ba hannya

29
SENIN, 29 MARET 2010 PENGGUNAAN OBAT PADA ANAK DAN LANSIA DOWNLOAD Penggunaan obat pada anak dan Lansia Penggunaan obat pada anak Penggunaan obat pada anak harus dipertimbangkan secara khusus karena adanya perbedaan laju perkembangan/pematangan organ yang juga mencakup fungsi organ tubuh dan sistem dalam tubuh Faktor farmakokinetika seperti absorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi obat. Penggolongan usia anak berdasarkan perubahan biologis neonatus/bayi baru lahir (4 minggu pertama setelah kelahiran, terjadi perubahan fungsi fisiologi yang sangat penting namun masih prematur) bayi (1 bulan sampai 12 bulan), merupakan masa awal pertumbuhan yang pesat anak-anak (1-12 tahun) adalah masa pertumbuhan secara bertahap, yang bisa terbagi menjadi anak usia 1-3 tahun, anak usia pra sekolah 3-5 tahun dan anak usia sekolah 6-12 tahun remaja (13-17 tahun), merupakan akhir tahap perkembangan secara pesat hingga menjadi orang dewasa. Faktor yang perlu diperhatikan Farmakokinetika obat pada anak Dosis

Upload: yeyet-dy

Post on 11-Dec-2014

128 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

gdfd

TRANSCRIPT

Page 1: Ba Hannya

SENIN, 29 MARET 2010

PENGGUNAAN OBAT PADA ANAK DAN LANSIA

DOWNLOAD

Penggunaan obat pada anak dan Lansia

Penggunaan obat pada anak

Penggunaan obat pada anak harus dipertimbangkan secara khusus karena

adanya perbedaan laju perkembangan/pematangan organ yang juga mencakup fungsi organ tubuh dan sistem dalam tubuh

Faktor farmakokinetika seperti absorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi obat.

Penggolongan usia anak berdasarkan perubahan biologis

neonatus/bayi baru lahir (4 minggu pertama setelah kelahiran, terjadi perubahan fungsi fisiologi yang sangat penting namun masih prematur)

bayi (1 bulan sampai 12 bulan), merupakan masa awal pertumbuhan yang pesat

anak-anak (1-12 tahun) adalah masa pertumbuhan secara bertahap, yang bisa terbagi menjadi anak usia 1-3 tahun, anak usia pra sekolah 3-5 tahun dan anak usia sekolah 6-12 tahun

remaja (13-17 tahun), merupakan akhir tahap perkembangan secara pesat hingga menjadi orang dewasa.

Faktor yang perlu diperhatikan

Farmakokinetika obat pada anak

Dosis

Pemberian obat

Penyuluhan dan kepatuhan

Efek samping pada anak

Farmakokinetika obat pada anak

Absorpsi

Page 2: Ba Hannya

Laju absorpsi dan jumlah yang terabsorpsi

Waktu pengosongan lambung menyamai orang dewasa, pada bayi diatas 6 bulan

Absorpsi perkutan pada neonatus dan bayi jauh lebih besar dibandingkan dengan orang dewasa

Diare akut (kasus yang sering dijumpai pada anak) mengakibatkan penurunan absorpsi

Farmakokinetika obat pada anak

Distribusi

Selama usia bayi, kadar air total dalam tubuh thd BB total memiliki prosentase yang lebih besar daripada anak yang lebih tua/orang dewasa

Obat yang larut air, diberikan dosis yang lebih besar pada neonatus untuk mendapat efek terapetik yang dikehendaki

Kadar albumin dan globulin pada bayi, rendah, sehingga obat tidak terikat pada protein lebih banyak shg kadar dalam darah meningkat.

Farmakokinetika obat pada anak

Metabolisme

Pada saat lahir, sebagian besar enzim yang terlibat dalam metabolisme obat belum terbentuk atau sudah ada namun dalam jumlah yang sangat sedikit.

Ekskresi

Laju filtrasi glomerulus pada bayi yang baru lahir lebih rendah dibandingkan dengan orang dewasa karena ginjalnya relatif belum berkembang dengan baik.

Dosis

Dosis obat untuk anak tidak dapat diekstrapolasikan dari dosis lazim orang dewasa

Metode yang dapat digunakan :

Perhitungan dosis dalam mg/kg

Perhitungan dosis dalam mg/m2

Prosentase terhadap dosis dewasa (langkah terakhir yang dapat dilakukan, jika informasi diatas tidak tersedia)

Pemberian obat

Faktor yang menjadi pertimbangan sebelum suatu obat diberikan kepada seorang pasien anak :

Rute pemberian yang diinginkan

Usia anak

Page 3: Ba Hannya

Ketersediaan bentuk sediaan

Pengobatan lain yang sedang dijalani

Kondisi penyakit

Penyuluhan dan kepatuhan

Kepatuhan anak terhadap pengobatan sangat tergantung pada orang tua, atau pengasuh

Penyuluhan dengan melibatkan pasien anak dapat dilakukan pada pasien usia 8-10 tahun

Hal-hal yang dapat mempengaruhi kepatuhan :

Formulasi (rasa)

Penampilan obat

Kemudahan cara penggunaan

Waktu pemberian obat (berhubungan dengan waktu tidur, waktu sekolah)

Efek samping pada anak

Hal-hal yang harus diperhatikan untuk menghindari kemungkinan terjadinya efek samping :

Informasikan jika anak sedang minum obat bebas, suplemen makanan

Tanyakan efek samping dari obat

Amati apakah terjadi perubahan pada anak

Ikuti petunjuk dosis dan cara pakai

Untuk obat jangka panjang, jangan dihentikan mendadak

Penggunaan obat pada lansia

Masalah pada pemberian obat pada pasien usia lanjut

Item yang sebenarnya tidak diperlukan ( diperkirakan 25 % )

Petunjuk yang tidak memuaskan

Frekuensi, interval dosis yg tdk sesuai

Duplikasi terapi

Interaksi obat

Page 4: Ba Hannya

PERUBAHAN PADA USIA LANJUT

1. PERUBAHAN SOSIOLOGI

2. PERUBAHAN FISIOLOGI

3. PERUBAHAN FARMAKOKINETIK

4. PERUBAHAN FARMAKODINAMIK

PERUBAHAN FISIOLOGI

Reduksi sekresi asam lambung

Penurunan motilitas saluran cerna

Reduksi luas permukaan total absorpsi

Reduksi aliran darah jaringan

Reduksi ukuran hati

Reduksi aliran darah hati

Reduksi filtrasi glomerulus

Reduksi filtrasi tubuler ginjal

PERUBAHAN FARMAKOKINETIK

Absorpsi

Penundaan pengosongan lambung, Reduksi sekresi asam lambung, Reduksi aliran darah jaringan

Contoh absorpsi berkurang : digoksin, tiamin, kalsium, besi

Distribusi

Komposisi tubuh

Page 5: Ba Hannya

Total air dlm tubuh dan masa tubuh tanpa lemak (lean body mass), shg volume distribusi obat yang larut dlm air . Contoh digoksin dan simetidin.

Total lemak dlm tubuh, shg distribusi obat yang larut dalam lemak

Contoh : benzodiazepin seperti diazepam

PERUBAHAN FARMAKOKINETIK

Distribusi

Ikatan plasma – protein

Jumlah albumin plasma menurun

Obat yang bersifat asam yang biasanya berikatan dengan protein, menjadi dalam keadaan bebas shg kadarnya meningkat

Contoh simetidin, furosemid, warfarin

Aliran darah organ

Perubahan aliran darah akan perfusi pada anggota gerak, hati, mesenterium,otot jantung dan otak

Perfusi sampai 45 % dibanding usia 25 tahun

Pengaruh tidak siginifikan pada distribusi obat , walau ada penurunan kecept distribusi ke jaringan .

PERUBAHAN FARMAKOKINETIK

Eliminasi

Metabolisme hati dan ekskresi ginjal

Efek dosis tunggal akan diperpanjang

Metabolisme hati

Penurunan first metabolism, akan meningkatkan bioavailabilitas obat, contoh propranolol, labetolol, nifedipin, nitrat dan verapamil.

Reduksi masa hati sebesar 35 % dimulai usia 30 s/d 90 tahun shg kapasitas metabolisme intrinsik hati menurun dan bioavailabilitas meningkat, toksisitas meningkat

PERUBAHAN FARMAKOKINETIK

Eliminasi hati

Penurunan alirah darah hati, bioavailabilitas meningkat

Page 6: Ba Hannya

Contoh nifedipin, shg efek hipotensi meningkat secara bermakna dan harus diwaspadai

Perubahan enzimatik : kecepatan metabolisme sitokrom P 450 dapat menurun s/d 40 % jika dibanding pasien dewasa muda. Waspada pada obat dengan indeks terapi sempit karena bermakna secara klinis

PERUBAHAN FARMAKOKINETIK

Eliminasi

Eliminasi ginjal

Penurunan aliran darah ginjal, ukuran organ , filtrasi glomerulus dan fungsi tubuler.

Perubahan terjadi dengan tingkat yang berbeda untuk setiap individu

Kecepatan filtrasi glomerulus menurun 1 % / tahun setelah usia 40 tahun.

Menyebabkan peningkatan kadar obat dalam jaringan sampai 50 %

2. PERUBAHAN FARMAKODINAMIK

EFEK SAMPING OBAT

Pasien lansia berisiko tinggi terhadap toksisitas obat tertentu seperti benzodiazepin kerja panjang,OAINS, warfarin, heparin, aminoglikosida, isoniazid, tiazid dosis tinggi, antineoplastik dan antiaritmia.

Contoh eso pada lansia :

Postural hipotensi karena diuretik

Prostatisme karena antikolinergik

FAKTOR RISIKO ESO PADA LANSIA :

Page 7: Ba Hannya

Polifarmasi

Interaksi obat – obat :

Penggunaan bersamaan obat dengan efek samping mirip akan memperparah eso yang terjadi

Interaksi obat dengan penyakit :

Interaksi obat dengan penyakit

Pemberian OAINS, aminoglikosid, radiokontras pada pasien lansia dengan gagal ginjal kronik dapat

terjadi gagal ginjal akut

Pemberian kortikosteroid pada pasien lansia dengan osteopenia dapat terjadi fraktur

Pemberian OAINS pada pasien lansia dengan hipertensi dapat terjadi peningkatan tekanan darah

HAL-HAL YANG HARUS DIPERHATIKAN UNTUK MENCAPAI KEBERHASILAN FARMAKOTERAPI LANSIA

1. Dosis, keamanan dan manfaat dari obat.

Dosis umumnya diturunkan hingga 1/5, ttp berbeda untuk setiap individu.

Obat dengan indeks terapi sempit dimulai dengan 1/3 atau ½ dosis lazim

Untuk obat yang eliminasi nya dipengaruhi (menurun), berikan 50 % dari dosis awal yg dianjurkan.

2. Jumlah obat yang diberikan

Semakin banyak jumlah obat polifarmasi dgn segala risiko

3. Kepatuhan pasien

Hanya 60 % yang patuh sedangkan 40 % pasien lansia meminum obat kurang dari yang diberikan dokter.

Page 8: Ba Hannya

ADRs Pada GERIATRI

ADR pada Geriatri

 

Pasien geriatri akan lebih sering mengalami ADR dibandingkan pasien yang lebih

muda. Hal ini dimungkinkan karena pasien lanjut usia lebih sering mendapatkan

terapi obat. Di samping itu faktor lain yang mempengaruhi terjadinya ADR pada

geriatri adalah perubahan farmakokinetika yang meliputi absorpsi, distribusi,

metabolisme, dan ekskresi obat, yang sangat tergantung pada kondisi organ-

organ tubuh penderita (Aslam, Tan, Prayitno, 2003).

Pada pasien geriatri sering mendapatkan peresepan dengan jumlah obat yang

banyak (polifarmasi). Hal tersebut disebabkan oleh penderita yang mengalami

beberapa penyakit sekaligus. Khususnya penderita yang mengalami gangguan

fungsi ginjal dan  hati memiliki risiko yang tinggi bagi kejadian ADR (Aslam, et al.,

2003).

Definisi Geriatri

Pembagian terhadap populasi berdasarkan usia lanjut meliputi tiga tingkatan

(menurut WHO), yaitu :

a)      Lansia (elderly) dengan kisaran umur 60-75 tahun,

b)      Tua (old) dengan kisaran umur 75-90 tahun,

c)      Sangat tua (very old) dengan kisaran umur > dari 90 tahun (Walker and

Edward, 2003).

Pasien geriatri (elderly) merupakan pasien dengan karakteristik khusus karena

terjadinya penurunan massa dan fungsi sel, jaringan, serta organ. Hal ini

menimbulkan perlu adanya perubahan gaya hidup, perbaikan kesehatan, serta

Page 9: Ba Hannya

pemantauan pengobatan baik dari segi dosis maupun efek samping yang

mungkin ditimbulkan (David, 2010).

Kimble, et al. (2008) menyatakan bahwa geriatri juga telah mengalami perubahan

dalam hal farmakokinetik dan farmakodinamik obat. Perubahan farmakokinetik

yang terjadi karena adanya penurunan kemampuan absorbsi yang disebabkan

oleh perubahan dari saluran gastrointestinal, perubahan distribusi terkait dengan

penurunancardiac output dan ikatan protein-obat, perubahan metabolisme

karena penurunan fungsi hati dan atau ginjal, serta penurunan laju ekskresi

karena terjadinya penurunan fungsi ginjal.

Farmakokinetik

Obat harus berada pada tempat kerjanya dengan konsentrasi yang tepat untuk

mencapai efek terapetik yang didapatkan. Perubahan-perubahan farmakokinetik

pada pasien lanjut usia memiliki peranan penting dalam bioavailabilitas obat

tersebut. Proses-proses farmakokinetik obat pada usia lanjut dijelaskan pada

uraian di bawah ini.

1. Absorbsi

Penundaan pengosongan lambung, reduksi sekresi asam lambung dan aliran

darah oragan absorbsi secara teoritis berpengaruh pada absorbs itu sendiri.

Namun pada kenyataannya perubahan yang terkait pada usia ini tidak

berpengaruh secara bermakna terhadap bioavailabilitas total obat yang

diabsorbsi. Beberapa pengecualian termasuk pada digoksin dan obat dan

substansi lain (misal thiamin, kalsium, besi dan beberapa jenis gula) (Aslam, et

al., 2003).1. Distribusi

Farktor-faktor yang menentukan distribusi obat termasuk komposisi tubuh, ikatan

plasma-protein dan aliran darah organ dan lebih spesifik lagi menuju jaringan,

semuanya akan mengalami perubahan dengan bertambahnya usia, akibatnya

konsentrasi obat akan berbeda pada pasien lanjut usia jika dibandingkan dengan

Page 10: Ba Hannya

pasien yang lebih muda pada pemberian dosis obat yang sama (Aslam, et al.,

2003).

Tabel 1.Beberapa Perubahan yang Berhubungan dengan Umur yang

Mempengaruhi Farmakokinetik Obat

Variable Young Adults (20–30 years)

Older Adults (60–80 years)

Body water (% of body weight) 61 53

Lean body mass (% of body weight)

19 12

Body fat (% of body weight) 26–33 (women) 38–45

18–20 (men) 36–38

Serum albumin (g/dL) 4.7 3.8

Kidney weight (% of young adult)

(100) 80

Hepatic blood flow (% of young adult)

(100) 55–60

1. Komposisi Tubuh

Pertambahan usia dapat menyebabkan penurunan total air. Hal ini menyebabkan

terjadinya penurunan volume distribusi obat yang larut air sehingga konsentrasi

obat dalam plasma meningkat.

Pertambahan usia juga akan meningkatkan massa lemak tubuh. Hal ini akan

menyebabkan volume distribusi obat larut lemak meningkat dan konsentrasi obat

dalam plasma turun namun terjadi peningkatan durasi obat (missal golongan

benzodiazepin) dari durasi normalnya (Aslam, et al., 2003).1. Ikatan Plasma Protein

Seiring dengan pertambahan usia, albumin manusia juga akan turun. Obat-

obatan dengan sifat asam akan berikatan dengan protein albumin sehingga

menyebabkan obat bentuk bebas akan  meningkat pada pasien geriatric. Saat

obat bentuk bebas berada dalam jumlah yang banyak maka akan mengakibatkan

peningkatan konsentrasi obat dalam plasma meningkat. Hal ini menyebabkan

Page 11: Ba Hannya

kadar obat tersebut dapat melampaui konsentrasi toksis minimum (terlebih untuk

obat-obatan poten) (Aslam, et al., 2003).2. Aliran Darah pada Organ

Penurunan aliran darah organ pada lansia akan mengakibatkan penurunan

perfusi darah. Pada pasien geriatri penurunan perfusi darah terjadi sampai

dengan 45%. Hal ini akan menyebabkan penurunan distribusi obat ke jaringan

sehingga efek obat akan menurun (Aslam, et al., 2003).1. Eliminasi

Metabolisme hati dan eskresi ginjal adalah mekanisme penting yang terlibat

dalam proses eliminasi.  Efek dosis obat tunggal akan diperpanjang dan pada

keadaan steady state akan meningkat jika kedua mekanisme menurun.1. Metabolisme hati

Substansi yang larut lemak akan dimetabolisme secara ekstensif di hati,

sehingga mengakibatkan adanya penurunan bioavaibilitas sistemik. Oleh karena

itu adanya penurunan metabolism akan meningkatkan bioavaibilitas obat. Pada

pasien geriatri adanya gangguan first past metabolism akan meningkatkan

biovaibilitaas obat (Aslam, et al., 2003).

Tabel 2. Pengaruh Usia terhadap Klirens Hepatik pada Beberapa ObatAge-Related Decrease in Hepatic Clearance Found

No Age-Related Difference Found

AlprazolamBarbiturates EthanolIsoniazid

Carbenoxolone Lidocaine

Chlordiazepoxide Lorazepam

Chlormethiazole Nitrazepam

Clobazam Oxazepam

Desmethyldiazepam Prazosin

Diazepam Salicylate

Flurazepam Warfarin

Imipramine

Meperidine

Nortriptyline

Phenylbutazone

Propranolol

Page 12: Ba Hannya

Quinidine, quinine

Theophylline

Tolbutamide

1. Eliminasi Ginjal

Penurunan aliran darah ginjal, ukuran organ, filtrasi glomerulus dan fungsi tubuler

merupakan perubahan yang terjadi dengan tingkat yang berbeda pada pasien

geriatri. Kecepatan filtrasi glomerolus menurun kurang lebih 1 % per tahun

dimulai pada usia 40 tahun. perubahan tesebut mengakibatkan beberapa obat

dieliminasi lebih lambat pada lanjut usia. Beberapa kasus menunjukan bahwa

konsentrasi obat dalam jaringan akan meningkat sebanyak 50% akibat

penurunan fungsi ginjal (Aslam, et al., 2003). Penurunan klirens kreatinin terjadi

pada dua pertiga populasi. Penting untuk diketahui bahwa penuruna klirens

kreatinin ini tidak dibarengi dengan peningkatan kadar kreatinin yang setara

dalam serum karena produksi kreatinin juga menurun seiring berkurangnya

massa tubuh dengan pertambahan usia. Akibat yang segera ditimbulkan oleh

perubahan ini adalah pemanjangan waktu-paruh banyak obat dan kemungkinan

akumulasinya dalam kadar toksik jika dosis tidak diturunkan dalam hal ukuran

atau frekuensi. Rekomendasi pemberian obat untuk para lansia sering kali

mencakup batasan dosis untuk klirens ginjal yang menurun.

Paru berperan penting pada ekskresi obat volatile. Akibat berkurangnya

kapasitas pernapasan dan peningkatan insidens penyakit paru aktif pada lansia,

anesthesia inhalasi menjadi lebih jarang digunakan dan agen parenteral menjadi

lebih sering digunakan pada kelompok usia ini.

FARMAKODINAMIK

Perubahan farmakodinamik pada pasien geriatri berpengaruh pada kemampuan

tubuh menjaga sistem homeostatik, perubahan pada reseptor-reseptor spesifik

dan tempat sasaran akan sangat mempengaruhi konsentrasi obat yang berefek.

1. Pengaturan Temperatur

Page 13: Ba Hannya

Hipotermia tidak diharapkan terjadi pada pasien geriatri yang mendapat

beberapa macam obat. Obat-obatan yang menyebabakan terjadinya hipotermia

diantaranya, benzodiazepin, opioid, alkohol, dan anti depresan trisiklik dapat

menyebabkan sedasi gangguan kepekaan subjektif terhadap temperature dan

penuruna mobilitas maupun aktifitas (Aslam, et al., 2003).1. Fungsi Usus dan Kandung Kemih

Konstipasi sering muncul pada geriatri sebagai akibat penuruan motilitas saluran

gastrointestinal. Obat-obat anti-kolinergik dapat menyebabkan retensi urin pada

pasien pria lanjut usia terutama pasien dengan hipertropi prostat sedangkan

pada wanita sering terjadi disfungsi uretra (Aslam, et al., 2003).1. Pengaturan Tekanan Darah

Pada pasien geriatri terjadi penumpulan reflex takikardia sehingga hipotensi

postural merupakan masalah yang sering terjadi pada pasein geriatri. Hal ini

mengakibatkan obat-obat dengan efek antihipertensi cenderung menyebabkan

masalah pada pasien geriatric (Aslam, et al., 2003).1. Keseimbangan Cairan atau Elektrolit

Pasien geriatri mengalami penuruan kemampuan ekskresi retensi air obat-obat

yang mengakibatkan retensi cairan ini diantaranya, kortikosteroid dan

antiinflamasi non-steroid (Aslam, et al., 2003).1. Fungsi Kognitif

Pertambahan usia juga akan menurunkan fungsi sistem saraf pusat yang terjadi

akibat perubahan struktur dan kimiawi saraf. Aktifitas enzim kolinesterase

menurun pada lansia dan berakibat pada menurunnya transmisi kolinergik.

Transmisi kolinergik sangat berperan dalam fungsi kognitif normal sehingga obat-

obatan antikolinergik, dan hipnotik dapat memperburuk efek tersebut. Lansia

yang mengkonsumsi obat-obat yang tersebut di atas akan mengalami

“kebingungan” (Aslam, et al., 2003).

Adverse Drug Reaction (ADR) pada Geriatri

Definisi ADR

Menurut WHO, ADR didefinisikan sebagai respon terhadap suatu obat yang

berbahaya dan tidak diharapkan serta terjadi pada dosis lazim yang dipakai oleh

Page 14: Ba Hannya

manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis, maupun terapi (Prest,

Kristianto, and Tan, 2003).

PENGGOLONGAN ADR

ADR secara umum dibagi menjadi dua kelompok utama, yaitu :

1. Reaksi Tipe A (augmented)

Adverse drug reaction tipe ini merupakan aksi farmakologis yang normal tetapi

meningkat. Reaksi tipe A berhubungan dengan dosis obat yang diminum. Reaksi

ini dibagi lagi menjadi reaksi yang dihasilkan dari aksi farmakologis primer atau

sekunder. Contoh reaksi yang dihasilkan dari aksi farmakologis primer adalah

bradikardi karena pemakaian penghambat adrenoseptor beta (beta-

blocker), sedangkan contoh reaksi yang dihasilkan dari aksi farmakologis

sekunder adalah timbulnya mulut kering karena pemakaian antidepresi trisiklik

yangdisebabkan aktivitas antimuskarinik (Aslam, et al., 2003).2. Reaksi Tipe B (bizarre)

Adverse drug reaction tipe B merupakan reaksi yang aneh dan tidak terkait sama

sekali dengan dosis, misalnya hemolisis dengan methyldopa atau

trombositopenia dengan penghambat ACE(Angiotensin-Converting Enzyme

Inhibitors). Reaksi tipe ini berkaitan dengan sistem metabolisme obat dan sistem

imun tubuh penderita. Contoh yang umum terjadi adalah syok anafilaksis setelah

pemakaian antibiotik, hipertermia ganas setelah pemberian anestesi, anemia

aplastik karena pemakaian kloramfenikol (Aslam, et al., 2003).

Berikut merupakan perbedaan ciri-ciri antara ADR tipe A dan tipe B :

Tipe A Tipe B

Dapat diprediksi (dari pengetahuan farmakologinya)

Tidak dapat diprediksi (dari pengetahuan farmakologinya)

Tergantung dosis Jarang tergantung dosis

Morbiditas tinggi Morbiditas rendah

Mortalitas rendah Mortalitas tinggi

Page 15: Ba Hannya

Dapat ditangani dengan pengurangan dosis

Dapat ditangani dengan penghentian pengobatan

Angka kejadian tinggi Angka kejadian rendah

PENCEGAHANADR

Menurut British National Formulary beberapa cara untuk mencegah ADR yaitu :

1. Jangan menggunakan obat bila tidak diindikasikan dengan jelas. Jika pasien

sedang hamil jangan gunakan obat kecuali benar-benar diperlukan.

2. Alergi dan idiosinkrasi merupakan penyebab penting ADR. Tanyakan apakah

pasien pernah mengalami reaksi sebelumnya.

3. Tanyakan jika pasien sedang menggunakan obat-obatan lain termasuk obat

yang dipakai sebagai swamedikasi. Hal ini dapat menimbulkan interaksi obat.

4. Usia dan penyakit hati atau ginjal dapat mengubah metabolisme dan ekskresi

obat, sehingga dosis yang lebih kecil diperlukan.

5. Meresepkan obat sesedikit mungkin dan memberikan petunjuk yang jelas

kepada pasien geriatri dan pasien yang kurang memahami petunjuk yang rumit.

6. Jika memungkinkan gunakan obat yang sudah dikenal. Dengan menggunakan

suatu obatbaru perlu waspada akan timbulnya ADR.

7. Jika kemungkinan terjadinya ADR yang serius, pasien perlu diperingatkan.

Obat-Obatan yang Berisiko Terhadap Kejadian ADRs pada Geriatri

OBAT SISTEM SARAF PUSAT

Sedatif-Hipnotik

Waktu paruh obat benzodiazepin dan barbiturat meningkat 50-150% antara usia

30-70 tahun. Untuk benzodiazepin, baik molekul induk maupun metabolitnya aktif

Page 16: Ba Hannya

secara farmakologis. Ginjal dapat mengalami penurunan fungsi seiring dengan

pertambahan usia sehingga berakibat pada penurunan eliminasi senyawa-

senyawa ini.

Analgesik

Penggunaan analgesik golongan opioid menunjukkan pengaruh pada fungsi

pernapasan pada kaum lansia.Oleh sebab itu, kelompok ini harus digunakan

dengan hati-hati dan perlu dilakukan penyesuaian dosis untuk pasien agar

tercapai efek maksimal.

Obat Antipsikotik dan Antidepresan

Agen psikotik (fenotiazin dan haloperidol) sudah banyak digunakan dalam

tatalaksana berbagai penyakit psikiatrik pada kaum lansia.Agen-agen ini

memang tidak diragukan lagi bermanfaat dalam tatalaksana skizofrenia pada

orang tua serta mungkin pula bermanfaat dalam pengobatan beberapa gejala

yang terkait dengan delirium, dementia, agitasi, agresivitas, dan sindrom

paranoid yang dialami beberapa pasien geriatrik.Namun, agen-agen ini tidak

terlalu menunjukkan hasil yang memuaskan ketika digunakan untuk mengobati

penyakit geriatrik ini sehingga dosis agen tidak boleh ditingkatkan berdasarkan

asumsi bahwa hasil maksimal dapat tercapai dengan tindakan ini.Tidak terdapat

bukti bahwa obat-obat ini bermanfaat pada demensia Alzheimer, bahkan menurut

teori, efek antimuskarinik fenotiazin dapat memperburuk gangguan ingatan dan

disfungsi intelektual.Banyak dari perbaikan yang tampaknya dialami oleh pasien

agitasi dan agresif sebenarnya hanya menunjukkan efek sedatif obat.Bila suatu

antipsikotik sedatif diperlukan, golongan fenotiazin seperti tioridazin lebih tepat

untuk digunakan.

Page 17: Ba Hannya

Karena meningkatnya responsivitas terhadap obat jenis ini, besarnya dosis awal

biasanya dimulai dari sebagian dosis yang digunakan pada dosis orang

dewasa.Waktu paruh fenotiazin meningkat pada geriatrik.

OBAT KARDIOVASKULAR

Obat Antihipertensi

Tekanan darah khususnya tekanan sistolik meningkat seiring bertambahnya usia.

Prinsip dasar terapi hipertensi pada kelompok geriatrik tidak berbeda dengan

prinsip terapi hipertensi pada orang dewasa.Tiazid menjadi langkah pertama

yang tepat dalam terapi obat.hipokalemia, hiperglikemia, dan hiperurisemia yang

disebabkan oleh agen-agen ini lebih bermakna pada kaum lansia karena

tingginya insidens aritmia, diabetes tipe 2, dan gout pada pasien-pasien ini. Jadi,

penggunaan dosis antihipertensif yang rendah ketimbang dosis diuretik

maksimum sangatlah penting.

Agen Inotropik Positif

Gagal jantung merupakan suatu penyakit yang umum dan sangat mematikan

pada kaum lansia. Kondisi ini yang menjadi alasan dokter terlalu berlebihan

dalam menggunakan glikosida jantung pada kelompok usia ini. Efek toksik

kelompok obat ini sangat berbahaya karena klirens dan volume distribusi

glikosida mengalami penurunan, waktu paruh obat ini dapat meningkat hingga

50% atau lebih.Karena sebagian besar obat ini dibersihkan oleh ginjal, fungsi

ginjal harus dipertimbangkan dalam merencanakan suatu regimen dosis.

OBAT ANTIINFLAMASI

Obat antiinflamasi non steroid (OAINS) harus digunakan dengan hati-hati pada

pasien geriatrik karena obat-obat ini menyebabkan toksisitas, contoh aspirin

Page 18: Ba Hannya

toksisitas yang paling sering timbul adalah iritasi saluran cerna.Selain itu, lebih

lanjut dapat menyebabkan terjadinya kerusakan ginjal yang bersifat ireversibel.

Pada tahun 1991, Beers et al. mempublikasikan kriteria untuk mengevaluasi

pengobatan yang tidak cocok pada penggunaan di rumah perawatan. Daftarnya

diturunkan berdasarkan opini konsensus pada indikator peresepan dari suatu

panel oleh 13 orang ahli, terdiri dari 19 pengobatan/kelas yang dihindari pada

rumah perawatan, seperti antihipertensif, psikotropik, agen hipoglikemik oral,

NSAID dan analgesik dari diagnosis, dosis dan frekuensi pemberian dosis.

Pada tahun 1997, berdasarkan opini konsensus dari suatu panel oleh 6 orang

ahli, Beers mempublikasikan revisi dari kriteria untuk penggunaan obat yang

secara potensial tidak cocok yang diasosiasikan dengan 28 pengobatan/kelas

untuk menghindari pasien rawat jalan berusia 65 tahun atau lebih tua di rumah

perawatan.

Pada tahun 2001, Zhan et al. menggunakan suatu panel dari ahli untuk

mengklasifikasikan kriteria obat Beers menjadi 3 kategori:

a)      Obat yang harus selalu dihindari pada lansia

b)      Obat yang kemungkinan tidak cocok pada kondisi pelik

c)      Obat yang memiliki beberapa indikasi untuk digunakan pada populasi

lansia tapi sering disalahgunakan.

Obat yang tidak boleh diberikan pada lansia

Beberapa obat yang secara klinis dapat menyebabkan masalah untuk lansia :

1. Meperidin : terkait dengan peningkatan delirium

Page 19: Ba Hannya

2. Long-acting benzodiazepine : diazepam, flurazepam terakumulasi setiap hari,

menyebabkan delirium dan pingsan

3. Amitriptyline, imipramine : amina tersier lebih cocok sebagai antikolinergik daripada

amina sekunder nortriptyline dan desipramine

4. Metoclopramide, klorpromazin sering diperkirakan dapat menyebakan reaksi

ektrapiramidal

5. Procyclidine, benztropine : berkontribusi untuk delirium bila dikaitkan dengan

neuroleptik dalam pengobatan delirium

Contoh Regimen Dosis pada beberapa Kelas Terapi:1. Start low, go slow

benzodiazepine

antidepresan

neuroleptik

antihipertensi agen

1. Keep going

ACE Inhibitor

Antidepresan

1. Stay low

Lithium

Antilonvulsan

Digoxin

Opioid

Benzodiazepine

Antibiotik (dosis yang lebih rendah diperlukan dan terbukti berkhasiat).

Banyak situasi tertentu yang ditemukan untuk menghentikan ketergantungan

pasien pada penggunaan obat dan menghentikan penggunaan obat tidak tepat.

Diantaranya, berikut contoh-contoh yang sering terjadi :

Sering terjadi kegagalan pengobatan jantung diastolik (yang diperlakukan sebagai

sistolik)

Kejang diperlakukan sebagai epilepsy

Agen hipoglikemik oral tidak lagi dibutuhkan setelah penggunaan insulin jangka

panjang, atau dalam regimen yang dibuat tidak dengan hati-hati.

“Melupakan” penggunaan steroid dalam keadaan stabil (PPOK, rheumatoid,

arthritis)

Agen penurun lipid sebagai pencegah primer dalam jangka lama.

Teofilin diresepkan sebagai monoterapi untuk kondisi kelainan pada paru.

Page 20: Ba Hannya

Terapi paliatif dimana pengobatan pencegahan primer dan sekunder masih

dilakukan.

Diagnosa terbaru yang memungkinkan adanya kejadian yang tidak diinginkan (e.g.,

delirium, hipotensi ortostatik, SIADH (Syndrome of Inappropriate Secretion of

Antidiuretic Hormone)).

Perubahan fisiologis dan patologis pada pasien yang menerima obat untuk

beberapa tahun: perkembangan dari gagal ginjal, demensia. Jangan mengikuti

penggunaan obat-obatan yang tidak sesuai karena sebelumnya keadaan

tersebut dapat ditoleransi dulu oleh pasien.

KASUS

Seorang pria, 75 tahun yang hidup sendirian, berjalan tanpa bantuan, mengaku

merasa linglung selama 2 hari. Pria tersebut memiliki riwayat hipertensi dan

riwayat pengobatan indapamide, nifedipine dan propanolol. Pada pemeriksaan,

pria tersebut sepenuhnya dikacaukan pada waktu, tempat dan orang. Terdapat

persamaan hypertonia dan hyper-reflexia yaitu pada grade 4/5. Tekanan darah

170/100 mmHg. Pria tersebut terdapat febrile.

Hasil pemeriksaan darahnya menunjukkan:

Na: 111 mmol/l (normal 135-145)

K: 3,0 mmol/l (normal 3,5-5,3)

Urea: 9,2 mmol/l (normal 2,5-7,5)

Kreatinin 97 µmol/l (normal 50-140)

Glukosa 7,5 mmol/l

Osmolalitas serum 257 mOsm/kg (normal 275-295)

Osmolalitas urin 456 mOsm/kg

White cell count: 11.109 per dL

Gas darah arteri saat bernapas:

pH 7,385 (normal 7,35-7,45)

pCO2: 2,85 kPa (normal 4,7-6)

Page 21: Ba Hannya

pO2: 8,9 kPa (normal 10,0-13,0)

total HCO3: 12,9 mmol/l (normal 24-26)

Total T4: 113 nmol/l (normal 62-154) dan TSH 0,80 mIU/l (normal 0,29-4,0).

Tingkat cortisol saat pukul 9 pagi: 2816 nmol/l (normal 133-690) dan saat pukul 9

malam: 3535 nmol/l (normal 69-345). ECG pada sinus rhythm dengan laju

ventrikel pada 100 detak/menit.

Diagnosis yang berbeda adalah stroke, gangguan elektrolit dan infeksi system

saraf pusat. CT otak segera menunjukkan penemuan yang normal dan penyebab

infeksi negatif. Dugaan diagnosis: encephalopathy metabolic. Indapamide yang

menginduksi hiponatraemia dicurigai.

Semua pengobatan sekarang dihentikan segera jika diizinkan. Setelah perbaikan

hyponatraemia dengan normal saline dan suplemen potassium, perbaikan secara

bertahap dari tingkat sodium dan keadaan sadar terlihat. Tekanan darahnya

stabil pada 150/80 mmHg tanpa obat antihipertensi. Pria tersebut menginap di

RS selama 2 minggu dan diperbolehkan  pulang tanpa obat antihipertensi.

Farmakokinetik pada GeriatriPosted on March 19, 2009 | Leave a comment

Maret 2009

Maria Fea Yessy (068114152)

Citra Puspita Citra (o68114155)

Pasien Geriatri adalah penderita dengan usia 60 tahun keatas, memiliki

karakteristik khusus antara lain menderita beberapa penyakit akibat ganguan

fungsi jasmani dan rohani, dan sering disertai masalah psikososial(Anonim,

2008).

Page 22: Ba Hannya

Dalam pemberian obat pada pasien geriatric perlu

dipertimbangkan beberapa hal antara lain adalah pengaturan

dosisnya karena pada usis lanjut, seorang pasien lebih mudah

mengalami reaksi efek samping dan interaksi obat yang

merugikan. Serta pada usia lanjut, rentan terserang penyakit

sehingga pemberian obat sering polifarmasi. Polifarmasi berarti

pemakaian banyak obat sekaligus pada seorang pasien, lebih dari

yang dibutuhkan secara logis-rasional dihubungkan dengan

diagnosis yang diperkirakan.

Pada sistem pencernaan para lansia, terjadi perubahan pada

peningkatan pH lambung. menurunnya aliran darah ke usus

akibat penurunan curah jantung dan perubahan waktu

pengosongan lambung dan gerak saluran cerna.

Distribusi obat berhubungan dengan komposisi tubuh, ikatan protein-

plasma, dan aliran darah organ. Semua itu akan mengalami perubahan

denganbertambahnya usia, sehingga dosis antara pasien geriatri dan pasien

yang lebih muda akan berbeda. Pada geriatri, komposisi air dalam tubuh akan

berkurang sehingga menyebabkan penurunan volum distribusi obat yang larut

air. sehingga konsentrasi dalam plasma meningkat, contoh: digoksin. namun

pada usia lansia, terjadi peningkatan total lemak dalam tubuh, sehingga

meningkatkan Vd obat yang larut dalam lemak namun konsntrasi obat dalam

plasma menurun. pada geriatri, jumlah albumin plasma berkurang sehingga

mengakibatkan jumlah obat yang diikat olih albumin menurun dan

mengakibatkan obat tersebut berada dalam tubuh dalam keadaan terikat.

Ginjal berpengaruh besar pada eliminasi beberapa obat. Umumnya obat

diekskresi melalui filtrasi glomerolus yang sederhana dan kecepatan ekskresinya

berkaitan dengan kecepatan filtrasi glomerolus (oleh karena itu berhubungan

juga dengan bersihan kreatinin). Misalnya digoksin dan antibiotik golongan

aminoglikosida.

Page 23: Ba Hannya

Pada usia lanjut, fungsi ginjal berkurang, begitu juga dengan aliran darah

ke ginjal sehingga kecepatan filtrasi glomerolus berkurang sekitar 30 %

dibandingkan pada orang muda.

Fungsi Ginjal

Perubahan paling berarti pada geriatri ialah berkurangnya fungsi ginjal

dan menurunnya creatinine clearance, walaupun tidak terdapat penyakit ginjal

atau kadar kreatininnya normal. Hal ini menyebabkan ekskresi obat sering

berkurang, dengan akibat perpanjangan atau intensitas kerjanya. Obat yang

mempunyai waktu paruh panjang perlu diberi dalam dosis lebih kecil bila efek

sampingnya berbahaya.

Dalam setiap keadaan kita perlu memakai dosis lebih kecil bila

dijumpai penurunan fungsi ginjal, khususnya bila memberi obat

yang mempunyai batas keamanan yang sempit. Alopurinol dan

petidin, dua obat yang sering digunakan pada lansia

memproduksi metabolit aktif, sehingga kedua obat ini juga perlu

diberi dalam dosis lebih kecil pada lansia.

Fungsi Hati

Penurunan fungsi hati tidak sepenting penurunan fungsi ginjal.

Hal ini disebabkan karena hati memiliki kapasitas yang lebih

besar, sehingga penurunan fungsi hati tidak begitu berpengaruh.

Kejenuhan metabolisme oleh hati bisa terjadi bila diperlukan

bantuan hati untuk metabolisme dengan obat-obat tertentu.

First-pass effect dan pengikatan obat oleh protein (protein-

binding) berpengaruh penting secara farmakokinetik. Obat yang

diberikan oral diserap oleh usus dan sebagian terbesar akan

melalui Vena porta dan langsung masuk ke hati sebelum

memasuki sirkulasi umum. Hati akan melakukan metabolisme

obat yang disebut first-pass effect dan mekanisme ini dapat

mengurangi kadar plasma hingga 30% atau lebih. Kadar yang

kemudian ditemukan dalam plasma merupakan bioavailability

suatu produk yang dinyatakan dalam prosentase dari dosis yang

Page 24: Ba Hannya

ditelan. Obat yang diberi secara intra-vena tidak akan melalui hati

dahulu tapi langsung masuk dalam sirkulasi umum. Protein-

binding juga dapat menimbulkan efek samping serius. Obat yang

diikat banyak oleh protein dapat digeser oleh obat lain yang

berkompetisi untuk ikatan dengan protein seperti aspirin,

sehingga kadar aktif obat pertama meninggi sekali dalam darah

dan menimbulkan efek samping. Warfarin, misalnya, diikat oleh

protein (albumin) sebanyak 99% dan hanya 1% merupakan

bagian yang bebas dan aktif. Proses redistribusi menyebabkan

1% ini dipertahankan selama obat bekerja. Bila kemudian diberi

aspirin yang 80-90% diikat oleh protein, aspirin menggeser ikatan

warfarin kepada protein sehingga kadar warfarin-bebas naik

mendadak, yang akhirnya menimbulkan efek samping

perdarahan spontan. Aspirin sebagai antiplatelet juga akan

menambah intensitas perdarahan. Inipun bisa terjadi dengan

aspirin yang mempunyai waktu-paruh plasma hanya 15 menit.

Banyak obat geser-menggeser dalam proses protein-binding bila

beberapa obat diberi bersamaan. Sebagian besar mungkin tidak

berpengaruh secara klinis, tetapi untuk obat yang batas

keamanannya sempit dapat membahayakan penderita.

Anonim,2001,Obat untuk Kaum Lansia edisi kedua, ITB, Bandung

Anonim, 2008, geriatri, http://www. rskariadi.com, diakses pada tanggal 25

Februari 2009

Anonim,2008, Terapi pada Usia Lanjut, http//: pojokapoteker.blogspot.com,

diakses tanggal 19 Maret 2009

Prest,M.,2003,Penggunaan Obat pada Lanjut Usia dalam

Aslam,M;Tan,C.K&Prayitno,A., Farmasi Klinis;Menuju Pengobatan yang

Rasional dan Penghargaan Pilihan Pasien, 203-204, Gramedia, Jakarta