documentb

24
Definisi Hipertensi heart disease (HHD) adalah istilah yang diterapkan untuk menyebutkan penyakit  jantung secara keseluruhan, mulai dari left ventricle hyperthrop hy (LVH), aritmia jantung, penyakit jantung koroner, dan penyakit jantung kronis, yang disebabkan kerana peningkatan tekanan darah, baik secara langsung maupun tidak langsung. Pathofisiologi Peningkatan tekanan darah secara sistemik meningkatkan resistensi terhadap pemompaan darah dari ventrikel kiri, sehingga beban jantung bertambah. Sebagai akibatnya terjadi hipertrofi ventrikel kiri untuk meningkat kan kontraksi. Hipertrofi ini ditandai dengan ketebalan dinding yang bertambah, fungsi ruang yang memburuk, dan dilatasi ruang jantung. Akan tetapi kemampuan ventrikel untuk mempertahankan curah jantung dengan hipertrofi kompensasi akhirnya terlampaui dan terjadi dilatasi dan payah jantung. Jantung semakin terancam seiring parahnya aterosklerosis koroner. Angina pectoris juga dapat terjadi kerana gabungan penyakit arterial koroner yang cepat dan kebutuhan oksigen miokard yang bertambah akibat penambahan massa miokard. Gambaran radiologis Keadaan awal batas kiri bawah jantung menjadi bulat kerana hipertrofi konsentrik ventrikel kiri. Pada keadaan lanjut, apekss jantung membesar ke kiri dan bawah. Aortic knob membesar dan menonjol disertai kalsifikasi. Aorta ascenden dan descenden melebar dan berkelok ( pemanjangan aorta/elongasio aorta). Referensi Chobanian AV, Bakris GL, Black HR, et al. The Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection and Treatment of High Blood Pressure: the JNC 7 report. JAMA. May 212003; 289(19):2560-72 Kurt, Eugene, et al. Harrison’s: Principles of Internal Medicine. Singapore: McGraw Hill.2000  Price, Sylvia A.Wilson, Lorraine M. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Jakarta:ECG, 2005 1 Latar Belakang Penyakit jantung koroner adalah suatu penyakit j antung yang disebabkan karena kelainan pembuluh darah koroner. Salah satu penyebab utamanya adalah aterosklerosis koroner yaitu proses penimbunan lemak dan j aringan fibrin, gangguan fungsi dan struktur pembuluh darah yang mengakibatkan berkurangnya aliran darah ke miokard. Faktor risiko yang mempengaruhi terjadinya aterosklerosis adalah kolesterol darah yang meninggi,diet, hipertensi, merokok, diabetes melitus, obesitas, jeniskelamin, umur, kurang latihan dan keturunan.1 Di seluruh dunia, jumlah penderita penyakit ini terus bertambah. Ketiga kategori penyakit ini tidak lepas dari gaya hidup yang kurang sehat, yang banyak dilakukan seiring dengan berubahnya pola hidup. Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) dan Organisasi Federasi Jantung Sedunia (World Heart Federation) memprediksi penyakit  jantung akan men jadi penyebab uta ma kematian di negara-negara Asia pada tahun 2010. Saat ini, sedikitnya 78% kematian global akibat penyakit jantung terjadi pada kalangan masyarakat miskin dan menengah. Berdasarkan kondisi itu, dalam keadaan ekonomi terpuruk maka upaya pencegahan merupaka n hal terpenting untuk

Upload: kia-agusputra

Post on 12-Oct-2015

9 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Jantung 2

TRANSCRIPT

DefinisiHipertensi heart disease (HHD) adalah istilah yang diterapkan untuk menyebutkan penyakit jantung secara keseluruhan, mulai dari left ventricle hyperthrophy (LVH), aritmia jantung, penyakit jantung koroner, dan penyakit jantung kronis, yang disebabkan kerana peningkatan tekanan darah, baik secara langsung maupun tidak langsung.

PathofisiologiPeningkatan tekanan darah secara sistemik meningkatkan resistensi terhadap pemompaan darah dari ventrikel kiri, sehingga beban jantung bertambah. Sebagai akibatnya terjadi hipertrofi ventrikel kiri untuk meningkatkan kontraksi. Hipertrofi ini ditandai dengan ketebalan dinding yang bertambah, fungsi ruang yang memburuk, dan dilatasi ruang jantung. Akan tetapi kemampuan ventrikel untuk mempertahankan curah jantung dengan hipertrofi kompensasi akhirnya terlampaui dan terjadi dilatasi dan payah jantung. Jantung semakin terancam seiring parahnya aterosklerosis koroner. Angina pectoris juga dapat terjadi kerana gabungan penyakit arterial koroner yang cepat dan kebutuhan oksigen miokard yang bertambah akibat penambahan massa miokard.Gambaran radiologisKeadaan awal batas kiri bawah jantung menjadi bulat kerana hipertrofi konsentrik ventrikel kiri. Pada keadaan lanjut, apekss jantung membesar ke kiri dan bawah. Aortic knob membesar dan menonjol disertai kalsifikasi. Aorta ascenden dan descenden melebar dan berkelok ( pemanjangan aorta/elongasio aorta).

ReferensiChobanian AV, Bakris GL, Black HR, et al. The Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection and Treatment of High Blood Pressure: the JNC 7 report. JAMA. May 212003; 289(19):2560-72Kurt, Eugene, et al. Harrisons: Principles of Internal Medicine. Singapore: McGraw Hill.2000Price, Sylvia A.Wilson, Lorraine M. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Jakarta:ECG, 20051 Latar Belakang

Penyakit jantung koroner adalah suatu penyakit jantung yang disebabkan karena kelainan pembuluh darah koroner. Salah satu penyebab utamanya adalah aterosklerosis koroner yaitu proses penimbunan lemak dan jaringan fibrin, gangguan fungsi dan struktur pembuluh darah yang mengakibatkan berkurangnya aliran darah ke miokard. Faktor risiko yang mempengaruhi terjadinya aterosklerosis adalah kolesterol darah yang meninggi,diet, hipertensi, merokok, diabetes melitus, obesitas, jeniskelamin, umur, kurang latihan dan keturunan.1Di seluruh dunia, jumlah penderita penyakit ini terus bertambah. Ketiga kategori penyakit ini tidak lepas dari gaya hidup yang kurang sehat, yang banyak dilakukan seiring dengan berubahnya pola hidup. Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) dan Organisasi Federasi Jantung Sedunia (World Heart Federation) memprediksi penyakit jantung akan menjadi penyebab utama kematian di negara-negara Asia pada tahun 2010. Saat ini, sedikitnya 78% kematian global akibat penyakit jantung terjadi pada kalangan masyarakat miskin dan menengah. Berdasarkan kondisi itu, dalam keadaan ekonomi terpuruk maka upaya pencegahan merupakan hal terpenting untuk menurunkan penyakit kardiovaskuler pada 2010.2Di negara berkembang dari tahun 1990 sampai 2020, angka kematian akibat penyakit jantung koroner akan meningkat 137 % pada laki-laki dan 120% pada wanita, sedangkan di negara maju peningkatannya lebih rendah yaitu 48% pada laki-laki dan 29% pada wanita. Di tahun 2020 diperkirakan penyakit kardiovaskuler menjadi penyebab kematian 25 orang setiap tahunnya. Oleh karena itu, penyakit jantung koroner menjadi penyebab kematian dan kecacatan nomer satu di dunia.2Indonesia saat ini menghadapi masalah kesehatan yang kompleks dan beragam. Tentu saja mulai dari infeksi klasik dan modern, penyakit degeneratif serta penyakit psikososial yang menjadikan Indonesia saat ini yang menghadapi threeple burden diseases. Namun tetap saja penyebab angka kematian terbesar adalah akibat penyakit jantung koroner the silence killer. Tingginya angka kematian di Indonesia akibat penyakit jantung koroner (PJK) mencapai 26%. Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga Nasional (SKRTN), dalam 10 tahun terakhir angka tersebut cenderung mengalami peningkatan. Pada tahun 1991, angka kematian akibat PJK adalah 16 %. Kemudian di tahun 2001 angka tersebut melonjak menjadi 26,4 %. Angka kematian akibat PJK diperkirakan mencapai 53,5 per 100.000 penduduk Indonesia.2

BAB IIISI

II.1 DefinisiPenyakit Jantung Koroner (PJK) atau disebut juga Ischemic Heart Disease (IHD) adalah penyakit jantung yang disebabkan karena kelainan pembuluh darah koroner. Salah satu penyebab utamanya adalah aterosklerosis koroner.3

II.2 EtiologiPenyebab jantung koroner adalah karena penumpukan zat lemak secara berlebihan di lapisan dinding nadi pembuluh koroner, yang dipengaruhi oleh pola makan yang kurang sehat. Kecanduan rokok, hipertensi, kolesterol tinggi juga dapat menjadi penyebab penyakit jantung koroner.4Salah satu penyebab utamanya adalah aterosklerosis koroner yaitu proses penimbunan lemak dan jaringan fibrin, gangguan fungsi dan struktur pembuluh darah yang mengakibatkan berkurangnya aliran darah ke miokard.Aterosklerosis adalah penyakit arteri yang berkembang secara perlahan, dengan penebalan tunika intima yang terjadi akibat disfungsi endotel, inflamasi vaskular, terbentuknya lipid kolesterol, kalsium, dan debris seluler pada dinding pembuluh darah. Pembentukan ini akan menghasilkan plak, remodelling pembuluh darah, obstruksi lumen pembuluh darah akut dan kronik, abnormalitas aliran darah dan menurunnya suplai oksigen ke organ target.34Adanya aterosklerosis koroner dimana terjadi kelainan pada intima bermula berupa bercak fibrosa (fibrous plaque) dan selanjutnya terjadi ulserasi, pendarahan, kalsifikasi dan trombosis. Perjalanan dalam kejadian aterosklerosis tidak hanya disebabkan oleh faktor tunggal, akan tetapi diberati juga banyak faktor lain seperti : hipertensi, kadar lipid, rokok, kadar gula darah yang abnormal.4

II.3 Faktor Resiko 5Faktor risiko penyakit jantung koroner ada yang membaginya dalam faktor risiko primer (independen) dan sekunder (Kasiman, 1997; Krismi, 2002), yaitu:1. Faktor risiko primer; faktor ini dapat menyebabkan gangguan arteri berupa aterosklerosis tanpa harus dibantu oleh faktor lain (independen), termasuk faktor risiko primer, yaitu hiperlidemi, merokok, dan hipertensi.2. Faktor risiko sekunder; Faktor ini baru dapat menimbulkan kelainan arteri bila ditemukan faktor lain secara bersamaan, termasuk factor risiko sekunder, yaitu diabetes melitus (DM), obesitas, stres, kurang olah raga, alkohol, dan riwayat keluarga.Dalam penelitiannya, Tjokroprawiro (2001) menyebutkan ada 34 faktor risiko yang bertanggung jawab terhadap kualitas sel endotel dan pembuluh darah, yang selanjutnya juga bertanggung jawab terhadap kualitas hidup manusia itu sendiri. Ke-34 faktor risiko tersebut adalah :Tab. 1. Faktor resiko Penyakit Jantung Koroner1. Genetik2. Insulin resistensi3. Intoleransi glukosa4. Asam urat5. Lipid6. Obesitas7. Merokok8. Hipertensi9. Inaktivitas fisik10. Agregasi platelet11. Stres12. Jenis kelamin13. Usia14. Fibrinogen15. Faktor pembekuan darah VIIIc, VII, Va, Xa,XIIIa16. Radikal bebas17. Penyalahgunaan alkohol18. Ras19. Inhibitor dan promotor20. Hipertrofi ventrikel kiri21. PAF22. Androgen23. Interleukin24. Katekolamin25. Kortisol26. Hormon pertumbuhan27. Estrogen28. Leptin29. TNF-30. Homosistein31. Cu32. Fe33. Inflamasi34. TGF-

II.4 PATOGENESIS ATEROSKLEROSIS 6Menurut kelompok studi WHO (1958), aterosiderosis adalah suatu kombinasi perubahan tunika intima pembuluh darah arteri yang bervariasi, yang terdiri dari penimbunan setempat lemak, kompleks karbohidrat, darah dan produk darah, jaringan fibrosa, penimbunan kalsium bersama-sama dengan perubahan tunika media. Seperti diketahui struktur normal dinding arteri terdiri dari tunika intima, tunika media dan tunika adventisia. Pada proses aterosklerosis prinsipnya yang terlibat adalah tunika intima walaupun perubahan sekunder dapat juga dijumpai pads tunika media. Tiga tipe lesi aterosklerosis klasik yang dapat dijumpai adalah garis lemak, plak fibrosa dan lesi kompleks. Garis lemak ditandai oleh penimbunan lemak setempat, sejumlah kecil sel otot polos intima dan tidak menyebabkan obstruksi ataupun gejala. Garis lemak ini bersifat reversibel dan dapat menjadi plak fibrosa. Plak fibrosa adalah lesi yang karakteristik, nampak keputihan dan menonjol ke dalam lumen arteri. Plak fibrosa dapat berkembang menjadi lesi kompleks yaitu plak fibrosa yang berubah karena adanya perdarahan, fibrosis dan kalsifikasi, ulserasi ataupun trombosis. Sifat khan lesi ini adalah kalsifikasi dan sering dihubungkan dengan kejadian oklusiAterosklerosis merupakan spektrum dari reaksi arteri akibat beberapa faktor yang mempengaruhi dinding pembuluh darah dan menyebabkan kelainan melalui mekanisme yang berbeda pada subyek yang berbeda bahkan tempat yang berbeda pada subyek yang sama.

Teori dan mekanisme terbentuknya aterosklerosis :1. Mekanisme Infiltrasi LipidTeori ini menerangkan bahwa plasma protein termasuk LDL dan VLDL secara kontinu masuk ke dalam pembuluh darah melalui endotel. LDL yang berlebihan akan tertimbun di dalam dinding arteri. Produk dari metabolisme lipoprotein ini terutama kolesterol bebas; kolesterol bebas dan kolesterol ester akan menyebabkan reaksi fibrokalsifikasi.2.Permeabilitas Tunika Intima dan Kerusakan Sel EndotelPerubahan permeabilitas tunika intima terhadap lipoprotein dan kerusakan sel endotel merupakan faktor penting terbentuknya aterosklerosis. Dari percobaan diketahui bahwa kerusakan endotel dapat disebabkan oleh panas, dingin, mekanik (kateter) yang mempercepat proses aterosklerosis pads keadaan hiperkolesterolemi. Kerusakan endotel ataupun perubahan permeabilitas juga dapat terjadi akibat aglutinasi platelet yang melepaskan vasoaktif amin, dari area yang mengalami stres hemodinamik, hipertensi dan kompleks antigen-antibodi.3.Mekanisme TrombogenikPerkembangan lebih lan jut proses aterosklerostik dapat menyebabkan oklusi total yang erat hubungannya dengan ruptur plak, agregasi platelet, terbentuknya trombus serta vasospasme koroner. Ruptur plak akan menyebabkan pelepasan ATP dan ADP dari sel-sel yang rusak. ATP dan ADP mengaktifkan platelet sehingga terjadi adesi. Platelet kemudian melepaskan tromboksan A2 dan terutama ADP yang mengaktifkan platelet di sekitarnya untuk beragregasi dan membentuk gumpalan trombus.4. Mekanisme HemodinamikMekanisme ini menerangkan hubungan lokalisasi dan pembentukan aterosklerosis. Plak ateroma terutama sering didapatkan di daerah percabangan pembuluh darah. Pada pembuluh darah koroner, ateroma lebih jelas pads bagian proksimal dari tiga cabang utama epikardial arteri koronaria yang jelas bergerak pads setiap denyut jantung. Arteri penderita hipertensi menunjukkan peningkatan permeabilitas terhadap molekul lipoprotein. Faktor mekanis ini dapat mempengaruhi perubahan tunika intima dan merangsang pembentukan mikro trombi5. Perdarahan KapilerTeori Wintemitz (1938) menerangkan bahwa lipid pads lesi aterosklerotik berasal dari perdarahan berulang pads plak akibat ruptur kapiler lumen pembuluh darah maupun vasa vasorum. Walaupun mekanisme ini tidak ada hubungannya dengan permulaan pembentukan lipid akan tetapi mekanisme ini dapat menambah penimbunan lipid dan fibrosis pads plak yang sudah terbentuk. Paterson menjelaskan bahwa frekuensi dan adanya perdarahan kapiler dalam plak merupakan mekanisme untuk terjadinya obstruksi akut arteri koroner.6. Migrasi Lipofag (Makrofag)Teori ini diperkuat oleh Leary; penimbunan kolesterol pada arteri adalah akibat lipofag yang beredar dalam darah melakukan penetrasi pads tunika intima. Sel ini diduga melakukan penetrasi ke dalam endotelium atau melekat pads permukaan sehingga menutupi endotelium

II. 5 PATOFISIOLOGI PENYAKIT JANTUNG KORONER 6Fase penyakit jantung koroner dapat diketahui berdasarkan hubungan antara gejala klinis dengan patologi endotelium yangdapat dilihat secara angioskopi. Pada permulaan penyakit akan tampak lapisan lemak pads permukaan pembuluh darah. Bila lesi melebar akan menyebabkan obstruksi parsial oleh plak yang permukaannya licin. Bila plakbertambah besar aliran koroner akan berkurang dan menyebabkan angina stabil. Beberapa plak akan mengalami ulserasi dan menyebabkan kumpulan platelet pada tempat tersebut. Kumpulan platelet tersebut akan mengakibatkan lepasnya vasokonstriktor koroner secara periodik dari aliran darah dan menyebabkan angina yang laju (accelerated angina) yaitu bentuk peralihan dari angina stabil ke angina tak stabil. Bila emboli yang lepas cukup besar akan menyebabkan kematian yang mendadak.Kumpulan platelet yang menempel dapat membentuk trombus kecil. Bila trombus cukup besar dan menyebabkan obstruksi total akan menjadi infark miokard. Setelah terjadi infark, trombus akan lisis oleh proses endogen. Ulserasi endotelium menyembuh dalam beberapa minggu. Proses penyembuhan kadang-kadang tidak seluruhnya sempurna, seringkali trombus yang tersisa membentuk sumbatan dalam pembuluh darah sehingga timbul kembali angina stabil. Plak tersebut dapat ruptur kembali, dan seterusnyaJadi mekanisme pencetus yang mengubah status seorang penderita dengan gejala klinis stabil menjadi gawat seperti infark miokard akut sangat berhubungan erat dengan patogenesis ate rosklerosis, agregasi platelet,trombosis intra koroner serta vasospasme koroner. Maka bagi penderita penyakit koroner dengan aliran darah koroner terganggu, penanganan utamanya adalah revaskularisasi dan reperfusi, baik secara mekanik maupun medikamentosa.

II.6 GEJALA 71. Nyeri dada (angina). Anda mungkin merasa tekanan atau sesak di dada, seolaholah seseorang sedang berdiri di dada Anda. Rasa sakit, yang disebut sebagai angina, biasanya dipicu oleh tekanan fisik atau emosional. Hal itu biasanya hilang dalam beberapa menit setelah menghentikan aktivitas yang menyebabkan tekanan. Pada beberapa orang, terutama perempuan, nyeri ini mungkin sekilas atau tajam dan terasa di perut, punggung, atau lengan.2. Sesak napas. Jika jantung tidak dapat memompa cukup darah untuk memenuhi kebutuhan tubuh Anda, Anda dapat mengalami sesak napas atau kelelahan ekstrem tanpa tenaga .3. Serangan jantung. Jika arteri koroner menjadi benar-benar diblokir, Anda mungkin mengalami serangan jantung. Gejala klasik serangan jantung termasuk tekanan yang menyesakkan dada dan sakit pada bahu atau lengan, kadang-kadang dengan sesak napas dan berkeringat. Wanita mungkin kurang mengalami tanda-tanda khas serangan jantung dibanding laki-laki, termasuk mual dan sakit punggung atau rahang. Kadang-kadang serangan jantung terjadi tanpa ada tanda-tanda atau gejala yang jelas.II.7 Kriteria Diagnosa 8Diagnosis IMA dengan elevasi ST ditegakkan berdasarkan anamnesis nyeri dada yang khas dan gambaran EKG adanya elevasi ST> 2 mm, minimal pada 2 sadapan prekordial yang berdampingan atau>1mm pada sadapan ekstremitas. Pemeriksaan enzim jantung, terutama troponin T yang meningkat memperkuat diagnosis.Nyeri DadaNyeri dada (angina) merupakan gejala kardinal pasien IMA. Sifat nyeri dada angina sebagai berikut:o Lokasi: substernal, retrosternal, dan prekordialo Sifat nyeri: rasa sakit, seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda berat seperti:ditusuk, diperas, atau dipelintiro Penjalaran:biasanya ke lengan kiri, dapat juga ke leher, rahang bawah, gigi, punggung / interskapula, perut dan dapat juga ke lengan kanan.o Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat atau obat nitrat.o Faktor pencetus:latihan fisik, stress emosi, udara dingin, sesudah makan.o Gejala yang menyertai:mual, muntah, sulit bernapas, keringat dingin, cemas, dan lemas.Diagnosis banding8Perikarditis akut, emboli paru, diseksi aorta akut, kostokondritis dan gangguan GI. STEMI tanpa nyeri lebih sering pada DM dan usia lanjut.

Pemeriksaan Fisik8Sebagian besar pasien cemas dan tidak bisa istirahat (gelisah). Seringkali ekstremitas pucat dengan keringat dingin. Kombinasi nyeri dada substernal >30 menit dan banyak keringat dicurigai kuat. Tanda fisis lain adalah penurunan intensitas bunyi jantung pertama dan murmur midsistolik yang bersifat sementara. Peningkatan suhu sampai 38C dapat dijumpai dalam minggu pertama pasca STEMI.Pemeriksaan EKG 8Sebagian besar pasien dengan presentasi awal elevasi segmen ST mengalami evolusi menjadi gelombang Q pada EKG yang akhirnya didiagnosis infark miokard gelombang Q.Reaksi non spesifik terhadap injuri miokard adalah leukositosis polimorfonuklear yang dapat terjadi dalam beberapa jam setelah onset nyeri dan menetap selama 3-7 hari. Leukosit dapat mencapai 12000-15000/ul.II.8 Penatalaksanaan 9 Tindakan umum : pasien perlu perawatan di rumah sakit, diistirahatkan (bed rest), diberi penenang dan oksigen. Pemberian morfin atau petidin perlu pada pasien yang masih merasakan sakit dada walaupun sudah mendapat nitrogliserin. Terapi farmakologi :Obat anti iskemia menyebabkan vasodilatasi pembuluh vena dan arteriol perifer, a. nitrat dengan efek mengurangi preload dan afterload sehingga dapat mengurangi wall stress dan kebutuhan oksigen. Nitrat juga menambah suplai oksigen dengan vasodilatasi pembuluh koroner dan memperbaiki aliran darah kolateral. Pembuluh darah kolateral memberikan rute alternatif perfusi miokard bila arteri koroner epikard mayor mengalami stenosis atau oklusi. Saluran ini dorman dalam keadaan normal namun dalam beberapa jam kolateral yang ada mengalami dilatasi dan mengembangkan karakteristik pembuluh darah matur. menurunkan kebutuhan oksigen miokatdium melalui b. beta blocker efek penurunan denyut jantung dan daya kontraksi miokardium. Contoh : propanolol, metoprolol, atenolol. Vasodilatasi koroner dan menurunkan tekanan c. antagonis kalsium daraho Obat antiagregasi trombositMengurangi kematian jantung dan mengurangi infark fatal a. aspirin maupun nonfatal pada pasien dengan angina tidak stabil. Merupakan obat lini kedua jika pasien tidak tahan b. tiklopidin aspirin, efek sama. menghambat agregasi platelet, mengurangi stroke, c. Klopidogrel infark, dan kematian kardiovaskular. Ikatan fibrinogen dengan d. glikoprotein Iib/IIIa inhibitor reseptor GP IIb/IIIa pada platelet ialah ikatan terakhir pada proses agregasi platelet. Karena GP IIb/IIIa inhibitor menduduki reseptor tadi maka ikatan platelet dengan fibrinogen dapat dihalangi dan agregasi platelet tidak terjadi.o Obat antitrombinBersifat antikoagulan a. Unfractionated heparin antikoagulan, dibuat melalui b. Low molecular weight Heparin (LMWH) depolarisasi rantai polisakarida heparin.o Direct thrombin inhibitors : bekerja langsung mencegah pembentukan pembekuan darahTindakan revaskularisasi pembuluh koroner :Tindakan operasi bypass (CABG), angioplasti dan pemasangan stent (Percutaneous Coronary Revascularization), coronary brachytherapy, dan laser revascularization.II.9 PrognosisPenyakit jantung koroner masih merupakan pembunuh utama di banyak negara tidak hanya negara industri maju, seperti Amerika dan negara Eropa hal ini pun berlaku di negara kita. Setelah terdiagnosa sebagai penderita pjk oleh dokter, baik yang hanya memerluka pengobatan, yang sudah dibalon maupun yang sudah menjalani bedah pintas koroner. Pasien masih memiliki kesempatan hidup tanpa kekawatiran yang berlebihan dan yang terpenting penyakinya tidak memburuk. Termasuk disini, pasien dapat bekerja kembali, berolahraga, dan boleh menikmati makanan kesukaannya. Pengendalian Faktor Resiko Penyakit jantung koroner sangat berhubungan dengan faktor resiko tersebut dapat memperbaiki kualitas hidup dan memperkecil resiko kambuh atau memberatnya penyakit.II.10 Komplikasi STEMI 10Disfungsi ventricular, aritmia pasca STEMI, gangguan hemodinamik, ekstrasistol ventrikel, edema paru, takikardi dan fibrilasi atrium dan ventrikel, syok kardiogenik, bradikardi dan blok, infark ventrikel kanan.II.11 PencegahanSama halnya dengan penyakit-penyakit lain, PJK juga berlaku prinsip mencegah lebih baik dari pada mengobati. Dalam hubungan ini dikenal dengan ada nya pencegahan hubungan primer dan sekunder. Yang pertama bermaksud menjaga seseoran jangan sampai terkena PJK, dan kedua mengusahakan agar penyakitnya tidak menjadi lebih parah, bahkan bila mungkin menyenbuhkannya sampai mendekati keadaan normal.Pada penyakit jantung koroner dikenal adanya pencegahan primer dan sekunder.a. Pencegahan PrimerSepertiga dari mereka mengalami serngan jantung atau myocardial infarction (MI) akan meninggal dalam waktu 24 jam dan mereka yg hidup akan mengalami akibat yang serius, termasuk kegagalan jantung, angina, aritmia, dan meningkatnya resiko untuk mati mendadak (AHA, 1998). Pertiga dari kejadian kardiovaskuler baru terjadi pada orang-orang dibawah umur 65 tahun (AHA 1999). Karena itu kita perlu serius upaya melakukan pencegahan primer. Pencegahan primer dilakukan untuk mencegah PJK baru. Bila pencegahan ditunda sampai terbentuknya plak diarteri koroner ketingkat lanjut individu dan masyarakat akan menderita beban berat biaya PJK. Pendekatan yang esensial dari pencegahan prier adalah mengurangi faktor resiko PJK.

Strategi pencegahan primerDua pendekatan yang komplementer terhadap pencegahan primer yaitu strategi populasi dan strategi klinis.a. Strategi PopulasiBertujuan untuk menggalakan pola hidup yang benar bagi individu dan masyarakat untuk menekan terjadinya penyakit kardiovaskuler dengan cara menyebarluaskan keterangan mengenai segala masalah kesehatan jantung seperti menghentikan rokok, meningkatkan aktivitas fisik, diit mengurangi mengurangi makanan berlemak dll.b. Strategi KlinisStrategi klinis diperlukan untuk mengidentifikasi individu yang memiliki resiko tinggi dimana modifikasi faktor resiko sudah diperlukan sangat mendesak. Hal ini dapat diperluas dengan mengidentifikasi warga individu yang terkena yang memiliki resiko tertinggi.Pencegahan primer klinis juda dapt dikateorikan menjadi jangka pendek dan jangka panjang.o Pencegahan Jangka PendekBertujuan mengurangi resiko PJK baru, serangan jantung dan stroke yang tejadi pada masa dekat (dibawah 10 tahun). Ini ditujukan kepada mereka yang telah memilki kemungkinan pengapuran yang telah lanjut dan memilik resiko PJK yang tinggi. Mereka ini memerlukan intervensi yang lebih intensif. Perubahan pola hidup tetap merupakan komponen yang penting dari prnurunan resiko jangka pendek. Tetapi lebih banyak orang akan memerlukan tambahan terapi obat-obatan untuk mengurangi resiko dibanding pencegahan jangka.o Pencegahan Jangka PanjangBermaksud mengurangi PJK selama hidup dengan jalan mencegah tebentuknya dan berkembangnya aterosclerosis dan sebab dasar dari PJK. Ini ditukan kepada mereka yang tidak langsung aman terkena masalah jantung yan berat dan memiliki kemungkinan timbulnya PJK. Pencegahan seumur hidup memprioritaskan perubahan pola hidup yang menjadi penyebab utama faktor resiko, seperti kegemukan, kurang aktifitas, dan pola makan. Intensitas terapi kategori ini tergantung pada penilaian resiko.

b. Pencegahan SekunderPencegahan sekunder adalah tindakan yang dilakukan untuk mengurangi faktor resiko bagi mereka yang nyata-nyata mengidap PJK, ada plak pada arteri, atau telah mengalami serangan jantung atau stoke. Program rehabilitasi adalah satu contoh dari pencegahan sekunder. Pasien dilatih olah raga dan diberi penyuluhan yang diperlukan, disamping pemeriksaan profil lemak dll.

BAB IIIPENUTUP

III.1 KesimpulanPenyakit Jantung Koroner (PJK) atau disebut juga Ischemic Heart Disease (IHD) adalah penyakit jantung yang disebabkan karena kelainan pembuluh darah koroner. Salah satu penyebab utamanya adalah aterosklerosis koroner. Aterosklerosis adalah penyakit arteri yang berkembang secara perlahan, dengan penebalan tunika intima yang terjadi akibat disfungsi endotel, inflamasi vaskular, terbentuknya lipid kolesterol, kalsium, dan debris seluler pada dinding pembuluh darah. Pembentukan ini akan menghasilkan plak, remodelling pembuluh darah, obstruksi lumen pembuluh darah akut dan kronik, abnormalitas aliran darah dan menurunnya suplai oksigen ke organ target.Mengenal Faktor resiko PJK sangat penting dalam usaha pencegahan PJK merupakan salah satu usaha yang cukup besar peranannya dalam penanganan PJK untuk menurunkan resiko dan kematian akibat PJK yaitu dengan cara mengendalikan faktor resiko PJK. Faktor resiko Utama PJK adalah : Hipertensi, hiperkolesterolemi, dan merokok dimana merupakan faktor yang dapat dikontrol dan bersifat reversibel. Faktor resiko lainnya adalah : umur, ras, jenis kelamin, keturunan (bersifat Irreversibel), geografis, diet, obesitag, diabetes, exercise, perilaku dan kebiasaan hidup lainnya, stress, perubahan sosial dan perubahan masa (bersifat Reversibel) Dengan mengatur, berhenti merokok dan perubahan hipertensi yang efektif, dapat menurunkan resiko dan kematian akibat PJK.

DAFTAR PUSTAKA

1. Slibernagl, S dan Lang, F. Teks dan Atlas Berwarna Patofisiologi. Jakarta: EGC. 2000. h.236-2392. www.jevuska.com/topic/epidemiologi+dan+pencegahannya.html.cited:19Mei 2010.3. Boudi, F.B. Atherosclerosis. dikutip dari www.emedicine.com. ( cited:18 Mei 2010).4. Slibernagl, S dan Lang, F. Teks dan Atlas Berwarna Patofisiologi. Jakarta: EGC. 2000. h.236-239.5. http://www.smallcrab.com/jantung/540-sekilas-mengenal-gagal-jantung(cited:18 Mei 2010).6. Coopers K.H. : controlling Cholesterol, Bantam Books, New York .19887. Cruikhshank J.M & Prichard B.N.C : Hypertension, Beta Blockers in Clinical practice, Churchill Livingstone, New York 19878. Rahman, AM. Angina Pektoris Stabil dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 4 jilid III. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006. h. 1626-16289. Alwi, Idrus. Tatalaksana Infark Miokard Akut dengan Elevasi ST dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 4 jilid III. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006. h. 1630-1640.10. Trisnohadi, Hanafi B. Angina Pektoris Tak Stabil dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 4 jilid III. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006. h. 1621-1623)PENDAHULUANI.1 LATAR BELAKANGJantung dilengkapi dengan suatu sistem khusus (1) untuk membangkitkan impuls-impuls ritmis yang menyebabkan timbulnya kontraksi ritmis otot jantung, dan (2) untuk mengkonduksikan impuls ini dengan cepat ke seluruh jantung. Bila sistem konduksi berfungsi normal, atrium akan berkontraksi kira-kira seperenam detik lebih awal dari kontrkasi ventrikel, sehingga memungkinkan pengisian tambahan pada ventrikel sebelum ventrikel memompa darah ke sirkulasi paru-paru dan perifer. Makna penting lain dari sistem tersebut adalah bahwa sistem ini memungkinkan semua bagian ventrikel berkontraksi hampir secara bersamaan, dimana hal ini penting untuk menimbulkan tekanan efektif dalam ruang ventrikel. Namun sistem ritmis dan konduksi dalam jantung ini sangat rentan terhadap kerusakan akibat penyakit jantung, terutama akibat iskemia jaringan jantung karena kurangnya aliran darah koroner. Akibatnya sering berupa irama jantung yang sangat ganjil, atau serentetan kontraksi yang abnormal dari ruang-ruang jantung, dan efektivitas daya pompa jantung sering sangat terpengaruh, bahkan dapat menyebabkan kematian.2Impuls listrik dimulai di sebuah daerah yang disebut sinus node, yang terletak di bagian atas atrium kanan. Ketika sinus node kebakaran, dorongan dari aktivitas listrik menyebar melalui atrium kiri dan kanan, menyebabkan berkontraksi, memaksa darah ke ventrikel. Kemudian perjalanan impuls listrik secara tertib ke daerah lain yang disebut atrioventrikular (AV) node dan jaringan HIS-Purkinje. Nodus AV adalah jembatan listrik yang memungkinkan dorongan untuk pergi dari atrium ke ventrikel. HIS-jaringan Purkinje membawa dorongan seluruh ventrikel. Impuls kemudian bergerak melalui dinding ventrikel, menyebabkan mereka kontrak. Hal ini akan memaksa darah keluar dari jantung ke paru-paru dan tubuh. Kosong vena paru-paru darah yang mengandung oksigen dari paru-paru ke atrium kiri. Jantung normal berdetak dalam irama yang konstan - sekitar 60 sampai 100 kali per menit saat istirahat. 2Atrial fibrilasi ( AF ) merupakan aritmia yang paling sering dijumpai dalam praktek sehari-hari dan paling sering menjadi penyebab seorang harus menjalani perawatan di rumah sakit. Walaupun bukan merupakan keadaan yang mengancam jiwa secara langsung, tetapi AF berhubungan dengan peningkatan angka morbiditas dan mortalitas.1Secara klinis fibrilasi atrial praktis tidak dapat dideteksi. Fibrilasi atrium diketahui dari gambaran elektrokardiogram ( EKG ). Pemeriksaan EKG dapat dilakukan pada saat menjalani general check-up maupun pada saat sakit tertentu yang prosedur pemeriksaannya memerlukan pemeriksaan EKG. Pada setiap penderita fibrilasi atrial perlu diberitahukan tentang kondisi jantungnya sekaligus program pengobatan dan tujuan program tadi.2

Gambar 1. Sumber : http://www.nature.com. 2009I.2 TUJUAN1. Mengetahui definisi, etiologi, gejala klinis dan penatalaksanaan dari atrium fibrilasi2. Memahami aspek pencegahan terjadinya komplikasi dari atrium fibrilasi

BAB IITINJAUAN PUSTAKAII.1 DEFINISIAdanya irregularitas kompleks QRS dan gambaran gelombang f dengan frekuensi antara 350-650 permenit.3, 4, 5, 6, 7Fibrilasi atrium dapat timbul dari fokus ektopik ganda atau daerah reentri multiple. Aktivitas atrium sangat cepat, namun setiap rangsangan listrik itu hanya mampu mendepolarisasi sangat sedikit miokardium atrium, sehingga sebenarnya tidak ada kontraksi atrium secara menyeluruh. Karena tidak ada depolarisasi uniform, tidak terbentuk gambaran gelombang P, melainkan defleksi yang disebut gelombang f yang bentuk dan iramanya sangat tidak teratur. Hantaran melalui nodus AV berlangsung sangat acak dan sebagian tidak dapat melalui nodus AV sehingga irama QRS tidak teratur. 5, 6

II.2 PREVALENSIPrevalensi AF semakin meningkat bersamaan dengan peningkatan populasi usia lanjut dan insiden penyakit kardiovaskular. Saat ini AF mengenai 2,2 juta individu di Amerika Serikat, setiap tahun ditemukan 160.000 kasus baru dan diperkirakan akan meningkat 2,5 kali pada tahun 2050. Jumlah tersebut dibawah angka sesungguhnya karena banyak kasus yang asimptomatik . Pada umur dibawah 50 tahun prevalensi AF kurang dari 1% dan meningkat lebih dari 9% pada usia 80 tahun. Lebih banyak dijumpai pada laki-laki dibandingkan wanita. 1Di Inggris lebih dari 46 ribu kasus baru didiagnosa setiap tahunnya. Terjadinya 5 kali peningkatan kejadian tromboemboli, gagal jantung, penurunan kualitas hidup , penurunan produktivitas kerja, hospitalisasi dan tingginya biaya perawatan kesehatan 2,4. Berkisar 36% dari seluruh penderita stroke usia 80-89 tahun disebabkan oleh AF . 9AF merupakan faktor resiko independen yang kuat terhadap kejadian stroke emboli. Kejadian stroke iskemik pada pasien AF non valvular ditemukan sebanyak 5% per tahun, 2-7 kali lebih banyak dibanding pasien tanpa AF. Pada studi Framingham resiko terjadinya stroke emboli 5,6 kali lebih banyak pada AF non valvular dan 17,6 kali lebih banyak pada AF valvular dibandingkan dengan kontrol. 1

II. 2. 1 Mortalitas dan morbiditasAF berhubungan dengan peningkatan morbiditas dan mortalitas. Penyakit tromboemboli pada AF berhubungan dengan faktor-faktor resikonya. Kerusakan pada fungsi elektromekanik atrium yang normal pada kasus AF menyebabkan kelainan darah yang dapat menyebabkan terbentuknya trombus biasanya terjadi di atrium kiri. Lepasnya trombus tersebut dapat menyebabkan fenomena emboli termasuk stroke. Salah satu tujuan penatalaksanaan AF dan flutter atrium adalah mempertimbangan resiko stroke dan terapi antikoagulan yang tepat pada pasien dengan resiko rendah, sedang dan tinggi. Tiap antikoagulan harus dipertimbangkan keuntungan dalam menurunkan resiko stroke dibandingkan dengan resiko terjadinya perdarahan serius. Banyak dokter yang setuju bahwa rasio antara keuntungan dan kerugian penggunaan warfarin pada pasien dengan resiko rendah AF adalah kurang baik. Terapi warfarin telah menunjukan keuntungan pada pasien-pasien dengan faktor resiko yang tinggi. Target INR ( International Normalized Ratio ) sebesar 2-3 pada penelitian Cohort itu digunakan sebagai ambang batas pada resiko perdarahan saat menyediakan perlidungan pada pembetukan trombus. Terapi yang cukup pada pasien dengan resiko AF sedang masih kontroversial. Pada populasi ini para peneliti harus mempertimbangkan faktor resiko tromboemboli dengan resiko terjadinya perdarahan juga dengan resiko terjatuh atau trauma. Walfarin merupakan terapi yang lebih dipilih atau kombinasi antara klopidogrel dana aspirin pada pencegahan terjadinya emboli pada pasien-pasien resiko tinggi. Golongan baru dari trombin inhibitor masih dalam penelitian keefektifan dan keamanannya seperti warfarin pada pasien dengan resiko tinggi AF non valvular. 9Beberapa faktor resiko telah dikembangkan untuk membantu para dokter dalam mengambil keputusan penggunaan antikoagulan pada kasus AF. Indeks CHADS2 (gagal jantung, diabetes, stroke atau S2 = TIA ) adalah yang paling sering digunakan. Indeks CHADS2 menggunakan sistem point untuk menentukan resiko tahunan kejadian tromboemboli. 2 point bila terdapat riwayat stroke atau TIA. 1 point untuk seseorang berusia > 75 atau mempunyai riwayat hipertensi, diabetes atau gagal jantung. Prediksi scoring system tersebut dilakuakn pada 1733 pasien dengan nonvalvular AF berusia antara 65-95 yang tidak diberikan warfarin dalam pengobatan di rumah sakit. Tidak hanya yang mendapatkan skor tinggi diyakini meningkatkan resiko stroke, juga berlaku pada beberapa pasien yang medapat skor lebih rendah 5-0. 9Tabel 1. Resiko stroke pada pasien AF non valvular yang tidak diterapi dengan antikoagulan. 9CHADS2 Score Adjusted Stroke Rate (%/y)0123456 1.92.84.05.98.512.518.2

Sumber : http://emedicine.medscape.com. 2009Rekomendasi penggunaan antikoagulan pada pasien AF nonvalvular berdasarkan ACC/AHA/ESC tahun 2006 tentang petunjuk managemen pasien dengan AF. 9Tabel 2. Rekomendasi terapi antitrombotik pada pasien AF nonvalvular. 9Risk Category Recommended TherapyNo risk factorsOne moderate risk factorAny high risk facor or more than 1 moderate risk factor Aspirin 81-325 mg dailyAspirin 81-325 mg daily or warfarin (INR 2-3)Warfarin (INR 2-3)

Sumber : http://emedicine.medscape.com. 2009Faktor resiko tinggi termasuk riwayat stroke, TIA, dan tromboemboli sistemik. Faktor resiko sedang termasuk didalamnya usia >75 tahun, hipertensi, gagal jantung, fungsi ventrikel kiri kurang dari 35 % dan DM. Faktor resiko lainnya itu adalah termasuk wanita, usia 65-74 tahun, penyakit arteri koronener dan tirotoksikosis. 9

II. 2. 2 USIAAF sangat tergantung pada usia, kejadiannya 4% pada individu usia > 70 tahun dan 8% pada usia > 80 tahun. Angka kejadian stroke iskemik pada pasien lanjut usia yang tidak diterapi dengan walfarin rata-rata 5% per tahun. 9

Tabel 3. Sumber : Buku Ajar IlmuPenyakit Dalam. Tahun 2006II.3 ETIOLOGIAF mempunyai hubungan yang bermakna dengan kelainan struktural akibat penyakit jantung. Diketahui bahwa sekitar 25% pasien AF juga menderita penyakit jantung koroner. Walaupun hanya 10% dari seluruh kejadian infark miokard akut yang mengalami AF, tetapi kejadian tersebut akan meningkatkan angka mortalitas sampai 40%. Pada pasien yang menjalani operasi pintas koroner, sepertiganya mengalami episode AF terutama pada tiga hari pasca operasi. Walaupun sering menghilang secara spontan, AF pasca operatif tersebut akan memperpanjang lama tinggal di rumah sakit. 1,4Sedangkan hubungan AF dengan penyakit kelainan katup sudah lama diketahui. Penyakit katup reumatik meningkatkan kemungkinan terjadinya AF dan mempunyai resiko empat kali lipat untuk terjadinya komplikasi tromboemboli. Pada pasien dengan disfungsi ventrikel kiri, kejadian AF ditemukan pada satu diantara lima pasien. AF juga dapat merupakan tampilan awal dari perikarditis akut dan jarang pada tumor jantung seperti miksoma atrial. Aritmia jantung lain seperti sindroma Wolff Parkinson White dapat berhubungan dengan AF. Hal yang menguntungkan adalah apabila dilakukan tindakan ablasi pada jalur aksesori ekstranodal yang menjadi penyebab pada sindroma ini, akan mengeliminasi AF pada 90% kasus. Aritmia lain yang berhubungan dengan AF misalnya takikardia atrial, AVNRT ( Atrio Ventricular Nodal Reentrant Tachycardia ) dan bradiaritmia seperti sick sinus syndrome dan gangguan fungsi sinus node lainnya. 1,4AF juga dapat timbut sehubungan dengan penyakit sistemik nonkardiak. Misalnya pada hipertensi sistemik nonkardiak pada hipertensi sistemik ditemukan 45% dan diabetes melitus 10% dari pasien AF. Demikian pula pada beberapa keadaan lain seperti penyakit paru obstruksif kronik dan emboli paru akut. Tetapi pada sekitar 3% pasien AF tidak dapat ditemukan penyebabnya, atau disebut dengan lone AF. Lone AF ini dikatakan tidak berhubungan dengan resiko tromboemboli yang tinggi pada kelompok usia muda, tetapi bila terjadi pada kelompok usia lanjut resiko ini tetap akan meningkat. 1,4Untuk mengetahui kondisi yang kemungkinan berhubungan dengan kejadian AF tersebut harus dicari kondisi yang berhubungan dengan kelainan jantung maupun kelainan diluar jantung. Kondisi-kondisi yang berhubungan dengan kejadian AF dibagi bersadarkan : 1,4II.3.1 Penyakit Jantung yang Berhubungan dengan AF : Penyakit Jantung Koroner Kardiomiopati Dilatasi Kardiomiopati Hipertrofik Penyakit Katup Jantung : reumatik maupun non-reumatik Aritmia jantung : takikardia atrial, fluter atrial, AVNRT, sindrom WPW, sick sinus syndrome Perikarditis

II.3.2 Penyakit di luar Jantung yang Berhubungan dengan AF : Hipertensi sistemik Diabetes melitus Hipertiroidisme Penyakit paru : penyakit paru obstruktif kronik, hipertensi pulmonal primer, emboli paru akut Neurogenik : sistem saraf autonom dapat mencetuskan AF pada pasien yang sensitive melalui peniggian tonus vagal atau adrenergik.

II.4 KLASIFIKASI Berdasarkan ada tidaknya penyakit jantung yang mendasari 3 : Primer : Bila tidak ditemukan kelainan struktur jantung dan kelainan sistemik yang dapat menimbulkan aritmia Sekunder : Bila tidak ditemukan kelainan struktur jantung tetapi ada kelainan sitemik yang dapat menimbulkan aritmia

Berdasarkan waktu timbulnya AF serta kemungkinan keberhasilan usaha konversi ke irama sinus 3 : Paroksismal :Bila AF berlangsung kurang dari 7 hari, berhenti dengan sendirinya tanpa intervensi pengobatan atau tindakan apapun Persisten :Bila AF menetap lebih dari 48 jam, hanya dapat berhenti dengan intervensi pengobatan atau tindakan Permanen :Bila AF berlangsung lebih dari 7 hari, dengan intervensi pengobatan AF tetap tidak berubah

Dapat pula dibagi sebagai 3 : Akut bila timbul kurang dari 48 jam Kronik bila timbul lebih dari 48 jam

II.5 PATOFISIOLOGI Aktivasi fokal fokus diawali biasanya dari daerah vena pulmonalis Multiple wavelet reentry timbulnya gelombang yang menetap dari depolarisasi atrial atau wavelets yang dipicu oleh depolarisasi atrial premature atau aktivitas aritmogenik dari fokus yang tercetus secara cepat. 1, 4

Gambar 2. Sumber : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Tahun 2006Mekanisme fibrilasi atrium identik dengan mekanisme fibrilasi ventrikel kecuali bila prosesnya ternyata hanya di massa otot atrium dan bukan di massa otot ventrikel. Penyebab yang sering menimbulkan fibrilasi atrium adalah pembesaran atrium akibat lesi katup jantung yang mencegah atrium mengosongkan isinya secara adekuat ke dalam ventrikel, atau akibat kegagalan ventrikel dengan pembendungan darah yang banyak di dalam atrium. Dinding atrium yang berdilatasi akan menyediakan kondisi yang tepat untuk sebuah jalur konduksi yang panjang demikian juga konduksi lambat, yang keduanya merupakan faktor predisposisi bagi fibrilasi atrium.2

II.5.1 Karakteristik Pemompaan Atrium Selama Fibrilasi AtriumAtrium tidak akan memompa darah selama AF berlangsung. Oleh karena itu atrium tidak berguna sebagai pompa primer bagi ventrikel. Walaupun demikian, darah akan mengalir secara pasif melalui atrium ke dalam ventrikel, dan efisiensi pompa ventrikel akan menurun hanya sebanyak 20 30 %. Oleh karena itu, dibanding dengan sifat yang mematikan dari fibrilasi ventrikel, orang dapat hidup selama beberapa bulan bahkan bertahun-tahun dengan fibrilasi atrium, walaupun timbul penurunan efisiensi dari seluruh daya pompa jantung. 2

II.5.2 Patofisiologi Pembentukan Trombus pada AFPada AF aktivitas sitolik pada atrium kiri tidak teratur, terjadi penurunan atrial flow velocities yang menyebabkan statis pada atrium kiri dan memudahkan terbentuknya trombus. Pada pemeriksaan TEE, trombus pada atrium kiri lebih banyak dijumpai pada pasien AF dengan stroke emboli dibandingkan dengan AF tanpa stroke emboli. 2/3 sampai stroke iskemik yang terjadi pada pasien dengan AF non valvular karena stroke emboli. Beberapa penelitian menghubungkan AF dengan gangguan hemostasis dan thrombosis. Kelainan tersebut mungkin akibat dari statis atrial tetapi mungkin juga sebgai kofaktor terjadinya tromboemboli pada AF. Kelainan-kelainan tersebut adalah peningkatan faktor von Willebrand ( faktor VII ), fibrinogen, D-dimer, dan fragmen protrombin 1,2. Sohaya melaporkan AF akan meningkatkan agregasi trombosit, koagulasi dan hal ini dipengaruhi oleh lamanya AF.1

II.6 DIAGNOSISAF dapat simptomatik dapat pula asimptomatik. Gejala-gejala AF sangat bervariasi tergantung dari kecepatan laju irama ventrikel, lamanya AF, penyakti yang mendasarinya. Sebagian mengeluh berdebar-debar, sakit dada terutama saat beraktivitas, sesak npas, cepat lelah, sinkop atau gejala tromboemboli. AF dapat mencetuskan gejala iskemik pada AF dengan dasar penyakit jantung koroner. Fungsi kontraksi atrial yang sangat berkurangpada AF akan menurunkan curah jantung dan dapat menyebabkan terjadi gagal jantung kongestif pada pasien dengan disfungsi ventrikel kiri. 1, 4 , 7, 8

Evaluasi klinik pada pasien AF meliputi : Anamnesis :1 Dapat diketahui tipe AF dengan mengetahui lamanyatimbulnya ( episode pertama, paroksismal, persisten, permanen ) Menentukan beratnya gejala yang menyertai : berdebar-debar, lemah, sesak nafas terutama saat beraktivitas, pusing, gejala yang menunjukkan adanya iskemia atau gagal jantung kongestif Penyakit jantung yang mendasari, penyebab lain dari AF misalnya hipertiroid.

Pemeriksaan Fisik :1 Tanda vital : denyut nadi berupa kecepatan dengan regularitasnya, tekanan darah Tekanan vena jugularis Ronki pada paru menunjukkan kemungkinan terdapat gagal jantung kongestif Irama gallop S3 pada auskultasi jantung menunjukan kemungkinan terdapat gagal jantung kongestif, terdapat bising pada auskultasi kemungkinan adanya penyakit katup jantung Hepatomegali : kemungkinan terdapat gagal jantung kanan Edema perifer : kemungkinan terdapat gagal jantung kongestif

Laboratorium : hematokrit ( anemia ), TSH ( penyakit gondok ), enzim jantung bila dicurigai terdapat iskemia jantung. 1 Pemeriksaan EKG : dapat diketahui antara lain irama ( verifikasi AF ), hipertrofi ventrikel kiri. Pre-eksitasi ventrikel kiri, sindroma pre-eksitasi ( sindroma WPW ), identifikasi adanya iskemia. 1 Foto Rontgen Toraks : Gambaran emboli paru, pneumonia, PPOK, kor pulmonal. 1

Ekokardiografi untuk melihat antara lain kelainan katup, ukuran dari atrium dan ventrikel, hipertrofi ventrikel kiri, fungsi ventrikel kiri, obstruksi outflow dan TEE ( Trans Esophago Echocardiography ) untuk melihat trombus di atrium kiri. 1

Pemeriksaan Fungsi Tiroid. Tirotoksikosis. Pada AF episode pertama bila laju irama ventrikel sulit dikontrol. 1

Uji latih : identifikasi iskemia jantung, menentukan adekuasi dari kontrol laju irama jantung. 1

Pemeriksaan lain yang mungkin diperlukan adalah holter monitoring studi elektrofisiolagi. 1

Gambar 3. Sumber : www.withrop.com. Tahun 2009

Gambar 4. Sumber : http://www.cardiology.ucsf.edu/ep/debris/ecg.htm.

Gambar 5. Sumber : http://www.cardiology.ucsf.edu/ep/debris/ecg.htm.

II.7 PENATALAKSAANTujuan yang ingin dicapai dalam penatalaksanaan AF adalah mengembalikan ke irama sinus, mengontrol laju irama ventrikel dan pencegahan komplikasi tromboemboli. Dalam penatalaksanaan AF perlu diperhatikan apakah pada pasien tersebut dapat dilakukan konversi ke irama sinus atau cukup dengan pengontrolan laju irama ventrikel. Pada pasien yang masih dapat dikembalikan ke irama sinus perlu segera dilakukan konversi, sedangkan pada AF permanen sedikit sekali kemungkinan atau tidak mungkin dikembalikan ke irama sinus, alternatif pengobatan dengan menurunkan laju irama ventrikel harus dipertimbangkan. 1

II.7.1 KardioversiPengembalian ke irama sinus pada AF akan mengurangi gejala, memperbaiki hemodinamik, menigkatkan kemampuan latihan, mencegah remodeling elektroanatomi dan memperbaiki fungsi atrium. Kardioversi dapat dilakukan secara elektrik atau farmakologis. Kardioversi farmakologis kurang efektif dibandingkan dengan kardioversi elektrik. Resiko tromboemboli atau stroke emboli tidak berbeda antar kardioversi elektrik dan farmakologi sehingga rekomendasi pemberian antikoagulan sama pada keduanya. 1, 13Kardioversi farmakologisKardioversi farmakologis paling efektif bila dilakukan dalam 7 hari setelah terjadinya AF. Klasifikasi obat aritmia dan obat-obatan yang dianjurkan :Tabel 4. Klasifikasi Vaughan Williams Kerja Obat Aritmia 1Tipe IA Disopiramid, Prokainamid, KuinidinTipe IB Lidokain, MeksiletinTipe IC Flekainid, Moricizin, PropafenonTipe II Penyekat beta ( contoh : Propanolol )Tipe III Amiodaron, Bretilium, Dofetilid, Ibutilid, SotalolTipe IV Antagonis kalsium ( contoh : Verapamil dan Diltiazem )Sumber : Buku Ajar Penyakit Dalam. 2006Dalam pemberian obat anti aritmia efek samping obat-obat tersebut harus diperhatikan. Salah satu efek samping obat anti aritmia adalah pro aritmia. Untuk mengurangi timbulnya pro aritmia maka dalam memilih obat perlu diperhatikan keadaan pasien. 1,12, 13Tabel 5. Dosis Obat yang Direkomendasikan Efektif untuk Kardioversi Farmakologis pada FA1Obat Cara Pemeberian Dosis Efek SampingAmiodaron Oral

IV Rawat Inap : 1,2-1,8 g/hr dalam dosis terbagi sampai 10 g, kemudian 200-400 mg/hr sebagai dosis pemeliharaan atau 30 mg/kg sebagai dosis tunggal Rawat Jalan : 600-800 mg/hr dalam dosis terbagi sampai 10 g, kemudian 200-400 mg/hr sebagai dosis pemeliharaan Hipotensi, bradikardia, pemanjangan interval QT, torsade de pontes (jarang), ggn sal cerna, konstipasi, flebitis (IV)Dofetilide Oral CCT (ml/mn) Dosis (ug BID)>60 50040-60 25020-40 125 65 tahun Hipertensi Penyakit Jantung Reumatik Riwayat stroke sebelumnya atau TIA ( Transient Ischemic Attack ) Diabetes melitus Gagal Jantung Kongestif Karakteristik gambaran TEE : Terdapat gambaran kontras echo spontan di atrium kiri Left atrial appendage vilowcity < 20 cm/dt Atheroma aortic kompleks

Pengobatan Antitrombotik Untuk Mencegah Komplikasi Stroke EmboliBanyak laporan mengenai efektivitas anti trombik dalam pencegahan komplikasi pada AF. Pada Atrial Fibrillation Investigator ( AFI ), didapatkan bahwa warfarin secara bermakna menurunkan resiko stroke dari 4,5% per tahun menjadi 1,4%. Terdapat penurunan resiko besar 68%. Warfarin menurunkan resiko stroke pada wanita 89% dan laki-laki 68%. Pada studi AFASAK pemberian aspirin 75 mg akan menurunkan resiko 18 ( 95% CI 60-58% ) sedangkan pada SPAF pemberian aspirin 325mg menurunkan resiko 44% ( 95% CI 7-66% ). Kombinasi dari kedua studi tersebut menurunkan resiko 36 % ( 95% CI 48-72% ) penurunan resiko absolut 2,7% per tahun pada pencegahan primer dan 8,4% per tahun pada pencagahan sekunder. Warfarin lebih baik dari pada aspirin dengan penurunan resiko relative 36 % ( CI 14-52 % ). Warfarin dan aspirin menurunkan menurunkan kejadian stroke pada pasien dengan AF dan warfarin jauh lebih baik dibanding aspirin. Dosis optimal yang efektif dan aman untuk pencegahan komplikasi tromboemboli pada AF adalah INR 2,5 dengan rentang anatar 2-3. Pada pasien dengan usia lebih dari 75 tahun target INR 2 dengan rentan antara 1,6-2. 1Kardioversi dan TromboemboliTromboemboli merupakan komplikasi yang dapat terjadi setalah kardioversi baik kardioversi elektrik, farmakologis, maupun kardioversi spontan. Kejadian tromboemboli setelah kardioversi pada pasien AF tanpa pemberian antikoagulan anatar 1,5-3%. Byerkeland dan Orning melaporkan insiden tromboemboli pasca kardioversi tanpa pemberian antikoagulan 5,3 % sedangkan yang mendapat antikoagulan 0,8%. 1Setelah kardioversi kontraksi mekanik atrium kiri masih belum pulih ( atrial stunning ) sampai 2-4 minggu setalah kardioversi sehingga ada kemungkinan terbentuknya trombus baru yang dapat lepas pada periode pasca kardioversi. Oleh karena itu antikoagulan diberikan sampai 4 minggu pasca kardioversi untuk mencegah pembentukan trombus baru selama periode atrial stunning dan mencegah pembentukan trombus apabila setelah kardioversi, AF timbul kembali. Trombus yang terbentuk di atrium kiri memerlukan waktu kurang lebih 2 minggu untuk mengalami organisasi dan melekat erat pada dinding atrium sehingga tidak mudah lepas bila atrium berkontraksi setelah kembali ke irama sinus. Pemberian warfarin akan mempercepat proses organisasi trombus, penempelan pada dinding atrium dan resolusi trombus. 1Pada pasien AF yang timbul lebih dari 48 jam atau tidak diketahui lamanya dianjurkan pemberian warfarin dengan target INR 2-3 diberikan 3 minggu sebelum kardioversi dan dilanjtkan 4 minggu pasca kardioversi. Pasien diberikan heparin bila tidak ditemukan trombus, dilakukan kardioversi dan diberikan antikoagulan sampai 4 minggu pasca kardioversi. Pada studi multisenter Assesment of Cardioversion Using Transesophageal Echocardiography ( ACUTE ) kejadian tromboemboli 0,8 % pada stategi dengan pemeriksaan TEE, sedangkan oada strategi konvensional 0,5% tidak ada perubahan bermakna. Waktu yang diperlukan untuk kardioversi lebih pendek dengan pemeriksaan TEE. Pada AF yang berlangsung kurang dari 48 jam kemungkinan terjadinya tromboemboli pasca kardioversi sangat rendah ( 0,8% ). Pada beberapa kasus pembentukan trombus dapat terjadi pada AF yang kurang dari 48 jam diajurkan pemberian antikoagulan selama periode peri kardioversi. 1

II.10 PROGNOSISPenelitian epidemiologi telah menunjukan bahwa pasien dengan irama sinus hidup lebih lama dibandingkan dengan seseorang kelainan atrium. Penelitian juga menunjukkan penggunaan antikoagulan dan pengontrolan secara rutin bertuuan untuk asimtomatik pada pasien usia lanjut. Hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa terapi medis yang ditujukan untuk mengendalikan irama jantung tidak menghasilkan keuntungan keberhasilan dibandingkan dengan terapi kontrol rate dan antikoagulan.9Terapi AF secara keseluruhan memberikan prognosis yang lebih baik pada kejadian tromboemboli terutama stroke. AF dapat mencetuskan takikardi cardiomiopati bila tidak terkontrol dengan baik. Terbentuknya AF dapat menyebabkan gagal jantung pada individu yang bergantung pada komponen atrium dari cardiac output dimana pasien dengan penyakit jantung hipertensi dan pada pasien dengan penyakit katup jantung termasuk dalam resiko tingi akan terjadinya gagal jantung saat terjadi AF. 9

BAB IIIKESIMPULAN

Fibrilasi atrial ( AF ) merupakan aritmia yang paling sering dijumpai dalam praktek sehari-hari dan paling sering menjadi penyebab seorang harus menjalani perawatan di rumah sakit. Walaupun bukan merupakan keadaan yang mengancam jiwa secara langsung, tetapi AF berhubungan dengan peningkatan angka morbiditas dan mortalitas.Secara klinis fibrilasi atrial praktis tidak dapat dideteksi. Fibrilasi atrium diketahui dari gambaran elektrokardiogram ( EKG ). Pemeriksaan EKG dapat dilakukan pada saat menjalani general check-up maupun pada saat sakit tertentu yang prosedur pemeriksaannya memerlukan pemeriksaan EKG. Pada setiap penderita fibrilasi atrial perlu diberitahukan tentang kondisi jantungnya sekaligus program pengobatan dan tujuan program tadi.Penyakit Jantung yang Berhubungan dengan AF : Penyakit Jantung Koroner Kardiomiopati Dilatasi Kardiomiopati Hipertrofik Penyakit Katup Jantung Aritmia jantung PerikarditisPenyakit di luar Jantung yang Berhubungan dengan AF : Hipertensi sistemik Diabetes melitus Hipertiroidisme Penyakit paru Neurogenik

Evaluasi klinik pada pasien AF meliputi : Anamnesis Pemeriksaan Fisik Laboratorium Pemeriksaan EKG : dapat diketahui antara lain irama ( verifikasi AF ), hipertrofi ventrikel kiri. Pre-eksitasi ventrikel kiri, sindroma pre-eksitasi ( sindroma WPW ), identifikasi adanya iskemia Foto Rontgen Toraks Ekokardiografi Pemeriksaan Fungsi Tiroid Uji latih

PENATALAKSAANSetiap usaha dan cara harus dilakukan untuk mencapai efektifitas terapi, terutama pada pasien-pasien yang mengalami gejala yang berhubungan dengan fibrilasi atrium. Pemantauan holter selama 24 jam atau tes treatmil dapat menyokong evaluasi variabilitas jantung. Terapi terkontrol dapat dilihat dari hate rate 60-80 beat/menit pada saat istirahat dan 90-150 beat/menit pada latuhan sedang. Untuk cara mencapai ini dapat dilakukan upaya medikasi bloking AV node pada pasien-pasien dengan riwayat fibrilasi atrium. Beta blocker oral, kalsium channel blocker non dihiropiridin dan digoksin biasanya efektif. Digoksin efektif pada pasien terutama dengan gagal jantung namun dibutuhkan monitoring ketat dari kadar obat dan fungsi ginjal. Pada keberadaan kardiomiopati takikardi atau rate ventricular yang tidak adekuat selain obat, dapat dipertimbangkan pemasangan implant AV node dan pacemaker. Kombinasi dari pengobatan, contohnya beta blocker dan digoksin lebih baik dibandingkan dengan pengobatan obat tunggal pada beberapa pasien. Amilodaron dapat mengontrol rate ventrikel tapi disatu sisi obat antiaritmia dapat mencetuskan fibrilasi atrium dalam bentuk flutter atrial lambat yang dapat tercetus 1:1 dari atrium ke ventrikel. Terapi dengan obat kelas IC dapat menjaga ke efektifan kontrol AV node sangat penting pada banyak pasien. 9

DAFTAR PUSTAKA

1. Sudoyo Aru W, Setiyohadi B, Alwi I, et al . 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi IV. FKUI. Jakarta, Hal 1537-42

2. Guyton, Arthur C and Hall JE. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. EGC. Jakarta, Hal 151-202

3. Rani A. 2007. Panduan Pelayanan Medik Departemen Penyakit Dalam. RSUP DR Cipto Mangunkusumo. Jakarta, Hal 64-5

4. Davey Patrick. 2005. At A Glance Medicine. Erlangga. Jakarta. Hal 162-4

5. Ismudiati, Lily R. 1996. Buku Ajar Kardiologi. FKUI. Jakarta. Hal 277-9

6. Gray H. 2005. Lecture Notes Kardiologi. Erlangga. Jakarta. Hal 169-171

7. Alpert, Joseph S. 1981. Manual Of Coronary Care. Second editions. HAL. USA. Hal 51-3

8. Mansjoer A. 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid I. Edisi ketiga. FKUI. Jakarta. Hal 459-71

9. Rosenthal, Lawrence, Mcmanus David D. Atrial fibrillation. Tersedia di http://emedicine.medscape.com. Diakses tanggal 12 Desember 2009.

10. Stein David W, Shuman Tracy C. Atrial Fibrillation. Tersedia di http://www.emedicine.medscape.com. Diakses tanggal 1 Desember 2009

11. Sovari Ali A, Kocheril Abraham G. Fibrilasi Atrium, Diagnosis dan Penatalaksanaan. Tersedia di http://www.prematuredoctor.com. Diakses tanggal 15 November 2009.

12. Syafei Hendarmin. Kardiovarsi Fibrilasi Atrium Pasca Bedah Katup Mitral dan Valvuloplasti Balon Mitral. Tersedia di http://www.perki.com. Diakses tanggal 15 November 2009.

13. Gilang LYH. Amiodaron Harapan Penderita Fibrilasi Atrium. Tersedia di http://www.pdpersi.co.id. Diakses tanggal 15 November 2009.

14. Anonim. Atrial Fibrillation. Tersedia di http://www.winthrop.org. Diakses tanggal 15 November 2009.

15. Anonim. Cardiac Electrophysiology. Tersedia di http://www.cardiology.htm. Diakses tanggal 15 November 2009.

16. Nattel Stanley. Diagram Of Electrical Activity During Atrial Fibrillation. Tersedia di http://www.nature.com. Diakses tanggal 15 November 2009.