ba hannya
DESCRIPTION
gdfdTRANSCRIPT
SENIN, 29 MARET 2010
PENGGUNAAN OBAT PADA ANAK DAN LANSIA
DOWNLOAD
Penggunaan obat pada anak dan Lansia
Penggunaan obat pada anak
Penggunaan obat pada anak harus dipertimbangkan secara khusus karena
adanya perbedaan laju perkembangan/pematangan organ yang juga mencakup fungsi organ tubuh dan sistem dalam tubuh
Faktor farmakokinetika seperti absorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi obat.
Penggolongan usia anak berdasarkan perubahan biologis
neonatus/bayi baru lahir (4 minggu pertama setelah kelahiran, terjadi perubahan fungsi fisiologi yang sangat penting namun masih prematur)
bayi (1 bulan sampai 12 bulan), merupakan masa awal pertumbuhan yang pesat
anak-anak (1-12 tahun) adalah masa pertumbuhan secara bertahap, yang bisa terbagi menjadi anak usia 1-3 tahun, anak usia pra sekolah 3-5 tahun dan anak usia sekolah 6-12 tahun
remaja (13-17 tahun), merupakan akhir tahap perkembangan secara pesat hingga menjadi orang dewasa.
Faktor yang perlu diperhatikan
Farmakokinetika obat pada anak
Dosis
Pemberian obat
Penyuluhan dan kepatuhan
Efek samping pada anak
Farmakokinetika obat pada anak
Absorpsi
Laju absorpsi dan jumlah yang terabsorpsi
Waktu pengosongan lambung menyamai orang dewasa, pada bayi diatas 6 bulan
Absorpsi perkutan pada neonatus dan bayi jauh lebih besar dibandingkan dengan orang dewasa
Diare akut (kasus yang sering dijumpai pada anak) mengakibatkan penurunan absorpsi
Farmakokinetika obat pada anak
Distribusi
Selama usia bayi, kadar air total dalam tubuh thd BB total memiliki prosentase yang lebih besar daripada anak yang lebih tua/orang dewasa
Obat yang larut air, diberikan dosis yang lebih besar pada neonatus untuk mendapat efek terapetik yang dikehendaki
Kadar albumin dan globulin pada bayi, rendah, sehingga obat tidak terikat pada protein lebih banyak shg kadar dalam darah meningkat.
Farmakokinetika obat pada anak
Metabolisme
Pada saat lahir, sebagian besar enzim yang terlibat dalam metabolisme obat belum terbentuk atau sudah ada namun dalam jumlah yang sangat sedikit.
Ekskresi
Laju filtrasi glomerulus pada bayi yang baru lahir lebih rendah dibandingkan dengan orang dewasa karena ginjalnya relatif belum berkembang dengan baik.
Dosis
Dosis obat untuk anak tidak dapat diekstrapolasikan dari dosis lazim orang dewasa
Metode yang dapat digunakan :
Perhitungan dosis dalam mg/kg
Perhitungan dosis dalam mg/m2
Prosentase terhadap dosis dewasa (langkah terakhir yang dapat dilakukan, jika informasi diatas tidak tersedia)
Pemberian obat
Faktor yang menjadi pertimbangan sebelum suatu obat diberikan kepada seorang pasien anak :
Rute pemberian yang diinginkan
Usia anak
Ketersediaan bentuk sediaan
Pengobatan lain yang sedang dijalani
Kondisi penyakit
Penyuluhan dan kepatuhan
Kepatuhan anak terhadap pengobatan sangat tergantung pada orang tua, atau pengasuh
Penyuluhan dengan melibatkan pasien anak dapat dilakukan pada pasien usia 8-10 tahun
Hal-hal yang dapat mempengaruhi kepatuhan :
Formulasi (rasa)
Penampilan obat
Kemudahan cara penggunaan
Waktu pemberian obat (berhubungan dengan waktu tidur, waktu sekolah)
Efek samping pada anak
Hal-hal yang harus diperhatikan untuk menghindari kemungkinan terjadinya efek samping :
Informasikan jika anak sedang minum obat bebas, suplemen makanan
Tanyakan efek samping dari obat
Amati apakah terjadi perubahan pada anak
Ikuti petunjuk dosis dan cara pakai
Untuk obat jangka panjang, jangan dihentikan mendadak
Penggunaan obat pada lansia
Masalah pada pemberian obat pada pasien usia lanjut
Item yang sebenarnya tidak diperlukan ( diperkirakan 25 % )
Petunjuk yang tidak memuaskan
Frekuensi, interval dosis yg tdk sesuai
Duplikasi terapi
Interaksi obat
PERUBAHAN PADA USIA LANJUT
1. PERUBAHAN SOSIOLOGI
2. PERUBAHAN FISIOLOGI
3. PERUBAHAN FARMAKOKINETIK
4. PERUBAHAN FARMAKODINAMIK
PERUBAHAN FISIOLOGI
Reduksi sekresi asam lambung
Penurunan motilitas saluran cerna
Reduksi luas permukaan total absorpsi
Reduksi aliran darah jaringan
Reduksi ukuran hati
Reduksi aliran darah hati
Reduksi filtrasi glomerulus
Reduksi filtrasi tubuler ginjal
PERUBAHAN FARMAKOKINETIK
Absorpsi
Penundaan pengosongan lambung, Reduksi sekresi asam lambung, Reduksi aliran darah jaringan
Contoh absorpsi berkurang : digoksin, tiamin, kalsium, besi
Distribusi
Komposisi tubuh
Total air dlm tubuh dan masa tubuh tanpa lemak (lean body mass), shg volume distribusi obat yang larut dlm air . Contoh digoksin dan simetidin.
Total lemak dlm tubuh, shg distribusi obat yang larut dalam lemak
Contoh : benzodiazepin seperti diazepam
PERUBAHAN FARMAKOKINETIK
Distribusi
Ikatan plasma – protein
Jumlah albumin plasma menurun
Obat yang bersifat asam yang biasanya berikatan dengan protein, menjadi dalam keadaan bebas shg kadarnya meningkat
Contoh simetidin, furosemid, warfarin
Aliran darah organ
Perubahan aliran darah akan perfusi pada anggota gerak, hati, mesenterium,otot jantung dan otak
Perfusi sampai 45 % dibanding usia 25 tahun
Pengaruh tidak siginifikan pada distribusi obat , walau ada penurunan kecept distribusi ke jaringan .
PERUBAHAN FARMAKOKINETIK
Eliminasi
Metabolisme hati dan ekskresi ginjal
Efek dosis tunggal akan diperpanjang
Metabolisme hati
Penurunan first metabolism, akan meningkatkan bioavailabilitas obat, contoh propranolol, labetolol, nifedipin, nitrat dan verapamil.
Reduksi masa hati sebesar 35 % dimulai usia 30 s/d 90 tahun shg kapasitas metabolisme intrinsik hati menurun dan bioavailabilitas meningkat, toksisitas meningkat
PERUBAHAN FARMAKOKINETIK
Eliminasi hati
Penurunan alirah darah hati, bioavailabilitas meningkat
Contoh nifedipin, shg efek hipotensi meningkat secara bermakna dan harus diwaspadai
Perubahan enzimatik : kecepatan metabolisme sitokrom P 450 dapat menurun s/d 40 % jika dibanding pasien dewasa muda. Waspada pada obat dengan indeks terapi sempit karena bermakna secara klinis
PERUBAHAN FARMAKOKINETIK
Eliminasi
Eliminasi ginjal
Penurunan aliran darah ginjal, ukuran organ , filtrasi glomerulus dan fungsi tubuler.
Perubahan terjadi dengan tingkat yang berbeda untuk setiap individu
Kecepatan filtrasi glomerulus menurun 1 % / tahun setelah usia 40 tahun.
Menyebabkan peningkatan kadar obat dalam jaringan sampai 50 %
2. PERUBAHAN FARMAKODINAMIK
EFEK SAMPING OBAT
Pasien lansia berisiko tinggi terhadap toksisitas obat tertentu seperti benzodiazepin kerja panjang,OAINS, warfarin, heparin, aminoglikosida, isoniazid, tiazid dosis tinggi, antineoplastik dan antiaritmia.
Contoh eso pada lansia :
Postural hipotensi karena diuretik
Prostatisme karena antikolinergik
FAKTOR RISIKO ESO PADA LANSIA :
Polifarmasi
Interaksi obat – obat :
Penggunaan bersamaan obat dengan efek samping mirip akan memperparah eso yang terjadi
Interaksi obat dengan penyakit :
Interaksi obat dengan penyakit
Pemberian OAINS, aminoglikosid, radiokontras pada pasien lansia dengan gagal ginjal kronik dapat
terjadi gagal ginjal akut
Pemberian kortikosteroid pada pasien lansia dengan osteopenia dapat terjadi fraktur
Pemberian OAINS pada pasien lansia dengan hipertensi dapat terjadi peningkatan tekanan darah
HAL-HAL YANG HARUS DIPERHATIKAN UNTUK MENCAPAI KEBERHASILAN FARMAKOTERAPI LANSIA
1. Dosis, keamanan dan manfaat dari obat.
Dosis umumnya diturunkan hingga 1/5, ttp berbeda untuk setiap individu.
Obat dengan indeks terapi sempit dimulai dengan 1/3 atau ½ dosis lazim
Untuk obat yang eliminasi nya dipengaruhi (menurun), berikan 50 % dari dosis awal yg dianjurkan.
2. Jumlah obat yang diberikan
Semakin banyak jumlah obat polifarmasi dgn segala risiko
3. Kepatuhan pasien
Hanya 60 % yang patuh sedangkan 40 % pasien lansia meminum obat kurang dari yang diberikan dokter.
ADRs Pada GERIATRI
ADR pada Geriatri
Pasien geriatri akan lebih sering mengalami ADR dibandingkan pasien yang lebih
muda. Hal ini dimungkinkan karena pasien lanjut usia lebih sering mendapatkan
terapi obat. Di samping itu faktor lain yang mempengaruhi terjadinya ADR pada
geriatri adalah perubahan farmakokinetika yang meliputi absorpsi, distribusi,
metabolisme, dan ekskresi obat, yang sangat tergantung pada kondisi organ-
organ tubuh penderita (Aslam, Tan, Prayitno, 2003).
Pada pasien geriatri sering mendapatkan peresepan dengan jumlah obat yang
banyak (polifarmasi). Hal tersebut disebabkan oleh penderita yang mengalami
beberapa penyakit sekaligus. Khususnya penderita yang mengalami gangguan
fungsi ginjal dan hati memiliki risiko yang tinggi bagi kejadian ADR (Aslam, et al.,
2003).
Definisi Geriatri
Pembagian terhadap populasi berdasarkan usia lanjut meliputi tiga tingkatan
(menurut WHO), yaitu :
a) Lansia (elderly) dengan kisaran umur 60-75 tahun,
b) Tua (old) dengan kisaran umur 75-90 tahun,
c) Sangat tua (very old) dengan kisaran umur > dari 90 tahun (Walker and
Edward, 2003).
Pasien geriatri (elderly) merupakan pasien dengan karakteristik khusus karena
terjadinya penurunan massa dan fungsi sel, jaringan, serta organ. Hal ini
menimbulkan perlu adanya perubahan gaya hidup, perbaikan kesehatan, serta
pemantauan pengobatan baik dari segi dosis maupun efek samping yang
mungkin ditimbulkan (David, 2010).
Kimble, et al. (2008) menyatakan bahwa geriatri juga telah mengalami perubahan
dalam hal farmakokinetik dan farmakodinamik obat. Perubahan farmakokinetik
yang terjadi karena adanya penurunan kemampuan absorbsi yang disebabkan
oleh perubahan dari saluran gastrointestinal, perubahan distribusi terkait dengan
penurunancardiac output dan ikatan protein-obat, perubahan metabolisme
karena penurunan fungsi hati dan atau ginjal, serta penurunan laju ekskresi
karena terjadinya penurunan fungsi ginjal.
Farmakokinetik
Obat harus berada pada tempat kerjanya dengan konsentrasi yang tepat untuk
mencapai efek terapetik yang didapatkan. Perubahan-perubahan farmakokinetik
pada pasien lanjut usia memiliki peranan penting dalam bioavailabilitas obat
tersebut. Proses-proses farmakokinetik obat pada usia lanjut dijelaskan pada
uraian di bawah ini.
1. Absorbsi
Penundaan pengosongan lambung, reduksi sekresi asam lambung dan aliran
darah oragan absorbsi secara teoritis berpengaruh pada absorbs itu sendiri.
Namun pada kenyataannya perubahan yang terkait pada usia ini tidak
berpengaruh secara bermakna terhadap bioavailabilitas total obat yang
diabsorbsi. Beberapa pengecualian termasuk pada digoksin dan obat dan
substansi lain (misal thiamin, kalsium, besi dan beberapa jenis gula) (Aslam, et
al., 2003).1. Distribusi
Farktor-faktor yang menentukan distribusi obat termasuk komposisi tubuh, ikatan
plasma-protein dan aliran darah organ dan lebih spesifik lagi menuju jaringan,
semuanya akan mengalami perubahan dengan bertambahnya usia, akibatnya
konsentrasi obat akan berbeda pada pasien lanjut usia jika dibandingkan dengan
pasien yang lebih muda pada pemberian dosis obat yang sama (Aslam, et al.,
2003).
Tabel 1.Beberapa Perubahan yang Berhubungan dengan Umur yang
Mempengaruhi Farmakokinetik Obat
Variable Young Adults (20–30 years)
Older Adults (60–80 years)
Body water (% of body weight) 61 53
Lean body mass (% of body weight)
19 12
Body fat (% of body weight) 26–33 (women) 38–45
18–20 (men) 36–38
Serum albumin (g/dL) 4.7 3.8
Kidney weight (% of young adult)
(100) 80
Hepatic blood flow (% of young adult)
(100) 55–60
1. Komposisi Tubuh
Pertambahan usia dapat menyebabkan penurunan total air. Hal ini menyebabkan
terjadinya penurunan volume distribusi obat yang larut air sehingga konsentrasi
obat dalam plasma meningkat.
Pertambahan usia juga akan meningkatkan massa lemak tubuh. Hal ini akan
menyebabkan volume distribusi obat larut lemak meningkat dan konsentrasi obat
dalam plasma turun namun terjadi peningkatan durasi obat (missal golongan
benzodiazepin) dari durasi normalnya (Aslam, et al., 2003).1. Ikatan Plasma Protein
Seiring dengan pertambahan usia, albumin manusia juga akan turun. Obat-
obatan dengan sifat asam akan berikatan dengan protein albumin sehingga
menyebabkan obat bentuk bebas akan meningkat pada pasien geriatric. Saat
obat bentuk bebas berada dalam jumlah yang banyak maka akan mengakibatkan
peningkatan konsentrasi obat dalam plasma meningkat. Hal ini menyebabkan
kadar obat tersebut dapat melampaui konsentrasi toksis minimum (terlebih untuk
obat-obatan poten) (Aslam, et al., 2003).2. Aliran Darah pada Organ
Penurunan aliran darah organ pada lansia akan mengakibatkan penurunan
perfusi darah. Pada pasien geriatri penurunan perfusi darah terjadi sampai
dengan 45%. Hal ini akan menyebabkan penurunan distribusi obat ke jaringan
sehingga efek obat akan menurun (Aslam, et al., 2003).1. Eliminasi
Metabolisme hati dan eskresi ginjal adalah mekanisme penting yang terlibat
dalam proses eliminasi. Efek dosis obat tunggal akan diperpanjang dan pada
keadaan steady state akan meningkat jika kedua mekanisme menurun.1. Metabolisme hati
Substansi yang larut lemak akan dimetabolisme secara ekstensif di hati,
sehingga mengakibatkan adanya penurunan bioavaibilitas sistemik. Oleh karena
itu adanya penurunan metabolism akan meningkatkan bioavaibilitas obat. Pada
pasien geriatri adanya gangguan first past metabolism akan meningkatkan
biovaibilitaas obat (Aslam, et al., 2003).
Tabel 2. Pengaruh Usia terhadap Klirens Hepatik pada Beberapa ObatAge-Related Decrease in Hepatic Clearance Found
No Age-Related Difference Found
AlprazolamBarbiturates EthanolIsoniazid
Carbenoxolone Lidocaine
Chlordiazepoxide Lorazepam
Chlormethiazole Nitrazepam
Clobazam Oxazepam
Desmethyldiazepam Prazosin
Diazepam Salicylate
Flurazepam Warfarin
Imipramine
Meperidine
Nortriptyline
Phenylbutazone
Propranolol
Quinidine, quinine
Theophylline
Tolbutamide
1. Eliminasi Ginjal
Penurunan aliran darah ginjal, ukuran organ, filtrasi glomerulus dan fungsi tubuler
merupakan perubahan yang terjadi dengan tingkat yang berbeda pada pasien
geriatri. Kecepatan filtrasi glomerolus menurun kurang lebih 1 % per tahun
dimulai pada usia 40 tahun. perubahan tesebut mengakibatkan beberapa obat
dieliminasi lebih lambat pada lanjut usia. Beberapa kasus menunjukan bahwa
konsentrasi obat dalam jaringan akan meningkat sebanyak 50% akibat
penurunan fungsi ginjal (Aslam, et al., 2003). Penurunan klirens kreatinin terjadi
pada dua pertiga populasi. Penting untuk diketahui bahwa penuruna klirens
kreatinin ini tidak dibarengi dengan peningkatan kadar kreatinin yang setara
dalam serum karena produksi kreatinin juga menurun seiring berkurangnya
massa tubuh dengan pertambahan usia. Akibat yang segera ditimbulkan oleh
perubahan ini adalah pemanjangan waktu-paruh banyak obat dan kemungkinan
akumulasinya dalam kadar toksik jika dosis tidak diturunkan dalam hal ukuran
atau frekuensi. Rekomendasi pemberian obat untuk para lansia sering kali
mencakup batasan dosis untuk klirens ginjal yang menurun.
Paru berperan penting pada ekskresi obat volatile. Akibat berkurangnya
kapasitas pernapasan dan peningkatan insidens penyakit paru aktif pada lansia,
anesthesia inhalasi menjadi lebih jarang digunakan dan agen parenteral menjadi
lebih sering digunakan pada kelompok usia ini.
FARMAKODINAMIK
Perubahan farmakodinamik pada pasien geriatri berpengaruh pada kemampuan
tubuh menjaga sistem homeostatik, perubahan pada reseptor-reseptor spesifik
dan tempat sasaran akan sangat mempengaruhi konsentrasi obat yang berefek.
1. Pengaturan Temperatur
Hipotermia tidak diharapkan terjadi pada pasien geriatri yang mendapat
beberapa macam obat. Obat-obatan yang menyebabakan terjadinya hipotermia
diantaranya, benzodiazepin, opioid, alkohol, dan anti depresan trisiklik dapat
menyebabkan sedasi gangguan kepekaan subjektif terhadap temperature dan
penuruna mobilitas maupun aktifitas (Aslam, et al., 2003).1. Fungsi Usus dan Kandung Kemih
Konstipasi sering muncul pada geriatri sebagai akibat penuruan motilitas saluran
gastrointestinal. Obat-obat anti-kolinergik dapat menyebabkan retensi urin pada
pasien pria lanjut usia terutama pasien dengan hipertropi prostat sedangkan
pada wanita sering terjadi disfungsi uretra (Aslam, et al., 2003).1. Pengaturan Tekanan Darah
Pada pasien geriatri terjadi penumpulan reflex takikardia sehingga hipotensi
postural merupakan masalah yang sering terjadi pada pasein geriatri. Hal ini
mengakibatkan obat-obat dengan efek antihipertensi cenderung menyebabkan
masalah pada pasien geriatric (Aslam, et al., 2003).1. Keseimbangan Cairan atau Elektrolit
Pasien geriatri mengalami penuruan kemampuan ekskresi retensi air obat-obat
yang mengakibatkan retensi cairan ini diantaranya, kortikosteroid dan
antiinflamasi non-steroid (Aslam, et al., 2003).1. Fungsi Kognitif
Pertambahan usia juga akan menurunkan fungsi sistem saraf pusat yang terjadi
akibat perubahan struktur dan kimiawi saraf. Aktifitas enzim kolinesterase
menurun pada lansia dan berakibat pada menurunnya transmisi kolinergik.
Transmisi kolinergik sangat berperan dalam fungsi kognitif normal sehingga obat-
obatan antikolinergik, dan hipnotik dapat memperburuk efek tersebut. Lansia
yang mengkonsumsi obat-obat yang tersebut di atas akan mengalami
“kebingungan” (Aslam, et al., 2003).
Adverse Drug Reaction (ADR) pada Geriatri
Definisi ADR
Menurut WHO, ADR didefinisikan sebagai respon terhadap suatu obat yang
berbahaya dan tidak diharapkan serta terjadi pada dosis lazim yang dipakai oleh
manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis, maupun terapi (Prest,
Kristianto, and Tan, 2003).
PENGGOLONGAN ADR
ADR secara umum dibagi menjadi dua kelompok utama, yaitu :
1. Reaksi Tipe A (augmented)
Adverse drug reaction tipe ini merupakan aksi farmakologis yang normal tetapi
meningkat. Reaksi tipe A berhubungan dengan dosis obat yang diminum. Reaksi
ini dibagi lagi menjadi reaksi yang dihasilkan dari aksi farmakologis primer atau
sekunder. Contoh reaksi yang dihasilkan dari aksi farmakologis primer adalah
bradikardi karena pemakaian penghambat adrenoseptor beta (beta-
blocker), sedangkan contoh reaksi yang dihasilkan dari aksi farmakologis
sekunder adalah timbulnya mulut kering karena pemakaian antidepresi trisiklik
yangdisebabkan aktivitas antimuskarinik (Aslam, et al., 2003).2. Reaksi Tipe B (bizarre)
Adverse drug reaction tipe B merupakan reaksi yang aneh dan tidak terkait sama
sekali dengan dosis, misalnya hemolisis dengan methyldopa atau
trombositopenia dengan penghambat ACE(Angiotensin-Converting Enzyme
Inhibitors). Reaksi tipe ini berkaitan dengan sistem metabolisme obat dan sistem
imun tubuh penderita. Contoh yang umum terjadi adalah syok anafilaksis setelah
pemakaian antibiotik, hipertermia ganas setelah pemberian anestesi, anemia
aplastik karena pemakaian kloramfenikol (Aslam, et al., 2003).
Berikut merupakan perbedaan ciri-ciri antara ADR tipe A dan tipe B :
Tipe A Tipe B
Dapat diprediksi (dari pengetahuan farmakologinya)
Tidak dapat diprediksi (dari pengetahuan farmakologinya)
Tergantung dosis Jarang tergantung dosis
Morbiditas tinggi Morbiditas rendah
Mortalitas rendah Mortalitas tinggi
Dapat ditangani dengan pengurangan dosis
Dapat ditangani dengan penghentian pengobatan
Angka kejadian tinggi Angka kejadian rendah
PENCEGAHANADR
Menurut British National Formulary beberapa cara untuk mencegah ADR yaitu :
1. Jangan menggunakan obat bila tidak diindikasikan dengan jelas. Jika pasien
sedang hamil jangan gunakan obat kecuali benar-benar diperlukan.
2. Alergi dan idiosinkrasi merupakan penyebab penting ADR. Tanyakan apakah
pasien pernah mengalami reaksi sebelumnya.
3. Tanyakan jika pasien sedang menggunakan obat-obatan lain termasuk obat
yang dipakai sebagai swamedikasi. Hal ini dapat menimbulkan interaksi obat.
4. Usia dan penyakit hati atau ginjal dapat mengubah metabolisme dan ekskresi
obat, sehingga dosis yang lebih kecil diperlukan.
5. Meresepkan obat sesedikit mungkin dan memberikan petunjuk yang jelas
kepada pasien geriatri dan pasien yang kurang memahami petunjuk yang rumit.
6. Jika memungkinkan gunakan obat yang sudah dikenal. Dengan menggunakan
suatu obatbaru perlu waspada akan timbulnya ADR.
7. Jika kemungkinan terjadinya ADR yang serius, pasien perlu diperingatkan.
Obat-Obatan yang Berisiko Terhadap Kejadian ADRs pada Geriatri
OBAT SISTEM SARAF PUSAT
Sedatif-Hipnotik
Waktu paruh obat benzodiazepin dan barbiturat meningkat 50-150% antara usia
30-70 tahun. Untuk benzodiazepin, baik molekul induk maupun metabolitnya aktif
secara farmakologis. Ginjal dapat mengalami penurunan fungsi seiring dengan
pertambahan usia sehingga berakibat pada penurunan eliminasi senyawa-
senyawa ini.
Analgesik
Penggunaan analgesik golongan opioid menunjukkan pengaruh pada fungsi
pernapasan pada kaum lansia.Oleh sebab itu, kelompok ini harus digunakan
dengan hati-hati dan perlu dilakukan penyesuaian dosis untuk pasien agar
tercapai efek maksimal.
Obat Antipsikotik dan Antidepresan
Agen psikotik (fenotiazin dan haloperidol) sudah banyak digunakan dalam
tatalaksana berbagai penyakit psikiatrik pada kaum lansia.Agen-agen ini
memang tidak diragukan lagi bermanfaat dalam tatalaksana skizofrenia pada
orang tua serta mungkin pula bermanfaat dalam pengobatan beberapa gejala
yang terkait dengan delirium, dementia, agitasi, agresivitas, dan sindrom
paranoid yang dialami beberapa pasien geriatrik.Namun, agen-agen ini tidak
terlalu menunjukkan hasil yang memuaskan ketika digunakan untuk mengobati
penyakit geriatrik ini sehingga dosis agen tidak boleh ditingkatkan berdasarkan
asumsi bahwa hasil maksimal dapat tercapai dengan tindakan ini.Tidak terdapat
bukti bahwa obat-obat ini bermanfaat pada demensia Alzheimer, bahkan menurut
teori, efek antimuskarinik fenotiazin dapat memperburuk gangguan ingatan dan
disfungsi intelektual.Banyak dari perbaikan yang tampaknya dialami oleh pasien
agitasi dan agresif sebenarnya hanya menunjukkan efek sedatif obat.Bila suatu
antipsikotik sedatif diperlukan, golongan fenotiazin seperti tioridazin lebih tepat
untuk digunakan.
Karena meningkatnya responsivitas terhadap obat jenis ini, besarnya dosis awal
biasanya dimulai dari sebagian dosis yang digunakan pada dosis orang
dewasa.Waktu paruh fenotiazin meningkat pada geriatrik.
OBAT KARDIOVASKULAR
Obat Antihipertensi
Tekanan darah khususnya tekanan sistolik meningkat seiring bertambahnya usia.
Prinsip dasar terapi hipertensi pada kelompok geriatrik tidak berbeda dengan
prinsip terapi hipertensi pada orang dewasa.Tiazid menjadi langkah pertama
yang tepat dalam terapi obat.hipokalemia, hiperglikemia, dan hiperurisemia yang
disebabkan oleh agen-agen ini lebih bermakna pada kaum lansia karena
tingginya insidens aritmia, diabetes tipe 2, dan gout pada pasien-pasien ini. Jadi,
penggunaan dosis antihipertensif yang rendah ketimbang dosis diuretik
maksimum sangatlah penting.
Agen Inotropik Positif
Gagal jantung merupakan suatu penyakit yang umum dan sangat mematikan
pada kaum lansia. Kondisi ini yang menjadi alasan dokter terlalu berlebihan
dalam menggunakan glikosida jantung pada kelompok usia ini. Efek toksik
kelompok obat ini sangat berbahaya karena klirens dan volume distribusi
glikosida mengalami penurunan, waktu paruh obat ini dapat meningkat hingga
50% atau lebih.Karena sebagian besar obat ini dibersihkan oleh ginjal, fungsi
ginjal harus dipertimbangkan dalam merencanakan suatu regimen dosis.
OBAT ANTIINFLAMASI
Obat antiinflamasi non steroid (OAINS) harus digunakan dengan hati-hati pada
pasien geriatrik karena obat-obat ini menyebabkan toksisitas, contoh aspirin
toksisitas yang paling sering timbul adalah iritasi saluran cerna.Selain itu, lebih
lanjut dapat menyebabkan terjadinya kerusakan ginjal yang bersifat ireversibel.
Pada tahun 1991, Beers et al. mempublikasikan kriteria untuk mengevaluasi
pengobatan yang tidak cocok pada penggunaan di rumah perawatan. Daftarnya
diturunkan berdasarkan opini konsensus pada indikator peresepan dari suatu
panel oleh 13 orang ahli, terdiri dari 19 pengobatan/kelas yang dihindari pada
rumah perawatan, seperti antihipertensif, psikotropik, agen hipoglikemik oral,
NSAID dan analgesik dari diagnosis, dosis dan frekuensi pemberian dosis.
Pada tahun 1997, berdasarkan opini konsensus dari suatu panel oleh 6 orang
ahli, Beers mempublikasikan revisi dari kriteria untuk penggunaan obat yang
secara potensial tidak cocok yang diasosiasikan dengan 28 pengobatan/kelas
untuk menghindari pasien rawat jalan berusia 65 tahun atau lebih tua di rumah
perawatan.
Pada tahun 2001, Zhan et al. menggunakan suatu panel dari ahli untuk
mengklasifikasikan kriteria obat Beers menjadi 3 kategori:
a) Obat yang harus selalu dihindari pada lansia
b) Obat yang kemungkinan tidak cocok pada kondisi pelik
c) Obat yang memiliki beberapa indikasi untuk digunakan pada populasi
lansia tapi sering disalahgunakan.
Obat yang tidak boleh diberikan pada lansia
Beberapa obat yang secara klinis dapat menyebabkan masalah untuk lansia :
1. Meperidin : terkait dengan peningkatan delirium
2. Long-acting benzodiazepine : diazepam, flurazepam terakumulasi setiap hari,
menyebabkan delirium dan pingsan
3. Amitriptyline, imipramine : amina tersier lebih cocok sebagai antikolinergik daripada
amina sekunder nortriptyline dan desipramine
4. Metoclopramide, klorpromazin sering diperkirakan dapat menyebakan reaksi
ektrapiramidal
5. Procyclidine, benztropine : berkontribusi untuk delirium bila dikaitkan dengan
neuroleptik dalam pengobatan delirium
Contoh Regimen Dosis pada beberapa Kelas Terapi:1. Start low, go slow
benzodiazepine
antidepresan
neuroleptik
antihipertensi agen
1. Keep going
ACE Inhibitor
Antidepresan
1. Stay low
Lithium
Antilonvulsan
Digoxin
Opioid
Benzodiazepine
Antibiotik (dosis yang lebih rendah diperlukan dan terbukti berkhasiat).
Banyak situasi tertentu yang ditemukan untuk menghentikan ketergantungan
pasien pada penggunaan obat dan menghentikan penggunaan obat tidak tepat.
Diantaranya, berikut contoh-contoh yang sering terjadi :
Sering terjadi kegagalan pengobatan jantung diastolik (yang diperlakukan sebagai
sistolik)
Kejang diperlakukan sebagai epilepsy
Agen hipoglikemik oral tidak lagi dibutuhkan setelah penggunaan insulin jangka
panjang, atau dalam regimen yang dibuat tidak dengan hati-hati.
“Melupakan” penggunaan steroid dalam keadaan stabil (PPOK, rheumatoid,
arthritis)
Agen penurun lipid sebagai pencegah primer dalam jangka lama.
Teofilin diresepkan sebagai monoterapi untuk kondisi kelainan pada paru.
Terapi paliatif dimana pengobatan pencegahan primer dan sekunder masih
dilakukan.
Diagnosa terbaru yang memungkinkan adanya kejadian yang tidak diinginkan (e.g.,
delirium, hipotensi ortostatik, SIADH (Syndrome of Inappropriate Secretion of
Antidiuretic Hormone)).
Perubahan fisiologis dan patologis pada pasien yang menerima obat untuk
beberapa tahun: perkembangan dari gagal ginjal, demensia. Jangan mengikuti
penggunaan obat-obatan yang tidak sesuai karena sebelumnya keadaan
tersebut dapat ditoleransi dulu oleh pasien.
KASUS
Seorang pria, 75 tahun yang hidup sendirian, berjalan tanpa bantuan, mengaku
merasa linglung selama 2 hari. Pria tersebut memiliki riwayat hipertensi dan
riwayat pengobatan indapamide, nifedipine dan propanolol. Pada pemeriksaan,
pria tersebut sepenuhnya dikacaukan pada waktu, tempat dan orang. Terdapat
persamaan hypertonia dan hyper-reflexia yaitu pada grade 4/5. Tekanan darah
170/100 mmHg. Pria tersebut terdapat febrile.
Hasil pemeriksaan darahnya menunjukkan:
Na: 111 mmol/l (normal 135-145)
K: 3,0 mmol/l (normal 3,5-5,3)
Urea: 9,2 mmol/l (normal 2,5-7,5)
Kreatinin 97 µmol/l (normal 50-140)
Glukosa 7,5 mmol/l
Osmolalitas serum 257 mOsm/kg (normal 275-295)
Osmolalitas urin 456 mOsm/kg
White cell count: 11.109 per dL
Gas darah arteri saat bernapas:
pH 7,385 (normal 7,35-7,45)
pCO2: 2,85 kPa (normal 4,7-6)
pO2: 8,9 kPa (normal 10,0-13,0)
total HCO3: 12,9 mmol/l (normal 24-26)
Total T4: 113 nmol/l (normal 62-154) dan TSH 0,80 mIU/l (normal 0,29-4,0).
Tingkat cortisol saat pukul 9 pagi: 2816 nmol/l (normal 133-690) dan saat pukul 9
malam: 3535 nmol/l (normal 69-345). ECG pada sinus rhythm dengan laju
ventrikel pada 100 detak/menit.
Diagnosis yang berbeda adalah stroke, gangguan elektrolit dan infeksi system
saraf pusat. CT otak segera menunjukkan penemuan yang normal dan penyebab
infeksi negatif. Dugaan diagnosis: encephalopathy metabolic. Indapamide yang
menginduksi hiponatraemia dicurigai.
Semua pengobatan sekarang dihentikan segera jika diizinkan. Setelah perbaikan
hyponatraemia dengan normal saline dan suplemen potassium, perbaikan secara
bertahap dari tingkat sodium dan keadaan sadar terlihat. Tekanan darahnya
stabil pada 150/80 mmHg tanpa obat antihipertensi. Pria tersebut menginap di
RS selama 2 minggu dan diperbolehkan pulang tanpa obat antihipertensi.
Farmakokinetik pada GeriatriPosted on March 19, 2009 | Leave a comment
Maret 2009
Maria Fea Yessy (068114152)
Citra Puspita Citra (o68114155)
Pasien Geriatri adalah penderita dengan usia 60 tahun keatas, memiliki
karakteristik khusus antara lain menderita beberapa penyakit akibat ganguan
fungsi jasmani dan rohani, dan sering disertai masalah psikososial(Anonim,
2008).
Dalam pemberian obat pada pasien geriatric perlu
dipertimbangkan beberapa hal antara lain adalah pengaturan
dosisnya karena pada usis lanjut, seorang pasien lebih mudah
mengalami reaksi efek samping dan interaksi obat yang
merugikan. Serta pada usia lanjut, rentan terserang penyakit
sehingga pemberian obat sering polifarmasi. Polifarmasi berarti
pemakaian banyak obat sekaligus pada seorang pasien, lebih dari
yang dibutuhkan secara logis-rasional dihubungkan dengan
diagnosis yang diperkirakan.
Pada sistem pencernaan para lansia, terjadi perubahan pada
peningkatan pH lambung. menurunnya aliran darah ke usus
akibat penurunan curah jantung dan perubahan waktu
pengosongan lambung dan gerak saluran cerna.
Distribusi obat berhubungan dengan komposisi tubuh, ikatan protein-
plasma, dan aliran darah organ. Semua itu akan mengalami perubahan
denganbertambahnya usia, sehingga dosis antara pasien geriatri dan pasien
yang lebih muda akan berbeda. Pada geriatri, komposisi air dalam tubuh akan
berkurang sehingga menyebabkan penurunan volum distribusi obat yang larut
air. sehingga konsentrasi dalam plasma meningkat, contoh: digoksin. namun
pada usia lansia, terjadi peningkatan total lemak dalam tubuh, sehingga
meningkatkan Vd obat yang larut dalam lemak namun konsntrasi obat dalam
plasma menurun. pada geriatri, jumlah albumin plasma berkurang sehingga
mengakibatkan jumlah obat yang diikat olih albumin menurun dan
mengakibatkan obat tersebut berada dalam tubuh dalam keadaan terikat.
Ginjal berpengaruh besar pada eliminasi beberapa obat. Umumnya obat
diekskresi melalui filtrasi glomerolus yang sederhana dan kecepatan ekskresinya
berkaitan dengan kecepatan filtrasi glomerolus (oleh karena itu berhubungan
juga dengan bersihan kreatinin). Misalnya digoksin dan antibiotik golongan
aminoglikosida.
Pada usia lanjut, fungsi ginjal berkurang, begitu juga dengan aliran darah
ke ginjal sehingga kecepatan filtrasi glomerolus berkurang sekitar 30 %
dibandingkan pada orang muda.
Fungsi Ginjal
Perubahan paling berarti pada geriatri ialah berkurangnya fungsi ginjal
dan menurunnya creatinine clearance, walaupun tidak terdapat penyakit ginjal
atau kadar kreatininnya normal. Hal ini menyebabkan ekskresi obat sering
berkurang, dengan akibat perpanjangan atau intensitas kerjanya. Obat yang
mempunyai waktu paruh panjang perlu diberi dalam dosis lebih kecil bila efek
sampingnya berbahaya.
Dalam setiap keadaan kita perlu memakai dosis lebih kecil bila
dijumpai penurunan fungsi ginjal, khususnya bila memberi obat
yang mempunyai batas keamanan yang sempit. Alopurinol dan
petidin, dua obat yang sering digunakan pada lansia
memproduksi metabolit aktif, sehingga kedua obat ini juga perlu
diberi dalam dosis lebih kecil pada lansia.
Fungsi Hati
Penurunan fungsi hati tidak sepenting penurunan fungsi ginjal.
Hal ini disebabkan karena hati memiliki kapasitas yang lebih
besar, sehingga penurunan fungsi hati tidak begitu berpengaruh.
Kejenuhan metabolisme oleh hati bisa terjadi bila diperlukan
bantuan hati untuk metabolisme dengan obat-obat tertentu.
First-pass effect dan pengikatan obat oleh protein (protein-
binding) berpengaruh penting secara farmakokinetik. Obat yang
diberikan oral diserap oleh usus dan sebagian terbesar akan
melalui Vena porta dan langsung masuk ke hati sebelum
memasuki sirkulasi umum. Hati akan melakukan metabolisme
obat yang disebut first-pass effect dan mekanisme ini dapat
mengurangi kadar plasma hingga 30% atau lebih. Kadar yang
kemudian ditemukan dalam plasma merupakan bioavailability
suatu produk yang dinyatakan dalam prosentase dari dosis yang
ditelan. Obat yang diberi secara intra-vena tidak akan melalui hati
dahulu tapi langsung masuk dalam sirkulasi umum. Protein-
binding juga dapat menimbulkan efek samping serius. Obat yang
diikat banyak oleh protein dapat digeser oleh obat lain yang
berkompetisi untuk ikatan dengan protein seperti aspirin,
sehingga kadar aktif obat pertama meninggi sekali dalam darah
dan menimbulkan efek samping. Warfarin, misalnya, diikat oleh
protein (albumin) sebanyak 99% dan hanya 1% merupakan
bagian yang bebas dan aktif. Proses redistribusi menyebabkan
1% ini dipertahankan selama obat bekerja. Bila kemudian diberi
aspirin yang 80-90% diikat oleh protein, aspirin menggeser ikatan
warfarin kepada protein sehingga kadar warfarin-bebas naik
mendadak, yang akhirnya menimbulkan efek samping
perdarahan spontan. Aspirin sebagai antiplatelet juga akan
menambah intensitas perdarahan. Inipun bisa terjadi dengan
aspirin yang mempunyai waktu-paruh plasma hanya 15 menit.
Banyak obat geser-menggeser dalam proses protein-binding bila
beberapa obat diberi bersamaan. Sebagian besar mungkin tidak
berpengaruh secara klinis, tetapi untuk obat yang batas
keamanannya sempit dapat membahayakan penderita.
Anonim,2001,Obat untuk Kaum Lansia edisi kedua, ITB, Bandung
Anonim, 2008, geriatri, http://www. rskariadi.com, diakses pada tanggal 25
Februari 2009
Anonim,2008, Terapi pada Usia Lanjut, http//: pojokapoteker.blogspot.com,
diakses tanggal 19 Maret 2009
Prest,M.,2003,Penggunaan Obat pada Lanjut Usia dalam
Aslam,M;Tan,C.K&Prayitno,A., Farmasi Klinis;Menuju Pengobatan yang
Rasional dan Penghargaan Pilihan Pasien, 203-204, Gramedia, Jakarta