nabati makalah kopi
TRANSCRIPT
MAKALAHAPLIKASI HASIL NABATI
PENGOLAHAN KOPI
KELOMPOK I (SATU)
ANDI NUR AMALIA A G 611 08 290NURUL QISTI G 611 08 007ISRAYANTI G 611 08 294ERNI FIRDAMAYANTI G 611 08 293ST. FATIMAH MUSTAMIN G 611 08 003FIRMANSYAH G 611 08 278FRISKA G 611 08 852
PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGANJURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIANUNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR2010
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kopi merupakan komoditi perkebunan yang dapat menambah perolehan
devisa dan dan dijadikan konsumsi dalam negeri. Namun, perdagangan kopi di
Indonesia masih mempunyai banyak kendala yang cukup berat, yaitu terjadinya
kelebihan produksi. Beberapa usaha yang dapat dilakukan antara lain
meningkatkan nilai ekspor dan tingkat konsumsi dalam negeri serta mengolah
kopi menjadi produk yang memiliki nilai ekonomi yang lebih tinggi seperti
permen kopi, kopi bubuk, dan lain-lain.
Kopi salah satu tanaman hasil perkebunan yang banyak dikonsumsi
orang sebagai minuman penyegar. Kopi diolah dengan melalui beberapa tahap,
kopi bubuk merupakan produk kopi yang diolah dengan suhu tinggi sehingga
dapat dihaluskan dan menghasilkan kopi dalam bentuk bubuk. Selama proses
pengolahan harus diperhatikan cara penyangraian kopi agar didapatkan kopi
bubuk yang diinginkan. Kopi bubuk juga bisa digunakan sebagai bahan baku
untuk membuat permen kopi, kopi instant dan produk olahan lainnya yang
dapat meningkatkan nilai ekonomisnya. Kopi mengandung kafein yang dapat
merusak kesehatan. Tetapi kopi juga dapat memberi efek positif karena
kandungan gizinya yang cukup, akan tetapi jika dikonsumsi terlalu banyak justru
dapat menyebabkan kita susah tidur disebabkan karena efek dari kafein yang
terdapat didalam kopi dapat mempengaruhi sistem syaraf otak.
Kopi bubuk adalah salah satu produk kopi yang diolah dengan cara
dihaluskan sehingga menjadi bubuk kemudian di panaskan dengan suhu yang
tinggi. Pengolahan kopi bubuk ini masih sangat asing di masyarakat dan harus
dilakukan secara teliti agar menghasilkan kopi yang tidak pahit dan aroma yang
khas. Berdasarkan uraian tersebut, maka perlu dilakukan praktikum ini untuk
mengetahui cara pengolahan kopi bubuk.
B. Tujuan Praktikum
Tujuan dilaksanakannya praktikum kali ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui proses pembuatan kopi bubuk.
2. Untuk mengetahui pengaruh proses penyangraian kopi terhadap aroma dan
warna yang dihasilkan.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Sejarah dan Terminologi Kopi
Kopi adalah suatu jenis tanaman tropis yang dapat tumbuh baik pada
hampir seluruh daerah tropis terkecuali pada temapt-tempat yang terlalu tinggi
dengan temperatur yang sangat dingin atau daerah-daerah yang tandus
memang tidak cocok untuk pertumbuhannya. Syarat tumbuh ini sangat
mendukung bagi Indonesia untuk menjadi penghasil kopi di dunia. Hal ini
disebabkan oleh kondisi iklim di Indonesia yang memlikik iklim tropis sehingga
baik untuk pertumbuhan kopi (Eriandi Damaik, 2009).
Klasifikasi tanaman kopi menurut Anonim (2011a) adalah:
Filum :PlantaeDivisi :SpermatophytaSubdivisi :AngiospermaeKelas :DicotyledoneaeBangsa :RubialesSuku :RubiaceaeMarga :CoffeaJenis :Coffea arabica L
Hingga saat ini belum diketahui dengan pasti sejak kapan tanaman kopi
dikenal dan masuk dalam peradaban manusia. Menurut catatan sejarah,
tanaman ini mulai dikenal pertama kali di Afrika tepatnya di Ethiopia. Pada
mulanya kopi belum dibudidayakan secara baik oleh penduduk melainkan masih
tumbuh liar di hutan-hutan dataran tinggi (Najiyati dan Danarti, 1997).
Pada mulanya orang minum kopi bukanlah kopi bubuk yang bersal dari biji,
melainkan cairan daun kopi yang masih segar atau ada pula yang menngunakan
kulit buah untuk diseduh dengan air panas. Walaupun rasanya tidak seenak kopi
bubuk, namun dapat juga menyegarkan badan. Setelah ditemukan cara
memesak kopi bubuk yang lebih sempurna, yaitu menggunakan biji kopi yang
masak kemudian dikeringkan dan dijadikan sebagai bahan minuman, akhirnya
penggemarnya cepat meluas di benua Afrika, selanjutnya merambah ke Eropa
(AAK, 1988).
Tanaman kopi di Indonesia diperkenalkan oleh VOC pada periode antara
tahun 1696-1699. Penanaman tanaman ini awalnya hanya bersifat coba-coba,
tetapi karena hasilnay memeusakan dan dipandang menguntungkan sebagai
komoditi perdaganagan, maka VOCmenyebarkan bibit kopi ke berbagai daerah
penduduk. Kemudian VOC mengeluarkan peraturan “Cultur Stelsel” yang intinya
memaksa penduduk khususnya di Jawa untuk menanam kopi. Perkebunan-
perkebunan besar pun akhirnya didirikan dan tanaman kopi akhirnya menyebar
ke daerah seperti Lampung, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, serta berbagai
daerah lain di Indonesia.
Beberapa istilah yang umum digunakan untuk membedakan jenis-jenis
bahan olah dan produk akhir yang terkait dengan tahapan pengolahan kopi
menurut Anonim (2011b) adalah sebagai berikut:
1. Buah kopi atau sering juga disebut kopi gelondong basah adalah buah kopi
hasil panen dari kebun, kadar airnya masih berkisar antara 60-65% dan biji
kopinya masih terlindung oleh kulit buah, daging buah, lapisan lendir, kulit
tanduk dan kulit ari.
2. Biji kopi HS adalah biji kopi berkulit tanduk hasil pengolahan buah kopi
dengan proses pengolahan secara basah (wet process). Kulit buah, daging
buah dan lapisan lendir telah dihilangkan melalui beberapa tahapan proses
secara mekanis dan memerlukan air dalam jumlah yang cukup banyak.
Kadar air biji kopi HS dalam kondisi basah berkisar antara 60–65 dan
setelah dikeringkan menjadi 12%.
3. Kopi gelondong kering adalah buah kopi kering setalah diolah dengan
proses pengolahan secara kering (tanpa melibatkan air untuk pengolahan).
Biji kopi masih terlindung oleh kulit buah, daging buah, lapisan lendir, kulit
tanduk dan kulit ari dalam kondisi sudah kering dengan kadar air kopinya
sekitar 12%.
4. Biji kopi yang siap diperdagangkan adalah biji kopi yang sudah dikeringkan,
kadar airnya berkisar antara 12-13%. Permukaan bijinya sudah bersih dari
lapisan kulit tanduk dan kulit ari. Biji kopi demikian sering disebut sebagai biji
kopi beras. Biji kopi WP adalah biji kopi beras yang dihasilkan dari proses
basah (Wet Process) dan biji kopi DP adalah biji kopi beras yang dihasilkan
dari proses kering (Dry Process).
5. Kopi asalan adalah biji kopi yang dihasilkan oleh petani dengan metoda dan
sarana yang sangat sederhana, kadar airnya masih relatif tinggi (>16%) dan
tercampur dengan bahan-bahan lain non-kopi dalam jumlah yang relatif
banyak. Biji kopi ini biasanya dijual ke prosesor (eksportir) yang kemudian
mengolahnya sampai diperoleh biji kopi beras dengan mutu seperti yang
dipersyaratkan dalam standar perdagangan.
B. Jenis-jenis Kopi
Telah dikenal beberapa golongan kopi tetapi yang sering dibudidayakan
hanya kopi Robusta, Arabika dan Liberika. Penggolongan kopi tersebut
umumnya didasarkan pada spesiesnya, kecuali Robusta (Najiyati dan Danarti,
1997).
1. Kopi Robusta
Jenis-jenis kopi Robusta adalah Quilo, Uganda dan Canephopa. Kopi
Robusta digolongkan lebih rendah mutu citarasanya dibandingkan dengan
cita rasa kopi Arabika. Hampir seluruh produksi kopi Robusta di seluruh
dunia dihasilkan secara kering dan untuk mendapatkan rasa lugas tidak
boleh mengandung rasa-rasa asam dari hasil fermentasi. Kopi Robusta
memiliki kelebihan yaitu kekentalan lebih dan warna yang kuat
(Siswoputranto, 1992).
2. Kopi Arabika
Kopi Arabika adalah kopi yang paling baik mutu cita rasanya, tanda-
tandanya adalah biji picak dan daun hijau tua dan berombak-ombak
(Botanical, 2010). Jenis kopi yang termasuk dalam golongan Arabika adalah
Abesinia, Pasumah, Marago dan Congensis (Najiyati dan Danarti, 1997).
3. Kopi Liberika
Kopi Liberika berasal dari Angola dan masuk ke Indonesia sejak
tahun 1965. Meskipun sudah cukup lama penyebarannya tetapi hingga saat
ini jumlahnya masih terbatas karena kualitas buah yang kurang bagus dan
rendemennya rendah (Najiyati dan Danarti, 1997). Jenis Liberika antara lain:
kopi Abeokutae, kopi Klainei, kopi Dewevrei, Kopi Excelsa dan kopi
Dybrowskii. Diantara jenis-jenis tersebut pernah dicoba di Indonesia tetapi
hanya satu jenis saja yang diharapkan ialah jenis Excelsa (AAK, 1988).
C. Komposisi Kimia
Komposisi kimia dari biji kopi bergantung pada spesies dan varietas dari
kopi tersebut serta faktor-faktor lain yang berpengaruh antara lain lingkungan
tempat tumbuh, tingkat kematanagan dan kondisi penyimpanan. Proses
pengolahan juga akan mempengaruhi komposisi kimia dari kopi. Misalnya
penyangraian akan mengubah komponen yang labil yang terdapat pada kopi
sehingga membentuk komponen yang kompleks (Clarke dan Macrae, 1985).
Kopi seperti halnya tanaman lain mengandung ribuan komponen kimia
dengan karakteristik yang berbeda-beda. Walaupun kopi merupakan salah satu
jenis tanaman yang paling banyak diteliti, tetapi masih banyak komponen dari
kopi yang tidak diketahui dan hanya sedikit diketahui efek dari komponen yang
terdapat pada kopi bagi kepentingan manusia baik dalam bentuk biji maupun
bentuk minuman (Anonim, 2011a).
Adapun komposisi kimia dari biji dan bubuk kopi Robusta dapat dilihat
pada Tabel 01. berikut ini:
Tabel 01. Komposisi Kimia Biji Kopi dan Bubuk Kopi
Sumber: Anonim (2011b)
D. Proses Pengolahan Kopi
Tahap proses pengolahan kopi bertujuan memisahkan biji kopi dari
kulitnya dan pengeringan dengan kadar air 10-13%. Biji kopi kering dengan
kadar air lebih 13% akan mudah diserang kapang sehingga dapat menurunkan
mutu biji kopi dimana nantinya produk kopi bubuk rasa asam dan aroma apek
(Setyohadi, 2007). Pengolahan buah kopi dapat dilakukan melalui dua cara yaitu
cara basah dan cara kering. Pengolahan secara basah biasanya memerlukan
modal yang lebih besar, tetapi lebih cepat dan menghasilkan mutu yang lebih
baik (Najiyati dan Danarti, 1997).
1. Pengolahan Basah
Pada prinsipnya pengolahan kopi secara basah, karena dalam
prosesnya banyak menggunakan air. Mutu kopi yang dihasilkan cara ini
pada umumnya baik dan prosesnya cepat. Cara pengolahan kopi basah
dapat dilkaukan dengan cara tradisional dan modern (Setyohadi, 2007).
Pengolahan basah dimulai dengan proses pemanenan yang baik, dimana
pada pengolahan ini dipastikan biji kopi yang digunakan adalah biji kopi yang
telah benar-benar matang, kemudian dibersihkan dan dibuang daging buah
serta kulitnya lalu difermentasi. Proses fermentasi dilakukan dengan cara
merendam biji kopi dengan menggunakan air selama lebih kurang 72 jam
(Clarke dan Macrae, 1985).
Biji-biji kopi Arabika dan Robusta dapat diolah secara basah dan
menghasilkan rasa khas kopi. Biji kopi hasil pengolahan basah setelah
disangrai nampak lebih menarik dan dengan warna agak putih pada alur di
tengah keeping bijinya (Siswoputranto, 1992). Pengolahan basah dengan
proses fermentasi dimaksudkan untuk membentuk unsur-unsur citarasa
khas dari kopi. Selama proses fermentasi juga bertujuan menghilangkan
lapisan lendir yang bisa menjadi tempat berkembangnya jasad-jasad renik
yang bisa merusak citarasa dan kopi (Siswoputranto, 1992).
a. Penerimaan
Hasil panen harus secepat mungkin dipindahkan ke tempat
pemerosesan untuk menghindari pemanasan langsung yang dapat
menyebabkan kerusakan. Hasil panen dimasukkan ke dalam tangki
penerima yang dilengkapi dengan air untuk memindahkan buah kopi
yang mengambang (buah kopi kering di pohon dan terkena penyakit
(Antestatia, stephanoderes) dan biasanya diproses dengan pengolahan
kering. Sedangkan buah kopi yang tidak mengambang (non floating)
dipindahkan menuju bagian pemecah (pulper).
b. Pulping
Pulping bertujuan untuk memisahkan kopi dari kulit terluar dan
mesocarp (bagian daging), hasilnya pulp. Prinsip kerjanya adalah
melepaskan exocarp dan mesocarp buah kopi dimana prosesnya
dilakukan dilakukan didalam air mengalir. Proses ini menghasilkan kopi
hijau kering dengan jenis yang berbeda-beda. Macammacam alat pulper
yang sering digunakan : Disc Pulper (cakram pemecah), Drum pulper,
Raung Pulper, Roller pulper dan Vis pulper. Untuk di Indonesia yang
sering digunakan adalah Vis Pulper dan Raung Pulper. Perbedaan pokok
kedua alat ini adalah kalai Vis pulper hanya berfungsi sebagai pengupas
kulit saja, sehingga hasilnya harus difermentasi dan dicuci lagi.
Sedangkan raung pulper berfungsi sebagai pencuci sehingga kopi yang
keluar dari mesin ini tidak perlu difermentasi dan dicuci lagi tetapi masuk
ke tahap pengeringan.
c. Fermentasi
Proses fermentasi bertujuan untuk melepaskan daging buah
berlendir (mucilage) yang masih melekat pada kulit tanduk dan pada
proses pencucian akan mudah terlepas (terpisah) sehingga
mempermudah proses pengeringan. Hidrolisis pektin disebabkan, oleh
pektihase yang terdapat didalam buah atau reaksinya bias dipercepat
dengan bantuan jasad renik. Proses fermentasi ini dapat terjadi, dengan
bantuan jasad renik (Saccharomyces) yang disebut dengan proses
peragian dan pemeraman. Biji kopi yang keluar dari mesin pulper
dialirkan lewat saluran sebelum masuk bak fementasi.
Selama dalam pengaliran lewat saluran ini dapat dinamakan
proses pencucian pendahuluan. Di dalam pencucian pendahuluan ini biji
kopi yang berat (bernas) dapat dipisahkan dari sisa-sisa daging buah
yang terbawa, lapisan lendir, biji-biji yang hampa karena bagian ini
terapung di atas aliran air sehingga mudah dipisahkan. Proses
fermentasi akan berlangsung selama lebih kurang dari 1,5 sampai 4,5
hari tergantung pada keadaan iklim dan daerahnya. Proses fermentasi
yang terlalu lama akan menghasilkan kopi beras yang berbau apek
disebabkan oleh terjadinya pemecahan komponen isi putih lembaga.
d. Pencucian
Pencucian secara manual dilakukan pada biji kopi dari bak
fementasi dialirkan dengan air melalui saluran dalam bak pencucian
yang segera diaduk dengan tangan atau di injak-injak dengan kaki.
Selama proses ini, air di dalam bak dibiarkan terus mengalir keluar
dengan membawa bagian-bagian yang terapung beupa sisa-sisa lapisan
lendir yang terlepas.
Pencucian biji dengan mesin pencucidilakukan dengan
memasukkan biji kopitersebut kedalam suatu mesin pengaduk yang
berputar pada sumbu horizontal dan mendorong biji kopi dengan air
mengalir. Pengaduk mekanik ini akan memisahkan lapisan lendir yang
masih melekat pada biji dan lapisan lendir yang masih melekat pada biji
dan lapisan lendir yang telah terpisah ini akan terbuang lewat aliran air
yang seterusnya dibuang.
e. Pengeringan
Pengeringan pendahuluan kopi parchment basah, kadar air berkurang
dari 60 menjadi 53%. Sebagai alternatif kopi dapat dikeringkan dengan
sinar matahari 2 atau 3 hari dan sering diaduk, Kadar air dapat mencapai
45%. Pengeringan kopi Parchment dilanjutkan, dilakukan pada sinar
matahari hingga kadar air mencapai 11 % yang pada akhirnya dapat
menjaga stabilitas penyimpanan. Pengeringan biasanya dilakukan
dengan menggunakan baki dengan penutupnya yang dapat digunakan
sepanjang hari. Rata-rata pengeringan antara 10-15 hari. Pengeringan
buatan (suhu tidak lebih dari 55°C) juga banyak digunakansejak
pengeringan kopi alami menjadi lebih sulit dilakukan pada perkebunan
yang lebih luas.
f. Curing
Proses selanjutnya baik kopi yang diproses secara kering
maupun basah ialah curing yang bertujuan untuk menjaga penampilan
sehingga baik untuk diekspor maupun diolah kembali. Tahapan proses
curing ini meliputi pengeringan ulang, pembersihan dan hulling.
g. Penyimpanan
Buah kopi dapat disimpan dalam bentuk buah kopi kering atau
buah kopi parchment kering yang membutuhkan kondisi penyimpanan
yang sama. Biji kopi KA air 11 % dan RH udara tidak lebih dari 74 %.
Pada kondisi tersebut pertumbuhan jamur (Aspergilus niger, A.
oucharaceous dan Rhizopus sp) akan minimal. Di Indonesia kopi yang
sudah di klasifikasi mutunya disimpan didalam karung goni dan dijahit
zigzag mulutnya dengan tali goni selanjutnya disimpan didalam gudang
penyimpanan.
2. Pengolahan Kering
Metode ini sangat sederhana dan sering digunakan untuk kopi
robusta dan juga 90% kopi arabika di Brazil, buah kopi yang telah dipanen
segera dikeringkan terutama buah yang telah matang. Pegeringan buah kopi
dapat dilakukan dengan dua cara yaitu :
a. Pengeringan Alami
Pengeringan alami yaitu pengeringan dengan menggunakan
sinar matahari, caranya sangat sederhana tidak memerlukan peralatan
dan biaya yang besar tetapi memerlukan tempat pengeringan yang luas
dan waktu pengeringan yang lama karena buah kopi mengandung gula
dan pektin. Pengeringan biasanya dilakukan di daerah yang bersih,
kering dan permukaan lantai yang rata, dapat berupa lantai plester
semen atau tanah telanjang yang telah diratakan dan dibersihkan.
Ketebalan pengeringan 30-40 mm, terutama pada awal kegiatan
pengeringan untuk menghindari terjadinya proses fermentasi, Panas
yang timbul pada proses ini akan mengakibatkan perubahan warna dan
buah menjadi masak.
Pada awal pengeringan buah kopi yang masih basah harus
sering dibalik dengan Blat penggaruk. Jenis mikroorganisme yang dapat
berkembang biak pada kulit buah (exocarp) terutama jamur (fusarium sp,
colletotrichum coffeanum) pada permukaan buah kopi yang terlalu kering
(Aspergilus niger, penicillium sp, Rhizopus, sp) beberapa jenis ragi dan
bakteri juga dapat berkembang. Lamanya proses pengeringan
tergantung pada cuaca, ukuran buah kopi, tingkat kematangan dan kadar
air dala,m buah kopi, biasanya proses pengeringan memakan waktu
sekitar 3 sampai 4 minggu. Setelah proses pengeringan Kadar air akan
menjadi sekitar 12 %.
b. Pengeringan Buatan (Artificial Drying)
Keuntungan pengeringan buatan,dapat menghemat biaya dan
juga tenaga kerja hal yang perlu diperhatikanadalah pengaturan
suhunya. Menurut Roelofsen, pengeringan sebaiknya padasuhu rendah
yaitu 55°C akan menghasilkan buah kopi yang bewarna merah dantidak
terlalu keras. Untuk buah kopi kering dengan KA rendah dikeringkan
dengansuhu tidak terlalu tinggi sehingga tidak akan terjadi perubahan
rasa. Peralatan pengeringan yang biasa digunakan : mesin pengering
statik dengan alat penggaruk mekanik, mesin pengering dari drum yang
berputar, mesin pengering vertikal.
Pengolahan cara kering tujuannya untuk jenis Robusta, karena
tanpa fermentasi sudah dapat diperoleh mutu yang baik. Dan untuk kopi
jenis Arabika sebaiknya dilakukan cara basah. Diperkebunan besar
pengolahan secara kering hanya digunakan untuk mengolah kopi yang
berwarna hijau, kopi rambang dan kopi yang diserang bubuk (Setyohadi,
2007). Salah satu masalah yang sering dihadapi pada pengolahan kopi
secara kering adalah kadar air dari kopi yang akan dihasilkan. Lamanya
proses pengeringan tergantung pada cuaca, ukuran buah kopi, tingkat
kematangan dan kadar air dalam buah kopi, biasnya proses pengeringan
memakan waktu sekitar 3-4 minggu. Setelah proses pengeringan kadar
air akan menjadi sekitar 12% (Sivetz dan Foote, 1963).
Biji kopi yang sudah siap diperdagangkan adalah berupa biji kopi
kering yang sudah terlepas dari daging buah, kulit tanduk dan kulit
arinya, butiran biji kopi yang emikian ini disebut kopi beras (coffca beans)
atau market koffie. Kopi beras berasal dari buah kopi basah yang telah
mengalami beberapa tingkat proses pengolahan. Secara garis besar dan
berdasarkan cara kerjanya, maka terdapat dua cara pengolahan buah
kopi basah men.iadi kopi beras, yaitu yang disebut pengolahan buah
kopi cara basah dan cara kering. Pengolahan buah kopi sccara basah
biasa disebut W.I..B. (West lndische Bereiding), sedangkan pengolahan
cara kering biasa disebut O.I.B (Ost Indische Bereiding). Perbedaan
pokok dari kedua cara tersebut diatas adalah pada cara kering
pengupasan daging buah, kulit tanduk dan kulit ari dilakukan setelah
kering (kopi gelondong), sedangkan cara basah pengupasan daging
buah dilakukan sewaktu masih basah.
E. Kopi Bubuk
1. Roasting
Roasting merupakan proses penyangraian biji kopi yang tergantung
pada waktu dan suhu yang ditandai dengan perubahan kimiawi yang
signifikan. Terjadi kehilangan berat kering terutama gas CO2 dan produk
pirolisis volatil lainnya. Kebanyakan produk pirolisis ini sangat menentukan
cita rasa kopi. Kehilangan berat kering terkait erat dengan suhu
penyangraian. Berdasarkan suhu penyangraian yang digunakan kopi sangrai
dibedakan atas 3 golongan yaitu : ligh roast suhu yang digunakan 193
sampai 199°C, medium roast suhu yang digunakan 204°C dan dark roast
suhu yang digunakan 213 sampai 221°C. Menurut Varnam dan Sutherland
(1994) : ligh roast menghilangkan 3-5% kadar air: medium roast, 5-8 % dan
dark roast 8-14% (Anonim, 2008).
Penyangraian sangat menentukan warna dan cita rasa pruduk kopi
yang akan dikonsumsi, perubahan warna biji dapat dijadikan dasar untuk
sistem klasifikasi sederhana. Perubahan fisik terjadi termasuk kehilangan
densitas ketika pecah. Penyangrai bisa berupa oven yang beroperasi secara
batch atau kontinous. Pemanasan dilakukan pada tekanan atmosfir dengan
media udara panas atau gas pembakaran. Pemanasan dapat juga dilakukan
dengan melakukan kontak dengan permukaan yang dipanaskan, dan pada
beberapa disain pemanas, hal ini merupakan faktor penentu pada
pemanasan. Disain paling umum yang dapat disesuikan baik untuk
penyangraian secara batch maupun kontinous merupakan drum horizontal
yang dapat berputar. Umumnya, biji kopi dicurahkan sealiran dengan udara
panas melalui drum ini, kecuali pada beberapa roaster dimana dimungkinkan
terjadi aliran silang dengan udara panas. Udara yang digunakan langsung
dipanaskan menggunakan gas atau bahanbakar, dan pada desain baru
digunakan sistem udara daur ulang yang dapat menurunkan polusi di
atmosfir serta menekan biaya operasional (Anonim, 2008).
Tahap awal roasting adalah membuang uap air pada suhu
penyangraian 100°C dan berikutnya tahap pyrolysis pada suhu 180°C. Pada
tahap pyrolisis terjadi perubahan-perubahan komposisi kimia dan
pengurangan berat sebanyak 10%. Proses roasting berlangsung 5-30 menit.
Sampel segera diambil setelah roasting dan digiling dengan metoda standar
sebelum menilai warna, sedikit air ditambahkan ke biji kopi pada tahap
pendinginan untuk mempercepat pendinginan dan meningkatkan
keseragaman ukuran partikel untuk penggilingan berikutnya.
Pada beberapa roaster, air ditambahkan ke biji dalam drum
penyangrai diakhir proses. Biji kopi kemudian dikeluarkan lalu ditaruh dalam
baki dingin berlobang dimanana udara dihembuskan. Perubahan sifat fisik
dan kimia terjadi selama proses penyangraian, menurut Ukers dan Prescott
dalam Ciptadi dan Nasution (1985) terjadi seperti swelling, penguapan air,
tebentuknya senyawa volatile, karamelisasi karbohidrat, pengurangan serat
kasar, denaturasi protein, terbentuknya gas CO2 sebagai hasil oksidasi dan
terbentuknya aroma yang karakteristik pada kopi. Swelling selama
penyangraian disebabkan karena terbentuknya gas-gas yang sebagian
besar terdiri dari CO2 kemudian gas-gas ini mengisi ruang dalam sel atau
pori-pori kopi. Senyawa yang membentuk aroma di dalam kopi menurut
Mabrouk dan Deatherage dalam Ciptadi dan Nasution (1985) adalah:
a. Golongan fenol dan asam tidak mudah menguap yaitu asam kofeat,
asam clorogenat, asam ginat dan riboflavin.
b. Golongan senyawa karbonil yaitu asetal dehid, propanon, alkohol, vanilin
aldehid.
c. Golongan senyawa karbonil asam yaitu oksasuksinat, aseto asetat,
hidroksi pirufat, keton kaproat, oksalasetat, mekoksalat, merkaptopiruvat.
d. Golongan asam amino yaitu leusin, iso leusin, variline, hidroksiproline,
alanine, threonine, glysine dan asam aspartat.
e. Golongan asam mudah menguap yaitu asam asetat, propionat, butirat
dan volerat.
Dalam proses penyangraian sebagian kecil dari kaffein akan
menguap dan terbentuk komponen-komponen lain yaitu aseton, furfural,
amonia, trimethylamine, asam formiat dan asam asetat. Caffein di dalam
kopi terdapat baik sebagai senyawa bebas maupun dalam bentuk kombinasi
dengan klorogenat sebagai senyawa kalium kaffein klorogenat.
Biji kopi yang disangrai dapat langsung dikemas. Pengemasan
dilakukan dengan kantong kertas, ketika kopi dipisahkan dari otlet khusus
dan digunakan langsung oleh konsomen. Tempat penyimpanan yang lebih
baik serta kemasan vakum diperlukan untuk mencegah deteriorasi oksidatif
jika kopi tidak melewati oulet khusus. Saat ini digunakan kemasan vakum
dari kaleng yang mampu menahan tekanan yang terbentuk atau
menggunakan kantung yang dapat melepaskan CO2 tapi menerima oksigen
(Anonim, 2008).
2. Penggilingan
Penggilingan adalah proses pemecahan butir-butir biji kopi yang
telah mengalami proses penyangraian untuk mendapatkan kopi bubuk yang
berukuran maksimum 75 mesh. Ukuran butir-butir (partikel-partikel) bubuk
kopi akan berpengaruh terhadap rasa dan aroma kopi. Secara umum
semakin kesil ukurannya akan semakin baik rasa dan aromanya karena
sebagian besar bahan yang terdapat di dalam kopi bisa larut di dalam air
ketika diseduh (Najiyati dan Danarti, 1997).
Penggilingan kopi skala luas selalu menggunakan gerinda beroda
(roller), gerinda roller ganda dengan gerigi 2 sampai 4 pasang merupakan
alat yang paling banyak dipakai. Partikel kopi dihaluskan selama melewati
tiap pasang roller. Derajat penggilingan ditentukan oleh nomor seri roller
yang diguncikan. Kondisi ideal dimana ukuran partikel giling seragam adalah
mustahil, namun variasi lebih rendah jika menggunakan gerinda roller
ganda. Alternatif lain adalah penggilingan system tertutup berbasis proses
satu tahap, dimana jika ukuran partikel melebihi saringan maka partikel
dikembalikan ke pengumpan untuk digiling ulang (Anonim, 2008).
Sejumlah kulit tipis (chaff) terlepas dari biji kopi, terutama Robusta,
ikut tergiling. Kulit ini bisa dibuang menggunakan hembusan udara maupun,
metode lainnya, meskipun mengakibatkan kehilangan padatan terlarut.
Pencampuran kulit tipis ini, khususnya dengan kopi gosong, memberikan
keuntungan berupa peningkatan sifat aliran dengan penyerapan minyak
yang menetes (Anonim, 2008).
Penampilan yang menarik bubuk kopi akan meningkatkan
permintaan di pasaran. Hasil penggilingan biji kopi dibedakan menjadi:
coarse (bubuk kasar), medium (bubuk sedang), fine (bubuk halus), very, fine
(bubuk amat halus). Pilihan kasar halusnya bubuk kopi berkaitan dengan
cara penyeduhan kopi yang digemari oleh masyarakat. Penggilingan
melepaskan sejumlah kandungan CO2 dari kopi. Sebagian besar dilepaskan
selama proses dan setelah penggilingan. Sejumlah besar mungkin masih
tertahan terutama pada kopi giling kasar (Anonim, 2008).
Untuk memperpanjang masa simpan kopi bubuk dikemas dengan
menggunakan kemasan vakum dalam timah atau kantong fleksibel, untuk
kopi giling halus, pengemasan vakum segera mungkin dilakukan selepas
penggilingan tanpa perlakuan lain untuk mencegah terbentuknya t'ekanan
akibat pelepasan CO2 Pada gilingan kasar, umumnya pengemasan ditunda
beberapa jam untuk melepaskan CO2. Tindakan ini dapat memastikan
penurunan CO2 kopi yang dikemas akibat penyerapan oksigen.
Untuk mendapatkan citarasa dan aroma yang khas, pabrikan kopi
bubuk sering menggunakan bahan baku campuran dari beberapa jenis biji
kopi beras (Arabika, Robusta, Exelsa dll), jenis proses yang digunakan
(proses kering, semi-basah, basah), dan asal bahan baku (ketinggian, tanah
dan agroklimat). Beberapa jenis bahan baku tersebut disangrai secara
terpisah, ditimbang dalam proporsi tertentu (atas dasar uji citarasa), dan
kemudian dicampur . Dari campuran tersebut diharapkan dapat diperoleh
citarasa dan aroma kopi bubuk yang khas dan tidak dimiliki oleh produk
sejenis yang dihasilkan oleh pabrik yang lain.
III. METODOLOGI PRAKTIKUM
A. Waktu dan Tempat Praktikum
Praktikum Pengolahan Kopi dilaksanakan pada hari Rabu, tanggal 2
Maret 2011, pukul 11.30 WITA sampai selesai. Di Laboratorium Pengolahan
Pangan, Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Jurusan Teknologi
Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin, Makassar.
B. Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan pada praktikum ini adalah:
- Wajan
- saringan
- pengaduk
- grinder
- baskom
- kompor
- sendok
- wadah
- gelas
Bahan-bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah:
- kopi ose mentah
- kopi ose matang
- kopi bubuk pabrik
- kopi sangrai pabrik
- gula pasir
- air panas
- tissue roll
C. Prosedur Praktikum
Prosedur kerja pada praktikum ini adalah:
- kopi ose disortir
- kopi yang telah disortir, disangrai dengan wajan diatas kompor sampai kopi
matang (berwarna hitam) dan aroma khasnya keluar
Perlakuan I : penyangraian 15 menit
Perlakuan II : penyangraian 25 menit
Perlakuan III : penyangraian di pabrik
Perlakuan IV : kopi bubuk di pabrik
- didinginkan beberapa saat
- kopi yang telah disangrai dihaluskan dengan menggunakan grinder secara
berulang-ulang
- disaring dengan ayakan sehingga diperoleh bubuk kopi
- kopi yang disajikan dengan cara diseduh dengan air panas, kemudian
ditambahkan gula pasir, aduk hingga merata
- diamati warna, rasa dan aroma dari keempat perlakuan pada kopi.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Hasil yang diperoleh dari praktikum ini dapat dilihat pada tabel di bawah
ini:
Tabel 02. Hasil Uji Organoleptik pada Seduhan Kopi
ParameterPerlakuan
I II III IV
Rasa Tidak suka Tidak suka Agak suka Suka
Warna Tidak suka Agak suka Suka Suka
Aroma Tidak suka Tidak suka Suka Suka
Sumber: Data Sekunder Hasil Praktikum Aplikasi Hasil Nabati, 2011.
Keterangan:
I : Kopi ose penyangraian 15 menit III : Kopi sangrai pabrik
II : Kopi ose penyangraian 25 menit IV : Kopi giling pabrik
B. Pembahasan
Uji organoleptik menunjukkan bahwa rasa yang paling disukai oleh
panelis adalah seduhan kopi pada perlakuan IV, yaitu kopi giling pabrik, ,
kemudian untuk kopi sangria pabrik agak disukai oleh panelis dan untuk
sedunan kopi perlakuan I dan II yang disangrai dan digiling sendiri tidak disukai
oleh panelis. Perbedaan penilain ini dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu mutu
kopi ose yang digunakan serta teknik pengolahan yang kurang baik. Berbeda
dengan kopi yang berasal dari pabrik yang pengolahnnya dilakukan dengan
baik, ditambah lagi pada kopi giling pabrik (kopi kapal api) telah dilakukan
pencampuran bubuk untuk mendapatkan citarasa yang lebih baik. Hal ini sesuai
dengan Anonim (2008), bahwa dari aspek citarasa, seduhan kopi akan sangat
baik jika biji kopi yang digunakan telah diolah secara baik serta untuk
mendapatkan citarasa dan aroma yang khas, pabrik kopi menggunakan bahan
baku campuran dari beberapa jenis kopi seperti Arabika, Robusta, Exelxa dan
lain-lain.
Uji organoleptik pada parameter warna menunjukkan bahwa panelis
tidak menyukai tidak menyukai seduhan kopi perlakuan I, agak menyukai
seduhan kopi perlakuan II, dan menyukia warna seduhan kopi perlakuan II dan
IV. Warna pada kopi ditentukan oleh proses penyangraian baik secar teknik
maupun alat yang digunakan, untuk perlakuan I dan II alat yang digunakan
cukup sederhana yaitu wajan dengan teknik pengadukan yang kurang merata,
berbeda dengan perlakuan III dan IV yang telah menggunakan mesin sangria
tipe silinder berputar, sehingga diperoleh hasil dengan warna merata.
Ketidaksukaan pada seduhan kopi perlakuan I dan II juga dikarenakan oleh tidak
digunakannya warna sampel standar sebagai tolak ukur proses penyangraian.
Seperti yang telah dijelaskan oleh Anonim (2008), bahwa salah satu tolak ukur
proses penyangraian adalah derajat sangrai yang dilihat dari perubahan warna
biji kopi yang sedang disangrai. Proses sangrai dihentikan pada saat warna
sampel biji kopi yang diambil sudah sama atau mendekati warna sampel
standar.
Uji organoleptik pada parameter aroma menunjukkan bahwa aroma
seduhan kopi untuk perlakuan I dan II tidak disukai sedangkan untuk perlakuan
III dan IV disukai. Aroma kopi terbentuk pada proses penyangraian namun
aroma tersebut dapat berkurang atau hilang akibat proses yang kurang tepat
pada saat penggilingan atau penghalusan. Hal ini sesuai dengan Anonim
(2008), bahwa proses penggesekan yang sangat intensif akan menyebabkan
timbulnya panas di bagian silindernya dan akan menyebabkan aroma kopi
bubuk berkurang.
Penyangraian yang dilakukan pada praktikum ini kurang efektif karena
suhu penyangraian yang tidak bisa dikontrol serta teknik pengadukan yang
kurang merata. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan alat yang digunakan,
kompor dalam keadaan rusak. Keadaan ini kemudian berpengaruh terhadap
mutu kopi yang dihasilkan. Hal ini sesuai dengan Anonim (2011c), bahwa
kesempurnaan penyangraian kopi dipengaruhi oleh dua faktor yaitu suhu dan
waktu.
Penggilingan kopi untuk menjadi bubuk dilakukan dengan menggunakan
grinder. Penggilingan dilakuan secara berulang-ulang untuk mendapatkan bubuk
kopi yang halus, sekitar 75 mesh. Hal ini sesuai dengan Najiyati dan Danarti
(1997), bahwa penggilingan adalah proses pemecahan butir-butir biji kopi yang
telah mengalami proses penyangraian untuk mendapatkan kopi bubuk yang
berukuran maksimum 75 mesh.
Sebelum diseduh, kopi ditambahkan gula dengan perbandingan 3:1, hal
ini dimaksudkan untuk memperbaiki citarasa kopi. Hal ini sesuai dengan Anonim
(2011b), bahwa dari campuran tersebut diharapkan dapat diperoleh citarasa dan
aroma seduhan kopi (Anonim, 2011b).
V. PENUTUP
A. Kesimpulan
Kesimpulan dari hasil praktikum ini adalah sebagai berikut.
1. Warna, rasa, aroma terbaik didapatkan pada perlakuan III dan IV yakni
penyangraian di pabrik dan kopi bubuk di pabrik dengan tingkat penilaiannya
dari panelis adalah suka. Sedangkan warna, aroma, rasa yang kurang baik
adalah pada perlakuan I dan II yakni penyangraian 15 menit dan
penyangraian 25 menit dengan tingkat penilaian agak suka dan tidak suka
dari panelis.
2. Penyangraian yang dilakukan kurang efektif karena peralatan yang
digunakan rusak (kompor) sehingga suhu penyangraian tidak dapat dikontrol
dan hasilnya kopi yang dihasilkan kurang baik. Sedangkan pada
penggilingannya dengan menggunakan grinder sudah baik karena dapat
menghasilkan bubuk kopi yang diinginkan.
3. Bahan tambahan yang digunakan adalah gula. Gula tersebut sebagai bahan
tambahan untuk rasa manis pada larutan kopi yang dibuat. Dari campuran
tersebut diharapkan dapat diperoleh citarasa dan aroma seduhan kopi.
B. Saran
Saran dari praktikum ini adalah sebaiknya alat praktikum yang akan
digunakan, di periksa terlebih dahulu agar proses pelaksanaan praktikum dapat
berjalan sebagaimana mestinya dan hasilnya pun sesuai yang kita harapkan.
DAFTAR PUSTAKA
AAK. 1988. Budidaya Tanaman Kopi. Kanisius. Jogyakarta
Anonim. 2008. Pengolah Produk Kopi. http://www.kopigayo.blogspot.com. Diakses tanggal 4 Maret 2011. Makassar.
Anonim. 2011a. Coffea. http://www.wikipedia.org.id. Diakses tanggal 4 Maret 2011. Makassar.
Anonim. 2011b. Proses Pengolahan Kopi. http://www.aped-project.org. Diakses tanggal 4 Maret 2011. Makassar.
Clarke, R.J. dan Macrae, R. 1985. Coffee Technology (Volume 2). Elsevier Applied Science. London dan New York.
Najiyati dan Danarti. 1997. Kopi Budidaya dan Penanganan Lepas Panen. Penebar Swadaya. Jakarta.
Siswonputranto, P.S. 1992. Kopi Internasional dan Indonesia. Kanisius. Yogyakarta.