bab 1-4 (17 sept)

38
LAPORAN ANALISIS SWOT PENCAPAIAN KERJA PROGRAM DETEKSI DINI KANKER SERVIKS DENGAN MENGGUNAKAN METODE IVA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS NGUTER KABUPATEN SUKOHARJO Disusun Oleh : I’ana Aulia Andara J230.145.046 Pipin Oktaviani J230.145.056 Evie Wulan Ningsih J230.145.066 Rusdida Tigono J230.145.106

Upload: handayani

Post on 09-Apr-2016

22 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

puskesmas2

TRANSCRIPT

LAPORAN ANALISIS SWOT

PENCAPAIAN KERJA PROGRAM DETEKSI DINI KANKER SERVIKS DENGAN

MENGGUNAKAN METODE IVA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS NGUTER

KABUPATEN SUKOHARJO

Disusun Oleh :

I’ana Aulia Andara J230.145.046

Pipin Oktaviani J230.145.056

Evie Wulan Ningsih J230.145.066

Rusdida Tigono J230.145.106

PROGRAM PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2015

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Kesehatan adalah pelayanan publik yang bersifat mutlak dan erat kaitannya dengan

kesejahteraan masyarakat. Untuk semua pelayanan yang bersifat mutlak, negara dan

aparaturnya berkewajiban untuk menyediakan layanan yang bermutu dan mudah

didapatkan setiap saat. Salah satu wujud nyata penyediaan layanan publik di bidang

kesehatan adalah adanya puskesmas. Tujuan utama dari adanya puskesmas adalah

menyediakan layanan kesehatan yang bermutu namun dengan biaya yang relatif

terjangkau untuk masyarakat, terutama masyarakat dengan kelas ekonomi menengah ke

bawah (Sari, 2010).

Dalam rangka mewujudkan peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-

tingginya, dibutuhkan langkah-langkah strategis yang lebih terfokus untuk meningkatkan

kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang. Langkah strategis

yang sedang diupayakan oleh pemerintah saat ini yaitu tercapainya target pada

Millennium Development Goals (MDGs). MDGs sendiri merupakan hasil kesepakatan

189 kepala negara Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada September 2000 dengan

target mencapai kesejahteraan rakyat dan pembangunan masyarakat pada tahun 2015

(Sari, 2010). Dari delapan agenda pencapaian MDGs, lima diantaranya mencakup bidang

kesehatan yang salah satunya yaitu upaya peningkatan kesehatan ibu dengan cara

menurunkan angka morbiditas dan mortalitas ibu dan seluruh wanita usia subur di dunia

yang penyebabnya antara lain adalah kanker serviks (Depkes, 2014).

Kanker serviks atau disebut juga kanker leher rahim merupakan jenis penyakit kanker

yang paling banyak diderita wanita diatas usia 18 tahun atau wanita usia produktif.

Kanker serviks menempati urutan ke dua menyerang wanita dalam usia subur, yang pada

tahun 2011 menyebabkan lebih dari 250.000 angka kematian dan terjadi kenaikan sebesar

1,8% pada tahun 2012. Kematian akibat kanker serviks lebih banyak terjadi di negara

berkembang yaitu sebesar 247.000 kematian, sedangkan di negara maju kematian akibat

kanker serviks sebanyak 120.000 kematian. Tanpa penatalaksanaan yang tepat,

diperkirakan kematian akibat kanker serviks akan meningkat 25 % dalam jangka waktu

10 tahun mendatang (WHO, 2013).

2

Di Indonesia kejadian kanker serviks digambarkan seperti fenomena gunung es,

dimana jumlah kasus yang timbul ke permukaan lebih sedikit dari kasus yang

sesungguhnya. Hal ini dikarenakan banyak kasus kanker serviks yang tidak terdeteksi

oleh petugas kasehatan. Jumlah penderita kanker leher rahim di Indonesia sekitar 200 ribu

setiap tahunnya (Depkes, 2014). Sementara itu, menurut Yayasan Peduli Kanker Serviks

Indonesia, di Indonesia setiap harinya 40-45 wanita terdiagnosa kanker serviks dan 20-25

wanita meninggal, dengan kata lain setiap tahunnya angka kematian karena kanker

serviks mencapai 270,000 (YPKSI, 2011).

Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Provinisi Jawa Tengah pada tahun 2013, dari

4.960.994 jumlah sasaran (perempuan usia 30-50 tahun), hanya 248.050 orang (5 %) yang

melakukan deteksi dini kanker serviks, dan 1.886 orang diantaranya terdeteksi positif

menderita kanker serviks. Sedangkan pada tahun 2014, dari 4.967.224 jumlah sasaran,

terdapat 447.048 orang (9 %) yang melakukan deteksi dini kanker serviks, dan 3.000

orang diantaranya terdeteksi positif menderita kanker serviks. Jumlah tersebut merupakan

seluruh jumlah perempuan usia 30-50 tahun di Provinsi Jawa Tengah yang melakukan

deteksi dini kanker serviks baik di puskesmas maupun di rumah sakit (Dinkes Jateng,

2015).

Kabupaten Sukoharjo sebagai salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Tengah pada

tahun 2013, dari 130.482 jumlah sasaran (perempuan usia 30-50 tahun), hanya 338 orang

(0,25 %) yang melakukan deteksi dini kanker serviks dan 96 diantaranya terdeteksi positif

menderita kanker serviks. Sedangkan pada tahun 2014 dari 135.256 jumlah sasaran

terdapat sebanyak 2.706 orang (2 %) yang melakukan deteksi dini kanker serviks dan 441

orang diantaranya menderita kanker serviks (Dinkes Sukoharjo, 2015). Berdasarkan data

dari Puskesmas Nguter, pada tahun 2014 dari 5.869 jumlah sasaran (perempuan usia 30

sampai 50 tahun), hanya 36 orang yang mengikuti pemeriksaan dengan metode IVA dan

4 orang diataranya positif menderita kanker serviks (Puskesmas Nguter, 2015).

Walaupun penyakit ini merupakan penyakit keganasan yang dapat menyebabkan

kematian, kesadaran untuk memeriksakan diri dirasakan sangat rendah. Selain karena

masih kurangnya pengetahuan mengenai kanker serviks, kanker ini juga tidak

menunjukkan gejala kesakitan sama sekali pada stadium dini, sehingga banyak wanita

merasa tidak perlu memeriksakan diri sejak dini. Oleh karena itu, diperlukan upaya

maksimal dalam rangka penanggulangan terhadap kejadian kanker serviks yang

mencakup upaya promotif dengan memberikan pendidikan kesehatan, preventif dengan

3

cara skrining pap smer dan Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA), kuratif dan rehabilitative

untuk tindak lanjutnya (Depkes RI, 2014).

Dalam upaya menyelenggarakan pembangunan kesehatan terutama peningkatan

kesehatan ibu, Puskesmas Nguter sendiri telah memiliki program pelaksanaan Inspeksi

Visual Asam Asetat (IVA) sebagai salah satu cara skrining atau deteksi dini kanker

serviks yang baru dilakukan pada tahun 2014. Pada tahun 2014 tercatat dari 5.869 jumlah

perempuan dengan usia 30 sampai 50 tahun, hanya 36 orang yang mengikuti tes IVA (1

%), dan pada tahun 2015 yang dilaksanakan pada tanggal 6 Agustus 2015 terjadi

penurunan yaitu hanya 10 orang yang mengikuti tes IVA (0,1 %). Berdasarkan hasil

wawancara dengan beberapa petugas puskesmas terkait, dalam pelaksanaan IVA masih

ditemukan banyak hambatan seperti masih kurangnya informasi atau pengetahuan, serta

minat dari masyarakat terutama para ibu untuk melakukan deteksi dini terhadap kanker

serviks. Selain itu, belum tersedianya tenaga yang kompeten atau bersertifikat IVA di

Puskesmas Nguter juga merupakan kendala yang dihadapi saat ini, dimana pelaksanaan

IVA masih dilakukan oleh petugas kesehatan yang kompeten dari Kabupaten

Karanganyar dan dilakukan hanya sekali dalam setahun (Puskesmas Nguter, 2015).

B. TUJUAN

1. Tujuan Umum

Mengetahui dan memahami kinerja puskesmas tentang program pelaksanaan

Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA) sebagai cara deteksi kanker serviks

2. Tujuan Khusus

a. Mengevaluasi program pelaksanaan IVA

b. Mengidentifikasi penyebab akar masalah aktual pada pelaksanaan IVA

c. Menganalisis masalah pada pelaksanaan IVA dengan metode SWOT

d. Memberikan alternatif pemecahan masalah

C. SASARAN PROGRAM

1. Kepala Puskesmas Nguter

2. Koordinator program puskesmas

3. Penaggungng jawab Program Kesehatan Ibu

4. Petugas Puskesmas Nguter

D. WAKTU DAN TEMPAT PELAKSANAAN

4

Analisa program kerja puskesmas tentang deteksi dini kanker serviks dengan

menggunaan metode IVA di wilayah kerja Puskesmas Nguter Kabupaten Sukoharjo

dilakukan mulai tanggal 7 September – 17 September 2015, dan pada tanggal 18

September 2015 jam 09.30 akan dilakukan presentasi hasil analisa di Aula Puskesmas

Nguter.

E. METODOLOGI

Penyusunan laporan ini menggunakan metode pengumpulan data primer dari

puskesmas, wawancara dan observasi langsung adanya kegiatan penyuluhan tentang

kanker serviks pada kegiatan posyandu balita dan lansia.

F. SISTEMATIKA PENULISAN

Sistematika penulisan dalam laporan ini terdiri dari BAB I yang berisi

Pendahuluan, BAB II Analisa Situasi Puskesmas Nguter, BAB III Analisa SWOT, dan

BAB IV Simpulan.

5

BAB II

ANALISA SITUASI PUSKESMAS NGUTER

A. GAMBARAN PUSKESMAS SECARA UMUM

1. Pengertian

Puskesmas (Pusat Kesehatan Masyarakat) adalah suatu organisasi kesehatan

fungsional yang merupakan pusat pengembangan kesehatan masyarakat yang juga

membina peran serta masyarakat di samping memberikan pelayanan secara

menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di wilayah kerjanya dalam bentuk

kegiatan pokok. Menurut Depkes RI (2004) Puskesmas merupakan unit pelaksana

teknis dinas kesehatan kabupaten atau kota yang bertanggung jawab

menyelenggarakan pembangunan kesehatan di wilayah kerja (Effendi, 2009).

Pelayanan kesehatan yang diberikan puskesmas merupakan pelayanan yang

menyeluruh yang meliputi pelayanan kuratif (pengobatan), preventif (pencegahan),

promotif (peningkatan kesehatan), dan rehabilitatif (pemulihan kesehatan).

Pelayanan tersebut ditujukan kepada semua penduduk dengan tidak membedakan

jenis kelamin dan golongan umur, sejak dari pembuahan dalam kandungan sampai

tutup usia (Pohan, 2007).

2. Tujuan Puskesmas

Tujuan dari puskesmas menurut Depkes (2011) adalah mendukung

tercapainya pembangunan kesehatan nasional yakni meningkatkan kesadaran,

kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang yang bertempat tinggal di

wilayah kerja puskesmas agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya

dalam rangka mewujudkan Indonesia Sehat 2015.

3. Fungsi Puskesmas

Menurut Trihono (2005) ada 3 (tiga) fungsi puskesmas sebagai berikut:

a. Pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan.

Berupaya menggerakkan lintas sektor dan dunia usaha di wilayah

kerjanya agar menyelenggarakan pembangunan yang berwawasan kesehatan,

aktif memantau dan melaporkan dampak kesehatan dari penyelenggaraan setiap

program pembangunan di wilayah kerjanya.

6

b. Pusat pemberdayaan masyarakat

Berupaya agar perorangan terutama pemuka masyarakat, keluarga dan

masyarakat yaitu memiliki kesadaran, kemauan dan kemampuan melayani diri

sendiri dan masyarakat untukhidup sehat.

c. Pusat pelayanan kesehatan strata pertama

Menyelenggarakan pelayanan kesehatan tingkat pertama secara menyeluruh,

terpadu dan berkesinambungan. Menurut Trihono (2005) pelayanan kesehatan

tingkat pertama yang menjadi tanggung jawab puskesmas meliputi :

1) Pelayanan kesehatan perorangan adalah pelayanan yang bersifat pribadi

(privat goods) dengan tujuan utama menyembuhkan penyakit dan

pemulihan kesehatan perorangan, tanpa mengabaikan pemeliharan

kesehatan dan pencegahan penyakit. Pelayanan perorangan tersebut adalah

rawat jalan dan untuk puskesmas tertentu ditambah dengan rawat inap.

2) Pelayanan kesehatan masyarakat adalah pelayanan yang bersifat publik

(public goods) dengan tujuan utama memelihara dan meningkatkan

kesehatan serta mencegah penyakit tanpa mengabaikan penyembuhan

penyakit dan pemulihan kesehatan. Pelayanan kesehatan masyarakat

tersebut antara lain adalah promosi kesehatan, pemberantasan penyakit,

kesehatan lingkungan, perbaikan gizi, peningkatan kesehatan keluarga,

keluarga berencana, kesehatan jiwa masyarakat dan berbagai program

kesehatan masyarakat lainnya.

4. Peran Puskesmas

Puskesmas mempunyai peran yang sangat vital sebagai institusi pelaksana

teknis, dimana puskesmas dituntut memiliki kemampuan manajerial dan wawasan

jauh ke depan untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan. Peran tersebut

ditunjukkan dalam bentuk keikutsertaan dalam menentukan kebijakan daerah

melalui sistem perencanaan yang matang dan realistis, tata laksana kegiatan yang

tersusun rapi, serta sistem evaluasi dan pemantauan yang akurat. Pada masa

mendatang, puskesmas juga dituntut berperan dalam pemanfaatan teknologi

informasi terkait upaya peningkatan pelayanan kesehatan secara komprehensif

dan terpadu (Effendi, 2009).

7

B. GAMBARAN PUSKESMAS NGUTER

1. Pengertian

Puskesmas Nguter merupakan satu diantara 12 puskesmas yang ada di

Kabupaten Sukoharjo yang telah berupaya melaksanakan tugas dalam bidang

kesehatan di wilayah Kecamatan Nguter baik secara promotif, preventif, kuratif

maupun rehabilitatif (Simpus Nguter, 2014).

2. Visi, Misi Dan Strategi

Sebagai arah tujuan pembangunan kesehatan di wilayah dan sebagai

kegiatan dasar, maka disusun visi dan misi Puskesmas Nguter sebagai berikut:

Visi : Masyarakat Nguter yang sehat, mandiri dan berkeadilan.

Misi :

1) Melaksanakan pelayanan kesehatan yang bermutu dan terjangkau baik

pelayanan promotif, kuratif, preventif dan rehabilitatif.

2) Meningkatkan profesionalisme sumber daya manusia (SDM) dalam

melaksanakan pelayanan kesehatan.

3) Memenuhi kebutuhan sarana dan prasarana kesehatan masyarakat.

Strategi : Untuk mencapai visi dan misi Puskesmas Nguter, menggunakan

strategi sebagai berikut :

1) Pertanggungjawaban wilayah

2) Pemberdayaan masyarakat

3) Keterpaduan lintas program

4) Keterpaduan lintas sektor

5) Sistem rujukan :

a) Rujukan upaya kesehatan perorangan

b) Rujukan upaya kesehatan masyarakat (Simpus Nguter, 2014).

3. Keadaan Lingkungan Geografis

Puskesmas Nguter terletak di Kecamatan Nguter dengan luas wilayah sekitar ±

51.211 Km2.

Sebelah Utara : Kecamatan Sukoharjo.

Sebelah Selatan : Kabupaten Wonogiri.

Sebelah Barat : Kecamatan Tawangsari.

8

Sebelah Timur : Kecamatan Karanganyar dan Kecamatan Bendosari

(Simpus Nguter, 2014).

4. Data Kependudukan dan Luas Wilayah

Jumlah penduduk wilayah Puskesmas Nguter terus bertambah dari tahun ke

tahun. Untuk tahun 2014, jumlah penduduk Kecamatan Nguter sekitar 64.937 jiwa,

dengan jumlah penduduk laki-laki sebanyak 32.328 jiwa, dan jumlah penduduk

perempuan sebanyak 32.609 jiwa. Desa terpadat adalah desa Nguter dengan

jumlah penduduk sebanyak 5.903 jiwa dan desa terkecil penduduknya adalah desa

Baran dengan jumlah penduduk sekitar 2.591 jiwa.

Luas wilayah desa yang ada di Kecamatan Nguter sangat bervariasi. Desa

dengan wilayah terluas adalah Desa Lawu dengan luas wilayah 4,36 km2 dan desa

dengan wilayah terkecil adalah Desa Tanjung 2,41 km2. Berikut ini gambaran

masing-masing desa dengan luas wilayah dan jumlah penduduk :

Tabel 1. Luas Wilayah dan Jumlah Penduduk Kecamatan Nguter

No. DesaLuas Wilayah

(km2) Jumlah Penduduk

1 Lawu 4,36 4.328

2 Baran 2,52 2.591

3 Nguter 3,25 5.903

4 Gupit 3,92 4.841

5 Pengkol 3,65 3.981

6 Janglengan 3,8 3.009

7 Tanjungrejo 3,56 3.278

8 Serut 3,9 3.791

9 Juron 3,2 3.839

10 Celep 2,92 3.607

11 Plesan 4,31 3.884

12 Kedungwinong 3,92 4.382

13 Daleman 2,68 4.173

14 Kepuh 3,95 5.025

15 Pondok 2,53 4.892

16 Tanjung 2,41 3.413

Jml 54,9 64.937

9

(Simpus Nguter, 2014).

5. Keadaan Sosial Ekonomi

Keadaan sosial ekonomi masyarakat Kecamatan Nguter sebagian besar

menengah ke bawah. Hal ini berdampak pada derajat kesehatan penduduk atau

masyarakat yang ada. Berikut ini sebaran mata pencaharian penduduk dari 4

kelurahan dan 16 desa :

1) Buruh tani.

2) Petani.

3) Buruh (Tukang kayu, tukang batu dan buruh industri).

4) Pedagang.

5) Pengrajin.

6) Peternak.

7) Montir.

8) Sopir.

9) PNS.

10) Dokter.

11) TNI atau POLRI.

12) Pensiunan.

13) Karyawan Swasta.

14) Kades atau Perangkat Desa.

15) Pengusaha.

(Simpus Nguter, 2014).

6. Sarana Prasarana Penunjang Pelayanan

Sarana prasarana penunjang pelayanan di wilayah Puskesmas Nguter antara

lain:

1) Gedung Puskesmas : 2 unit

2) Gedung rawat inap : 1 unit

3) Gedung Pelayananan obstetri neonatal emergency dasar : 1 unit

4) Gedung Puskesmas pembantu : 2 unit

5) Pos Kesehatan Desa : 15 unit

6) Posyandu lansia dan balita : 86 pos

7) Puskesmas keliling : 9 pos

10

8) Mobil Puskesmas keliling : 2 unit

9) Kendaraan roda dua : 20 buah

Dari hasil wawancara didapatkan hasil bahwa saat melakukan

penyuluhan kesehatan media yang digunakan yaitu menggunakan LCD dan

leaflet. Dalam melakukan penyuluhan kesehatan ke masyarakat, Puskesmas

Nguter sendiri masih mengalami kekurangan dalam pemberian leaflet yang

terbatas sehingga tidak semua masyarakat mendapatkan leaflet dan kurangnya

media poster, banner yang dapat menarik perhatian masyarakat saat dilakukan

penyuluhan kesehatan (Simpus Nguter, 2014).

7. Sumber Daya Manusia

Sumber daya manusia bidang kesehatan berjumlah 70 orang, terdiri atas :

Tabel 2. Sumber Daya Manusia Bidang Kesehatan

11

No Profesi Jumlah

1 Dokter Umum 5 orang

2 Dokter Gigi 2 orang

3 Perawat puskesmas 13 orang

4 Bidan puskesmas 23 orang

5 Bidan desa 13 orang

6 Petugas kesehatan lingkungan 1 orang

7 Petugas gizi 2 orang

8 Pekarya 3 orang

9 Tata usaha 1 orang

10 Asisten apoteker 2 orang

11 Perawat gigi 2 orang

12 Tenaga administrasi atau staf 7 orang

13 Tenaga laboratorium 3 orang

14 Tenaga fisioterapi 1 orang

15 Tenaga harian lepas 6 orang

(Simpus Nguter, 2014).

Dari hasil wawancara dengan petugas puskesmas terkait, didapatkan hasil

bahwa tenaga kesehatan di Puskesmas Nguter sudah ada yang bertanggung

jawab dalam program deteksi dini kanker serviks dengan metode IVA. Namun,

belum ada yang bersertifikasi IVA, dalam hal ini puskesmas melakukan

kerjasama dengan petugas kesehatan dari Karanganyar yang telah bersertifikasi

IVA dan melakukan IVA test sebanyak 1 kali dalam setahun berdasarkan waktu

yang telah disepakati bersama. Sebelum pelaksanaan IVA test, Puskesmas

Nguter telah melakukan penyuluhan kesehatan tentang kanker serviks dan

melakukan sosialisasi kepada masyarakat khususnya wanita misalnya pada saat

posyandu balita, lansia, kegiatan pengajian dan kegiatan keagamaan lainnya.

Pelaksanaan penyuluhan tersebut dilakukan oleh bidan desa dan kader posyandu

sehingga apabila masyarakat ada yang berminat untuk melakukan IVA test

dapat mendaftar ke bidan desa sesuai persyaratan peserta IVA tes. Syarat

melakukan IVA test yaitu klien sudah pernah melakukan hubungan seksual,

tidak sedang hamil, tidak sedang haid, dan 24 jam sebelumnya tidak melakukan

hubungan seksual. Setelah didata oleh bidan setempat, klien akan dibawa ke

puskesmas untuk melakukan IVA test sesuai jadwal yang telah ditentukan.

8. Pembiayaan Kesehatan

Diketahui sumber biaya operasional di Puskesmas Nguter dari dana

APBD dan untuk lebih menjalankan program-program kesehatan di puskesmas

disediakan dana BOK (Bantuan Operasional Kesehatan). Semua dilaksanakan

12

sesuai kebijakan yang diberikan oleh Dinas Kesehatan Sukoharjo (Simpus

Nguter, 2014).

9. Kasus 10 Besar Penyakit

Kasus 10 besar penyakit bulan Agustus 2015 di wilayah kerja Puskesmas Nguter:

Tabel 3. Daftar 10 Besar Penyakit Agustus 2015 di Puskesmas Nguter

No. Daftar Penyakit Jumlah

1 Infeksi akut lain pada saluran pernapasan bagian atas 1417

2 Rheumatoid arthritis 597

3 Hipertensi primer 409

4 Influenza, virus tidak teridentifikasi 171

5 Penyakit gusi dan jaringan periodental 158

6 Nasopharingitis akut (common cold) 132

7 Kencing manis (DM) 101

8 Diare dan gastroenteritis non spesifik 81

9 Gangguan pertumbuhan gigi dan erupsi 60

10 Conjungtivitis 60

(Simpus Nguter, 2014).

10. Program Kerja Puskesmas

Pencapaian program kerja Puskesmas Nguter hingga bulan Agustus

2015 adalah sebagai berikut :

Tabel 4. Pencapaian Program Kerja Puskesmas Nguter Agustus 2015

No Jenis Unit Pelayanan Program Kegiatan

PencapaianSasaran Realisasi %

1. P2ML 1. Diare2. TB BTA +3. Pneumoni balita4. DBD ditangani5. Infeksi Menular Seksual (IMS)

960240422

960240420

1001000

10091

2. Promizi 1. Cakupan balita gizi buruk mendapat perawatan

2. Cakupan desa siaga aktif (Strata III)

3. Cakupan penjaringan kesehatan siswa SD dan setingkat

4. Cakupan isi rumah sehat

8

16

665

14.755

7

7

665

10.460

88

44

100

713. KIA 1. Cakupan kunjungan ibu hamil

(K4)755 536 71

13

2. Cakupan komplikasi kebidanan yang ditangani

3. Cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan

4. Cakupan pelayanan nifas5. Cakupan peserta KB aktif6. Screening atau deteksi dini

kanker serviks dengan metode IVA

252

472

47210.2625.869

252

472

4477.765

10

100

100

95760,1

4. Kesehatan Anak

1. Cakupan kunjungan bayi a. KN Ib. KN Lengkap

2. Cakupan pelayanan anak balita3. Cakupan neonatus dengan

komplikasi yang ditangani

686

274456

685

272556

99

99100

5. Posyandu Lansia

1. Pemeriksaan aktifitas kegiatan sehari-hari (maksimal atau minimal, jalan, mandi)

2. Pemeriksaan status gizi (BB, TB di catat pada grafik IMT)

3. Pemeriksaan tekanan darah (tensi, penghitungan nadi dalam satu menit)

4. Pemeriksaan gula darah (deteksi awal penyakit DM)

5. Rujukan ke Puskesmas (bila ditemukan kelainan

6. Penyuluhan dan konseling (individu/kelompok)

7. Kunjungan rumah oleh kader dan petugas (Usila yang tidak datang)

8. PMT (aspek kegiatan dan gizi pada Usila, bahan makanan lokal)

9. Kegiatan olahraga (senam, jalan santai dan lain-lain)

10. Kegiatan lain-lain (kerohanian, arisan, forum diskusi, kegiatan ekonomi produktif, piknik dan lain-lain)

13.507 8661 64

6. Imunisasi 1. Cakupan imunisasi HB 0-72. Cakupan imunisasi BCG3. Cakupan imunisasi DPT34. Cakupan imunisasi HB-35. Cakupan imunisasi campak

714714714714714

420407383376392

5957545355

(Simpus Nguter, 2015).

Berdasarkan data diatas, dapat dilihat bahwa pada program kesehatan ibu,

yaitu mengenai pelaksanaan deteksi dini kanker serviks dengan menggunakan

14

inspeksi visual asam asetat (IVA) masih belum optimal. Pelaksanaan IVA

tersebut terakhir dilakukan pada tanggal 6 Agustus 2015 dari 5.869 jumlah

sasaran (perempuan usia 30-50 tahun), hanya 10 perempuan (0,1 %) yang

bersedia melakukan tes IVA. Jumlah tersebut mengalami penurunan dari tahun

sebelumnya yang mencapai 36 ibu (1 %) yang bersedia melakukan IVA, dan 4

diantaranya terdeteksi mengidap kanker serviks.

Berdasarkan hasil wawancara dengan petugas puskesmas terkait, masih

banyak hambatan yang ditemui pada pelaksanaan IVA. Hambatan tersebut

diantaranya masih kurangnya pengetahuan, kesadaran wanita tentang pentingnya

deteksi dini kanker serviks, dan belum ada tenaga kesehatan yang memiliki

sertifikasi pelatihan IVA. Sehingga, Puskesmas Nguter tidak dapat melakukan

IVA tes. Syarat dari BPJS adalah apabila melaksanakan IVA tes harus memiliki

tenaga kesehatan yang bersertifikasi. Di Puskesmas Nguter direncanakan tahun

2015 ini akan mengikut sertakan satu petugas kesehatannya dalam pelatihan IVA

tes.

BAB III

ANALISA KASUS

A. ANALISA MASALAH DAN PENYEBAB

1. Masalah Yang Muncul

Tabel 5. Masalah Yang Muncul

No Program Masalah

1 Kesehatan Ibu (Deteksi dini kanker serviks dengan metode IVA)

Minimalnya media seperti leaflet yang tersedia

Pendaftar atau wanita yang mau untuk datang

mendaftarkan diri deteksi dini kanker serviks ke

bidan desa terkait belum maksimal.

Masih kurangnya pengetahuan/informasi dan

kesadaran/partisipasi masyarakat tentang

pentingnya deteksi dini kanker serviks

Belum adanya tenaga kesehatan di Puskesmas 15

Nguter yang bersertifikasi atau telah mengikuti

pelatihan IVA.

Tim pelaksana pemeriksaan IVA didatangkan

dari Kabupaten Karanganyar dan hanya

berperan sebagai pelaksana IVA tes dan selama

tahun 2014 hingga tahun 2015 pemeriksaan

yang dilakukan hanya 1 kali dalam 1 tahun.

Kegiatan promosi kesehatan ini belum bisa

berjalan pada perkumpulan wanita lain seperti

pada ibu PKK desa, kumpulan pengajian, atau

perkumpulan keagaan wanita lain.

Meskipun pada organisasi perkumpulan

Aisyiyah sudah ada kegiatan promosi kesehatan

mengenai kanker serviks dan pentingnya deteksi

dini kanker serviks, belum semua wanita yang

berada diperkumpulan tersebut untuk mau

melakukan IVA tes.

2. Identifikasi Penyebab Masalah

a. Informasi

Penyampaian informasi mengenai kanker serviks dan pentingnya deteksi

dini kanker serviks disalurkan melalui posyandu, pertemuan kader, melalui tatap

muka melalui bidan desa ke pasien wanita yang sedang melakukan kontrol.

Keterbatasan : minimalnya media seperti leaflet yang tersedia.

Diagram 1. Alur Penyampaian Informasi

16

Media : Power point LCD dan leaflet yang terbatas

Ke wanita

Face to face bidan

wanita

Posyandu

Pertemuan kader posyandu

Puskesmas

b. Alur Pelaksanaan tes IVA

Alur pelaksanaan kanker serviks dilakasanakan 1 tahun 1 kali mulai tahun

2014 dan berjalan hingga tahun ini, pada tahun ini upaya screening ini dilakukan pada

tanggal 6 Agustus 2015. Tim screening kanker serviks ini dilakukan oleh petugas dari

Kabupaten Karanganyar yang sudah terlatih untuk melakukan tes IVA.

Sebelum screening tersebut di realisasi, masyarakat diberikan informasi mengenai

adanya screening deteksi dini kanker serviks dengan menggunakan IVA tes dan

jadwal, serta pendaftaran sebelum pemeriksaan ke bidan desa sesuai dengan wilayah

tempat tinggal calon pasien. Kemudian bidan desa di delegasikan untuk mendata

peserta yang akan melakukan tes IVA, dan disaring dengan menggunakan syarat

umum peserta untuk melakukan tes IVA diantaranya :

a. Sudah pernah melakukan coitus sebelumnya

b. Tidak mengalami menstruasi

c. Tidak melakukan hubugan suami istri selama 24 jam sebelum di lakukan IVA tes

Setelah peserta mendaftar dan sesuai dengan ketentuan yang sudah ada, bidan

desa menjelaskan kapan pasien tersebut akan di lakukan IVA Tes. Kemudian, pada

saat tanggal pelaksanaan IVA tes pasien mendaftar ulang dan menunggu giliran

utnuk dilakukan IVA tes. Jika pada setelah pasien melakukan IVA tes ditemukan

positif mengalami lesi pra kanker, pihak puskesmas merujuk pasien tersebut ke

Rumah Sakit untuk dilakukan tindakan medis selanjutnya.

Keterbatasan : pendaftar atau wanita yang mau untuk datang mendaftarkan diri ke

bidan desa terkait belum maksimal, sehingga wanita yang tersaring untuk dibawa dan

ditindak lanjuti dengan pemeriksaan lanjutan IVA tes tersebut sangat kurang dari

jumlah sasaran diwilayah kerja Puskesmas Nguter yaitu sebesar 5658 wanita.

Diagram 2. Alur Pelaksanaan Tes IVA

17Informasi melalui : posyandu, bidan desa secara langsung mengenai deteksi dini kanker serviks dan pelaksanaan

c. Sarana, Alat dan Tenaga

Pemeriksaan IVA adalah proses screening awal yang dapat dilakukan oleh unit

puskesmas dengan menggunakan alat yang sederhana. Alat yang digunakan dalam

pemeriksaan ini sama halnya dengan perangkat yang digunakan pada saat

pemasangan KB IUD, yang mana hanya memerlukan speculum atau alat cocor bebek

dan asam asetat atau sejenis dengan asam cuka. Untuk sarana tempat dapat dilakukan

pada kamar pemeriksaan atau ruang persalinan, namun pada tanggal 6 Agustus 2015

pemeriksaan digabung dengan wilayah puskesmas lain yaitu di alun-alun Sukoharjo

karena faktor pasien yang sedikit dan tidak adanya tenaga terlatih dari puskesmas.

Keterbatasan : tenaga tersertifikasi yang tidak ada.

d. Yang Bertanggung Jawab Atas Program

Program IVA tes merupakan salah satu program yang baru di Puskesmas

Nguter yang juga merupakan program dari Pemerintah Kabupaten Sukoharjo,

program ini dibawahi oleh bagian kesehatan keluarga. Pada program kesehatan

keluarga sering berganti penanggung jawab temasuk pada saat program IVA Tes ini

masuk menjadi program baru di Puskesmas Nguter. Disisi lain awal masuknya

program ini, seiring dengan adanya informasi usulan pelatihan tenaga bidan ke 18

Jika ada yang positif

Dilakukan rujukan oleh puskesmas

RSUD Sukoharjo

IVA TesDibawa oleh bidan desa dan ditindak lanjuti

Peserta yang sesuai dengan persyaratan umum untuk IVA tes

Dilakukan penyaringanMendaftarkan diri ke bidan desa Wanita

Dilakukan tindakan medis lanjutan

kabupaten untuk IVA tes, namun karena keterbatasan tersebut maka pihak Puskesmas

Nguter tidak mengirim bidan ke Dinas Kesehatan untuk mengikuti pelatihan. Hingga

saat ini kesehatan keluarga hanya berperan sebagai penghubung antara masyarakat

yang akan tes IVA dengan tim yang didatangkan untuk melakukan screening tersebut.

Keterbatasan : Tenaga terlatih dan bersertifikat pelatihan IVA yang tidak ada.

e. Peran Tim Pelaksana IVA

Tim ini didatangkan dari Kabupaten Karanganyar dan hanya berperan sebagai

pelaksana IVA tes dan selama tahun 2014 hingga tahun 2015 pemeriksaan yang

dilakukan hanya 1 kali dalam 1 tahun.

f. Peran Kegiatan Perkumpulan Wanita

Organisasi kewanitaan berbasis Islam menjadi sarana dan wadah diskusi bagi

para wanita, bukan hanya dibidang keagamaan dan program persyarikatan yang telah

dibentuk, namun juga merupakan wadah yang bisa dijadikan lokasi promosi

kesehatan. Organisasi wanita Islam yang aktif dalam bidang promosi kesehatan ini

diantaranya yaitu Aisyiyah, pada organisasi ini terdiri dari pimpinan ranting yang

dipusatkan pada desa dan pimpinan cabang pada kecamatan. Pada pimpinan cabang

Aisyiyah Nguter yang menjadi ketua yaitu penanggung jawab bagian kesehatan

keluarga pada Puskesmas Nguter dimana pada setiap kegiatan pertemuan selalu

disisipi dengan promosi kesehatan, diantaranya yaitu promosi kesehatan mengenai

deteksi dini kanker serviks dengan menggunaan IVA tes, pada pertemuan ini juga

pernah dilakukan pemeriksaan IVA tes dimana petugas yang melakukan didatangkan

dari luar. Kemudian, kegiatan promosi kesehatan pada cabang ranting di lakukan oleh

bidan desa terkait, namun tidak rutin seperti kegaiatan promosi kegiatan pada saat di

pimpinan cabang atau kecamatan Nguter.

Keterbatasan :

1) Kegiatan promosi kesehatan ini belum bisa berjalan pada organisasi wanita Islam

lain, seperti pada pengajian ibu PKK desa.

2) Meskipun pada organisasi perkumpulan Aisyiyah sudah ada kegiatan promosi

kesehatan mengenai kanker serviks dan pentingnya deteksi dini kanker serviks,

belum semua wanita yan berada diperkumpulan tersebut untuk mau melakukan

IVA tes.

B. ANALISA MASALAH (KAJIAN SWOT)

Tabel 6. Analisa SWOT

19

STRENGHTKEKUATAN

WEAKNESSKELEMAHAN

OPPORTUNITIESPELUANG

THREATSANCAMAN

1. Penyampaian

informasi mengenai

kanker serviks dan

pentingnya deteksi dini

kanker serviks

disalurkan melalui

posyandu, pertemuan

kader, melalui tatap

muka melalui bidan

desa ke pasien wanita

yang sedang

melakukan kontrol.

2. Adanya rencana

program pelatihan

tenaga bersertifikasi

untuk melakukan IVA

tes.

3. Alur pelayanan

kesehatan khususnya

di puskesmas sudah

terstruktur dan jelas

sehingga memudahkan

dalam memberikan

pelayanan.

4. Alat yang digunakan

dalam pemeriksaan ini

sederhana seperti hal

nya alat yang

digunakan pada saat

pemasangan IUD

1. Minimalnya media

seperti leaflet yang

tersedia

2. Belum adanya

tenaga kesehatan di

Puskesmas Nguter

yang bersertifikasi

atau telah mengikuti

pelatihan IVA

sehingga puskesmas

tidak mampu untuk

melakukan

pemeriksaan secara

mandiri.

3. Tim pelaksana

pemeriksaan IVA

didatangkan dari

Kabupaten

Karanganyar dan

hanya berperan

sebagai pelaksana

IVA tes dan selama

tahun 2014 hingga

tahun 2015

pemeriksaan

dilakukan hanya 1

kali dalam 1 tahun.

4. Masih minimnya

pengetahuan dan

keaktifan kader

1. Adanya dukungan dana yang dialokasikan untuk program deteksi dini kanker serviks dari pemerintah.

2. Banyaknya kegiatan di masyarakat yang dapat digunakan sebagai sarana penyuluhan.

3. Adanya berbagai kegiatan perkumpulan keagamaan misalnya, kegiatan perkumpulan wanita Aisyiyah yang bisa dijadikan wadah untuk promosi kesehatan atau wadah diskusi umum mengenai kanker serviks dan deteksi dini kanker serviks.

4. Adanya berbagai perkumpulan dengan anggotanya adalah laki-laki dimana juga bisa dijadikan wadah untuk memberikan penyuluhan

1. Masih kurangnya minat masyarakat untuk mendapatkan informasi kesehatan baik dari berbagai media maupun petugas kesehatan.

2. Pendaftar atau wanita yang mau untuk datang mendaftarkan diri deteksi dini kanker serviks ke bidan desa terkait belum maksimal.

3. Sebagian besar wanita (65 %) masih aktif bekerja diluar rumah

4. Adanya sikap, kepercayaan dan konsep yang salah, sehingga menghambat masyarakat untuk mendiskusikan masalah traktus genitalia yang dianggap masalah pribadi dan malu untuk dibicarakan terutama apabila berhadapan dengan pemberi jasa pelayanan kesehatan laki-laki.

20

seperti speculum, dan

cairan asam asetat atau

asam cuka.

5. Ruangan di puskesmas

Nguter untuk

pemeriksaan IVA tes

sudah ada, misalnya

menggunakan ruangan

persalinan atau

ruangan untuk

pemasangan IUD

6. Sudah

berpartisipasinya bidan

desa yang masuk

kedalam lingkup

perkumpulan wanita

Islam untuk melakukan

promosi kesehatan

mengenai kanker

serviks dan deteksi

dini kanker serviks.

posyandu dalam

menyampaikan

pentingnya deteksi

dini kanker serviks

mengenai kanker serviks dan pentingnya deteksi dini kanker serviks.

C. PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil dari analisa masalah diatas, kegiatan penyampaian informasi

sangat berperan penting, karena pendidikan kesehatan merupakan langkah awal untuk

mengubah semua kegiatan untuk memberikan dan atau meningkatkan pengetahuan,

sikap, dan praktek baik individu, kelompok atau masyarakat dalam memelihara dan

meningkatkan kesehatan mereka sendiri (Notoatmodjo, 2005). Sedangkan pengetahuan

itu sendiri juga dapat dipengaruhi oleh informasi yang diterima oleh suatu individu

(Suliha, 2002). Penyampaian informasi mengenai kanker serviks dan pentingnya

deteksi dini kanker serviks serta jadwal pemeriksaan disalurkan melalui posyandu,

pertemuan kader, melalui tatap muka melalui bidan desa ke pasien wanita yang sedang

21

melakukan kontrol. Namun dalam proses keaktifan penyampaian informasi dari kader

posyandu ke warga kususnya wanita belum bisa berjalan maksimal yang disebabkan

karena, kader posyandu ketika mereka berada pada kegiatan posyandu hanya berfokus

untuk melakukan anamnesa awal, pemeriksaan vital sign.

Dari analisa tersebut didapatkan bahwa selain kurangnya tenaga yang melakukan

IVA tes u, faktor dari kesadaran kemauan wanita untuk melakukan deteksi dini kanker

serviks juga masih rendah. Faktor yang dapat memperngaruhi pengetahuan dan

perubahan perilaku wanita tersebut dapat di pengaruhi oleh tingkat pendidikan,

informasi yang didapat, budaya, pengalaman, status sosial ekonomi (suliha, 2002).

Perubahan pengetahuan dan perilaku wanita untuk melakukan deteksi dini kanker

serviks ini bisa dioptimalkan melalui wadah perkumpulan kewanitaan yang dimiliki

wilayah Nguter. Seperti halnya organisasi kewanitaan Islam Aisyiah yang sudah

mampu menjalankan proses promosi kesehatan tentang deteksi dini kanker serviks dan

telah menjalankan program deteksi dini kanker serviks dengan menggunakan metode

IVA tes. Program ini juga bisa diterapkan pada organisasi perkumpulan wanita lain

semisal pada kegiatan perkumpulan pengajian PKK dan posyandu balita. Selain

diberikan pendidikan kesehatan kegiatan ini juga bisa disisipi oleh metode lain untuk

mengubah pengetahuan dan perilaku wanita untuk mau deteksi dini kanker serviks.

Diantaranya dengan metode peer group yang pernah dilakukan oleh Herniyatun dan

Diah (2009) pada kelompok ibu yasinan di kebumen, metode ini terbukti efektif untuk

meningkatkan pengetahuan dan perilaku untuk melakukan deteksi dini kanker serviks.

Selain itu peer group ini juga pernah diterapkan pada penelitian jurnal internasional

yang dilakukan oleh Jare (2008) di Malawi untuk perubahan pengetahuan, perilaku,

sikap pada petugas kesehatan rumah sakit untuk screening awal HIV, hasilnya

sebanyak 92 % mau untuk deteksi dini.

22

BAB IV

SIMPULAN DAN ALTERNATIF PEMECAHAN MASALAH

A. SIMPULAN

Berdasarkan hasil wawancara dengan petugas puskesmas terkait, deteksi dini

kanker serviks dengan menggunakan metode IVA di Puskesmas Nguter baru dilakukan

tahun 2014 dan hingga saat ini pelaksanaannya belum optimal. Padatahun 2014

tercatatdari 5.869 jumlah perempuan dengan usia 30 sampai 50 tahun, hanya 36 orang

yang mengikuti tes IVA (1 %) dan 4 orang diantaranya hasil IVA positif. Sedangkan

pada tahun 2015 yang dilaksanakan pada tanggal 6 Agustus 2015 terjadi penurunanya

itu hanya 10 orang yang mengikuti tes IVA (0,1 %).

B. ALTERNATIF PEMECAHAN MASALAH

Berdasarakananalisis SWOT (Strenght, Weakness, Opportunity, Threat), terdapat

beberapa program deteksi dini kanker serviks dengan menggunakan metode IVA di

KecamatanNguterKabupatenSukoharjo. Adapun alternatif pemecahan masalah yang

direkomendasikan untuk program skrining atau deteksi dini kanker serviks dengan

metode IVA pada Puskesmas Nguter antara lain :

a. Mengusahakan agar semua tenaga kesehatan yang bertanggung jawab terhadap

kesehatan masyarakat khususnya wanita untuk mengikuti On The Job Training

dalam pengendalian kanker seviks melalui metode IVA sehingga tenaga kesehatan

tersebut memiliki sertifikat pelatihan IVA.

23

b. Meningkatkan frekuensi penyuluhan kesehatan khususnya wanitamengenai penyakit

kanker serviks, pentingnya deteksi dini kanker serviks dan memberikan motivasi

untuk meningkatkan kesadaran wanita tentang pentingnya pelaksanaan deteksi dini

kanker serviks dengan menggunakan metode IVA.

c. Penerapkan metode Peer Group mengenai pentingnya deteksi dini kanker serviks.

Model peer group ini diharapkan lebih bermanfaat karenaalih pengetahuan

dilakukan antar kelompok sebaya yang mempunyai hubungan lebih akrab, dalam

artian bahasa yang digunakan sama, dapat dilakukan di mana saja, kapan saja

dengan cara penyampaian yang santai, sehingga sasaran lebih merasa nyaman

berdiskusi tentang permasalahan yang dihadapi.

d. Pemeriksaan deteksi dini kanker serviks dapat dilakukan lebih sering tidak hanya 1

kali dalam setahun agar meningkatkan pencapaian hasil skrining lebih optimal

e. Mengusahakan agar media yang menarik untuk pendidikan kesehatan khususnya

mengenai deteksi dini kanker serviks ditambahlagi seperti poster, leaflet,banner dll,

gunamengoptimalkanpelaksanaanpenyuluhankesehatan.

f. Lebih mengaktifkan lagi kegiatan kunjungan rumah khususnya wanita usia 30-50

tahun di wilayah Puskesmas Nguter terhadap kegiatan pemeriksaan deteksi dini

kanker serviks.

24

25