ayu lbm 4 enterohepatik

42
LBM 4 ENTEROHEPATIK STEP 1 Murphy sign : pemeriksaan vesica fellea dengan cara menentukan titik pertmuan arcus osta dengan pertaengahan tepi lateral m.rectus abdominis lalu ditekan dengan satu jari tangan kiri ketika pasien insprasi dan jika tiba tiba pasien erhenti nafas sejenak maka positif. Step 2 1. Why the pain spread to the right shoulder? 2. Why the pain not be better for about one hours? 3. What the relation between consumtion contraseption with the symptom? 4. Why the pain is increased if the patient eat fatty food? 5. What is the relation between blood colesterol with the symptom ? 6. why in the patient found murphy sign (+)? 7. What the relation about BMI with her symptom ? 8. Why the body temperature patient is increased? 9. DD? 10. Clinical examination ? 11. Complication ? Step 3 1. Why the pain spread to the right shoulder? Because inflamation in vesica fellea on fundus attach the wall of diagfragma that in diagfragma there is nervus phrenicus and then stimulate in to nervus servical 3,4 and 5. And then stimulate nervus dermatom through truncus superior plexus brachialis nervus supravalvikulis and nervus tranversus coli. If the inflamation not in the fundus, can be spread to the shoulder ? di akibatkan peradangan fesical felea pada bagian fundus mengenai dinding diaghparagma yang mecetuskan rasa nyeri yang nanti di teruskan Nervus prenicus pada nervus cervicalis III, IV,V dari plexus cervicalis dana terjadi

Upload: ayu-yuli-asih

Post on 17-Jul-2016

151 views

Category:

Documents


12 download

DESCRIPTION

pk

TRANSCRIPT

Page 1: Ayu Lbm 4 Enterohepatik

LBM 4 ENTEROHEPATIK

STEP 1

Murphy sign : pemeriksaan vesica fellea dengan cara menentukan titik pertmuan arcus osta dengan pertaengahan tepi lateral m.rectus abdominis lalu ditekan dengan satu jari tangan kiri ketika pasien insprasi dan jika tiba tiba pasien erhenti nafas sejenak maka positif.

Step 2

1. Why the pain spread to the right shoulder?2. Why the pain not be better for about one hours?3. What the relation between consumtion contraseption with the symptom?4. Why the pain is increased if the patient eat fatty food?5. What is the relation between blood colesterol with the symptom ?6. why in the patient found murphy sign (+)?7. What the relation about BMI with her symptom ?8. Why the body temperature patient is increased?9. DD?10. Clinical examination ?11. Complication ?

Step 31. Why the pain spread to the right shoulder?

Because inflamation in vesica fellea on fundus attach the wall of diagfragma that in diagfragma there is nervus phrenicus and then stimulate in to nervus servical 3,4 and 5. And then stimulate nervus dermatom through truncus superior plexus brachialis nervus supravalvikulis and nervus tranversus coli.If the inflamation not in the fundus, can be spread to the shoulder ?

di akibatkan peradangan fesical felea pada bagian fundus mengenai dinding diaghparagma yang mecetuskan rasa nyeri yang nanti di teruskan Nervus prenicus pada nervus cervicalis III, IV,V dari plexus cervicalis dana terjadi persinapan dengan saraf dermatom melalui truncus superior plexus bracialis, n, supravliviculis, n tranversu coli.

Nervus prenicus merupakan satu nervus motorik yang menyarafi diaphragama, nervus ini juga bersifat sensosrik yang menyarafi pericardium, pleura parientalis mediastinalis, pleura dan peritonium ke diapragma yang menutupi bagian centrum tendineum diaphragma.

Page 2: Ayu Lbm 4 Enterohepatik

Visceral pain : convergenve of viceral and somatic nocicepttive afferents. Visceral nociceptive affrent converge in the same dorsal horn neuron as do somatic nociceptive afferents. Visceral noxious stimmuli are the conveyed, together with somotic noxious stimuli, by means of the spinothalimic pathway to the brain. Notes:1. Referred pain is felt in the cutaneous area corresponding to the dorsal horn neuron upon which visceral afferents converge. This os accompanied by allodynia and hyperalgesia in this skin area.

2. reflex somatic motor activity result in muscle spasm, which may stimulate pariental peritonium and initiate somatic noxious input to dorsal horn.

3. reflex sympathetic efferent activity may result in spasm of viscera over a wide area, causing pain remote from the original stimulus

4. reflex sympathetic efferent activity may result in viscera ischaemia and further noxious stimulatio. Also, viscera nociceptors may be sensitized by noradrenaline release and microcirculatory changes.

5. increase sympathetic activity may influence cutaneous nociceptors, which may be at least partly responsible for referred pain.

6. peripheral visceral afferent branch considerably, causing much overlapin the territory of individual dorsal roots. Only a small number of visceral afferent fibres converge on dorsal horn neurons compared with somatic nociceptor fibres. Also, visceral afferent converge on the dorsal horn over a wide number of segment. Thus dull, vague visceral pain very poorly localized. This often called deep visceral pain.

Page 3: Ayu Lbm 4 Enterohepatik

Sumber : Patrick D Wall, ronald melzack. 1999. Text Book Of Pain. Edisi 4. London : Harcourt Publishers Limited. & Richard S. Snell. 2011. Anatomi Klinis. Hal 569. Jakarta : EGC.

2. Why the pain not be better for about one hours?Pain caused fatty food stimulate emptying of vesica fellea the duration of one hours so the process of the pain because contraction smooth muscle chemical substance stimulate nosiseptor .

Nyeri di akibatkan adanya kontraksi fesika velea (Spasme viskus berongga) yang mengalami peradangan akibat respon terhadap kolesistokinin yang di cetuskan oleh makanan berlemak. Rasa nyeri yang yang menghebat. Saat lemak tidak terdapat dalam makanan, pengosongan kandung empudu berlangsung buruk, tetapi bila terdapt lemak dalam jumlah yang berarti dalam makanan, normalnya kandung emepedu kosong menyeluruh dalam waktu sekitar 1. Jam. Proses nyeri berlangsung berlangsung oleh perluangan kontraksi otot polos dan zat kimia yang merangsang nosiseptor.Sumber : Guyton & Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta : EGC

Page 4: Ayu Lbm 4 Enterohepatik

Sifat kolesterol yang larut lemak dibuat larut air dengan cara menancampurkan garam empedu dengan lesitin. Jika konsentrasi kolesterol berlebihan (obesitas) terjadi solubilisasi empedu, supersaturasi kolesterol tidak lagi terdispersi penggumpalan menjadi kristal kolesterol monohidrat padat sumbatan btu ductus cystticus batu empedu

Ilmu Penyakit Dalam FK UI

3. What the relation between consumtion oral contraseption with the symptom?So the contaseption is devided into 2:1. Progesteron contraseption 2. Mix contraseption

Maybe the patient consum mix contraseptin . progesteron stimulate her appetite so the patient eat too much ,and estrogen block colesterol change into bile acid because progesteron and estrogen include steroid hormon so colesterol consentration in her body increased so there are supersaturation of colesterol in vesica fellea then if form cristal colesterol in vesica fellea and there are hypomotilitas vesica fellea so it can make the obstruction in vesica fellea .

Page 5: Ayu Lbm 4 Enterohepatik

ESTROGEN DAN PROGESTIN

Estrogen dan progestin merupakan hormon steroid kelamin endogen yang diproduksi oleh ovarium, korteks adrenal, testis dan plasenta pada masa kehamilan. Kedua jenis hormon ini mempunyai peranan penting pada wanita, seperti dalam perkembangan tubuh, proses ovulasi, fertilisasi, implantasi, dan dapat mempengaruhi metabolisme lipid, karbohidrat, protein dan mineral

EFEK METABOLIK

Estrogen meningkatkan trgliserida dan menurunkan kolestrol total plasma meski ringan, yang lebih penting yaitu meningkatkan HDL dan dan menurunkan LDL dan lipoprotein. Adanya efek yang menguntungkan dalam rasio HDL/LDL ini dimanfaatkan pada estrogen replacement therapy (ERT) untuk wanita pascamenopause. Diduga efek ini merupakan efek langsung pada hepar karena di hepar terdapat estrogen reseptor (ER), tetapi mungkin juga ada mekanisme lain. Estrogen menyebabkan sekresi kolestrol ke empedu bertambah dan sekresi asam empedu berkurang, sehingga terjadi peningkatan saturasi kolesterol di empedu. Hal ini memungkinkan timbulnya batu empedu pada beberapa wanita yang menggunakan estrogen.

Progesteron dapat merangsang aktivitas enzin lipoprotein lipase dan tampaknya menambah deposit lemak. Progesteron dan analognya dapat meningkatkan LDL dan menurunkan HDL atau tidak ada perubahan.

KONTRASEPSI HORMONAL

Sampai sekarang baru dikenal kontrasepsi hormonal untuk wanita. Dikenal 3 cara pemberian kontrasepsi hormonal yaitu:

1. Oral

Preparat kombinasi berisi derivat estrogen dan progestin2. Suntikan

3. Implant subkutan

Page 6: Ayu Lbm 4 Enterohepatik

SUMBER:

BUKU AJAR ILMU PENYAKIT HATI

4. Why the pain is increased if the patient eat fatty food?Pain caused fatty food stimulate emptying of vesica fellea the duration of one hours so the process of the pain because contraction smooth muscle chemical substance stimulate nosiseptor .

Page 7: Ayu Lbm 4 Enterohepatik

5. What is the relation between blood colesterol with the symptom ?colesterol consentration in her body increased so there are supersaturation of colesterol in vesica fellea then if form cristal colesterol in vesica fellea and there are hypomotilitas vesica fellea so it can make the obstruction in vesica fellea .

6. why in the patient found murphy sign (+)?colesterol consentration in her body increased so there are supersaturation of colesterol in vesica fellea then if form cristal colesterol in vesica fellea and there are hypomotilitas vesica fellea so it can make the obstruction in vesica fellea .

pemeriksaan vesica fellea dengan cara menentukan titik pertmuan arcus osta dengan pertaengahan tepi lateral m.rectus abdominis lalu ditekan dengan satu jari tangan kiri ketika pasien insprasi dan jika tiba tiba pasien erhenti nafas sejenak maka positif.

In the wall vesica fellea can produce fosfo lipase if there is trauma such as bakteri or gallstone and then change isolesitin that can be toxic for vesiva fellea mucosa.

7. What the relation about BMI with her symptom ?If BMI high so secretion colesterol in the blood high too.

Orang dengan Body Mass Index (BMI) tinggi, mempunyai resiko lebih tinggi untuk terjadi

kolelitiasis. Ini karenakan dengan tingginya BMI maka kadar kolesterol dalam kandung

empedu pun tinggi, dan juga mengurangi garam empedu serta mengurangi kontraksi/

pengosongan kandung empedu.

Page 8: Ayu Lbm 4 Enterohepatik

(Buku ajar IPD jilid 1)

Berat badan berlebih sering dikaitkan dengan peningkatan kadar kolesterol dalam tubuh terutama kandung empedu yang berhubungan dengan sintesis kolesterol. Ini karenakan dengan tingginya BB maka kadar kolesterol dalam kandung empedu pun tinggi, dan juga mengurasi garam empedu serta mengurangi kontraksi/ pengosongan kandung empedu sehingga mudah menimbulkan sumbatan atau pengendapan.(Sumber : Sjamsuhidajat R, de Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2005.hal: 570-579)

8. Why the body temperature patient is increased?Inflamation bisa di karenakan batu mepedu dan bakteri di skenario karena batu empedu ,ketika terjadi inflmasi maka akan mengelearkan sitokinin seperti IL1 IL6 TNF yang bisa menstimulate hypotalamuse sehingga akan meningkatkan suhu tubuh.

9. DD?1. Kolelithiasis or gall stone because obstruction colesterol in vesica fellea

There are 2 kind of gallstone :a. Colesterol stone contained Colesterol monohydratb. Pigmen stone clasification in 2 kind :a. Brown stone containes kalsium bilirubined b.

Black stone contained black residu that cant ekstaraction Risk faktor :1. The women higher risk faktor than man 2. Age 40 years3. Obesitas 4. Other disease :Dismotility of gallblader,DM,liver sirosis

Clinical manifestation:1. Murphy sign(+)2. Pain spread to the right shoulder specifically in the back

Kolesistitis et causa kolethiasis

There are increasing colesterol in the blood because the women consume oral contraseption . progesteron stimulate her appetite so the patient eat too much ,and estrogen block colesterol change into bile acid because progesteron and estrogen include steroid hormon so colesterol consentration in her body increased so there are supersaturation of colesterol in vesica fellea then if form cristal colesterol in vesica fellea and there are hypomotilitas vesica fellea so it can make the obstruction in vesica fellea .

Because inflamation in vesica fellea on fundus attach the wall of diagfragma that in diagfragma there is nervus phrenicus and then stimulate in to nervus servical 3,4 and 5. And then stimulate nervus dermatom through truncus superior plexus brachialis nervus supravalvikulis and nervus tranversus coli.

10. Clinical examination ?1. USG2. CT scan

Page 9: Ayu Lbm 4 Enterohepatik

3. FPA 4. KOLESISTOGRAFI ORAL5. ERCP6. T-TUBE cholangiogram7. Radioisotop

2.6 Pemeriksaan Penunjang  Pemeriksaan Laboratorium

  Batu kandung empedu yang asimtomatis umumnya tidak menunjukkan kelainan pada pemeriksaan laboratorium. Apabila terjadi peradangan akut, dapat terjadi leukositosis. Apabila terjadi sindroma mirizzi, akan ditemukan kenaikan ringan bilirubin serum akibat penekanan duktus koledukus oleh batu. Kadar bilirubin serum yang tinggi mungkin disebabkan oleh batu didalam duktus koledukus. Kadar fosfatase alkali serum dan mungkin juga kadar amilase serum biasanya meningkat sedang setiap kali terjadi serangan akut. Enzim hati AST (SGOT), ALT (SGPT), LDH agak meningkat. Kadar protrombin menurun bila obstruksi aliran empedu dalam usus menurunkan absorbs vitamin K.

  Pemeriksaan sinar-X abdomen   Pemeriksaan sinar-X abdomen bisa dilakukan jika ada kecurigaan akan penyakit

kandung empedu dan untuk menyingkirkan penyebab gejala yang lain. Namun demikian, hanya 15-20% batu empedu yang mengalami cukup kalsifikasi untuk dapat tampak melalui pemeriksaan sinar-X.

Gambar 3: hasil sinar-x pada kolelitiasis

  Foto polos abdomen   Foto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran yang khas karena hanya

sekitar 10-15% batu kandung empedu yang bersifat radioopak. Kadang kandung empedu yang mengandung cairan empedu berkadar kalsium tinggi dapat dilihat dengan foto polos.  Pada peradangan akut dengan kandung empedu yang membesar atau hidrops, kandung empedu kadang terlihat sebagai massa jaringan lunak di kuadran kanan atas yang menekan

Page 10: Ayu Lbm 4 Enterohepatik

gambaran udara dalam usus besar di fleksura hepatika. Walaupun teknik ini murah, tetapi jarang dilakukan pada kolik bilier sebab nilai diagnostiknya rendah.

Gambar 4: Hasil foto polos abdomen pada kolelitiasis

  Ultrasonografi (USG)   Pemeriksaan USG telah menggantikan kolesistografi oral sebagai prosedur

diagnostik pilihan karena pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan cepat dan akurat, dan dapat digunakan pada prndrita disfungsi hati dan icterus. Disamping itu, pemerikasaan USG tidak membuat pasien terpajan radiasi ionisasi. Prosedur ini akan memberikan hasil paling akurat jika pasien sudah berpuasa pada malam harinya sehingga kandung empedunya dalam keadaan distensi. Penggunaan ultra sound berdasarkan pada gelombang suara yang dipantulkan kembali.

  Ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas yang tinggi untuk mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu intrahepatik maupun ekstrahepatik. Dengan USG juga dapat dilihat dinding kandung empedu yang menebal karena fibrosis atau udem yang diakibatkan oleh peradangan maupun sebab lain. Batu yang terdapat pada duktus koledukus distal kadang sulit dideteksi karena terhalang oleh udara didalam usus. Dengan USG punktum maksimum rasa nyeri pada batu kandung empedu yang ganggren lebih jelas daripada di palpasi biasa.

  USG (US) merupakan metode non-invasif yang sangat bermanfaat dan merupakan pilihan pertama untuk mendeteksi kolelitiasis dengan ketepatan mencapai 95%. Kriteria batu kandung empedu pada US yaitu dengan acoustic shadowing dari gambaran opasitas dalam kandung empedu. Walaupun demikian, manfaat US untuk mendiagnosis BSE relatif rendah. Pada penelitian kami yang mencakup 119 pasien dengan BSE sensitivitas US didapatkan sebesar 40%, spesifisitas 94%. Kekurangan US dalam mendeteksi BSE disebabkan : a) bagian distal saluran empedu tempat umumnya batu terletak sering sulit diamati akibat

Page 11: Ayu Lbm 4 Enterohepatik

tertutup gas duodenum dan kolon dan b) saluran empedu yang tidka melebar pada sejumlah kasus BSE.

Gambar 5: hasil USG pada kolelitiasis

  Kolesistografi  Meskipun sudah digantikan dengan USG sebagai pilihan utama, namun untuk

penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras cukup baik karena relatif murah, sederhana, dan cukup akurat untuk melihat batu radiolusen sehingga dapat dihitung jumlah dan ukuran batu. Kolesistografi oral dapat digunakan untuk mendeteksi batu empedu dan mengkaji kemempuan kandung empedu untuk melakukan pengisian, memekatkan isinya, berkontraksi, serta mengosongkan isinya. Media kontras yang mengandung iodium yang diekresikan oleh hati dan dipekatkan dalam kandung empedu diberikan kepada pasien. Kandung empedu yang normal akan terisi oleh bahan radiopaque ini. Jika terdapat batu empedu, bayangannya akan Nampak pada foto rontgen. Kolesistografi oral akan gagal pada keadaan ileus paralitik, muntah, kehamilan, kadar bilirubin serum diatas 2mg/dl, obstruksi pilorus, ada reaksi alergi terhadap kontras, dan hepatitis karena pada keadaan-keadaan tertentu tersebut kontras tidakdapat mencapai hati. Pemeriksaan kolesistografi oral lebih bermakna pada penilaian fungsi kandung empedu. Cara ini juga memerlukan lebih banyak waktu dan persiapan dibandingkan ultrasonografi.

Page 12: Ayu Lbm 4 Enterohepatik

Gambar 6: Hasil pemeriksaan kolesistografi

  Endoscopic Retrograde Cholangiopnacreatography (ERCP)   Pemeriksaan ERCP memungkinkan visualisasi struktur secara langsung yang hanya

dapat dilihat pada saat melakukan laparotomi. Pemeriksaan ini meliputi insersi endoskop serat-optik yang fleksibel ke dalam esophagus hingga mencapai duodenum pasrs desenden.Sebuah kanula dimasukkan ke dalam duktus koledokus dan duktus pankreatikus, kemudian bahan kontras disuntikkan ke dalam duktus tersebut untuk memungkinkan visualisasi serta evaluasi percabangan bilier. ERCP juga memungkinkan visualisasi langsung struktur ini dan memudahkan akses ke dalam duktus koledokus bagian distal untuk mengambil batu empedu.

Gambar 7: hasil ERCP pada kolelitiasis

Page 13: Ayu Lbm 4 Enterohepatik

  Percutaneous Transhepatic Cholangiography (PTC)  Pemeriksaan kolangiografi ini meliputi penyuntikan bahan kontras secara langsung

ke dalam percabangan bilier. Karena konsentrasi bahan kontras yang disuntikkan relative besar, maka semua komponen dalam system bilier tersebut, yang mencakup duktus hepatikus dalam hati, keseluruhan panjang doktus koledokus, duktus sistikus dan kandung empedu, dapat dilihat garis bentuknya dengan jelas.

  Computed Tomografi (CT)   CT scan juga merupakan metode pemeriksaan yang akurat untuk menentukan adanya

batu empedu, pelebaran saluran empedu dan koledokolitiasis. Walaupun demikian, teknik ini jauh lebih mahal dibanding US.

Gambar 8: Hasil CT pada kolelitiasis

  Magnetic resonance imaging (MRI) with magnetic resonance cholangiopancreatography (MRCP)

Page 14: Ayu Lbm 4 Enterohepatik

         

11. Complication ?1. Kolestitis 2. Perforasi gallblader3. Peritonitis4. Empiema5. Sindrom mirizzi

Page 15: Ayu Lbm 4 Enterohepatik
Page 16: Ayu Lbm 4 Enterohepatik

Kolelitiasis

Kolelitiasis merupakan adanya batu empedu dalam kandung empedu. Biasanya disertai kolesistitis (peradangan pada dinding kandung empedu). Kolelitiasis dan kolesistitis. Walaupun begitu, dua kejadian ini dapat timbul sendiri atau bersamaan.

ETIOLOGI DAN PATOGENESIS

Empedu sebagai satu-satunya jalur signifikan untuk mengeluarkan kelebihan kolesterol dalam tubuh, baik sebagai kolesterol bebas maupun sebagai garam empedu. Sifat kolesterol yang larut lemak dibuat menjadi larut air dengan cara agregasi melalui garam empedu dan lesitin yang dikeluarkan bersama kedalam empedu.

Jika konsentrasi kolesterol melebihi kapasitas solubilisasi empedu (supersatusasi), kolesterol tidak lagi tidak terdispersi sehingga terjadi penggumpalan menjadi kristal kolesterol monohidrat padat.

Page 17: Ayu Lbm 4 Enterohepatik

Batu empedu hampir selalu dibentuk dalam kandung empedu dan jarang bermigrasi ke duktus sistikus atau duktus koledokus (batu empedu saluran sekunder). Bahkan dapat terjadi di saluran intra- atau ekstrahepatik tanpa melibatkan kandung empedu (batu empedu saluran primer). Etiologi batu empedu masih belum diketahui sepenuhnya. Kondisi klinis yang ikut berperan dalam insidensi batu empedu seperti diabetes, sirosis hati, pankreatitis kanker kandung empedu, dan reseksi ileum. Tapi faktor predisposisi terpenting adalah gangguan metabolisme yang disebabkan perubahan susunan empedu (kasus terbanyak), stasis empedu dan infeksi kandung empedu.

Perubahan susunan empedu. Terdapat 3 faktor yang berperan dalam patogenesis batu kolesterol, yaitu: 1) hipersaturasi kolesterol dalam kandung empedu, 2) percepatan terjadinya kristalisasi kolesterol, 3) gangguan motilitas kandung empedu dan usus. Hati mensekresi empedu dengan kolesterol jenuh sehingga kolesterol mengendap dalam kandung empedu.

Stasis empedu. Akibat gangguan kontraksi kandung empedu atau spasme sfingter oddi atau keduanya. Faktor hormonal, misal selama kehamilan, dikaitkan dengan pengosongan kandung empedu. Semua ini bisa mengakibatkan supersaturasi progresif, perubahan susunan kimia, dan pengendapan unsur komponen empedu.

Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat berperan dalam pembentukan betu empedu, melalui peningkatan deskuamasi sel dan pembentukan mukus. Mukus meningkatkan viskositas, dan unsur seluler. Akan tetapi infeksi lebih sering terjadi akibat pembentukan batu empedu daripada sebagai penyebab.

Pada patogenesis batu pigmen melibatkan infeksi saluran empedu, stasis empedu, malnutrisi, dan faktor diet. Kelebihan aktivitas β-glucosidase bakteri (enzim hasil E. coli dan kuman lain di saluran empedu) dan manusia (endogen) juga ikut berperan (lihat penjelasan bawah). Hidrolisis bilirubin enzim tersebut akan membentuk bilirubin tak terkonjugasi yang akan mengendap sebagai calcium bilirubinate. Enzim ini dapat dihambat oleh glucarolactone yang

Page 18: Ayu Lbm 4 Enterohepatik

konsentrasinya meningkat pada pasien dengan diet rendah protein dan rendah lemak.

Faktor Risiko

1. Usia lanjut, jenis kelamin kebanyakan wanita kulit putih2. Etnik dan geografik cenderung di negara industri barat3. Lingkungan. Faktor estrogen baik kontrasepsi oral dan

kehamilan meningkatkan penyerapan dan sintesis kolesterol sehingga terjadi peningkatan ekskresi kolesterol dalam empedu. Kejadian juga meningkat pada kegemukan, penurunan berat yang cepat, terapi dengan obat antikolesterolemia

4. Penyakit didapat5. Hereditas

Patofisiologi

Page 19: Ayu Lbm 4 Enterohepatik
Page 20: Ayu Lbm 4 Enterohepatik
Page 21: Ayu Lbm 4 Enterohepatik

Kolesterol (Ch), normalnya tidak akan mengendap di empedu karena empedu mengandung garam empedu (BS) terkonjugasi dan

Page 22: Ayu Lbm 4 Enterohepatik

fosfatidilkolin (Pch, lesitin) yang dalam jumlah cukup agar kolesterol berada dalam larutan misel. Jika rasio konsentrasi [Ch]/[BS+Pch] naik, Kolesterol dalam kisaran yang kecil akan tetap berada dalam larutan misel yang sangat jenuh. Kondisi sangat jenuh ini mungkin karena hati juga menyekresi kolesterol dalam bentuk konsentrasi tinggi dalam nukleus vesikel unilamelar di kandung empedu dengan cara tertentu sehingga fosfatidilkolin membuat larutan “menguliti” vesikel berdiameter 50-100 nm ini. Jika kandungan Kolesterol semakin naik, akan dibentuk vesikel multimisel (1000 nm). Zat ini kurang stabil dan akan melepaskan Kolesterol yang kemudian diendapkan pada lingkungan cairan dalam bentuk kristal Kolesterol. Kristal ini merupakan prekursor batu empedu.

Penyebab peningkatan rasio [Ch]/[BS+Pch] adalah:

1. Peningkatan sekresi Kolesterol. Karena peningkatan sintesis kolesterol (peningkatan aktivitas 3-hidroksi-3-metilglutaril [HMG]-KoA-kolesterol reduktase) atau penghambatan esterifikasi kolesterol, misal oleh progesteron selama kehamilan (penghambatan asetil-Koa-kolesterol-asetil transferase [ACAT]). Rasio [Ch]/[BS+Pch] juga meningkat akibat pengaruh estrogen.

2. Penurunan sekresi garam empedu. Karena penurunan simpanan garam empedu (pada penyakit Crohn, setelah reseksi usus, atau karena sekuestrasi garam empedu yang memanjang di kandung empedu pada puasa, pada pemberian parenteral.

3. Penurunan sekresi fosfatidilkolin. Karena “hanya” konsumsi sayur-sayuran berlebih.

Batu Pigmen, sebagian besar terdiri dari kalsium bilirubinat, yang memberi warna coklat atau hitam. batu coklat mengandung stearat, palmitat, dan kolesterol sedangkan Batu hitam juga mengandung kalsium karbonat dan fosfat. Peningkatan jumlah bilirubin tak terkonjugasi (B₁)  dalam empedu, yang hanya larut dalam “misel”, merupakan penyebab pembentukan batu empedu. Peningkatan B₁ karena:

Page 23: Ayu Lbm 4 Enterohepatik

1. Peningkatan pelepasan Hb, misal anemia hemolitik. Karena jumlah berlebih B₁ yang banyak, proses konjugasi oleh glukuronidase di hati tak dapat memenuhi kebutuhan.

2. Penurunan kemampuan konjugasi di hati, misal sirosis hati3. Dekonjugasi bilirubin non-enzimatik (terutama

monoglukuronat) di empedu4. Dekonjugasi enzimatik (β-glukosidase) oleh bakteri. Hal ini

penyebab batu pigmen coklat dengan mekanisme enzim tersebut menurunkan pembentukan misel sehingga kolesterol mengendap dan melepaskannya melalui fosfolipase A₂, palmitat, dan stearat (dari fosfatidilkolin) yang akan mengendap sebagai garam kalsium. Sedangkan pembentukan batu pigmen hitam akibat 3 mekanisme pertama.

Kandung Empedu sebagai tempat pemekatan kompenen empedu: kolesterol, garam empedu, fosfatidilkolin. Pemekatan ini berlangsung beberapa kali disertai penarikan air. Adanya gangguan pengosongan kandung empedu, bisa akibat insufisiensi pelepasan CCK (kurangnya pelepasan FFA) sehingga kontraksi kandung empedu melemah atau karena vagotomi nonselektif (tidak hadirnya asetilkolin). Kontraksi kandung empedu juga melemah saat kehamilan. Bisa juga akibat lamanya empedu menetap dalam kandung empedu, membuat kristal memliki kesempatan membentuk konkremen besar. Peningkatan sekresi mucus (dirangsang prostaglandin) juga meningkatkan jumlah kristalisasi.

Morfologi

Batu empedu merupakan endapan ≥1 komponen empedu: kolesterol, bilirubin, garam empedu, calcium, dan protein. Secara makroskopik, batu empedu dapat diklasifikasikan menjadi 3 kategori: 1) batu kolesterol (komposisi 50-100%), 2) batu pigmen coklat atau batu calcium bilirubinate, 3) batu pigmen hitam, kaya akan residu hitam tak terekstrasi, terutama mengandung bilirubin tak terkonjugasi.

Batu kolesterol murni terbentuk dalam kandung empedu, biasanya besar, soliter, kuning pucat, bulat atau oval, padat, sering mengandung kalsium dan pigmen. Batu kolesterol campuran

Page 24: Ayu Lbm 4 Enterohepatik

(campuran kolesterol dan pigmen) paling sering ditemukan, majemuk, coklat tua. Sebagian besar batu kolesterol bersifat radiolusen (hitam), meski hampir 20% mengandung kalsium karbonat sehingga tampak radioopak (putih)

Batu pigmen bisa terbentuk dimana saja dalam saluran empedu dan secara sederhana diklasifikasikan sebagai batu coklat dan batu hitam. Terdiri atas garam kalsium dan mengandung salah satu dari: bilirubinat, karbonat, fosfat, atau asam lemak rantai panjang. Berukuran kecil, multipel, dan hitam kecoklatan (hitam akibat hemolisis kronis).

Batu coklat. Ditemukan di saluran intra- atau ekstrahati yang terinfeksi. Cenderung tunggal/sedikit, lunak, konsistensi berminyak seperti sabun karena adanya garam asam lemak yang dibebaskan oleh kerja fosfolipase bakteri pada lesitin empedu. Batu coklat, yang mengandung sabun kalsium, bersifat radiolusen.

Batu hitam. Ditemukan di empedu steril dalam kandung empedu. Biasanya kecil, banyak, mudah remuk. Karena adanya kalsium karbonat dan fosfat, 50-70% bersifat radioopak.

Terdapat pula batu bilirubin (jarang ditemukan) murni, biasanya kecil, majemuk, hitam, dikaitkan dengan kelainan hemolitik.

Batu empedu campuran sering terlihat dengan pemeriksaan radiografi, sedangkan batu murni tidak terlihat.

Gambaran Klinis

GEJALA KLINISPenyakit batu empedu memiliki 4 tahap : (3,16,17)1. Tahap litogenik , pada kondisi ini mulai terbentuk batu empedu.2. Batu empedu asimptomatik, pada tahap ini pasien tidak mengeluh akan sesuatu sehingga tidak memerlukan penanganan medis. Karena banyak terjadi, batu empedu biasanya muncul bersama dengan keluhan gastroitestinal lainnya. Beberapa penelitian menunjukkan batu empedu menyebabkan nyeri abdomen kronik, heartburn, distress postprandial, rasa kembung, serta adanya gas dalam abdomen, konstipasi dan diare. Dispepsia yang terjadi karena makan makanan berlemak sering salah dikaitkan dengan batu empedu, dimana irritable bowel syndrome atau refluks gastroesofageal merupakan penyebab utamanya.

Page 25: Ayu Lbm 4 Enterohepatik

3. Kolik bilier, episode dari kolik bilier bersifat sporadik dan tidak dapat diperkirakan. Pasien menunjukan nyeri terlokalisir pada epigastrium atau kuadran kanan atas dan akan menggambarkan nyeri dirasakan sampai ke daerah ujung scapula kanan. Dari onset nyeri, nyeri akan meningkat stabil sekitar 10 menit dan cenderung meningkat selama beberapa jam sebelum mulai mereda. Nyeri bersifat konstan dan tidak berkurang dengan emesis, antasida, defekasi atau perubahan posisi. Nyeri mungkin juga bersamaan dengan mual dan muntah.4. Komplikasi kolelitiasis, terjadi ketika batu persisten masuk ke dalam duktus biliar sehingga menyebabkan kantung empedu menjadi distended dan mengalami inflamasi progresif.

Sebagian besar (90-95%) kasus kolesistitis akut disertai kolelithiasis dan keadaan timbul akibat obstruksi duktus sistikus yang menyebabkan peradangan organ tersebut. Respon peradangan dapat dicetuskan 3 faktor: (3,16,17)a) Inflamasi mekanik yang dicetuskan oleh kenaikan tekanan intra lumen dan distensi menyebabkan iskemia mokusa dan dinding kandung empedu.b) Inflamasi kimiawi akibat pelepasan lesitin dan faktor jaringan lokal lainnya.c) Inflamasi bakteri yang memegang peran pada sebagian besar pasien dengan kolesistitis akut.

Dapat dibagi 3 kelompok: 1) pasien dengan batu asimtomatik, 2) pasien dengan batu simtomatik, 3) pasien dengan komplikasi batu empedu (kolesistitis akut, ikterus, pankreatitis)

Dominannya, asimtomatik bahkan sampai puluhan tahun tidak bergejala. Gajala yang mencolok dengan nyeri yang hebat, baik menetap atau kolik (spasmodic) diakibatkan obstruksi kandung empedu atau saat kandung empedu bergerak ke hilir dan tersangkut di saluran empedu.

Sering mempunyai gejala kolesistitis akut atau kronik. Bentuk akut ditandai nyeri hebat mendadak pada abdomen bagian atas, terutama epigastrium, bisa juga di kiri dan prekordial; menyebar ke punggung dan bahu kanan; berkeringat banyak, atau berjalan mondar-mandir atau berguling ke kanan-kiri di tempat tidur; mual dapat berlangsung berjam-jam atau dapat kambuh kembali setelah remisi parsial atau kombinasi mual, muntah dan panas. Bila penyakit reda, nyeri dapat ditemukan di atas kandung empedu. Kolesistitis akut juga sering

Page 26: Ayu Lbm 4 Enterohepatik

disertai sumbatan batu dalam duktus sistikus (kolik bilier). Gejala kolik bilier merupakan gejala yang dipercaya, nyeri visera di perut atas yang terjadi >30 menit dan <12 jam.

Bentuk kronik mirip dengan bentuk akut, tapi berat nyeri dan tanda fisik kurang nyata. Sering terdapat riwayat dyspepsia, intoleransi lemak, nyeri ulu hati atau flatulen berlangsung lama.

Setelah terbentuk, batu empedu dapat diam dalam kandung empedu dan tidak menimbulkan masalah, atau dapat menimbulkan komplikasi. Setelah batu membesar, makin kecil kemungkinannya batu tersebut masuk ke duktus sistikus atau duktus koledokus untuk menimbulkan obstruksi (batu kecil/kerikil, malah lebih berbahaya). Kadang, batu besar dapat menimbulkan erosi langsung terhadap lengkung usus halus didekatnya, menimbulkan obstruksi usus (ileus batu empedu). Komplikasi paling sering seperti kolesistitis dan obstruksi duktus sistikus atau duktus koledokus. Obstruksi dapat bersifat sementara, intermiten, atau permanen. Kadang, batu dapat menembus dinding kandung empedu yang menyebakan peradangan hebat, menimbulkan peritonitis, atau ruptur dinding kandung empedu. Jadi pada awalnya terjadi peradangan steril dan diakhiri superinfeksi bakteri. komplikasi lain seperti ikterus, kolangitis, dan pankreatitis.

Faktor Resiko

Kolelitiasis dapat terjadi dengan atau tanpa faktor resiko dibawah ini. Namun, semakin banyak faktor resiko yang dimiliki seseorang, semakin besar kemungkinan untuk terjadinya kolelitiasis. Faktor resiko tersebut antara lain : (7,8)1. Jenis Kelamin. Wanita mempunyai resiko 3 kali lipat untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan pria. Ini dikarenakan oleh hormon esterogen berpengaruh terhadap peningkatan eskresi kolesterol oleh kandung empedu. Kehamilan, yang menigkatkan kadar esterogen juga meningkatkan resiko terkena kolelitiasis. Penggunaan pil kontrasepsi dan terapi hormon (esterogen) dapat meningkatkan kolesterol dalam kandung empedu dan penurunan aktivitas pengosongan kandung empedu.2. Usia. Resiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. Orang dengan usia > 60 tahun lebih cenderung untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan orang degan usia yang lebih muda.

Page 27: Ayu Lbm 4 Enterohepatik

3. Berat badan (BMI). Orang dengan Body Mass Index (BMI) tinggi, mempunyai resiko lebih tinggi untuk terjadi kolelitiasis. Ini karenakan dengan tingginya BMI maka kadar kolesterol dalam kandung empedu pun tinggi, dan juga mengurasi garam empedu serta mengurangi kontraksi/ pengosongan kandung empedu.4. Makanan. Intake rendah klorida, kehilangan berat badan yang cepat (seperti setelah operasi gatrointestinal) mengakibatkan gangguan terhadap unsur kimia dari empedu dan dapat menyebabkan penurunan kontraksi kandung empedu.5. Riwayat keluarga. Orang dengan riwayat keluarga kolelitiasis mempunyai resiko lebih besar dibandingkann dengan tanpa riwayat keluarga.6. Aktifitas fisik. Kurangnya aktifitas fisik berhubungan dengan peningkatan resiko terjadinya kolelitiasis. Ini mungkin disebabkan oleh kandung empedu lebih sedikit berkontraksi.7. Penyakit usus halus. Penyakit yang dilaporkan berhubungan dengan kolelitiasis adalah crohn disease, diabetes, anemia sel sabit, trauma, dan ileus paralitik.8. Nutrisi intravena jangka lama. Nutrisi intravena jangka lama mengakibatkan kandung empedu tidak terstimulasi untuk berkontraksi, karena tidak ada makanan/ nutrisi yang melewati intestinal. Sehingga resiko untuk terbentuknya batu menjadi meningkat dalam kandung empedu.

DIAGNOSIS

Diagnosis kolesistitis dan kolelitiasis akut atau kronik didasarkan pada kolesistografi atau ultrasonografi (USG) yang menunjukkan adanya batu atau malfungsi kandung empedu.

Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatography (ERCP), bermanfaat dalam mendeteksi batu saluran empedu dengan sensitivitas 90%, spesivitas 98%, dan akurasi 96%, tapi prosedur invasif ini dapat menimbulkan komplikasi pankreatitis dan kolangitis yang dapat berakibat fatal.

Magnetic Resonance Cholangio Pancreatography (MRCP) juga banyak dipakai dalam diagnostik, dengan sensitivitas 91%-100%, spesivitas 92%-100%.

MRCP mempunyai kelebihan dibandingkan ERCP yaitu tanpa risiko. Akan tetapi MRCP tidak bisa sebagai terapi dan tergantung operator, sedangkan ERCP dapat berfungsi sebagai sarana dan terapi pada saat yang sama.

Page 28: Ayu Lbm 4 Enterohepatik

Penanganan Batu Kandung Empedu

Lazimnya dilakukan pembedahan untuk mengangkat kandung empedu (kolesistektomi) dan/atau pengangkatan batu dari duktus koledokus (koledokolitotomi). Penanganan profilaktik untuk batu kandung empedu asimtomatik tidak dianjurkan.

Untuk batu kandung empedu simtomatik, digunakan teknik kolesistektomi laparoskopik yang menggantikan teknik operasi kolesistektomi terbuka. kolesistektomi terbuka dibutuhkan jika kolesistektomi laparoskopik gagal. Komplikasi cedera saluran empedu dari teknik ini umumnya terjadi pada tahap belajar dapat diatasi pada sebagian kasus dengan pemasangan stent atau kateter nasobilier dangan ERCP.

Pada kasus kolesistitis akut yang disertai gejala berat dan pembentukan nanah, beberapa ahli bedah langsung melakukan operasi segera, sedang ahli bedah lain melakukan bedah dengan menunggu apabila tidak terjadi perbaikan dalam beberapa hari.

Pada pasien yang memburuk dan terdapat empiema, hanya dilakukan drainase (kolesistotomi).

DIAGNOSIS1. AnamnesisSetengah sampai duapertiga penderita kolelitiasis adalah asimtomatis. Keluhan yang mungkin timbul adalah dispepsia yang kadang disertai intoleran terhadap makanan berlemak. Pada yang simtomatis, Pasien biasanya datang dengan keluhan utama berupa nyeri di daerah epigastrium atau nyeri/kolik pada perut kanan atas atau perikondrium yang mungkin berlangsung lebih dari 15 menit, dan kadang beberapa jam. Timbulnya nyeri kebanyakan perlahan-lahan tetapi pada 30% kasus timbul tiba-tiba. Kadang pasien dating dengan mata dan tubuh menjadi kuning, badan gatal-gatal, kencing berwarna seperti teh, tinja berwarna seperti dempul dan (3,16,17)Penyebaran nyeri pada punggung bagian tengah, skapula, atau ke puncak bahu, disertai mual dan muntah. Lebih kurang seperempat penderita melaporkan bahwa nyeri berkurang setelah menggunakan antasida. Kalau terjadi kolelitiasis, keluhan nyeri menetap dan bertambah pada waktu menarik nafas dalam (3,17,18).Hal-hal yang perlu ditanyakan lebih lanjut kepada pasien adalah:- perjalanan penyakit akut/kronis- riwayat keluarga- nyeri atau tidak; ikterus tanpa nyeri biasanya disebabkan karena keganansan- riwayat minum obat sebelumnya

Page 29: Ayu Lbm 4 Enterohepatik

- kelainan gastrointestinal, seperti nyeri epigastrium, mual, muntah- demam, nafsu makan menurun; lebih cenderung ke hepatitis- anemia ada atau tidak(1,3)2. Pemeriksaan FisikPemeriksaan fisisPasien dengan stadium litogenik atau batu asimptomatik tidak memiliki kelainan dalam pemeriksaan fisis.Selama serangan kolik bilier, terutama pada saat kolesistitis akut, pasien akan mengalami nyeri palpasi / nyeri tekan dengan punktum maksimum didaerah letak anatomis kandung empedu. Diketahui dengan adanya tanda Murphy positif apabila nyeri tekan bertambah sewaktu penderita menarik nafas panjang karena kandung empedu yang meradang tersentuh ujung jari tangan pemeriksa dan pasien berhenti menarik nafas. Riwayat ikterik maupun ikterik cutaneus dan sklera dan bisa teraba hepar. (3,16,17).

PEMERIKSAAN PENUNJANG1. Pemeriksaan laboratoriumMeliputi pemeriksaan: (3,16,18)A. – Darah rutin : anemia/tidak, lekositosis/tidak– Urine : bilirubin ↑↑, urobilin (+)– Tinja : pucatB. Test Faal Hati1. Bilirubin total : meningkat2. SGOT, SGPT : meningkatMerupakan enzim yang disintesis dalam konsentrasi tinggi di dalam hepatosit. Peningkatan dalam aktivitas serum sering menunjukkan kelainan saluran hati.3. Alkali fosfatase : meningkatMerupakan enzim yang disintesis dalam sel epitel saluran empedu. Pada obstruksi aktivitas serum meningkat karena saluran ductus meningkatkan sintesis ini.4. Kadar kolesterol : meningkat5. Protrombin time : meningkat(7)• Pasien dengan kolelitiasis tanpa komplikasi atau tipe kolik bilier simple memiliki nilai laboratorium yang normal.• Kolelitiasis akut berhubungan dengan leukositosis PMN, serta bisa disertai dengan peningkatan enzim hati .• Koledokolitiasis dengan obstruksi duktus biliar akut akan menyebabkan peningkatan akut jumlah SGOT dan SGPT serta peningkatan alkali fosfatase dan serum bilirubin tetap dalam beberapa hari. (3,16,18)

2. Pemeriksaan radiologis Foto polos AbdomenWalaupun teknik ini murah, tetapi jarang dilakukan pada kolik bilier sebab nilai diagnosisnya rendah dan tidak memberikan gambaran yang khas. Foto polos kadang-kadang dapat bermanfaat, tetapi tidak bisa mengenal kebanyakan patologi saluran empedu. Hanya 15% batu empedu mengandung cairan empedu berkadar kalsium untuk memungkinkan identifikasi pasti. Jarang terjadi kalsifikasi yang hebat pada

Page 30: Ayu Lbm 4 Enterohepatik

dinding vesica billiaris (Vesica billiaris porselen) atau empedu “susu kalsium” dapat dilihat dengan foto polos karena bersifat radioopak. (3,16,17,18).Pada peradangan akut dengan kandung empedu yang membesar atau hidrops, kandung empedu kadang terlihat sebagai massa jaringan lunak di kuadran kanan atas yang menekan gambaran udara dalam usus besar, di fleksura hepatika (3,16,17,18). Ultrasonografi (USG)Ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas yang tinggi untuk mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu intrahepatik maupun ekstra hepatik. Dengan USG juga dapat dilihat dinding kandung empedu yang menebal karena fibrosis atau udem yang diakibatkan oleh peradangan maupun sebab lain. Batu yang terdapat pada duktus koledokus distal kadang sulit dideteksi karena terhalang oleh udara di dalam usus. Dengan USG punktum maksimum rasa nyeri pada batu kandung empedu yang ganggren lebih jelas daripada dengan palpasi biasa (3,16). merupakan metode non-invasif yang sangat bermanfaat dan merupakan pilihan pertama untuk mendeteksi kolelitiasis dengan ketepatan mencapai 95%. Kriteria batu kandung empedu pada USG yaitu dengan acoustic shodowing dari gambaran opasitas dalam kandung empedu. Walaupun demikian ,manfaat US untuk mendignosis BSE relatif rendah. KolesistografiUntuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras cukup baik karena relatif murah, sederhana, dan cukup akurat untuk melihat batu radiolusen sehingga dapat dihitung jumlah dan ukuran batu. Kolesistografi oral akan gagal pada keadaan ileus paralitik, muntah, kadar bilirubun serum diatas 2 mg/dl, kehamilan, okstruksi pilorus, dan hepatitis karena pada keadaan-keadaan tersebut kontras tidak dapat mencapai hati. Cara ini memerlukan lebih banyak waktu dan persiapan dibandingkan ultrasonografi Pemeriksaan kolesitografi oral lebih bermakna pada penilaian fungsi kandung empedu (1,3). Penataan hati dengan HIDAMetode ini bermanfaat untuk menentukan adanya obstruksi di duktus sistikus misalnya karena batu. Juga dapat berguna untuk membedakan batu empedu dengan beberapa nyeri abdomen akut. HIDA normalnya akan diabsorpsi di hati dan kemudian akan disekresi ke kantong empedu dan dapat dideteksi dengan kamera gamma. Kegagalan dalam mengisi kantong empedu menandakan adanya batu sementara HIDA terisi ke dalam duodenum.(1,5)

Computed Tomografi (CT)CT scan juga merupakan metode pemeriksaan yang akurat untuk menentukan adanya batu empedu, Pelebaran saluran empedu dan koledokolitiasis. Walaupun demikian, teknik ini jauh lebih mahal dibanding USG.(5,6)

Percutaneus Transhepatic Cholangiographi (PTC) Endoscopic Retrograde Cholangio-pancreatography (ERCP).PTC dan ERCP merupakan metoda kolangiografi direk yang amat bermanfaat untuk menentukan adanya obstruksi bilier dan penyebab obstruksinya seperti koledokolitiasis. Selain untuk diagnosis ERCP juga dapat di gunakan untuk terapi dengan melakukan sfingterotomi ampula vateri diikuti ekstraksi batu. Tes invasif ini

Page 31: Ayu Lbm 4 Enterohepatik

melibatkan opasifikasi langsung batang saluran empedu dengan kanulasi endoskopi ampulla Vateri dan suntikan retograd zat kontras. Resiko ERCP pada hakekatnya dari endoskopi dan mencakup sedikit penambahan insidens kolangitis dalam batang saluran empedu yang tersumbat sebagian. (2,5,6)

Penatalaksanaan Batu Saluran Empedu

BEDAH

ERCP terapeutik dengan melakukan sfingteretomi endoskopik untuk mengeluarkan batu saluran empedu tanpa operasi dan menjadi standar baku terapi non-operatif untuk batu saluran empedu.

Page 32: Ayu Lbm 4 Enterohepatik

Selanjutnya batu saluran empedu dikeluarkan dengan basket kawat atau balon ekstraksi melalui muara yang sudah besar menuju lumen duodenum sehingga bisa dikeluarkan bersama tinja atau dikeluarkan melalui mulut bersama skopnya.

Komplikasi sfingteretomi dan ekstraksi batu meliputi pankreatitis akut, perdarahan, dan perforasi.

KOMPLIKASIKomplikasi yang dapat terjadi pada penderita kolelitiasis : (3,4,13)1. Obstruksi duktus sistikus2. Kolik bilier3. Kolesistitis akut4. Perikolesistitis5. Peradangan pankreas (pankreatitis)-angga6. Perforasi7. Kolesistitis kronis8. Hidrop kandung empedu9. Empiema kandung empedu10. Fistel kolesistoenterik11. Batu empedu sekunder (Pada 2-6% penderita, saluran menciut kembali dan batu empedu muncul lagi) angga12. Ileus batu empedu (gallstone ileus)

—-Kolesistokinin yang disekresi oleh duodenum karena adanya makanan mengakibatkan/ menghasilkan kontraksi kandung empedu, sehingga batu yang tadi ada dalam kandung empedu terdorong dan dapat menutupi duktus sistikus, batu dapat menetap ataupun dapat terlepas lagi. Apabila batu menutupi duktus sitikus secara menetap maka mungkin akan dapat terjadi mukokel, bila terjadi infeksi maka mukokel dapat menjadi suatu empiema, biasanya kandung empedu dikelilingi dan ditutupi oleh alat-alat perut (kolon, omentum), dan dapat juga membentuk suatu fistel kolesistoduodenal. Penyumbatan duktus sistikus dapat juga berakibat terjadinya kolesistitis akut yang dapat sembuh atau dapat mengakibatkan nekrosis sebagian dinding (dapat ditutupi alat sekitarnya) dan dapat membentuk suatu fistel kolesistoduodenal ataupun dapat terjadi perforasi kandung empedu yang berakibat terjadinya peritonitis generalisata (3,4,13).—-Batu kandung empedu dapat maju masuk ke dalam duktus sistikus pada saat kontraksi dari kandung empedu. Batu ini dapat terus maju sampai duktus koledokus kemudian menetap asimtomatis atau kadang dapat menyebabkan kolik. Batu yang menyumbat di duktus koledokus juga berakibat terjadinya ikterus obstruktif, kolangitis, kolangiolitis, dan pankretitis (3,4,13).—-Batu kandung empedu dapat lolos ke dalam saluran cerna melalui terbentuknya fistel kolesitoduodenal. Apabila batu empedu cukup besar dapat menyumbat pada bagian tersempit saluran cerna (ileum terminal) dan menimbulkan ileus obstruksi (3).—-

Page 33: Ayu Lbm 4 Enterohepatik

PROGNOSISBatu empedu asimptomatik yang berubah menjadi simptomatik yaitu rata-rata 2% per tahun. Gejala pada umumnya kolik bilier kemudian menjadi komplikasi biliar mayor. Bila gejala bilier dimulai, keluhan nyeri muncul pada 20-40% pasien per tahun, 1-2% pasien pertahun terjadi komplikasi berupa kolesistitis, koledokolithiasis, kolangitis, dan pancreatitis batu empedu. Setiap tahun di Amerika Serikat sekitar 500.00 orang dengan perkembangan gejala atau komplikasi batu empedu memerlukan cholecystecomy. Penyakit batu empedu menyebabkan 10.000 kematian tiap tahun. Sekitar 7.000 kematian diakibatkan oleh komplikasi batu empedu akut seperti pancreatitis akut. Sekitar 2.000 sampai 3.000 kematian disebabkan oleh kanker batu empedu (80% terjadi pada penyakit batu empedu dengan kolesistitis kronik).

Referensi

Kumar V., Cotran R. S., Robbins S. L. 2007. Buku Ajar Patologi Edisi 7. Jakarta : EGC

Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV. Jakarta : EGC

Price S. A., Wilson L. M., 1995. Patofisiologi – Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 4. Jakarta : EGC

Silbernagle S., Lang F. 2007. Teks dan Atlas Berwarna Patofisiologi. Jakarta : EGC

Ilmu bedah.info