atraktan dari nabati

Upload: eko-pampang-pasinggi

Post on 10-Mar-2016

247 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

menjebak PBKO

TRANSCRIPT

  • 0

    Laporan Akhir

    KajianTentang Pengaruh Atraktan Dari Nabati

    Alami Lokal dan Buatan untuk Memerangkap

    Hama Penggerek Buah Kopi di Sumatera Utara

    Dr. Ir. Sabam Malau

    Ir. Parlindungan LB Raja, M.Si

    Ir. Benika Naibaho, MS

    Ir. Susana Tabah Trina Sumihar, MS

    Ir. Rosnawyta Simanjuntak, MS

    Universitas HKBP Nommensen

    Jalan Sutomo 4-A

    Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Sumatera Utara Jalan Sisingamangaraja

    Medan 2012

  • 1

  • 2

    Abstrak

    Hama penggerek buah kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) dapat dikendalikan dengan menggunakan

    perangkap yang dilengkapi dengan atraktan. Tujuan penelitian ini adalah untuk menetapkan

    menetapkan jenis bahan nabati alami lokal sebagai atraktan, menetapkan gambaran tentang

    pengetahuan petani mengenai budidaya dan proteksi tanaman kopi, dan menetapkan respons

    masyarakat tentang pemanfaatan atraktan dari bahan nabati alami lokal. Penelitian menggunakan

    metode survey, wawancara dan percobaan. Survey digunakan untuk menentukan intensitas serangan

    PBKo, dan wawancara untuk memerolah informasi tentang teknik budidaya yang terkait dengan

    pengendalian PBKo dan respons petani kopi terhadap rencana penggunaan bahan nabati alami sebagai

    atraktan. Lokasi survey dan wawancara adalah Kabupaten Dairi, Samosir, Simalungun dan Tapanuli

    Utara pada masing-masing satu kecamatan. Pada setiap kecamatan, sebanyak tiga kebun dipilih

    secara acak. Setiap kebun memiliki setidak-tidaknya 90 tanaman. Dari 90 tanaman tersebut dipilih 9

    tanaman sampel secara acak dengan metode zigzag sehingga keseluruhan 27 tanaman kopi per

    Kecamatan. Dari survei ini ditetapkan satu tempat percobaan pada tanaman Arabica di mana terdapat

    kebun yang memiliki tingkat serangan PBKo tertinggi. Wawancara dilakukan langsung berhadapan

    muka dengan menggunakan kuesioner dengan pertanyaan terbuka. Jumlah responden 40 orang yang

    tersebar pada 4 kabupaten tersebut, artinya 10 orang dari setiap kecamatan. Percobaan dilakukan di

    Dairi di Kecamatan Sumbul penghasil terbanyak kopi pada 1 (satu) kebun yang terbanyak serangan

    PBKo. Percobaan menggunakan Rancangan Acak Kelompok nonfaktorian dengan 5 kelompok dan 6

    taraf perlakuan. (air sebagai kontrol, arak, brem dari beras ketan, etanol, metanol, dan campuran

    etanol-metanol 2:1). Perangkap terbuat dari botol aqua yang dilobangi sehingga terbentuk jendela

    berukuran lebar 2 x tinggi 8 cm, dan didalamnya diletakkan kantongan plastik berisi atraktan, dan di

    dasar botol terdapat air yang dicampur dengan deterjen. Kantongan plastik atraktan digantung di

    dalam botol. Botol digantung pada ranting kopi pada ketinggian 1,2 m di atas permukaan tanah.

    Pengamatan dilakukan setiap 4 hari sebanyak 10 kali. Bahan atraktan (50 ml) diganti setiap 4 hari.

    Hasil survey mengungkapkan bahwa rata-rata intensitas serangan PBKo pada buah kopi bervariasi

    antara 21.8% hingga 31.5% dengan intensitas tertinggi 85.8%. Dari hasil wawancara diperoleh

    gambaran pengetahuhuan budidaya dan proteksi kopi di level petani sebagai berikut. Dari

    perbandingan keseluruhan aspek teknik pembudidayaan kopi (100%), ranking pertama (35,0%)

    adalah kurangnya pengetahuan petani tentang teknik mengatasi serangan hama dan penyakit tanaman

    kopi, dan urutan kedua (25%) adalah kurang mengetahui teknik penanganan setelah panen

    (pascapanen). Dari seluruh aspek sarana (100%), masalah yang paling utama adalah kurang

    ketersediaan pupuk kimia (anorganik) di pasar (45.0%), dan urutan kedua adalah kurang tersedianya

    pestisida dan herbisida. Tanggapan petani kopi terhadap penyuluhan menunjukkan bahwa

    kebanyakan (67,5%) dari mereka menyatakan bahwa penyuluhan sangat penting. Gambaran

    tanggapan masyarakat tentang pemanfaatan bahan nabati lokal untuk proteksi tanaman kopi di masa

    yang akan datang adalah hampir keseluruhan (85.0%) petani berpendapat bahwa pemanfaatan bahan

    nabati lokal untuk proteksi tanaman kopi sangat penting. Hasil percobaan dengan atraktan

    menunjukan bahwa terdapat perbedaan yang sangat nyata antartaraf perlakuan berdasarkan Uji-F.

    Selama percobaan, jumlah PBKo yang mati terperangkap dalam wadah terendah (355 ekor) pada taraf

    perlakuan air dan tertinggi (4.390 ekor) pada taraf perlakuan campuran metanol dengan etanol. Hasil

    Uji Duncan menunjukkan bahwa semua taraf perlakuan lebih baik secara sangat nyata dibandingkan

    dengan kontrol. Pengaruh atraktan tuak lebih baik secara sangat nyata daripada kontrol, dan lebih

    rendah secara nyata dibandingkan dengan brem. Pengaruh atraktan brem sangat nyata lebih baik

    dibandingkan tuak. Pengaruh etanol sama dengan pengaruh brem. Pengaruh metanol sangat nyata

    lebih baik dibandingkan dengan etanol. Pengaruh campuran metanol dan etanol sangat nyata lebih

    baik dibandingkan dengan metanol. Dengan demikian. bahan nabati alami lokal berupa arak dan

    brem dapat dimanfaatkan sebagai atraktan.

  • 3

    Kata Pengantar

    Perkopian Sumatera Utara memiliki arti stragtegis bagi perekonomian Indonesia

    umumnya dan Sumatera Utara khususnya karena memberikan devisa yang besar dan

    menciptakan lapangan pekerjaan. Oleh karena itu, berbagai kebijakan dan program perlu

    diterapkan untuk mengatasi segala kendala yang dihadapi. Salah satu kendala sekarang ini

    adalah rendahnya produktivitas kopi akibat dari serangan hama penggerek buah kopi.

    Penelitian ini dimaksudkan untuk mencari solusi bagi masalah tersebut. Solusi tersebut

    adalah atraktan dari bahan nabati alami lokal untuk mengendalikan serangan hama penggerek

    buah kopi.

    Pada kesempatan ini, kami Tim Peneliti mengucapkan terima kasih kepada

    Pemerintah Provinsi Sumatera Utara melalui Kepala Badan Pengembangan dan Penelitian

    Provinsi Sumatera Utara yang telah mendanai penelitian ini melalui APBD Sumatera Utara

    Tahun Anggaran 2012. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada para reviewer yang

    telah memberikan beberapa masukan yang sangat berharga bagi penyempurnaan proposal dan

    laporan akhir penelitian.

    Medan, 2012

    Tim Peneliti

  • 4

    Daftar Isi

    Abstrak

    Kata Pengantar

    Daftar Isi

    Daftar Tabel

    Daftar Gambar

    Daftar Bagan

    Daftar Lampiran

    BAB I. PENDAHULUAN 1

    1.1. Latar Belakang 1

    1.2. Perumusan Masalah 3

    1.3. Hipotesis 4

    1.4. Tujuan Penelitian 4

    1.5. Manfaat Penelitian 4

    BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 6

    2.1. Peranan Kopi 6

    2.2. Masalah Perkopian Sumatera Utara 8

    2.3. Penggrek Buah Kopi 10

    2.4. Metanol, Etanol, Cairan Fermentasi Tape Beras Pulut dan Tuak 12

    2.4.1. Metanol 12

    2.4.2. Etanol 13

    2.4.3. Etanol pada fermentasi ketan 13

    2.4.4. Etanol pada arak 14

    BAB III. METODE PENELITAN 15

    3.1. Lokasi survey dan percobaan 15

    3.2. Wawancara 15

    3.3. Percobaan 16

    3.3.1. Lokasi, lama dan rancangan percobaan 16

    3.3.2. Peralatan dan bahan 22

    3.3.3. Pengolahan Data 22

    BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 25

    4.1. Hasil penelitian 25

    4.1.1. Intensitas Serangan PBKo 25

    4.1.2. Hasil percobaan atraktan 28

    4.1.3. Gambaran pengetahuhuan budidaya dan proteksi kopi di level petani kopi 29

    4.1.4. Gambaran tangapan masyarakat tentang pemanfaatan bahan nabati lokal untuk

    proteksi tanaman kopi di masa yang akan datang 31

    4.2. Pembahasan 32

    BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN 37

    5.1. Kesimpulan 37

    5.2. Saran 37

    DAFTAR PUSTAKAN 39

    LAMPIRAN 41

  • 5

    Daftar Tabel

    Tabel 2.1. Konsumsi kopi per kapita (ICO 2011) 8

    Tabel 2.2. Produktivitas kopi Sumatera Utara dan beberapa negara di dunia untuk kopi

    Arabica dan Robusta (BPS 2011, ICO 2011) 9

    Table 4.1. Tingkat infeksi PBKo pada cabang, buku dan buah kopi di Kabupaten Dairi (n =

    27) 25

    Tabel 4.2. Tingkat infeksi PBKo pada cabang, buku dan buah kopi di Samosir (n = 27) 26

    Tabel 4.3. Tingkat infeksi PBKo pada cabang, buku dan buah kopi di Simalungun (n = 27)

    27

    Tabel 4.4. Tingkat infeksi PBKo pada cabang, buku dan buah kopi di Tapanuli Utara (n

    = 27) 28

    Tabel 4.5. Sidik ragam pengaruh atraktan terhadap PBKo tertangkap 28

    Tabel 4.6. PBKo yang mati dalam perangkap 29

    Tabel 4.7. Gambaran petani kopi dalam aspek teknik pembudidayaan kopi (n =40) 30

    Tabel 4.8. Masalah utama dalam aspek sarana (n =40) 31

    Tabel 4.9. Tanggapan petani kopi terhadap penyuluhan (n = 40) 31

    Tabel 4.10. Tanggapan petani kopi terhadap urgensi pemanfaatan bahan alami (n = 40) 32

  • 6

    Daftar Gambar

    Gambar 1. Metanol dan Etanol (kiri) dan botol perangkap 17

    Gambar 2. Botol perangkap perlakuan campuran Metanol dan Etanol (C) 18

    Gambar 3. Botol perangkap perlakuan Metanol (M) 19

    Gambar 4. Botol perangkap perlakuan Etanol (E) 19

    Gambar 5. Botol perangkap perlakuan cairan tape beras pulut (P) 20

    Gambar 6. Botol perangkap perlakuan tuak (T) 20

    Gambar 7. Botol perangkap perlakuan dengan air (kontrol, K) 21

    Gambar 8. Pengeluaran air dari wadah 21

    Gambar 9. Pengamatan menggunakan kaca pembesar 22

  • 7

    Daftar Bagan

    Bagan 1. Keterkaitan antara model pembelajaran dengan tingkat memorisasi (Wyatt dan

    Loper 1999) 35

  • 8

    Daftar Lampiran

    Lampiran 1. Jadual dan Jenis Kegiatan Kerja 41

    Lampiran 2. Kuesioner 41

    Lampiran 3. Karakteristik Responden (n = 40) 44

    Lampiran 4. Bagan percobaan 44

  • 9

    BAB I. PENDAHULUAN

    1.1. Latar Belakang

    Di Sumatera Utara, perkopian memiliki arti yang sangat besar dan strategis karena

    menciptakan banyak lapangan kerja dan sumber devisa yang besar. Di Indonesia, Sumatera

    Utara adalah penghasil dan sekaligus pengekspor Kopi Arabica terbanyak. Sebahagian besar

    diekspor terutama ke Amerika Serikat, Jepang dan Eropah.

    Kebutuhan kopi dunia terus meningkat dengan laju peningkatan 15% per tahun

    sementara laju penambahan produksi kopi dunia hanya meningkat 10% (ICO 2012). Harga

    biji kopi dipasar Internasional cenderung meningkat dan mengalami puncaknya pada tahun

    2011, dan menurun kembali pada tahun 2012. Akan tetapi Indonesia umumnya dan

    Sumatera Utara khususnya tidak dapat memeroleh manfaat maksimal ketika harga kopi naik

    ke harga tertingi pada tahun 2011 akibat menurunnya volume ekspor (ICO 2012). Artinya,

    nilai ekspor tahun 2011 memang naik pada menjadi US$ 205,2 juta, tapi kenaikan nilai

    ekspor tersebut semata-mata akibat dari kenaikan harga, bukan karena kenaikan volume

    ekspor.

    Penurunan volume ekspor dapat disebabkan oleh penurunan produksi sebagai dari

    menurunnya produktivitas. Poduktivitas kopi Arabica dan Robusta Sumatera Utara rendah

    dibandingkan dengan produktivitas kopi di negara-negara lain. Produktivitas yang rendah

    tersebut bisa disebabkan oleh beberapa faktor antara lain kurangnya pemahaman petani kopi

    tentang budidaya kopi, rendahnya dosis pupuk, kurangnya pemeliharaan tanaman, tidak

    adanya tanaman penaung, tuanya umur tanaman, dan tingginya serangan hama Penggerek

    Buah Kopi (PBKo).

    Serangan PBKo beberapa tahun terakhir ini sangat serius di berbagai kabupaten

    penghasil kopi di Sumatera Utara. Hama PBKo menggerek buah kopi, lalu hidup di

  • 10

    dalamnya, dan memakan biji kopi. Hasil penelitian Malau (2010) menunjukkan bahwa

    serangan PBKo di Sumatera Utara dapat menyebabkan penurunan produksi hingga 92%

    sehingga diperkirakan telah menimbulkan kerugian bagi Sumatera Utara hingga Rp. 837

    milyar pada tahun 2010.

    PBKo ini telah dicoba dikendalikan dengan teknik Good Agriculture Practice seperti

    menggunakan perangkap dengan hypotan, naungan, jamur, pupuk organik, tindakan teknik

    manual, dan replanting. Di beberapa tempat di Sumatera Uatar, petani menggunakan hypotan

    untuk mengendalikan PBKo. Hypotan adalah atraktan dari bahan buatan berupa campuran

    dari senyawa kimia methanol dan etanol. Masing-masing methanol dan etanol berbau seperti

    bau-bau yang dikeluarkan jantan PBKo sehingga PBKo betina akan mendekati atraktan

    tersebut. Bahan buatan methanol atau etanol dapat digunakan sebagai atraktan secara sendiri-

    sendiri maupun dicampur (Mathieu dkk 1997). Atraktan dari bahan buatan tersebut dapat

    digunakan sebagai pemancing masuknya PBKo betina kedalam perangkap.

    Akan tetapi, upaya melalui penggunaan atraktan dari bahan buatan baik hypotan

    maupun metanol dan etanol tersebut nampaknya belum berhasil diterapkan secara meluas dan

    berkesinambungan oleh petani kopi. Salah satu yang mungkin menjadi penyebabnya adalah

    ketidaktersediaan atraktan dari bahan buatan tersebut secara terus menerus di tingkat petani.

    Hypotan misalnya harus didatangkan dari dari Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Jember, Jawa

    Timur. Metanol dan etanol tersedia di toko-toko yang umumnya berada di kota.

    Perilaku petani kopi mungkin dapat menjadi penyebab tingginya intensitas serangan

    pbko. kucel, kangire dan egonya (2012) menekankan bahwa untuk mencari penyebab

    tingginya intensitas serangan PBKO dan untuk mencari cara pengendalian PBKo diperlukan

    penelitian untuk memeroleh pemahaman tentang sistem pertanian kopi dan budidaya kopi

  • 11

    serta peranannya dalam perkembangan PBKo, termasuk pemahaman yang memadai tentang

    peranan petani kopi dalam perkebangan PBKo.

    1.2. Perumusan Masalah

    Tingginya intensitas serangan PBKo di Sumatera Utara dapat disebabkan oleh

    kelangkaan ketersediaan atraktan dari bahan buatan dan ketidakpahaman petani dalam

    merawat tanaman kopi. Kesulitan petani memeroleh atraktan dari bahan buatan pada saat

    dibutuhkan perlu diatasi dengan mencari atraktan dari bahan-bahan alami lokal sebagai

    pengganti atraktan dari bahan-bahan buatan. Bahan-bahan buatan dapat berupa methanol dan

    etanol serta hypotan yang merupakan campuran dan methanol dan etanol. Bahan-bahan

    alami tersebut mestilah mengandung etanol yang berfungsi sebagai atraktan, dan harus pula

    tersedia di lokal atau mudah terjangkau oleh petani kopi. Perkembangan PBKo sangat pesat

    pada kebun yang tidak terawat oleh petani. Petani yang tidak memahami perawatan

    kesehatan tanaman telah memberikan kesempatan bagi PBKo untuk berkembang dengan

    pesat. Perlu dilakukan penelitian untuk mencari atraktan dari bahan alami lokal, dan

    penelitian tentang pengetahuan petani tentang perawatan tanaman. Rumusan masalah yang

    akan dijawab oleh penelitian ini adalah:

    1. Bagaimanakah pengaruh atraktan dari bahan nabati lokal sebagai pengendali

    PBKo?

    2. Bagaimanakah gambaran tentang pengetahuan petani kopi tentang budidaya dan

    proteksi tanaman kopi?

    3. Bagaimanakah respons masyarakat tentang pemanfaatan atraktan dari bahan

    nabati lokal?

  • 12

    1.3. Hipotesis

    Pada percobaan dengan atraktan ditetapkan hipotesis bahwa terdapat perbedaan yang

    nyata antaratraktan, dan bahwa pengaruh atraktan dari bahan nabati alami lokal sama dengan

    pengaruh atraktan dari bahan buatan.

    1.4. Tujuan Penelitian

    Penelitian ini bertujuan untuk :

    1. Menetapkan jenis bahan nabati lokal sebagai atraktan.

    2. Menetapkan gambaran tentang pengetahuan petani tentang budidaya dan proteksi

    tanaman kopi.

    3. Menetapkan respons masyarakat tentang pemanfaatan atraktan dari bahan alami

    lokal.

    1.5. Manfaat Penelitian

    Manfaat penelitian ini sebagai berikut:

    1. Manfaat bagi petani kopi adalah petani dapat menggunakan atraktan dari bahan

    nabati lokal untuk pengendalian PBKo demi peningkatan produktivitas kopi.

    2. Manfaat bagi Bagi Gubernur dan DPRD adalah rekomendasi kebijakan dari hasil

    penelitian ini menjadi bahan bagi Gubernur untuk menetapkan arah kebijakan

    dalam rangka meningkatkan produktivitas kopi melalui perbaikan budi daya kopi

    umumnya dan melalui proteksi tanaman khususnya.

    3. Manfaat bagi Badan Penelitian dan Pengembangan adalah rekomendasi kebijakan

    dari hasil penelitian ini menjadi bahan masukan bagi penetapan programnya, dan

    menjadi saran kebijakan untuk disampaikan kepada Gubernur.

  • 13

    4. Manfaat bagi Dinas-dinas terkait adalah rekomendasi kebijakan dari hasil

    penelitian ini menjadi bahan bagi penetapan program dan kegiatan dalam rangka

    meningkatkan produktivitas kopi melalui perbaikan budi daya kopi umumnya dan

    melalui proteksi tanaman khususnya.

  • 14

    BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

    2.1. Peranan Kopi

    Perkopian di Sumatera Utara memberikan manfaat yang sangat besar dan strategis

    ditinjau dari aspek ekonomi yakni lapangan kerja dan devisa. Perkopian di Sumatera Utara

    menjadi sumber nafkah secara langsung bagi sekitar 1.000.000 (angka prediksi) penduduk

    baik petani produsen, pedagang pengumpul, tenaga kerja perusahaan pengolahan, eksportir

    kopi maupun pengusaha kedai kopi. Kabupaten Dairi memroduksi 13,3 ribu ton/tahun,

    Tapanui Utara 10,5 ribu ton/tahun, Simalungun 9,5 ribu ton/tahun, Karo 7,2 ribu ton/tahun,

    dan Humbang Hasundutan 5,7 ribu ton/tahun, dan berbagai kabupaten lainnya (BPS 2011).

    Total produksi Kopi Sumatera Utara 55 ribu ton/tahun.

    Di Indonesia, Sumatera Utara adalah penghasil dan sekaligus pengekspor Kopi

    Arabica terbanyak. Sumatera Utara memroduksi kopi (Robusta dan Arabika) sebanyak 55,6

    ribu ton pada tahun 2010 dengan luas lahan 78.709,56 Ha (BPS 2011). Sebahagian besar

    (sekitar 50.000 ton, 95%) diekspor terutama ke Amerika Serikat, Jepang dan Eropah.

    Meskipun data statistik yang dikeluarkan BPS menunjukkan kenaikan produksi pada tahun

    2010 dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, namun banyak pihak - misalnya Ketua

    Assosiasi Eksportir Indonesia (AEKI) - meragukan kenaikan ini dan menyakini bahwa terjadi

    penurunan produksi. Nilai ekspor biji dan bubuk kopi Sumut diperkirakan US$ 192,5 juta

    pada tahun 2009, turun dari US$ 207,8 juta pada tahun 2008. Dibandingkan tahun2010, nilai

    ekspor tahun 2011 naik menjadi US$ 205,2 juta semata-mata akibat dari kenikan harga,

    bukan karena kenaikan volume ekspor.

    Negara-negara kopi nampaknya berbeda beda dalam menangani perkopian di

    negaranya yang diindikasikan dengan kuantitas ekspornya. Dari 54 negara penghasil kopi, 19

    diantaranya mengalami peningkatan ekspor kopi pada tahun 2011, sedangkan 25 negara

  • 15

    mengalami penurunan ekspor. Peningkatan ekspor tertinggi (24.09%) dialami oleh Brasilia,

    sedangkan Indonesia mengalami penurunan ekspor sebesar 30% pada tahun 2011, sementara

    produksi juga menurun dari 683.000 ton pada tahun 2009 menjadi 570.000 ton pada tahun

    2010 atau terjadi penurunan sebanyak 16,52% (ICO, 2011), dan menurun kembali pada tahun

    2011 menjadi 369.540 ton (ICO 2012). Akibat penurunan ekspor tersebut, Indonesia tidak

    dapat memeroleh manfaat maksimal ketika harga kopi naik ke harga tertingi pada tahun 2011.

    Harga kopi dunia cenderung terus meningkat meskipun kadang dibarengi dengan

    penurunan harga. Harga kopi Arabica telah memecahkan rekor dunia pada tahun 2011.

    Harga cenderung turun pada tahun 2012 (ICO 2012). Fluktuasi harga di pasaran dunia

    nampaknya berpengaruh terhadap harga di dalam negeri. Pada saat harga puncak di pasaran

    dunia pada tahun 2011, harga kopi di Sumatera Utara juga mengalami puncaknya yakni Rp.

    65.000/kg biji hijau kering untuk Arabica dan Rp. 27.000/kg untuk Robusta. Pada bulan

    Oktober 2012, harga turun menjadi Rp. 45.000/kg untuk Arabica dan Rp. 15.000/kg untuk

    Robusta. Para ahli menyebut bahwa penurunan harga tersebut karena penurunan daya beli

    akibat pelemahan ekonomi dunia meskipun kebutuhan kopi tetap tinggi.

    Konsumsi kopi per kapita berbeda-beda antarnegara. Kampanye untuk

    mengonsumsi kopi marak dilakukan oleh berbagai perusahaan besar di luar dan dalam

    negeri. Dari 146 negara di dunia, Finladia merupakan negara dengan konsumsi terbesar (12

    kg/kapita/tahun), sedangkan Indonesia berada pada urutan 104 (0,5 kg/kapita/tahun) (Tabel

    2.1, ICO 2011).

  • 16

    Tabel 2.1. Konsumsi kopi per kapita (ICO 2011)

    Rangking Negara Konsumsi per kapita (Kg/tahun)

    1 Finlandia 12,0

    2 Norway 9,9

    3 Islandia 9,0

    (data 2006)

    4 Denmark 8,7

    5 Belanda 8,4

    12 Jerman 6,4

    17 Brasilia 5,8

    (data 2009)

    26 Amerika Serikat 4,2

    58 Kolombia 1,8

    69 Ethiopia 1,3

    92 Vietnam 0,7

    104 Indonesia 0,5

    146 Burkina Faso 0,1

    (data 2006)

    2.2. Masalah Perkopian Sumatera Utara

    Produktivitas kopi Sumatera Utara lebih rendah dibandingkan dengan produktivitas

    kopi di negara-negara lain. Produktivitas Kopi Arabica Sumatera Utara hanya 1.154

    kg/ha/tahun sedangkan Costa Rica 1.610 kg/ha/tahun. Produktivitas Robusta 649 kg/ha/tahun

    dibandingkan Laos 738 kg/ha/tahun (Tabel 2.2). Produktivitas yang rendah tersebut bisa

    disebabkan oleh kurangnya pemahaman petani kopi tentang budidaya kopi, seperti rendahnya

    masukan pupuk, kurangnya pemeliharaan tanaman, tidak adanya tanaman penaung, tuanya

    umur tanaman, dan tingginya serangan hama Penggerek Buah Kopi (PBKo).

  • 17

    Tabel 2.2. Produktivitas kopi Sumatera Utara dan beberapa negara di dunia untuk kopi Arabica dan Robusta (BPS 2011, ICO 2011)

    Jenis Negara Produktivitas

    (kg/ha)

    Arabica (A) Cota Rica (A) 1.810

    Brasilia (A/R) 1.259

    Sumatera Utara (A) 1.130

    El Salvador (A) 920

    Kolombia (A) 938

    Guatemala (A/R) 690

    Hoonduras (A) 690

    Robusta (R) Laos (R) 738

    Vietnam (R) 2.734

    (di Provinsi Daklok, 2004)

    Sumatera Utara (R) 670

    Di berbagai Kabupaten penghasil kopi di Sumatera Utara, intensitas serangan

    PBKo beberapa tahun terakhir ini sangat tinggi. Hama PBKo yang hidup di dalam buah

    memakan biji kopi. PBKo ini telah dicoba dikendalikan dengan teknik Good Agriculture

    Practice seperti penggunaan hypotan, naungan, jamur, pupuk organik, tindakan teknik

    manual, dan peremajaan tanaman. Nampaknya tindakan-tindakan tersebut belum cukup

    berhasil terbukti dari masih tingginya serangan PBKo. Hasil penelitian Malau (2010)

    menunjukkan serangan PBKo di Sumatera Utara dapat menyebabkan penurunan produksi

    hingga 92% dengan modus 31-35% dan rata-rata 28,4% sehingga diperkirakan telah

    menimbulkan kerugian bagi Sumatera Utara hingga Rp. 837 milyar pada tahun 2010.

    Pemerintah dan Pemerintah Daerah telah berupaya untuk membantu mengatasi

    tersebut dengan cara membagikan hypotan kepada petani. Hypotan adalah campuran dari

    senyawa kimia methanol dan etanol. Hypotan diproduksi oleh Pusat Penelitian Kakao dan

  • 18

    Kopi Jember (Astuti 2011). Kedua senyawa tersebut diproduksi di pabrik melalui proses

    fabrikasi. Bagi PBKo betina, hypotan ini berbau seperti bau-bau yang dikeluarkan jantan

    PBKO sehingga PBKo betina akan mendekati hypotan tersebut. Dengan demikian hypotan

    dapat digunakan sebagai pemancing masuknya PBKo betina kedalam perangkap. Akan

    tetapi, upaya melalui penggunaan hypotan tersebut nampaknya belum berhasil diterapkan

    secara meluas dan berkesinambungan oleh petani kopi. Salah satu yang mungkin menjadi

    penyebabnya adalah ketidaktersediaan hypotan secara terus menerus di lapang karena harus

    didatangkan dari dari Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Jember, Jawa Timur. Petani kopi

    juga kesulitan dalam menjangkau atraktan dari bahan buatan methanol dan etanol karena

    kedua bahan tersebut dijual hanya di apotik atau toko-toko kimia yang umumnya berada di

    kota-kota Kabupaten.

    Mengingat kesulitan tersebut, maka perlu dicari atraktan alternatif yang berasal dari

    bahan-bahan nabati alami yang ada disekitar petani. Bahan-bahan nabati alami tersebut

    diharapkan dapat berfungsi sebagai atraktan pada perangkap PBKo. Dengan cara tersebut

    petani dapat terus menerus memasang perangkap bagi PBKo. Mengacu kepada Kucel,

    Kangire dan Egonya (2012), perilaku petani kopi di Sumatera Utara mungkin dapat menjadi

    penyebab tingginya intensitas serangan PBKo di Sumatera Utara. Para ahli tersebut

    menekankan bahwa untuk mencari penyebab tingginya intensitas serangan PBKo dan untuk

    menemukan teknik pengendalian PBKo diperlukan pemahaman tentang sistem budidaya kopi

    serta peranan petani kopi dalam perkembangan PBKo.

    2.3. Penggerek Buah Kopi

    PBKo diberi nama lmiah Hypothenemus hampei. PBKo dalam Bahasa Inggris adalah

    Coffee Berry Borer (CBB) atau Broca. Malau (2010) menamainya Setan Hitam (Black

  • 19

    Devil). PBKo berasal dari Afrika. PBKo adalah Kumbang berukuran kecil. Dewasa

    berwarna hitam. Ukuran betina dewasa panjang 1.41.8 mm, jantan lebih kecil 1.21.6 mm.

    Betina dapat terbang dalam jarak dekat. Jantan tidak dapat terbang karena tidak punya sayap.

    Cara PBKo bekerja dapat dijelaskan sebagai berikut. PKBo membor (menggerek)

    buah kopi pada diktus. Tapi, bila populasi PBKo sangat tinggi pada musim kering dan panas,

    PBKo sering membor dari sisi lain dari buah kopi. Dengan demikian, identifikasi serangan

    tidak boleh hanya melihat diktus saja, tapi juga sisi buah. Biasanya, 1 buah dimasuki oleh 1

    betina. Kebiasaan ini yang membuat penyebaran PBKo luar biasa cepatnya. Setelah membor

    buah, hama tersebut hidup dalam buah. Induk dan anak-anaknya memakan semua biji

    sehingga tidak ada lagi biji dalam buah meskipun buah nampak sehat (hijau mulus, atau

    merah saat matang). Serangan pada buah yang sangat muda membuat buah membusuk, lalu

    buah gugur.

    PBKo sangat berbahaya karena berkembang biak sangat cepat dan jumlah banyak

    sekali. Dalam 1 tahun, keturunan dari 1 ekor betina berjumlah 100.000 (seratus ribu) ekor.

    Dalam 2-3 tahun, semua buah bisa terserang sehingga tidak ada lagi biji yang dapat dipanen.

    Siklus hidup (life cycle, dari telur ke dewasa) PBKo hanya 24-45 hari (tergantung cuaca).

    Dua hari setelah memasuki buah, betina sudah bertelur. Satu betina bertelur sebanyak 35-50

    butir yang terdiri dari 33-46 (92%) betina. Harapan hidup (life expectation) betina

    maksimum 190 hari, sedangkan jantan maksimum 40 hari. Setelah kawin di dalam buah,

    kebanyakan betina keluar dari buah, dan hanya beberapa betina tetap di dalam buah. Betina

    yang keluar tersebut membor biji-biji lainnya, lalu siklus diulangi lagi. Jantan tidak pernah

    keluar dari dalam biji.

  • 20

    2.4. Metanol, Etanol, Cairan Fermentasi Tape Beras Pulut dan Tuak

    2.4.1. Metanol

    Metanol atau metil alkohol dengan rumus kimia (CH3OH) sangat beracun bagi

    mahluk hidup. Meskipun dalam jumlah sedikit, metanol dapat menyebabkan buta hingga

    kematian. Spiritus merupakan metanol yang dicampur dengan senyawa cupri sulphate

    sehingga berwarna biru untuk membedakannya dengan metanol teknis dengan alkohol.

    Metanol mempunyai sifat fisik antara lain berbentuk cairan yang bening dan

    mempunyai wangi seperti alkohol. Metanol dapat bercampur dengan air, mudah menguap

    dan mudah terbakar. Metanol dibuat melalui proses pabrikasi yang mengunakan teknologi

    tinggi. Pada tahun 1932, BASF mengenalkan proses sintesis metanol dari karbon monoksida

    (CO) dan gas hydrogen (H2) dengan menggunakan katalis dan teknologi tekanan tinggi dalam

    industri kimia (Universitas Indonesia 2012). Selanjutnya, pada tahun 1996 ICI memperbaki

    teknlogi pembuatan metanol dengan menggunakan katalis cooper/zincoxide/alumina

    sehingga metanol dapat dihasilkan pada temperatur kurang dari 300 oC dan tekanan lebih

    rendah (50-100 bar). Metanol sering disebut sebagai alkohol kayu sebab dihasilkan dari

    hasil sampingan dari destilasi (penyulingan) destruktif kayu. Tetapi sekarang metanol

    dihasilkan secara sintetis melalui proses bertahap. CO dan H2 dhasilkan dari gas alam.

    Dewasa ini, gas sintetik sebagai bahan dasar pembuatan metanol lebih banyak dihasilkan dari

    komponen metan yang terdapat pada gas alam dari pada batu bara. Metanol dihasilkan dari

    sintesis gas alam melalui tahapan reaksi berikut:

    CH4 + H2O 3 H2 + CO

    CO + 2 H2 CH3OH

    CO2 + 3 H2 CH3OH + H2O

  • 21

    Menurut HASKA (2012), di Indonesia tepatnya di Kalimatan Timut terdapat 2 pabrik

    penghasil metanol dengan skala industri besar yakni Kilang Bunyu di Tarakan dan Kilang

    Kaltim Metanol Industri di Bontang.

    2.4.2. Etanol

    Etanol atau etil alkohol dengan rumus kimia C2H5OH telah digunakan manusia sejak

    zaman prasejarah sebagai bahan pemabuk dalam minuman beralkohol. Etanol juga

    digunakan sebagai bahan pelarut pada parfum, perasa, pewarna makanan, dan obat-obatan.

    Pembuatan Etanol dilakukan secara komersial di pabrik melalu proses hidrasi etilena

    (Wikipedia 2012):

    C2H4 + H2O => CH3CH2OH

    Etanol dapat juga dihasilkan melalui fermentasi dengan menggunakan ragi. Ragi

    mencerna gula dan menghasilkan etanol dan karbon dioksida:

    C6H12O6 ==> 2 CH3CH2OH + 2 CO2

    2.4.3. Etanol pada fermentasi ketan

    Pembuatan tape sudah jamak dilakukan orang. Fermentasi dilakukan dengan

    menggunakan ragi pada beras biasa dan beras pulut (ketan). Etanol yang dihasilkan pada

    fermentasi tersebut harus dikeluarkan dari tabe agar ragi dapat berkembang biak pada tape.

    Konsentrasi etanol yang tinggi akan beracun bagi ragi. Ragi yang paling toleran sekalipun

    hanya dapat bertahan hidup pada lingkungan 15% etanol (Wikipedia 2012). Kadar etanol

    pada tape bisa mencapai 7,581% (bobot/bobot) pada lama fermentasi 120 jam.

    Pembuat tape menampung tirisan larutan etanol pada suatu wadah di bawah media

    fermentasi. Menurut Sumatri (2012), secara keseluruhan selama proses fermentasi cairan

  • 22

    tape yang tiris tersebut banyaknya kurang lebih 50% dari berat ketan yang diolah. Bila tape

    kentan tersebut dipres, akan keluar juga cairan tape sekitar 50% dari berat ketan yang diolah.

    Brem muda adalah sebutan bagi cairan tersebut.

    2.4.4. Etanol pada arak

    Tuak adalah sejenis minuman di daerah beretnis Batak. Tuak merupakan hasil

    fermentasi dari cairan nira. Tuak disebut juga arak. Arak tersebut mengandung etanol

    dengan kadar yang cukup tinggi yang bisa mencapai lebih dari 10% (Adiati 2012). Tuak

    dibuat dengan memasukkan kulit kayu raru ke dalam cairan nira untuk terjadi fermentasi.

  • 23

    BAB III. METODE PENELITAN

    3.1. Lokasi survey dan percobaan

    Survey dilaksanakan 18 Hari Kerja untuk pengamatan serangan PBKo dan

    pengumpulan data sekunder serta informasi tentang ketersediaan bahan nabati alami yang

    ada. Pembahagian jadual kerja disusun pada Tabel Lampiran 1. Survei tentang intensitas

    serangan PBKo dilakukan di kabupaten Dairi, Samosir, Simalungun dan Tapanuli Utara.

    Pada masing-masing kabupaten tersebut dipilih satu kecamatan penghasil kopi Arabica

    sebagai tempat pengukuran tingkat serangan PBKo yakni Kecamatan Sumbul (Dairi),

    Kecamatan Purba (Simalungun), Kecamatan Ronggur Ni Huta (Samosir), dan Kecamatan

    Tarutung (Tapanuli Utara). Kebun Arabica untuk pengamatan dipilih secara acak sebanyak

    3 kebun per kecamatan. Kebun memiliki setidak-tidaknya 90 tanaman. Dari 90 tanaman

    tersebut dipilih 9 tanaman sampel secara acak dengan metode zigzag sehingga keseluruhan

    27 tanaman per kecamatan per Kabupaten. Dari survei ini ditetapkan satu tempat percobaan

    pada tanaman Arabica di mana terdapat kebun yang memiliki tingkat serangan PBKo

    tertinggi yakni kebun di Kecamatan Sumbul yang memiliki tingkat infeksi sebesar 85.8%

    (Tabel 4.1).

    3.2. Wawancara

    Wawancara kepada petani kopi dilakukan untuk memerolah informasi tentang teknik

    budidaya yang terkait dengan pengendalian PBKo dan respons mereka terhadap rencana

    penggunaan bahan alami sebagai atraktan. Wawancara dilakukan langsung berhadapan

    muka (in-depth interview) dengan menggunakan kuesioner dengan pertanyaan terbuka

    (Lampiran 2). Jumlah responden 40 orang yang tersebar pada 4 kabupaten (Dairi, Samosir,

    Simalungun dan Tapanuli Utara) masing-masing 1 kecamatan dan 10 orang dari setiap

  • 24

    kecamatan. Dibutuhkan 20 Hari Kerja untuk melakukan wawancara. Hasil wawancara

    tentang responden menunjukkan bahwa responden memiliki karakterisitik yang sangat

    beragam dalam hal jenis kelamin, umur, pendidikan, jumlah anak, klasifikasi sebagai pelaku

    utama, dan lama menjadi petani (Lampiran 3).

    3.3. Percobaan

    3.3.1. Lokasi, lama dan rancangan percobaan

    Percobaan dilakukan di Dairi di Kecamatan Sumbul penghasil terbanyak kopi pada 1

    (satu) kebun yang terbanyak serangan PBKo (Tabel 4.1). Mengingat siklus idup PBKo 24-

    45 hari (lihat penjelasan pada bahagian 2.2), maka percobaan berlangsung selama 40 Hari

    Kalender untuk memberikan selang waktu yang cukup bagi PBKo untuk berpindah dari

    buah ke buah yang lain. Pengamatan dilakukan setiap 4 hari sebanyak 10 kali pengamatan.

    Selesai pengamatan dilakukan penggantian air. Bahan atraktan (50 ml) diganti setiap 4 hari.

    Percobaan adalah percobaan nonfaktorial dengan 6 taraf perlakuan yakni campuran

    metanol dan etanol degan perbandingan 2:1 (C), methanol (M), Etanol (E), cairan tape beras

    pulut (P), tuak (T) dan air bersih (kontrol, K). Percobaan menggunakan Rancangan Acak

    Kelompok (Gomez dan Gomez 1984, Malau 2006) dengan 5 kelompok sehingga terdapat

    30 unit percobaan. Keragaman nila-nilai pengamatan (total keragaman) bersumber dari (1)

    keragaman akibat perlakuan, (2) keragaman akibat pengelompokan dan (3) keragaman

    akibat galat. Oleh karena itu, model matematik linear aditif yang ditetapkan adalah :

    Yij = + i + j + ij dengan ketentuan

    Yij = nilai pengamatan pada perlakuan ke-i di kelompok ke-j

    = nilai tengah

    i = pengaruh perlakuan ke-i (i = 1, 2, 3 . . . . t)

  • 25

    j = pengaruh kelompok ke-j (j = 1, 2, 3 . . . . r)

    ij = pengaruh galat pada perlakuan ke-i di kelompok ke-j

    Setiap unit percobaan terdiri atas 4 tanaman sehingga tanaman percobaan sebanyak 30

    x 4 = 120 tanaman. Bagan percobaan dicantumkan pada Lampiran 4.

    Perangkap menggunakan botol aqua yang dilobangi sehingga terbentuk jendela

    berukuran lebar 2 x tinggi 8 cm, dan didalamnya diletakkan kantongan plastik berisi

    atraktan, dan di dasar botol terdapat air yang dicampur dengan deterjen. Kantongan plastik

    atraktan tersebut digantung di dalam botol. Botol perangkap digantung pada ranting kopi

    pada ketinggian 1,2 m di atas permukaan tanah (Dufour dan Frerot 2008. ) mengingat pola

    distribusi PBKo berkelompok di sektor bawah (Manurung 2010). Ketika penelitian dimulai,

    pada kantong atraktan tersebut dibuat lobang sebanyak 10 lobang dengan menusukkan

    peniti.

    Pada Gambar 1 terlihat botol-botol atraktan buatan (metanol dan etanol) dan botol-

    botol aqua yang berfungsi sebagai perangkap yang digunakan pada penelitian ini.

    Gambar 1. Metanol dan Etanol (kiri) dan botol perangkap

  • 26

    Pada Gambar 2 berikut ditunjukkan botol perangkap dari perlakukan campuran

    Metanol dan Etanol (C).

    Gambar 2. Botol perangkap perlakuan campuran Metanol dan Etanol (C). Wadah

    botol aqua yang didalamnya terdapat bungkus platik yang mengandung

    atraktan. Diisi dengan air sabun. Botol aqua dilobangi 2 (lebar) x 8

    (tinggi) cm di sisi botol. Botol digantung pada ketinggian 1.2 m di atas

    tanah pada ranting. Atraktan lepas ke udara sebagai uap/gas secara

    perlahan-lahan. Karena tertarik dengan wangi atraktan, PBKo betina

    akan masuk ke dalam wadah atraktan tersebut. Benturan PBKo dengan

    dinding bahagian dalam akan membuat PBKo jatuh ke dalam larutan

    sabun di bahagian bahwa botol, sehingga PBKo tidak dapat terbang lagi

    atau terperangkap. Akhirnya PBKo tersebut mati.

  • 27

    Gambar 3. Botol perangkap perlakuan Metanol (M)

    Gambar 4. Botol perangkap perlakuan Etanol (E)

  • 28

    Gambar 5. Botol perangkap perlakuan cairan tape beras pulut (P)

    Gambar 6. Botol perangkap perlakuan tuak (T)

  • 29

    Gambar 7. Botol perangkap perlakuan dengan air (kontrol, K)

    Parameter adalah jumlah PBKo yang mati dalam botol perangkap. Pada saat

    pengamatan, air dikeluarkan dari wadah (Gambar 5)

    Gambar 8. Pengeluaran air dari wadah

  • 30

    Untuk lebih memastikan PBKo yang diamati, pengamatan menggunakan kaca

    pembesar (Gambar 9).

    Gambar 9. Pengamatan menggunakan kaca pembesar

    3.3.2. Peralatan dan bahan

    Peralatan terdiri atas kamera, laptop, gelas ukur, cutter, tali rafia, kaca pembesar,

    botol, dan kantong plastk. Bahan terdiri dari metanol, etanol, brem dari tape beras pulut,

    tuak dan air.

    3.3.3. Pengolahan Data

    Data wawancara dianalisa dengan metode kualitatf. Data percobaan diolah sesuai

    dengan rancangan percobaan yang digunakan berdasarkan Gomez dan Gomez (1984) dan

  • 31

    Malau (2006). Ragam disidik dengan menghitung jumlah kuadrat (JK) dan rataan kuadrat

    (RK) dan nilai F hitung untuk dibandingkan dengan nilai F tabel. Masing-masing dihitung

    dengan rumus:

    Faktor Koreksi = FK = G2/(tr)

    JK Total = JKT = Yij2 FK

    Kj2

    JK Kelompok = JKK = FK t

    Pi

    2

    JK Perlakuan = JKP = FK r

    JK Galat = JKT JKK JKP

    RK Kelompok = RKK = JKK/dbK

    RK Perlakuan = RKP= = JKP/dbP

    RK Galat = RKG = JKG/dbG

    Fhit Kelompok = RKK/RKG

    Fhit Perlakuan = RKP/RKG

    Karena hasil penyidikan terhadap ragam (Uji-F) menunjukkan bahwa terdapat

    perbedaan yang sangat nyata (P = 99%) antartaraf perlakuan (Tabel 4.5), maka Uji Duncan

    pada taraf Uji P = 95% dan P = 95% telah dilakukan untuk menguji beda antarrataan taraf

    perlakuan. Pada Uji Duncan dibutuhkan satu seri nilai pembanding (nilai SSR = shortest

    significant ranges = selang nyata terpendek) yang sesuai dengan pasangan yang

  • 32

    dibandingkan. Pada Uji Duncan, nilai tersebut tergantung pada sd khas dari pasangan yang

    dibandingkan.

    sd = (2 RKG)/r

    sd = galat baku

    RKG = rataan kuadrat galat

    r = jumlah kelompok (ulangan)

    (rp)(sd)

    SSR = untuk p = 2, 3, 4, . . . . . t

    2

    dengan ketentuan

    t = banyaknya perlakuan

    rp = nilai SSR (significant studentized ranges)

    p = jarak dalam urutan (ranking) rataan yang dibandingkan.

    Hasil Uji Duncan tersebut dicantumkan pada Tabel 4.6.

  • 33

    BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

    4.1. Hasil penelitian

    4.1.1. Intensitas Serangan PBKo

    Hasil survey tentang serangan PBKo di Dairi dicantumkan pada Tabel 4.1. Tanaman

    yang diamati berumur 3 hingga 9 tahun. Rata-rata umur tanaman 5,2 tahun. Median umur

    tanaman adalah 4 tahun. Umur tanaman yang paling sering muncul (modus) adalah 5 tahun.

    Cabang terinfeksi minimum 20,5% dan maksimum 93,2% dengan rata-rata 54,3%. Median

    cabang yang terinfeksi adalah 54,5% dengan modus 62,4%. Buku yang mengandung buah

    yang terinfeksi minimum 26,3%, maksimum 63,6%, dan rata-rata 48,9%, media 51,1%, dan

    modus 58,2%. Buah yang terinfeksi minimum 12,8% dan maksimum 63,6% dengan rata-rata

    48,9%. Buah yang terinfeksi memiliki median 36,2% dan modus 46,1%.

    Table 4.1. Tingkat infeksi PBKo pada cabang, buku dan buah kopi di Kabupaten Dairi (n =

    27)

    Nr

    Umur tanaman (tahun)

    Cabang terinfeksi

    (%)

    Buku yang mengandung

    buah yang terinfeksi

    (%)

    Buah terinfeksi

    (%)

    1 Minimun 3 20.5 26.3 12.8

    2 Maksimum 9 93.2 63.6 85.8

    3 Rata-rata 5.2 54.3 48.9 31.5

    4 Median 4 54.5 51.1 36.2

    5 Modus 5 62.4 58.2 46.1

    Pada Tabel 4.2 dipaparkan hasil survey tentang serangan PBKo di Samosir. Umur

    tanaman yang diamati terserang adalah 4 hingga 12 tahun dengan rata-rata 5,5 tahun. Nilai

    tengah umur tanaman adalah 5 tahun dan modus adalah 6 tahun. Cabang terinfeksi berkisar

    antara 13,4 hingga 77,1% dengan rata-rata 55,2% dan median 55,9% serta modus 54,5%.

  • 34

    Persentase buku yang mengandung buah yang terserang oleh PBKo minimum 24,3%,

    maksimum 85,2% dengan rata-rata 33,6% dan median 46,1% serta modus 42,2%. Persentase

    buah yang terserang minimum 6,5%, maksimum 69,9% dengan rata-rata 21,8%, dan median

    20,2% serta modus 28,8%.

    Tabel 4.2. Tingkat infeksi PBKo pada cabang, buku dan buah kopi di Samosir (n = 27)

    Nr

    Umur

    tanaman

    (tahun)

    Cabang

    terinfeksi

    (%)

    Buku yang

    mengandung

    buah yang

    terinfeksi

    (%)

    Buah

    terinfeksi

    (%)

    1 Minimun 4 13.4 24.3 6.5

    2 Maksimum 12 77.1 85.2 69.9

    3 Rata-rata 5.5 55.2 33.6 21.8

    4 Median 5 55.9 46.1 20.2

    5 Modus 6 54.5 42.2 28.8

    Tingkat infeksi PBKo untuk Simalungun dicantumkan pada Tabel 4.3. Umur

    tanaman bervariasi mulai dari 3 hingga 10 tahun dengan rata-rata 5,2 tahun, dan medan 4

    tahun serta modus 5 tahun. Persenase cabang terinfeksi minimum 45,5%, maksimum 69,8%

    dengan rata-rata 51,5%, dan median 43,8% serta modus 48,5%. Buku yang terinfeksi

    minimum 21,8% dan maksimum 69,3% dengan rata-rata 45,6%. Median dari buku yang

    terinfeksi adalah 36,9% dan modusnya 38,4%. Persentase buah yang terinfeksi mulai dari

    5,1% hingga 45,2% dengan rata-rata 27,1%. Median dan modus dari buah yang terinfeksi

    masing-masing 20,1% dan 19,5%.

  • 35

    Tabel 4.3. Tingkat infeksi PBKo pada cabang, buku dan buah kopi di Simalungun (n = 27)

    Nr

    Umur tanaman (tahun)

    Cabang terinfeksi

    (%)

    Buku yang mengandung buah yang terinfeksi

    (%)

    Buah terinfeksi

    (%)

    1 Minimun 3 45.5 21.8 5.1

    2 Maksimum 10 69.8 69.3 45.2

    3 Rata-rata 5.2 51.6 45.6 27.1

    4 Median 4 43.8 36.9 20.1

    5 Modus 5 48.5 38.4 19.5

    Informasi tentang tingkat serangan PBKo di Tapanuli Utara dapat dilihat pada Tabel

    4.4. Umur tanaman yang diamati beragam mulai dari 3 hingga 9 tahun dengan rata-rata 5,2

    tahun. Median umur tanaman adalah 4 tahun, dan modusnya adalah 5 tahun. Persentase

    minimum dari cabang yang terserang adalah 25,9%, maksimum 80,5%, dan rata-rata 45,3%.

    Median dari persentase cabang yang terinfeksi adaah 43,8%, dedangkan modusnya adalah

    49,5%. Buku yang terinfeksi minimum25,4%, maksimum 77,5%, dan rataaanya 50,3%,

    sedangkan mediannya adalah 3,1%, dan modusnya 40,2%. Serangan pada buah minimum

    9,2%, maksimum 40,3% dan rata-rata 23,2%. Median dari persentase buah yang terinfeksi

    adalah 31,6%, sedangkan modusnya adalah 33,5%.

  • 36

    Tabel 4.4. Tingkat infeksi PBKo pada cabang, buku dan buah kopi di Tapanuli Utara (n

    =27)

    Nr

    Umur tanaman (tahun)

    Cabang terinfeksi

    (%)

    Buku yang mengandung buah yang terinfeksi

    (%)

    Buah terinfeksi

    (%)

    1 Minimun 3 25.9 25.4 9.2

    2 Maksimum 9 80.5 77.5 40.3

    3 Rata-rata 5.2 45.3 50.3 23.2

    4 Median 4 43.8 39.1 31.6

    5 Modus 5 49,5 40.2 33.5

    4.1.2. Hasil percobaan atraktan

    Hasil penyidikan terhadap ragam dicantumkan pada Tabel 4.5. Penyidikan terhadap

    ragam menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang sangat nyata antartaraf perlakuan.

    Tabel 4.5. Sidik ragam pengaruh atraktan terhadap PBKo tertangkap

    Sumber

    keragaman db JK RK Fhit

    Ftabel

    0.05

    Ftabel

    0.01

    Kelompok 4 28917.67 7229.42 12.51** 2.87 4.43

    Perlakuan 5 2160114.17 432022.83 747.81** 2.71 4.10

    Galat 20 11554.33 577.72

    Total 29 2200586.17

    KK (%) 5.04

    Hasil UJi Duncan dicantumkan pada Tabel 4.6. Jumlah PBKo yang mati

    terperangkap dalam wadah terendah pada taraf perlakuan air dan tertinggi pada taraf

    perlakuan campuran metanol dengan etanol. Semua taraf perlakuan berbeda sangat nyata

    terhadap kontrol. Pengaruh atraktan tuak lebih baik secara sangat nyata daripada kontrol, dan

  • 37

    lebh rendah secara nyata dibandingkan dengan brem. Pengaruh atraktan brem ketan berbeda

    sangat nyata dengan tuak. Pengaruh etanol sama dengan pengaruh brem ketan. Pengaruh

    metanol berbeda sangat nyata dengan etanol. Pengaruh campuran metanol dan etanol

    berbeda sangat nyata dengan metanol.

    Tabel 4.5. PBKo yang mati dalam perangkap

    Atraktan

    Total PBKo

    yang mati

    dalam wadah

    (ekor)

    Rataan PBKo

    yang mati

    dalam wadah

    (ekor)

    Kontrol 355 71eE

    Tuak (Arak) 1.135 227dD

    Brem Ketan 2.460 492cC

    Etanol 2.560 512cC

    Metanol 3.415 683bB

    Campuran Metanol dengan Etanol 4.390 878aA

    Total 11.532 2.883

    KK = 5.04%

    Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda, berbeda nyata pada P

    = 95% (huruf kecil) dan sangat nyata pada P = 99% (huruf besar)

    berdasarkan Uji Duncan

    4.1.3. Gambaran pengetahuhuan budidaya dan proteksi kopi di level petani kopi

    Gambaran tentang petani kopi dalam aspek teknik pembudidayaan kopi dicantumkan

    pada Tabel 4.7. Dari perbandingan keseluruhan aspek teknik pembudidayaan kopi, ranking

  • 38

    pertama (35,0%) adalah kurangnya pengetahuan petani tentang teknik mengatasi serangan

    hama dan penyakit tanaman kopi. Pada urutan kedua (25,0%) adalah kurangnya pengetahuan

    petani kopi tentang teknik penanganan setelah panen (pascapanen). Selanjutnya pada urutan

    ketiga (15,0%) adalah kurangnya pengetahuan petani tentang kegunaan dan teknik

    pembuatan pupuk kandang/kompos/organik, dan pada urutan keempat (12,5%) adalah

    kurangnya pengetahuan petani tentang teknik pemupukan. Urutan kelima (10,0%) adalah

    kurangnya pengetahan petani tentang teknik pemanenan, dan urutan keenam (2,5%) adalah

    kurangnya pengetahuan petani tentang teknik menanam kopi.

    Tabel 4.7. Gambaran petani kopi dalam aspek teknik pembudidayaan kopi (n =40)

    No Msalah petani kopi dalam aspek teknik pembudidayaan kopi % Ranking

    1 Kurang mengetahui teknik mengatasi serangan hama dan penyakit tanaman 35.0 1

    2 Kurang mengetahui teknik penanganan setelah panen (Pascapanen) 25.0 2

    3

    Kurang mengetahui kegunaan dan teknik pembuatan pupuk kandang/kompos/organik 15.0

    3

    4 Kurang mengetahui teknik pemupukan 12.5 4

    5 Kurang mengetahui teknik pemanenan 10.0 5

    6 Kurang mengetahui teknik menanam 2.5 6

    Jumlah 100,0

    Pada Tabel 4.8 dicantumkan masalah petani kopi dalam aspek sarana. Masalah yang

    paling utama adalah kurang ketersediaan pupuk kimia (anorganik) di pasar (45.0%), kedua

    (27,5%) kurang tersedia pestisida dan herbisida, ketiga kurang tersedia benih/bibit unggul

    (22,5%), dan paling terakhir adalah kurangnya ketersediaan peralatan pertanian (5.0%).

  • 39

    Tabel 4.8. Masalah utama dalam aspek sarana (n =40)

    No Masalah petani kopi dalam aspek sarana % Ranking

    1 Kurang tersedia pupuk kimia (anorganik) di pasar 45.0 1

    2 Kurang tersedia Pestisida dan herbisida 27.5 2

    3 Kurang tersedia benih/bibit unggul 22.5 3

    4 Kurang tersedia peralatan pertanian 5.0 4

    Jumlah 100,0

    Pada Tabel 4.9 dicantumkan tanggapan petani kopi terhadap penyuluhan. Ketika

    kepada petani diajukan pertanyaan bagaimana pandangan mereka terhadap urgensi

    penyuluhan, maka kebanyakan (67,5%) menyatakan bahwa penguluhan sangat penting.

    Sebahagian (25%) menyatakan penting, 5% menyatakan kurang penting, dan 2,5%

    menyatakan tidak penting.

    Tabel 4.9 Tanggapan petani kopi terhadap penyuluhan (n = 40)

    No Tanggapan petani kopi terhadap urgensi

    penyuluhan % Ranking

    1 Sangat penting 67.5 1

    2 Penting 25.0 2

    3 Kurang penting 5.0 3

    4 Tidak penting 2.5 4

    Jumlah 100,0

    4.1.4. Gambaran tangapan masyarakat tentang pemanfaatan bahan nabati lokal untuk

    proteksi tanaman kopi di masa yang akan datang

    Pada Tabel 4.10 dicantumkan tanggapan petani kopi terhadap urgensi pemanfaatan

    bahan nabati lokal untuk proteksi tanaman kopi di masa yang akan datang. Hampir

  • 40

    keseluruhan (85.0%) petani berpendapat bahwa pemanfaatan bahan nabati lokal untuk

    proteksi tanaman kopi sangat penting, hanya 2,5% menganggapnya tidak penting.

    Tabel 4.10 Tanggapan petani kopi terhadap urgensi pemanfaatan bahan alami (n = 40)

    No

    pemanfaatan bahan alami lokal untuk proteksi tanaman kopi %

    Ranking

    1 Sangat penting 85.0 1

    2 Penting 10.0 2

    3 Kurang penting 2.5 3

    4 Tidak penting 2.5 4

    Jumlah 100,0

    4.2. Pembahasan

    Penelitian ini dirancang dengan tujuan untuk menetapkan atraktan dari bahan nabati

    alami lokal dengan harapan dapat menjadi subtitusi terhadap atraktan dari bahan buatan yang

    dihasilkan melalui proses industri. Tujuan lainnya adalah menetapkan gambaran tentang

    pengetahuan budidaya dan proteksi tanaman kopi di tingkat petani dengan maksud

    menjelaskan peranan petani terhadap intensitas serangan PBKo yang ada. Penelitian ini juga

    bertujuan untuk menetapkan gambaran tanggapan masyarakat terhadap introduksi atraktan

    yang terbuat dari bahan nabati alami lokal manakala ditemukan atraktan dari bahan nabati

    alami lokal.

    Tidak berbedanya kemampuan brem sebagai atraktan dibandingkan dengan daya

    perangkap etanol (Tabel 4.6) membuktikan bahwa atraktan dari bahan nabati alami lokal

    dapat menjadi subsitusi terhadap atraktan dari bahan buatan. Kandungan etanol dalam brem

    yang konsentrasinya 9-25% (Sumatri 2012) terbukti berfungsi sebagai atraktan bagi PBKo.

    Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian Dufour dan Frerot (2008). Mereka

  • 41

    berdua menyimpulkan bahwa bahan nabati tidak mempunyai fungsi sebagai atraktan. Hal ini

    mereka buktikan melaui percobaan yang hasilnya menunjukkan bahwa kafein atau bubuk biji

    kopi hijau atau ekstrak alkohol dari dari buah segar kopi yang ditambahkan ke dalam larutan

    metanol-etanol (1:1) tidak dapat meningkatkan daya atraktan tersebut dibadingkan dengan

    campuran metanol-etanol saja. Hasil penelitian Dufour dan Frerot (2008) juga membuktikan

    ketidakbenaran prediksi dari Ortiz dkk (2004) bawa berbagai senyawa kimia pada buah dan

    biji kopi mungkin dapat digunakan untuk menambah daya atraktif dari atraktan untuk

    memerangkap PBKo.

    Fungsi dan penggunaan atraktan dari bahan buatan seperti metanol dan etanol

    dilaporkan oleh para peneliti dan lembaga-lembaga berwewenang (Bioworks 2011, IPM

    2009, Kucel, Kangire dan Egonyu 2011, Kumar 2010, Frst dan Bergleiter 2010, Sate of

    Hawaii Dept Agriculture 2011).

    Hasil penelitian ini menujukkan bahwa tingkat serangan rata-rata di Dairi, Samosir,

    Simalungun dan Tapanuli Utara tingkat serangan PBKo pada buah kopi sudah sangat tinggi

    yakni rata-rata serangan 25,9% dengan intensitas tertinggi terdapat di Dairi (85.8%) (Tabel

    4.1, 4.2, 4.3, 4.4). Tingkat intensitas serangan ini jauh melebihi ambang batas ekonomi yang

    besarnya 5%. Namun demikan, tingkat serangan yang diungkapkan penelitian ini sedikit

    lebih rendah dibandingkan dengan data tahun 2010. Malau (2010) menunjukkan bahwa rata-

    rata tingkat serangan PBKo di Sumatera Utara adalah 28,4% dan tertinggi 92%. Penurunan

    ini mungkin disebabkan adanya program Pemerintah Provinsi dan Kabupaten dalam

    mengendalikan PBKo. Pada Laporan LKPJ Gubernur Sumatera tahun 2011 dapat dibaca

    adanya kegiatan pengadaan jamur Beauvaria bassiana untuk mematikan PBKo.

    Penyebab tingginya tingkat serangan PBKo sebagaimana diungkapkan oleh hasil

    penelitian ini tersebut dapat dijelaskan oleh data-data yang dihasilkan penelitian ini.

  • 42

    Tingginya intensitas serangan PBKo tersebut dapat disebabkan oleh kurangnya pemahaman

    petani kopi terhadap pengendalian PBKo (Tabel 4.7) dan kurangnya tindakan pencegahan

    serangan PBKo akibat dari sulitnya petani memeroleh atraktan dari bahan buatan untuk

    pengendalian pengendalian PBKo serta kurang perawatan terhadap tanaman seperti

    pemupukan dan penmbuhan tanaman penaung kopi (Tabel 4.8). Arroyo (2004 dalam

    Uemura-Lama dkk 2010) membuktikan bahwa naungan pada tanaman kopi meningkatkan

    penangkapan PBKo dibandingkan tanpa naungan. Fakta-fakta tersebut mendukung pendapat

    Kucel, Kangire dan Egonya (2012) yang menyatakan bahwa kondisi faktual serangan PBKo

    dapat ditelusuri dari sistem budidaya kopi serta dari tingkat pemahanan petani kopi dan

    tindakan petani kopi terhadap PBKo.

    Dengan mengetahui masalah-masalah utama petani kopi sebagaimana telah

    diidentifikasikan oleh penelitian ini (Tabel 4.7 dan 4.8), maka penyuluhan yang sangat

    diharapkan oleh petani kopi (Tabel 4.9) akan dapat bedaya guna dengan baik. Hal ini sesuai

    denga pendapat Ginting (1979) yang menyatakan bahwa identifikasi masalah adalah langkah

    pertama dalam pemecahan masalah. Selanjutnya adalah penetapan penyebab masalah,

    pengumpulan fakta-fakta, pemilihan beberapa alternatip penyelesaian, pelaksanaan

    pemecahan, dan penilaian (evaluasi hasil). Metode penyuluhan perlu mendapat perhatian

    yang serius. Training atau pelatihan atau kursus adalah cara yang paling disukai petani.

    Pilihan petani tersebut sudah tentu sangat sesuai dengan kaidah pembelajaran yang

    menyatakan bahwa Belajar Sambil Melakukan (learning by doing) atau Melakukan Hal

    Nyata (doing the real thing) adalah cara terbaik. Hal ini dijelaskan oleh Wyatt dan Loper

    (1999) yang menyatakan bahwa ada hubungan yang kuat antara model pembelajaran dengan

    tingkat memorisasi peserta didik (Bagan 1). Bila peserta didik hanya membaca, maka tingkat

    memorisasinya 10%. Bila ia melihat dengan menggunakan alat-alat visual, maka tingkat

  • 43

    memorisasinya meningkat menjadi 30%. Tingkat memorisasi akan terus meningkat sejalan

    dengan peningkatan keaktivan peserta didik dalam proses pembelajaran. Bila peserta didik

    melakukan atau mempraktekkan materi yang sedang dipelajari, maka tingkat memorisasinya

    dapat mencapai hingga 90%.

    Passive

    Reading Reading

    Hearing words

    Looking at picture Watching video

    Looking at an exhibition Watching a demonstration Seeing it done on location

    Participating in a discussion Giving a talk Doing a dramatic presentation Simulating the real experience

    Doing the real thing Active

    Tingkat Model pembelajaran Tingkat Memorisasi Keterlibatan

    Bagan 1. Keterkaitan antara model pembelajaran dengan tingkat memorisasi.

    (Wyatt dan Loper 1999)

    10%

    20%

    30%

    50%

    70%

    90%

    Verbal recei-ving

    Visual receiving

    Partici-pating

    Doing

  • 44

    Respons yang sangat positif dari petani kopi terhadap urgensi penggunaan bahan

    nabati alami lokal sebagai atraktan di masa depan (Tabel 4.10) haruslah ditindaklanjuti

    dengan kegiatan nyata oleh seluruh aparat pemerintah dan penyuluhan dilaksanakan sesuai

    dengan model pembelajaran dari Wyatt dan Loper (1999) tersebut. Sehubungan dengan hal

    tersebut, pada setiap tingkatan perlu melaksanakan peranan masing-masing. Kepala Daerah

    dan Legislatif perlu menetapkan kebijakan (policy) dan strategi (strategy). Kebijakan adalah

    suatu pernyataan umum yang menunjukkan arah-arah yang akan dituju atau aturan yang

    memandu putusan-putusan yang akan diambil oleh para pembuat putusan untuk mewujudkan

    Visi dan Misi Penyuluhan. Strategi (strategy) adalah pendekatan secara keseluruhan yang

    berkaitan dengan pelaksanaan gagasan, perencanaan, dan eksekusi sebuah aktivitas dalam

    kurun waktu tertentu. Dengan mengacu kepada kebijakan dan strategi tersebut, Badan

    Penelitian dan Pengembangan perlu meningkatkan peranannya dengan lebih mendorong dan

    memfasilitasi penelitian dan pengembangan bahan-bahan nabati alami lokal sebagai pestisida.

    Dinas Pertanian dan Perkebunan perlu meningkatkan jumlah penyuluh yang berkompeten dan

    meningkatkan ketersediaan bahan-bahan alami lokal untuk mengendalikan PBKo.

  • 45

    BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

    5.1. Kesimpulan

    Dari hasil-hasil penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut.

    1. Bahan nabati alami lokal dari cairan tape beras sama efektifnya dengan bahan

    buatan etanol sebagai atraktan. Dibandingkan dengan air, bahan nabati alami

    brem dan tuak lebih baik sebagai atraktan. Atraktan dari brem lebih baik daripada

    tuak. Bahan nabati alami tuak lebih baik secara sangat nyata dibandingkan air

    (kontrol) sebagai atraktan.

    2. Pengetahun petani kopi tentang budidaya kopi tidak cukup baik, Dua masalah

    utama yang belum dikuasi oleh petani adalah teknik mengatasi serangan hama

    dan penyakit tanaman serta teknik penanganan setelah panen (Pascapanen).

    Dalam hal sarana, dua kesulitan utama yang dialami petani adalah kurangnya

    ketersediaan pupuk organik dan pestisida dan herbisida di pasar. Petani kopi

    berpendapat bahwa penyuluhan sangat penting buat mereka.

    3. Petani kopi antusias terhadap rencana penggunaan bahan alami sebagai atraktan.

    5.2. Saran

    Berdasarkan hasil-halil penelitian ini disarankan sebagai berikut.

    1. Gubernur dan DPRD Sumatera utara perlu menetapkan bahwa arah kebijakan

    pengembangan kopi Sumatera Utara adalah meningkatkan produktivitas melalui

    pemanfaatan bahan-bahan nabati alami lokal sebagai pestisida.

    2. Untukmewujudkan kebijkan tersebut, Badan Penelitian dan Pengembangan perlu

    semakin mendorong dan memfasilitasi penelitian dan pengembangan bahan-bahan

    alami lokal sebagai pestisida.

  • 46

    3. Pada tataran operasional, Dinas Pertanian dan Perkebunan perlu meningkatkan jumlah

    penyuluh dan penyediaan bahan-bahan alami lokal untuk mengendalikan PBKo.

  • 47

    DAFTAR PUSTAKA

    Adiati, T. 2012. Tuak, Kebiasaan Minum Masyarakat Lombok. Reportase Indosiar.

    http://www.indosiar.com/ ragam/tuak- kebiasaan-minum-masyarakat-

    lombok_39188.html

    Ame rico Ortiz, Aristo feles ortiz, fernando e. Vega, and Francisco posada. 2004. Volatile Composition of Coffee Berries at Different Stages of Ripeness and Their

    Possible Attraction to the Coffee Berry Borer Hypothenemus hampei (Coleoptera:

    Curculionidae)

    Astuti, Y. 2011. Hypotan, senyawa penarik hama penggerek buah kopi (PBKo)

    Hypotheneus hampei. Puslitkoka. Jember.

    Bioworks. 2011. Control Of The Coffee Berry Borer. www.bioworksinc.com

    BPS. 2011. Sumut Dalam Angka.

    Dufour, B. P dan B. Frerot. 2008. Optimization of coffee berry borer, Hypothenemus

    hampei Ferrari (col., Scolytidae), mass trapping with a attractant mixture. J. Appl.

    Entomol. 132, 591-600.

    Frst, M. dan S. Bergleiter. 2010. Biological Control of Coffee Berry Borer in Organic

    Coffee.

    Ginting, M. 1979. Penyuluhan. USU. Medan.

    Ginting, M. 2006. Pembangunan Masyarakat Desa. USU. Medan.

    Gomez, G dan A. Gomez. 1984. Statistical Procedure for Agricultural Research.

    Hasanah, H. 2008. Pengaruh Lama Fermentasi Terhadap Kadar Alkohol Tape Ketan Hitam

    (Oryza sativa L var forma glutinosa ) dan Tape Singkong (Manihot utilissima Pohl).

    Skripsi. Univiversitas Islam Negeri Malang. http://lib.uin-

    malang.ac.id/thesis/fullchapter/03530008-chafidatul-hasanah.ps

    HASKA. 2012. Proses Pembuatan Metanol. http://haska.org/2012/08/23/metanol/

    ICO. 2012. ICO Composite and group indicator prices and the 2nd/3rd positions in London

    and New York futures markets Annual and monthly averages: 2010 to 2012 US

    cents/lb. www

    IPM. 2009. Specialists and Scientists in Puerto Rico Tackle the Coffee Berry Borer.

    Kucel, P., A. Kangire and J. P. Egonyu. 2011. Status and Current Research Strategies Status

    and Current Research Strategies for Management of the Coffee Berry Borer

    (Hypothenemus hampei Ferr) in Africa.

    Kumar, PKV. 2010. Managing The Coffee Berry Borer The Indian Experience. www.

  • 48

    LKPJ Gubsu 2011.

    Malau, S. 2006. Perancangan Percobaan. UHN.

    Malau, S. 2010. Serangan Penggerek Buah Kopi dan Dampaknya di Samosir.

    Malau, S. 2010. Infection of Coffee Berry Borer in North Sumatera Province of Indonesia.

    Survey Report. USAID.

    Manurung, N. Ekologi Pengerek Buah Kopi (hypothenemus hampei) pada Tanaman Kopi

    Arabica (Coffea Arabica) di Kabupaten Pakpak Bharat. Thesis. PS Magister Biologi.

    FMIPA. USU. Medan.

    Mathieu, F., L.O. Brun, C. Marchillaud and B Frerot. 1997. Trapping of the coffee berry

    borer Hyothenemus hampei Ferr. (Col., Scolytidae) within a meshenclosed

    environment: interaction of olfactory and visual stimuli. J. App. Ent. 121, 181-186.

    Ortiz, A., A. Ortiz, F. E. Vega, and F. Posada. 2004. Volatile composition on coffee berries

    at different stages of ripeness and their possible attractionto the coffee berry borer

    Hypothenemus hampei (coleoptera: curculionidae). J. Agric. Food Chem, 52, 5914-

    5918.

    Sate of Hawaii, Dept Agriculture. 2011. Coffee Berry Borer Hypothenemus hampei

    (Ferrari) (Coleoptera: Curculionidae: Scolytinae).

    Sumantri, D. 2012. Tape Beras Ketan dan Brem. http://www.gogreen.web.id/2007/08/tape-

    beras-ketan-dan-brem.html

    Uemura-Lama, D. H., M. U, Ventura, A. Y. Mikami, F. C dda Silva, dan L. Morales. 2010.

    Response of Coffee Berry Borer, Hypothenemus hampei (Ferrari) (Coleptera:

    Scolytidae), to Vertical Distribution of Methanol:Ethanol Traps. Neotropical

    Entomology 39 (6): 930-933.

    Undang-undang Nomor 16 Tahun 2006 tentang Sistim Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan

    Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 92, Tambahan

    Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4660);

    Universitas Indonesia. 2012. Metanol. http://staff.ui.ac.id/internal/131803508/ material/

    METHANOL.pdf

    Wikipedia. 2012. Metanol. http://id.wikipedia.org/wiki/Metanol

  • 49

    LAMPIRAN

    Lampiran 1. Jadual dan Jenis Kegiatan Kerja

    Nr Kegiatan Bulan

    I Bulan

    II Bulan

    III Bulan

    IV 1 Survey x 2 Wawancara x x 3 Percobaan Lapang x x 4 Penyusunan Laporan I x 5 Presentasi Laporan I x 6 Penyusunan Laporan II x x x 7 Presentasi Hasil II x 8 Penyerahan Laporan Akhir x

    Lampiran 2. Kuesioner

    A. Data responden

    1. Jenis Kelamin : ___________________

    2. Umur : ______________(tahun)

    3. Pendidikan tertinggi : ________________

    4. Jumlah anak : __________________

    5. Klasifikasi petani (penuh petani kopi, paru waktu): _______________

    6. Lama menjadi petani:

    B. In-depth interview

    B.1. Aspek teknik pembudidayaan kopi

    a. Bagaimanakan Anda mengatasi serangan hama dan penyakit tanaman kopi?

    ...................................................................................................................................

    ...................................................................................................................................

    ...................................................................................................................................

  • 50

    b. Bagaimanakah Anda penanganan setelah panen (Pascapanen)?

    ...................................................................................................................................

    ...................................................................................................................................

    ...................................................................................................................................

    c. Bagaimanakah Anda membuat pupuk organik?

    ...................................................................................................................................

    ...................................................................................................................................

    ...................................................................................................................................

    d. Bagaimakah Anda memupuk kopi?

    ...................................................................................................................................

    ...................................................................................................................................

    ...................................................................................................................................

    e. Bagaimanakah Anda memanen buah kopi?

    ...................................................................................................................................

    ...................................................................................................................................

    ...................................................................................................................................

    e. Bagaimanakah Anda menanam bibit kopi?

    ...................................................................................................................................

    ...................................................................................................................................

    ...................................................................................................................................

    f. Dari keseluruhan masalah-masalah tersebut, bisakah Anda mengurutkannya (mulailah dari

    yang paling utama hingga paling tidak penting).

    ...................................................................................................................................

    ...................................................................................................................................

    ...................................................................................................................................

    B.2. Aspek sarana

    a. Bagaimanakah Anda memeroleh pupuk kimia (anorganik)?

    ...................................................................................................................................

  • 51

    ...................................................................................................................................

    ...................................................................................................................................

    b. Bagaimanakah Anda memeroleh pestisida dan herbisida?

    ...................................................................................................................................

    ...................................................................................................................................

    ...................................................................................................................................

    c. Bagaimanakah Anda memeroleh benih/bibit?

    ...................................................................................................................................

    ...................................................................................................................................

    ...................................................................................................................................

    d. Bagaimanakah Anda memeroleh peralatan pertanian?

    ...................................................................................................................................

    ...................................................................................................................................

    ...................................................................................................................................

    B.3. Aspek penyuluhan

    Bagaimanakah pentingnya penyuluhan menurut pendapat Anda?

    ...................................................................................................................................

    ...................................................................................................................................

    ...................................................................................................................................

    B.4. Aspek atraktan dari bahan nabati alami

    Bagaimanakah respons Anda bila kelak ditemukan antraktan dari bahan aami lokal?

    ...................................................................................................................................

    ...................................................................................................................................

    ...................................................................................................................................

  • 52

    Lampiran 3. Karakteristik Responden (n = 40)

    No Karakteristik %

    1 Jenis Kelamin Laki-laki (orang) 21 52,5

    Perempuan (orang) 19 47,5

    2 Umur Rataan (tahun) 35.9

    Selang (tahun) 27-60

    3 Pendidikan SD (orang) 7 19.7

    SLTP (orang) 13 40.9

    SLTA (orang) 17 37.9

    PT (orang) 3 1.5

    4 Jumlah Anak Rataan (orang) 3.3

    Selang (orang) 1-6

    5 Klasifikasi sebagai pelaku utama Petani kopi penuh (orang) 8 20

    Petani kopi dan komoditi lainnya (orang)

    32 80

    6 Lama Menjadi petani Rataan (tahun) 8.5

    Selang (tahun) 4-35

    Catatan : Semua laki-laki berstatus suami dalam keluarga, dan semua perempuan berstatus istri dalam keluarga.

    Lampiran 4. Bagan percobaan.

    xx xx xx xx xx xx xx xx

    K-1

    xx

    xx

    C 4

    xx

    xx

    P 4

    xx

    xx

    M4

    xx

    xx

    K 4

    xx

    xx

    T 4

    xx

    xx

    E4

    xx

    xx

    xx

    xx

    Xx xx xx xx xx xx Xx Xx

    K-2

    xx

    xx

    P 4

    xx

    xx

    M 4

    xx

    xx

    E 4

    xx

    xx

    K 4

    xx

    xx

    C 4

    xx

    xx

    T4

    xx

    xx

    xx

    xx

    Xx xx xx xx xx xx Xx Xx

    K-3

    xx

    xx

    E 4

    xx

    xx

    K 4

    xx

    xx

    P 4

    xx

    xx

    C 4

    xx

    xx

    T 4

    xx

    xx

    M4

    xx

    xx

    xx

    xx

    Xx xx xx xx xx xx Xx Xx

    K-4

    xx

    xx

    T 4

    xx

    xx

    E 4

    xx

    xx

    M4

    xx

    xx

    K 4

    xx

    xx

    C 4

    xx

    xx

    P4

    xx

    xx

    xx

    xx

    Xx xx xx xx xx xx Xx Xx

    K-5

    xx

    xx

    T 4

    xx

    xx

    E 4

    xx

    xx

    M4

    xx

    xx

    C 4

    xx

    xx

    K 4

    xx

    xx

    P4

    xx

    xx

    xx

    xx

    Xx xx xx xx xx xx Xx Xx