asuhan keperawatan diabetes mellitus tipe 1

34
ASUHAN KEPERAWATAN DIABETES MELLITUS TIPE 1 A. KONSEP DASAR DM TIPE 1 1. PENGERTIAN Diabetes mellitus tipe 1 dahulu disebut insulin-dependent diabetes (IDDM, diabetes yang bergantung pada insulin), dicirikan denganrusaknya sel beta penghasil insulin pada pulau-pulau langerhanssehingga terjadi kekurangan insulin pada tubuh. Diabetes tipe inidapat diderita oleh anak-anak maupun orang dewasa. Sampai saat ini diabetes tipe 1 tidak dapat dicegah. Kebanyakan penderita diabetes tipe 1 memiliki kesehatan dan berat badan yang baik saat penyakit ini mulai dideritanya. Selain itu, sensitivitas maupun respons tubuh terhadap insulin umumnya normal pada penderita diabetes tipe ini, terutama pada tahap awal. Penyebab terbanyak dari kehilangan sel beta pada diabetes tipe 1adalah kesalahan reaksi autoimunitas yang menghancurkan sel beta pankreas. Reaksi autoimunitas tersebut dapat dipicu oleh adanya infeksi pada tubuh. 2. EPIDEMIOLOGI Pada Diabetes Mellitus tipe 1 biasanya terdapat pada anak-anak dan remaja , salah satu penyebabnya adalah seringnya mengkonsumsi fast food. Ibu yang melahirkan bayi dengan berat lebih dari 4 kg juga berisiko mengalami Diabetes Mellitus. Tabel 1. Prevalensi Kejadian Diabetes Mellitus di Beberapa Negara Tahun 2000 (FKM, Universitas Hasanuddin, Makassar, 2007)

Upload: bustanoel

Post on 25-Nov-2015

611 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

ASUHAN KEPERAWATAN DIABETES MELLITUS TIPE 1

A. KONSEP DASAR DM TIPE 1

1. PENGERTIAN

Diabetes mellitus tipe 1dahuludisebut insulin-dependent diabetes (IDDM, diabetes yang bergantung pada insulin), dicirikan denganrusaknyasel beta penghasil insulin pada pulau-pulau langerhanssehingga terjadi kekurangan insulin pada tubuh. Diabetes tipe inidapat diderita oleh anak-anak maupun orang dewasa.

Sampai saat ini diabetestipe1tidak dapat dicegah. Kebanyakan penderita diabetestipe1memiliki kesehatan dan berat badan yang baik saat penyakit ini mulai dideritanya. Selain itu, sensitivitas maupun respons tubuh terhadap insulin umumnya normal pada penderita diabetestipeini, terutama pada tahap awal.

Penyebab terbanyak dari kehilangan sel beta pada diabetestipe1adalah kesalahan reaksi autoimunitas yang menghancurkan sel beta pankreas. Reaksi autoimunitas tersebut dapat dipicu oleh adanya infeksi pada tubuh.

2. EPIDEMIOLOGI

PadaDiabetes Mellitustipe1biasanya terdapat pada anak-anak dan remaja , salah satu penyebabnya adalah seringnya mengkonsumsi fast food. Ibu yang melahirkan bayi dengan berat lebih dari 4 kg juga berisiko mengalami Diabetes Mellitus.

Tabel 1.Prevalensi Kejadian Diabetes Mellitus di Beberapa Negara Tahun 2000 (FKM, Universitas Hasanuddin, Makassar, 2007)

NoRangking negara tahun 2000Orang dengan DM (juta)

1.India31,7

2.Cina20,8

3.Amerika Serikat17,7

4.Indonesia8,4

5.Jepang6,8

6.Pakistan5,2

7.Federasi Rusia4,6

8.Brazil4,6

9.Italia4,3

10.Banglades3,2

3. PENYEBAB / FAKTOR PREDISPOSISI

a. Faktor Genetic

Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinyaDMtipeI. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang memilikitipeantigen HLA(human leucosite antigen).HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen transplantasi dan proses imun lainnya.

b. Faktor-faktor imunologi

Adanya respons otoimun yang merupakan respons abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing, yaitu autoantibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans dan insulin endogen.

c. Faktor lingkungan

Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang menimbulkan destruksi sel beta.

4. KLASIFIKASI

Klasifikasi DM tipe 1, berdasarkan etiologi sebagai berikut :

PadaDMtipeI, dikenal 2 bentuk dengan patofisiologi yang berbeda.

1. TipeI A, diduga pengaruh genetik dan lingkungan memegang peran utama untuk terjadinya kerusakan pankreas.HLA-DR4 ditemukan mempunyai hubungan yang sangat erat dengan fenomena ini.

2. TipeI B, berhubungan dengan keadaan autoimun primer pada sekelompok penderita yang juga sering menunjukkan manifestasi autoimun lainnya, seperti Hashimoto disease, Graves disease, pernicious anemia, dan myasthenia gravis.Keadaan ini berhubungan dengan antigen HLA-DR3 dan muncul pada usia sekitar 30 - 50 tahun.

5. PATOFIOLOGI

Diabetes tipe 1 disebabkan oleh infeksi atau toksin lingkungan yang menyerang orang dengan sistem imun yang secara genetis merupakan predisposisi untuk terjadinya suatu respon autoimun yang kuat yang menyerang antigen sel B pankreas. Faktor ekstrinsik yang diduga mempengaruhi fungsi sel B meliputi kerusakan yang disebabkan oleh virus, seperti virus penyakit gondok (mumps) dan virus coxsackie B4, oleh agen kimia yang bersifat toksik, atau oleh sitotoksin perusak dan antibodi yang dirilis oleh imunosit yang disensitisasi. Suatu kerusakan genetis yang mendasari yang berhubungan denganreplikasi atau fungsi sel B pankreas dapat menyebabkan predisposisi terjadinya kegagalan sel B setelah infeksi virus. Lagipula, gen-gen HLA yang khusus diduga meningkatkan kerentanan terhadap virus diabetogenik atau mungkin dikaitkan dengan gen-gen yang merespon sistem imun tertentu yang menyebabkan terjadinya predisposisi pada pasien sehingga terjadi respon autoimun terhadap sel-sel pulaunya (islets of Langerhans) sendiri atau yang dikenal dengan istilah autoregresi.

Diabetes tipe 1 merupakan bentuk diabetes parah yang berhubungan dengan terjadinya ketosis apabila tidak diobati. Diabetes ini muncul ketika pankreas sebagai pabrik insulin tidak dapat atau kurang mampu memproduksi insulin. Akibatnya, insulin tubuh kurang atau tidak ada sama sekali. Penurunan jumlah insulin menyebabkan gangguan jalur metabolik antaranya penurunan glikolisis (pemecahan glukosa menjadi air dan karbondioksida), peningkatan glikogenesis (pemecahan glikogen menjadi glukosa), terjadinya glukoneogenesis. Glukoneogenesis merupakan proses pembuatan glukosa dari asam amino , laktat , dan gliserol yang dilakukan counterregulatory hormone (glukagon, epinefrin, dan kortisol). Tanpa insulin , sintesis dan pengambilan protein, trigliserida , asam lemak, dan gliserol dalam sel akan terganggu. Aseharusnya terjadi lipogenesis namun yang terjadi adalah lipolisis yang menghasilkan badan keton.Glukosa menjadi menumpuk dalam peredaran darah karena tidak dapat diangkut ke dalam sel. Kadar glukosa lebih dari 180mg/dlginjal tidak dapat mereabsorbsi glukosa dari glomelurus sehingga timbul glikosuria. Glukosa menarik air dan menyebabkan osmotik diuretik dan menyebabkan poliuria. Poliuria menyebabkan hilangnya elektrolit lewat urine, terutama natrium, klorida, kalium, dan fosfat merangsang rasa haus dan peningkatan asupan air (polidipsi). Sel tubuh kekurangan bahan bakar (cell starvation ) pasien merasa lapar dan peningkatan asupan makanan (polifagia).

Biasanya, diabetes tipe ini sering terjadi pada anak dan remaja tetapi kadang-kadang juga terjadi pada orang dewasa, khususnya yangnon obesitas dan mereka yang berusia lanjut ketika hiperglikemia tampak pertama kali. Keadaan tersebut merupakan suatu gangguan katabolisme yang disebabkan karena hampir tidak terdapat insulin dalam sirkulasi, glukagon plasma meningkat dan sel-sel B pankreas gagal merespon semua stimulus insulinogenik. Oleh karena itu, diperlukan pemberian insulin eksogen untuk memperbaiki katabolisme, mencegah ketosis, dan menurunkan hiperglukagonemia dan peningkatan kadar glukosa darah.(Tandra,2007)

6. MANIFESTASI KLINIS

Keluhan umum pasien DM seperti poliuria, polidipsia, polifagia pada DM umumnya tidak ada. Sebaliknya yang sering mengganggu pasien adalah keluhan akibat komplikasi degeneratif kronik pada pembuluh darah dan saraf.

Manifestasi klinis DM tipe 1 sama dengan manifestasi pada DM tahap awal, yangsering ditemukan :

a) Poliuri (banyak kencing)

Hal ini disebabkan oleh karena kadar glukosa darah meningkat sampai melampaui daya serap ginjal terhadap glukosa sehingga terjadi osmotic diuresis yang mana gula banyak menarik cairan dan elektrolit sehingga klien mengeluh banyak kencing.

b) Polidipsi (banyak minum)

Hal ini disebabkan pembakaran terlalu banyak dan kehilangan cairan banyak karena poliuri, sehingga untuk mengimbangi klien lebih banyak minum.

c) Polifagia (banyak makan)

Hal ini disebabkan karena glukosa tidak sampai ke sel-sel mengalami starvasi (lapar). Sehingga untuk memenuhinya klien akan terus makan. Tetapi walaupun klien banyak makan, tetap saja makanan tersebut hanya akan berada sampai pada pembuluh darah.

d) Berat badan menurun, lemas, lekas lelah, tenaga kurang.

Hal ini disebabkan kehabisan glikogen yang telah dilebur jadi glukosa, maka tubuh berusama mendapat peleburan zat dari bahagian tubuh yang lain yaitu lemak dan protein, karena tubuh terus merasakan lapar, maka tubuh selanjutnya akan memecah cadangan makanan yang ada di tubuh termasuk yang berada di jaringan otot dan lemak sehingga klien dengan DM walaupun banyak makan akan tetap kurus

e) Mata kabur

Hal ini disebabkan oleh gangguan lintas polibi (glukosa sarbitol fruktasi) yang disebabkan karena insufisiensi insulin. Akibat terdapat penimbunan sarbitol dari lensa, sehingga menyebabkan pembentukan katarak.

f) Ketoasidosis.

Anak denganDMtipe-1cepat sekali menjurus ke-dalam ketoasidosis diabetik yang disertai atau tanpa koma dengan prognosis yang kurang baik bila tidak diterapi dengan baik.

7. PEMERIKSAAN FISIK

Diabetes Melitus Tipe 1

Inspeksi:Pada DM tipe 1 didapatkan klien mengeluh kehausan, klien tampak banyak makan, klien tampak kurus dengan berat badan menurun, terdapat penutunan lapang pandang, klien tampak lemah dan mengalam penurunan tonus otot

Palpasi:Denyut nadi meningkat, tekanan darah meningkat yang menandakanterjadi hipertensi.Auskultasi:Adanya peningkatan tekanan darah

8. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan penunjang yang dlakukan pada DM tipe 1 dan 2 umumnya tidak jauh berbeda.

a) Glukosa darah : meningkat 200-100mg/dL

b) Aseton plasma (keton) : positif secara mencolok

c) Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat

d) Osmolalitas serum : meningkat tetapi biasanya kurang dari 330 mOsm/l

e) Elektrolit :

Natrium : mungkin normal, meningkat, atau menurun

Kalium : normal atau peningkatan semu ( perpindahan seluler), selanjutnya akan menurun. Fosfor : lebih sering menurun

f) Hemoglobin glikosilat : kadarnya meningkat 2-4 kali lipat dari normal yang mencerminkan control DM yang kurang selama 4 bulan terakhir ( lama hidup SDM) dan karenanaya sangat bermanfaat untuk membedakan DKA dengan control tidak adekuat versus DKA yang berhubungan dengan insiden ( mis, ISK baru)g) Gas Darah Arteri : biasanya menunjukkan pH rendah dan penurunan pada HCO3 ( asidosis metabolic) dengan kompensasi alkalosis respiratorik.h) Trombosit darah : Ht mungkin meningkat ( dehidrasi) ; leukositosis : hemokonsentrasi ; merupakan respon terhadap stress atau infeksi.i) Ureum / kreatinin : mungkin meningkat atau normal ( dehidrasi/ penurunan fungsi ginjal)j) Amilase darah : mungkin meningkat yang mengindikasikan adanya pancreatitis akut sebagai penyebab dari DKA.k) Insulin darah : mungkin menurun / atau bahka sampai tidak ada ( pada tipe 1) atau normal sampai tinggi ( pada tipe II) yang mengindikasikan insufisiensi insulin/ gangguan dalam penggunaannya (endogen/eksogen). Resisten insulin dapat berkembang sekunder terhadap pembentukan antibody . ( autoantibody).

l) Pemeriksaan fungsi tiroid : peningkatan aktivitas hormone tiroid dapat meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin.m) Urine : gula dan aseton positif : berat jenis dan osmolalitas mungkin meningkat.n) Kultur dan sensitivitas : kemungkinan adanya infeksi pada saluran kemih, infeksi pernafasan dan infeksi pada luka.

9. DIAGNOSTIK / KRITERIA DIAGNOSTIK

Diabetes Melitus Tipe1

Diagnosis didapatkan darianamnesis, gejala klinis, serta data laboratorium, dengan kriteria data lab:

Kadar darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring diagnosis DM (mg/dl) (WHO)

Bukan DMBelum pasti DMDM

Kadar glukosa darah sewaktu:

1.Plasma vena

2.Darah kapiler< 100

200

>200

Kadar glukosa darah puasa:

1.Plasma vena

2.Darah kapiler< 110

126

>110

Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali pemeriksaan :

Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)

Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)

Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl

10. DIAGNOSIS BANDING

Diabetes Melitus Tipe1

Produksi berlebihan glukokortikoid atau katekolamin pada :

Tumor hipotalamus atau hipofisis

Tumor atau hiperplasia adrenal

Renal glukosuria (Pada keadaan ini didapatkan glukosuria tanpa hiperglikemia maupun ketosis)

Feokromositoma (Pada keadaan ini didapatkan uji toleransi glukosa yang abnormal dan glukosuria tanpa ketosis, yang disebabkan oleh peningkatan glikogenolisis dan glukoneogenesis).

11. PENATALAKSAAN

Diabetes Melitus baik Tipe1dan tipe 2

Ada enam cara dalam penatalaksanaan DM tipe 1 meliputi:

1. Pemberian insulin

Yang harus diperhatikan dalam pemberian insulin adalah jenis, dosis, kapan pemberian, dan cara penyuntikan serta penyimpanan. Terdapat berbagai jenis insulin berdasarkan asal maupun lama kerjanya, menjadi kerja cepat/rapid acting, kerja pendek(regular/soluble), menengah, panjang, dan campuran.

Penatalaksanaan Terapi Insulin.

Cara pemberian /penyuntikan hormone insulin

Indikasi dan kontra indikasi pemberian /penyuntikanhormone insulin.

Efek samping pemberian / penyuntikan hormone insulin.dll

Suntikan insulin untuk pengobatan diabetes dinamakan terapi insulin.Tujuan terapi ini terutama untuk :

Mempertahankan glukosa darah dalam kadar yang normal atau mendekati normal.

Menghambat kemungkinan timbulnya komplikasi kronis pada diabetes.

Keberhasilan terapi insulin juga tergantung terhadap gaya hidup seperti program diet dan olahraga secara teratur

Indikasi penggunaan terapi insulin harus memenuhi kriteria di bawah ini :

Menggunakan insulin lebih dari 3 kali sehari

Kadar glukosa darah sering tidak teratur

Ingin mengurangi resiko hipoglikemi

Ingin mengurangi resiko komplikasi yang berkelanjutan

Ingin lebih bebas beraktifitas dangayahidup yang lebih fleksibel

Enam tipe insulin berdasarkan mulai kerja, puncak, dan lama kerja insulin tersebut, yakni :

Insulin Keja Cepat (Short-acting Insulin)

Insulin Kerja Sangat Cepat (Quick-Acting Insulin)

Insulin Kerja Sedang (Intermediate-Acting Insulin)

Mixed Insulin

Insulin Kerja Panjang (Long-Acting Insulin)

Insulin Kerja Sangat Panjang (Very Long Acting Insulin)

Cara Pemberian Insulin

Struktur kimia hormon insulin bisa rusak oleh proses pencernaan sehingga insulin tidak bisa diberikan melalui tablet atau pil. Satu-satunya jalan pemberian insulin adalah melalui suntikan, bisa suntikan di bawah kulit (subcutan/sc), suntikan ke dalam otot (intramuscular/im), atau suntukan ke dalam pembuluh vena (intravena/iv).Adapula yang dipakai secara terus menerus dengan pompa (insulin pump/CSII) atau sistem tembak (tekan semprot) ke dalam kulit (insulin medijector).Dosis anak bervariasi berkisar antara 0,7-1,0 U/kg per hari. Dosis insulin ini berkurang sedikit pada adanya fase remisi yang dikenal sebagaihoneymoon periodedan kemudian meningkat pada saat pubertas.

Saat awal pengobatan insulin diberikan 3-4 kali injeksi. Bila dosis optimal dapat diperoleh, diusahakan untuk mengurangi jumlah suntikan menjadi 2 kali dengan menggunakan insulin kerja mengengah atau kombinasi kerja pendekb dan menengah (split-mix regimen). Penyuntikan setiap hari secara subkutan dipaha, lengan atas, sekitar umbilicus secara bergantian. Insulin sebaiknya disimpan dalam lemari es pada suhu 4-80C.

2. Pengaturan makan/diet

Jumlah kebutuhan kalori untuk anak usia 1 tahun sampai dengan usia pubertas dapat juga ditentukan dengan rumus sebagai berikut : 1000 + (usia dalam tahun x 100) = ....... Kalori/hari.

Komposisi sumber kalori per hari sebaiknya terdiri atas : 50-55% karbohidrat, 10-15% protein (semakin menurun dengan bertambahnya umur), dan 30-35% lemak. Pembagian kalori per 24 jam diberikan 3 kali makanan utama dan 3 kali makanan kecil sebagai berikut :

a. 20% berupa makan pagi.

b. 10% berupa makanan kecil.

c. 25% berupa makan siang.

d. 10% berupa makanan kecil.

e. 25% berupa makan malam.

f. 10% berupa makanan kecil.

Dari sisi makanan penderita diabetes atau kencing manis lebih dianjurkan mengkonsumsi karbohidrat berserat seperti kacang-kacangan, sayuran, buah segar seperti pepaya, kedondong, apel, tomat, salak, semangka dll. Sedangkan buah-buahan yang terlalu manis seperti sawo, jeruk, nanas, rambutan, durian, nangka, anggur, tidak dianjurkan.

Menurut peneliti gizi asal Universitas Airlangga, Surabaya, Prof. Dr. Dr. H. Askandar Tjokroprawiro, menggolongkan diet atas dua bagian, A dan B. Diet B dengan komposisi 68% karbohidrat, 20% lemak, dan 12% protein, lebih cocok buat orang Indonesia dibandingkan dengan diet A yang terdiri atas 40 50% karbohidrat, 30 35% lemak dan 20 25% protein. Diet B selain mengandung karbohidrat lumayan tinggi, juga kaya serat dan rendah kolesterol. Berdasarkan penelitian, diet tinggi karbohidrat kompleks dalam dosis terbagi, dapat memperbaiki kepekaan sel beta pankreas.

Serat makanan

Tipe diet ini berperan dalam penurunan kadar total kolesterol dan LDL (low-density lipoprotein) kolesterol dalm darah. Peningkatan kandungan serat dalam diet dapat pula memperbaiki kadar glukosa darah sehingga kebutuhan insulin dari luar dapat dikurangi.

Mekanisme kerja serat terlarut diperkirakan berhubungan dengan pembentukan gel dalam traktus gastrointestinal. Gel ini akan memperlambat pengosongan lambung dan gerakan makanan yang melalui saluran cerna bagian atas. Efek penurunan glukosa yang potensial oleh serat makanan tersebut mungkin disebabkan oleh kecepatan absorpsi glukosa yang lebih lambat.Sementara itu tingginya serat dalam sayuran jenis A(bayam, buncis, kacang panjang, jagung muda, labusiam, wortel, pare, nangka muda) ditambah sayuran jenis B (kembang kol, jamur segar, seledri, taoge, ketimun, gambas, cabai hijau, labu air, terung, tomat, sawi) akan menekan kenaikan kadar glukosa dan kolesterol darah. Bawang merah dan putih (berkhasiat 10 kali bawang merah) serta buncis baik sekali jika ditambahkan dalam diet diabetes karena secara bersama-sama dapat menurunkan kadar lemak darah dan glukosa darah.

Alkohol

Alkohol dapat menurunkan reaksi fisiologi normal dalam tubuh yang memproduksi glukosa (glukoneogenesis). Jadi, jika seorang penderita diabetes minum minuman beralkohol pada saat lambung kosong, maka kemungkinan terjadinya hipoglikemia akan meningkat.Konsumsi alcohol yang berlebihandapat menggganggu kemampuan seseorang untuk mengidentifikasi serta mengatasi keadaan hipoglikemia dengan tepat dan mengikuti rencana makan yang sudah diresepkan untuk mencegah hipoglikemian.

3. Olahraga

Dianjurkan latihan jasmani teratur 3-4 kali tiap minggu selam kurang lebih 30 menit yang sifatnya sesuai CRIPE (Continous Rytmical Interval Progressive Endurance Training). Latihan yang dapa dijadikan pilihan adalah jalan kaki, jogging, lari, renang, dan bersepeda.

4. Obat hipoglikemik oral (OHO)

Jika pasien telah melakukan pengturan makan dan kegiatan jasmani yang teratur, tetapi kadar glukosa darahnya masih belum baik, dipertimbangkan pemakaian obat berhasiat hipoglikemik.

a. Sulfoniurea

Berfungsi untuk menstimulasin pelepasan insulin yang tersimpan, menurunkan ambang sekresi insulin, meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat rangsangan glukosa.

b. Biguanid

c. Menurunkan kadar glukosa darah tapi tidak sampai di bawah normal. Dianjurkan untuk pasien gemuk.

d. Inhibitor glukosidase

Bersifat kompetitif menghambat kerja enzim glukosidase sehingga menurunkan penyerapan glukosa dan menurunkan hiperglikemia pascaprandial.

e. Insulin sentizing agent

Berfungsi meningkatkan sensitifitas insulin tanpa menyebabkan hipoglikemia.

5. Edukasi

Kegiatan edukasi meliputi pemahaman dan pengertian penyakit dan komplikasinya, memotivasi penderita dan keluarga agar patuh berobat.

6. Pemantauan mandiri/home monitoring

Pasien serta keluarga harus dapat melakukan pemantauan kadar glukosa darah dan penyakitnya di rumah. Halini sangat diperlukan karenasangat menunjang upaya pencapaian normoglikemia. Pamantauan dapat dilakukan secara langsung (darah) dan secara tidak langsung (urin).

12. KOMPLIKASI

KomplikasiDMbaik pada DM tipe 1 maupun 2, dapat dibagi menjadi 2kategori, yaitu komplikasi akut dan komplikasi menahun.

a. Komplikasi Metabolik Akut

1) Ketoasidosis Diabetik (khusus pada DM tipe 1)

Apabila kadar insulin sangat menurun, pasien mengalami hiperglikemi dan glukosuria berat, penurunan glikogenesis, peningkatan glikolisis, dan peningkatan oksidasi asam lemak bebas disertai penumpukkan benda keton, peningkatan keton dalam plasma mengakibatkan ketosis, peningkatan ion hidrogen dan asidosis metabolik. Glukosuria dan ketonuria juga mengakibatkan diuresis osmotik dengan hasil akhir dehidasi dan kehilangan elektrolit sehingga hipertensi dan mengalami syok yang akhirnya klien dapat koma dan meninggal

2) HipoglikemiSeseorang yang memiliki Diabetes Mellitus dikatakan mengalami hipoglikemia jika kadar glukosa darah kurang dari 50 mg/dl. Hipoglikemia dapat terjadi akibat lupa atau terlambat makan sedangkan penderita mendapatkan therapi insulin, akibat latihan fisik yang lebih berat dari biasanya tanpa suplemen kalori tambahan, ataupun akibat penurunan dosis insulin. Hipoglikemia umumnya ditandai oleh pucat, takikardi, gelisah, lemah, lapar, palpitasi, berkeringat dingin, mata berkunang-kunang, tremor, pusing/sakit kepala yang disebabkan oleh pelepasan epinefrin, juga akibat kekurangan glukosa dalam otak akan menunjukkan gejala-gejala seperti tingkah laku aneh, sensorium yang tumpul, dan pada akhirnya terjadi penurunan kesadaran dan koma.b. Komplikasi Vaskular Jangka Panjang (pada DM tipe 1 biasanya terjadi memasuki tahun ke 5)

1. Mikroangiopaty Merupakan lesi spesifik diabetes yang menyerang kapiler dan arteriola retina (retinopaty diabetik), glomerulus ginjal (nefropatik diabetic/dijumpai pada 1 diantara 3 penderita DM tipe-1), syaraf-syaraf perifer (neuropaty diabetik), otot-otot dan kulit. Manifestasi klinis retinopati berupa mikroaneurisma (pelebaran sakular yang kecil) dari arteriola retina. Akibat terjadi perdarahan, neovasklarisasi dan jaringan parut retina yang dapat mengakibatkan kebutaan.Manifestasi dini nefropaty berupa protein urin dan hipetensi jika hilangnya fungsi nefron terus berkelanjutan, pasien akan menderita insufisiensi ginjal dan uremia. Neuropaty dan katarak timbul sebagai akibat gangguan jalur poliol (glukosasorbitolfruktosa) akibat kekurangan insulin. Penimbunan sorbitol dalam lensa mengakibatkan katarak dan kebutaan. Pada jaringan syaraf terjadi penimbunan sorbitol dan fruktosa dan penurunan kadar mioinositol yang menimbulkan neuropaty. Neuropaty dapat menyerang syaraf-syaraf perifer, syaraf-syaraf kranial atau sistem syaraf otonom.

2. MakroangiopatyGangguan-gangguan yang disebabkan oleh insufisiensi insulin dapat menjadi penyebab berbagai jenis penyakit vaskuler.Gangguan ini berupa :

a) Penimbunan sorbitol dalam intima vascular.b) Hiperlipoproteinemiac) Kelainan pembekun darah

Pada akhirnya makroangiopaty diabetik akan mengakibatkan penyumbatan vaskular jika mengenai arteria-arteria perifer maka dapat menyebabkan insufisiensi vaskular perifer yang disertai Klaudikasio intermiten dan gangren pada ekstremitas. Jika yang terkena adalah arteria koronaria, dan aorta maka dapat mengakibatkan angina pektoris dan infark miokardium.

Komplikasi diabetik diatas dapat dicegah jika pengobatan diabetes cukup efektif untuk menormalkan metabolisme glukosa secara keseluruhan.

13. PROGNOSIS

DM tipe 1 merupakan penyakit kronik yang memerlukan pengobatan seumur hidup. DM tipe 1 tidak bisa disembuhkan tetapi kualitas hidup penderita dapat dipertahankan seoptimal mungkin dengan mengusahakan control metabolic yang baik. Yang dimaksud control metabolic yang baik adalah mengusahakan kadar glukosa darah berada dalam batas normal atau mendekati nilai normal, tanpa menyebabkan hipoglikemia.Sekitar 60 % pasien DMT1 yang mendapat insulin dapat bertahan hidup seperti orang normal, sisanya dapat mengalami kebutaan, gagal ginjal kronik, dan kemungkinan untuk meninggal lebih cepat.Anak dengan DM tipe-1 cepat sekali menjurus ke-dalam ketoasidosis diabetik yang disertai atau tanpa koma dengan prognosis yang kurang baik bila tidak diterapi dengan baik. Oleh karena itu, pada dugaan DM tipe-1, penderita harus segera dirawat inap.Prognosis ditentukan oleh regulasi DM dan adanya komplikasi. Regulasi teratur dan baik akan memberikan prognosis baik.

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

DENGAN DM TIPE 1

1. Pengkajian

Pengkajian pada klien dengan gangguan sistem endokrin diabetes mellitus dilakukan mulai dari pengumpulan data yang meliputi : biodata, keadaan umum pasien, tanda-tanda vital, riwayat kesehatan, keluhan utama, sifat keluhan, riwayat kesehatan masa lalu, pemeriksaan fisik, pola kegiatan sehari-hari.

a. Identitas

Merupakan identitas klien meliputi : nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa, alamat, tanggal masuk rumah sakit, nomor register, tanggal pengkajian dan diagnosa medis. Identitas ini digunakan untuk membedakan klien satu dengan yang lain. Jenis kelamin, umur dan alamat dan lingkungan kotor dapat mempercepat atau memperberat keadaan penyakit infeksi.

b. Keluhan utama

Merupakan kebutuhan yang mendorong penderita untuk masuk RS.

Dsyg mungkin timbul :

Klien mengeluh sering kesemutan.

Klien mengeluh sering buang air kecil saat malam hari

Klien mengeluh sering merasa haus

Klien mengeluh mengalami rasa lapar yang berlebihan (polifagia)

Klien mengeluh merasa lemah Klien mengeluh pandangannya kabur

Do:

Klien tampak lemas. Terjadi penurunan berat badan Tonus otot menurun Terjadi atropi otot Kulit dan membrane mukosa tampak kering Tampak adanya luka ganggren Tampak adanya pernapasan yang cepat dan dalam

c. Keadaan Umum

Meliputi kondisi seperti tingkat ketegangan/kelelahan, tingkat kesadaran kualitatif atau GCS dan respon verbal klien.

d. Tanda-tanda Vital

Meliputi pemeriksaan:

Tekanan darah: sebaiknya diperiksa dalam posisi yang berbeda, kaji tekanan nadi, dan kondisi patologis.Biasanya pada DM type 1, klien cenderung memiliki TD yang meningkat/ tinggi/ hipertensi. Pulse rate Respiratory rate Suhu

e. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik pada penyakit ini biasanya didapatkan :

Inspeksi : kulit dan membrane mukosa tampak kering, tampak adanya atropi otot, adanya luka ganggren, tampak pernapasan cepat dan dalam, tampak adanya retinopati, kekaburan pandangan. Palpasi : kulit teraba kering, tonus otot menuru. Auskultasi : adanya peningkatan tekanan darah.

f. Pemeriksaan penunjang

a) Glukosa darah : meningkat 200-100mg/dL

b) Aseton plasma (keton) : positif secara mencolok

c) Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat

d) Osmolalitas serum : meningkat tetapi biasanya kurang dari 330 mOsm/l

e) Elektrolit :

Natrium : mungkin normal, meningkat, atau menurun

Kalium : normal atau peningkatan semu ( perpindahan seluler), selanjutnya akan menurun. Fosfor : lebih sering menurun

g. Hemoglobin glikosilat : kadarnya meningkat 2-4 kali lipat dari normal yang mencerminkan control DM yang kurang selama 4 bulan terakhir ( lama hidup SDM) dan karenanaya sangat bermanfaat untuk membedakan DKA dengan control tidak adekuat versus DKA yang berhubungan dengan insiden ( mis, ISK baru)h. Gas Darah Arteri : biasanya menunjukkan pH rendah dan penurunan pada HCO3 ( asidosis metabolic) dengan kompensasi alkalosis respiratorik.i. Trombosit darah : Ht mungkin meningkat ( dehidrasi) ; leukositosis : hemokonsentrasi ;merupakan respon terhadap stress atau infeksi.j. Ureum / kreatinin : mungkin meningkat atau normal ( dehidrasi/ penurunan fungsi ginjal)k. Amilase darah : mungkin meningkat yang mengindikasikan adanya pancreatitis akut sebagai penyebab dari DKA.l. Insulin darah : mungkin menurun / atau bahka sampai tidak ada ( pada tipe 1) atau normal sampai tinggi ( pada tipe II) yang mengindikasikan insufisiensi insulin/ gangguan dalam penggunaannya (endogen/eksogen). Resisten insulin dapat berkembang sekunder terhadap pembentukan antibody . ( autoantibody)m. Pemeriksaan fungsi tiroid : peningkatan aktivitas hormone tiroid dapat meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin.n. Urine : gula dan aseton positif : berat jenis dan osmolalitas mungkin meningkat.o. Kultur dan sensitivitas : kemungkinan adanya infeksi pada saluran kemih, infeksi pernafasan dan infeksi pada luka.p. Riwayat Kesehatan

Riwayat Kesehatan Keluarga

Adakah keluarga yang menderita penyakit seperti klien ?

Riwayat Kesehatan Pasien dan Pengobatan Sebelumnya

Berapa lama klien menderita DM, bagaimana penanganannya, mendapat terapi insulin jenis apa, bagaimana cara minum obatnya apakah teratur atau tidak, apa saja yang dilakukan klien untuk menanggulangi penyakitnya.

Hal hal yang biasanya didapat dari pengkajian pada klien dengan diabetes mellitus :

1. Aktivitas/ Istirahat

Letih, Lemah, Sulit Bergerak / berjalan, kram otot, tonus otot menurun.

2. Sirkulasi

Adakah riwayat hipertensi, AMI, klaudikasi, kebas, kesemutan pada ekstremitas, ulkus pada kaki yang penyembuhannya lama, takikardi, perubahan tekanan darah

3. Integritas Ego

Stress, ansietas

4. Eliminasi

Perubahan pola berkemih ( poliuria, nokturia, anuria ), diare

5. Makanan / Cairan

Anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet, penurunan berat badan, haus, penggunaan diuretik.6. Neurosensori

Pusing, sakit kepala, kesemutan, kebas kelemahan pada otot, parestesia,gangguan penglihatan.

7. Nyeri / Kenyamanan

Abdomen tegang, nyeri (sedang / berat)

8. Pernapasan

Batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergangung adanya infeksi / tidak)

9. Keamanan

Kulit kering, gatal, ulkus kulit.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada pasien dengan DM type 1 meliputi:

a. PK: Ketoasidosis

b. Resiko Ketidakseimbangan kadar gula darah berhubungan dengan penyakit diabetes melitus

c. Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energy metabolik ditandai dengan sering lelah, lemah, pucat, klien tampak letargi/tidak bergairah.

d. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak mampu dalam mengabsorbsi makanan karena faktor biologi (defisiensi insulin) ditandai dengan lemas, berat badan pasien menurun walaupun intake makanan adekuat, mual dan muntah, konjungtiva tampak pucat, pasien tampak lemah, GDS >200 mg/dl

e. Keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan ketunadayaan fisik ditandai dengan gangguan pertumbuhan fisik , keterlambatan dalam melakukan keterampilan umum kelompok usia.

f. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan sekunder tidak adekuat (penurunan fungsi limfosit).

g. Resiko cedera berhubungan dengan disfungsi sensori.

3. RENCANA INTERVENSI

Intervensi adalah penyusunan rencana tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan untuk menanggulangi masalah sesuai dengan diagnosa keperawatan (Boedihartono, 1994)Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan (Effendi, 1995).Intervensi dan implementasi keperawatan pada pasien dengan diabetes mellitus (Doenges, 1999) meliputi :

a) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik, kehilangan gastric, berlebihan (diare, muntah) masukan dibatasi (mual, kacau mental).

Tujuan : Kondisi tubuh stabil, tanda-tanda vital, turgor kulit, normal.Kriteria Hasil : - pasien menunjukan adanya perbaikan keseimbangan cairan, dengan kriteria ; pengeluaran urine yang adekuat (batas normal), tanda-tanda vital stabil, tekanan nadi perifer jelas, turgor kulit baik, pengisian kapiler baik dan membran mukosa lembab atau basah.

Intervensi / Implementasi :

1) Pantau tanda-tanda vital, catat adanya perubahan tekanan darah ortestastik.R : Hipovolemia dapat dimanifestasikan oleh hipotensi dan takikardia.2) Kaji pola napas dan bau napas.R : Paru-paru mengeluarkan asam karbonat melalui pernapasan yang menghasilkan kompensasi alkosis respiratoris terhadap keadaan ketoasidosis.3) Kaji suhu, warna dan kelembaban kulit.R : Demam, menggigil, dan diaferesis merupakan hal umum terjadi pada proses infeksi. Demam dengan kulit yang kemerahan, kering, mungkin gambaran dari dehidrasi.4) Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit dan membran mukosa.R : Merupakan indikator dari tingkat dehidrasi atau volume sirkulasi yang adekuat.

5) Pantau intake dan output. Catat berat jenis urine.R : memeberikan perkiraan kebutuhan akan cairan pengganti, fungsi ginjal dan keefektifan dari terapi yang diberikan.6) Ukur berat badan setiap hari.7) R : memberikan hasil pengkajian yang terbaik dari status cairan yang sedang berlangsung dan selanjutnya dalam memberikan cairan pengganti.8) Kolaborasi pemberian terapi cairan sesuai indikasi

R : tipe dan jumlah dari cairan tergantung pada derajat kekurangan cairan dan respon pasien secara individual.

b) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidak cukupan insulin, penurunan masukan oral : anoreksia, mual, lambung penuh, nyeri abdomen, perubahan kesadaran : status hipermetabolisme, pelepasan hormon stress.Tujuan : berat badan dapat meningkat dengan nilai laboratorium normal dan tidak ada tanda-tanda malnutrisi.Kriteria Hasil : - pasien mampu mengungkapkan pemahaman tentang penyalahgunaan zat, penurunan jumlah intake ( diet pada status nutrisi).

- Mendemonstrasikan perilaku, perubahan gaya hidup untuk meningkatkan dan mempertahankan berat badan yang tepat.

Intervensi / Implementasi :

1) Timbang berat badan setiap hari sesuai indikasiR : Mengetahui pemasukan makan yang adekuat.2) Tentukan program diet dan pola makanan pasien dibandingkan dengan makanan yang dapat dihabiskan pasien.3) R : Mengindentifikasi penyimpangan dari kebutuhan.4) Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri abdomen/perut kembung, mual,muntah, pertahankan puasa sesuai indikasi.R : mempengaruhi pilihan intervensi.5) Observasi tanda-tanda hipoglikemia, seperti perubahan tingkat kesadaran, dingin/lembab, denyut nadi cepat, lapar dan pusing.R : secara potensial dapat mengancam kehidupan, yang harus dikali dan ditangani secara tepat.6) Kolaborasi dalam pemberian insulin, pemeriksaan gula darah dan diet.R : Sangat bermanfaat untuk mengendalikan kadar gula darah.c) Risiko tinggi terjadi infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan perifer, perubahan sirkulasi, kadar gula darah yang tinggi, prosedur invasif dan kerusakan kulit.Tujuan : Infeksi tidak terjadi. Kriteria Hasil : - mengindentifikasi faktor-faktor risiko individu dan intervensi untuk mengurangi potensial infeksi. pertahankan lingkungan aseptik yang aman.Intervensi / Implementasi1) Observasi tanda-tanda infeksi dan peradangan seperti demam, kemerahan, adanya pus pada luka , sputum purulen, urin warna keruh dan berkabut.R : pasien masuk mungkin dengan infeksi yang biasanya telah mencetus keadaan ketosidosis atau dapat mengalami infeksi nosokomial.2) Tingkatkan upaya pencegahan dengan melakukan cuci tangan yang baik, setiap kontak pada semua barang yang berhubungan dengan pasien termasuk pasien nya sendiri.R : mencegah timbulnya infeksi nosokomial.3) Pertahankan teknik aseptik pada prosedur invasif (seperti pemasangan infus, kateter folley, dsb).R : Kadar glukosa yang tinggi dalam darah akan menjadi media terbaik bagi pertumbuhan kuman.4) Pasang kateter / lakukan perawatan perineal dengan baik.R : Mengurangi risiko terjadinya infeksi saluran kemih.5) Berikan perawatan kulit dengan teratur dan sungguh-sungguh. Masase daerah tulang yang tertekan, jaga kulit tetap kering, linen kering dantetap kencang (tidak berkerut).R : sirkulasi perifer bisa terganggu yang menempatkan pasien pada penigkatan risiko terjadinya kerusakan pada kulit / iritasi dan infeksi.6) Posisikan pasien pada posisi semi fowler.R : memberikan kemudahan bagi paru untuk berkembang, menurunkan terjadinya risiko hipoventilasi.7) Kolaborasi antibiotik sesuai indikasi.8) penenganan awal dapat membantu mencegah timbulnya sepsis.d) Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolik, perubahan kimia darah, insufisiensi insulin, peningkatan kebutuhan energi, status hipermetabolisme/infeksi.Tujuan: Rasa lelah berkurang / Penurunan rasa lelahKriteria Hasil: Menyatakan mapu untuk beristirahat dan peningkatan tenaga. mampu menunjukan faktor yang berpengaruh terhadap kelelahan. Menunjukan peningkatan kemampuan dan berpartisipasi dalam aktivitas.Intervensi / Implementasi :1 Diskusikan dengan pasien kebutuhan aktivitas. Buat jadwal perencanaan dengan pasien dan identifikasi aktivitas yang menimbulkan kelelahan.R : pendidikan dapat memberikan motivasi untuk meningkatkan aktivitas meskipun pasien mungkin sangat lemah.2 Berikan aktivitas alternatif denagn periode istirahat yang cukup / tanpa terganggu.R : mencegah kelelahan yang berlebihan.3 Pantau tanda-tanda vital sebelum atau sesudah melakukan aktivitas.R : mengidentifikasi tingkat aktivitas yang ditoleransi secara fisiologi.Diskusikan cara menghemat kalori selama mandi, berpindah tempat dan sebagainya.R : dengan penghematan energi pasien dapat melakukan lebih banyak kegiatan.4 Tingkatkan partisipasi pasien dalam melakukan aktivitas sehari-hari sesuai kemampuan / toleransi pasien.R : meningkatkan kepercayaan diri / harga diri yang positif sesuai tingkat aktivitas yang dapat ditoleransi pasien.e) Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan salah interpretasi informasi/tidak mengenal sumber informasi.Tujuan: Pasien mengutarakan pemahaman tentang kondisi, efek prosedur dan proses pengobatan.Kriteria Hasil : Melakukan prosedur yang diperlukan dan menjelaskan alasan dari suatu tindakan. Memulai perubahan gaya hidup yang diperlukan dan ikut serta dalam regimen perawatan.Intervensi / Implementasi :1. Kaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakitnya.R : megetahui seberapa jauh pengalaman dan pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakitnya.2. Berikan penjelasan pada klien tentang penyakitnya dan kondisinya sekarang.R : dengan mengetahui penyakit dan kondisinya sekarang, klien dan keluarganya akan merasa tenang dan mengurangi rasa cemas.3 Anjurkan klien dan keluarga untuk memperhatikan diet makanan nya.R : diet dan pola makan yang tepat membantu proses penyembuhan.4 Minta klien dan keluarga mengulangi kembali tentang materi yang telah diberikan.R : mengetahui seberapa jauh pemahaman klien dan keluarga serta menilai keberhasilan dari tindakan yang dilakukan.5.EVALUASI

1. Tanda-tanda ketoasidosis teratasi tidak ada mual , muntah, nafas klien tidak berbau keton, AGD normal.

2. Glukosa darah terpantau stabil dalam rentang normal. Puasa (70-110 mg/dl) , 2 jan PP (120-200 mg/dl), sewaktu (< 200 mg/dl)

3. Keseimbangan energi memenuhi kebutuhan aktivitas , klien tampak tidak lemas, dan bertoleransi terhadapa aktivitas.

4. Keseimbangan nutrisi adekuat , glukosa darah dalam rentang normal, berat badan normal.

5. Mencapai pertumbbuhan dan perkembangan yang optimal, memiliki koping individu dan keluarga yang baik.

6. Tidak terjadi/ adanya gejala-gejala infeksi, tidak terjadi infeksi, tanda-tanda infeksi tidak ada (kalor, lugor, dolor, fungsiolesa), WBC (4,00-11,00 k/ul), bebas eritema dan demam.

7. Cidera tidak terjadi, keamanan pasien terjaga, tidak terjadi cidera

6.HEALTH EDUCATION

Berikan penjelasan kepada keluarga mengenai penyakitnya, apa yang menyebabkan, pengobatan, komplikasi dan pencegahannya.

Berikan penjelasan mengenai penggunaan insulin yang tepat.

Anjurkan klien untuk selalu menyediakan permen dan mengenali tanda-tanda hipodlikemia.

Berikan penjelasan mengenai tanda-tanda pertumbuuhan dan perkembangan yang ditoleransi klien.

Anjurkan keluarga klien mencatat hasil pemeriksaan gula darah dan berkonsultasi dengan pelayan kesehatan untuk mengontrol gula darah secara berkala

DAFTAR PUSTAKA

Pratiwi, Andi Diah. 2007. Epidemiologi, Program Penanggulangan, dan Isu Mutakhir Diabetes Mellitus.http://ridwanamiruddin.wordpress.com/2007/12/10/epidemiologi-dm-dan-isu-mutakhirnya/. (Akses 17 Maret 2010)

Carpenito, Lynda Juall. 1992.Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktik Klinis, Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Doengoes, Marilynn E. 2000.Rencana Asuhan Keperawatan.Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Faizi, Mohamad. 2010.Diabetes Tipe 1.http:// www. pediatrik.com/ 2010/02/diabetestipe1. html.(Akses 17 Maret 2010)

Guyton, Arthur C. 2008.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 11. Jakarta: PenerbitBuku Kedokteran EGC

Ikrimah. 2009.Dibetes millitus. http://ikrimah.blogspot.Com/2009/04/diabetes milltus. html. (Akses 17 Maret 2010)

Rafani. 2010.Diabetes Mellitus Tipe 2. http://www.rafani.co.cc/2010/01/ Askep Diabetes Mellitus.html.(Akses 17 Maret 2010)

Suddarth, & Brunner. 2002.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC