asuhan keperawatan cidera kepala kti.docx

58
ASUHAN KEPERAWATAN CIDERA KEPALA BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cidera kepala merupakan salah satu penyebab kematian utama pada kelompok umur produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas. Tidak hanya berakibat pada tingginya angka kematian pada korban kecelakaan. Justru, yang harus menjadi perhatian adalah banyaknya kasus kecacatan dari korban kecelakaan. Khususnya, korban kecelakaan yang menderita cedera kepala. Menurut paparan dr Andre Kusuma SpBS dari SMF Bedah Saraf RSD dr Soebandi Jember, cedera kepala adalah proses patologis pada jaringan otak yang bersifat non- degenerative, non-congenital, dilihat dari keselamatan mekanis dari luar, yang mungkin menyebabkan gangguan fungsi kognitif, fisik, dan psikososial yang sifatnya menetap maupun sementara dan disertai hilangnya atau berubahnya tingkat kesadaran. Dari definisi itu saja, kita sudah tahu bahwa cedera kepala sangat berbahaya dan membutuhkan penanganan segera demi keselamatan penderita. Sayangnya, kendati kasus terus meningkat, namun masih banyak pihak yang belum sadar pentingnya kecepatan menolong penderita. Di samping penanganan di lokasi kejadian dan selama transportasi korban ke rumah sakit, penilaian dan tindakan awal di ruang gawat darurat sangat menentukan penatalaksanaan dan prognosis selanjutnya ( Mansjoer, 2000 ). Berdasarkan hal-hal dikemukakan di atas maka penulis tertarik untuk mengambil kasus dengan judul “Asuhan Keperawatan pada klien Tn. A dengan diagnosa Cidera Kepala Ringan di Institut Gawat Darurat RSUD Dr Rasidin, Padang”

Upload: ixnatio-kenny

Post on 23-Jan-2016

65 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: ASUHAN KEPERAWATAN CIDERA KEPALA KTI.docx

ASUHAN KEPERAWATAN CIDERA KEPALA

BAB I

PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

Cidera kepala merupakan salah satu penyebab kematian utama pada kelompok umur

produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas. Tidak hanya berakibat pada

tingginya angka kematian pada korban kecelakaan. Justru, yang harus menjadi perhatian adalah

banyaknya kasus kecacatan dari korban kecelakaan. Khususnya, korban kecelakaan yang

menderita cedera kepala.

Menurut paparan dr Andre Kusuma SpBS dari SMF Bedah Saraf RSD dr Soebandi

Jember, cedera kepala adalah proses patologis pada jaringan otak yang bersifat non-

degenerative, non-congenital, dilihat dari keselamatan mekanis dari luar, yang mungkin

menyebabkan gangguan fungsi kognitif, fisik, dan psikososial yang sifatnya menetap maupun

sementara dan disertai hilangnya atau berubahnya tingkat kesadaran.

Dari definisi itu saja, kita sudah tahu bahwa cedera kepala sangat berbahaya dan

membutuhkan penanganan segera demi keselamatan penderita. Sayangnya, kendati kasus terus

meningkat, namun masih banyak pihak yang belum sadar pentingnya kecepatan menolong

penderita.

Di samping penanganan di lokasi kejadian dan selama transportasi korban ke rumah sakit,

penilaian dan tindakan awal di ruang gawat darurat sangat menentukan penatalaksanaan dan

prognosis selanjutnya ( Mansjoer, 2000 ).

Berdasarkan hal-hal dikemukakan di atas maka penulis tertarik untuk mengambil kasus

dengan judul “Asuhan Keperawatan pada klien Tn. A dengan diagnosa Cidera Kepala Ringan di

Institut Gawat Darurat RSUD Dr Rasidin, Padang”

Page 2: ASUHAN KEPERAWATAN CIDERA KEPALA KTI.docx

1.2  Tujuan

Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah:

1.      Untuk mengetahui defenisi Cidera Kepala

2.      Untuk mengetahui etiologi Cidera Kepala

3.      Untuk mengetahui klasifikasi Cidera Kepala

4.      Untuk mengetahui patofisiologi Cidera Kepala

5.      Untuk mengetahui manifestasi klinis Cidera Kepala

6.      Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik dan penunjang Cidera Kepala

7.      Untuk mengetahui penatalaksanaan Cidera Kepala

8.      Untuk mengetahui komplikasi Cidera Kepala

9.      Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada paien Cidera Kepala

1.3  Rumusan Masalah

Adapun permasalahan yang penulis angkat dalam makalah ini adalah:

1.      Apakah yang dimaksud dengan Cidera Kepala?

2.      Bagaimanakah etiologi Cidera Kepala?

3.      Apa saja klasifikasi Cidera Kepala?

4.      Bagaimanakah patofisiologi Cidera Kepala?

5.      Apakah manifestasi klinis Cidera Kepala?

6.      Bagaimanakah pemeriksaan diagnostik dan penunjang Cidera Kepala?

7.      Bagaimanakah penatalaksanaan Cidera Kepala?

8.      Apa saja komplikasi Cidera Kepala?

9.      Bagaimanakah asuhan keperawatan pada paien Cidera Kepala?

BAB II

TINJAUAN TEORI

Page 3: ASUHAN KEPERAWATAN CIDERA KEPALA KTI.docx

2.1  Defenisi

  Cedera kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala, tulang tengkorak atau otak

yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun tidak langsung pada kepala (Suriadi,

2001).

  Cedera kepala adalah trauma yang mengenai kulit kepala, tengkorak, dan otak yang disebabkan

oleh trauma tumpul atau trauma tembus ( Mansjoer, 2000; Brunner & Soddarth, 2002 )

  Cedera kepala paling sering dan penyakit neurologik yang serius di antara penyakit neurologik,

dan merupakan proporsi epidemik sebagai hasil dari kecelakaan jalan raya ( Brunner & Suddarth,

2002 ).

  Cedera kepala merupakan adaya pukulan/benturan mendadak pada kepala dengan atau tanpa

kehilangan kesadaran. Traumatik yang terjadi pada otak yang mampu menghasilkan perubahan

pada phisik, intelektual, emosional, sosial, dan vocational(Susan Martin, 1999)

  Trauma atau cedera kepala (brain injury) adalah salah satu bentuk trauma yang dapat mengubah

kemampuan otak dalam menghasilkan keseimbangan fisik, intelektual, emosional, sosial dan

pekerjaan atau dapat dikatakan sebagai bagian dari gangguan traumatik yang dapat menimbulkan

perubahan – perubahan fungsi otak (black, 2005)

  Menurut konsensus perdosi (2006), cedera kepala yang sinonimnya adalah trauma kapitis = head

injury = trauma kranioserebral = traumatic brain injury merupakan trauma mekanik terhadap

kepala baik secara langsung ataupun tidak langsung yang menyebabkan gangguan fungsi

neurologis yaitu gangguan fisik, kognitif, fungsi psikososial baik bersifat temporer maupun

permanen

2.2  Etiologi

a.      Trauma oleh benda tajam

Menyebabkan cedera  setempat dan menimbulkan cedera lokal. Kerusakan lokal meliputi

Contusio serebral, hematom serebral, kerusakan otak sekunder yang disebabkan perluasan masa

lesi, pergeseran otak atau hernia.

b.      Trauma oleh benda tumpul dan menyebabkan cedera menyeluruh (difusi)

Kerusakannya menyebar secara luas dan terjadi dalam 4 bentuk : cedera akson, kerusakan otak

hipoksia, pembengkakan otak menyebar, hemoragi kecil multiple pada otak koma terjadi karena

cedera menyebar pada hemisfer cerebral, batang otak atau kedua-duanya.

Etiologi lainnya:

Page 4: ASUHAN KEPERAWATAN CIDERA KEPALA KTI.docx

a.       Kecelakaan, jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor atau sepeda, dan mobil.

b.      Kecelakaan pada saat olah raga, anak dengan ketergantungan.

c.       Cedera akibat kekerasan.

2.3  Klasifikasi

a.      Menurut Jenis Cedera

  Cedera Kepala terbuka

Dapat menyebabkan fraktur pada tulang tengkorak dan jaringan otak

  Cedera kepala tertutup

Dapat disamakan dengan keluhan geger otak ringan dan oedem serebral yang luas

b.      Menurut berat ringannya berdasarkan GCS (Glosgow Coma Scale)

  Cedera Kepala ringan (kelompok risiko rendah)

-          GCS 13-15 (sadar penuh, atentif, orientatif)

-          Kehilangan kesadaran /amnesia tetapi kurang 30 mnt

-          Tak ada fraktur tengkorak

-          Tak ada contusio serebral (hematom)

-          Tidak ada intoksikasi alcohol atau obat terlarang

-          Pasien dapat mengeluh nyeri kepala dan pusing

-          Pasien dapat menderita abrasi, laserasi, atau hematoma kulit kepala

-          Tidak adanya criteria cedera sedang-berat

  Cedera kepala sedang

-          GCS  9-14 (konfusi, letargi, atau stupor)

-          Kehilangan kesadaran lebih dari 30 mnt / kurang dari 24 jam (konkusi)

-          Dapat mengalami fraktur tengkorak

-          Amnesia pasca trauma

-          Muntah

-          Kejang

  Cedera kepala berat

-          GCS 3-8 (koma)

-          Kehilangan kasadaran lebih dari 24 jam (penurunan kesadaran progresif)

-          Diikuti contusio serebri, laserasi, hematoma intracranial

-          Tanda neurologist fokal

-          Cedera kepala penetrasi atau teraba fraktur kranium

c.       Menurut morfologi

  Fraktur tengkorak     

-          Kranium: linear/stelatum; depresi/non depresi; terbuka/tertutup

Page 5: ASUHAN KEPERAWATAN CIDERA KEPALA KTI.docx

-          Basis: dengan/tanpa kebocoran cairan serebrospinal, dengan/tanpa kelumpuhan nervus VII

-          Fokal: epidural, subdural, intraserebral

-          Difus: konkusi ringan, konkusi klasik, cedera aksonal difus

d.      Menurut patofisiologi

         Cedera kepala primer

Akibat langsung pada mekanisme dinamik (acelerasi - decelerasi rotasi ) yang menyebabkan

gangguan pada jaringan.

Pada cedera primer dapat terjadi :

-          Gegar kepala ringan

-          Memar otak

-          Laserasi

         Cedera kepala sekunder

Pada cedera kepala sekunder akan timbul gejala, seperti :

-          Hipotensi sistemik

-          Hipoksia

-          Hiperkapnea

-          Udema otak

-          Komplikasi pernapasan

-          Infeksi / komplikasi pada organ tubuh yang lain

Page 6: ASUHAN KEPERAWATAN CIDERA KEPALA KTI.docx

Kerusakan Pada Bagian Otak Tertentu

Kerusakan pada lapisan otak paling atas (korteks serebri biasanya akan mempengaruhi

kemampuan berfikir, emosi dan perilaku seseorang. Daerah tertentu pada korteks serebri

biasanya bertanggungjawab atas perilaku tertentu, lokasi yang pasti dan beratnya cedera

menentukan jenis kelainan yang terjadi.

a.      Kerusakan Lobus Frontalis

Lobus frontalis pada korteks serebri terutama mengendalikan keahlian motorik (misalnya

menulis, memainkan alat musik atau mengikat tali sepatu). Lobus frontalis juga mengatur

ekspresi wajah dan isyarat tangan. Daerah tertentu pada lobus frontalis bertanggungjawab

terhadap aktivitas motor tertentu pada sisi tubuh yang berlawanan. Efek perilaku dari kerusakan

lobus frontalis bervariasi, tergantung kepada ukuran dan lokasi kerusakan fisik yang terjadi.

Kerusakan yang kecil, jika hanya mengelai satu sisi otak, biasanya tidak menyebabkan

perubahan perilaku yang nyata, meskipun kadang menyebabkan kejang.

Kerusakan luas yang mengarah ke bagian belakang lobus frontalis bisa menyebabkan

apati, ceroboh, lalai dan kadang inkontinensia. Kerusakan luas yang mengarah ke bagian depan

atau samping lobus frontalis menyebabkan perhatian penderita mudah teralihkan, kegembiraan

yang berlebihan, suka menentang, kasar dan kejam; penderita mengabaikan akibat yang terjadi

akibat perilakunya.

b.      Kerusakan Lobus Parietalis

Lobus parietalis pada korteks serebri menggabungkan kesan dari bentuk, tekstur dan

berat badan ke dalam persepsi umum. Sejumlah kecil kemampuan matematikan dan bahasa

berasal dari daerah ini. Lobus parietalis juga membantu mengarahkan posisi pada ruang di

sekitarnya dan merasakan posisi dari bagian tubuhnya. Kerusakan kecil di bagian depan lobus

parietalis menyebabkan mati rasa pada sisi tubuh yang berlawanan. Kerusakan yang agak luas

bisa menyebabkan hilangnya kemampuan untuk melakukan serangkaian pekerjaan (keadaan ini

disebutapraksia) dan untuk menentukan arah kiri-kanan.

Kerusakan yang luas bisa mempengaruhi kemampuan penderita dalam mengenali bagian

tubuhnya atau ruang di sekitarnya atau bahkan bisa mempengaruhi ingatan akan bentuk yang

sebelumnya dikenal dengan baik (misalnya bentuk kubus atau jam dinding). Penderita bisa

menjadi linglung atau mengigau dan tidak mampu berpakaian maupun melakukan pekerjaan

sehari-hari lainnya.

c.       Kerusakan Lobus Temporalis

Lobus temporalis mengolah kejadian yang baru saja terjadi menjadi dan mengingatnya

sebagai memori jangka panjang. Lobus temporalis juga memahami suara dan gambaran,

menyimpan memori dan mengingatnya kembali serta menghasilkan jalur emosional. Kerusakan

Page 7: ASUHAN KEPERAWATAN CIDERA KEPALA KTI.docx

pada lobus temporalis sebelah kanan menyebabkan terganggunya ingatan akan suara dan bentuk.

Kerusakan pada lobus temporalis sebelah kiri menyebabkan gangguan pemahaman bahasa yang

berasal dari luar maupun dari dalam dan menghambat penderita dalam mengekspresikan

bahasanya. Penderita dengan lobus temporalis sebelah kanan yang non-dominan, akan

mengalami perubahan kepribadian seperti tidak suka bercanda, tingkat kefanatikan agama yang

tidak biasa, obsesif dan kehilangan gairah seksual.

Cedera Spesifik Otak Kepala

a.      Fraktur Tengkorak

Fraktur Linear :           Kekuatan benturan lebih luas area tengkorak

Fraktur Basiler:           Pada dasar tengkorak atau pada tulang sepanjang bagian Frontal atau

temporak

Fraktur ini cukup serius karena menimbulkan kontak antara CSS  dan dunia luar melalui

ruang subarachnoid dan sinus yang mengandung udara dari  wajah atau tengkorak,

memungkinkan bakteri masuk & mengisi drainase sinus. Fraktur ini bisa melukai arteri dan vena

yang kemudian mengalirkan drahnya ke dalam rongga di sekeliling jaringan otak. Patah tulang di

dasar tengkorak bisa merobek meningens(selaput otak). Cairan serebrospinal (cairan yang

beredar diantara otak dan meningens) bisa merembes ke hidung atau telinga.

Bakteri kadang memasuki tulang tengkorak melalui patah

tulang tersebut, dan menyebabkan infeksi serta kerusakan hebat pada otak. Sebagian besar patah

tulang tengkorak tidak memerlukan pembedahan, kecuali jika pecahan tulang menekan otak atau

posisinya bergeser.

Page 8: ASUHAN KEPERAWATAN CIDERA KEPALA KTI.docx

b.      Geger Serebral (Contusio)

Gegar otak (kontusio serebri) merupakan memar pada otak, yang

biasanya disebabkan oleh pukulan langsung dan kuat ke kepala. Robekan otak adalah robekan

pada jaringan otak, yang seringkali disertai oleh luka di kepala yang nyata dan patah tulang

tengkorak. Hal ini menandakan terjadinya perdarahan pada otak yang dapat menimbulkan

pembengkakan Bakteri ringan dari cedera otak menyebar, disfungsi neurologis bersifat

sementara dapat pulih. Disorientasi dan bingung sesaat dengan gejala sakit kepala, tak mampu

konsentrasi gangguan memori sementara pusing, peka omnesia retrograde. Jika terjadi

pembengkakan pada otak, maka bisa terjadi kerusakan lebih lanjut pada jaringan otak;

pembengkakan yang sangat hebat bisa menyebabkanherniasi otak.

c.       Memar / Laserasi cerebral (Komosio)

Page 9: ASUHAN KEPERAWATAN CIDERA KEPALA KTI.docx

Komosio cerebral setelah cedera kepala adalah hilangnya fungsi neurologik sementara

tanpa kerusakan struktur. Umumnya meliputi sebuah periode tidak sadarkan diri dalam beberapa

detik sampai beberapa menit. Jika jaringan otak di lobus frontal terkena, pasien dapat

menunjukkan perilaku irasional yang aneh, dimana keterlibatan lobus temporal dapat

menimbulkan amnesia atau disorientasi. Komosio cerebral ini merupakan memar pada

permukaan otak yang terdiri dari area hemoragi kecil-kecil  yang tersebar, gejala bersifat

neorologis fokal, dapat berlangsung 2-3 hari setelah cedera dan menimbulkan disfungsi luas

akibat dari peningkatan edema serebral. Pada scan tomografi terlihat masa dan menimbulkan

perubahan TIK dengan jelas.

Tindakan terhadap komosio meliputi mengobservasi pasien terhadap adanya sakit kepala,

pusing, peka rangsang, dan ansietas (sindrom pasca-komosio), yang dapat mengikuti tipe cedera.

Dengan memberi pasien informasi, penjelasan, dan dukungan pada pasien dapat mengurangi

beberapa masalah sindrom pasca - komosio.

d.      Hematom Epidural

Adalah suatu akumulasi darah pada ruang antara tulang tengkorak bagian

dalam dan lapangan meningens paling luar (dura), terjadi karena  robekan cabang kecil arteri

meningeal tengah atau frontal. Hal ini terjadi karena patah tulang tengkorak telah merobek

arteri. Darah di dalam arteri memiliki tekanan lebih tinggi sehingga lebih cepat memancar.

Tanda dan gejala berupa sakit kepala hebat yang bias

segera timbul tetapi bias juga muncul beberapa jam setelah cedera dengan intensitas nyeri tidak

tetap, penurunan kesadaran ringan, diikuti periode lucid, kemudian penurunan neurologi dari

kacau mental sampai coma, bentuk dekortikasi & deserebrasi, pupil isokor sampai

anisokor. Diagnosis dini sangat penting dan biasanya tergantung kepada CT scandarurat.

Hematoma epidural diatasi sesegera mungkin dengan membuat lubang di dalam tulang

tengkorak untuk mengalirkan kelebihan darah, juga dilakukan pencarian dan penyumbatan

sumber perdarahan.

Page 10: ASUHAN KEPERAWATAN CIDERA KEPALA KTI.docx

e.       Hematoma Subdural

Adalah akumulasi darah dibawah lapangan meningeal duramater diatas lapangan

arakhnoid yang menutupi otak. Penyebabnya robekan permukaan dan lebih sering pada

lansia dan alkoholik gejala sakit kepala, letargi, kacau mental, kejang disfasia. Hematoma

subdural berasal dari perdarahan pada vena di sekeliling otak. Perdarahan bisa terjadi segera

setelah terjadinya cedera kepala berat atau beberapa saat kemudian setelah terjadinya cedera

kepala yang lebih ringan. Hematoma subdural pada bayi bisa menyebabkan kepala bertambah

besar karena tulang tengkoraknya masih lembut dan lunak. Hematoma subdural yang kecil pada

dewasa seringkali diserap secara spontan. Hematoma subdural yang besar, yang menyebabkan

gejala-gejala neurologis biasanya dikeluarkan melalui pembedahan.

Petunjuk dilakukannya pengaliran perdarahan ini adalah:

-      sakit kepala yang menetap

-      rasa mengantuk yang hilang-timbul

-      linglung

-      perubahan ingatan

-      kelumpuhan ringan pada sisi tubuh yang berlawanan.

Page 11: ASUHAN KEPERAWATAN CIDERA KEPALA KTI.docx

Hematoma subdural dapat terjadi akut, sub akut, atau kronik, bergantung pada ukuran

pembuluh yang terkena dan jumlah perdarahan yang ada.

1.      Hematoma subdural akut

Dihubungkan dengan cedera kepala mayor yang meliputi kontusio atau laserasi. Hematoma

subdural akut menimbulkan gejala neurologik yang penting dan serius dalam 24 – 48 jam setelah

cedera. Cedera ini sering berkaitan dengan cedera deselerasi akibat kecelakaan kendaraan

bermotor. Biasanya pasien dalam keadaan koma dan tanda klinis sama dengan hematoma

epidural. Tekanan darah meningkat, frekuensi nadi lambat dan pernapasan  cepat.

2.      Hematoma subdural sub akut

Menyebabkan deficit neurologik bermakna dalam waktu lebih dari 48 jam setelah cedera.

Hematoma ini disebabkan oleh perdarahan vena ke dalam ruang subdural. Riwayat klinis khas

dari penderita hematoma subdural subakut adalah adanya trauma kepala yang menyebabkan

ketidaksadaran, yang diikuti penurunan kesadaran, dan perbaikan status neurologik secara

Page 12: ASUHAN KEPERAWATAN CIDERA KEPALA KTI.docx

bertahap. Namun setelah jangka waktu tertentu penderita memperlihatkan penurunan status

neurologik. Tingkat kesadaran menurun bertahap, pasien tidak berespon, peningkatan TIK, lalu

terjadiherniasi unkus atau sentral. Angka kematian tinggi pada pasien hematoma subdural akut

dan sub akut, karena sering dihubungkan dengan kerusakan otak.

3.      Hematoma subdural kronik

Terjadi karena cedera kepala minor, terjadi paling sering pada lansia akibat atrofi otak karena

proses penuaan. Tampaknya cedera kepala minor dapat mengakibatkan dampak yang cukup

untuk menggeser isi otak secara abnormal dengan sekuela negative. Waktu di antara cedera dan

awitan gejala mungkin lama, sehingga akibat actual mungkin terlupakan. Gejala dapat tampak

beberapa minggu setelah cedera minor. Hematoma subdural kronik menyerupai kondisi lain dan

mungkin dianggap sebagai stroke.

Tindakan terhadap hematoma subdural kronik ini daapt dilakukan melalui lubang burr ganda,

atau kraniotomi dapat dilakukan untuk lesi massa subdural yang cukup besar yagn tidak dapat

dilakukan melalui lubang burr.

a.      Hematoma Intrakranial

Adalah pengumpalan darah lebih dari 25 ml dalam parenkim otak, penyebabnya

adalah   fraktur depresi tulang tengkorak, cedera penetrasi peluru dan gerakan aselerasi-deserasi

tiba-tiba tindakan bersifat kontroversial bedah atau medis, serta bias juga terjadi karena cedera

atau stroke.

Perdarahan karena cedera biasanya terbentuk di dalam pembungkus otak sebelah luar

(hematoma subdural) atau diantara pembungkus otak sebelah luar dengan tulang tengkorak

(hematoma epidural). Kedua jenis perdarahan diatas biasanya bisa terlihat pada CT

scan atau MRI. Sebagian besar perdarahan terjadi dengan cepat dan menimbulkan gejal adalam

beberapa menit. Perdarahan menahun (hematoma kronis) lebih sering terjadi pada usia lanjut dan

membesar secara perlahan serta menimbulkan gejala setelah beberapa jam atau hari.

Hematoma yang luas akan menekan otak, menyebabkan pembengkakan dan pada

akhirnya menghancurkan jaringan otak. Hematoma yang luas juga akan menyebabkan otak

bagian atas atau batang otak mengalami herniasi. Pada perdarahan intrakranial bisa terjadi

penurunan kesadaran sampai koma, kelumpuhan pada salah satu atau kedua sisi tubuh, gangguan

pernafasan atau gangguan jantung, atau bahkan kematian. Bisa juga terjadi kebingungan dan

hilang ingatan, terutama pada usia lanjut.

b.      Konkusio

Konkusio adalah hilangnya kesadaran (dan kadang ingatan) sekejap, setelah terjadinya

cedera pada otak yang tidak menyebabkan kerusakan fisik yang nyata. Konkusio menyebabkan

kelainan fungsi otak tetapi tidak menyebabkan kerusakan struktural yang nyata. Hal ini bahkan

Page 13: ASUHAN KEPERAWATAN CIDERA KEPALA KTI.docx

bisa terjadi setelah cedera kepala yang ringan, tergantung kepada goncangan yang menimpa otak

di dalam tulang tengkorak.

Konkusio bisa menyebabkan kebingungan, sakit kepala dan rasa mengantuk yang

abnormal; sebagian besar penderita mengalami penyembuhan total dalam beberapa jam atau hari.

Beberapa penderita merasakan pusing, kesulitan dalam berkonsentrasi, menjadi pelupa, depresi,

emosi atau perasaannya berkurang dan kecemasan. Gejala-gejala ini bisa berlangsung selama

beberapa hari sampai beberapa minggu, jarang lebih dari beberapa minggu. Penderita bisa

mengalami kesulitan dalam bekerja, belajar dan bersosialisasi. Keadaan ini disebut sindroma

pasca konkusio.

Sindroma pasca konkusio masih merupakan suatu teka-teki; tidak diketahui mengapa

sindroma ini biasanya terjadi setelah suatu cedera kepala yang ringan. Para ahli belum sepakat,

apakah penyebabkan adalah cedera mikroskopi atau faktor psikis. Pemberian obat-obatan dan

terapi psikis bisa membantu beberapa penderita sindroma ini. Yang lebih perlu dikhawatirkan

selain sindroma pasca konkusio adalah gejala-gejala yang lebih serius yang bisa timbul dalam

beberapa jam atau kadang beberapa hari setelah terjadinya cedera. Jika sakit kepala, kebingungan

dan rasa mengantuk bertambah parah, sebainya segera mencari pertolongan medis.

Biasanya, jika terbukti tidak terdapat kerusakan yang lebih berat, maka tidak diperlukan

pengobatan. Setiap orang yang mengalami cedera kepala diberitahu mengenai pertanda

memburuknya fungsi otak. Selama gejalanya tidak semakin parah, biasanya untuk meredakan

nyeri diberikan asetaminofen. Jika cederanya tidak parah, aspirin bisa digunakan setelah 3-4 hari

pertama.

 

2.1  Patofisiologi

Page 14: ASUHAN KEPERAWATAN CIDERA KEPALA KTI.docx

Dalam keadaan normal otak mempunyai kemampuan melakukan autoregulasi aliran

darah serebral dan menjamin aliran daerah konstan melalui pembuluh darah serebral. Faktor-

faktor ini dapat mengubah kemampuan pembuluh serebral untuk berkontraksi dan berdilatasi

serta mengganggu autoregulasi diantaranya trauma otak, iskemia dan hipoxia, pada klien dengan

kerusakan autoregulasi. Aktivitas yang  dapat menyebabkan peningkatan aliran darah serebral

juga dapat meningkatkan TIK. Tekanan Intra Kranial (TIK) merupakan tekanan yang

dikeluarkan oleh kombinas dari 3 komplemen intrakranial yaitu jaringan otak, CSS dan darah.

Hipotesa monro kellie mengatakan volume intrakranial sama dengan volume otak

ditambah volume darah serebral dan CSS, dimana tiap perubahan volume dari tiap-tiap

komponan karena gangguan kranial dapat menyebabkan peningkatan TIK.

Peningkatan TIK mengarah pada timbulnya iskemia, kekakuan otak dan kemungkinan

herniasi. Peningkatan TIK berkembang pada hampir semua klien dengan lesi intra kranial setelah

mengalmi cedera kepala. Pada semua klien dengan cedera kepala bera, peningkatan TIK yang

tidak terkontrol dapat menyebabkan kematian.

Defisit Nerurologik pada cedera kepala dimulai dengan adanya trauma pada otak yang

dapat menyebkan fragmentasi jaringan dna contusio, merusakn sawar otak, diserbtai vasodilatasi

dan eksudasi jaringan sehingga timbul edema yang dapat menyebabkan peningkatan TIK.

Keadaan ini dapat menurunkan aliran daerah serebral, iskemia, hipoksia, asidosis dan kerusakan

sawar darah otak lebih lanjut dan terjadi kematian sel-sel otak dan edema bertambah positif.

Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhan oksigen

melalui proses metabolik anaerob yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah. Pada

kontusio berat, hipoksia atau kerusakan otak akan terjadi penimbunan asam laktat akibat

metabolisme anaerob. Hal ini akan menyebabkan asidosis metabolik.

Dalam keadaan normal cerebral blood flow (CBF) adalah 50 - 60 ml / menit / 100 gr.

Jaringan otak, yang merupakan 15 % dari cardiac output.

Trauma kepala meyebabkan perubahan fungsi jantung sekuncup aktivitas atypical-

myocardial, perubahan tekanan vaskuler dan udem paru. Perubahan otonom pada fungsi

ventrikel adalah perubahan gelombang T dan P dan disritmia, fibrilasi atrium dan vebtrikel,

takikardia.

Akibat adanya perdarahan otak akan mempengaruhi tekanan vaskuler, dimana penurunan

tekanan vaskuler menyebabkan pembuluh darah arteriol akan berkontraksi . Pengaruh persarafan

simpatik dan parasimpatik pada pembuluh darah arteri dan arteriol otak tidak begitu besar.

WOC (Terlampir)

2.2  Manifestasi Klinis

Adapun manifestasi klinis dari cedera kepala adalah sebagai berikut :

Page 15: ASUHAN KEPERAWATAN CIDERA KEPALA KTI.docx

1.     Gangguan kesadaran

2.     Konfusi

3.     Abnormalitas pupil

4.     Piwitan tiba-tiba defisit neurologis

5.     Perubahan TTV

6.     Gangguan pergerakan

7.     Gangguan penglihatan dan pendengaran

8.     Disfungsi sensori

9.     Kejang otot

10. Sakit kepala

11. Vertigo

12. Kejang

13. Pucat

14. Mual dan muntah

15. Pusing kepala

16. Terdapat hematoma

17. Kecemasan

18. Sukar untuk dibangunkan

19. Bila fraktur, mungkin adanya ciran serebrospinal yang keluar dari hidung (rhinorrohea) dan

telinga (otorrhea) bila fraktur tulang temporal.

Akibat Dari Trauma Otak Ini Tergantung Pada:

1.        Kekuatan benturan

Makin besar benturan makin parah kerusakan

2.        Akselerasi / Deselerasi

Akselerasi = Benda yang bergerak mengenai kepala yang diam

Desekrasi = Kepala membentur benda diam

Keduanya bisa bersamaan terjadi bila gerakan kepala tiba-tiba tanpa kontak langsung.

3.        KUP dan Kontra KUP

Cedera KUP Kerusakan pada daerah dekat yang terbentur

Kontra KUP  Kerusakan cedera berlawanan pada sisi desakan benturan

4.        Lokasi Benturan

Bagi otak yang tersebar kemungkinan cedera kepala terberat adalah bagian lotus anterior

(Frontalis & temporalis) Lobus posterior (oksipitalis dan atas mesenfalon).

5.        Rotasi

Page 16: ASUHAN KEPERAWATAN CIDERA KEPALA KTI.docx

Pengubahan posisi rotasi kepala menyebabkan trauma regangan & robekan pada substansia alba

dan batang otak.

6.        Fraktur Impresi

Disebabkan oleh suatu kekuatan yang mendorong fragmen tulang turun menekan otak yang lebih

dalam. Akibat fraktur ini kemungkinan CSS akan mengalir ke hidung, telinga  kemudian

masuknya kuman dan terkontaminasi dengan CSS  dapat menimbulkan infeksi dan kejang.

2.3  Pemeriksaan Penunjang

1.      CT-Scan (dengan atau tanpa kontras) : Mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan, determinan

ventrikuler, dan perubahan jaringan otak. Catatan : Untuk mengetahui adanya infark / iskemia

jangan dilekukan pada 24 - 72 jam setelah injuri.

2.      MRI :Digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif.

3.      Cerebral Angiography :Menunjukan anomali sirkulasi cerebral, seperti : perubahan jaringan otak

sekunder menjadi udema, perdarahan dan trauma.

4.      Serial EEG :Dapat melihat perkembangan gelombang yang patologis

5.      X-Ray :Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur

garis(perdarahan/edema), fragmen tulang.

6.      BAER : Mengoreksi batas fungsi corteks dan otak kecil

7.      PET : Mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak

8.      CSF, Lumbal Punksi : Dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan subarachnoid.

9.      ABGs : Mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenisasi) jika terjadi

peningkatan tekanan intracranial.

10.  Kadar Elektrolit : Untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat peningkatan

tekanan intrkranial.

11.  Screen Toxicologi: Untuk mendeteksi pengaruh obat sehingga menyebabkan penurunan

kesadaran.

2.4  Penatalaksanaan

Secara umum penatalaksanaan therapeutic pasien dengan trauma kepala adalah sebagai berikut:

1.      Observasi 24 jam

2.      Jika pasien masih muntah sementara dipuasakan terlebih dahulu.

3.      Berikan terapi intravena bila ada indikasi.

Page 17: ASUHAN KEPERAWATAN CIDERA KEPALA KTI.docx

4.      Anak diistirahatkan atau tirah baring.

5.      Profilaksis diberikan bila ada indikasi.

6.      Pemberian obat-obat untuk vaskulasisasi.

7.      Pemberian obat-obat analgetik.

8.      Pembedahan bila ada indikasi.

Pedoman Resusitasi Dan Penilaian Awal

1.      Menilai jalan napas: bersihkan jalan napas dari debris dan muntahan, lepaskan gigi palsu,

pertahankan tulang servikal segaris dengan badan dengan memasang kolar servikal, pasang

guedel bila dapat ditolerir. Jika cedera orofasial mengganggu jalan napas, maka pasien harus

diintubasi.

2.      Menilai pernapasan: tentukan apakah pasien bernapas spontan atau tidak. Jika tidak, beri

oksigen melalui masker oksigen. Jika pasien bernapas spontan, selidiki dan atasi cedera dada

berat seperti pneumotoraks, pneumotoraks tensif, hemopneumotoraks. Pasang oksimeter nadi,

jika tersedia, dengan tujuan menjaga saturasi oksigen minimum 95 %. Jika jalan napas pasien

tidak terlindung bahkan terancam, maka pasien harus segera diintubasi serta diventilasi oleh ahli

anestersi.

3.      Menilai sirkulasi:  otak yang rusak tidak mentolerir hipotensi. Hentikan semua perdarahan

dengan menekan arterinya. Perhatikan adanya cedera intraabdomen atau dada. Ukur dan catat

frekuensi denyut jantung dan tekanan darah, pasang alat pemantau dan EKG bila tersedia.pasang

jalur intravena yang bessar, ambil darah vena untuk pemeriksaan darah perifer lengkap, ureum,

elektrolit, glukosa, dan AGD arteri. Berikan larutan koloid.

4.      Obati kejang: kejang konvulsif dapat terjadi setelah cedera kepala dan harus diobati.

5.      Menilai tingkat/ klasifikasi keparahan cedera

Pedoman Penatalaksanaan

1.      Pada semua pasien dengan cedera kepala dan/ atau leher, lakukan foto tulang belakang servikal

(proyeksi antero-posterior, lateral, dan odontoid).

2.      pada semua pasien dengan cedera kepala sedang dan berat, lakukan prosedur berikut:

  pasang jalur IV dengan larutan salin normal (NaCl 0.9 %) atau larutan Ringer Laktat: cairan

isotonis lebih efektif mengganti volume intravaskuler daripada cairan hipotonis, dan larutan ini

tidak menambah edema serebri.

Page 18: ASUHAN KEPERAWATAN CIDERA KEPALA KTI.docx

  Lakukan pemeriksaan: hematokrit, periksa darah perifer lengkap, trombosit, kimia darah: glukosa,

ureum, dan kreatinin, masa protrombin atau masa tromboplastin parsial, skrining toksikologi dan

kadar alcohol bila perlu

3.   Lakukan CT Scan dengan jendela tulang: foto roentgen kepal tidak perlu jika CT Scan

dilakukan, karena CT Scan ini lebih sensitive untuk mendeteksi fraktur. Pasien denga cedera

kepala ringan, sedang, atau berat harus dievaluasi adanya:

  Hematoma epidural

  Darah dalam subarakhnoid dan interventrikel

  Kontusio dan perdarahan jaringan otak

  Edema serebri

  Obliterasi sisterna perimesenfalik

  Pergeseran garis tengah

  Fraktur kranium, cairan dalam sinus, dan pneumosefalus

4.   Pada pasien yang koma (Skor GCS < 8) atau pasien dengan tanda-tanda herniasi, lakukan

tindakan berikut ini:

  Elevasi kepala 30°

  Hiperventilasi: intubasi dan berikan ventilasi mandatorik intermitten

  Pasang kateter Foley

  Konsul bedah saraf bila terdapat indikasi operasi (hematoma epidural yang besar, hematoma

subdural, cedera kepala terbuka, dan fraktur impresi >1 diploe)

Penatalaksanaan Khusus

1.      Cedera kepala ringan

Pasien dengan cedera kepala ini umumnya dapat dipulangkan ke rumah tanpa perlu dilakukan

pemeriksaan CT Scan bila memenuhi criteria berikut:

  Hasil pemeriksaan neurologist dalam batas normal

  Foto servikal jelas normal

  Adanya orang yang bertanggung jawab untuk mengamati pasien selama 24 jam pertama, dengan

instruksi untuk segera kembali ke bagian gawat darurat jika timbul gejala perburukan

2.      Cedera kepala sedang

Pasien yang sedang menderita konkusi otak, dengan GCS 15 dan CT Scan normal, tidak perlu

dirawat. Pasien ini dapat dipulangkan untuk observasi di rumah, meskipun terdapat nyeri kepala,

mual, muntah, pusing, atau amnesia. Risiko timbulnya lesi intracranial lanjut yang bermakna

pada pasien dengan cedera kepala sedang adalah minimal.

3.      Cedera kepala berat

Page 19: ASUHAN KEPERAWATAN CIDERA KEPALA KTI.docx

Setelah penilaian awal dan stabilisasi tanda vital, keputusan segera pada pasien ini apakah

terdapat indikasi interval bedah saraf segera. Jika ada indikasi, harus segera dikonsulkan ke

bedah saraf untuk tindakan operasi. Penatalaksanaan cedera kepala berat seyogyanya dilakukan

di unit rawat intensif. Walaupun sedikit sekali yang dapat dilakukan untuk mengatasi kerusakan

primer akibat cedera, tetapi setidaknya dapat mengurangi kerusakan otak sekunder akibat

hipoksia, hipotensi, atau peningkatan TIK. Kejang umum yang terjadi setelah cedera kepala

dapat menyebabkan kerusakan otak sekunder karena hipoksia, sehingga terapi anti konvulsan

dapat dimulai.

Tindakan terhadap penalaksanaan peningkatan TIK

1.      Mempertahankan oksigenasi adekuat.

2.      Pemberian manitol untuk menurunkan edema serebral.

3.      Hiperventilasi

4.      Penggunaan steroid

5.      Meninggikan kepala tempat tidur

6.      Kemungkinan intervensi bedah neuro untuk evakuasi bekuan darah.

Tindakan pendukung lain

1.      Ventilasi

2.      Pencegahan kejang dengan antikonvulson

3.      Pemeliharaan cairan dan elektrolit

4.      Keseimbangan nutrisi

5.      Mempertahankan jalan nafas.

Rencana Pemulangan

1.      Jelaskan tentang kondisi anak yang memerlukan perawatan dan pengobatan.

2.      Ajarkan orang tua untuk mengenal komplikasi, termasuk menurunnya kesadaran, perubahan

gaya berjalan, demam, kejang, sering muntah, dan perubahan bicara.

3.      Jelaskan tentang maksud dan tujuan pengobatan, efek samping, dan reaksi dari pemberian obat.

4.      Ajarkan orang tua untuk menghindari injuri bila kejang: penggunaan sudip lidah,

mempertahankan jalan nafas selama kejang.

5.      Jelaskan dan ajarkan bagaimana memberikan stimulasi untuk aktivitas sehari-hari di rumah,

kebutuhan kebersihan personal, makan-minum. Aktivitas bermain, dan latihan ROM bila anak

mengalami gangguan mobilitas fisik.

6.      Ajarkan bagaimana untuk mencegah injuri, seperti gangguan alat pengaman.

7.      Tekankan pentingnya kontrol ulang sesuai dengan jadual.

8.      Ajarkan pada orang tua bagaimana mengurangi peningkatan tekanan intrakranial.

Page 20: ASUHAN KEPERAWATAN CIDERA KEPALA KTI.docx

2.5  Komplikasi

1.  Epilepsi Pasca Trauma

Epilepsi pasca trauma adalah suatu kelainan dimana kejang terjadi beberapa waktu

setelah otak mengalami cedera karena benturan di kepala. Kejang bisa saja baru terjadi beberapa

tahun kemudian setelah terjadinya cedera. Kejang terjadi pada sekitar 10% penderita yang

mengalami cedera kepala hebat tanpa adanya luka tembus di kepala dan pada sekitar 40%

penderita yang memiliki luka tembus di kepala.

Obat-obat anti-kejang (misalnya fenitoin, karbamazepin atau valproat) biasanya dapat

mengatasi kejang pasca trauma. Obat-obat tersebut sering diberikan kepada seseorang yang

mengalami cedera kepala yang serius, untuk mencegah terjadinya kejang. Pengobatan ini

seringkali berlanjut selama beberapa tahun atau sampai waktu yang tak terhingga.

2.  Afasia

Afasia adalah hilangnya kemampuan untuk menggunakan bahasa karena terjadinya

cedera pada area bahasa di otak. Penderita tidak mampu memahami atau mengekspresikan kata-

kata. Bagian otak yang mengendalikan fungsi bahasa adalah lobus temporalis sebelah kiri dan

bagian lobus frontalis di sebelahnya. Kerusakan pada bagian manapun dari area tersebut karena

stroke, tumor, cedera kepala atau infeksi, akan mempengaruhi beberapa aspek dari fungsi bahasa.

3.  Apraksia

Apraksia adalah ketidakmampuan untuk melakukan tugas yang memerlukan ingatan atau

serangkaian gerakan. Kelainan ini jarang terjadi dan biasanya disebabkan oleh kerusakan pada

lobus parietalis atau lobus frontalis. Pengobatan ditujukan kepada penyakit yang mendasarinya,

yang telah menyebabkan kelainan fungsi otak.

4.  Agnosis

Agnosia merupakan suatu kelainan dimana penderita dapat melihat dan merasakan

sebuah benda tetapi tidak dapat menghubungkannya dengan peran atau fungsi normal dari benda

tersebut. Penderita tidak dapat mengenali wajah-wajah yang dulu dikenalnya dengan baik atau

benda-benda umum (misalnya sendok atau pensil), meskipun mereka dapat melihat dan

menggambarkan benda-benda tersebut. Penyebabnya adalah kelainan fungsi pada lobus parietalis

dan temporalis, dimana ingatan akan benda-benda penting dan fungsinya disimpan. Agnosia

seringkali terjadi segera setelah terjadinya cedera kepala atau stroke. Tidak ada pengobatan

khusus, beberapa penderita mengalami perbaikan secara spontan.

5.  Amnesia

Amnesia adalah hilangnya sebagian atau seluruh kemampuan untuk mengingat peristiwa

yang baru saja terjadi atau peristiwa yang sudah lama berlalu. Penyebabnya masih belum dapat

sepenuhnya dimengerti. Cedera pada otak bisa menyebabkan hilangnya ingatan akan peristiwa

Page 21: ASUHAN KEPERAWATAN CIDERA KEPALA KTI.docx

yang terjadi sesaat sebelum terjadinya kecelakaan (amnesi retrograd) atau peristiwa yang terjadi

segera setelah terjadinya kecelakaan (amnesia pasca trauma). Amnesia hanya berlangsung

selama beberapa menit sampai beberapa jam (tergantung kepada beratnya cedera) dan akan

menghilang dengan sendirinya. Pada cedera otak yang hebat, amnesi bisa bersifat menetap.

Mekanisme otak untuk menerima informasi dan mengingatnya kembali dari memori

terutama terletak di dalam lobus oksipitalis, lobus parietalis dan lobus temporalis. Amnesia

menyeluruh sekejap merupakan serangan lupa akan waktu, tempat dan orang, yang terjadi secara

mendadak dan berat. Serangan bisa hanya terjadi satu kali seumur hidup, atau bisa juga berulang.

Alkoholik dan penderita kekurangan gizi lainnya bisa mengalami amnesia yang

disebut sindroma Wernicke-Korsakoff. 

Sindroma ini terdiri dari kebingungan akut (sejenis ensefalopati) dan amnesia yang berlangsung

lama.

Amnesia Korsakoff terjadi bersamaan dengan ensefalopati Wernicke. Amnesia Korsakoff

juga bisa terjadi setelah cedera kepala yang hebat, cardiac arrest atau ensefalitis akut.

6.  Fistel Karotis-kavernosus

Ditandai oleh trias gejala: eksoftalmus, kemosis, dan bruit orbita, dapat timbul segera

atau beberapa hari setelah cedera.

Angiografi perlu dilakukan untuk konfirmasi diagnosis dan terapi dengan oklusi balon

endovaskuler untuk mencegah hilangnya penglihatan yang permanent.

7.  Diabetes Insipidus

Disebabkan oleh kerusakan traumtik pada tangkai hipofisis, menyebabkan penghentian

sekresi hormone antidiuretik. Pasien mengekskresikan sejumlah besar volume urin encer,

menimbulkan hipernatremia dan deplesi volum.

8.  Kejang pasca trauma

Dapat segera terjadi (dalam 24 jam pertama), dini (minggu pertama) atau lanjut (setelah

satu minggu). Kejang segera tidak merupakan predisposisi untuk kejang lanjut; kejang dini

menunjukkan risiko yang meningkat untuk kejang lanjut, dan pasien ini harus dipertahankan

dengan antikonvulsan.

9.      Kebocoran cairan serebrospinal

Dapat disebabkan oleh rusaknya leptomeningen dan terjadi pada 2-6 % pasien dengan cedera

kepala tertutup. Kebocoran ini berhenti spontan dengan elevasi kepala setelah beberapa hari pada

85 % pasien. Drainase lumbal dapat mempercepat proses ini. Walaupun pasien ini memiliki

risiko meningitis yang meningkat, pemberian antibiotic profilaksis masih controversial. Otorea

atau rinorea cairan serebrospinal yang menetap atau meningitis berulang merupakan indikasi

untuk reparative.

10.  Edema serebral dan herniasi

Page 22: ASUHAN KEPERAWATAN CIDERA KEPALA KTI.docx

            Penyebab paling umum dari peningkatan TIK,  Puncak edema terjadi 72 Jam setelah

cedera. Perubahan TD, Frekuensi nadi, pernafasan tidak teratur merupakan gejala klinis adanya

peningkatan TIK. Penekanan dikranium dikompensasi oleh tertekannya venosus & cairan otak

bergeser. Peningkatan tekanan terus menerus menyebabkan aliran darah otak menurun dan

perfusi tidak adekuat, terjadi vasodilatasi dan edema otak. Lama-lama terjadi pergeseran

supratentorial dan menimbulkan herniasi. Herniasi akan mendorong hemusfer otak kebawah /

lateral dan menekan di enchephalon dan batang otak, menekan pusat vasomotor, arteri otak

posterior, saraf oculomotor, jalur saraf corticospinal, serabut RES.Mekanisme kesadaran, TD,

nadi, respirasi dan pengatur akan gagal.

11.  Defisit Neurologis dan Psikologis

            Tanda awal penurunan fungsi neulorogis: Perubahan TK kesadaran, Nyeri kepala hebat,

Mual / muntah  proyektil (tanda dari peningkatanTIK).

2.6  Asuhan Keperawatan

1.      Pengkajian Primer

         Airway

Kepatenan jalan napas, apakah ada sekret, hambatan jalan napas.

         Breathing

Pola napas, frekuensi pernapasan, kedalaman pernapasan, irama pernapasan, tarikan dinding

dada, penggunaan otot bantu pernapasan, pernapasan cuping hidung.

         Circulation

Frekuensi nadi, tekanan darah, adanya perdarahan, kapiler refill.

         Disability

Tingkat kesadaran, GCS, adanya nyeri.

Tingkat Kesadaran

Kualitatif dengan :

Page 23: ASUHAN KEPERAWATAN CIDERA KEPALA KTI.docx

-          CMC

Reaksi segera dengan orientasi sempurna, sadar akan sekeliling , orientasi baik terhadap orang

tempat dan waktu.

-          Apatis

Terlihat mengantuk saat terbangun klien terlihat acuh tidak acuh terhadap lingkungannya.

-          Confuse

Klien tampak bingung, respon psikologis agak lambat.

-          Samnolen

Dapat dibangunkan jika rangsangan nyeri cukup kuat, bila rangsangan hilang, klien tidur lagi.

-          Soporous Coma

Keadaan tidak sadar menyerupai koma, respon terhadap nyeri masih ada, biasanya inkontinensia

urine, belum ada gerakan motorik sempurna.

-          Koma

Keadaan tidak sadar, tidak berespon dengan rangsangan. 

Kuantitas dengan GCS

1.      Mata (eye)

-          Selalu menutup mata dengan rangsangan nyeri             1

-          Membuka mata dengan rangsangan nyeri                      2

-          Membuka mata dengan perintah                                    3

-          Membuka mata spontan                                                 4

2.      Motorik (M)

-          Tidak berespon dengan rangsangan nyeri                      1

-          Eksistensi dengan rangsangan nyeri                              2

-          Fleksi lengan atas dengan rangsangan nyeri                  3         

-          Fleksi siku dengan rangsangan nyeri                             4

-          Dapat bereaksi dengan rangsangan nyeri                       5

-          Bergerak sesuai perintah                                                6

3.      Verbal (V)

-          Tidak ada suara                                                              1

-          Merintih                                                                         2

-          Dapat diajak bicara tapi tidak mengerti                         3

-          Dapat diajak bicara tapi kacau                                       4

-          Dapat berbicara, orientasi baik                                       5

         Exposure

Suhu, lokasi luka.

Page 24: ASUHAN KEPERAWATAN CIDERA KEPALA KTI.docx

2.      Pengkajian Sekunder

a.      Riwayat Kesehatan Sekarang

Tanyakan kapan cedera terjadi. Bagaimana mekanismenya. Apa penyebab nyeri/cedera: Peluru

kecepatan tinggi? Objek yang membentuk kepala ? Jatuh ? Darimana arah dan kekuatan

pukulan?

b.      Riwayat Penyakit Dahulu

Apakah klien pernah mengalami kecelakaan/cedera sebelumnya, atau kejang/ tidak. Apakah ada

penyakti sistemik seperti DM, penyakit jantung dan pernapasan. Apakah klien dilahirkan secara

forcep/ vakum. Apakah pernah mengalami gangguan sensorik atau gangguan neurologis

sebelumnya. Jika pernah kecelakaan bagimana penyembuhannya. Bagaimana asupan nutrisi. 

c.       Riwayat Keluarga

Apakah ibu klien pernah mengalami preeklamsia/ eklamsia, penyakit sistemis seperti DM,

hipertensi, penyakti degeneratif lainnya.

d.      Pengkajian Head To Toe

1.      Pemeriksaan kulit dan rambut

Kaji nilai warna, turgor, tekstur dari kulit dan rambut pasien

2.      Pemeriksaan kepala dan leher

Pemeriksaan mulai dari kepala, mata, hidung, telinga, mulut dan leher. Kaji kesimetrisan, edema,

lesi, maupun gangguan pada indera. Pada penderita stroke biasanya terjadi gangguan pada

penglihatan maupun pembicaraan

3.      Pemeriksaan dada

         Paru-paru

Inspeksi     : kesimetrisan, gerak napas

Palpasi       : kesimetrisan taktil fremitus

Perkusi      : suara paru (pekak, redup, sono, hipersonor, timpani)

         Jantung

Inspeksi     : amati iktus cordis

Palpalsi      : raba letak iktus cordis

Perkusi      : batas-batas jantung

                    Batas normal jantung yaitu:

                    Kanan atas: SIC II RSB, kiri atas: SIC II LSB,

kanan                                             bawah: SIC IV RSB, kiri bawah: SIC V medial 2 MCS

4.      Pemeriksaan abdomen

Inspeksi           : keadaan kulit, besar dan bentuk abdomen, gerakan

Page 25: ASUHAN KEPERAWATAN CIDERA KEPALA KTI.docx

Palpasi             : hati, limpha teraba/tidak, adanya nyeri tekan

Perkusi            : suara peristaltic usus

Auskultasi       : frekuensi bising usus

5.      Pemeriksaan ekstremitas

Kaji warna kulit, edema, kemampuan gerakan dan adanya alat bantu.

Analisa Data

Data Etiologi Masalah

DO :

-    GCS klien turun, gelisah

-    Mual, muntah.

-    Pupil anisokor

-    TD meningkat

-    Suhu meningkat

-    Akral dingin

-    Sianosis pada kuku

DS :

- keluarga mengatakan klien selalu  gelisah

dan kadang terlihat seperti mengantuk

- Keluarga mengatakan klien selalu

memuntahkan apa yang dimakannya

Trauma

 kerusakan sel darah

otak

vasodilatasi

pembuluh darah

 eksudasi

 edema  serebral

 peningkatan TIK

Perfusi jaringan

serebral tidak

efektif

DS :

-    keluarga mengatakan klien terlihat sesak

napas

-    keluarga mengatakan bunyi napas klien

terdengar ngorok

DO :

-    Terdapat banyak sekret pada jalan nafas

-    Bunyi napas ngorok

Kerusakan neuro

muscular

 Adanya sekresi

Bersihan jalan

nafas tidak

efektif

Page 26: ASUHAN KEPERAWATAN CIDERA KEPALA KTI.docx

-    Frek nafas : > 40-50 X/mnt

-    Suhu meningkat

-    Klien ditinggikan kepala dan diekstensikan

kepalanya

-    Nafas tidak teratur.

DO:

-    Disorientasi terhadap waktu, tempat dan

orang

-    Perubahan dalam respon terhadap ransangan

-    Inkoordinasi motorik, perubahan dalam

postur, ketidakmampuan untuk memberi tahu

posisi bagian tubuh

-    Perubahan pola komunikasi

-    Distorsi auditorius dan visual

-    Konsentrasi buruk, berpikir kacau

-    Respon emosional berlebihan

-    Perubahan pola perilaku

DS : keluarga mengatakan klien tidak sadar

Defisit neurologist

 Kerusakan

n.olfaktorius

 kompresi

n.olfaktorius

 herniasi otak

 edema jar otak

 kerusakan sel darah

otak

 kurang aliran darah

ke otak

Perubahan

persepsi sensori

DO :

- Apraksia, hemiparese, quadriplegia

-Kelemahan fisik, termasuk mobilitas di

tempat tidur, pemindahan, ambulasi

-Kerusakan koordinasi, penurunan kontrol

otot

DS :

-Hilang keseimbangan

-Sulit menggenggam

-Lemah

kerusakan persepsi atau

kognitif, penurunan

kekuatan/tahanan, terapi

pembatasan/kewaspadaan

keamanan (tirah baring,

imobilisasi)

Kerusakan

mobilitas fisik

DO :

-Gangguan pengecapan dan penciuman

-Penurunan bising usus

-Gangguan mencerna dan menelan akibat

fraktur

Perubahan kemampuan

untuk mencerna nutrient

(penurunan tingkat

kesadaran), kelemahan

otot yang diperlukan

Resiko tinggi

terhadap

perubahan

nutrisi: kurang

dari kebutuhan

Page 27: ASUHAN KEPERAWATAN CIDERA KEPALA KTI.docx

-Penurunan kesadaran

DS :

-Mual dan muntah

-Sulit mencerna/menelan makanan

-Letargi, gelisah, lemah

untuk mengunyah dan

menelan, status

hipermetabolik

tubuh

Diagnosa Keperawatan

1.      Bersihan jalan  nafas tidak efektif b.d kerusakan neurovaskular (cedera pusat pernapasan di

otak).

2.      Pola napas tidak efektif b.d kerusakan neurovaskuler, obstruksi trakeabronkial

3.      Perfusi jaringan serebral tidak efektif b.d edema serebral

4.      Perubahan persepsi sensori b.d trauma defisit neurologis

5.      Resti infeksi b.d trauma jaringan, kerusakan kulit, prosedur invasif.

6.      Kerusakan mobilitas fisik b.d penurunan kekuatan tubuh, cedera ortopedi.

7.      Resti perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d penurunan tingkat kesadaran, mual,

muntah.

NANDA NOC NIC

Bersihan jalan  nafas tidak

efektif b.d kerusakan

neurovaskular (cedera

pusat pernapasan di otak).

Batasan karakteristik:

       Tidak adanya batuk

       Bunyi nafas yang

menguntungkan

       Perubahan nilai nafas

       Perubahan irama pernafasan

       Cyanosis

       Kesulitan bersuara

       Pengurangan bunyi nafas

       Dyspnea

       Kelebihan dahak

       Batuk yang tidak efektif

Status pernapasan: jalan

napas paten

Indikator:

       Tidak ada demam

       Tidak ada cemas

       Tidak ada hambatan jalan

napas

       Pengeluaran dahak

       Bebas dari bunyi napas

Manajemen jalan napas

Aktivitas

       Membuka jalan nafas dengan cara

dagu diangkat atau rahang

ditinggikan.

       Memposisikan pasien agar

mendapatkan ventilasi yang

maksimal.

       Mengidentifikasi pasien

berdasarkan penghirupan nafas

yang potensial pada jalan nafas.

       Penghirupan nafas melalui mulut

atau nasopharing.

       Memberikan terapi fisik pada

dada.

       Mengeluarkan sekret dengan cara

Page 28: ASUHAN KEPERAWATAN CIDERA KEPALA KTI.docx

       Orthopnea

       Kurang istirahat

       Mata yang melebar

batuk atau penyedotan.

       Mendorong pernapasan yang

dalam, lambat, bolak-balik, dan

batuk.

       Menginstruksikan bagaimana

batuk yang efektif.

       Mendengarkan bunyi nafas,

mancatat daerah yang mangalami

penurunan atau ada tidaknya

ventilasi dan adanya bunyi

tambahan.

       Melakukan penyedotan pada

endotrakea atau nasotrakea.

       Memeriksa bronchodilators

dengan tepat.

       Mengajarkan pasien bagaimana

penghirupan nafas yang tepat.

        Memberikan perawatan

ultrasonic.

       Memberikan oksigen yang tepat.

       Memeriksa keadaan pernafasan

dan oksigen.

Pola napas tidak efektif b.d

kerusakan neurovaskuler,

obstruksi trakeobronkial

Batasan karakteristik:

       Napas dalam

       Perubahan gerakan dada

       Mengambil posisi tiga titik

       Bradipneu

       Penurunan tekanan ekspirasi

       Penurunan tekanan inspirasi

       Penurunan ventilasi semenit

Status pernapasan:ventilasi

Indikator:

       Frekuensi napas IER*

       Irama napas IER

       Kedalaman inspirasi

       Pengembangan dada simetris

       Kenyamanan bernapas

       Penggunaan otot

aksesoris/tambahan tidak ada

       Suara napas tambahan tidak

ada

Terapi oksigen

Aktivitas:

       Menyediakan peralatan pemberian

oksigen, sistem kekebalan.

       Memberikan oksigen tambahan,

sesuai petunjuk dokter.

       Mengontrol aliran oksigen.

       Memeriksa alat pentransferan

oksigen.

       Memeriksa secara berkala alat

pemberian oksigen untuk

Page 29: ASUHAN KEPERAWATAN CIDERA KEPALA KTI.docx

       Penurunan kapasitas vital

       Dispneu

       Peningkatan diameter

anterior-posterior

       Napas cuping hidung

       Ortopneu

       Fase ekspirasi yang lama

       Pernapasan pursed-lip

       Takipneu

       Penggunaan otot-otot bantu

untuk bernapas

       Penarikan dada tidak ada

       Pengerutan bibir pada saat

bernapas tidak ada

       Dispnea saat istirahat tidak

ada

       Dispnea dengan pengerahan

tenaga tidak ada/hilang

       Orthopnea tdak ada/hilang

       Napas pendek tidak

ada/hilang

       Fremitus tidak ada/hilang

       Suara perkusi tidak

ada/hilang

       Auskultasi suara napas, IER

       Volume tidal IER

       Kapasitas vital IER

memastikan bahwa telah sesuai

dengan resep untuk konsentrasi

yang diberikan.

       Mengubah tempat masker oksigen

kapan saja alat tersebut

dipindahkan.

       Mengamati tanda-tanda oksigen

yang menyebabkan hypoventilasi

       Memeriksa tanda-tanda keracunan

oksigen dan penyerapan

atelektasis.

       Memeriksa alat pernafasan untuk

memastikan ketidakcampuran

dengan usaha pasien untuk

bernafas.

       Memeriksa/mengontrol

kecemasan pasien yang

mempengaruhi terapi oksigen.

       Memeriksa kerusakan kulit karena

pergeseran alat bantu pernafasan.

       Memasukkan/memberikan alat

bantu nafas yang lain untuk

kenyamanan.

Perfusi jaringan

serebraltidak efektif b.d

edema serebral

Faktor resiko:

       Trauma kepala

       Tumor otak

       Gangguan jaringan otak

Status neurologi:kesadaran

Indikator:

       Fungsi saraf

       Kontrol pusat motorik

       Fungsi motorik/sensori saraf

otak (krnil)

       Fungsi motorik/sensori saraf

otak spinal

Kenaikan perfusi serebral

Aktivitas:

      dalam rentang tersebut.

      konsultasikan dengan dokter

untuk menentukan posisi kepala

dan monitor respon pasien

terhadap posisi kepalanya

      hindari fleksi leher atau fleksi

Page 30: ASUHAN KEPERAWATAN CIDERA KEPALA KTI.docx

       Fungsi saraf otonom

       Tekanan dalam cranial

       Komunikasi

       Ukuran pupil

       Rangsangn pupil

       Gerakan pupil

       Pola nafas

       Tanda-tanda vital (WNL)

       Aktifitas otak(yang tak

terlihat)

       Sakit kepala (yang tak

terlihat)

panggul/ lutut yang berlebihan

      beri dan monitor efek diuretic dan

kortikosteroid

      berikan anti nyeri tersedia

      monitor tanda-tanda pendarahan

      monitor status neurologi

      hitung dan monitor tekanan

perfusi serebral

      monitor TIK dan neurologi untuk

aktivitas perawatan

      monitor tekanan arteri rata-rata

      monitor tekanan kardiovaskuler

      monitor status respirasi

      monitor factor penentu dari

transport oksigen ke jaringan

seperti PaCO2,SaO2 dan Hb serta

CO2

      montor hasil laboratorium untuk

erubahan oksigenasi dan

perubahan asam basa

      monitor intake dan output

BAB III

KASUS

Page 31: ASUHAN KEPERAWATAN CIDERA KEPALA KTI.docx

LAPORAN ANALISA SINTESA

RUANG GAWAT DARURAT

Nama mahasiswa        : Cicilia Anita                                      No. BP                       : 0910321001 

Nama pasien                : Ny. S                                                 Umur               : 19 tahun

Diagnosa medis           : Cidera Kepala Ringan +                   Tanggal           : 4 April 2012

                                      Vulnus Ekskoriosom

No. RM                       : 091134

3.1  Pengkajian Primer

a.       Airway

-          Tidak ada sekret dijalan napas

-          Tidak ada suara napas tambahan (gurgling)

e.       Breathing

-          Napas tidak sesak

-          Tidak ada penggunaan otot bantu pernapasan

f.       Circulation

-          Nadi : 60x/menit

-          TD : 100/60 mmHg

-          Klien pucat

-          Akral dingin

-          Kapiler refil <2 detik

-          Tidak ada pendarahan

g.      Disability

-          GCS 14

Mata       : membuka mata dengan rangsangan verbal (3)

Verbal    : orientasi baik, jawaban sesuai pertanyaan, jawaban lambat

Motorik  : melakukan perintah dengan benar

-          Klien datang ke RS dalam keadaan tidak sadar

-          Kesadaran pasien somnolen yaitu kesadaran menurun, respon psikomotor lambat, mudah

tertidur, namun kesadaran pulih bila dibangunkan, mampu memberi jawaban verbal

-          Klien mengeluh nyeri di kedua tangan dan kaki kanan

h.      Exposure

-          Suhu 370C

Page 32: ASUHAN KEPERAWATAN CIDERA KEPALA KTI.docx

-          Terdapat luka lecet di tangan kanan (siku= 2x1x0,5) dan tangan kiri, dan terdapat luka lecet

dikaki kanan.

3.2  Diagnosa Keperawatan Prioritas

NANDA NOC NIC

Perfusi jaringan

serebraltidak efektif b.d

edema serebral

Data objektif:

       Penurunan kesadaran

       Klien tidak ingat kejadian

kecelakaan

       Respon motorik klien

lambat

       Klien sulit berkomunikasi

       GCS 14

       Kesadaran klien somnolen

Data subjektif:

       Klien mengatakan tidak

bisa mengingat kejadian

kecelakaan

Status

neurologi:kesadaran

Indikator:

       Fungsi saraf

       Kontrol pusat motorik

       Fungsi motorik/sensori

saraf otak (krnil)

       Komunikasi

       Pola nafas

       Tanda-tanda vital (WNL)

Kemampuan Kognitif

Indikator:

       Komunikasi lancar dan

bebas sesuai umur

       Perhatian

       Konsentrasi

       Orientasi

       Menunjukkan memori

cepat

       Menunjukkan memori

baru

       Menunjukkan memori

lama

       Proses informasi

Status neurologi

Indikator:

Terapi oksigen

Aktivitas:

        Bersihkan mulut,hidung dansekresi

trakea,jika diperlukan

        Pertahankan pembekuan aliran

darah

        Mengatur alat-alat oksigen &

pantau oksigen yang mengalir

perliternya

        Berikan suplemen oksigen,jika

perlu

        Pentau perubahan posisi

pengantaran oksigen

        Perintahkan pasien tentang

pentingnya pengiriman sisa oksigen

        Memeriksa alat pergantian oksigen

untuk menjamin konsentrasi

        Menjamin penggantian penutupan

oksigen kapanpun alat dipindahkan

        Memantau kemampuan pasien

pada toleransi memindahkan

oksigen ketika makan

        Mengubah alat penyampai oksigen

yang masuk ke hidung selama

makan sebagai toleransi

        Mengobservasi tanda-tanda

hipoventilasi induksi oksigen

        Memantau tanda-tanda keracunan

oksigen dan penyerapan atelektasis

Page 33: ASUHAN KEPERAWATAN CIDERA KEPALA KTI.docx

        Memantau alat-alat oksigen untuk

menjamin camur tangan dengan

usaha pasien bernafas

        Pantau hubungan kecemasan

pasien yang dibutuhkan untuk

terapi oksigen

        Memantau kerusakan kulit dan

friksi alat-alat oksigen

        Menyediakan oksigen ketika

memindahkan pasien

        Menginstruksikan pasien untuk

mendapatkan resep oksigen

suplemen sebelum perjalanan udara

atau perjalanan yang tinggi

        Konsultasikan dengan pmberi

peralatan kesehatan lainnya tentang

penggunaan suplemen oksigen

selama beraktifitas dan atau tidur

        Perintahkan pasien dan keluarga

untuk menggunakan oksigen dalam

ruangan

        Menyusun penggunaan alat- alat

oksigen untuk membantu

mobilisasi dan mengajarkan pasien

        Mengubah peralatan pemasukan

oksigen yang lain untuk

kenyamanan

Monitoring Tanda-tanda Vital

Aktivitas:

       Memantau tekanan

darah,nadi, suhu, dan tingkat

respirasi

       Mencatat kecenderungan dan

perluasan frekuensi pada tekanan

Page 34: ASUHAN KEPERAWATAN CIDERA KEPALA KTI.docx

       Memantau tekanan darah pada

kedua lengan dan

membandingkanya

       Menginisiasi dan mempertahankan

tanda-tanda dan gejala-gejala

hiphothermia hipertemia

       Mengambil tekanan ujung dan

radial dengan serentak dan catat

perbedaannya

       Pantau pilsus pantau perubahan

pilsus pantau rhitim dan tingkat

kardiak

       Pantau bunyi jantung

       Pantau tingkat pernafasan dan

rhitimnya

       Pantau suara paru-paru

       Pantau getaran oksimetri

       Pantau pola pada oksimetri

       Pantau warna kulit,temperatur dan

kelembaman

       Pantau sianosis pusat dan

peripheral

       Memantau kehadiran bertiga dari

cushing (mis. Perluasan tekanan

bradikardi dan peningkatan sistolik)

       Mengidentifikasi penyebab yang

mungkin dari perubahan tanda-

tanda vital

Memantau NeurologikAktivitas:

       Pantau ukuran

pupil,ketajaman, simetri dan

reaksifitas

       Pantau tingkat kesadaran

       Pantau tingkat dari orientasi

Page 35: ASUHAN KEPERAWATAN CIDERA KEPALA KTI.docx

       Pantau kecenderungan dari

glascoucoma scale

       Pantau ingatan yang muncul dari

ingatan masa lampau,perasaan

sakit, dan tingkah laku

       Pantau tanda-tanda

vital :temperatur tekanan darah,nadi

dan pernafasan

       Pantau status pernafasan tingkat

ABG, osimetri

nadi,ukuran, pola,dasar, dan usaha

       Pantau parameter hemodinamik

infasif jika perlu

       Pantau ICP dan CPP

       Pantau reflek kornea

       Pantau aliran udara

       Catat keluhan sakit kepala

       Pantau karakteristik

bicara:fluensi, kehadiran aphasis

atau kesulitan mengemukakan kata

       Pantau respon:verbal, tactili,dan

axious

       Meningkatkan pemantauan

frekuensi neurologic

       Menghindari aktifitas yang

meningkatkan tekanan intracranial

Memantau Tekanan Intrakranial

       Membantu memantau alat ICP

       Menyediakan informasi untuk

keluarga

       Menstabilkan tingkat transduser

       Irigasi system cairan

       Memperoleh contoh cairah

cerebosinal (CSF), jika perlu

Page 36: ASUHAN KEPERAWATAN CIDERA KEPALA KTI.docx

       Pertahankan tekanan perfusi otak

       Catat respon rangsanganpasien

       Pantau ICP pasien dan respon

perawatan

       Pantau tingkat cairan cerebrospinal

yang mengalir

       Pantau intake dan output

       Cek kekakuan nuchal pasien

       Memperbaiki posisi kepala pasien

dengan 30-45 derjat dan leher

dengan posisi netral

       Menurunkan stimulilingkungan

       Menurunkan tempat perawatan

keperawatan elevasi ICP

       Pengubah penurunan menjadi

penambahan produksi ICP dan

produksi kateter

        Mempertahankan control

hiperventilasi, jika diperintahkan

       Mempertahankan tekanan sistemik

arteri dalam tempat yang spesifik

       Memberikan pharmakologikal

untuk mempertahankan daerah

yang spesifik

3.3  Implementasi dan Evaluasi

Waktu Implementasi Evaluasi

19.30 WIB

19.55 WIB

20.10 WIB

        Memberikan oksigen nasal kanul

3L/menit

        Mengukur tanda-tanda vital (TD,

nadi, pernapasan, suhu)

        Mengontrol aliran oksigen

        Memantau tingkat kesadaran

        Memantau tanda-tanda vital

S =  klien mengatakan napasnya tidak

terasa sesak, klien mengatakan sudah

tahu kalau dia sedang berada dirumah

sakit

O = pernapasan normal, kesadaran

klien komposmentis, TD 110/70

mmHg, Nadi 80x/menit, pernapasan

24x/menit, suhu 370C

Page 37: ASUHAN KEPERAWATAN CIDERA KEPALA KTI.docx

A = perfusi jaringan serebral tidak

efektif teratasi sebagian

P =  intervensi dilanjutkan oleh

perawat shift malam

3.4  Pengkajian sekunder

a.      Riwayat Kesehatan Sekarang

Nn. S (19 tahun) masuk IGD RS Dr. Rsidin Padang pada tanggal 4 April 2012 pukul 19.30 WIB

dalam keadaan tidak sadarkan diri setelah mengalami kecelakaan mobil. Klien berbonceng

dengan adiknya dan klien yang mengemudikan motor. Klien jatuh dari motor dalam posisi

tertelungkup, dada terhempas kejalan. Terdapat luka lecet dikedua tangan dan kaki kanan.

b.      Riwayat Penyakit Dahulu

Klien baru pertama kali masuk RS dan baru pertama kali mengalami kecelakaan. Klien tidak ada

riwayat hipertensi, DM, penyakit jantung, dan penyakit lainnya.

c.       Riwayat Keluarga

Keluarga klien tidak ada riwayat kecelakaan, penyakit genetik, hipertensi, DM, penyakit jantung,

dan penyakit lainnya.

d.      Pengkajian Head To Toe

1.      Pemeriksaan kepala dan leher

Tidak ada pembengkakan dan luka dikepala, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik,

reflek cahaya (+), pupil isokhor, tidak ada gangguan panca indera, tidak ada pendarahan pada

panca indera, leher simetris, tidak ada peningkatan JVP.

2.      Pemeriksaan dada

         Paru-paru

Inspeksi     : simetris, tidak ada penggunaan otot bantu pernapasan, tidak ada tarikan dinding

dada

Palpasi       : taktil fremitus simetris

Perkusi      : suara paru normal

         Jantung

Inspeksi     : iktus cordis tidak tampak

Palpalsi      : iktus cordis tidak teraba

Perkusi      : Batas jantung normal yaitu:

Page 38: ASUHAN KEPERAWATAN CIDERA KEPALA KTI.docx

                    Kanan atas: SIC II RSB, kiri atas: SIC II LSB, kanan                                  bawah:

SIC IV RSB, kiri bawah: SIC V medial 2 MCS

3.      Pemeriksaan abdomen

Inspeksi           : simetris, tidak ada lesi, tidak ada asites

Palpasi             : hati, limpha teraba/tidak, tidak ada nyeri tekan

Perkusi            : peristaltic usus (+)

Auskultasi       : frekuensi bising usus normal

4.      Pemeriksaan ekstremitas

Adanya luka lecet dikedua tangan dan kaki kanan, akral dingin.

Gambar :

Page 39: ASUHAN KEPERAWATAN CIDERA KEPALA KTI.docx

3.5  Diagnosa Keperawatan Sekunder

NANDA NOC NIC

Kerusakan integritas

jaringan b.d trauma

jaringan

Data objektif:

       Terdapat luka di tangan

kanan (siku= 2x1x0,5),

luka lecet ditangan kiri dan

kaki kanan

Data subjektif:

       Klien mengatakan terasa

nyeri di luka pada kaki dan

tangannya

Integritas jaringan: kulit

dan membran mukosa

Indikator:

       Luka jaringan

       Perfusi jaringan

       Keutuhan dalam skala

yang diharapkan

Perawatan luka

Aktivitas:

       Bersihkan atau cukur rambut

disekeliling daerah yang terluka

       Catat karakteristik dari luka

       Catat karakteristik dari beberapa

pengeluaran

       Cuci atau bersihkan dengan sabun

antibakteri sebagai tambahan

       Cuci daerah yang luka dengan air

kran jika perlu

       Lakukan perawatan IV jika perlu

       Berikan perawatan pada daerah

pusat pembluh darah

       Lakukan perawatan pada kulit yang

lecet jika perlu

       Pijat daeah disekeliling luka untuk

merangsang sirkulasi

       Pertahankan patency dari saluran

pengeluaran

       Gunakan obat salap dengan tepat

pada kulit atau luka jika perlu

       Lakukan pembalutan dengan tepat

       Gunakan tehnik membalut steril

ketika sedang merawat luka

       Periksa luka pada setiap

penggantian balutan

       Bandingkan dan catat perubahan

pada luka

       Posisikan pasien untuk

menghindari terjadinya ketegangan

pada luka

Page 40: ASUHAN KEPERAWATAN CIDERA KEPALA KTI.docx

       Ajarkan pada pasien atau keluarga

prosedur perawatan luka

Resiko infeksi b.dadanya

injury

Data objektif:

       Terdapat luka di kedua

tangan dan kaki kanan

       Luka klien kotor

Data subjektif:

       Keluarga klien

mengatakan saat klien

jatuh dari motor klien

terhempas kejalan

Kontrol Resiko

Indikator:

       Mengetahui resiko

       Memperhatikan faktor

resiko lingkungan

Kontrol infeksi

Aktivitas:

       Bersihkan lingkungan sekitar

setelah digunakan pasien.

       Ganti peralatan pengobatan pasien

setiap protocol/pemeriksaan.

       Batasi jumlah

pengunjung/pembezuk.

       Cuci tangan sebelum dan sesudah

melakukan perawatan pada pasien.

       Gunakan sarung tangan sebagai

pengaman yang umum.

       Pastikan teknik perawatan luka

yang tepat.

       Lakukan terapi antibiotic yang

tepat

3.6  Implementasi dan Evaluasi

Waktu Implementasi Evaluasi

19.30 WIB

19.55 WIB

20.10 WIB

        Menggunakan handscon steril

        Membersihkan luka

        Melakukan perawatan luka lecet

        Memberi salep Calmicitine dan

betadin

        Membersihkan daerah sekeliling

dan perawatan perawatan luka

setelah selesai melakukan

perawatan luka

        Memberikan injeksi skin test

        Memberikan injeksi ATS 1500 Iu

S = klien mengatakan rasa nyeri diluka

sudah berkurang

O = luka klien bersih

A = kerusakan integritas

jaringan teratasi sebagian, resiko

infeksi tidak terjadi

P =  intervensi dilanjutkan oleh

perawat shift malam

Page 41: ASUHAN KEPERAWATAN CIDERA KEPALA KTI.docx

WOC kasus

                                                Kecelakaan                                          luka

di ekstremitasMK: resiko infeksi

                                               

                                               Cidera kepala                                      

                                                Ekstra kranial

                                       Gg. Suplai O2 dalam darah

                                                    Iskemia

                                                   hipoksia

                                                  O2 ke otak

MK: perfusi jaringan serebral tidak efektif

                                                  kesadaran

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1  Pengkajian

Pada teoritis, menurut berat ringannya berdasarkan GCS (Glosgow Coma Scale), klien termasuk

dalam Cedera Kepala ringan (kelompok risiko rendah), yaitu:

-          GCS 13-15 (sadar penuh, atentif, orientatif)

-          Kehilangan kesadaran /amnesia tetapi kurang 30 mnt

Page 42: ASUHAN KEPERAWATAN CIDERA KEPALA KTI.docx

-          Tak ada fraktur tengkorak

-          Tak ada contusio serebral (hematom)

-          Tidak ada intoksikasi alcohol atau obat terlarang

-          Pasien dapat mengeluh nyeri kepala dan pusing

-          Pasien dapat menderita abrasi, laserasi, atau hematoma kulit kepala

-          Tidak adanya criteria cedera sedang-berat

Pada kasus, tanda dan gejala yang ditemukan pada klien yaitu:

-         GCS klien 14

-         Kehilangan kesadaran saat dibawa ke RS

-         Adanya penurunan kesadaran selama <30 menit

-         Klien tidak mampu mengingat kejadian kecelakaan

-         Tidak ada hematom

-         Klien tidak megeluh nyeri kepala dan pusing

-         Tidak ada tampak tanda abrasi, laserasi, atau hematoma pada kulit kepala

Kerusakan Pada Bagian Otak

kemungkinan klien menderita kerusakan pada lobus temporalis yaitu lobus

yang mengolah kejadian yang baru saja terjadi menjadi dan mengingatnya sebagai memori

jangka panjang. Lobus temporalis juga memahami suara dan gambaran, menyimpan memori dan

mengingatnya kembali serta menghasilkan jalur emosional. Hal ini terlihat dari klien yang tidak

mampu mengingat kembali kejadian kecelakaan.

Selain itu, klien juga  mengalami penurunan kesadaran dan mengalami disorientasi saat

dibawa ke RS. Namun tidak ada ditemukan luka, bengkak, maupun tanda-tanda cidera pada kulit

kepala klien. Kemungkinan klien adamemar / laserasi cerebral (komosio) di otaknya. Komosio

cerebral setelah cedera kepala adalah hilangnya fungsi neurologik sementara tanpa kerusakan

struktur. Umumnya meliputi sebuah periode tidak sadarkan diri dalam beberapa detik sampai

beberapa menit. Jika jaringan otak di lobus frontal terkena, pasien dapat menunjukkan perilaku

irasional yang aneh, dimana keterlibatan lobus temporal dapat menimbulkan amnesia atau

disorientasi. Komosio cerebral ini merupakan memar pada permukaan otak yang terdiri dari area

hemoragi kecil-kecil  yang tersebar, gejala bersifat neorologis fokal, dapat berlangsung 2-3 hari

setelah cedera dan menimbulkan disfungsi luas akibat dari peningkatan edema serebral. Pada

scan tomografi terlihat masa dan menimbulkan perubahan TIK dengan jelas.

Seperti yang kita ketahui, gangguan otak bisa terjadi disertai dengan adanya penurunan

kesadaran, fraktur tengkorak, atau bengkak pada kulit kepala. Akan tetapi, tidak jarang, bisa juga

terjadi tanpa kelainan fisik yang tampak dari luar. Ada tidaknya kelainan otak ini harus

dipastikan.

Page 43: ASUHAN KEPERAWATAN CIDERA KEPALA KTI.docx

Adapun pemeriksaan yang paling sering dilakukan untuk memeriksa kelainan otak adalah

CT scan. Berbeda dengan foto rontgen biasa, pemeriksaan yang juga menggunakan sinar-X ini

bertujuan melihat bagian otak secara melintang. Dari hasil pemeriksaan CT scan, bisa didapatkan

informasi tentang bagaimana keadaan otak. Hasil fotonya bisa menggambarkan apakah ada

hematoma (perdarahan), udema (bengkak) otak, ataupun kontusio (memar) otak. Khusus untuk

hematoma, pada tingkat tertentu, biasanya akan dilakukan operasi untuk mengeluarkan darah

hematom yang tertimbun.

4.2  Perencanaan

Semua perencanaan keperawatan yang dituangkan pada kasus mengacu ke teoritis. Setiap

tindakan yang dilakukan berdasarkan rencana tindakan keperawatan.

Pada teoritis, diagnosa keperawatan yang dapat muncul adalah:

2.      Bersihan jalan  nafas tidak efektif b.d kerusakan neurovaskular (cedera pusat pernapasan di

otak).

3.      Pola napas tidak efektif b.d kerusakan neurovaskuler, obstruksi trakeabronkial

4.      Perfusi jaringan serebral tidak efektif b.d edema serebral

5.      Perubahan persepsi sensori b.d trauma defisit neurologis

6.      Resti infeksi b.d trauma jaringan, kerusakan kulit, prosedur invasif.

7.      Kerusakan mobilitas fisik b.d penurunan kekuatan tubuh, cedera ortopedi.

8.      Resti perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d penurunan tingkat kesadaran, mual,

muntah.

Sedangkan pada kasus, diagnosa yang dapat diangkat adalah :

1.      Perfusi jaringan serebral tidak efektif b.d edema serebral

2.      Resti infeksi b.d trauma jaringan, kerusakan kulit

3.      Perubahan persepsi sensori b.d trauma defisit neurologis

Hal ini dikarenakan klien tidak ada gangguan pada pernapasan, baik itu gangguan jalan napas

maupun pola napas. Klien tidak ada sumbatan jalan napas, tidak ada sekret dijalan napas, tidak

ada suara napas tambahan (gurgling), napas tidak sesak, tidak ada penggunaan otot bantu

pernapasan, dan tidak ada pernapasan cuping hidung. Sehingga pada perencanaan, diagnosa

tersebut tidak diangkat.

4.3  Implementasi

Page 44: ASUHAN KEPERAWATAN CIDERA KEPALA KTI.docx

Implementasi keperawatan yang dilaksanakan dari tanggal 4 April 2012 sesuai dengan rencana

tindakan keperawatan, yaitu:

Diagnosa primer

Diagnosa

Keperawatan

Waktu Implementasi

Perfusi jaringan

serebral tidak

efektif b.d edema

serebral

19.30 WIB

19.55 WIB

20.10 WIB

        Memberikan oksigen nasal kanul 3L/menit

        Mengukur tanda-tanda vital (TD, nadi, pernapasan,

suhu)

        Mengontrol aliran oksigen

        Memantau tingkat kesadaran

        Memantau tanda-tanda vital

Diagnosa sekunder

Resioko

infeksib.d traum

a jaringan

19.30 WIB

19.55 WIB

20.10 WIB

        Menggunakan handscon steril

        Membersihkan luka

        Melakukan perawatan luka lecet

        Memberi salep dan betadin

        Membersihkan daerah sekeliling dan perawatan

perawatan luka setelah selesai melakukan perawatan

luka

        Memberikan injeksi skin test

        Memberikan injeksi ATS 1500 Iu

BAB V

PENUTUP

5.1  Kesimpulan

Cedera kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala, tulang tengkorak

atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun tidak langsung pada kepala.

Kerusakan pada lapisan otak paling atas (korteks serebri biasanya akan mempengaruhi

kemampuan berfikir, emosi dan perilaku seseorang. Daerah tertentu pada korteks serebri

biasanya bertanggungjawab atas perilaku tertentu, lokasi yang pasti dan beratnya cedera

menentukan jenis kelainan yang terjadi.

Manifestasi Klinis yang ditemukan adalah gangguan kesadaran, konfusi, perubahan TTV,

sakit kepala, vertigo, kejang, pucat, mual dan muntah, pusing kepala, terdapat hematoma, dan

lain-lain.

Page 45: ASUHAN KEPERAWATAN CIDERA KEPALA KTI.docx

Berdasarkan kajian teoritis yang telah dipaparkan sebelumnya, maka dapat ditegakkan

diagnosa keperawatan pada klien dengan cedera kepala, sebagai berikut:

1.      Perubahan perfusi jaringan serebral b.d edema serebral

2.      Perubahan persepsi sensori b.d trauma defisit neurologis

3.      Bersihan jalan  nafas tidak efektif b.d kerusakan neurovaskular (cedera pusat pernapasan di

otak).

4.      Resti infeksi b.d trauma jaringan, kerusakan kulit, prosedur invasif.

Dianosa tersebut tidak selalu semuanya dapat ditegakkan, hal ini sesuai dengan kondisi klien saat

itu.

5.2  Saran

Penanganan pada klien dengan cedera kepala sangat ditekankan agar tidak terjadi

kerusakan otak sekunder. Dalam hal ini perawat harus bertindak dengan cepat dan tepat sesuai

dengan standar asuhan keperawatan.

Page 46: ASUHAN KEPERAWATAN CIDERA KEPALA KTI.docx

DAFTAR PUSTAKA

Barbara C. Long. 1996. Perawatan Medikal Bedah. Bandung: IAPK Pajajaran

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Volume 3.Jakarta:EGC

Closkey ,Joane C. Mc, Gloria M. Bulechek.(1996). Nursing Interventions Classification (NIC). St.

Louis :Mosby Year-Book.

Doengoes, ME. 2001. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC

Elizabeth J. Corwin. 1996. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC

Hudak & Gallo. 1994. Keperawatan Kritis. Jakarta: EGC

Johnson,Marion, dkk. (2000). Nursing Outcome Classifications (NOC). St. Louis :Mosby Year-Book

Juall,Lynda,Carpenito Moyet. (2003).Buku Saku Diagnosis Keperawatan edisi 10.Jakarta:EGC

Swear Ingen. 1996. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC

Hudak & Gallo. 2001. Keperawatan Kritis, Pendekatan Holistik , Volume II. Jakarta : EGC

Cecily LB & Linda AS. 2000. Buku Saku Keperawatan Pediatrik , Edisi 3. Jakarta : EGC

Suzanne CS & Brenda GB. 2000. Buku Ajar Medikal Bedah, Edisi 8. Volume 3. Jakarta : EGC.

Wiley dan Blacwell. (2009). Nursing Diagnoses: Definition & Classification 2009-2011,

NANDA.Singapura:Markono print Media Pte Ltd