bab 1 2 3 4 5 baru

62
1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Tungau Debu Rumah (TDR) bagi sekelompok orang tertentu merupakan alergen inhalan yang penting karena berperan terhadap timbulnya reaksi alergi. 1 Prevalensi penyakit alergi dilaporkan meningkat, diperkirakan lebih dari 20% populasi diseluruh dunia menderita penyakit yang diperantarai oleh IgE seperti asma, rhinitis dan dermatitis. Menurut World Health Organization (WHO) untuk kasus asma diperkirakan 5-15% populasi anak diseluruh dunia, rhinitis alergi 1,5-12,4% dan dermatitis 2-5%. Hal tersebut dapat disebabkan oleh reaksi alergi terhadap Tungau Debu Rumah (TDR). 2,3 Parasit TDR ini banyak ditemukan pada rumah yang lembab, kasur, bantal, guling, karpet serta berbagai perabot rumah yang lain. Populasi TDR terbanyak didapatkan pada debu kamar tidur terutama pada debu kasur. 4,5 Parasit TDR meskipun kecil dan sulit dilihat dengan mata telanjang, dapat menjadi masalah yang serius bagi kesehatan manusia. Berbagai studi

Upload: jaya38

Post on 31-Jan-2016

22 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

house dust mites

TRANSCRIPT

Page 1: BAB 1 2 3 4 5 Baru

1

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Tungau Debu Rumah (TDR) bagi sekelompok orang tertentu

merupakan alergen inhalan yang penting karena berperan terhadap

timbulnya reaksi alergi.1

Prevalensi penyakit alergi dilaporkan meningkat, diperkirakan

lebih dari 20% populasi diseluruh dunia menderita penyakit yang

diperantarai oleh IgE seperti asma, rhinitis dan dermatitis. Menurut World

Health Organization (WHO) untuk kasus asma diperkirakan 5-15%

populasi anak diseluruh dunia, rhinitis alergi 1,5-12,4% dan dermatitis 2-

5%. Hal tersebut dapat disebabkan oleh reaksi alergi terhadap Tungau

Debu Rumah (TDR).2,3

Parasit TDR ini banyak ditemukan pada rumah yang lembab,

kasur, bantal, guling, karpet serta berbagai perabot rumah yang lain.

Populasi TDR terbanyak didapatkan pada debu kamar tidur terutama pada

debu kasur.4,5

Parasit TDR meskipun kecil dan sulit dilihat dengan mata

telanjang, dapat menjadi masalah yang serius bagi kesehatan manusia.

Berbagai studi tentang alergi terhadap debu rumah di seluruh dunia

menunjukkan bahwa TDR mempunyai peran penting dalam pencetus

timbulnya reaksi alergi seperti asma, dermatitis atopik, dan rhinitis.2

Bagian tubuh TDR yang bisa menjadi alergen yaitu kutikula, organ

seksual dan saluran pencernaan. TDR yang sudah mati serta tinjanya

merupakan alergen yang potensial. Sekitar 4% populasi manusia

menunjukkan alergi terhadap TDR.5

Page 2: BAB 1 2 3 4 5 Baru

2

Parasit TDR terdapat diseluruh dunia termasuk Indonesia. Terdapat

berbagai spesies TDR dalam debu rumah tetapi yang paling mendominasi

adalah keluarga Pyroglyphidae yang tersebar diseluruh dunia, yaitu

Dermatophagoides pteronyssinus, Dermathopagoides

farinae.6

Kepadatan populasi TDR yang terdapat di dalam kasur selain

dipengaruhi oleh jenis kasur, suhu dan kelembaban juga dipengaruhi oleh

berbagai hal lain seperti masa penggunaan kasur, ketebalan kasur, serta

frekuensi, cara, dan alat yang digunakan untuk membersihkannya.4

Sebagian besar di Indonesia masyarakatnya masih menggunakan

kasur berbahan kapuk sebagai alas tidurnya walaupun sudah banyak juga

yang beralih ke kasur berbahan non kapuk seperti kasur busa, kasur pegas

dan kasur lateks. Kasur merupakan habitat terbaik yang cocok untuk

perkembangan TDR. TDR menyukai lingkungan yang hangat dan lembab

seperti di dalam kasur. Selain itu pada kasur juga tersedia makanan TDR

(berasal dari reaksi antara kasur dengan keringat, daki serta serpihan kulit

manusia). Semakin banyak reaksi tersebut akan menjadikan kasur sebagai

habitat yang paling cocok bagi perkembangan TDR.4

Masyarakat Indonesia rata-rata tidur 6-8 jam sehari, hal ini berarti

selama itu pula mereka berada di kamar tidur dan melakukan kontak

dengan kasur sehingga apabila kasur tercemar oleh TDR, maka lebih

kurang sepertiga masa hidupnya mereka melakukan kontak dengan

TDR.1,2

Bagi orang yang tidak sensitif hal tersebut tidak menjadi masalah

tetapi bagi orang yang sensitif ini merupakan masalah serius karena bisa

menjadi pencetus timbulnya reaksi alergi dengan gejala seperti bersin,

pilek, iritasi mata, iritasi kulit dan gejala asma.7

Makanan TDR secara umum adalah serpihan kulit manusia, daki

dan sisa makanan. Skuama berperan bagi kelangsungan hidup tungau.

Manusia dalam satu hari menghasilkan 0,5-1g serpihan kulit dan 1gram

skuama dapat mencukupi kebutuhan makan 1 tungau selama 20 hari.8

Page 3: BAB 1 2 3 4 5 Baru

3

Pada daerah kumuh dan padat penduduknya akan menyebabkan

sanitasi lingkungan kurang terpelihara dengan baik dan dapat

menyebabkan suhu ruangan menjadi panas dan lembab. Bila tungau

terpajan pada keadaan yang kurang menguntungkan misalnya panas,

cahaya, mesin penghisap debu, dan kelembapan yang berubah, tungau

akan dapat bergerak lebih cepat, bersembunyi, berkumpul, dan

mencengkeram serat kain.5

Pada penelitian Arif Faiza (2006) di Semarang, melaporkan bahwa

terdapat hubungan yang erat antara penggunaan kasur kapuk dengan

jumlah populasi TDR.4 Menurut Sukses Hadi (2002) di Semarang, dalam

penelitiannya menyimpulkan bahwa terdapat hubungan yang positif antara

kepadatan TDR per m2 di kasur & kolong tempat tidur dengan derajat

penyakit dermatitis atopik.8 Dyah (2013) di Semarang, melaporkan jenis

alergen terbanyak pada asma, rhinitis alergi, dan dermatitis atopik adalah

tungau debu rumah.9

Di wilayah kerja Puskesmas Rawat Inap Katibung, Lampung

Selatan penduduknya sebagian besar bekerja sebagai petani serta buruh

pabrik. Desa tersebut merupakan desa yang padat penghuni nya, dan

memiliki kamar tidur yang sedikit pada tiap rumah. Sehingga dalam satu

kamar dapat di tempati oleh beberapa anggota keluarga. Dengan status

pendidikan dan ekonomi yang rendah hal ini tentunya berdampak pada

tingkat pengetahuan tentang keberadaan TDR serta kesadaran masyarakat

yang kurang terhadap kebersihan lingkungannya.

Sehingga berdasarkan latar belakang diatas, peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian tentang perbandingan populasi tungau debu rumah

antara kasur kapuk dan kasur non-kapuk, mengingat bahwa masih banyak

Page 4: BAB 1 2 3 4 5 Baru

4

masyarakat yang belum mengetahui populasi TDR yang terdapat dikasur

yang mempunyai peranan penting dalam pencetus timbulnya reaksi alergi.

I.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya bahwa

Tungau Debu Rumah (TDR) dapat menjadi pencetus timbulnya reaksi

alergi berupa gejala asma, rhinitis alergi, dermatitis dengan populasi

terbanyak didapatkan pada debu kamar tidur terutama pada debu kasur,

maka peneliti membuat rumusan masalah sebagai berikut “Adakah

hubungan faktor-faktor yang mempengaruhi kepadatan populasi TDR

pada kasur penduduk?”

I.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kepadatan

populasi TDR pada kasur penduduk di wilayah kerja Puskesmas Katibung,

Lampung Selatan.

1.3.2. Tujuan Khusus

a) Mengetahui jumlah populasi tungau debu rumah pada kasur kapuk

dan kasur non-kapuk

b) Mengetahui suhu kamar sebagai faktor yang mempengaruhi kepadatan

TDR

c) Mengetahui waktu kepemilikan kasur kamar sebagai faktor yang

mempengaruhi kepadatan TDR

d) Mengetahui frekuensi penjemuran kasur sebagai faktor yang

mempengaruhi kepadatan TDR

Page 5: BAB 1 2 3 4 5 Baru

5

e) Mengetahui frekuensi pergantian sprei sebagai faktor yang

mempengaruhi kepadatan TDR

f) Mengetahui faktor yang paling mempengaruhi kepadatan tungau debu

rumah.

I.4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Bagi Peneliti

a) Hasil penelitian sebagai wawasan dan pengetahuan mengenai jumlah

populasi tungau debu rumah pada kasur kapuk dan kasur non-kapuk

b) Sebagai tugas akhir selama menjalani pendidikan kedokteran di

universitas malahayati.

1.4.2. Bagi Instansi Dinas Kesehatan

Sebagai bahan masukan bagi pemerintah khusus nya bagi Dinas

Kesehatan Provinsi Lampung dan Puskesmas Katibung Lampung Selatan

dalam mengetahui populasi dan jenis tungau debu rumah yang terdapat di

kasur penduduk.

1.4.3. Bagi Fakultas

Mendapat tambahan informasi yang terbaru guna menambah

informasi yang telah ada sebelumnya serta menunjang kegiatan penelitian

yang akan dilaksanakan.

1.4.4. Bagi Peneliti Lain

Memberikan data yang dapat dilanjutkan untuk penelitian selanjutnya.

1.4.5. Bagi Masyarakat

Page 6: BAB 1 2 3 4 5 Baru

6

Memberikan informasi terhadap penting nya menjaga kebersihan

tempat tidur mengingat bahwa kasur merupakan habitat yang paling cocok

sebagai tempat hidup tungau debu rumah .

I.5. Ruang Lingkup

Peneliti membatasi ruang lingkup pada subjek yaitu populasi dan

jenis tungau debu rumah, sedangkan objek peneliti adalah kasur kapuk dan

kasur non-kapuk. Judul penelitian Faktor-faktor yang mempengaruhi

kepadatan populasi tungau debu rumah (TDR) pada kasur penduduk di

wilayah kerja Puskesmas Katibung, Lampung Selatan.

Page 7: BAB 1 2 3 4 5 Baru

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tungau Debu Rumah

2.1.1. Definisi Tungau Debu Rumah

Tungau debu rumah (kadang-kadang secara kurang tepat disebut

kutu debu rumah) adalah hewan sangat kecil yang umumnya dijumpai di

pemukiman manusia.8

Tungau Debu Rumah (TDR) terdapat pada debu rumah yang

banyak ditemukan. Pada rumah yang lembab, kasur, bantal, guling, karpet

serta perabotan rumah lainnya. Sumber debu dengan jumlah TDR

terbanyak adalah kamar tidur terutama debu kasur.8

TDR terdapat diseluruh dunia termasuk Indonesia. Terdapat

berbagai spesies TDR dalam debu rumah tetapi yang paling mendominasi

adalah keluarga Pyroglyphydae yang tersebar diseluruh dunia yaitu

Dermatophagoides pteronyssinus, Dermatophagoides farinae.8Makanan

TDR secara umum adalah serpihan kulit manusia, daki dan sisa makanan.

Skuama berperan bagi kehidupan tungau. Manusia dalam satu hari

menghasilkan 0,5g-1g serpihan kulit dan 1 gram skuama dapat mencukupi

kebutuhan makan 1 tungau selama 20 hari.5,8

Pada daerah kumuh dan padat penduduknya akan menyebabkan

sanitasi lingkungan kurang terpelihara dengan baik dan dapat

menyebabkan suhu ruangan menjadi panas dan lembab. Bila tungau

terpajan pada keadaan yang kurang menguntungkan misalnya panas,

cahaya, mesin penghisap debu, dan kelembaban yang berubah, tungau

akan dapat bergerak lebih cepat, bersembunyi, berkumpul dan

mencengkeram serat kain.8

Page 8: BAB 1 2 3 4 5 Baru

8

Gambar 2.1. Dermatophagoides

2.1.2. Taksonomi Tungau Debu Rumah

Superkingdom : Eukaryota

Kingdom : Animalia

Subkingdom : Metazoa

Filum : Arthropoda

Subfilum : Chelicerata

Kelas : Arachnida

Ordo : Acarina

Subordo : Astigmata

Famili : Pyroglyphidae

Genus : Dermatophagoides

Spesies : Dermatophagoides pteronyssinus

Dermatophagoides farinae

2.1.3. Morfologi Tungau Debu Rumah

Tungau adalah hewan berjenis serangga, berkaki delapan, dan

ukurannya sebesar debu, kira-kira 0,1-0,3 mm. Jadi hanya bisa kita lihat

dengan menggunakan mikroskop. Ada banyak variasi bentuk tubuh

tungau, tapi pada umunya berbentuk lebih kurang bulat atau oval dimana

kepala, thorax, dan abdomennya menyatu.10

Page 9: BAB 1 2 3 4 5 Baru

9

Mempunyai kapitulum dan badan berupa kantung, mempunyai

empat pasang kaki panjang, 2 depan dan 2 belakang. Tubuhnya ditutupi

oleh rambut-rambut panjang yang disebut setae yang muncul dari tepi luar

tubuhnya serta permukaan tubuhnya tampak transparan.9

Gambar 2.2. Morfologi Dermatophagoides

Keterangan:

a. Gnatosoma

Gnatosoma terletak di bagian anterior tubuh merupakan alat mulut

yang terdiri atas kelisera dan pedipalpi. Pada gnatosoma terdapat stigmata,

peritrema dan alat sensori. Stigmata dan peritrema berfungsi sebagai alat

pernapasan. Kelisera berfungsi sebagai alat untuk menusuk, menghisap

dan mengunyah sedang pedipalpi berfungsi sebagai alat bantu makan.

b. Kapitulum

Gnatosoma merupakan bagian dari kapitulum

c. Podosoma

Terdapat empat pasang tungkai yang terletak pada podosoma.

d. Opistosoma

Opistosoma merupakan bagian posterior dari tubuh tungau yang terdiri

dari organ sekresi dan organ genital.

e. Idiosoma

Idiosoma pada tungau adalah podosoma dan opistosoma yang

menyatu.

T1, T2, T3, T4 = tungkai ke-1 hingga ke-4

Page 10: BAB 1 2 3 4 5 Baru

10

2.1.4. Epidemiologi TDR

Tungau ini banyak ditemukan pada debu yang terdapat pada

berbagai peralatan rumah tangga, khususnya perabotan yang terdapat di

sekitar kamar tidur, seperti kasur, seprei, selimut, wool dan peralatan lain.

Hal ini disebabkan oleh debu di sekitar kamar tidur biasanya banyak

terdapat makanan tungau tersebut, seperti skuama atau rentuhan sel-sel

kulit manusia yang banyak ditemukan di tempat tidur.11

Dermatophagoides menyukai tempat yang hangat, kering dan

lembab. Meskipun tungau ini tidak menggigit dan tidak menularkan suatu

penyakit, namun tungau ini menghasilkan material atau bahan yang

bersifat alergen. Material tersebut berukuran sangat kecil dan ringan

sehingga mudah terbang dan bersatu dengan debu di udara. Bila terhisap

dapat menimbulkan reaksi alergi pada orang yang sensitif, sehingga

menimbulkan pembengkakan pada saluran pernafasan yang akan memicu

munculnya serangan asma, terutama bagi individu yang sensitif.11

Jenis tungau debu yang banyak ditemukan di Indonesia ada dua

jenis yaitu Dermatophagoides pteronyssinus dan Dermatophagoides

farinae. Keduanya merupakan tungau debu yang umum tersebar secara

kosmopolit, tersebar di seluruh dunia. 9,10,11

Distribusi atau sebaran spesies Dermatophagoides sangat

dipengaruhi oleh suhu dan kelembaban, sehingga keberadaannya berbeda-

beda di setiap wilayah. Sebagai contoh, Dermatophagoides pteronyssinus

lebih banyak ditemukan di daerah yang memiliki kelembaban yang tinggi

seperti di negara-negara Eropa dan Inggris, sedangkan Dermatophagoides

farinae lebih banyak ditemukan di daerah yang memiliki cuaca kering

yang panjang seperti di benua Amerika.10

Dominasi habitat tungau di suatu tempat tersebut menyebabkan

orang awam menamakannya European house dust mite atau tungau debu

Eropa untuk Dermatophagoides pteronyssinus, dan American house dust

mite atau tungau debu Amerika untuk Dermatophagoides farinae.

Page 11: BAB 1 2 3 4 5 Baru

11

Meskipun demikian penamaan ini sebenarnya kurang tepat mengingat

kedua jenis tungau tersebut dapat ditemukan dimana-mana di dunia ini.10

Populasi tungau debu di dalam rumah bergantung pada faktor-faktor:

1) tinggi rendahnya rumah dari permukaan laut

2) daerah dengan musim panas yang lebih panjang dari musim

hujan

3) adanya berbagai macam binatang di dalam rumah

4) rumah yang kotor dan banyak debu

5) suhu dan kelembaban optimum optimal bagi perkembangan populasi TDR adalah 250-300C dan kelembaban relatif 70-80%. Perkembangbiakan TDR terganggu pada suhu di atas 320C dan jika tungau dipanaskan selama 6 jam pada suhu 510C dengan kelembaban udara 60% maka tungau akan mati.

2.1.5. Siklus Hidup TDR

Daur hidup tungau ada 4 fase, yaitu : telur→ larva→nimfa

→tungau dewasa. Siklus hidup tungau mulai dari telur sampai dewasa

memerlukan waktu selama 8-12 hari.5

Gambar 2.3. Siklus hidup TDR

Page 12: BAB 1 2 3 4 5 Baru

12

1. Fase telur Pada tungau betina yang dewasa biasanya bertelur setiap hari.

Sehari rata-rata menghasilkan telur 5 butir.

2. Fase larva Setelah 3-4 hari telur menetas menjadi larva. Larva tungau

hidup dan makan selama 4 hari kemudian beristirahat selama 24 jam.

Selama masa istirahat tersebut terjadi pergantian kulit (molting) menuju

tahap  berikutnya.

3. Fase nimfa Pada tahap ini bentuk tungau sudah seperti bentuk dewasanya

dengan 4 pasang kaki. Bentuk nimfa ini terdiri dari dua fase yaitu

protonimfa dan deutonimfa. Masing-masing fase nimfa makan selama 3-5

hari, istirahat, kemudian molting menuju tahap berikutnya.

4. Fase tungau dewasa Tungau dewasa berukuran ± 0,4 mm, berwarna putih-

krem atau kecoklatan dan tidak dapat dilihat oleh mata telanjang atau kaca

pembesar. Tungau dewasa dapat hidup dan mencapai umur 2 bulan. Pada

tungau dewasa setelah kopulasi (perkawinan) yang terjadi di atas kulit,

yang  jantan akan mati, kadang-kadang masih dapat hidup beberapa hari

dalam terowongan yang digali oleh betina. Tungau betina yang telah

dibuahi mempunyai kemampuan untuk membuat terowongan pada kulit

sampai diperbatasan stratum korneum dan startum granulosum dengan

kecepatan 0,5-5 mm per hari. Di dalam terowongan ini tungau betina

bertelur sebanyak 2-3 butir setiap hari. Seekor tungau betina akan bertelur

sebanyak 40-50 butir semasa siklus hidupnya yang berlangsung kurang

lebih 30 hari.5

2.1.6. Patofisiologi Reaksi Alergi TDR

Alergen TDR Manusia

Tubuh TDR 5% Penetrasi Kulit Feses TDR 95% Inhalasi

Page 13: BAB 1 2 3 4 5 Baru

13

Alergen TDR pertama yang dimurnikan adalah

Dermatophagoides pteronyssinus I an Dermathopagoides

farinae I yang terdapat dalam konsentrasi tinggi dalam feses, merupakan

glikoprotein yang labil pada suhu panas dan merupakan enzim pencernaan

yang terdiri atas proteinase dan papain yang berasal dari kelenjar saluran

cerna tungau. Alergen tersebut mempunyai berat molekul (BM) 24 kilo

Dalton (kDa). Alergen kedua (Der p II dan Der f II) berasal dari badan

tungau mempunyai BM 15 kDa, diameternya 250 m, dan sifatnya

termostabil. Alergen ketiga yaitu Der f III dengan BM 30 kDa dan

mempunyai struktur kimia sama dengan tripsin serta alergen IV dengan

BM 60 kDa yang struktur kimianya sama dengan amilase.5

Penderita alergi TDR kurang lebih 80 % mempunyai antibodi IgE

spesifik terhadap alergen kelompok I dan II yang secara klinis berkaitan

dengan penyakit asma, dermatitis atopik, dan rhinitis alergika.5

Alergen yang berasal dari tubuh TDR masuk ke dalam tubuh

manusia melalui penetrasi kulit, sedangkan yang berasal dari feses masuk

ke tubuh manusia melalui inhalasi.5

Protein yang terkandung di dalam tubuh TDR pada saat terhirup

melalui hidung akan menimbulkan sensitisasi (rangsangan pada system

imun / sistem pertahanan tubuh) sehingga akan dihasilkan zat anti alergi.

Bila orang tersebut kontak lagi dengan TDR, maka alergen tersebut akan

berikatan dengan zat Anti alergi menghasilkan zat kimia lainnya, seperti

histamine, yang akan beredar ke seluruh tubuh lewat aliran darah sehingga

menimbulkan reaksi alergi di beberapa organ yang berbeda. Di hidung,

histamine menyebabkan hidung terasa gatal dan merangsang bersin-bersin

dan pilek. Di saluran napas, histamine menyebabkan otot dinding saluran

napas mengkerut, saluran napas membengkak, sel radang berkumpul di

saluran napas, dan meningkatkan produksi lendir. Hal itu akan

menyebabkan batuk, sesak dan mengi (asma).12

Reaksi alergi dermatitis yang di sebabkan oleh TDR, merupakan

mekanisme reaksi hipersensitivitas tipe IV yang diperantarai oleh IgE

Page 14: BAB 1 2 3 4 5 Baru

14

terjadi karena pada lesi eksematosa terdapat kerusakan fungsi sawar kulit.

Sehingga memudahkan sensitisasi terhadap alergen TDR yang menempel

di kulit. Adanya enzim keratolitik yang dikeluarkan tungau memudahkan

absorsi alergen tungau melalui kulit yang selanjutnya mengakibatkan

kerusakan pada jaringan kulit.8

2.1.7. Pengaruh Tungau Debu Rumah

Dermatophagoides banyak jenisnya, yang paling banyak adalah

Dermatophagoides pteronyssinus. Di tubuh TDR, terutama kotoran,

mengandung  protein tertentu yang dapat menimbulkan reaksi alergi.

Karena ukurannya yang sangat kecil, maka TDR sangat ringan sehingga

mudah sekali diterbangkan oleh angin dan terhirup masuk ke dalam

saluran nafas. Inilah yang menjadi pencetus timbulnya reaksi alergi seperti

asma, rhinitis, konjungtivitis dan dermatitis atopik.13

Bagian tubuh TDR yang bisa menjadi alergen adalah kutikula,

organ seksual dan saluran pencernaan. Di samping itu tungau debu rumah

yang sudah mati serta tinjanya merupakan alergen yang potensial. Alergen

yang terdapat pada D. pteronyssinus terutama di saluran cerna dan

kutikula. Makanan yang masuk ke usus diekskresi sebagai antigen yang

kuat. Debris tungau, diperkirakan menghasilkan 2000 partikel tinja, 50

telur dan 4 kutikula, sehingga menurut  perhitungan ini secara tidak

langsung memperlihatkan bahwa >95% alergen tungau berasal dari

partikel tinja.13

Di tubuh TDR, terutama kotoran, mengandung protein tertentu

yang dapat menimbulkan reaksi alergi. Karena ukurannya yang sangat

kecil, maka TDR sangat ringan sehingga mudah sekali diterbangkan oleh

angin dan terhirup masuk ke dalam saluran nafas.13 Dan dapat

menimbulkan gejala-gejala seperti :

Page 15: BAB 1 2 3 4 5 Baru

15

1. Bersin-bersin berkepanjangan ketika bangun tidur

2. Hidung tersumbat

3. Sesak nafas yang menyebabkan asma

4. Bintik-bintik atau bercak merah yang menyebabkan gatal pada

kulit

5. Mata berair, merah atau gatal.

alergi yang ditimbulkan oleh TDR mengikuti hukum alergi pada

umumnya. Reaksi alergi hanya akan timbul bila seseorang memiliki

kecenderungan alergi yang didapatkan dari keturunan dan alergen (zat

yang menimbulkan alergi).13

2.1.8. Pencegahan dan Pemberantasan TDR

a) Menjaga kebersihan

Untuk menghindari TDR, rumah dibersihkan dari debu dengan

cara disapu dan dipel setiap hari dan perabot rumah dibersihkan dengan

lap basah atau disedot dengan penyedot debu. Jangan membersihkan

rumah dengan kemoceng/dikebut karena debu tidak hilang tetapi justru

beterbangan. Perabot kamar tidur harus sesederhana mungkin.11

Manusia menggunakan waktunya paling banyak di kamar tidur

(biasanya manusia tidur 6-8 jam sehari), sehingga kebersihan kamar tidur

harus diperhatikan. TDR mudah hidup dan berkembang biak di dalam

kasur dan  bantal yang berisi kapuk, oleh karena itu sebaiknya kasur dan

bantal diganti dengan yang terbuat dari karet busa atau poliester. Jika hal

itu tidak dapat dilaksanakan, maka kasur dan bantal yang berisi kapuk

dibungkus dengan plastik atau karet sebelum dibungkus sprei dan sarung

bantal. Sprei dan sarung bantal diganti sekurang-kurangnya seminggu

sekali sedangkan kasur, bantal, dan guling dujemur seminggu sekali.11

Page 16: BAB 1 2 3 4 5 Baru

16

b) Memindahkan penderita ke daerah yang lebih tinggi

Upaya mengurangi pajanan alergen dengan memindahkan

penderita ke daerah yang lebih tinggi dan kelembaban rendah telah

dilakukan di Davos, Swiss. Dengan upaya tersebut penderita asma

mengalami perbaikan dan serangan asma berkurang. Terdapat hubungan

antara ketinggian suatu daerah dengan populasi TDR. Makin tinggi suatu

daerah jumlah TDR semakin sedikit.10

c) Mengatur Kelembaban

Untuk mengurangi kelembaban rumah, ventilasi harus diperbaiki.

Upayakan agar sinar matahari dapat masuk ke dalam rumah dengan

membuka  jendela, memasang genteng kaca atau fiberglass. Pengurangan

populasi TDR juga dapat dilakukan dengan menggunakan air conditioner

(AC) untuk mengurangi kelembaban udara. Mempertahankan kelembaban

di bawah 35% selama sedikitnya 2 jam perhari sampai 8 jam dapat

memperlambat pertumbuhan  populasi TDR.10

d) Penggunaan Zat Kimia

Akarisida seperti benzil benzoat, pirimifos metil, permetrin, fenil

salisilat adalah zat kimia yang dapat membunuh tungau. Benzil benzoat

terdapat dalam dua bentuk yaitu bentuk serbuk dan bentuk busa. Benzil

benzoat (5%) serbuk dengan ukuran 200 mikron digunakan pada karpet

dan bahan tekstil yang dipakai sebagai alas lantai, sedangkan bentuk busa

(2,6 %) digunakan untuk kasur, bahan tekstil yang halus, perabot rumah

tangga, dan mainan anak.

Mortalitas tungau setelah dua bulan penggunaan benzil benzoat

adalah 100% tetapi setelah tiga  bulan menurun menjadi 60%. Fenil

salisilat yang strukturnya sama dengan benzil  benzoat ternyata lebih

efektif. Zat kimia lain adalah asam tanat yang dapat merubah alergen dari

feses tungau menjadi lebih hidrofobik dan berkurang sifat alergeniknya.10

Page 17: BAB 1 2 3 4 5 Baru

17

2.2. Kasur Sebagai Habitat TDR

Di Indonesia sebagian besar masyarakat menggunakan kasur

sebagai alas tidurnya. Kasur merupakan habitat terbaik yang cocok untuk

perkembangan TDR. TDR menyukai lingkungan yang hangat dan lembab

seperti di dalam kasur. Selain itu pada kasur juga tersedia makanan TDR

(berasal dari reaksi antara kasur dengan keringat, daki serta serpihan kulit

manusia). Semakin banyak reaksi tersebut akan menjadikan kasur sebagai

habitat yang paling cocok bagi perkembangan TDR.

Penelitian Yohanes (2012) di Manado, mendapatkan hasil bahwa

tungau debu rumah lebih banyak ditemukan pada kamar tidur terutama

pada debu kasur.6 Selain itu Regina (2013) di Manado, dalam

penelitiannya melaporkan ternyata ruang tidur lebih banyak positif

terhadap tungau debu rumah dibandingkan dengan ruang tamu

dikarenakan tungau dapat memperoleh banyak sumber makanan utama

berupa serpihan kulit manusia (skuama).15

Hal tersebut semakin di perjelas oleh Arif Faiza (2006) di

Semarang, dalam penelitiannya bahwa kepadatan populasi TDR yang

terdapat di dalam kasur selain di pengaruhi oleh jenis kasur, suhu dan

kelembaban juga dipengaruhi oleh berbagai hal lain seperti masa

penggunaan kasur, ketebalan kasur, serta frekuensi, cara dan alat yang

digunakan untuk membersihkannya.4

2.2.1. Jenis-Jenis Kasur

a) Kasur Kapuk

• Struktur nya terdiri dari bahan organik dari buah pohon randu yang

ditutupi dengan kain luar atau kain kasur.

• Mengandung serat membentuk lumen yang kosong berdinding tipis

dan terisi udara

Page 18: BAB 1 2 3 4 5 Baru

18

b) Kasur Non-Kapuk :

1. Kasur Busa

menggunakan bahan busa yang telah melalui proses kimiawi yang

disebut dengan poliuretan. Kasur busa ini memiliki daya tahan yang

tergantung pada pemakainya, mengikuti berat badan dan bertahan dengan

posisi itu selama dipakai di atasnya. Bentuknya dapat kembali seperti

semula selah dipakai, tetapi dalam waktu lama pemakaian mengakibatkan

kasur busa ini akan semakin kempis.

2. Kasur Spring

Kasur jenis ini lebih nyaman digunakan karena kasur jenis ini

mampu menopang tubuh untuk lebih bebas bergerak dengan nyaman saat

tidur. kasur jenis ini terdiri dari banyak pegas (per) dan lapisan busa.

3. Kasur Lateks

Kasur jenis ini memiliki kelebihan sebagai antibakteri, antikutu

dan antipolusi. Selain itu memiliki ciri khas yaitu memiliki warna kuning

keemasan. Itu dikarenakan aplikasi dari proses pemurnian lateks yang

hasil akhirnya berwarna kuning. Selain itu, ciri lain dari kasur lateks yakni

memiliki lubang-lubang besar yang berfungsi memperlancar dan

menjamin kesempurnaan elastisitas kasur.

Page 19: BAB 1 2 3 4 5 Baru

19

2.3. Kerangka Teori

Gambar 2.4. Kerangka Teori

Tungau Debu Rumah

Faktor Keberadaan TDR :

1. Tinggi rendah rumah dari permukaan laut

2. Daerah dengan musim panas lebih lama

3. Lingkungan yang kurang terjaga

4. Suhu dan kelembaban yang tidak optimum

Habitat :

1. Bantal 2. Guling3. Selimut4. Seprei

5. Kasur

1. Jenis kasur 2. Suhu dan

Kelembaban kamar3. Lama Penggunaan4. Penjemuran5. Pergantian Alas

Reaksi Alergi :

1. Asma2. Rhinitis3. Konjungtivitis4. Dermatitis

Page 20: BAB 1 2 3 4 5 Baru

20

2.4. Kerangka Konsep

Variabel Independent Variabel Dependent

Gambar 2.5. Kerangka Konsep

Populasi TDRFaktor-Faktor Kepadatan TDR

Page 21: BAB 1 2 3 4 5 Baru

21

2.5. Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban yang bersifat sementara terhadap

permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data yang telat terkumpul.

Hipotesis juga diartikan sebagai dugaan sementara yang mungkin benar atau

mungkin salah, akan ditolak jika salah atau palsu dan akan diterima jika

faktor-faktor membenarkannya. Peneliti mengajukan hipotesis sebagai

berikut :

Ha : Ada hubungan antara faktor-faktor yang mempengaruhi kepadatan

populasi tungau debu rumah (TDR) pada kasur

Ho : Tidak ada hubungan antara faktor-faktor yang mempengaruhi

kepadatan populasi tungau debu rumah (TDR) pada kasur

Page 22: BAB 1 2 3 4 5 Baru

22

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian Deskriptif

Analitik. Peneliti akan melakukan pengukuran variabel independent dan

dependent, kemudian akan menganalisa data yang terkumpul utuk mencari

perbandingan antar variabel.23

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Katibung,

Lampung Selatan yaitu di Desa Tarahan.

3.3. Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian ini menggunakan pendekatan Cross

Sectional, yaitu studi penelitian yang mencari perbandingan pada sampel

dengan melakukan pengukuran sesaat.23

Menurut pendapat lain, studi Cross Sectional adalah rancangan

studi epidemiologi yang mempelajari hubungan penyakit dan paparan

dengan cara mengamati status paparan dan penyakit serentak pada

individu-individu dari populasi tunggal pada suatu saat atau periode.

Page 23: BAB 1 2 3 4 5 Baru

23

3.4. Subyek Penelitian

3.4.1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan obyek penelitian atau obyek yang

diteliti. Dari pendapat tersebut, peneliti dapat menarik kesimpulan bahwa

yang dimaksud dengan populasi adalah keseluruhan obyek yang akan

diteliti atau diselidiki.23

Populasi dalam penelitian ini adalah kasur penduduk Rukun

tetangga IV yang ada di wilayah kerja Puskesmas Katibung, Lampung

Selatan.

3.4.2. Sampel

Sampel adalah sebagian untuk diambil dari keseluruhan obyek

yang akan diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi. Pada penelitian

ini teknik sampel yang digunakan adalah total sampling yaitu semua

populasi diambil apabila sesuai kriteria yang telah ditetapkan. Sampel

yang digunakan pada penelitian ini berjumlah 40 sampel yang merupakan

semua keluarga yang ada di Rukun tetangga (RT) IV. Adapun kriteria

yang akan dijadikan sampel sebagai berikut:

Kriteria Inklusi :

1. Kasur di ruang tidur utama

2. Kasur dengan masa pakai lebih dari 1 tahun

3. Kasur dengan ketebalan 10-15cm

Kriteria Ekslusi :

1. Kasur yang sudah tidak digunakan

2. Kasur yang sudah pernah dilakukan penggantian isinya

Page 24: BAB 1 2 3 4 5 Baru

24

3.5. Variabel Penelitian

3.5.1. Variabel Independen

Variabel independen atau variabel bebas adalah suatu variabel

yang variasinya mempengaruhi variabel yang lain. Variabel bebas dalam

penelitian ini adalah :

Faktor-faktor kepadatan TDR

3.5.2. Variabel Dependen

Variabel dependen atau variabel tergantung adalah variabel yang

nilainya ditentukan oleh variabel lain. Dengan kata lain, variabel

tergantung adalah faktor yang diamati dan diukur dengan menetapkan ada

tidaknya hubungan atau pengaruh dari variabel bebas. Variabel bebas

dalam penelitian ini adalah :

Populasi tungau debu rumah (TDR)

Page 25: BAB 1 2 3 4 5 Baru

25

3.6. Definisi Operasional

Tabel 3.1. Definisi Operasional

Variabel Definisi

Operasional

Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala Ukur

Populasi TDR

Kasur

Suhu

Lama

pemakaian

Penjemuran

Penggantian

Sprei

perminggu

Mengetahui

jumlah dan jenis

tungau debu

rumah pada kasur

Alas tidur yang

digunakan oleh

manusia

Derajat panas

dalam ruang

kamar dalam

celcius

Lama pemakaian

kasur dihitung

dari waktu

pertama kali

membeli

Riwayat

penjemuran kasur

terakhir

Riwayat

kebiasaan

penggantian sprei

Mikroskop

Kuesioner

Termometer

air raksa

Kuesioner

Kuesioner

Kuesioner

Menggunakan

metode flotasi

(apung)

Observasi

Pengukuran

Langsung

Wawancara

Wawancara

Wawancara

a. > 3 ekor

b. ≤ 3 ekor

a. Kapuk

b. Busa

a. 25-300C

(optimal)

b.< 25 atau >

300C (tidak

optimal)

a. 1-2 Tahun

b. > 2 Tahun

a. 1-2 Bulan

b. > 2 Bulan

a. 0-1 Kali

seminggu

b. > 1 Kali

seminggu

Nominal

Nominal

Nominal

Nominal

Nominal

Nominal

Page 26: BAB 1 2 3 4 5 Baru

26

3.7. Alat Ukur

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah saringan debu

(kawat kasa), tabung reaksi, termomether, rak tabung, deck glass, obyek

glass, mikroskop, penghisap debu (vacum cleaner). Bahan yang digunakan

adalah debu 0,1 gram, etil alkohol 80%, larutan Nacl jenuh.

3.8. Cara Pemeriksaan Sampel

Cara pemeriksaan sampel pada penelitian ini menggunakan metode

apung (floating method). Debu kasur yang telah terkumpul masing-masing

disaring dengan kawat kasa kemudian ditimbang sebanyak 0,1 gram. Debu

lalu dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan etyl alkohol

80%, lalu dikocok dan dibiarkan selama 24 jam. Keesokan harinya

supernatan dibuang, kemudian ditambahkan ke dalam tabung reaksi

tersebut larutan NaCl jenuh sampai tabung reaksi penuh dan permukaan

cairannya cembung, lalu tutup tabung reaksi menggunakan kaca penutup

(deck glass) dan dibiarkan selama 30 menit. Setelah itu kaca penutup

diambil lalu diletakkan pada kaca obyek untuk diperiksa di bawah

mikroskop cahaya dengan perbesaran 100x.

3.9. Pengumpulan Data

3.9.1. Jenis dan Sumber Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer

yang diperoleh melalui observasi langsung ke rumah penduduk yang ada

di wilayah kerja Puskesmas Katibung, Lampung Selatan.

3.9.2. Cara Pengumpulan Data

Cara pengumpulan data yang digunakan adalah dengan melakukan

pengisian kuesioner dan pengambilan debu kasur dengan menggunakan

alat penghisap debu (vacum cleaner) pada permukaan kasur selama 5

menit.

Page 27: BAB 1 2 3 4 5 Baru

27

3.9.3. Waktu dan Tenaga Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilaksanakan pada waktu yang telah ditentukan

yang dilakukan oleh peneliti sendiri.

3.10. Pengolahan Data

Bila seluruh data telah terkumpul maka selanjutnya dilakukan

pengolahan data melalui langkah-langkah sebagai berikut :

1. Editing data yaituiu proses pengecekan kelengkapan data yang sudah

dikumpulkan, sehingga apabila terdapat ketidaksesuaian dapat

dilengkapi segera oleh peneliti.

2. Coding data yaitu melakukan konversi data kedalam angka-angka

sehingga memudahkan dalam pengolahan data selanjutnya.

3. Tabulating data yaitu pengelompokan data sesuai dengan

kelompoknya dengan tujuan untuk mempermudah dalam analisis data.

4. Entering data yaitu proses memasukan data yang diperoleh

menggunakan komputer statistik.

5. Cleaning data yaitu kegiatan memeriksa kembali data yang sudah

dimasukan, apakah ada kesalahan atau tidak. Kesalahan mungkin

terjadi pada saat memasukan data kedalam komputer.

3.11. Analisis Data

3.11.1. Analisis Univariat

Analisis univariat berfungsi untuk meringkas kumpulan data hasil

pengukuran sedemikian rupa sehingga kumpulan data tersebut berubah

menjadi informasi yang berguna dan dilakukan pada tiap variabel

penelitian untuk menggambarkan atau menjelaskan karakteristik masing-

masing variabel yang diteliti.

Page 28: BAB 1 2 3 4 5 Baru

28

3.11.2. Uji Bivariat

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan

uji chi-square dengan bantuan program komputer statistik. Apabila syarat

chi-square tidak terpenuhi maka uji akan dilakukan dengan uji Fischer .

Kriteria pengujian dapat diliat dari nilai probabilitas (p.value) ≤ 0,05 maka

Ho ditolak dan Ha diterima yang berarti ada hubungan yang bermakna dan

jika probabilitas (p.value) ≥ 0,05 maka Ho diterima dan Ha ditolak yang

berarti tidak ada hubungan yang bermakna.

3.11.3. Uji Multivariat

Untruk mengetahui faktor mana yang paling berpengaruh maka digunakan uji analisis multivariat. Analisis yang digunakan adalah uji regresi logistik.

Page 29: BAB 1 2 3 4 5 Baru

29

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

4.1.1. Analisis Univariat

4.1.1.1.Populasi Tungau Debu Rumah (TDR)

Populasi TDR di hitung menggunkan metode apung. Debu

dikumpulkan sebanyak 0,1 gram kemudian diamati jumlah populasi TDR.

Tabel 4.1 Faktor yang mempengaruhi kepadatan populasi TDR

Variabel n Hasil Ukur Jumlah (%)

Populasi TDR 40Positif 24 60

Negatif 16 40

Jenis Kasur 40Kapuk 26 65

Busa 14 35

Suhu 40Optimal 27 67,5

Tidak Optimal 13 32,5

Lama

pemakaian40

> 2 Tahun 23 57,5

1-2 Tahun 17 37,5

Frekuensi

Penjemuran40

> 2 Bulan 24 60

1-2 Bula 16 40

Frekuensi

Pergantian

Sprei

40

1x dalam > seminggu 24 60

≥ 1x dalam seminggu 16 40

Page 30: BAB 1 2 3 4 5 Baru

30

Dari 40 kasur responden didapatkan skor populasi TDR adalah

sebanyak 4,45 TDR/0,1 gram/kasur dengan jumlah minimal tidak ada

tungau sedangkan jumlah terbanyak adalah 19 TDR/0,1 gram/kasur.

Berdasarkan jenis kasur maka populasi paling banyak adalah ditemukan

adalah di kasur jenis kapuk yaitu sebanyak 147 ekor sedangkan di kasur

busa hanya 31 ekor. Apabila populasi ini dikategorikan menjadi positif (≥

3 TDR/0,1 gram/kasur) dan negatif (<3 TDR/0,1 gram/kasur) maka

mayoritas kasur responden terdapat tunggau yaitu sebanyak 24 (60%)

kasur seperti yang terlihat dalam Gambar 4.1.

4.1.1.2. Jenis Kasur

Jenis kasur dipilih melalui observasi secara langsung ke kamar

kepala keluarga. Jenis kasur yang menjadi objek penelitian adalah kasur

kapuk dan busa. Distribusi jenis kasur dalam penelitian ini dapat terlihat

pada Gambar 4.2.

24 (60%)

16 (40%)

Populasi TDR

PositifNegatif

Gambar 4.1. populasi TDR

26 (65%)

14 (35%)

Jenis Kasur

KapukBusa

Gambar 4.2. Distribusi jenis kasur

Page 31: BAB 1 2 3 4 5 Baru

31

Berdasarkan gambar diatas terlihat bahwa mayoritas responden

menggunakan kapuk yaitu sebanyak 26 (65%) responden sedangkan yang

menggunakan busa hanya 14 (35%) responden.

4.1.1.3. Suhu

Suhu kamar diukur menggunakan termometer air raksa.

Pengukuran dilakukan selama 5 menit dengan hasil optimal atau tidak

optimal untuk perkembangan tungau. Distribusi suhu kamar dalam

penelitian ini dapat terlihat pada Gambar 4.3.

Berdasarkan gambar diatas terlihat bahwa mayoritas responden

memiliki suhu kamar yang optimal untuk perkembangan tungau yaitu

sebanyak 27 (67,5%) responden sedangkan responden yang memiliki suhu

kamar tidak optimal untuk perkembangan tungau hanya 13 (32,5%)

responden.

4.1.1.4. Lama Penggunaan

Lama penggunaan didapatkan dari wawancara dengan menanyakan

waktu pertama kali membeli sampai waktu dilakukannya wawancara.

Hasil pengukuran dibagi menjadi lebih dari dua tahun dan satu sampai dua

tahun. Distribusi lama penggunaan dalam penelitian ini dapat terlihat pada

Gambar 4.4.

27 (67,5%)

13 (32,5

%)

Suhu

OptimalTidak Optimal

Gambar 4.3. Distribusi Suhu Kamar

Page 32: BAB 1 2 3 4 5 Baru

32

Berdasarkan gambar diatas terlihat bahwa mayoritas responden

telah memiliki kasur lebih dari dua tahun yaitu sebanyak 23 (57,5%)

responden sedangkan responden yang memiliki kasur anatar satu dan dua

tahun yaitu 17 (42,5%) responden.

4.1.1.5. Frekuensi Penjemuran

Frekuensi Penjemuran didapatkan dari wawancara dengan

menanyakan kebiasaan menjemur kasur. Hasil pengukuran dibagi menjadi

lebih dari dua bulan dan satu sampai dua bulan. Frekuensi penjemuran

dalam penelitian ini dapat terlihat pada Gambar 4.5.

24 (60%)16 (40%)

Frekuensi Penjemuran

Lebih dari dua bu-lanSatu sampai dua bulan

Gambar 4.5. Frekuensi Penjemuran

23 (57%)

17 (43%)

Lama Penggunaan

Lebih dari dua tahunSatu sampai dua tahun

Gambar 4.4. Distribusi Lama Penggunaan

Page 33: BAB 1 2 3 4 5 Baru

33

Berdasarkan gambar diatas terlihat bahwa mayoritas responden

menjemur kasur setiap lebih dari dua bulan yaitu sebanyak 24 (60%)

responden sedangkan responden yang menjemur kasur setiap satu sampai

dua bulan yaitu 16 (40%) responden.

4.1.1.6. Frekuensi penggantian Sprei

Frekuensi penggantian sprei didapatkan dari wawancara dengan

menanyakan kebiasaan mengganti sprei. Hasil pengukuran dibagi menjadi

satu kali dalam lebih dari seminggu atau lebih dari atau sama dengan

sekali dalam satu minggu. Frekuensi penggantian sprei dalam penelitian

ini dapat terlihat pada Gambar 4.6.

Berdasarkan gambar diatas terlihat bahwa mayoritas responden

mengganti sprei satu kali dalam lebih dari seminggu yaitu sebanyak 24

(60%) responden sedangkan responden yang mengganti sprei lebih dari

atau sama dengan sekali dalam satu minggu yaitu 16 (40%) responden.

24 (60%)

16 (40%)

Penggantian Sprei

0-1 kali dalam sem-inggu>1 kali dalam sem-inggu

Gambar 4.6. Frekuensi Penggantian Sprei

Page 34: BAB 1 2 3 4 5 Baru

34

4.1.2. Analisis Bivariat

Distribusi hubungan jenis kasur dengan populasi Tungau Debu

Rumah (TDR) disajikan pada tabel 4.2 berikut:

Tabel 4.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepadatan populasi TDR

NPopulasi TDR

P ORPositif % Negatif %

Jenis Kasur Kapuk40

19 47,5 7 17,50,021 4,88

Busa 5 12,5 9 22,5Suhu Optimal

4020 50,0 7 17,5 0,009 6,42

Tidak Optimal

4 10 9 22,5

Lama Pemakaian (Tahun)

> 2 40

20 50,0 3 7,5 < 0,001 21,661-2 4 10 13 32,5

Penjemuran kasur (Bulan)

> 2 40

22 55,0 2 5 < 0,001 771-2 2 5 14 35

Penggantian Sprei (Minggu)

0-1 40

21 52,5 3 7,5 < 0,001 30,33> 1 3 7,5 13 32,5

4.1.2.1. Hubungan Jenis Kasur dengan Populasi Tungau Debu Rumah (TDR)

Tabel diatas menunjukkan bahwa dari 40 orang responden terdapat

26 orang (65%) yang memiliki kasur kapuk. Dari 26 responden yang

memiliki kasur kapuk terdapat 19 (47,5%) orang yang ditemukan adanya

tungau. Sedangkan dari 14 orang responden yang memiliki kasur busa

terdapat 5 (12,5%) responden yang ditemukan adanya tungau. Hasil uji

chi-square didapatkan nilai p = 0,021(p<0,05) maka disimpulkan bahwa

H0 ditolak dan Ha diterima, artinya terdapat hubungan yang bermakna

antara jenis kasur dengan populasi Tungau debu rumah dengan nilai OR =

4,88 yang berarti responden yang menggunakan kasur kapuk akan 4,88

kali lebih sering dijumpai tunggau di kasurnya jika dibandingkan

responden yang menggunakan kasur busa.

Page 35: BAB 1 2 3 4 5 Baru

35

4.1.2.2. Hubungan suhu kamar dengan Populasi Tungau Debu Rumah (TDR)

Tabel 4.2 menunjukkan bahwa dari 40 orang responden terdapat

27 orang (67,5%) yang memiliki suhu optimal untuk perkembangan

Tungau. Dari 27 responden yang memiliki suhu optimal untuk

perkembangan Tungau terdapat 20 (50%) orang yang ditemukan adanya

tungau. Sedangkan dari 13 orang responden yang tidak memiliki suhu

optimal untuk perkembangan Tungau terdapat 4 (10%) responden yang

ditemukan adanya tungau. Hasil uji chi-square didapatkan nilai p = 0,009

(p<0,05) maka disimpulkan bahwa H0 ditolak dan Ha diterima, artinya

terdapat hubungan yang bermakna antara suhu kamar dengan populasi

Tungau debu rumah dengan nilai OR = 6,42 yang berarti responden yang

menggunakan memiliki suhu kamar optimal untuk pertumbuhan tungau

akan 6,42 kali lebih sering dijumpai tunggau di kasurnya jika

dibandingkan responden yang tidak memiliki suhu kamar optimal untuk

pertumbuhan tungau.

4.1.2.3. Hubungan lama pemakaian dengan Populasi Tungau Debu Rumah

Tabel 4.2 diatas menunjukkan bahwa dari 40 orang responden

terdapat 23 orang (67,5%) yang memiliki kasur sudah lebih dari 2 tahun.

Dari 23 responden yang memiliki kasur sudah lebih dari 2 tahun terdapat

20 (50%) orang yang ditemukan adanya tungau. Sedangkan dari 17

(42,5%) orang responden yang memiliki kasur antara 1 sampai 2 tahun

terdapat 4 (10%) responden yang ditemukan adanya tungau. Hasil uji chi-

square didapatkan nilai p < 0,001 (p<0,05) maka disimpulkan bahwa H0

ditolak dan Ha diterima, artinya terdapat hubungan yang bermakna antara

lama pemakaian dengan populasi Tungau debu rumah dengan nilai OR =

21,66 yang berarti responden yang menggunakan memiliki kasur lebih dari

2 tahun akan 21,66 kali lebih sering dijumpai tunggau di kasurnya jika

dibandingkan responden yang memiliki kasur 1 sampai 2 tahun.

Page 36: BAB 1 2 3 4 5 Baru

36

4.1.2.4. Hubungan penjemuran kasur dengan Populasi Tungau Debu Rumah

Tabel 4.2. menunjukkan bahwa dari 40 orang responden terdapat

24 orang (60%) yang menjemur kasur lebih dari 2 bulan. Dari 24

responden yang menjemur kasur lebih dari 2 bulan terdapat 22 (55%)

orang yang ditemukan adanya tungau. Sedangkan dari 16 (40%) orang

responden yang menjemur kasur 1 atau dua bulan terdapat 2 (5%)

responden yang ditemukan adanya tungau. Hasil uji chi-square didapatkan

nilai p < 0,001 (p<0,05) maka disimpulkan bahwa H0 ditolak dan Ha

diterima, artinya terdapat hubungan yang bermakna antara penjemuran

kasur dengan populasi Tungau debu rumah dengan nilai OR = 77 yang

berarti responden yang menjemur kasur lebih dari 2 bulan sekali akan 77

kali lebih sering dijumpai tunggau di kasurnya jika dibandingkan

responden yang menjemur kasur 1 atau dua bulan.

4.1.2.5. Hubungan penggantian sprei dengan Populasi Tungau Debu Rumah

Tabel 4.2 menunjukkan bahwa dari 40 orang responden terdapat 24

orang (60%) yang mengganti sprei sekali atau kurang dalam satu minggu.

Dari 24 responden yang mengganti sprei sekali atau kurang dalam satu

minggu terdapat 21 (52,5%) orang yang ditemukan adanya tungau.

Sedangkan dari 16 (40%) orang responden yang mengganti sprei lebih dari

sekali dalam satu minggu terdapat 3 (7,5%) responden yang ditemukan

adanya tungau. Hasil uji chi-square didapatkan nilai p < 0,001 (p<0,05)

maka disimpulkan bahwa H0 ditolak dan Ha diterima, artinya terdapat

hubungan yang bermakna antara penggantian sprei dengan populasi

Tungau debu rumah dengan nilai OR = 30,33 yang berarti responden yan

mengganti sprei sekali atau kurang dalam satu minggu akan 30,33 kali

lebih sering dijumpai tunggau di kasurnya jika dibandingkan responden

yang mengganti sprei lebih dari sekali dalam satu minggu.

Page 37: BAB 1 2 3 4 5 Baru

37

4.1.3`Analisis Multivariat

Setalah data diuji dengan analisis bivariat data selanjutnya diuji

dengan analisis multivariat untuk mencari faktor mana yang paling

berpengaruh. Seperti yang terlihat pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepadatan populasi TDR

Koefisien p OR (IK95%)Variabel

Step 1a JenisKasur(1) 17.986 0.997 6.476 (0,000)

Suhu(1) -35.105 0.996 0.000 (0,000)

LamaPemakaian(1) -53.107 0.996 0.000 (0,000)

Penjemuran(1) -21.223 0.999 0.000 (0,000)

PergantianSprei(1) -31.884 0.999 0.000 (0,000)

Constant 70.226 0.996 3.154

Step 2a JenisKasur(1) 17.952 0.997 6.259 (0,000)

Suhu(1) -36.128 0.996 0.000 (0,000)

LamaPemakaian(1) -54.110 0.995 0.000 (0,000)

PergantianSprei(1) -53.012 0.996 0.000 (0,000)

Constant 71.188 0.996 8.248

Step 3a Suhu(1) -19.366 0.997 0.000 (0,000)

LamaPemakaian(1) -37.530 0.996 0.000 (0,000)

PergantianSprei(1) -37.125 0.996 0.000 (0,000)

Constant 55.798 0.997 1.709

Step 4a LamaPemakaian(1) -21.029 0.998 0.000 (0,000)

Page 38: BAB 1 2 3 4 5 Baru

38

PergantianSprei(1) -21.317 0.998 0.000 (0,000)

Constant 21.029 0.998 1.358

Step 5a PergantianSprei(1) -3.412 0.000 0.033 (0,006 – 0,188)

Constant 1.466 0.022 4.333

Berdasarkan Tabel 4.3. hanya variabel pergantian seprei yang memiliki

pengaruh terhadap kepadatan tungau debu rumah p < 0,001. Yang berarti

responden yang mengganti seprei lebih sering akan terhindar dari tungau.

4.2` Pembahasan

a. Jenis Kasur

Penggunaan bahan kapuk sebagai alas tidur masih dominan pada

masyarkat Indonesia. Sejalan dengan kondisi ini hasil penelitian ini

memberikan hasil sebanyak 26 (65%) responden menggunakan kasur

kapuk sedangkan yang menggunakan busa hanya 14 (35%) responden

hasil ini sejalan degngan penelitian Sukses hadi yang mendapatkan 88%

responden menggunakan kasur berjenis kapuk. Hal in terjadi karena

harga kasur berbahan kapuk cukup murah sehingga terjangkau dengan

daya beli masyarakat selain itu bahan kapuk ini cukup mudah dijumpai di

Indonesia.25

Berdasarkan Tabel 4.2 terdapat hubungan yang bermakna antara

penggunaan kapuk sebagai alas tidur dengan kepadatan TDR dengan p=

0,021. Hasil ini sejalan dengan berbagai penelitian yang mencari

hubungan antara bahan alas tidur dengan kapadatan TDR. Salah satunya

penelitian yang dilakukan oleh Yudhopronoto26 pada tahun 2006 di

Semarang. Peneliti melakukan penelitian terhadap kasur kapuk dan non

kapuk kemudian diteliti kepadatan TDRnya. Peneliti mendapatkan

adanya hubungan yang sangat bermakna anatar jenis alas tidur dengan

Page 39: BAB 1 2 3 4 5 Baru

39

kepadatan TDR. Hal ini diakibatkan karena makanan TDR adalah bahan-

bahan organik yang membusuk atau jaringan tubuh dari organisme hidup

atau mati seperti daki dan serpihan kulit manusia. Dalam satu hari

manusia dapat menghasil 0,5 sampai 1g yang jumlahnya cukup untuk

meberikan makanan bagi TDR.27 Dalam hal ini kasur kapuk juga

merupakan bahan organik, sehingga reaksi antara kasur kapuk dengan

daki dan serpihan kulit manusia membuat cadangan makanan yang cukup

dan lingkungan yang cocok bagi TDR. Dari hasil penelitian ini juga

menunjukkan bahwa tidak semua kasur kapuk memberikan hasil positif

dari hasil pemeriksaan. Hasil ini sebabkan karena kepadatan tungau debu

rumah dipengaruhi oleh multifaktor seperti yang dijelaskan oleh faktor-

faktor yang dijelaskan dibawah ini.

b. Suhu Kamar

Lampung Selatan adalah kabupaten yang memiliki suhu rata-rata

antara 28-32 0C. kondisi ini sangat cocok untuk perkembangan tungau.

Suhu merupakan salah satu faktor utama dalam perkembangan TDR.

Setiap spesies tungau memiliki suhu optimal dalam perkembangannya.28

Suhu di kabupaten Lampung Selatan secara umum ideal untuk

perkembangan TDR sehingga wajar apabila mayoritas responden dapat

ditemukan TDR dirumahnya. Hasil serupa juga ditemukan oleh Regina

dkk15 di kota Manado dengan iklimyang tidak jauh berbeda dengan

kabupaten Lampung Selatan yang juga mendapatkan 100% responden

dengan kasur berbahan kapuk terdapat tunggau.

c. Lama Penggunaan

Lama penggunaan kasur memiliki peranan penting dalam

menentukan kepadatan TDR. Delapan puluh delapan persen responden

yang memiliki kasur lebih dari 2 tahun memiliki tunggau. Dari uji chi-

square didaptkan hubungan yang bermakna antara lama pemakainan

dengan kepdatan TDR. Hasil ini sejalan dengan penelitian dari Faiza4

yang meneliti tentang kepadatan TDR dengan lama penggunaan kasur.

Page 40: BAB 1 2 3 4 5 Baru

40

Peneliti mendaptakan adanya korelasi yang erat antar keduanya. Semakin

lama penggunaan kasur maka semakin banyak pula TDR. Menurut Faiza4

semakin lama penggunaan kasur kapuk maka reaksi kontak manusia yang

menghasilkan “makanan” dengan kasur akan semakin sering sehingga

lingkungan kasur semakin cocok bagi TDR.

d. Penjemuran Kasur

Menjemur kasur akan meningkatkan suhu di dalam kasur terutama

yang berbahan kapuk. Selain terasa nyaman efek panas yang yag terjadi

menyebabkan meningkatnya temperatur kasur hal ini tentu saja

menyebabkan populasi TDR menjadi turun. Sejalan dengan hal itu dalam

penelitian ini responden yang paling sedikit terdapat TDR adalah

responden yang memiliki riwayat penjemuran kasur 1 sampai 2 bulan.

Hasil uji statistik menunjukan ada hubungan antara penjemuran kasur

dengan kepadatan populasi TDR. Hasil penelitian ini sejalan dengan

penelitian Sukses hadi8 yang dilakukan di Semarang dan Widiastuti1.

Keduanya mendapatkan adanya hubungan yang bermakna antara

penjemuran kasur dengan kepadatan populasi TDR.

e. Pengantian sprei

Debris tubuh dan skuama (daki) merupakan bahan makanan bagi

TDR. Salah satu cara menghilangkan atau mengurai debris atau skuama

dari kasur adalah menggati sprei yang digunakan secara berkala. Dengan

menggganti sprei maka besar kemungkinan jumlah debris atau skuama

tersebut akan berkurang sehingga sediaan makanan bagi TDR juga akan

berkurang. Penelitian yang dilakukan Sukses hadi8 memberikan hasil

adanya hubungan yang bermakna anatara kepadatan tunggau dengan

Page 41: BAB 1 2 3 4 5 Baru

41

kebiasaan sprei. Sejalan dengan hasil tersebut dalam penelitian ini juga

didapatkan adanya hubungan yang bermakna antara kebiasaan mengganti

sprei dengan kepadatan TDR (p< 0,001). Secara distribusi juga dapat

terlihat bahwa mayoritas responden yang ditemukan tunggau adalah

responden yang mengganti spreinya lebih dari dua bulan. Hasil analisis

multivariat menunjukkan bahwa pergantian seprei merupakan faktor

yang paling berpengaruh. Hal ini dapat terjadi karena dengan mengganti

seprei akan menyebabkan berkurangannya makanan tungau, mencuci

seprei juga berarti mengurangi populasi TDR, menurunkan riwayat

kontak dan juga menyebabkan bebrapa faktor lain ikut berperan.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat diambil

kesimpulan sebagai berikut:

1. Ditemukan lebih banyak tungau debu rumah pada kasur berbahan kapuk.

2. Sebagian besar responden memiliki suhu kamar yang optimal bagi

perkembangan TDR.

3. Penggunaan kasur lebih dari dua tahun berpengaruh terhadap kepadatan

TDR.

4. Frekuensi penjemuran kasur setiap lebih dari dua bulan berpengaruh

terhadap kepadatan TDR.

5. Frekuensi pergantian sprei lebih dari seminggu berpengaruh terhadap

kepadatan TDR.

Page 42: BAB 1 2 3 4 5 Baru

42

6. Terdapat hubungan yang bermakna antara jenis kasur, suhu, lama

kepemilikan, penjemuran kasur dan pergantian sprei dengan kepadatan

populasi TDR.

7. Pergantian seprei merupakan faktor yang paling mempengaruhi kepadatan

tungau debu rumah.

5.2 Saran

Hasil penelitian menunjukan bahwa jenis kasur, suhu, lama

penggunaan, penjemuran kasur, dan pergantian seprei memiliki hubungan

yang bermakna terhadap kepadatan populasi TDR. Oleh karena itu ada

beberapa saran terkait yang dapat penulis berikan, antara lain:

1. Bagi institusi kesehatan perlu lebih meningkatkan upaya promotif dengan

meningkatkan pengetahuan dan sikap agar tercipta perilaku kesehatan

yang baik.

2. Bagi masyarakat perlu memperhatikan kebersihan kasur untuk

menghindari masalah kesehatan yang muncul akibat investasi dari TDR.

3. Bagi peneliti selanjutnya:

a. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai faktor-faktor lain yang

mempengaruhi kepadatan populasi TDR agar upaya pencegahan terhadap

bahaya akibat TDR dapat dihindari.

b. Serta penelitian selanjutnya menggunakan metode pemeriksaan lain

nya.