKKI, Jakarta, 2002

Untuk konfirmasi diagnosis perlu dilakukan pemeriksaan hormon timid (thyroid function

test), seperti kadar T4 dan T3, kadar T4 bebas atau free thyroxine index (FT41). Adapun

pemeriksaan lain yang dapat membantu menegakkan diagnosis antara lain: pemeriksaan antibodi

tiroid yang meliputi anti tiroglobulin dan antimikrosom, pengukuran kadar TSH serum, test

penampungan yodium radioaktif (radioactive iodine uptake) dan pemeriksaan sidikan tiroid

(thyroid scanning) Khir mengemukakan pendapatnya untuk menegakkan diagnosis GD, yakni :

Nur Ajiyanti Sabirina 13

Page 14: bab 1 goiter

adanya riwayat keluarga yang mempunyai penyakit yang sama atau mempunyai penyakit yang

berhubungan dengan otoimun, di samping itu pada penderita didapatkan eksoftalmus atau

miksedem pretibial; kemudian dikonfirmasi dengan pemeriksaan antibodi tiroid.

Pemeriksaan penunjang:

Foto Polos Leher Mendeteksi adanya kalsifikasi, adanya penekanan pada trakea, dan

mendeteksi adanya destruksi tulang akibat penekanan kelenjar yang membesar.

Radio Active Iodine (RAI) scanning dan memperkirakan kadar uptake iodium berfungsi

untuk menentukan diagnosis banding penyebab hipertiroid.

USG Murah dan banyak digunakan sebagai pemeriksaan radiologi pertama pada pasien

hipertiroid dan untuk mendukung hasil pemeriksaan laboratorium

CT Scan Evaluasi pembesaran difus maupun noduler, membedakan massa dari tiroid

maupun organ di sekitar tiroid, evaluasi laring, trakea (apakah ada penyempitan, deviasi dan

invasi).

MRI Evaluasi Tumor tiroid (menentukan diagnosis banding kasus hipertiroid)

Radiografi nuklir dapat digunakan untuk menunjang diagnosis juga sebagai terapi.

2.6. Penatalaksanaan

Pada dasarnya pengobatan penderita hipertiroidi meliputi:2

2.6.1. Pengobatan Umum

2.6.1.1. Istirahat

Nur Ajiyanti Sabirina 14

Page 15: bab 1 goiter

Hal ini diperlukan agar hipermetabolisme pada penderita tidak makin meningkat.

Penderita dianjurkan tidak melakukan pekerjaan yang melelahkan/mengganggu pikiran balk di

rmah atau di tempat bekerja. Dalam keadaan berat dianjurkan bed rest total di Rumah Sakit.

2.6.1.2. Diet

Diet harus tinggi kalori, protein, multivitamin serta mineral. Hal ini antara lain karena :

terjadinya peningkatan metabolisme, keseimbangan nitrogen yang negatif dan keseimbangan

kalsium yang negatif.

2.6.1.3. Obat penenang

Mengingat pada GD sering terjadi kegelisahan, maka obat penenang dapat diberikan. Di

samping itu perlu juga pemberian psikoterapi.

2.6.2. Pengobatan Khusus

2.6.2.1. Obat antitiroid

Obat-obat yang termasuk golongan ini adalah thionamide, yodium, lithium, perchlorat

dan thiocyanat. Obat yang sering dipakai dari golongan thionammide adalah propylthiouracyl

(PTU), 1 - methyl – 2 mercaptoimidazole (methimazole, tapazole, MMI), carbimazole. Obat ini

bekerja menghambat sintesis hormon tetapi tidak menghambat sekresinya, yaitu dengan

menghambat terbentuknya monoiodotyrosine (MIT) dan diiodotyrosine (DIT), serta

menghambat coupling diiodotyrosine sehingga menjadi hormon yang aktif. PTU juga

menghambat perubahan T4 menjadi T3 di jaringan tepi, serta harganya lebih murah sehingga

pada saat ini PTU dianggap sebagai obat pilihan.

Nur Ajiyanti Sabirina 15

Page 16: bab 1 goiter

Obat antitiroid diakumulasi dan dimetabolisme di kelenjar gondok sehingga pengaruh

pengobatan lebih tergantung pada konsentrasi obat dalam kelenjar dari pada di plasma. MMI dan

carbimazole sepuluh kali lebih kuat daripada PTU sehingga dosis yang diperlukan hanya satu

persepuluhnya.

Dosis obat antitiroid dimulai dengan 300 - 600 mg perhari untuk PTU atau 30 - 60 mg

per hari untuk MMI/carbimazole, terbagi setiap 8 atau 12 jam atau sebagai dosis tunggal setiap

24 jam. Dalam satu penelitian dilaporkan bahwa pemberian PTU atau carbimazole dosis tinggi

akan memberi remisi yang lebih besar.

Secara farmakologi terdapat perbedaan antara PTU dengan MMI/CBZ, antara lain

adalah :

2.6.2.1.1. MMI mempunyai waktu paruh dan akumulasi obat yang lebih lama dibanding PTU di

clalam kelenjar tiroid. Waktu paruh MMI ± 6 jam sedangkan PTU + 11/2 jam.

2.6.2.1.2. Penelitian lain menunjukkan MMI lebih efektif dan kurang toksik dibanding PTU.

2.6.2.1.3. MMI tidak terikat albumin serum sedangkan PTU hampir 80% terikat pada albumin

serum, sehingga MMI lebih bebas menembus barier plasenta dan air susu sehingga

untuk ibu hamil dan menyusui PTU lebih dianjurkan.

Jangka waktu pemberian tergantung masing-masing penderita (6 - 24 bulan) dan

dikatakan sepertiga sampai setengahnya (50 - 70%) akan mengalami perbaikan yang bertahan

cukup lama. Apabila dalam waktu 3 bulan tidak atau hanya sedikit memberikan perbaikan, maka

harus dipikirkan beberapa kemungkinan yang dapat menggagalkan pengobatan (tidak teratur

minum obat, struma yang besar, pernah mendapat pengobatan yodium sebelumnya atau dosis

kurang).

Nur Ajiyanti Sabirina 16

Page 17: bab 1 goiter

Efek samping ringan berupa kelainan kulit misalnya gatal-gatal, skin rash dapat

ditanggulangi dengan pemberian anti histamin tanpa perlu penghentian pengobatan. Dosis yang

sangat tinggi dapat menyebabkan hilangnya indera pengecap, cholestatic jaundice dan kadang-

kadang agranulositosis (0,2 - 0,7%), kemungkinan ini lebih besar pada penderita umur di atas 40

tahun yang menggunakan dosis besar. Efek samping lain yang jarang terjadi berupa arthralgia,

demam rhinitis, conjunctivitis, alopecia, sakit kepala, edema, limfadenopati, hipoprotombinemia,

trombositopenia, gangguan gastrointestinal.

2.6.3. Yodium

Pemberian yodium akan menghambat sintesa hormon secara akut tetapi dalam masa 3

minggu efeknya akan menghilang karena adanya escape mechanism dari kelenjar yang

bersangkutan, sehingga meski sekresi terhambat sintesa tetap ada. Akibatnya terjadi penimbunan

hormon dan pada saat yodium dihentikan timbul sekresi berlebihan dan gejala hipertiroidi

menghebat. Pengobatan dengan yodium (MJ) digunakan untuk memperoleh efek yang cepat

seperti pada krisis tiroid atau untuk persiapan operasi. Sebagai persiapan operasi, biasanya

digunakan dalam bentuk kombinasi. Dosis yang diberikan biasanya 15 mg per hari dengan dosis

terbagi yang diberikan 2 minggu sebelum dilakukan pembedahan. Marigold dalam penelitiannya

menggunakan cairan Lugol dengan dosis 1/2 ml (10 tetes) 3 kali perhari yang diberikan 10 hari

sebelum dan sesudah operasi.

2.6.4. Penyekat Beta (Beta Blocker)

Terjadinya keluhan dan gejala hipertiroidi diakibatkan oleh adanya hipersensitivitas pada

sistim simpatis. Meningkatnya rangsangan sistem simpatis ini diduga akibat meningkatnya

Nur Ajiyanti Sabirina 17

Page 18: bab 1 goiter

kepekaan reseptor terhadap katekolamin. Penggunaan obat-obatan golongan simpatolitik

diperkirakan akan menghambat pengaruh hati. Reserpin, guanetidin dan penyekat beta

(propranolol) merupakan obat yang masih digunakan. Berbeda dengan reserpin/guanetidin,

propranolol lebih efektif terutama dalam kasus-kasus yang berat. Biasanya dalam 24 - 36 jam

setelah pemberian akan tampak penurunan gejala.

Di samping pengaruh pada reseptor beta, propranolol dapat menghambat konversi T4 ke

T3 di perifer. Bila obat tersebut dihentikan, maka dalam waktu ± 4 - 6 jam hipertiroid dapat

kembali lagi. Hal ini penting diperhatikan, karena penggunaan dosis tunggal propranolol sebagai

persiapan operasi dapat menimbulkan krisis tiroid sewaktu operasi. Penggunaan propranolol

antara lain sebagai: persiapan tindakan pembedahan atau pemberian yodium radioaktif,

mengatasi kasus yang berat dan krisis tiroid.

2.6.5. Ablasi kelenjar gondok

Pelaksanaan ablasi dengan pembedahan atau pemberian I131.

2.6.5.1. Tindakan pembedahan

Indikasi utama untuk melakukan tindakan pembedahan adalah mereka yang berusia muda

dan gagal atau alergi terhadap obat-obat antitiroid. Tindakan pembedahan berupa tiroidektomi

subtotal juga dianjurkan pada penderita dengan keadaan yang tidak mungkin diberi pengobatan

dengan I131 (wanita hamil atau yang merencanakan kehamilan dalam waktu dekat). Indikasi lain

adalah mereka yang sulit dievaluasi pengobatannya, penderita yang keteraturannya minum obat

tidak terjamin atau mereka dengan struma yang sangat besar dan mereka yang ingin cepat

eutiroid atau bila strumanya diduga mengalami keganasan, dan alasan kosmetik. Untuk persiapan

pembedahan dapat diberikan kombinasi antara thionamid, yodium atau propanolol guna

Nur Ajiyanti Sabirina 18

Page 19: bab 1 goiter

mencapai keadaan eutiroid. Thionamid biasanya diberikan 6 - 8 minggu sebelum operasi,

kemudian dilanjutkan dengan pemberian larutan Lugol selama 10 - 14 hari sebelum operasi.

Propranolol dapat diberikan beberapa minggu sebelum operasi, kombinasi obat ini dengan

Yodium dapat diberikan 10 hari sebelum operasi. Tujuan pembedahan yaitu untuk mencapai

keadaan eutiroid yang permanen. Dengan penanganan yang baik, maka angka kematian dapat

diturunkan sampai 0.

2.6.5.2. Ablasi dengan I131

Sejak ditemukannya I131 terjadi perubahan dalam bidang pengobatan hipertiroid.

Walaupun dijumpai banyak komplikasi yang timbul setelah pengobatan, namun karena harganya

murah dan pemberiannya mudah, cara ini banyak digunakan.

Tujuan pemberian I131 adalah untuk merusak sel-sel kelenjar yang hiperfungsi. Sayangnya

I131 ini temyata menaikan angka kejadian hipofungsi kelenjar gondok (30 — 70% dalam jollow

up 10 — 20 tahun) tanpa ada kaitannya dengan besarnya dosis obat yang diberikan. Di samping

itu terdapat pula peningkatan gejala pada mata sebanyak 1 — 5% dan menimbulkan

kekhawatiran akan terjadinya perubahan gen dan keganasan akibat pengobatan cara ini,

walaupun belum terbukti.

Penetapan dosis 1131 didasarkan atas derajat hiperfungsi serta besar dan beratnya kelenjar

gondok. Dosis yang dianjurkan ± 140 — 160 micro Ci/gram atau dengan dosis rendah ± 80

micro Ci/gram.

Dalam pelaksanaannya perlu dipertimbangkan antara lain: dosis optimum yang

diperlukan kelenjar tiroid, besar/ukuran dari kelenjar yang akan diradiasi, efektivitas I131 di dalam

jaringan dan sensitivitas jaringan tiroid terhadap I131. 11

Nur Ajiyanti Sabirina 19

Page 20: bab 1 goiter

2.7. Pengobatan dengan Penyulit

2.7.1. Graves Disease dan Kehamilan

Angka kejadian GD dengan kehamilan ± 0,2%. Selama kehamilan biasanya GD

mengalami remisi, dan eksaserbasi setelah melahirkan.

Dalam pengobatan, yodium radioaktif merupakan kontraindikasi karena pada bayi dapat

terjadi hipotiroidi yang ireversibel. Penggunaan propranolol masih kontroversi. Beberapa peneliti

memberikan propranolol pada kehamilan, dengan dosis 40 mg 4 kali sehari tanpa menimbulkan

gangguan pada proses kelahiran, tanda-tanda teratogenesis dan gangguan fungsi tiroid dari bayi

yang baru dilahirkan. Tetapi beberapa peneliti lain mendapatkan gejala-gejala proses kelahiran

yang terlambat, terganggunya pertumbuhan bayi intrauterin, plasenta yang kecil, hipoglikemi

dan bradikardi pada bayi yang baru lahir.

Umumnya propranolol diberikan pada wanita hamil dengan hipertiroid dalam waktu

kurang dari 2 minggu bilamana dipersiapkan untuk tindakan operatif.

Pengobatan yang dianjurkan hanya pemberian obat antitiroid dan pembedahan. Untuk

menentukan pilihan tergantung faktor pengelola maupun kondisi penderita. PTU merupakan obat

antitiroid yang digunakan, pemberian dosis sebaiknya serendah mungkin. Bila terjadi efek

hipotiroid pada bayi, pemberian hormon tiroid tambahan pada ibu tidak bermanfaat mengingat

hormon tiroid kurang menembus plasenta.

Pembedahan dilakukan bila dengan pemberian obat antitiroid tidak mungkin. Sebaiknya

pembedahan ditunda sampai trimester I kehamilan untuk mencegah terjadinya abortus spontan

.

Nur Ajiyanti Sabirina 20

Page 21: bab 1 goiter

2.7.2. Eksoftalmus

Pengobatan hipertiroid diduga mempengaruhi derajat pengembangan eksofalmus. Selain

itu pada eksoftalmus dapat diberikan terapi antara lain: istirahat dengan berbaring terlentang,

kepala lebih tinggi; mencegah mata tidak kering dengan salep mata atau larutan metil selulose

5%; menghindari iritasi mata dengan kacamata hitam; dan tindakan operasi; dalam keadaan yang

berat bisa diberikan prednison peroral tiap hari.

2.7.3. Krisis Tiroid

Krisis tiroid merupakan suatu keadaan tirotoksikosis yang sekonyong-konyong menjadi

hebat dan disertai antara lain adanya panas badan, delirium, takikardi, dehidrasi berat dan dapat

dicetuskan oleh antara lain: infeksi dan tindakan pembedahan. Prinsip pengelolaan hampir sama,

yakni mengendalikan tirotoksikosis dan mengatasi komplikasi yang terjadi. Untuk

mengendalikan tirotoksikosis dapat digunakan terapi kombinasi dengan dosis tinggi misalnya

PTU 300 mg tiap 6 jam, KJ 10 tetes tiap 6 jam, propranolol 80 mg tiap 6 jam (IV 2 — 4 mg tiap

4 jam) dan dapat diberikan glukokortikoid (hidrokortison 300 mg). Sedangkan untuk mengatasi

komplikasinya tergantung kondisi penderita dan gejala yang ada. Tindakan harus secepatnya

karena angka kematian penderita ini cukup besar.

BAB III

KESIMPULAN

Nur Ajiyanti Sabirina 21

Page 22: bab 1 goiter

Adapun kesimpulan pada referat ini adalah :

3.1. Graves Disease adalah penyakit otoimun dimana tiroid terlalu aktif, menghasilkan

jumlah yang berlebihan dari hormon tiroid (ketidakseimbangan metabolisme serius yang

dikenal sebagai hipertiroidisme dan tirotoksikosis) dan kelainannya dapat mengenai mata dan

kulit.

3.2. Angka kejadian Graves Disease pada wanita sebanyak 5 kali lipat daripada laki-laki

dengan usia bervariasi antara 20-40 tahun (perempuan: laki-laki dari kejadian 5:01-10:01).

3.3. Patogenesis Graves Disease, diduga peningkatan kadar hormon tiroid ini disebabkan oleh

suatu aktivator tiroid yang bukan TSH yang menyebabkan kelenjar timid hiperaktif.

3.4. Penegakan diagnosis meliputi anamnesia (keluhan yang berhubungan dengan

tirotoksikosis), pemeriksaan fisik ditemukan gejala utama berupa goiter, opthalmopati, &

dermopati, dan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan laboratorium (peningkatan kadar

T3 dan T4) dan pemeriksaan radiologi yang meliputi foto polos leher, radio active iodine

(RAI), USG, CT scan, dan MRI.

3.5. Pengobatan Graves Disease terdiri dari pengobatan umum (istirahat, diet, dan obat

penenang), pengobatan khusus (obat antitiroid, yodium, penyekat beta, dan ablasi kelenjar

gondok), dan pengobatan dengan penyulit (kehamilan dengan Graves disease, eksoftalmus,

dan krisis tiroid).

DAFTAR PUSTAKA

1. Jasalim, Umar. 2011. Struma Difusa Toksik. FK Universitas Mulawarman. Samarinda.

Nur Ajiyanti Sabirina 22

Page 23: bab 1 goiter

2. Hermawan, A. G. 2000. Pengelolahan dan Pengobatan Hipertiroid. FK Universitas

Sebelas Maret. Surakarta.

3. Gold J, Nejad S. Hipertiroidisme.eMedicine.2004

4. Shahab A, 2002, Penyakit Graves (Struma Diffusa Toksik) Diagnosis dan

Penatalaksanaannya, Bulletin PIKKI : Seri Endokrinologi-Metabolisme, Edisi Juli 2002,

PIKKI, Jakarta, 2002

5. Price, S. A. dan Lorraine, M. W. 2006. Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. EGC.

Jakarta.

6. Paulev and Zubieta. Thyroid Hormones and Disorders. Tanggal 20 April 2013 available

from http://www.zuniv.net/physiology/book/chapter28.html.

Nur Ajiyanti Sabirina 23